Anda di halaman 1dari 5

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA STRATEJIK

“STUDI KASUS MENGENAI KOMPENSASI”

Dosen Pengampu :
Agoes Ganesha Rahyuda, S.E., M.T., Ph.D.

Disusun oleh :
Putu Dian Pradnyasari
NIM: 2308611051
No. Absen: 3

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023

KASUS I
AirAsia digugat 14 Karyawan akibat belum Membayar Gaji selama 6 Bulan
Sumber : Cnbc Indonesia, 23 Oktober 2020

PT. Indonesia AirAsia maskapai dengan kode penerbangan QZ digugat oleh 14


karyawan tetap karena gaji yang tidak dibayarkan selama 6 bulan. Gugatan ini dilakukan
melalui kuasa hukum Laq Firm Henry Yosodiningrat & Partners. Kuasa hukum mengatakan
bahwa para karyawan menyebutkan AirAsia telah menelantarkan karyawan dengan cuti tanpa
dibayar sejak bulan April 2020. Penerbangan AirAsia ini juga dinyatakan mangkir dari
panggilan Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang sebagai mediator perselisihan hubungan
industrial.
Sebelum pandemi COVID-19 dikatakan bahwa AirAsia sudah memotong dan juga
tidak membayar upah karyawan. Tidak hanya upah semua kewajiban dalam kontrak kerja juga
tidak dibayarkan salah satunya yaitu tagihan BPJS Ketenagakerjaan. Adanya status karyawan
yang dianggap tidak jelas maka sebagian karyawan terdiri dari Capten Pilot, First Officer,
Cabin Crew meminta di PHK dengan alas an Pasal 169 Ayat (1) huruf c dan d UU
ketenagakerjaan tahun 2003 yaitu karena perusahaan tidak membayarkan gaji lebih dari 6
bulan berturut-turut dan juga telah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
diperjanjikan dalam kontrak kerja.
Perusahaan juga tidak menjalankan kewajibannya mengenai tidak membayarkan
tagihan BPJS karyawan, dimana tagihan BPJS ini harus dibayarkan dengan memotong
langsung upah dari karyawan setiap bulan. Selain itu, gugatan yang dilakukan karena
perusahaan telah melakukan tindakan pidana penggelapan yaitu telah membuat dan
mengeluarkan slip gaji karyawan pada bulan Maret 2020 akan tetapi gaji tidak dibayarkan
kepada karyawan.
KASUS II
PT. Masterindo Jaya Abadi PHK 1.142 Karyawan dan Dituntut untuk Membayar Gaji
hingga Pesangon
Sumber : Kompas.com, 29 September 2022

PT. Materindo Jaya Abadi melakukan pemberhentian karyawan secara pihak.


Penjelasan tersebut dikatakan oleh salah satu karyawan yang terkena dampak dari PHK
perusahaan. Karyawan yang diPHK tidak mengetahui alasan perusahaan dalam
pemberhentian karyawan. Karyawan yang diPHK mengatakan jika pembayaran upah,
tunjangan hari raya (THR), dan pesangon dibayarkan seperti biasa, namun setelah karyawan
diberhentikan hak gaji, THR dan pesangon tidak diberikan kepada karyawan yang terPHK.
Karyawan mengaku perusahaan tiba-tiba diberhentikan secara sepihak oleh
perusahaan, perusahaan pun juga tidak memabayarkan hak yang seharusnya didapatkan oleh
karyawan. Karyawan melakukan demo dan melayangkan gugatan kepada perusahaan.
Perkara perusahaan tidak membayarkan pesangon, THR di tahun 2021, upah yang tidak
dibayar kepada karyawan yang bekerja, dan karyawan tidak diperbolehkan masuk.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 para karyawan yang terkena PHK
sehatusnya berhak mendapatkan uang pesangon senilai Rp. 100 Juta hingga Rp. 120 Juta.
Uang tersebut belum termasuk pembayaran THR dan upah karyawan yang belum
terbayarkan.
KASUS III
PT. PBM Digua Tidak Membayar Gaji Karyawan selama 2 Bulan
Sumber : Ajnn.net, 19 Januari 2022

PT. Prima Bara Mahadana (PBM) yang beroperasi di Desa Batu Jaya, Aceh Barat
diduga belum melakukan pembayaran upah atau gaji kepada puluhan karyawan sejak bulan
November hingga Desember 2021. Gaji karyawan dan aktivitas PT. PBM yang dituju kepada
Hendri Prabudi yang menjabat sebagai kepala Teknik Tambang (KTT) disebutkan bahwa
perusahaan diduga pilih kasih membayar gaji para karyawan. ”Sehubungan dengan kondisi
karyawan PT.Prima Bara Mahadana khususnya yang belum dibayarkan oleh perusahaan
periode bulan November - Desember tahun 2021 dan sampai saat ini tanggal 18 januari 2022
dan masih belum juga mendapatkan (Dibayar) oleh perusahaan,” tulis surat yang
mengatasnamakan seluruh karyawan PT. PBM dalam surat tersebut dijelaskan, meski gaji
karyawan tidak dibayarkan, namun kegiatan penambangan terus berjalan termasuk yang
terdapat di pelabuhan (Jetty Meulaboh) dan perbaikan jalan Hauling. Selaku karyawan PT.
PBM, mereka menilai ada ketidakadilan yang di lakukan oleh pihak management PT. PBM
terhadap pekerjanya. Berdasarkan surat Kepala Teknik Tambang tanggal 7 januari 2022
Nomor: 02/KTT/INT/1/2022 dimana pihak management PT. PBM hanya membayarkan gaji
beberapa orang saja. “Pertama khusus Gaji Security (penjaga keamanan) sebanyak 23 orang
sementara jumlah total karyawan berdasarkan 81 orang karyawan. Berarti ada 58 orang
karyawan yang belum diselesaikan oleh pihak perusahaan, Artinya perusahaan sudah berlaku
tidak adil,” sebut pihak yang mengatasnamakan karyawan PT PBM. “Kedua KTT sudah
mengkonfirmasi kepada pihak perusahaan untuk menyampaikan secara resmi kepastian
pembayaran gaji karyawan, tetapi sampai saat ini perusahaan masih dan tidak memberikan
penjelasan apapun terkait masalah di atas,” seperti tertulis dalam surat tersebut. Para
karyawan PT. PBM menyimpulkan bahwa perusahaan tidak memiliki itikat yang baik,
berdasarkan tindakan dan sikap perusahaan terhadap pekerja di sana.
Mereka meminta Kepada KTT selaku pimpinan tertinggi di organisasi perusahaan
tambang yang ditunjuk dan disahkan oleh negara, dimana pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan juga diatur juga dengan permen ESDM Nomor 26 tahun 2018 pasal 7 huruf a
dan b. Maka, pihaknya meminta PT. PBM menghentikan segala aktivitas. ”Atas dasar hal
tersebut di atas kami karyawan PT. Prima Bara Mahadana meminta Kepala Teknik Tambang
untuk menghentikan semua Aktivitas penambangan/tampa terkecuali yang berada di dalam
Izin Usaha Pertambangan PT. Prima Bara Mahadana,” tulis paragraf akhir dalam surat.
Sebelumnya, pada 15 November 2021 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK)
Aceh Barat, sudah menggelar Rapat Dengar Pendapat, antara PT. PBM, Masyarakat lokal
Batu Jaya dan sekitarnya, serta pemerintah untuk membahas sejumlah masalah yang ada
paska beroperasinya perusahaan tersebut. Namun, karena ketidakhadiran Direktur PT. PBM
dalam RDP di ruang rapat bersama DPRK Aceh Barat ditunda, wakil rakyat pun tak
sepenuhnya memaparkan data dan pertanyaan mendalam, karena dinilai tak ada kesimpulan
jika membahas hanya dengan perwakilan perusahaan. Dalam rapat tersebut ikut hadir, Ketua
dan Anggota DPRK Aceh Barat, Pemda Aceh Barat diwakili Asisten 1, Dinas PUPR, Dinas
Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Perwakilan PT PBM, Perangkat Kecamatan dan
Desa kawasan ring 1 tambang PT PBM, Tokoh Masyarakat serta Lembaga Swadaya
Masyarakat. Karena tidak ada titik temu, dewan hanya mempersilahkan masyarakat serta
dinas terkait memaparkan segenap persoalan yang kini dihadapi terkait pertambangan
PT.PBM yang sudah mulai beraktivitas. Pembahasan rinci tak dipapar, sebab orang nomor 1
di perusahaan itu tak memenuhi panggilan DPRK. Hingga saat ini, AJNN belum berhasil
memperoleh konfirmasi dari karyawan PT PBM atas kebenaran surat itu, serta dari
manajemen perusahaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai