Anda di halaman 1dari 8

Prinsip Penelitian Tindakan Kelas

Untuk mendapatkan suatu kejelasan dalam memahai Penelitian Tindakan perlu


kiranya untuk memahami prinsip-prinsip yang harus dipenuhi ketika akan melakukan
penelitian tindakan kelas. Prinsip-prinsip penelitian tindakankan kelas menurut bebrapa tokoh
antara lain ialah :

a. Menurut sudikin (2002) ada lima prinsip yang harus diperhatikan dalam Penelitian
Tindakan Kelas yaitu :
1. Metode penelitian tindakan kelas yang akan diterapkan tidak akan
mengganggu komitmen sebagai seorang pengajar.
2. Metode pengumpulan data yang akan digunakan tidak menuntut waktu yang
berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran,
dengan kata lain seorang guru mampu menangani prosedur pengumpulan data
dan ia tetap aktif sebagai guru yang bertugas secara penuh.
3. Metodologi yang digunakan harus reliabel
4. Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan
masalah yang cukup merisaukan.
5. Dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas, guru harus bersikap konsisten
menaruh kepedulia tinggi terhadap etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
b. Menurut Hopkins (2011) terdapat enam prinsip dalam penelitian
1. Penelitian Tindakan Kelas tidak mengganggu kegiatan guru mengajar di
kelas. Pekerjaan utama seorang guru adalah mengajar, sehingga dalam
melakukan Penelitian Tindakan Kelas seyogianya tidak berpengaruh pada
komitmennya sebagai pengajar. Ada tiga kunci utama yang harus
diperhatikan, pertama guru harus menggunakan berbagai pertimbangan serta
tanggung jawab profesionalnya dalam menemukan jalan keluar jika pada awal
penelitian didapatkan hasil yang kurang maksimal; kedua, interaksi siklus
harus mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan;
ketiga, acuan pelaksanaan tiap siklus harus berdasarkan pada tahap
perancangan bukan pada kejenuhan informasi.
2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang
berlebihan dari guru sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran.
3. Metode yang digunakan harus bersifat reliabel, guru dapat
mengidentifikasikan, merumuskan hipotesis dengan penuh keyakinan.
Penelitian memperbolehkan Penelitian Tindakan Kelas "kelonggaran" namun
penerapan asas-asas dasar telaah taat kaidah tetap harus diperhatikan.
4. Peneliti adalah guru dan untuk kepentingan guru yang bersangkutan. Jadi
masalah penelitian diusahakan berupa masalah yang merisaukan dan bertitik
tolak dari tanggung jawab profesionalnya, hal ini bertujuan agar guru tersebut
memiliki komitmen terhadap pengembangan profesinya.
5. Konsisten prosedur dan etika. Penyelenggaraan Penelitian Tindakan Kelas,
guru harus bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur
etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Prakarsa penelitian harus diketahui
oleh pimpinan lembaga. disosialisasikan kepada rekan-rekan serta dilakukan
sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
6. Menggunakan wawasan yang lebih luas daripada perspektif kelas. Meskipun
kelas merupakan cakupan tanggung jawab guru, namun dalam pelaksanaan
penelitian sejauh mungkin harus menggunakan wawasan yang lebih luas dari
tindakan perspektif, tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas atau pelajaran
tertentu. melainkan perspektif misi sekolah secara keseluruhan.
c. Sedangkan menurut Arikunto dkk. (2006), prinsip-prinsip PTK yang harus
diperhatikan apabila ingin melakukan PTK dengan baik, yaitu: (1) Kegiatan Nyata
dalam situasi rutin, yaitu penelitian dilakukan tanpa mengubah situasi rutin; (2)
adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja; (3) SWOT sebagai dasar berpijak
yaitu Penelitian Tindakan harus dimulai dengan melakukan analisis SWOT; (4) PTK
adalah upaya empiris dan sistemik; (5) mengikuti prinsip SMART dalam
perencanaan, yaitu:

1. S-Specific, khusus tidak terlalu umum


2. M-Manageable, dapat dikelola, dilaksanakan
3. A-Acceptable, dapat diterima lingkungan, atau Achievable, dapat
dicapai, dijangkau
4. R-Realistic, operasional, tidak di luar jangkauan
5. T-Timebound, diikat oleh waktu tertentu.

Sumber referensi : Muhammad Taqwa, Firda razak, “Penelitian Tindakan


Kelas Teknologi OJS dan Software R” Deepublish, Sleman 2021

Model-Model Penelitian Tindakan

Berikut ini dipaparkan model-model penelitian tindakan yang telah dikembangkan beberapa
ahli.

1. Model Lewin
Lewin mengembangkan model action research dalam sebuah sistem yang terdiri dari
sub sistem input, transformation dan output. Pada tahap input dilakukan diagnosis
permasalahan awal yang tampak pada individu atau kelompok siswa. Data identifikasi
masalah dikumpulkan berdasarkan umpan balik hasil evaluasi kinerja sehari-hari. Peneliti
telah melakukan studi pendahuluan sebelum menetapkan tindakan penelitian atau
menyusun proposal. Dengan demikian, orang yang paling memahami masalah yang
dihadapi subjek penelitian dan cara mengatasinya adalah peneliti itu sendiri.
Gambar 1 Systems Model of Action-Research Process (Lewin: 1958)

Pada tahap transformation, dilaksanakan tindakan yang telah dirancang. Apabila


penelitian tindakan diterapkan di kelas, maka pelaksanaan tindakan diintegrasikan pada
proses pembelajaran. Perubahan perilaku yang diharapkan diobservasi selama
pelaksanaan tindakan. Apabila perilaku yang diharapkan tidak tercapai, maka peneliti
dapat mengulangi proses yang terjadi pada input yaitu mengidentifikasi masalah dan
merencanakan tindakan baru yang sesuai untuk mengatasi masalah (Feedback Loop A).
Sebaliknya, apabila terjadi perubahan perilaku yang diinginkan, pada tahap berikutnya
dilakukan pengukuran hasil (melalui tes/ujian) untuk mengetahui kemajuan yang sudah
dicapai. Hasil pengukuran ini kemudian dievaluasi untuk memutuskan perlu atau tidak
perlu tindakan perbaikan berikutnya menggunakan rencana baru (feedback loop C) atau
memperbaiki tindakan yang sudah direncanakan (feedback loop B).

2. Model Riel
Model ke dua dikembangkan oleh Riel (2007) yang membagi proses penelitian
tindakan menjadi tahap-tahap: (1) studi dan perencanaan; (2) pengambilan tindakan; (3)
pengumpulan dan analisis kejadian; (3) refleksi. Riel (2007) mengemukakan bahwa
untuk mengatasi masalah, diperlukan studi dan perencanaan. Masalah ditemukan
berdasarkan pengalaman empiris yang ditemukan seharihari. Setelah masalah
teridentifikasi, kemudian direncanakan tindakan yang sesuai untuk mengatasi
permasalahan dan mampu dilaksanakan oleh peneliti. Perangkat yang mendukung
tindakan (media, RPP) disiapkan pada tahap perencanaan. Setelah rencana selesai
disusun dan disiapkan, tahap berikutnya adalah pelaksanaan tindakan. Setelah dilakukan
tindakan, peneliti kemudian mengumpulkan semua data/informasi/kejadian yang ditemui
dan menganalisisnya. Hasil analisis tersebut kemudian dipelajari, dievaluasi, dan
ditanggapi dengan rencana tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah yang masih ada.
Putaran tindakan ini berlangsung terus, sampai masalah dapat diatasi.
Kemajuan Pemecahan Masalah dengan Penelitian Tindakan
Sumber: Riel, M. (2007)

3. Model Kemmis dan Taggart Kemmis dan Taggart (1988)


Kemmis dan Taggart Kemmis dan Taggart (1988) membagi prosedur penelitian
tindakan dalam empat tahap kegiatan pada satu putaran (siklus) yaitu: perencanaan –
tindakan dan observasi – refleksi. Model penelitian tindakan tersebut sering diacu oleh
para peneliti tindakan. Model Kemmis dan Taggart dapat disimak pada Gambar.
Kegiatan tindakan dan observasi digabung dalam satu waktu, yaitu pada saat
dilaksanakan tindakan sekaligus dilaksanakan observasi. Guru sebagai peneliti sekaligus
melakukan observasi untuk mengamati perubahan perilaku siswa. Hasil-hasil observasi
kemudian direfleksikan untuk merencanakan tindakan tahap berikutnya. Siklus tindakan
tersebut dilakukan secara terus menerus sampai peneliti puas, masalah terselesaikan dan
peningkatan hasil belajar sudah maksimum atau sudah tidak perlu ditingkatkan lagi.
Hambatan dan keberhasilan pelaksanaan tindakan pada siklus pertama harus diobservasi,
dievaluasi dan kemudian direfleksi untuk merancang tindakan pada siklus kedua. Pada
umumnya, tindakan pada siklus kedua merupakan tindakan perbaikan dari tindakan pada
siklus pertama tetapi tidak menutup kemungkinan tindakan pada siklus kedua adalah
mengulang tindakan siklus pertama. Pengulangan tindakan dilakukan untuk meyakinkan
peneliti bahwa tindakan pada siklus pertama telah atau belum berhasil.

Model Kemmis & McTaggart Wijaya Kusumah & Dedi


Dwitagama (2011)
Hambatan dan keberhasilan pelaksanaan tindakan pada siklus pertama harus diobservasi,
dievaluasi dan kemudian direfleksi untuk merancang tindakan pada siklus kedua. Pada
umumnya, tindakan pada siklus kedua merupakan tindakan perbaikan dari tindakan pada
siklus pertama tetapi tidak menutup kemungkinan tindakan pada siklus kedua adalah
mengulang tindakan siklus pertama. Pengulangan tindakan dilakukan untuk meyakinkan
peneliti bahwa tindakan pada siklus pertama telah atau belum berhasil. Dalam model
tersebut, penelitian tindakan dimulai dari diagnosis masalah sebelum tindakan dipilih.
Secara implisit, diagnosis masalah ini ditulis dalam latar belakang masalah. Setelah
masalah didiagnosis, peneliti mengidentifikasi tindakan dan memilih salah satu tindakan
yang layak untuk mengatasi masalah. Prosedur penelitian berikutnya hampir sama
dengan prosedur pada model PTK yang lain. Berikut ini dipaparkan contoh kegiatan
yang dilakukan pada tahap diagnosis masalah, perancangan – tindakan – observasi-
interpretasi-analisis data, evaluasi dan refleksi.

4. Model DDEAR (Diagnostic, Design, Action and Observation, Evaluation, Reflection)


Tiga model PTK yang telah dicontohkan di atas memberi gambaran bahwa prosedur
PTK
sebenarnya sudah lazim dilakukan dalam program pembelajaran. Prosedur PTK akan lebih
lengkap apabila diawali dengan kegiatan diagnosis masalah dan dilengkapi dengan
evaluasi sebelum dilakukan refleksi. Desain lengkap PTK tersebut disingkat menjadi
model DDAER (diagnosis, design, action and observation, evaluation, reflection) dapat
disimak pada gambar di bawah ini

Desain penelitian tindakan kelas model DDAER


Dalam model tersebut, penelitian tindakan dimulai dari diagnosis masalah sebelum
tindakan dipilih. Secara implisit, diagnosis masalah ini ditulis dalam latar belakang
masalah. Setelah masalah didiagnosis, peneliti mengidentifikasi tindakan dan memilih
salah satu tindakan yang layak untuk mengatasi masalah. Prosedur penelitian berikutnya
hampir sama dengan prosedur pada model PTK yang lain. Berikut ini dipaparkan contoh
kegiatan yang dilakukan pada tahap diagnosis masalah, perancangan – tindakan –
observasi-interpretasi-analisis data, evaluasi dan refleksi.

5. Model EBBUT
Model yang dikembangkan Ebbut terdiri atar beberapa tingkatan yaitu tingkatan
pertama, tingkatan kedua dan tingkatan ketiga. Tingkatan tersebut dikenal dengan istilah
daur. Berikut bagan tingkatan yang dikembangkan oleh Ebbut dalam sukardi (2011).

Tingkatan I Tingkatan II Tingkatan III


Ide awal, identifikasi Revisi rencana umum Revisi ide umum
permasalahan, tujuan dan
manfaat
Langkah tindakan Langkah tindakan Rencana diperbaiki
Monitoring efek tindakan Monitoring efek tindakan Langkah tindakan sebagai
sebagai bahan untuk masuk bahan evaluasi tujuan
ke tingkatan ketiga penelitian
Gambar Model Ebbut
Model yang dikembangkan oleh Ebbut mengelompokkan tindakan menjadi tiga tingkatan.
Pada tingkatan pertama disusun ide, masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian yang
dikembangkan baru kemudian dilakukan tindakan dan monitoring. Pada tingkatan kedua
mencoba merevisi kembali rencana umum dan diberikan perlakuan kembali untuk kedua
kalinya dan kemudian di lakukan monitoring untuk melihat efek yang terjadi sebagai
bahan pertimbangan masuk ke tingkat selanjutnya. Pada tingkatan yang paling akhir
melakukan hal yang sama melakukan revisi umum dan memberikan tindakan yang ketiga
kalinya mengevaluasi apakah tindakan sudah sesuai dengan tujuan atau belum.

6. Model John Elliot


Model milik John Elliot merupakan model yang lebih rinci jika dibandingkan dengan
model milik Kurt Lewin taupun model milik Kemmis & McTaggart karena setiap yang
ada dalam model ini terdiri dari beberapa tindakan bisa tiga sampai lima tindakan.
Sementara itu, setiap tindakan terdiri dari beberapa langkah yang terealisasi dalam bentuk
kegiatan belajar-mengajar. I Wayan Dasna (2008:23) Penelitiantindakan kelas menurut
model Elliot dimulai dengan identifikasi masalah yang terjadi di kelas. Guru harus dapat
mengetahui masalah apa yang terjadi di kelasnya. Setelah masalah tersebut teridentifikasi
maka peneliti melanjutkan dengan pemeriksaan di kelas. Bila guru sebagai peneliti maka
masalah-masalah yang telah diidentifikasi dapat dirasakan langsung atau teramati secara
langsung. Bila penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan kolaborasi guru dan dosen,
maka dosen harus dapat mengamati langsung kondisi yang ada di kelas setelah
memperoleh masukan dari guru. Kegiatan berikutnya adalah membuat rencana umum
seprti model. Model Elliot dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar Model John Elliot


7. MC Kernan
Model McKernan juga terdiri atas siklus-siklus, ciri khas dari model mc kernan yaitu
pada setiap daur tindakan yang ada selalu dievaluasi untuk melihat hasil tindakan, apakah
tujuan dan permasalahan penelitian dapat tercapai. Jika tindakan yang diberikan sudah
dapat memecahkan masalah maka penelitian dapat diakhiri, jika tidak maka dilanjutkan ke
daur berikutnya. Siklus model McKernan dapat dilihat seperti berikut:

Model MC Kernan
Peneliti pada model ini diawali dengan mengidentifikasi dan menganalisis masalah apa
saja yang ada di kelas dan akan diselesaikan. Setelah masalah ditetapkan dilakukan
analisis kebutuhan untuk menetapkan tindakan yang digunakan dan perangkat-perangkat
yang diperlukan untuk memecahkan masalah termasuk juga pemahaman peneliti terhadap
langkah-langkah tindakan yang dilakukan. Setelah kebutuhan pemecahan tindakan
teridentifikasi, peneliti membuat hipotesis tindakan agar upaya pemecahan tindakan dapat
dilakukan. I Wayan Dasna (2008) Setelah hipotesis tindakan disusun, peneliti membuat
rencana tindakan yang akan diberikan. Setelah pelaksanaan tindakan (minimal 3
pertemuan), dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan. Apakah tindakan telah
efektif atau belum maka peneliti melakukan keputusan untuk melanjutkan pada tahap
berikutnya atau sudah tercapai target yang diinginkan. Pada siklus berikutnya, kegiatan
dimulai dengan melakukan kajian ulang terhadap masalah dan tindakan yang telah
dilakukan. Kajian ini akan dapat memunculkan perbaikan tindakan pada siklus I.
Penerapan tindakan yang baru pada siklis berikutnya memerlukan analisis kebutuhan,
penyusunan hipotesis baru, dan revisi perencanaan. Bila hal itu telah dilakukan maka
kegiatan dilanjutkan dengan implementasi, evaluasi, dan pengambilan keputusan. Bila
pada tahap ini masih dirasa belum mencapai target maka kegiatan dilanjutkan pada siklus
berikutnya
Referensi:

Dipkan, A. S. (2018). Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: CV Budi Utama.


Nanda Saputra, L. S. (2021). Penelitian Tindakan Kelas . Provinsi Aceh: Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini

Anda mungkin juga menyukai