PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Ketahanan Pangan suatu rumah tangga dapat dilihat indikatornya dari pangsa
pengeluaran rumah tangga tersebut baik dari pengeluaran pangan dan non pangan.
Pengeluaran pangan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial dan ekonomi.
Dari peneliti sebelumnya, Fibriana Ginting dan Julia Friska (2011), bahwa Faktor-
faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga ialah Pendapatan
Keluarga, Jumlah Angggota Keluarga, Pendidikan Ibu, Jumlah beras Raskin yang
diterima.
Tingkat pengeluaran terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan
dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan/permintaan terhadap kedua kelompok
tersebut pada dasarnya berbeda-beda. Dalam keadaan kondisi pendapatan terbatas,
kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan
rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli
makanan. Faktor pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
pola konsumsi rumah tangga. Pendapatan yang semakin tinggi menunjukkan daya beli
yang semakin meningkat, dan semakin meningkat pula aksesibilitas terhadap pangan
yang berkualitas lebih baik. Faktor lain yang juga berperan dalam pengeluaran pangan
adalah Lingkungan (Akses social). Kesemua faktor sangat menentukan kualitas
pangan yang dikonsumsi rumah tangga, yang pada akhirnya akan menentukan
Kesejahteraan rumah tangga terhadap ketahanan pangan.
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk menganalisis/mengkaji derajat ketahanan pangan pada keluarga miskin
dan tidak miskin
2. Dapat membedakan derajat ketahanan pangan anatara keluarga miskin dan non
miskin
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi
Kecamatan Kasihan merupakan wilayah
yang berada di sebelah Utara dari Ibukota
Kabupaten Bantul. Kecamatan Kasihan
memiliki 4 Desa Adiminstratif
diantaranya Desa Ngestiharjo, Desa
Bangunjiwo, Desa Tirtonirmolo, dan Desa
Tamantirto. Wilayah Kecamatan Kasihan
Bagian Utara berbatasan dengan
Sumber : https://www.google.com/maps/place/Kec.
+Kasihan
kecamatan ngampilan, Bagian Timur
berbatasan dengan Kecamatan Sewon, Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Sewon dan Pajangan, dan Bagian Barat Kecamatan Kasihan berbatasan dengan
Kecamatan Pajangan (Bantulkab.go.id, 30 november 2016).
Secara topografi Kecamatan Kasihan berada di dataran rendah dan perbukitan.
Desa Tamantirto, Ngestiharjo, Tirtonirmolo merupakan daerah dengan dataran
rendah, sedangkan Bangunjiwo merupakan daerah perbukitan, meskipun ada sebagian
pedukuhan di Bangunjiwo yang berada di dataran (Statistik Kecamatan Kasihan oleh
BPS, 2016). Ibukota Kecamatan Kasihan berada pada ketinggian 70 meter diatas
permukaan laut. Jarak Ibukota Kecamatan ke Pusat Pemerintahan (Ibukota)
Kabupaten Bantul adalah 9 km. Kecamatan Kasihan beriklim seperti layaknya daerah
dataran rendah di daerah tropis dengan cuaca panas sebagai ciri khasnya. Suhu
tertinggi yang tercatat di Kecamatan Kasihan adalah 34ºC dengan suhu terndah 22ºC.
Bentengan wilayah di Kecamatan Kasihan 80% berupa daerah yang datar sampai
berombak dan 20%berupa daerah yang berombak sampai berbukit rendah.
(bantulkab.go.id, 30 November 2016). Kecamatan Kasihan mempunyai luas wilayah
3.238 Ha yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian seluas 718 Ha (sawah 563 Ha &
bukan sawah 155 Ha), dan untuk lahan bukan pertanian seluas 2.520 Ha (pekarangan,
perumahan, jalan, irigasi, bangunan gedung, tempat ibadah, lapangan olah raga,
pemakaman dan lain-lain. (BPS Kecamatan Kasihan 2016).
3
Untuk luas pada setiap desa akan dilihatkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.1 Luas Desa Kecamatan di Kecamatan Kasihan Tahun 2016
Dapat diketahui dari tabel diatas bahwa dari ke empat Desa yang ada di Kecamatan
Kasihan Desa Bangunjiwo merupakan desa yang mempunyai wilayah paling luas
yaitu mencapai15,43 Ha. luas tersebut dapat dikatakan 2 kali lebih luas dari ketiga
desa lainnya. Rata rata luas di tiga desa Tirtonirmolo, Tamantirto, dan Ngestiharjo
adalah sekitar 5,65 Km2. Sehingga presentase terhadap luas Kecamatan Kasihan di
Desa Bangunjiwo mencapai 47, 65%. Dan Desa Ngestiharjo merupakan desa yang
memiliki luas wilayah paling sedikit yaitu sekitar 5,10 Km2. Meskipun Bangunjiwo
memiliki luas wilayah paling besar tetapi jumlah penduduk terbilang sedikit jika
dibandingkan dengan Ngestiharjo yang luas wilayahnya terendah di antara desa
lainnya di Kecamatan Kasihan. dan berikut akan di uraikan dalam table di bawah ini:
Tabel 1.2 Kepadatan Penduduk di Kecamatan Kasihan
Kepadatan
Desa Luas Km2 Jumlah Penduduk Penduduk (Jiwa
Km2)
Bangunjiwo 15,43 27.617 1.789
Tirtonirmolo 5,13 26.617 5.134
Tamantirto 6,2 28.408 4.227
Ngestiharjo 5,10 39.959 7.835
Total 32,38 122.323 3.778
Dapat diketahui bahwa luas wilayah Kecamatan Kasihan mencapai 32,38 Ha sehingga
kepadatan penduduk mencapai 3.778 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan tertinggi
ada pada Desa Ngestiharjo yaitu 7.835 jiwa perkilometer persegi, padahal jika melihat
pada tabel 2.1 Desa Ngestiharjo memiliki Luas wilayah terkecil di Kecamatan
Kasihan. Dan Bangunjiwo merupakan desa terluas di Kecamatan Kasihan, tetapi
4
memiliki tingkat kepadatan yang paling sedikit yaitu 1.789 jiwa perkilometer persegi.
Dan hal tersebut karena lokasi kedua desa yang berbeda. Ngestiharjo yang merupakan
wilayah semi perkotaan yang berbatasan dengan kota Yogyakarta dan menjadi pusat
pertumbuhan dan pembangunan sehingga banyak orang yang berdatangan dan bahkan
menetap. Dan wilayah desa Bangunjiwo yang jauh dari pusat kota termasuk dalam
kategori pedesaan, dan masih memilki sawah yang cukup luas. Berikut akan diuraikan
dalam tabel luas lahan sawah pada masing-masing desa di Kecamatan Kasihan.
Tabel 1.3 Luas Lahan Sawah di Kecamatan Kasihan
Tabel di atas adalah Luas Lahan sawah di Desa yang ada di Kecamatan Kasihan.
Menurut analisis BPS Kecamatan Kasihan Tahun 2016 konversi lahan atau perubahan
fungsi lahan ke sector lain di Kecamatan Kasihan rata-rata sebesar 2% pertahun,
angka tersebut di atas rata-rata Kabupaten Bantul sebesar 0,5%. Konversi lahan
tersebut terutama beralih untuk bangunan rumah tinggal. Hal ini dapat dilihat
terutama di Desa Banguniiwo yang saat ini ditemukan lokasi perumahan baru, yang
sebelumnya merupakan lahan pertanian produktif. Peralihan fungsi lahan pertanian
menjadi pemukiman dan bahkan bangunan toko juga terjadi di Desa Ngestiharjo yang
memilki luas lahan persawahan terkecil yaitu 60, 65 Ha.
1. Profil Desa TamaTirto
Desa Tamantirto merupakan salah satu desa yang terletak di kecaamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul dengan topografi dataran rendah. Secara administratif Desa
Tamantirto terbagi menjadi 10 Dusun dan 89 RT. 10 Dusun di Desa Tamantirto yaitu
Dusun Geblagan, Gatak, Ngebel, Ngrame, Jetis, Jadan, Brajan, Gonjen, Kasihan, dan
Kembaran.
a. Batas Wilayah
Desa Tamantirto di sebelah utara yaitu Desa Ambarketawang, di sebelah selatan
dan barat berbatasan dengan Desa Bangunjiwo, sebelah timur berbatasan dengan Desa
Tirtonirmolo.
5
b. Luas Wilayah
Luas keseluruhan wilayah Desa Tamantirto adalah 672,00 Ha, tanah kas desa
146,00 Ha, tanah tegalan/sawah kering/kebun 15.000 Ha, bangunan atau pemukiman
443,000 Ha, tanah lapangan 5,000 Ha, tanah pertanian 174,000 Ha. Jumlah penduduk
Desa Tamantirto pada Juli 2017 tercatat berjumlah 20,667 jiwa dengan jumlah kepala
keluarga sebanyak 6,733 KK. Jumlah penduduk di Desa Tamantirto berdasarkan jenis
kelamin dibagi atas jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan.
Jumlah penduduk laki-laki yakni sebanyak 10,333 jiwa dan jumlah penduduk berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 10,334 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di Desa
Tamantirto yaitu 3.736 jiwa/km2. Persentase laju pertumbuhan penduduk di Desa
Tamantirto pertahunnya yaitu sekitar 1,8% per tahun.
B. Karakteristik Sampel
1. Umur
Umur berpengaruh terhadap perduktifitas seseorang, semakin bertambahnya
umur maka produktfitas bertambah, dan akan kembali mengalami penurunan setelah
melewati umur produktif. Berikut adalah tabal umur anggota keluaarga pada rumah
tangga responden
Tabel 1.4 Umur Angota Keluarga pada Rumah Tangga
No Responden
Kedudukan di Keluarga Umur (tahun)
1 Keluarga Ekonomi Rendah
Suami 23
Istri 21
2 Keluarga Ekonomi Menengah
Suami 33
Istri 33
Anak laki-laki 8
Tabel 1.4 menunnjukan bahwa usia kedua anggota keluarga tersebut tergolong
muda dan masih tergolong usia produktif untuk mencari nafkah (21-33 tahun).
Sehingga dapat mengerjakan pekerjaan mereka dengan maskimal untuk mencukupi
kebutuhan rumah tangganya. Sedangkan untuk anak laki-laki berusia 8 tahun belum
cukup produktif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga kedua orang
tuanyalah yang bertanggung jawab untuk itu.
2. Tingkat Pendiidikan
6
Semakin baik tingkat pendidikan seserang maja semakin baik juga pengetahuan
dan wawasan mereka, sehingga diharapkan mampu memberikan dukungan dalam
aktivitasnya baik sosial maupun ekonomi. Berikut tabel tingak pendidikan responden
.
Tabel 1.5. Tingkat Pendidkan Suami dan Isri pada Rumah Tangga Responden
No Kedudukan dikeluarga Pendidikan
1 Keluarga Ekonomi Rendah
Suami SMA
Istri SMA
2 Keluarga Ekonomi Menengah
Suami S1
Istri S1
Berdasarkan tabel 1.5 diketahui bahwa tingkat pendidikan kepala keluarga dan
istri untuk yang berekonomi rendah dan tinggi berbeda. Keluarga dengan eknomi
menengah memiliki tingkat pendidikan lebih baik ketimbang keluarga dengan
ekonomi rendah.
7
rendah yang hanya memiliki pendapatan 900.000 per bulan. Istri dengan ekonomi
rendah tidak bekerja saat ini karena dalam keadaan hamil.
8
melahirkn dengan bayi BBLR.
9
1 Beras 180.000 29.9
2 Singkong 20.000 3.3
3 Tempe/Tahu 28.000 4.6
4 Ikan Kering 10.000 1.7
5 Ikan Segar 80.000 13.3
6 Telur 40.000 6.6
7 Bayam 20.000 3.3
8 Kangkung 20.000 3.3
9 Kacang Panjang 10.000 1.7
10 Pisang 40.000 6.6
11 Gula 14.000 2.3
12 Minyak Goreng 52.000 8.6
13 Bumbu 30.000 4.9
14 Kue 24.000 3.9
15 Mie 10.000 1.7
16 Teh 5.000 1
17 Kopi 20.000 3.3
Total 603.000 100
Berdasarkan tabel diatas jumlah total pengeluaran untuk pangan sebesar Rp.
603.000 atau 60.3%, persentase tersebut berdasarkan perhitunngan jumlah
pengeluaran pangan dibagi dengan pendapatan lalu dikali 100%. . Beras mengambil
pengeluaran paling dominan dengan jumlah 29.9%. Dilanjutkan dengan pengeluaran
untuk hewani sebesar 26.2% baik itu protein nabati (tempe dan tahu) atau hewani
(telur,ikan kering, ikan segar).
Berdasarkan tabel 2.0 pengeluaran non pangan untuk keluarga dengan ekenomi
rendah adalah sebesar Rp. 397.000 atau 39.7% yang paling banyak persentasenya
10
digunakan untuk membeli kebtuhan HP seperti pulsa maupun kuota. Dari tabel diatas
tidak terlihatt pengeluaran yang digunakan untuk menabung. Sehingga dalam sebulan
pendapatan habis digunakan untuk pangan dan non pangan.
Berdasarkan tabel 2.1 diketahui bahwa pengeluaran untuk pangan sejumlah Rp.
11
1.459.000 atau sebsar 28.6% dari jumlah pendapatan. Pengeluaran terbesar digunakan
untunk membeli beras yaitu Rp. 325.000 atau 22.3%. Dari tabel diatas terlihat bahwa
jenis makanan lebih bervariasi baik itu smber protein, vitamin dan mineral.
Berdasarkan tabel 2.2 total pengeluaran untuk non pangan sebesar Rp. 3.641.000
atau 71.4%. Pengeluran yang digunakan untuk non pangan bervariasi jenisnya, yang
paling besar digunakan untuk menabung di BANK dengan jumlah Rp.1000.000 atau
sebesar 27.4%. Pengeluaran non pangan juga digunakan untuk membayar BPJS
(kesehatan), keperluan mandi, kecantikan, transportasi, arisan, WIFI rumah
(indiHome) dan sebagainya.
12
Cukup (>80%)
2 Rentan Pangan, Pengeluaran
Jika Proporsi Pengeluaran Pangan : 60,3%
Pangan Tinggi(≥60%), TKG TKG : 87,8%
Cukup(≥80%)
3 Kurang Pangan,
Jika Proporsi Pengeluaran
Pangan Rendah(<60%), TKE
Kurang (≤80%)
4 Tahan Pangan,
Jika Proporsi Pengeluaran
Pangan Tinggi(≥60%), TKE
Kurang (≤80%)
Sumber Kategori : Jonsson and Tole, 1991 dalam Ariani M dan Handewi PSR, 2003
Berdasarkan tabel 2.3 diketahui bahwa derajat ketahanan panan dari keluarga dengan
ekonomi rendah adalah Rentang Pangan dengan Pengeluaran Pangan 60,3% dan
TKG 87,8%. Sementara derajat ketahanan pangan untuk keluarga dengan ekonomi
menengah adalah Tahan Pangan dengan pengeluaran pangan sebesar 28,2% dan
TKG 102,9%.
F. Pembahasan
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan keluarga tersebut
yang dmampu diakses baik itu dari segi fisik, ekonomi dan sosial. Ketahanan pangan
pada keluarga dapat dicerminkan berdasarkan kualitas dan kuantitas asupan individu
dari anggota keluarga tersebut, dengan begitu pangan dapat dikatakan alat untuk
mencapai kesejahteraan.
Berdasarkan dengan hasil turun lapangan keluarga dengan ekonomi menengah
berstatus tahan pangan dengan proporsi pengeluaran untuk pangan yang rendah
(<60%) serta asupan energi yang normal. Pendapatan pada keluarga ini terbilang
tinggi sehingga memudahkan mereka untuk mengakses pangan yang bervariasi dan
berkualita. Pengeluaran non pangan juga salah satunya diperuntukan untuk menabung
yang mana dapat dijadikan simpanan untuk pengeluaran pangan yang tidak terduga
sewaktu-waktu.
Lain halnya dengan keluarga ekonomi rendah, derajat ketahanan pangan keluarga
tersebut yaitu rentan pangan yang artinya bahwa keluarga tersebut berpotensi untuk
mengalami rawan pangan karena pendapatan yang rendah dan pengeluaran pangan
yang lebih dari 60%, walau proporsi pengeluaran pangan lebih tinggi, energi yang
dikonsumsi dirasa masih kurang berdasarka kategori Gibson 2005, terlebih istri dari
13
keluarga tersebut dalam keadaan hamil, dibuuhkan energi lebih untuk tumbuh dan
kembang janin yang ada dikandungannya. Jika dilhat dari tabel 1.9, jenis pangan yang
kerap dikonsmsi masih kurang bervariasi. Oleh karena itu dibutuhkan edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan peran ibu rumah tangga untuk mengatur
menu makanan menjadi lebih bervariasi dan bergizi tinggi.
Sementara untuk pengeluaran non pangan terbanyak diperuntukan untuk
mmembeli kosmetik, gas dan tagihan air. Tidak adanya pengeluaran untuk menabung
akan memperparah keadaan dimasa yang akan datang karena kepala keluarga
merupakan seorang pedagang yang pendapatan tiap harinya tidak menentu.
Oleh karena itu, rumah tangga pada kategori ini disarankan agar dapat
meningkatkan pendapatan keluarga dan lebih banyak mengkonsumsi bahan pangan
yang bergizi tinggi. Peningkatan mutu pangan dapat ditingkatkan dengan
memperhatikan kuantitas dan kualitas pangan itu sendiri.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Proporsi pengeluaran pangan keluarga dengan ekonomi rendah yaitu 60.3%
dengan TKG sebesar 87.9% (defisit tingkat ringan), sedangkan keluarga dengan
ekonomi menengah pengeluaran ntuk pangan yaitu 28.6% dan TKG sebesar
102.9% (normal)
14
2. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga ekonomi rendah yaitu berstatus rentan
pangan dan keluarga dengan tingkat ekonomi menengah yaitu tahan pangan.
B. Saran
Untuk keluarga dengan ekonomi rendah disarankan agar menambah jumlah
pendapatan agar kebutuhan pangan baik itu kualitas dan kuantitasnya terpenuhi.
Serta perlunya sang ibu untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan cara
mengatur menu makanan yang bervariasi dan bergizi tinggi.
Untuk keluarga dengan ekonomi mennegah disarankan agar tetap konsisten
mengonsumsi makanan yang bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan/kebiasaan
saat ini, agar tidak terjadinya kekurangan konsumsi energi.
Daftar Pustaka
Ariani, M & Handewi, PSR. 2003. Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Rumah .
Bogor : Jurnal Media Gizi dan Keluarga, Desember 27 (2): 1-6, IPB.
Arida, A. Sofyan dan K. Fadhiela. 2015. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Pangan dan Konsumsi Energi. Jurnal Agrisep
Vol (16) No. 1.
15