Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Latar Belakang

Minyak pelumas/oli dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang berada atau disisipan diantara
dua permukaan yang bergerak secara relatif agar dapat mengurangi gesekan antar permukaan
tersebut. Minyak pelumas/oll banyak digunakan sebagai pelumas mesin motor, dan diperkirakan
telah lebih *dari 8 milyar US galon (30,3 miliar liter) oli yang digunakan setiap tahun oleh seluruh
kendaraan bermotor di dunia. DI Indonesia jumlah limbah pelumas bekas pada tahun 2003
sekitar 465 juta liter pertahun (www. wikipedia.com). Sumber dari limbah ini berasal dari
berbagal aktivitas sarana mesin bermotor serta industri. Dan hal ini secara otomatis
memunculkan permasalahan baru dengan hadirnya limbah minyak lumas/oli bekas yang sangat
melimpah tersebut. sehingga akan berdampak bagi kesehatan, dan lingkungan. Minyak pelumas
bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah, dan air. Minyak pelumas
bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya.
Satu liter minyak pelumas bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah
Apabila limbah minyak pelumas tumpah di tanah akan mempengaruhi air tanah dan akan
berbahaya bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan minyak pelumas bekas dapat menyebabkan
tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga
dapat membahayakan habitat air, selain Itu juga memillic sifat yang mudah terbakar yang
merupaken karakteristik dart Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Sejaian dengan perkembangan iota dan daerah, volume minyak pelumas bekas terus meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin bermotor. DI daerah
pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkei kecil, vang salan satu limbahnya
adalah oli bekas. Dengan kata lain, penyebaran oil bekas sudah sangat luas darl kota besar
sampal ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia. Menurut Keputusan Kepala Bapeda! No. 255
Tahun 1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak
Pelumas Bekas pasal 1(1), oli bekas atau minyak pelumas bekas (selanjutnya disebut minyak
pelumas bekas) adalah sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses Produksi.
Berdasarkan Kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkunagn Hidup, minyak
pelumas bekas termasuk kategori limbah berbahaya dab beracun ( B3 ). Meski minyak pelumas
bekas masih bias dimanfaatkan , bila tidak dikelola dengan baik, ia biasa membahayakan
lingkungan.
Peneliti dari Universitas Cambridge mengumumkan bahwa dengan menggunakan gelombang
microwave, limah oli bekas tersebut dapat diubah menjadi bahan bakar kendaraan. Mereka
menggunakan proses yang disebut pyrolysis untuk mendaur ulang oli dengan metode berbeda.
Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dalam ketidakadaan oksigen menyebabkan oli
terpecah menjadi beberapa campuran gas, cairan, dan material padat. Gas – gas dan cairan
dapat diubah menjadi bahan bakar. Namun, proses pyrolysis tradisional tidak dapat
memanaskan oli secara merata sehingga proses perubahan menjadi bahan bakar sangat sulit
dan tidak praktis.
Dalam menganalisanya, para ilmuwan tersebut menambah material penyerap gelombang
microwave dalam sampel limbah oli sebelum melakukan proses pyrolysis yang kali ini
memanfaatkan gelombang microwave. Penambahan material tersebut ternyata membuat
limbah oli menjadi panas secara merata yang membuat hampir 90% limbah oli dengan mudah
diubah ke dalam sebuah campuran bensin dan solar konvesional.
Untuk jenis limbah minyak pelumas/oli residu dari oli muni atau vaseline berada di antara Cys
sampai ke C,. Proses yang dilakukan melalui tahapan absorpsi dan distilasi ( untuk mengolah oli
Dekas menjadi bahan bakar). Dan selanjutnya dilakukan wii karakteristik syarat bahan bakar
yang berupa antara lain: uji bilangan oktan untuk melihat Kandungan unsur-unsur kimla, titik
nyala, bilangan karbon dan residu bahan bakar serta menentukan beberapa parameter fisisnya
antara lain: viskosit.as, konduktivitas dan indeks bias.

Seperti yang telah kita ketahui, dalam kurun beberape tahun belakangan ini, tingkat
pertumbuhan industri dan kendaraan berbahan bakar minyak solar mengalami peningkatan
yang begitu pesat terutama di kota-kota besar dan di kawasan sentra-sentra industri, sehingga
dalam beberapa tahun belakangan ini, negara kita telah mengalami masalah Kerawanan bahan
bakar minyak (dari bahan bakar fosil) dan sejak dekade 90 an telan mengimpor bahan bakar
minyak (terutama bahan bakar solar) untuk kebutuhan negara dengan jumlah yang cukup besar.
Data konsumsi minyak solar di indonesia dapat dilihat pada tabel berickut di bawah
Jumlah minyak solar yang dimpor adalah :
1. 1999 : 5 milyar liter/tahun solar atau 25% kebutuhan nasional
2. 2001 : 8 milyar liter/tahun solar atau 34% kebutuhan nasional
3. 2005 : 7 milyar liter/tahun solar atau 30 % kebutuhan nasional
4. 2006 :15 milyar liter solar tahun atau 50% kebutuhan nasional (jika tak ada
pembangunan kilang baru)

Berdasarkan fakta kebutuhan konsumsi minyak solar yang telah disebutkan di atas, mau tidak
mau, suka atau tidak suka, semua komponen di negeri ini, khususnya pemerintah sebagai
penyelenggara negara, dituntut melakukan tindakan-tindakan nyata dan cepat guna mengatasi
kekurangan, dengan melakukan berbagai solusi tentunya, dan lebih bersifat jangka panjang
demi ketahanan energi bangsa. Dari sekian alternatif yang ada, yang tepat dimunculkan olen
kalangan ilmuan merupakan salah satu solusi yang patut dikembangkan sebagai energi masa
depan seperti pemanfaatan minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur
ulang dengan cara diproses menjadi minyak solar

Nah, di daiam pembahasan buku ini kami akan menampilkan kepada para pembaca semua,
khususnya kepada pembaca yang berkecimpung di dunia energi ini, untuk sekedar memberikan
masukan berkaitan energi alterntif tersebut yakni mendaur dengan mendaur ulang minyak
pelumas bekas yang tidak terpakai diblending/dicampur minyak tanah agar menjadi minyak
solar. Di buKu ini akan ditampilkan cara-cara pembuatan dengar menggunakan metode
sederhana agar mudah dipelajari bagi para pembaca, dengan harapan ke depan dapat
dipraktekkan ditengah-tengah kehidupan masyarakat luas.

MENGENAL MINYAK PELUMAS DAN MINYAK TANAH


Minyak pelumas atau yang sering disebut oli adalah sejenis cairan kental yang berfungsi sebagal
pelicin, pelindung, dan pembersih pada bagian dalam mesin. Dan bila ditinjau dari komposisi
kimia, minyak pelumas/oli adalah campuran dari hidrokarbon kental ditambah berbagai bahan
kimia aditif. Minyak pelumas ini sebagian besar dipakai mesin bermotor dan industri produksi
yang akhir-akhir ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di seantero negeri. Untuk
penjualan mobil sendiri di Indonesia diperkirakan melebihi 450.000 unit per tahun, sedangkan
motor mencapai 5 juta unit. Hal in membuka celah bisnis yang berhubungan dengan otomotif
yang begitu menggiurkan tentunya. Salah satu diantaranya misalnya minyak pelumas produsen
selalu berupa menggunakan tehnologi terkini dalam proses pembutan minyak pelumas agar
didapatkan produk berkualitas. Pemakaian tehnologi baru, masa pakai yang panjang dari minyak

pelumas, bertambahnya efisiensi kerja mesin, mencapai efisiensi tertinggi badan pelumas dunia,
sampai dengan ramah lingkungan menjadi propaganda para produsen. Diperkirakan kurang
lebih sebanyak 650 juta liter pelumas pertahun diperlukan pasar. Sayangnya tak semua kosumen
pelumas benar-benar paham mengenai pelumas. Kalaupun mulai mengerti, kehadiran
advertorial cukup menggoyang 'keimanan' kosumen, akhirnya konsumen harus menanggung
segala resiko kemudian hari. Bahkan dari pihak bengkel resmi pabrikan masih sedikit perbedaan
spesifikasi pelumas antar buku manual kendaraan dengan stiker panduan yang menempel di kap
mesin. Harus diakui, kurangnya informasi terhadap standar mutu pelumas membawa dampak
terhadap para pemilik kendaraan. Masyarakat jadi salah memahami. Karena sangat sayang
terhadap kendaraannya, maka setiap bulan ganti oli. Dalam pemahamannya makin sering oli
maka akan semakin baik. Hal ini ditambah lagi produsen pelumas, karena persaingan, selalu
muncul dengan promosi yang membingungkan para konsumen dalam memilih pelumas. Sebut
saja merek Top One, Castrol Penzoill, Shell, Evalube, Revtex, Fuchs, Petromas dan lain-lain, yang
beriklan dimana mana. Saat in ada sekitar 200 merek pelumas beredar di Indonesia. Beberapa
tahun lalu pabrikan mobil hanya merekomendasi penggunaan pelumas hingga 2.500 kilometer.

Penggunaan minyak pelumas semakin meningkat tiap tahunnya akibat dari


berkembangnya teknologi terutama di bidang permesinan, hal ini berakibat pada
limbah yang dihasilkan juga semakin meningkat. Minyak pelumas masuk pada kategori
limbah B3, yaitu Bahan Berbahaya Beracun yang perlu mendapatkan penanganan
khusus. Oli yang telah dipakai sebagai perawatan mesin akan menghasilkan limbah oli
bekas yang mengandung zat-zat yang mengotori udara, air dan tanah. Limbah yang
menyebabkan pencemaran tersebut jika tidak didaur ulang akan sangat berbahaya bagi
lingkungan. Pencemaran lingkungan akibat dari oli bekas sudah banyak diberitakan di
media massa. Jutaan sumber air dalam tanah yang dapat dirusak oleh hanya satu liter
limbah oli bekas yang berakibat pada tanah yang kehilangan unsur hara. Konsumsi
minyak pelumas (oli) di Indonesia untuk otomotif maupun mesin-mesin pada industri
mencapai kurang lebih 650 juta liter per tahun dengan peningkatan sekitar 7-10% per
tahun, dengan asumsi oli yang terbakar atau terbuang dalam pemakaian mencapai
20%, sehingga dalam satu tahun diperoleh supply oli bekas sebesar 520 juta liter per
tahun atau 1.420 kiloliter perhari dengan itu limbah oli harus dimanfaatkan sebaik
mungkin (Lutfi, 2021).

Hingga saat ini pemanfaatan oli bekas telah dilakukan seperti dimurnikan kembali
(refinery process) menjadi refined lubricant. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Pratomo et al,2020) oli bekas terkandung sejumlah sisa hasil
pembakaran yang bersifat asam korosif, deposit, dan logam berat yang bersifat
karsinogenik. Selain itu, oli bekas juga bisa digunakan sebagai fuel oli/minyak bakar
akan tetapi tingkat emisi bahan bakar yang masih tinggi ini yang menyebabkan
kendala. Dalam penelitian ini menggunakan cara kerja pirolisis. Proses pirolisis
dilakukan dari temperature awal atau suhu ruangan ke temperatur yang dituju. Bahan
baku dalam proses pirolisis dimasukan pada awal proses, setelahnya penghitungan
waktu reaksi. Pada temperatur 30oC bahan baku dimasukan, setelahnya proses
pemanasan dimulai menuju temperatur yang dituju. Pada proses ini laju pemanasan
sangat berpengaruh terhadap jenis produk yang

1
5

akan dihasilkan. Produk yang dihasilkan dominan liquid dan gas apabila semakin
cepat laju pemanasannya.

Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan mengenai rancang bangun


alat pengolahan oli bekas menjadi bahan bakar cair diesel dengan perlakuan
panas diketahui kandungan yang dihasilkan oleh bahan bakar yang berasal dari
limbah oli menyerupai karakteristik bahan bakar konvensional seperti yang
ditunjukan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Perbandingan karakteristik bahan bakar (Pratomo et al,2020)

Penelitian lain telah melakukan menggunakan proses pirolisis. Proses


pirolisis dilakukan dari temperatur awal atau suhu ruangan ke temperatur yang
dituju. Proses pirolisis dilakukan dari temperatur awal atau suhu ruangan ke
temperature yang dituju. Bahan baku dalam proses pirolisis dimasukan pada
awal proses, setelahnya penghitungan waktu reaksi. Pada temperatur 30 oC
bahan baku dimasukan, setelahnya proses pemanasan dimulai menuju
temperatur yang dituju. Pada proses ini laju pemanasan sangat berpengaruh
terhadap jenis produk yang akan dihasilkan. Produk yang dihasilkan dominan
liquid dan gas apabila semakin cepat laju pemanasannya, sedangkan semakin
lambat laju pemanasan maka produk yang dihasilkan dominan padatan. Semakin
lama waktu tahan yang diberikan maka akan semakin banyak produk yang
dihasilkan. Setiap bahan baku memiliki waktu pemanasan optimum masing-
masing (Husein,2018).

Penelitian telah dilakukan dengan membahas prinsip kerja sebagai pengubah


komposisi oli bekas menjadi bahan bakar cair yang menggunakan alat
pengolahan limbah oli bekas. Pada proses ini menggunakan perlakuan panas
6
yaitu menggunakan reaktor kedap udara yang dipanaskan, kemudian mengalami
penguapan pada oli bekas yang ada di dalam reaktor. Terjadi tekanan
didalam reaktor kedap udara pada proses penguapan sehingga terjadi
perpecahan kimiawi yang ada pada uap oli bekas tersebut, sehingga uap tersebut
menjadi gas bahan bakar. Gas yang terpecah menjadi bahan bakar akan naik dan
mengisi ruang kosong. Sifat ini lah yang akan mengalirkan langsung gas
bertekanan tersebut langsung ke kondensor. Gas panas tersebut akan
didinginkan secara cepat sehingga akan menjadi cair pada saat melewati
kondensor, cairan ini lah yang akan ditampung saat keluar dan menjadi bahan
bakar cair (Putra et al. 2021).

Penelitian lain juga telah meneliti proses dalam mengolah limbah oli bekas
tersebut dengan metode perlakuan panas dan membandingkan hasil serta
penggunaan katalis dan tanpa non katalis untuk proses pengolahan limbah oli
bekas. Kemudian sampel yang telah ada dihasilkan dan dibandingkan dengan
bahan bakar yang sudah ada. Katalis terbukti mempengaruhi proses serta hasil
yang dihasilkan pada proses pengolahan oli bekas. Dapat dilihat pada
pembahasan proses dengan menggunakan katalis lebih cepat menghasilkan
produk minyak daripada proses tanpa menggunakan katalis, dan juga produk
yang dihasilkan pada proses tidak menggunakan katalis tidak lebih banyak dan
juga tidak lebih bagus kualitasnya daripada produk yang dihasilkan menggunakan
katalis. Disitu membuktikan bahwa fungsi katalis bekerja dengan baik yaitu
sebagai pemercepat laju reaksi dan meningkatkan hasil reaksi yang dikehendaki
(Putra et al. 2021)

Pada penelitian sebelumnya telah meneliti terkait penggunaan katalis


natrium karbonat. Natrium karbonat (yang dikenal sebagai washing soda atau
soda abu), (Na2CO3) adalah garam natrium dari asam karbonat. Bentuk paling
umum sebagai heptahidrat kristal, yang mudah efflorescens untuk membentuk
bubuk putih, monohidrat tersebut. Natrium karbonat di dalam negeri, terkenal
untuk penggunaan sehari-hari sebagai pelunak air. Jumlah yang ditambahkan
berperan untuk meningkatkan produk biofuel. Penambahan jumlah katalis
(Na2CO3) akan memperbesar peluang reaktan untuk saling bereaksi lebih banyak
untuk menghasilkan produk (Yelmida,2020).
7
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan membahas tentang pembuatan bahan
bakar alternatif pada proses pirolisis limbah oli dengan penambahan katalis Na 2CO3
untuk mengetahui pengaruh proses pirolisis dan pengaruh sifat fisik. Dari bahan bakar
alternatif tersebut akan diuji dengan pengujian massa jenis, viskositas, dan nilai kalor.
Selain hal tersebut yang melatar belakangi saya melakukan penelitian serupa dengan
penambahan katalis Na2CO3 juga dapat memanfaatkan limbah oli kendaraan dan
membantu menangani pengolahan limbah B3.

Terdapat sebanyak 5 liter oli bekas dengan campuran katalis 10% dari bahan dasar
yang digunakan, dan dilakukan proses pirolisis pada pada suhu awal 30 oC hingga suhu
dinaikan terus dengan panas kompor maksimal hingga mencapai suhu tertinggi 335oC.
Didapat hasil produk pada pengolahan oli bekas tanpa menggunakan katalis lebih
sedikit dibandingkan dengan pengolahan dengan menggunakan katalis. Produk yang
dihasilkan pada Kran A lebih banyak pada saat proses pengolahan oli bekas
menggunakan katalis sedangkan produk yang dihasilkan pada Kran B lebih banyak pada
saat proses pengolahan oli bekas tanpa menggunakan katalis seperti terlihat pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jumlah bahan bakar gas yang dihasilkan (Putra et al. 2021)

Metode Pemurnian

metode pemurnian dimana ada beberapa tahap untuk melakukan pemurnian, yaitu
proses penyaringan, proses pengendapan, treatment kimia, pemanasan. Hasil yang
didapat pada penelitian tersebut hasil nilai kalor dengan pengujian menggunakan
bomb calorimeter dapat dilihat untuk oli baru memiliki nilai kalor sebesar 45,812
MJ/kg. Sedangkan oli bekas memiliki nilai kalor sebesar 44,975 MJ/kg lebih kecil
dibanding oli baru karena oli bekas tercampur dengan banyak kotoran sehingga saat
pengujian, kotoran yang memiliki nilai kalor rendah contohnya adalah logam ataupun
air mempengaruhi nilai kalor base oil pada oli bekas sehingga nilai menjadi lebih
rendah (Muzhaffar,2021).
8
Pada bahan bakar daur ulang dengan treatment kimia mengalami peningkatan nilai
kalor sehingga menjadi berada di atas nilai kalor standar. Namun terdapat anomali
pada bahan bakar daur ulang dengan treatment kimia 3% HCl dan NaOH yang terlalu
rendah dari yang seharusnya memiliki nilai lebih tinggi dari variasi 2% HCl dan NaOH
dan lebih rendah dari variasi 5% HCl dan NaOH. Hal ini disebabkan

pada proses destilasi suhu terlalu tinggi, tingginya suhu ini mempengaruhi banyaknya
jumlah kotoran pada bahan bakar daur ulang akibat ikut menguap. Kotoran pada
bahan bakar tersebut tidak dapat dihilangkan secara signifikan dengan pengendapan
maupun filtrasi. Kotoran ini cenderung memiliki nilai kalor lebih rendah dari bahan
bakar daur ulang sehingga saat dilakukan pengujian menggunakan bomb calorimeter
kotoran tersebut menghalangi proses pembakaran sempurna dari bahan bakar daur
ulang. Nilai kalor terendah pada pengujian ini dari rendah ke tinggi pada pengujian
bomb calorimeter diperoleh dari variasi 3% HCl dan NaOH sebesar 46,063 MJ/kg,
variasi 2% HCl dan NaOH sebesar 46,327 MJ/kg, dan variasi 5% HCl dan NaOH sebesar
46,356 MJ/kg. Ketiga sampel tersebut jika dibandingkan dengan nilai standar solar
melewati nilai maksimal standar solar dengan nilai dari 43,000 Mj/kg hingga 45,900
Mj/kg (Muzhaffar 2021). Hasil perbandingan nilai kalor limbah oli, ditunjukan pada
Gambar 2.1

Gambar 2.1 Perbandingan hasil nilai kalor oli bekas (Muzhaffar,2021)


9

bahan bakar alternatif tersebut akan diuji dengan pengujian massa jenis,
viskositas, dan nilai kalor. Selain hal tersebut yang melatar belakangi saya
melakukan penelitian serupa dengan penambahan katalis Na 2CO3 juga dapat
memanfaatkan limbah oli kendaraan dan membantu menangani pengolahan
limbah B3.

Pembahasan tentang pemanfaatan oli bekas sebagai bahan bakar

alternatif,
metode yang digunakan ialah metode penelitian kajian Pustaka. Tujuan dari
penelitian ini ialah mengidentifikasi karakteristik berbagai limbah oli bekas bahan
bakar kompor alternatif, menentukan nilai energi kalor kompor alternatif
berbahan
1
0
limbah oli bekas dan menentukan nilai efisiensi kompor alternatif berbahan
bakar limbah oli bekas. Dari hasil penelitian dengan kajian pustaka yang telah
dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu karakteristik limbah oli yang
paling bagus untuk dijadikan bahan bakar kompor alternatif adalah yang memiliki
viskositas terendah (10,58 cts) sebagai hasil pemanasan hingga suhu 100oC
dimana oli bekas relatif telah berubah menjadi agak cair sehingga nantinya oli
bekas tersebut mudah untuk didorong menuju ke mulut bakar kompor alternatif
menggunakan tekanan udara. Nyala api yang dihasilkan kompor alternatif
berbahan bakar oli bekas mempunyai panjang lidah api > 25 cm dengan suhu >
222,20C yang menghasilkan nilai energi kalor terbesar 3,735 kal/detiknya. Nilai
efisiensi oli bekas tertinggi yang tercapai adalah sebesar 4,94%, yang apabila
dibandingkan dengan efisiensi minyak tanah memang lebih kecil. Namun apabila
memasukkan variable keterdapatan oli bekas yang lebih melimpah dibandingkan
dengan keterdapatan minyak tanah di masyarakat, penggunaan oli bekas
menjadi sebuah bahan bakar kompor alternatif akan tetap lebih hemat biaya
daripada menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya (Djafar et al,
2020).

Membahas tentang pengaruh perbedaan jenis oli bekas terhadap outpot


produksi bahan bakar diesel pada suhu yang dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengaruh jenis oli terhadap kuantitas hasil destilasi oli bekas yang dimana output
tertinggi SAE15W-40 mengikuti SAE 10W-40 dan SAE 10W-30. 2. Nilai indeks
setana dari destilat oli bekas SAE10W-30 nilai 48.64, SAE 10W-40 nilai 48.44 dan
SAE15W-40 nilai 48.86, seluruh memenuhi spesifikasi solar DIRJEN MIGAS. 3.
Nilai titik nyala destilat oli bekas SAE10W-30 ,SAE 10W-40 dan SAE15W-40 nilai
27 semua nya belum memenuhi. 4. Untuk viskositas kinematik hanya destilat oli
bekas SAE10W-30 nilai 2 yang memenuhi, sedangkan destilat oli bekas SAE 10W-
40 nilai 1.57 dan SAE15W-40 nilai 1.64 tidak memenuhi. Berikut data hasil sifat
fisik dari limbah oli, ditunjukan pada Tabel 2.2.
1
Tabel 2.2Hasil sifat fisik dari limbah oli (Amirudin et al 2021) 1

2.2. Landasan Teori


2.2.1 Limbah Oli
Limbah oli didefinisikan sebagai minyak pelumas yang didalam pemakaiannya telah
mengalami berbagai macam gesekan dan terdapat kotoran dari komponen mesin, sisa
pembakaran maupun debu yang juga sudah tercampur didalamnya, hal ini
menyebabkan efektifitas minyak pelumas menjadi menurun dan akan menjadi partikel
yang abrasive dan merugikan jika dibiarkan terlalu lama, jika ditinjau dari segi tersebut
maka dengan menghilangkan sejumlah kontaminan dan mengembalikan sifat pelumasan
yang dimilikinya minyak pelumas sangat berpotensi jika di daur ulang Kembali. Oli bekas
merupakan limbah aktivitas industri yang sering dijumpai di Indonesia, oli bekas
memiliki potensi yang tinggi untuk dikonversi menjadi bahan bakar karena adanya
kandungan energi yang masih cukup tinggi (Made et al,2015).

Perlu dilakukan uji lab sebelum oli bekas diproses menjadi bahan bakar limbah oli
bekas untuk menentukan water content, flash point, viscosity, dan pour point, untuk
hasil pengujian seperti Tabel 2.3
1
2
1
3
1
4

Anda mungkin juga menyukai