Anda di halaman 1dari 12

ISSN 2088-3609

Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2012

B U N G K I L K E L A PA SU M B E R M E D I U M C H A I N F A T TY A C I D D A L A M
PA K A N R U M I N A NSI A SE B A G A I A G E NSI A PE NU R U N G AS M E T A N
PA D A F E R M E N T ASI R U M E N SE C A R A I N VI TRO
Erwin Hubert Barton Sondakh, Lies Mira Yusiati, Hari Hartadi, Edi Suryanto

A N A L ISIS PE N D A PA T A N R U M A H T A N G G A D A N K E M IS K I N A N D I
PE D ESA A N M A L U K U (ST U D I K ASUS D I D ESA L O H I A T A L A
K A B UPA T E N SE R A M B A G I A N B A R A T , PR O V I NSI M A L U K U)
Wardis Girsang

PE R T U M B U H A N PE D E T SA PI B A L I L E PAS SAPI H Y A N G D I B E R I
R U M PU T L A PA N G A N D A N D ISUPL E M E N T ASI D A U N T U R I
(Sesbania grandiflora )
Imran, S. P. S. Budhi, Nono Ngadiyono, Dahlanuddin

SI F A T K U A N T I T A T I F A Y A M K A M PU N G L O K A L PA D A
PE M E L I H A R A A N T R A D ISI O N A L
Rajab, Bercomin J. Papilaya

PE N G A R U H JUS D A U N SI R I H ( Piper betle L inn) SE B A G A I B A H A N


PR A C U R I N G T E R H A D A P K U A L I T AS M I K R O BI O L O G IS D A N
SE NSO R IS D E N D E N G A Y A M PE T E L U R SE L A M A PE N Y I M PA N A N
A.T.D. Indriastuti, Setiyono, Yuny Erwanto

E N D O PA R ASI T D A L A M F ESES B A N D I K U T ( Echymipera kalubu)


(ST U D I A W A L K E J A D I A N Z O O N OSIS PA R ASI T I K D A R I SA T W A L I A R)
Priyo Sambodo, Angelina Tethool

U K U R A N SA L U R A N R E PR O D U K SI A Y A M PE T E L U R F ASE PU L L E T
Y A N G D I B E R I PA K A N D E N G A N C A M PU R A N R U M PU T L A U T
( Gracilaria edulis)
Wiesje Martha Horhoruw

Halaman Ambon, ISSN


Agrinimal Vol. 2 No. 2
39 - 80 Oktober 2012 2088-3609
Girsang. 2012: Analisis Pendapatan Rumah Tangga dan Kemiskinan ....

 
A N A L ISIS P E N D A PA T A N R U M A H T A N G G A D A N K E M ISK I N A N D I PE D ESA A N
M A L U K U (ST U D I K ASUS D I D ESA L O H I A T A L A K A B UPA T E N SE R A M B A G I A N
B A R A T, PR O V INSI M A L U K U)

Wardis Girsang
Program Stusi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura
Jln. Ir. M. Putuhena Kampus Poka, Ambon 97233
Email: girsangwardis@yahoo.com

A BST R A K

Walaupaun kajian kemiskinan sudah banyak dilakukan di pedesaan, tetapi kajian kemiskinan di pedesaan
masyarakat adat masih terbatas. Kajian ini bertujuan mengetahui tingkat kemiskinan dengan menganalisis tingkat
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pada masyarakat lokal di Desa Lohiatala. Data dikumpulkan dengan
metode survai dari 39 rumah tangga yang ditentukan secara si mple random sampling. Disamping itu, data
dikumpulkan dari diskusi kelompok fokus yang partisipannya ditentukan secara sengaja. Hasil kajian menunjukkan
bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga adalah Rp 12,6 juta per tahun dimana 68% bersumber dari usaha non
pertanian dan sisanya 32% dari usaha pertanian. Dalam hal ini angka kemiskinan hampir tiga kali lipat angka
kemiskinan provinsi yakni 67% dimana 23% tergolong miskin, 23% berikutnya termasuk paling miskin dan sisanya
sekitar 21% tergolong melarat. Lebih jauh, 62% pengeluaran rumah tangga ternyata dialokasikan untuk memenuhi
kebutuhan pangan. Strategi pengentasan kemiskinan pada rumah tangga miskin di Desa Lohiatala disarankan fokus
pada mengintensifkan dan mengintegrasikan usaha cengkeh, pala dan kelapa dengan ternak.

Kata Kunci: Kemiskinan, rumah tangga pedesaan, pendapatan dan pengeluaran

A N A L YSIS O F H O USE H O L D I N C O M E A N D P O V E R T Y I N R U R A L M A L U K U (A C ASE ST U D Y I N


L O H I A T A L A V I L L A G E , W EST E R N SE R A M , PR O V IN C E O F M A L U K U)

A BST R A C T

Even though poverty studies have been done in several rural areas, it was little know about poverty research at
original village in small islands Maluku. The objective of this study was to know poverty level by analysing income
and expenditure of households at indigenous people of Lohiatala village, Western Seram of Maluku. Data was
collected by using survey of 39 selected households which was determined by simple random sampling. Besides,
data was also gathered by using focus group discussion where participants were determined purposively. Research
result showed that average household income was Rp12.6 million/year whereas household expenditure was around
Rp 10.6 million per year. Most of income or about 68% came from non farm activities and the rest 32% was
obtained from agriculture. In line with this, of 62% of total expenditure was allocated for food and the other 38%
was used to fulfill non food basic needs. In this term, poverty rate was calculated about 67% that could be
categorized as of 23% poor, 23% poorest and 21% destitute. This suggested that poverty rate in rural Maluku was
about three fold of poverty at provincial level. Intensified and integrated plantation and livestock farming systems
was suggested as the main strategy to poverty reduction particularly in indigenous rural Maluku.

Key words: Poverty, household income analysis, plantation and livestock integration

PE N D A H U L U A N khususnya Jawa dan Sumatera sedangkan persentase


kemiskinan lebih tinggi di Kawasan Timur Indonesia
Kemiskinan masih tinggi di Indonesia, walau seperti Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan NTT.
cenderung menurun yakni sekitar 14% dari sekitar 230 Sebagian besar penduduk miskin tinggal di pedesaan
juta penduduk tahun 2009 menjadi 12,5% dari 237 juta dan 75% diantaranya adalah petani tanaman pangan
penduduk tahun 2010. Jumlah nominal kemiskinan (Arifin, 2007) sehingga pembangunan daerah
umumnya lebih besar di Kawasan Barat Indonesia seharusnya dimulai dari desa (Chambers, 1983).

44  
 
Agrinimal, Vol. 2, No. 2, Oktober 2012, Hal. 44-54
 
Kenyataannya pembangunan daerah cenderung bias Sejauhmana dampak kehadiran desa transmigrasi ter-
kota sehingga masyarakat desa harus menghadapi hadap kemiskinan dan pendapatan atau pengeluaran
sendiri masa cerah dan masa suram dalam merespon rumah tangga pada masyarakat lokal belum banyak
perubahan sosiobudaya, ekonomi khususnya yang diteliti sehingga penelitian ini menjadi penting dilaku-
bersumber dari lingkungan eksternal seperti krisis kan. Tingkat kemiskinan dimaksud adalah kemampuan
ekonomi (Breman & Wiradi, 2004), konflik sosial dan memenuhi kebutuhan pokok pangan dan non pangan
program pembangunan yang salah sasaran. Maluku (Tjondronegoro dkk., 1996) yang dapat diukur dari
merupakan salah satu provinsi termiskin nomor tiga di tingkat pendapatan atau pengeluaran rumah tangga
Indonesia dimana persentase penduduk miskin lebih serta persepsi masyarakat yang beragam sesuai dengan
dari dua kali lipat angka persentase kemiskinan latar belakang dan konteks orang yang melihatnya.
nasional. Pembangunan transmigrasi di Maluku juga Pendapatan rumah tangga yang digunakan
memiliki masa suram untuk mewujudkan tujuan dalam penelitian ini berbeda dengan pendapatan kepala
pemerataan penduduk dari Jawa ke luar Jawa, rumah tangga. Pendapatan kepala rumah tangga sering-
menciptakan kawasan pertumbuhan ekonomi baru di kali mengabaikan sumber-sumber pendapatan dari istri
daerah sekaligus menjadi trigger pembangunan dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya baik dari
ekonomi dan pengurangan kemiskinan pada desa usaha pertanian maupun luar pertaniana, termasuk
masyarakat lokal. kiriman dari anak atau sanak saudara. Oleh karena itu
Desa transmigrasi Waimital yang dimulai sejak pendapatan rumah tangga menjadi penting sebagai
tahun 1954 dan Waihatu sejak tahun 1973/1974 ukuran yang lebih obyektif dalam menghitung
merupakan dua kawasan transmigrasi di Pulau Seram, pendapatan rumah tangga dan pendapatan per kapita di
Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku yang hidup daerah pedesaan.
berbatasan langsung dengan desa-desa atau negeri Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai
masyarakat adat setempat seperti Desa Lohiatala berikut: 1) Mengetahui sumber-sumber pendpatan dan
selama lebih kurang 40 tahun. Setelah lebih kurang 40 tingkat pendapatan rumah tangga penduduk Desa
tahun hidup di daerah baru dan hidup berdampingan Lohiatala baik dari pertanian maupun non pertanian; 2)
dengan desa-desa tetangga, desa transmigrasi tampak Mengetahui tingkat kemiskinan dan kesenjangan
secara visual jauh lebih maju dibanding desa non pendapatan di Desa Lohiatala; dan 3) Mengembangkan
transmigrasi. Indikator kemajuan desa transmigrasi model yang relevan untuk pengentasan kemiskinan di
antara lain sarana dan prasarana dasar, perumahan, desa masyarakat adat sehingga dalam jangka panjang
jalan-jalan usahatani serta berkembangnya sektor tercipta harmoni sosial melalui pembangunan yang
industri, perdagangan dan jasa transportasi dan komu- lebih adil dan merata (peace through development ).
nikasi. Kesenjangan ekonomi dan sarana prasarana
fisik kelihatannya jauh lebih baik di desa transmigrasi BAH AN DAN M ETODE
dibandingkan di desa non transmigrasi.
Namun demikian, penelitian di Desa Lokasi penelitian telah ditentukan di Desa
transmigrasi Waihatu tahun 1996 telah menunjukkan Lohiatala sebagai salah satu desa masyarakat adat di
adanya kesenjangan ekonomi di pedesaan Maluku, Pulau Seram, Kabupaten Seram Bagian Barat. Desa ini
baik di dalam desa transmigrasi maupun antara desa berdekatan dengan lokasi transmigrasi Waimital yakni
transmigrasi dan desa non transmigrasi atau kini desa transmigrasi pertama di Maluku-bersamaan
disebut negeri masyarakat adat (Girsang, 1996; 1997). dengan tahanan politik di Pulau Buru, dan desa
Kesenjangan ekonomi yang tampak secara fisik dalam transmigrasi Waihatu, desa transmigrasi kedua pada
bentuk rumah, sarana prasarana fisik dan keberhasilan tahun 1973/1974 di Pulau Seram. Dalam tulisan ini,
usaha pertanian lebih bersifat sensitive. Hal ini dapat oleh karena keterbatasan waktu, tenaga dan
mendorong timbulnya kecemburuan sosial yang mem- sumberdaya, maka lokasi kajian ditentukan hanya di
percepat munculnya kesenjangan sosial budaya yang satu desa yakni desa non transmigrasi Lohiatala.
ditindaklanjuti dengan isu etnik dan agama. Kerusuhan Responden penelitian ini adalah rumah tangga
sosial tahun 1999-2004 di Maluku merupakan salah yang tinggal di Desa Lohiatala. Pada tahap awal
satu argumentasi bahwa kesenjangan sosial ekonomi dilakukan observasi lapang guna mengenali kodisi
dan budaya yang cukup laten sangat mudah alam dan konteks sosial budaya di desa. Pada tahap ini
diprovokasi menuju konflik sosial yang nyata atau diuji coba beberapa kuesioner untuk ditanyakan
manifest. Masalahnya, tujuan awal transmigrasi untuk kepada sejumlah rumah tangga. Hasil dari observasi
memperbaiki kesejahteraan keluarga transmigran lapang selanjutnya dijadikan acuan untuk menyusun
melalui perbaikan pendapatan rumah tangga, ternyata instrumen kuesioner penelitian dengan beragam
justru masih menciptakan kemiskinan dan kesenjangan metode, yakni survai, diskusi kelompok fokus ( Focus
ekonomi di lokasi transmigrasi. Group Discussion, FGD) dan observasi. Responden
Kajian mengenai analisis pendapatan rumah penelitian survai ditentukan dengan cara si mple
tangga dan kemiskinan di desa masyarakat adat random sampling berdasarkan kerangka sampling yang
Lohiatala yang berdampingan langsung dengan desa telah dipersiapkan di tingkat desa, sedangkan peserta
transmigrasi masih jarang dilakukan di Maluku. FGD dan studi kasus dipilih secara sengaja. Jumlah
45
 
Girsang. 2012: Analisis Pendapatan Rumah Tangga dan Kemiskinan ....

 
sample adalah 39 rumah tangga. Peserta FGD sekitar 12.617.340 pertahun dimana 68% berasal dari luar
10-15 partisipan dipilih dari berbagai latar belakang pertanian dan 32% sisanya dari usaha pertanian.
yang terkait dengan program kemiskinan seperti aparat Struktur pendapatan tersebut yang menggambarkan
desa, guru, staf kesehatan, petani dan kepala rumah dominasi non pertanian, secara teoritis, kemungkinan
tangga. Instrumen yang dipergunakan antara lain merupakan indikasi bahwa transformasi ekonomi
kuesioner terbuka dan terstruktur untuk menggali data masyarakat di pedesaan sedang berlangsung dari
melalui in-depth interview serta dilengkapi pertanyaan struktur berbasis pertanian ke non pertanian. Namun
penuntun dalam kegiatan FGD dan studi kasus. Prinsip hal ini masih perlu ditelusuri lebih jauh apakah struktur
metode yang dipakai adalah prinsip triangulasi yang pendapatan non pertanian tumbuh kuat dan berke-
mengutamakan beragam pendekatan, metode, peneliti, lanjutan serta berakar pada kekayaan sumberdaya dan
perspektif teori dan interpretasi. budaya lokal atau disebabkan faktor eksternalitas
Data primer yang telah dikumpulkan kemudian semata.
diedit dan dirapikan sebelum melakukan diolah dan Ditinjau dari sisi usaha pertanian ternyata ada
ditabulasi. Hasil pengolahan data disajikan dalam dua komoditi penting yang memberikan kontribusi
bentuk tabulasi silang dan frekwensi untuk dijadikan utama terhadap pendapatan rumah tangga yakni
acuan dalam melakukan interpretasi dalam penulisan tanaman pangan (40%) berupa umbi-umbian disusul
laporan. Disamping data primer, peneliti juga sagu dan jagung serta tanaman perkebunan (40%),
mengumpulkan data sekunder berupa data kependu- khususnya cengkeh, kelapa dan mayang (enau). Umbi-
dukan dan sumberdaya alam dari kantor pemerintah umbian dan jagung merupakan tanaman pangan yang
desa dan kecamatan serta instansi pemerintah di dikelola secara subsisten karena sebagian besar hanya
tingkat kabupaten dan provinsi maupun dari berbagai untuk tujuan konsumsi anggota keluarga. Berbeda
sumber kepustakaan yang relevan. dengan tanaman pangan, cengkeh dan kelapa merupa-
kan dua komoditas sumber penghasil uang tunai bagi
H ASI L D A N PE M B A H ASA N penduduk di Desa Lohiatala. Disamping itu ternak sapi
dan cabe mempunyai arti penting karena menyumbang
Struktur Pendapatan Rumah T angga masing-masing sekitar 5% dan 3% terhadap total
pendapatan rumah tangga dari usaha pertanian.
Struktur pendapatan rumah tangga yang Pada dasarnya sudah sejak lama, tanaman
dimaksud dalam hal ini adalah sumber-sumber pangan umbi-umbian, sagu dan jagung telah menjadi
pendapatan yang menjadi dasar penopang pendapatan sumber pangan pokok masyarakat Lohiatala,
rumah tangga di desa non transmigrasi selama sedangkan tanaman perkebunan seperti cengkeh,
bertahun-tahun, sesuai dengan kondisi alam dan kelapa dan pala merupakan sumber pendapatan tunai
sosiobudaya masyarakat setempat. Hal ini penting rumah tangga. Proses globalisasi perdagangan,
karena memperbaiki pendapatan rumah tangga melalui monetisasi dan komersialisasi serta revolusi teknologi
introduksi komoditas atau usaha yang sama sekali baru dan informasi oleh nilai-nilai kapitalisme, mulai dari
akan lebih sulit dibanding memperbaiki usaha yang kapitalis-metropolitan hingga kea gen-agennya di
sudah ada berbasis sumberdaya dan budaya lokal. tingkat lokal, telah merasuk hingga ke rumah tangga di
Struktur dasar pendapatan rumah tangga di desa non daerah pedesaan sehingga kebutuhan akan uang (nilai
transmigrasi adalah berbasis pada usaha pertanian dan materialisme) dan berdampak terhadap pelemahan
non pertanian. Pada prinsipnya, usaha non pertanian social capital (Pretty & Ward, 1999; Pretty & Frank,
akan lebih kuat dan berkelanjutan jika dibangun diatas 2000). Penduduk desa semakin mengharapkan kualitas
landasan usaha pertanian dan industri pengolahan hasil hidup yang lebih baik khususnya dalam hal pendidikan
pertanian yang tangguh dan berkelanjutan. dan kesehatan keluarga. Komersialisasi dan monetisasi
melalui teknologi dan informasi melalui efek
A nalisis Sumber Pendapatan Usaha Pertanian demonstrasi dan promosi produk baru telah mengubah
pola dan gaya hidup masyarakat desa kearah pola
Secara teoritis struktur pendapatan rumah konsumsi yang ditawarkan pasar lokal dan global.
tangga miskin lebih didominasi oleh usaha pertanian Dalam hal ini ada perubahan orientasi dari
dibanding usaha luar pertanian yang hanya sebagai subsistensi dimana produksi hanya bertujuan untuk
pelengkap pendapatan yang berasal dari pertanian. memenuhi kebutuhan pokok anggota rumah tangga
Kenyataannya, sumber pendapatan pertanian dan luar kearah komersialisasi dan konsumerisme. Dalam hal
pertanian mempunyai peran yang saling melengkapi ini uang menjadi target yang harus diraih untuk
sehingga mempunyai arti yang sama penting bagi memenuhi tuntutan kebutuhan hidup anggota keluarga
rumah tangga di pedesaan, bahkan pendapatan non yang semakin beragam, mulai dari kebutuhan primer
pertanian lebih dominan dalam menunjang kehidupan seperti konsumsi pangan, pendidikan dan kesehatan
masyarakat di Desa Lohiatala. hingga kebutuhan rekreasi, transportasi, harga diri dan
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata pendapat- kebebasan mengaktualisasikan diri serta kebutuhan
an rumah tangga di Desa Lohiatala adalah Rp. sekunder lainnya.

46  
 
Agrinimal, Vol. 2, No. 2, Oktober 2012, Hal. 44-54
 
Tabel 1. Sumber pendapatan rumah tangga menurut jenis usaha di Negeri Lohiatala

Pertanian (P) Non Pertanian (NP)


Jenis usaha pertanian Rp % Jenis usaha non-pertanian Rp %
1. Tanaman pangan 1.630.744 40,25 1. Industri RMT 2.006.154 23,42
Padi 0 0,00 Mebel 0 0,00
Umbi-umbian 1.128.179 27,84 Pegawai 342.051 3,99
Jagung 200.000 4,94 Jahit 0 0,00
Sagu 302.564 7,47 Tukang-Buruh 1.664.103 19,43
Sukun 0 0,00 Industri pengolahan 0 0,00
2. Hortikultura sayur 263.641 6,51 2. Perdagangan 2.725.641 31,82
Kc panjang Roti, kayu bakar, papalele 371.795 4,34
Tomat 18.462 0,46 Kios 230.769 2,69
Hasil olahan pertanian
Cabe 107.692 2,66 (kayu) 2.123.077 24,79
Terong 1.333 0,03 3. Jasa 1.418.205 16,56
Daun ubi kayu 7.692 0,19 Sewa 15.385 0,18
Lainnya 118.462 2,92 Remittance 706.667 8,25
3. Buah-buahan 242.500 6 Angkutan ojek 696.154 8,13
Pisang 234.295 6 4. Gaji-PNS 2.415.641 28,20
Mangga 513 0,01
Jeruk manis 7.692 0,19
4. Tan perkebunan 1.634.045 40,33
Mayang 192.308 4,75
Kakao 24.795 0,61
Pala 41.316 1,02
Cengkeh 712.635 17,59
Kelapa 664.051 16,39
5. Peternakan 280.769 6,93
Sapi 215.385 5,32
Anjing 60.256 1,49
Ayam buras 5.128 0,13
Total Pertanian (Rp) 4.051.699 Total Non pertanian 8.565.641 12.617.340
Total Pertanian (%) 32,11 Total Non Pertanian (%) 67,89 100

Perubahan orientasi tersebut dapat diinterpretasi sebutan masyarakat lokal terhadap pangan umbi-
dari beberapa alasan. Pertama, hal penting dan menarik XPELDQ VHEDJDL µPDNDQDQ WDQDK¶ VXDWX LVWLODK \DQJ
diperhatikan dari usaha pertanian adalah bahwa sejak kurang populer dan kurang disukai tetapi sebenarnya
lama basis ketahanan pangan penduduk Lohiatala mengandung makna sebagai makanan organik.
adalah tanaman pangan non beras, tetapi pangan pokok Persepsi lain juga tersirat dari pernyataan ibu rumah
saat ini cenderung diperjualbelikan di pasar untuk tangga yang lebih memprioritaskan anak-anaknya
memperoleh pendapatan rumah tangga termasuk mengkonsumsi beras karena dianggap lebih bergizi
membeli pangan pokok beras. Atinya umbi-umbian, dan bergengsi, walaupun harganya lebih mahal.
sagu dan jagung yang sebelumnya menjadi pangan Bahkan tamu dari luar desa lebih sering ditawarkan
pokok anggota rumah tangga kini tidak dijadikan nasi dibanding pangan non beras karena adanya
sebagai makanan pokok anggota keluarga tetapi lebih persepsi beras-superior dan non beras-inferior. Hal ini
cenderung dijual ke pasar untuk membeli kebutuhan menjadi tantangan program diversifikasi pangan dan
pokok termasuk beras. Salah satu penyebabnya adalah percepatan pencapaian target program ketahanan
perubahan gaya hidup yang menganggap bahwa pangan nasional surplus 10 juta ton beras tahun 2014
pangan beras lebih superior dan memiliki status sosial dimana salah satu strateginya adalah mengurangi
yang lebih tinggi disbanding pangan lokal. ketergantungan terhadap konsumsi beras yang di
Kedua, perubahan persepsi masyarakat Indonesia telah mencapai 139 kg/kapita per tahun
pedesaan bahwa pangan beras sebagai komoditas lebih dengan mendorong peningkatan konsumsi pangan
µVXSHULRU¶ GLEDQGLQJ XPEL-umbian yang dianggap lokal. Gerakan atau aksi perubahan pola makan dengan
VHEDJDL NRPRGLWDV SDQJDQ¶LQIHULRU¶ WHODK PHQGRURQJ mengubah mind set masyarakat perlu dilakukan
konsumsi beras semakin tinggi dan penurunan dengan pendekatan partisipatif (Chamala et al., 1999;
konsumsi pangan lokal. Hal ini sering tersirat dari Girsang, 2009) yang dimulai dari pejabat pemerintah

47
 
Girsang. 2012: Analisis Pendapatan Rumah Tangga dan Kemiskinan ....

 
dan tokoh masyarakat serta masyarakat Maluku untuk adalah ekologi agroforestry tradisional (Stubenvoll,
PHQJNRQVXPVLSDQJDQORFDOVHSHUWLµHQEDO¶GL0DOXNX 2001) GHQJDQ SROD µGXVXQJ¶ GLPDQD DGD FDPSXUDQ
7HQJJDUD GDQ µSDSHGD¶ GL 0DOXNX 7HQJDK PDXSXQ tanaman perkebunan, hortikultura dan tanaman
µMDJXQJ-kacang-QDVL¶GL0DOXNX%DUDW'D\D. pangan. Jika memahami hal ini maka kebijakan dan
Ketiga, usaha ternak sapi dan hortikultura program pembangunan di desa non transmigrasi harus
seperti cabe dan sayur lainnya merupakan mata disesuaikan dengan kondisi sosiobudaya dan teknologi
pencaharian baru dalam budaya penduduk Lohiatala. yang adaptif dengan kondisi geografis setempat yakni
Usaha tersebut diamati, ditiru dan dimodifikasi dari dengan mendorong perubahan orientasi pertanian dari
budaya masyarakat transmigran yang mengandalkan pola konvensional kearah agribisnis tanaman
ternak untuk membajak sawah sekaligus investasi atau perkebunan (Saragih, 2011). Lebih jauh, usaha ternak
tabungan keluarga. Berbeda dengan ternak yang yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan sampingan
membutuhkan waktu lama, usaha sayur-sayuran perlu dioptimalkan dan diintegrasikan dengan usaha
bertujuan untuk menghasilkan uang karena pertanian dalam bentuk integrasi sistim usaha tanaman
perputarannya lebih cepat dibanding ternak dan dan ternak (crop-livestock farming systems) untuk
tanaman tahunan. Penduduk Lohiatala tidak memiliki mengurangi risiko usaha dan memperluas akses
sawah dan tidak terbiasa menggunakan ternak sapi pendapatan (Girsang, 2009), ramah lingkungan dan
untuk mengolah lahan kering, sehingga sapi masih berkelanjutan.
dipelihara secara ekstensif untuk tujuan memperoleh Usaha yang mungkin dikembangkan adalah
pertambahan daging dan atau anak. Namun demikian, usaha peternakan khususnya sapi dan ayam kampung.
motivasi dan ketrampilan memelihara ternak sapi Kedua usaha ini lebih cenderung memiliki nilai jual
masih terkesan kurang intensif dikalangan penduduk yang tinggi. Disamping itu usaha peternakan sapi dan
Lohiatala jika dibandingkan dengan peternak ayam lebih relevan bagi penduduk Desa Lohiatala
transmigran. Hal yang sama juga tampak dari pola karena tidak sulit memeliharanya dan masih terdapat
usaha sayur-sayuran yang ditanam spradis, tersebar potensi areal lahan penggembalaan sapi yang cukup
dan skala kecil tanpa perawatan intensif. Hal ini luas pada lahan tanaman perkebunan kelapa. Petani
merupakan adaptasi budaya dari pola pertanian juga dapat menghasilkan pupuk kompos dari usaha
perkebunan yang relatif masa panennya lebih panjang peternakan tersebut untuk digunakan sebagai pupuk
(6 bulan atau tahunan) ke pola pertanian sayur-sayuran tanaman sayur-sayuran.
yang musim panen jauh lebih lebih pendek (bulanan Jadi fokus pembangunan pertanian di Desa
atau tiga bulanan). Lohiata adalah tanaman perkebunan khususnya kelapa,
Jika diamati di lapangan maka apa yang terjadi cengkeh dan pala, sedangkan tanaman umbi-umbian
dalam usaha pertanian di desa non transmigrasi sedang juga sama pentingnya untuk dijadikan sumber
mengalami kegalauan dan dipersimpangan jalan: disatu ketahanan pangan rumah tangga. Kecuali itu, ternak
sisi terpengaruh dan hendak mengikuti pola pangan sapi dan ayam serta tanaman sayur-sayuran menjadi
dan usaha pertanian di lokasi trasnmigrasi tetapi belum usaha pertanian yang memiliki peran penting dalam
siap secara teknis, bisnis dan budaya, sedang disisi lain perbaikan pendapatan rumah tangga di Desa Lohiata.
sedang meninggalkan pola pangan pokok asli dan Masalahnya usaha perkebunan, tanaman pangan dan
usaha pertanian yang lama tetapi belum sepenuhnya peternakan belum dikelola secara intensif sehingga
terjadi. Masalahnya proses perubahan ini sering tanpa produksinya masih rendah. Lebih dari itu, komoditas
disadari baik penduduk non transmigrasi-terutama yang dihasilkan belum diolah dengan menggunakan
generasi muda. Lebih lanjut pemerintah bahkan teknologi baru sehingga nilai tambahnya masih rendah.
membuat kebijakan dan program yang menganggap Perbaikan produksi dan produktivitas serta
PRGHOXVDKDGDQSRODEXGD\DWUDQVPLJUDVLOHELKµPDMX¶ peningkatan nilai tambah produk pertanian tersebut
dan dijadikan sebagai model yang harus diikuti dan akan sulit terwujud tanpa penciptaan generasi baru
ditiru oleh masyarakat adat non transmigran. petani yang memiliki ketrampilan teknis dan bisnis.
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa Hal ini hanya dapat terwujud jika terjadi kemitraan
masyarakat Lohiatala dan desa-desa lokal lainnya yang saling menguatkan dan menguntungkan antara
memiliki akar budaya pada pola pangan non beras dan petani pengusaha dengan lembaga penelitian dan
perkebunan kelapa, cengkeh dan pala. Pola pertanian perguruan tinggi yang menghasilkan inovasi serta
masyarakat adat memiliki karakteristik geografis pemerintah yang memberikan kebijakan terkait
berbukit-bergunung, mengandalkan pangan non beras infrastruktur, lembaga keuangan/perkreditan sumber
yang ditanam tersebar dalam skala kecil serta tanaman pemberi modal pinjaman (microfinance) serta lembaga
perkebunan yang jauh dari lokasi desa sebagai sumber pemasaran yang dijembatani oleh para penyuluh
pendapatan musiman. Pola nafkah beragam polivalen yang professional di tiap kawasan
(occupational multiplicity) sebagai sumber pangan pengembangan desa.
sekaligus uang tunai (Bastiesen et al., 2005). Berbeda Oleh karena itu penduduk desa lebih praktis
dengan pola pertanian padi sawah dan sayur-sayuran di membuat minuman beralkohol dari pohon mayang atau
desa transmigrasi, pola pertanian di desa transmigrasi HQDX \DQJ VHULQJ GLVHEXW µVRSL¶ sebagai salah satu

48  
 
Agrinimal, Vol. 2, No. 2, Oktober 2012, Hal. 44-54
 
sumber penghasilan masyarakat dari generasi ke Kecuali itu, gaji pegawai negeri merupakan
generasi. Pemerintah daerah sering melihat mata uang berasal dari pemerintah (di luar desa), disatu sisi
SHQGDKDULDQ LQL VHEDJDL µLOOHJDO¶ WHWDSL VXGDK PHQMDGL dapat meningkatkan konsumsi produk lokal, tetapi
bagian hidup masyarakat yang memiliki sumberdaya disisi lain juga belum tentu terkait erat dengan
alam pohon enau dan kelapa yang cukup melimpah, pengembangan usaha atau perekonomian di pedesaan
sehingga sulit untuk dijadikan sebagai mata karena hanya dinikmati oleh minoritas rumah tangga
pencaharian tidak resmi. yang pola pengeluarannya kemungkinan lebih terkait
Dalam semua itu, kebijakan dan program dengan ekonomi kota. Jadi pekerjaan sebagai pegawai
pemerintah untuk membangun perekonomian negeri dan pensiunan, walaupun berpengaruh nyata
masyarakat adat seharusnyalah berbasis sumberdaya terhadap pendapatan rumah tangga di pedesaan, namun
alam pertanian pangan non beras dan perkebunan serta secara kualitatif kurang mendorong pemerataan tetapi
industri pengolahannnya. Hal ini merupakan syarat kemungkinan lebih menciptakan kesenjangan
keharusan (necessary condition) pembangunan pendapatan antar golongan yang dapat memicu
ekonomi di Desa Lohiata dengan teknologi yang rendahnya trust dan kecemburuan sosial dan budaya.
relevan, adaptif dan berkelanjutan. Jika tidak maka
generasi penerus di desa akan mengalami kehilangan
arah pembangunan sehingga hanya akan meningkatkan Bread food 0.10
pengangguran, urbanisasi, kecurigaan dan Fruits 0.20
ketidakpercayaan (distrust) serta kecemburuan sosial Salt 0.42
yang pada akhirnya menjadi pemicu konflik sosial Sago 0.65
ekonomi. Meat 0.79
Peanuts 0.92
A nalisis Sumber Pendapatan Usaha Non Pertanian Banana 2.35
Milk 2.37
Jika dianalisis sumber pendapatan luar pertanian Spicy 3.10
maka kontribusi terbesar berasal dari perdagangan Vegetable 3.32
(32%), gaji pegawai (28%), industri kecil (24%) serta Vegetable oil 4.04
jasa dan remittance (16%). Kegiatan usaha Sugar 4.61
perdagangan yang memiliki kontribusi terbesar adalah Cigarettes 7.98
berdagang kayu yakni memotong kayu di dihutan desa Fish 8.92
dengan menggunakan chainsaw dan kemudian
Tuber 9.14
menjualnya ke pasar-industri pengolahan dan
Rice 12.83
perdagangan kayu, usaha mebel atau toko-toko bahan
bangunan. Oleh karena chainsaw merupakan barang 0.00 5.00 10.00 15.00
yang cukup mahal yang nilainya hingga Rp10 juta per
unit maka tidak jarang pemilik modal yang sekaligus Gambar 1. Struktur pengeluaran pangan rumah
pedagang kayu menyewakan chainsaw ke penduduk tangga di Desa Lohiata
desa yang mau bekerja memotong dan menjual kayu.
Usaha ini hampir dapat disebut illegal cutting karena Sumber pendapatan dari industri lebih banyak
dalam jangka panjang akan menggundul hutan rakyat dari kegiatan sebagai tukang bangunan, buruh
di pedesaan yang sebenarnya berperan penting bangunan dan buruh pikul kayu yang dijual ke industri
menjaga stabilisasi iklim mikro, daerah tangkapan air pengolahan kayu. Pekerjaan ini sangat tergantung dari
serta mengatur tata aliran air termasuk air sungai untuk ketersediaan hutan kayu di pedesaan yang seharusnya
kebutuhan air irigasi yang sangat penting untuk petani perlu dilindungi guna menjaga kelestarian dan
lahan sawah di daerah hilir. keberlanjutan lingkungan. Pekerjaan sebagai tukang
Sumber pendapatan terpenting kedua dari non dan buruh bangunan pun tidak banyak ditemukan di
pertanian di desa non transmigrasi adalah gaji yang desa dan sangat tergantung dari adanya order atau
diperoleh dari pegawai negeri, pensiunan dan pesanan. Penghasilan mereka cukup berarti untuk
karyawan swasta. Jumlah mereka yang diterima mempengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga di
bekerja sebagai pegawai negeri khususnya guru pedesaan, namun demikian jenis pekerjaan ini hanya
sekolah maupun pensiunan dan karyawan swasta akan sensitif lingkungan, relatif tidak menentu karena
sangat terbatas di pedesaan tetapi tingkat pendapatan tergantung proyek dan pesanan, serta kemungkinan
mereka turut mempengaruhi struktur pendapatan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
rumah tangga di pedesaan. Singkatnya, pendapatan Jasa yang berkembang di pedesaan non
dari gaji memang cukup nyata mempengaruhi transmigran adalah transportasi ojek karena angkutan
pendapatan rumah tangga tetapi oleh karena lapangan umum yang sangat terbatas jumlah dan frekuwensinya
kerja sangat terbatas maka tidak disarankan menjadi ke Desa Lohiata yang lokasinya sekitar 5 km dari jalan
lapangan pekerjaan utama di pedesaan. utama. Oleh karena itu ojek menjadi lapangan
pekerjaan baru baik untuk mengangkut anak-anak
49
 
Girsang. 2012: Analisis Pendapatan Rumah Tangga dan Kemiskinan ....

 
sekolah maupun mereka yang perlu ke jalan utama oleh masyarakat transmigrasi. Kecuali itu, jumlah
atau ke pasar. Namun demikian, ongkos ojek masih pegawai negeri sangat terbatas dan tidak dapat
mahal menurut warga desa sehingga dalam jangka dijadikan lapangan pekerjaan dimasa datang, demikian
tidak terlalu lama maka ojek akan tersaingi oleh halnya dengan kiriman anak dan usaha ojek yang
angkutan umum yang ongkosnya lebih murah atau sifatnya tidak menentu.
menjadi kurang laku karena keterbatasan daya beli Oleh karena itu, argumentasi bahwa pendapatan
masyarakat sehingga membatasi diri untuk keluar desa. luar pertanian yang lebih besar dari pertanian sebagai
Oleh karena itu pendapatan dari usaha ojek juga indikasi adanya trasnformasi ekonomi pedesaan dari
memiliki ketidakpastian atau tidak menentu pertanian ke luar bertanian ternyata kurang memiliki
(uncertainty). Salah satu sumber pendapatan yang fondasi yang kuat karena hampir semua jenis usaha
cukup berarti bagi rumah tangga di pedesaan non luar pertanian tersebut mengandalkan faktor luar desa
transmigrasi adalah remittances yakni kiriman uang dan sifatnya sensitif dan tidak menentu serta tidak
dari anak-anak yang telah bekerja di kota atau daerah berkelanjutan. Dalam hal ini ada benarnya bahwa
lain. Pengiriman uang pada prinsipnya bulanan tetapi pergeseran mata pencaharian dari pertanian ke sektor
yang sering terjadi adalah tidak menentu, sehingga informal di desa dan kota yang cukup beragam tetapi
sumber pendapatan dari remittance juga tidak bisa memiliki ketidakpastian (van Oostenbrugge, 2004)
diharapkan berkelanjutan. tidaklah lebih baik dibanding upah atau pendapatan
dari usaha pertanian di desa (Tambunan, 1995).
Artinya pertanian masih dikelola dalam skala usaha
0.00 dan modal investasi kecil dengan teknologi
konvensional dan inovasi terbatas, sedangkan usaha
Communication 0.42 informal di luar pertanian di desa dan kota tidak
Health 1.51
memberikan upah lebih baik dibandingkan upah di
sector pertanian. Fondasi usaha luar pertanian yang
Shoes 1.59 lebih kokoh terjadi jika usaha-usaha yang dibangun
berbasis pada nilai tambah industri pengolahan hasil
Electricity 1.60
pertanian dan sumber daya alam lokal yang dikelola
Soap 1.62 secara arif dan berkelanjutan.
Clothing 2.76
A nalisis Pengeluaran Pangan Dan Non-Pangan
Cerosene 2.76
Berbeda dengan pendekatan dari sisi produksi
Housing 2.96 atau pendapatan, sisi pengeluaran merupakan cara lain
Transport 3.93 untuk mengetahui tingkat pendapatan rumah tangga di
pedesaan. Berdasarkan hasil kajian lapang, rata-rata
Detergent 4.47 tingkat pengeluaran rumah tangga di Desa Lohiata
adalah Rp. 10.651.218 per tahun, lebih rendah dari
Social 6.38
rata-rata pendapatan sekitar Rp. 12,6 juta per tahun.
Education 8.25 Perbedaan angka pendapatan dan pengeluaran dapat
berarti bahwa secara umum jumlah rumah tangga di
0.00 5.00 10.00 desa yang memiliki surplus lebih banyak dibandingkan
dengan rumah tangga yang pas-ppasan atau
Gambar 2. Pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan kekurangan. Kenyataannya, sebagian besar (62%)
non pangan pengeluaran rumah tangga dialokasikan untuk
kebutuhan pangan dan sisanya sebesar 38%
Berbeda dengan sumber pendapatan pertanian dialokasikan untuk kebutuhan non pangan. Jika dilihat
yang berbasis pada sumberdaya alam lokal, sumber dari struktur pengeluaran pangan, maka pengeluaran
pendapatan luar pertanian bersifat lebih sensitif terbesar adalah untuk membeli beras (13%) disusul
lingkungan dan kurang berkelanjutan dalam jangka konsumsi ubi-ubian dan ikan (9%), gula dan minyak
panjang karena bergantung pada sumberdaya hutan goreng. Alokasi pengeluaran yang sebagian besar
yang terbatas, kiriman dari anak, angkutan ojek untuk pangan menunjukkan indikasi penting bahwa
(kecuali gaji pegawai negeri). Jasa transportasi sepeda sebagian besar rumah tangga di Desa Lohiata masih
motor (ojeg) merupakan fenomena baru penciptaan hidup dalam kemiskinan. Pola ini ternyata juga terjadi
lapangan kerja bagi sebagian besar generasi muda di di pedesaan kabupaten Maluku Tenggara Barat
desa dan kota. Jika hutan semakin banyak ditebang (Fakultas Pertanian, 2007).
untuk kebutuhan kayu dan bangunan maka suatu hari Hal menarik dalam struktur pengeluaran rumah
hutan akan rusak dan tata air akan mengalami tangga untuk pangan adalah semakin rendahnya
gangguan yang dapat berakibat buruk pada daerah hilir tingkat konsumsi sagu dikalangan penduduk desa.
yakni lahan pertanian padi dan palawija yang dikelola
50  
 
Agrinimal, Vol. 2, No. 2, Oktober 2012, Hal. 44-54
 
Sagu merupakan makanan pokok penduduk Maluku Oleh karena akses listrik yang terbatas maka industri
yang semakin tergeser oleh pangan beras. Ada menjadi kurang berkembang di desa khususnya
kecenderungan semakin tinggi tingkat pendapatan industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan
maka semakin tinggi pula konsumsi beras dan dalam seperti minyak kelapa, cengkeh dan pala, termasuk
waktu bersamaan semakin menurun konsumsi sagu. industri pengolahan pangan. Namun demikian, alokasi
Berbeda dengan sagu, alokasi pengeluaran rumah pengeluaran rumah tangga di pedesaan untuk sagu,
tangga untuk konsumsi rokok jumlahnya mencapai 8% umbi-umbian dan dalam batas tertentu sayur-sayuran
dari total pengeluaran. Hal ini berarti nilai pengeluaran sebenarnya dikeluarkan dalam bentuk natura bukan
untuk rokok keala rumah tangga hampir sama dengan dalam bentuk uang tunai.
pengeluaran untuk pendidikan anak-anak. Nilai
pengeluaran rokok tersebut adalah sekitar 4 kali lebih T ingkat K esenjangan Dan K emiskinan
besar daripada pengeluaran untuk kesehatan atau 8 kali
lebih tinggi dibandingkan konsumsi daging. Hal ini Jika ditinjau dari pendapatan rata-rata rumah
dapat berarti bahwa alokasi pengeluaran untuk biaya tangga sekitar Rp. 12,6 juta per tahun, tampaknya
kesehatan merupakan prioritas terakhir bagi rumah angka kemiskinan akan rendah. Namun tidak demikian
tangga di pedesaan. halnya, sebab angka rata-rata tersebut berasal dari
Pendidikan dan kegiatan sosial merupakan dua angka agregat penduduk desa yang terpilih sebagai
prioritas dalam struktur pengeluaran rumah tangga di responden sehingga perlu dilihat lagi secara spesifik
Lohiatala. Pendidikan masih dianggap sebagai salah berapa tingkat kesenjangan dan standar pendapatan
satu atau satu-satunya peluang yang terbuka bagi perkapita per bulan.
penduduk desa khususnya rumah tangga miskin untuk Tingkat kesenjangan di Negeri Lohiatala
melakukan mobilitas sosial guna memperbaiki tingkat tergolong moderat-tinggi (Tabel 2) dimana 40%
pendapatan, kesejahteraan dan status sosial ekonomi. berpendapatan terendah menguasai sekitar 16% total
Berbeda dengan pendidikan, pengeluaran untuk pendapatan. Idealnya 40% berpendapatan terendah
kegiatan sosial, seperti keagamaan, pesta maupun mengusasai lebih dari 18% total pendapatan.
saling membantu anggota keluarga, merupakan Kesenjangan terjadi karena persentase lapisan atas
prioritas kedua bagi penduduk desa. Kegiatan sosial yang jumlahnya kecil menguasai asset dengan jumlah
mempunyai arti penting sebagai asuransi sosial atau yang lebih besar, sedangkan sebagian besar penduduk
semacam reciprocity dikalangan penduduk di pedesaan yang tergolong lapisan bawah hanya menguasai
Maluku. Dalam hal ini seseorang rela berkorban sebagian kecil asset yang ada. Di Desa Lohiata, 40%
mengeluarkan biaya kegiatan sosial sebagai modal lapisan bawah hanya menguasai 26% aset yang ada,
sosial yang diharapkan sebagai jaminan mendapatkan sedangkan 20% lapisan atas menguasai 36% aset yang
perlakukan yang sama dikemudian hari. ada. Hal ini belum tergolong timpang tetapi tanpa
Prioritas pengeluaran berikut adalah deterjen intervensi yang tepat terhadap struktur pendapatan
untuk mencuci dan biaya transportasi. Desa Lohiata yang ada, maka terdapat kecenderungan arah
terletak di wilayah berbukit yang sulit mendapat air. ketimpangan ke tingkat yang lebih berat.
Akibatnya nilai pengeluaran deterjen tergolong cukup Jika dibandingkan antara 20% berpendapatan
besar untuk mencuci pakaian di sungai yang letaknya terendah yang menguasai 12% dengan 20%
sekitar 500 meter dari desa. Hal ini juga berimplikasi berpendapatan tertinggi yang menguasai hampir 36%
terhadap sulitnya mendapatkan akses terhadap sarana maka nilai pendapatan 20% berpendapatan tertinggi
dan prasarana sanitasi yang layak. Kecuali itu, Desa hampir 3-4 kali lebih besar. Hal ini berarti ada
Lohiata sudah memiliki akses jalan tetapi biaya ketimpangan penguasaan pendapatan. Walaupun
transportasi masih mahal karena rendahnya daya beli, tergolong memiliki tingkat kesenjangan sosial ekonomi
mobilitas sosial dan rendahnya frekwensi angkutan yang moderat, ternyata angka kemiskinan di Lohiatala
yang masuk ke desa. Pelayanan dasar listrik desa masih tergolong tinggi sesuai dengan kriteria yang
masih terbatas pada malam hari sehingga dapat digunakan.
dimanfaatkan oleh anak-anak sekolah untuk belajar.

Tabel 2. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan di Negeri Lohiatala

Interval Penguasaan tiap lapisan Tingkat


Lapisan pendapatan Total (Rp)
(Rp. Jt) (%) kesenjangan
Lapisan 20% pertama 59.338.000 2,2-5,6 12,06
Lapisan 20% kedua 68.976.000 6,1-9,3 14,02
Lapisan 20% ketiga 85.889.750 9,7-12,4 17,45 Moderat-tinggi
Lapisan 20% keempat 102.139.166 12,4-16,4 20,76
Lapisan 20% kelima 175.733.333 16,4-47,9 35,71
Total 492.076.249 100,00
51
 
Girsang. 2012: Analisis Pendapatan Rumah Tangga dan Kemiskinan ....

 
80   74.36

70  
60  

Kemiskinan  (%)   50  
40   33.33 Sajogyo  
30   25.64
23.08 23.08 BPS  
20.51
20  
10  
0  
Tidak   Miskin   Paling   Melarat  
miskin   miskin  

Keterangan:
*) Kriteria garis kemiskinan dihitung berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga setara beras/kapita/tahun: a) Tidak Miskin >320 kg; b)
Miskin 240-320 kg; c) Paling Miskin 180-239 kg; dan d) Melarat (destitute) < 180 kg.
**) BPS menetapkan batas (garis) kemiskinan berdasarkan tingkat pengeluaran sebesar Rp. 217559/kapita/bulan pada tahun 2009.

Gambar 3. Tingkat kemiskinan di Desa Lohiata menurut Kriteria BPS dan Sayogyo

Jika menggunakan kriteria Badan Pusat Statistik pedesaan memiliki variasi tingkat produksi,
(BPS), maka tingkat kemiskinan di Desa Lohiatala pendapatan dan pengeluaran untuk konsumsi sehingga
adalah 74%, hampir tiga kali lipat tingkat kemiskinan pendekatan produksi atau pendapatan menghasilkan
di Provinsi Maluku. Angka ini sedikit menurun angka kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan
menjadi 67% jika menggunakan ukuran kemiskinan dengan pendekatan konsumsi atau pengeluaran. World
Sayogyo, tetapi meningkat tajam hampir 2,5 kali lipat Bank (2006) bahkan menetapkan standar lebih tinggi
jika menggunakan ukuran atau standar kemiskinan yakni US $2/kapita/hari.
Bank Dunia yang bernilai US $1.25 s.d US$2/hari Jumlah tanggungan keluarga atau jumlah
(World Bank, 2006). Ukuran tersebut perlu anggota keluarga yang cukup besar dalam satu rumah
dimodifikasi berdasarkan kebutuhan dasar minimu dan tangga merupakan salah satu faktor penentu
sesuai kondisi sosial budaya setempat. Masalahnya, kemiskinan. Oleh karena itu, program penanggulangan
penduduk di pedesaan masih memiliki kebun sendiri kemiskinan seharusnya terintegrasi dengan program
sebagai sumber pangan. keluarga berencana di pedesaan. Disamping
Perbedaan ukuran menimbulkan perbedaan pendekatan pendapatan dan pengeluaran, kemiskinan
angka kemiskinan. BPS mengukur kemiskinan sebenarnya bersifat multi dimensi (Sumarto &
menurut tingkat pengeluaran per kapita per bulan, Wydianti, 2008) sehingga memerlukan variabel yang
sedangkan Sayogyo mengukur kemiskinan lebih luas meliputi kesehatan dan pendidikan serta
berdasarkan tingkat pendapatan per kapita setara beras aspek standar hidup lainnya. Terlepas dari perdebatan
320 kg/kapita/tahun (Sayogyo, 1978). Berdasarkan ukuran garis kemiskinan, pada prinsipnya indikator
ukuran Sayogyo yang memisahkan antara rumah kemiskinan tidak sulit untuk diidentifikasi seperti
tangga miskin, paling miskin dan melarat, maka pekerjaan dan pendapatan yang tidak menentu, kondisi
program dan target kemiskinan dapat lebih fokus rumah yang tidak layak, bahkan munculnya kawasan
karena mengenali siapa prioritas kelompok sasaran rumah kumuh, pengemis dan pekerja anak yang
(Perdana & Maxwell, 2004). Ukuran ini juga dinamis menjadi salah satu fenomena kemiskinan perkotaan
mengikuti perkembangan harga beras yang diprediksi (Harris, 1989; Harris-White, 2005). Jika gagal dalam
berpengaruh nyata terhadap harga barang lain dan mengatasi masalah kemiskinan di desa maka
jumlah kemiskinan. Pada prinsipnya unit analisis garis dampaknya adalah orang desa akan mencari nafkah ke
kemiskinan Sayogyo bukanlah per kapita tetapi per kota dan kemiskinan akan meluas ke kota dan
rumah tangga karena satu rumah tangga pada menciptakan kantong kemiskinan perkotaan. Di
umumnya bersama-sama memproduksi dan provinsi Maluku, kemiskinan perkotaan di kota Ambon
mengkonsumsi. tidak dapat dihindari dari masalah urbanisasi berlebih
Berbeda dengan Sayogyo (1978), BPS dimana arus perpindahan penduduk dari desa-desa di
mengasumsikan pengeluaran penduduk miskin 10 kabupaten/kota lainnya ke kota Ambon semakin
menggambarkan tingkat pendapatan karena rumah lama semakin tinggi sebagai akibat bias pemangunan
tangga miskin diasumsikan tidak memiliki investasi ekonomi yang terpusat di kota Ambon.
dan tabungan. Kenyataannya, rumah tangga di
52  
 
Agrinimal, Vol. 2, No. 2, Oktober 2012, Hal. 44-54
 
SI M PU L A N D A N R E K O M E N D ASI terintegrasi dengan kawasan ternak berskala kecil
untuk penduduk desa-desa adat. Hal ini diikuti dengan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat penguatan kelembagaan dan mutu sumber daya petani
disimpulkan bahwa penduduk Desa Lohiata sedang dengan memberikan pendampingan dan pelatihan
mengalami transformasi ekonomi dan sosiobudaya teknis dan bisnis secara intensif dan berkelanjutan oleh
yang cenderung meninggalkan akar budayanya, penyuluh profesional di tiap desa. Tujuan program
khususnya perubahan pangan pokok dan tanaman penanggulangan kemiskinan bukan menyentuh
perkebunan, tetapi dalam waktu bersamaan belum siap sebanyak mungkin penduduk miskin tetapi menjadi
mengadopsi dan memodifikasi budaya luar, khususnya miskin lagi pada tahun berikutnya, sebaliknya, tujuan
praktek usaha pertanian sayur-sayuran dan usaha rencana aksi programnya adalah fokus menyentuh
peternakan sapi yang umum dikenal pada usaha sebagian kecil penduduk miskin di desa dan
pertanian masyarakat transmigran. Teknologi usahatani mengubahnya menjadi rumah tangga tidak miskin pada
padi sawah transmigran sama sekali tidak berdampak tahun berikutnya secara berkelanjutan. Hal ini
terhadap penduduk Desa Lohiata. Oleh karena itu, membutuhkan komitmen politisi dan pengambil
umbi-umbian, kelapa dan cengkeh serta ternak sapi kebijakan serta dukungan investasi dari lembaga
dan dalam batas tertentu usaha sayur-sayuran keuangan serta investor swasta, termasuk lembaga
merupakan 5 komoditas yang memberikan sumbangan penelitian dan pendidikan tinggi. Sebagai suatu proses
penting terhadap pendapatan rumah tangga. Disamping pembangunan kelembagaan, maka pengentasan kemis-
itu, rumah tangga di Desa Lohiata memperoleh kinan membutuhkan fasilitator untuk membangun dan
penghasilan dari non pertanian khususnya usaha melatih serta mendampingi petani pengusaha untuk
pemotongan, pengolahan dan penjualan kayu, buruh memperbaiki ketrampilan teknis dan bisnis serta
bangunan dan jasa transportasi ojeg serta gaji pegawai didukung oleh kebijakan pemerintah daerah dan
negeri. Pendapatan non pertanian tersebut mempunyai politisi dalam bentuk regulasi serta penyiapan sarana
kontribusi penting terhadap pendapatan rumah tangga. dan prasarana dasar pembangunan ekonomi dan
Kecuali struktur pendapatan pertanian yang pelayanan sosial. Akhirnya, oleh karena masalah
sedang berubah, penduduk Negeri Lohiatala kemiskinan di desa terkait erat dengan masalah
menghadapi struktur pendapatan non pertanian yang kemiskinan di kota maka solusi kemiskinan
juga tergolong rapuh karena tidak dibangun diatas sebenarnya memerlukan kerjasama antara pemerintah
fondasi usaha pertanian yang kuat, berskala ekonomi kota dan desa, swasta dan masyarakat petani.
dan berkelanjutan. Rata-rata tingkat pendapatan rumah
tangga mencapai Rp 12,4 juta per tahun tetapi U C A PA N T E R I M A K ASI H
mempunyai indikasi kesenjangan pendapatan yang
cenderung meningkat sehingga tingkat kemiskinan Hasil penelitian ini tidak dihasilkan oleh
masih tinggi yakni sekitar 66% atau tiga kali lebih pekerjaan individu tetapi berkat kerjasama dan
besar dari angka kemiskinan provinsi Maluku. Hal ini partisipasi banyak institusi pemerintah, kolega,
memberikan makna bahwa angka kemiskinan tingkat mahasiswa dan mereka yang bekerja di pedesaan
provinsi adalah angka rata-rata yang jauh lebih rendah transmigrasi dan non transmigrasi serta warga
dibandingkan dengan angka kemiskinan di pedesaan masyarakat desa penelitian. Terima kasih saya ucapkan
yang persentasenya bervariasi dari satu wilayah ke kepada DP2M Pendidikan Tinggi Kementerian
wilayah lainnya. Pendidikan Nasional yang telah membiayai penelitian
Oleh karena itu penelitian ini menyarankan ini melalui Hibah Kompetitif Sesuai Prioritas Nasional
pentingnya melakukan terobosan paradigma baru tahun 2010. Terima kasih juga kepada teman-teman
pembangunan pedesaan Maluku yang terfokus dan sekerja dan mahasiswa saya yang turut membantu
memiliki lokus spesifik lokasi, yakni berbasis tanaman dalam kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
perkebunan dan industri pengolahannya yang
terintegrasi dengan usaha peternakan sapi dan ayam D A F T A R PUST A K A
diikuti pembangunan akses ke pemasaran hasil produk-
produk pertanian dan peternakan. Tanaman Arifin, B. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan
perkebunan dan peternakan sapi menjadi sumber uang dan Pertanian. PT Raja Grafindo Persada.
tunai dalam jangka waktu tahunan, sedangkan tanaman Jakarta.
sayur-sayuran dan ternak ayam menjadi sumber uang
Bastiensen, J., T. De Herdt, & % '¶H[HOOH 
tunai dalam kurun waktu musiman. Tanaman pangan
Poverty reduction as a local institutional
menjadi sumber pangan dalam kurun waktu triwulan.
process. World Development 33: 979-993.
Usaha tersebut berskala kecil tetapi melibatkan petani
pengusaha produktif di desa-desa masyarakat adat Chamala, S., J. Coutts, & C. Pearson. 1999. Innovation
ekonomi serta diikuti pengembangan tanaman pangan Management: Participatory Action
non beras dan berorientasi industri pengolahan pangan. Management Methodologies for R,D,E &
Rencana aksi yang dapat disarankan adalah Industry Stakeholders. Land and Water
membangun kawasan cengkeh, kawasan kelapa yang
53
 
Girsang. 2012: Analisis Pendapatan Rumah Tangga dan Kemiskinan ....

 
Resources, Research and Development Pretty, J.N. & H. Ward. 1999. Social Capital and the
Corporation. Canberra. Environment. World Development.
Breman, J. & G. Wiradi. 2004. Masa Cerah dan Masa Saragih, B. 2001. Paradigma Baru Pembangunan
Suram di Pedesaan Jawa: Studi Kasus Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor: Yayasan
Dinamika Sosio-Ekonomi di Dua Desa Mulia Persada Indonesia dan Pusat Studi
Menjelang Akhir Abad ke-20. LP3ES dan Pembangunan Institut Pertanian Bogor.
KILTV-Jakarta.
Sayogyo. 1978. Lapisan yang paling lemah di
Chambers, R. 1983. Rural Development: Putting the pedesaan Jawa. Prisma 4: 50-62.
Last First. UK: Longman-Harlow.
Stubenvoll, S. 2001. Traditional agroforestry and
Fakultas Pertanian Unpatti. 2007. Pengembangan ecological, social and economic sustainability
Kawasan Pusat Pertumbuhan Agribisnis di on Small Tropical islands: A Dynamic land-use
Kecamatan Wertamrian dan Wermaktian, systems and its potential for community-base
Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Kerjasama development in Thioor and Rhun, Central
Dinas Pertanian Kabupaten Maluku Tenggara Maluku, Indonesia. [PhD Dissertation]. Univ
Barat dan Fakultas Pertanian Universitas Teknik Berlin.
Pattimura Ambon.
Sumarto, S., & W. Widyanti. 2008. Multidimensional
Girsang, W. 1996. Pola Penguasaan Lahan Dan Poverty in Indonesia: Trends, Interventions and
Strategi Nafkah Rumah Tangga: Studi Kasus Lesson Learned. The Smeru Research Institute.
Di Desa Transmigrasi Waihatu, Kabupaten Paper Presented at the 1st International
Maluku Tengah, Maluku. [Tesis]. Program 6\PSRVLXP RQ ³$VLDQ &RRSHUDWLRQ
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. ,QWHJUDWLRQDQG+XPDQ5HVRXUFHV´IRU:DVHGD
University Global COE Program: Global
Girsang, W. 1997. Kesenjangan di desa Transmigrasi.
Institute for Asia Regional Institute (GIARI),
Harian Nasional Kompas, p.4. 23 Januari 1997.
Tokyo, January 17-18, 2008.
Kompas Jakarta.
Tambunan, T. 1995. Forces Behind the Growth of
Girsang, W. 2009. Participatory learning in agricultural
Rural Industries in Developing Countries. A
extension: Constraints, processes and strategies
Survey of Literature and A Case Study from
enhancing adoption of fasciolocis control in
Indonesia. Journal of Rural Studies 11: 203-
West Java-Indonesia. Lamber Publishing
215.
Company. Koln. Germany.
Tjondronegoro, S.M.P., I. Soejono, & J. Hardjono.
Harris, J. 1989. Urban poverty and urban poverty
1996. Poverty in Indonesia. In Quilibria, M.G.
alleviation. Urban poverty and urban poverty
(Editor), Rural Poverty in Developing Asia.
alleviation.
Part 2: Indonesia, Republic of Korea,
Harris-White, B. 2005. Destitution and poverty of its Philippines and Thailand. Manila: Asian
politics-with special reference to South Asia. Development Bank.
World Development 33: 881-891.
van Oostenbrugge, J.A.E, W.L.T van Densen, &
Perdana, A.A., & J. Maxwell. 2004. Poverty Targetting M.A.M. Machiels. 2004. How the uncertain
in Indonesia: Programs, Problems and Lessons outcomes assosiated with aquatic and land
Learned. CSIS Working Paper Series (WPE) resource use affect livelihood strategies in
083, March 2004. http://www.CSIS.org.id/ coastal communities in the Central Moluccas,
papers/wpe083. Indonesia. Agricultural Systems 82: 57-91.
Pretty, J.N. & B.R. Frank. 2000. Participation and World Bank. 2006. Making the New Indonesia Work
Social Capital Formation in Natural Resource for the Poor. Washington D.C. The World
Management: Achievements and Lessons. Pp. Bank, dalam Arifin, B., 2007, Diagnosis
178-188 in Changing Landscapes-Shaping Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian, PT
Futures. Melbourne Convention Centre, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Melbourne Australia: International Landcare
2000.

journal homepage: http://paparisa.unpatti.ac.id/paperrepo/

54  
 

Anda mungkin juga menyukai