Anda di halaman 1dari 18

PERDAGANGAN CENGKIH MASA KOLONIAL

DAN JEJAK PENGARUHNYA DI KEPULAUAN LEASE


Syahruddin Mansyur

S
Balai Arkeologi Ambon. Jl. Namalatu-Latuhalat, Nusaniwe, Ambon - 97118
hitam_putih07@yahoo.com

Abstrak. Jaringan perdagangan masa lampau menempatkan rempah-rempah sebagai komoditi


utama. Dalam konteks ini, wilayah Maluku dikenal sebagai surga rempah-rempah, karena dua
komoditi utama yang dihasilkan yaitu cengkih (Sysgium aromaticum; Eugenia aromaticum)

NA
dan pala (Myristica fragrans). Para pedagang Belanda melalui kongsi dagangnya yang dibentuk
pada tahun 1602 yaitu Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) berhasil merebut hegemoni
perdagangan rempah-rempah di Maluku. Topik tulisan ini adalah jejak jaringan perdagangan
masa Kolonial terkait dengan kebijakan monopoli cengkih yang diterapkan oleh VOC sekitar
pertengahan abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19 di Maluku. Periode ini ditandai dengan
pemusatan produksi cengkih di tiga gugus pulau yaitu Nusalaut, Saparua, dan Haruku atau sering
disebut Kepulauan Lease. Aspek yang dikaji adalah jejak pengaruh perdagangan cengkih masa
Kolonial di Kepulauan Lease.
Kata kunci: Cengkih, Kolonial, Kepulauan Lease.

Abstract. Clove Trade during Dutch Colonization and its Influence in Lease Islands. Trade
networks of the past have put the spices as primary commodities. In this context, the Moluccas
region known as “heaven of spices” because the two main commodities produced are cloves
(Sysgiumaromaticum; Eugenia aromaticum) and nutmeg (Myristicafragrans). Dutch traders
KE
through its trading partnership formed in 1602 that is Vereenigde Oostindische Compagnie
(VOC) managed to seize hegemony spice trade in the Moluccas. Topic of this paper is The trace
of Colonial era trade networks associated with the clove monopoly policies applied by the VOCs
around the mid-17th century to the mid-19th century in the Moluccas. This period is characterized
by the concentration of clove production in the three island groups namely Nusalaut, Saparua,
and Haruku or often called the Lease Islands. The aspect of studies is the trace of cloves trading
influence in colonial era in the Lease islands.
Keywords: Cloves, Colonial, Lease Islands.

1. Pendahuluan sekaligus memunculkan bandar-bandar besar


Sebelum kedatangan bangsa Eropa, sebagai pelabuhan utama niaga yang saling
wilayah Nusantara telah terbentuk jaringan terkoneksi satu dengan yang lain. Dalam
AR

perdagangan rempah-rempah yang melibatkan hal tata niaga, hubungan antarwilayah saling
pedagang-pedagang Melayu, Jawa, Makassar, terkait, berperan sebagai wilayah penyangga,
bahkan pedagang Arab dan Cina. Jaringan penghasil, pendistribusi, ataupun pelabuhan
perdagangan ini semakin ramai sejak kedatangan singgah (Harkantiningsih dkk., 2010). Dengan
bangsa Eropa sekitar abad ke-15. Kondisi demikian, selain terbentuk jaringan global
geografis kepulauan dan ketersediaan sumber yang menghubungkan Eropa dan Kepulauan
daya alam sebagai komoditi perdagangan Nusantara, juga terbentuk jaringan Nusantara
menjadi faktor utama terbentuknya jaringan sebagai bandar transit komoditi sebelum dikirim
perdagangan di Nusantara. Jaringan ini ke Eropa, serta jaringan lokal yang merupakan
Naskah diterima tanggal 16 Januari 2013, disetujui tanggal 2 Maret 2013.

43
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

jalur untuk mengumpulkan komoditi. perdagangan rempah-rempah mulai dari pusat


Setelah kedatangan bangsa Eropa, peran produksi hingga pusat pemasarannya di Eropa.
pedagang Nusantara, Arab, dan Cina dalam Kebijakan monopoli ini kemudian ditunjang
jaringan perdagangan rempah-rempah mulai dengan sistem tata niaga untuk dua komoditi

S
melemah dan diambil alih oleh pedagang utama di Maluku yaitu cengkih di Kepulauan
Eropa. Keuntungan besar dalam perdagangan Lease dan pala di Kepulauan Banda.
rempah-rempah menjadi pemicu utama minat Seb ag ai m an a t el ah d i u rai k an
pedagang Eropa untuk mendapatkan komoditi sebelumnya, bahwa kebijakan monopoli
ini langsung dari pusat produksinya. Penghasil cengkih yang diterapkan oleh bangsa Eropa
utama komoditi rempah-rempah di Nusantara khususnya Belanda merupakan periode penting

NA
saat itu adalah Sumatera untuk lada dan dalam historiografi lokal Kepulauan Maluku.
Kepulauan Maluku untuk cengkih dan pala. Kebijakan tersebut telah mempengaruhi segala
Di Kepulauan Maluku sendiri, kedua komoditi aspek kehidupan masyarakat Kepulauan
utama rempah-rempah ini terpusat pada dua Maluku hingga saat ini. Oleh karena itu, fokus
wilayah yaitu cengkih di Maluku bagian utara permasalahan dalam tulisan ini, bagaimana
(Ternate dan sekitarnya) dan pala di Kepulauan gambaran periode monopoli cengkih, serta
Banda. Bangsa Eropa yang pertama kali bagaimana kompleksitas pengaruh kebijakan
mengunjungi wilayah Maluku adalah Portugis tersebut terhadap aspek sosial-budaya
pada tahun 1512 yang berhasil menjalin masyarakat di Kepulauan Lease ?
kerjasama perdagangan dengan Kesultanan Topik utama dalam tulisan ini adalah
Ternate, disusul oleh Spanyol pada tahun 1521 perdagangan cengkih masa Kolonial di
yang juga berhasil menjalin kerjasama dengan wilayah Kepulauan Lease. Oleh karena itu,
KE
pesaing tradisional Ternate yaitu Kesultanan pembahasan tulisan ini dibatasi pada periode
Tidore. Kedua bangsa Iberia ini kemudian monopoli cengkih masa Kolonial di wilayah
berhasil menguasai perdagangan rempah- Maluku. Sebagaimana sumber-sumber sejarah
rempah selama hampir satu abad. menyebutkan, bahwa periode monopoli cengkih
Pada pengunjung abad ke-16, muncul dimulai pada saat Belanda menerapkan kebijakan
pesaing-pesaing Eropa lain terutama Belanda pemusatan produksi cengkih di Maluku bagian
yang tiba di Maluku melalui beberapa tengah (Pulau Ambon dan sekitarnya) pada abad
ekspedisi yang tiba di Hitu (Pulau Ambon) ke-17 hingga abad ke-19. Dengan demikian,
dan Kepulauan Banda sejak tahun 1599 hingga yang dimaksudkan dengan masa kolonial
1600. Keberhasilan ekspedisi ini kemudian dalam tulisan ini merujuk pada masa kekuasaan
menjadikan Belanda mendirikan badan usaha Belanda (sejak masa VOC hingga masa Hindia
pada tahun 1602 yang disebut Vereenigde Belanda). Sementara itu, ruang lingkup wilayah
Oostindische Compagnie atau VOC. Sejak dalam pembahasan ini merujuk pada wilayah
AR

saat itu, Belanda melakukan berbagai upaya Kepulauan Lease, yaitu tiga gugus pulau yang
untuk menguasai perdagangan rempah- berada di sebelah timur Pulau Ambon sebagai
rempah di Maluku, terutama melalui kebijakan pusat produksi dalam sistem monopoli cengkih
monopolinya. yang diterapkan oleh Belanda.
Dalam berbagai aspek, kebijakan Sementara itu, metode yang digunakan
monopoli yang diterapkan oleh Belanda sejak dalam penulisan ini adalah studi pustaka,
masa VOC hingga Hindia Belanda menjadi wawancara dan observasi langsung ke
periode penting dalam jaringan perdagangan lapangan. Data yang berhasil dikumpulkan
rempah-rempah di Maluku. Melalui kebijakan kemudian diidentifikasi untuk memperoleh
monopoli ini, Belanda berhasil menguasai gambaran tentang kebijakan monopoli cengkih

44
Syahruddin Mansyur, Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease.

S
kesimpulan tentang pengaruh kebijakan NA
Peta 1. Peta Kepulauan Lease (Sumber: G. Knaap, 2004).

yang diterapkan oleh Belanda. Selanjutnya,


dilakukan sintesa data untuk memperoleh

monopoli cengkih di wilayah Kepulauan Lease.

2. Hasil dan Pembahasan


tahun 1475, di mana penduduk pribumi mulai
membuat kebun-kebun cengkeh secara teratur
dalam ukuran yang kecil (de Graaf, 1977:
27). Wilayah ini kemudian menjadi pusat
perdagangan cengkih pada awal abad ke-17,
terutama wilayah Hoamual (Seram Barat) yang
KE
2.1 Periode Perdagangan Cengkih Masa saat itu menjadi bagian dari KesultananTernate
Kolonial di Maluku dengan ditempatkannya seorang wakil bergelar
Sumber-sumber tertulis tentang periode Gimelaha yang dijabat oleh seorang dari
perdagangan rempah-rempah (khususnya keturunan Tomagola. Para Gimelaha inilah
cengkih dan pala) di Maluku1 banyak diketahui yang berhak mewakili pihak Ternate dalam hal
baik dari laporan-laporan maupun catatan- perdagangan cengkih di bandar perdagangan
catatan perjalanan Bangsa Eropa. Sumber- di Hoamual. Selain Gimelaha, terdapat pula
sumber lain yang memuat tentang periode pejabat bergelar orang kaya yang memiliki
perdagangan rempah-rempah di Maluku kebun cengkih yang dikerjakan oleh tenaga
di antaranya baik yang berasal dari catatan budak (Leirissa, 1973: 86-88).
bangsa Cina, Arab maupun sumber-sumber Berikut ini akan diuraikan tentang
tertulis dari Jawa. Sebelum kedatangan bangsa periode perdagangan cengkih sejak kedatangan
AR

Eropa, perdagangan rempah-rempah berpusat ekspedisi pertama pedagang-pedagang Belanda


di wilayah Ternate dan sekitarnya serta di wilayah Maluku. Selanjutnya, diuraikan
Kepulauan Banda sebagai penghasil utama berbagai upaya yang ditempuh oleh Belanda
pala. Kedua wilayah inilah yang melakukan menuju monopoli cengkih hingga masa surut
kontak awal dengan para pedagang Cina, perdagangan cengkih.
Arab maupun pedagang-pedagang Nusantara.
Menurut catatan bangsa Eropa, tanaman a. Periode Awal
cengkih mulai menyebar ke wilayah selatan Ekspedisi pertama para pedagang
(Pulau Ambon dan Seram Barat) sekitar Belanda tiba di Maluku pada bulan Maret
1 Saat itu istilah Maluku mengacu pada wilayah Ternate dan 1599, dipimpin oleh Jacob van Heemskerk
sekitarnya yaitu Tidore, Bacan dan Jailolo.

45
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

yang berhasil menjalin hubungan perdagangan b. Upaya Menuju Monopoli Cengkih


dengan Kerajaan Hitu. Selain itu, ekspedisi Periode ini terkait dengan berbagai
ini juga mengunjungi Kepulauan Banda dan peristiwa yang terjadi sejak kedatangan
berhasil pula menjalin hubungan perdagangan Belanda ke wilayah Maluku melalui bendera

S
di sana. Pada kunjungan berikutnya, tahun VOC. Badan usaha ini sendiri merupakan
1600, Belanda berhasil meyakinkan pihak penggabungan badan usaha yang sebelumnya
Kerajaan Hitu untuk melakukan kerjasama telah ada dan berpusat di kota-kota pelabuhan di
perdagangan serta sepakat memerangi Portugis Negeri Belanda yaitu Amsterdam, Middelburg
yang saat itu menjadikan wilayah Leitimor (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn, dan
(jasirah selatan Pulau Ambon) sebagai pusat Rotterdam.

NA
kekuasaan. Kerajaan Hitu kemudian memberi Pada tahun 1605, Belanda berhasil
izin pembangunan sebuah benteng di tempat mengukuhkan kekuasaannya terhadap
berbatu karang yang bernama “Hatunuku” “Kepulauan Rempah-Rempah” menggantikan
untuk Belanda. Benteng ini diberi nama Portugis. Sejak saat itu, Belanda mulai
“Kasteel van Verre” atau “Kota Warwijk”, menapaki upaya monopoli rempah-
benteng ini sendiri merupakan benteng rempah melalui kekuatan militernya, untuk
Belanda pertama yang ada di Asia (Bonke, menciptakan keamanan yang kondusif dengan
2010: 34). Dalam perjanjian ini disebutkan meredam kekuatan-kekuatan penguasa lokal
pula, bahwa pihak Hitu harus menjual seluruh diantaranya; Hitu (Ambon), Hoamual (Seram
hasil panen cengkih kepada Belanda dengan Barat), Iha (Saparua) dan Banda. Upaya ini
harga yang telah disepakati. Peristiwa inilah menampakkan hasil pada paruh pertama abad
yang menjadi tonggak awal Belanda dalam ke-17, dan dikukuhkan dengan keberhasilan
KE
melakukan kontrak dagang tentang monopoli Belanda mendesak Sultan Ternate pada tahun
cengkih di Maluku serta untuk pertama kalinya 1652 untuk memusatkan penanaman kedua
mengibarkan bendera triwarna di Nusantara komoditi rempah-rempah yaitu cengkih di
(de Graaf, 1977: 71). pulau Ambon dan Kepulauan Lease serta pala
Keberhasilan ekspedisi-ekspedisi ini di Kepulauan Banda (Ricklefs, 2008: 127).
kemudian menjadi titik awal Belanda untuk Sejak masa penguasaan Portugis di
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku, secara politis, Kepulauan Lease berada
Nusantara. Keuntungan dari ekspedisi ini pula di bawah kontrol Amboina (mengacu pada
yang kemudian menjadi pertimbangan utama pemerintahan Portugis di Ambon), keadaan ini
pedagang Belanda untuk mendirikan badan tetap bertahan hingga masa penguasaan Belanda
usaha yang disebut Vereenigde Oostindische di Maluku. Meski demikian, wilayah ini baru
Compagnie atau VOC pada tanggal 20 Maret mendapat perhatian dari Belanda pada tahun
1602. Selain itu, badan usaha ini juga didirikan 1618, ketika beberapa tempat di kepulauan
AR

untuk menghadapi persaingan dengan badan ini mulai menghasilkan komoditi cengkih.
usaha yang dibentuk oleh negara-negara Eropa Tempat-tempat yang telah menghasilkan
lain. Saat itu, badan-badan usaha bermunculan cengkih ketika itu adalah Hatuaha, Iha Mahu,
di Eropa, di antaranya; Inggris pada tahun 1600 dan Nusalaut, untuk itu Belanda menempatkan
membentuk The British East India Company pos-pos penjagaan di Hatuaha dan Ihamahu.
dan berpusat di Kalkuta (sscnet.ucla.edu, 2013), Berdasarkan catatan Valentijn, bahwa tempat-
Perancis pada tahun 1664 membentuk French tempat yang pertama kali menanam cengkih di
East India Company (Oxford reference, 2013), Lease adalah penduduk yang beragama Islam,
serta Perusahaan Hindia Timur Denmark pada hal ini tentunya berkaitan dengan kontak
tahun 1616 (Britanica, 2013). dagang sebelum kedatangan bangsa Eropa

46
Syahruddin Mansyur, Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease.

berada ditangan pedagang-pedagang Asia menyebut bahwa periode tersebut merupakan


(Leirissa, 1973: 94). periode ekonomi cengkih terpimpin, di mana
Selama periode tahun 1605 hingga Gubernur de Vlaming berhasil mematahkan
1652, berbagai upaya dilakukan oleh Belanda pengaruh Kesultanan Ternate dan Tidore dalam

S
untuk memantapkan kebijakan monopoli perdagangan cengkih di Kepulauan Maluku.
cengkih di bumi rempah-rempah. Selain Hal ini, terutama disebabkan adanya perjanjian
meredam perlawanan penguasa-penguasa antara pihak Belanda dan kedua Kesultanan
lokal, Belanda juga berusaha menutup akses tersebut untuk menebang seluruh pohon
pedagang-pedagang Nusantara (khususnya cengkih yang ada di wilayah masing-masing,
Makassar) dengan penguasa lokal di Hoamual. sehingga cengkih hanya boleh diproduksi

NA
Pada periode ini, wilayah Hoamual merupakan di Ambon dan Lease sebagai wilayah yang
penghasil cengkih terbesar di Maluku dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Demikian
bagian tengah. Oleh karena itu, pada masa halnya, pedagang-pedagang lain khususnya
pemerintahan Gubernur Herman van Speult pedagang dari Makassar tidak lagi memperoleh
(1625), Belanda melakukan penanaman pohon akses untuk memperoleh komoditi ini di
cengkih secara besar-besaran di daerah yang Hoamual dan wilayah lain di Maluku. Praktis
dikuasainya yaitu Leitimor dan Lease. Hingga dengan kondisi seperti ini Belanda lebih leluasa
tahun 1630, perlawanan penguasa lokal di menjalankan monopoli cengkih di Maluku (de
Hoamual terus berlanjut, sehingga Belanda Graaf, 1977: 171-173). Dalam berbagai hal,
melakukan perjalanan “Hongi” (Hongietocten) kebijakan de Vlaming untuk mencapai hak
untuk menghancurkan pohon-pohon cengkih monopoli cengkih memiliki kesamaan dengan
yang ada di Seram de Graaf, 1977: 43-46). apa yang telah dilakukan oleh Jan Piterszoon
KE
Keberhasilan Belanda meredam perlawanan Coen di Kepulauan Banda untuk memperoleh
Hoamual kemudian dilanjutkan dengan hak monopoli pala di Kepulauan Banda.
kebijakan memindahkan seluruh penduduk Sejak periode ini, perdagangan cengkih
Hoamual ke daerah-daerah lain, yaitu Ambon, dalam konteks perdagangan global telah
Kelang, Manipa dan pulau-pulau sekitarnya. berada di tangan Belanda sebagai penguasa
Dengan demikian, setelah berhasil dengan tunggal komoditi cengkih. Aspek penting
berbagai upaya tersebut, Belanda kemudian yang menjadi perhatian Belanda sejak saat
berhasil mendesak Sultan Ternate untuk itu adalah mempertahankan produksi cengkih
menandatangani perjanjian yang memberi di Maluku agar harga jualnya tidak turun
keleluasaan Belanda untuk melanjutkan terlalu rendah terutama di Eropa sebagai
kebijakan ekspedisi “Hongietochten” di pasar utama komoditi rempah-rempah. Oleh
seluruh wilayah Kepulauan Maluku serta karena itu, kebijakan untuk melanjutkan
memusatkan komoditi cengkih dan pala di ekspedisi “Hongietochten” dilakukan untuk
AR

wilayah yang dikuasainya, yaitu Pulau Ambon mempertahankan keseimbangan produksi


dan Kepulauan Lease serta di Kepulauan cengkih. Ekspedisi ini tidak hanya di luar Pulau
Banda. Ambon dan Kepulauan Lease sebagai pusat
Dalam penilaian H.J. de graaf (1977), produksi cengkih, tetapi juga di kedua wilayah
periode pemerintahan Gubernur de Vlaming tersebut ketika produksi cengkih melambung
(1647-1656) merupakan periode penting tinggi yang menyebabkan harga jualnya terlalu
penataan perekonomian mengenai monopoli rendah di pasaran.
perdagangan cengkih yang dijalankan oleh Dalam periode monopoli cengkih
Belanda melalui perusahaan dagangnya yaitu ini, Belanda memiliki catatan-catatan
VOC. Selanjutnya, H.J. de Graaf, bahkan yang detail terkait dengan perdagangan

47
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

dan produksi cengkih. Seperti misalnya, di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak VOC
pada tahun 1775 diketahui bahwa gudang- melakukan berbagai upaya untuk menerapkan
gudang di Batavia penuh sesak dengan monopoli cengkih di wilayah Maluku.
cengkih, sehingga keluar kebijakan untuk Langkah-langkah ini sekaligus ditempuh

S
memusnahkan pohon cengkih milik Belanda untuk memantapkan sistem monopoli mereka,
di Maluku. Catatan-catatan Belanda juga diantaranya:
memuat tentang upaya menyeimbangkan 1). Meredam perlawanan penguasa-penguasa
produksi cengkih. Seperti misalnya catatan lokal terkait dengan perdagangan cengkih,
pada tahun yang sama yang memuat tentang khususnya wilayah Hitu, Iha, dan
ekspedisi Hongitochten yang dilaksanakan Hoamual. Setelah meredam perlawanan

NA
tiga kali dan berhasil memusnahkan 513.268 penguasa lokal tersebut, VOC semakin
pohon cengkih. Pada tahun-tahun berikutnya, leluasa untuk membuat konflik internal
Belanda memperkirakan bahwa kebutuhan diantara para penguasa lokal. Berbagai
cengkih dunia akan mencukupi dengan tindakan yang dilakukan, diantaranya:
mempertahankan 500.000 sampai 550.000 di Hitu dilakukan dengan memindahkan
pohon cengkih. Kebijakan ini dianggap pusat kekuasaan Kerajaan Hitu dan
keliru sehingga pada tahun 1780 jumlah memisahkan pihak penguasa lokal, yaitu
pohon cengkih direduksi lagi sehingga hanya Empat Perdana Hitu. Tindakan ini, praktis
mempertahankan 380.300 pohon cengkih. melemahkan kekuasan Kerajaan Hitu pada
Dalam periode-periode selanjutnya, fluktuasi saat itu. Tindakan serupa juga dilakukan
kebutuhan dan harga pasar seringkali di Iha, yaitu merelokasi penduduk Iha ke
membingungkan pihak Belanda, sehingga suatu tempat di Hoamual. Selain itu, VOC
KE
kebijakan untuk menebang pohon cengkih juga menyerahkan wilayah kekuasaan Iha
seringkali dianggap keliru. Kenyataan ini kepada pihak-pihak yang dapat diajak
kemudian membuat Belanda mengeluarkan kerjasama. Sementara itu, di Hoamual
kebijakan lain pada tahun-tahun selanjutnya VOC juga melakukan relokasi penduduk
untuk menanam kembali pohon cengkih (de ke berbagai tempat di Maluku.
Graaf, 1977: 251). 2). Sejak awal, VOC menjalankan
Pada periode monopoli cengkih hongitochten atau ekspedisi ke berbagai
oleh Belanda, berbagai bentuk potongan wilayah di Maluku untuk menghancurkan
dikenakan terhadap harga cengkih yang tanaman cengkih. Ekspedisi seperti ini
dijual oleh penduduk. Dalam setiap bahar setidaknya memiliki dua tujuan yaitu;
(550 Amsterdamsche pond) dikenakan pertama, meredam produksi cengkih
bayaran 56 rijksdaalders, dari jumlah tersebut sehingga harganya tetap terkontrol, dan
dipotong oleh pejabat pemerintah sebesar kedua, menutup akses pedagang gelap
AR

20%, kemudian 5 rijksdaalders dipotong (terutama pedagang dari Makassar) yang


sebagai “hatsil-geld” untuk pejabat-pejabat sering melakukan kontak dagang di
negeri yang bersangkutan, selain itu ada pula beberapa tempat di wilayah Maluku.
potongan berupa “pitis-geld” untuk tukang 3). Keberhasilan VOC merelokasi pemukiman
timbang cengkih. Dengan demikian, penduduk masyarakat lokal dari daerah perbukitan
menerima 30 rijksdaalders dalam satu bahar ke daerah pesisir sebagai upaya untuk
cengkih. Ketentuan ini berlaku hingga masa memudahkan pengawasan terhadap
monopoli cengkih dihapuskan yaitu pada tahun masyarakat di Kepulauan Lease, termasuk
1865 (Leirissa dkk., 1982: 185). dalam hal budidaya tanaman cengkih.
Berdasarkan uraian dari berbagai sumber 4). Pada masa pemerintahan van Speult tahun

48
Syahruddin Mansyur, Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease.

1625, VOC membuat kebijakan untuk Kesultanan Ternate. Dengan perjanjian


melakukan penanaman besar-besaran inipula, Hoamual sebagai penghasil
pohon cengkih di Leitimor dan Lease, utama cengkih yang juga merupakan
dimana kedua daerah ini berada di bawah wilayah Kesultanan Ternate (dengan

S
kontrol VOC. Kebijakan ini ditempuh, adanya perwakilan pihak Ternate yang
karena mereka tidak dapat bekerjasama disebut Gimelaha) semakin terjepit dalam
dengan Hoamual terkait dengan menghadapi pihak VOC.
perdagangan cengkih, daerah Hoamual 6. Membangun sistem perbentengan di
pada saat itu merupakan penghasil cengkih wilayah yang telah ditetapkan sebagai
terbesar di Maluku bagian tengah. pusat produksi cengkih (Kepulauan

NA
5. Keberhasilan VOC memaksakan sebuah Lease). Sistem ini tidak hanya berfungsi
perjanjian dengan pihak Kesultanan sebagai pertahanan, sistem ini sekaligus
Ternate pada tahun 1652 untuk memusatkan berfungsi sebagai infrastruktur pendukung
produksi cengkih di Kepulauan Lease. sistem tata niaga komoditi cengkih. Hal ini
Sebelum perjanjian ini, di Maluku bagian tampak pada tipe atau jenis benteng yang
tengah terdapat beberapa tempat yang dibangun di wilayah Kepulauan Lease yang
menjadi pusat produksi cengkih yaitu sebagian besar adalah tipe blokhuis. Tipe
Hoamual dan Hitu. Dalam Perjanjian ini benteng seperti ini lebih mengutamakan
juga disebutkan bahwa pihak VOC akan fungsi bangunan sebagai gudang komoditi.
membayar kompensasi setiap tahun kepada Pendukung lain adalah setiap blokhuis

Tabel 1. Produksi Cengkih pada Masa Awal Penerapan Sistem Monopoli Cengkih di Maluku.
KE
ca. 1620 ca. 1647 ca. 1670 ca. 1695
In Amsterdamse Ponden:
Ambelau - 10.000 - -
Manipa 8000 25.000 - -
Hoamoal 176.000 150.000 - -
Hitu 116.000 120.000 123.000 188.000
Larike 76.000 50.000 77.000 101.000
District Victoria 20.000 105.000 130.000 181.000
Haruku 4.000 20.000 71.000 80.000
Saparua en Nusalaut - 20.000 188.000 174.000
Totaal 400.000 500.000 589000 724.000

In procenten:
AR

Ambelau - 2 - -
Manipa 2 5 - -
Hoamoal 44 30 - -
Hitu 29 24 21 26
Larike 19 10 13 14
District Victoria 5 21 22 25
Haruku 1 4 12 11
Saparua en Nusalaut - 4 32 24
Totaal 100 100 100 100
Sumber: G. Knaap, 2004: 297

49
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

yang dibangun selalu dilengkapi dengan mengalami perubahan. Setelah kembali


dermaga untuk mengapalkan cengkih ke berkuasa, Belanda segera menerapkan
pusat pengumpul yang lebih besar. sistem baru dan sedikit mengikuti sistem
yang diterapkan oleh Inggris dan tidak lagi

S
c. Masa Surut mengikuti sistem yang lama, yaitu masa
Periode kemunduran perdagangan sebelum penyerahan kekuasaan ke Inggris.
cengkih oleh Belanda, terjadi pada akhir abad Dalam sistem baru ini, Belanda mengangkat
ke-18. Kemunduran ini terutama disebabkan seorang pejabat di kalangan rajapati yang
beberapa hal, di antaranya pembukuan berhasil dalam produksi cengkih yang disebut
keuangan VOC dan korupsi para petinggi Gecommitteerde voor de nagelkultuur, dan

NA
VOC. Penyebab lain adalah rendahnya harga mendapat imbalan persen dari hasilproduksi.
cengkih akibat ketidakmampuan Belanda Sebelumnya, diciptakan pula jabatan
untuk mempertahankan pusat produksi Inspecteur der Kultuurs, yang dijabat oleh
cengkih dunia. Hal ini, karena keberhasilan seorang Belanda, jabatan ini meniru jabatan
ekspedisi Perancis pada tahun 1769-1772, Superintendent of Spices pada masa kekuasaan
menyelundupkan bibit cengkih untuk Inggris. Sistem ini, dipertahankan hingga tahun
kemudian dibawa ke luar Maluku. Tanaman 1864 yang juga menjadi masa penghapusan
cengkih kemudian menyebar di wilayah sistem monopoli oleh Pemerintah Hindia
koloni Perancis yaitu Kepulauan Mauritius Belanda. Sejak saat itu, pohon-pohon cengkih
dan Kepulauan Karibia (de Graaf, 1977: 254). menjadi milik masyarakat serta dijual menurut
Periode kemunduran ini kemudian semakin keinginan sendiri. Dengan penghapusan
nyata pada tahun 1796, dengan adanya monopoli cengkih, diikuti pula dengan
KE
perubahan politik diantara bangsa kolonial. kebijakan untuk membudidayakan tanaman
Sejak tahun tersebut, Belanda digantikan lain di wilayah Maluku, termasuk perkebunan
oleh Inggris menguasai wilayah Nusantara coklat di Kepulauan Lease (Leirissa dkk.,
termasuk Kepulauan Maluku. 1982: 119 dan 139). Dalam periode ini pula,
Dalam hal ini, periode kekuasaan arsip-arsip Belanda memuat berbagai hal
Inggris terjadi dua kali yaitu tahun 1796- terkait dengan komoditi cengkih, di antaranya
1803 dan 1810-1817 – dalam periode antara daftar pohon cengkih, pengangkatan Negelen
tersebut yaitu 1803-1810, Belanda kembali Gecommitteerden, daftar pemasukan cengkih,
menguasai wilayah nusantara. Dalam beberapa dan pembayaran upah para petugas pengawas
hal, kebijakan ekonomi diantara kedua Bangsa perkebunan cengkih.
Eropa ini memiliki perbedaan yaitu Belanda Sejak periode monopoli cengkih
lebih tegas dengan prinsip ekonomi monopoli, berakhir pada tahun 1865, pemerintah
sementara Inggris lebih terbuka dengan prinsip Belanda kemudian mengenakan berbagai
AR

ekonomi pasar bebas. Sejak masa kekuasaan pajak sebagai sumber pendapatan untuk kas
Inggris, pelabuhan-pelabuhan dagang yang pemerintah Belanda. Salah satu bentuk pajak
ada di Maluku dibuka untuk semua pedagang adalah pajak untuk setiap orang sebesar f 1,-
untuk melakukan transaksi langsung dengan setahun. Pajak-pajak lain, di antaranya adalah
masyarakat. Kebijakan yang tidak pernah pajak untuk kapal yang masuk di pelabuhan-
terjadi pada masa kekuasaan Belanda – pelabuhan di Saparua maupun pelabuhan-
setidaknya tidak diijinkan dan diawasi dengan pelabuhan lain di Maluku, serta pajak terhadap
sangat ketat oleh Belanda. penjualan minuman keras. Demikian halnya,
Sejak periode penyerahan kekuasaan pajak terhadap orang-orang asing (Cina dan
Inggris kepada Belanda, tata niaga cengkih Arab) dikenakan “pajak kepala”, serta pajak

50
Syahruddin Mansyur, Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease.

untuk orang yang memiliki status burger megalitik, dimana setiap negeri lama memiliki
(merdeka) dikenakan pajak yang diserahkan batu meja atau dolmen sebagai pusat orientasi
ke burger kas. Sumber-sumber pendapatan yang berfungsi sakral. Karakter seperti ini,
lain, sebagai upaya untuk menggantikan masih berpengaruh terhadap pola pemukiman

S
pendapatan dari monopoli cengkih adalah masyarakat pada saat mereka diturunkan ke
pembukaan lahan perkebunan seperti kopi pesisir, di mana setiap negeri (desa) masih
dan cokelat. dapat ditemui batu meja dan baileo (bangunan
tempat musyawarah) sebagai ciri umum pola
2.2 Jejak Pengaruh Masa Kolonial di pemukiman masyarakat di Kepulauan Lease.
Kepulauan Lease Perubahan-perubahan lain terhadap

NA
Sebagaimana disebutkan di atas, periode aspek fisik ruang pemukiman yang terjadi sejak
monopoli cengkih pada masa VOC menjadi kedatangan Bangsa Eropa adalah terbentuknya
periode penting dalam sejarah Maluku. Sistem pusat administrasi pemerintahan di Kepulauan
ini pertamakali diterapkan oleh VOC dan Lease. Selain itu, seiring dengan perubahan
dipertahankan terus oleh Pemerintah Hindia aspek fisik ruang pemukiman di daerah
Belanda hingga tahun 1863. Kebijakan ini pesisir, Belanda juga melakukan penataan pola
sekaligus membawa pengaruh dalam berbagai pemukiman terhadap negeri-negeri (desa) di
aspek, terlebih di Kepulauan Lease yang Kepulauan Lease.
menjadi pusat penanaman cengkih di Maluku. 1). Tata Kota Saparua
Saat ini, berbagai peninggalan arkeologi yang Tata kota Saparua mulai tampak
ada di Kepulauan Lease terkait dengan periode setelah negeri ini dipilih oleh Belanda (VOC)
monopoli cengkih tersebut. Berbagai aspek sebagai pusat administrasi-pemerintahan di
KE
yang membawa pengaruh pada periode tersebut, wilayah Kepulauan Lease. Terbentuknya pusat
diantaranya pola pemukiman di tiga pulau di administrasi-pemerintahan ini ditandai dengan
Kepulauan Lease yaitu Nusalaut, Saparua dan pendirian benteng Duurstede yang dimulai
Haruku, berhubungan dengan aspek-aspek pada tahun 1676 dan selesai pada tahun 1690.
sosial ekonomi, institusi pemerintahan, religi, Benteng inilah yang kemudian menjadi pusat
dan perbentengan. aktivitas awal VOC termasuk pemerintahan,
pemukiman, militer dan perdagangan.
a. Aspek Fisik Ruang Pemukiman Dalam perkembangan selanjutnya, tata
Sebelum kedatangan Bangsa Eropa, kota Saparua yang tampak saat ini, masih
pola pemukiman masyarakat di Maluku
sebagian berada di daerah pegunungan, kecuali
di beberapa tempat yang telah berada di pesisir
AR

sebagai pusat perdagangan. Perubahan terhadap


pola pemukiman ini, terutama terjadi sejak
kedatangan Bangsa Eropa yang merelokasi
masyarakat dari pegunungan ke daerah pesisir.
Saat ini, masyarakat di Kepulauan Lease masih
mengenal dengan baik “negeri lama”, yaitu
lokasi-lokasi pemukiman sebelum diturunkan
ke pesisir. Berdasarkan pengamatan yang Foto 1. Kantor Pemerintahan Belanda setingkat
dilakukan di beberapa tempat di Kepulauan Controuler di Kota Saparua. Kantor ini
sekaligus merupakan pusat pemerintahan
Lease menunjukkan, bahwa negeri-negeri lama Belanda di wilayah Kepulauan Lease (Sumber:
yang berada di pegunungan memiliki tradisi Balai Arkeologi Ambon, 2011).

51
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

dapat diamati berdasarkan jaringan jalan, Hal menarik jika memperhatikan


jaringan drainase, toponim-toponim yang kluster-kluster permukiman yang ada di kota
ada, maupun kluster permukiman berdasarkan Saparua adalah batas-batas kluster permukiman
etnis. Jaringan jalan yang tampak di kota dengan adanya jaringan drainase. Terdapat

S
Saparua yaitu tiga jalan utama yang membujur dua jaringan drainase yang menghubungkan
mengikuti garis pantai. Jaringan jalan yang daerah belakang kota dengan pantai. Jaringan
pertama membentuk setengah lingkaran yang drainase pertama sekaligus merupakan batas
menghubungkan benteng Duurstede dengan kluster permukiman Belanda dan etnis Arab di
lokasi perkantoran yang mengelilingi lapangan satu sisi. Sementara itu, jaringan drainase yang
yang ada di depan benteng. Dua jaringan kedua merupakan batas kluster permukiman

NA
jalan yang lain membujur ke arah barat dan etnis Tionghoa dan elemen pasar, sehingga
mengikuti garis pantai yang menghubungkan kedua kluster permukiman yaitu Kampung
Soa Belanda-Kampung Arab-Kampung Cina- Arab dan Kampung Cina diapit oleh dua
Pasar dan berakhir di wilayah Negeri Tiouw. jaringan drainase. Dengan demikian, tampak
Kedua jalur jalan ini kemudian dihubungkan jelas pemisahan kluster permukiman yang
dengan beberapa jalur jalan yang lebih pendek dilakukan oleh Belanda sebagaimana dilakukan
sehingga membentuk pola simetris pada sisi di daerah-daerah lain yang dikuasainya.
yang diapit oleh jalur jalan utama. Selain jalur Elemen lain adalah adanya lokasi
utama dalam kota, jaringan jalan juga yang kompleks makam Belanda (Kerkhof) dan
menghubungkan Kota Saparua dengan negeri- kompleks makam Cina (Bong). Kedua lokasi
negeri yang ada di sekitarnya. ini berada di luar kota yaitu; Kerkhof di timur
Perkembangan kota secara garis kota dan Bong di utara kota. Sementara itu,
KE
besar mengikuti garis pantai di mana pusat tidak diperoleh informasi tentang kompleks
pemerintahan ditempatkan di sekitar Benteng makam untuk warga muslim termasuk makam
Duurstede dan mengelilingi sebuah lapangan untuk etnis Arab yang ada di kota Saparua.
yang ada di depan benteng. Daerah ini sekaligus Gelombang kehadiran etnis Tionghoa di
sebagai pusat kota dan oleh warga kota disebut wilayah ini, tampaknya dimulai ketika terjadi
dengan Soa Belanda. Pusat ekonomi tidak perubahan politik dari Pemerintah Belanda
jauh dari lokasi ini, elemen-elemen penting ke Pemerintah Inggris pada akhir abad ke-18.
adalah adanya pasar dan pusat pertokoan yang Kebijakan ekonomi yang diterapkan
juga menjadi kluster permukiman untuk etnis oleh Pemerintah Inggris berbeda dengan
Tionghoa dan Arab. Keletakan elemen-elemen kebijakan Pemerintah Belanda sebelumnya
ini berada di sebelah barat soa Belanda yang yang mengikuti sistem perdagangan tertutup.
ditempatkan berturut-turut mengikuti garis Pemerintah Inggris lebih terbuka menerima
pantai ke arah barat yaitu kluster permukiman pedagang-pedagang lain termasuk pedagang
AR

etnis Arab, kluster permukiman etnis Tionghoa, Cina dan Arab. Hal ini, dapat dilihat pada
dan pasar. Sementara itu, bangunan sekolah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah
ditempatkan berdasarkan kluster permukiman, Inggris yang membuka semua pelabuhan-
yaitu sekolah khusus Belanda (HIS) di soa pelabuhan dagang di Maluku termasuk di
Belanda, sekolah khusus untuk pribumi yang Saparua.
berada di sekitar kluster permukiman etnis Kota Saparua sebagai pusat
Arab, serta sekolah untuk etnis pribumi yang pemerintahan di Kepulauan Lease tampak pada
berada tidak jauh dari kluster permukiman berbagai fasilitas yang ada. Fasilitas-fasilitas
etnis Tionghoa yaitu sebelah barat lokasi ini dalam perkembangan kota selanjutnya tidak
pasar. lagi ditempatkan di dalam benteng, akan tetapi

52
Syahruddin Mansyur, Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease.

dibangun di luar benteng. Bangunan-bangunan


yang dulunya berfungsi sebagai kantor
pemerintah, sekolah, rumah sakit, adalah
fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh Belanda

S
di Kota Saparua. Sementara itu, di Pulau
Nusalaut, Belanda tidak membangun fasilitas-
fasilitas sebagaimana yang ada di Saparua
kecuali benteng dan sekolah. Demikian halnya
di Pulau Haruku, tampaknya pemerintah
Belanda tetap mempertahankan fungsi benteng

NA
Foto 2. Peta (Karten) yang dibuat pada tahun 1828
sebagai pusat pemerintahan. yang menggambarkan peta situasi (jaringan
2). Pola Pemukiman di Kepulauan Lease jalan) Negeri Ouw di Pulau Saparua (Sumber:
Balai Arkeologi Ambon, 2011).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya
bahwa pada awal penguasaan bangsa Eropa, laut. Dengan demikian, pengamatan terhadap
baik masa Portugis maupun Belanda telah beberapa negeri yang ada di Kepulauan Lease,
terjadi perubahan besar terhadap pola tata ruang pemukiman setelah dilakukan
pemukiman penduduk lokal di sebagian besar relokasi permukiman mengikuti pola jaringan
wilayah Maluku termasuk di Kepulauan Lease. yang dikembangkan oleh Belanda yaitu
Pada awalnya, permukiman-permukiman pola tata ruang yang mengikuti garis pantai.
berada di atas pegunungan yang kemudian Demikian halnya dengan jaringan jalan yang
diturunkan ke daerah pantai untuk memudahkan juga mengikuti garis pantai. Pengamatan
pengawasan, meski menurut beberapa catatan di beberapa negeri yang dikunjungi masih
memperlihatkan pola seperti ini, dan memiliki
KE
Belanda menyebutkan bahwa beberapa tempat
di Pulau Saparua, Pulau Nusalaut dan Pulau kesamaan dengan data pictorial berupa peta
Haruku telah berada di daerah pantai. Berbagai Belanda yang dibuat pada tahun 1828 yang ada
upaya dilakukan oleh pihak Belanda untuk di negeri Ouw.
merelokasi penduduk di Kepulauan Lease ke Saat ini, pola keruangan yang tampak di
daerah pantai termasuk dengan cara memberi negeri-negeri yang ada pada umumnya adalah
penghargaan kepada pimpinan mereka berupa dengan menempatkan bangunan peribadatan
tongkat maupun dengan cara paksaan. yaitu gereja yang dekat dengan bangunan
Secara umum, tiga gugus pulau yang ada di pemerintahan yaitu Balai Desa atau kantor
Kepulauan Lease memiliki topografi pulau Negeri. Meski tidak diperoleh informasi apakah
yang sama yaitu daerah berbukit dengan pola ini telah ada sejak masa pemerintahan
sedikit dataran di wilayah pesisir. Keadaan Belanda atau setelah masa tersebut. Namun,
topografi seperti ini menjadikan permukiman berdasarkan pengamatan terhadap beberapa
AR

dikembangkan dengan pola mengikuti garis bangunan kantor Negeri yang tidak memiliki
pantai. Hal ini, tampak pada negeri-negeri ciri bangunan kuno tampaknya dibangun pada
yang sebagian besar berada di daerah pantai, masa setelah pendudukan Belanda. Hal lain,
meski di beberapa tempat yang masih berada bahwa pengamatan terhadap bangunan berciri
di daerah bukit seperti negeri Paperu dan arsitektur kuno pada umumnya adalah rumah
Booi di Pulau Saparua dan negeri Nalahia tinggal Bapak Raja dan juga bangunan gereja.
dan Titaway di Pulau Nusalaut. Hal ini karena
topografi wilayahnya yang berbukit, sehingga b. Aspek Sosial-Ekonomi
negeri-negeri tersebut berada di atas bukit Perubahan terhadap aspek sosial-
tebing yang berbatasan langsung dengan ekonomi masyarakat di wilayah Kepulauan

53
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

Lease setidaknya dipengaruhi oleh dua hal termasuk prosentasi pembagian kepada negeri
yaitu sistem pemerintahan yang diterapkan maupun kepada Belanda serta kepada petani/
oleh Belanda dan masuknya agama Kristen penggarap kebun. Sistem pajak lain, yang
dalam kehidupan masyarakat Saparua. Khusus disebut “nasse” yang masih berlanjut hingga

S
di Kota Saparua misalnya, Belanda membuka tahun 1960-an. Sistem ini hanya mengenakan
ruang terbentuknya heterogenitas warga kota pajak untuk produksi cengkih yang dibawa ke
dengan menempatkan berbagai etnis yang ada pusat pengumpul yang saat itu berada di Passo
yaitu Arab dan Cina maupun etnis pribumi yang (Pulau Ambon). Tampaknya, kedua sistem
lain. Hal inipun semakin berkembang dengan perpajakan ini masing-masing diberlakukan
mendirikan sekolah khusus berdasarkan etnis. berdasarkan periode tertentu. Sistem “blasten”,

NA
Meski demikian, Belanda tetap melakukan diterapkan pada masa monopoli cengkih oleh
pengawasan dengan adanya pemisahan Belanda, sementara sistem “nasse”, diterapkan
permukiman serta adanya kantor polisi yang setelah masa monopoli cengkih dan berlanjut
dekat dengan kedua kluster tersebut. Selain pada masa kemerdekaan. Khusus untuk sistem
itu, Belanda juga menerapkan sistem peradilan “blasten”, tata niaga cengkih didukung oleh
Eropa dengan adanya pengadilan maupun prasarana berupa dermaga yang merupakan
rutan di Kota Saparua. elemen utama pada setiap benteng yang
Sementara itu, wilayah-wilayah negeri di Kepulauan Lease. Prasarana lain yang
dipisahkan berdasarkan latar belakang agama mendukung tata niaga ini adalah adanya gudang
yang dianut oleh masyarakat masing-masing komoditi di sebelah utara Benteng Duurstede.
negeri. Hal ini setidaknya tampak di Pulau Dengan demikian, aspek ekonomi berdasarkan
Saparua dan Haruku yang masing-masing sistem pajak ini sekaligus memberi gambaran
KE
penduduknya menganut agama Islam dan tentang tata niaga cengkih masa pendudukan
Kristen, berbeda halnya di Pulau Nusalaut Belanda.
yang seluruhnya merupakan negeri Kristen.
Secara umum, aspek sosial yang c. Aspek Institusi Pemerintahan
dipengaruhi oleh masuknya agama Kristen Pengaruh terhadap aspek institusi
adalah koordinasi pihak gereja untuk berbagai pemerintahan secara umum dapat digambarkan
kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan tingkatan pemerintahan pada
negeri tertentu. Kegiatan gotong royong masa pendudukan Belanda. Jabatan pada
misalnya dilakukan untuk pembangunan tingkat paling atas adalah Gubernur Jenderal
maupun renovasi sarana umum. Kegiatan yang berkedudukan di Batavia (sebelumnya,
seperti ini umum dilakukan khususnya pada selama tiga masa pemerintahan berkedudukan
saat pembangunan maupun renovasi gedung di Ambon), selanjutnya adalah Gubernur
gereja di mana seluruh masyarakat bahkan
AR

(Residen) yang berkedudukan setingkat


masyarakat Negeri lain pun ikut terlibat provinsi, Asisten Residen (Kontrolir) yang
(masyarakat di Maluku menyebutnya dengan berkedudukan setingkat Kabupaten, dan
Negeri Pela). Controuler yang berkedudukan setingkat
Informasi yang diperoleh berkaitan Kecamatan. Khusus untuk wilayah Saparua
dengan aspek ekonomi dan sistem tata niaga ditempatkan Controuler sehingga kedudukan
cengkih masa Kolonial menyebutkan bahwa Saparua setingkat dengan Kecamatan. Khusus
Belanda menerapkan sistem pajak yang disebut untuk wilayah Maluku (Ambon, Kepulauan
”blasten”, pembagian produksi cengkih Lease, dan Seram), sistem pemerintahan
untuk Negeri/desa dan untuk Pemerintah ini masih berlanjut hingga ke tingkat paling
Belanda. Sistem ini tidak diketahui lebih detail bawah dengan adanya jabatan Raja sebagai

54
Syahruddin Mansyur, Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease.

kepala pemerintahan negeri setingkat desa. jika memperhatikan koleksi berbagai


Pada umumnya, jabatan kepala pemerintahan arsip yang masih dipegang oleh keturunan
ini diatur oleh ketentuan yang berlaku pada pejabat negeri pada masa pemerintahan
tingkatan lokal atau negeri bersangkutan Belanda. Demikian halnya, jika mengamati

S
(sebagaimana diketahui bahwa jabatan Raja arsitektur bangunan rumah tinggal raja masa
dipegang oleh marga tertentu berdasarkan pemerintahan Belanda yang memiliki ciri
sistem stratifikasi sosial), kecuali jika kondisi arsitektur kuno. Dengan demikian, dapat
tertentu akan dipilih oleh Pemerintah Belanda. disimpulkan bahwa pemerintah Belanda pada
Dengan demikian, sistem pemerintahan yang masa itu memberi kepercayaan penuh kepada
diterapkan oleh Belanda telah mengubah sistem pejabat pemerintahan negeri yang telah mereka

NA
pemerintahan yang sebelumnya berlaku, di tunjuk. Upaya lain untuk menjaga kepercayaan
mana masyarakat hanya terdiri atas kelompok- kepada kepala pemerintahan negeri adalah
kelompok sosial berdasarkan turunan atau dengan pemberian penghargaan, baik berupa
marga tertentu. Sistem pemerintahan yang kepala tongkat, payung, maupun berupa surat
diterapkan oleh Belanda adalah sistem keputusan yang berisi tentang penghargaan
pemerintahan modern yang telah mengarah atas prestasi yang dicapai oleh si penerima.
pada terbentuknya sebuah negara.
Aspek lain yang berpengaruh terhadap
institusi pemerintahan adalah sistem pencatatan
pemerintahan yang lebih teratur (setidaknya
berdasarkan sisi administrasi, karena banyak
catatan-catatan Belanda yang dikemudian
KE
hari ternyata memiliki penyimpangan). Arsip-
arsip yang berhasil diidentifikasi merupakan
arsip-arsip yang memuat tentang tanah dati,
serta catatan tentang kependudukan (kelahiran
dan kematian). Catatan tentang tanah dati Foto 3. Rumah Tinggal Raja Sirisori Islam dengan ciri
arsitektur kolonial (Sumber: Balai Arkeologi
misalnya, hingga saat ini masih menyisakan Ambon, 2011).
konflik diantara berbagai pihak yang merasa
berhak atas tanah yang disengketakan. Hal lain yang berpengaruh besar
Demikian halnya, batas negeri yang juga terhadap aspek pemerintahan yang berkaitan
menyisakan konflik di antara negeri yang dengan sistem tata niaga cengkih masa kolonial
bertetangga. Konflik-konflik lahan ini bermula adalah keberhasilan Belanda membangun
dari gugatan terhadap arsip-arsip Belanda yang sistem yang menyertakan aspek pemerintahan
dianggap tidak sesuai dengan pemahaman hingga ke tingkat paling bawah yaitu negeri.
AR

pihak-pihak tertentu. Selain itu, pada masa Sistem ini dibangun dengan mengangkat
pemerintahan Belanda ketentuan tanah dati seorang komisaris (yang umumnya diangkat
mengalami penyimpangan, di mana pemerintah dari seorang pejabat Raja yang berprestasi)
Belanda mengijinkan transaksi jual beli atas yang khusus menangani berbagai hal berkaitan
tanah dati yang seharusnya dilarang untuk dengan tanaman cengkih. Hal ini tampak pada
diperjualbelikan berdasarkan ketentuan adat sebuah inskripsi pada makam Raja Abubu di
(harus diwariskan pada generasi selanjutnya). Pulau Nusalaut. Dokumen-dokumen kuno
Sementara itu, fungsi pemerintahan yang berhasil diidentifikasi di beberapa
negeri berlangsung di kediaman Raja sebagai negeri di Kepulauan Lease juga menunjukkan
kepala pemerintahan negeri. Hal ini diketahui bahwa Pemerintah Belanda memberikan surat

55
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

berdoa mohon hujan atas bencana yang terjadi


pada sebuah negeri di Saparua yang sedang
kekurangan air. Berkat doa yang dikabulkan
tersebut, penduduk negeri menerima agama

S
Kristen dan kemudian dibaptis oleh Xaverius
(End, 2008: 212). Catatan lain, sebagaimana
dikisahkan oleh Muskens tentang Raja Ulath
pada Desember 1564 yang setia dengan
keimanannya ketika terjadi konflik antara
Ternate dan Portugis (Aritonang, 2006: 37).

NA
Foto 4. Makam Raja Abubu (Pulau Nusalaut) dengan
inskripsi yang menyebutkan tentang jabatan Sementara itu, masyarakat di Pulau Nusalaut
Komisaris Cengkih (Sumber: Balai Arkeologi juga telah menerima agama Kristen sejak
Ambon, 2012).
kedatangan Portugis di Maluku. Hal ini,
penghargaan kepada seorang pejabat negeri berdasarkan tradisi tutur yang menyebutkan
yang memiliki prestasi dalam hal tanaman bahwa penerimaan agama Kristen oleh
cengkih. Sementara itu, dokumen kuno yang masyarakat di Pulau Nusalaut diawali dengan
terdapat di Negeri Nalahia menunjukkan musyawarah yang diikuti seluruh kelompok
adanya jabatan Saniri Tanah untuk Kepulauan masyarakat di pulau tersebut di suatu tempat
Lease. Pejabat yang ditunjuk sebagai Saniri yang disebut Pusa Pulo. Catatan-catatan dan
Tanah bertugas untuk menyelesaikan sengketa informasi tutur ini setidaknya telah memberi
lahan yang terjadi di Kepulauan Lease (Tim informasi tentang masa awal penyebaran
Penelitian, 2012). agama Kristen khususnya di Kepulauan Lease
KE
bahwa penyebaran agama Kristen di wilayah
d. Aspek Religi Kepulauan Lease merupakan gelombang
Pengaruh yang paling dominan atas pertama penyebaran agama Kristen di
pendudukan kolonial di Maluku adalah Nusantara.
penyebaran agama yang meluas di wilayah ini. Setelah masa kekuasaan Portugis
Di Maluku, penyebaran agama Kristen dimulai berakhir, penyebaran agama Kristen kemudian
ketika kontak antara penduduk setempat digantikan oleh Belanda (VOC). Dalam
dengan bangsa Eropa khususnya Portugis periode awal kedatangan Belanda di Maluku,
yang menyebarkan agama Katolik. Pada masa beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa
itu, Portugis membuka ruang para misionaris di beberapa tempat di Pulau Saparua dan Pulau
untuk menyebarkan agama Katolik di wilayah
Maluku (khususnya Maluku Utara sebagai
AR

pusat awal kekuasaan mereka di wilayah ini).


Proses penyebaran ini kemudian berlanjut
pada masa pendudukan Belanda (VOC),
dengan menyebarkan agama Kristen Protestan
menggantikan Katolik.
Catatan bangsa Eropa tentang
penyebaran agama Kristen pada masa
Portugis di Maluku adalah catatan perjalanan
Franciscus Xaverius yang tiba di Maluku
Foto 5. Gereja Eben Haezer di Negeri Sila dibangun
pada Februari 1546. Dalam catatan tersebut pada tahun 1716 (Sumber: Balai Arkeologi
dikisahkan tentang bantuan Xaverius yang Ambon, 2012).

56
Syahruddin Mansyur, Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease.

Haruku terjadi konversi agama dari Islam Maluku tampak jelas menunjukkan bahwa
ke Kristen. Konversi ini berkaitan dengan selain berfungsi sebagai pusat pertahanan juga
keberhasilan VOC menaklukkan perlawanan berfungsi sebagai perdagangan. Hal ini jika
lokal yang terjadi di Kerajaan Iha di Pulau mengamati keletakan atau lokasi benteng yang

S
Saparua dan masyarakat Amarima Hatuhaha berada di daerah pesisir serta bentuk atau tipe
di Pulau Haruku. Sementara itu, di Pulau benteng berupa blokhuis.
Nusalaut tidak diperoleh informasi tentang Berdasarkan hasil survei arkeologi,
konversi yang sama dengan di tempat-tempat dengan berbagai kondisinya saat ini, terdapat
lain di Kepulauan Lease. Namun, terdapat lima benteng di Pulau Saparua. Kelima
fakta bahwa masyarakat Pulau Nusalaut yang benteng tersebut adalah Duurstede di Kota

NA
beragama Kristen memiliki ikatan gandong Saparua, Ouw di negeri Ouw, Hollandia di
(saudara) dengan masyarakat di Pulau Ambalau negeri Sirisori, Delf di Porto, dan Huit de
yang beragama Islam. Versten (Huivelsen) di negeri Noloth. Dari
Selain Franciscus Xaverius pada masa kelima benteng tersebut, Benteng Duurstede
kekuasaan Portugis, tokoh-tokoh lain yang yang ada di Kota Saparua adalah satu-satunya
dianggap berjasa dalam penyebaran agama benteng yang utuh dan masih dapat diamati
Kristen di Maluku adalah Francois Valentijn bentuknya. Benteng-benteng lain yaitu Ouw,
yang berada di Maluku dalam periode 1686- masih menyisakan sisa struktur berupa dinding
1694 dan 1705-1713. Jasa terbesar Valentijn yang menampakkan bekas pintu maupun
dalam penyebaran Kristen di Maluku adalah jendela bangunan. Benteng Hollandia dan
menterjemahkan alkitab ke dalam bahasa Delf, hanya menyisakan sisa struktur berupa
Melayu-Ambon (Berkhof dan Enklaar, 1986). pondasi dan beberapa bongkahan batu karang
KE
Tokoh lain adalah Joseph Kam yang berada yang diduga sebagai dermaga. Sementara
di Maluku sejak tahun 1815 hingga 1833. itu, benteng yang ada di negeri Noloth tidak
Joseph Kam adalah pendeta yang dikirim oleh menampakkan sisa struktur karena telah hancur
Pemerintah Belanda melalui kerjasama antara akibat bencana alam, lokasinya yang berada di
GPI dengan NZG (Nederlands Zendeling- tepi pantai sehingga sulit untuk menemukan
Genootschap). Sejak awal kedatangannya indikasi sebuah bangunan. Di Nusalaut hanya
di Maluku, Joseph Kam aktif melakukan menempatkan satu benteng dengan tipe
kunjungan ke berbagai tempat di Kepulauan Blokhuis yaitu benteng Beverwijk di Nusalaut.
Lease, Seram bahkan sampai di Kisar Dan di Haruku terdapat tiga benteng yaitu
(Maluku Tenggara). Jasa Joseph Kam dalam Benteng Hoorn di Pelauw, Benteng Niew
memulihkan gereja di Maluku begitu besar Zeelandia di Haruku dan Benteng Hectoria
sehingga ia diberi julukan “Rasul Maluku di Oma. (Tim Penelitian, 2011). Sementara
(End, 2008: 253-254). itu, berdasarkan penelusuran sumber-sumber
AR

berupa data piktorial menunjukkan bahwa


e. Sistem Perbentengan benteng-benteng yang saat ini tidak dapat
Secara umum, benteng merupakan diidentifikasi lagi merupakan benteng dengan
bangunan yang berfungsi sebagai simbol tipe Blokhuis, mis: Delf di Porto, Hollandia di
pertahanan, namun seiring berbagai aktivitas Sirisori, dan Hectoria di Oma (Roever et al.,
yang dipusatkan dalam benteng termasuk aspek 2008; Wall, 1928)
ekonomi dan sosial sehingga mempengaruhi Dalam konteks jaringan niaga yang
fungsi benteng sebagai pusat administrasi, dibangun oleh Belanda pada abad ke-17,
pemerintahan, dan perdagangan (Marihandono, mereka telah membagi wilayah-wilayah
2008). Benteng-benteng yang ada di wilayah produksi serta menempatkan benteng yang

57
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

merupakan pusat pengumpul sementara. perlindungan dan pemanfaatan tinggalan


Catatan-catatan Belanda menunjukkan bahwa arkeologi yang masih bertahan. Sangat
pada paruh terakhir abad ke-17, daerah-daerah disayangkan bahwa bukti-bukti arkeologi
yang menjadi pusat produksi cengkih yang berupa benteng yang di Kepulauan Lease

S
dikembangkan oleh Belanda memiliki produksi saat ini mengalami kehancuran bahkan telah
cengkih yang tinggi (Knaap, 2004: 297). musnah. Di sisi lain, bukti-bukti ini penting
Dengan demikian, pengaruh kolonial tampak untuk menjelaskan tata niaga cengkih masa
jelas dari peninggalan berupa perbentangan Kolonial di Kepulauan Lease. Sementara
yang ada di Kepulauan Lease. itu, sebagai bagian dari upaya pengelolaan
Sementara itu, indikasi lain adalah sumberdaya budaya di Kepulauan Lease

NA
bentuk atau tipe benteng berupa blokhuis yaitu perlu dipertimbangkan pendirian museum
bangunan berbentuk persegi dengan bangunan untuk menyelamatkan memori kolektif
yang menjulang tinggi dan terdiri atas tentang gambaran monopoli cengkih masa
beberapa lantai. Lantai pertama kemungkinan Kolonial. Olehnya itu, penting untuk segera
merupakan ruang yang berfungsi sebagai mewacanakan ide pendirian museum cengkih.
gudang, lantai kedua merupakan ruang
untuk petugas. Lantai ketiga yang umumnya
merupakan lantai terakhir (tempat tertinggi)
adalah area terbuka sehingga memungkinkan
untuk mengawasi daerah sekitarnya. Lantai *****
ketiga ini juga umumnya terdapat embrasure
atau ceruk bidik untuk menempatkan meriam
KE
(Mansyur, 2013).

3. Penutup Daftar Pustaka

Periode perdagangan masa Kolonial atau Aritonang, Jan S. 2006. Sejarah Perjumpaan
Kristen dan Islam di Indonesia. Jakarta:
periode monopoli rempah-rempah di wilayah
PT BPK Gunung Mulia.
Maluku menjadi periode penting dalam sejarah
Berkhof, H. dan Enklaar, I.H. 2001. Sejarah
penguasaan kolonial di wilayah ini. Dalam Gereja, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
konteks tersebut, Kepulauan Lease memegang
Bonke, Hans. 2010. “European Forts in The
peran penting sebagai pusat produksi cengkih Indonesian Archipelago (Nusantara)”,
dalam sistem monopoli sebagaimana yang telah dalam Inventory and Identification Forts
ditetapkan oleh Belanda. Beberapa hal terkait in Indonesia, hal. 32-45. Jakarta: Pusat
Dokumentasi Arsitektur; Direktorat
dengan masa monopoli cengkih, diantaranya:
Peninggalan Purbakala Kementerian
AR

pola atau kebijakan yang diterapkan untuk Kebudayaan dan Pariwisata; PAC
mendukung upaya monopoli, faktor-faktor lain Architects and Consultants.
yang mendukung berhasilnya monopoli, serta End, V.d. 2008. Harta dalam Bejana: Sejarah
pengaruh-pengaruh lain yang berdampak pada Gereja Ringkas. Jakarta: Gunung Mulia.
kondisi sosial masyarakat di Kepulauan Lease. de Graaf, H.J. 1977. “De Geschiedenis van
Saat ini, bukti-bukti arkeologis sebagai Ambon en de Zuid Molukken”. Alih
Bahasa oleh Frans Rijoli, Sejarah
manifestasi materi dari jejak pengaruh kolonial
Ambon dan Maluku Selatan.
di Kepulauan Lease masih tampak jelas dan
de Roever, A. et al. 2008. Grote Atlas van de
dapat ditelusuri. Oleh karena itu, rekomendasi Verenigde Oost-Indische Compagnie
terkait dengan potensi tinggalan arkeologi deel 3: Indisvhe Archipel en Oceanie.
adalah penting untuk memperhatikan aspek Zierikzee: Asia Maior.

58
Syahruddin Mansyur, Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease.

Harkantiningsih, N., Sarjiyanto, L.H. Mansyur, Syahruddin, 2013. “Sistem


Inagurasi, dan D. Rudatin. 2010. Perbentengan dalam Sistem Monopoli
“Kajian Kewilayahan Pengaruh Cengkih Masa Kolonial di Maluku”,
Kolonial di Nusantara: Penelitian makalah dalam Evaluasi Hasil Penelitian
dan P enge mbanga n” , m ak al ah Arkeologi. Ambon, 13 Februari 2013:

S
dalam Evaluasi Hasil Penelitian Balai Arkeologi Ambon.
Arkeologi (EHPA). Yogyakarta, 15-18
Tim Penelitian, 2011. Jejak Pengaruh Kolonial
Desember 2010: Pusat Penelitian dan
di Kecamatan Pulau Saparua, Laporan
Pengembangan Arkeologi Nasional.
Penelitian Arkeologi. Ambon: Balai
Knaap, G. 2004. Kruidnagelen en Christenen Arkeologi Ambon.
de VOC en de bevolking van Ambon
--------, 2012. “Menelusuri Jejak-Jejak Jaringan
1656-1696. Leiden: Koninklijk Instituut

NA
Perdagangan Masa Kolonial di Pulau-
voor Taal-, Land-en Volkenkunde
Pulau Lease, Kabupaten Maluku Tengah
(KITLV).
Provinsi Maluku”, Laporan Penelitian
Leirissa, R.Z. 1973. “Kebijakan VOC untuk Arkeologi. Ambon: Balai Arkeologi
Mendapatkan Monopoli Perdagangan Ambon.
Cengkih di Maluku Tengah antara
van de Wall, V.I. 1928. de Nederlandsche
Tahun-Tahun 1615 dan 1652”, dalam
Oudheden in de Molukken. Gravenhage:
Bunga Rampai Sejarah Maluku, hal.
Martinus Hijhoff.
84-115. Jakarta: Lembaga Penelitian
Sejarah Maluku. SSCNET, 2013.The East India Company.
Diunduh tanggal 30 Agustus 2013.
Leirissa, R.Z, Manusama, Z.J., Lapian, A.B.,
http://www.sscnet.ucla.edu/southasia/
Abdurrachman, P.R. 1982. Maluku
History/British/EAco.html
Tengah di Masa Lampau: Gambaran
Sekilas Lewat Arsip Abad Sembilan Oxford Reference, 2013. French East India
Belas. Jakarta: Arsip Nasional Republik Company. Diunduh tanggal 30 Agustus
Indonesia. 2013.
KE
h t t p : / / w w w. o x f o r d r e f e r e n c e .
Marihandono, J. 2008. “Perubahan Peran
com/view/10.1093/oi/
dan Fungsi Benteng dalam Tata Ruang
authority.20110803095835150
Kota”, makalah dalam Wacana: Jurnal
Ilmu Pengetahuan Budaya Vol. 10 Britannica, 2013. Danish East India Company.
No. 1, April 2008. Depok: Fakultas Diunduh tanggal 30 Agustus 2013.
Ilmu Pengetahuan Budaya-Universitas http://global.britannica.com/
Indonesia. EBchecked/topic/151045/Danish-East-
India-Company
Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia
Modern: 1200-2008. Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta.
AR

59
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013 : 1-60

S
NA
KE
AR

60

Anda mungkin juga menyukai