Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN LALU LINTAS DI SEKITAR JALAN RAYA

ABEPURA DI JAYAPURA

YONES YUBILIA BIRING¹, A. A. GDE KARTIKA, ST, MSc²,


BUDI RAHARJO, ST, MT²
¹Mahasiswa Pasca Sarjana Bidang Manajemen dan Rekayasa Transportasi FTSP, ITS
email: jonesbiring@gmail.com
²Dosen Pasca Sarjana Bidang Manajemen dan Rekayasa Transportasi FTSP, ITS

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja simpang tak bersinyal pada simpang
tiga jalan Raya Abepura – jalan Baru di kota Jayapura. Dengan banyaknya kendaraan
yang melewati simpang tersebut, sering membuat kemacetan bahkan mengakibatkan
terjadinya konflik di simpang. Pada penelitian ini, dilakukan survey kendaraan setiap
arah pada simpang tersebut selama enam hari secara manual, yaitu pada hari Senin –
Sabtu, 8 – 13 Agustus 2011, dan pada perhitungan kinerja simpang tak bersinyal
diperoleh perilaku lalu lintas simpang sebagai berikut : Arus Lalu Lintas Total
4199,43 smp/jam, Derajat Kejenuhan 1,14. Tundaan Lalu Lintas Simpang 29,65
det/smp, Tundaan Geometrik Simpang 4,00 det/smp.
Pada perhitungan dengan pengaturan lampu lalu lintas (Traffic light) arah Sentani
– Jayapura (fase I) : Arus Lalu lintas Total 208,00 smp/jam, Derajat Kejenuhan 0,93.
Tundaan Lalu Lintas Simpang 114,67 det/smp, Tundaan Geometrik Simpang 4,00
det/smp, Panjang Antrian 56,37 meter.
Sedang untuk arah Jayapura – Sentani (fase II) : Arus Lalu Lintas Total 2122,63
smp/jam, Derajat Kejenuhan 0,89. Tundaan Lalu Lintas Simpang 13,75 det/smp,
Tundaan Geometrik Simpang 2,84 det/smp dan Panjang Antrian 155,56 meter.
Kendaraan dari jalan Baru yang akan masuk ke simpang dilarang belok kanan,
tetapi belok kiri ke jalan Raya Abepura mengikuti isyarat lampu fase I. Setelah belok
kiri langsung pada jarak 100 meter dari simpang boleh balik arah ke arah Jayapura.
Penerapan manajemen lalu lintas dengan lampu lalu lintas dimana derajat
kejenuhan fase I 0,93 dan fase II 0,89 diketahui bahwa derajat kejenuhan kedua fase
tersebut masih > 0,75 seperti yang disyaratkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI), maka perlu pemambahan rambu larangan stop dan larangan parkir pada
kaki simpang.

Kata kunci : simpang tak bersinyal, simpang bersinyal, derajat kejenuhan, rambu
lalu lintas
1. Pendahuluan b. Persimpangan tak sebidang:
Pertumbuhan ekonomi kota Jayapura, pertemuan yang tidak terletak pada
memberi dampak terhadap sistem bidang horizontal yang sama,
jaringan transportasi yang ada di kota sehingga tidak terjadi titik konflik
tersebut, yaitu: arus lalu lintas.
a. Meningkatnya kebutuhan akan
pergerakan lalu lintas; Perilaku pengemudi pada
b. Meningkatnya mobilitas pergerakan persimpangan tak bersinyal dalam hal
orang atau kendaraan; memberi jalan, disiplin dan aturan antri
c. Sering terjadi konflik pada simpang sangat sulit digambarkan dalam satu
jalan tak bersinyal; model perilaku seperti model
d. Sering terjadi kemacetan; berhenti/beri jalan yang berdasarkan
e. Menurunnya kinerja jalan. pada pengambilan celah, karena rata-
rata hampir dua pertiga dari seluruh
Tujuan penelitian ini agar dapat kendaraan yang datang dari jalan minor
diketahui: yang melalui simpang dengan perilaku
a. Kinerja simpang tiga jalan Raya “tidak menunggu celah”, sehingga
Abepura – jalan Baru; kecelakaan akan sangat mudah terjadi
b. Manajemen lalu lintas pada simpang pada simpang tak bersinyal (MKJI,
tiga jalan Raya Abepura – jalan Baru 1997: 3-10).
dengan pengaturan lampu lalu lintas.
A. Data Masukan
Manfaat penelitian berupa: Kondisi Geometrik menjelaskan data-
a. Bahan masukan bagi para perencana; data geometrik persimpangan, lebar
b. Bahan masukan bagi Pemerintah jalan, atau lebar rata-rata pendekat dan
Kota Jayapura. lebar median jalan utama, juga tipe
simpang pada persimpangan tersebut.
2. Tinjauan Pustaka Dimana jalan utama adalah jalan yang
Persimpangan adalah suatu daerah dipertimbangkan terpenting pada
atau tempat dimana terdapat dua atau simpang misalnya jalan dengan
lebih jalan raya yang berhubungan atau klasifikasi fungsional tertinggi,
saling menyilang, dimana terjadi sedangkan jalan minor merupakan jalan
pergerakan lalu lintas menerus dan lalu yang memotong jalan utama.
lintas yang saling berpotongan.
Kondisi lalu lintas akan digambarkan
Jenis-Jenis Persimpangan: dengan arus lalu lintas dalam smp/jam
a. Persimpangan sebidang: pertemuan untuk masing-masing gerakan:
pada bidang horizontal yang sama a. Arus jalan minor total (QMI)
sehingga arus lalu lintas yang b. Arus jalan utama total (QMA)
bergabung atau berpotongan c. Rasio arus jalan minor PMI
menimbulkan titik konflik. PMI = QMI / Qtot............................(1)
d. Rasio arus belok kiri dan kanan total: Kapasitas dasar (CO) yaitu kapasitas
PLT = QLT / Qtot ..........................(2) persimpangan jalan total untuk suatu
PRT = QRT / Qtot ........................(3) kondisi tertentu yang sudah ditentukan
e. Rasio antara arus kendaraan tak sebelumnya berdasarkan tipe simpang
bermotor dan kendaraan bermotor: yang ditinjau.
PUM = QUM / Qtot .........................(4) Tabel 1: Kapasitas Dasar
Tipe Simpang IT Kapasitas Dasar
Kondisi lingkungan menggambarkan: (Intersection Type) (smp/jam)
a. Kelas ukuran kota berdasarkan 322 2700
jumlah penduduk. 342 2900
324 atau 344 3200
b. Tipe lingkungan jalan menurut tata
Sumber: MKJI, 1997
guna lahan dan aksesibilitas jalan
tersebut dan aktivitas sekitarnya.
Faktor penyesuaian lebar pendekat
c. Tipe hambatan samping
(Fw) dihitung dari lebar rata-rata semua
menunjukkan aktivitas simpang jalan
pendekat (W1) dan tipe simpang
di daerah samping pada arus
(Interection Type).
berangkat lalu lintas, misalnya
pejalan kaki berjalan atau
menyeberangi jalur, angkutan kota
dan bus berhenti untuk menaikkan
dan menurunkan penumpang,
kendaraan masuk dan keluar halaman
dan seringnya kendaraan parkir di
luar jalur. Gambar 1: Faktor Penyesuaian Lebar
Pendekat ”Fw” (MKJI, 1997)
B. Kapasitas
Kapasitas persimpangan dimaksudkan Faktor Penyesuaian Median Jalan
sebagai kemampuan suatu Utama (FM) diperoleh dari tabel dengan
persimpangan dalam menampung arus variabel masukan adalah tipe median
lalu lintas yang masuk ke dalam utama.
persimpangan melalui pendekat Tabel 2: Faktor Penyesuaian Median Jalan
(approach) dari semua lengan. Utama
Faktor
Kapasitas total untuk seluruh simpang Uraian Tipe M Penyesuaian
adalah hasil perkalian antara kapasitas Median (FM)
dasar (Co) yaitu kapasitas pada kondisi Tidak ada
Tidak ada 1,00
tertentu (ideal) dan faktor-faktor median
penyesuaian (F): Median lebar
Sempit 1,05
C = CO x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x 3m
Median lebar
FRT x FMI ..................................(2.5) Lebar 1,20
3m
Sumber: MKJI, 1997
Faktor penyesuaian ukuran kota rasio belok kanan (PRT) untuk simpang
ditentukan dari tabel dengan variabel tiga lengan.
masukan adalah ukuran kota (City Size) FRT = 1,09 - 0,922 PRT ...................(7)
dan jumlah penduduk kota.
Tabel 3: Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Faktor penyesuaian rasio arus jalan
Faktor minor (FMI), dihitung berdasarkan
Ukuran Kota Penduduk Penyesuaian variabel masukan rasio arus jalan minor
(CS) (juta) Ukuran Kota (PMI) dan tipe simpang (IT).
(FCS) Tabel 5: Faktor Penyesuaian Rasio Arus
Sangat Kecil  0,1 0,82 Jalan Minor
Kecil 0,1 – 0,5 0,88 IT FMI PMI
422 1,19 x PMI2 - 1,19 x PMI + 1,19 0,1 – 0,9
Sedang 0,5 – 1,0 0,94 424 16,6 x PMI – 33,3 x PMI + 25,3 x PMI2 – 8,6 x PMI +1,95
4 3
0,1 – 0,3
444 1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3 – 0,9
Besar 1,0 – 3,0 1,00 322 1,19 x PMI2 – 1,19 x PMI + 1,19 0,1 – 0,5
-0,595 x PMI2 + 0,595 x PMI +0,74
Sangat Besar  3,0 1,05 342 1,19 x PMI2 -1,19 x PMI + 1,19
0,5 – 0,9
0,1 – 0,5
Sumber: MKJI, 1997 324
2,38 x PMI2 – 2,38 x PMI + 1,49
16,6 x PMI4 - 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 - 8,6 x PMI + 1,95
0,5 – 0,9
0,1 – 0,3
344 1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3 – 0,5
-0,555 x PMI2 + 0,555 x PMI + 0,69 0,5 – 0,9
Faktor penyesuaian tipe lingkungan Sumber: MKJI, 1997
jalan, hambatan samping dan kendaraan
tak bermotor (FRSU), diperoleh dari tabel C. Perilaku Lalu Lintas
dengan variabel masukan adalah tipe Derajat kejenuhan adalah rasio arus
lingkungan jalan (RE), kelas hambatan lalu lintas terhadap kapasitas.
samping (SF) dan rasio kendaraan tak DS = QTOT/C .................................(8)
bermotor (UM/MV).
Tabel 4: Faktor Penyesuaian Tipe Apabila tingkat kejenuhan yang
Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan
terjadi DS > 0,75 maka akan terjadi
Kendaraan tak Bermotor
Kelas Rasio Kendaraan tak Bermotor (PUM)
kemacetan dan antrian kendaraan yang
Kelas
Lingk. Jalan
Hambatan
Samping 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20
 panjang pada kaki persimpangan
(RE) 0,25
Komersial
(SF)
Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
(approach) sebelum mulut simpang.
Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Pemukiman Tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0,72
Tundaan lalu lintas simpang (DT1)
Sedang 0,97 0,92 0,87 0,82 0,77 0,73 adalah tundaan lalu lintas rata-rata
Rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0,74
untuk semua kendaraan bermotor yang
Sumber: MKJI, 1997
masuk simpang, ditentukan berdasarkan
kurva empiris antara DT1 dan DS.
Faktor penyesuaian belok kiri DT1 dapat juga dihitung dengan
dihitung berdasarkan variabel masukan menggunakan persamaan berikut ini:
rasio belok kiri (PLT).
DS  0,6:
FLT = 0,84 + l,6l PLT .......................(6)
DT1 = 2+8,2078xDS-(1-DS) x 2 .......(9)
DS > 0,6:
Faktor penyesuaian belok kanan
DT1 = 1,0504 / (0,27420-0,20420xDS) -
dihitung berdasarkan variabel masukan
(1-DS) x 2 ............................(10)
Tundaan lalu lintas jalan utama QP% = 47,7 x DS - 24,68 x DS2 + 56,47
(DTMA) adalah tundaan lalu lintas rata- x DS3 .................................. (16)
rata semua kendaraan bermotor yang QP% = 9,02 x DS + 20,66 x DS2 +
masuk persimpangan dari jalan utama, 10,49 x DS3 .......................(17)
ditentukan berdasarkan kurva DTMA dan
DS, atau dapat juga dihitung dengan Cara yang cepat untuk menilai hasil
menggunakan persamaan berikut: perhitungan yang kita lakukan adalah
DS  0,6: dengan melihat derajat kejenuhan (DS)
DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS - (1 - DS) x untuk kondisi yang diamati. Jika derajat
1,8..............................................(11) kejenuhan yang diperoleh melebihi nilai
DS > 0,6: yang dapat diterima (DS > 0,75) maka
DTMA = 1,0504/(0,346 - 0,246 x DS) - perlu diadakan perbaikan geometrik
(1 - DS) x 1,8 ............................(12) simpang, pengontrolan arus simpang
total dan pengaturan arus dengan
Tundaan lalu lintas jalan minor rata- rambu-rambu untuk mempertahankan
rata ditentukan berdasarkan tundaan derajat kejenuhan yang diinginkan (DS
simpang rata-rata dan tundaan jalan  0,75). Akan tetapi jika nilai DS yang
utama rata-rata. didapatkan sesuai dengan nilai yang
DTMI = (Qtot x DT1- QMA x DTMA)/QM1 dapat diterima (DS < 0,75) berarti arus
...................................................(13) masuk simpang belum jenuh maka tidak
perlu diadakan tindakan perbaikan.
Tundaan geometrik simpang adalah D. Simpang Bersinyal
tundaan geometrik rata-rata seluruh Sinyal lalu lintas merupakan rambu-
kendaraan bermotor yang masuk rambu lalu lintas yang mengatur
simpang. DG dihitung dengan pergerakan lalu lintas pada simpang,
menggunakan rumus sebagai berikut: melalui pemisahan waktu untuk
DS < 1,0: berbagai arah pergerakan. Tujuan dari
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT) x 3) + pemisahan waktu pergerakan ini adalah
DS x 4 (det/smp) ................(14) untuk menghindari terjadinya arah
DS > 1,0: pergerakan yang saling berpotongan
DG = 4 atau melalui titik konflik pada saat
bersamaan, sehingga meningkatkan
Tundaan simpang dihitung sebagai efisiensi dari pergerakan arus lalu lintas.
berikut:
D = DG + DT1 (det/smp) ..............(15) Proses kerja yang digunakan untuk
perhitungan pengaturan waktu untuk
Peluang antrian dapat ditentukan dari sinyal lalu lintas (menurut Metode
hubungan antara peluang antrian dan Webster) adalah:
derajat kejenuhan. Peluang antrian (QP) a. Membuat proses pengaturan
dapat juga ditentukan dengan b. Menghitung panjang periode
menggunakan persamaan berikut mi: intergreen yang dibutuhkan untuk
menghilangkan konflik pertama pada
perubahan fase Intergreen ditentukan Titik konflik kritis pada masing-
dari titik konflik yang mempunyai masing fase (i) adalah titik yang
perbedaan terbesar antara waktu menghasilkan waktu merah semua
yang dibutuhkan untuk pengeluaran terbesar, dengan rumus:
kendaraan terakhir fase sekarang,
dikurangi waktu yang dibutuhkan
kendaraan pertama fase berikutnya dimana:
untuk mencapai titik konflik. LEV, LAV = Jarak dari garis henti ke
c. Menghitung periode intergreen titik konflik masing-
persentase siklus waktu. masing untuk kendaraan
d. Menghitung arus lalu lintas Q untuk yang berangkat dan yang
masing-masing lajur atau approach datang (m).
(pendekat). lEV = Panjang kendaraan yang
e. Menghitung arus jenuh S untuk berangkat (m)
masing-masing lajur/approach. VEV, VAV = Kecepatan masing-masing
f. Menghitung rasio arus terbesar Q/S untuk kendaraan yang
untuk masing-masing fase. berangkat dan yang
g. Menghitung waktu siklus dengan datang (m/dtk)
rumus Webster, yaitu:
1,5L + 5 Kecepatan kendaraan yang datang:
CO = ..........................(18)
1+Y VAV = 10 m/dtk (kend.bermotor)
Dimana: Kecepatan kendaraan yang berangkat:
Co = Waktu siklus optimum VEV = 10 m/dtk (kend. bermotor)
L = Waktu hilang = 3 m/dtk (kend. tak bermotor)
Y = Jumlah dan perbandingan = 1,2 m/dtk (pejalan kaki)
arus lalu lintas dengan arus Panjang kendaraan yang berangkat:
jenuh (Q/S) IEV = 5 m (LV atau HV)
h. Membagi waktu hijau tersedia untuk = 2 m (MC atau UM)
fase-fase yang berbeda.
i. Menyesuaikan hasil perhitungan Waktu hilang (LTI) untuk simpang
waktu hijau, yaitu adalah waktu dapat dihitung sebagai jumlah dari
nyala hijau dalam suatu pendekat waktu-waktu antar hijau, dengan
(detik). menggunakan rumus :
LTI = (merah semua+kuning) i = IGi
Waktu hijau minimum adalah waktu ..........................................................(20)
hijau yang diperlukan karena Sesuai kondisi di Indonesia waktu
penyeberangan pejalan kaki. Waktu kuning diambil 3 detik. Besarnya waktu
hijau maksimum adalah waktu hijau hilang bergantung pada kondisi tempat
diizinkan dalam suatu fase untuk seperti geometri simpang dan faktor
kendali lalu lintas kendaraan (detik). lainnya seperti jumlah fase.
Waktu siklus adalah waktu yang yang terjadi dalam skala waktu tertentu
diperlukan bagi suatu urutan perintah akibat dari pengaruh arus lalu lintas
lampu lalu lintas secara lengkap. Urutan yang melewati suatu ruas jalan.
standar di Indonesia adalah merah, DS = Q/S ………………………….(25)
hijau, kuning, merah dan seterusnya.
Untuk tujuan efisiensi suatu traffic light Nilai dari jumlah antrian (NQ1) dapat
maka penentuan waktu siklus dicari dengan rumus:
dirumuskan sebagai berikut : DS > 0,5:
cua = (1,5xLTI+5) / (1–ΣFRcrit) .......(21)
dimana:
cua = Waktu siklus sebelum ……………………………………..(26)
penyesuaian (detik) dimana :
LTI = Waktu hilang total per siklus NQ1 = Jumlah smp, yang tersisa dari
(detik) fase hijau sebelumnya
FRcrit = Rasio arus terhadap arus DS = Derajat Kejenuhan
jenuh (Q/S) GR = Rasio hijau
FRcrit = Rasio arus simpang = jumlah C = Kapasitas (smp/jam) = arus
FRcrit dari semua fase pada jenuh dikalikan rasio hijau (S x
waktu siklus tersebut. GR)
Waktu hijau dihitung sebagai berikut : DS < 0,5: NQ1 = 0
gi = (cua-LTI) x (FRcrit/FRcrit ) ........(22)
   Jumlah antrian kendaraan dihitung,
Waktu siklus yang disesuaikan (c) kemudian dihitung jumlah antrian
berdasar pada waktu hijau yang satuan mobil penumpang yang datang
diperoleh dan waktu hilang (LTI): selama fase merah (NQ2):
c = Σg + LTI ....................................(23) NQ2 = c x [(1-GR)/(1-GRxDS)] x
Menentukan arus jenuh dasar dengan (Q/3600) …………………………..(27)
memperhatikan tipe kaki persimpangan,
diklasifikasikan sebagai berikut : Jumlah rata-rata antrian smp pada
Untuk pendekat tipe P (protected) / arus awal sinyal hijau (NQ):
terlindung: NQ = NQ1 + NQ2…........................(28)
S0 = 600 x We (smp/jam hijau) …(24)
Untuk pendekat tipe O (opposed) / arus Panjang antrian dapat dihitung dengan
terlawan bergantung pada arus lalu rumus:
lintas yang belok kanan (QRT) dan arus QL = (NQmax x 20) / Wmasuk ………(29)
dari pendekat yang berlawanan (QRTO)
serta lebar efektif (We). Jumlah kendaraan terhenti adalah
jumlah kendaraan dari arus lalu lintas
Kinerja persimpangan adalah suatu yang terpaksa berhenti sebelum
ukuran kualitas jalan, yang dalam arti melewati garis henti akibat
luas menggambarkan keadaan lalu lintas pengendalian sinyal:
NS = 0,9 x (NQ/Q x c) x 3600 ........(30) geometric rata-rata (DG) masing-
dimana: masing pendekat :
c = waktu siklus (det) DG = (1–PSV)xPTx6+(PSVx4) …….(34)
Q = arus lalu lintas (smp/jam) dimana :
DG = Tundaan geometrik rata-rata
Jumlah kendaraan terhenti (NSV) masing-masing pendekat
masing-masing pendekat: (det/smp)
NSV = Q x NS...........................……(31) PSV = Rasio kendaraan terhenti pada
masing-masing pendekat
Angka henti total seluruh simpang: PT = Rasio kendaraan membelok pada
masing-masingpendekat
NSTot = …….......…….....….(32)

Tundaan adalah waktu tempuh    Tundaan rata-rata tiap pendekat (D)


tambahan yang diperlukan untuk adalah jumlah dari tundaan lalu lintas
melalui simpang apabila dibandingkan rata-rata dan tundaan geometrik pada
lintasan tanpa melalui suatu simpang. masing-masing pendekat:
D = DT + DG ……………......……(35)
Tundaan lalu lintas adalah waktu
menunggu yang disebabkan interaksi Tundaan total pada simpang adalah :
lalu lintas dengan gerakan lalu lintas Dtot = D x Q …………….......…..…(36)
yang bertentangan.
DT = c x A + ……………(33) Tundaan simpang rata-rata adalah :

dimana : D= ……….......…...........(37)
DT = tundaan lalu lintas rata-rata tiap
pendekat (detik/smp)
3. Metodologi
c = waktu siklus (detik)
Kerangka metode penelitian:
A =

GR = g/c
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari
fase hijau sebelumnya
(smp/jam)

   Tundaan geometrik disebabkan oleh


perlambatan dan kecepatan kendaraan
yang membelok disimpang atau yang
terhenti oleh lampu merah. Tundaan

Gambar 2: Bagan Alir Penelitian


Lokasi penelitian pada simpang tiga penumpang, oplet, micro bus, pick
jalan Raya Abepura dan jalan Baru, up dan micro truck;
Kecamatan Abepura Kota Jayapura b. Heavy Vehicle (HV) yaitu kendaraan
Provinsi Papua, yang pengoperasiannya yang beroda lebih dari empat seperti
tidak diatur oleh lampu lalu lintas bus, truk dua as, dan truk tiga as;
(simpang tak bersinyal). c. Motor Cycle (MC) yaitu kendaraan
bermotor beroda dua atau tiga seperti
Data geometrik yang diukur yang akan sepeda motor.
digunakan untuk menghitung kapasitas Unmotorised (UM) yaitu kendaraan tak
jalan, adalah: bermotor seperti becak, sepeda dan
- Lebar badan jalan; kereta dorong tidak dianggap sebagai
- Lebar bahu jalan; bagian dari arus lalu lintas tetapi
- Lebar jalur dan lajur. sebagai unsur hambatan samping.
(MKJI, 1997).
Jalan Raya Abepura terdiri dari empat
lajur, dua jalur dan dua arah sebagai Penetapan waktu pengambilan data
jalan mayor dengan median, sedang ditentukan selama enam hari survey
jalan Baru terdiri dari dua lajur, dua dilakukan pada jam-jam sibuk:
jalur, dua arah sebagai jalan minor 1. Pagi hari pada pukul 06.30 – 09.30
dengan median. WIT;
2. Siang hari pada pukul 12.30 – 14.30
Kondisi persimpangan pada jalan WIT;
Raya Abepura – Jalan Baru sangat 3. Sore hari pada pukul 16.30 – 18.30
sibuk, sehingga pada jam-jam tertentu WIT.
sering mengalami kemacetan. (Direktorat Jenderal Bina Marga,
Direktorat Pembinaan Jalan Kota;1990)
Survei arus lalu lintas dilakukan untuk
memperoleh data-data arus lalu lintas Data penduduk kota Jayapura di dapat
pada simpang yang meliputi: dari kantor Dinas Statistik
- Arus kendaraan; Kependudukan kota Jayapura tahun
- Klasifikasi kendaraan; 2010 sebanyak 261.776 jiwa.
- Arah pergerakan lalu lintas.
Berdasarkan data hasil survey arus
Pembagian jenis kendaraan lalu lintas yang dikumpulkan maka
berdasarkan satuan mobil penumpang pengolahan data dilakukan dengan
(smp) atau Passenger Car Unit (PCU) membuat tabulasi untuk menghitung
sesuai sistim klasifikasi Bina Marga arus lalu lintas masing-masing jenis
yakni: kendaraan (LV, HV, MC, dan UM), dari
a. Light Vehicle (LV) yaitu kendaraan kendaraan/jam ke dalam satuan mobil
yang beroda empat seperti mobil penumpang (smp/jam) dengan
menggunakan ekivalen mobil
penumpang (emp) pada setiap Pada tahap ini akan dilakukan analisis
pergerakan kendaraan pada setiap terhadap hasil pengolahan data dengan
lengan simpang dimana untuk : cara analisis deskriptif kualitatif yang
1. Kendaraan ringa (LV) = 1 dapat memberikan gambaran kondisi
2. Kendaraan berat (HV) = 1,3 simpang tiga yang ada, yang diperoleh
3. Sepeda Motor (MC) = 0,5 dengan hasil pengukuran di lapangan
seperti lebar jalur, lebar lajur pada
Berdasarkan hasil perhitungan arus setiap pendekat di simpang, bahu jalan
lalu lintas setiap pergerakan kendaraan dan lainnya serta analisis deskriptif
selama 15 (lima Belas) menit, dibuatkan kuantitatif yang digunakan untuk
diagram batang untuk menentukan jam mengolah data dengan jalan menyusun
puncak setiap pergerakan lalu lintas secara sistimatis dalam bentuk angka
selama satu jam sebagai jam puncak atau melalui perhitungan dengan
pada masing-masing lengan simpang. menggunakan rumus-rumus tertentu dan
kemudian dideskripsikan.
Dari hasil perhitungan arus lalu lintas 4. Hasil dan Pembahasan
setiap arah pergerakan kendaraan pada
jam puncak pada masing-masing lengan
simpang, dihitung pula arus lalu lintas
kendaraan pada jam sibuk pada masing-
masing pendekat setiap arah pergerakan
lalu lintas.

Perhitungan arus lalu lintas rata-rata


untuk setiap jenis kendaraan di hitung
dengan menjumlahkan masing-masing
jenis kendaraan yang sama pada setiap
pendekat selama waktu pengamatan,
lalu di bagi dengan waktu pengamatan. Gambar 3: Skema Bagan Alir Arus Lalu
Lintas
Perhitungan arus lalu lintas ke seluruh
simpang, dilakukan dengan menentukan Tabel 6: Perhitungan Arus Lalu Lintas
jalan mayor dan jalan minor pada
simpang yang di tinjau dan menentukan
jumlah masing-masing jenis kendaraan
sesuai arah pergerakan dari setiap
pendekat, lalu menentukan rasio antara
total kendaraan di jalan minor dengan
total kendaraan di jalan mayor ditambah
total kendaraan di jalan minor.
Lebar masing-masing pendekat:
A = 6,80 M = 16.2730 det/smp
B = 11,00 M Tundaan lalu lintas jalan minor:
D = 11,00 M DTMI = (QTOT x DT1- QMA x
Lebar pendekat utama: DTMA)/QM1
WBD = (b / 2 + d / 2) / 2 = 5,50 M = 219,6425 det/smp
Lebar pendekat minor: Tundaan Geometrik Simpang:
WA = a = 6,80 meter DS ≥ 1,0: DG = 4
Lebar rata-rata pendekat: Tundaan simpang:
W1 = (b/2 + d/2 + a/2) / 3 = 4,80 M D = DG + DT1 = 29.6446 det/smp
Tipe simpang: 324
Kapasitas dasar = 3200 smp/jam Tabel 7: Perilaku Lalu Lintas pada
Faktor penyesuaian lebar pendekat: Persimpangan Jalan Raya Abepura – Jalan
FW = 0,62 + 0,0646 W1 = 0,9301 Baru
Faktor penyesuaian median jalan utama:
FM = 1,00 (tanpa median)
Faktor penyesuai ukuran kota:
FCS = 0,88 (kota kecil)
Faktor penyesuaian tipe lingkungan
jalan, hambatan samping dan kendaraan
tak bermotor: FRSU = 0,93.
Faktor penyesuaian belok kiri: Dari hasil analisis dan pembahasan
FLT = 0,84 + 1,61 PLT = 0,8939 terlihat bahwa perilaku arus lalu lintas
Faktor penyesuaian belok kanan: pada simpang Jalan Raya Abepura –
FRT = 1,09 – 0,922 PRT = 1,0470 Jalan Baru, sudah melampaui batas
Faktor penyesuaian arus jalan minor: efektif bagi pengguna jalan, oleh karena
FMI = 16,6 x (PMI)4 – 33,3 x (PMI)3 + itu perlu peninjauan simpang untuk
25,3 x (PMI)2 – 8,6 x PMI + 1,95 meningkatkan kinerja supaya berada
= 1,6041 pada kondisi yang baik.
Kapasitas total simpang tak bersinyal:
C = CO x FW x FM x FCS x FRSU x Pengaturan dengan lampu lalu lintas
FLT x FRT x FMI adalah untuk memisahkan titik konflik
= 3656,8934 smp/jam dengan dimensi waktu. Pengaturan ini
Derajat kejenuhan: sangat efisien dan dapat menjaga
DS = QTOT/C = 1,14 kestabilan atau dapat mengatur
Tundaan lalu lintas simpang: pergerakan arus lalu lintas yang ada.
DT1 = 1,0504/(0,2742 - 0,2042 x DS)
- (1-DS) x 2
= 25.6446 det/smp
Tundaan lalu lintas jalan utama:
DTMA =1,05034/(0,346 - 0,246 x DS) -
(1 - DS) x 1,8
 L EV  I EV L AV 
Merah semua =   
 V EV VAV 
= 0,91  1 detik
LTI =  (merah semua + kuning)
Waktu kuning total = 3 detik/fase
Loss Time Perphase = 5 detik
LTI = 10 detik

Tabel 8: Penentuan Rasio Arus Simpang


(IFR):

Gambar 4: Rencana Lajur untuk Lampu


Sinyal
Arus jenuh dihitung dengan:
So = 600 x We Waktu siklus sebelum penyesuaian:
(1, 5 xLTI  5 )
S = S0 x FCS x FSF x FRT x FLT C ua  = 105 detik
(1  IFR )
- Lengan B pergerakan belok kanan:
S = 1359 smp/jam
Waktu hijau untuk masing-masing
- Lengan D pergerakan lurus:
fase = (Cua – LTI) x PRi
S = 2718 smp/jam
g fase I = 13 detik
- Lengan D pergerakan belok kiri:
g fase II = 82 detik
S = 1359 smp/jam
- Lengan A pergerakan belok kiri:
Waktu siklus yang disesuaikan:
S = 1680 smp/jam
g = g fase I + g fase II = 95 detik
LTI = 10 detik
c = g + LTI = 105 detik

Waktu Merah:
r = c – (g + A + All red)
r fase I = 87 detik
r fase II = 18 detik

Gambar 5: Titik Konflik Kritis serta Jarak


Kedatangan dan Keberangkatan
Tundaan rata – rata: D = DT + DG
a. Lengan A Fase I = 118,67 det/smp
b. Lengan D Fase II = 16,60 det/smp

Tundaan total simpang: Dtot = D x Q


a. Lengan A Fase I = 22.964,43 det/smp
b. Lengan D Fase II= 32.142,39 det/smp
Gambar 6: Diagram Siklus Fase yang
Direncanakan Tundaan simpang rata-rata:
D = Σ(Q x D) / QTot = 25,8697 det/smp
Kapasitas tiap pendekat:
C = S x g/c
a. Fase I:
- Lengan B = 168,2571 smp/jam
- Lengan A = 208,0000 smp/jam
b. Fase II:
Lengan D = 2122,6286 smp/jam

Derajat Kejenuhan tiap pendekat:


DS = Q/C
a. Lengan A Fase I = 0,93
b. Lengan D Fase II = 0,89
Tundaan lalu lintas rata-rata tiap
pendekat:
NQ x 3600
DT  cxA  1
C
0 , 5 x (1  GR ) 2 Gambar 7: Fase dan Waktu Siklus Tiap
A  Fase
(1  GRxDS )
a. Lengan A Fase I:
A = 0,4338 ; DT = 114,67 det/smp
b. Lengan D Fase II = 0,89
A = 0,0787 ; DT = 13,75 det/smp

Tundaan geometrik rata-rata tiap


pendekat (DG) akibat perlambatan dan
percepatan ketika menunggu giliran Gambar 8: Grafik Derajat Kejenuhan
pada suatu simpang dan/atau ketika Sebelum dan Sesudah Pemasangan Lampu
dihentikan oleh lampu merah: Lalu Lintas pada Simpang
DGj = (1 – PSV) × PT × 6 + ( PSV × 4)
a. Lengan A Fase I = 4,00 det/smp
b. Lengan D Fase II = 2,84 det/smp
Daftar Pustaka
Departemen Pekerjaan Umum RI, 1997,
Manual Kapasitas Jalan Indonesia,
Direktorat Jenderal Bina Marga,
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Jalan, Bandung.
Gambar 9: Grafik Tundaan Simpang
Departemen Pekerjaan Umum RI, 1990,
Sebelum dan Sesudah Pemasangan Lampu
Tata Cara Pelaksanaan Survei dan
Lalu Lintas
Perhitungan Lalu Lintas Cara
Manual, Direktorat Jenderal Bina
5. Kesimpulan
Marga, Direktorat Pembinaan Jalan
a. Derajat kejenuhan yang terjadi pada
Kota, Jakarta.
simpang jalan Raya Abepura – jalan
Departemen Perhubungan, Pedoman
Baru, sebesar 1,14  0,75,
Teknis Pengaturan Lalu Lintas Di
menunjukkan bahwa arus lalu lintas
Persimpangan Berdiri Sendiri
pada simpang tersebut menimbulkan
Dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu
kepadatan dan kerapatan kendaraan,
Lintas, Direktur Jenderal
sehingga mengganggu kenyamanan
Perhubungan Darat, Jakarta.
berlalulintas.
Hendarto, S., Karsaman, R. H., dan
b. Setelah pengaturan simpang dengan
Lubis, H. S., 2000, Dasar-Dasar
lampu lalu lintas dimana derajat
Transportasi, Penerbit ITB,
kejenuhan fase I sebesar 0,93 (lengan
Bandung
A) dan fase II sebesar 0,89 (lengan
Julianto, Eko Nugroho, 2007, Analisis
D), terjadi penurunan dari
Kinerja Simpang Bersinyal
sebelumnya sebesar 1,14. Dengan
Simpang Bangkong dan Simpang
demikian perlu pemasangan lampu
Milo Semarang, Program Pasca
lalulintas (Traffic Light) untuk
Sarjana Universitas Diponegoro,
menghindari konflik di simpang.
Semarang
c. Pada simpang tiga jalan Raya
Oglesby, C. H., dan Hicks, G. R., 1993,
Abepura – jalan Baru perlu diadakan
Teknik Jalan Raya, Erlangga,
pemasangan rambu-rambu lalu lintas,
Jakarta
antara lain rambu dilarang stop atau
Tamin, O, Z, 2000, Perencanaan dan
parkir pada kaki simpang, pada jarak
Permodelan Transportasi, Edisi
tertentu misalnya 100 meter dari
Kedua, Institut Teknologi Bandung
simpang.
d. Untuk meningkatkan tingkat
pelayanan pada simpang jalan Raya
Abepura – jalan Baru perlu
dilakukan penambahan kapasitas
jalan dengan melakukan pelebaran
pada lengan simpang.

Anda mungkin juga menyukai