Anda di halaman 1dari 12

PEMAKNAAN KODE ETIK JURNALISTIK PADA WARTAWAN

(STUDI FENOMENOLOGI SATELITPOST PURWOKERTO)

Oleh :

Annisa Ayu Lestari

F1C014040

Abstrak

Kode etik jurnalistik dibentuk sebagai landasan moral dan etika bagi para
wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Kode etik wajib dipahami dan
dilaksanakan oleh wartawan. Namun pada praktiknya, masih banyak wartawan yang
tidak menerapkan bahkan melanggar aturan yang ada didalam kode etik jurnalistik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana wartawan SatelitPost memaknai
Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 serta penerapan dalam tugas jurnalistiknya. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik
pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis
data menggunakan model Miles and Huberman. Hasil penelitian wartawan SatelitPost
memaknai kode etik jurnalistik sebagai pegangan hukum, norma atau aturan, dan
pelindung bagi wartawan ketika melaksanakan tugas jurnalistik. Namun ada beberapa
aturan yang tertera didalam kode etik yang dianggap kabur. Selain itu, penerapan
kode etik jurnalistik ternyata belum sepenuhnya diterapkan oleh wartawan
SatelitPost. Kemudian masih ditemukan isu-isu sensitif seperti praktik suap dan cara
wartawan memperoleh berita faktual.
Kata Kunci :

Kode Etik Jurnalistik, Wartawan, SatelitPost

Abstract
The journalistic code of ethics is formed as a moral and ethical foundation for
journalists in carrying out their journalistic duties. The code of ethics must be
understood and carried out by journalists. But in practice, there are still many
journalists who do not implement or even violate the rules that contained in the
journalistic code of ethics. This study aims to find out how the reporters of SatelitPost

1
interpret the Article 2 Journalistic Code of Ethics and the application of journalistic
tasks. This study uses qualitative methods with a phenomenological approach. The
informant selection technique uses purposive sampling technique. Data collection
techniques use observation, interview and documentation techniques. Data analysis
techniques use the Miles and Huberman model. The results of the research show that
the SatellitePost journalist interpret the journalistic code of ethics as a guide to law,
norms or rules, and a protector for journalists when carrying out journalistic tasks.
But there are some rules contained in the code of ethics that are considered vague. In
addition, the application of the journalistic code of ethics was not fully implemented
by the SatelitPost journalists. Then sensitive issues were found, such as bribery and
the way journalists received factual news.

Keywords :
Journalistic Code of Ethics, Journalists, SatelitPost
A. Pendahuluan
Sejak munculnya orde baru dan munculnya gerakan reformasi di
Indonesia telah memberikan perbaikan dalam sistem pemerintahan yang
mendorong perubahan terhadap sistem pers nasional. Perubahan ini sebagai
bagain dari upaya mengembangkan kemerdekaan pers di Indonesia.
Kemerdekaan dan kebabasan pers di Indonesia saat ini seolah tidak ada
batasnya. Dengan demikian, kegiatan jurnalistik diperlukan landasan moral
dan etika profesi sebagai pedoman operasional yang telah ditetapkan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-undang Republik
Indonesia No. 40 tahun 1999 tentang Pers passal 7 ayat 2 yang berbunyi
“Wartawan memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik” adalah Kode Etik
yang disepakati bersama organisasi wartawan dan ditetapan oleh Dewan Pers
sebagai lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang
No.40 tahun 1999.
Setelah era reformasi, 25 Organisasi Pers Nasional pada tanggal 6
Agustus 1999 di Bandung menetapkan Kode Etik Wartawan Indonesia
(KEWI) yang disahkan oleh Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000. Kemudian
dalam upaya untuk menampung berbagai permasalahan dalam dunia pers

2
yang terus berkembang, pada tanggal 14 Maret 2006 yang difasilitasi oleh
Dewan Pers, 29 Organisasi Wartawan dan Organisasi Pers termasuk PWI
(Persatuan Wartawan Indonesia) membuat Kode Etik Jurnalistik (KEJ) baru.
Kode Etik Jurnalistik ini disahkan pada tanggal 24 Maret 2006 sebagai Kode
Etik Jurnalistik baru bagi wartawan Indonesia yang berlaku secara nasional
melalui keputsan Dewan Pers No.3/SK-PD/III/2006 (Nugroho & Samsuri,
2013:35-36).
Kode Etik Jurnalistik memegang peranan yang sangat penting dalam
dunia pers dimana sebagai pedoman nilai-nilai profesi kewartawanan,
sehingga kode etik jurnalistik wajib dipahami dan dilaksanakan oleh
wartawan. Jika seorang wartawan tidak mematuhi kode etik jurnalistik dalam
kegiatannya, maka ia juga berpotensi merugikan citra perusahaan media
tempatnya bekerja. Oleh karena itu wartawan harus mematuhi kode etik
jurnalistik yang disepakati oleh Dewan Pers.
Pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik masih sering terjadi di
Indonesia, mengutip dari berita (www.antaranews.com) pada tahun 2017
dewan pers pusat menyatakan terjadi peningkatan sebesar 20 persen terhadap
pelaporan pelanggaran kode etik.. Mengutip dari (www.viva.co.id) Ketua
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), menyebutkan jumlah kasus pengaduan
mayarakat yang dilaporkan kepada Dewan Pers pada bulan Desember tahun
2017 mengalami kenaikan yaitu sebanyak 600 pengaduan. Hal ini menjadi
pertanyaan bagaimana para wartawan memaknai kode etik dan apakah mereka
menerapkannya ketika menjalankan tugas profesinya sebagai wartawan.
Penelitian ini akan meneliti wartawan di salah satu media cetak yang
ada di kota Purwokerto yaitu SatelitPost. PT Satria Media Grafika (SMG)
penerbit harian Satelitpost ini beralamat di Jalan Dr. Angka Nomor 79
Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Satelitpost berdiri
sejak tanggal 9 Maret 2012 dan merupakan media cetak atau koran lokal yang
beredar di wilayah kabupaten Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan

3
Banjarnegara. Dalam penelitian ini akan memfokuskan pada Kode Etik
Jurnalistik pasal 2 yang menyebutkan “Wartawan Indonesia menempuh cara-
cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Cara profesional yang disebutkan dalam pasal 2 kode etik jurnalistik
yaitu ketika wartawan menjalankan tugas jurnalistiknya harus menunjukan
identitas kepada narasumber, menghormati hak privasi narasumber, tidak
menyuap, selain itu wartawan harus menghasilkan berita yang faktual dan
jelas sumbernya, pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto,
suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan di tampilakan secara
berimbang, menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyiaran
gambar, foto dan suara, tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil
liputan wartawan lain sebagai karya sendiri, penggunaan cara-cara tertentu
dapat dipertimbangkan untuk peliputan investigasi bagi kepentingan pubik.
Tujuan penelitian ini untuk Untuk mengetahui bagaimana wartawan
SatelitPost memaknai Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 2 yang menjelaskan
bahwa wartawan Indonesia menempuh cara-cara profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik. Serta untuk mengetahui bagaimana kode etik
tersebut diterapkan dalam tugas jurnalistik wartawan SatelitPost.
B. Kerangka Teori
1. Teori Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Phainoai, yang
berarti „menampak‟ dan phainomenon merujuk pada „yang menampak‟.
Istilah ini diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Istilah fenomenologi
apabila dilihat lebih lanjut berasal dari dua kata yakni phenomenon yang
berarti realitas yang tampak, dan logos yang berarti ilmu. Maka
fenomenologi dapat diartikan sebagai ilmu yang berorientasi untuk
mendapatan penjelasan dari realitas yang tampak. Fenomenologi berusaha
mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan
konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita

4
mengenai dunia yang dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain)
(Kuswarno, 2009:2).
C. Kerangka Konsep
1. Pemaknaan
Pemaknaan menurut Mead dalam (Poloma, 2004:254) merupakan
proses aktif seperti menciptakan, membangkitkan atau menegosiasikan
untuk mengacu pada proses pemaknaan.
2. Media Massa
Media massa merupakan sarana penyampaian komunikasi dan
informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat
diakses oleh masyarakat secara luas (Tamburaka, 2012:13).
3. Jurnalistik
Jurnalistik atau jurnalisme (journalism) secara etimologis berasal
dari kata journal (inggris) atau du jour (prancis) yang berarti catatan
harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari atau bisa juga diartikan
sebagai surat kabar harian (Barus, 2010:2).
4. Kode Etik
Kode etik adalah suatu bentuk aturan tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan
pada saat yang dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika dinilai
menyimpang dari kode etik (Barus, 2010: 234).

5. Kode Etik Jurnalistik


Munculnya kode etik jurnalistik sekitar tahun 1900-an ketika
konsep tanggung jawab sosial hadir sebagai reaksi dari kebebasan pers.
Sedangkan, kode etik jurnalistik menurut UU No. 40/1999 adalah
himpunan etika profesi kewartawanan. Dalam penjelasan lebih lanjut,

5
kode etik yang dimaksud adalah kode etik yang disepakati organisasi
wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers..
6. Wartawan
Wartawan adalah orang yang melakukan pekerjaan kewartawanan
dan atau tugas-tugas jurnalistik secara rutin. Dalam definisi lain wartawan
dapat dikatakan sebagai orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun
berita untuk dimuat di media massa, baik media cetak, media elektronik
maupun media online (Yunus, 2010:38).
D. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Informan penelitian yaitu tiga wartawan SatelitPost yang
bertugas diwilayah Purwokerto, dengan menggunakan teknik purposive
sampling Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi,
wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model Miles
and Huberman.

E. Hasil dan Pembahasan


- Pemaknaan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik Bagi Wartawan SatelitPost
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, wartawan SatelitPost
memaknai kode etik sebagai panduan untuk para wartawan ketika
melaksanakan tugas jurnalistik. Termasuk aturan dan cara-cara kerja
wartawan tertera dalam kode etik jurnalistik. Dengan adanya kode etik
para jurnalis akan lebih profesional dalam bekerja. Selain itu kode etik
jurnalistik dimaknai sebagai norma atau aturan yang harus dimiliki oleh
setiap wartawan ketika melaksanakan tugas jurnalistik. Kode etik
jurnalistik juga sebagai tameng atau pelindung bagi wartawan apabila
terjadi suatu ketika ada kesalahan atau konflik yang berkaitan dengan
berita yang dibuat oleh wartawan. Namun ada beberapa aturan dalam

6
pasal 2 kode etik jurnalistik yang dianggap kabur karena tidak sesuai
dengan realitas wartawan ketika melaksanakan tugas jurnalistik.
Salah satu cara profesional yang disebutkan dalam pasal 2 yakni
menghormati hak privasi narasumber. Meminta steatment atau pernyataan
dari narasumber bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa narasumber
yang memilih untuk no coment atau meminta off the record ketika
wartawan meminta pernyataan dari narasumber terkait suatu pemberitaan.
Kedua hal tersebut merupakan bagian dari hak privasi seorang
narasumber, dan wartawan wajib menghormati hak privasi tersebut karena
tertulis didalam kode etik jurnalistik. Apabila narasumber tidak ingin
direkam pembicaraannya atau off the record, wartawan harus
menghormati dan secara otomatis tidak akan memasukan pernyataan
narsumber ke dalam berita. Namun hak privasi narasumber juga bisa
dikatakan kabur, karena tidak semua hak privasi diterapkan dalam suatu
pemberitaan tetapi tergantung konteks berita yang sedang diliput oleh
wartawan.
Salah satu sikap profesional yang disebutkan dalam pasal 2 kode
etik jurnalistik bahwa wartawan tidak menyuap narasumber atau
menerima suap dari narasumber. Namun, praktik suap menyuap jurnalis
sudah menjadi fenomena dan budaya tersendiri dalam pers Indonesia.
Praktik ini merujuk pada segala sesuatu dari narasumber seperti pemberian
makanan, tiket gratis, uang dan lain-lain yang diberikan pada jurnalis.
Secara tidak langsung, praktik suap sangat berpengaruh pada
profesionalitas wartawan.
Idealnya, semakin lama seseorang berkecimpung menjadi
jurnalis, maka seharusnya ia akan semakin paham kode etik dan akan
menaatinya. Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Wartawan daerah
seperti wartawan SatelitPost yang sudah bekerja selama bertahun-tahun,
sering berurusan dengan kekuatan politik lokal. Wartawan yang meliput

7
didesk politik banyak bergaul dengan para pejabat daerah dan orang-orang
politik. Agar mudah memperoleh informasi yang valid, wartawan
melakukan pendekatan secara personal yaitu dengan nongkrong bersama,
makan bersama, sampai karoke bersama. Diantara wartawan dan
narasumber keduanya saling mentrakir satu sama lain. Menurut mereka
kedekatan yang dibangun antara wartawan dan narasumber tidak hanya
sekedar bertemu untuk meliput berita, tetapi dengan melakukan
pendekatan secara personal wartawan akan mudah mendapatkan
informasi-informasi yang bersifat A1.
- Penerapan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik dalam Tugas Jurnalistik
Wartawan SatelitPost
Kode etik jurnalistik dibentuk dengan tujuan agar dapat diterapkan
wartawan saat melaksanakan tugas jurnalistiknya. Namun ada beberapa
aturan dalam pasal 2 kode etik jurnalistik yang tidak diterapkan oleh
waratawan seperti tidak meunjukan identitas kepada narasumber, tidak
menghormati hak privasi narasumber dan adanya praktik suap menyuap
antar wartawan dan narasumber.
Wartawan yang sudah bekerja didunia jurnalistik selama bertahun-
tahun, menunjukan identitas kepada narasumber tidak diperlukan. Karena
mereka dari awal sudah menjalin kedekatan-kedekatan dan hubungan baik
dengan narasumber, seperti narasumber dari instansi, birokrasi, dan
lembaga yang ada di Banyumas. cara menjalin kedekatan dan hubungan
baik dengan narasumber biasanya wartawan sering nongkrong, makan,
dan ngopi bareng. Bahkan mereka sudah dekat secara personal, wartawan
dan para narasumber yang sudah saling mengenal. Hubungan yang baik
sengaja dibangun agar narasumber terbuka terhadap wartawan ketika
diwawancarai, berbeda dengan wartawan baru biasanya narasumber akan
sangat berhati-hati ketika memberikan statement.

8
Dalam hal yang berkaitan hak privasi, tergantung dari konteks
berita yang akan diliput apabila informasi yang berkaitan dengan
permasalahan dilingkungan masyarakat, wartawan tidak akan menghargai
hak privasi narasumber walaupun mereka menolak untuk memberikan
statement. Wartawan akan tetap mengejar si narasumber, karena
narasumber tersebut harus betanggung jawab atas permasalahan yang
sedang terjadi. Namun berbeda dengan kasus yang berhubungan dnegan
pelecehan atau kekerasan seksual pada anak dibawah umur, wartawan
akan menghormati hak privasi narasumber hal tersebut sudah tercantum
dalam Undang-undang.
Berbicara mengenai praktik suap menyuap bukan hanya
dikalangan birokrasi saja, namun dikalangan jurnalis praktik ini masih
sering terjadi. Profesi wartawan memang sangat rentan terhadap hal-hal
tersebut karena wartawan banyak melakukan interaksi dengan orang-orang
yang memiliki kepentingan. Seperti misalnya dari salah satu institusi
pemerintah yang sering mengadakan media gathering, jumpa pers,
kunjungan kerja, plesiran ke tempat wisata yang bisa diliput dan berakhir
dengan bagi-bagi amplop yang berisi sejumlah uang masih sering terjadi.
Praktik-praktik masih sering terjadi salah satunya karena faktor
kesejahteraan yang masih kurang seperti gaji atau upah yang diberikan
perusahaan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama
wartawan yang sudah berkeluarga. Selain itu wartawan juga beranggapan
jika menolak pemberian dari narasumber seperti amplop akan menjadi
bahan pergunjingan oleh wartawan lain, bahkan hubungan antara
wartawan dan narasumber menjadi renggang. Sehingga para wartawan
lebih memilih untuk menerima pemberian dari narasumber.
- Isu-isu Sensitif Terkait Kode Etik Jurnalistik
Dalam pelaksanaan tugas jurnalistik, masih ditemukan isu-isu
sensitif terkait kode etik jurnalistik. Selain praktik suap menyuap, cara

9
wartawan memperoleh berita faktual. Dalam hasil penelitian ini ada fakta
yang cukup mengejutkan, bahwa wartawan banyak memperoleh informasi
faktual ditempat-tempat hiburan. Seperti room karoke, diskotik, café dan
hotel. Tempat hiburan tersebut bagi masyarakat awam atau masyarakat
biasa menganggap sebagai tempat yang terkesan negatif. Tetapi bagi
wartawan desk politik, bergaul ditempat seperti itu akan memudahkan
dirinya mendapatkan berita.
Memaknai isu-isu sensitif tersebut ketiga informan dalam
penelitian ini memiliki persepsi dan pengalaman masing-masing. Dari
hasil penelitian wartawan yang baru bekerja selama satu sampai dua tahun
memaknai isu tersebut sebagai hal yang harus dihindari terutama praktik
suap, karena akan berdampak pada berita yang ia tulis dan
independensinya sebagai wartawan akan dipertanyakan. Sehingga ia lebih
berhati-hati ketika sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya.
Sedangkan yang lebih lama berprofesi sebagai wartawan
memaknai isu-isu tersebut sebagai hal yang wajar. Karena pada realitanya
dunia jurnalis memang seperti itu, semakin lama seseorang bekerja
sebagai wartawan akan semakin tahu dunia jurnalis yang sesungguhnya.
Praktik tersebut tidak dapat dihindari karena sudah menjadi budaya dan
mau tidak mau mereka harus ikut terlibat didalamnya.
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penelitian ini
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Wartawan SatelitPost memaknai kode etik jurnalistik sebagai pegangan
hukum, norma atau aturan, dan pelindung bagi wartawan ketika
melaksanakan tugas jurnalistik. Namun ada beberapa aturan yang tertera
didalam kode etik yang dianggap kabur karena tidak sesuai dengan realitas
para wartawan ketika bekerja. Seperti ruang dan hak privasi narasumber
dan praktik suap dikalangan para jurnalis.

10
2. Penerapan kode etik jurnalistik ternyata belum sepenuhnya diterapkan
oleh wartawan SatelitPost, ada beberapa aturan-aturan yang tidak ditaati
oleh para wartawan. Khususnya dalam pasal 2 kode etik jurnalistik.
Seperti tidak menunjukan identitas kepada narasumber, tidak menghormati
hak privasi narasumber, dan adanya praktik suap menyuap diantara
narasumber dan wartawan.
3. Isu sensitif merupakan isu yang didalamnya mengandung konten-konten
tertentu, dimana ketika konten tersebut dibahas bisa menimbulkan reaksi
yang cukup signifikan atau berlebihan, dan biasanya isu sensitif berkaitan
dengan hal negatif. Dalam hal ini, isu sensitif berkaitan dengan
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh wartawan ketika melaksanakan
tugas jurnalistik. Dari hasil penelitian ditemukan isu-isu sensitif seperti
praktik suap dan cara wartawan memperoleh berita faktual.
4. Memaknai isu sensitif wartawan SatelitPost memiliki cara pandang yang
berbeda-beda. Bagi wartawan yang baru beberapa tahun bekerja,
memaknai isu sensitif tersebut sebagai hal yang harus dihindari. Namun
bagi wartawan yang sudah bertahun-tahun berkecimpung didunia jurnalis
memaknai isu tersebut sebagi hal yang wajar karena memang sudah
menjadi budaya.
G. Saran
1. Bagi perusahaan diharapkan lebih menindak tegas dengan memberikan
sanksi kepada para wartawannya apabila melakukan pelanggaran-
pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik.
2. Bagi wartawan sebaiknya lebih profesional dalam bekerja, yakni dengan
menaati dan menerapkan pasal-pasal yang ada didalam kode etik
jurnalistik.
3. Bagi institut perguruan tinggi, sebaiknya lebih banyak memberikan ilmu
tentang jurnalistik selain itu memberikan pembelajaran tentang etika,
kedisiplinan dan tanggung jawab.

11
DAFTAR PUSTAKA
Barus, Sedia Willing. 2010. Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi: Fenomena Pengemis Kota Bandung.

Bandung: Widya Padjajaran.

Nugroho, Bekti dan Samsuri.2013. Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas. Jakarta:

Dewan Pers.

Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Tamburaka, Apriadi. 2012. Agenda Setting Media Massa. Jakarta: PT

RAJAGRAFINDO PERSADA.

Yunus, Syarifudin. 2010. Jurnalistik Terpaan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Website
Antara News. 2017. Dewan Pers : Jurnalis Langgar Kode Etik Meningkat.
[Online]. Tersedia : https://www.antaranews.com/berita/648173/dewan-pers-
jurnalis-langgar-kode-etik-meningkat, diakses tanggal 27 Februari 2018.
Viva.co.id. 2017. Tahun 2017 Ada 600 Aduan Kasus Media ke Dewan Pers.
[Online]. Tersedia : https://www.viva.co.id/berita/nasional/991311-tahun-
2017-ada-600-aduan-kasus-media-ke-dewan-pers, diakses pada tanggal 27
Februari 2018.

12

Anda mungkin juga menyukai