Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS TENTANG LAPORAN

KASUS PERSELISIHAN PERBURUHAN


(Guest Lecture : Monash University Australia)

OLEH :
David Reinaldo 200200169
Hasrul Bary Batubara 200200215
Hana Renita S. Sembiring 200200362
Robin Silalahi 200200366

Dosen Pengampu :

Dr. Petra Mahy


Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum
Andi Nova Bukit, S.H., MH
Nita Nilan Sry Rezki Pulungan, S.H., M.Hum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2021
I. PENDAHULUAN

THR (Tunjangan Hari Raya) adalah pendapatan yang bukan upah yang harus
diberikan kepada buruh/pekerja dalam rangka pemenuhan kebutuhan acara keagamaan,
seperti Idul Fitri, Natal, Nyepi, dan lainnya. (Kusumawardhani, 2021). Hal ini telah diatur
dalam Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari
Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di perusahaan. Dalam peraturan tersebut diatur sebagai
langkah pemerintah dalam pemenuhan hak pekerja/buruh dalam pemenuhan kebutuhannya
disaat hari raya keagamaan yang sedang dilaksanakan menurut agama/kepercayaan
pekerja/buruh masing-masing. (Vijayantera,2016).
Belum ada tindak tegas berupa ancama pidana bagi perusahaan yang tidak
memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016, seperti pemberian pidana kurungan atau denda terhadap
perusahaan yang tidak atau terlambat memberikan Tunjangan Hari Raya (THR).
(Vijayantera, 2016).
Adapun beberapa alasan perusahaan tidak dapat memberikan Tunjangan Hari Raya
(THR) kepada pekerja/buruh, yaitu : Belum genapnya masa kerja karyawan selama satu
bulan (tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 Pasal 1),
Berhentinya Hubungan Kerja 30 hari sebelum pelaksanaan acara keagamaan (tercantum
dalam Pasal 7 ayat (1) ), dan Perusahaan sengaja tidak atau terlambat memberikan Tunjangan
Hari Raya kepada buruh/pekerja. Sanksi bagi pengusaha yang tidak memberikan Tunjangan
Hari Raya dan tidak mengurangi jumlah Tunjangan Hari Raya (terlambat) dapat diberkan
sanksi sebesar 5% (lima persen) dari nilai THR dan tidak mengurangi jumalah THR yang
diberikan (Pasal 10). (Romalla, 2019).
Adapun tujuan dari penulisan ini, agar kami dapat mengetahui bagaimana
permasalahan yang terjadi akibat tidak atau terlambatnya pemberian Tunjangan Hari Raya
(THR) kepada pekerja/buruh, serta kami dapat menganalisa bagaimana penyelesaian masalah
ini baik itu dari pihak buruh/pekerja, perusahaan, maupun dari pemerintah.
II. PERMASALAHAN I

Para buruh/pekerja dari PT. Gading Cempaka Graha (GCG) Kabupaten Ogan
Komering Ilir beraksi melakukan demo di depan kantor Gubernur Sumatera Selatan pada
tanggal 27 Oktober 2021. Mereka melakukan demo dikarenakan PT. Gading Cempaka Graha
(GCG) Kabupaten Ogan Komering Ilir sejak tahun 2020 belum memberikan upah dan
Tunjangan hAri Raya terhadap buruh dengan rincian 130 orang buruh yang bekerja belum
diberi upah dan Tunjangan Hari Raya selama hampir 2 (dua) tahun. Dari keterangan buruh,
mereka telah melakukan pengaduan terhadap permasalahan ini sejak tahun 2020 kepda
Bupati Ogan Komering Ilir dan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Selatan, namun
belum ada penyelesaian yang jelas dengan masalah ini. Bahkan para buruh ini telah
mengadukan masalah ini ke Ditreskrimum Polda Sumatera Selatan, tapi sama saja belum juga
ada penyelesaian atas masalah ini. Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan Rosidein
Hasan mewakili Gubernur Sumatera Selatan, mengatakan saat ini Pemprov Sumatera Selatan
sudah berkoordinasi bersama Disnaker Provinsi Sumatera Selatan mengenai tindak lanjut
permasalahan ini, dan pada tanggal 03 November pihak pemerintah telah memanggil pihak
PT. Gading Cempaka Graha (GCG). Dan dari pihak pemerintah juga telah meminta kepada
pihak PT. Gading Cempaka Graha (GCG) agar membayarkan upah dan Tunjangan Hari Raya
semua buruh sebanyak Rp. 9 miliyar tersebut. Para buruh juga ingin menyampaikan langsung
kepada Gubernur Sumatera Selatan terkait realisasi Nota Disnakertrans Provinsi Nomor
057/3460/Nakertrans/2021. (Ronie, 2021).
III. PERMASALAHAN II

Manajemen Unit Kebun Cot Girek, PT. Perkebunan Nusantara I belum memberikan
tunjangan Hari Raya (THR) sejak beberapa tahun belakangan (berita : 05 November 2021)
kepada buruh harian lepas (bhl) dengan jenis pekerjaan pepanen buah. Salah seorang buruh
mengatakan bahwa ia sudah 5 (lima) tahun bekerja di PT. Perkebunan Nusantara I dan belum
pernah menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Buruh tersebut juga mengatakan bahwa
diantara banyak buruh ada beberapa orang yang diperlakukan secaara istimewa. Dari jumlah
keseluruhan buruh sebanyak 105 orang, ada 6 orang yang telah diberikan Tunjangan Hari
Raya (THR). 6 orang tersebut mendapatkan THRnya dengan cara melaporkannya kepada
Serikat Pekerja yang tidak disebutkan namanya. Kepala Tata Usaha Unit Kebut Cot Girek
PTPN I, Ali Amran mengatakan bahwa mereka tidak dianggarkan oleh manajemen pusat
karena status mereka bukan sebagai karyawan tetap, tetapi dari pihak PTPN I memberikan 1
juta rupiah sebgai pinjaman bagi buruh/pekerja yang menginginkan pemenuhan kebutuhan
hidup selama pelaksanaan hari raya. Namun, Ali Amran mengatakan bahwa tidak ingat
mengenai diskriminasi pemberian Tunjangan Hari Raya. Di dalam artikel tidak diberitahu
penyelesaian pemerintah bagaimana, terkait dengan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 dan
Surat Edaran Menaker Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian
Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021. (Hidayat, 2021).
IV. REFLEKSI TERHADAP KEDUA KASUS

Masalah yang pertama merupakan permasalahan yang mempunyai 3 (tiga) pihak


dalam penyelesaiannya, yaitu pihak buruh, pihak pemerintah, dan pihak perusahaan - PT.
Gading Cempaka Graha (GCG) yang terletak di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Sedangkan
malasah yang kedua merupakan permasalahan yang mempunyai 2 (dua) pihak dalam
penyelesaiannya, yaitu pihak buruh dan pihak PT. Perkebunan Nusantara I selaku Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam permasalahan pertama pihak pemerintah melakukan mediasi dengan meminta
pihak dari PT. Gading Cempaka Graha (GCG) untuk melunasi gaji/upah dan THR para buruh
dari perusahaan tersebut sebesar 9 miliar rupiah. Jadi, penyelesaian yang dilakukan oleh
pihak pemerintah ialah dengan mediasi melalui meminta perusahaan untuk melunasi upah
dan THR para buruh.
Sedangkan dalam permasalahan kedua perusahaan melakukan solusi engan pemberian
pinjaman kepada buruh untuk pemenuhan kebutuhan selama hari raya berlangsung. Namun,
dari 105 orang BHL pemanen buah, hanya 6 orang saja yang diberikan THR dan bukan
merupakan pinjaman. Berarti ini merupakan diskriminasi dalam hal pemberian THR dalam
PT. Perkebunan Nusantara I. 6 orang tersebut mendapatkan Tunjangan Hari Rayanya
dikarenakan bernaung dibawah serikat pekerja yang dibentuk oleh pihak buruh itu sendiri.
Kedua masalah ini mengacu pada Pasal 2 Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan
No. 6 Tahun 2016 yang mana THR wajib diberikan kepada pekerja tanpa melihat status
pekerja baik itu PKWT maupun PKWTT. Shingga tindakan yang dilakukan oleh PT.
Perkebunan Nusantara I ini tidak dibenarkan. (Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan No. 6
Tahun 2016, n.d.).
V. REFLEKSI KEDUA KASUS TERHADAP EFEKTIFITAS PENYELESAIAN
PERSELISIHAN PERBURUHAN DI INDONESIA

Pekerja/buruh harian lepas adalah pekerja yang bekerja pada pengusaha untuk
melakukan suatu pekerjaan tertentu dan dapat berubah-ubah dalam hal waktu maupun
volume pekerjaan dengan menerima upah yang didasarkan atas keadiran pekerja secara
harian. Artinya, pekerja/buruh diupah berdasarkan absensnua/kehadirannya dan tidak diupah
jika karyawan berhalangan atau sakit, maka tidak akan berlaku bagi perusahaan karena
karywan tidak dapa bekerja pada hari itu dan dianggap mangkir/alpa oleh perusahaan.
Selama ini pihak pengusaha masih meilhat pekerja/buruh harian lepas sebagai pihak
yang lemah. Sementara itu, pihak pekerja/buruh harian lepas sendiri kurang mengetahui apa-
apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Dengan kata lain, pihak pekerja/buruh harian lepas
menurut saja pada peraturan yang dibuat oleh pengusaha. Padahal dalam suatu hubungan
kerjasama yang baik tidak ada pihak yang lebih penting karena pengusaha dan pekerja/buruh
harian lepas saling membutuhkan.
Pembayaran THR selalu menjadi permasalahan ketenagakerjaan menjelah hari raya
keagamaan, karena ada saja perusahaan yang melanggar aturan. Pelanggaran pembayaran
THR ini telah menimbulakn kesulitan hidup bagi pekerja. Berbagai aksi demonstrasi dan
mogok kerja menuntut pembayaran THR pun dilakukan pekerja. Beberapa upaya telah
dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigragi untuk mengantisipasi masalah
THR ini.
Terkait hak pekerja dalam menerima THR, maka ada syarat tertentu yang harus
dipenuhi oleh pekerja, yaitu harus mempunyai masa kerja minimal satu bulan secara terus
menerus. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.
6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
yang menyatakan bahwa pengusaha wajib memberikan THR keagamaan kepada
pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
Ketentuan pasal tersebut memberikan arti bahwa apabila pekerja telah mempunyai masa kerja
satu bulan secara terus menerus, maka pekerja tersebut berhak untuk mendapatkan THR dan
pengusaha wajib untuk memberikan THR tersebut pada pekerja.
Dari kedua masalah diatas yang menampakkan permasalahan pemberian Tunjangan
Hari Raya, seharusnya pekerja/buruh harian lepas memiliki hak untuk mendapatkan
Tunjangan Hari Raya dan dilindungi oleh hukum. Dan pekerja/buruh harian lepas juga dapat
melakukan upaya penyelesaian perselisihan dengan cara penyelesaian perselisihan diluar
pengadilan (non litigasi) dan juga dapat melalui penyelesaian perselisihan melalui
pengadilan. Namun, walaupun pekerja/buruh dapat melakukan upaya penyelesaian tetap
diharapkan tetap adanya perhatian dari pemerintah terhadap pekerja/buruh harian lepas
mengenai perlindungan hukum dalam pemberian hak-haknya dan tunjangan lain-lain. Selain
itu juga diharapkan juga apabila dilakukan penyelesaian perselisihan terhadap masalah
Tunjangan Hari Raya ini diberikan kepastian hukum dan kesamaan hukum bagi kedua belah
pihak.
VI. KESIMPULAN

Permasalahan yang tibul bagi buruh akibat adanya keterlambatan atau tidak dalam
pemberian Tunjangan Hari Raya, yaitu kurangnya jumlah dana yang diperlukan oleh buruh
untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya selama berlangsung acara keagamaan. Dari masalah
yang pertama, kurangnya peraturan yang tegas dari pemerintah dalam mengatasi
keterlambatan dan tidak membayarkan upah dan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada buruh,
sehingga perusahaan leluasa bertindak dan tidak adanya tindakan hukum tegas yang
dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan dari permasalahan kedua, dapat kami simpulkan
bahwa pentingnya serikat pekerja bagi para buruh, yang mana dari masalah tersebut hanya 6
orang yang mendapatkan Tunjangan hari Raya yang dikarenakan mereka berada di dalam
serikat pekerja. Namun, tindakan diskriminasi yang dilakukan perusahaan tersebut tentu tidak
dibenarkan. Dari kedua masalah itu dapat kami tarik bahwa alasan perusahaan tidak
memberikan, karena ketidakmauan perusahaan dalam pemberian Tunjangan Hari Raya dan
kurangnya tindakan hukum yang tegas oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, D. (2021). Nasib Buruh Panen PTPN I Kebun Cot Girek: Tak Pernah Dibayar THR
Hingga Langgar Permenaker. 5 November 2021. https://analisaaceh.com/nasib-buruh-
panen-ptpn-i-kebun-cot-girek-tak-pernah-dibayar-thr-hingga-langgar-permenaker/
Kusumawardhani, D. (2021). Tunjangan Hari Raya (THR): Definisi dan Cara Hitung. 20
Mei 2021. https://id.hrnote.asia/personnel-management/tunjangan-hari-raya-thr-210520/
Nola, Luthvi, Febryka. 2012. Pengaturan dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya
untuk Pekerja. Vol. IV, No. 16, II, P3DI
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, 8.
Romalla, S. (2019). 3 Alasan Perusahaan Tidak Bayar THR Karyawan. 15 Mei 2019.
https://www.gadjian.com/blog/2019/05/15/tiga-alasan-perusahaan-tidak-bayar-thr-
karyawan/
Ronie. (2021). Hampir 2 Tahun Upah dan THR Tak Dibayar, Ratusan Buruh Ngadu ke
Gubernur. 28 Oktober 2021. https://fin.co.id/2021/10/28/hampir-2-tahun-upah-dan-thr-
tak-dibayar-ratusan-buruh-ngadu-ke-gubernur/
Sorongan, Riona B. .N. 2016. Kepastian Hukum Atas Status Karya Harian Karya Harian
Ditunjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Lex Administratum, Vol. IV,
No. 1. file:///C:/Users/user/Downloads/11094-22140-1-SM.pdf
Vijayantera, I. W. A. (2016). Pengaturan Tunjangan Hari Raya Keagamaan Sebagai Hak
Pekerja Setelah Diterbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6 Tahun 2016.
Kertha Patrika, 38(2), 143–155. https://doi.org/10.24843/kp.2016.v38.i02.p04

Anda mungkin juga menyukai