Sebelum saya menceritakan tentang hikmah yang tertulis
dalam Al-Qur’an, saya ingin bercerita tentang pertemuan saya dengan sebuah mushaf yang menemani kemana saya pergi hingga seperti sahabat. Saya teringat Al-Qur’an yang dapat memberikan syafaat di hari kiamat sehingga saya ingin mendekat pada Al-Qur’an. Sahabat ini mengisi relung hati saya saat saya memulai pencarian jati diri. Saat pergi bersama orang tua ke toko buku tahun 2007, saya teringat harus membeli Al-Qur’an yang dapat saya bawa kemana pun saya pergi. Saya membelinya dengan uang saku saya sendiri. Saat itu, saya duduk di kelas XI SMA. Saya memilih Al-Qur’an wanita berwarna merah muda yang disertai dengan terjemahan. Saya jatuh hati padanya. Saya sekolah di sekolah Islam sehingga kegiatan di sekolah membuat saya dekat dengan Al-Qur’an, termasuk kegiatan menghapalnya. Saya selalu menandai Al-Qur’an dengan stiker bening apabila ada arti Al-Qur’an yang dapat dijadikan hikmah dan semangat untuk kehidupan saya. Saat kuliah, saya selalu membawa Al-Qur’an kemana pun saya pergi, selain ke toilet. Saya gunakan waktu untuk membaca Al-Qur’an dan meresapinya saat selesai salat, menunggu dosen, dan rapat organisasi. Saya targetkan saya membaca satu juz per hari. Ada tanda kasih yang Allah berikan melalui mushaf ini. Saat saya sedang berjamaah sepulang mengerjakan kegiatan kampus, saya salat di masjid terdekat kosan saya. Sebelum salat, tidak biasanya saya mengeluarkan leptop dan Al-Qur’an dari tas. Saat sujud, ada sekelibat suara srek yang dilanjutkan dengan suara motor yang bergegas pergi. Ketika saya bangun dari sujud, dalam keadaan masih menunaikan salat, saya mendapati tas saya sudah tidak lagi ada di tempatnya. Ya, ada seseorang yang mengambil tas saya. Pikiran saya bercampur aduk saat melanjutkan salat. Antara percaya dan tidak percaya. Dalam waktu sekian detik yang ada menjadi tiada. Saya bersyukur Al-Qur’an dan leptop saya tidak hilang karena sudah saya keluarkan sebelumnya. Mereka berdua selamat dari pencurian.
Pengalaman selanjutnya saat saya berada dalam bus
jurusan Bandung-Merak. Saya meninggalkan Al-Qur’an saya di bus setelah membacanya. Saat tersadar, rasanya seperti ada relung hati yang hilang. Saya berusaha mencari, menelpon pihak bus, dan melaporkan jadwal keberangkatan bus saat itu. Mungkin pihak bus menganggap itu hanya sebuah Al-Qur’an, bukan benda berharga yang layak dicari. Tentu tidak, itu adalah sahabat saya yang menemani kemana saya pergi. Yang ketika saya bingung dengan ujian hidup, saya akan salat, berdoa, memejamkan mata, dan membuka ayat secara acak. MaasyaAllah, saya selalu menemukan jawaban permasalahan saya dalam Al-Qur’an. Sudah banyak stiker panah untuk menandakan terjemahan yang saya garis bawahi. Akhirnya ada seseorang yang membawanya dan mengubungi saya lewat pesan singkat di handpone. Ia turun setelah saya. Ia adalah teman berbincang saat saya di bus. Kebetulan saya menaruh nomor hp dalam Al-Qur’an saya. Alhamdulillah, memang betul, jika sudah rezeki ia tidak akan pergi kemana.
Saya menikah saat kuliah dan menjalani hubungan jarak
jauh dengan suami saya. Kegiatan bersama Al-Qur’an mulai berkurang karena kesibukan menjalani koas di rumah sakit dan mengurus anak saya yang masih 3 bulan sendirian. Sejatinya alasan ini bukanlah pembenaran karena kita yang meluangkan waktu untuk Al-Qur’an, bukan Al-Qur’an yang mengisi waktu luang. Saat saya membawa anak saya untuk ikut dinas ke daerah, saya membaca ALQur’an dalam mobil travel. Saya taruh di saku mobil tersebut setelahnya. Saya memang pelupa. Selama dinas di daerah bukittinggi, saya masih disibukan dengan tugas sebagai dokter muda di bangsal saraf. Kesibukan dunia telah melalaikan saya dari membaca Al-Qur’an. Saya lupa saat saya meninggalkan Al-Qur’an di mobil travel teresebut. Saya membaca Al-Quran beberapa kali dari handpone dan tidak sadar dengan Al-Qur’an yang tertinggal sekian lama . Setelah seminggu, saya baru menyadari saya kehilangan Al-Qur’an. Sesal tiada guna. Saya menghubungi administrasi kantor travel tersebut dan ia bilang tidak ada. Padahal sebelumnya saya menelpon supir travel katanya ada di kantor. Saya sungguh merasa kehilangan dan menyesal. Saya tidak lagi banyak berinteraksi dengan Al- Qur’an yang selama ini menemani saya kemana pergi. Ia pergi dengan sendirinya, setelah saya tidak dapat menjaganya. Saya pun menunggu ada yang menghubungi saya selama 5 tahun ini. Ia pergi. Sahabatku yang mengisi relung hati ini telah pergi. Itu perasaan saya saat tidak mengetahui keberadaan Al-Qur’an yang saya bawa kemanapun saya pergi selama 7 tahun. Setiap mengingat kejadian tersebut saya terus beristigfar karena saya telah menjauhi Al-Qur’an hingga ia pergi bersama pemilik yang baru.
Sekarang waktunya saya bercerita tentang hikmah Al-
Qur’an yang selama ini saya pegang sebagai pedoman hidup. Salah satu contohnya ada pada QS. Al-Baqarah ayat 45 tentang sabar dan salat. Menurut saya, kesabaran ini sifatnya abstrak. Dia tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata dan hanya bisa dijalani tanpa batas. Bagi saya yang emosional, sulit sekali menjalani suatu ujian dengan sabar. Saya tidak tahu apakah saat diuji saya sudah bersikap sabar atau belum. Siapa sih di dunia ini yang bisa lepas dari ujian? Sabar itu mahal sehingga berhadiah surga. Kalau sabar itu mudah, hadiahnya cuma permen. Hehe
“Jadikanlah sabar dan salat menjadi penolongmu .Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)
Hikmah kedua yang saya pegang adalah tentang kedekatan
Tuhan dengan kita. Sebesar apapun masalah kita di dunia, bagi Allah sangat mudah menyelesaikannya. Hanya pandangan Allah itu jauh ke depan. Mungkin kita tidak akan menerima jawaban yang Allah berikan atas ujian kita saat itu, tapi kita akan besyukur di kemudian hari. Percayalah, Allah tidak pernah menyalahi janji bahwa Allah sangat dekat dan selalu ada untuk hamba yang terus berusaha, sabar, dan berdoa. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya. Kami lebih dekat daripada urat lehernya.” (Qs. Qaf:16)