Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH HUKUM

KETENAGAKERJAAN

Dosen Pembimbing : HJ.MARYATI, SH, MH

ANGGOTA KELOMPOK :

1. ANDI PIRANTO ( 1200874201245)


2. ANDRI NOVRIZAL ( 1400874201305)
3. ARGA CHON FERIANDREF (1200874201258 )
4. MUHAMMAD HATTA (1200874201261 )
5. WANDI SAPUTRA ( 1200874201230)

UNIVERSITAS BATANG HARI


TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hak paling sejati bagi seorang buruh adalah upah, Di zaman yang sangat cepat
berkembang ini membuat kebutuhan ekonomi tiap penduduk meningkat, ditambahnya
tanggungan menghidupi keluarga para pekerja itu sendiri mengakibatkan banyaknya pekerja
yang tidak mampu untuk menhidupi keluarganya sendiri. Minimnya Upah serta tunjangan yang
diterima oleh para buruh merupakan salah satu faktor banyaknya buruh yang tidak cukup dalam
menghidupi dirinya dan keluarganya tersebut.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM)
cukup banyak, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masyarakat di Indonesia yang merupakan
potensi Supply tenaga kerja bagi pasar domestic maupun luar negeri.

Melimpahnya penawaran tenaga kerja di Indonesia ternyata kurang diimbangi dengan


pemberian upah yang memuaskan bagi tenaga kerja Hal ini senada dengan pernyataan dari
KWIK GIAN KIE (1999:559) bahwa:

Untuk Jangka waktu yang sangat lama, buruh di Indonesia sangat tenang. Mereka tidak
menuntut apa-apa, Upahnya sangat rendah, sehingga menjadi faktor promosi sehingga Investor
Asing masuk ke Indonesia memanfaatkan buruh yang sangat murah. Buruh yang murah itu juga
yang menjadi ujung tombak persaingan Indonesia dalam penetrasi produk manufakturnya di
pasaran Internasional. Buruh di Indonesia dilarang mogok.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, buruh merasakan ketidakadilan yang mereka
rasakan sekitar tahun 1996, Menteri Tenaga Kerja Indonesia sempat menaikkan Upah Minimum
Regional (UMR) sampai pada titik 100% sebagai dampak dari tuntutan perbaikkan nasib para
tenaga kerja melalui unjuk rasa dan mogok kerja. Sampai saat ini hal itu masih berlanjut, setiap
ada perubahan upah minimum oleh pemerintah selalu dibarengi dengan protes dari para tenaga
kerja.

Selain Upah para pekerja seharusnya juga mendapatkan tunjangan, dalam hal tunjangan
pengusaha wajib memberikan kepada pekerjanya, contohnya seperti THR (Tunjangan hari Raya)
seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 1994 tentang THR. Tetapi
dalam kenyataannya buruh tidak secara otomatis mendapatkan apa yang semestinya menjadi
haknya, karena pada kenyataan banyak para majikan (pengusaha) yang tidak memberikan hak
atas THR kepada buruhnya sesuai dengan ketentuan. Banyak cara ditempuh oleh pihak
pengusaha untuk mengindar dari kewajibannya untuk membayar THR, dan banyak cara dia
melipat-gandakan kerja menjelang hari raya untuk menjaga stok barang. Termasuk membeli hari
libur dan lembur dengan upah yang rendah.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Upah Buruh dan Tunjangan serta jenis-Jenisnya?


2. Bagaimana Efektifitas Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta
peraturan lainnya di Indonesia terhadap masalah-masalah upah buruh dan tunjangan yang tidak
terpenuhi?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Upah Buruh dan Tunjangan serta Jenis-Jenisnya

a. Pengertian Upah Buruh

Upah adalah kewajiban yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada buruh yang
telah bekerja memenuhi tuntutan produksi pengusaha. Pemenuhan hak ini harus memperhatikan
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Tanggung jawab terhadap pemenuhan hak ini bukan
hanya berada pada pihak pengusaha saja, tetapi pemerintah mempunyai kewajiban yang besar
untuk melindungi kaum buruh dari kesewenangan pengusaha dalam memberikan upah kepada
buruh.

Untuk itu, pemerintah membuat suatu ukuran pengupahan yang layak yang diatur
dalam peraturan perundang undangan Negara agar dipatuhi oleh pengusaha. Aturan mengenai
pengupahan diatur didalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan
Menteri (Permen) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) No.17 Tahun 2005 tentang
Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Kedua aturan inilah
yang menjadi acuan pemerintah dan pengusaha dalam menetapkan upah bagi buruh.

Yang dimaksud dengan upah dalam UU No.13/2003 adalah hak buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau
jasa yang telah dan akan dilakukannya. Namun, pengertian upah tidak hanya dipahami sebagai
imbalan saja sebagaimana diatas, tetapi upah harus dipahami sebagai satu hak yang didapat dan
harus sesuai dengan apa yang dihasilkan dari kerja buruh, sehingga ada nilai keadilannya.

Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh


para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam
lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi
berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi. Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13
menyatakan bahwa penentuan upah minimum diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan
kehidupan yang layak. Upah minimum ditentukan oleh Gubernur setelah mempertimbangkan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

Pemberian Upah merupakan suatu imbalan/balas jasa dari perusahaan kepada


tenaga kerjanya atas prestasi dan jasa yang disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah kerja
yang diberikan biasanya tergantung pada:
· Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya
· Peraturan perundang – undangan yang mengikat tentang Upah Minimum Regional (UMR).
· Kemampuan dan Produktivitas perusahaan
· Jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
· Perbedaan jenis pekerjaan

Pengusaha mempunyai kewajiban untuk membayar Upah kepada pekerjanya (Buruh) upah buruh
tidak dibayar apabila dia tidak bekerja akan tetapi ada beberapa hal pengusaha tetap harus
membayar upah karyawannya, diantaranya yaitu:
· Pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
· Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnyasehingga tidak dapat
m melakukan pekerjaan

· Pekerja tidak masuk bekerja karena menikah, menikahkan,mengkhitankan, membaptiskan


anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu
atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia
· Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap
negara
· Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan
agamanya
· Pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat
dihindari pengusaha
· Pekerja melaksanakan hak istirahat/cuti
· Pekerja melaksanakan tugas serikat pekerja atas persetujuan pengusaha
· Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan

b. Pengertian Tunjangan

Tunjangan adalah tambahan benefit yang ditawarkan perusahan pada pekerjanya. Ada
2 macam tunjangan, tunjangan tetap dan tidak tetap. Yang dimaksud tunjangan tetap adalah
tunjangan yang diberikan secara rutin per bulan yang besarannya relatif tetap, contoh: tunjangan
jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan keahlian/profesi. Sedangkan, tunjangan tidak tetap adalah
tunjangan yang penghitungannya berdasarkan kehadiran atau performa kerja, seperti tunjangan
transportasi, tunjangan makan, insentif, biaya operasional.
Ada Tunjangan yang diatur ada juga yang tidak. Undang – Undang tidak mengatur
mengenai tunjangan tidak tetap (tunjangan makan, transportasi, dll). Kebijakan mengenai
tunjangan jenis ini, tergantung perusahaan masing-masing. Untuk Tunjangan
Kesejahteraan/Kesehatan, dalam UU no 13 pasal 99 mengatur adanya Jaminan Sosial untuk para
pekerja.
Adapula Tunjangan Hari Raya (THR), pemberian THR Keagamaan bagi pekerja di
perusahaan diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di
Perusahaan. Menurut peraturan tersebut, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR Keagamaan
kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan atau lebih secara terus-menerus.
Pekerja yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, mendapat THR minimal
satu bulan gaji. Sedangkan Pekerja/buruh yang bermasa kerja tiga bulan secara terus-menerus
tetapi kurang dari 12 bulan, mendapat secara proporsional, yaitu dengan menghitung masa kerja
yang sedang berjalan dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah.

2.2.Efektifitas Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta


peraturan lainnya di Indonesia terhadap masalah-masalah upah buruh dan
tunjangan yang tidak terpenuhi

Didalam Pasal 88 UU No.13/2003 telah jelas dinyatakan, bahwa setiap buruh berhak
mendapatkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk
memenuhi hal tersebut, maka Pemerintah membuat suatu aturan untuk melindungi buruh, yaitu
dengan menetapkan upah minimum sebagai batasan terendah bagi pengusaha dalam
membayarkan upah bagi buruh. Penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) sebagaimana amanat UU No.13/2003. Dalam Pasal 1 ayat (1) Permen
Nakertrans No.17/2005 disebutkan, KHL adalah standar kehidupan yang harus dipenuhi oleh
seorang buruh untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non-fisik, dan sosial untuk kebutuhan 1
bulan. Upah minimum ditetapkan oleh Pemerintah. Penetapan upah minimum ini diatur dalam
Pasal 89 UU No.13/2003, yang menyebutkan bahwa Upah Minimum terdiri dari upah minimum
berdasarkan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Upah minimum berdasarkan sektor pada Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur.

Dengan ditetapkannya upah minimum oleh pemerintah yang biasanya ditetapkan setiap
tahun, maka pengusaha harus melakukan penyesuaian dan peninjauan terhadap upah para buruh.
Dalam melakukan penyesuaian dan peninjauan upah ini, maka pengusaha dilarang untuk
membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Hal ini diatur dalam Pasal 90 ayat (1) UU
No.13/2003.
Pada dasarnya upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 94 UU No.13/2003. Upah pokok merupakan upah minimum yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk upah minimum perlu dipahami, bahwa upah minimum hanya
berlaku bagi buruh yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun. Hal ini disebutkan dalam Pasal 4
ayat (3) Permen Nakertrans No.17 Tahun 2005.
Bagi buruh yang masa kerjanya lebih dari 1 tahun, untuk menetapkan upah pokoknya
harus dirundingkan secara bipartite, yaitu antara Serikat buruh atau buruh dengan pengusaha.
inilah yang oleh pengusaha disebut dengan Upah Sundulan. Penetapan upah dalamperundingan
ini perlu memperhatikan struktur dan skala upah serta kemampuan dan produktivitas perusahaan.
Hal ini diatur dalam Pasal 92 UU No.13/2003. Misalnya sebagai contoh, Pada awal tahun 2009
kemarin, Pemerintah telah menaikkan upah minimum sebesar Rp.972.605 dengan kenaikan
sebesar 8% dari Upah Minimum Tahun 2007. Maka penentuan kenaikan upah bagi buruh yang
masa kerjanya lebih dari 1 tahun harus memperhatikan persentase besaran kenaikan upah dan
struktur dan skala upah yang terdiri atas golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan
kompetensi. Penyesuaian kenaikan upah tersebut harus dirundingkan secara bipartite antara
serikat buruh atau buruh dengan pengusaha. Bagi perusahaan yang telah terdapat serikat buruh,
maka jika dilakukan perubahan kebijakan harus memberitahu dan merundingkannya terlebih
dahulu dengan Serikat Buruh yang ada di lingkungan perusahaannya. Serikat Buruh berhak
mengetahui mengenai kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan kepentingan dan hak-hak
buruh.
Pembahasan mengenai kenaikan upah (baik upah pokok maupun tunjangan tetap)
termasuk pada persoalan hak kepentingan, yang dapat menjadi kesepakatan bersama antara dua
pihak yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja bersama. Dalam hal terjadi perubahan maka,
pihak perusahaan tidak boleh menolak untuk berunding. Hal ini disebutkan dalam Pasal 15
Kepmen Nakertrans No.48 Tahun 2004, yang menyebutkan:

“Pengusaha harus melayani permintaan secara tertulis untuk merundingkan perjanjian kerja
bersama dari serikat buruh yang telah tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.

Bagi pengusaha yang menolak untuk melayani berunding, maka pengusaha tersebut
tidak mengakui hak-hak sebuah serikat buruh. dengan tidak diakuinya hak-hak serikat buruh,
maka dapat dikatakan juga bahwa pengusaha juga tidak mengakui keberadaan serikat buruh yang
ada di lingkungan perusahaan. Dalam Pasal 28 UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh
disebutkan:
“Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau memaksa buruh untuk membentuk atau tidak
membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi
anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat buruh dengan cara:
· Melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
· Tidak membayar atau mengurangi upah buruh;
· Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
· Melakukan kampanye anti pembentukkan serikat buruh. Terhadap siapapun yang melanggar
pasal 28 tersebut diatas, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.100 juta dan paling banyak Rp.500 Juta.
Hal ini diatur dalam Pasal 43 UU No.21 Tahun 2000.

Hak buruh mengenai upah dan perlindungan buruh dari kesewenangan pengusaha telah diatur
sedemikian rupa didalam undang-undang Negara, khususnya mengenai UU Serikat Buruh.
Untuk itu, tidak perlu takut untuk melakukan perjuangan untuk mendapatkan hak-hak buruh.
BAB III
KESIMPULAN

Upah dan Tunjangan merupakan suatu Hak yang harus diberikan oleh pengusaha kepada kaum
buruh atas kewajiban yang dia laksanakan atau sesuai dengan Upah Minimum Regional seperti
yang telah ditentukan. UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, lebih memihak
kepentingan investor asingLandasan formal seluruh aturan perundangan ini memperlemah posisi
tawar buruh di bidang upah, kepastian kerja tetap, tunjangan dan hak normatif, hilangnya
kesempatan kerja, partisipasi demokratis Dewan Pengupahan, dan konflik hubungan industrial.
Pada prinsipnya Undang-Undang ini merupakan kepanjangan dari kapitalisme (pengusaha).

Anda mungkin juga menyukai