Anda di halaman 1dari 7

Kisah Penggembala Kambing yang

Hafal Al-Quran
Rabu, 13 November 2013 - 09:22 WIB

Ia sengaja tidak memiliki radio dan televisi. Ia sengaja tidak membaca koran dan
mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di seluruh dunia. Tapi ia ingin hanya tahu
informasi dari Allah dari al-Quran

ilustrasi

Terkait

 Mencetak Calon Pengusaha yang Hafal Qur’an


 Kiat Rifdah Farnidah Menghafal Qur’an, termasuk Enggan Pacaran
 Islam, Korban dan Kambing Hitam Intoleransi
 “Semoga Seujung Kuku ini Jadi Saksi untuk Palestina”

SEORANG penggembala kambing, sebut saja namanya Urwah, dari negara


Kuwait menceritakan kisahnya seperti yang ditulis oleh Syeikh Hamdan
Hamud Al-Hajiri dalam kitabnya “Auladuna, Kaifa Yahfazhunal
Qur`an”. Berikut adalah kisahnya.
Pada saat berangkat, aku merasakan dua hal yang berbeda pada waktu
yang bersamaan. Di satu sisi aku merasa sedih karena harus berpisah
dengan keluarga di kampung, namun di sisi lain aku merasa senang
karena bisa pergi ke Arab Saudi. Ini kali pertama aku masuk bandara dan
berpergian dengan pesawat terbang. Perasaan pun bercampur aduk,
antara gembira, sedih, dan rasa takut. Semuanya aku rasakan saat itu.
Aku tidak sempat memikirkan tentang pekerjaan dan di mana aku akan
bekerja setelah mendapatkan panggilan dari seseorang di Arab Saudi.
Bagiku yang hanya lulusan SMA ini, diterima bekerja di Arab Saudi saja
adalah sesuatu yang hebat; karena jarang bagi kalangan menengah ke
bawah di kampungku untuk pergi ke luar negeri. Apapun pekerjaannya,
yang penting halal dan hasilnya dapat aku tabung untuk kembali ke
Kuwait.
Tak terasa, muncul dalam pikiranku tentang pakaian ihram yang ingin aku
gunakan pada musim haji dan cita-citaku untuk menghafal al-Quran
selama berada di Arab Saudi. Inilah cita-citaku semenjak lama. Sungguh
aku akan berusaha menghadapi semua kesulitan untuk menggapai cita-
citaku itu.
Perasaan takut lalu berubah menjadi tenang ketika aku tenggelam
bersama cita-citaku tersebut. Namun, pikiranku seketika buyar bersamaan
dengan datangnya seorang petugas bandara yang meminta paspor. Aku
lalu menyerahkan pasporku kepadanya. Petugas itu bertanya,
“Apa pekerjaanmu? Penggembala kambing?”
“Iya.“
Aku jawab dengan tegas pertanyaannya.
Setelah mengambil barang bawaan, aku keluar bandara. Aku melihat
namaku yang tertulis di kertas besar dibawa oleh seseorang. Ternyata, dia
adalah majikanku. Dia menyambutku dengan senyuman.
Setelah itu, aku masuk mobil majikanku yang tengah parkir di sana. Aku
melihat lampu kota dari kejauhan yang perlahan menghilang seiring
dengan laju kendaraan yang membawa kami. Pertanyaan demi
pertanyaan datang silih berganti dari majikanku. Berapa tahun kamu
pernah menggembala kambing? Apakah engkau dapat mengenali
penyakit-penyakit kambing? Dan banyak pertanyaan lainnya.
Setelah pertanyaan-pertanyaan yang banyak, rasa kantuk mulai
menguasaiku. Majikanku mulai memberikan nasihat-nasihat, “Jangan
kamu putus asa! Janganlah kamu takut! Kamu harus bersemangat dan
bersungguh-sungguh.”
Kami sampai di kemah kecil setelah melalui jalan-jalan yang berliku.
Kemudian majikanku berkata, “Inilah tempat tinggalmu.” Aku merasa
senang dengan tempat yang luas serta suasana yang tenang dan indah.
Kemahku berada di dataran tinggi yang dikelilingi oleh tumpukan jerami
dan gandum. Dalam kemahku yang sederhana terdapat sebuah ruangan
kecil yang berfungsi sebagai dapur.
Pagi harinya, aku menunaikan shalat Subuh setelah terbangun dari
tidurku yang pulas karena baru pertama kali melakukan perjalanan yang
jauh.
Hari Pertama Mengembala
Pengembala kambing, ya tetap pengembala kambing. Aku tidak menyesal
bekerja sebagai pengembala kambing lagi di negeri yang jauh dari
negeriku. Meskipun di negaraku juga bisa mengembala kambing, tapi
seperti yang aku katakan, cita-citaku ke Arab Saudi adalah menunaikan
ibadah haji dan menghafal Al-Qur`an hingga 30 juz.
Aku memulai hari pertamaku bekerja. Aku lihat kambing gembalaanku
satu persatu, lalu aku membiarkannya berjalan di depan, dan aku
mengikutinya sambil membawa bekal untuk makan siang nanti. Aku
tunggangi pungung kudaku dan berdoa seperti yang tercantum dalam
firman Allah Ta’ala,
“Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal
kami sebelumnya tidak mampu menguasainya ”(QS. Az-Zukhruf: 13)
Debu-debu beterbangan dari bekas pijakan kaki kambing yang sedang
berjalan dengan perlahan. Aku hidup di gurun, bukan di tanah subur yang
mana seseorang bisa mengembalakan kambingnya dengan mudah.
Memang butuh perjuangan yang hebat untuk mencari tempat
pengembalaan kambing.
Dari kejauhan, sebuah kemah mulai terlihat. Kemah itu adalah tempat
tinggal pengembala kambing yang juga bekerja dengan majikanku. Di
sana ada beberapa orang yang tengah beristirahat. Sesampai di sana,
setelah memperkenalkan diri kepada teman-teman dengan profesi yang
sama, aku langsung berwudhu, lantas mengumandangkan azan untuk
shalat Zuhur. Gema suara azanku terdengar di sekeliling kami. Setelah
merasa aman karena kambing-kambing gembalaan berada tidak jauh
dariku, maka aku mengerjakan shalat berjamaah. Setelah itu, aku
meneruskan perjalananku yang jauh.
Dalam perjalanan, aku teringat akan keluargaku dan penduduk
kampungku. Aku teringat pula waktu awal menghafal Al-Quran di
negeriku. Yang paling kuingat adalah ucapan ayahku. Beliau berpesan
agar aku menghafal Al-Qur`an hingga khatam. Aku berkata dalam hati,
“Ini adalah kesempatan yang tak tergantikan dengan apa pun dan
merupakan ‘harta rampasan’ yang didapat tanpa susah payah, karena aku
tidak mempunyai kesibukan yang menghalangiku untuk melaksanakan
pesan ayahku itu.”
Tatkala tiba waktu pulang, aku telah mengambil sebuah keputusan yang
sangat penting, yaitu aku akan mulai menghafal Al-Quran selama di Arab
Saudi ini, Insya Allah. Ya, aku akan menghafal Al-Qur`an. Aku bersyukur
kepada Allah atas petunjuk-Nya dan atas waktu yang kosong ini. Lagi pula,
pekerjaanku berada di luar kota yang jauh dari kebisingan. Walaupun
kehidupan di sini sulit dan keras, tetapi aku merasa senang karena tidak
ada waktu untuk bergunjing, mengadu domba, dan memfitnah orang lain.
Suasana pekerjaanku sangat kondusif dan jauh dari semua hal-hal yang
tidak berguna.
Kemudian aku pulang ke kemahku dengan kelelahan. Sebelum masuk
kemah, domba dan kambing terlebih dahulu digiring menuju ke sumber
air. Kemudian aku mengambil air wudhu dan mengumandangkan azan
Maghrib di kemahku. Bersama teman-teman yang lain aku mengerjakan
shalat maghrib berjamaah.
Inilah hari pertamaku kerja di negeri ini dan demikianlah hari-hariku yang
lain, kecuali hari Jum’at; karena pada waktu itu aku melakukan shalat
Jum’at.
Hari demi hari berlalu dan tibalah musim haji. Majikanku yang baik hati
mengizinkanku pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Singkat
cerita, setelah selesai, aku kembali ke tempat majikanku yang berada di
wilayah timur negara Arab Saudi. Aku sudah berterus terang kepada
majikanku bahwa tujuan utamaku ke Arab Saudi selain untuk bekerja
adalah melaksanakan ibadah haji. Namun, dia menanggapinya dengan
senyuman seraya berkata, “Bersabarlah sebentar, tinggallah beberapa
bulan lagi di sini.”
Oleh karena itu, tidak ada hal lain lagi yang kuharapkan selain
menuntaskan hafalan al-Quran. Maka dengan sungguh-sungguh aku
membulatkan tekadku untuk itu. Aku selalu berusaha, bersabar, dan
berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberikanku petunjuk-Nya untuk
menghafal al-Quran sehingga akhirnya Allah Ta’ala memberikan karunia-
Nya, yang mana aku dapat mengkhatam hafalan Al-Quran sekitar 10 bulan
lebih semenjak datang ke Arab Saudi. Apakah engkau ingin mengetahui
bagaimana aku bisa menghafal al-Quran?
Mulai Menghafal Al-Quran
Pada setiap pagi setelah shalat subuh aku menghafal ayat-ayat al-Quran
sebanyak dua lembar. Setelah mengembala kambing, dan hendak pulang
ke kemah, aku mengulang kembali hasil hafalanku yang kudapat pagi tadi,
lalu hafalan itu diulang kembali pada keesokan harinya.
Keesokan harinya, sebelum berangkat menggembala kambing, aku
mengulangi hafalanku yang kemarin. Apabila hafalanku yang kemarin itu
sudah mantap, maka aku mulai menambah hafalanku dengan ayat-ayat
yang baru. Hal yang sama juga aku lakukan ketika pulang ke kemah, yakni
mengulangi kembali hasil hafalanku pagi tadi dan mengulang kembali
hafalan hari ini pada keesokan harinya lagi. Adapun hari Kamis dan Jum’at
aku khususkan untuk mengulang semua hafalanku.
Pada saat beristirahat, salah seorang temanku -yang menceritakan kisah
ini kepada Syeikh Hamdan Hamud Al-Hajiri- bertanya sambil terheran-
heran, “Kamu tidak memiliki radio dan televisi. Kamu juga tidak membaca
koran, lalu bagaimana kamu mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi
di seluruh dunia. Kamu benar-benar terpisah dari dunia luar.”
Sambil membetulkan posisi duduk, aku katakan, “Sungguh, rasa
khawatirku terhadap sesuatu menjadi berkurang. Pada waktu kosong ini,
aku sibuk memeriksa penyakit kambing-kambingku atau menjahit bajuku
yang sobek. Inilah kejadian-kejadian yang luar biasa bagi diriku. Adapun
kabar terhangat adalah kabar yang disebutkan dalam firman Alah Ta’ala,
Tuhan semesta alam. Sementara itu, peristiwa yang paling agung adalah
peristiwa diutusnya para nabi beserta orang-orang beriman yang
mengikutinya, bagaimana dakwah mereka dan cobaan yang menimpa
mereka. Bagi saya, berita-berita yang ada koran dan majalah tidak begitu
penting. Biarlah saya menyibukkan diri dengan kabar yang datang dari
Tuhan yang disembah para makhluk di dunia ini.”
Subhanallah, sungguh kuat keinginan si pengembala kambing ini untuk
mengisi hari-harinya dengan al-Quran. Kesibukan bekerja bukanlah
sebuah alasan baginya untuk tidak menghafal al-Quran. Hal yang
terpenting bagi kita adalah berniat sepenuh hati untuk menghafal al-
Quran, lalu melaksanakannya, kemudian istiqamah (kosisten)
menjalaninya.
Seharusnya, kecanggihan teknologi pada masa ini kita manfaatkan untuk
menghafal Al-Quran. Pada masa dahulu, barangkali cuma ada kaset atau
cakram padat (CD) yang bisa kita dengarkan untuk menghafal atau
mengulang hafalan Al-Quran. Pada masa sekarang, banyak rekaman
para qari Timur Tengah maupun dalam negeri dalam format MP3 yang
bisa kita unduh dari situs resmi, lalu kita simpan dalam telepon genggam,
sehingga bisa didengar kapan pun kita inginkan. Daripada mendengarkan
musik yang hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama, lebih baik
mendengar tilawah Al-Quran. Mengerti atau tidak maknanya, Anda sudah
mendapatkan pahalanya.
Jangan terpengaruh oleh ucapan orang, “Untuk apa menghafal Al-Quran,
toh kamu tidak mengerti.” Atau, “Yang penting adalah mengamalkan Al-
Quran, bukan sekadar menghafalnya.”
Itu hanya ucapan orang-orang yang tidak mau menghafal Al-Quran. Dia
tidak tahu bahwa membaca dan menghafal itu pintu pertama untuk
mengerti dan mengamalkan Al-Qur`an. Bukankah waktu kecil dulu kita
disuruh membaca dan menghafal bacaan shalat secara sempurna tanpa
mengetahui maknanya sama sekali? Atau bahkan sebagian dari kita masih
belum mengerti apa yang dia baca sampai sekarang?
Tunggu apalagi, marilah kita menghafal Al-Quran selagi hayat masih di
kandung badan. Berusaha untuk menghafal Al-Quran dengan
membacanya berarti kita memperbanyak satu ibadah lainnya, yakni
menyeringkan bacaan Al-Quran. Banyak hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam yang menganjurkan kita untuk membaca Al-Quran, di antaranya
adalah yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili, yang mana dia
berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafaat kepada para
pembacanya pada hari kiamat nanti.” (HR. Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah
akan memuliakan suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur`an) dan menghinakan
yang lain.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang
yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al-Quran dan
mengajarkannya (kepada orang lain).” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan
At-Tirmidzi).
Semoga kita termasuk orang-orang yang gemar membaca Al-Quran,
memahami maknanya, menghayatinya, mengamalkannya, menghafalnya,
lalu mengajarkannya.*/ Yumroni Askosendra

Anda mungkin juga menyukai