Anda di halaman 1dari 2

Muhammad Ridho Pangestu

M1B118025
UTS Hukum Tenaga Kerja dan Patent

Contoh Kasus :
1. PHK Sepihak, Perusahaan Hary Tanoe Diduga Langgar Aturan

Perusahaan milik Hary Tanoe Soedibjo, PT Media Nusantara Indonesia (MNI)


terindikasi melakukan tiga jenis pelanggaraan terhadap karyawan-karyawannya.
“Yang pertama, PHK-nya tidak sesuai prosedur. Tidak ada surat peringatan pertama,
kedua. Itu tidak dilakukan,” ujar Sasmito perwakilan Federasi Serikat Pekerja Media di
kantor Kemnaker.

Sasmito melanjutkan, PT MNI juga menempuh pemutusan hubungan kerja yang


kurang etis. Ada beberapa dari mereka yang dipecat dikirimi surat PHK tanpa ada
pembicaraan dengan pihak manajemen sebelumnya. Mantan karyawan INews, Iman
Lesmana mengaku sempat diajak bertemu dengan manajemen sebelum dipecat. Dalam
pertemuan tersebut, Iman tidak melakukan apa pun seperti penandatanganan berkas
seperti yang biasanya dilakukan perusahaan saat menghentikan hubungan kerja terhadap
karyawannya.

PT MNI juga tidak memberi pesangon kepada karyawannya yang dipecat dengan
jumlah yang sesuai. Asisten Redaktur Tabloid Genie, Gilbert merupakan salah satu
terkena perlakuan demikian dari PT MNI. Gilbert menyatakan telah bekerja selama
kurang lebih 12 tahun. Akan tetapi, dirinya hanya diberikan uang pesangon sebesar Rp16
juta saat dipecat. Terlebih, pihak manajemen pun tidak bisa memberi alasan yang tepat
terkait jumlah pesangon tersebut.

Dari contoh kasus diatas, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2021 Bab V Pasal 36 sampai 59 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja
maka perusahaan wajib untuk membayarkan pesangon yang sesuai berdasarkan pekerjaan
dan waktu yang dihabiskan pekerja untuk bekerja di perusahaan tersebut. Pihak
perusahaan juga harus memberikan alasan yang jelas mengenai pemutusan hubungan
kerja yang dilakukan kepada para pekerja. Perusahaan tidak boleh melakukan pemutusan
hubungan kerja secara sepihak karena hal tersebut dapat merugikan karyawan atau
pekerja dari perusahaan yang bersangkutan.

2. Berdalih Pandemi, Perusahaan di Tangerang Pecat Sepihak 75 Buruh


75 orang buruh dipecat secara sepihak oleh sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang industri komponen elektronik di Tangerang, Banten. Perusahaan dengan nama
resmi PT. Cipta Colindo itu memecat puluhan buruh berstatus pekerja tetap yang sudah
bekerja selama 13 sampai 25 tahun di perusahaan itu pada 27 Desember lalu.
Pengurus Tingkat Perusahaan Serikat Buruh Nusantara PT. Cipta Coilindo (PTP
SBN PT. CC), Suharno, menilai bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang
dilakukan perusahaan adalah pelanggaran serius iwal prinsip dasar hubungan industrial
antara buruh dan perusahaan. Apalagi, kata dia, alasan pihak perusahaan melakukan PHK
sepihak karena sepinya order akibat pandemi COVID-19.

Suharno menduga PHK sepihak yang dilakukan dengan alasan pandemi adalah
modus karena perusahaan sedang mengubah skema status pekerja menjadi pekerja
kontrak dan harian lepas. Kata dia, PHK sepihak yang dilakukan kepada 75 orang buruh
dilakukan di tengah rekrutmen pekerja baru yang nantinya akan menggunakan skema
status pekerja baru kontrak dan harian lepas.

Sebelum kasus ini, kata Suharno, pihak perusahaan pernah merumahkan dan
akhirnya memecat sepihak 52 orang buruh pada 25 April tahun lalu, dengan alasan yang
sama yaitu sepinya order selama pandemi. Namun, para buruh menolak dan protes karena
di saat yang sama perusahaan membuka rekrutmen untuk pekerja kontrak dan harian
lepas.

Apalagi, tambah Suharno, pihak perusahaan juga tidak memberikan pesangon


kepada 52 buruh tersebut, sesuai UU Ketenagakerjaan. Mereka hanya mendapatkan
pesangon sebesar Rp41 juta per orang. “Dengan masa kerja para buruh tersebut sudah
menginjak belasan tahun bekerja di PT. Cipta Coilindo yang seharusnya mendapatkan
pesangon sebanyak 2 kali ketentuan yang berlaku," kata dia. “Perusahaan juga belum
memenuhi hak-hak normatif, seperti BPJS Ketenagakerjaan/Kesehatan, jaminan hari tua,
cuti haid dipersulit, hingga yang makan dan transport tidak sesuai," tambahnya.

Dari contoh kasus diatas, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2021 Bab V Pasal 36 sampai 59 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja
maka perusahaan wajib untuk membayarkan pesangon yang sesuai berdasarkan pekerjaan
dan waktu yang dihabiskan pekerja untuk bekerja di perusahaan tersebut. Pihak
perusahaan juga harus memberikan alasan yang jelas mengenai pemutusan hubungan
kerja yang dilakukan kepada para pekerja. Perusahaan tidak boleh melakukan pemutusan
hubungan kerja secara sepihak karena hal tersebut dapat merugikan karyawan atau
pekerja dari perusahaan yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai