Anda di halaman 1dari 96

LAPORAN AKHIR

M.K. MASALAH KHUSUS


(IKK496)

PENGARUH PARENTAL STRESS DAN PARENTAL ADJUSTMENT


TERHADAP KESEHATAN MENTAL REMAJA SELAMA MASA
PANDEMI COVID-19

OLEH :
MARSHA LISTIYANI
I24160043

PEMBIMBING:
ALFIASARI, S.P., M.Si

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
IPB UNIVERSITY
BOGOR
2021
ABSTRAK

MARSHA LISTIYANI. Pengaruh Parental Stress dan Parental


Adjustment Terhadap Kesehatan Mental Remaja selama Masa Pandemi
Covid-19. Dibimbing oleh ALFIASARI.

Pandemi Covid-19 berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik dari


segi kesehatan, pendidikan, kehidupan sosial, interaksi antar manusia,
ekonomi termasuk pada kelompok terkecil yaitu keluarga dan anak. Salah
satu yang terkena dampak dari pandemi ini adalah remaja yang biasanya
sering melakukan aktivitas di luar rumah, seperti sekolah, bermain dan
berbagai aktivitas lainnya yang dapat mengganggu kesehatan mental
remaja. Selain itu pandemi Covid-19 juga menyebabkan orang tua
(parental stress) terutama ibu rumah tangga. Hal ini dikarenakan orang tua
dihadapkan situasi baru, dimana harus menyeimbangkan antara pekerjaan,
merawat anak, dan pekerjaan rumah imbangkan antara pekerjaan, merawat
anak, dan pekerjaan rumah. Oleh sebab itu orang tua harus mampu
menyesuaikan diri dalam mengahadapi hal tersebut. Tujuan
daripenelitianiniadalahuntukmenganalisispengaruh parental stress dan
parental adjustment terhadap kesehatan mental remaja selama masa
pandemi Covid-19.

Kata Kunci :kesehatan mental, parental stress, parental adjustment,


remaja.

ABSTRACT

MARSHA LISTIYANI. Effects of Parental Stress and Parental


Adjustments on Adolescent Mental Health during the Covid-19 Pandemic.
Supervised by ALFIASARI.
The Covid-19 pandemic impacts various aspects of life such as health,
education, social life, human interaction, and economic aspects. It also
influences the life of family and children. One of those affected by this
pandemic is teenagers who usually do activities outside the home, such as
school, play, and other activities that can interfere with adolescents' mental
health. In addition, the Covid-19 pandemic has also caused parents
(parental stress), especially housewives. This is because parents are faced
with new situations, where they have to balance work, caring for children,
and homework to balance work, caring for children, and homework.
Therefore, parents must be able to adjust in dealing with this. The purpose
of this study was to analyze the effect of parental stress and parental
adjustment on adolescent mental health during the Covid-19 pandemic.

i
Keywords: adolescents, mental health, parental stress, parental adjustment.

ii
PENGARUH PARENTAL STRESS DAN PARENTAL ADJUSTMENT
TERHADAP KESEHATAN MENTAL REMAJA SELAMA MASA
PANDEMI COVID-19

MARSHA LISTIYANI

Laporan Akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah


Masalah Khusus pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
IPB UNIVERSITY
BOGOR
2021

i
Judul Masalah Khusus : Pengaruh Parental Stress dan Parental
Adjustment terhadap Kesehatan Mental Remaja
selama Masa Pandemi Covid-19
Nama : Marsha Listiyani
NIM : I24160043

Disetujui oleh,

Alfiasari S.P.,M.Si
Dosen Pembimbing

Tanggal Disetujui:

ii
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa


ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan Maret 2021 ini ialah “Pengaruh Parental Stress dan Parental
Adjustment Terhadap Kesehatan Mental Remaja Selama Masa Pandemi
Covid-19”
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Alfia,S.P. MSi selaku
dosen pembimbing skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga atas segala bantuan,
do’a serta dukungannya. Terima kasih kepada teman kelompok penelitian
atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama penelitian hingga
selesainya penulisan karya ini. Terimakasih kepada teman-teman IKK53
serta teman-teman SR atas segala dukungan, bantuan dan kerjasamanya
selama penulis berkuliah di Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Semoga karya ini dapat diambil manfaatnya.

Bogor, Januari 2021

Marsha
Listiyani

iii
iv
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 5
1.1 Manfaat Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
Keluarga 6
Keluarga dengan Anak Remaja 7
Anak Usia Remaja 8
Parental Stress 9
Parental Adjustment 10
Kesehatan Mental 11
KERANGKA PEMIKIRAN 12
DAFTAR PUSTAKA 15
I BERITA ACARA PEMBIMBINGAN 76
II DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN 78

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran Pengaruh Parental Stress dan Parental Adjustment


Terhadap Kesehatan Mental Remaja Selama Masa Pandemi Covid-19 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil metaanalisis 20
2 Berita acara pembimbingan 76
3 Catatan harian penyelesaian M.K. Masalah Khusus 78

v
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini dunia sedang dihadapkan dengan munculnya Corona Virus


Disease atau Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization/ WHO) menyebutkan bahwa wabah Covid-19 muncul
pertama kali di Wuhan, China, pada 31 Desember 2019 dan ditetapkan
sebagai fenomena pandemi global sejak tanggal 11 Maret 2020 karena
penyebarannya yang sangat cepat dan meluas di hampir seluruh negara di
dunia.Sejak awal terjadinya virus ini menyebar hingga Februari 2021
terdapat setidaknya 111 juta kasus, 62.3 juta dinyatakan sembuh, dan 2.45
juta meninggal dunia (OWID 2021). Adapun negara-negara ASEAN yang
mengonfirmasi telah memiliki pasien positif tertular Covid-19 adalah
Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Kamboja, dan
Filipina. Kasus pertama di Indonesia terjadi pada 2 Maret 2020 dimana
hingga 20 Februari 2021 Gugus tugas percepatan penanganan Covid-19
telah mencatat sebanyak 1.26 juta kasus dengan jumlah kematian sebanyak
34.152 jiwa dan angka kesembuhan sebanyak 1.06.005 juta orang.
Berdasarkan peta sebaran Covid-19 KPCPEN 2021,hingga Februari 2021
DKI Jakarta masih menjadi daerah dengan jumlah kasus terbanyak yaitu
317.432 (25.9%), disusul dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah yaitu
sebanyak 175.950 (14.4%) dan 142.318 (11.6%).
Pandemi Covid-19 berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik
dari segi kesehatan, pendidikan, kehidupan sosial, interaksi antar manusia,
ekonomi termasuk pada kelompok terkecil yaitu keluarga dan anak. Upaya
pencegahan Covid-19 dilakuan pemerintah dengan menerapkan kebijakan
Program SosialBerskalaBesar (PSBB) pada 10 April 2020 di DKI Jakarta
dan di ikuti oleh wilayah lainnya. Kebijakan PSBB yang diterapkan sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat, dimana masyarakat harus tetap
berada di rumah dan tidak bisa melakukan aktivitas di luar rumah. Hal ini
menjadi tantangan bagi masyarakat untuk bisa beradaptasi dengan
kebiasaan baru. Salah satu yang terkena dampak dari pandemi ini adalah
remaja yang biasanya sering melakukan aktivitas di luar rumah, seperti
sekolah, bermain dan berbagai aktivitas lainnya ( Ananda & Apsari2020).
Masa remaja dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi
pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan psikis yang bervariasi (Yusuf2004).
Masa remaja merupakan masa yang paling berat dibandingkan
dengan kelompok anak dan orang tua, hal ini dikarenakan merupakan masa
transisi dimana terjadi banyak perubahan, baik secara anatomis, fisiologis,
2

fungsi emosional dan intelektual serta hubungan di lingkungan sosial


(Hurlock2013). Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak
tenang, dan khawatir kesepian (Ali dan Ansori2017).Hal tersebut
menyebabkan remaja merasakan banyak tekanan dalam memenuhi harapan
orang-orang di sekitar mereka sehingga dapat memicu terjadinya stres pada
remaja. (Santrock 2011). Menurut Vibriyanti (2020) dalam kondisi
pandemi remaja merupakan salah satu kelompok yang rentan terkena
gangguan kesehatan mental ringan maupun berat selain perempuan, anak,
dan lansia. Salah satu faktor penyebab tingkat stress anak remaja saat ini
adalah karena mengalami kesulitan saat harus belajar di rumah akibat
pandemi ( Ananda dan Apsari 2020). Menurut Weaorang tuaver dan
Wiener (2020) belajar dari rumah memungkinkan anak merasa
kebingungan terhadap perubahan, atau cemas terhadap infeksi, bahkan
takut apa yang akan terjadi jika anak atau keluarganya positif Covid-19.
Proses pembelajaran daring menimbulkan beberapa kendala yang dihadapi
oleh peserta didik yaitu signal internet yang jelek, tugas yang banyak,
kurang fokus dalam mengikuti proses perkuliahan, serta kesulitan tidur
sehingga hal tersebut menyebabkan stress akademik pada peserta didik
(Andiarna dan Kusumawati2020). Stress akademik merupakan suatu
keadaan atau kondisi berupa gangguan fisik, mental atau emosional yang
disebabkan ketidaksesuian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya
aktual yang dimiliki siswa sehingga mereka semakin terbebani dengan
berbagai tekanan dan tuntutan di sekolah (Muslim 2020).
Menurut Muslim (2020) pandemi Covid-19 berdampak pada stress
orang tua (parental stress) terutama ibu rumah tangga. Hal ini dikarenakan
orang tua dihadapkan situasi baru, dimana harus menyeimbangkan antara
pekerjaan, merawat anak, dan pekerjaan rumah (UNODC 2020). Parental
stress merupakan salah satu faktor yang memengaruhi penganiayaan anak
dan variasi yang ekstrim dalam tingkah laku parenting yang maladaptif
(Ahern 2004). Parental stress timbul ketika orang tua mengalami kesulitan
dalam memenuhi tuntutan menjadi orang tua dan hal tersebut
mempengaruhi perilaku, kesejahteraan, dan penyesuaian diri pada anak
(Berry dan Jones 1995). Witt (2005) menyebutkan bahwa orang tua dapat
menjadi kurang efektif dalam mengimplementasikan keterampilan
parenting ketika mereka mengalami parental stress. Stres yang dirasakan
ibu dapat memengaruhi kualitas interaksi dengan anak, ibu yang
mengalami stres tinggiakan memiliki interaksi yang rendah dengan anak
(Ricketts dan Anderson 2008). Hasket (2006) mengungkapkan bahwa
parental stress cenderung meningkatkan tingkat kekerasan terhadap anak
dan kelalaian orang tua. Susanto (2020) dalam katadata.co.id (2020)
menyebutkan bahwa kekerasan pada anak terjadi akibat dua faktor, yaitu :
konflik yang terjadi diantara orang tua yang sudah retak serta masalah
3

ekonomi keluarga yang terdampak akibat Covid-19. Selain itu, KPPPA


(2020) juga menyebutkan bahwa masalah kekerasan anak merupakan
dampak dari ketidakmampuan orang tua dalam mengontrol diri dari
permasalahan yang dialami.
Orang tua sebagai pengasuh utama bagi anak memiliki peranan
penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan
anak sehingga dapat tumbuh kembang dengan baik dan dapat merangsang
potensi yang ada pada dirinya (Dariyo 2007). Mengingat kesehatan mental
anak dan remaja dapat mempengaruhi masa depan dirinya sendiri sebagai
individu, dan berdampak pada keluarga hingga masyarakat (Yuliandari
2018). Hal itulah yang membuat orang tua harus mampu menyesuaikan
diri dalam mengahadapi hal tersebut. Mentalitas dalam mendampingi anak
di masa pandemi juga menjadi hal utama kaena tidak semua orang tua
merasa siap (Afriansyah 2020). Menurut Rahayuningsih dan Andriyani
(2011) penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu proses yang akan
terus berjalan sepanjang hayat dan manusia terus menerus berupaya
menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai
pribadi yang sehat. Sunarto dan Hartono (2008) menyebutkan respon
penyesuaian diri yang baik ataupun buruk, merupakan upaya individu
untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi
keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian orang tua merupakan kriteria
terpenting dalam pengalihan dari tanggung jawab kedewasaan individual
ke tanggung jawab kedewasaan (Hurlock 2002). Parental adjusment
mempengaruhi adaptasi setiap anggota keluarga (Yau dan Li-Sang1999).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian mengenai parental stress dan
parental adjustment sudah banyak dilakukan, namun masih sedikit yang
meneliti mengenai pengaruh parental stress dan parental adjustment
terhadap kesehatan mental remaja selama masa pandemi Covid-19. Oleh
karena itu, penting untuk meneliti pengaruh parental stress dan parental
adjustment terhadap kesehatan mental remaja selama masa pandemi Covid-
19.

Rumusan Masalah

Direktur Jenderal WHO menyatakan bahwa Pandemi Covid-19


telah berdampak besar terhadap kondisi kesehatan mental jutaan orang di
dunia (Idhom,2020). Berdasarkan data swaperika The Indonesian Institute
(TII) yang terhimpun dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran
Jiwa Indonesia (PDSKJI) terdapat sebanyak 4010 orang yang
mengeluhkan masalah psikologis, 64.8 persen dinyatakan mengalami
masalah psikologis berupa berbagai gejala seperti kecemasan
(65%),depresi (72%) dan trauma psikologis(75%) sepanjang April sampai
4

Agustus 2020. Usia psikologis terbanyak ditemukan pada usia 17-29 tahun
dan usia di atas 60 tahun. Sebaran provinsi swaperiksa terbanyak berada di
Pulau Jawa, yakni Jawa barat (26.7%), DKI Jakarta (21.5%), Jawa Tengah
(15.5%), Jawa Timur (13.3%) dan sisanya tersebar di seluruh wilayah di
Indonesia dengan presentase wanita lebih banyak (71%) daripada
pria(39%). Selain tiga masalah di atas beberapa masalah psikologis lin
yang muncul adalah ketakutan dan kecemasan mengenai kesehatan diri
maupun kesehatan orang lain yang disayangi, perubahan pola tidur
dan/atau pola makan, sulit tidur dan konsentrasi, semakin parahnya kondisi
fisik seseorang demgan riwayat penyakit kronis dan/atau gangguan
psikologis, penggunaan obat-obatan (drugs) (WHO 2019).
UNICEF (2020) menyatakan bahwa Covid-19 berdampak bagi
anak dan remaja di dunia. Pembatasan sosial beresiko mengganggu
kesehatan mental remaja karena dihadapkan dengan berbagai perubahan
dan situasi baru (Oktari,2020). Berdasarkan data UNICEF Indonesia
(2020) hasil jajak pendapat melalui platform U-Report dengan 33.000
tanggapan dari remaja di 34 provinsi didapatkan hasil bahwa 1 dari 10
pernah mengalami kekerasan di rumah; 57 persen menghadapi masalah
ekonomi karena pekerjaan orang tua mereka terdampak; 62 persen dari
siswa yang belajar online mengatakan mereka akan memerlukan bantuan
dengan akses internet serta bimbingan guru untuk menavigasi
pembelajaran online, jika pandemi berlanjut. Komisi Penanganan Covid-19
dan Pemulihan Ekonomi Nasiaonal/KPCPEN (2020) juga menyebutkan
bahwa masalah kesehatan mental yang dialami anak tidak hanya
disebabkan oleh beban akademik, akan tetapi juga perasaan bosan, takut
dan tidak aman, serta merindukan teman-teman, dan khawatir tentang
penghasilan orang tua dan dampak paling membahayakan adalah sebanyak
62 persen anak mengalami kekerasan verbal oleh orang tuanya selama
berada di rumah.
Tidak hanya anak dan remaja, orang tua juga mengalami dampak
stress akibat pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil survei Save The
Children (2020) yang melibatkan 17.565 orang tua dan pengasuh serta
8.069 anak berusia 11 hingga 17 tahun di 37 negara , mengenai
persentase tingkat stress yang dialami oleh anak dan orang tua di selama
pandemi Covid-19 terus mengalami peningkatan sejak maret hingga juli
2020. Angka tersebut mencapai tingkat stres anak meningkat mencapai
95,5 persen sementara tingkat stres orang tua mencapai 95,1 persen.
Ketidakpastian situasi, masalah ekonomi, hutang keluarga ,gaji yang
dipangkas, dan hal lain yang menyebabkan menurunnya pendapatan serta
pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi faktor meningkatnya tingkat
parental stress atau stres orang tua (Muslim2020 dan Bahtiar et. al 2020).
Kekhawatiran terkait ketidakstabilan ekonomi dan meningkatnya tekanan
5

bagi orang tua dan pengasuh untuk mengurus anak dan membantu mereka
belajar menimbulkan tingkat stres yang tidak biasa yang dapat berujung
pada terjadinya kekerasan (Coe dan Enomoto2020).
Adapun tantangan yang harus dihadapi keluarga, khususnya orang
tua pada masa pandemi Covid-19 adalah menghadapi anak-anak sekolah
belajar di rumah, meningkatnya rasa khawatir dan takut terkait dengan
kesehatan keluga, tekanan ekonomi akibat pendapatan menurun, gangguan
pendidikan anak (Susilowati 2020). Saat pandemi Covid-19 orang tua
memiliki tanggung jawab lebih uintuk menciptakan lingkungan yang
nyaman untuk anak, menjalin komunikasi yang intens dengan anak,
menjadi role model bagi anak, memberikan pengawasan pada anggota
keluarga, menafkahi dan memenuhi kebutuhan keluarga, dan membimbing
dan memotivasi anak, memberikan edukasi, memelihara nilai keagamaan,
melakukan variasi dan inovasi kegiatan di rumah (Kurniati et al. 2021).
Bhamani, et al., (2020) menyebutkan bahwa orang tua perlu melakukan
penyesuaian dalam mendampingi anak di rumah saat pandemi Covid-19.
Beberapa penyesuaian orang tua yang harus dilakukan yaitu perubahan
pola bekerja, pengaturan waktu, intensitas menemani anak, membantu
secara teknikal dan substansi anak ketika belajar, fokus pada tugas
domestik dan berbagai kegiatan lain yang perlu diperhatikan (Afriansyah
2020).
Berdasarkan uraian di atas, penting dilakukan penelitian yang
mengkaji pengaruh parental stress dan parental adjustment terhadap
kesehatan mental remaja selama masa pandemi Covid-19 untuk mengetahui
tingkat parental stress dan parental adjustment guna mencegah dan
mengurangi masalah kesehatan anak remaja selama masa pandemi Covid-
19. Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai beberapa perumusan masalah
yaitu:
1. Bagaimana karakteristik keluarga, karakteristik remaja, parental stress,
parental adjustmentdan kesehatan mental remaja selama masa pandemi
Covid-19?
2. Adakah hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik remaja,
parental stress, parental adjustmentdengan kesehatan mental remaja
selama masa pandemi Covid-19?
3. Adakah pengaruhantara karakteristik keluarga, karakteristik remaja,
parental stress, parental adjustmentterhadap kesehatan mental remaja
selama masa pandemi Covid-19?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, karakteristik remaja, parental
stress, parental adjustmentdengan kesehatan mental remaja selama masa
6

pandemi Covid-19.
2. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik
remaja, parental stress, parental adjustmentdengan kesehatan mental
remaja selama masa pandemi Covid-19.
3. Menganalisis pengaruh hubungan antara karakteristik keluarga,
karakteristik remaja, parental stress, parental adjustment terhadap
kesehatan mental remaja selama masa pandemi Covid-19.

I.1 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi mahasiswa,dapat menjadi wadah untuk mengembangkan ilmu
yang telah dipelajari selama kuliah dan dapat menjadi sumber acuan
untuk melakukan penelitian selanjutnya.
2. Bagi orang tua, dapat menjadi sumber informasi mengenai parental
stress dan parental adjustment dan dampaknya bagim kesehatan mental
anak.
3. Bagi anak remaja dapat menjadi sumber informasi tentang pentingnya
kesehatan mental.
4. Bagi pemerintah dan lembaga terkait, dapat menjadi sumber informasi
dalam pembuatan suatu kebijakan maupun program yang bermanfaat
untukmencegah dan mengurangi masalah kesehatan mental di
Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga
Setiap masyarakat memiliki sistem terkecil yaitu keluarga. Menurut
Aziz (2017), keluarga adalah institusi terkecil dari suatu masyarakat yang
memiliki struktur sosial dan sistem tersendiri, dimana terdiri dari
sekumpulan orang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai
hubungan kekerabatan atau hubungan darah karena perkawinan, kelahiran,
adopsi dan lain sebagainya. Sementara, menurut Latipun dan Notosoedirdjo
(2005), keluarga adalah lingkungan sosial yang terbentuk erat karena
sekelompok orang bertempat tinggal, berinteraksi dalam pembentukan pola
pikir, kebudayaan, serta sebagai mediasi hubungan anak dengan lingkungan.
Dalam sebuah keluarga terdiri atas ayah, ibu dan anak-anaknya. Keluarga
yang penuh dengan rasa aman, tenang, riang gembira dan saling
menyayangi di antara anggota keluarga merupakan keluarga yang bahagia
(Ridjal1993). Sebagaimana yang telah di atur dalam Undang-Undang No.1
7

Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 54 yang menyebutkan bahwa bahwa


kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan
sebaik-baiknya sampai anak tersebut menikah atau berdiri sendiri. Secara
moral, orang tua memiliki tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi,
melindungi serta membimbing keturunannya (Jalaluddin2010).
Sebagai sebuah sistem, setiap anggota keluarga memiliki peran dan
fungsinya masing-masing. Salah satu fungsi keluarga adalah menjadi forum
pendidikan yang utama dan pertama dalam pembentukan karakter anak
(Hyoscyamina2011). Untuk menciptakan karakter yang kuat dan jiwa yang
baik pada anak, diperlukan terciptanya suasana keluarga yang harmonis dan
dinamis. Hal tersebut akan tercipta apabila terdapat koordinasi dan
komunikasi dua arah yang kuat antara orang tua dan anak. Selain itu,
keluarga juga berfungsi sebagai tempat sosialisasi nilai keluarga mengenai
bagaimana anak bersikap dan berperilaku (Warga1983), dimana keluarga
menjadi tempat belajar pertama kali dalam mempelajari emosi, berupa
bagaimana mengenal emosi, merasakan emosi dan menanggapi situasi yang
menimbulkan emosi serta cara mengungkapkan emosi. Hal ini menunjukkan
bahwa keluarga merupakan lembaga yang pertama kali mengajarkan anak
melalui contoh yang dilakukan orang tua bagaimana individu
mengekspresikan emosinya. Menurut Hurlock (1978), imitasi anak pada
orang tua akan menentukan reaksi potensial yang akan mereka gunakan
untuk mengungkapkan emosinya, dimana semua tindakan orang tua untuk
memperkenalkan anak dengan lingkungan hidupnya dapat memengaruhi
anak dalam menghadapi perubahan sosial serta membantu perkembangan
kognitifnya dikemudian hari (Dagun2002).

Keluarga dengan Anak Remaja


Berdasarkan onsep Duvall dan Miller (Friedman 1998) setiap
keluarga memiliki 8 tahapan dengan tugas perkembangan yang berbeda-
beda. Keluarga dikatakan masuk dalam tahapan keluarga dengan anak
remaja apabila anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai
6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orang
tuanya. Orang tua melepaskan anak-anak mereka dengan tujuan agar anak
dapat mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa dan mampu
bertanggungjawab atas dirinya. Tahapan ini merupakan tahapan yang sulit,
karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk
bertanggung jawab (mempunyai otoritas terhadap dirinya sendiri yang
berkaitan dengan peran dan fungsinya).
Menurut Duvall, E & Miller, B. (1985) keluarga dengan anak remaja
memiliki tugas sebagai berikut: (i) memberikan kebebasan yang seimbang
dengan tanggung jawab mengingat masa remaja merupakan masa peralihan
8

untuk menjadi dewasa untuk meningkatkan otonominya, (ii)


mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga, (iii)
mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua untuk
menghindari kesalahpahaman yang menimbulkan perdebatan, kecurigaan
dan permusuhan, (iv) perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh
kembang keluarga.
Sementara itu Setiadi (2008) menyebutkan bahwa keluarga dengan
anak remaja memiliki tugas antara lain : pengembangan terhadap remaja
(memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat
remaja adalah seorang yang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi),
memelihara komunikasi terbuka, memelihara hubungan intim dalam
keluarga, serta mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan
anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota
keluarga. Tugas keluarga ini akan menentukan keberhasilan keluarga dalam
membesarkan dan mengasuh anak remajanya yang akan memasuki usia
dewasa.

Anak Usia Remaja


Masa remaja merupakan masa peralihan baik secara fisik maupun
psikis dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Hurlock1997). Masa
remaja atau ‘adolescene’ berasal dari bahasa latin ‘adolescere’ yang berarti
tumbuh menjadi dewasa. Tumbuh dalam konteks ini mencakup kematangan
mental, emosional, sosial maupun fisik (Hurlock1993). Batasan usia masa
remaja dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu usia 12-15 tahun termasuk masa
remaja early (awal), usia 15-18 tahun termasuk masa remaja middle
(pertengahan), dan usia 18-21tahun termasuk masa remaja late (akhir) (Monks
et al, 2006). Masing-masing tahapan tersebut memiliki karakteristik dan tugas-
tugas perkembangan yang harus dilalui oleh setiap individu agar perkembangan
fisik dan psikis tumbuh dan berkembang secara matang (Jannah 2016).
Masa remaja identik dengan masa yang penuh tantangan dan krisis,
dimana pada masa ini perlu melakukan penyesuaian terhadap perubahan-
perubahan yang timbul pada masa ini (Rizkyta & Fardana2017). Perubahan
dalam masa remaja melibatkan tiga aspek, yaitu perubahan biologis,
kognitif, dan sosio-emosional. Perubahan biologis meliputi perubahan
dalam hakikat fisik individu; perubahan kognitif meliputi pikiran dan
intelegensi; dan perubahan sosio-emosional yang meliputi perubahan dalam
hubungan individu dengan orang lain, perubahan dalam emosi, kepribadian,
dan peran dari konteks sosial dalam perkembangan (Santrock 2011).
Berbagai perubahan yang dialami remaja membuat mereka harus mampu
menyesuaikan diri dengan tepat.
9

Salah satu karakteristik yang menonjol dari masa remaja adalah


perubahan sosio-emosional. Emosi merupakan sebuah dorongan yang
memberikan motivasi di sepanjang kehidupan manusia, dan emosi ini
mempengaruhi aspirasi, tindakan (actions), dan pemikiran seseorang (Pastey
dan Aminbhavi2006). Remaja identik dengan emosi yang mudah meledak-
ledak dan kurang bisa terkendali. Meningginya emosi pada masa remaja
disebabkan oleh perubahan fisik dan kelenjar, dan juga faktor sosial yaitu
dari keadaan sosial yang mengelilingi remaja sehingga remaja berada di
bawah tekanan sosial dan dihadapkan pada kondisi baru (Hurlock1980).
Remaja dituntut untuk bisa mengendalikan, mengelola, serta
mengekspresikan emosinya dengan cara yang tepat sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Remaja yang matang
secara emosi akan mampu menyesuaikan diri dengan efektif dengan suasana
orang lain serta mencari keharmonisan dalam menjalin hubungan dengan
orang lain (Nashukah dan Darmawanti2013).
Selain itu remaja juga mengalami perubahan biologis, dimana pada
masa ini terjadi pertumbuhan fisik secara cepat dalam konteks pubertas
yakni kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif. Menurut
Zigler dan Sevenson (2008), perubahan fisik pada remaja dapat
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu perubahan-perubahan yang
berhubungan dengan pertumbuhan fisik dan perubahan perubahan yang
berhubungan dengan karakteristik seksual. Pada fase pubertas terjadi
perubahan fisik, terdapat lima perubahan khusus yang terjadi pada pubertas
yaitu, penambahan tinggi badan yang cepat, perkembangan seks sekunder,
perkembangan organorgan reproduksi, perubahan komposisi tubuh serta
perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan dengan
kekuatan dan stamina tubuh matang (Jannah 2016).

Parental Stress
Dalam memenuhi tanggung jawabnya, orang tua memiliki cara yang
berbeda untuk mengasuh anaknya. Pengasuhan orang tua (parenting) secara
umum didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan orang tua dan
bertujuan untuk memastikan kelangsungan hidup dan juga perkembangan
anak (Hoghughi2004). Namun, mengasuh seorang anak merupakan sebuah
tantangan yang besar dan dapat menyebabkan stres pada orang tua. Stres ini
yang biasa disebut dengan parenting stress. Parenting Stress merupakan
suatu kondisi distress yang di alami sebagai hasil dari persepsi tuntutan-
tuntutan sebagai orang tua (Deater-Deckard2004). Stres terkait kompeten
sebagai orang tua berhubungan dengan kecemasan dan gejala depresi
(Fogel, 1993; Houck dan Loper, 2002). Sumber stress tersebut dapat berasal
dari individu orang tua, kondisi keluarga dan hubungan orang tua dengan
anak (Ratnasari dan Kuntoro2017). Penelitian menunjukkan bahwa banyak
10

faktor yang menyebabkan adanya parenting stress antara lain seperti


keterbatasan perkembangan anak, masalah tingkah laku anak, temperamen
bayi, karakteristik ibu dan anak, serta pola asuh (authoritative,
authoritarian, permissive).
Parenting stress dapat menyebabkan atau memperburuk keadaan fisik
dan psikologisorang tua, dimana stres yang muncul dari ketegangan
mengasuh anak sehari-hari menjadi aspek penting dari kesehatan mental
(Deater-Deckard, 2004). Parenting stres juga dapat memberikan pengaruh
hegatif dalam hubungan anak dan orant tua, serta rendahnya kualitas dari
parenting itu sendiri (Tahmassian et al,. 2011). Orang tua yang mengalami
parenting stress akan menunjukkan sikap tidak memberi dukungan, mudah
tersinggung dan hanya sedikit memberi kasih sayang kepada anaknya Berry
dan Jones (1995). Selain itu, orang tua juga akan bersikap kasar, kritis, dan
kaku dalam menghadapi anaknya.Penelitian yang dilakukan oleh Yuliawati
(2008) pada 72 responden menunjukkan adanya hubungan tingkat stress
orang tua dengan perilaku kekerasan verbal terhadap anak. Orang tua yang
dibesarkan dengan latar belakang penganiayaan, gangguan mental (stres,
depresi dan sebagainya) memiliki kecenderungan melakukan tindak
kekerasan pada anak (Huraerah 2012). Hal ini menyebabkan kurang optimal
dan rendahnya tingkat kompetensi perkembangan pada anak, serta
mengganggu sistem pada keluarga (Harmon dan Perry2001).
Adapun cara untuk menangani adanya parenting stress, dapat
dilakukan strategi focused coping, yaitu planning (Carver et al,. 1989).
Planning atau perencanaan merupakanproses untuk memikirkan bagaimana
cara untuk mengatasi stressor. Planning mencakup memikirikan strategi
yang akan dilakukan di masa yang akan datang, berpikir tentang langkah-
langkah apa yang akan diambil dan bagaimana cara terbaik untuk mengatasi
masalah tersebut (Widyawati dan Lestari, 2016). Selain itu, untuk mengatasi
masalah parentingstress dapat juga dilakukan melibatkan agama untuk
mengatasi masalah dan untukmendapatkan dukungan secara emosional
(Primaldhi2008).

Parental Adjustment

Peran orang tua diharapkan menjadi salah satu peran yang paling
membanggakan dalam hidup (Russell 1974). Untuk menjadi orang tua yang
sukses perlu adanya penyesuaian. Penyesuaian merupakan proses dan cara
interaksi yang dilakukan seseorang secara terus menerus dengan dirinya
sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan di sekitarnya (Calhoun
dan Acocella 2004). Penyesuaian dalam keluarga dapat didefinisikan
sebagai proses dan cara yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan
penyesuaian yang terjadi dalam lingkup keluarga, yang terdiri dari
penyesuaian istri/suami terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarga
11

besarannya, juga mencakup kerja sama antara suami dan istri khususnya
berkaitan dengan pengasuhan (Sanders et al. 2014). Penyesuaian orang tua
berkaitan dengan perannya sebagai pengasuh didefinisikan sebagai stress,
depresi, dan kecemasan yang dirasakan oleh orang tua. Hubungan keluarga
didefinisikan sebagai tingkat dukungan dan kebebasan lingkungan keluarga
dari konflik. Kerja sama orang tua dalam pengasuhan didefinisikan sebagai
dukungan yang diterima oleh pasangan dalam menjalankan peran
pengasuhan (Sanders et al. 2014).
Hurlock (2002) menyebutkan bahwa penyesuaian diri dalam
perkawinan dibagi menjadi empat bagian, meliputi penyesuaian dengan
pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian
dengan keluarga. Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai
suami atau istri dalamsebuah perkawinan akan berpengaruh terhadap
keberhasilan dalam hidup berumah tangga. Keberhasilan dalam hidup
berumah tangga akan menghasilkan kepuasan dalam perkawinan, mencegah
kekecewaan, dan perasaan-perasaan bingung, sehingga seseorang mampu
untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau istri serta
di kehidupan dalam bermasyarakat (Hurlock2002).

Kesehatan Mental
Dewasa ini, kesehatan mental menjadi perhatian penting bagi
masyarakat (Bukhori 2012; Iswanto2014; Nursalam dan Dian2007). Secara
etimologis kata mental berasal dari kata latin, yaitu mens atau mentis yang
berarti jiwa, nyawa, sukma, ruh dan semangat. Berdasarkan pendapat dari
beberapa ahli, kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang
bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat, dan
pembawaan yang ada dengan semaksimal mungkin sehingga akan
membawa kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan
dan penyakit jiwa (Hamid 2017). Sementara menurut Zakiyah Darojat
(2016), kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian antara fungsi-
fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara dirinya sendiri dan
lingkungannya. Orang yang memiliki mental yang sehat ditandai dengan
memiliki kemampuan bertindak secara efisien, mempunyai tujuan hidup,
memiliki koordinasi antara segenap potensi diri dengan usaha-usahanya,
memiliki regulasi dan integrasi kepribadian dan memiliki hati yang tenang
(Kartini Kartono, 1983).
Kesehatan mental meliputi tiga komponen yaitu: pikiran, emosional
dan spiritual (Hapsari, Sari, dan Pradono 2009). Menurut Bukhori (2012),
penyebab timbulnya berbagai masalah kesehatan mental yaitu perubahan
berbagai segi kehidupan yang tidak dapat diterima oleh individu,
kebermaknaan hidup dan tingkat religiusitas individu. Anak-anak yang
memiliki kesehatan mental yang baik dicirikan mampu membangun dan
12

mengembangkan resiliensi (daya tahan) dalam menghadapi tekanan dalam


hidup (Nur2013). Kemampuan resiliensi ini perlu dikembangkan melalui
kehidupan keluarga dan lingkungan sekolah (Aprilia 2013; Ifdil dan Taufik
2016)
Beberapa indikator dalam kesehatan mental menurut WHO (dalam
Ramayulis 2013), antara lain bebas dari ketegangan dan kecemasan;
menerima kekecewaan sebagai pelajaran dikemudian hari; dapat
menyesuaikan diri secara konstruktif meski kenyataan itu pahit; dapat
tolong-menolong; merasa lebih puas memberi daripada menerima;
memiliki rasa kasih sayang dan butuh disayangi; dan memiliki spiritual dan
agama.

Sebagian besar gangguan mental dimulai pada masa remaja dan


awal masa dewasa (10 sampai dengan 24 tahun) dan kesehatan mental yang
buruk berkaitan dengan hasil pendidikan, kesehatan dan sosial yang negatif
(Nielsen et al. 2017; Patel 2007). Remaja merupakan masa transisi antara
anak-anak dan dewasa, dimana pada masa tersebut terjadi perubahan fisik,
mental, sosial, dan emosional (Stuart 2013). Perkembangan emosi dimasa
remaja biasanya memiliki energi yang besar dan emosi yang berkobar
kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Perubahan dan
persoalan yang terjadi pada masa remaja jika tidak dapat terkontrol dengan
baik dapat memicu terjadinya masalah mental emosional pada remaja
(Devita 2019). Mental emosional adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami distress psikologik, terjadi perubahan psikologis pada keadaan
tertentu tetapi bisa kembali pulih seperti semula, akan tetapi masalah mental
emosional ini apabila tidak ditangani secara tepat akan menimbulkan
dampak yang buruk bagi proses perkembangan remaja (Mubasyiroh et al.
2017).

KERANGKA PEMIKIRAN

Adanya penyesuaian keluarga memberikan dampak positif untuk


anak dan orang tua itu sendiri (Suprihatin, Setiowati dan Tjahjono 2019).
Penelitian ini memiliki empat hipotesis utama yaitu kesehatan mental
remaja dipengaruhi karakteristik keluarga (H1), kesehatan mental remaja
dipengaruhi karakteristik remaja (H2), kesehatan mental remaja
dipengaruhi parental stress (H3), dan kesehatan mental remaja
dipengaruhi parental adjustment (H4). Hipotesis pertama pada
penelitian ini adalah kesehatan mental remaja dipengaruhi
karakteristik keluarga. Hipotesis ini dibangun atau sejalan dengan
temuan (Nasriati 2011) perkembangan kepribadian anak yang optimal
dipengaruhi oleh kondisi keluarga. Fatmawati (2016) menyebutkan bahwa
orang tua merupakan pembimbing utama dan memiliki peran yang penting
bagi perkembangan kepribadian anaknya. Zulkifi (2008) menyatakan
bahwa masalah mental emosional dapat dipengaruhi oleh lingkungan
13

mikro. Ramdani (2014) juga menyebutkan bahwa lingkungan


mempengaruhi kepribadian dan karakter seorang anak. Indarjo (2009)
menyatakan bahwa remaja yang tumbuh dalam lingkungan yang
mendukung merupakan sumber daya manusia yang dapat menjadi aset
bangsa tidak ternilai.
Hipotesis kedua pada penelitian ini adalah kesehatan mental
remaja dipengaruhi karakteristik remaja. Hipotesis ini dibangun atau
sejalan dengan temuan Dewi (2012) yang menyebutkan bahwa kesehatan
mental setiap individu sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu
tersebut. Santrock (2013) menyebutkan bahwa identitas gender melibatkan
kesadaran, pemahaman, pengetahuan, dan penerimaan sebagai laki-laki
atau perempuan. Usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan
mempengaruhi kondisi mental remaja (Susanti, Pamela dan Haryanti
2018). Mubasyiroh, Putri dan Tjandrarini (2015) menyatakan bahwa anak
perempuan lebih cenderung banyak mengalami gejala mental emosional
dibandingkan dengan anak laki-laki.
Hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah kesehatan mental
remaja dipengaruhi parental stress. Hipotesis ini dibangun atau sejalan
dengan temuan Junida (2015), yaitu bahwa parental stress memberikan
dampak buruk pada perkembangan anak dan berhubungan dengan
kekerasan pada anak. Selain itu didukung oleh penemuan El-Aziz (2017)
yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
stres pada remaja adalah stres keluarga. Redaksi Halodoc
(halodoc.com,2019) menyebutkan bahwa anak yang dibesarkan oleh orang
tua yang memiliki gangguan mental kerap menyalahkan diri mereka sendiri
atas kesulitan orang tua mereka sehingga mereka mudah merasakan
ledakan emosi seperti mudah marah, cemas atau rasa bersalah yang
berlebihan. Rompies (2021) juga menyebutkan bahwa orang tua yang
mengalami konflik atau pertengkaran dapat memengaruhi kesehatan dan
perkembangan mental anak dalam jangka panjang.
Hipotesis keempat pada penelitian ini adalah kesehatan mental
remaja dipengaruhi parental adjustment. Hipotesis ini dibangun atau
sejalan dengan temuan Subandi & Rusana (2014) yang menyatakan bahwa
keberhasilan orang tua dalam menyesuaikan diri dapat berpengaruh
terhadap tumbuh kembang anak. Parental adjustment dapat membantu
orang tua dalam menganalisis masalah yang terkait dengan anaknya
sehingga orang tua akan lebih memahami dan mengerti kondisi anak
remaja (Husniah2014). Penyesuaian pribadi orang tua dapat menyediakan
situasi yang menguntungkan bagi anak ( Mumpuniarti 1996). Secara detail,
kerangka pemikiran tersaji pada Gambar 1.
14

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang berpengaruh

Gambar 1 KerangkapemikiranPengaruh Parental Stress dan Parental


Adjustment Terhadap Kesehatan Mental RemajaSelama Masa
Pandemi Covid-19
15

DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah,A .2020. Kembali Ke Rumah: Kesiapan Orang tua Mendidik di


Masa Pandemi (Studi Kasus Orang tua Pekerja di Wilayah
Perkotaan). Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI. Diunduh
pada tanggal 27 Februari 2021 dari puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id
Ahern, L. S. 2004. Psychometric Properties of The Parenting Stress Index.
Journal of Clinical Child Psychology. 29, (9), 615-625. Ali, M., &
Ansori, M. 2017. Psikologi Remaja (12th ed.). Bumi Aksara.
Ananda,S,S,D., & Apsari,N,C. (2020). Mengatasi Stress pada Remaja saat
Pandemi Covid-19 dengan Teknik Self Talk. Prosiding Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat. 7 (2) : 248-256
Andriana,F. & Kusumawati E. (2020). Pengaruh Pembelajaran Daring
terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi Covid. Jurnal
Psikologi. 16 (2) : 135-149. DOI: http://dx.doi.org/10.24014/
jp.v14i2.10371
Aprilia, W. 2013. Resiliensi dan Dukungan Sosial Pada Orang Tua Tunggal
(Studi Kasus Pada Ibu Tunggal Di Samarinda). E-Journal Psikologi,
1(3), 268-279.
Aziz, A. 2017. Relasi Gender Dalam Membentuk Keluarga Harmoni
(Upaya membentuk keluarga Bahagia). HARKAT: Media
Komunikasi Islam Tentang Gebder Dan Anak, 12(2), 27–37
Bahtiar, Rais. Agil dan Saragih, Juli. Panglima. 2020. Dampak Covid-19
Terhadap Perlambatan Ekonomi Sektor UMKM. Info Singkat ©
2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI http://puslit.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Berry, J. O., & Jones, W. H. 1995. The Parental Stress Sacale: Initial
Psychometric Evidence. Journal of Social and Personal
Relationships, 12, (3), 463-472.
Berry, JD. dan Jones, W.H., 1995. The Parental Stress Scale: Initial
Psychometric Evidence. Journal of Social and Personal Relationship.
Vol 12, pp. 463-472
Bhamani,S.,et al. 2020. Home Learning in Times of COVID: Experiences
of Parents. Journal of Education and Educational Development. 7(1:
09-26.DOI: http://dx.doi.org/10.22555/joeed.v7i1.3260
Bukhori, B. 2012. Hubungan Kebermaknaan Hidup dan Dukungan Sosial
Keluarga dengan Kesehatan Mental Narapidana (Studi Kasus Nara
Pidana Kota Semarang). Jurnal Ad-Din, 4(1), 1-19
C. S., Scheier, M. F., strategies: A theoretically Psychology,58,267-283.
Calhoun JF, Acocella JR. (2004). Psikologi tentang Penyesuaian
danHubungan Kemanusiaan. Edisi Ketiga.Alih bahasa: Ny. RS.
Satmoko.Semarang: IKIP Semarang Press
16

Carver & Weintraub, J. K. (1989). Assessing coping based approach.


Journal of Personality and Social
Coe, E. dan K. Enomoto.(2020). Mengembalikan ketahanan: Dampak
COVID-19 terhadap kesehatan mental dan penggunaan obat.
https://www.mckinsey.com/industries/healthcare-systems-and-
services/our- insights/returning-to-resilience-the-impact-of-Covid-
19-on-behavioral-health.Diakses pada tanggal 28 Februari 2021.
Dagun, M. S. 2002. Psikologi Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta
Dariyo, A. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama.
Bandung (ID): PT Refika Aditama
Deater-Deckard, K. 2004. Parenting stress (current perspectives in
psychology). London: England
Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Devita, yeni. 2019. Prevalensi Masalah Mental Emosional Remaja di Kota
Pekanbaru. 4(1), 33–43
Duvall, E & Miller, B. (1985). Marriage and family development .
NewYork :Harper And Crow Publisher
Fogel, C. I.1993. Hard T: the Stressful Nature of Incarceration for Women.
Issues in Mental Health Nursing, 14(4), 367–377..
Hamid, A. 2017. Agama Dan Kesehatan Mental Dalam Perspektif Psikologi
Agama. Kesehatan Tadulako. 3 (1)
Hapsari, D., Sari, P., & Pradono, J. (2009). Pengaruh Lingkungan Sehat,
dan Perilaku Hidup Sehat Terhadap Status Kesehatan. Buletin
Penelitian Kesehatan.
Harmon, D. K. & Perry, A. R.2011. Fathers‟unaccounted
contributions:Paternal
Haskett, M. E. 2006. Factor structure and Validity of The Parenting Stress
Index- Short Form. Journal of Clinical Child and Adolescent
Psychology. 35 (2): 302-312.
Hoghughi, M. 2004. Parenting -an introduction. Handbook of Parenting, 1,
1-16.
Houck, K. D. F., & Loper, A. B. 2002. The relationship of parenting stress
to adjustment among mothers in prison. American Journal of
Orthopsychiatry, 72(4), 548–558. https://doi.org/10.1037/0002-
9432.72.4.548
Huraerah, A., 2012. Kekerasan Terhadap Anak Edisi Ketiga. Bandung:
Nuansa Cendekia
Hurlock E,B.2002. Psikologi Perkembangan 5th edition. Erlangga: Jakarta.
Hurlock, Elizabeth, B. 2002. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hurlock, E, B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga
Hurlock. 2013. Perkembangan Anak. jilid 1. Jakarta: Erlangga
17

Hyoscyamina DE. 2011. Keluarga Dalam Membangun Karakter Anak.


Jurnal PsikologiUndip, Vol 10 (2) : 144-152
Idhom,A,M.2020.Hari Kesehatan Mental Dunia 2020: Dampak Pandemi &
Hasil Survei WHO. Diakses tanggal 27 Februari 2021 dari
https://tirto.id/hari-kesehatan-mental-dunia-2020-dampak-pandemi-
hasil-survei-who-f5Ne
Ifdil, I., & Taufik, T. 2016. Urgensi Peningkatan Dan Pengembangan
Resiliensi Siswa Di Sumatera Barat. Pedagogi: Jurnal Ilmu
Pendidikan, 12(2), 115-121.involvement and maternal stress. Families
in Society, 92(2), 176-182.
Iswanto, Y. 2014. Manajemen Sumber Daya ManusiaJakarta: Salemba
Medika.
Jalaluddin. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga. Ta’bid. Vol 17
(1) : 41-52
Jannah M. 2016. Remaja dan Tugas-Tugas Perkembangan dalam Islam.
JurnalPsikoislamedia. Vol 1 (1) : 243-255
Kartini Kartono. 1983. Mental Hygiene. Bandung : Alumni
Kurniati,E. et al,.2021. Analisis Peran Orang Tua dalam Mendampingi
Anak di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini.5(1): 241-256. DOI: 10.31004/obsesi.v5i1.541
Latipun, Notosoedirdjo. 2005. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan
Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah MalangMonks, F.J.,
Knoers, A.M.P & Hadinoto S.R, Psikologi Perkembangan: Pengantar
dalam Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press), hal.100
Mubasyiroh, R., Yunita, I., & Putri, S. 2017. Determinan Gejala Mental
Emosional Pelajar SMP-SMA di Indonesia Tahun 2015. Buletin
Penelitian Kesehatan, 45(2), 103–112
Nashukah, F., & Darmawanti, I. 2013. Perbedaan Kematangan Emosi
Remaja Ditinjau dari Struktur Keluarga. Jurnal Psikologi Teori &
Terapan, 3(2)
Nielsen, L., Shaw, T., Meilstrup, C., Koushede, V., Bendtsen, P.,
Rasmussen, M., Cross, D. 2017. School Transition And Mental
Health Among Adolescents: A Comparative Study Of School
Systems In Denmark And Australia. International Journal
OfEducational Research, 83, 65-74.
Nur, H. 2013. Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak
Tradisional. JurnalPendidikan Karakter(1)
Nursalam, D. K., & Dian, N. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien
Terinfeksi Hiv.
Oktari,R. 2020. Perhatikan Kesehatan Mental Remaja Saat Pandemi
COVID-19. Diunduhtanggal 27 Februari 2021 dari
http://indonesiabaik.id/infografis/perhatikan-kesehatan-mental-
remaja-saat-pandemi-Covid-19
18

Pastey, G. S., & Aminbhavi, V. A. (2006). Impact of Emotional Maturity on


Stress and Self Confidence of Adolescents. Journal of the Indian
Academy of Applied Psychology, 32(1), 66-70
Patel, V., Flisher, A.J., Hetrick, S., & Mcgorry, P. (2007). Mental Health Of
Young People: A Global Public-Health Challenge. Lancet(369),
1302–1313
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.(2020). 5 Bulan
Pandemi Covid-19 di Indonesia. Diunduh tanggal 27 Februari 2021
dari http://pdskji.org/home
Primaldhi, A. 2008. Hubungan antara Trait Kepribadian Neuroticism,
Strategi Coping, dan Stres Kerja. JPS,14(3), 205-217).
Rahayuningsih,S,I &Andriyani,R.(2011). Gambaran Penyesuaian Diri
Orang Tua Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus Di Banda
Aceh. Idea Nursing Journal .2(3):167-175
Ramayulis. 2013. Psikologi Agama. Jakarta : KALAM MULIA, 2013, Cet.
ke-10), h. 162-165
Rantasari,K,A & Kuntoro. 2017. Hubungan Parenting Stress, Pengasuhan
Dan Penyesuaian Dalam Keluarga Terhadap Perilaku Kekerasan
Anak Dalam Rumah Tangga. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan
RS Dr. Soetomo, 3 (1): 86-98
Ratnasari KA, Kuntoro. 2017. Hubungan Parenting Stress, Pengasuhan dan
Penyesuaian dalam Keluarga terhadap Perilaku Kekerasan Anak
dalam Rumah Tangga. Jurnal ManajemenKesehatan Yayasan RS Dr.
Soetmo, 3(1): 86-98
Ricketts, H., & Anderson, P. 2008. The Impact of Poverty and Stress on
the Interaction of Jamaican Caregivers with Young Children.
International Journal of Early Years Education, 16(1). 61–74.
doi:10.1080/09669760801892276
Ridjal F. 1993. Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia. Yogyakarta:
PT Tiara Wacana
Rizkyta DP, Fardana NA. 2017. Hubungan Antara Persepsi Keterlibatan
Ayah dalam Pengasuhan dan Kematangan Emosi pada Remaja. Jurnal
Psikologi Pendidikan danPerkembangan. Vol 6 : 1-13 6
Save The Childern. 2020. The Hidden Impact of Covid-19 on Children: A
Global Research . Accessed on 27 February 2021.
https://resourcecentre.savethechildren.net/library/hidden-impact-
Covid-19-children-global-research-series
Setiadi. 2008. Konsep & keperawatan keluarga. Yogyakarta: Graha ilmu.
Sina, P,G,. 2020. Ekonomi Rumah Tangga di Era Pandemi Covid-19.
Journal of Management. 12(2) : 239-254
Sunarto & Hartono., (2008). Perkembangan peserta didik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Susilowati, E. 2020. Peranan Keluarga Menghadapi Pandemi Covid-19 di
Indonesia. Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung.
19

UNICEF Indonesia. 2020.. COVID-19: Anak muda harus diprioritaskan


dalam upaya pemulihan. Diunduh tanggal 27 Februari 2021
darihttps://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/Covid-19-
anak-muda-harus-diprioritaskan-dalam-upaya-pemulihan
UNICEF.2020. The impact of COVID-19 on the mental health of
adolescents and youth. Accessed on 27 February 2021.
https://www.unicef.org/lac/en/impact-Covid-19-mental-health-
adolescents-and-youth
UNODC. 2020.Informasi Mengenai Pengasuhan Anak Selama COVID-19.
www.unodc.org. Diakses pada tanggal 28 Februari 2021.
Vibriyanti,D. 2020. Kesehatan Mental Masyarakat : Mengelola
Kecemasan di Tengah Pandemi COVID-19. Jurnal Kependudukan
Indonesia, Edisi Khusus Demografi dan COVID-19, Halaman 69-74.
Warga, R. B. 1983. Personal Awareness: A Psychology of Adjusment.
Boston: Hoghton Mifflin Company.
Weaver MS, Wiener L. Applying Palliative Care Principles to
Communicate with Children about COVID-19. J Pain Symptom
Manage. 2020;xx(xx):1–6
WHO (2019). Mental Health During Covid-19 Pandemic. Diakses pada
tanggal 28 Februari 2021.
Widyawati Y, Lestari S. 2016. Gambaran Parenting Stress dan Coping
Stress pada Ibu yang Memiliki Anak Kembar. Jurnal Psikogenesis,
4(1) : 41-57Yale University Press.
Yau, M. K., & Li-Tsang, C. W. P. 1999. Adjustment and Adaptation in
Parents of Children with Developmental Disability in Two-Parent
Families: A Review of the Characteristics and Attributes. The British
Journal of Development Disabilities, 45(88), 38–
51. doi:10.1179/096979599799156028
Yuliandari,E.2018. Kesehatan Mental Anak dan Remaja.
http://repository.ubaya.ac.id.Diakses pada tanggal 28 Februari 2021
Yuliawati, A., 2008. Hubungan Tingkat Stress Orang tua dengan Perilaku
Kekerasan Verbal pada Anak di Kelurahan Jabungan Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro.
ejournal.undip.ac.id/article/download. [28 Februari 2021].
Yusuf, S., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004). hal. 23.
Zakiyah Daradjat. 2016. Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung
Santrock, J. W. 2007. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Edisi
11 Erlangga.
Zulkifi, N.I., dkk. 2008. Paparan Media dan Tindakan Kekerasan Anak
Jalanan. Universitas Hassanudin.
Fatmawati 2016. Peran Keluarga Terhadap Pembentukan Kepribadian
Islam Bagi Remaja. Jurnal RISALAH. 27 (1) :17-31
20

Indarjo, S.2009. Kesehatan jiwa remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat,


5(1).
Nasriati,R.2011.Kesehatan Jiwa Remaja. Artikel Kesehatan Jiwa Remaja.
Diakses pada tanggal 02 Maret 2021 pada http://eprints.umpo.ac.id
Ramdani,M,A, 2014. Lingkungan Pendidikan Dalam Implementasi
Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Universitas Garut.8 (1) :
28–37 .https://journal.uniga.ac.id/index.php/JP/article/view/69/
Dewi,K,S.2012.Kesehatan Mental.Buku Bahan Ajar. Diakses pada tanggal
02 Maret 2021 pada http://eprints.undip.ac.id
Susanti,Y., Pamela,E,M.,& Haryanti,D. (2018). Gambaran Perkembangan
Mental Emosional Pada Remaja. Buku Proceeding Unissula Nursing
Conference. UNISSULA PRESS
Mubasyiroh, R., Yunita, I., & Putri, S. 2017. Mental Emotional Symptoms’
Determinant Of Junior-Senior High School Student In Indonesia 2015.
Buletin Penelitian Kesehatan, 45(2), 103–112. Diperoleh tanggal 17
Januari 2018 dari https://doi.org/10.22435/bpk.v45i2.582 0.103-112.

Junida, I.2015. Hubungan health hardiness dengan parenting stress pada


warga peserta PKH Kelurahan Karang Besuki Malang. [skripsi].
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
El-Aziz,K,M.2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Remaja Pada
Tahun Pertama Di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak
Yogyakarta. [naskah publikasi]. Universitas ‘Aisyiyah.
Halodoc.com. 2019. Kondisi Mental Orang tua Dapat Pengaruhi Kesehatan
Anak. Redaksi Halodoc. Diakses pada tanggal 03 Maret 2021 pada
https://www.halodoc.com/artikel/mental-orangtua-pengaruhi-
kesehatan-anak
Hibana. 2002. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
PGTKI Press.
Subandi, A. & Rusana. 2014. Pengalaman orang tua dalam mengasuh anak
dengan attention deficit hiperactivity disorder (ADHD)/hiperaktif.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), 5(1)
Husniah,A. 2014. Penyesuaian Diri Orang Tua Dan Pola Asuh Pada
Remaja Indigo.[skripsi]. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang
Mumpuniarti. 1996. Peranan Orang tua dalam Proses Penyesuaian Diri
Anak Mampu Latih. Cakrawala Pedidikan. 2(15):1-13
Peter,R. 2015. Peran Orang tua Dalam Krisis Remaja. Jurnal Humaniora.
6 (4): 453-460. https://media.neliti.com/media/publications/167387-
ID-peran-orangtua-dalam-krisis-remaja.pdf
Putri,P,A. 2018. Dukungan Sosial Teman Sebaya, Loneliness. dan
Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Tahun Pertama Universitas Islam
Indonesia. [skripsi]. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. doi :
https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/7711
21

Suprihatin,T. Setiowati,E,A., &TjahjonoA,B. 2019. Gambaran Pengasuhan


dan Penyesuaian dalam Keluarga Pada Orang tua Siswa SD dan
SMP. Jurnal Wacana Psikologi. 11(1): 1-12
DOI: https://doi.org/10.13057/wacana.v11i1.132
22

TUGAS METAANALISIS BUKU, JURNAL NASIONAL DAN INTERNASIONAL


PENGARUH PARENTAL STRESS DAN PARENTAL ADJUSTMENT TERHADAP KESEHATAN MENTAL REMAJA
SELAMA MASA PANDEMI COVID-19
Marsha Listiyani/I24160043
BUKU

No Bagian Analisis
1 Informasi Buku Santrock,J,W (2007). Perkembangan Anak. Indonesia. Jakarta (ID):Penerbit
Erlangga
2 Pandangan Teoritis Keluarga masa kini menghadapi tekanan yang menambah kesulitan untuk
meluangkan waktu dan usaha untuk mengasuh anak (Garbarino,Bradshaw,&
Kostelny,2005;Harvey & Fine, 2004;Luster & Okagaki, 2005).
Memahami anak berkembang dapat membantu orang tua menjadi orangtua yang
lebih baik (Cowan dkk, 2005; Lamb &Lewis,2005; Parke & Buriel,2006;Powell,2005,
2006)

3 Keterangan -

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Buku Hastuti, D. (2015). Pengasuhan Teori,Prinsip dan Aplikasinyadi Indonesia. Bogor
(ID): IPB Press.
2 Pandangan Teoritis Lingkungan keluarga memengaruhi perkembangan anak. interaksi yang terjadi
dalamkeluargadapatmenentukanperkembangananakselanjutnya.Interaksiibu dan anak
berada lingkunganmikrosistem.
3 Keterangan
N Bagian Analisis
o
23

1 Informasi Buku Ali, M., & Ansori, M. 2017. Psikologi Remaja (12th ed.). Bumi Aksara.
2 Pandangan Teoritis Remaja sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir
kesepian.
3 Keterangan -

JURNAL NASIONAL
N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Mubasyiroh, R., Yunita, I., & Putri, S. 2017. Determinan Gejala Mental
Emosional Pelajar SMP-SMA di Indonesia Tahun 2015. Buletin Penelitian Kesehatan,
45(2), 103–112. Diperoleh tanggal 17 Januari 2018 dari
https://doi.org/10.22435/bpk.v45i2.582 0.103-112.
2 Variabel-variabel X : Karakteristik Remaja
Y : Gejala Mental
3 Pandangan Teoritis Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu
mengalami suatu perubahan emosional yang apabila terus berlanjut dapat berkembang
menjadi keadaan patologis sehingga perlu dilakukan antisipasi untuk menjaga
kesehatan jiwa masyarakat.

Remaja ingin mencoba banyak hal baru yang dapat membuktikan dirinya sebagai
orang dewasa, tidak jarang hal ini yang membuatnya mencoba berbagai hal yang
berisiko antara lain konsumsi alkohol, narkoba, memiliki pacar, perilaku seksual,
memiliki peer group, dan berbeda pendapat dengan orangtua.

Berbagai perubahan yang terjadi pada diri dan perilaku berisiko remaja ini
seringkali memicu konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal), dan
konflik dengan lingkungan sekitarnya (konflik eksternal). Apabila konflik ini tidak
diselesaikan dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap
perkembangan remaja tersebut di masa mendatang, terutama terhadap pematangan
karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan mental.
24

Masa remaja awal adalah masa perubahan psikologis, dimana remaja akan diuji
kemampuannya dalam melaksanakan peran dan mengembangkan keterampilan.
Ketidakstabilan emosi juga menyebabkan orang lain sulit memahami remaja dan
kadangkala remaja pun sering tidak mengerti dirinya sendiri (Yustinus 2016).

4 Sampel Sampel penelitian adalah pelajar laki-laki dan perempuan di SMP dan SMA yang
terpilih sebagai sampel studi GSHS. Gejala mental emosional diukur dari data yang
tersedia, yaitu gejala yang dialami: kesepian, khawatir, atau ingin bunuh diri. Analisis
berupa multivariat regresi logistik ganda model prediksi dari semua variabel yang
relevan dari 8.477 sampel.
5 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan analisis lanjut data sekunder menggunakan data Global
School- Based Student Health Survey (GSHS) tahun 2015. Penelitian ini menggunakan
rancangan potong lintang atau cross-sectional study.
6 Alat Ukur Self Reporting Questionnaire (SRQ) Riskesdas 2007
7 Kesimpulan Penelitian Peran orang tua dan lingkungan pertemanan penting dalam mempengaruhi
kondisi mental emosional seorang pelajar. Risiko gejala mental emosional pada pelajar
> 2 kali pada pelajar usia 16 tahun ke atas dibandingkan dengan usia 15 tahun ke
bawah, pelajar mengalami pelecehan oleh teman ataupun direndahkan oleh orangtua.
Risiko juga lebih besar pada pelajar perempuan, pelajar yang mengalami kekerasan
baik oleh pacar atau guru, pelajar yang tidak merasa nyaman ke sekolah dan pelajar
yang mengkonsumsi alkohol. Kementerian Kesehatan dapat bekerja sama dengan
lintas sektor seperti pendidikan dan agama dalam merancang dan melaksanakan
program bersama upaya promotif preventif terjadinya gejala mental emosional pada
pelajar. Upaya tersebut dapat berupa pedoman pendampingan terhadap pelajar, baik
oleh orang tua dan sekolah, karena dua komponen ini sangat berpengaruh dalam
perkembangan kepribadian pelajar. Di sisi lain perlu dikembangkan peer group pelajar
yang berisi kegiatan produktif, baik di lingkungan formal maupun lingkungan non-
formal sekolah.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan dimana data yang dianalisis bukan berasal
25

dari kuesioner gangguan mental emosional yang terstandar. Data yang tersedia berupa
gejala mental emosional. Selain itu juga terdapat beberapa variabel independen yang
tidak diperhitungkan, antara lain tempat tinggal responden apakah di kota atau di desa,
tingkat ekonomi, jumlah anggota rumah tangga, penyakit kronik yang sedang diderita,
riwayat keturunan mengalami gangguan mental.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal El-Aziz,K,M.2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Remaja Pada Tahun
Pertama Di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. [naskah
publikasi]. Universitas ‘Aisyiyah.
2 Variabel-variabel X : Karakteristik Remaja, Faktor-faktor yang berpengaruh
Y : Stres Remaja
3 Pandangan Teoritis Tingkat stres santripun pasti berbedabeda, hal ini dikarenakan memasuki
lingkungan yang baru, teman yang baru, harus terpisah jauh dari orang tua dan
peraturan yang sangat disiplin sehingga tidak menutup kemungkinan stres yang
dialami santri di pondok pesantren bisa juga disebabkan oleh tidakbisanya seseorang
dalam penyesuaianan diri. Mereka yang sebelumnya terbiasa berada di lingkungan
keluarga, dapat dengan mudah berinteraksi dengan keluarga dan teman-temannya,
tiba-tiba harus hidup dengan keadaan yang bisa dikatakan berbeda dengan
sebelumnya seperti pertemuan dengan keluarga yang dibatasi,teman yang terbatas,
jadwal bermain yang terbatas dan adanya peraturan-peraturan ketat yang berbeda
dengan ketika mereka berada di lingkungan rumah, hal tersebut bisa menjadi stresor
tersendiri bagi santri baru di pondok pesantren. Faktor-faktor penyebab stres (stresor)
secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stresor internal dan stresor eksternal.
Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya kondisi fisik, atau suatu
keadaan emosi. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang misalnya perubahan
lingkungan sekitar, keluarga dan sosial budaya(Siswanto, 2007).
26

4 Sampel Tehnik pengambilan sampel dengan total sampling, dengan jumlah total
responden sebanyak 87 orang.
5 Metode Penelitian Jenis penelitian observasional analitik, dengan pendekatan cross sectional.
6 Alat Ukur Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner.
7 Kesimpulan Penelitian
1. Karakteristik pada responden di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak
Yogyakarta yaitu karakteristik umur.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres remaja di Pondok Pesantren Al-Munawwir


Krapyak Yogyakarta yaitu stres biologi, stres keluarga, stres sekolah, stres teman
sebaya, stres sosial.

3. Faktor dominan yang mempengaruhi stres Usia Frekuensi Prosentase(%) Remaja


awal (12-16 tahun) Remaja pertengahan (17-20 tahun) Remaja akhir (21-24 tahun) 31
42 14 35,63 48,28 16,09 Jumlah 87 100 Tingkat stres Frekuensi Prosentase (%)
Normal Ringan Sedang Berat 32 18 21 16 36,8 20,7 24,1 18,4 Jumlah 87 100 Variabel
Koefisien regresi Keterangan Stres biologi Stres keluarga Stres sekolah Stres teman
sebaya Stres sosial 0,089 0,154 0,211 0,189 0,223 Ada Pengaruh Ada Pengaruh Ada
Pengaruh Ada Pengaruh Ada Pengaruh remaja tahun pertama di Pondok Pesantren Al-
Munawwir Krapyak Yogyakarta yaitu stres sosial.
8 Implikasi Hasil Penelitian 1. Bagi Santri Pondok Pesantren AlMunawwir Krapyak Yogyakarta Santri
hendaknya lebih bisa membuka diri dan bercerita bila ada masalah pada teman di
pondok, saudara, dan orang tua serta orang-orang yang berada di sekelilingnya untuk
mengurangi stres yang dialami pada tahun pertama di Pondok Pesantren.
2. Bagi Pengelola Pondok Pihak pengelola pondok hendaknya melibatkan santri
pada berbagai kegiatan sosial yang ada di masyarakat sekitar pondok agar santri tidak
merasa jenuh dengan kegiatan di pondok pesantren yang dapat memicu terjadinya
stres.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan dapat lebih
membedakan tentang faktor stres pada masing-masing tahap remaja. Sebaiknya
27

menambah karakteristik pada penelitian semacam ini, karena pada penelitian ini hanya
menggunakan karakteristik usia saja.
9 Keterbatasan -

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Ramdani,M,A, 2014. Lingkungan Pendidikan Dalam Implementasi Pendidikan
Karakter. Jurnal Pendidikan Universitas Garut.8 (1) : 28–
37 .https://journal.uniga.ac.id/index.php/JP/article/view/69/
2 Variabel-variabel X : Lingkungan Pendidikan
Y : Pendidikan Karakter
3 Pandangan Teoritis  Setiap orang diduga akan memiliki karakter hasil belajar yang berbeda yang berbeda,
disebabkan oleh karena mereka mengalami proses belajar di lingkungan yang berbeda.
Sehingga, dapat dikaitkan bahwa dominasi lingkungan memiliki pengaruh kuat pada
pendidikan karakter.
4 Sampel -
5 Metode Penelitian Model analisis yang digunakan dalam pembahasan topik utama dalam artikel ini
menggunakan model analisis kausal efektual dengan menggunakan pendekatan rasional
yang dirangkai berdasarkan hasil kajian pustaka (literature review).
6 Alat Ukur -
7 Kesimpulan Penelitian Pendidikan merupakan suatu proses sadar yang dilakukan kepada peserta didik
guna menumbuhkan dan mengembangkan jasmani maupun rohani secara optimal untuk
mencapai tingkat kedewasaan. Diskursus tentang pendidikan senantiasa dikaitkan
dengan upaya pembentukan karakter. Pada sisi lain, karakter akan terbentuk oleh
berbagai faktor yang ada, dan di antaranya adalah prinsip, desain, strategi, dan model
belajar yang dipengaruhi lingkungannya.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan -
28

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Yuliawati, A., 2008. Hubungan Tingkat Stress Orang tua dengan Perilaku
Kekerasan Verbal pada Anak di Kelurahan Jabungan Kecamatan Banyumanik Kota
Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro. ejournal.undip.ac.id/article/download.
2 Variabel-variabel X : Tingkat Stress Orang tua
Y : Perilaku Kekerasan Verbal
3 Pandangan Teoritis  Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan
individu di dalam lingkungan tersebut Kekerasan verbal pada anak adalah semua
bentuk ucapan oleh orang tua kepada anak yang mempunyai sifat mengancam,
menakuti, menghina, dan menolak.
4 Sampel Sampel penelitian sebanyak 72 orang, diperoleh dengan teknik simple random
sampling.
5 Metode Penelitian Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional
6 Alat Ukur instrumen penelitian berupa kuesioner.
7 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya stres pada orang tua mempengaruhi
orang tua untuk melakukan kekerasan verbal kepada anaknya.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan -

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Widyawati Y, Lestari S. 2016. Gambaran Parenting Stress dan Coping Stress pada Ibu
yang Memiliki Anak Kembar. Jurnal Psikogenesis, 4(1) : 41-57Yale University
Press.

2 Variabel-variabel X : Karakteristik Keluarga dengan anak kembar


Y: Parenting Stress dan Coping Stress
3 Pandangan Teoritis  Parenting stress dapat memberikan pengaruh negatif dalam hubungan anak dan orang
29

tua terutama pada ibu yang umumnya lebih banyak terlibat dalam pengasuhan di awal
kehidupan. Ibu yang mengalami stres lebih mungkin untuk menampilkan kurangnya
kasih sayang, penerimaan, pengawasan, serta lebih dapat memunculkan kontrol dan
disiplin. Ibu yang mengasuh lebih dari satu anak berpendapat bahwa stres merupakan
salah satu masalah serius yang mereka hadapi. Dikatakan pula bahwa stres yang
dialami oleh orang tua dan kemampuan mereka untuk mengatasi (coping stress), dapat
mempengaruhi hubungan mereka dengan anak. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif yang bersifat deskriptif dan non ekperimental.
4 Sampel 30 ibu yang memiliki anak kembar
5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif dan non
ekperimental.
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak kembar memiliki
tingkat stres yang sedang. Selain itu, lebih banyak ibu yang memiliki tingkat stres
rendah dibandingkan dengan tingkat stres tinggi. Analisis tambahan menunjukkan
bahwa berdasarkan pekerjaan, tidak terdapat perbedaan besar antara ibu yang bekerja
dengan ibu yang tidak bekerja karena kedua kelompok berada pada tingkat stres
sedang. Akan tetapi, ibu yang tidak bekerja ada yang berada pada tingkat stres tinggi
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
8 Implikasi Hasil Penelitian Saran metodologis yang dapat diberikan yaitu melakukan metode pengambilan
data lain, seperti wawancara dengan ibu yang memiliki anak kembar. Dengan
demikian, data yang didapatkan lebih kaya dan lebih akurat. Selain itu, pengambilan
data yang dilakukan sebaiknya lebih merata dan jumlah sampel juga sebaiknya lebih
banyak. Dalam proses pengambilan data, kontrol terhadap status sosial ekonomi
subjek juga dapat lebih diperhatikan lagi karena status sosial ekonomi dapat
mempengaruhi tingkat stres seseorang. Dalam penyebaran kuesioner, sebaiknya
kuesioner diberikan langsung atau peneliti memiliki kontak subjek sehingga dapat
menghubungi subjek secara langsung. Jika menitipkan kuesioner kepada satu institusi,
akan lebih baik jika diberikan batas terakhir pengembalian diberitahukan kepada
subjek. Dengan demikian, waktu pengambilan data menjadi lebih terkontrol. Dengan
30

memiliki kontak subjek, peneliti juga dapat menghubungi subjek apabila ada
kuesioner yang belum kembali.
9 Keterbatasan -

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Sina, P,G,. 2020. Ekonomi Rumah Tangga di Era Pandemi Covid-19. Journal of
Management. 12(2) : 239-254

2 Variabel-variabel X : Pandemi Covid-19


Y : Ekonomi Rumah Tangga
3 Pandangan Teoritis  Selain itu, ekonomi rumah tangga juga mengalami dilemma dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari yaitu dengan kondisi keuangan yang kurang baik akan
memicu adanya penurunan imun tubuh sehingga sangat rentan terjangkit COVID-19.
Dalam hal ini kesejahteraan yang menurun drastis membuat ekonomi rumah tangga
mengalami tekanan psikologis sehingga kesejahteraan psikologi (psychology well
being) menurun drastis. Tanpa disadari, kondisi ekonomi yang semakin sulit membuat
pelaku ekonomi rumah tangga diperhadapkan pada situasi tetap diam seperti petunjuk
protocol kesehatan (stay home) ataukah mengambil langkah inisiatif bekerja apa saja
untuk mendapatkan nafkah hidup. Dalam kondisi dilematis seperti ini, tidak
mengherankan apabila ekonomi sector rumah tangga rawan mengalami COVID-19.
4 Sampel -
5 Metode Penelitian Studi Kasus
6 Alat Ukur -
7 Kesimpulan Penelitian Pandemic COVID-19 mengakibatkan perekonomian Indonesia melambat hingga
mengalami penurunan. Akibat dari hal itu adalah ekonomi sektor rumah tangga pun
mengalami stagnasi dan bahkan penurunan tajam dalam pendapatan rumah tangga
karena banyak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemutusan hubungan
kerja (PHK) ini semakin memperburuk kondisi ekonomi pekerja yang di PHK
sehingga berbagai kebutuhan pun tak dapat di penuhi. Berbagai stimulus kebijakan
diberikan Pemerintah namun belumlah menyelesaikan masalah yang dihadapi
31

ekonomi sector rumah tangga karena relative tidak ada kegiatan produktif dan juga
perusahaanperusahaan hingga UMKM pun mengalami penurunan
penghasilan.Menghadapi tekanan ekonomi yang berat, ekonomi sector rumah tangga
masih memiliki peluang bertahan dan dapat meningkatkan taraf hidupnya yaitu
melalui ketepatan manajemen keuangan rumah tangga, berbagai pelatihan peningkatan
skill baru dan disi[lim melakukan protocol kesehatan.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan -

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Rizkyta DP, Fardana NA. 2017. Hubungan Antara Persepsi Keterlibatan Ayah dalam
Pengasuhan dan Kematangan Emosi pada Remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan
danPerkembangan. Vol 6 : 1-13 6
2 Variabel-variabel X :Persepsi Keterlibatan Ayah
Y : Pengasuhan dan Kematangan Emosi
3 Pandangan Teoritis  Masa remaja didefinisikan sebagai periode transisi perkembangan dari masa
kanakkanak hingga masa dewasa, yang melibatkan perubahan-pe rubahan biologis,
kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja ini masih menjadi
perhatian orang tua dalam mendidik anaknya. Pentingnya keterlibatan orang tua dalam
pengasuhan remaja tidak terlepas dari keterlibatan ayah yang mulai mendapat
perhatian dalam kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan anak. Sesungguhnya
peran dari ibu dan ayah saling melengkapi guna membentuk kematangan emosi
seorang anak terutama pada masa remaja.

Yusuf (2011) mengungkapkan kematangan emosi merupakan kemampuan


individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman, perasaan mau menerima
dirinya dan orang lain, serta mampu menyatakan dirinya secara konstruktif dan positif.
4 Sampel Sampel yang digunakan dari suatu populasi yang berjumlah 143 orang adalah
32

103 orang.
5 Metode Penelitian Pada penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan yaitu penelitian
kuantitatif jenis korelasional.
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Berdasarkan hasil penelitan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1). Terdapat
hubungan yang positif antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan kematangan
emosi remaja putri SMAN X Tangerang; 2). Terdapat hubungan yang positif antara
konsep diri dengan kematangan emosi remaja putri SMAN X di Tangerang; 3).
Terdapat hubungan yang positif antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan
konsep diri dengan kematangan emosi remaja putri SMAN X di Tangerang.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan -

v
No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Ratnasari KA, Kuntoro. 2017. Hubungan Parenting Stress, Pengasuhan dan
Penyesuaian dalam Keluarga terhadap Perilaku Kekerasan Anak dalam Rumah
Tangga. Jurnal ManajemenKesehatan Yayasan RS Dr. Soetmo, 3(1): 86-98
2 Variabel-variabel X : Parenting Stress, Pengasuhan dan Penyesuaian
Y : Perilaku Kekerasan Anak
3 Pandangan Teoritis  Parenting stress dan pengasuhan dan penyesuaian dalam keluarga. Perenting stress
timbul ketika orang tua mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan menjadi orang
tua dan hal tersebut mempengaruhi perilaku, kesejahteraan, dan penyesuaian diri pada
anak (Berry & Jones, 1995).

Pengasuhan dan penyesuaian dalam keluarga merupakan sebuah penelitian yang


telah diuji mengenai karakteristik psikometrik. Dikemas untuk menilai perubahan
dalam praktik pola asuh orang tua dan penyesuaian orang tua dalam evaluasi
kesehatan masyarakat dan individu atau intervensi kelompok orang tua. Dalam
pengasuhan dan penyesuaian dalam keluarga terdapat 7 indikator untuk mengukur
33

praktik pola asuh orang tua dan kualitas hubungan orang tua dengan anak dan dari
skala penyesuaian keluarga yang mengukur tingkat emosional orang tua beserta
pasangannya serta dukungan keluarga dalam mengasuh anak (Sanders, et. al., 2013)

Parenting stress dalam penelitian ini adalah stress atau kondisi psikologis yang
dialami oleh ayah dalam mengurus anak dan rumah tangganya. Sumber stress berasal
dari individu ayah, kondisi keluarga, hubungan ayah dengan anak.
4 Sampel Besar sampel mengacu pada rumus Slovin (2006) dengan total sampel sebesar
18 orang.
5 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional, yaitu penelitian yang hanya
melakukan pengamatan dan tidak memberikan perlakuan atau intervensi kepada
subyek yang diteliti. Desain penelitian menggunakan pendekatan survey, yaitu
penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan
mencari keterangan secara faktual. P
6 Alat Ukur Kuisioner Berry dan Jones, The Parental Stress Scale. (1995) dan Parenting and
Family Adjustment Scale (PAFAS) oleh Sanders, et. al.(2013).
7 Kesimpulan Penelitian Parenting stress memiliki hubungan dengan perilaku kekerasan anak dalam
rumah tangga. Artinya semakin tinggi tingkat parenting stress yang dialami orang tua,
kemungkinan lebih besar melakukan perilaku kekerasan anak dalam rumah tangga
dibandingkan dengan orang tua yang mengalami tingkat parenting stress ringan.
Pengasuhan dan penyesuaian dalam keluarga memiliki hubungan dengan perilaku
kekerasan anak dalam rumah tangga. Artinya Responden yang memiliki nilai baik
pada pengasuhan dan penyesuaian dalam keluarga, kemungkinan lebih kecil untuk
melakukan perilaku kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga dibandingkan
dengan responden yang memiliki nilai kurang pada pengasuhan dan penyesuaian
dalam keluarga.
8 Implikasi Hasil Penelitian Upaya preventif bagi kaum muda yang nantinya akan menjadi orang tua,
sebaiknya diadakan pendidikan sebelum pernnikahan. Hal ini agar nantinya orang tua
ebih siap untuk menjadi orang tua yang bak, mampu secara fsik, psikis, sosial dan
materi untuk berkeluarga dan membesarkan anak, mengerti tentang tanggung jawab
34

terhadap anak. Konseling atau pergi ke psikiater seharusnya bukan hal yang tabu lagi,
sebab kesehatan harus mencakup segala aspek baik fisik, psikis, dan sosial. Tentunya
ddengan berbagi cerita orang tua mampu untuk lebih terbuka mengenai masalah
rumah tangganya. Komunikasi antar anggota keluarga sangat diperlukan untuk
mencegah ledakan emosisonal yang dapat mengarah kepada kekerasan dalam rumah
tangga. Keluarga merupakan orang terdekat, jadi sebaiknya kita juga perlu mencoba
berbicara, memahami dari hati ke hati agar ruma tangga menjadi tempat yang aman
dan nyaman bagi anggota keluarga yang lain
9 Keterbatasan -

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Rahayuningsih,S,I &Andriyani,R.(2011). Gambaran Penyesuaian Diri Orang Tua
Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus Di Banda Aceh. Idea Nursing
Journal .2(3):167-175. DOI: https://doi.org/10.52199/inj.v2i3.6379
2 Variabel-variabel X : Karakteristik keluarga dengan anak berkebutuhan khusus
Y : Penyesuaian Diri Orang Tua
3 Pandangan Teoritis  Stress yang dialami oleh orang tua dengan anak berkebutuhan khusus berpengaruh
pada perkembangan anak (Hintermain, 2006, dalam Susanandari, 2009). Susanandari
(2009) menyebutkan bahwa seseorang baru bisa mengatasi stress ketika ia telah
berhasil menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi. Penerimaan orang tua
sangat berarti untuk membentuk konsep diri anak yang positif, anak merasa diinginkan,
membentuk perasaan yang aman, mengembangkan rasa percaya diri, reaksi emosional
yang positif dan kepatuhan serta mampu melakukan penyesuaian diri secara baik.
Orang tua yang dapat bersikap menerima keadaan dirinya yang mempunyai anak tidak
sempurna diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Ningrum, 2007;
Schneiders, 1964, dalam Lubis, 2009).
4 Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan proportional stratified
random sampling, sebanyak 74 bu yang memiliki anak berkebutuhan khusus usia 3-12
tahun yang bersekolah atau mengikuti bimbingan di tempat khusus ABK.
35

5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif eksploratif dengan
pendekatan cross-sectional study.
6 Alat Ukur Alat pengumpulan data berupa kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti dan
berdasarkan penelusuran literatur yang terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan
kuesioner
7 Kesimpulan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa gambaran
penyesuaian diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Banda Aceh
tahun 2011 berada pada kategori baik dengan persentase 54,05%.
8 Implikasi Hasil Penelitian Para orang tua yang memiliki ABK diharapkan agar selalu mengupayakan hal
yang terbaik untuk anak, karena bagaimanapun kondisi anak, anak adalah anugerah dan
titipan dari Tuhan yang harus dijaga, dirawat, diberikan kasih sayang dan dibekali ilmu
yang bermanfaat bagi anak kelak. Bagi Institusi Pendidikan Sekolah
Khusus/Bimbingan Khusus, diharapkan semakin giat membentuk lebih banyak forum
pertemuan orang tua yang dapat meringankan beban psikologis orang tua karena
mempunyai tempat untuk saling berbagi pengalaman. Tindak lanjut bagi Institusi
Pendidikan Keperawatan, diharapkan dapat merumuskan suatu program pendampingan
psikologis bagi para orang tua dengan ABK agar orang tua mendapatkan informasi
yang benar dan tepat, serta mendapatkan dukungan yang optimal.
9 Keterbatasan -

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Mubasyiroh, R., Yunita, I., & Putri, S. 2017. Determinan Gejala Mental Emosional
Pelajar SMP-SMA di Indonesia Tahun 2015. Buletin Penelitian Kesehatan,
45(2), 103–112
2 Variabel-variabel X : Karakteristik Remaja
Y : Gejala Mental Emosional Pelajar SMP-SMA
3 Pandangan Teoritis  Remaja ingin mencoba banyak hal baru yang dapat membuktikan dirinya sebagai
orang dewasa, tidak jarang hal ini yang membuatnya mencoba berbagai hal yang
berisiko antara lain konsumsi alkohol, narkoba, memiliki pacar, perilaku seksual,
memiliki peer group, dan berbeda pendapat dengan orangtua. Berbagai perubahan
36

yang terjadi pada diri dan perilaku berisiko remaja ini seringkali memicu konflik
antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal), dan konflik dengan lingkungan
sekitarnya (konflik eksternal).
4 Sampel Sampel penelitian adalah pelajar. Gejala mental emosional diukur dari data yang
tersedia, yaitu gejala yang dialami: kesepian, khawatir, atau ingin bunuh diri. Analisis
berupa multivariat regresi logistik ganda model prediksi dari semua variabel yang
relevan dari 8.477 sampel.
5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang atau cross-sectional, yaitu
studi yang mengukur prevalensi, distribusi maupun hubungan penyakit dan faktor
penelitian dari suatu populasi pada suatu saat yang bersamaan.
6 Alat Ukur Penelitian ini merupakan analisis lanjut data sekunder menggunakan data Global
School- Based Student Health Survey (GSHS) tahun 2015.
7 Kesimpulan Penelitian Peran orang tua dan lingkungan pertemanan penting dalam mempengaruhi
kondisi mental emosional seorang pelajar. Risiko gejala mental emosional pada
pelajar > 2 kali pada pelajar usia 16 tahun ke atas dibandingkan dengan usia 15 tahun
ke bawah, pelajar mengalami pelecehan oleh teman ataupun direndahkan oleh
orangtua. Risiko juga lebih besar pada pelajar perempuan, pelajar yang mengalami
kekerasan baik oleh pacar atau guru, pelajar yang tidak merasa nyaman ke sekolah dan
pelajar yang mengkonsumsi alkohol.
8 Implikasi Hasil Penelitian Kementerian Kesehatan dapat bekerja sama dengan lintas sektor seperti
pendidikan dan agama dalam merancang dan melaksanakan program bersama upaya
promotif preventif terjadinya gejala mental emosional pada pelajar. Upaya tersebut
dapat berupa pedoman pendampingan terhadap pelajar, baik oleh orang tua dan
sekolah, karena dua komponen ini sangat berpengaruh dalam perkembangan
kepribadian pelajar. Di sisi lain perlu dikembangkan peer group pelajar yang berisi
kegiatan produktif, baik di lingkungan formal maupun lingkungan non-formal
sekolah.
9 Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan dimana data yang dianalisis bukan berasal
dari kuesioner gangguan mental emosional yang terstandar. Data yang tersedia berupa
gejala mental emosional. Selain itu juga terdapat beberapa variabel independen yang
37

tidak diperhitungkan, antara lain tempat tinggal responden apakah di kota atau di desa,
tingkat ekonomi, jumlah anggota rumah tangga,32 penyakit kronik yang sedang
diderita, riwayat keturunan mengalami gangguan mental.33

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Kurniati,E. et al,.2021. Analisis Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak di Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.5(1):
241-256. DOI: 10.31004/obsesi.v5i1.541
2 Variabel-variabel X : Karakteristik Anak
Y : Peran Orangtua
3 Pandangan Teoritis  Menurut Candra et al. (2013) menyatakan bahwa pengasuhan orang tua terhadap
anaknya dapat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan perilaku anak itu
sendiri. Apabila terdapat kesalahan pengasuhan maka akan berdampak pada anak saat
sudah dewasa. Sejalan dengan hal tersebut Rakhmawati, (2015) menyatakan bahwa
pengasuhan anak merupakan suatu kegiatan berkelanjutan melalui proses interaksi
orang tua dan anak untuk mendorong pertumbuhan serta perkembangan anak yang
optimal. Paparan di atas menunjukkan bahwa selama ini, peran orang tua dalam
pengasuhan dan perawatan lebih menonjol, sementara pendidikan akademik seringkali
dialih tugaskan kepada pihak kedua yaitu sekolah sebagaimana yang dipaparkan
Rosdiana, (2006) bahwa faktanya kebanyakan orang tua masih merasa bahwa
kewajibannya dalam mendidik anak telah usai setelah memasukannya ke suatu
lembaga persekolahan.
4 Sampel Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak usia dini dan
usia sekolah dasar dengan jumlah 9 orang (3 Ayah, 6 Ibu)
5 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu desain
penelitian yang digunakan untuk mengungkap secara lebih rinci dan komprehensif
mengenai situasi dari objek yang dianalisis (Alwasilah, 2002).
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum peran orang tua yang muncul
selama pandemi covid-19 adalah sebagai pembimbing, pendidik, penjaga,
38

pengembang dan pengawas dan secara spesifik menunjukkan bahwa peran orang tua
adalah menjaga dan memastikan anak untuk menerapkan hidup bersih dan sehat,
mendampingi anak dalam mengerjakan tugas sekolah, melakukan kegiatan bersama
selama di rumah, menciptakan lingkungan yang nyaman untuk anak, menjalin
komunikasi yang intens dengan anak, bermain bersama anak, menjadi role model bagi
anak, memberikan pengawasan pada anggota keluarga, menafkahi dan memenuhi
kebutuhan keluarga, dan membimbing dan memotivasi anak, memberikan edukasi,
memelihara nilai keagamaan, melakukan variasi dan inovasi kegiatan di rumah.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan -

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Jannah M. 2016. Remaja dan Tugas-Tugas Perkembangan dalam Islam.
JurnalPsikoislamedia. Vol 1 (1) : 243-255
2 Variabel-variabel X : Remaja
Y : Tugas-Tugas Perkembangan dalam Islam.
3 Pandangan Teoritis Tugas Perkembangan Remaja Awal atau Usia Pubertas (Usia 10-14 tahun)
Dalam bahasa arab usia pubertas (teenager) disebut dengan usia murahaqah,
murahaqah berasal dari kata raahaqa yang berarti usia yang mendekati baligh, verb/fiil
raahaqa berasal dari isim mashdar berupa murahaqah artinya seorang anak yang
mendekati usia baligh dan murahaqah sendiri berarti fase dimulai perkembangan
menuju kematangan seksual (dalam kamus al Muhiith).di sisi lain kata al-murahaqah
dalam kamus bahasa Arab bermakna kedunguan dan kebodohan, kejahatan dan
kedhaliman, serta gemar melakukan kesalahan, (al-Jin:13). Ada persilisihan dalam hal
ini, Rasulullah SAW tidak pernah menggunakan istilah muraahaqah kepada remaja
beliau menggunakan kata Assyabaab, yakni pemuda karena kata ini lebih membawa
dampak positif kepada remaja dibanding istilah murahaqah yang selama ini banyak
digunakan dalam tulisan psikologi islam tentang remaja. Pada usia ini tugas
perkembangan remaja yang harus dijalani adalah: 1) bantu anak memahami masa
pubertas, 2) memberikan penjelasan soal menstruasi bagi anak perempuan serta mimpi
39

basah bagi anak laki-laki sebelum mereka mengalaminya, dengan begitu anak sudah
diberi persiapan tentang perubahan yang bakal terjadi pada dirinya, 4) hargai privasi
anak, 4) dukung anak untuk melakukan komunikasi terbuka, 5) tekankan kepada anak
bahwa proses kematangan seksual setiap individu itu berbeda-beda, 6) beri
pemahaman kepada remaja bahwa cinta kepada lawan jenis punya batas dan aturan,
dan pada saat yang tepat remaja akan menjalani bagaimana mencurahkan kasih sayang
dan cinta kepada lawan jenis dalam bingkai pernikahan. 7) diskusikan tentang
perasaan emosional dan seksual. Tugas Perkembangan Remaja Madya (Usia 14-17
tahun)
 Tugas perkembangan pada usia ini adalah 1) dukung anak untuk mengambil
keputusan sambil memberi informasi berdasarkan apa seharusnya ia mengambil
keputusan itu, 2) diskusikan dengan anak tentang perilaku seks yang tidak sehat dan
ilegal, 3) Perkembangan aspek-aspek biologis, 4) menerima peranan orang dewasa
berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri, 5) mendapatkan kebebasan
emosional dari orang tua dan / atau orang dewasa yang lain, 6) mendapatkan
pandangan hidup sendiri, dan merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat
mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda itu sendiri, dengan tetap kontrol
dari orang tua. Sementara William Kay (dalam Syamsu Yusuf, 2000:72)
mengemukakan tugas-tugas sebagai berikut: 1) menerima fisiknya sendiri berikut
keragaman kualitasnya, 2) mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-
figur yang mempunyai otoritas, 3) mengembangkan keterampilan komunikasi
interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara
individual maupun secara kelompok, 4) Menemukan manusia model yang dijadikan
identitasnya, 5) menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemanpuanya sendiri, 6) menperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri)
atas dasar skala nilai, dan prinsip-prinsip atau falsafah hidup, 7) mampu meninggalkan
reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) yang kekanak-kanakan.
4 Sampel -
5 Metode Penelitian -
6 Alat Ukur -
40

7 Kesimpulan Penelitian Usia remaja adalah usia yang paling banyak mengalami perubahan baik fisik dan
psikis seseorang, jika individu tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap dan tugas
perkembangan maka ia akan menjadi remaja yang tangguh tanpa merasa ada yang
terlewati dan kehilangan fase yang sangat indah, dan mampu menjalani tugas
kehidupan selanjutnya yakni usia dewasa yang paling panjang dalam rentang
kehidupan manusia. Perubahan dan pertumbuhan fisik dan psikis remaja adalah wujud
kebesaran Allah SWT yang tak ternilai harganya yang harus dijaga sesuai dengan
nilai-nilai keislaman.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan -

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Bukhori, B. 2012. Hubungan Kebermaknaan Hidup dan Dukungan Sosial Keluarga
dengan Kesehatan Mental Narapidana (Studi Kasus Nara Pidana Kota
Semarang). Jurnal Ad-Din, 4(1), 1-19
2 Variabel-variabel X : Kebermaknaan Hidup, Dukungan Sosial
Y : Kesehatan Mental Narapidana
3 Pandangan Teoritis  Keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan seseorang, kebutuhan-
kebutuhan fisik dan psikis mula-mula terpenuhi dari lingkungan keluarga. Sehingga
keluarga termasuk kelompok yang terdekat dengan individu. Individu sebagai anggota
keluarga akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan harapan, tempat bercerita,
tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang
menghadapi permasalahan. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa keluarga dapat menjadi
sumber dukungan sosial bagi anggota yang tengah menghadapi persoalan-persoalan.

Keterkaitan antara kebermaknaan hidup dan kesehatan mental dapat ditelusuri


dari sumber utama kebermaknaan hidup dan kesehatan mental itu sendiri. Keduanya
bersumber bagaimana cara dan sikap seseorang dalam menghadapi persoalan hidup.
Salah satu cara untuk mencapai kebermaknaan hidup adalah dengan nilai bersikap,
yaitu cara individu menunjukkan keberanian dalam menghadapi penderitaan serta
41

bagaimana individu memberikan makna pada penderitaan yang dihadapi


4 Sampel Dengan menggunakan teknik tersebut terpilih 104 narapidana sebagai subjek
penelitian.
5 Metode Penelitian Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah random
sampling, yaitu memilih individuindividu yang ada (407 narapidana) secara acak.
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi positif yang signifikan antara
kebermaknaan hidup dan dukungan sosial keluarga dengan kesehatan mental
narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Semarang. Semakin tinggi kebermaknaan
hidup dan dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi kesehatan mental
narapidana. Sebaliknya semakin rendah kebermaknaan hidup dan dukungan sosial
keluarga, maka semakin rendah kesehatan mental narapidana. Kebermaknaan hidup
dan dukungan sosial keluarga secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel
terikat (kesehatan mental) sebesar 41,4 %. Kebermaknaan hidup dan dukungan sosial
keluarga dapat dijadikan prediktor kesehatan mental narapidana, sedangkan sisanya
sebesar 58,6 dijelaskan oleh prediktor lain dan kesalahan-kesalahan lain (eror
sampling dan non sampling).
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan -

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Khairunnisa.2018. Penyesuaian Keluarga dan Self-efficacy Ibu terhadap
Pemenuhan Hak Anak Usia Sekolah Dasar. [skripsi]. Institut Pertaniat Bogor : Bogor
(ID).
2 Variabel-variabel X : Penyesuaian Keluarga, Self-efficacy
Y : emenuhan Hak Anak Usia Sekolah Dasar
3 Pandangan Teoritis  Penyesuaian keluarga terdiri atas penyesuaian emosi orang tua, kerjasama orang tua,
dan hubungan keluarga (Sanders et al. 2014). Sanders et al. 2014 menyatakan bahwa
penyesuaian emosi orang tua, kerjasama orang tua dalam pengasuhan dan hubungan
42

dengan keluarga memiliki pengaruh terhadap perilaku anak. Menjadi anggota


keluarga, anak juga dikenal sebagai fungsi kesejahteraan keluarga, dengan asumsi
bahwa total kesejahteraan keluarga adalah jumlah kesejahteraan orang tua
digabungkan dengan kesejahteraan anak (Wahini 2012)
Penyesuaian dalam keluarga dapat didefinisikan sebagai interaksi yang
dilakukan oleh seseorang yang terjadi dalam lingkup keluarga, yang terdiri dari
penyesuaian istri/suami terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarga besarannya, juga
mencakup kerja sama antara suami dan istri khususnya berkaitan dengan pengasuhan
(Sanders et al. 2014).
4 Sampel Contoh penelitian ini adalah 104 ibu yang dipilih secara purposive dari 160 ibu
yang mengisi kuesioner, selanjutnya pemilihan sekolah dilakukan dengan
menggunakan metode random sampling.
5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study.
6 Alat Ukur Instrumen The Family Background Questionnaire (Sanders & Morawska,
2010a), n instrumen The Parent and Family Adjustment Scales (PAFAS; Sanders &
Morawska, 2010b), Sel-efficacy ibu diukur mengadopsi alat ukur centre of research in
Primary and Community Care University of Hertfordshire Parental Self-efficacy
(TOPSE).
7 Kesimpulan Penelitian Penyesuaian keluarga yang dilihat dari kemampuan ibu beradaptasi dengan diri,
keluarga besar dan pasangan masih terkategori rendah, dengan kemampuan adaptasi
diri adalah yang paling rendah. Dalam hal self-efficacy penelitian memperlihatkan
bahwa self-efficacy ibu tergolong sedang, dengan perbedaan yang signifikan antara
ibu dari anak laki-laki dengan ibu dari anak perempuan, yaitu self-efficacy ibu dari
anak laki-laki lebih rendah dibandingkan ibu dari anak perempuan. Pemenuhan hak
anak usia Sekolah Dasar memperlihatkan bahwa indeks pemenuhan hak anak
perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki, terutama dalam pemenuhan hak
pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya.
8 Implikasi Hasil Penelitian Keluarga dari masing-masing ibu secara umum terdiri dari keluarga miskin,
sehingga saran yang dapat diberikan adalah ibu harus aktif mencari informasi dan
mengikuti kegiatan terkait pengasuhan, manajemen keluarga, pemberdayaan keuarga,
43

serta perkembangan anak yang dilakukan oleh berbagai lembaga yang ada di
masyarakat. Hal lainnya dapat dilakukan dengan cara mengikuti pelatihan
keterampilan yang diadakan oeh pemerintah setempat, agar dapat mengembangkan
diri dengan keterampilan yang sudah didapat dan menjalankan keterampilan tersebut
sebagai usaha untuk tambahan pendapatan keluarga. Aktif dalam kegiatan masyarakat
agar mengetahui adanya informasi terkait bantuan dana dari pemerintah bagi keluarga
yang tidak mampu
9 Keterbatasan -

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Asilah. 2013. Hubungan Tingkat Stres Ibu dan Pengasuhan Penerimaan-
Penolakan dengan Konsep Diri Remaja pada Keluarga Bercerai. [skripsi]. Institut
Pertanian Bogor : Bogor (ID).
2 Variabel-variabel X : Tingkat Stres Ibu dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan
Y : Konsep Diri Remaja
3 Pandangan Teoritis  Stres merupakan tekanan yang dialami ibu sebagai akibat dari sumber stres yang
terjadi pada keluarga bercerai. Stres adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan keluarga dan peristiwa apapun, bahkan kejadian positif pun dapat
mengakibatkan stres bagi keluarga (Wong et al. 2002). Lazarus diacu dalam
Greenberg (2002) mendefinisikan stres sebagai akumulasi dan keterlibatan berbagai
faktor yang meliputi stimulus, respon, penilaian kognitif dari sebuah ancaman, gaya
koping, pertahanan psikologis, dan lingkungan sosial. Stres pada individu disebabkan
oleh stressor atau sesuatu yang menyebabkan stres. Menurut Boss (1980), diacu dalam
Sussman dan Steinmetz (1988) perceraian akibat perubahan dalam hubungan
pernikahan merupakan sumber stres (stressor).
4 Sampel 50 remaja berusia 12-18 tahun dan ibunya dari keluarga bercerai.
5 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study yaitu
hanya dilakukan pada waktu tertentu.
6 Alat Ukur Parental Acceptance-Rejection Questionnaire (PARQ) (Rohner 1986).
7 Kesimpulan Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga,
44

semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir ibu, dan semakin besar ukuran keluarga
maka tingkat stres yang dialami ibu cenderung ringan, sedangkan semakin lama
perceraian maka tingkat stres yang dialami ibu cenderung berat/tinggi. Pengasuhan
penerimaan-penolakan yang diukur melalui persepsi remaja menunjukkan bahwa
remaja lebih banyak memperoleh pengasuhan perilaku afeksi dari ibunya. Remaja
yang memperoleh pengasuhan afeksi atau penerimaan dari ibunya cenderung memiliki
konsep diri positif. Hasil ini menunjukkan bahwa pengasuhan yang dipenuhi kasih
sayang dan kehangatan dapat mengembangkan konsep diri positif remaja.
8 Implikasi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian sebaiknya orang tua memberikan pengasuhan
afeksi yaitu pengasuhan yang dipenuhi kehangatan dan kasih sayang kepada
anakanaknya, sehingga dapat mendukung perkembangannya. Meskipun lama
perceraian cenderung menimbulkan stres pada ibu, hendaknya ibu tetap
mempertahankan pengasuhan afeksi, sehingga konsep diri remaja berkembang 18
dengan baik. Terkait dengan konsep diri remaja pada keluarga bercerai ini masih
terdapat konsep diri negatif, sebaiknya orang tua lebih memerhatikan perkembangan
konsep diri, sehingga remaja mampu mencapai pribadi yang penuh percaya diri dan
siap menghadapi masa depannya. Adapun rekomendasi program untuk
mensosialisasikan hasil penelitian ini dapat dilakukan melalui kegiatan atau program
konseling keluarga dan remaja. Saran penelitian selanjutnya agar melengkapi data
pengasuhan penerimaanpenolakan bukan hanya ditanyakan kepada anak, namun juga
ditanyakan kepada ibu untuk melihat persepsi pengasuhan yang dilakukan ibu.
9 Keterbatasan -

JURNAL INTERNASIONAL
N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Dervishaliaj, Erjona. 2013. Parental Stress in Families of Children with Disabilities: A
45

Jurnal Literature Review. 3 (7) : 579-584. Journal of Educational and Social Research MCSER
Publishing, Rome-Italy
.file:///C:/Users/User/Downloads/Parental_Stress_in_Families_of_Children_with_Disab.pdf
2 Variabel-variabel X : Stres Orang Tua dalam Keluarga
Y : Anak Penyandang Disabilitas
3 Pandangan Teoritis Jones dan Passey (2004) menemukan bahwa kurangnya bantuan yang dirasakan dari
dukungan sosial merupakan prediktor untuk tingkat stres yang dialami orang tua.
Menurut Oliver & Innocenti (2001) fungsi keluarga lebih kuat prediktor stres orang
tua daripada keterampilan anak yang buruk.
Studi lain menunjukkan bahwa membesarkan anak dengan memiliki masalah
perkembangan dapat berdampak negatif pada keluarga fungsi dan hubungan keluarga
dengan orang lain di luar keluarga (Cole, 1986; Martin & Colbert, 1997).
4 Sampel Orangtua dengan anak penyandang disabilitas
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Tinjauan literatur ini menunjukkan berbagai faktor yang terkait dengan stres untuk
diingat oleh para profesional dan peneliti saat bekerja dengan keluarga anak-anak dengan
disabilitas. Ada variasi besar dalam pengalaman merawat anak dengan disabilitas.
Profesional yang bekerja dengan keluarga ini perlu menyadari fakta bahwa pemberian
perawatan menghasilkan hal positif dan pengalaman negatif. Tinjauan literatur ini
menunjukkan bahwa fungsi keluarga yang sehat penting untuk kesejahteraan menjadi
keluarga, dan bahwa praktisi perlu mendukung kebutuhan seluruh keluarga dan bukan hanya
kebutuhan anak penyandang disabilitas.
8 Implikasi Hasil Praktisi yang bekerja dengan anak kecil dapat memainkan peran penting dalam
Penelitian membantu anggota keluarga membingkai ulang pengalaman memberikan perawatan mereka
dengan cara yang positif dan membantu anggota keluarga merasa seperti mereka
memilikinya pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk berhasil mengadvokasi apa
yang dibutuhkan anak-anak mereka.
9 Keterbatasan -
46

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Yau, M. K., & Li-Tsang, C. W. P. 1999. Adjustment and Adaptation in Parents
of Children with Developmental Disability in Two-Parent Families: A Review of the
Characteristics and Attributes. The British Journal of Development Disabilities.
45(88), 38–51. doi:10.1179/096979599799156028
2 Variabel-variabel X : Penyesuaian dan Adaptasi Orangtua
Y : Karakteristik dan Atribut Dua Orang Tua anak Disabilitas
3 Pandangan Teoritis Kemampuan keluarga untuk beradaptasi dengan krisis situasi dipengaruhi oleh
penggunaan keluarga sumber daya pribadi seperti orang tua kekuatan psikologis, dan
oleh sumber daya keluarga seperti tingkat persatuan keluarga family atau integrasi
(McCubbin dan Patterson, 1983). Pemulihan dari krisis tampaknya juga tergantung
pada sumber daya sosial keluarga, misalnya, intervensi yang membantu dari teman dan
layanan sosial. Dan terakhir, Definisi keluarga tentang peristiwa krisis mempengaruhi
adaptasinya terhadap peristiwa krisis.
4 Sampel Orangtua dengan anak penyandang disabilitas
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Penelitian menunjukkan bahwa orang tua dengan anak-anak penyandang cacat
tampaknya mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dan depresi daripada orang tua
lainnya (Beckman, 1983; Beckman-Bell, 1981; Hadadian, 1994; Hanson dan Hanline,
1990; Holroyd dan McArthur, 1976; Kazak dan Marvin, 1984; Scott et al., 1989), dan
bahwa gangguan pada siklus hidup keluarga adalah mungkin terjadi (Hanline, 1991).
Namun, seseorang tidak boleh secara otomatis berasumsi bahwa keluarga berada di
bawah tekanan yang melemahkan ketika mereka memiliki anak dengan disabilitas.
Beberapa keluarga telah mampu beradaptasi dan mengatasi dengan sukses dan
menjaga kondisi stres tetap terkendali kontrol (Gallagher et al., 1981). Bahkan, ada
adalah kumpulan pengetahuan yang berkembang yang menunjukkan bahwa kehadiran
keluarga anggota penyandang disabilitas dapat berkontribusi untuk penguatan seluruh
keluarga unit, serta memberikan kontribusi positif bagi kualitas hidup individu anggota
keluarga (misalnya Summers et al., 1989; Wikler et al al., 1983; Winzer, 1990).
47

8 Implikasi Hasil Penelitian Orang tua dari anak-anak penyandang cacat bukan merupakan kelompok yang
homogen, dan oleh karena itu, cenderung menunjukkan variabilitas dalam tanggapan
terhadap peristiwa tersebut (Ditchfield, 1972). Setiap orang tua merespon dengan
keunikannya sendiricara, dan tanggapan ini harus diakui sebagai positif (bukan sebagai
ketidakmampuan untuk mengatasi) dan harus dihormati sebagai reaksi unik untuk
orang tua tertentu, dan tidak sebagai bagian dari proses stereotip adaptasi (Hanlin,
1991).
9 Keterbatasan -

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Sibnath Deb, Esben Strod, Jiandong Sun. 2015. Academic Stress, Parental
Pressure, Anxiety and Mental Health among Indian High School Students.
International Journal of Psychology and Behavioral Sciences. 5(1): 26-34.
doi:10.5923/j.ijpbs.20150501.04
2 Variabel-variabel X : Stres Akademik, Tekanan Orang Tua, Kecemasan
Y : Kesehatan Mental di kalangan Siswa Sekolah Menengah India
3 Pandangan Teoritis  Kesehatan mental siswa, terutama dalam hal stres akademik dan dampaknya
telah menjadi masalah serius di kalangan peneliti dan pembuat kebijakan karena
meningkatnya insiden bunuh diri di kalangan siswa di seluruh dunia.
 Sebagian besar orang tua mengkritik anak-anak mereka dengan membandingkan
kinerja anak-anak mereka dengan kinerja anak-anak terbaik di kelas. Akibatnya,
alih-alih persahabatan, berkembang rasa persaingan di antara teman sekelas.
Beberapa orang tua bahkan cenderung meremehkan pencapaian pencetak gol
terbanyak di kelas dengan menyatakan bahwa dia mungkin disukai oleh guru.
 Orang tua memberikan tekanan kepada anak-anaknya untuk berhasil karena
kepedulian mereka terhadap kesejahteraan anak-anak mereka dan kesadaran
mereka akan persaingan untuk masuk ke lembaga-lembaga ternama. Situasi
pengangguran secara keseluruhan di India juga telah memprovokasi orang tua
untuk memberikan tekanan pada anak-anak mereka untuk kinerja yang lebih
48

baik. Beberapa orang tua ingin mewujudkan impian mereka yang belum tercapai
melalui anak-anak mereka.
 Jenis kelamin juga ditemukan secara signifikan terkait dengan kecemasan terkait
pemeriksaan dan kasus kejiwaan. Artinya, siswa perempuan mengalami lebih
banyak kecemasan terkait ujian dan kasus kejiwaan daripada rekan laki-laki
mereka. Ini mengkonfirmasi temuan sebelumnya bahwa remaja perempuan
melaporkan lebih banyak kekhawatiran, lebih banyak kecemasan perpisahan,
dan tingkat kecemasan umum yang lebih tinggi daripada anak laki-laki pada
usia yang sama.

4 Sampel 90 siswa remaja kelas 11 dan 12 dari enam sekolah di Kolkata


5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Kesimpulannya penelitian ini meneliti tingkat stres akademik pada siswa kelas
12 SMA di Kolkata India. Hampir dua pertiga dari siswa melaporkan stres karena
tekanan akademis - tanpa perbedaan yang signifikan di antara jenis kelamin, usia,
kelas, dan beberapa faktor pribadi lainnya. Selanjutnya sekitar dua pertiga dari siswa
melaporkan merasakan tekanan dari orang tua mereka untuk kinerja akademik yang
lebih baik. Sekitar sepertiga siswa memiliki gejala kasus psikiatri dan 81,6%
melaporkan kecemasan terkait pemeriksaan. Stres akademik berkorelasi positif dengan
tekanan orang tua dan masalah kejiwaan, sementara kecemasan terkait ujian juga
berhubungan positif dengan masalah kejiwaan. Mengingat tingginya tingkat stres
akademik dan kasus kejiwaan dalam sampel siswa sekolah menengah ini, ada
kebutuhan mendesak untuk mengembangkan intervensi yang sesuai untuk mengurangi
tingkat stres dan morbiditas psikiatri ini.
8 Implikasi Hasil Penelitian  Perhatian segera dari profesional kesehatan mental diperlukan untuk siswa
yang skor GHQ-nya menunjukkan kasus psikiatri untuk meningkatkan status
kesehatan mental mereka.
 Di sekolah, remaja harus dilatih tentang cara mengelola stres dan kecemasan
49

 Pengetahuan tentang kesehatan mental dan stres akademik harus dipromosikan


di antara orang tua dari remaja dan strategi yang diajarkan untuk membantu
meningkatkan ketahanan dan strategi mengatasi anak-anak mereka.
9 Keterbatasan Mengingat besarnya populasi siswa sekolah menengah atas di Kolkata, ukuran
sampelnya relatif kecil. Oleh karena itu, kehati-hatian harus digunakan ketika
menggeneralisasi temuan penelitian. Kedua, tanggapan didasarkan pada laporan diri.
Namun, temuan ini memberikan beberapa gambaran tentang prevalensi stres akademik
di kalangan siswa sekolah menengah atas di Kolkata dan hubungannya dengan tekanan
orang tua, jumlah guru privat, dan kecemasan terkait ujian. Untuk lebih memvalidasi
temuan, studi lain dengan sampel yang lebih besar direkomendasikan. Penelitian ini
tidak memperhitungkan efek hukuman atau ancaman hukuman di sekolah terhadap
kesehatan mental siswa – mengingat larangan menyeluruh yang diberlakukan baru-
baru ini terhadap hukuman fisik di sekolah-sekolah India, dan juga fakta bahwa
hukuman biasanya tidak dianggap perlu di kelas Sekolah Menengah Atas, karena
siswa dianggap cukup dewasa untuk mengikuti aturan dan peraturan itu sendiri.
Namun, penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah larangan
tersebut telah diterapkan secara efektif, dan juga untuk memastikan dampak hukuman
non-fisik – seperti omelan, skorsing atau penarikan fasilitas – pada siswa.

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Andrés-Romero1,Magdalena P. , Flujas-Contreras1,Juan M. ,Fernández-Torres,
Mercedes. ,Gómez-Becerra, Inmaculada. ,& Sánchez-López,Pilar.2021. Coronavirus
Disease (COVID-19): Psychoeducational Variables Involved in the Health
Emergency . Analysis of Psychosocial Adjustment in the Family During Confinement:
Problems and Habits of Children and Youth and Parental Stress and Resilience. 11
(647445) : 1-18. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.647645
2 Variabel-variabel X : Variabel Psikoedukasi
Y : Kedaruratan Kesehatan
3 Pandangan Teoritis Dalam konteks keluarga, kelahiran anak dan membesarkannya, yang mengarah
50

pada restrukturisasi pribadi, memikul tanggung jawab atau ketidaksesuaian antara


harapan untuk menjadi orang tua dan kenyataan tuntutan, telah dianggap sebagai
peristiwa yang berpotensi menimbulkan stres, yang telah menyebabkan memberikan
definisi stres orang tua dengan
entitas sendiri (Cameron et al., 1991; Berry dan Jones, 1995). Meskipun memiliki
perbedaan konseptual dari bentuk lain dari stres, itu menunjukkan hubungan dekat
dengan mereka (Holly et al., 2019).
4 Sampel 883 orang tua anak-anak dan remaja antara 3 dan 18 tahun.
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini menyarankan bahwa
Lockdown yang disebabkan oleh COVID-19 memiliki efek yang cukup besar pada
keluarga, baik pada anak maupun orang tua, yang telah tercermin dalam tingkat stres
yang lebih tinggi dan berbagai jenis kesulitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
orang tua mempersepsikan adanya perubahan kebiasaan dan psikologis kesulitan pada
anak-anak mereka. Pada saat yang sama, hasil kami menggambarkan orang tua dengan
tinggi tingkat stres dan ketahanan, dengan perbedaan tergantung pada usia anak-anak.
Hasil ini menunjukkan bahwa resiliensi orang tua memediasi hubungan antara stres
orang tua dan masalah psikologis anak-anaknya. Hasil ini menunjukkan bahwa
penguncian COVID-19 memiliki pengaruh yang cukup besar pada keluarga, baik pada
anak maupun orang tua.
8 Implikasi Hasil Penelitian Hasil yang diperoleh menyarankan bahwa pedoman yang harus ditunjukkan
kepada keluarga akan berada di arah berikut:
(1) Orang tua harus berlatih atau belajar pengaturan emosi strategi yang
memungkinkan mereka untuk mengurangi stres orang tua mereka dan mengatur
keluarga mereka untuk mengurangi stres dan membebani anak dan pengasuhan anak.
(2) Mereka harus melatih keterampilan ketahanan mereka, baik dalam kekuatan,
sudah diterapkan dalam situasi buruk lainnya. Mereka harus bekerja pada ketahanan
mereka di bawah bimbingan psikolog untuk meningkatkan strategi koping
mereka,keterampilan penerimaan mereka, toleransi mereka terhadap ketidaknyamanan
51

dan frustrasi, dan kapasitas mereka untuk fleksibilitas psikologis (kognitif dan
perilaku).
(3) Orang tua harus mengatur jadwal, rutinitas anak-anak mereka dan kegiatan
dalam masa kurungan, dengan menerapkan variabilitas, waktu istirahat, menghindari
kejenuhan atau overdosis aktivitas apa pun (baik akademik, maupun video game, atau
televisi, dll), menjadi kreatif dalam pengembangan kegiatan inovatif untuk anak-anak
mereka, seperti penggunaan teknologi informasi untuk memasok kurangnya sosial
kontak, sistematisasi khusus dalam bermain dengan mereka dan berbagi kepentingan
bersama.
(4) Terakhir, orang tua harus berhati-hati tentang jenis informasi yang diberikan
kepada anak-anak mereka tentang pandemi situasi, menghindari informasi negatif,
suram, bencana, atau ketakutan. Sebaliknya, orang tua harus mendorong optimisme
yang cerdas (mis., Meskipun dalam hal ini kurungan mereka tidak dapat melakukan
apa yang mereka inginkan lakukan, itu mungkin kesempatan untuk mempelajari
aktivitas baru, untuk berbagi lebih banyak waktu dengan orang tua, dll.). Di samping
itu,orang tua harus meningkatkan kesadaran anak-anak mereka tentang ketahanan
mereka sendiri, mendorong sikap solidaritas dan rasa syukur, dll.
9 Keterbatasan Salah satu keterbatasan penelitian kami adalah, meskipun kami menemukan
apakah ada perubahan rutinitas yang berhubungan dengan kontak sosial, tidur atau
makan, dan lain-lain, kita tidak tahu arah perubahannya.Studi oleh Wang et al. (2020)
di awal lockdown di Cina, ditemukan bahwa perubahan kebiasaan tertentu
(khususnya,kebersihan, seperti tidak menggunakan sumpit saat makan atau mencuci
tangan) dikaitkan dengan skor yang lebih rendah pada psikologis skala dampak dan
stres, depresi dan gejala kecemasan di mereka yang disurvei berusia di atas 21 tahun.
Batasan lain dan arah masa depan akan menjadi fakta bahwa, seperti dalam
kebanyakan penelitian studi di lingkungan keluarga, sebagian besar peserta adalah
perempuan.

No Bagian Analisis
52

1 Informasi Artikel Jurnal Spinelli, Maria., Lionetti, Francesca. , Pastore , Massimiliano., & Fasolo, Mirco. 2020
. Parents' Stress and Children's Psychological Problems in Families Facing the
COVID-19 Outbreak in Italy. Coronavirus Disease (COVID-19): Psychological,
Behavioral, Interpersonal Effects, and Clinical Implications for Health Systems. 1713
(11) : 1-7
2 Variabel-variabel
X : Stres Orang Tua dan Masalah Psikologis Anak
Y : Keluarga yang Menghadapi Wabah COVID-19 di Italia.
3 Pandangan Teoritis  Orang tua yang lebih stres merasa lebih sulit untuk memahami kebutuhan anak mereka
dan untuk merespon dengan cara yang sensitif (Abidin,1992; Scaramella et al., 2008).
Stres sering dikaitkan dengan perilaku kasar dan kesulitan dalam menjelaskan batasan
dan disiplin.Dengan demikian, anak-anak dalam keluarga ini mungkin merasa kurang
dipahami oleh orang tua mereka dan mungkin bereaksi lebih negatif dan agresif cara
(Pinquart, 2017). Selain itu, kita tahu bahwa anak-anak memiliki sumber daya pribadi
yang lebih rendah untuk menghadapi banyak perubahan pandemi membebani hidup
mereka (Liu et al., 2020) dan pedoman menyarankan orang tua harus mendiskusikan
dan menjelaskan situasinya dengan mereka, karena informasi yang benar tentang apa
yang terjadi dan alasan pembatasan yang harus dihadapi anak-anak sangat penting
untuk mencegah konsekuensi psikologis negatif (Dalton et al.,2020). Namun,
bagaimana dan kapan melakukannya sepenuhnya terserah pilihan orang tua. Kita bisa
berspekulasi bahwa orang tua yang lebih stres mungkin terlalu kewalahan oleh situasi
untuk menemukan yang tepat cara untuk menjadi sosok yang mendukung bagi anak-
anak mereka dan menemukan cara terbaik untuk menjawab pertanyaan dan ketakutan
anak-anak (DiGiovanni dkk., 2004).
4 Sampel Orang tua dari anak-anak berusia antara 2 dan 14 tahun
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner online
7 Kesimpulan Penelitian Berurusan dengan karantina adalah pengalaman yang sangat menegangkan bagi
orang tua yang harus menyeimbangkan kehidupan pribadi, pekerjaan, dan
membesarkan anak-anak, ditinggalkan sendirian tanpa sumber daya lain. Situasi ini
53

menempatkan orang tua pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kesusahan,
yang berpotensi mengganggu kemampuan mereka untuk menjadi pengasuh yang
suportif. Kurangnya dukungan yang diterima anak-anak ini di saat yang sulit mungkin
menjadi alasan gejala psikologis mereka yang lebih menonjol. Kebijakan harus
mempertimbangkan implikasi dari penguncian untuk kesehatan mental keluarga, dan
intervensi yang mendukung untuk segera dan untuk masa depan harus dipromosikan.
8 Implikasi Hasil Penelitian Jika didukung dengan baik oleh profesional kesehatan dan lainnyahubungan
sosial, termasuk lingkungan sekolah, orang tua dan anak-anak dapat dengan tepat
mengatasi masa kritis ini penderitaan dan menghindari konsekuensi jangka panjang
yang parah. Karantina dan jarak sosial adalah cara yang efisien untuk menangani
pandemi,tetapi pengalaman ini mungkin memiliki konsekuensi pada kesejahteraan
orang. Namun, media dan lembaga publik berkonsentrasi terutama pada kesehatan
fisik untuk merekomendasikan langkah-langkah untuk pencegahan dan penahanan
penyakit, meninggalkan dampak tentang kesehatan mental tidak dibahas. Memang,
kesehatan mental yang stabil adalah salah satu kunci untuk melawan pandemi yang
sedang berlangsung ini dan untuk memulihkan masyarakat pascapandemi;
kesejahteraan orang tua dan anak harus di bawah pengawasan karena masalah di sisi
ini mungkin ada implikasi jangka panjang.
9 Keterbatasan Pertama, ini adalah studi korelasional; eksplorasi memanjang dari efek
karantina pada orang tua dan efek cascading pada anak-anak dari waktu ke waktu akan
membantu dalam pemahaman yang lebih baik fenomena tersebut. Selain itu, kami
telah mengumpulkan anak-anak gejala psikologis dari laporan orang tua; meskipun
data ini metode pengumpulan banyak digunakan mungkin informan kurang dari
laporan anak atau evaluasi langsung terhadap kesejahteraan anak dilakukan oleh ahli.
Terakhir, kita mungkin berharap bahwa risiko karantina lebih tinggi untuk keluarga
yang lebih berisiko yaitu, keluarga dari orang tua yang terpisah, keluarga dengan
anak-anak cacat, keluarga sangat miskin, dll

N Bagian Analisis
o
54

1 Informasi Artikel Jurnal Morelli, Mara . 2020. Parents and Children During the COVID-19 Lockdown:
The Influence of Parenting Distress and Parenting Self-Efficacy on Children’s
Emotional Well-Being. Coronavirus Disease (COVID-19): Psychological, Behavioral,
Interpersonal Effects, and Clinical Implications for Health Systems : 11 (584645): 1-
10. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.584645
2 Variabel-variabel X : Parenting Distress dan Parenting Self-Efficacy
Y: Kesejahteraan Emosional Anak
3 Pandangan Teoritis  Stres karantina dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis orang dewasa,
sebagaimana dikonfirmasi dalam ulasan baru-baru ini (Brooks et al., 2020), dan
mungkin juga memiliki efek jangka panjang (Liu et al., 2012). Anak-anak yang
memiliki orang tua dengan tingkat stres yang tinggi menunjukkan lebih banyak
masalah eksternalisasi dan kurang mengembangkan regulasi emosi (Deater-Deckard
dan Panneton, 2017).
4 Sampel 277 orang tua dari anak-anak berusia 6 hingga 13 tahun
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner online
7 Kesimpulan Penelitian Hasil menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan menunjukkan kesesuaian
yang sangat baik, chi-kuadrat (83) = 140,40, p <0,01, RMSEA = 0,05, CFI = 0,97, TLI
= 0,96, SRMR = 0,04. Pengaruh orang tua tekanan psikologis dan efikasi diri
emosional pengaturan orang tua pada anak-anak regulasi emosi dan labilitas/negatif
dimediasi oleh parenting self-efficacy.
Model mediasi tidak berubah di semua jenis kelamin dan usia biologis anak-
anak, dan wilayah tempat tinggal geografis (berisiko tinggi vs. risiko rendah untuk
COVID-19). Hasil yang disarankan bagaimana keyakinan orang tua untuk menjadi
kompeten dalam mengelola tugas-tugas orang tua mungkin menjadi pelindung faktor
untuk kesejahteraan emosional anak-anak mereka.
8 Implikasi Hasil Penelitian Untuk mencegah penderitaan anak, program intervensi harus dimulai dari
keluarga dan orang tua. Program ini harus bertujuan untuk meningkatkan efikasi diri
emosional pengaturan orang tua dan self-efficacy pengasuhan, dengan mengaktifkan
strategi adaptif mereka dan sumber daya untuk menangani tugas sehari-hari dan
55

memperkuat kekuatan. Keterampilan orang tua ini dapat diajarkan dan dipelajari,
mewakili sumber daya penting bahkan dalam situasi darurat seperti pandemi, di mana
orang tua tetap menjadi satu-satunya rujukan dan pendidikan bagi anak-anaknya.
Pencegahan ini program harus ditujukan terutama pada (tetapi tidak terbatas pada)
orang tua yang merupakan petugas kesehatan, yang tinggal sendiri dengan anak-anak
selama karantina, yang memiliki kerabat yang sakit, dan yang memiliki SES yang
rendah dan situasi kerja yang memburuk, untuk mencegah dampak tekanan psikologis
mereka pada anak-anak mereka, memperkuat keyakinan mereka untuk dapat
menghadapi situasi sulit ini dan untuk mengelola kedua tugas orang tua mereka dan
mereka yang tidak dapat dihindari
emosi negatif.
9 Keterbatasan Penelitian terbatas yang dilakukan hingga saat ini tentang dampak pandemi
COVID-19 pada kesejahteraan orang tua dan anak-anak mereka baik di China maupun
di Italia menunjukkan bahwa risiko terkait COVID-19, seperti (a) tinggal di zona
merah (yaitu , zona berisiko tinggi seperti Lombardia dan Veneto untuk Italia), (b)
menjadi orang tua yang positif SARS-COV-2, (c) memiliki kerabat atau teman yang
positif mengidap SARS-COV-2 atau yang meninggal karena SARS- COV-2, dan (d)
tinggal di lingkungan berisiko tinggi (yaitu, tidak memiliki ruang terbuka di rumah
selama penguncian, kehilangan pekerjaan selama pandemi, berpenghasilan rendah,
tidak memiliki koneksi internet), tidak memiliki efek langsung negatif yang kuat pada
kesejahteraan keluarga (Spinelli et al., 2020) atau pada gejala anak-anak dan perilaku
bermasalah itu sendiri (Jiao et al., 2020). Sebenarnya penelitian yang dilakukan oleh
Spinelli et al. (2020) di Italia menunjukkan bahwa stres pengasuhan terkait dengan
darurat kesehatan, pandemi, dan penguncian yang meningkatkan masalah psikologis,
emosional, dan perilaku anak-anak. Sejalan dengan temuan ini, Wang et al. (2020)
menyarankan perlunya memahami secara mendalam fungsi dan proses keluarga yang
dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis anak-anak selama pandemi.
56

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Feng,Yonghui., Ma,Yutong., & Zhong, Qisong. 2020. The Relationship
Between Adolescents’ Stress and Internet Addiction: A Mediated-Moderation Model.
Coronavirus Disease (COVID-19): Psychological, Behavioral, Interpersonal Effects,
and Clinical Implications for Health Systems 10 (2248) : 1-8.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.02248
2 Variabel-variabel X : Stress Remaja
Y : Kecanduan internet
3 Pandangan Teoritis Sejumlah besar penelitian yang ada telah menunjukkan bahwa stres terkait erat dengan
kecanduan internet (Zhao, 2006; Zhou, 2009; Zhang dkk., 2012; Wu, 2016) dan bahwa
remaja dengan Kecanduan internet lebih stres daripada remaja normal(Wu et al., 2009;
Odacı dan ikrıkci, 2017). Hingga kini, peneliti telah berfokus pada mekanisme
pengaruh dari stres pada kecanduan internet. Menurut teori Kognitif Fenomenologis-
Transaksional, salah satu faktornya adalah mediasi sumber stres dan reaksi stres. Ini
berarti bahwa gaya koping individu, kecenderungan manajemen waktu, danfaktor lain
memainkan peran perantara, sementara dukungan sosial memainkan peran pengatur
(Chen et al., 2014; Wei, 2014; Zhu, 2014; Ye dan Zheng, 2016

4 Sampel 1152 anak laki-laki (70,5%) dan 482 anak perempuan (29,5%) berusia antara 11
dan 18 tahun dengan usia rata-rata 14,73 ± 1,65.
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner online
7 Kesimpulan Penelitian Kesimpulannya, ada efek mediasi-moderasi antara stres dan kecanduan internet
remaja Ini berarti bahwa remaja dari berbagai
kelas sosial memiliki jenis kecemasan yang berbeda ketika mereka merasakan
stres, yang mempengaruhi pilihan mereka tentang penggunaan internet.
8 Implikasi Hasil Penelitian Studi ini mengeksplorasi peran kelas sosial dan kecemasan sosial dalam stres
remaja dan kecanduan internet. Hasilnya bisa membantu dalam menjelaskan respons
57

emosional dan perilaku remaja di kelas sosial yang berbeda ketika menghadapi stres.
Dalam studi ini, skor untuk stres, kecemasan sosial, dan Internet kecanduan pada
remaja dengan kelas sosial rendah secara signifikan lebih tinggi daripada remaja di
kelas sosial yang tinggi. Ini hasil menunjukkan bahwa untuk mencegah dan
memperbaiki kecanduan internet perilaku di kalangan remaja, kita harus fokus pada
remaja dari keluarga di kelas sosial rendah (Jin et al., 2017). Lebih-lebih lagi, sekolah
dan masyarakat perlu mengambil tindakan positif untuk membangun sistem dukungan
sosial yang lebih baik melalui serangkaian kegiatan kesejahteraan dan kegiatan
bantuan psikologis untuk memungkinkan remaja dari kelas sosial yang lebih rendah
untuk menerima lebih banyak dukungan dan lebih banyak kesempatan untuk
berpartisipasi dalam berbagai jenis dari kegiatan sosial.
Studi ini menemukan bahwa kecemasan sosial memainkan peran mediasi antara
stres dan kecanduan internet, yang berarti kita bisa mengurangi kemungkinan
penggunaan Internet secara berlebihan ketika mereka sedang berada di bawah stres
melalui membantu remaja membentuk sifat psikologis yang membantu untuk
mengurangi kecemasan sosial, mengembangkan gaya koping positif untuk stres,dan
meningkatkan kemampuan regulasi emosi mereka, terutama untuk remaja di kelas
sosial rendah.
Selain itu, guru, teman sekelas, dan pekerja masyarakat dapat membantu remaja
di kelas sosial yang lebih rendah untuk belajar lebih positif mekanisme koping,
meningkatkan kelas sosial subjektif mereka, dan mengurangi kemungkinan perilaku
tidak sehat.
9 Keterbatasan Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan. Pertama, beberapa dari peserta
dalam penelitian ini dipilih dari kejuruan menengah sekolah. Dibandingkan dengan
sekolah menengah atas biasa,insiden perilaku bermasalah di kejuruan menengah
sekolah lebih tinggi dan tingkat kecanduan internet juga relatif lebih tinggi. Ini berarti
bahwa hasilnya mungkin miring dan mungkin tidak mewakili kelompok remaja umum
(Teng et al., 2016). Kedua, ini adalah studi cross-sectional yang dilakukan melalui
pelaporan diri dalam kuesioner, yang berarti bahwa mungkin ada menjadi
penyimpangan karena pelaporan diri. Ini juga melemahkan penjelasan kausalitas antara
58

stres dan Internet remajakecanduan. Studi tindak lanjut harus mempertimbangkan


longitudinal merancang dan memilih sampel remaja yang lebih representatif untuk
mendapatkan kesimpulan yang lebih persuasif tentang hubungan antara stres dan
kecanduan internet remaja.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Fitriani, DE. 2019. THE EFFECTS OF THE AUTHORITARIAN
PARENTINGTOWARDSTRESS AND SELF-ESTEEM OF TEENS. JURNAL ILMU
KESEHATAN 7 (1) : 59-66
2 Variabel-variabel X : Pengasuhan Otoriter
Y : Stress dan Harga Diri Anak
3 Pandangan Teoritis  Masa remaja adalah masa stres & stres adalah masa gejolak dan tekanan. Selama
periode ini pergeseran peran teman sebaya mulai “menggeser” peran orang tua sebagai
kelompok acuan yang tidak jarang juga menimbulkan ketegangan dalam hubungan
remaja dan orang tua 2. Hubungan orang tua dan remaja dapat menjadi sumber stres
dan depresi pada remaja jika orang tua terlalu keras dalam mendidik anak. Harga diri
pada remaja awal diprediksi menjadi gejala depresi pada remaja akhir dan dewasa
awal. Kedua tekanan psikologis ini akan berdampak buruk pada kemampuan
intelektual, perkembangan emosi dan perubahan fisik yang diawali dengan stres
4 Sampel 218 siswa
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner online
7 Kesimpulan Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan pola asuh otoriter orang
tua dengan tingkat stres ke arah positif atau searah, semakin sering orang tua
menerapkan pola asuh otoriter kepada anak maka semakin tinggi stres yang dialami
anak. Ketika orang tua menerapkan pola asuh otoriter yang terlalu sering pada anaknya
akan mengakibatkan anak akan mudah mengalami gangguan stres, selain itu dukungan
pola asuh dari orang tua dan lingkungan sekitar remaja sangat dibutuhkan pada masa
59

remaja agar remaja mendapatkan koping yang tepat dan melakukan koping yang tepat.
tidak berakhir pada gangguan jiwa karena kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar
dan kurangnya remaja dalam proses koping stres dengan benar. Dan tidak ada
hubungan pola asuh otoriter dengan harga diri remaja yang diinterpretasikan rendah
dengan arah hubungan negatif, meyakini semakin tinggi nilai pola asuh otoriter orang
tua maka semakin rendah nilai harga diri remaja, yang berperan besar adalah
lingkungan sosial remaja. Sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan dukungan
yang selalu positif dalam kegiatan remaja yang bermanfaat bagi kehidupannya dan
dapat melibatkan berbagai pihak dalam memberikan pembinaan kepada remaja.
8 Implikasi Hasil Penelitian Memberikan dukungan positif kepada remaja agar remaja tidak mengalami stres,
dan tidak membatasi setiap aktivitas yang disukai remaja agar remaja dapat
bersosialisasi dengan lingkungannya.
9 Keterbatasan -

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Christner N, Essler S, Hazzam A, Paulus M .2021. Children’s psychological
well-being and problem behavior during the COVID-19 pandemic: An online study
during the lockdown period in Germany. PLoS ONE 16(6): e0253473. https://doi.
org/10.1371/journal.pone.0253473
2 Variabel-variabel X : Kesejahteraan psikologis anak-anak
Y : perilaku bermasalah selama pandemi COVID-19
3 Pandangan Teoritis Keluarga sangat terpengaruh oleh pembatasan kontak dan peraturan
pencegahan. Pertama, situasi kerja orang tua berubah, berpotensi menimbulkan
kekhawatiran tambahan tentang
keamanan keuangan. Beberapa diharuskan bekerja dalam waktu singkat,
beberapa harus bekerja dari rumah, dan beberapa berjuang dengan pemeliharaan
bisnis mereka sendiri. Yang lain harus tetap bekerja, menghadapi ancaman
berinteraksi dengan orang yang berpotensi menular setiap hari. Selain itu, tanggung
jawab orang tua meningkat. Karena sebagian besar anak tidak memiliki akses ke
taman kanak-kanak atau sekolah selama berminggu-minggu, mereka harus diurus
60

sepanjang hari, termasuk kewajiban mengajar. Akumulasi tanggung jawab dengan


demikian kemungkinan merupakan situasi yang sangat menegangkan bagi
orang tua dan keluarga. Studi saat ini bertujuan untuk menyelidiki dampak
pandemi dan pembatasan terkait pada kesejahteraan psikologis orang tua dan anak-
anak. Selain itu, kami
bertujuan untuk mengidentifikasi masalah utama bagi anak-anak dan faktor-
faktor yang mungkin melemahkan konsekuensi problematik dari pandemi.
4 Sampel orang tua dari 3-10 tahun
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner online
7 Kesimpulan Penelitian Secara keseluruhan, penelitian kami mendokumentasikan kesejahteraan
psikologis dan masalah anak-anak dan keluarga selama penguncian terkait COVID-19
yang paling ketat sejauh ini. Secara khusus, keduanya orang tua dan anak-anak
mengalami tingkat stres yang tinggi, dengan stres orang tua merupakan salah satu jalan
untuk melaporkan masalah internalisasi dan eksternalisasi pada anak-anak. Sementara
beberapa variabel demografis tampaknya berhubungan dengan bagaimana keluarga
dan anak-anak mengatasi pandemi, yang paling penting tampaknya adalah status orang
tua (single, bukan single parent) dan status saudara kandung(anak tunggal, bukan anak
tunggal). Dengan isolasi sosial sebagai faktor utama dalam stres terkait pandemi anak-
anak, tampaknya juga ada efek positif tunggal mengenai kehidupan keluarga. Dengan
demikian, kami studi dapat berbicara dengan langkah-langkah kebijakan publik dan
intervensi yang menargetkan kesejahteraan keluarga selama pandemi COVID-19 yang
sedang berlangsung.
8 Implikasi Hasil Penelitian Mereka punya implikasi untuk kemungkinan jalan untuk intervensi, antara lain
dengan mendorong kebijakan yang memfasilitasi pemeliharaan hubungan sosial dan
fokus terutama pada anak-anak dari keluarga orang tua tunggal, pada anak tunggal
serta pada keluarga dalam situasi perumahan yang menantang.
9 Keterbatasan -
61

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Löfgren, H. , Petersen, S. , Nilsson, K. , Padyab, M. , Ghazinour, M. and
Hägglöf, B. (2017) Effects of Parent Training Programs on Parental Stress in a
General Swedish Population Sample. Psychology, 8, 700-716.
doi: 10.4236/psych.2017.85045.
2 Variabel-variabel X : Program Pelatihan Orang Tua
Y : Stres Orang Tua
3 Pandangan Teoritis Ada konsensus umum bahwa stres dikonseptualisasikan sebagai perbedaan
antara sumber daya seseorang dan tuntutan aktual dari peran pribadi. Stres psikologis
bukan semata-mata akibat faktor lingkungan, juga bukan semata-mata akibat
karakteristik kepribadian, tetapi tergantung pada jenis tertentu dari hubungan orang-
lingkungan (Lazarus, 2006). Teori stres orang tua menunjukkan bahwa tingkat stres
orang tua dikaitkan dengan "tindakan penyeimbangan antara persepsi orang tua
tentang tuntutan peran ini, kepribadian unik anak dan akses ke sumber daya yang
tersedia untuk memenuhi tuntutan ini” (Deater-Deckard, 1998).Tuntutan peran orang
tua meliputi persepsi tentang perilaku anak-anak mereka dan kompetensi mereka
sendiri (Mash & Johnston, 1983). Tuntutan anak-anak juga termasuk kebutuhan untuk
bertahan hidup dan berkembang dan tuntutan psikologis yang unik untuk perhatian,
kasih sayang dan bantuan dalam mengatur emosi. Sumber dayanya juga beragam,
pendapatan yang cukup, perumahan, kesehatan, pengetahuan dan dukungan dari orang
lain (Deater-Deckard, 2004). Dengan meningkatnya stres orang tua, datanglah
sejumlah rencanadan perilaku dan praktik pengasuhan reaktif yang lebih keras
terhadap merekaanak-anak dan kurang konsisten, dibandingkan dengan pola asuh
terlihat pada keluarga dengan kurang stres orang tua (Deater-Deckard, 2004). Semua
orang tua mengalami stres sampai batas tertentu, dan kerepotan sehari-hari. Penelitian
selanjutnya mendukung kerepotan sehari-hari sebagai bagian penting dalam konteks
stres untuk keluarga dan perkembangan anak (Crnic, Gaze, & Hoffman, 2005).
62

Kerumitan dikonseptualisasikan sebagai tuntutan yang menjengkelkan, membuat


frustrasi, menjengkelkan, dan menyusahkan yang sampai taraf tertentu mencirikan
interaksi sehari-hari dengan lingkungan (Crnic & Greenberg, 1990).

4 Sampel 83 orang tua dari anak-anak antara usia satu sampai sepuluh tahun
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner online
7 Kesimpulan Penelitian Temuan ini menunjukkan bahwa PTP cenderung mengurangi stres tentang
masalah kesehatan di kalangan orang tua pada populasi umum. Efek ini sebelumnya
telah ditunjukkan pada populasi yang ditargetkan, dan penelitian ini sekarang dapat
menambah pengetahuan tentang efeknya ketika orang tua sendiri secara sukarela
mengikuti PTP. Kesimpulannya adalah orang tua yang membutuhkan mencari PTP
untuk diri mereka sendiri jika ditawarkan. Hasilnya adalah konsisten dengan penelitian
lain tentang stres orang tua dalam pengaturan universal. Kami menyimpulkan bahwa
program pelatihan orang tua
memiliki efek signifikan pada komponen stres kesehatan orang tua ketika
diterapkan dalam pengaturan kehidupan nyata.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan Temuan dalam penelitian ini dibatasi oleh tingkat respons yang rendah.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Brown, Samantha M.; Doom, Jenalee R.; Lechuga-Peña, Stephanie;
Watamura, Sarah Enos; Koppels, Tiffany (2020). Stress and parenting during the
global COVID-19 pandemic. Child Abuse & Neglect, (), 104699–.
doi:10.1016/j.chiabu.2020.104699
2 Variabel-variabel X : Stress dan Pengasuhan
Y : Global Pandemic
3 Pandangan Teoritis Orang tua yang dihadapkan pada persaingan tuntutan untuk membatasi interaksi
sosial dan tinggal di rumah bersama anak-anak mereka mungkin sangat rentan selama
63

waktu ini;penelitian menunjukkan bahwa kontak dekat yang terus-menerus di bawah


tekanan merupakan faktor risiko perilaku agresif dan kekerasan (Brooks et al.,
2020;Greenaway, Jetten, Ellemers, & van Bunderen, 2014; Reynolds et al., 2008).
Selain itu, beberapa keluarga mengalami hal lain tantangan, seperti bekerja dari rumah
sambil juga mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Mengingat bahwa profesional
sekolah dan pengasuhan anak sangat penting untuk mengidentifikasi masalah
pelecehan dan penelantaran (Fitzpatrick, Benson, & Bondurant, 2020; Departemen
Kesehatan A.S. & Pelayanan Kemanusiaan, Administrasi Anak dan Keluarga,
Administrasi Anak, Pemuda, dan Keluarga, & Biro Anak,2020), anak-anak yang
mungkin pernah diidentifikasi berisiko dalam pengaturan ini mungkin lebih rentan
terhadap penganiayaan saat mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka di
rumah. Beberapa keluarga juga mengalami lebih banyak tekanan keuangan sebagai
akibat dari perubahan ekonomi dan meningkatnya pengangguran. Meskipun tekanan
kemiskinan telah lama dikaitkan dengan peningkatan risiko penganiayaan
anak,beberapa indikator ekonomi tertentu mungkin secara khusus terlibat dalam
potensi penyalahgunaan. Misalnya, meningkatnya pengangguran dan tingkat penyitaan
dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan penganiayaan yang diselidiki dan
dibuktikan (Frioux et al., 2014).

4 Sampel orang tua (N = 183) dengan anak di bawah usia 18 tahun di Amerika Serikat
bagian barat.
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner online
7 Kesimpulan Penelitian Penelitian ini meneliti risiko dan dampak perlindungan dari pandemi COVID-19
dalam kaitannya dengan persepsi orang tua stres dan potensi pelecehan anak di antara
keluarga di Amerika Serikat bagian barat. Agensi yang melayani keluarga selama
pandemi akanmanfaat mengetahui tentang stresor yang dialami orang tua karena
COVID-19 dan faktor apa yang dapat meningkatkan atau mengurangi stres dan risiko
anakpenganiayaan. Karena sebagian besar penelitian telah dilakukan di luar konteks
krisis kesehatan global dengan masalah kesehatan, sosial, dan implikasi keuangan,
64

penelitian saat ini memberikan wawasan awal tentang faktor-faktor yang


mempengaruhi keluarga selama pandemi COVID-19.
8 Implikasi Hasil Penelitian Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa implikasi untuk program
pencegahan dan intervensi untuk mengurangi stres orang tua dan potensi kekerasan
terhadap anak selama pandemi COVID-19. Misalnya, mengingat bahwa kontrol yang
dirasakan lebih tinggi dikaitkan dengan yang lebih rendah stres yang dirasakan,
strategi kesadaran-informasi atau kognitif-perilaku yang dikenal untuk
mempromosikan respons yang fleksibel dalam situasi dapat meningkatkan hasil bagi
orang tua (Brown et al., 2018; Pagnini, Bercovitz, & Langer, 2016). Apalagi selain
emosional dan dukungan sosial yang diterima orang tua dalam keluarga mereka,
penyedia dan pendidik yang melayani keluarga dapat menghubungkan keluarga
dengan orang lain sumber daya masyarakat untuk memperluas jaringan dukungan
mereka. Juga, menyediakan program dan layanan seluruh keluarga yang responsif
secara budaya yang bermanfaat bagi anak-anak dan orang tua serta keluarga besar
mereka dapat menawarkan dukungan tambahan, terutama untuk keluarga Latin dan
keluarga yang terkena dampak tekanan keuangan yang lebih besar (Prime et al., 2020).
9 Keterbatasan Sampelnya relatif kecil dan hanya keluarga yang terlibat dengan lembaga
pelayanan dan pendidikan pengaturan di wilayah Pegunungan Rocky Amerika Serikat
diundang untuk berpartisipasi. Sampel juga sebagian besar terdiri dari ibu yang rasial
dan etnis diidentifikasi sebagai non-Latinx Putih. Meskipun hasil di sini mungkin
mirip dengan yang ditemukan di ras dan keluarga beragam etnis yang tinggal di
wilayah geografis yang berbeda, temuan tidak dapat digeneralisasi secara luas.
Faktanya, keluarga minoritas lebih mungkin mengalami ketidakadilan sosial yang
lebih besar daripada rekan-rekan kulit putih mereka, yang pada gilirannya dapat
memperburuk risiko orang miskinhasil selama krisis kesehatan global.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Malm-Buatsi, Elizabeth; Aston, Christopher E.; Ryan, Jamie; Tao, Yeun;
Palmer, Blake W.; Kropp, Bradley P.; Klein, Jake; Wisniewski, Amy B.; Frimberger,
65

Dominic (2015). Mental health and parenting characteristics of caregivers of children


with spina bifida. Journal of Pediatric Urology, 11(2), 65.e1–65.e7.
doi:10.1016/j.jpurol.2014.09.009
2 Variabel-variabel X : Kesehatan mental dan karakteristik pengasuhan
Y : Pengasuh anak dengan spina bifida.
3 Pandangan Teoritis Orang tua dari pra-remaja dengan SB lebih tertekan daripada orang tua dari anak-anak
yang sehat. Selain itu, pengasuh ini melaporkan pesimisme, lebih besar ketidakpastian
dalam peran keluarga mereka, dan lebih sedikit keluarga kohesi. Sebagian besar
penelitian orang tua dari anak-anak dengan kronis penyakit memeriksa penyesuaian
psikologis ibu. beberapa penelitian yang meneliti ibu dan ayah memberikan hasil yang
beragam. Dengan demikian, temuan berdasarkan fungsi ibu mungkin tidak
digeneralisasi untuk pengasuh laki-laki
.
4 Sampel (49 ibu) dari 51 pemuda dengan spina bifida
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Kecemasan, depresi, dan karakteristik pengasuhan secara berbeda dipengaruhi
oleh variabel seperti pengasuh dan usia anak, status shunt, dan status
pekerjaan/pendapatan orang tua remaja dengan SB. Intervensi untuk meningkatkan
keterampilan dan mental parenting kesehatan pengasuh ini dapat dirancang untuk
menargetkan kebutuhan khusus orang tua. Grup seperti Asosiasi Olahraga Penyandang
Cacat Oklahoma Raya (GODSA) menawarkan dukungan dunia nyata untuk
meningkatkankehidupan pengasuh anak SB, dan harus dipelajari lebih lanjut untuk
mengoptimalkan hasil untuk anak-anak.
8 Implikasi Hasil Penelitian -
9 Keterbatasan Keterbatasan penelitian saat ini memenuhi syarat hasil dan kesimpulan kami.
Asosiasi tidak membuktikan hal menyebabkan. Ukuran perlindungan orang tua kami
memiliki menurunkan skor alfa Cronbach untuk pengasuh laki-laki(0,68)
dibandingkan pengasuh perempuan (0,83), konsisten dengan pemeriksaan struktur
faktor PPS yang menemukan ukuran memiliki faktor yang buruk struktur dan
66

keandalan terbatas dalam sampel dengan kondisi medis kronis.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Moscardino, U., Dicataldo, R., Roch, M., Carbone, M., & Mammarella, I. C.
(2021). Parental stress during COVID-19: A brief report on the role of distance
education and family resources in an Italian sample. Current Psychology.
doi:10.1007/s12144-021-01454-8
2 Variabel-variabel X : Parental Stress
Y : COVID-19
3 Pandangan Teoritis Efikasi diri orang tua mengacu pada keyakinan orang tua pada kemampuannya
untuk melakukan peran pengasuhan dengan sukses(Jones & Prinz, 2005) dan
merupakan sumber utama ketahanan dalam keadaan stres. Misalnya, penelitian
sebelumnya telah mendokumentasikan asosiasi self-efficacy orang tua dengan
kesejahteraan keluarga yang lebih besar karena kemampuan yang diawetkan untuk
memberikan pengasuhan yang kompeten dan berkualitas bahkan ketika dihadapkan
dengan tantangan dan kesulitan (Crnic & Ross, 2017; Torres Fernandez, Schwartz,
Chun, & Dickson, 2013). Fungsi keluarga adalah konsep dinamis yang mencakup
keterlibatan afektif, respons afektif, kontrol perilaku, komunikasi, pemecahan
masalah, dan peran (Epstein, Baldwin, & Uskup, 1983).
4 Sampel sampel terdiri dari 89 orang tua (79 ibu, 10 ayah)
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Hasil hierarki regresi berganda menunjukkan bahwa, setelah mengendalikan
peristiwa stres yang dialami selama penutupan sekolah, kesulitan orang tua untuk
mengelola DE anak-anak secara positif terkait dengan tingkat stres. Namun, asosiasi
ini menjadi tidak signifikan setelah menambahkan sumber daya keluarga untuk model,
67

dengan lebih banyak self-efficacy orang tua dan fungsi keluarga yang baik
memprediksi stres kurang dirasakan. NS temuan menggarisbawahi pentingnya
mendukung sumber daya positif dalam lingkungan keluarga untuk mengurangi orang
tua terkait DE stres dalam konteks pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung.
8 Implikasi Hasil Penelitian Selama kedaruratan kesehatan masyarakat, memperkuat dukungan dan positif
kompetensi dapat membantu orang tua untuk melihat diri mereka sebagai aktif agen,
berkontribusi pada kualitas hidup keluarga secara keseluruhan.
9 Keterbatasan Bersamaan dengan kontribusi baru ini pada literatur tentang stres dan ketahanan
orang tua selama COVID-19, kami mengakui beberapa peringatan yang perlu
dipertimbangkan ketika menafsirkan hasilnya, seperti ukuran sampel terbatas,
penampang desain, dan fokus eksklusif pada anak-anak kelas satu. Selain itu,
penggunaan ukuran item tunggal untuk menilai kesulitan dalam mengelola DE dan
kurangnya informasi tentang masalah akademik anak sebelum penutupan sekolah
membatasi kesimpulan yang dapat ditarik. Namun, penelitian kami menyediakan bukti
awal untuk kemampuan orang tua untuk memberikan kompetensi mengasuh anak-
anak mereka yang terpaksa menyela jalur sekolah meskipun situasi secara keseluruhan
sulit.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Pruett, Marsha Kline, Jonathan Alschech, and Michael Saini. 2021. The Impact
of Coparenting on Mothers’ COVID-19-Related Stressors. Social Sciences 10: 311.
https:// doi.org/10.3390/socsci10080311
2 Variabel-variabel X : Coparenting Ibu
Y : Stresor Terkait COVID-19
3 Pandangan Teoritis
Stres orang tua telah meningkatkan risiko anak-anak dalam pandemi dengan cara yang
lebih halus seperti dengan baik. Mengingat peran utama orang tua dalam mendukung
68

koping anak-anak mereka dan dalam menciptakan lingkungan keluarga yang berperan
sebagai respons koping (Luthar 2006; Fulton dan Drolet 2018), stres orang tua
mungkin membatasi kemanjuran dukungan orang tua dalam menanggapi pandemi dan
stres terkait. Orang tua telah menghadapi tantangan unik, seperti bekerja kooperatif
dan menyesuaikan diri untuk mengakomodasi gangguan yang berasal dari perubahan
di sekolah dan jadwal kerja, kompleksitas penerapan jarak sosial antarakeluarga multi-
rumah tangga, dan menegosiasikan perbedaan dalam protokol COVID-19 antara
rumah tangga (Lebow 2020). Hubungan keluarga telah sangat ditantang dan diwaktu
yang dibentuk kembali oleh pandemi COVID-19, dengan keyakinan, komunikasi, dan
kedekatan menyediakan penyangga sistemik untuk stresor eksternal (Prime et al.
2020).

4 Sampel 236 ibu-ibu Amerika Utara


5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Para ibu yang disurvei melaporkan hubungan yang konsisten dan signifikan
antara pengasuhan bersama yang lebih positif dan lebih sedikit COVID-19- stres
terkait apakah orang tua tinggal bersama atau tidak, menikah atau bercerai, dan dengan
atau tingkat pendapatan yang lebih tinggi, menunjukkan pentingnya dan sentralitas
pengasuhan bersama yang positif sebagai kunci faktor kesejahteraan keluarga.
Coparenting terutama prediktif di antara ibu yang tidak pernah menikah dan mereka
yang berpenghasilan rendah.
8 Implikasi Hasil Penelitian Penelitian di masa depan harus mencakup pertanyaan yang lebih luas tentang
pola asuh Bersama sejarah dan seperangkat komunitas dan identitas yang lebih luas.
Kita perlu mengetahui jenis-jenis sumber daya akan membantu subkelompok orang tua
bersama yang berbeda pulih, dan khususnya jenis sumber daya mediasi online dapat
disediakan, dengan sedikit atau tanpa biaya, pada basis yang lebih luas, untuk orang
tua bersama yang mengalami peningkatan konflik karena pandemi. Mempekerjakan
tambahan strategi dalam pengumpulan kuesioner di masa depan untuk menarik
partisipasi yang lebih beragam.
69

9 Keterbatasan Salah satu batasan signifikan dari penelitian ini adalah bahwa peserta terdiri dari
kenyamanan
sampel daripada yang representatif, sangat membatasi generalisasi temuan.
Sampai saat ini, sampel belum cukup beragam. Responden sebagian besar adalah ibu-
ibu dari keluarga yang terpisah. Selain itu, responden sebagian besar berkulit putih,
heteroseksual, dan berpendidikan, dengan sebagian besar ibu bekerja, sehingga
hasilnya mencerminkan lensa istimewa dan mungkin gagal untuk mewakili
pengalaman BIPOC dan beragam seksual (LGBTQ+) keluarga. Selanjutnya, analisis
ini mungkin tidak secara akurat menggambarkan realitas pendapatan rendah dan/atau
orang tua bersama di pedesaan, karena sebagian besar responden berasal dari
lingkungan perkotaan, dan tingkat pendidikan yang relatif tinggi mungkin
menunjukkan bahwa kelompok berpenghasilan rendah dalam sampel kami tidak khas.
Keterbatasan lebih lanjut adalah bahwa survei hanya menanyakan pertanyaan dasar
tentang hubungan orang tua sebelum pandemi dimulai, jadi tidak ada yang kuat dasar
untuk membandingkan dinamika selama pandemi. Negara bagian yang berbeda di AS
dan provinsi dan teritori di Kanada bervariasi dalam tingkat infeksi dan fisiknya
tindakan isolasi, dan karena kami tidak dapat mengumpulkan informasi tentang lokasi
yang tepat dari responden (selain tinggal di AS atau Kanada), kami tidak dapat
mengontrol efek dari variasi ini dalam tindakan COVID-19.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Spinelli, Maria; Lionetti, Francesca; Pastore, Massimiliano; Fasolo, Mirco
(2020). Parents' Stress and Children's Psychological Problems in Families Facing the
COVID-19 Outbreak in Italy. Frontiers in Psychology, 11(), 1713–.
doi:10.3389/fpsyg.2020.01713
2 Variabel-variabel X : Stres orang tua di
Y : masalah psikologis anak
3 Pandangan Teoritis 
70

4 Sampel Orang tua dari anak-anak berusia 2 hingga 14 tahun


5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Berurusan dengan karantina adalah pengalaman yang sangat menegangkan bagi
orang tua yang harus menyeimbangkan kehidupan pribadi, pekerjaan, dan pengasuhan
anak, ditinggalkan sendiri tanpa sumber bantuan lain. Situasi ini menempatkan orang
tua pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kesusahan, yang berpotensi
mengganggu mereka kemampuan untuk menjadi pengasuh yang mendukung.
Kurangnya dukungan yang diterima anak-anak ini dalam kesulitan saat mungkin
menjadi alasan gejala psikologis mereka yang lebih tinggi. Kebijakan harus lebih
memperhatikan mempertimbangkan implikasi dari penguncian untuk kesehatan mental
keluarga, dan mendukung intervensi untuk segera dan masa depan harus
dipromosikan.
8 Implikasi Hasil Penelitian Hasil ini menunjukkan banyak implikasi menarik yang harus segera ditangani
dan di masa depan di Italia dan di semua negara yang terlibat dalam pandemi jika kita
ingin mempromosikan kesejahteraan anak-anak, dan mencegah timbulnya masalah
perilaku dan emosional yang lebih parah. Pandemi dan karantina yang terkait
dengannya memerlukan penggunaan sumber daya pribadi untuk menangani kehidupan
sehari-hari dan ketakutan dan kekhawatiran. Informasi dan pedoman yang benar harus
diberikan kepada orang dewasa tentang bagaimana situasi stres ini dapat
mempengaruhi kesejahteraan pribadi dan anak-anak mereka. Publik kesehatan harus
memberikan pengetahuan orang tua tentang, misalnya, bagaimana anak-anak pada usia
yang berbeda mengekspresikan kesusahan dan pentingnya berbagi dan berbicara
tentang ketakutan dan emosi negatif(Dalton et al., 2020). Dengan cara ini,
ketergantungan yang lebih sedikit dan orang tua yang lebih stres dapat terbantu dalam
menemukan cara untuk memahami dan mendukung anak-anak mereka (Belsky,
1984).
9 Keterbatasan Beberapa keterbatasan penelitian ini harus diatasi. Pertama, ini adalah studi
korelasional, eksplorasi longitudinal dari efek karantina pada orang tua dan efek
kaskade pada anak-anak
71

dari waktu ke waktu akan membantu dalam memahami fenomena dengan lebih
baik. Selain itu, kami telah mengumpulkan gejala psikologis anak dengan laporan
orang tua, meskipun metode pengumpulan data ini banyak digunakan mungkin
informan kurang dari laporan anak atau evaluasi langsung kesejahteraan anak dibuat
oleh para ahli. Terakhir, kami mungkin berharap bahwa risiko karantina lebih tinggi
untuk keluarga yang lebih berisiko, mis. keluarga dari orang tua yang terpisah,
keluarga yang memiliki anak cacat, keluarga sangat miskin. eksplorasi fenomena
dalam situasi berisiko tersebut akan membantu dalam mengembangkan lebih banyak
intervensi yang disesuaikan.

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Lohaus, Arnold; Chodura, Sabrina; Möller, Christine; Symanzik, Tabea;
Ehrenberg, Daniela; Job, Ann-Katrin; Reindl, Vanessa; Konrad, Kerstin; Heinrichs,
Nina (2017). Children’s mental health problems and their relation to parental stress in
foster mothers and fathers. Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health,
11(1), 43–. doi:10.1186/s13034-017-0180-5
2 Variabel-variabel X : Stress orangtua
Y : Kesehatan mental anak
3 Pandangan Teoritis Mengasuh anak mungkin dalam beberapa hal bahkan lebih menuntut orang tua
angkat. Di satu sisi, asuh anak-anak mungkin menunjukkan peningkatan emosi dan
perilaku masalah sebagai akibat dari pengalaman penganiayaan sebelumnya . Di sisi
lain, anak-anak dan orang tua asuh tidak akrab satu sama lain ketika anak-anak
memasuki keluarga baru mereka. Ini berarti ikatan emosional dan pola perilaku yang
akrab mungkin muncul dari waktu ke waktu, tetapi tidak tersedia dari awal. Ini
penting perbedaan dengan banyak kondisi anak yang menantang lainnya, karena, pada
umumnya, anak-anak dengan gangguan mental atau somatik masalah hidup di
lingkungan yang mereka kenal.
4 Sampel 79 anak yang tinggal di keluarga asuh dan 140 anak yang tinggal di keluarga
kandung
5 Metode Penelitian Cross-sectional study
72

6 Alat Ukur Kuisioner


7 Kesimpulan Penelitian Timbulnya stres orang tua pada orang tua biologis maupun orang tua asuh erat
kaitannya dengan karakter anak. teristik (terutama mengeksternalisasi masalah anak).
Kemungkinan implikasi untuk pengurangan stres orang tua dibahas sebagai
konsekuensi dari hasil saat ini.
8 Implikasi Hasil Penelitian (1) intervensi dengan fokus pada orang tua (pelatihan strategi koping,
memperkuat sumber daya orang tua, dll.),
(2) intervensi dengan fokus pada anak (intervensi mengobati masalah kesehatan
mental anak secara tidak langsung mempengaruhi stres orang tua),
(3) intervensi terkait untuk interaksi orang tua-anak (untuk meningkatkan mutual
penyesuaian orang tua dan anak-anak mereka).
9 Keterbatasan Kelemahan yang mungkin dari penelitian ini dapat dilihat pada perekrutan
sampel, karena mungkin ada efek seleksi sendiri, yang dapat mengurangi keterwakilan
sampel. Namun, harus dicatat bahwa nilai rata-rata CBCL-T dari anak-anak kontrol
adalah 49,71 untuk eksternalisasi dan 50,31 untuk masalah internalisasi yang sangat
dekat dengan nilai T = 50 diharapkan dari total populasi. Namun, nilai T perhitungan
harus didasarkan pada data norma Amerika, karena tidak ada data norma Jerman yang
spesifik untuk versi CBCL yang digunakan untuk anak kecil. Berdasarkan data norma
yang tersedia, tidak ada indikasi bahwa anak-anak dari keluarga biologis mewakili
populasi tertentu dengan kesehatan mental yang lebih baik. Itu seharusnya
juga dicatat bahwa keluarga asuh mungkin mewakili sampel yang relatif
berpendidikan tinggi. ini, namun, mewakili kondisi kehidupan khas anak asuh setelah
penempatan di keluarga baru di Jerman, karena sebagian besar keluarga asuh
berpendidikan tinggi dengan minat khusus dalam meningkatkan kesejahteraan anak-
anak.

No Bagian Analisis
1 Informasi Artikel Jurnal Wu, Qi; Xu, Yanfeng (2020). Parenting stress and risk of child maltreatment
during the COVID-19 pandemic: A family stress theory-informed perspective.
73

Developmental Child Welfare, (), 251610322096793–.


doi:10.1177/2516103220967937
2 Variabel-variabel X : Stres pengasuhan
Y : risiko penganiayaan anak selama pandemi COVID-19
3 Pandangan Teoritis  Stressor adalah elemen pertama dari model ABC-X. Hill (1949)
mengkonseptualisasikan stresor sebagai peristiwa atau keadaan yang memberi
tekanan untuk perubahan pada sistem keluarga. Peristiwa stres yang umum
untuk sebuah keluarga mungkin termasuk perjuangan sehari-hari dengan
jadwal, transisi perkembangan, pengangguran, kemiskinan, penyakit,
perceraian, dan tuntutan pengasuhan jangka panjang (McKenry & Price, 2005).
Stres ini mengarah ke titik krisis, dan ketika orang tidak dapat menangani stres
ini dengan baik dengan internal mereka keterampilan koping atau sumber daya
eksternal, stres kemudian meluas menjadi tantangan bagi keluarga.Untuk
menghindari penularan stres ini, orang tua harus memiliki keterampilan dan
sumber daya koping internal yang memadai untuk menjaga stres pada tingkat
yang dapat dikendalikan. Stresor tidak hanya akan menimbulkan perasaan
tegang bagi orang tua, tetapi juga juga akan mengubah hubungan orangtua-
anak dan dinamika keluarga (McKenry & Price, 2005).
 Elemen kedua dari teori stres keluarga adalah sumber daya orang tua. Setelah
stres dialami, sumber daya yang tersedia untuk keluarga akan menentukan
banyak strategi yang digunakan untuk mengatasi stres atau mengatasi
kesulitan. Sumber daya adalah individu, keluarga, atau jaringan sosial yang
lebih besar yang dukungan berharga untuk membantu orang mengatasinya.
Sumber daya dapat berupa keuangan; program berbasis masyarakat, seperti
program rekreasi, taman dan kegiatan waktu senggang; atau program
pengelolaan stres lainnya, seperti terapi, kelompok dukungan orang tua, dan
perawatan tangguh. Untuk membantu mengurangi jumlah potensi stresor,
dukungan sosial eksternal membantu meningkatkan kapasitas orang tua untuk
mengatasi stres dan mengurangi depresi (Koeske & Koeske, 1990). Sumber
daya pribadi meliputi sifat-sifat pribadi, karakteristik, kesehatan, pendidikan,
74

pengalaman mengasuh anak, serta kualitas psikologis, seperti harga diri dan
citra diri, yang dapat mempengaruhi gaya pengasuhan.
4 Sampel -
5 Metode Penelitian Studi pustaka
6 Alat Ukur -
7 Kesimpulan Penelitian Artikel ini menggunakan teori stres keluarga untuk menggambarkan bagaimana
pandemi COVID-19 berpotensi peningkatan stres keluarga, dan bagaimana sumber
daya orang tua, persepsi, dan strategi koping mungkin secara interaktif berkontribusi
pada praktik pengasuhan yang tidak efektif dan peningkatan risiko penganiayaan anak.
Artikel ini juga menunjukkan bahwa kerangka konseptual serupa dapat digunakan
untuk mengurangi risiko anak-anak penganiayaan, serta untuk mengidentifikasi arah
untuk penelitian masa depan. Selain itu, praktisi mungkin mengeksplorasi dan
mengembangkan intervensi yang lebih efektif berdasarkan implikasi dari penelitian ini
untuk lebih baik membantu orang tua dan keluarga menghadapi tantangan yang
dibawa oleh pandemi COVID-19.
8 Implikasi Hasil Penelitian Penelitian observasional di masa depan harus mengumpulkan data cross-
sectional dan longitudinal untuk memeriksa hubungan antara stres terkait COVID-19
yang teridentifikasi, sumber daya orang tua, orang tua persepsi, strategi koping, dan
risiko penganiayaan anak. Studi observasional dapat memeriksa(1) bagaimana stresor
terkait COVID-19 dikaitkan dengan risiko penganiayaan anak, (2) bagaimana ini
hubungan secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor lain, seperti strategi koping
orang tua, dan (3) apakah sumber daya orang tua dan persepsi orang tua memoderasi
hubungan antara Stresor terkait COVID-19, strategi koping, dan risiko penganiayaan
anak. Saat memeriksa hubungan ini, perhatian khusus harus diberikan pada perbedaan
budaya dalam praktik pengasuhan dan perbedaan ras/etnis. Kesenjangan dalam akses
ke layanan sosial dan hasil anak-anak harus juga diperiksa berdasarkan ras/etnis, status
sosial ekonomi, dan status imigrasi. Tambahan, studi masa depan dapat
membandingkan efek yang berbeda dari berbagai stresor terkait COVID-19, orang tua
sumber daya, persepsi orang tua, dan strategi mengatasi berbagai jenis
penganiayaan anak,
75

seperti kekerasan fisik, pelecehan seksual, penelantaran, pelecehan emosional,


karena etiologinya subtipe penganiayaan anak berbeda.

9 Keterbatasan Diskusi teoretis kami berdasarkan teori stres keluarga juga menunjukkan arah
untuk masa depanpenelitian untuk memahami risiko penganiayaan anak selama
pandemi atau jenis jangka panjang lainnya darurat. Penelitian observasional di masa
depan harus mengumpulkan data cross-sectional dan longitudinal untuk memeriksa
hubungan antara stres terkait COVID-19 yang teridentifikasi, sumber daya orang tua,
orang tua persepsi, strategi koping, dan risiko penganiayaan anak.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Bögels, Susan M.; Hellemans, Joke; van Deursen, Saskia; Römer, Marieke; van
der Meulen, Rachel (2014). Mindful Parenting in Mental Health Care: Effects on
Parental and Child Psychopathology, Parental Stress, Parenting, Coparenting, and
Marital Functioning. Mindfulness, 5(5), 536–551. doi:10.1007/s12671-013-0209-7
2 Variabel-variabel X : Mindful Parenting
Y : Mental Health Care
3 Pandangan Teoritis Gangguan jiwa anak atau orang tua dan perkawinan masalah dapat berdampak
negatif pada pengasuhan anak dengan cara yang sangat berbeda cara, satu kesamaan
yang mendasari adalah peran sentral dari perhatian dalam proses ini (untuk review
lihat Wahler dan Dumas 1989, untuk contoh studi empiris lihat. Dearing dan Gotlib
2009). Perhatian orang tua bisa menjadi
bias sebagai akibat dari perilaku bermasalah anak (misalnya, Freeman dkk.
1997). Misalnya, orang tua dapat secara selektif memperhatikan perilaku negatif
seorang anak dengan ADHD atau oposisi gangguan menantang (ODD). Masalah
mental orang tua sendiri bisa juga bias perhatian untuk perilaku negatif anak.
76

Misalnya, orang tua yang depresi mungkin memikirkan tentang anak yang negatif
perilaku dan kurang hadir secara mental; orang tua dengan ADHD mungkin kurang
memperhatikan anak-anak mereka secara umum, kecuali ketika perilaku akting anak-
anak mereka membutuhkan perhatian. Dalam kasus masalah perkawinan atau
perceraian, orang tua mungkin memiliki perhatian yang bias untuk aspek negatif dari
pasangan atau mantan pasangan mereka, yang mungkin membuat mereka kurang
memperhatikan kebutuhan anak mereka dan berisiko untuk merusak pengasuhan
bersama (Majdandzic et al. 2012; Restifo dan Bogels 2009)

4 Sampel Orang tua (n=86)


5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Kesimpulannya, tingkat putus sekolah yang sangat rendah serta evaluasi positif,
menyarankan bahwa Mindful Parenting adalah cara yang dapat diterima dan layak
intervensi dalam perawatan kesehatan mental. Mindful Parenting muncul intervensi
baru yang menjanjikan bagi orang tua dalam perawatan kesehatan mental, karena
tampaknya efektif pada berbagai anak, orang tua, dan variabel keluarga. Studi yang
membandingkan Mindful Parenting dengan
intervensi efektif lainnya, seperti Manajemen Orang Tua pelatihan, diperlukan
untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang kerabatnya dan efektivitas
diferensial.
8 Implikasi Hasil Penelitian Mindful Parenting adalah intervensi baru yang menjanjikan bagi orang tua
dalam kesehatan mental. Tingkat putus sekolah yang rendah juga evaluasi positif
keseluruhan orang tua menunjukkan bahwa Mindful Parenting adalah intervensi yang
dapat diterima dan layak dalam perawatan kesehatan mental. Perbaikan dalam
psikopatologi orang tua dan anak, stres orang tua, pola asuh, dan pengasuhan bersama
adalah diamati, menunjukkan bahwa Mindful Parenting efektif pada berbagai faktor
keluarga. Untuk tujuan klinis, itu akan penting untuk mempelajari apakah Mindful
Parenting seharusnya diberikan sebelum, sesudah, atau digabungkan dengan, atau
77

sebagai ganti Induk Pelatihan manajemen.


9 Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, orang tua tidak
ditugaskan secara acak ke Kontrol Pengasuhan Penuh Perhatian atau Daftar Tunggu,
dan tidak ada intervensi kontrol aktif. Kedua, semua penilaian dibuat oleh orang tua
yang berpartisipasi, yang mungkin telah secara artifisial meningkatkan beberapa
korelasi karena hal yang sama informan. Ada kemungkinan bahwa peningkatan
psikopatologi orang tua (misalnya, suasana hati) mungkin sebagian menyumbang
perubahan persepsi orang tua tentang psikopatologi anak. Ketiga, tidak ada cara untuk
mengetahui apakah perbaikan dalam pengasuhan dan psikopatologi anak adalah hasil
dariaspek pengasuhan perhatian tertentu dari kursus, atau bahwa MBCT atau MBSR
saja akan memiliki hasil yang sama. Namun perhatikan bahwa tidak mungkin
menawarkan ini kelompok orang tua yang heterogen kursus MBCT di masa sekarang
bentuk, karena banyak orang tua tidak menderita depresi.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Stephen A. Small; Gay Eastman; Steven Cornelius (1988). Adolescent
autonomy and parental stress. , 17(5), 377–391. doi:10.1007/bf01537880
2 Variabel-variabel X : Otonomi remaja
Y : stres orang tua.
3 Pandangan Teoritis Transformasi dalam keterikatan emosional antara orang tua dan remaja dapat
berkontribusi pada stres orang tua. Keterikatan mungkin menunjukkan intensitas yang
berkurang, dan bentuk-bentuk kasih sayang emosional yang berbeda secara kualitatif
dapat muncul(Lerner dan Ryff, 1978). Isu ini paling banyak mendapat perhatian dalam
teori psikoanalitik (misalnya, A. Freud, 1958; S. Freud, 1949). Dalam perspektif ini,
Perubahan fisiologis pubertas dianggap menghasilkan peningkatan libido yang
mengaktifkan kembali ikatan objek individu yang sebelumnya ditekan sebelumnya
tahap perkembangan falus. Tugas penting, dalam sudut pandang ini, adalah pengalihan
ikatan tersebut sehingga keterikatan emosional dengan orang tua menjadi digantikan
oleh keterikatan emosional dengan teman sebaya. Keterikatan pada kedua orang tua
78

adalah dianggap melibatkan perasaan cinta dan benci yang sangat ambivalen, dan
pertemuan intrafamilial yang penuh tekanan dianggap sebagai aspek normal dari masa
remaja. (Blos, 1962, 1979; A. Freud, 1958).

4 Sampel 139 pasangan orang tua-remaja


5 Metode Penelitian Cross-sectional study
6 Alat Ukur Kuisioner
7 Kesimpulan Penelitian Penyelidikan ini mengeksplorasi hubungan antara otonomi remaja dan stres
orang tua di antara keluarga dengan anak-anak berusia 10-17 tahun. Langkah-langkah
independen diperoleh dari orang tua dan anak-anak. Orang tua sejak dini anak-anak
remaja dilaporkan secara signifikan lebih stres daripada orang tua dari praremaja atau
remaja pertengahan. Orang tua dari anak sulung melaporkan lebih banyak stres secara
signifikan daripada orang tua yang lebih berpengalaman. Meskipun ibu dan ayah
melaporkan tingkat yang sebanding dari stres orang tua secara keseluruhan, stres
mereka, sebagian, adalah hasil dari berbagai faktor. Ayah melaporkan lebih tinggi
tingkat stres jika anak-anak mereka melaporkan tidak mengikuti saran dan perilaku
mereka terlibat dalam kegiatan menyimpang. Untuk ibu, stres secara signifikan terkait
untuk keinginan anak-anak mereka untuk otonomi yang lebih besar. Detasemen
emosional adalah bukan prediktor signifikan dari stres orangtua baik untuk ibu atau
ayah. Implikasi dari temuan untuk hubungan orang tua-anak selama masa remaja
dibahas.
8 Implikasi Hasil Penelitian Kami merasa kekuatan dari penelitian ini adalah ketergantungannya pada
independen tindakan yang diperoleh dari kedua orang tua dan remaja. Dengan
mendapatkan data dari sumber terpisah, kesalahan pengukuran, yang dapat
mengembang secara artifisial koefisien regresi, berkurang. Namun, kami menyadari
bahwa dengan meminimalkan kesalahan pengukuran, kami juga mengurangi besarnya
varians yang dijelaskan oleh variabel yang dipelajari dan kemungkinan kita
menemukan hubungan yang signifikan. Kami merasa ini adalah harga kecil yang harus
dibayar untuk data yang lebih akurat dan valid. kesejahteraan orang tua. Ini menyoroti
79

sifat timbal balik dari interaksi orang tua-anak dan pentingnya proses otonomi bagi
orang tua dan anak-anak.
9 Keterbatasan Satu-satunya variabel otonomi yang tidak terkait dengan stres orang tua di
seluruh semua pasangan orang tua-remaja adalah Detasemen Emosional. Kegagalan
kami untuk menemukan hubungan yang signifikan antara stres orang tua dan
emosional detasemen mengejutkan mengingat pentingnya dalam Freudian dan neo-
Freudian konseptualisasi hubungan orang tua-remaja. Kami tidak yakin mengapa ini
telah terjadi. Mungkin ukuran detasemen emosional kita tidak menilai secara memadai
dimensi-dimensi hubungan emosional orang tua-remaja yang penting bagi orang tua.
Ukuran detasemen kami didasarkan pada perilaku dan cenderung memanfaatkan
indeks fisik kedekatan emosional(misalnya, pelukan, ciuman). Mungkin bukan
seberapa besar kasih sayang anak remaja yang penting bagi orang tua; sebaliknya,
orang tua dapat menilai keterikatan emosional anak remaja mereka melalui lebih
halus, kurang perilaku cara-cara terbuka. Di sisi lain, mungkin saja orang tua
mengharapkan dan menerima bahwa anak remaja mereka akan menjadi kurang terikat
secara emosional. Oleh karena itu, mereka mungkin tidak melihatnya sebagai sesuatu
yang pasti membuat stres, tetapi hanya sebagai bagian dari pertumbuhan anak mereka.

N Bagian Analisis
o
1 Informasi Artikel Jurnal Calvano, C., Engelke, L., Di Bella, J., Kindermann, J., Renneberg, B., & Winter,
S. M. (2021). Families in the COVID-19 pandemic: parental stress, parent mental
health and the occurrence of adverse childhood experiences—results of a
representative survey in Germany. European Child & Adolescent Psychiatry.
doi:10.1007/s00787-021-01739-0
2 Variabel-variabel X : stres orang tua, kesehatan mental orang tua, dan terjadinya pengalaman masa
kecil yang tidak menyenangkan
Y : Keluarga dalam pandemi COVID-19:
3 Pandangan Teoritis 
4 Sampel 1024 orang tua dari anak di bawah umur
80

5 Metode Penelitian Cross-sectional study


6 Alat Ukur Kuisioner

7 Kesimpulan Penelitian Hasil penelitian ini menegaskan bahwa pandemi telah memiliki dampak yang
mendalam pada keluarga. Saat sekolah ditutup dan jarak sosial dari keluarga dan
teman-teman termasuk di antara pembatasan yang paling memberatkan bagi orang tua,
sangat diperlukan kehati-hatian dalam menerapkan langkah-langkah ini. Selanjutnya,
tambahan upaya perlu dilakukan untuk membantu keluarga menangani pembatasan
dan “kenormalan baru”. Intervensi struktural yang menargetkan kondisi kerja orang
tua, seperti menawarkan cuti orang tua untuk salah satu orang tua, dapat memberikan
keringanan selama fase penguncian. Intervensi online ambang batas rendah yang
ditargetkan yang bertujuan untuk mengaktifkan intra dan antar pribadi orang tua
sumber daya dijamin. Dukungan untuk menangani spesifik tindakan penguncian,
seperti tidak hanya membantu home schooling, tetapi juga menangani kebutuhan
orang tua sendiri dan peran mereka sebagai orang tua, mungkin merupakan
pendekatan yang menjanjikan untuk secara khusus mengatasi stres orang tua dan
kesehatan mental. Layanan kesejahteraan anak perlu tersedia dan harus secara aktif
mengeksplorasi keberadaan ACE, termasuk pelecehan dan penelantaran anak untuk
memberikan intervensi yang ditargetkan. Temuan kami dari sampel berbasis populasi
menunjukkan bahwa tingkat pelecehan dan penelantaran anak meningkat sekitar
sepertiga selama pandemi. Lebih jauh penelitian tentang kelompok risiko tinggi,
dalam hal sosial ekonomi dan psikososial, sangat dibutuhkan.
8 Implikasi Hasil Penelitian Temuan kami dari sampel berbasis populasi menunjukkan bahwa tingkat
pelecehan dan penelantaran anak meningkat sekitar sepertiga selama pandemi. Lebih
jauh penelitian tentang kelompok risiko tinggi, dalam hal sosial ekonomi dan
psikososial, sangat dibutuhkan.

9 Keterbatasan Pangsa SES rendah di sampel kami lebih kecil dari yang diharapkanIni mungkin
disebabkan oleh persyaratan keterampilan bahasa Jerman untuk partisipasi dan
rendahnya bagian keluarga migran dalam sampel . Oleh karena itu, generalisasi hasil
81

menjadi keluarga dengan latar belakang migran, pendidikan rendah, SES rendah atau
risiko sosial ekonomi lainnya terbatas.
76

I BERITA ACARA PEMBIMBINGAN

M.K. MASALAH KHUSUS (IKK496)

Dosen Pembimbing M.K. Masalah Khusus menerangkan bahwa:

NamaMahasis : Marsha Listiyani


wa
NIM : I24160043

Judul Laporan : Pengaruh Parental Stress dan Parental Adjustment terhadap


Kesehatan Mental Remaja selama Masa Pandemi Covid-19.
Hari/Tanggal :
Waktu :

Telah melaksanakanpembimbingan M.K. Masalah Khusus dengan hasil sebagai


berikut:
M Kegiatan Output Tanda
inggu Tangan
ke- Pembimbing
1 Membaca literatur dengan Metaanalisis
output metanalisis literatur
2 Membaca literatur dengan Metanalisis
output metanalisis literatur
3 Membaca literatur dengan Metanalisis
output metanalisis literatur
4 Merumuskan topik Masalah Metanalisis dan
Khusus rumusan masalah
5 Merumuskan dan menuliskan Draft Latar
Bab I : Latar Belakang belakang
6 Merumuskan dan menuliskan Draft Latar
Bab I : Latar Belakang belakang
7 Merumuskan dan menuliskan Draft Draft
Bab I : Perumusan Masalah Perumusan masalah
8 Merumuskan dan menuliskan Draft Tujuan dan
Bab I : Tujuan dan Kegunaan Kegunaan
9 Merumuskan dan menuliskan Draft Tinjauan
Tinjauan Pustaka beserta Daftar Pustaka beserta Daftar
Pustaka Pustaka
1 Merumuskan dan menuliskan Draft Tinjauan
0 Tinjauan Pustaka beserta Daftar Pustaka beserta Daftar
Pustaka Pustaka
77

1 Merumuskan dan menuliskan Draft Tinjauan


1 Tinjauan Pustaka beserta DaftarPustaka beserta Daftar
Pustaka Pustaka
1 Merumuskan dan menuliskan Draft Kerangka
2 Kerangka Pemikiran Pemikiran
1 Merumuskan dan menuliskan Draft Kerangka
3 Kerangka Pemikiran Pemikiran
1 Mengumpulkan draft lengkap Draft Lengkap
4 ke Dosen Pembimbing Masalah Khusus
1 Revisi akhir Draft Masalah
5 Khusus
1 Pengumpulan Laporan Akhir Laporan Masalah
6 Masalah Khusus Khusus

Demikian Berita Acara Pembimbingan M.K. Masalah Khusus ini dibuat untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bogor,… Januari 2022


Dosen Pembimbing

Alfiasari, SP., M.Si


NIP. 19811218 200604 2
015
78

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
II DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

CATATAN HARIAN PENYELESAIAN M.K. MASALAH


KHUSUS
TAHUN AJARAN 2018/2019

Nama : Marsha Listiyani


NIM : I24160043

No. Hari, Tanggal Uraian Kegiatan Lama Waktu


1 11 September 2019 Literature review artikel jurnal 2 jam
dan metaanlisis
2 12 September 2019 Literature review artikel jurnal 3 jam
dan metaanlisis
3 13 September 2019 Literature review artikel jurnal 2 jam
dan metaanlisis
4 14 September 2019 Literature review artikel jurnal 2 jam
dan metaanlisis
5 17 September 2019 Literature review artikel jurnal 1 jam
dan metaanlisis
6 18 September 2019 Brainstorming dengan dosen 1 jam
pembimbing terkait temuan
variable
7 19 September 2019 Literature review artikel jurnal 2 jam
dan metaanlisis
8 20 September 2019 Literature review artikel jurnal 2 jam
dan metaanlisis
9 21 September 2019 Literature review artikel jurnal 1 jam
dan metaanlisis
10 22 September 2019 Literature review artikel jurnal 2 jam
dan metaanlisis
11 23 September 2019 Literature review dan meta 4 jam
analisis artikel jurnal
12 24 September 2019 Literature review dan meta 4 jam
analisis artikel jurnal
13 25 September 2019 Literature review dan 3 jam
metaanlisis artikel jurnal
79

14 14 Oktober 2019 Literature review dan meta 3 jam


analisis artikel jurnal
80

15 15 Oktober 2019 Literature review dan meta 2 jam


analisis artikel jurnal
16 16 Oktober 2019 Literature review artikel jurnal 1 jam
dan metaanlisis
17 28 Oktober 2019 Literature review dan meta 3 jam
analisis artikel jurnal
18 29 Oktober 2019 Literature review dan meta 5 jam
analisis artikel jurnal
19 30 Oktober 2019 Literature review dan meta 4 jam
analisis artikel jurnal
20 31 Oktober 2019 Diskusi terkait metanalisis 1 jam
dengan dosen pembimbing
21 1 November 2019 Literature review, meta analisis 3 jam
artikel jurnal, dan pembuatan
bagan kerangka pemikiran
22 2 November 2019 Literature review artikel jurnal 3 jam
dan pembuatan bagan
kerangkapemikiran
23 3 November 2019 Literature review dan 2 jam
pembuatan bagan kerangka
pemikiran
24 4 November 2019 Literature review artikel jurnal 2 jam
dan pembuatan bagan
kerangkapemikiran
25 5 November 2019 Literature review artikel jurnal 2 jam
dan pembuatan bagan
kerangkapemikiran
26 6 November 2019 Literature review artikel jurnal 3 jam
dan pembuatan bagan
kerangkapemikiran
27 7 November 2019 Literature review artikel jurnal 3 jam
dan pembuatan bagan
kerangkapemikiran
28 14 November 2019 Literature review dan meta 3 jam
analisis artikel jurnal
29 15 November 2019 Literature review artikel jurnal 3 jam
dan penyusunan Draft Bab 1
30 21 November 2019 Literature review artikel jurnal 4 jam
dan penyusunan Draft Bab 1
81

31 26 November 2019 Literature review artikel jurnal 4 jam


dan penyusunan Draft Bab 1
32 27 November 2019 Penyusunan Draft Bab 1 5 jam
33 28 November 2019 - Diskusi dengan dosen 1 jam
pembimbing terkait
variable yang sudahtepat
- Literature review variableY
baru
34 29 November 2019 Literature review dan meta 5 jam
analisis artikel jurnal (variable Y
baru)
35 30 November 2019 Penyusunan Draft 1 5 jam
(pendahuluan) dan literature
review
36 1 Desember 2019 Penyusunan Draft 1 4 jam
(pendahuluan) dan literature
review
37 2 Desember 2019 Penyusunan Draft 1(rumusan 4 jam
masalah)danliteraturereview
38 3 Desember 2019 Penyusunan Draft 1 (kerangka 3 jam
pemikiran) dan literature
review
39 5 Desember 2019 Penyusunan Draft 1 (kerangka 2 jam
pemikiran) dan literature
review
40 6 Desember 2019 Penyusunan Draft 1 (tinjauan 6 jam
pustaka)
41 7 Desember 2019 Penyusunan Draft 1 (tinjauan 7 jam
pustaka)
42 17 Desember 2019 Perbaikan Format Penulisan 2 jam
43 18 Desember 2019 Diskusi dengan dosen 1 jam
pembimbing terkait Draft 1
44 21 Desember 2019 Perbaikan Draft 1 2 jam
45 22 Desember 2019 Perbaikan Draft 1 2 jam
46 24 Desember 2019 Perbaikan Draft 1 2.5 jam
47 27 Desember 2019 Pengumpulan Draft 2 melalui 1 jam
email
48 8 Januari 2020 Bimbingan dengan dosen 1 jam
pembimbing terkait Draft 2
49 4 Oktober 2021 Pengumpulan Draft Maskus 1 jam
melalui email
50 11 Januari 2022 Pengumpulan draft revisi 2 jam
Maskus melalui email
82

Bogor,… Januari 2022


Dosen Pembimbing

Alfiasari, SP., M.Si


NIP. 19811218 200604 2 015

Anda mungkin juga menyukai