Anda di halaman 1dari 39

ANALISIS KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG

JALAN TELKOMAS DAN JALAN POROS MAKASSAR – MAROS DI KOTA


MAKASSAR

OLEH
RIA AMRIATI
D051171016

DEPARTEMEN TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan lalu lintas seperti pulusi udara, kemacetan,
kecelakaan, antrian maupun tundaan biasa dijumpai dengan tingkat
kualitas yang rendah hingga besar. Permasalahan tersebut sudah sering
dijumpai di beberapa kota di Indonesia termasuk di Kota Makassar.
Kota Makassar sebagai kota metropolitan terbesar di kawasan
Indonesia Timur tentu memiliki kepadatan arus lalu lintas yang cukup
besar. Untuk itu diperlukan adanya manajemen lalu lintas yang tepat untuk
mengatur kelancaran arus lalu lintas, khusunya di daerah persimpangan
yang menjadi pertemuan antara dua atau lebih ruas jalan dengan potensi
tingkat permasalahan yang tinggi. Salah satu simpang di Kota Makassar
yang mengalami permasalahan lalu lintas adalah simpang tiga tak
bersinyal antara Jalan Telkomas dengan Jalan Poros Makassar - Maros.
Tipe lingkungan sepanjang Jalan Poros Makassar - Maros
merupakan daerah komersial, hal ini bisa dilihat dengan adanya pertokoan,
hotel, café dan rumah makan. Sedangkan tipe lingkungan sepanjang Jalan
Telkomas sendiri merupakan daerah pemukuman sedang. Hal tersebut
yang kemudian menjadikan simpang ini memiliki lalu lintas yang
kompleks dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas yang cepat. Kondisi
tersebut diperparah dengan adanya proses naik turun penumpang angkutan
umum (angkot) di sekitar simpang jalan yang akan mengurangi kapasitas
jalan dan penurunan kecepatan bagi kendaraan yang melaluinya. Selain
itu, para pengendara yang sering melanggar aturan dan berebut ruang jalan
dengan cenderung saling mendahului dapat menimbulkan konflik pada
simpang.
Kondisi di atas menyebabkan sering terjadi-nya kemacetan atau
antrian yang cukup panjang di lengan simpang. Ini berarti terjadinya
tundaan pada kendaraan, yang berakibat bertambahnya biaya oprasional
dan waktu tempuh kendaraan. Masalah ini sangat terasa pada jam-jam
sibuk. Melihat permasalahan yang terjadi pada simpang tersebut, maka
dinilai perlu mengadakan analisis kinerja pada persimpangan tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kondisi geometrik pada simpang antara Jalan Telkomas
dengan Jalan Poros Makassar – Maros?
2. Apa saja yang menjadi hambatan pada simpang tersebut?
3. Bagaimanakah kondisi lalu lintas pada simpang tersebut?
4. Bagaimanakah peralatan pengendalli lalu lintas pada simpang yang
ditinjau?
5. Bagaimanakah konflik lalu lintas pada simpang tersebut?

C. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui kondisi geometrik pada simpang antara Jalan Telkomas
dengan Jalan Poros Makassar – Maros
2. Mengetahui apa saja yang menjadi hambatan pada simpang tersebut
3. Mengetahui kondisi lalu lintas pada simpang tersebut
4. Mengetahui peralatan pengendali lalu lint kondisi lalu lintas as pada
simpang yang ditinjau
5. Mengetahui konflik lalu lintas pada simpang tersebut

D. Batasan
1. Penelitian hanya terlokalisir pada lokasi yang ditinjau.
2. Metode yang digunakan untuk menganalisis data meggunakan
panduan MKJI (Dep. PU, 1997).
3. Kinerja simpang yang ditinjau meliputi kondisi geometric, hambatan
jalan, kondisi lalu lintas, kondisi lalu lintas, dan konflik lalu lintas pada
simpang tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Simpang
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau
bercabang dari yang lurus.
Secara umum, persimpangan dapat diartikan sebagai simpul dalam
jaringan transportasi dimana Simpang adalah daerah atau tempat
dimana dua atau lebih jalan raya yang berpencar, bergabung,
bersilangan dan berpotongan, termasuk fasilitas jalan dan sisi jalan
untuk pergerakan lalu lintas pada daerah itu. Fungsi operasional utama
dari simpang adalah untuk menyediakan perpindahan atau perubahan
arah perjalanan.
Secara umum terdapat 3 (tiga) jenis persimpangan, yaitu : (1)
simpang sebidang, (2) pemisah jalur jalan tanpa ramp, dan (3)
interchange (simpang susun).
Simpang sebidang (intersection at grade) adalah simpang dimana
dua jalan atau lebih bergabung, dengan tiap jalan mengarah keluar dari
sebuah simpang dan membentuk bagian darinya. Jalan-jalan ini disebut
kaki simpang/lengan simpang atau pendekat.
Dalam perancangan persimpangan sebidang, perlu
mempertimbangkan elemen dasar yaitu :
1. Faktor manusia
Seperti kebiasaan mengemudi, waktu pengambilan
keputusan, dan waktu reaksi.
2. Pertimbangan lalu lintas
Seperti kapasitas, pergerakan berbelok, kecepatan
kendaraan, ukuran kendaraan, dan penyebaran kendaraan.
3. Elemen fisik
Seperti jarak pandang, dan fitur-fitur geometrik.
4. Faktor ekonomi
Seperti konsumsi bahan bakar, nilai waktu.
B. Istilah dalam Simpang Tak Bersinyal
Ada beberapa notasi, istilah dan definisi khusus yang
digunakan untuk simpang tak bersinyal. Notasi, istilah dan
defenisi dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Kondisi Geometrik
a. Lengan
Bagian simpang jalan dengan pendekat masuk atau keluar
b.Jalan Utama
Adalah jalan yang paling penting pada simpang jalan, misalnya
dalam hal klasifikasi jalan. Pada simpang tiga, jalan yang
menerus selalu ditemtukan sebagai jalan utama
c. Pendekat
Tempat masuknya kendaraan dalam suatu lengan simpang
jalan. Pendekat jalan utama notasi B dan D dan jalan simpang
A dan C. dalam penulisan notasi sesuai dengan perputaran arah
jarum jam
d.Lebar Masuk Pendekat (WX)
Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur dibagian
tersempit yang digunakan oleh lalu lintas yang bergerak. X
adalah nama pendekat.
e. Lebar Pendekat Simpang Rata-rata (Wi)
Lebar efektif rata-rata dari seluruh pendekat pada simpang
f. Lebar Pendekat jalan Rata-rata (WBC atau WBc)
Lebar rata-rata pendekat ke simpang dari jalan
g.Jumlah Lajur
Jumlah lajur ditentukan dari lebar masuk dari jalan tersebut
2. Kondisi lingkungan
a. Ukuran Kota (CS)
Yaitu ukuran besarnya jumlah penduduk yang tinggal dalam
suatu daerah perkotaan.
Ukuran Kota Jumlah penduduk (juta jiwa)
Sangat kecil X < 0.1
Kecil 0,1 ≤ X < 0,5
Sedang 0,5 ≤ X <1,0
Besar 1,0 ≤ X < 3,0
Sangat besar X ≥ 3,0
Tabel 1. Kelas Ukuran Kota
Sumber: Departemen PU (1997)

b. Hamabatan Jalan
Akibat kegiatan sisi jalan seperti pejalan kaki, penghentian
angkot dan kendaraan lainnya, kendaraan masuk dan keluar sisi
jalan dan kendaraan lambat. Hambatan samping ditentukan
secara kualitatif dengan teknik lalu lintas sebagai tinggi, sedang
atau rendah.
Menurut MKJI 1997, hambatan samping disebabkan oleh
empat jenis kejadian yang masing-masing memiliki bobot
pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas, yaitu:
1) Pejalan kaki : bobot = 0,5
2) Kendaraan parkir/berhenti : bobot = 1,0
3) Kendaraan keluar/masuk : bobot = 0,7
4) Kendaraan bergerak lambat : bobot = 0,4
Frekuensi tiap kejadian hambatan samping dicacah dalam
rentang 100 meter ke kiri dan kanan potongan melintang yang
diamati kapasitasnya lalu dikalikan dengan bobotnya masing-
masing.
c. Tipe Lingkungan Jalan
Lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut tata
guna lahan dan aksebilitas jalan tersebut dari aktifitas
sekitarnya hal ini ditetapkan secara kualitatif dari pertimbangan
teknik lalu lintas dengan buatan
3. Kondisi Lalu Lintas
a. Rasio Belok dan Rasio Arus Jalan Minor
1) Arus kendaraan belok kiri
QLT = ALT + BLT + CLT
2) Arus kendaraan belok kanan
QRT = ART + BRT + CRT
3) Arus jalan minor (QMI)
𝐴+𝐶
QMI = 𝐴+𝐵+𝐶+𝐷

4) Arus total
QTOT = A+B+C+D
A,B,C,D menunjukkan arus lalu lintas dalam smp/jam.
5) Rasio arus jalan minor (PMI)
PMI = QMI / QTOT
Dimana:
PMI = Rasio arus jalan minor.
QMI = Volume arus lalu lintas pada jalan minor.
QTOT = Volume arus lalu lintas pada simpang.
6) Rasio arus belok kiri dan belok kanan (PLT, PRT)

PLT = QLT/QTOT…………………………(Kiri)

PRT = QRT/QTOT……………...…………(Kanan)
Dimana:
PLT = Rasio kendaraan belok kiri.
QLT = Arus kendaraan belok kiri.
PRT = Rasio kendaraan belok kanan.
QRT = Arus kendaraan belok kanan.
QTOT =Volume arus lalu lintas total pada simpang.
7) Rasio antara arus kendaraan tak bermotor dengan
kendaraan bermotor dinyatakan dalam kendaraan/jam .
PUM = QUM / QTOT
Dimana:
PUM = Rasio kendaraan tak bermotor.
QUM = Arus kendaraan tak bermotor.
QTOT = Volume arus lalu lintas total pada
simpang.
C. Lebar Pendekat jalan rata-rata, Jumlah Lajur dan Tipe Simpang
Lebar pendekat rata-rata untuk jalan simpang dan jalan utama
dapat dihitung menggunakan rumusan sebagai berikut :

WAC = (WA + WC) / 2………………………………...…….(1)

WBD = (WB + WD) /2 …………………………………..…..(2)

Lebar pendekat rata-rata untuk seluruh simpang adalah :

W1 = (WA + WC + WB + WD ) / Jumlah lengan simpang … (3)

Jika a = 0, maka W1 = (WC + WB + WD ) / Jumlah lengan simpang


Jumlah lajur yang digunakan untuk keperluan perhitungan
ditentukan dari lebar rata-rata pendekat jalan untuk jalan simpang dan
jalan utama sebagai berikut
Lebar pendekat jalan rata-rata Jumlah lajur (total)
WAC dan WBD (m) untuk kedua arah
WBD < 5,5 2
≥ 5,5 4
WAC < 5,5 2
≥ 5,5 4
Tabel 2. Lebar Pendekat dan Jumlah Lajur
Sumber: MKJI 1997
Gambar 1. Jumlah lajur dan lebar pendekat jalan rata-rata
Sumber: http://www.ilmusipil.com/karakteristik-lalu-lintas-dan-geometrik-persimpangan

Tipe simpang/Intersection Type (IT) ditentukan banyaknya


lengan simpang dan banyaknya lajur pada jalan major dan jalan
minor di simpang tersebut dengan kode tiga angka seperti terlihat di
tabel 2.3 di bawah ini. Jumlah lengan adalah banyaknya lengan
dengan lalu lintas masuk atau keluar atau keduanya.

Kode IT Jumlah Lengan Jumlah Lajur Jumlah Lajur


Simpang Jalan Minor Jalan Major
322 3 2 2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 2
Tabel 3. Kode Tipe Simpang (IT)
Sumber: MKJI 1997

D. Peralatan Pengendali Lalu Lintas


Peralatan pengendali lalu lintas meliputi ; rambu, marka,
penghalang yang dapat dipindahkan, dan lampu lalu lintas. Seluruh
peralatan pengendali lalu lintas pada simpang dapat digunakan secara
terpisah atau digabungkan bila perlu. Kesemuaanya merupakan sarana
utama pengaturan, peringatan, atau pemandu lalu lintas. Fungsi
peralatan pengendali lalu lintas adalah untuk menjamin keamanan dan
efisien simpang dengan cara memisahkan aliran lalu lintas kendaraan
yang saling bersinggungan. Dengan kata lain, hak prioritas untuk
memasuki dan melalui suatu simpang selama periode waktu tertentu
diberikan satu atau beberapa aliran lalu lintas.
Untuk pengandalian lalu lintas di simpang, terdapat beberapa cara
utama yaitu:

1. Rambu STOP (berhenti) atau Rambu YIELD (beri jalan/Give


Way),
2. Rambu Pengendalian Kecepatan,
3. Kanalisasi di simpan (Channelization),
4. Bundaran (Roundabout),
5. Lampu Pengatur Lalu Lintas.
E. Konflik Lalu Lintas Simpang
Didalam daerah simpang, lintasan kendaraan akan
berpotongan pada satu titik-titik konflik. Konflik ini akan
menghambat pergerakan dan juga merupakan lokasi potensial
untuk terjadinya bersentuhan/tabrakan (kecelakaan). Arus lalu
lintas yang terkena konflik pada suatu simpang mempuyai tingkah
laku yang komplek, setiap gerakan berbelok (ke kiri atau ke
kanan) ataupun lurus masing-masing menghadapi konflik yang
berbeda dan berhubungan langsung dengan tingkah laku gerakan
tersebut.
1. Jenis Pertemuan Gerak
Pada dasarnya ada empat jenis pertemuan gerakan lalu
lintas adalah :
a. Gerakan memotong (Crossing)
Gambar 2. Crossing/ Memotong
Sumber: https://id.scribd.com/document/332317817/SKRIPSI-CHERLINE

b. Gerakan memisah (Diverging)

Gambar 3. Deverging (Memisah/ Menyebar)


Sumber: https://id.scribd.com/document/332317817/SKRIPSI-CHERLINE

c. Gerakan Menyatu (Merging / Converging)

Gambar 4.Merging/ Converging (Menyatu/ Bergabung)


Sumber: https://id.scribd.com/document/332317817/SKRIPSI-CHERLINE

d. Gerakan Jalinan/Anyaman (Weaving)

Gambar 5. Weaving (Jalinan/ Anyaman)


Sumber: https://id.scribd.com/document/332317817/SKRIPSI-CHERLINE
2. Titik Konflik pada Simpang
Didalam daerah simpang lintasan kendaraan akan
berpotongan pada satu titik- titik konflik, konflik ini akan
menghambat pergerakan dan juga merupakan lokasi
potensial untuk tabrakan (kecelakaan). Jumlah potensial
titik-titik konflik pada simpang ergantung dari :
a. Jumlah kaki simpang
b. Jumlah lajur dari kaki simpang
c. Jumlah pengaturan simpang
d. Jumlah arah pergerakan
3. Daerah Konflik pada Simpang
Daerah konflik dapat digambarkan sebagai diagram yang
memperlihatkan suatu aliran kendaraan dan manuver
bergabung, menyebar, dan persilangan di simpang dan
menunjukkan jenis konflik dan potensi kecelakaan di simpang.
a. Simpang tiga lengan
Simpang dengan 3 (tiga) lengan mempunyai titik-
titik konflik sebagai berikut :

Gambar 6. Aliran Kendaraan di simpang tiga lengan/pendekat (Selter, 1974)


Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/140552-ID-analisis-kinerja-simpang-tak-bersinyal-u.pdf

b. Simpang empat lengan


Simpang dengan 4 (empat) lengan mempunyai titik-
titik konflik sebagai berikut :

Gambar 7. Aliran Kendaraan di simpang empat lengan/pendekat (Selter, 1974)


Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/140552-ID-analisis-kinerja-simpang-tak-bersinyal-u.pdf

F. Kinerja Lalu Lintas


Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) menyatakan
ukuran kinerja lalu lintas diantaranya adalah Level of Performace
(LoP). LoP berarti Ukuran kwantitatif yang menerangkan kondisi
operasional dari fasilitas lalu lintas seperti yang dinilai oleh pembina
jalan. (Pada umumnya di nyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan,
kecepatan rata-rata, waktu tempuh, tundaan, peluang antrian, panjang
antrian dan rasio kerndaraan terhenti).
Ukuran-ukuran kinerja simpang tak bersinyal berikut dapat
diperkirakan untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometric,
lingkungan dan lalu lintas adalah :
1. Kapasitas Simpang Tak Bersinyal (C)
MKJI (1997) mendefenisikan bahwa kapasitas adalah arus
lalu lintas makimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada
suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu dinyatakan dalam
kendaraan/jam atau smp/jam.

Kapasitas total suatu persimpangan dapat dinyatakan


sebagai hasil perkalian antara kapasitas dasar (Co) dan faktor-
faktor penyesuaian (F). Rumusan kapasitas simpang menurut
MKJI 1997 dituliskan sebagai berikut :

C = Co x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI……(4)

keterangan :

C = Kapasitas aktual (sesuai kondisi yang ada)


Co = Kapasitas Dasar
FW = Faktor penyesuaian lebar masuk
FM = Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan,
hambatan samping dan kendaraan tak
bermotor.
FLT = Faktor penyesuaian rasio belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian rasio belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor

2. Derajat Kejenuhan (DS)


Derajat kejenuhan (DS) merupakan rasio arus lalu lintas
(smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam), dapat ditulis dengan
persamaan sebagai berikut :

DS 
𝑄𝑠𝑚𝑝 ………………………..………(5)
𝐶

keterangan

DS = Derajat kejenuhan

C = Kapasitas (smp/jam)

Qsmp = Arus total sesungguhnya(smp/jam), dihitung


sebagai berikut :

Qsmp = Qkend. X Fsmp


Fsmp merupakan faktor ekivalen mobil penumpang
(emp)

3. Tundaan (D)
Tundaan di persimpangan adalah total waktu hambatan
rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu
simpang (Tamin. O.Z, 2000 ; hal 543). Hambatan tersebut muncul
jika kendaraan berhenti karena terjadinya antrian di simpang
sampai kendaraan itu keluar dari simpang karena adanya pengaruh
kapasitas simpang yang sudah tidak memadai. Nilai tundaan
mempengaruhi nilai waktu tempuh kendaraan. Semakin tinggi nilai
tundaan, semakin tinggi pula waktu tempuh.
a. Tundaan lalu lintas rata-rata untuk seluruh simpang (DTi)
Tundaan lalu lintas rata-rata DTi (detik/smp) adalah
tundaan rata-rata untuk seluruh kendaraan yang masuk
simpang. Tundaan DTi ditentukan dari hubungan empiris antara
tundaan DTi dan derajat kejenuhan DS.
1) Untuk DS ≤ 0,6 :
DTi  2  (8.2078xDS) − 1 − DS x2
…………….(6)

2) Untuk DS > 0,6 :


1,0504
DTi = -
[0,2742 –(0.2042𝑥𝐷𝑆 )]

1− DSx1,8………..….(7)

b. Tundaan lalu lintas rata-rata untuk jalan major (DTMA)


Tundaan lalu lintas rata-rata untuk jalan major merupakan
tundaan lalu lintas rata-rata untuk seluruh kendaraan yang
masuk di simpang melalui jalan major.
1) Untuk DS ≤ 0,6 :
DTMA  1,8  5,8234xDS −  1 − DS x1,8 …..…..(8)

2) Untuk DS > 0,6 :

- 1− DSx1,8………..….(7)
1,0534
DTMA=
[0,346 –(0,246𝑥𝐷𝑆 )]

c. Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor (DTMI)


Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor ditentukan
berdasarkan tundaan lalu lintas rata-rata (DTi) dan tundaan lalu
lintas rata-rata jalan major (DTMA).

DTMI 
QSMP xDTi −QMA xDTMA  ………………………….…(10)
Q
MI

keterangan ;
Qsmp = Arus total sesungguhnya(smp/jam),
QMA = Jumlah kendaraan yang masuk di simpang memalui jalan major
(smp/jam)
QMI = Jumlah kendaraan yang masuk di simpang memalui jalan minor
(smp/jam)

d. Tundaan geometrik simpang (DG)


Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik
rata-rata seluruh kendaraan bermotor yang masuk di simpang.
DG dihitung menggunakan persamaan :

1) Untuk DS < 1,0 :

DG = (1 – DS) x (PT x 6 + (1 - PT ) x 3) + DS x 4…..(11)

2) Untuk DS ≥ 1,0 :

DG = 4 detik/smp …………………………….. (12)

e. Tundaan simpang (D)


Tundaan simpang dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut :
D = DG + DTi ……………………………………….(13)

4. Peluang antrian (QP %)


Batas nilai peluang antrian QP% (%) ditentukan dari
hubungan empiris antara peluang antrian QP% dan derajat
kejenuhan DS.
Peluang antrian dengan batas atas dan batas bawah dapat
diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut di bawah ini
(MKJI 1997) :

Batas Atas :QPa = (47,71 x DS) – (24,68 x DS2) + (56,47 x DS2…..(14)

Batas Bawah :QPb = (9,02 x DS) + (20,66 x DS2) + (10,49 x DS2) ..(15)

G. Perilaku Pengemudi Kendaraan di Simpang


Perilaku seorang pengemudi di pengaruhi oleh faktor luar berupa
keadaan sekelilingnya, keadaan cuaca, daerah pandangan, penerangan,
dan juga dipengaruhi oleh emosinya sendiri seperti sifat tidak sabar.
Seorang pengemudi yang sudah hafal dengan jalan yang dilaluinya
akan berbeda sifatnya dengan seorang pengemudi pada jalan yang
belum dikenalnya. Dalam peristiwa tertentu, pengemudi cenderung
untuk mengikuti kelakuan pengemudi-pengemudi lainnya.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, faktor lain yang
mempengaruhi perilaku manusia sebagai pengemudi kendaraan adalah
1. Sifat perjalanan (bekerja, rekreasi, berbelanja, berjalan-jalan,
dan lainnya),
2. Kecakapan dan kebiasaan dalam mengemudikan kendaraan,
3. Pengetahuan tentang peraturan berlalu lintas di jalan raya,
4. Kemampuan dan pengalaman mengemudi,
5. Kondisi fisik pengemudi
Pendidikan mengemudi yang memadai meliputi pengetahuan
tentang interaksi manusis-kendaraan-lingkungan, mengembangkan
keahlian mengemudi, dan mempengaruhi secara positif perilaku calon
pengemudi. Ini akan menciptakan kebiasaan pengemudi yang lebih
aman, yang akan menghasilkan penurunan jumlah kecelakaan. Hukum
dan penegakannya memberikan petunjuk dan motivasi demi
terwujudnya perilaku pengemudi yang aman dan efisien.
Untuk memahami pengemudi berperilaku seperti yang mereka
lakukan, dapat diketahui dari motif dan sikapnya. Perilaku seringkali
dapat menentukan bagaimana seseorang pengemudi bereaksi terhadap
situasi pada saat mengemudikan kendaraan. Motif dapat dikaitkan
dengan rasa takut akan kecelakaan, takut dikritik, dan perasaan
tanggung jawab sosial, kehendak untuk memberikan contoh, rasa
bangga dalam kesempurnaan penampilan, dan takut dihukum.
Sedangkan sikap sering menentukan bagaimana pengemudi bereaksi
terhadap situasi berkendaraan dan sikap cenderung dikaitkan dengan
perbuatan sesuatu yang tidak perlu, bermain dengan kendaraan
bergerak lainnya, balapan, kecerobohan, pamer, dan mengendara
ketika lelah.
BAB III
METODOLOGI

A. Kerangka Analisis

Studi Literatur

Pemilihan Lokasi

Survey
Pendahuluan

Identifikasi Masalah
dan Penetapan Tujuan

Survey Lapangan

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

Volume Lalu Geometrik 1. Jumlah


Lintas Simpang Penduduk
2. Peta Lokasi
Survey

Analisis Simpang

Simpulan dan Saran


B. Studi Literatur
Dalam suatu proses penelitian perlu dilakukan studi literatur. Studi
literatur akan sangat membantu dalam proses penulisan nantinya. Literatur
akan mendukung dan sangat dibutuhkan dalam penelitian ini, seperti teori-
teori tentang jalan dan sistem transportasi perkotaan, penanggulangan
masalah transportasi, kajian-kajian mengenai transportasi serta sumber-
sumber yang bersifat ilmiah lainnya (jurnal, majalah, makalah, seminar,
penelitian dan lain-lain) yang masih bersinggungan dengan pokok penelitian
ini.
C. Pemilihan Lokasi
Setelah dilakukannya studi literatur, kemudian dilakukanlah
pemilihan lokasi penelitian. Mengamati beberapa persimpangan yang ada
secara visual (kondisi geometrik, komposisi kendaraan dan fasilitas jalan),
dan akhirnya dipilihlah simpang tiga tak bersinyal antara Jalan Telkomas
dan Jalan Poros Makassar-Maros, karena pada simpang tersebut sering
terjadi permasalahan yang menyangkut perilaku lalu lintas.
D. Survey Pendahuluan
Pelaksanaan survey pendahuluan ini dilakukan menjelang atau
sebelum survey sebenarnya dilakukan. Survey pendahuluan bertujuan
untuk meninjau beberapa hal yang terdapat di lapangan. Beberapa hal yang
perlu ditinjau tersebut antara lain gambaran visual mengenai situasi dan
kondisi jalan simpang.
E. Identifikasi Masalah dan Penetapan Tujuan
Identifikasi masalah merupakan langkah awal yang harus
dilakukan setelah memperoleh dan menentukan permasalahan. Identifikasi
ini dimaksudkan sebagai penegasan ruang lingkup permasalahan, sehingga
cakupan penulisan tidak keluar dari tujuannya. Hal-hal yang dapat menjadi
indikator permasalahan pada simpang yang berkaitan adalah Kondisi
geometrik, fasilitas jalan, kepadatan lalu lintas yang melampaui kapasitas
simpang, dan antrian pada setiap kaki simpang akibat tidak disiplinnya
pengguna jalan.
F. Survey Lapangan
Setelah penentuan identifikasi masalah dan penetapan tujuan
dilakukanlah survey lapangan untuk mengumpulkan data- data yang
diperlukan untuk analisis kinerja simpang terpilih.
1. Tempat Pelaksanaan Survey
Sesuai dengan penetapan lokasi yang telah
dilakukan, maka survey dilakukan di simpang tak bersinyal
Jalan Telkomas dan Jalan Poros Makassar-Maros.

Gambar 8. Denah Lokasi Survey


Sumber: Maps
Karena keterbatasan waktu dan jumlah surveyor, maka titik
pengamatan yang dilakukan hanya pada dua titik saja yakni sebagai
berikut:

Titik Pengamatan

Gambar 9. Titik Pengamatan Surveyor

2. Waktu Pelaksanaan Survey


Survey dilakukan pada Hari Senin (hari kerja) tanggal 11
Maret 2019 selama 4 jam dari pukul 08.00 – 12.00 WITA
karena pada studi awal dapat diketahui secara visual bahwa jam
puncak terjadi sekitar jam tersebut.
G. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari survei Lapangan dapat digolongkan
menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung
di lapangan. Data primer pada penelitian ini adalah:
a. Kondisi geometrik jalan seperti lebar pendekat, tipe
pendekat, median, dan lain-lain.
b. Aktivitas di sekitar simpang.
c. Kondisi lalu lintas pada lokasi penelitian yaitu volume lalu
lintas yang melewati tiap pendekat, pencatatan kendaraan
berdasarkan jenis dan arah pergerakan.
2. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber yang
lain, sumber ini didapat dari instansi pemerintah, instansi
swasta yang antara lain dapat berupa laporan penelitian,
laporan hasil sensus, peta, dan foto. Data sekunder ini akan
mendukung data primer dalam melakukan penganalisaan tujuan
penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang di dapat dari instansi terkait. Data jumlah
penduduk merupakan data sekunder karena diperoleh dari Biro Pusat Statistik
(BPS) kota Makassar, data jumlah penduduk ini digunakan untuk menentukan
ukuran kota sesuai dengan MKJI 1997. Data jumlah penduduk Kota Makassar
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No Tahun Jumlah penduduk
1 2015 1.653.386
2 2016 1.658.503
3 2017 1.769.920.
4 2018 1.508.154
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Makassar
Sumber: https://makassarkota.bps.go.id

Dari data diatas dapat diketahui bahwa ukuran Kota Makassar termasuk
kategori Besar (1,0 – 3,0 juta jiwa) dengan faktor penyesuaian sebesar 1,00.
B. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh dari survey lapangan yang
meliputi :
1. Data Geometrik Simpang
Data geometrik jalan didapat melalui pengukuran secara langsung
dan bantuan aplikasi Google Earth, serta pengamatan langsung
mengenai karakteristik persimpangan yang di amati. Adapun data
geometrik yang diperlukan untuk perhitungan kinerja lalu lintas dalam
penelitian ini :
Kaki Simpang Lebar Perkerasan Jumlah Lajur Lebar Lebar
Rata-rata (m) pada Wmasuk Wkeluar
Pendekat (m) (m)
Jalan Poros 14,5 4 6 6
Makassar-Maros
(A)
Jalan Poros 14,5 4 6 6
Makassar-Maros
(C)
Jalan Telkomas (B) 11 2 5 5

2. Hambatan Jalan
Dari Pengamatan yang dilakukan terlihat adanya beberapa
hambatan jalan yang ada disimpang tiga tak bersinyal Jalan Telkomas
dengan Jalan Poros Makassar-Maros, antara lain kegiatan pejalan kaki,
serta kegiatan kendaraan yang parkir, dan keluar-masuk jalan.
Lokasi jalan yang berada pada kawasan komersil dan pemukiman
menjadikan jalan pada simpang ini ramai dan sering disinggahi oleh
pengendara, sehingga kegiatan berhenti, keluar, dan masuk jalan cukup
tinggi. Angkot menjadi kendaraan umum yang terpantau sering parkir
untuk menurunkan penumpang di jalan major (Jalan Poros Makassar-
Maros).

Gambar 10. Hambatan Pejalan Kaki


Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 11.Hambatan Kendaraan umum (angkot) Yang Berhenti dijalan
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 12. Hambatan Kendaraan yang kelua-masuk jalan


Sumber: Dokumentasi Pribadi
3. Tipe Lingkungan Jalan
Setelah dilakukan pengamatan terhadap tipe lingkungan jalan di
tempat penelitian, maka diambil kesimpulan bahwa jalan Poros
Makassar-Maros yang menjadi jalan utama merupakan daerah
komersial. Tipe lingkungan jalan komersial artinya merupakan tata
guna lahan komersial, misalnya pertokoan, hotel, café, perkantoran dan
rumah makan. Sedangkan tipe lingkungan sepanjang Jalan Telkomas
yang menjadi jalan minor sendiri merupakan daerah pemukuman
sedang. Hal tersebut yang kemudian menjadikan simpang ini memiliki
lalu lintas yang kompleks dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas yang
cepat.
Akibat kegiatan sisi jalan seperti pejalan kaki, penghentian angkot
dan kendaraan lainnya, kendaraan masuk dan keluar sisi jalan dan
kendaraan lambat.
4. Kondisi Lalu Lintas
Survey kondisi lalu lintas dilakukan dalam interval waktu 15 menit
selama 4 jam, di mulai pukul 08.00 pagi sampai pukul 12.00 WITA.
Survey di laksanakan pada hari senin, tanggal 11 Maret 2019 (waktu
Kerja).
Karena keterbatasan waktu dan jumlah surveyor, maka data yang
diperoleh hanya dalam bentuk kecenderungan kondisi lalu lintas.
No Interval Panjang Waktu Dokumentasi
Waktu Antrian Tunggu
(m) (Detik)
1 08.00 – 08.30 30≤ m ≤70 10 – 20
2 08.15 – 08.30 70 ≤ m >20

3 08.30 – 08.45 70 ≤ m >20


4 08.45 - 09.00 30≤ m ≤70 10 - 20

5 09.00 – 09.15 30≤ m ≤70 10 - 20


6 09.15 – 09.30 30≤ m ≤70 10 - 20
7 09.30 – 09.45 30≤ m ≤70 10 - 20

8 09.45 - 10.00 30≤ m ≤70 10 - 20


9 10.00 – 10.15 m ≤ 30 < 20
10 10.15 – 10.30 m ≤ 30 < 20

11 10.30 – 10.45 m ≤ 30 < 20


12 10.45 - 11.00 30≤ m ≤70 10 - 20

13 11.00 – 11.15 30≤ m ≤70 10 - 20


14 11.15 – 11.30 30≤ m ≤70 10 - 20

15 11.30 – 11.45 70 ≤ m >20


16 11.45 - 12.00 100 ≤ m >20
5. Peralatan Pengendali Lalu Lintas
Seperti yang telah diketahui bahwa, simpang antara Jalan
Telkomas dengan Jalan Poros Makassar-Maros merupakan simpang
tak bersinyal, artinya persimpangan yang tidak dipasangi Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas (APILL) yang berpotensi besar mengakibatkan
konflik antar kendaraan yang melewatinya. Jika terjadi
kesalahpahaman atau pelanggaran jalur, maka kecelakaan berpeluang
besar terjadi.
6. Konflik Lalu Lintas Simpang
Didalam daerah simpang, lintasan kendaraan akan
berpotongan pada satu titik-titik konflik. Konflik ini akan
menghambat pergerakan dan juga merupakan lokasi potensial
untuk terjadinya bersentuhan/tabrakan (kecelakaan).
Jalan Jalan Poros
Makassar - Maros
(Pendekat A)

Jalan Telkomas
(Pendekat B)

Tititk Konflik Persilangan


Jalan Poros Tititk Konflik Penggabungan
Makassar - Maros Tititk Konflik Penyebaran
(Pendekat C)
Gambar 13. Konflik Lalu Lintas pada Simpang antara Jalan Telkomas dengan Jalan Poros Makassar-Maros
Sumber : Dokumen pribadi
DAFTAR PUSTAKA

______1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).Departemen Pekerjaan


Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

Anonim. 2017. Bukaan Median Jalan Biang kemacetan (Online). Diakses dari
http://www.linezagroup.com/bukaan-median-jalan-biang-kemacetan/ pada
11 Maret 2019

Kasope, Mazhab. 2015. Geometrik Jalan (Online). Diakses dari


https://www.academia.edu/17634828/geometrik_jalan pada 11 Maret 2019

Munajat, Wahyu. 2016. Perencanaan Geometrik Jalan (Online). Diakses dari


https://www.academia.edu/10013257/Perencanaan_Geometrik_Jalan pada
11 Maret 2019

Safrijal, Airi. 2015. Rambu - rambu dan Marka Jalan (Online). Diakses dari
https://www.academia.edu/12670526/RAMBU-
RAMBU_DAN_MARKA_JALAN pada 11 Maret 2019

Sugiharti, Pristiwa dan Wahyu Widodo. 2013. Analisis Kinerja Simpang Tak
Bersinyal (Studi Kasus : Simpang 3 Takbersinyal Jl. Raya Seturan-
Jl. Raya Babarsari-Jl. Kledokan, Depok,Sleman, Yogyakarta)(179t)
(Online).Diakses dari http://sipil.ft.uns.ac.id/konteks7/prosiding/179T.pdf
pada 11 Maret 2019

Wahyudin. 2017. Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal 3 Lengan (Studi Kasus
: Pertigaan JL. Pakuningratan, Yogyakarta ) (Online). Diakses dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/10945 pada 11 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai