Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Perdagangan

Cengkeh di Maluku pada Abad


ke-17

Hasim. A. Rachmat : 0606086975

Agung Prayogi : ..........

Ashagi Harahap : 0606086855

Syenny Seftira V : 0606087196

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2010
BAB I

PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG PERDAGANGAN CENGKEH

Ilmu ekonomi adalah meneliti masalah pembagian barang-barang yang


tersedia dalam jumlah yang terbatas, serta kemungkinan-kemungkinan tak
terbatas dan yang saling mengesampingkan dalam mempergunankannya. Sejarah
ekonomi adalah sejarah tentang berbagai upaya manusia untuk memenuhi
kebutuhan dirinya atas barang-barang dan jasa, serta berbagai institusi dan
hubungannya yang dihasilkan oleh upaya-upaya tersebut.

Jadi, Sejarah ekonomi perdagangan cengkeh adalah sejarah tentang


berbagai upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya atas barang-barang
dan jasa, serta berbagai institusi dan hubungannya yang dihasilkan oleh upaya-
upaya tersebut yang dalam hal ini adalah kegiatan jual-beli cengkeh yang
dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas cengkeh
dengan disertai imbalan atau kompensiasi.

Kepulauan Maluku merupakan kepulauan yang berada di wilayah


Indonesia bagian Timur. Memiliki wilayah yang dikelilingi oleh lautan membuat
Maluku mudah di akses melalui berbagai jalur. Berkembangnya pelayaran dan
perdagangan pada masa Kurun Niaga membuat Maluku menjelma menjadi
wilayah yang sangat penting bagi sumber komoditi rempah terutama cengkeh.

Pesatnya perdagangan menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan yang


yang bertumpu kepada perdagangan rempah-rempah. Hal ini disebabkan karena
cengkeh hanya bisa didapatkan di wilayah Maluku pada saat itu. Rempah-rempah
dibutuhkan tidak hanya untuk makanan, tetapi juga untuk bahan pengawet
makanan selama musim dingin. Untuk itu garam dan rempah-rempah sangatlah
diperlukan.1
1
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern.1998.hal.32.

2
Cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian yang tinggi nilai
ekonominya. Baik sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau
bahan dalam pembuatan minyak atsiri, namun bila faktor penanaman dan
pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka produksi dan kualitasnya akan
menjadi rendah.2

Cengkeh adalah rempah-rempah yang merupakan tanaman asli kepulauan


Maluku atau yang dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands. Menanam
pohon cengkeh saat seorang anak dilahirkan adalah tradisi penduduk asli Maluku.
Secara psikologis ada pertalian antara pertumbuhan pohon cengkeh dan anak
tersebut sehingga pohon cengkeh benar-benar dijaga dan dirawat oleh orang
Maluku. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi
salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.3

Perjalanan cengkeh dari daerah asalnya di Maluku sampai menjadi rempah


yang dikenal dan digunakan di seluruh dunia bergulir seiring dengan garis sejarah
perdagangan rempah-rempah (spice trade). Tulisan mengenai sejarah cengkeh dan
spice trade bagian pertama ini mencakup pemakaian dan perdagangan cengkeh
dari 5000 tahun yang lalu hingga 500 SM di kawasan Timur Tengah.4

Cengkeh (Syzygium aromaticum, atau sinonimnya Eugenia aromaticum)


merupakan tanaman berupa pohon yang termasuk dalam famili jambu-jambuan
atau Myrtaceae. Famili jambu-jambuan merupakan kelompok tumbuhan yang
sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan kita, contohnya tanaman buah-buahan
(jambu), tanaman hias (bunga sikat botol), dan tanaman obat dan industri
(cengkeh, salam, kayu putih). Pohon cengkeh adalah tanaman asal Indonesia yang
aslinya berasal dari kepulauan Maluku. Bunganya kini dijadikan bunga identitas
Propinsi Maluku Utara.5

2
http://teknisbudidaya.blogspot.com/2008/07/leaflet-budidaya-tanaman-cengkeh.html, 20 April
2010, pukul 19:50 WIB
3
http://rumahkeboncengkeh.wordpress.com/2009/05/22/sejarah-cengkeh-bagian-1-cengkeh-
rempah-rempah-purbakala/, 20 April 2010, pukul 19:52 WIB
4
Ibid.
5
http://rumahkeboncengkeh.wordpress.com/2009/04/07/mengenai-cengkeh-1/, 20 April 2010,
pukul 19:58 WIB

3
Cengkeh merupakan komoditas mewah pada abad 16 dan 17, sehingga
harga cengkeh sangat mahal. Harga yang mahal menyebabkan terjadinya upaya
monopoli untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal dalam perdagangan
cengkeh. Hal ini dilakukan oleh, Sultan Ternate sehingga dapat membiayai
armada militernya yang begitu besar. Para pedagang Islam (Arab, Yaman, Cina,
dll) mendapat keuntungan yang besar, selain itu bangsa Eropa seperti Portugis,
Spanyol, Inggris, dan Belanda berperang untuk mendapatkan monopoli
perdagangan cengkeh

Makalah ini akan membahas secara mendalam perdagangan cengkeh di


Maluku pada abad ke-17, sebab pada abad ke-18 terjadi perubahan trend rempah-
rempah ke trend perkebunan (Kopi, Teh, Gula, dll) yang mengakibatkan
perdagangan cengkeh menjadi tidak membawa keuntungan yang berlipat-lipat dan
mulai ditinggalkan.

4
BAB II

Perkembangan Perdagangan Cengkeh di Maluku pada abad ke-17

Cengkeh pertama kali diperkenalkan ke dunia Barat oleh para pedagang


Cina, Jawa, dan Arab yang melakukan perdagangan dengan kepulauan Maluku.
Sejak abad ke-13 para pedagang Cina datang dengan menggunakan kapal, lalu
disusul pada abad ke-14 oleh pedagang Arab dan abad ke-16 Portugis datang
sebagai awal mula kedatangan para pedagang lainnya dari Eropa.

Pada awalnya, perdagangan cengkeh dipegang oleh orang-orang Maluku,


namun pada akhir abad ke-17 lalu kemudian jatuh ke tangan Portugis, Spanyol,
dan Belanda. Kemajuan perdagangan cengkeh tak lepas dari berperannya rute
perdagangan dunia. Karena cengkeh sampai ke Eropa dengan melalui jalur laut.

Sebagai daerah yang menjadi titik awal perdagangan rempah-rempah,


Maluku mempunyai kedudukan yang sangat signifikan terhadap perdangangan itu
sendiri. Oleh karena itu, kekuatan Eropa seperti Spanyol, Portugis, dan VOC
berusaha memperkuat pengaruhnya dalam perdangan dengan melakukan
kerjasama dengan penguasa setempat, mendirikan gudang dan loji atau benteng.
Pada tahun 1603 mengadakan “perjanjian abadi” dengan Hitu, antara lain untuk
saling membantu dalam menghadapi musuh, yaitu bangsa Portugis. Hubungan
antara VOC dan rakyat Hitu, seperti dinyatakan dalam perjanjian yang diperbarui
pada tahun 1609, memberi kedudukan bangsa Hitu sebagai sekutu dan bukan
sebagai bawahan. Kapitan Tepil diakui sebagai penguasa wilayah.6

Portugis tidak begitu disukai oleh penduduk setempat, hal ini desbabkan
oleh beberapa faktor diantaranya tujuan 3G yaitu menyebarkan agama Kristen
(Katolik). Awalnya kedatangan mereka di sambut baik, mereka kembali ke

6
Kartodirdjo.Sartono, Pengantar sejarah Indonesia Baru,1500-1900.Dari Emporium sampai
Imperium, 1990, hal. 176

5
Portugis dengan kapal yang penuh berisi rempah-rempah dan keuntungan yang
besar, cukup menggiurkan untuk mereka selalu datang ke Maluku, tetapi perangai
mereka buruk sekali. Mereka bersikap kasar, serakah, pemaksa dan bahkan
perusak moral dan norma. Akhirnya mereka diperangi oleh orang-orang Maluku,
para pedagang Islam, dan amat dibenci oleh orang Melayu. Mereka menerima
tawaran bantuan dari manapun untuk bisa menghancurkan Portugis. Dalam hal ini
Spanyol, Inggris, dan Belanda masuk dan menawarkan kerja sama.7

Pada tahun 1607 VOC juga telah membuat perjanjian dengan Ternate yang
secara formal memegang hegemoni di Seram Barat, termasuk Luhu, Kambelo,
Lusidi, Hitu, dan Maluku Selatan pada umunya. Dalam kontrak itu VOC berhasil
memperoleh monopoli dalam perdagangan cengkeh.8

Orang kepulauan Maluku tidak merasa bersalah memberikan monopoli


cengkeh, karena dalam pemikiran mereka VOC itu adalah pembeli yang sama
derngan pembeli dari manapun, dan mereka berpikir akan mudah nantinya
mengusir VOC, serta fokus utama mereka adalah mengusir Portugis. Jadi hal
monopoli tidak akan mengganggu mereka nantinya.

Namun rakyat dan raja-raja sering melanggar perjanjian yang sudah di


tanda tangani sehingga terjadi konflik dengan VOC. Sikap ini membuat VOC
terpaksa melakukan perjanjian dengan raja-raja di Seram Barat pada 1609. Sistem
monopoli yang digunakan oleh VOC menimbulkan pertentangan dan pergolakan
di kalangan rakyat. Karena pedagang-pedagang asing lainnya dapat memberi
harga lebih tinggi, sekitar 80-100 ringgit/bahan, maka ada kecenderungan menjual
kepada mereka atau pedagang pribumi, seperti dari Makassar dan Jawa. Hal ini
dipandang oleh VOC sebagai penyelundupan dan harus diberantas dengan
kekerasan (hongi tochten). Dengan demikian melalui proses umpan balik timbul
pemberontakan, dan politik penindasan VOC semakin penuh kekerasan.
Perlawanan terhadap VOC itu tidak jarang mendapat dukungan dari lawan-lawan
VOC, antara lain bangsa Spanyol, Inggris, Makasssar, dan Jawa.9

7
Ibid., hal. 176
8
Ibid., hal. 176
9
Ibid., hal. 182

6
Pembunuhan Admiral Verhoeff dengan pengikutnya pada tahun1608 di
Banda mengundang ekspedisi untuk menghukum dan mengganti pulau itu dengan
penduduk lain. J.P Coen pada Februari 1621 memimpin ekspedisi ke Lontar. Coen
menolak berdamai dan menyerang Lontar dengan seluruh kekuatannya. Walau
Portugis membantu persenjataan meriam ke Lontar, namun Coen berhasil
mendirikan kastil Victoria dan menguasai Lontar. Perlawanan makin meluas ke
daerah lain yaitu Pulau Run dan Seram. Rakyat Hitu juga melakukan perlawanan
ke VOC. Namun perlawanan dapat dir edam oleh VOC sehingga rakyat Hitu
dipaksa menyerah pada tahun dan mengakui kekuatan VOC 1637.

Hongi tochten membangkitkan perlawanan Ternate dan Tidore terhadap


VOC. Ternate dan Tidore melakukan perdamaian pada 1639, untuk menghadapi
musuh bersama yaitu VOC. Namun kekuatan mereka semakin lemah, sumber
daya manusia yang yang berkurang akibat perang (perang saudara, atau Portugis,
Spanyol dan VOC). Kas kerajaan juga semakin berkurang dengan taktik hongi
tochten yang menguras komoditi eksport Maluku yang hanya diniukmati VOC
dan ribuan tenaga kerja pendayung kora-kora yang dipaksa bekerja oleh VOC
untuk kepentingan perdagangan dan perang. Tiga perempat penduduk Maluku
mati dalam peperangan pertenmgahan abad ke-17.10

Pada tahun 1650 terjadi pemberontakan rakyat Ambon hingga Ternate


melawan VOC. Sultan Ternate yang dilihat sebagai boneka VOC dipaksa turun
dan melarikan diri ke Batavia. Pemberontakan berakhir pada 1655 setelah
didatangkan bala bantuan dari Batavia. Setelah kekalahan dari VOC, para Sultan
Ternate dan Raja Tidore tidak lagi mempunyai kekuasaan di Ambon. Sebagai
kompensiasi para Sultan dan Raja itu mendapat penggantian berupa uang 12.000
ringgit/tahun.11

Mulai menghilangnya pengaruh Ternate sudah dimulai sejak VOC


menetapkan perdagangan Monopoli di Ambon. Sultan Ternate yang
menginginkan agar cengkeh di Ambon hanya dijual ke VOC saja, dan jangan
dijual kepada pedagang Islam. Proses ini terus berlanjut hingga tahun 1655
10
A.M. Djuliati Suroyo, Sejarah Maritim Indonesia I.2007. Hal. 142
11
Ibid.,hal. 142

7
sampai Ternate dan Tidore kehilangan kekuasaan atas pulau-pulau dan dengan
demikian kekuatan Armada mereka tidak lagi berfungsi.12

Jadi, keuntungan cengkeh dapat memaksa sesorang untuk berperang,


keuntungan yang tak pernah berkurang walau pemonopolinya berubah-ubah atau
berganti. Cengkeh bagi rakyat Maluku merupakan sumber penghasilan untuk
bertahan hidup, ibarat sebagai perekonomian utama orang Maluku, ketika
cengkeh diperebutkan maka banyak orang Maluku yang mati, apabila cengkeh di
monopoli VOC maka Zona perniagaan yang sudah lama berdiri akan mati dan tak
seramai dulu, disebabkan para petaninya lebih memilih melawan VOC ketimbang
merawat cengkeh, lagi pula banyak pohon-pohon cengkeh yang dibakar dan
dirusak oleh VOC.

12
Ibid., hal. 142

8
KESIMPULAN

Cengkeh (Syzygium aromaticum, atau Eugenia aromaticum) merupakan


tanaman berupa pohon yang termasuk dalam famili jambu-jambuan atau
Myrtaceae. Pohon cengkeh adalah tanaman asal Indonesia yang aslinya berasal
dari kepulauan Maluku (dirujuk sebagai Spice Islands pada jaman perdagangan
rempah-rempah sekitar 5 abad yang lalu). Bunganya kini dijadikan bunga
identitas Propinsi Maluku Utara

Monopoli cengkeh dipegang oleh orang Maluku sendiri, monopoli ini


mampu bertahan hingga akhir abad ke-17 lalu kemudian jatuh ke tangan Portugis,
Spanyol, dan Belanda. Kemajuan perdagangan cengkeh tak lepas dari
berperannya rute perdagangan dunia. Karena cengkeh sampai ke Eropa dengan
melalui jalur laut.

Aktivitas yang menonjol di Asia tenggara adalah perdagangan lintas laut,


kecuali perdagangan terbatas didaerah daratan (antara lain Birma, Thailand, Laos,
Kamboja dan Vietnam). Itu terjadi karena pusat-pusat pertumbuhan masyarakat
dan pemerintahan mula-mula berada di muara-muara sungai sehingga komunikasi
lebih mudah dilakukan melalui laut

Zona keempat, adalah Laut Sulu, suatu willayah yang berkembang


sezaman dengan Laut Jawa dalam abad ke-11 dan ke-12. Masuknya pedagang
Cina dari utara melalui Laut Sulu untuk mendapatkan rempah-rempah di
Kepulauan maluku yang menyebabkan ramaianya zona prdagangan ini. Zona ini
mencakupi Philipinan dan bagian utara Borneo

Hongi tochten membangkitkan perlawanan Ternate dan Tidore terhadap


VOC. Proese kemunduran kekuasaan Ternate telah dimulai sejak VOC
menetapkan perdagangan Monopoli di Ambon. Terlihat dengan Sultan Ternate
yang meminta agar cengkeh diAmbon hanya dijual ke VOC saja, dan jangan

9
dijual kepada pedagang Islam. Proses ini terus berlanjut hingga tahun 1655 ketika
Ternate dan Tidore tidak lagi mengusai pulau-pulau lain dengan demikian
kekuatan Armada mereka tidak lagi berfungsi.

10
DAFTAR PUSTAKA

A.M. Djuliati Suroyo, dkk. Sejarah Maritim Indonesia 1. Semarang: Penerbit


Jeda. 2007.

Reid, Anthony. Dari Ekspansi Hingga Krisis II : Jaringan Perdagangan Global


Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1999

Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press. 1998

Kartodirdjo.Sartono. Pengantar sejarah Indonesia Baru, 1500-1900: Dari


Emporium sampai Imperium. 1990

http://teknisbudidaya.blogspot.com/2008/07/leaflet-budidaya-tanaman-
cengkeh.html. 20 April 2010, pukul 19:50 WIB

http://rumahkeboncengkeh.wordpress.com/2009/05/22/sejarah-cengkeh-bagian-1-
cengkeh-rempah-rempah-purbakala/. 20 April 2010, pukul 19:58 WIB

11

Anda mungkin juga menyukai