Anda di halaman 1dari 13

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Simpang tak bersinyal

3.1.1 Data Masukkan

Diperlukan data masukkan untuk melakukan analisis pada suatu simpang,


seperti,

1. Kondisi Geometrik
Jalan utama adalah jalan yang terpenting diantara semua ruas jalan
pada simpang, misalnya jalan yang memiliki klasifikasi fungsional
tertinggi. Dalam metode MKJ1997 untuk 3 lengan, jalan yang menerus
mempakan jalan utama. Kondisi geometrik digambarkan dalam bentuk
sketsa yang memberikan informasi lebar
jalan, batas sisi jalan, lebar bahu, lebar median dan petunjuk arah.
Pemberian notasi sedapat mungkin disesuaikan searah jarum jam.

Gambar 3.1 Contoh Sketsa Data Masukkan Geometrik


Sumber : MKJI 1997
Parameter geometrik yang diperlukan untuk keperluan anaJisa
kapasitas, yaitu:
a. Lebar rata-rata pendekat
Lebar pendekat diukur dari jarak 10m dari garis Imajiner yang
menghubungkan tepi perkerasan dari jalan berpotongan, yang
dianggap mewakili lebar pendekat efektif untuk masing-masing
pendekat. Pendekat merupakan daerah lengan persimpangan jalan
utama kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti.
Lebar pendekat simpang dapat dilihat pada gambar

Gambar 3.2 Lebar rata rata pendekat


Sumber : MKJI 1997

Keterangan :
1. B,C,dan D : Lebar pendekat
2. b,c,dan d : lebar lengan pendekat yang diukur pada jarak 10m
dari garis imajiner yang menghubungkan tepi perkerasan dari
jalan berpotongan.
Lebar pendekat rata-rata(W1) yang digunakkan untuk
menentukan factor penyesuaian lebar pendekat (Fw) dalam
perhitungan kapasitas simpang nilainya ditentukan
menggunakan persamaan berikut :
W1 = (b + c/2 + d)/3 …… persamaan
Jika C hanya untuk keluar maka c=0, jadi
W1 = (b + d) / 2……persamaan

Tabel 3.1 Hubungan Lebar Pendekat dengan Jumlah Lajur

Sumber : MKJI 1997


b. Tipe Persimpangan

Tabel 3.2 Tipe-Tipe persimpangan

Sumber : MKJI 1997

Tipe simpang ditentukan dari jumlah lengan dan jumlah lajur pada
jalan utama dan jalan minor pada simpang.
2. Kondisi Lingkungan
a. Kelas ukuran kota
Ukuran kota dapat diklasifikasikan dalam jumlah penduduk pada
kota yang bersangkutan, bisa dilihat pada table berikut :

CS Jumlah Penduduk
Sangat kecil < 0,1
Kecil 0,1 - 0,5
Sedang 0,5 - 1,0
Besar 1,0 - 3,0
Sangat Besar > 3,0

b. Tipe Lingkungan
Kelas tipe lingkungan jalan menggambarkan tata guna lahan dan
aksesibilitas dari seluruh aktifitas jalan. Nilai-nilai ini diterapkan
secara kualitatif dalam pertimbangan teknik lalu lintas. Dapat
ditetapkan berdasarkan table berikut :
Tabel 3.4 Lingkungan Jalan
Tipe Tata guna tanah dan aksebilitas jalan
Lingkungan
Jalan
Komersial Tata guna lahan komersial (misalnya
pertokoan, rumah makan, perkantoran) dengan
jalan masuk langsung bgi pejalan kaki dan
kendaraan
Pemukiman Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan
masuk langsung bagi pejalan kaki dan
kendaraan
Akses terbaru Tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung
terbatas (misalnya karena ada penghalang fisik,
Sumber : MKJI 1997 jalan samping)
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)
3. Kondisi Lalu Lintas
Dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), tipe kendaraan
dibedakan menjadi 4, yaitu:
a) kendaraan ringan (Light Vehicle, LV) : kendaraan bermotor
dua as beroda 4 dengan jarak as 2,0-3,0 m (termasuk mobil
penumpang, opelet, mikrobis, pick-up dan truk kecil sesuai
sistem klasifikasi Bina Marga),
b) kendaraan berat (Heavy Vehicle, HV) : kendaraan bermotor
dengan jarak as lebih dari 3,50m, biasanya beroda lebih dari 4
(termasuk bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai
sistem klasifikasi Bina Marga),
c) sepeda motor (Motor Cycles, MC) : kendaraan bermotor
beroda dua dan tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan
beroda 3 sesuai sistem Bina Marga), dan
d) kendaraan tidak bermotor (unmotorized, UM) : kendaraan
beroda yang menggunakan tenaga manusia atau hewan
(termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai
sistem klasifikasi Bina Marga)
Jenis kendaraan di atas harus dikonversikan ke dalam satuan
mobil penumpang, dengan cara mengalihkannya dengan faktor
(emp) yang nilanya dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 3.5 Nilai Ekivalensi Kendaraan Penumpang Simpang Tak


Bersinyal

Sumber : Manual Kapasitas Jalan(1997)

2. Kapasitas (C)
Kapasitas didefinisikan sebagai arus lalu lintas maksimum yang dapat
dipertahankan (tetap) pada suata bagian jalan dalam kondisi tertentu.
Menurut MKJI 1997, kapasitas dari sebuah simpang adalah perkalian
antara Kapasitas Dasar (C0) untuk kondisi ideal dan faktor faktor koreksi (F)
dengan memperhitungkan pengaruh kondisi sesungguhnya terhadap
Kapasitas.
Persamaan dasar untuk kapasitas adalah sebagai berikut :

C= C0 x FW x FM x Fes x FRSU x FLT x FRT x FMI ……………………………. (Pers 3.1)

Keterangan:
C : kapasitas (smp/jam)
CO : kapasitas dasar (smp/jam)
FW : faktor penyesuaian lebar pendekat
FM : faktor penyesuaian median jalan utama
FCS : faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU : faktor penyesuaian kendaraan tak bermotor dan hambatan
samping dan lingkungan
jalan
FLT : faktor penyesuaian belok kiri
FRT : faktor penyesuaian belok kanan
FMI : faktor penyesuaian rasio arus jalan minor simpang

1. Perhitungan Kapasitas Dasar (C0)


Nilai kapasitas dasar ditentukan berdasarkan tipe persimpangan, dapat
dilihat dari table berikut :

Tabel 3.6 Kapasitas dasar (C0)

2. Faktor koreksi lebar pendekat (Fw)


Faktor koreksi lebar pendekat dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan-persamaan yang bisa dilihat pada tabel
Faktor koreksi lebar pendekat dihitung berdasarkan variabel input lebar
pendekat persimpangan (WE) dan tipe persimpangan dapat dilihat pada
grafik berikut:

Tabel 3.7 Faktor Koreksi Lebar Pendekat (FW)


Tipe Jalan (IT) Faktor Koreksi Lebar Pendekat
(FW)
424 0,70 + 0,0866 W1
424 atau 444 0,61 + 0,0740 W1
322 0,73 + 0,0760 W1
324 atau 344 0,62 + 0,0646 W1
342 0,67 + 0,0698 W1
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (1997)
3. Faktor koreksi median jalan utama (FM)
Faktor koreksi median jalan utama, diperoleh menggunakan table berikut,
dengan variable masukan adalah tipe median jalan utama

Tabel 3.8 Faktor Koreksi Median jalan utama (FM)


Uraian Tipe M Faktor koreksi median jalan
utama (FM)
vTidak ada median jalan Tidak 1
utama ada 1,05
Ada Median jalan utama, Sempit
lebar <3m 1,2
Ada Median jalan utama, Lebar
lebar ≥3m
Sumber : MKJI 1997

4. Faktor Koreksi ukuran kota (FCS)


Faktor koreksi ukuran kota dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 3.9 Faktor koreksi ukuran kota (FCS)


Ukuran Kota Penduduk Faktor koreksi ukuran kota (FCS)
Sangat Kecil <0,1 0,82
Kecil 0,1-0,5 0,88
Sedang 0,5-1,0 0,94
Besar 1,0-3,0 1,00
Sangat besar >3,0 1,05
Sumber : MKJI 1997

5. Faktor koreksi belok kiri (FLT)


Faktor penyesuaian belok kiri ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut ini dengan variabel masukan rasio belok kiri. (PLT)

FLT = 0,84 + 1,61 PLT……………… (Pers 3.2)


Gambar 3.3 Grafik Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT)
Sumber : MKJI 1997

6. Faktor koreksi belok kanan (FRT)


Faktor penyesuaian belok kanan ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut ini dengan variabel masukan rasio belok kanan (Prt).
FRT =1,09 – 0,922 PRT ……………… (Pers 3.3)

Gambar 3.4 Grafik Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT)


Sumber : MKJI 1997
7. Faktor koreksi rasio arus jalan minor (FMI)
Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor dapat ditentukan menggunakan
persamaan-persamaan pada grafik Gambar 3.5 dan Tabel 3.10 dengan
variabel masukan rasio arus jalan minor.

Gambar 3.5 Grafik Faktor Koreksi Rasio Arus Jalan Minor (FMI)
Sumber : MKJI 1997

Tabel 3.10 Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor (FMI)


Sumber : MKJI 1997
3. Perilaku Lalu lintas
1. Derajat Kejenuhan (DS)
Menurut MKJI 1997, derajat Kejenuhan dapat diperoleh melalui
perbandingan antara arus total simpang (Qsmp) dengan kapasitas simpang
sesungguhnya (C).
Rumus derajat kejenuhan sebegai berikut :
DS = Qsmp / C ……………… (Pers 3.4)
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam)
Qsmp = arus total sesungguhnya (smp/jam)

2. Tundaan
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk
melewati suatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang
(Direktorat Jendral Bina Marga, 1997). Tundaan simpang (D) dapat
ditentukan dari hubungan empiris antara tundaan dan derajat
kejenuhan.Rumus dari tundaan simpang (D) sebagai
berikut :

D = DG + DTI……………… (Pers 3.5)

Keterangan :
DG = tundaan geometric simpang (det/smp)
DTI = tundaan lalu lintas simpang (det/smp)

a. Tundaan geometrik simpang


Tundaan geometri simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk simpang. Rumusnya berikut ini.
Untuk DS<1,0
DG = (1 – DS) x (PT x 6 + (1 – PT) 3) + DS x 4……………… (Pers 3.6)
Untuk DS ≥ 1,0
DG = 4
Keterangan :
DG = tundaan geometrik simpang (detik/smp)
DS = derajat kejenuhan
PT = rasio belok total

b. Tundaan lalu lintas simpang (DTI)


Tundaan lalu lintas simpang adalah tundaan lalu lintas rata-rata untuk
semua kendaraan bermotor yang masuk simpang. Dan menggunakkan
persamaan berikut ini untuk mendapaktan nilai tundaan lalu lintas
simpang :
Untuk DS ≤ 0,6
DTI = 2+ 8,2078 x DS – (1- DS) x 2……………… (Pers 3.7)
Untuk DS > 0,6
DTI = 1,0504/(0,2742 – 0,2042 x DS) – (1-DS) x 2……………… (Pers 3.8)

Gambar 3.6 Grafik Tundaan lalu lintas


Sumber : MKJI 1997

c. Tundaan lalu lintas jalan Utama(DTMA)


Tundaan lalu lintas jalan utama merupakan tundaan lalu lintas rata
rata semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan
utama. Ditentukan menggunakan persamaan berikut,
Untuk DS ≤ 0,6
DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS – (1-DS)……………… (Pers 3.9)
Untuk DS > 0,6
DTMA = 1,0534/(0,346 – 0,246 x DS) – (1-DS) x 1,8……………… (Pers 3.10)

Gambar 3.7 Grafik Tundaan lalulintas jalan utama(DTMA)


Sumber : MKJI 1997

d. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMT)


Tundaan lalu lintas jalan minor rata-rata ditentukan berdasarkan
tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata. Dihitung
menggunakan rumus :

DTMI = (QTOT x DTI – QMA x DTMA)/QMI ……………… (Pers 3.11)


Keterangan:
DTMI = Tundaan lalu lintas jalan minor
QTOT = jumlah arus total pada simpang (smp/jam)
DTI = tundaan lalu lintas simpang
QMA = arus jalan utama
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
QMI = arus jalan minor
3. Peluang Antrian
Hubungan empiris antara peluang antrian (QP%) dan derajat kejenuhan
(DS) menentukan rentang nilai peluang antrian.
Untuk batas bawah :
QP% = 9,02 x DS + 20,66 x DS2 + 10,49 x DS2 ……………… (Pers 3.12)
Untuk batas atas :

QP% = 47,71 x DS – 24,68 x DS2 + 56,47 x DS2 ……………… (Pers 3.13)

Gambar 3.7 Grafik tundaan peluang antrian (QP%)


Sumber : MKJI 1997

Anda mungkin juga menyukai