Anda di halaman 1dari 233

KONSELING MULTIKULTURAL

Agama Sendiri

Oleh :

Aan Qona’ah

1715121296

BK REGULER 2012

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015
Timeline pengalaman keberagamaan

Belajar surat-
surat pendek
Belajar kitab kuning
Belajar Iqra
Zakat
Hatam Al Qur’an
Diadzani Isra Mi’raj
Belajar solat
saat lahir Solat 5 Waktu

Sekolah agama Puasa


Aqiqah Haul Irma

Lahir Sekarang

Jarang membaca Al-


Qur’an
Menganggap Allah
tidak adil
Islam Agamaku......

Dikeluarga saya, semuanya beragama Islam. Saya lahir dan dibesarkan oleh keluarga
islam. Maka diharuskan semuanya bisa membaca Al –Qur’an. Dimana, dari sejak kecil kami
sudah dilatih untuk menghapal ayat-ayat pendek, membiasakan do’a sehari-hari seperti do’a
sebelum makan, setelah makan, sebelum tidur, dan masih banyak do’a sehari-hari yang
lainnya. Kebiasaan yang selalu dikeluarga saya ialah mengharuskan anak-anaknya mondok di
pesantren. Semua anak nenek saya pesantren, dan mengaharuskan juga cucunya pesantren.
Hal tersebut dikarenakan pentingnya belajar agama. Dan apabila mondok, maka akan melatih
kemandirian dan agama yang dipelajari akan lebih banyak.

Pengalaman keberagamaan saya yang paling menyenangkan ialah saya merasa


bersyukur karena saya dapat membaca Al-Qur’an, yang ketika kecil diharuskan bisa atau
dipaksa orangtua agar dapat membacanya, saya merasa sangat bahagia bisa membacanya
dan merasakan manfaatnya sekarang. Pengalaman yang lainnya sewaktu kecil ialah ketika
saya hatam Al-Qur’an pertama kalinya ibu saya memberikan hadiah Al-Qur’an baru dan ibu
memasak nasi kuning kemudian membagikannya ke tetangga dan mengatakan bahwa
anaknya hatam membaca Al-Qur’an. Hal tersebut membuat saya bersemangat lagi
membacanya. Ketika saya sekolah agama saya banyak menerima ilmu-ilmu agama, selain
membaca Al-Qur’an saya juga menerima ilmu lainnya seperti fiqih, aqidah ahlak, sejarah
islam, bahasa Arab sampai kitab kuning (safinah, jurumiah, ahlaqul banen, dan masih banyak
lainnya) saya terima di sekolah agama, dimana saya menjadi tahu banyak tentang apa yang
harus dilarang ataupun yang boleh dilakukan sesuai dengan ajaran islam. Dengan saya
mengetahuinya, maka dalam bertindak saya selalu berhati-hati serta ingat dengan ajaran
agama yang saya anut. Hal tersebutlah yang menjadikan saya yakin terhadap agama yang
saya anut. Disekolahpun saya mengikuti ekstrakulikuler irma (Ikatan Remaja Mesjid). Selain
itu, kewajiban seorang muslim yang lainnya yaitu solat, zakat, puasa.

Kegiatan agama yang lainnya yang saya lakukan ialah haul, dimana untuk memperingati
orang yang meninggal. Isra mi’raj acara yang selalu di ikuti. Maulid nabi Muhammad.

Pengalaman keberagamaan saya yang kurang menyenangkan ialah ketika saya


teringat dengan ibu, kadang saya merasa Allah itu tidak adil dengan saya, ibu saya diambil
ketika saya dan adik saya masih kecil. Dimana pada saat itu orang lain masih bermanja-manja
dengan ibu mereka sedangkan saya tidak. Ketika kami masih kecil dan mengharapkan kasih
sayang yang lebih dari ibu seperti anak-anak yang lainnya. Hal tersebut pun sampai sekarang
saya rasakan. Kadang saya merasakan ketika teman-teman pulang ke rumah ataupun pulang
kampung mereka sangat bahagia karena bertemu dengan ibu ataupun orangtua, sedangkan
saya tidak. Kadang saya berfikir kenapa Allah mengambil Ibu terlalu cepat, kalau bisa
memilih lebih baik saya saja. Ketika orang lain punya masalah atau ingin bercerita atau
berbagi ceritanya mereka pasti bercerita kepada ibunya, sementara saya hanya pada diri saya
sendiri, hal itulah yang kadang saya berfikir Allah itu tidak adil terhadap saya, Allah tidak
sayang dengan saya. Hal lainnya ialah semakin saya besar, semakin saya jarang membaca Al-
Qur’an, tidak seperti waktu kecil yang sering membacanya. Semakin kesini banyak sekali
halangan ketika akan membacanya.

Namun, saya percaya dan yakin, semua mahluk hidup yang ada di bumi pasti mati, manusia,
tumbuhan, hewan, langit, bumi dan seisinya akan mati kecuali Allah. Hal tersebut sesuai
dengan ayat yang berbunyi “semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah
Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (QS Ar-Rahman (55) : 26-27)

“ Dan bertakwalah kamu kepada Allah Yang Hidup (kekal) yang tidak mati dan bertasbihlah
dengan memuji-Nya. Dan cukuplah ia maha mengetahui dosa-dosa hamba-Nya” {QS Al-
Furqan(25):58}

Begitupun ibu saya, ibu saya sudah waktunya untuk meninggalkan kami sehingga saya tidak
boleh menganggap Allah itu tidak adil. Karena, semuanya juga pasti akan kembali kepada-
Nya, dan saya harus belajar ikhlas dengan yang sudah Allah takdirkan kepada saya

Agama saya ialah agama islam. Agama islam merupakan agama mayoritas baik di
negara Indonesia maupun di tempat tinggal saya warganya kebanyakan beragama islam. Saya
merasa bangga karena saya beragama islam yang mana saya telah belajar tentang islam sejak
kecil dan saya sedikit-sedikit menjadi paham dan mengerti dengan islam itu sendiri.

Pemahaman tentang agama haruslah ada dalam konseling yang diberikan seorang
konselor kepada konselinya. Konselor haruslah memperhatikan agama yang dianut oleh
konselinya (apalagi kepada konseli yang berbeda agama) sehingga pemberian solusi akan
sesuai dengan apa yang diyakini konselinya, tidak bertentangan dengan agama yang dianut
konseli. Konselor sangat penting untuk memahami landasan agama secara baik karena
konselor tidak hanya memberikan pengetahuan namun agama pun penting untuk
menumbuhkembangkan tingkah laku, moral, sikap sesuai dengan agamanya. Sehingga
kepribadian serta sikap maupun tingkah lakunya harus dapat mengendalikan tingkah lakunya
dengan cara yang sesuai dengan ajaran serta tuntutan agamanya.

Daftar Pustaka :

Fauzi ichwan. 2007. Anak muslim bertanya islam menjawab. Jakarta: Kalam Mulia

Suryana, toto, dkk. 2006. Pendidikan agama Islam.Bandung: Tiga Mutiara


Time line

Pertama kali Pertama kali Di sunat Khatam al- Muhasabah


belajar puasa solat idul fitri quran
di kampung

Pertama kali
mandi wajib
Assalamualaikum wahai jiwa yang kosong………

Menurut saya Agama adalah bagian dari identitas saya, untuk itu saya bangga mengaku kalau
saya muslim, dan sebagai seorang pribadi nilai-nilai ke islaman yang saya peroleh sejak kecil
sampai saat ini terus melekat dan mendarah danging dalam diri saya.

Bicara mengenai islam, ada yang terlahir sebagi muslim dan ada yang berusaha untuk menjadi
muslim. Kedua nya memiliki keuntungan masing-masing sebagai orang yang terlahir muslim
mungkin kita tidak perlu susah-susah mencari pendidikan agama, dan orang yang berusaha
menjadi muslim juga berutung karena mendapat hidayah. Saya sendiri terlahir sebagai muslim
dan semua keluarga saya adalah orang islam, sebagai orang yang terlahir muslim saya sebenar
nya sempat goyah tentang iman saya, karena yang saya ketahui tentang islam hanya ritual,
seperti solat, puasa, infak dan baca al-quran. Namun seiring bertambah nya umur dan semakin
banyak membaca ataupun mendengar ceramah saya semakin kenal siapa saya, kenapa islam dan
kenapa Allah S.W.T sebagai tuhan saya.

Bicara tentang agama yang paling saya tahu adalah perkara pahala dan dosa, surga dan neraka,
didalam keluarga saya sendiri tidak ada ritual keagamaan yang khusus , kami hanya seperti
keluarga lain nya, keluarga kebanyakan di mana kami solat berjamaah dan di lanjut dengan
membaca al-quran. Di bulan puasa kami juga hanya berbuka bersama, tarawih dan sahur
bersama.

Di hari besar keagamaan seperti idul fitri dan idul adha, kami sekeluarga juga hanya solat
bersama, pulang kerumah dan saling minta maaf, di lanjut dengan makan bersama dan pulang
kampung. Jadi tidak ada ritual keagamaan yang special di dalam keluarga kami, begitu pun
tentang fiqih, kami juga tidak perlu berdebat tentang aliran NU atau Muhammadiyah karena
kami hanya keluarga muslim kebanyakan.

Pengalaman beragama saya di mulai ketika smp dimana saya mengikuti pesantren kilat dan tahu
bahwa islam bukan nya amalan dan ritual, dan saya lebih kenal apa itu dosa dan neraka ketika
akil baliq yang di tunjukan dengan peristiwa mimpi basah maka timbul lah kewajiban untuk
mandi wajib, saya ingat betul ketika itu ustad saya berkata seorang anak yang telah akil baliq
maka setiap perbuatan nya adalah tanggung jawab nya sendiri. Pada saat itu sebenarnya saya
sudah di sunat, tapi peristiwa akil baliq saya terjadi setelah 2 tahun setelah saya di sunat.
Pengalaman beragama saya yang lain adalah ketika moment khatam al-quran saya, saya
sebenarnya cukup lambat di banding teman-teman yang lain dalam membaca al-guran, sehingga
waktu itu saya ketinggalan ketika khatam al-quran, singkat nya setelah 2 bulan setelah teman-
teman yang lain mengkhatamkan al-quran nya , saya sendiri khatam al-quran di departemen
agama setempat, singkat nya cuma khataman saya sendiri yang tidak ada pawai nya, sebab saya
cuma yang khatam, ya mau bagaimana lagi, hahaha

Sepanjang umur saya waktu itu sebenarnya belum pernah saya punya pemikiran untuk
menghitung banyak nya dosa yang sudah saya lakukan, tapi ketika datang moment untuk ujian
nasional buat SMP, kami para siswa di ajak untuk melakukan muhasabah bersama, ini
merupakan istilah yang baru bagi saya, saya tidak ambil pusing kenapa tidak di coba saja, kenapa
tidak di ambil saja kesempatan ini, maka di saat muhasabah itu saya tersadar ,mengakui dosa-
dosa saya dan merasa bersalah karena nya. Sambil di pimpin oleh seorang ustad saya
membangun kembali keimanan dan jalan tauhid saya , sekeluar nya dari muhasah itu saya
merasa menjadi pribadi yang lebih baik.

Sebagai seorang muslim agama saya adalah agama mayoritas, saya mendapatkan kemudahan
dari keadaan ini, karena saya tidak perlu susah-susah mencari tempat solat karena ada banyak
masjid atau mushalla dimana-mana. Dan saya juga pernah merasa kalau menjadi muslim berarti
di anggap teroris dan radikal , setidak nya itu yang saya tahu dari media asing. Saya juga pernah
di tanya oleh teman yang beragama lain, kenapa para koruptor itu atau para pelaku kejahatan
yang lain ketika di sidang atas kejahatan nya selalu memakai peci, tanya nya kala itu, saya cuma
bisa menjawab, saat sudah susah saja mereka ingat allah tuhan nya, kalau saat senang mana ingat
mereka, itu juga merupakan refleksi saya. Kalau allah tidak pernah tidur dan setiap perbuatan
akan mendapat balasan yang setimpal entah itu dalam bentuk dosa maupun dalam bentuk pahala.

Sebagai calon konselor saya memakai agama saya untuk menjadi bagian dari kekuatan saya,
karena sebaik-baik orang adalah orang yang berguna bagi orang lain, karena inilah saya akan
terus berusaha membantu para klien saya agar mampu berkembang optimal. Dan saya akan
selalu membawa pikiran positif saya karena sebagai muslim saya di larang untuk berburuk
sangka pada orang lain.

Dari keseluruhan refleksi yang saya punya, saya bisa simpul kan saya muslim dan saya bangga.
Sekian

Walaikumussalam, warohmatullohi wabarokatu


Konseling Multikultural

“Agama Sendiri”

Disusun Oleh:

Anis Nur Husna

1715121286

Bk Reguler 2012

Bimbingan dan Konseling

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta

2015
Sejak kecil sampai sekarang saya masih mengikuti kegiatan keagamaan yang biasa
disebut dengan HAUL (untuk memperingati sanak saudara yang sudah meninggal)
dengan acara berupa pengajian, makan-makan dan pembagian sembako dll.

Selamatan aqiqah Sejak kecil sampai sekarang ini saya masih mengikuti kegiatan keagamaan seperti
dan selapanan maulid nabi dan Isra Mi’raj

Hatam Al-Qur’an Mengikuti tafakkur Ikut mengajar


Ikut lomba pertama kali alam di puncak dan mengaji anak-anak
mengaji anyer kecil disekitar
indah Ikut lomba rumah
Belajar mengaji rebbana

Belajar indah dan Mengikuti


Mengikuti muhasabah pengajian dan
mengaji dan kaligrafi
Mengikuti (renungan diri) di
menghapal Ikut arak- organisasi remaja
idul Adha masjid Tebet
doa harian arakan di masjid Al-Falah
dirumah Maulid Nabi
Belajar Ikut mengajar mengaji Mulai
memaikan anak-anak yatim piatu menggunakan
Mengikuti Rohani Mengikuti Rohani
Rebbana dan di gedung Telkom, hijab
Belajar di TPA keislaman (ROHIS) keislaman
kosidahaan kebon sirih
Azan TPA Al-Falah di SMP (ROHIS) di SMA

Lahir Mendapat Sekarang


paksaan untuk
menggunakan
hijab Galau untuk
menutup
aurat
Aku dan Kepercayaanku.

Sebagai manusia yang hidup dimuka bumi layaknya harus mempunyai kepercayaan yang mereka yakini kebenarannya sebagai
panutan hidup di alam semesta ini. Manusia yang tidak memiliki kepercayaan dalam dirinya mungkin akan merasakan bingung untuk
menjalani semua aktifitas didunia seperti melngkah namun tidak tahu kemana arahnya. Kepercayaan yang saya maksud disini adalah
Agama. Agama yang saya yakini sampai saat ini Alhamdulillah adalah Islam karena pada hakekatnya manusia diciptakan oleh Allah
SWT ke muka bumi ini hanya untuk menyembah Allah SWT. Namun sebelum lahirnya jasad manusia ke muka bumi ini,
sesungguhnya seluruh mahkluk yang Allah SWT ciptakan sudah beriman kepas Allah SWT. Siapa pun orangnya, apa pun perbedaan
bangsanya, sudah dibaiatkan oleh Allah SWT. Dalam surat Al-A‟raf ayat 172 Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Tuhan
mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allaj mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): „Bukankah aku ini Tuhan mu?‟ Mereka menjawab: „Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi‟.”

Sejak saya kecil, saya dibesarkan oleh keluarga dan lingkungan yang mayoritas beragama Islam. Mungkin jika berbicara
mengenai agama, bisa dikatakan bahwa agama yang diyakini seseorang merupakan sebuah kepercayaan yang turun-menurun
diwariskan atau dibawa oleh orangtuanya. Namun seiring berjalannya waktu, bisa saja dari setiap manusia dapat mengubah
kepercayaannya tersebut pada kepercayaan lainnya, seperti contohnya saja seseorang yang sudah sejak lahir beragama Islam dapat
mengganti kepercayaan menjadi Kristen, atau sebaliknya. Hal itu dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
pengetahuan mengenai agama lain yang semakin bertambah sehingga membuat seseorang meyakini bahwa agama tersebutlah yang
benar dan lain-lain. Namun hal tersebut tidak terjadi terhadap diri saya, Alhamdulillah sampai saat ini saya meyakini bahwa Islam
sebagai kepercayaan yang saya anut.

Saya mengenal Islam pertama kali diajarkan oleh orangtua dan keluarga besar saya melalui berbagai kegiatan-kegiatan yang
biasa dilakukan dalam Islam. Kegiatan tersebut pertama kali dibuktikan ketika saya lahir, bapak saya mengumandangkan adzan di
telinga saya layaknya aturan didalam Islam. Aturan dalam Islam mengatakan bahwa jika ada seorang anak yang baru lahir makan
ayahnya wajib mengumandakan adzan ditelinga anaknya tersebut. Setelah anaknya lahir biasanya orang yang beragama Islam
mengadakan Aqiqah. Aqiqah dapat dilaksanakan ketika beberapa hari setelah anak tersebut lahir atau bisa juga dilaksanakan ketika
anak tersebut sudah besar jika memang orangtuanya belum mempunyai biaya melaksanakan Aqiqah.

Berbicara mengenai Islam sangat erat kaitannya dengan Al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan pedoman hidup orang Islam. Oleh
karena itu orangtua saya mulai mengajarkan saya untuk membaca Al-Qur‟an sejak dini (berusia 3 tahun). Pada awalnya mungkin saya
hanya sekdar diajarakan untuk do‟a sehari-hari seperti do‟a mau makan, tidur, masuk kamar mandi, dan lain-lain. Kemudian diajarkan
untuk membaca surat-surat pendek yang ada pada Juz 30 yaitu Juz Amma. Untuk membaca surat-surat pendek yang ada pada Juz 30
saya dibimbing oleh ibu saya dirumah. Lalu ketika semakin bertambah usia memasuki SD, saya mulai mengikuti sekolah agama di
TPA Al-Falah. Disana saya dibimbing untuk dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik, belajar mengenai fiqih, aqidah, akhlak, dan lain-
lain. Jika diingat kembali masa-masa dimana saya mengikuti sekolah agama, saya sangat merasa senang karena dapat belajar
mengenai Islam, banyak teman-teman yang belajar hal yang sama dengan yang saya pelajari dan tak lupa juga ketika saat-saat
berkompetisi dengan teman-teman mendapatkan nilai paling tinggi untuk menghafal surat-surat pendek maupun panjang, nilai fiqih,
aqidah dan lain-lain. Saat itu saya terkadang juga merasa kesulitan ketika mempelajari semua hal yang terkait dengan Islam. Namun
dari hal tersebut saya menjadi paham bahwa untuk mengarahkan ,memperkenalkan, dan membimbing seorang anak mengenai Islam
harus sejak dini agar ketika mereka dewasa mereka semua dapat menjalankan kehidupannya dengan baik sesuai dengan kepercayaan
yang mereka anut.

Semakin bertambahnya usia saya, bertambah pula pengetahuan dan pengalaman saya yang berkaitan dengan kegiatan
keberagamaan. Kegiatan keberagamaan tersebut seperti belajar membaca Al-Qur‟an dengan indah, belajar menulis kaligrafi,
memainkan rebbana, hatam Al-Qur‟an, mengiktui kegiatan Idul Adha, Isra Mi‟raj, Maulid Nabi Muhammad SAW, bahkan bukan
hanya sekedar menguktinya saja melainkan turut andil dalam membuat kegiatan tersebut. Bagaimana saya bisa melakukan hal
tersebut? Jawabannya adalah karena saya mengikuti sebuah organisasi ROHIS (rohani islam) ketika saya sekolah dibangku SMP dan
SMA. Saya sangat aktif pada organisasi tersebut untuk melaksanakan program kerja atau kegiaatan yang berhubungan dengan
kegiatan keberagamaan. Saya akui banyak sekali pengatahuan dan pengalaman yang saya dapat ketika saya bergabung dalam
organisasi tersebut. Banyak sekali manfaat yang saya dapatkan dari kegiatan tersebut baik untuk diri saya pribadi dan untuk orang lain
disekitarnya. Walaupun saya saat ini dalam dunia perkulihan sudah tidak mengikuti organisai islam, namun dirumah saya bergabung
dengan sebuah organisasi remaja masjid, dimana didalam organisai tersebut tidak jauh beda dengan organisasi-organisasi islam yang
pernah saya jalani sebelumnya. Sampai pada akhirnya saya memutuskan untuk menutup aurat. Saya merasa bahwa seorang wanita
dewasa seperti saya sudah sepantasnya dan wajib menutup aurat.

Menutup aurat merupakan keputusan yang sama ambil ketika saya memasuki perkuliahan pada semester tiga. Dalam
perjalanan saya menuju pengambilan keputusan menutup aurat sangatlah panjang. Saya sering mendapatkan teguran dari saya duduk
di bangku SMA untuk menutup aurat oleh guru pembimbing agama dan Mentor Organisasi saya. pada saat itu saya mengalami konflik
batin ketika saya merupakan wanita Islam yang menjabat sebagai Ketua Keputrian pada organisai ROHIS namun tidak menutup aurat.
Hal tersebut membuat saya bertanya-tanya karena didalam diri saya pada saat itu belum ada keinginan untuk menutup aurat. Namun
seiring berjalannya waktu, saya memutuskan untuk menutup aurat ketika semester tiga. Menurut saya, keputusan yang saya ambil
belum terlambat untuk menutup aurat sebagaimana yang diajakran dalam Islam jika seorang perempuan wajib menutp aurat.

Islam merupakan agama mayoritas yang terdapat di lingkungan saya, mulai dari lingkungan tempat tinggal, sekolah, dan
pergaulan walaupun juga memang terdapat beberapa orang yang menganut agama lainnya. Namun saya sebagai orang Islam tetapt
menghormati setiap orang yang memiliki kepercayaan berbeda dengan saya, saya tetap menajalin komunikasi yang harmonis dengan
mereka. Saya tidak memiliki prasangka-prasangka yang buruk terhadap mereka yang memiliki agama yang berbeda karena mereka
memiliki hak untuk memilih agama apa yang mereka anggap benar da mereka yakini sebagai kepercayaan mereka. Namun yang
sampai saat ini membingungkan adalah Islam sangat dikait-kaitkan denga terorisme. Karena pelaku-pelaku terorisme kebanyakan
berasal dari orang-orang yang beragama Islam. Saya sangat menyayangkan dengan adanya prasangka itu karena dapat memecah-
belahkan orang-orang agama Islam dengan sesama agama Islam, maupun orang-orag yang beagama Islam dengan agama lannya.

Daftar Pustaka

TIM Penceramah Jakarta Islamic Centre (JIC). 2005. ISLAM Rahmat Bagi Alam Semesta. Jakarta: Alifa Books
Konseling Multikultural

“Agama Sendiri”

OLEH

Aryo Luhur Wicaksono

1715121285

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015
TIMELINE PENGALAMAN KEAGAMAAN

Mulai belajar
Dianggap agama kembali
santri yang
karena lingkungan
pandai oleh yang mendukung
Menemu ustadz
kan
tempat
mengaji
yang pas
Khatam al-quran

Mulai Mulai belajar


mengetahui mengaji
tuhan dari Mulai rajin
agama islam beribadah
Ketika
dilahirkan Agamaku
di dunia hingga saat
ini

Masa Menemukan Dianggap


mencari sosok tuhan paling bodoh
tuhan tapi tuhan dalam
dari agama belajar
lain agama

Merasa
frustrasi
dalam
mencari Mulai malas dalam
tempat menjalankan
mengaji perintah agama
terutama shalat
Bab 3
Aku dan pengalaman agamaku

Saya terlahir sebagai anak yang beragama Islam karena kedua orangtua saya yang beragama
islam. Islam adalah agama yang lahir di tanah Jazirah Arab. Agama ini dibawa oleh Nabi
besar Muhammad SAW. Pada awal mulanya agama islam banyak ditentang oleh tokoh-tokoh
Arab yakni tokoh-tokoh Quraisy. Adapun tokoh yang paling menentang tersebut adalah Abu
Lahab, Abu Jahal, Abu Sofyan dan sebagainya. Namun, berkat kegigihan umat muslim maka
agama islam menjadi agama besar hingga saat ini.
Pada awalnya pengetahuan saya tentang agama islam masih sangatlah minim. Hal ini
dikarenakan orangtua saya yang kurang mempunyai pengetahuan agama islam. Pada waktu
kecil orangtua saya tidak pernah mengajarkan saya tentang mengaji, sholat, membaca
alquran, berzakat, berpuasa dan sebagainya. Orangtua saya sibuk dengan urusan bisnisnya,
tidak jarang mereka sering lalai dalam menjalankan perintah agamanya seperti sholat. Saya
tidak pernah mengetahui siapakah tuhan saya karena jika saya bertanya siapakah yang
menciptakan saya maka mereka akan menjawab tuhan kemudian saya bertanya siapakah yang
membuat sungai, danau, laut dan alam disekitarnya? Maka mereka akan menjawab tuhan
tetapi saya tidak mengerti apakah tuhan itu? Karena dalam bayangan saya tuhan itu adalah
mahluk yang seperti manusia, ia mempunyai tangan, kaki, hidung seperti mahluk hidup.
Hingga usia kanak-kanak akhir saya selalu beranggapan wujud tuhan seperti manusia.
Pada waktu saya menginjak usia kanak-kanak akhir saya mempunyai tetangga baru dari
Sumatra Utara tepatnya dari daerah Toba. Mereka adalah seorang ibu dan kedua anaknya
yang masih usia remaja. Rupanya mereka adalah keluarga yang beragama kristen advent.
Setiap seminggu sekali mereka sering mengadakan misa di rumahnya. Saya pun sering
datang ke rumahnya karena ingin mengetahui kegiatan keagamaan mereka. Ketika saya
bermain ke rumah mereka saya mendapati wujud tuhan yang berbentuk manusia yaitu sebuah
lukisan yang bergambar Yesus Kristus. Saya sangat merasa senang karena telah menemukan
wujud tuhan. Setiap mereka mengadakan misa maka saya akan datang ke rumahnya karena
menurut saya misa adalah suatu kegiatan yang sangat menyenangkan karena diselingi dengan
nyanyian. Hal ini wajar saja karena bernyanyi adalah kesenangan anak-anak yang seusia
saya. Pengalaman pertama ketika mereka misa adalah mereka dengan senang hati menerima
kehadiran saya kemudian berdoa sambil memejamkan mata setelah itu menyanyikan lagu-
lagu yang entah saya tidak mengetahuinya dan yang terkahir adalah orang yang paling tua
diantara mereka kemudian berdiri setelah itu mengulurkan tangannya kepada orang yang usia
dibawahnya setelah itu baru mengulurkan tangannya kepada saya yang paling usianya paling
muda. Kegiatan ini terus berulang-ulang dan orangtua saya tidak mengetahuinya. Saya
pernah meminta kepada orangtua saya bagaimana jika kita pindah keagama kristen saja
karena agama kristen telah menjawab pertanyaan saya seperti apa wujud tuhan itu, saya
merasa lebih mengenal agama tersebut dibanding dengan agama saya sendiri, saya tidak
mengenal tentang sholat, puasa, zakat atau apapun tentang islam. Orangtua saya tentunya
menolak dan mulai melarang saya untuk bermain ke rumah tetangga saya tersebut karena
takut saya terbawa oleh agama yang mereka anut.
Pada saat saya masuk ke taman kanak-kanak saya mulai mengetahui siapakah tuhan saya.
Guru TK saya mengatakan bahwa tuhan umat muslim adalah Allah SWT. Allah? Suatu nama
yang terdengar sedikit asing dalam telinga saya karena saya jarang sekali mendengar nama
Allah dalam rumah saya, kata-kata yang selalu saya dengar adalah tuhan bukan Allah.
Beruntung orangtua saya memasukkan saya ke TK Islam karena dari situlah saya mulai
mengetahui tentang islam. Saya mulai diajarkan mengaji, puasa, sholat dan sebagainya
tentang islam.
Saat saya memasuki jenjang sekolah dasar, saya dimasukkan kesebuah TPA (Tempat
Pendidikan Agama) didekat rumah saya. TPA tersebut bernama TPA Miniatur. Namun, saya
mengalami kendala ketika belajar di TPA tersebut karena saya tidak bisa membaca huruf-
huruf hijaiyah. Saya akhirnya dicap sebagai murid terbodoh dalam TPA tersebut karena
teman-teman yang seangkatan dengan saya dalam mengaji sudah mencapai Al-Quran tapi
saya masih berkutat dengan Iqro’ jilid dua dan perkembangan saya dalam mengaji sangatlah
lambat kemudian ibu saya memindahkan saya untuk mengaji di musholla namun disana saya
tetaplah sama dan tidak ada kemajuan yang berarti. Akhirnya saya keluar dari pengajian
tersebut dan tidak mengaji selama lebih kurang satu tahun.
Saat saya naik kekelas tiga saya dimasukkan oleh ibu saya kesebuah majelis taklim yang
beranama majelis taklim Al-Barkah. Majelis tersebut sudah berdiri di daerah rumah saya
selama lebih dari lima puluh tahun. Guru-guru disana sangatlah tegas dalam mengajar ngaji,
mereka tidak segan-segan akan memukul santrinya dengan rotak ataupun kayu jika santri
yang mereka ajar tidak bisa dalam belajar. Satu kali kesalahan adalah satu kali pukulan, jika
sepuluh kali kesalahan maka akan memndapat sepuluh kali pukulan. Sakit yang saya rasakan
dalam pukulan tidaklah seberapa namun jika dibandingkan rasa malu dihadapan teman
banyak maka itu adalah hal yang sangat memalukan. Semenjak saat itu saya menjadi takut
dan saya selalu berusaha agar bisa dalam belajar mengaji. Saya belajar dengan ketakutan
yang mereka berikan kepada saya, dengan ketakutan saya belajar untuk bisa. Alhamdulillah
dengan ketekunan dan kegigihan saya dalam belajar saya berhasil dalam mendapatkan ilmu
agama. Ustadz saya mulai kagum dan menganggap saya adalah santri yang pintar karena apa
yang diajarkan dengan cepat dapat saya mengerti. Selain belajar mengaji, saya mulai
diajarkan dengan ilmu fiqih, nawhu, aqidah, ratib, rawi (sholawat), huruf Arab Melayu, hadist
nabi dan sebagainya. Pengetahuan saya tidak hanya dengan mengaji namun dapat mengetahui
ilmu-ilmu yang sebelumnya saya tidak mengetahuinya.
Pada waktu SMP saya sudah menamatkan Al-Quran (khatam). Khatam Al-Quran dirayakan
dengan biaya yang sangat tinggi (Rp 500.000 tahun 2006) dimana acara tersebut dirayakan
dengan pengajian, memanggil pembicara seperti Habib, ulama dan sebagainya. Setelah saya
khatam Al-Quran kegiatan mengaji saya berangsur-angsur berkurang dan pada akhirnya saya
keluar dari pengajian tersebut. Saya mulai malas dengan sholat lima waktu. Sholat jumat pun
sangat jarang karena dalam satu bulan belum tentu saya sholat jumat, saya selalu malas
apabila jika pergi ke mesjid untuk sholat jumat. Adapun sholat yang paling saya lakukan
adalah sholat magrib dan subuh. Disini saya merasa degradasi dalam menjalankan agama
saya.
Ketika saya masuk SMA, saya mulai melaksanakan kembali sholat lima waktu. Saya pun
tidak lalai dalam sholat jumat. Hal ini karena lingkungan teman-teman di sekolah yang sangat
mendukung dalam menjalankan perintah agama yaitu sholat. Mereka selalu mengajak saya
apabila waktu sholat telah tiba dan saya sholat berjamaah di mesjid sekolah. Mayoritas agama
di sekolah saya adalah beragama islam dan mereka sangat taat dalam menjalankan perintah
agamanya dan menjadi sangat malu apabila saya lalai dalam menjalankan perintah agama.
Saya mulai belajar kembali tentang islam dan saya berjanji akan berkomitmen dalam
menjalankan perintah agama saya.
Kini saya telah berkuliah disebuah Universitas negeri di Jakarta yaitu Universitas Negeri
Jakarta. Pada tahun pertama saya masuk dalam organisasi kegamaan yaitu Nuraniku
walaupun ranahnya adalah jurnalistik dalam islam. Saya bergaul dengan petinggi-petinggi
Lembaga Dakwah Kampus dan anggota-anggota lainnya. Saya mendapat banyak
pengetahuan baru tentang islam yang salah satunya adalah saya mengetahui bahwa berdua-
duaan lawan jenis dalam islam tidak boleh (pacaran). Hal ini sangat sulit dilakukan oleh para
remaja karena berdua-duan dengan lawan jenis dalah hal yang menyenangkan dan
sebagainya. Saya juga mengetahui banyak larangan-larangan agama yang tanpa sadar saya
pernah melakukannya. Saya merasa bersyukur karena dengan saya bergabung ke organisasi
islam kampus saya dapat pengetahuan baru tentang islam.
Setelah saya membaca banyak sumber tentang agama islam saya dapat mengetahui ternyata
beberapa yang ada dalam islam yang ternyata sesuai dengan yang ada dalam konseling
seperti berlemah lembut, sabar, bertoleransi apabila menjadi konseli yang berbeda agama dan
sebagainya.
Daftar pustaka
Zainudin. 2004. Inilah Islam. Jakarta: Kalam mulia
KONSELING MULTIKULTUR

“AGAMA ISLAM”

Oleh :
Lina Ferawati
1715121288
Reguler 2012

Bimbingan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2015
(SMA/MA)
(SD)
Menghafal Al qur’an, belajar agama menggunakan Bahasa arab, belajar
Belajar menulis huruf hijahiyah, belajar Bahasa mengenai fiqh Sunnah, tafsir Alqur’an, ilmu Hadits, hadits, qowa’id, nahnu
Arab, belajar Aqidah Islam, Belajar membaca Al sorof, dan persyaratan lulus dari pesantren adalah tasmi’ atau membaca Al
quran dengan Tajwid dan makharijul hurf nya, qur’an 5 juz yang selama ini telah dihafalkan dan menyetorkan hadits
mengikuti lomba Cerdas Cermat Islami. Arba’in. Selama di pesantren, diwajibkan untuk berpuasa senin-kamis,
Ayyamul Bid (3 hari saat bulan purnama), terkadang puasa nabi daud, dan
(TK) shalat Sunnah lainnya.
(SMP / MTs) (Kuliah)
Mengaji dan belajar agama di TPA
Melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan SMP Masih
(belajar membaca huruf hijahiyah, belajar
di sebuah Pesantren di Kuningan, Jawa Barat. Memakai jilbab melaksanakan
gerakan sholat, menghafal surat-surat
dan pakaian yang tidak ketat, belajar mengenai dasar-dasar mentoring
pendek, juz 30)
agama Islam, Aqidah dan Akhlak sebagai seorang muslim, islami dan
belajar Fiqh, belajar membaca Al qur’an dengan tajwid dan muraja’ah
Di adzankan Makharijul huruf, belajar Bahasa arab aktif dan pasif, belajar (mengulang)
sejarah semua Nabi dan para sahabatnya Alquran
Nujuh Bulan Salapan
HARI-HARI BESAR DALAM ISLAM: 1) tahun baru hijriyah (1
Muharram) 2) Maulid Nabi Muhammad SAW (12 Rabi’ul awal),
3) Isra’ Mi’raj (27 Rajab), 4) Nuzulul Qur’an, 5) ‘Idul fitri (1-2
syawal), 6) ‘Idul Adha, 7) Lailatul Qadr.

Melanjutkan sekolah di pesantren Tidak boleh


membuat saya tertekan. Dan tinggal bertemu dengan
di tempat uang homogeny membuat lawan jenis yang
saya membuat jarak antara orang yang bukan muhrim dan
berasal dari islam dan non islam tidak boleh
pacaran
Saya seorang Muslim yang beretnis Jawa, sebelum saya lahirpun keluarga saya telah mengadakan nujuh bulan saat kandungan
ibu saya mencapai tujuh bulan, ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan sekaligus mendoakan calon bayi yang ada di
kandungan supaya sehat sampai lahir nanti, dalam adat nujuh bulan ini seorang ibu yang sedang mengandung mengadakan doa
bersama dan yang khas dari acara nujuh bulan ini adalah tujuh macam rujak yang kemudian diserut. Kemudian setelah lahir, diadakan
acara salapanan biasanya dalam kegiatan ini, dikenal dengan acara aqiqahan dan cukur rambut bayi, namun pada waktu itu orangtua
saya belum melakukan aqiqah untuk saya. Sejak kecil orangtua saya selalu mengajarkan tata cara shalat dan membacara huruf
hijahiyah sampai sekitar umur 4 tahun, karena dulu saya tidak sekolah PAUD, sehingga saat saya berumur empat tahun langsung di
masukkan ke TPA (Taman Pendidikan Alquran), saya belajar membaca huruf hijahiyah dan belajar menulis huruf hijahiyah sehingga
pada saat saya masuk TK saya selalu menulis kata dimulai dari bagian kanan bukan dari bagian kiri, karena saya belajar menulis huruf
hijahiyah terlebih dahulu dibandingkan huruf alphabet.

Saat saya memasuki SD, sayapun masih melanjutkan sekolah TPA di sore hari karena saya senang belajar agama dan saya
mulai belajar Bahasa Arab, belajar membaca Al quran dengan Tajwid dan makharijul huruf nya. Karena belajar di TPA
menyenangkan bagi saya, sayapun selalu mendapatkan peringkat empat besar di kelas sehingga pada suatu hari saya dan dua orang
teman mewakili TPA untuk mengikuti lomba cerdas cermat Islami dan mendapatkan juara tiga. Saya belajar di TPA sampai kelas
enam SD, terkadang saya dan beberapa teman saya diminta untuk mengajari baca Al qur’an kepada siswa TPA tingkat pertama.
Selama belajar delapan tahun di TPA tersebut, orangtua saya ingin melanjutkan sekolah saya ke Madrasah Tsanawiyah di sebuah
Pesantren di Kuningan, Jawa Barat karena melihat antusias saya dalam belajar agama dan mempunyai ke khawatiran atas pergaulan
anak-anak di Jakarta. Saya Mengikuti tes masuk Pesantren pada bulan Februari, pada awal memasuki kelas 6 SD saya sudah
mengikuti tes untuk masuk pesantren tersebut. Ternyata saingan masuknya sangat banyak, ada sekitar 600 orang yang mendaftar dan
yang diterima hanya sekitar 250 orang. Dengan kemampuan yang saya miliki saya percaya bahwa saya bisa lolos tes tersebut, dan
pada saat pengumuman nama saya ada dalam pengumuman yang lolos tes masuk di pesantren Husnul Khotimah.

Setelah lulus SD saya mempersiapkan mental dan juga semua barang-barang yang harus dibawa untuk tinggal selama tiga
tahun di pesantren itu, berat rasanya untuk menghadapi itu semua, saya seorang diri yang satu-satunya siswa dari SDN 02 Pagi yang
masuk ke Pesantren di ujung Jawa Barat, belum mempunyai kenalan dan merasa menjadi seorang anak kecil di negeri antah berantah
yang tidak tau harus berbuat apa. Persyaratan awal di pesantren ini semua santri (siswa) puteri wajib menggunakan rok panjang dan
kerudung yang panjangnya harus diukur satu jengkal tangan dari bahu. Ini pertama kalinya saya memakai jilbab tetap dan itu langsung
harus menggunakan jilbab yang panjang dan juga wajib menggunakan rok, sebelumnya saya tidak mempunyai semua syarat pakaian
itu, sehingga semua pakaian harus membeli baru terlebih dahulu. Saya mengalami gegar budaya, yaitu terkejut dengan keadaan baru
yang belum dapat saya terima dan untuk beradaptasi membutuhkan waktu yang lama. Orangtua saya mengantarkan saya ke Pesantren
itu hanya menginap selama tiga hari saja, setelah orangtua saya pulang, saya hanya bisa menangis karena tidak bisa dit inggal oleh
orangtua saya..

Saya harus menyesuaikan dengan kondisi baru disini yang semuanya di luar dugaan saya, yaitu saya harus bangun pagi pukul
04:00 untuk melaksanakan shalat tahajud, setelah itu menunggu adzan subuh dan shalat berjamaah di masjid puteri, di pesantren ini
akhwat (putri) dan ikhwan (putra) di pisah mulai dari gedung asrama dan juga kelas, sehingga memiliki dua wilayah, yaitu wila yah
akhwat dan wilayah ikhwan. Setelah melaksanakan shalat tahajud, semua santri wajib tilawah Al qur’an sampai menunggu adzan
subuh, setelah shalat subuh seluruh santri putri membaca Al Ma’tsurat yaitu doa yang di baca setiap pagi dan petang untuk menjaga
kita dari godaan syaitan dan agar di berkahi dalam menjalankan aktifitas di hari itu. Kemudian setelah itu, seluruh santri kembali ke
kamar untuk bersih-bersih, sarapan, dan berangkat sekolah. Kami masuk pukul 06:45, pelajaran pertama adalah tahsin, yaitu bagi
kelas 1 Mts belajar membaca Al qur’an sesuai dengan tajwid dan makharijul hurufnya, dan kelas 2 Mts, 3 Mts jam pelajaran tahfidz
yaitu menghafal Al qur’an kemudian disetorkan kepada guru yang mengajar. Setelah jam pelajaran pertama, jam pelajaran kedua dan
seterusnya adalah pelajaran sekolah seperti pada umumnya dan juga pelajaran agama. Seperti itulah rutinitas yang saya jalani selama
tiga tahun sampai enam tahun kemudian, karena saya melanjutkan SMA di pesantern itu juga. Setiap hari senin wajib puasa Sunnah
dan juga hari kamis, sebelum shalat wajib dianjurkan dan bersifat harus melaksanakan shalat qobliyah dan ba’diyah, ada juga puasa
ayammul bid yaitu dilaksankan tiga hari pada saat bulan purnama, ada puasa daud yaitu puasan nabi daud yang dilaksanakan selang-
seling setiap harinya dan dilakukan minimal satu bulan secara rutin, untuk Bahasa komunikasi sehari-harinya menggunakan Bahasa
inggris atau Bahasa arab sesuai dengan minggunya.

Menjalani kehidupan di pesantren ibarat tinggal di penjara suci atau biasa kami sebut pure jail karena kegiatan kami mulai dari
bangunn tidur hingga mau tidur sudah di jadwal dan di kondisikan dengan bell, sama seperti teori Ivan Pavlov tentang stimulus-respon
yaitu jika dibunyikan bell tiga pada jam 4 itu menandakan bahwa seluruh santri harus bangun, selang setengah jam kemudian ada
suara bell panjang yang menandakan seluruh santri harus pergi ke masjid untuk shalat subuh, setelah itu dibunyikan bell dua kali
menandakan shalat subuh dimulai. Saat berangkat sekolah, dibunyikan bell dua kali yang menandakan seluruh santri harus berangkat
ke kelasnya masing-masing dan jika bunyi bell panjang itu menandakan bahwa jam pelajaran telah dimulai, untuk setiap kegiatan akan
dibunyikan bell dua kali yang menandakan bahwa seluruh santri harus bersiap-siap dan pada saat bell berbunyi panjang itu
menandakan seluruh santri sudah melakukan agenda berikutnya.

Setiap muslim harus menjalankan agama islam secara kaffah atau menyeluruh, ini berarti bahwa kita sebagai umat muslim
harus menjalankan kehidupan sehari-hari harus berlandaskan dengan agama, karena agama islam telah mengajarkan adab-adabnya
dari bangun tidur hingga tidur lagi, dan kita harus menjalankannya dengan ikhlas sabar. Mungkin atas dasar itulah, pesantren saya
mengajarkan kehidupan beragama secara menyeluruh, tidak hanya hubungan dengan Allah SWT tetapi juga hubungan dengan umat
manusia yang lainnya. Karena pada surat Az Zariyat ayat 56 yaitu “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepadaKu”.

Referensi : Al qur’an
Tugas Syarat Masuk
Konseling Mulitikultural

Cyndi May 1715121295


Bimbingan dan Konseling Reguler 2012

Bimbingan dan Konseling


Universitas Negeri Jakarta
2015
KATHEKHISASI
BAPTISAN SEKOLAH ROKRIS & PENEGUHAN PERJAMUAN
KUDUS MINGGU SIDI KUDUS

LAHIR

PENGHINAAN TERKADANG
DARI AGAMA MERASAKAN TIDAK
LAIN ADANYA TOLERANSI
DARI AGAMA LAIN
Kristen Protestan

Kristen Protestan, itulah agama dan keyakinan yang telah saya Imani sejak lahir sampai
saat ini dalam hidup. Sejak lahir saya sudah menjalani rutinitas selayaknya orang beragama yaitu
melakukan Ibadah dan menjalani perintah-perintah ALLAH, dalam agama Kristen terdapat dua
sakramen yang harus dilalui oleh manusia yang hidup dalam Tuhan Yesus yaitu Baptisan kudus
dan Perjamuan Kudus Sakramen secara pasti dapat diartikan terhadap ritus Baptisan Kudus dan
Perjamuan Kudus yang secara khusus memberi makna keselamatan. Baptisan kudus saya
lakukan sewaktu berumur dua tahu, baptisan ini dilakukan dengan cara dipercikan air (terdapat
cara lain seperti dicelupkan) oleh pendeta di gereja. Baptisan kudus merupakan janji Allah
sebagai tanda yang diberitakan dalam injil. Baptisan Kudus dilakukan sambil mengucapkan
"Engkau di baptis dalam nama Bapa, Anak, Yesus Kristus, dan Roh Kudus”. Tuhan Yesus
pernah berkata, "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak
percaya akan dihukum"(Mrk. 16:16). Itulah pentingnya dalam menerima baptisan kudus. Karena
itu masalah keselamatan.

Setelah melakukan baptisan kudus kemudian saya menjalani rutinitas ibadah yaitu
sekolah minggu, sekolah minggu adalah ibadah di gereja yang diperuntukkan untuk anak-anak
berusia 3-12 Tahun dengan dibagi-bagi sesuai usia, sekolah minggu bertujuan untuk pengenalan
agama dan mempelajari isi injil alkitab terhadap anak-anak sedini mungkin agar kelak ia menjadi
seorang anak Allah yang terberkati dan mengerti akan firman Allah. Sekolah minggu telah saya
lalui kemudian dilanjutkan dnegan kegiatan pelayanan-pelayanan terhadap saudara terkasih yaitu
mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah atau gereja saya mengikuti Rokris (Rohani
Kristen) dan Kepanitian natal di gereja, pelayanan seperti ini adalah kegiatan yang harusnya
dilakukan oleh umat beragama.

Seiring bertambahnya usia dan beranjak dewasa, dalam agama kristen diharuskan untuk
katekisasi. Katekisasi adalah kegiatan pendidikan dan pengajaran tentang iman Kristen yang
diselenggarakan gereja bagi seluruh warganya, dari anak-anak hingga dewasa, bertolak dari
keyakinan bahwa pendidikan dan pengajaran Kristen berlangsung seumur hidup. Pendidikan dan
pengajaran ini bersumber dari dan didasarkan pada Alkitab. Seluruh manusia yang telah selesai
mengikuti katekisasi, mengikrarkan pengakuan imannya, sebagai tanda bahwa mereka telah
memahami imannya dan telah menjadi warga gereja yang dewasa dan penuh (bnd Rm 10:9-10).
Perbuatan mereka mengikrarkan pengakuan iman dan pengukuhan mereka sebagai warga gereja
yang dewasa dan penuh disebut naik SIDI atau PENEGUHAN SIDI.

Seseorang yang telah melakukan Peneguhan Sidi saat itulah ia dapat menikmati
perjamuan kudus yaitu salah satu penggenapan sakramen. Dari segala perintah Allah dapat
disimpulkan bahwa Perjamuan Kudus bukanlah perjamuan biasa karena Perjamuan Kudus harus
dilaksanakan sebagai suatu peringatan akan Yesus dan dihubungkan dengan kedatangan Kristus
yang kedua kalinya. Pelaksana perayaan Perjamuan Kudus dilaksanakan oleh Pendeta, dimana
roti yang dipecah-pecahkan dibagikan kepada jemaat dalam arti roti yang kita pecahkan ini
menjadi sarana persekutuan kita dengan Yesus Kristus. Tubuh Kristus telah dipecah-pecahkan
menjadi tebusan yang sempurna bagi segala dosa kita, sedangkan cawan anggur menjadi sarana
persekutuan dengan Kristus mengingat dan percaya bahwa darah Yesus yang kudus itu telah
ditumpahkan menjadi tebusan yang sempurna bagi dosa kita.

Air anggur itu diberikan oleh pendeta lalu diminum. Pendeta melakukan itu bukan
mempersembahkan korban tetapi sebagai wakil jemaat melaksanakan (memimpin) jemaat
menikmati hasil korban yg dipersembahkan Kristus di kayu salib. Jadi, Perjamuan Kudus sebagai
tanda menggambarkan bagaimana kristus telah membagi-bagikan hasil korbannya kepada
manusia, seperti halnya Pendeta memecahkan roti dan menuangkan anggur serta memberikan
kepada jemaat untuk dimakan dan diminum, demikianlah Kristus telah membagikan hasil
korbannya dikayu salib untuk Pengampunan Dosa dan hidup yang kekal kepada manusia.
Gereja Protestan pada umumnya lebih menekankan Perjauan Kudus sebagai peringatan akan
kematain dan pengorbanan Yesus bagi umat manusia. Adapun roti dan anggur dalam sakramen
yang berarti bahwa :

a) Roti : Melambangkan Tubuh Kristus yang disalibkan. Makan tubuh Krists dalam arti kita
dipersatukan dengan Dia, dengan menerima apa yang dilakukanNya bagi manusia (Yoh
6: 8-58). Makan roti mengingatkan bahwa Yesus menjadi manusia supaya tubuh
manusiawi itu disalibkan. Ia menderita dan mati serta bangkit, untuk menciptakan tubuh
baru yaitu jemaat Kristus.
b) Anggur : Melambangkan darah Kristus yang ditumpahkan untuk menyucikan dosa-dosa
manusia. Darah ditumpahkan dari tubuh Yesus yang terpaku di kayu salib untuk
pengampunan atau penghapusan dosa seluruh manusia. Darah yang adalah hidup,
ditumpahkan agar memberi hidup kekal bagi manusia. Minum anggur dari cawan pada
saat Perjamuan Kudus, mengingatkan kita bahwa Yesus sendiri telah minum cawan
murka Allah yang seharusnya diterima manusia.

Demikianlah kegiatan keagamaan yang telah dianut, diyakini, dan dijalani oleh keluarga
saya secara turun temurun karena kepercayan kami kepada Tuhan Yesus. Hal ini mempengaruhi
etnis batak, mengingat mayoritas suku batak menganut agama kristen sehingga banyak kegiatan
adat yang dipengaruhi oleh agama kristen.

Kristen Protestan di Indonesia merupakan agama minoritas terutama di jakarta sehingga


hal ini membuat saya sering merasa di diskriminasi oleh agama-agama lain, saat saya sekolah
dulu teman saya pernah mengatakan bahwa saya adalah orang kafir karena tidak sealiran
olehnya, hal ini membuat saya kesal dan benci tetapi mengingat bahwa tidak ada Tuhan dalam
agama apapun yang mengajarkan umatnya hal-hal yang tidak baik, maka akhirnya saya
berpikiran bahwa mungkin hanya manusianya saja yang menyalah artikan. Dalam kehidupan saat
ini sebagai mahasiswa terkadang saya merasakan tidak adanya penghormatan dari agama lain,
walaupun itu dilakukan oleh segelintir orang, seperti tidak memperhatikan agama kristen dan
hanya mengutamakan agamanya saja, tidak menghargai agama lain terutama kristen, sangat
disayangkan sekali masih ada manusia-manusia semacam ini yang tidak sadar apa yang telah
diperbuatnya dan yang bisa saya lakukan hanya bersabar dan berdoa agar kelak saya tidak
melakukan hal-hal tersebut terhadap orang lain yang berbeda agama dari saya.

Sejak saya lahir sampai saat ini telah mendapatkan berbagai pelajaran dalam hidup dan
keberagamaan, membuat saya semakin matang dan dapat melihat dunia dari berbagai sisi, dan
saya yakin setiap Tuhan dari agama apapun pasti mengajarkan suatu kebenaran dan kebaikan,
hanya umatnya saja yang salah mengartikan, karena manusia akan selalui dicobai.
Daftar Pustaka
Bnd. N. K. Admaja Hadinoto, Dialog & Edukasi, Keluarga Kristen Dalam Masyarakat
Indonesia, Jakarta, BPK-Gunung Mulia 1999, hlm. 27.

Bnd. W.R.F Browning, Kamus Alkitab, Jakarta, BPK Gunung- Mulia 2007, hlm 394

http://www.gkpi.or.id/page/66/katekisasi_dan_sidi
KONSELING MULTIKULTUR
Timeline dan Agama Sendiri

Desy Khaerunnisa
1715121307
BK Reguler 2012

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Timeline

Menjadi perwakilan sekolah


Belajar mengaji Puasa 30 hari untuk mengikuti Pesantren
di TPA/RA penuh kilat tingkat kecamatan

Masuk semi final Mengikuti lomba


Diazani saat lomba menghafal qori/mengaji dan
Mengaji
baru lahir juz amma ceramah
subuh

LAHIR SAAT INI

Dijauhi teman di
Tergoda memakai
Pengajian
pakaian zaman
sekarang yang
Mulai memakai keren dan lucu tapi
kerudung saat mayoritas
sekolah SMP kelas 2 berlengan pendek

Memakai kerudung
kemana pun
Agamaku, Keyakinanku menuju Penciptaku

Saya lahir di keluarga yang kental dengan kegamaannya. Agama yang kami yakini
adalah Islam. Bisa dibilang, islam saya adalah turunan karena mulai dari orang tua, kakek,
buyut dan tetua kami beragama Islam. Saya bersyukur lahir sebagai muslim. Di dalam Al-
Quran Surat Ali Imran ayat 19 berbunyi : “Sesungguhnya, agama (yang benar) di sisi Allah
adalah agama Islam”. Namun bukan berarti agama yang lain tidak benar, saya pun
menghargai agama yang lain meskipun saya tinggal di lingkungan agama yang mayoritas
Islam. Tumbuh dan besar dilingkungan religius, saya sudah diajarkan solat,mengaji, puasa,
zakat dan hal-hal lainnya.
Setiap tiba waktu solat, ayah saya membiasakan kami untuk solat berjamaah. Kakak
saya yang pertama bertugas untuk azan, kakak saya yang kedua bertugas untuk iqamah
(terkadang saling bergantian), ayah saya sebagai imam, ibu dan saya sebagai makmum.
Sebagian besar saya menghafal surat-surat pendek Al-Quran melalui surat yang dibaca oleh
ayah saya ketika solat berjamaah. Seusai solat, dilanjutkan dengan mengaji. Ayah dan ibu
yang mengajarkan kami mengaji. Tak lepas dari beliau, paman saya pun mengajari kami
mengaji ketika subuh. Berat sekali rasanya ketika sedang nikmat tidur namun harus mengaji
dengan hafalan di subuh sebelumnya. Tak jarang kami sering mendapat hukuman tambahan
hafalan karena terlelap tidur. Jadi, malam hari kami diajarkan untuk membaca ayat Al-Quran.
Di waktu subuh adalah pemantapan bacaan tajwid Al-Quran.
Di kampung halaman saya, banyak sekali pesantren-pesantren yang berfokus pada
kajian Al-Quran. Ayah dan ibu saya merupakan alumni dari salah satu pesantren disana. Tak
heran, mereka tidak main-main ketika sudah berkaitan dengan solat dan mengaji. Rasulullah
SAW pun bersabda bahwa solat adalah tiang agama, siapa yang mendirikan solat berarti ia
telah menegakkan agama. Barang siapa yang meninggalkannya berarti ia meruntuhkan
agama. Serta banyak juga dalil yang menyatakan pentingnya solat karena solat adalah ibadah
yang pertama dinilai ketika Hari Perhitungan (HR Muslim). Hal tersebut pula yang selalu orang
tua saya katakan ketika kami bertanya untuk apa kita solat. Selanjutnya, agar solat dapat
dilaksanakan dengan benar maka mengaji sangat diperlukan. Dua hal tersebut selalu
ditekankan oleh orang tua saya bahwa sebagai muslim kita harus bisa solat dan mengaji
dengan baik dan benar.
Karena sudah terbiasa mengaji, maka saya sering sekali dijadikan perwakilan sekolah,
TPA untuk mengikuti lomba mengaji, pesantren kilat. Selain itu, saya juga pernah ditunjuk
oleh guru pengajian saya untuk menjadi asistennya, mengajari adik-adik mengaji yang usianya
dibawah saya dan terkadang hal itu juga membuat saya dijauhi oleh teman-teman saya
karena mereka iri bahwa selalu nama saya yang disebut. Padahal itu juga bukan keinginan
saya, saya hanya menjalankan apa yang sudah dipercayakan oleh guru kepada saya. meskipun
mereka seperti itu, saya tetap mengaji disana dan tidak terlalu memperdulikan mereka,
seperti yang ibu saya katakan juga bahwa apapun rintangannya saya harus tetap bertahan
untuk menjadi lebih baik.
Keluarga kami kental dengan keagamaannya namun tidak menuntut kami terutama
perempuan untuk memakai jilbab/kerudung. Ayah saya tidak menyuruh ibu dan saya untuk
memakai kerudung karena menurut beliau, ketika seseorang sudah baligh maka ia akan bisa
menentukan mana yang benar dan tidak, mana yang diperintahkan oleh agama dan mana
yang dilarang. Maka ayah saya tidak pernah memaksa kami untuk berkerudung. Namun,
karena kami sudah mengerti akan hal tersebut, maka kami memakai kerudung. Pada awalnya
saya memakai kerudung di kelas 2 SMP, berlanjut hingga sekarang. Saat saya masih sekolah,
saya memakai kerudung ketika di sekolah saja, sedangkan ketika main atau pergi saya tidak
memakainya. Saya merasa malu, belum pantas dan seperti ibu-ibu. Namun lambat laun saya
sudah memakai kerudung kemanapun saya pergi. Tidak dipungkiri banyak sekali godaan yang
saya alami, terutama gaya berpakaian. Jujur saja, saya memiliki selera tomboy dalam
berpakaian dan banyak sekali pakaian zaman sekarang yang sangat keren dan lucu tetapi
mayoritas berlengan pendek. Hal itu kadang membuat saya sedikit menyesal andai saja saya
belum berkerudung. Untuk memuaskannya maka terkadang saya membelinya dan dipakai di
dalam rumah.
Sebagai muslim, kita sudah seharusnya hanya bergantung pada Allah. Segala cobaan
dan ujian, kita berusaha semaksimal mungkin menyelesaikannya namun tetap hasil akhir
ditentukan oleh Allah dengan berserah kepada-Nya. Dalam konseling yang akan menjadi
pekerjaan saya nanti, kekuatan yang saya miliki adalah berkeyakinan bahwa Allah tidak akan
meninggalkan hamba-Nya yang kesulitan. Akan ada hikmah dibalik semua kejadian dan
peristiwa meskipun hasil akhir bukan seperti yang kita harapkan. Dengan meyakini hal
tersebut dan menanamkannya pada konseli maka akan membukakan pemahaman bagi
konseli dalam menyikapi setiap permasalahannya. Meskipun tidak dapat dihindari bahwa
terdapat juga bias-bias yang timbul pada agama tertentu. Namun saya juga tidak bisa
memaksakan keyakinan saya pada konseli yang berbeda keyakinan. Toleransi dan
pemahaman yang baik mengenai agama terutama agama sendiri tanpa disadari akan
melahirkan pemahaman yang sama dengan agama yang berbeda. Menjadi konselor adalah
membuka jalan pahala bagi saya untuk membantu konseli menyelesaikan masalahnya dijalan
Tuhan yang diberkahi sehingga agamaku, pekerjaanku adalah keyakinanku akan
mengantarkan aku menuju Penciptaku.

DAFTAR PUSTAKA:
Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia.2003.Menyelami Seluk Beluk Ibadah dalam
Islam.Jakarta: PRENADA MEDIA
KONSELING MULTIKULTURAL

Tugas Syarat Masuk

“Agama Sendiri”

Devi Riana

1715121290

Bimbingan dan Konseling Reguler 2012

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015
Time Line
Ikut Lomba
Nasyid

Latihan puasa full Mengenal islam lebih mendalam


secara perlahan

Belajar Sholat
Ikut Lomba Puisi Islami

Belajar doa-doa dan surat pendek


Mulai Pakai Kerudung

Ikut Lomba Hafalan Surat Pendek


Masuk TK Islam
Belajar Ngaji di TPA Ikut Rohis dan Mentoring SAAT
LAHIR INI

Dikira mengikuti aliran


Sholat bolong-bolong
islam ekstrim
Ilmu agama dari orang tua
hanya yang dianggap penting
seperti sholat, puasa.
Dianggap eksklusif karena
jilbab panjang

Dianggap ketat aturan dan kaku


Narasi singkat tentang agama saya

Sejak lahir saya sudah memeluk agama islam. Agama ini adalah agama yang diturunkan oleh ibu saya yang statusnya seorang
muslim dan ayah saya yang statusnya seorang mualaf. Keluarga saya memang bukan keluarga yang cukup agamis, keluarga saya juga
bukan keluarga yang menganut ritual keagamaan khusus. Akan tetapi ibu saya cukup perhatian mengenai pendidikan agama bagi
anak-anaknya. Meskipun beliau tidak mengajarkan secara keseluruhan, tapi setidaknya beliaulah yang mengajarkan saya untuk sholat,
puasa dan juga memasukkan saya ke sebuah TK Islam dan juga Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) agar saya dapat mengaji. Di TPA
saya termasuk anak yang cukup aktif. Beberapa kali saya mewakili TPA untuk mengikuti lomba hafalan surat pendek, lomba
pembacaan puisi islami, dan juga lomba nasyid. Tidak hanya itu, di TPA rangking satu pun tak sulit untuk saya dapatkan.

Beranjak remaja tepatnya SMP, saya mulai berhenti dari TPA. Salah satu alasannya adalah karena jadwal sekolah saya yang
cukup padat. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keberagamaan saya. Saya menjadi orang yang malas sholat. Sholat saya pun bolong-
bolong. Ibu menasehati saya untuk sholat karena biar bagaimanapun saya sudah baligh1 dan dosa pun sudah saya tanggung sendiri.
Akan tetapi rasanya berat sekali. Saya merasa di masa itu bersenang-senang untuk pergi ke warung internet (warnet) lebih
membahagiakan daripada sholat secara penuh. Saya menyadari hal ini salah, namun belum ada dorongan yang cukup kuat untuk
memperbaiki sholat maupun ibadah saya.

Keberagamaan saya mulai mengalami perubahan semenjak saya memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA). Seperti yang
Ustadz Salim A. Fillah tuliskan dalam bukunya : “Menjadi muslim adalah menjadi kain putih. Lalu Allah mencelupkannya menjadi
warga ketegasan, kesejukan, keceriaan, dan cinta; rahmat bagi semesta alam. Aku jadi rindu pada pelangi itu, pelangi yang
memancarkan celupan warna Ilahi. Telah tiba saatnya, derai berkilau Islam tak lagi terpisahkan dari pendar menawan seorang

1
Dewasa
muslim.”2 . Saya sangat menyukai perkataannya yang satu ini, bagi saya manusia memang kain putih ketika lahir, lalu terciptalah
warna dalam diri manusia tersebut sepanjang perjalanan hidupnya. Begitupun saya, saya tak pernah menyangka bahwa di SMA saya
akan mengalami perubahan yang cukup drasitis. Di SMA saya menemukan dorongan yang cukup kuat untuk memperbaiki diri saya,
saya dipertemukan dengan teman-teman dan lingkungan yang baik.

Di SMA ini saya mengikuti mentoring dan juga organisasi Rohis. Tak pernah terbayangkan dalam benak saya memang untuk
mengikuti kegiatan dan organisasi yang berbau agama ini. Namun ini mungkin yang dinamakan takdir indah dari Allah untuk saya.
Perubahan-perubahan saya dapatkan dari sini. Meskipun orang-orang mengatakan bahwa islam adalah agama mayoritas, tapi
terkadang saya merasa banyak orang islam yang terlihat kulitnya saya islam bukan isinya. Dalam hal ini saya menyadari bahwa diri
saya juga seperti itu. Hingga akhirnya saya mengenal agama saya lebih dalam dari sini. Pada saat kelas XI SMA saya pun
memutuskan untuk berhijab. Memang ini bukan keputusan yang mudah, karena banyak teman-teman saya yang kaget. Tak sedikit
pula yang akhirnya mengejek saya. Namun saya tidak terlalu memusingkan hal tersebut. Saya lebih suka mencari tahu lebih dalam
harus seperti apakah sebaiknya seorang muslimah menutup auratnya. Saya cukup terkesima saat mengetahui bahwa ternyata di Al-
Qur’an Allah memerintahkan wanita muslimah untuk menjulurkan kain kerudungnya hingga menutupi dada. Dan saya pun mulai
mencoba mengamalkannya.

“Dalam keseharian, seorang muslim harus memiliki karakter dan identitas. Bahkan juga penampilan yang berbeda dengan
kaum-kaum yang terhukumi jahiliyah. Bukan karena Islam bersifat eksklusif dan elitis. Tetapi islam adalah sistem menyeluruh yang
ingin menjadikan revolusi diri para pemeluknya kaffah. Ada jaminan perlindungan, kebanggaan identitas dan keterakuan bagi yang
baru memasuki. Ada ketertarikan atas keunikan bagi orang yang terpesona. Setiap orang kafir, kata Ibnu Taimiyah, akan gembira
jika tatacara dan seleranya diikuti. Mereka akan bangga. Dan kebanggaan itu akan terbawa dalam pola pikir,konsep hidup, dan cara
pandangnya terhadap segala sesuatu. Kalau itu terjadi alangkah kasihan mereka. Karena mereka akan bangga selalu berada dalam

2
Pembuka
kesesatan. 3. Sama seperti yang dikatakan Salim A. Fillah, saya pun merasakannya. Saya menjadikan kain kerudung yang menutupi
dada ini sebagai identitas kemuslimahan saya. Dan saya pun merasakan kenyamanan dan perlindungan menutup aurat dengan rapi
untuk diri saya.

Masa-masa perubahan itu memang merupan masa-masa yang cukup sulit bagi saya. Sulit untuk akhirnya bersabar menerima
perlakuan orang lain. Saya masih ingat, ketika saya mulai berjilbab panjang dan aktif di Rohis, orang-orang di sekitar saya mulai
mencurigai bahwa saya mengikuti aliran ekstrim di islam. Mereka juga menilai bahwa saya terlalu kaku terhadap aturan yang ada di
dalam islam. Padahal dari situlah saya mencoba untuk mengenal lebih dalam siapa Tuhan saya. Saya ingin memuliakan diri saya di
hadapan wajah Tuhan saya, agar kelak saya bisa bertemu denganNya. Saya belajar untuk berlapang dada dan tetap bersikap baik.
Hingga akhirnya orang-orang di sekitar saya dapat menerima dan mengerti perubahan yang ada dalam diri saya. Kini mereka pun
menghargai apa yang saya anut dan yakini dalam agama saya. Aturan dan hukum-hukum islam yang tidak hanya sekedar diketahui,
tapi juga di jalankan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Saya bangga dengan agama saya. Islam mengajarkan dan membentuk saya untuk menjadi pribadi yang mau belajar lebih baik
lagi. Islam juga mengajarkan untuk berlapang dada dalam menghadapi masalah, tidak gegabah dalam bertindak, semuanya diatur
dengan rapih dan apik dalam islam. Oleh karena itu menurut saya agama menjadi sesuatu yang diperlukan oleh seorang konselor.
Agar nantinya konselor dapat menerapkan nilai-nilai kebaikan yang islam ajarkan untuk membantu orang lain mencari jalan keluar
atas permasalahannya. “Islam memuliakan semua posisi. Kalau tak memungkinkan menjadi karang yang kokoh di dasar lautan,
menjadi rumput nan lemah lembut yang tak goyah dipukul ribut pun tetap agung nilainya. Demi Allah, tidak ada halangan menjadi
mulia dengan alasan posisi tak memadai”. 4 Apapun profesinya, termasuk konselor, islam tetap memuliakan posisinya selama sesuai
dan dalam koridor yang sudah ditentukan oleh agama.

3
Perpisahan, hlm. 86-88
4
Halaman 105
Daftar Pustaka

A.Fillah, Salim.2007.Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim.Bandung : Pro-U Media


Konseling Multikultural
Agama Diri Sendiri

Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons.

Dewi Puspasari
1715121289
Bimbingan Konseling 2012

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015
Bagian Tiga

Harapan untuk Kembali

11
Tahun
mengi
10 Hingga
kuti usia 21
Tahun lomba
menja Tahun
kosida kehidu
di h
4 pan
Di pengh tingka Berhij beraga
Tahun apal
adzan mengi t SD ab ma
kan surat- se- saat saya
kuti surat
saat Keca masuk lebih
TPA pende baik.
lahir matan kuliah
k.

12 Di usia
Tahun 17 Tahun
Saat masih 16 Tahun saya
SD, saya
saat saya
mulai pernah
pernah melakuka sangat
meragukan masuk n dosa marah
keberadaan SMP besar karena
allah untuk saya yang merasa
pertama berhenti mempeng Allah
kalinya. mengui aruhi tidak adil
karena kuti saya pada diri
sakit yang pengajia hingga saya.
saya alami sekarang
n.

Agama itu bagaikan sesuatu hal menjadi warisan pertama yang diberikan oleh orang
tua kepada anaknya. Seorang anak semenjak dia dilahirkan hingga besar terus menganut
agama yang diyakini orangtuanya. Dan menjadi hal yang penting bagi orangtua membuat
anak-anak mereka memahami agama yang dianutnya. Saya mulai beragama islam sejak saya
lahir, saat ayah saya mengumandangkan adzan pertama kalinya ditelinga saya. Jelas pada saat
itu saya belum cukup memahami apa itu agama dan apa yang harus dilakukan untuk
beragama islam.

Dimulai pada usia 4 Tahun, saya mulai mengikuti pengajian di TPA dan berlanjut
hingga kelas 6 Sekolah dasar. Saya cukup mampu menghapal berbagaimacam surat-surat
pendek dan doa-doa lainnya. Saya juga pernah terpilih mewakili sekolah untuk mengikuti
lomba kosidah tingkat SD se-Kecamatan kala itu. Sepanjang saya mengikuti pengajian di
mesjid dan mengikuti pelajaran agama disekolah saya mulai memahami dengan baik agama
islam sebanarnya. Namun, saya untuk pertama kalinya merasa bahwa Allah SWT tidak
berada disisi saya. Kala itu saya mengalami sakit yang cukup parah anatara kelas 2 atau kelas
3 SD, yang saya ketahui Allah Maha Besar, Maha Mengetahui, Maha Mendengar. Tetapi saat
saya merasakan sakit dan saya berdoa agar sakit itu hilang, Allah mungkin tidak mendengar
doa saya hingg saya berpikiran yang tidak-tidak menngenai Allah SWT (MasyaAllah).

Saat saya masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya berhenti mengikuti
pengajian rutin harian karena saat kelas 1 SMP saya masuk siang dan pulang sore hari dan
pengajian dimulai pukul 15:00. Itu yang menyebabkan saya berhenti mengikuti pengajian.
Lika-liku kehidupan beragama saya sangat bergejolak saat SMP. Saya ingat saat itu saya
duduk di bangku kelas 3 SMP dan pertama kaalinya saya berpacaran. Saya memiliki pacar
yang lebih tua dimana saat itu kelas 3 SMA. Dia merupakan abang-abangan saya di mesjid
saat mengaji dulu. Saya merasa dia memiliki akhlak yang baik dan dapat membuat diri saya
lebih baik lagi. Namun, perasaan saya itu salah. Saya untuk pertama kalinya membuat dosa
dengan melakukan ciuman yang pertama kalinya. Disitu saya merasa sangat hina. Walaupun
saya tahu bahwa dengan berciuman tidak akan membuat hamil. Hubungan kami berjalan
cukup lama dengan intensitas dosa yang dihasilkan cukup banyak. Hingga pada satu titik saya
harus berhenti berhubungan dengan dia karena kedua orangtua saya tidak menyetujui dan
saya harus fokus pada Ujian Nasional.

Perjalanan hidup begitu panjang, membuat saya banyak berpikir satu dan lain hal.
berinteraksi dengan banyak orang yang berbeda agama membuat saya banyak melakukan
pertimbangan dalam berkata dan melakukan kegiatan. Saya juga banyak mendapatkan
masukan-masukan yang justru timbul dari teman yang berebeda agama. Saya masih ingat
dengan jelas, saat itu usia saya 17 Tahun dan untuk pertama kalinya saya mendapatkan
pelecehan seksual di depan umum. Saya hanya dapat bercerita kepada teman-teman saya
yang berebeda agama karena saya anggap pemikiran mereka cukup bebas dan mungkin dapat
membantu saya kala itu. pelecehan yang saya alami bersifat verbal namun dilakukan di depan
banyak orang dan bodohnya saya kembali menyatakan protes kepada Allah SWT karena saya
merasa Allah SWT tidaklah adil kepada diri saya. Berkecambuk dalam benak, mengapa
bentuk tubuh saya seperti ini? Mengapa Allah SWT menciptakan manusia hina seperti orang
itu? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sangat tidak masuk akal dan saya telah malu dan
menyesal karena semua itu. Saat saya bercerita kepada mereka (teman beda agama), saya
sangat kaget dengan saran mereka yang mengatakan bahwa “berserah diri sama aja sama
Tuhan lo dew, tuhan ga mungkin ngasih cobaan diluar batas kemampuan hambanya kan ya”.
Hal itu juga yang membuat saya kembali dan memohon ampunan Allah SWT.

Setelah itu saya merasa kehidupan beragama Islam saya semakin membaik, dengan
bertambahnya umur membuat saya belajar untuk menjadi makin baik. Saat pertama kali
menginjakan kaki di UNJ saya telah menggunakan hijab sebagai elemen penting yan wajib
digunakan hingga saat ini. Berkuliah di UNJ merupakan keinginan saya sejak kecl mungkin
hal ini dikarenakan baoak saya yang dulu pernah berkuliah di UNJ juga. Saya membaca buku
yang cukup menarik mengenai Wanita Karir. Bab wanita karir ini membuat saya memahami
dengan baik pandangan wanita karir dalam Islam. Karir merupakan pilihan dan adalah amal
saleh dan saraa beribadah atau mengabdi kepada Allah SWT. Namun, setiap pilihan memang
terdapat konsekuensi dimana jika memilih menjadi menjadi wanita karir mungkin lebih
sering berada diluar rumah. Penjelasaan wanita karir juga terdapat dalam AlQuran yaitu surat
Al-Nisa 4:32 dan 124 dalam surat itu dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama
memperoleh bagian, upah atau ganjaran dari hasil upayanya.

Perjalanan beragama saya mungkin akan berlanjut dimasa akan datang, dapat menjadi
lebih baik atau mungkin akan sesekali mengalami keterpurukan. Yang saya pahami dan saya
yakini bahwa Allah SWT tidak akan menjauh dan menbiarkan saya terlalu lama terjatuh.

Amin..
KONSELING MULTIKULTURAL
“AGAMA ISLAM”

DWI KUS ARISTYANI

1715120067

BK REG 2012

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Belajar gerakan
dan bacaan
wudhu dan sholat

Manasik Haji saat Lebaran Idul Adha


TK
Belajar membaca Belajar untuk
IQRA Lebaran Idul Fitri bersabar,
perbanyak
Memakai hijab dan
Pertama kalinya mengucap
Pesantren kilat menutup aurat selama 1
Belajar doa-doa hatam Al-Quran istighfar, belajar
(SD-SMP-SMA) bulan saat KKN
pendek (makan, pada umur 9 tahun Mengikuti/menghadiri memakai hijab,
tidur, pergi, acara/perayaan dan tidakl
masuk rumah, pengajian, Maulid meninggalkan
Di Adzani Belajar puasa Nabi, Isra Miraj Belajar memakai hijab
dll.) Membaca Al-Qur’an ibadah (sholat)
saat lahir

Jarang mengucap Masih sering Belum mampu Kurang mampu Masih sering Menjalin hubungan
syukur bolong-bolong menutup aurat menahan nafsu, melawan orang tua (pacaran) dengan
“Alhamdulillah” sholat 5 waktu khususnya emosi yang beda agama
Saya Dwi Kus Aristyani, dari kecil hingga saat ini saya beragama Islam. Saat lahir saya di adzani oleh ayah saya. Nenek saya khususnya
adalah guru ngaji, jadi saya dibesarkan dan dididik oleh agama yang kuat. Dari kecil saya sudah diajarkan untuk mengaji, menghafal doa-doa
sehari-hari, surat-surat pendek, belajar sholat, hal itu semua sudah diajarkan sejak saya balita. Saat memasuki umur 3 tahun, saya ikut pengajian
di mushola yang ada guru ngajinya sampai saya kelas 6 SD. Saat TK saya mengikuti manasik Haji yang diadakan oleh TK saya.

Sejak kecil pun saya sudah diajarkan untuk berpuasa saat bulah Ramadhan, ikut pesantren kilat mulai dari yang di adakan oleh kelurahan,
menginap di masjid 3 hari, sampai yang diadakan saat Ramadhan di sekolah. Saya juga selalu hadir dalam setiap acara atau perayaan agama
islam, seperti Maulid Nabi dan Isra Miraj.Tidak hanya puasa ramadhan, tetapi keluarga saya mengjarkan untuk puasa sebelum Idul Adha, dan
puasa senin-kamis.

Tetapi, dengan bertambahnya umur, faktor lingkungan, teman sepermainan, saya merasa jauh dari agama saya. Contohnya Ibadah atau
sholat 5 waktu. Saya jadi sangat malas dan jarang melakukannya, hal itu terjadi saat saya memasuki bangku SMP. Ibadah yang saya lakukan
sering setengah hati dijalankannya, dan saya sadar akan hal itu. Menurut ulama tauhid mengatakan bahwa ibadah adalah meng-Esakan Allah
Swt. dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta merundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya.

Secara bahasa, ibadah berarti taat, tunduk, menurut, mengikuti, dan doa. Ibadah menurut pelaksanaannya dibagi dalam tiga bentuk.
Pertama, ibadah jasmaniah-ruhiah (ruhaniah), yaitu perpaduan ibadah jasmani dan ruhani, seperti shalat dan puasa. Kedua, ibadah ruhiah dan
maliah, yaitu perpaduan antara ibadah ruhani dan harta, seperti zakat. Ketiga, ibadah jasmaniah, ruhiah, dan maliah sekaligus, seperti
melaksanakan haji. Saya merasa sangat jauh dari agama yang saya anut, khususnya saya yang jarang sekali sholat. Sholat saya lakukan jika
memang saya benar-benar sedang dalam masalah. Saya sadar akan apa yang saya lakukan, kadang saya sering merasa salah karena saya hanya
berdoa, meminta, memohon jika saya sedang merasa butuh bantuan, sedang merasa sedih, kacau dan benar-benar dalam lingkaran masalah. Pada
prinsipnya ibadah merupakan sari ajaran Islam yang berarti penyerahan diri secara sempurna pada kehendak Allah Swt.
Tidak hanya ibadah saya saja yang kurang, akhlak saya pun menjadi kurang baik seperti melawan orang tua, contohnya bilang “ah” saat
di perintah, mengeluarkan suara keras, dan banyak mengeluh. Mungkin pada umur-umur remaja saya sangat percaya kepada teman, saya masih
mencari jadi diri, butuh pengakuan dan lebih percaya terhadap lingkungan yang mendominasi efek negatif. Akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa
manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia,
atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.

Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Jadi pada hakikatnya khulk
(budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbulah
berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.

Saya adalah orang yang jarang memikirkan baik dan buruk sesuatu hal kerena hal tersebut relatif dan tergantung dari sudut padang orang
yang meilainya. Saya adalah orang yang selalu ingin mencoba, walaupun saya tahu resikonya tidak baik. Kadang saya suka berpikir, diri saya
adalah seorang pemeberani atau seorang yang tidak menjalakan aturan-aturan dalam agama, atau saya sering menyebut si pembuat dosa. kareena
sifat saya yang agresif terhadap suatu hal maka saya tidak memikirkan hal-hal lain yang dapat merugikan. Saya hanya seorang pencari
kebahagiaan yang melakukan hal apapun untuk mendapatkannya.

Banyak hal-hal negatif yang sering saya lakukan, tetapi tidak sedikit juga hal-hal positif yang saya lakukan. Saya bukan tipe orang yang
perhitungan dengan orang lain, lebih baik saya banyak memberi dari pada menerima, saya selalu mengutamakan orang lain dibandingkan diri
saya sendiri, khusunya untuk sahabat. Saya jarang marah besar kepada orang-orang terdekat saya. Saya menyisihkan uang, barang atau sesuatu
yang berguna untuk orang banyak. Dan tidak lupa saya selalu mengucap istighfar disaat saya melihat atau mersakan sesuatu yang kurang enak.

Karena perilaku saya yang kurang baik atau kurang menjalankan perintah Allah Swt. saya seperti manusia yang tidak mengetahui
statusnya. Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia adalah penguasa (khlaifah0 di muka bumi yang mengemban amanat dari Allah SWWT. (QS.
2:30 dan 33:72). Manusia sebagai makhluk Tuhan yang sepurna dan mulia yang ditugaskan sebagai khalifah, pengolah alam semesta mempunyai
kewajiban-kewajiban yang akan dipertanggungjawabkan, baik kewajiban terhadap Allah, diri sendiri, sesamanya dan alam sekitarnya.

Saya sebagai manusia pun kadang kurang bersyukur, bahkan untuk menucap syukur saja saya sering lupa, padahal banyak sekali nikmat
Allah Swt. yang sudah diberikan pada saya. Syukur atau bersyukur ialah merasa senang dan berterimakasih atas nikmat yang Allah SWT
berikan. Secara umum nikmat itu dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, nikmat yang bersifat fitri yakni nikmat yang dibawa sejak
ia lahir. Kedua, nikmat yang mendatang, yang diterima, yang dirasakan pada waktu tertentu.

Saat ini pun saya masih belum berani untuk menutup aurat dan memakai hijab, dan yang lebih parah sampai saat ini saya masih menjalin
hubungan (pacaran) dengan beda agama. Saya tahu hal itu, dan keluarga saya pun mengetahuinya. Ibu saya sangat melarang tetapi saya tetap
menjalankannya. Banyak sekali pertentangan dalam diri saya saat menjalankannya, perasaan durhaka terhadap Ibu saya, dosa karena menjalin
hubungan dengan yang beda agama. Saya ingin sekali mengakhiri semuanya tetapi tidak mudah, awalnya saya merasa saya butuh kebebasan
untuk berekspresi, tetapi saya jadi terjebak di situasi yang sulit.

Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai
sebesar-besarnya sesuai keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan norma-norma, aturan-aturan, dan
perundang-undangan yang berlaku. Saya adalah orang yang menyalah artikan kebebasan, sehingga bia berbuat sekehendak hati tanpa
mengindahkan norma-norma yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

As, Asmaran.Pengantar Studi Akhlak.2002.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


Raya, Ahmad Thib dan Siti Musdah Mulia.Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam Islam.2003.Jakarta: Prenada Media.
Muatawali, M Asy Sya’rawi.Baik & Buruk Dalam Islam.1994.Jakarta: Persama.
Abdullah, M Yatimin. Studi Akhlak Dalam Perspektif ALQURAN.2008.Jakarta: Amzah.
TUGAS
Agama Sendiri

Elizabeth Rotua 1715121291

Konseling Multikultural

Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta ( UNJ )
2015
Timeline Pengalaman Keagamaan

Perayaan Mengikuti
Sekolah hari Perjamnuan komunitas
Baptis Katekisasi
Minggu keagamaan Kudus keagamaan

Lahir Saat ini

Diejek
teman Diejek Pelecehan
Kegagalan
guru terhadap
agama saya
di media
sosial
Aku si Minoritas

Kebanyakan orang hanya dengan mendengar nama lengkap saya saja mereka dapat
mengetahui agama dan etnis saya. Dimana nama depan saya menjadi penanda agama yang saya
anut, sementara nama belakang saya menyiratkan etnis saya. Nama Elizabeth diambil dari
nama tokoh Alkitab yaitu ibu dari Yohanes Pembabtis, dimana Yohanes pembabtis adalah nabi
yang bertugas untuk mempersiapkan dan mengabarkan kedatangan Yesus Kristus ke seluruh
umat manusia. Dalam bahasa Ibrani nama Elizabeth memiliki arti janji Tuhan, dalam bahasa
Jerman artinya Tuhan sebagai sumpahnya, dan dalam bahasa Perancis artinya dikhususkan
untuk Tuhan. Sementara nama Rotua berasal dari bahasa Batak yang artinya rejeki.

Perjalanan keagamaan saya telah dimulai sejak saya lahir hingga saat ini. Di mana saat
saya baru lahir ke dunia, orang tua saya segera membacakan doa-doa ucapan syukur kepada
Tuhan di telinga saya. Setelah beberapa minggu, kedua orang tua saya membawa saya ke gereja
untuk di baptis. Baptis memiliki makna bahwa orang tua telah menyerahkan anaknya ke dalam
Tuhan dan mereka memiliki kewajiban untuk terus membimbing, mengarahkan, dan
mengajarkan anaknya akan perintah Tuhan.

Ketika saya berusia empat tahun orang tua saya mendaftarkan saya untuk ikut sekolah
Minggu. Saat sekolah Minggu saya dan teman-teman akan beribadah dan belajar tentang
firman Tuhan bersama. Senang rasanya bisa mengikuti kegiatan sekolah Minggu, karena
dengan begitu saya jadi memiliki banyak teman dan bisa lebih mengenal firman Tuhan.

Selain dapat belajar tentang firma Tuhan, di sekolah minggu saya juga dajarkan beberpa
keterampilan seperti bernyanyi, menari, menggambar, dan bermain drama. Biasanya kami akan
membuat menampilkan keterampilan-keterampilan tersebut untuk memeriahkan acara Natal,
Paskah, dan Parheheon (hari terbentuknya Sekolah Minggu).

Saat saya beranjak remaja barulah saya mengikuti katekisasi atau belajar sidi, di mana
bahasa bataknya adalah marguru malua. Katekisasi/belajar sidi/marguru malua ini adalah
proses belajar mendalam mengenai Firman Tuhan serta aturan-aturan gereja selama satu tahun.
Tujuannya adalah untuk membuat setiap individu lebih mengerti tentang Firman Tuhan
sehingga dapat menjadikan Firman itu menjadi dasar dalam menghadapi dunia yang fana.
Setelah belajar selama satu tahun, tibalah saya dan teman-teman lainnya pada hari yang dinanti,
yaitu hari peneguhan sidi. Dimana pada hari ini saya dan teman-teman lainnya akan disahkan
dan dianggap telah menjadi manusia yang matang secara rohani. Maksudnya adalah ketika
orang yang telah menjalani peneguhan sidi, orang itu telah dianggap sebagai orang dewasa
yang sudah bisa mengemban tanggung jawab yang besar secara rohani. Setelah belajar sidi
selama satu tahun, semua pelajar pelajar sidi juga akan mendapatkan satu ayat Alkitab yang
diyakini oleh sebagai ayat pegangan hidup. Pendeta akan melakukan puasa dan doa syafaat
untuk memilih beberapa ayat dari banyaknya ayat dalam Alkitab dan nantinya kami akan
mengambil ayat itu dari suatu wadah yang di dalamnya berisi banyak ayat Alkitab. Ayat yang
kami dapatkan itulah yang nantinya akan menemani kami menjalani kehidupan di dunia ini.
Katekisasi membuat saya semakin yakin akan Tuhan yang saya sembah dan saya Imani.

Hanya orang yang sudah peneguhan sidi yang berhak mengikuti perjamuan kudus, hal
ini karena orang-orang yang sudah peneguhan sidi dianggap sudah matang secara rohani serta
mengerti mengenai arti mengikut Kristus dan memikul salibNya, sementara mereka yang
belum peneguhan sidi masih dianggap belum matang secara rohani. Perjamuan kudus adalah
simbol perjamuan terakhir yang Yesus Kristus adakan dengan murid-muridNya sebelum Ia
ditangkap dan disalibkan. Dalam prosesi perjamuan kudus jemaat akan menerima roti dan
anggur. Roti itu diibaratkan sebagai daging Kristus dan anggur sebagai darahNya. Dimana
artinya Kristus telah memberikan diriNya sepenuhnya untuk menebus dosa manusia.
Perjamuan kudus biasanya dilaksanakan saat perayaan Natal dan peringatan Jumat Agung.
Selain itu, perjamuan kudus juga sering diberikan kepada orang-orang yang berada dalam
kondisi kritis karena sakitnya.

Sejak saya duduk di bangku sekolah, saya selalu mengikuti komunitas keagamaan yang
ada di sekolah saya. Komunitas tersebut bernama ROHKRIS (rohani Kristen). Sering teman
saya yang beragama non-Kristen bertanya kepada saya “Kenapa sih Beth, kok rajin banget ikut
ROHKRIS?” dengan mantap saya menjawab “Karena ada banyak hal yang aku dapatkan ketika
mengikuti ROHKRIS dibandingkan komunitas lainnya. Aku merasa dapat semakin dewasa
dalam iman, mendapatkan keluarga baru, mendapatkan banyak pengajaran tentang Tuhan dan
aku juga dapat bekerja bagi Tuhan dan melayani sesama.”

Universitas Negeri Jakarta juga memiliki komunitas untuk mahasisa/i yang beragama
Kristen, yang dinamakan PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen). Saya tidak terlalu aktif
dalam komunitas tersebut, saya hanya mengikuti suatu program dalam komunitas tersebut yang
bernama kelompok kecil. Kelompok kecil ini sudah menjadi keluarga kecil saya di kampus,
karena di dalam kelompok kecillah saya, teman kelompok kecil saya, serta pemimpin
kelompok kecil dapat bersama-sama belajar mendalam tentang Firman Tuhan, serta saling
menguatkan dan menopang.

Memang benar agama yang saya anut termasuk agama minoritas di Indonesia. Ada
beberapa diskriminasi yang pernah saya rasakan karena menganut agama Kristen. Saya pernah
diejek oleh teman dan dianggap manusia kafir. Saya pernah diejek oleh guru (secara tidak
langsung saat guru tersebut mengajar), ataupun pengihinaan terhadap ajaran agama serta Tuhan
saya yang banyak beredar di media sosial. Saya sering merasa marah mendapatkan perlakuan
seperti itu, akan tetapi ketika saya pikirkan kembali justru dengan inilah iman saya di uji.
Apakah saya kuat mengahadapi hinaan orang-orang ataupun tidak, karena di dalam Alkitab
Yesus pun mengatakan untuk menjadi pengikutNya saya harus siap dibenci oleh dunia dan kita
harus tetap mengasihi orang yang membenci kita layaknya kita mengasihi diri kita sendiri.
Diskriminasi memang tidak menyenangkan untuk saya, akan tetapi diskriminasi dapat
dijadikan sebagai suatu pengalaman berharga untuk menguatkan iman saya.

Selain diskriminasi ada banyak pengalaman-pengalaman dalam hidup saya yang


menguatkan iman kepercayaan saya. Kegagalan ataupun hal-hal yang tidak menyenangkan
dalam hidup saya mengajarkan saya untuk dapat lebih berserah kepada Tuhan dan percaya
sepenuhnya bahwa rencana Tuhan adalah yang terbaik dalam hidup saya. Melalui renungan
setiap pagi, kelompok kecil, dan doa membuat saya lebih dekat lagi kepada Tuhan.

Membuat tulisan ini menyadarkan saya akan pentingnya pemahaman seorang calon
konselor terhadap agamanya sendiri. Pemahaman yang baik akan ajaran agama seharusnya
juga diimbangi dengan penerapan yang baik pula, karena dengan begitu pemahaman agama
tidaklah sia-sia tetapi membantu seseorang untuk dapat menjalani kehidupannya sesuai ajaran
agama yang ia anut. Calon konselor perlu memiliki aspek spiritualitas yang baik, karena hal itu
akan membantu konselor untuk dapat menjalani kehidupannya sendiri dengan baik, serta dapat
menghargai keberadaan manusia lain di muka bumi ini sebagai pribadi yang berharga seperti
ia menganggap dirinya sendiri berharga.

Referensi :

Shropshire, M. (2001). Allahlah Harapanmu. Batam: Interaksara, pp: 165-170


Nama : Fathiah Khoiriah
NIM : 1715121301
Jurusan : BK Reguler 2012
Mata Kuliah : Konseling Multikultur
TERLAHIR SEBAGAI ANAK KADER

Bila dilihat cara berpakaian saya, untuk sebagian orang dapat menebak latar belakang agama saya. Ya, saya seorang muslim. Saya langsung
diadzankan oleh Abi beberapa saat setelah saya lahir ke dunia. Dan seminggu setelahnya saya Di Aqiqah dan di beri nama Fathiah Khoiriah yang
artinya Pemudi yang Baik . Aqiqah adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Aqiqah adalah sebuah pengurbanan atau sebuah
pengorbanan yang dilakukan oleh orangtua bayi guna menebus anak yang telah dilahirkan ke dunia. Aqiqah sendiri hukumnya adalah sunnah
muakkadah yang artinya adalah sunnah yang di kuatkan atau sunnah yang disangat dianjurkan untuk dilakukan, tetapi jika ditinggalkan tidak berdosa.
Sejak lahir saya di besarkan di keluarga yang islamnya sangat kental. Masa kecil saya diajarkan berbagai macam doa-doa harian yang sederhana.
Ummi menyampaikannya dengan cara yang menarik, menggunakan lagu. Dalam buku Melahirkan Anak Masya Allah karya seorang penulis Kairo,
seorang anak dapat mampu untuk banyak menghafal dengan tanpa pemahaman. Maka ini adalah kesempatan yang baik untuk orang tua memebiasakan
anak untuk menghafal Al-Quran, hadist-hadist pendek, doa-doa harian, dan sebagainya. Disini orangtua perlu memperhatikan metode menghafalnya,
biasanya agar mudah dan menarik si anak orangtua menggunakan lagu. Seperti saat saya masih kecil saya ingat Ummi selalu mebimbing saya saat
ingin makan, memakai baju atau yang lainnya akan di tuntun untuk membaca doa terlebih dahulu. Dan menghafalnya menggunakan lagu dengan nada
balonku misalnya. Saat kecil pun saya sering di ceritakan tentang sahabat-sahabat nabi dan saya masih mengingatnya sekarang, walau tidak sedikit
lupanya. Saya mungkin adalah seorang minoritas saat berada dilingkungan seperti UNJ. Tidak banyak dari mahasiswa UNJ yang menghabiskan 12
tahun wajib belajarnya di sekolah islam terpadu seperti saya. Selama TK hingga SMA, sekolah saya berlandaskan Islam Terpadu. Sekolah yang
mempunyai jaringan di seluruh Indonesia dan mulai menjamur dimana-mana. Pendidikan karakter, hafalan Quran, dan prestasi. Dunia dan akhirat
seimbang. Banyak yang aneh mungkin sampai sekarang mendengar TKIT atau SMAIT namun itu hal yang sangat biasa bagi saya, bahkan terkadang
saya bingung cara menjelaskannya. Dan biasanya cara tercepat saya menjawab rasa penasaran mereka saya akan bilang seperti ini Sebenernya
sekolah umum gitu kaya kalian. Belajarnya juga sama ko. Ada Fisika, kimia, biologi, sosiologi. Tapi mungkin ada paket spesial di sekolah aku,
belajar agama. Aqidah, fiqh, hadist, bahasa arab, dan ngafalin Al-quran dan tentunya hanya akan dibalas dengan anggukan, entah anggukan
mengerti atau tidak. Masa-masa sekolah ini saya sangat mengejar setoran hafalan Al-quran. Sebab di sekolah hal yang lumrah untuk saling mengejar
hafalan Al-quran. Maka saya akan menghafalnya dimanapun dan kapanpun. Menghafal Al-quran menjadi rutinitas saya selama 12 tahun. Dalam buku
yang sama seperti diatas dikatakan menghafal yang baik adalah saat usia tiga tahun dan waktu menghafal yang baik adalah pagi hari, setelah sholat
subuh. Dan yang membimbing anak untuk menghafal Al-Quran adalah orangtua atau seseorang yang dapat membaca dengan baik Al-quran. Tidak
heran apabila saya memiliki hafalan lebih banyak dari yang lain. Namun yang disayangkan, semenjak masuk perguruan tinggi hafalan saya pun sudah
tidak terjaga lagi. Waktu yang sedikit dan jarak rumah yang jauh menjadi alasan utama saat saya ditanya tentang hafalan. Selain hafalan Al-quran saya
juga mengikuti Liqo. Liqo sama saja dengan pengajian. Liqo dikenalkan semenjak saya kecil, namun saya baru merasakannya langsung pada saat SMP
sampai sekarang. Banyak yang menilai bahwa yang ikut Liqo adalah seorang kader atau nantinya akan menjadi kader sebuah partai besar islam di
Indonesia. Saya tidak memungkirinya. Sebgaian besar memang kader. Tapi terkadang saya sering merefleksikan diri saya dengan teman-teman yang
justeru baru mengenal liqo ini saat dikampus. Semangat mereka tinggi dibandingkan dengan saya yang sudah semenjak kecil dipakaikan jilbab.
Berbicara tentang liqo mengingatkan saya tentang masa SMP. Saya ingat saat itu saya senang dengan cara mengajar seorang guru baru. Aktif dan
sangat enerjik, cara mengajarnya berbeda sehingga membuat anak-anak tertarik untuk belajar tentang islam di rumahnya. Saya bersama beberpa teman
saat itu bersemangat untuk datang ke rumahnya, namun karena letak rumah dinas sang guru tersebut berada di kawasan putra maka perizinan pun
sedikit di persulit. Di rumah guru tersebut kami belajar tentang cara solat yang benar, bagaimana cara solat agar khusyu. Dan hal tersebut kami
lakukan dengan senang tanpa kecurigaan apapun. Sampai suatu hari kami dilarang untuk bertemu sang guru lagi. Saya tidak terlalu memahami
masalah yang sedang terjadi, dan sampai akhirnya ada beberapa orang guru yang keluar dari sekolah. Entah dengan alasan apa. Yang saya tahu sekilas
saat itu sekolah sedang di adu domba dan akhirnya saling menjatuhkan. Sekitar 5 tahun kemudian saya beru mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Guru baru yang kami idolakan adalah salah satu agen syi'ah. Saya terkejut mendengar cerita dari teman saya, dia berkata bahwa kami hampir menjadi
korban berikutnya tapi kami masih dalam lindungan Allah. Mungkin dari situ juga saya sedikit berhati-hati dalam memilih organisasi di kampus. Saya
memilih organisasi yang netral dan tidak ada embel-embel islamnya.

Saya memiliki hubungan yang cukup baik dengan beberapa teman yang berbeda keyakinan dengan saya. Karena saya dibiasakan oleh kedua orangtua
saya untuk saling menghormati. Dalam keluarga saya islam adalah agama mayoritas dan kristen adalah agama yang minoritas. Kakak eyang adalah
seorang yang berpindah agama, dari islam menjadi kristen. Saya ingat dulu saat belum pindah ke dekat rumah kami beliau sering tidak diberitahu
tentang sebuah kematian atau diadakan arisan. Sebab menurut keluarga besar saya hal ini tidak penting untuk di share kepada beliau sebab takutnya
ada yang tidak sejalan dengan islam. Karena tidak sedikit perdebatan yang akhirnya muncul karena perbedaan agama. Bagi saya agama adalah penting
terutama dalam konseling. Namun disini mungkin kita dapat memposisikan diri kita saat berhadapan dengan konseli yang berbeda keyakinan. Demi
menghindari kesalahpahaman dan ketidaknyamanan dalam proses konseling.

DAFTAR PUSTAKA

Mursi, Muhammad said. 2001. Melahirkan Anak Masya Allah. Cendikia Sentra Muslim : Jakarta
KONSELING MULTIKULTURAL
Tugas Syarat Masuk III “Agama Sendiri”

Oleh

Fitriah
1715121287

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Kegegaran Agama atau Kebingungan Fashion?

Berikut timeline keagamaan:

Belajar shalat
Lahir Diadzankan Ktka Lahir Masuk Pesantren

Mulai Menggunakan Jilbab Saat Ini

Masuk Madrasah (SMA), Gegar Fashion

Hai cerita tentang saya masih lanjut nih. Kini saya menceritakan berbagai pengalaman-
pengalaman keagamaan saya selama saya hidup. Saya seorang muslimah dari lahir
(Alhamdulillah) itu merupakan kebanggaan tersendiri buat saya. Entah mengapa namun saya
merasa agama ini merupakan milik saya yang harus saya jaga, mungkin karena didikan keluarga
saya mengenai hal keagamaan dapat dikatakan cukup kuat, namun sisi lain saya pun merasakan
nyaman dan kedamaian akan agama ini. Agama nya loh ya yang berisi tentang kedamaian,
kelembutan, sosok yang patut ditiru dan hal terpuji lain akan agama ini bukan dari orang-orang
yang mengaku cinta agama islam ini namun jauh dari ajarannya. Disitu kadang saya merasa
sedih hehe.

Yup berhenti membicarakan diluar konteks tugasnya yaa. Saya ingin menceritakan
pengalaman spiritual saya dari saya lahir yaa walaupun sebenarnya saya juga tidak tahu ini
benar-benar terjadi pada saya atau tidak namun saya yakin bahwa keluarga saya selalu
menanamkan hal keagamaan yang kuat pada saya oleh karena itu saya yakin ketika saya lahir
untuk menandakan bahwa saya seorang muslimah yaitu saya di-adzan-kan pada telinga kanan
dan di-iqomah-kan pada telinga kiri oleh ayah saya. Itu merupakan suatu kewajiban ketika
melahirkan seorang bayi. Setelah itu biasanya akan ada aqiqah untuk si bayi namun hal tersebut
tidak terjadi pada saya jadi saya belum pernah merasakan aqiqah bagi diri saya sendiri hingga
saat ini.
Ketika saya berusia sekitar 6 tahun saya telah diajarkan oleh ibu, nenek dan kakek saya
bangun pagi pukul 05.00 untuk melaksanakan shalat subuh lalu menonton tayangan islami
seperti pengajian di televise, hal tersebut terus menerus menjadi kebiasaan saya pada saat itu.
Terus berlanjut hingga saya memasuki sekolah dasar dapat dikatakan saya telah memiliki
pengetahuan keagamaan yang baik daripada teman sebaya saya yang lainnya walaupun
sebenarnya keluarga saya bukan termasuk keluarga ustadz ataupun haji. Kami keluarga biasa
yang memiliki rasa penasaran yang tinggi akan keagamaan kami. Bahkan saya sudah memiliki
keinginan untuk menutupi rambut saya dengan hijab pada usia 10 tahun walaupun masih kadang-
kadang, yaa kadang-kadang mau kadang-kadang nggak hehe.

Beranjak remaja ketika saya lulus sekolah dasar saya ingin melanjutkan studi saya ke
SMP ibu saya dahulu. Saya mengikuti tes nya dan lolos, namun hal itu sepertinya kurang
berkenan dihati ibu saya hingga ia membawa saya untuk berkonsultasi ke tante saya yang
notabene guru ngaji lalu beliau memberi masukan kepada saya serta ibu saya untuk ke pesantren
yang berada di sukabumi. Awalnya berat untuk saya karena tempatnya jauh dan harus berpisah
oleh keluarga saya untuk waktu yang lama namun ibu saya meyakinkan saya untuk mengikuti
petunjuk yang baik serta mengikuti jejak kakak saya masuk pesantren juga. Akhirnya saya
mengiyakan. Hanya sepekan untuk menyiapkan keperluan saya di sana lalu saya berangkat
bersama keluarga saya. Ketika menyiapkan perlengkapan untuk tinggal di pesantren saya baru
membeli pakaian panjang, rok panjang, serta jilbab yang banyak. Yaa saya mulai benar-benar
menutup aurat saya ketika SMP.

Selama ± 3 tahun saya belajar di pesantren dan tinggal di asrama. Ilmu saya mengenai
keagamaan makin bertambah saya juga sempat mengalamai culture shock di mana kehidupan
saya di rumah jauh berbeda dengan tinggal di asrama. Saya belajar lebih disiplin dari mulai
tentang dunia hingga akhirat, saya jadi lebih sering mengaji, mengikuti beragam materi
keagamaan dan belajar menggunakan bahasa arab (bahasa Al-Qur’an). Semua yang saya pelajari
juga saya praktikkan dalam kehidupan sehari-hari saya di asrama hingga saya selesai SMP di
sana.

Tamat SMP saya langsung diboyong orang tua saya ke Jakarta dan melanjutkan studi di
Jakarta. saya melanjutkan sekolah menengah saya di MAN (Madrasah Aliyah Negeri). Suatu
tempat belajar yang juga memiliki nuansa islami yang baik namun tidak asrama seperti pesantren
saya dulunya. Saya melanjutkan di madrasah karena ibu saya melihat background SMP saya
pesantren maka dilanjutkan juga sekolah SMA nya di madrasah agar ilmu keagamaan tetap dapat
dipraktikkan dan terus berlanjut. Dalam benak saya awalnya madrasah pasti diisi oleh orang-
orang yang sama dengan pesantren saya dulu di mana perempuan dan laki-laki tidak bercampur
serta mereka menggunakan pakaian yang tidak transparan. Namun hal itu tidak terbukti di sana
walaupun tidak banyak yang menggunakan pakaian yang hampir sama dengan saya tetapi masih
lebih banyak yang tidak sama dengan saya. Awalnya saya sempat kaget namun lama kelamaan
saya dapat memahami dengan baik bahwa banyak dari mereka yang diluar sekolah tidak
menggunakan jilbabnya.

Gegar budaya yang saya rasakan tidak berhenti di situ. Teman-teman mulai memanggil
saya dengan sebutan “ustazah” karena pakaian yang saya gunakan berbeda dengan yang lain,
juga pengetahuan saya akan agama dan bahasa arab lebih tinggi dibandingkan mereka. Sempat
menjadi beban tersendiri buat saya karena saya memang harus benar-benar menjadi apa yang
mereka katakan, tidak sedikit yang bertanya kepada saya mengenai agama ataupun bahasa arab.
Mereka mengira saya mengetahui semuanya, padahal tidak juga. Dengan begitu saya harus tetap
menjaga pakaian saya dan tidak mengikuti fashion pada umumnya walau kadang terbersit pikiran
ingin sekali terlihat beda namun saya lebih memilih takut mendengar cemooh orang daripada
keinginan saya. Sebenarnya saya lebih aman dengan pakaian pesantren saya itu karena teman
laki-laki saya lebih menghormati saya ketimbang ke teman perempuan lainnya.

Saya melanjutkan ke studi saya di universitas negeri Jakarta yang notabene isinya ialah
sekumpulan modis-modis berdandan fashionable layaknya anak kuliah pada umumnya namun
belum mengubah gaya pakaian saya yang masih kebawa aat pesantren walaupun saya
menggunakan celana pasti celana bahan. Hingga semester 4 saya baru mencoba menggunakan
celana bahan namun berwarna jeans dan mulai membeli celana jeans yang longgar, masih sulit
bagi saya menggunakan celana jeans ketat seperti yang lainnya. Berlanjut hingga sekarang saya
sudah sedikit fashionable dengan style saat ini namun tetap menjaga agar terlihat sopan dan
santun.

Pada awalnya saya sedikit kaget dengan fashion yang terjadi karena saya termasuk orang
yang tidak mengikuti fashion. Orang-orang saat SMA dan kuliah ini agak menjengkelkan,
mereka tidak menyukai apa yang saya gunakan. Hal tersebut awalnya tidak mengganggu saya
namun lama-kelamaan membuat saya kesal dan saya mulai memperbaiki pakaian saya dengan
tetap mengutamakan adat kesopanan. Dan saat ini dapat dikatakan saya mulai terbiasa dengan
gejolak fashion yang berubah-ubah dengan cepat, saya mulai memiliki style sendiri dimana tidak
terpengaruh lagi dengan perkataan dan style yang terus berubah.

Gegar budaya yang saya rasakan erat kaitannya dengan aliran behaviorisme dalam buku
psikologi agama karya Prof. Dr. H. Jalaluddin. Ia berpendapat bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh hukum stimulus dan respons sedangkan menurut aliran psikoanalisis, perilaku
manusia didorong oleh kebutuhan libidonya (Djamaluddin Ancok, 1994:63). Pandangan
behaviorisme mengisyaratkan bahwa perilaku agama erat kaitannya dengan stimulus lingkungan
seseorang. Jika stimulus keagamaan dapat menimbulkan respons terhadap diri seseorang, maka
akan muncul dorongan untuk berperilaku agama. Sebaliknya jika stimulus tidak ada maka
tertutup kemungkinan seseorang untuk berperilaku agama. Jadi, perilaku agama menurut
pandangan behaviorisme bersifat kondisional (tergantung dari kondisi yang diciptakan
lingkungan).

Penjelasan tersebut sama dengan apa yang saya rasakan mengenai gegar budaya fashion
yang saya alami. Kebingungan apakah mengikuti fashion masa kini atau tetap pada jalur pakaian
pesantren saya. Namun pada akhirnya saya memilih jalan tengah untuk tetap berpakaian sopan
santun serta tertutup dan modis ala masa kini. Saya rasa jalan tengah tersebut membuat saya
nyaman dengan fashion saya saat ini, saya mulai tidak terpengaruh lagi dengan model-model
aneh dan tetap pada jalur saya seharusnya.

Beranjak dari pendekatan konsep Islam tentang manusia, terungkap bahwa manusia
adalah makhluk ciptaan yang memiliki hubungan makhluk-Khalik secara fitrah. Untuk
menjadikan hubungan tersebut berjalan normal, maka manusia dianugerahkan berbagai potensi
yang dipersiapkan untuk kepentingan pengaturan hubungan tersebut. Anugerah tersebut antara
lain, berupa dorongan naluri, perangkat inderawi, kemampuan akal, dan fitrah agama yang jika
dikembangkan melalui bimbingan yang baik akan mampu mengantarkan manusia mencapai
sukses dalam kehidupannya sebagai makhluk yang taat mengabdi kepada Penciptanya.
Daftar Pustaka

Jalaluddin. 2009. Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.


KONSELING MULTIKULTURAL

Agama Sendiri

Disusun Oleh :

FITRIANA AMALIA NUGROHO

1715125405

BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015
Susahnya
Ketidak taatan saya dan Tanggung jawab
mengikuti
orang tua terhadap yang lebih besar Beban mental karena
pelajaran di Tanggung jawab
perintah solat 5 waktu karena masuk SMA proses perceraian
TPA yang lebih besar
tahun 2000-2004 islam tahun 2006- papa & mamah,
tahun 2002 karena gelar haji
2009 sedangkan mereka
papah mamah sudah bergelar haji
tahun 2005-saat ini tahun 2005-saat ini
JALAN SURGA...

Agama menjadi acuan dari setiap kehidupan. Namun hambamu ini kadang suka melupakan
bahkan meninggalkan apa yang menjadi syarat dari agamaMu, Tuhan..

Dua kaliamat diatas sekiranya menjadi doa sekaligus pengakuan saya terhadap dosa yang
mungkin hingga kini semakin menggunung. Tugas time line ini membuat saya melihat
sejenak kebelakang, bukan untuk bergalau-galau ria, namun untuk belajar dan introspeksi
terhadapa kekurangan yang ada.

Jika jauh lihat kebelakang, entah mengapa dulu keluarga saya belum banyak memahami dan
menjalani perintah-perintah agama, seperti solat, zakat, bahkan puasa di bulan ramadhan pun
sekiranya kalau mau. Jarang sekali saya melihat mama dan papa solat. Setiap saya mengajak
atau menanyakan mereka sudah solat apa belum, mereka akan menjawab , “halaaahhhh,
minggir minggir, sekarang gini aja, kamu sendiri udah solat belummm?” astagfirullah, bisa
dibayangkan, bukan? Bagaimana saya tidak bingung plus sakit hati kalau dijawab seperti itu,
yang mungkin saat yang bersamaan pun saya juga belum rajin rajin amat menunaikan solat,
maklum saat itu saya masih berusia empat/lima tahun, waktu dimana seharusnya saya
mendapatkan bimbingan khusus mengenai agama dari orang tua saya sendiri. Lalu, ketika
saya branjak memasuki usia sekolah, saya dipilihkan sekolah dengan latar islam
menghiasinya, bernama.... Taman Kanak-Kanak Bani Saleh 2 Kota Bekasi. Sekolah ini
mengajarkan beberapa aspek keagamaan yang belum saya tahu, dan mampu membuat saya
mengatakan “oh gituuu, ternyata”. hal yang menyenangkan dalam moment ini adalah, saya
mampu menghafal surat2 pendek atau juz’ama, sehingga saya akan berteriak dengan penuh
semngat kalau membacanya. Sepulang sekolah, saya biasanya akan mengoceh tentang surat
apa yang sudah saya hafalkan, alih-alih sebagai bahan pamer dengan logat anak kecil,
“tadi aku hafalan sudart ini dongg, bla bla bla bla.....”

Jika saya atidak salah, ketika saya kelas 3 SD, baru orang tua saya berpikir, bahwa saya butuh
mengaji (biasa sebut dengan TPA). Awalnya kegiatan ini diikuti oleh banyak murid, sehingga
pembelajarannya pun di pisahkan berdasarkan usia, lalu kami masih dipungut biaya sekitar
tiga ribu rupiah setiap pertemuannya. Namun seiring berjalannya waktu, murid-murid ini
mulai menghilang, sehingga kami tidak perlu belajar berdasarkan usia lagi, namun kami
digabung dalam satu kelompok besar. Kegiatan rutinnya adalah wiridhan, lalu membaca Al-
quran secar bergantian, setelah itu baru kami mengeluarkan alat tulis, karena kami akan
segera diajarkan ilmu-ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, tajwid, Aqidah, sejarah, dan
hafalan............hafalan? Wah, itu yang paling saya sukai. Setiap hari rabu saya pantang yang
namanya membolos, karena di hari itu saya akan berlomba-lomba dengan yang lain untuk
siapa yang paling cepat menyelesaikan hafalan-hafalan hadits, dan doa pada beberapa buku,
mulai dari volum 1 hingga 5, yang paling cepat maka ia akan mendapatkan penghargaan dan
hadiah tentunya dari ustadz.

Kedekatan saya dengan para murid yang lain, akhirnya membuat saya terpilih menjadi ketua
kelas di TPA. Ini pun menjadi moment berharga sekaligus memalukan, karena jujur saya
yang males belajar, ketika ulangan harian atau ulangan akhir semester menjadi sangat sulit
mengerjakannya. Alhasil, nilai saya jelek, dan saya jadi bahan ledekan satu kelas (padahal
gue ketua kelas lhoooo). Membicarakan mengenai ketua kelas yang identik dengan
kepemimpinan, membuat saya teringat akan satu buku dan kegiatan, dimana keduanya sangat
membantu saya pada perubahan yang signifikan. Dulu saya berpikir enaknya menjadi
pemimpi itu karena ia akan selalu memerintah, tanpa memikirkan bahwa segalanya
membutuhkan pertanggung jawaban. Dulu memang saya menjadi ketua kelas di TPA, tapi
saya heran kenapa rasa kepemimpinan itu tidak muncul ketika saya beranjak menjadi siswi
SMP di salah satu negeri di Kota Bekasi, saya malah menjadi bahan ledekan, bahkan bullying
(bukan secara fisik) dari teman-teman organisasi saya. Saya menjadi lebih tidak dihormati,
terlebih ketika saya menjadi senior dengan pangkat dan jabatan yang seharusnya ditakuti
namun omongan saya kadang hanya akan jadi olokan saja. Hingga saya kelas 2 SMP, saya
mengikuti sebuah leadership training yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga bernama
ESQ di kantor ayah saya. Disana saya banyak belajar mengenai keagamaan, terutama
bagaimana membentuk diri mejadi seorang pemimpi yang dicintai, dipercaya, memiliki
kepribadian, dan abadi. “Setiap orang dari kamu adalah pemimpin dan kamu bertanggung
jawab terhadap kepemimpinannya itu.” –HR Tirmidzi, Abu Dawud, Shahih Bukhari &
Muslim. Hadits tersebut menyadarkan saya, bahwa saya pun berhak menjadi seorang menjadi
pemimpi, bahkan saya sesungguhnya saya telah menjadi pemimpin bagi diri saya sendiri.
Percaya atau tidak keyakinan tersebut membuat saya berubah 180 derajat, dulu saya yang
dibully dan diremehkan, namun ketika saya SMA, tanggung jawab dan kepercayaan itu terus
mengalir, hingga saya terpilih sebagai ketua OSIS selama dua periode (kelas X-XI). Bahkan,
sampai tahun 2012 ketika saya mencalonkan diri sebagai Putri Pendidikan saat MPA, motto
saya tetap “To be the best Khalifah” dan alhamdulillah saya berhasil. Pada tahun 2014 saat
saya mencalonkan diri sebagai Ketua BEMJ BK motto itu masih saya pegang kuat, meskipun
saya gagal, namun saya selalu percaya, saya masih selalu menjadi seorang pemimpin bagi
lingkungan, terlebih untuk dirisaya sendiri.

Peraturan Islam sempat membuat saya mengalami culture shock saat saya masuk SMA Bani
Saleh, sekolah ini dengan latar belakangnya yang islami membiasakan saya dengan pakaian
seragam yang panjang menutupi bagaian belakang, dan kerudung syar’i, kami pun
diharamkan untuk ada kontak fisik seperti bersentuhan, apalagi berboncengan bagi mereka
yang punya pacar hehehehe (meski ini sepertinya tidak terlaksana dengan baik).

Islam dengan keindahannya membuat saya bersyukur terlahir dengan memeluk agama ini.
banyak yang diajarkan didalamnya dari hal sepele hingga yang paling rumit, dan selalu
memiliki arti. Islam yang mengingatkan bahwa saya tidak pernah sendiri kala ujian dari Nya
hadir, karena saya selalu punya Allah yang menuntun untuk menemui keberkahan dalam
setiap ujianNya tersebut. Banyak masalah yang kini sedang saya hadapi, tapi saya yakin Dia
akan selalu menerangi wajah-wajah yang dapat saya jumpai kala saya akan menangis,
mengadu, marah tapi tak lupa untuk bahagia. Ia mengirimkan kekuatan tidak hanya pada diri
saya yang menjalaninya, tapi juga pada jiwa-jiwa penolong tersebut. Bumi, langit, saya, anda,
keluarga, sahabat bahkan pacar menjadi bukti bahwa islam itu indah, beragam, luas,
menakjubkan. Ajaran, ujian, makhluk, dan yang pasti Al quran serat hadit Nya lah yang
selalu menunjukkan akan sebuah jalan, jalan menuju keindahandan, keabadian, tempat
kemulian selalu diagung-agungkan, yaitu Surga...

Sumber Referensi :

Agustian, Ary Ginanjar & Ridwan Mukri. 2007. ESQ for Teens 2, Mental Building with 6
principles. Jakarta. PT. ARGA Publishing.
Diadzani Sekolah Membaca
TPA Al-Quran Zakat

Diberi
Khitan Sekolah Pesantren Komunitas
Nama
Madrasah Kilat Spiritual

Aqiqah
Sholat Berpuasa

Ganti-ganti guru
mengaji karena
Berhenti TPA
malas
tidak sampai
wisuda Berhenti Madrasah
TIMELINE DAN REFLEKSI AGAMA
Kelas 2, tidak sekolah Mengalami kejadian
SENDIRI (ISLAM)
setahun, langsung spiritual yang
FRISKA PANCAWATI NOER BETHA
melanjutkan ke kelas 3 membuat takut
1715121314
KONSELING MULTIKULTURAL
Hukum Belajar Tajwid Al Qur’an

Hukum belajar ilmu tajwid adalah fardhu kifayah. Kalau ada dalam suatu tempat ada
seseorang yang menguasai ilmu ini maka bagi yang lainnya tidak menanggung dosa, kalau
sampai tidak ada maka seluruh kaum muslimin menanggung dosa.

Sedangkan membaca Al Qur’an dengan tajwid adalah wajib ‘ain artinya bagi seorang yang
mukalaf baik laki-laki atau perempuan harus membaca Al Qur’an dengan tajwid, kalau tidak
maka dia berdosa, hal ini berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah dan ucapan para ulama.

1. Dalil-dalil dari Al Qur’an

1. Firman Allah Azza wa Jalla:

“…dan bacalah Al Qur’an itu dengan tartil.” (Al Muzzammil: 4)

Maksud tartil itu adalah membaguskan huruf dan mengetahui tempat berhenti, keduanya ini
tidak akan bisa dicapai kecuali harus belajar dari ulama atau orang yang ahli dalam bidang
ini, dan perintah ini menunjukkan suatu kewajiban sampai datang dalil yang bisa merubah
arti tersebut.

2. Firman Allah Azza wa Jalla:

“Orang-orang yang telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan
bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar
kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al Baqarah: 121)

Dan mereka tidak akan membaca dengan sebenarnya kecuali harus dengan tajwid, kalau
meninggalkan tajwid tersebut maka bacaan itu menjadi bacaan yang sangat jelek bahkan
kadang-kadang bisa berubah arti. Ayat ini menunjukkan sanjungan Allah Azza wa Jalla bagi
siapa yang membaca Al Qur’an dengan bacaan sebenarnya.

3. Firman Allah Azza wa Jalla:

“Dan kami membacanya dengan tartil (teratur dengan benar).” (Al Furqan: 32)

Ini adalah sifat Kalamullah, maka wajib bagi kita untuk membacanya dengan apa yang
diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla.

2. Dalil-dalil dari As Sunnah


1. Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya bagaimana bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, maka beliau menjawab bahwa bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu
dengan panjang-panjang kemudian dia membaca “Bismillahirrahman arrahiim”
memanjangkan (bismillah) serta memanjangkan (ar rahmaan) dan memanjangkan ar rahiim.”
(HR. Bukhari)

2. Perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat agar mengambil bacaan dari
sahabat yang mampu dalam bidang ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, “Mintalah kalian bacaan Al Qur’an dari Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi
Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini adalah para sahabat yang mulia, padahal mereka itu orang-orang yang paling fasih dalam
pengucapan Al Qur’an masih disuruh belajar, lalu bagaimana dengan kita orang asing yang
lisan kita jauh dari lisan Al Qur’an?

3. Dan dalil yang paling kuat sebagaimana apa yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur
ketika Ibnu Mas’ud menuntun seseorang membaca Al Qur’an. Maka orang itu mengucapkan:

“Innamash shadaqatu lil fuqara-i wal masakin.”

Dengan meninggalkan bacaan panjangnya, maka Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu katakan,
“Bukan begini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat ini kepadaku.”
Maka orang itu jawab, “Lalu bagaimana Rasulullah membacakan ayat ini kepadamu wahai
Abu Abdirrahman?” Maka beliau ucapkan:

“Innamash shadaqaatu lil fuqaraa-i wal masaakiin.”

Dengan memanjangkannya. (HR. Sa’id bin Mansur)

Ibnu Mas’ud langsung menegur orang ini padahal ini tidak merubah arti, akan tetapi bacaan
Al Qur’an itu adalah suatu hal yang harus diambil sesuai dengan apa yang Rasulullah
ucapkan.

3. Ijma’

Seluruh qura’ telah sepakat tentang wajibnya membaca Al Qur’an dengan tajwid.
Fatwa Para Ulama Dalam Permasalahan Ini

1. Fatwa Ibnu Al Jazary

Tidak diragukan lagi bahwa mereka itu beribadah dalam upaya memahami Al Qur’an dan
menegakkan ketentuan-ketentuannya, beribadah dalam pembenaran lafadz-lafadznya,
menegakkan huruf yang sesuai dengan sifat dari ulama qura’ yang sampai kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam. (Annasyr 1/210)

2. Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Adapun orang yang keliru yang kelirunya itu tersembunyi (kecil) dan mungkin mencakup
qira’at yang lainnya, dan ada segi bacaan di dalamnya, maka dia tidak batal shalatnya dan
tidak boleh shalat di belakangnya seperti orang yang membaca “as sirath” dengan ‘sin’,
pergantian dari “ash shirath, karena itu qira’at yang mutawatir. (Majmu’ Fatawa 22/442 dan
23/350)

Dari fatwa ini bisa kita ambil kesimpulan:

1. Tidak selayaknya seorang yang masih salah dalam bacaan (kesalahan secara tersembunyi)
untuk menjadi imam shalat, lalu bagaimana dengan yang mempunyai kesalahan yang fatal
seperti yang tidak bisa membedakan antara ‘sin’ dengan ‘tsa’ atau ‘dal’ dengan ‘dzal’, yang
jelas-jelas merubah arti.

2. Secara tidak langsung Syaikhul Islam telah mewajibkan untuk membaca Al Qur’an dengan
tajwid karena kesalahan kecil itu tidak sampai merubah arti, beliau melarang untuk shalat di
belakangnya, lalu bagaimana dengan kesalahan yang besar.

3. Fatwa Syaikh Nashiruddin Al Albany

Ketika ditanya tentang perkataan Ibnul Jazary tersebut di atas, maka beliau mengatakan kalau
yang dimaksud itu sifat bacaannya di mana Al Qur’an itu turun dengan memakai tajwid dan
dengan tartil maka itu adalah benar, tapi kalau yang dimaksud cuma lafadz hurufnya maka itu
tidak benar. (Al Qaulul Mufid fii Wujub At Tajwid, hal. 26)

4. Fatwa Asy Syaikh Makki Nashr


Telah sepakat seluruh umat yang terbebas dari kesalahan tentang wajibnya tajwid mulai
zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai zaman sekarang ini dan tidak ada seorang
pun yang menyelisihi pendapat ini. (Nihayah Qaul Mufid hal. 10)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Panduan Praktis Tajwid & Bid’ah-bid’ah Seputar Al Qur’an serta 250 Kesalahan
dalam Membaca Al Fatihah, penulis: Al Ustadz Abu Hazim bin Muhammad Bashori,
penerbit: Maktabah Daarul Atsar, Magetan. Hal. 33-38.

Refleksi Diri

Saya mulai memperdalam ilmu agama semenjak masuk TPA. Disana diajarkan
membaca huruf hijaiyah yang merupakan huruf yang digunakan dalam Kitab Suci agama
Islam. Selain diajarkan di TPA, saya juga suka mengikuti pengajian yang diadakan setiap
habis maghrib di mushola diajarkan oleh ustadz setempat. Namun pada pengajian tersebut
seringkali saya tidak serius menekuninya. Banyak sekali godaan yang saya hadapi ketika
anak-anak dalam mengikuti pengajian malam ini. Salah satunya adalah karena banyaknya
teman yang juga belajar al-quran, maka saya lebih sering bercanda dan bermain-main di
mesjid. Efek dari semua itu adalah tidak lancarnya saya dalam membaca al-quran.

Saya akhirnya belajar membaca al-quran dengan ustadzah yang rumahnya tidak jauh
dari rumah saya. Setiap sore saya private untuk belajar membaca al-quran dengan baik dan
benar. Namun seringkali saya absen ketika ustadzah sudah berada di rumah saya. Berbagai
alasan kerap kali saya lontarkan, mulai dari sakit perut, pusing, hingga pura-pura tertidur dan
akhirnya tertidur sungguhan.

Membahas sifat malas saya ini membuat saya teringat dengan stereotip orang sunda
yang katanya malas. Kalau kata Mama saya sih, orang sunda itu malas mungkin karena
wilayahnya yang sangat nyaman. Berada di sebelah barat pulau jawa dengan iklim yang
dingin sehingga menjadikan malas untuk beraktifitas. Mungkin ada benarnya juga, dengan
kondisi alam yang sangat kaya membuat penghuninya terbuai sehingga tidak perlu
melakukan aktifitas yang bersifat kerja keras.

Setelah saya malas-malasan belajar membaca al-quran akhirnya saya berhenti private
dan tidak sering membaca al-quran sendiri. Ini menyebabkan saya ketinggalan pengetahuan
mengenai ilmu tajwid. Ketika saya masuk Madrasah, saya mendengar ceramah ustadz bahwa
sagat penting untuk membaca al-quran dengan baik dan benar. Karena jika ada kesalahan
maka akan mendapatkan dosa. Ketika itu, saya mulai merasa takut apabila terus-terusan
melakukan kesalahan dalam ketidak-lancaran membaca al-quran. Lalu saya meminta untuk
kembali private membaca al-quran. Namun kali ini ustadzah yang pernah mengajari saya
sedang dalam keadaan hamil. Jadi tidak bisa mengajari saya untuk mengaji. Akhirnya orang
tua saya mencarikan guru yang lain. Guru baru ini adalah guru pria, seorang ustadz yang
biasa mengajar di TPA.

Seringkali rasa malas untuk mengingat hukum-hukum tajwid ini saya rasakan. Apalagi
kebosanan sering melanda karena saya belajar hanya sendiri tak ada teman main atau sekedar
bercanda. Namun setelah saya menempuh masa-masa ‘kejar target’ untuk lancar membaca
alquran, saya mendapatkan hasil yang sangat istimewa. Saya dapat membaca al-quran dengan
lancar, penguasaannya tidak tertinggal lagi dari teman-teman saya. Yang paling penting
adalah, saya menikmati lantunan bacaan al-quran yang keluar dari mulut saya sendiri dengan
menggunakan ilmu tajwid yang benar dan saya terlepas dari perasaan takut berdosa ketika
membaca al-quran.
KONSELING MULTIKULTURAL
AGAMA SENDIRI

HAFIDZAH KHOLISAH (1715121309)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING 2012


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015

Timeline
Belajar Puasa Sunnah
Manasik Haji

Belajar Shalat Sunnah

Belajar puasa

Belajar Menutup aurat

Belajar Hadist dan Surat pendek Belajar Do’a setelah shalat

Menghafal juz 30, dan sebagian


29
Belajar Gerakan Shalat, Wudhu Belajar Kultum

Belajar Membaca al-Qur’an

Belajar Imla (mengeja huruf arab)


Belajar Huruf hijaiyah/Iqra

Belajar tentang aqil baliq


Belajar Fiqih
Masuk TK Islam Ummul Quro
Belajar Membina Mentoring
Belajar Sirah Nabi, Malaikat
Melihat orang tua menjalankan Belajar tentang realita muslim
ibadah (shalat, ngaji)
Mentoring keislaman

Diadzani Masuk SD Islam Masuk SMP Islam


Aqiqah
setelah lahir

Dianggap berbeda ketika


memakai hijab panjang
Malu ketika bacaan Qur’an
tidak sebaik teman-teman

Merasa diri belum pantas


dalam membina mentoring
Saya lahir dari keluarga yang memiliki perbedaan etnis. Namun dalam agama orang tua saya
memiliki suatu pandangan yang serupa. Hal ini terlihat (salah satunya) mengenai pandangan
orang tua saya dalam mencari pendamping hidup, yakni dengan cara Islam. Ayah dan ibu
saya menikah dengan proses ta’aruf. Agama yang saya anut ialah Islam. Islam merupakan
agama mayoritas di Indonesia. Ketika nenek dari pihak ibu menginginkan pernikahan yang
sesuai dengan adat (Aceh), kedua orang tua saya sepakat untuk menikah dengan cara
sederhana, yang sesuai dengan ketentuan islam saja. Ketika saya lahir, saya diadzankan oleh
ayah. Seminggu kemudian orang tua saya menggelar acara aqiqah.

Dalam agama Islam adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam. Dalam kehidupan di
dalam rumah, orang tua saya menerapkan shalat berjamaah di rumah. Dari kecil saya sering
ikut orang tua saya untuk shalat berjamaah. Dalam acara-acara keagamaan di Aceh cukup
meriah, misalnya ketika sunatan atau pernikahan. Saya dan orang tua saya juga datang ketika
shalat tarawih ketika bulan Ramadhan dan shalat ied, baik Iedul Fitri maupun Iedul Adha.

Pada tahun 1998 (saat saya berusia tiga tahun), saya, adik saya dan orang tua saya pindah ke
Depok. Sebelum masuk TK, saya mengikuti TPA di dekat rumah, kebetulan ibu saya adalah
salah satu pengajarnya.Di Depok, saya masuk TK islam ketika usia saya empat tahun. Di TK
saya belajar Islam dengan berbagai hal. Saya belajar iqra, menghafal hadist, surat pendek,
nabi-nabi, rukun iman, rukun islam, wudhu, malaikat, do’a-do’a dan sebagainya. Orang tua
saya mengatakan bahwa ketika TK, sepulang sekolah saya langsung membicarakan tentang
materi yang saya hafal, misalnya tentang hadis. Ada beberapa hadis yang saya ingat dan
sisanya saya lupa. Beberapa hadis yang saya hafal ketika TK, terkadang menjadi pengingat
saya sampai saat ini. Misalnya tentang hadis tentang menahan amarah untuk mendapatkan
syurga dan hadis berkata jujur. Cerita tentang syurga dan neraka yang saya pelajar di TK juga
membekas dalam hati saya. Saat itu saya diceritakan mengenai setiap perbuatan akan dibalas
oleh Allah, setelah itu saya berpikir bahwa ada baiknya mengikuti apa yang seharusnya di
ajarkan di TK. Setelah hampir setahun di TK, saya masuk SD.

Saya masuk SD Islam yang letaknya tak jauh dari rumah saya. SD itu berbasis Islam dan jam
mengenai keagamaannya lebih banyak dibanding SD negeri. Setelah sekolah (selesai sekolah
pukul 14.00), yakni setelah ashar, saya belajar mengaji. Terkadang saya merasa sedih ketika
dimarahi guru karena saya belum lancar mengaji. Alasannya adalah ibu saya salah seorang
yang mengajar ngaji. Jika dilihat dari segi usia, dibandingkan teman-teman saya di SD, saya
termasuk anak yang usianya tergolong lebih muda dibanding teman-teman saya. Usia saya
ketika masuk SD adalah lima tahun lima bulan, sementara rata-rata teman saya telah berusia
enam tahun hingga tujuh tahun. Pada saat itu fokus saya hanya bermain, sehingga tidak
terlalu memperhatikan apa yang saya pelajari.

Di SD saya, pada tiap istirahat pertama, setiap siswa diajarkan untuk shalat dhuha. Guru-guru
saya mengajari saya tentang keutamaan shalat dhuha. Selain itu juga saya belajar untuk
mengerjakan shalat rawatib dan shaum sunnah.

Ketika saya menonton sinetron di rumah, saya mengatakan kepada ibu saya bahwa memakai
jilbab itu hukumnya tidak wajib. Saya berpikir aneh ketika seluruh orang (wanita) rata-rata
(saat itu) tidak menggunakan jilbab, tetapi keluarga saya menggunakan jilbab. Saya sendiri
sudah sering dipakaikan jilbab sejak kecil. Ketika ingin keluar rumah, sejak kecil saya
langsung mencari jilbab. Ibu saya ketika mendengar itu mengatakan bahwa jilbab itu
hukumnya wajib. Ada perintahnya dalam al-Qur’an. Bahkan tidak hanya menggunakan jilbab
yang wajib, namun menutup aurat, termasuk kaki. Kemudian, ibu saya mengatakan bahwa
ketika masih kecil tidak berdosa, namun ketika sudah balig, maka kita harus menanggung apa
yang kita perbuat.

Ketika SMP, saya memasuki masa akil balig. Saya sebelumnya telah di ajari oleh guru dan
orang tua saya mengenai mandi wajib. Saya juga di ingatkan oleh ayah saya bahwa saya
harus menjaga diri. Shalat, puasa, menutup aurat dan sebagai nya harus dijalani. Seperti
dalam hadis penuturan Aisyah bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

َ ‫يض لَ ْم تَصْ لُحْ أَ ْن يُ َرى ِم ْنهَا إِالَّ هَ َذا َوهَ َذا َوأَش‬
»‫َار إِلَى َوجْ ِه ِه َو َكفَّ ْي ِه‬ َ ‫ت ْال َم ِح‬
ِ ‫ال يَا أَ ْس َما ُء إِ َّن ْال َمرْ أَةَ إِ َذا بَلَ َغ‬
َ َ‫«ق‬

Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak
layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak
tangannya). (HR Abu Dawud).

Ketika di SMP, pola interaksi antara siswa dan siswi diberi batasan. Apabila ada yang
ketahuan melebihi batasan, maka akan menghadapi guru bidang kesiswaan. Saya termasuk
anak yang pola interaksi biasa saja, setelah mengetahui ada teman saya yang dihukum karena
pola interaksinya berlebihan, saya berpikir bahwa perilaku seperti itu tidak boleh ditiru. Saya
memutuskan untuk menjaga pola interaksi saya.
Ketika SMP, saya berpikir bahwa saya harus keluar dari zona nyaman saya. Hal yang
dimaksud ialah selama ini saya berada di lingkungan yang mempelajari dan menerapkan
ajaran Islam. Saya merasa nyaman, namun saya takut apabila saya seperti ini terus (berada di
sekolah Islam), saya akan kaget menghadapi dunia luar. Saya pun bertekad untuk
melanjutkan SMA di negeri.

Setelah lulus SMP, saya masuk SMA negeri. Salah satu SMA terbaik di kota Depok. Saya
merasa bahwa saya harus belajar tentang Islam dan memiliki penjagaan, yakni dengan
mengikuti organisasi Islam, Rohis SMA. Ketika saya di Rohis, saya belajar Islam, dengan
kajian, mentoring dan sebagainya. Ketika itu saya memutuskan untuk memperbaiki jilbab
saya, selama ini saya memakai jilbab, namun karena pendek dan tipis, terkadang rambut saya
berbayang. Jadi saya putuskan untuk mencari bahan jilbab yang lebih tebal dan panjang.
Terkadang teman-teman saya jadi ”men-judge” saya sebagai anak yang berbeda dengan
mereka. Saya merasa sedih dan menjadi lebih diam dari biasanya. Ketika ada teman saya
(yang menggunakan jilbab panjang dan lebar juga) lewat, saya mendengar ada yang
mengatakan teroris, taplak meja dan sebagainya. Akibatnya saya semakin malu terhadap apa
yang saya kenakan. Saya sempat berpikir untuk memendekkan jilbab saya lagi. Namun saya
merasa bahwa ada sesuatu yang membuat saya malu. Saya malu bahwa saya lebih malu
kepada manusia. Seiring berjalannya waktu, saya percaya diri dengan apa yang saya kenakan.
Sebab apabila dipikir kembali, hidup saya hanya sementara.

Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kehormatannya; janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang
(biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. (QS an-
Nur ayat 31).

"Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu
beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan
meminta harta-hartamu." (QS Muhammad ayat 36)
Saya sangat penasaran mengenai makna kehidupan. Saya ingin memahami makna kehidupan.
Dengan alasan ini, saya ingin mempelajari al-Qur’an dan hadis. Untuk memahami hal itu,
saya merasa untuk pemilihan jurusan, saya ingin sesuatu yang berkaitan dengan pencarian
makna kehidupan. Ketika pengumuman SNMPTN, saya diterima di jurusan BK UNJ. Saya
senang sekaligus sedih dan bingung. Tak lama, pengumuman seleksi masuk UI keluar, dan
saya diterima di jurusan bimbingan dan konseling. Setelah menimbang dan memikirkan
berbagai hal, saya berpikir bahwa jurusan BK adalah jurusan yang akan mempelajari makna
kehidupan.

Setelah lulus SMA, saya kuliah di jurusan Bimbingan dan Konseling. Pilihan untuk kuliah di
jurusan ini tidak mudah. Di dalam proses belajar dalam perkuliahan, ternyata banyak hal
yang berkaitan erat dengan pemahaman mengenai kehidupan dan makna kehidupan yang
juga kepercayaan. Agama dan kehidupan itu menyatu.

Apabila saya berhadapan dengan konseli yang memiliki keyakinan yang sama, tentunya
berkaitan erat kepemahaman saya dapat membantu konseli untuk juga mendekatkan diri pada
Tuhannya (yang tata caranya sejalan dengan saya). Namun, apabila keyakinan konseli
berbeda, maka perlakuan akan ada yang berbeda (dalam hal ini lebih mengarah kepada kata-
kata yang lebih umum dan sikap toleransi terhadap keyakinannya). Pada hakikatnya semua
agama menuju kepada nilai-nilai luhur dan kebaikan. Pun telah disebutkan di dalam al-
Qur’an bahwa “bagimu agamamu dan bagiku agamaku” (QS al-Kafiirun ayat 6). Maka
tentulah sikap menghargai harus diberikan kepada seluruh konseli, baik yang seagama,
maupun yang berbeda.

Dan tentulah dalam menjalani kehidupan, saya harus terus mencari ilmu, sebab ilmu harus
dicari, dari buaian hingga ke liang lahat. Derajat seseorang akan berbeda antara yang berilmu
dengan yang tidak berilmu. Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah timpang sedangkan ilmu
pengetahuan tanpa agama adalah buta.

Referensi

- Al- Qur’an
- Okbah, Farid A. 2011. Hidup hanya sekali jangan salah jalan. Jakarta Perisai Qur’an
KONSELING MULTIKULTURAL
Agama – Diri Sendiri

HAFPRILIARANI DIPTA S.M


1715121300

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Islam merupakan agama saya. Saya memiliki agama ini bukan karena keputusan saya,
namun saya dilahirkan dalam keturunan Islam. Ayah dan ibu saya beragama Islam, begitupun
kakak saya, kakek dan nenek dari kedua orang tua saya, mungkin dapat dikatakan kakek dan
nenek dari kakek dan nenek saya beragama Islam semua. Artinya, saya ‘diislamkan’ karena
garis keturunan. Namun, sejak kecil memang saya selalu diakrabkan dengan agama Islam dan
tidak pernah berpikir atau diajarkan untuk diskriminatif kepada agama selain Islam dan
dengan belajar agama sejak TK, saya sudah diajarkan dua kalimat syahadat sebagai syarat
memasuki agama Islam. Sejak kecil sampai sekarang pun, saya memegang agama Islam
sebagai, agam dalam kehidupan saya.
Agama merupakan hal yang penting bagi kehidupan di dalam keluarga saya. Keluarga
saya memiliki kegiatan rutin, yang biasa diajarkan oleh almarhum ayah saya, yaitu setiap
malam jumat mengaji surat Yassin, itu suatu kewajiban (namun sekarang, kebiasaan tersebut
tidak selalu wajib dilakukan. Biasanya mengaji bersama dalam satu waktu, sekarang bisa saja
mengaji sendiri-sendiri). Sholat juga, menjadi hal yang penting, yah, aturan dan ajaran
standar yang biasa menjadi kewajiban kita sebagai umat muslim. Mungkin hal tersebut juga
berkaitan dengan etnis keluarga saya (Padang dan Sunda) seperti yang sudah dibahas pada
bagian tulisan sebelumnya (etnis diri sendiri), bahwa etnis saya tersebut menjunjung tinggi
nilai-nilai keagamaan (Islam), baik pada etnis Padang maupun Sunda. Meskipun demikian,
keluarga saya tetap tidak terlalu memaksakan kehendak seperti, mengharuskan berhijab.
Keluarga saya, tidak pernah memaksa saya ataupun kakak saya berhijab. Walaupun kakak
saya sudah memakai hijab semenjak ia berada di semester IV dan pada akhirnya,
Alhamdulillah, saya memutuskan untuk berhijab pada awal semester V.
Sejak saya kecil, yang saya tahu adalah agama saya Islam. Sejak TK saya belajar
TPA, diberi tahu mana yang benar dan salah menurut norma dan agama. Pada saat duduk
dibangku SD saya dimasukkan ke SD Islam, salah satu SD yang direkomendasikan dan
cukup baik dalam hal pendidikan keagamaannya di daerah rumah saya tinggal. Waktu itu
juga, ibu saya baru saja kehilangan ayah saya dan beliau menginginkan saya mendapatkan
pendidikan agama yang baik dan terjangkau biayanya. Pada jenjang SD ini saya baru
merasakan ke-Islaman pada diri saya. Agama tersebut baru terinternalisasi dalam diri saya
bahkan saat ini saya jadi merasa bahwa, saya baru hafal bacaan shalat pada saat saya SD,
padahal seingat saya, saya TK juga sudah diajari sholat. Pada jenjang SD saya juga diajarkan
beberapa hafalan surat dan ayat-ayat pilihan yang ada dalam Al-Quran. Saat-saat sekolah
Islam tersebut merupakan pengalaman penting dalam keberagamaan saya.
Mulai memasuki SMP dan SMA, tidak ada kejadian penting dalam hidup saya. Saya
juga tidak ikut dalam komunitas keagamaan dan lain sebagainya. SMP dan SMA juga saya
belum berhijab, walaupun terkadang saya memakai kerudung karena menyesuaikan dengan
baju yang dipakai ke sekolah (panjang, muslim atau tidak, biasanya hari jumat selalu
diwajibkan untuk memakai kerudung). Tidak ada pengalaman penting dan cukup menari
selama perjalana kehidupan keberagamaan saya. Mungkin hal tersebut dikarenakan agama
Islam yang saya anut merupakan agama yang mayoritas, sehingga tidak banyak kesenjangan
yang saya rasakan dan hal lainnya. Mungkin juga dapat dikatakan agama yang saya anut
(Islam) memiliki keistimewaan dan selalu ‘diistimewakan’, malah banyak agama lain (selain
Islam) yang mendapatkan prasangka negatif. Macam-macam diskriminasi yang biasa
ditujukan kepada agama saya ialah kebanyakan teroris dan tuntutan bahwa Islam itu selalu
harus baik, sehingga kalau tidak baik itu bukan Islam (padahal banyak juga diberikatan ke-
anarkisan Ormas Islam yang saya meragukan Islam dimananya yang begitu).
‘Mungkin’, saya tidak pernah mempertanyakan kenapa saya harus memilih Islam
sebagai agama saya. ‘Mungkin’ pula saya pernah bertanya di dalam hati apakah agama yang
saya anut itu adalah agama yang benar? ‘Mungkin’ memang ada pertanyaan-pertanyaan
seperti itu, tapi hati kecil saya selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan
keyakinan yang muncul atas agama saya. Hati kecil saya, membuat pertanyaan-pertanyaan
tersebut tidaklah penting lagi untuk dijawab atau dicari jawabannya (termasuk pada saat saya
menuliskan kalimat-kalimat ini, saya tidak sampai hati untuk menulis kata ‘meragukan’).
Menurut buku yang saya baca, hal ini dikarenakan kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap
insan dan itu merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya (lahir, masa
kandungan). Walaupun saya juga bukan orang yang selalu beramal baik, rajin shalat, dan lain
sebagainya, Alhamdulillah-nya, saya masih bisa merasakan kesedihan ketika saya tidak
melakukan itu semua. Ini juga diungkapkan di dalam buku yang saya baca, bahwa fitrah yang
dimiliki setiap manusia dibawa olehnya sejak kelahiran, walaupun kerena kesibukan dan
dosa-dosa ia terkadang menjadi terabaikan dan bahkan tidak terdengar lagi suaranya. Artinya,
Tuhan dan agama kita selalu ada dalam hati kecil kita, sebagaimana pun kita abaikan dan
melupakannya (dengan tidak beribadah dan melakukan dosa), Tuhan pasti akan selalu ada di
dalam hati setian hamba-Nya.
Selama saya bersekolah saya tidak pernah memikirkan masalah agama saya ataupun
ke-Islam-an saya. Hingga pada akhirnya, saat saya tidak lulus dalam SNMPT. Menurut saya,
saat-saat itu merupakan titik balik dimana saya mencoba untuk mendekatkan diri saya kepada
Allah s.w.t. Pada saat saya tidak lulus, saya merasakan kesedihan, saya tidak pernah merasa
begitu terpuruknya, kuliah di PTN merupakan kebanggaan untuk ibu saya selain juga, PTN
biayanya tidak semahal di PTS. Saya tidak melanjutkan kuliah di swasta pada saat itu, tapi
saya les fokus untuk SNMPTN dan les Bahasa Inggris. Kebetulan, tempat saya bimbel,
merupakan bimbel yang menjunjung nilai-nilai keagamaan. Jadi, saya mulai rajin sholat
sunnal dan melakukan amal ibadah lainnya (sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada
Allah s.w.t), sampai pada suatu saat pun saya dan beberapa teman saya membahas hal
tersebut dan keluarlah kalimat “Mungkin kalau gue gak kaya gini (gak lulus SNMPTN di
tahun sebelumnya), gue gak bakal sedeket ini sama Allah (merasa dekat karena lebih rajin
melakukan amal dan ibadah).” Singkat cerita, saya lulus SNMPTN juga sangat yakin karena
kekuatan doa (entah saya sendiri atau ibu saya dan orang-orang yang menyayangi saya).
Disini saya memiliki bukti kebesaran dan kemurahan hati Allah s.w.t, karena setelah saya tes,
jawaban yang saya kirim ke tempat bimbel saya itu nilainya dibawah passing grade yang
harus saya lampaui. Itu merupakan nilai terendah yang pernah saya dapatkan selama saya try
out. Secara hasil, saya seharusnya tidak lulus, namun ternyata sekarang saya dapat berkuliah.
Pilihan kuliahnya pun Subhanallah sekali, intinya saya benar-benar merasakan bagaiman
kekuasaan Allah s.w.t.
Hal demikian banyak mempengaruhi saya dalam kehidupan, termasuk bagaimana
keyakinan saya terhadap agama dan Tuhan saya. Saya bahkan lupa bagaimana saya sholat
ketika sekolah dulu, sholat tinggalah sholat. Baru detik ini pun saya merasa bahwa sholat
yang saya lakukan itu (beberapa tahun belakangan) sekarang 95% karena saya ingin
melakukannya, bukan karena disuruh, dipaksa, karena dilihat orang, karena sedang
menginginkan sesuatu. Walaupun memang belum bisa tepat di awal waktu. Masalah hati dan
pacaran pun memiliki cerita tersendiri dan mempengaruhi kecintaan saya terhadap agama dan
Allah s.w.t. Segala macam peristiwa yang saya alami memiliki keterkaitan dalam pemahaman
saya atas rencana yang Allah takdirkan. Beranjak dari hal tersebut pula lah saya belajar untuk
‘mengambil hikmah’ dari setiap kejadian, ya, walaupun terkadang ada bagian atau hal yang
‘tidak dapat ikhlas’ menerima keadaan. Tapi apabila saya balik lagi berpegang pada janji-
janji Allah, saya tidak mungkin dapat sebahagia ini menjalani kehidupan. Itulah mengapa,
agama menjadi hal penting bagi kehidupan saya. Hal tersebut yang bisa saya gunakan dalam
proses konseling, bukan menyisipkan nilai-nilai agama kepada klien, namun saya lebih
melihat bahwa, seorang konselor membutuhkan kekuatan spiritual antara Tuhan dengan
dirinya dalam membantu konseli dalam menyelesaikan masalahnya. Ketika kita tulus
membantu orang, pasti akan diberikan bantuan, dan bantuan mana yang lebih kuat dari sang
pencipta manusia itu sendiri? Agama merupakan pedoman dan bagi manusia, dalam agama
sendiri memberikan banyak ilmu banyak jawaban atas segala keraguan dan kebingungan
manusia. Memahaminya, merupakan salah satu cara untuk dapat memahami diri sendiri dan
orang lain. Menurut saya, orang yang memiliki pemahaman agama yang baik akan memiliki
kebaikan juga bagi orang lain, begitu pula profesi konselor yang jelas sangat berkaitan
dengan paham agama.

Daftar Pustaka

Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.


KONSELING MULTIKULTURAL
Timeline Pengalaman Keberagamaan

HAFPRILIARANI DIPTA S.M


1715121300

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Memasuki SDI, disini
merasa benar-benar
agama Islam adalah agama
yang saya anut
Memutuskan untuk berhijab
pada awal semester V
Belajar mengaji,
Di-adzankan mengenal Iqra Saya
sekarang,
masih suka
malas
sholat,
Masa-masa SMA, Lulus SMA dan punya
Dilahirkan TK SD kuliah pikiran
yang
‘mungkin’
negatif.
Tidak lulus SNMPTN 2011, Tapi cinta
membuat saya ‘caper’ dengan
dengan Allah s.w,t agama dan
Allah.
Pacaran dan patah hati Berusaha
untuk terus
lebih baik.
Konseling Mulitikultural

Agama Sendiri

Lambok Melinda 1715121280

Bimbingan dan Konseling


Universitas Negeri Jakarta
2014
Mengikuti
Sekolah Organisasi Pendalaman
Baptis
Minggu Kerohanian Alkitab di Gereja

LAHIR

Diejek
sebagai Kafir
Kepercayaan kepada Tuhan

Saya kembali teringat ketika saya masih berusia 5 tahun. Saat itu saya mulai aktif dalam
kegiatan Sekolah Minggu di gereja. Sekolah Minggu adalah tempat di mana anak-anak yang
berusia kanak-kanak awal hingga remaja awal mempelajari Alkitab, layaknya seperti di sekolah
formal. Kami biasanya bernyanyi memuji Tuhan, mendengarkan firman Tuhan, dan serta masih
banyak kegiatan menyenangkan lainnya. Adik bungsu saya yang berusia 11 tahun saat ini juga
ikut Sekolah Minggu. Ibu saya adalah orang yang paling semangat untuk mengajak saya aktif
dalam kegiatan agama. Beliau adalah sosok yang sangat mencintai Yesus dan selalu mengingatkan
anak-anaknya untuk selalu ke gereja dan berdoa ketika hendak ingin melakukan sesuatu, misalnya
makan atau tidur. Kedua orang tua saya adalah Kristen Protestan, itu artinya saya memiliki agama
yang diturunkan kedua orang tua saya. Ketika saya berusia 8 tahun, saya menerima Baptisan
Kudus di gereja HKBP Kalideres. Baptisan Kudus adalah salah satu Sakramen yang diibaratkan
kelahiran dan kematian Yesus Kristus. Layanan ini diberikan oleh gereja kepada seluruh
jemaatnya. Setiap orang yang percaya kepada Yesus harus menerima baptisan kudus. Anak-anak
yang terlahir dari orang tua Kristen harus dibaptis sejak dini, walaupun mereka belum mengerti
atau belum mengimani Yesus Kristus sebagai Tuhan mereka.

Sejak kecil saya sudah mengikuti Sekolah Minggu, maka dari itu terdapat beberapa
pengalaman menyenangkan yang saya peroleh. Saya belajar menari, drama, mencari telur di hari
Paskah, menghias telur, lomba cerdas cermat, mengikuti kegiatan rohani di luar gereja seperti di
pegunungan maupun di pantai. Semuanya mempunyai kenangan indah yang sampai sekarang
belum saya lupakan. Namun bagi saya, pengalaman tersebut belum dapat menguatkan Iman saya
kepada Tuhan Yesus. Saya tidak akan menjelaskan lebih lanjut karena beberapa pandangan saya
mengenai makna kepercayaan terhadap Yesus sudah mulai berubah. Bukan karena terdapat
pengalaman keberagamaan yang tidak menyenangkan, melainkan saya sudah membuka mata saya
untuk melihat pandangan dari agama lain. Mungkin inilah yang saya namakan proses mencari
kebenaran.

Gereja saya adalah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Seluruh jemaat di gereja ini
adalah orang Batak. Tradisi Batak dan gereja tidak dapat dipisahkan begitu saja di HKBP. Saat ini
saya sedang menjalani Belajar Sidi di gereja. Belajar Sidi (malua sian pangkangkung) adalah
belajar tentang isi Alkitab secara ringkas. Belajar Sidi merupakan salah satu syarat untuk pemuda-
pemudi Batak sebelum mereka menikah. Belajar Sidi dilakukan selama satu tahun dan jika sudah
selesai maka akan mendapatkan surat yang dapat digunakan sebagai syarat untuk menikah,
khususnya di gereja HKBP.

Saya pernah mengikuti kegiatan organisasi kerohanian ketika duduk di bangku SMA.
Kebaktian biasanya dilakukan setiap jam 12 siang. Saya pernah menjabat sebagai bendahara
Rohkris saat duduk di kelas tiga. Karena mengikuti Rohkris, saya bertemu teman-teman yang luar
biasa. Saat perayaan Natal, saya dan teman-teman membentuk paduan suara yang diberi nama
“Miracle Voices”. Kami berlatih penuh semangat dan saat perayaan Natal di sekolah tiba, kami
bernyanyi penuh sukacita.

Kristen Protestan merupakan agama minoritas di Indonesia. Saya mempunyai pengalaman


yang unik ketika saya magang di sebuah perusahaan asuransi di Jakarta. Saat itu saya masih
berstatus pelajar SMK dan saya ditempatkan di bagian mailing (menerima surat masuk). Saya
dipasangkan dengan anak magang dari sekolah lain. Meja kami tidak jauh dari meja karyawab-
karyawan dan berhadapan dengan meja salah satu dokter senior. Selama hampir dua bulan, kami
hanya berbicara seadanya dengan dokter senior tersebut. Jika ada surat masuk, kami menyerahkan
ke dokter tersebut dan beliau hanya mengucapkan terima kasih. Suatu hari di minggu terakhir saya
magang, tepatnya hari Jumat siang, saya mengikuti kebaktian bersama karyawan-karyawan di
perusahaan tersebut. Ternyata perusahaan asuransi tersebut mengadakan ibadah Jumat siang secara
rutin. Saya baru mengetahui hal tersebut karena salah satu karyawan mengajak saya untuk ikut
kebaktian. Ketika saya masuk ke ruangan, saya melihat dokter senior tersebut. Beliau tersenyum
kepada saya. Itu adalah pertama kalinya beliau tersenyum kepada saya. Kami pun menjalankan
ibadah dengan penuh khidmat. Ketika selesai ibadah, saya mengantarkan surat yang datang kepada
dokter senior tersebut. Ketika saya mengantar langsung, beliau menawarkan saya untuk bekerja di
perusahaan tersebut. Saya cukup kaget karena saya masih berstatus pelajar, artinya sangat tidak
mungkin untuk menjadi karyawan full time karena saya juga tahu bahwa tidak ada karyawan part
time di sana, hanya karyawan full time dan anak magang. Saya pun mengatakan bahwa saya masih
sekolah. Beliau mengatakan kepada saya bahwa saya bisa kembali ke perusahaan tersebut jika
sudah lulus. Setelah selesai berbincang-bincang, saya mengucapkan terima kasih dan beliau
tersenyum kepada saya. Setelah itu saya merasa ada yang aneh. Kemudian saya mulai berpikir apa
yang membuat dokter tersebut menawarkan pekerjaan kepada saya. Kemudian saya berasumsi,
mungkin karena beliau melihat saya saat kebaktian Jumat siang tersebut, mungkin karena beliau
mengetahui bahwa saya seorang Nasrani sehingga ia menawarkan pekerjaan kepada saya. Sekedar
info, teman saya yang memang bukan beragama Nasrani tidak ditawarkan pekerjaan oleh dokter
senior tersebut.

Banyak orang yang menceritakan tentang agama mereka kepada saya dan kami mulai
berdiskusi, atau kata yang lebih tepat adalah membandingkan agama kami. Beberapa teman saya
mengatakan kepada saya bahwa saya adalah seorang kafir karena saya beragama Nasrani. Belum
lagi mereka melihat orang-orang barat yang mayoritas beragama Nasrani tetapi memiliki gaya
hidup bebas. Teman-teman saya pernah menganggap bahwa agama saya tidak kuat karena
memperbolehkan gaya hidup bebas. Saya pun harus menjelaskan bahwa agama Nasrani melarang
keras segala bentuk dosa yang dilakukan manusia. Semua itu saya alami di saat saya masih usia
remaja, yang memang saat itu pemahaman saya tentang agama masih belum baik.

Agama Kristen mengajarkan tentang kasih, baik itu kasih kepada Tuhan maupun kasih
kepada sesama manusia. Oleh sebab itu, kekuatan kasih dapat saya terapkan dalam proses layanan
bimbingan dan konseling. Saya harus mengasihi klien-klien saya seperti saya mengasihi Tuhan.
Saya harus memberikan pelayanan yang terbaik dan lebih mendahulukan kebahagiaan klien diatas
kebagiaan konselor, karena kasih itu tidak pamrih, tidak egois dan tidak berkesudahan. Saya tidak
akan melihat agama, etnis, status sosial dari klien saya karena saya tahu kasih dapat diberikan ke
semua orang.

Saya melihat pada dasarnya bahwa semua agama itu baik, tujuannya adalah untuk
menghindari terjadinya kekacauan. Bagi saya adalah perbuatan seseorang tersebut yang
menjadikan dirinya manusia yang baik, bukan dilihat dari agamanya. Saya tidak terlalu
memperhatikan apa agama orang lain, karena saya percaya jika Ia orang baik itu berarti ia
menjalankan agamanya dengan baik dan jika Ia bukan orang baik itu berarti ia belum menjalankan
agamanya dengan baik. Saya menyadari saya sudah melakukan banyak dosa dalam kehidupan
saya. Maka saya tahu bahwa berprasangka atau memiliki bias terhadap agama lain adalah hal yang
tidak masuk akal bagi saya.
Konselor yang memiliki pemahaman baik terhadap agamanya memiliki nilai tambah, tentu
karena konselor lebih mengetahui mana hal yang baik maupun hal yang buruk bagi Tuhan.
Konselor akan dapat membantu klien dalam membuat keputusan hidup ke arah yang lebih positif.
Daftar Pustaka

Suwondo, B. (1978). Adat dan upacara perkawinan daerah Sumatera Utara. Retrieved from
http://epnri.indonesiaheritage.org/uploads/ebook/011/ (Bab II)
KONSELING MULTIKULTURAL

AGAMA SENDIRI

Oleh:
Maida Latifah Makmun (1715121313)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Belajar menulis
huruf Arab

Manasik Haji

Belajar surat Sudah menyadari


pendek pentingnya menutup
Mulai nyaman aurat
menggunakan
jilbab
Belajar gerakan
shalat
Lomba Kaligrafi
Sudah menghapus
Belajar doa sehari- semua foto tanpa
hari Dawam shalat 5 jilbab di social media
Pesantren Kilat rakaat
(kelas 4-6)
Mulai membaca
IQRA
Lomba Kaligrafi
Belajar Berpuasa
Belajar gerakan
shalat Mulai menggunakan
Mulai membaca Berpuasa full
jilbab jika keluar
Alquran Acara Maulid Nabi
rumah
di sekolah setiap
Masuk RA
tahun
(sekaligus TPA saat Pesantren Kilat
sore hari) setiap tahun
Belajar Berpuasa

Diadzani Mulai merasa


bersalah jika
Mulai menggunakan melalaikan shalat
Belajar Bacaan Jilbab ke sekolah Pesantren Kilat
Shalat dan bepergian setiap tahun

KULIAH/
lahir TK SD SMP SMA SEKARANG
ISLAM ITU INDAH

Dalam keluarga saya tidak ada pengalaman keberagamaan yang beragam seperti
kebanyakan orang. Saya sendiri belum diaqiqah karena keterbatasan biaya. Hal itu sama
sekali bukan permasalahan dalam diri saya, saya tidak iri sama sekali kepada teman-teman
saya yang sudah melakukan aqiqah. Aqiqah dilakukan sebagai simbol bahwa anak diambil
oleh orangtua dan itu menjadi lucu bagi saya karena dengan tidak dilakukannya aqiqah saya
masih berpikir bahwa saya bukan benar-benar milik ibu saya melainkan masih menjadi milik
Allah. Orangtua saya tidak pernah memaksa saya melakukan ibadah selain shalat. Orangtua
saya selalu mengingatkan saya untuk shalat, bahkan kemudian saya menjadi rajin shalat
karena jengah mendengar ibu saya berceloteh dan ketika ibu saya datang untuk mengingatkan
shalat, saya sudah shalat terlebih dahulu. Saya memiliki maag sejak SD sehingga orangtua
saya tidak pernah memaksa saya untuk berpuasa. Hal itu menjadi penyesalan tersendiri bagi
saya karena setelah saya merasa “kuat” berpuasa malahan sudah memasuki usia puber.
Keluarga kami juga belum pernah sekalipun berqurban dan justru menjadi orang yang
mendapat daging kurban dari tahun ke tahun. Saya juga menyesal tidak mendalami membaca
Alquran sejak kecil karena malas. Saya mengetahui bahwa seharusnya saya belajar untuk
membaca Al-Quran dengan baik dan benar sesuai dengan makhrajnya namun selalu saja
kemalasan itu menyelimuti diri saya sampai saat ini. Orangtua saya tidak mendidik saya
untuk menjadi orang yang religius, saya dibebaskan untuk melakukan banyak hal yang
penting tidak lupa shalat. Saya banyak berefleksi dari pengetahuan-pengetahuan keagamaan
yang saya dapatkan di sekolah dan mengamalkannya dengan cara saya sendiri.
Pengalaman yang paling berharga dalam kehidupan keberagamaan saya yaitu saat
saya mulai menyadari pentingnya menjaga aurat. Suatu hari pada semester lima saya pergi
keluar rumah untuk berbelanja dengan mengenakan rok semata kaki dan sandal. Saya biasa
menggunakan rok itu untuk pergi kuliah dan tidak pernah merasa ada yang janggal. Namun,
hari itu saat terpaan angin sayup-sayup berhembus mengenai kulit kaki saya yang terlihat,
saya benar-benar merasa telanjang. Saya menggunakan jilbab, pakaian lengan panjang dan
rok panjang, namun saya merasa terekspos dan hal itu benar-benar membuat saya malu.
Setelah itupun saya merasa malu sepanjang waktu jika saya menggunakan rok se-mata kaki
lagi atau pakaian berlengan tigaperempat saja. Kedua orangtua saya tidak menekankan sama
sekali kewajiban untuk berjilbab, saya berjilbab atas kemauan saya sendiri. Saya merasakan
mendapat rahmat dari Allah S.W.T saat rasa “malu” itu timbul, Subhanallah ternyata rahmat
itu benar-benar harus dijemput terlebih dahulu. Saya menyadari betul pakaian yang saya
gunakan sekarang masih mempertontonkan aurat meskipun saya sudah berjilbab, oleh karena
itulah saya sangat kagum kepada mereka yang telah dengan kesadarannya menggunakan
hijab dan pakaian yang sesuai dengan syar’i. Semua orang Islam bahkan diluar Islampun
mengetahui bahwa menutup aurat wajib hukumnya bagi orang Islam namun masih banyak
orang berpikir “untuk apa menutup aurat sedangkan hatinya busuk/belum benar”. Pendapat
itu sama sekali tidak menggoyahkan keyakinan saya, saya justru sering berpikir “yang
penting sudah berusaha menutup aurat”. Dengan menggunakan Jilbab saya merasa dilindungi
oleh Allah dan juga berusaha melindungi diri saya sendiri. Dengan menggunakan Jilbab saya
merasa saya boleh untuk mengaku sebagai orang Islam. Dengan menggunakan Jilbab saya
terus menerus berusaha untuk memperbaiki diri dan bersugesti “malu sama jilbab” jika masih
melakukan hal yang buruk. Bagi saya sekarang, Jilbab bukan sekedar hiasan yang membuat
saya terlihat lebih cantik namun jilbab adalah identitas diri, kebanggaan diri, dan sebagai
salah satu usaha yang saya lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T.
Dalam keluarga saya, beribadah yang paling utama adalah shalat. Kami tidak
melakukan aqiqah, ziarah, menghadiri majlis ta’lim, perayaan peringatan isra mi’raj atau
sebagainya. Kami menganggap beribadah bisa dilakukan dengan cara melakukan perbuatan
baik dalam keseharian. Dalam ajaran agama Islam yang etnis Sunda yakini dan amalkan,
mengajarkan bahwa di samping harus hormat dan santun pada semua orang, ajaran Islam
diwajibkan menghormati tamu yang berkunjung ke rumah kita. Tamu diyakini sebagai pembawa
berkah, sebagai mana disabdakan Rasulullah saw, yang artinya sebagai berikut, ".....
"Barang siapa yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhirat, maka hormatilah /
muliakanlah tamunya. Dan barang siap yang beriman kepada Allah dan hari akhirat
hubungilah famili (keluarga sukunya). Dan barang sapa percaya pada Allah dan hari
akhirat, maka ucapkanlah yang baik atau diamlah (dari pada bercakap keburukan)".
(H.R. Imam Muslim)
Namun saya sendiri menganggap menghormati tamu bukan sekedar kegiatan
“beribadah” versi kami namun sebagai sebuah penjelmaan dari sikap menjunjung tinggi
harkat dan derajat manusia. Jadi sangatlah penting bagi kami untuk saling menghargai
sesama umat manusia.
Banyak sekali agama atau aliran-aliran Islam yang ada di sekitar saya, dan saya
diajarkan oleh orangtua untuk saling menghargai dan tidak mempertanyakan keyakinan
oranglain. Keyakinan berada di dalam diri masing-masing, setiap orang memiliki keyakinan
berbeda di dalam agama yang sama sekalipun. Beribadah adalah urusan manusia dengan Zat
Yang Maha Kuasa sehingga bukan urusan manusia lain untuk mengurusi keyakinan dan
ibadah oranglain. Sampai detik ini, sebanyak apapun aliran Islam yang berbeda saya tidak
pernah mau menilai apakah mereka sesat atau tidak. Rasulullah S.A.W juga pernah dianggap
sesat oleh orang-orang sekitarnya padahal beliaulah yang benar mendapat wahyu. Dari
situlah, jika tidak tahu apa-apa lebih baik diam, saling menghargai dan tidak saling
mengusik. Orang yang jahat yaitu mereka yang tidak mampu menghargai sesama, itulah yang
saya yakini sampai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Maskur. 2013. Filosofis Model Pendidikan Budaya Etnis Sunda “Cageur”, Bener”, “Pinter”
sebagai Pendidikan Karakter Bangsa yang Ideal. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan STKIP
Garut , Volume 1, Nomor 1, jurnal.stkipgarut.ac.id/index.php/pkn/article/view/11
Tugas Syarat Masuk
Konseling Multikultural
Agama Sendiri

Disusun oleh :

Munaqqy Afkari Hakam

1715121294

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Belajar Puasa wajib Khataman Al Quran Belajar Puasa
Hafalan Surat- sunah
surat Pendek
Sunat Belajar Kitab
kuning atau Belajar Sholat
Belajar An- hadist Mayat
Belajar Menulis
namroh atau
Arab
angka Arab Belajar Hadist
Belajar Bahasa
Arab dan Nahwu
Belajar Doa-doa shorof Belajar Aqidah Ikut Organisasi
Belajar Khot atau
untuk sehari-hari Akhlak IPNU (Ikatan
kaligrafi
Pemuda
Potong rambut Ikut kelas Nahdhatul
Belajar Mengaji
saat bayi untuk Pesantren saat Belajar Fiqih Ulama)
IQRA saat malam Belajar Tajwid
mengikuti adat sore (hukum-hukum
hari
keagamaan Islam) Masuk MAN
Belajar Wudhu, Lulus TPQ masuk untuk
Masuk RA serta
Sholat dan ke MDA di saat memperdalam
masuk TPQ saat Masuk MTS
Aqiqah tayamum malam belajar islam
Lahir Di sore hari
Saat ini
Adzhani
dan
Qomatin Kesulitan dalam Sering tidak hafal Terkadang tidak
mempelajari di surat dan hadist masuk kelas jika
karenakan belum hafal
belajarnya tidak tugas yang di
Terkadang tidak berikan guru
satu persatu
bisa membaca
karena arab
gundul

TIMELINE PENGALAMAN KEAGAMAAN


Refleksi diri

Agamaku Akheratku Kelak

Agama ku yang saat ini saya jalani adalah agama islam, agama islam ini berasal dari
Arab yang dan kata islam ini berasal dari bahasa Arab, dari kata aslama ,yuslimu islaman
yang berarti menyerah, patuh ini bermaksud seoarang muslim yang taat, dia menyerah dan
patuh kepada Allah. Di agamaku ini saya di ajarkan taat dan patuh kepada yang lebih tua
agar bisa sopan santun untuk menjadi orang yang lebih baik dalam mejalankan kehidupan
dan selalu bisa menghargai semua orang, maka segala perbuatan yang baik yang kita lakukan
atas dasar patuh atau ikhlas karena Allah merupakan ibadah.

Agama yang di ajarkan oleh orang tua dari kecil ini sangat lah membuat saya
mendapatkan banyak mengenai agamaku. Sebelum saya di sekolah kan orang tua sudah
mengajarkan ku doa-doa dan surat-surat pendek walaupun di saat itu saya masih asik dengan
bermain tetapi orang tua ku mengajarkan saya tentang agama islam di saat saya bermain
seperti membeli poster-poster bergambar huruf hija’iya dan angka-angka arab, poster tentang
surat-surat pendek. Orang tua saya pun menurut saya mempunyai ilmu-ilmu agama Islam
yang kuat karena dari Ayah saya sendiri menjadi ustadz dan menjadi Dosen bahasa Arab di
salah satu Universitas Negeri dan ibu saya pun juga menjadi guru yang di lahirkan dari
seorang keluarga ustadzah sehingga saya dari kecil sudah biasa di ajarkan tentang agama
islam.

Saat saya di masukan ke sekolah TK Islam dan TPQ oleh orang tua saya, saya di
ajarkan lebih banyak tentang agama dari guru saya, saya pun mulai belajar doa-doa untuk
sehari-hari dan surat-surat juz ama. Di TPQ pun saya di ajarkan menulis, membaca huruf-
huruf arab dan angka-angka arab. Di saat Saya masuk SD saya di masukan oleh orang tua
saya ke sekolah yang mempelajari agama juga saya masuk di SD Islam. Di SD ini saya
banyak belajar tentang sholat dan wudhu dan lainnya. Saya pun di saat SD setiap malam nya
mengaji di masjid dengan teman-teman sampai saya SMP. Sekolah selanjut nya orang tua
memasukan saya di MTS (Madrasah Tsanawiyah) sekolah yang mempelajari agama yang
lebih lanjut lagi mengenai agama islam disini saya di ajarkan oleh guru-guru saya seperti
Fiqih, Tajwid, dan Aqidah ahklah dan masih banyak lagi pelajaran-pelajaran yang
berhubungan dengan agama ku ini. Di sekolah selanjut nya orang tua saya memasukan saya
di MAN (Madrasah Aliyah Negeri) disini saya memperdalam ilmu-ilmu yang sudah di
ajarkan di MTS, Sehingga saya bisa lebih memahami agamaku ini dan paham dengan hukum-
hukum islam. Menuntut ilmu di perintahkan oleh agama, karena agama sendiri adalah ilmu
dan mencari ilmu adalah ibadah sehingga saya tidak pernah bosan dalam mencari ilmu. saya
sebagai manusia yang beragama islam sangat bangga mempunyai agama yang akan membuat
saya sampai akherat ini. Dengan saya belajar agama islam saya merasa cukup imannya,
banyak ibadah nya, peduli dengan masyarakat sekitar, dan tawadu’ sikapnya senantiasa
menjauhi larangan-larangan dari Allah SWT.

Agama yang saya yakini adalah agama mayoritas di kampung saya bahkan banyak
pesantren-pesantren di kecamatan sehingga saya dari kecil pun sudah di ajarkan tentang
agama saya. Saya pun di saat kecil sampai SMA belum pernah mempunyai teman selain
agama islam baru, saya mempunyai teman selain agama saya di saat kuliah karena saya
kuliah di luar kota saya.

Dalam agama yang saya pelajari selama ini mungkin di saat konseling saya sebagai
calon konselor bisa saling menghargai agama konseli saya, bisa lebih sabar dan terkadang
saya menggunakan contoh-contoh hadist atau al quran di dalam konseling berlangsung.
Daftar Pustaka

Zainudin. 2004. INILAH ISLAM. Jakarta: Kalam Mulia

Zakiyah, Dadang, Nibras dan Lutfiah. 2001. Remaja Islam Oke: Citra Pendidikan
Konseling Multikultural

Agama Sendiri

“Islam”

Mustika Satyarini I.

1715121298

BK Reguler 2012

Fakultas Ilmu Pedidikan

Universitas Negeri Jakarta

2015
My Religion

“Islam”

Timeline

Aqiqqah Belajar Solat

Diazankan oleh Bapak Mengikuti Pesantren Kilat Memakai Jilbab Pertama kali saat di Kampus

Lahir Sekarang

Belajar Puasa Berpura-pura Solat Disangka beragama Disuruh Memakai

Saat Menstruasi Kristen Jilbab oleh Bapak


Setelah saya membuat timeline diatas, saya merasa kehidupan beragama saya tidak seistimewa orang lain (mungkin), saya merasa tidak
memiliki kejadian yang cukup berarti atau flat selama saya hidup. Saat ditugaskan untuk membuat timeline ini saya bingung karena saya merasa
tidak mempunyai moment yang cukup berharga yang berkaitan dengan kehidupan beragama saya yaitu Islam selama saya hidup. Karena itu
saya tidak akan memilih moment yang paling bermakna bagi saya, tetapi saya akan sedikit medeskripsikan perjalanan hidup saya yang berkaitan
dengan agama Islam, agama yang saya anut.

Saya lahir pada tanggal 11 July 1994 dan diberi nama Mustika Satyarini Islami oleh orangtua saya, jujur saya merasa terbebani dengan
adanya nama Islami sebagai nama lengkap saya. Saya cenderung akan menyingkatnya menjadi „I.‟(karena kepanjangan juga saat menuliskan di
makalah atau laporan kelompok, karena kebayakan teman sekelompok saya mempunyai nama yang tidak terlalu panjang). Karena itu banyak
teman-teman saya malah nggak „ngeh‟ dengan adanya nama Islami itu karena terlalu sering saya singkat.

Saya terbebani dengan adanya nama Islami karena saya merasa belum bisa mencapai katagori Islam menurut saya, seperti solat lima
waktu dan tidak menunda-nunda untuk solat, rajin mengaji, memakai jilbab dan menutup aurat, dan sebagainya. Solat, saya cukup sering
melalaikan solat lima waktu, terkadang saya hanya solat zuhur, asar dan magrib, malah saat saya baru selesai menstruasi terkadang saya hanya
solat magrib saya, walaupun sekarang sudah tidak hanya solat satu waktu. Pernah suatu saat Bapak saya menyuruh untuk solat tahajud, di dalam
hati saya berkata, solat wajib saja masih belum bener, ini lagi disuruh solat tahajud yang merupakan solat sunah, niat solatnya saja saya nggak
tau. Saat saya masih sekolah di SMP dan SMK kelas 1 saya masih cenderung rajin mengaji karena memang Ibu dan Tante saya memanggil guru
ngaji ke rumah Tante yang merupakan tetangga saya dan setiap hari senin sampai jum‟at saya dan adik perempuan saya akan ke rumah Tante
saya untuk mengaji, tetapi setelah kelas dua SMK kegiatan sekolah yang mulai padat dengan praktek, sehingga saya pulang kerumah sore dan
bahkan malam, karena itu saya mulai tidak bisa mengikuti kegiatan mengaji di rumah Tante saya, dan hal itu terjadi sampai sekarang. Saat ini
saya masih ingin memakai baju yang lengan pendek walaupun sekarang saya sudah mulai ingin memakai baju yang lengan ¾, dan saya juga
masih ingin untuk memakai celana pendek, dress pendek dan terkadang saya ingin memakai baju yang agak sexy (hehehe ^^v). Karena itu
Bapak saya menyuruh saya untuk memakai Jilbab walaupun tidak secara langsung bilang ke saya, tetapi melalui Ibu saya mungkin ini karena
saya masih berkeinginan untuk memakai pakaian yang agak sexy jadi Bapak saya agak khawatir. Bude-bude saya pun pernah meyuruh saya
unuk memakai jilbab, tapi dikarena berbagai faktor diatas saya masih belum siap untuk memakai jilbab dan saya berjanji kepada diri sendiri
untuk memakai jilbab saat saya sudah mempunyai suami (Insya Allah).

Di keluarga saya (terutama Bapak) merupakan penganut agama yang cukup ketat, dan dari keluarga Bapak saya Bude-bude saya
memakai jilbab yang syar‟i yang bahkan panjang jilbabnya sudah hampir sedengkul. Banyak kejadian yang berkaitan dengan keagamaan dalam
keluarga saya, contohnya dalam keluarga inti, saya pernah diajak oleh teman untuk menghadiri undangan pernikahan pada malam hari di daerah
senayan, tetapi Bapak saya tidak memperbolehkan dengan alasan saya tidak diundang karena itu saya haram untuk menemani teman saya ke
acara tersebut, hal lainnya seperti saat bulan puasa kami keluarga akan mengeluarkan zakat fitrah dulu Bapak saya tidak ada masalah bila kami
membayarnya dengan uang dengan jumlah yang sama seperti Ibu membeli beras sebagai pengganti beras yang kami makan, tetapi belakangan
ini Bapak berikeras untuk memberikan beras yang biasa kami makan dirumah dibandingkan dengan uang dengan jumlah yang sama dengan
jumlah kami membeli beras dengan dalih di Hadist dan pada jaman Nabi seperti itu ketentuannya. Atau kami tidak boleh pergi meninggalkan
rumah bila mendekati waktu solat, saya merasa tidak masalah dengan hal itu tetapi suatu ketika Bapak saya meningggalkan rumah 10 menit
sebelum magrib. Dan setelah disindir dengan adik laki-laki saya Bapak saya bilang dia sudah telat ke acara tersebut dan belum membeli hadiah
dan sebagainya. Sepertinya cukup membahas agama di keluarga saya dan beberapa ketidak-konsistenan Bapak saya.

Berdasarkan jurnal yang saya baca “pendidikan agama di lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian
bagia anak-anak, karea di lingkungan keluargalah anak-anak pertama kali menerima pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan anak
selanjutnya. Agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan terhidar dari pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan
agama sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga. Proses pembinaan nilai-nilai agama dalam membentuk kepribadian anak dapat dimulai sejak
anak lahir sampai ia dewasa” karena itu keluarga saya agak keras bila berkaita dengan agama, seperti yang telah saya jabarkan pada paragraf
sebelumnya, tetapi kenapa saya seperti ini ? mungkin karena perbedaan umur saya dengan adik laki-laki saya hanya setahun dan karena adik
saya adalah laki-laki dia akan menjadi pemimpin sebuah keluarga maka adik laki-laki saya yang lebih diutamaka daripada saya, tapi saya juga
tidak mengetahui secara pasti.

Islam merupakan agama yang mayoritas di Indonesia, terutama di pulau jawa. Karena etnis saya adalah jawa yang merupakan sebagaian
besar memiliki agama Islam, tetapi orang jawa memiliki dua kepercayaan yang berbeda mengenai Islam yang satu disebut dengan Islam
Kejawen dan yang satu lagi saya tidak tahu bagaimana menyebutkan tetapi anggap saja namanya Islam saja. Sebenarnya saya tidak terlalu
mengengerti dengan Islam kejawen, yang saya tahu orang jawa yang menganut Islam ini masih menghubungkan dengan kebudayaan Jawa.
Sedagkan Islam yang saya dan keluarga saya anut berdasarkan hadist dan sunnah Nabi, dan pengetahuan saya mengenai Islam bisa dibilang
hanya sebatas itu, karena itu saya tidak berani untuk membahas Islam karena saya takut salah dan dosa, maka saya juga tidak berani untuk
menghubungkan konseling dengan agama Islam maupun agama lainnya.
Sumber :

Jurnal mengeai “Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap Pembentukkan Kepribadian Anak-Anak” yang di tulis oleh Fachrudin,
yang diakses pada website
(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCAQFjAB&url=http%3A%2F%2Fjurnal.
upi.edu%2Ffile%2F01_PERANAN_PENDIDIKAN_AGAMA_DALAM_KELUARGA_-
_FAHRUDIN.pdf&ei=45_9VP2rL5C7uATItYKgBQ&usg=AFQjCNH2y4fwXiROgFEI-
ROryLI78ZyU2g&sig2=FI7P8FNcu62YxxMNLFB0sw&bvm=bv.87611401,d.c2E)
KONSELING MULTIKULTURAL

AGAMA SENDIRI

ISLAM

NAMA : NOVI RIZKY AMELIA

NIM : 1715121306

BK REGULER 2012

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


Memasuki usia Memasuki usia Usia Usia Usia Usia
8-10 tahun
4-6 tahun 12 -14 tahun 15 tahun 16-17 tahun 17-saat ini

Masuk TPA Sudah Melaksanak Mulai Lebih Mengikuti


untuk belajar berpuasa 1 hari an aqiqah, mencoba istiqomah kegiatan
mengaji, menulis full dan hafal kurban menggu- dalam mentoring,
huruf Al-Qur’an, 10 surat ketika Idul nakan hijab menggunakan pengajian pada
belajar shalat, pendek. Adha dan untuk hijab dan saat acara
Syukuran hafalan doa dan mengikuti menutupi dipilih besar, lebih giat
surat pendek Mengikuti kegiatan aurat. sebagai shalat 5 waktu
40 hari
serta mulai kegiatan dan koordinator dan membaca
(potong
Diadzankan belajar berpuasa pesantren kilat organisasi kegiatan Al-Qur’an
rambut dan
dan meskipun masih di masjid keagaman keagamaan di
pemberian
diiqomatkan ataupun di di masjid sekolah
nama) setegah hari.
ketika baru sekolah. rumah. (MPK/OSIS)
lahir

Lahir Saat ini

Usia 15 tahun Usia 17 tahun Saat ini

Mulai timbul Sempat Menjalin


rasa malas kehilangan hubungan
untuk mengaji arah, merasa dengan orang
dan membaca percuma berdoa (laki-laki) yang
Al-Qur’an di dan berbeda agama.
masjid meninggalkan
shalat.
Setelah minggu lalu saya membahas mengenai etnis, kini giliran saya membahas mengenai agama saya. Saya berasal dari agama Islam.
Pada dasarnya semua keluarga besar saya menganut satu kepercayaan yang sama yaitu Islam. Meskipun kami bukan berasal dari agama Islam
yang sangat fanatik islam, namun kami tetap menjalankan ibadah yang seharusnya dilaksanakan oleh orang Islam pada umumnya. Agama yang
saya anut memang agama yang mayoritas di Indonesia, bahkan bisa dibilang sangat besar. Mungkin memang sangat menyenangkan jika
memiliki agama yang mayoritas karena kita menjadi tidak merasa sendirian dalam menjalani hidup beragama. Hal ini sangat terlihat ketika kami
menjalani ibadah puasa Ramadhan, dimana semua umat muslim bisa melaksanakan ibadah bersama-sama dan menjalankan tradisi mudik untuk
lebaran di kampung halaman. Disana benar-benar terasa rasa kekeluargaan dan kebersamaannya. Namun adapula sisi negatif yang saya rasakan
mengenai agama yang saya anut, yaitu tindakan diskriminasi yang diterima oleh agama saya. Islam sangat sering dikatakan sebagai “biangnya”
teroris karena biasanya orang-orang yang melakukan teror adalah kaum muslimin yang mengatasnamakan jihad, padahal tidak semua umat islam
seperti itu. Semua itu hanya tergantung pada individu tersebut dalam mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya.

Diawal kelahiran, seperti kebanyakan lainnya umat islam setiap bayi yang baru saja lahir pasti terlebih dahulu di adzankan dan
diiqomatkan oleh ayahnya. Namun ketika saya lahir, ayah saya tidak menemani ibu saya melahirkan karena ayah bekerja di Tangerang
sedangkan saya lahir di Karawang. Oleh karena itu saya diadzankan dan diiqomatkan oleh kakek saya. Hal ini pun sejalan dengan sabda
Rasulullah, yaitu Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang mendapati seorang bayi yang dilahirkan, kemudian diazankan di telinga
kanannya dan diiqamatkan di telinga kirinya, maka ia tidak akan diganggu oleh Ummu Shibyan (setan yang selalu mengganggu anak kecil).”
(HR. Ibn Sunny dari Hasan ibn Aki ra). Menurut Rasululah SAW, setan akan ketakutan dan berlari sejauh-jauhnya apabila mendengar suara
azan. Menurut kebanyakan orang tua juga ketika anak baru lahir harus diadzankan agar sang anak bisa mengenal siapa Tuhan nya dan kelak
ketika dewasa bisa mengikuti seluruh ajaran yang telah ditetapkan oleh ajaran agama Islam.

Ketika sudah memasuki usia 40 hari, seperti yang ada pada ajaran islam lainnya yaitu adanya tradisi pencukuran rambut, aqiqah dan
pemberian nama. Meskipun menurut beberapa ahli menjelaskan bahwa kegiatan ini bisa dilakukan ketika bayi sudah berada di usia 7 hari, 14
hari, 21 hari ataupun 40 hari. Rasulullah SAW bersabda: Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh
dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama. Namun sayangnya saat itu orang tua saya belum mampu untuk mengaqiqahkan saya
sehingga saat itu hanya proses pencukuran rambut dan pemberian nama. Ketika proses ini biasanya bayi digendong oleh sang ayah untuk diputar
ke seluruh jamaah yang hadir sambil diiringi dengan lantunan shalawat.

Memasuki usia 4-6 tahun merupakan usia yang sangat menyenangkan bagi saya dalam mempelajari agama Islam. Banyak hal baru yang
mungkin saya dapatkan ketika itu. Dengan rutinitas yang padat karena biasanya sehabis saya pulang sekolah saya langsung mengikuti TPA yang
ada di masjid dekat rumah untuk belajar mengaji, menulis huruf hijaiyah, menghafal surat-surat, dll. Memang banyak kegiatan yang dilakukan di
TPA, namun kegiatan yang dilakukan sangat menyenangkan. Kegiatan yang saya lakukan pada saat itu murni karena keinginan saya tanpa ada
paksaan oleh orang tua. Yaa, masa kecil memang menjadi masa yang paling menyenangkan karena bisa menjalani hari-hari tanpa beban apapun.
Hal yang paling menarik pada saat itu pula adalah ketika saya mulai belajar untuk berpuasa satu hari full. Awalnya memang sangat sulit untuk
menahan rasa lapar dan haus dalam satu hari. Bahkan saya pun pernah sesekali mengumpat untuk membatalkan puasa, namun berkat dukungan
dari orang tua dan juga reward yang diberikan ketika hari lebaran membuat saya menjadi semangat untuk puasa satu hari full bahkan sampai 30
hari tanpa batal puasa.

Memasuki usia 12 tahun, ayah saya baru bisa mengaqiqahkan saya dengan satu ekor kambing. Ketika saya kecil ayah belum mempunyai
uang untuk melaksanakan aqiqah sehingga ketika saya berusia 12 tahun saya baru di aqiqahkan. Sesekali ketika ayah mempunyai rezeki lebih
pun biasanya keluarga kami secara bergantian melaksanakan kurban ketika Idul Adha. Lagi lagi proses tersebut merupakan proses yang paling
berkesan untuk saya. Mungkin ketika saya kecil proses pemotongan hewan kurban menjadi hal yang paling menyangkan karena bisa melihat
hewan-hewan tersebut dipotong. Namun semakin beranjak remaja saya menjadi tidak tega melihatnya, dimana harus melihat seekor kambing
atau sapi yang akan disembelih karena berdasarkan Hadits Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah
kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan
peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-
bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” HR. Ahmad dan ibn Majah. Mengetahui adanya hadist tersebut
membuat hati saya tergetar karena betapa luar biasanya pengorbanan hewan-hewan kurban tersebut sehingga dapat menjadi suatu kebaikan
untuk kita nanti di akhirat kelak.

Beranjak remaja saya pun mulai bergabung dengan organisasi yang disebut dengan IRAMA (Ikatan Remaja Masjid Al-Muhajirin).
Kegiatan yang dilakukan pun sangat banyak mulai dari membuat pengajian rutin bulanan, pesantren kilat, buka dan sahur bersama on the road,
muhasabah dan masih banyak lagi. Anggotanya pun sangat banyak dan beragam usia. Mulai dari SMP kelas 3 hingga orang-orang yang sudah
bekerja. Namun seiring berjalannya waktu dan dengan kesibukannya masing-masing beberapa anggota pun mulai meninggalkan organisasi ini
termasuk saya. Kegiatan di luar sekolah yang lumayan banyak dan menyita waktu mambuat saya menjadi jarang untuk berkumpul di organisasi
tersebut dan perlahan saya pun mulai berhenti di organisasi ini dan lebih fokus di organisasi sekolah karena saya pun terpilih menjadi
koordinator keagamaan di sekolah. Dimana saya harus mengatur dan berkoordinasi dengan semua organisasi keagamaan yang ada di sekolah.
Sulit memang awalnya, namun karena saya nyaman menjalaninya dan mempunyai tim yang hebat sehingga semua permasalahan yang ada pun
bisa teratasi dengan baik dan bisa menuntaskan tugas saya dalam satu periode dengan baik.

Hal yang paling berkesan lainnya sepanjang hidup saya adalah ketika saya memutuskan untuk menggunakan hijab pada saat kelas 3
SMP. Mungkin memang kejadiannya tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh saya. Saat itu saya sedang mengalami suatu masalah dengan
lawan jenis dan beruntungnya saya adalah saya curhat dengan orang yang benar-benar tepat, yaitu guru BK saya saat itu. Ketika itu saya benar-
benar mendapatkan suatu pencerahan darinya. Bermula dari situ pun, akhirnya saya mulai bertanya-tanya kepada teman-teman saya yang sudah
lebih awal menggunakan hijab mengenai alasan mereka menggunakan hijab. Alasan mereka memang sangat beragam dan dari situ pun saya
mulai mencoba untuk menggunakan hijab di sekolah. Teman-teman bahkan guru pun banyak yang menanyakan mengapa saya akhirnya
memutuskan untuk menggunakan hijab. Yaaa, mungkin sangatlah wajar memang pertanyaan itu dilontarkan kepada saya karena mengingat
ketika saya SMP memang saya cukup terkenal dengan nakalnya. Seiring berjalannya waktu pun saya mulai menggunakan hijab kemana pun saya
pergi dan kedepannya semoga saya bisa lebih istiqomah lagi dalam menggunakan hijab kemana pun saya pergi. Dari pengalaman ini pun saya
menjadi tambah yakin dengan agama yang saya anut saat ini. Banyak sekali hikmah yang saya dapatkan ketika saya sudah memutuskan untuk
menggunakan hijab. Hati saya menjadi lebih tenang dan saya menjadi lebih dihormati ketika harus berhadapan dengan banyak laki-laki.

Ada pengalaman menyenangkan namun adapula pengalaman yang kurang menyenangkan bagi saya. Pengalaman yang benar-benar
kurang menyenangkan menurut saya ini muncul ketika saya berusia 17 tahun. Dimana saat itu saya sedang mengalami kegalauan yang luar biasa
ketika harus mengambil sebuah keputusan yang sangat sulit bagi saya. Akhirnya saya pun mengambil keputusan terburuk yang pernah saya
lakukan. Yaa mungkin memang terburuk yang pernah saya ambil namun keputusan yang saya ambil memang sudah sewajarnya seperti itu agar
tidak ada lagi manusia-manusia yang tersakiti oleh saya. Efek yang saya rasakan semenjak pengambilan keputusan itu cukup panjang. Hingga
akhirnya saya merasa kalau Tuhan itu tidak adil dan tidak ingin melihat saya bahagia. Saya sempat satu minggu tidak melaksanakan shalat 5
waktu ataupun ibadah lainnya. Saat itu saya benar-benar meninggalkan Tuhan saya dan yang saya rasakan adalah saya benar-benar ingin marah
meskipun entah harus marah kepada siapa. Beberapa hari selang kejadian tersebut orang tua maupun sahabat datang untuk memberikan
semangat kepada saya. Yaaa mungkin kalau dilihat lebih jelas lagi mungkin saat itu saya benar-benar seperti orang yang sedang depresi yang
entah tak tau arah dan tujuannya. Orang tua yang selalu mengingatkan saya kalau seberapa besarpun masalah, kita masih punya Tuhan yang
lebih besar. Dari situ secara perlahan saya pun mulai membuka kembali hati yang pernah tertutup dengan kebaikan-kebaikan. Saya mulai
kembali seperti sedia kala. Mulai kembali menjadi manusia yang berada di jalan Tuhan dengan menjalankan segala ibadah yang pernah saya
tinggalkan. Saya pun tersadar kalau bagaimanapun dan sebesar apapun masalah kita, pasti Allah akan memberikan jalan keluar yang paling baik.
Setelah itu saya merasa benar-benar lega seperti tidak memiliki beban lagi. Satu hal yang paling saya tekankan ketika itu adalah memang tidak
ada kata terlambat bagi orang-orang yang selalu ingin berusaha. Kalau saja saat itu saya masih saja terpuruk mungkin saya tidak akan menjadi
seperti saat ini. Kejadian itu memang benar-benar membuat saya besyukur pernah berada dalam posisi tersebut karena banyak hal yang dapat
saya ambil manfaatnya.

Mengenai keberagaman yang penting di keluarga saya adalah pada dasarnya semua ajaran agama islam penting untuk dilaksanakan,
namun yang benar-benar utama dalam keluarga adalah shalat 5 waktu yang tidak boleh sampai terlupakan. Ayah dan ibu saya sering kali
mengingatkan semua anak-anaknya untuk menjalankan ibadah shalat 5 waktu. Dimana saya ingat sekali ketika ayah saya sangat rewel meminta
anak-anaknya untuk shalat 5 waktu. Bahkan ketika itu ayah sampai memberikan hadiah bagi anak-anaknya yang rajin shalat 5 waktu dengan
tepat waktu. Yaa mungkin awalnya memang seakan-akan shalat itu hanya untuk mendapatkan hadiah, namun seiring berjalannya waktu kami
pun memang harus sadar akan kewajiban seorang muslim untuk mengerjakan shalat 5 waktu. Selain itu, pengalaman keberagaman yang penting
lainnya adalah berpuasa pada bulan Ramadhan. Sejenak terekam jelas saat itu ketika saya masih berada di tingkat SD dimana saya sudah harus
menjalankan puasa satu hari full. Mungkin awalnya memang terlihat cukup mudah untuk menjalankan puasa satu bulan namun biasanya ketika
sudah berada di pertengahan bulan saya sudah merasakan kejenuhan untuk berpuasa selama satu bulan full. Dipertengahan bulan puasa biasanya
saya sudah menjadi malas untuk bangun sahur bahkan terkadang pun saya hanya minum susu untuk sekedar mengisi perut. Namun saya
beruntung memiliki kedua orang tua yang super yang tidak pernah kehabisan ide untuk membujuk anak-anaknya untuk lebih semangat dalam
menjalankan ibadah. Disaat kami sedang mengalami krisis kepercayaan pun biasanya mereka bisa membangkitkan semangat kami kembali
dengan menyadarkan kami kalau kehidupan kami itu sebenarnya masih panjang dan bukan hanya hidup di alam dunia saja.

Dalam islam banyak sekali kekuatan-kekuatan yang dapat digunakan dalam proses konseling. Dalam sebuah Al-Qur’an atau Hadist
banyak sekali penjelasan mengenai banyak hal seperti tata krama dalam berkehidupan bermasyarakat sehingga kita bisa mengamalkan ayat
tersebut kedalam kehidupan sehari-hari konselor maupun konseli. Menengakkan shalat 5 waktu, membaca dzikir-dzkiri yang dapat
menentramkan hati, membaca Al-Quran dengan memahami arti dan maksudnya serta selalu menyadari bahwa hidup ini tidak lepas dari ujian
Allah, baik ujian dengan kenikmatan maupun dengan musibah ataupun penyakit. Kesadaran seperti itu tentu akan mendorong seseorang untuk
terus bersyukur apabila sedang mendapatkan nikmat dan bersabar apabila sedang mendapatkan musibah. Oleh karena itu, konselor hendaklah
orang yang beragama dan dapat mengamalkan dengan baik keimanan dan ketakwaannya sehingga dapat mentransfer kaidah-kaidah agama
secara garis besar yang relevan dengan permasalahan konseli.

Pada dasarnya agama merupakan pedoman hidup bagi manusia dalam rangka mencapai kebahagian yang hakiki di dunia maupun di
akhirat kelak. Oleh karena itu dalam semua kegiatan kehidupan manusia harus merujuk kepada nilai-nilai agama. Seorang konselor
dipersyaratkan untuk memiliki pemahaman dan pengalaman agama yang baik mengenai agama yang dianutnya dan menghormati agama klien
yang berbeda dengan agama yang dianunya. Menurut Syamsu Yusuf dalam bukunya yang berjudul Landasan BK, agama memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiliki
mental yang sehat tanpa agama. Landasan religius dalam bimbingan dan konseling pada umumnya ingin menetapkan konseli sebagai makhluk
Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya dan kemuliaan manusia banyak diungkapkan melalui ajaran agama. Namun karena agama
yang ada di Indonesia sangat banyak, sehingga konselor harus berhati-hati dan bijaksana dalam menerapkan landasan religius terhadap konseli
yang berlatar belakang agama yang berbeda. Konselor sebaiknya tidak memaksakan nilai-nilai yang konselor anut untuk diterapkan kepada
konseli. Bagaimanapun juga konseli memiliki keyakinannya sendiri.

Daftar pustaka:

Ilmi, Darul.2010.Panduan Lengkap Agama Islam.Jakarta:Qultum Media

Yusuf, Syamsu dan A. Juntika.2010.Landasan Bimbingan & Konseling.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.


Konseling Multikultural

“Agama Sendiri“

Oleh:

Nurul Fazriah (1715121303)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Belajar Mengaji
Belajar Sholat
Belajar Berpuasa
Naik Al-qur’an Sekolah menengah
Juara Mengaji Madrasah Ibtidaiyah Kuliah
Manasik Haji Belajar pendidikan agama Mengikuti Liqo
Juara hafalan sholat secara mendalam Belajar berhijab dan
Berpuasa full
Hatam Al-qur’an berpakaian lebih baik
Ikut ziarah para wali
Mengikuti TPA Berteman dengan lulusan
Juara syarhil qur’an
Berkerudung pesantren menjadi semakin
Diadzankan Sekbid kerohanian osis memahami islam
Belajar menghafal qur’an Pesantren kilat
Aqiqah
Mengikuti remaja masjid

Lahir Sekarang

Ibadah karena hadiah Masih sering lepas Membohongi diri sendiri dalam
kerudung saat main masalah agama
Melawan orang tua
Tidak lagi mengikuti TPA
Sholat masih bolong sore
Tidak lagi mengikuti
remaja masjid
Mengenal pacaran
Agama yang meruapakan kepercayaan yang dianut oleh umat manusia, meskipun ada beberapa yang tidak menganut agama apapun. Bagi
saya agama merupakan hal yang paling penting dalam hidup, pendidikan kewarganegaraan belum diajarkan oleh kedua orang tua dan keluarga
saya, pendidikan agamalah yang sedari saya kecil sudah diajarkan dalam keluarga saya. Pertama kali saya merasakan dunia, ayah saya
mengenalkan saya pada agama islam melalui adzan yang ia kumandangkan. Sejak lahir hingga usia saya 6 tahun pendidikan agama saya
dapatkan dari keluarga saya dan guru mengaji yang ada diligkungan rumah saya, pengalaman kecil saya dalam hal agama masih teringat jelas,
saat saya masih belum lancar dan rutin melaksanakan sholat, orang tua saya selalu berusaha mengajak saya untuk berjama’ah jika saya menolak
beliau selalu meminta saya untuk ada didekatnya dan memperhatikannya sholat. Kendati demikian, orang tua saya tetap meminta saya untuk
rajin mengaji meskipun terkadang sedikit memaksa saya untuk mau mengaji hingga mengirim saya ke pengajian yang ada dilingkungan rumah
saya, hingga pada saat saya memasuki Raudatul Atfal atau setingkat Taman Kanak-kanak saya sudah naik tingkat membaca Al-qur’an. Sebuah
prestasi yang saat itu membuat saya merasa bangga dan bahagia karena kedua orang tua saya telah menanamkan pendidikan agama dengan baik
kepada saya.

Dibesarkan didaerah yang terkenal dengan sebutan kampung santri karena memang didaerah saya terdapat 2 pesantren yaitu Attaqwa
Putra dan Attaqwa Putri, membuat saya lebih berhati-hati dalam bertingkah laku. Meskipun tidak ada buku yang benar-benar menjadi pedoman
diri saya, namun buku-buku pelajaran yang saya pelajari ketika Madrasah sangat banyak membantu saya untuk mengenal agama saya lebih
mendalam. Lingkungan lebih banyak mengajarkan saya mengenai perilau beragama dalam agama saya. Memiliki satu orang pahlawan nasional
yang terkenal dengan perjuangan dan pendalaman agama islam yang baik, membuat daerah saya yaitu ujung harapan menjadi lebih agamis.

Mengenai pendidikan dasar setara Sekolah Dasar (SD), orang tua saya selalu memegang prinsip untuk memberikan bekal agama yang
kuat saat sekolah dasar saya, walaupun setelah lulus sekolah dasar saya tidak memilih untuk melanjutkan di Madrasah orang tua saya sudah tidak
terlalu khawatir karena mereka merasa sudah memberikan dasar pendidikan agama yang kokoh kepada saya. Dalam hal ibadah saat awal
sekolah, orang tua saya masih selalu memaksa saya untuk beribadah atau mengimingi-imingi saya dengan hadiah setelah beribadah, tradisi
mengimingin-imningi hadiah hingga saat ini masih ada yang tetap bertahan seperti dalam melaksanakan ibadah puasa ramadhan, orang tua saya
selalu memberikan anak-anaknya hadiah apabila dapat berpuasa selama satu bulan full. Usaha kedua orang tua saya kini sangat saya rasakan
dampaknya, kini saya tidak lagi beribadah atas dasar hadiah dari kedua orang tua saya, saya mulai menanamkan dalam pikiran dan hati saya
bahwa Allah akan memberikan saya hadiah yang paling indah jika saya mampu melaksanakan ibadah dengan baik.

Memasuki sekolah menengah, pendidikan agama disekolah dasar masih melekat dalam diri saya, hal yang paling mencirikan almamater
madrasah saya yaitu kerudung. Meskipun zaman saya sekolah menengah kerudung sudah bukan hal yang tabu lagi, namun perempuan yang
berkerudung disekolah saya masih minoritas, dari jumlah siswi dikelas saya yang lebih dari 20 namum jumlah perempuan yang berhijab masih
dapat dhitung dengan menggunakan jari tangan. Meskipun terkadang saya masih sering melepas kerudung saat sedang bermain menjadi kaum
minoritas tidak membuat saya minder atau aneh, karena lama-kelamaan beberapa teman saya pun ikut menggunakan kerudung, disitu kadang
saya merasa bangga. Kegitan pengajian yang ada disekolah saya pun masih sering saya ikuti hingga pada saat saya memasuki sekolah menengah
atas, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) mempercayai saya untuk menjabat di seksi bidang 1 mengenai kerohanian

Memasuki dunia perkuliahan saya merasa takut kalau-kalau agama saya akan tercemar karena pergaulan jakarta. Benar saja, saya merasa
agama saya semakin luntur terkadang saya bisa membohongi diri saya sendiri dengan berperilaku seolah saya tidak melakukan kesalahan
apapun, padahal dalam diri saya saya terus diikuti rasa bersalah, dan rasa bersalah saya menuntut pertobatan, hanya saja saya terlalu menikmati
perbuatan dosa yang saya lakukan hingga saya terjerumus semakin dalam. Saya mencoba untuk menyadarkan diri saya sendiri dengan membaca
terjemahan al-qur’an, QS. Ar-rahman benar-benar membuat saya menyadari bahwa sangat banyak nikmat Allah yang telah saya dustakan.
Pernah saya menangis semalaman menyesali kesalahan yang saya lakukan. Hingga sampai saat ini pun saya masih merasa sulit untuk keluar
sepenuhnya dari kesalahan-kesalahan yang pernah saya lakukan.
Daftar Pustaka:

- Al-Qur’an
- Abdul, Rosyid. Alfat, Masan. 2002. Aqidah Akhlak. PT. Karya Toha Putra: Semarang
Membayar
Menyantuni Anak
Zakat Fitrah
Yatim
Memperdalam
TIMELINE PENGALAMAN KEAGAMAAN Ibadah Sunnah

Diaqiqah, Berqurban Merayakan Maulid


Mencukur Nabi, Isra Mi’raj,
Rambut dan dan Pesantren Kilat
Diberi nama saat SMP dan SMA

Belajar Solat 5 waktu


Ujian Pratek Solat 5 Buka Puasa
Waktu saat SD Bersama dengan
Manasik Haji waktu
Anak Yatim
TK

Dimasukkan Ke TPA
(Taman Pengajian Anak-
anak) untuk Belajar
Diazani dan Mengaji.
Dikhomati

Halal bihalal
Keluarga

Lahir Dewasa
KONSELING MULTIKULTUR

“AGAMA SENDIRI”

Disusun Oleh:
Putri Pertamasari (1715120069)
BK REGULER 2012

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
AGAMAKU AGAMA TERBAIK UNTUKKU

Diawal saya sudah menjelaskan kalau saya memiliki dua etnis atau bietnis yaitu Jawa
dan Makassar. Dua etnis ini memiliki stereotip taat terhadap agama dan Tuhan. Berkaitan
dengan hal ini, kali ini saya akan membahan mengenai agama yang saya anut. Saya menganut
agama Islam begitupun dengan semua anggota keluarga besar saya. Memiliki agama sebagai
penganut agama Islam yang sudah diberikan orangtua sejak lahir adalah anugerah besar buat
saya. Dimana ada anak yang terlahir dengan identitas agama yang tidak jelas atau tidak
diakui oleh Negara. Saya justru memiliki dan menganut agama terbaik menurut saya dan
mayoritas di Indonesia. Namun hal ini adalah amanah yang besar sehingga saya harus
bertanggung jawab dan sungguh-sungguh dalam meyakini agama ini. Terus terang keluarga
saya sangat ketat dengan urusan agama sebagaimana kita tahu agama Islam memiliki aturan
yang telah telah tercantum di dalam Al’Quran. Al’ Quran adalah buku pedoman umat Islam
yang menjelaskan segala perintah Tuhan YME dan larangannya. Keluarga besar saya bisa
dikatakan agamis, keluarga saya di Jawa tinggal di lingkungan santri begitupun kakek nenek
saya dulu. Kakek saya dulunya adalah seorang Kyai atau tokoh agama di masyarakat.
Sehingga namanya cukup dikenal dan disegani di masyarakat. Oleh karena itu keluarga saya
sangat kental dengan agama dan selalu berkiblat dengan Al’Quran dan Hadist. Mungkin
kalau dibandingkan dengan keluarga saya yang di Jawa, keluarga saya lebih santai mengenai
agama tidak terlalu nampak keagamisannya. Orangtua saya adalah orangtua yang demokratis
saya tidak merasakan adanya tekanan yang diberikan orangtua hubungan orangtua saya
dengan anak-anaknya sangat bersahabat dan cenderung seperti teman. Namun orangtua saya
selalu menekankan, dalam berhubungan kita boleh santai boleh bersahat tetapi untuk urusan
kamu dan Tuhan tidak ada toleransi. Jadi untuk masalah ibadah terutama solat orangtua saya
sangat tegas, beliau bisa marah sampai memukul jika anaknya melalaikan solat lima waktu.
Tetapi orangtua tidak pernah memaksa saya untuk menggunakan kerudung seperti anak lain
yang ada pada keluarga agamis lainnya. Sepertinya orangtua saya menginginkan keputusan
itu terjadi karena asli keinginan saya bukan disuruh. Selain solat ada hal lain yang selalu
dingingatkan oleh orangtua saya kepada anak-anaknya yaitu Beramal dan Menyantuni Anak
Yatim jika sudah mampu. Orangtua saya selalu mengajarkan hal tersebut, beliau selalu bilang
didalam harta kita ada hak orang lain yang harus diberikan. Namun bukan berarti ajaran
agama yang lain tidak ditekankan oleh orangtua saya, semua di tekankan namun yang paling
keliatan galaknya kalau masalah solat, zakat, dan amal.
Keluarga saya juga bukan tipe keluarga yang jika memiliki uang harus memiliki
rumah yang besar tetapi semuanya diatur sesuai kebutuhan, jadi jika anaknya empat maka
rumahnya cukup yang memiliki kamar lima tidak lebih. Saya tidak mengerti hal ini
disebabkan karena orangtua saya yang orang jawa sehingga semuanya selalu
dipertimbangkan dan tidak berlebih atau karena kita orang Islam yang tidak boleh berlebih-
lebihan. Dari lahir saya sudah menjalankan tradisi dan syariat-syariat islam seperti diaqiqah,
diberi nama dan dipotong rambutnya. Namun orangtua saya bercerita ada yang aneh saat saya
di aqiqah, jadi pada umumnya kalau bayi perempuan itu di aqiqah dengan satu kambing
tetapi saat saya lahir orangtua saya mengaqiqah saya dengan dua kambing dengan alasan,
karena begitu bersyukur bisa melahirkan bayi perempuan. Memang kebetulan saya adalah
satu-satunya anak perempuan dari empat bersaudara sehingga kalau kata orang-orang saya
sangat dinanti.

Waktu kecil saat TK tepatnya, saya pernah mengikuti manasik Haji. Manasik haji
biasanya adalah latihan kegiatan berhaji yang dilaksanakan sebelum orang berangkat ke
Mekkah untuk berhaji. Namun saat TK sekolah saya mengadakan kegiatan miniature
Manasik haji untuk memperkenalkan rukun islam, walaupun kesannya tidak serius tetapi
waktu itu saya merasakan situasi yang natural mungkin karena yang melakukan anak-anak
jadi masih polos. Saya inget sebelum acara dimulai disuruh pamitan kepada orangtua serasa
akan pergi haji sungguhan lalu suasananya panas dan terik sehingga kita merasa benar-benar
di Mekkah dan seingat saya saat itu saya sampai menangis karena tidak kuat merasakan
panasnya teriknya matahari. Tetapi melihat orangtua yang menunggu dibatas lapangan dan
menyemangati saya agar terus melakukan kegiatan ini dan menahan saya agar tidak
menangis, membuat saya harus melanjutkan kegiatan ini hingga selesai. Kegiatan ini
membentuk keyakinan saya sebagai umat islam, dan menganggap ini adalah kegiatan yang
harus saya lakukan karena saya orang islam sebab waktu itu saya tahu teman saya yang lain
ada yang tidak mengikuti kegiatan ini karena bukan beragama islam. Menurut saya
pembentukan keyakinan terhadap agama yang dianut memang seharusnya terjadi saat masih
anak-anak, seperti yang saya alami saya mendapatkan pendalaman-pendalaman mengenai
ilmu agama mulai dari kecil sampai SD seperti belajar sholat, belajar mengaji, dan belajar
puasa. Saya ingat sekali waktu saya kelas 3 SD saya sudah mampu menjalankan puasa penuh
selama satu bulan setelah sebelumnya saya tidak pernah penjalankan puasa penuh, kadang
bolong, atau diam-diam minum air. Sejak kelas 3 SD itulah saya mulai menjalankan ibadah
solat, mengaji dengan rutin. Disitu keyakinan islam saya terbentuk, saat mulai remaja dan
kini masuk dewasa saya merasa muncul keinginan-keinginan untuk lebih mendalami agama
saya. Seperti saat bulan Ramadhan selain harus menjalani puasa saya memiliki target-target
lain seperti tadarus setiap selesai solat lima waktu dan selalu menjalankan solat Sunnah
walaupun terkadang ada kalanya rasa malas datang tetapi makin usia bertambah keseriusan
akan hal itu semakin nyata sehingga kalau tidak terlaksana saya merasa rugi.

Berkaitan dengan profesi saya sebagai konselor, saya merasa banyak kekuatan-
kekuatan yang bisa saya gunakan dalam konseling sebab banyak ajaran-ajaran islam yang
sama dengan prinsip profesi konselor. Dalam agama Islam kita selalu diajarkan untuk saling
tolong- menolong begitu juga dengan prinsip orang Jawa. Dalam islam juga kita diajarkan
untuk ikhlas dalam membantu, hal ini mendukung profesi saya sebagai konselor yang mana
nantinya akan terlibat dalam membantu banyak orang, karena untuk membantu orang perlu
sekali dilandasi dengan rasa ikhlas agar tulus dan menghasilkan keputusan positif. Saya
percaya kalau setiap agama pasti mengajarkan hal yang baik. Tetapi terkadang ada bias yang
terjadi jika kita bertemu dengan orang yang menganut agama yang berbeda dengan kita,
namun saya juga bukan tipe orang yang memilih-milih teman atas agama yang dianutnya.

Menurut Saya dengan agama Islam yang saya anut dan etnis Jawa yang saya miliki,
keduanya memiliki hubungan atau kaitan karena beberapa adat jawa yang saya rasakan dan
saya lihat seperti salah satu adat pengajian aqiqah untuk bayi yang baru lahir. Hal ini juga
dibenarkan dalam ajaran Islam oleh beberapa ulama. Oleh karena itu acara ini terjadi proses
enkulturasi (pewarisan budaya) sampai saat ini sehingga masih dilakukan. Tradisi Islam
merupakan hasil dari dari proses dinamika perkembangan agama tersebut dalam ikut serta
mengatur pemeluknya dan dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Tradisi islam lebih
dominan mengarah pada peraturan yang sangat ringan terhadap pemeluknya dan selalu tidak
memaksa terhadap ketidak mampuan pemeluknya. Namun banyak juga tradisi-tradisi
(kebiasaan) di masyarakat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Menurut Hafner “ karena
agama adalah pemberian dari tuhan sedangkan adat dan tradisi merupakan buatan manusia,
maka agama harus berdiri diatas segala hal yang bersifat kedaerahan dan tata cara lokal yang
bermacam-macam. Jika muncul pendapat yang bertentangan diantara keduanya, maka tradisi
maupun adat harus dirubah dengan cara mengakomodasikannya kedalam nilai-nilai islam.

Para ulama‟ ushul fiqih membagi „urf (Tradisi atau Kebiasaan) kepada tiga macam, antara
lain adalah:

1. Dari segi objeknya dibagi menjadi dua :


a. Al-„urf al-lafdzi ( kebiasaan yang menyangkut ungkapan ) Adalah kebiasaan
masyarakat dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu dalam mengungkapkan
sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran
masyarakat.
b. Al-„urf al-„amali ( kebiasaan yang berbentuk perbuatan ) Adalah kebiasaan
masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa atau mu‟amalah keperdataan.
Yang dimaksud perbuatan biasa adalah perbuatan masyarakat dalam masalah
kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan
libur kerja pada hari-hari tertentu dalam satu minggu, kebiasaan masyarakat tertentu
memakan makanan khusus atau meminum minuman tertentu dan kebiasaan
masyarakat dalam memakai pakaian tertentu dalam acara-acara khusus. Contoh ,
kebiasaan masyarakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang di beli itu
diantarkan kerumah pembeli oleh penjualnya, apabila barang yang di beli itu berat
dan besar, seperti lemari es dan peralatan rumah tangga lainnya, tanpa di bebani biaya
tambahan.
2. Dari segi cakupannya „urf di bagi menjadi dua yaitu :

a. Al-„urf al-„am ( kebiasaan yang bersifat umum ) Adalah kebiasaan tertentu yang
berlaku secara luas di seluruh masyarakat dan di seluruh daerah. Contohnya adalah
Mengazani bayi yang baru lahir. Sebagian ulama menganggap sunnah membacakan
adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir. Ulama yang berpendapat seperti ini
diantaranya adalah Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul ‘Aziz, ulama madzhab Syafi’i
dan Hanbali. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, ulama madzhab Hanbali, termasuk ulama
yang menyunnahkan pembacaan adzan pada bayi yang baru lahir ini. Ulama
kontemporer, Wahbah az-Zuhaily juga menyunnahkan hal ini dalam kitab al-Fiqh al-
Islami Wa adillatuhu, “Disukai bagi orang tua untuk mengadzani di telinga kanan
bayi yang baru dilahirkan dan diiqamati seperti iqamat untuk shalat di telinga kirinya”
(al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu : 4/288). Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnahnya
juga menyunnahkan dibacakan adzan ini, “Termasuk sunnah dilakukan, mengadzani
telinga kanan dan mengiqamahi telinga kiri bayi yang baru dilahirkan, supaya yang
pertama kali didengar telinga anak adalah asma Allah SWT”.
b. Al-„urf al-khas ( kebiasaan yang bersifat khusus ) Adalah kebiasaan yang berlaku
didaerah dan masyarakat tertentu.
3. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara‟ „urf di bagi menjadi dua yaitu:

a. Al-„urf al-shokhih ( kebiasaan yang dianggap sah ) Adalah kebiasaan yang berlaku
ditengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan nash ( ayat atau hadist ), tidak
menghilangkan kemaslakhatan mereka, dan tidak pula membawa mudarat kepada
mereka. Contohnya Aqiqah pada bayi yang baru lahir. Hukum aqiqah adalah sunnah
(muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan
sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih
(fuqaha). Dalil aqiqah ini dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah saw
bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuh
disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya” (HR Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad). Jumlah kambing aqiqah bayi bisa dilihat dari
hadits Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw telah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi
dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing” (HR Ahmad
Tirmidzi, Ibnu Majah).
b. Al-„urf al-fasid ( kebiasaan yang dianggap rusak ) Adalah kebiasaan yang
bertentangan dengan dalil-dalil syara‟ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam
syara‟.

Materi agama sendiri ini penting dibahas supaya kita tahu apakah ada kaitan atau
hubungan antara adat atau kebiasaan yang kita lakukan dengan agama yang kita anut.
Jangan sampai kebiasaan yang kita lakukan ternyata melanggar agama.
DAFTAR PUSTAKA :

Dahlan Abd. R. (2010). Ushul Fiqih. Jakarta : HAMZAH, 209.

Erni. B. (2000). Islam Wetu Tuku Versus Waktu Lama. Yogyakarta: LKis, 51.
TUGAS SYARAT MASUK
KONSEELING MULTIKULTURAL
AGAMA SENDIRI

RETNO WULANDARI

1715121315

BK REGULER 2012

BIMBINGAN DAN KONSELING


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Memasuki Belajar Melakukan
Belajar Belajar
TIMELINE TK islam, bewudhu, tayamum dan Belajar melakukan
mengaji melakukan
PENGALAMAN belajar Berpuasa solat sambil One Day One Juz Menjadi MC
dimasjid solat tahajud
KEBERAGAMAAN mengenal, sampai dzuhur tidur dan duduk (ODOJ) sendiri, dan
sampai dan witir,
menulis, sampai kelas 5 saat kaki patah belajar puasa menyanyika
memanggil sabar,
melafalkan SD, kelas 6 akibat senin kamis dan n lagu religi
guru ngaji ke berserah diri
huruf puasa full kecelakaan menuntaskan di acara
rumah, atas segala
hijaiyah, month dan bermotor, puasa qada majelis
belajar kegagalan
belajar solat tarawih merasakan secepat mungkin. ta’lim saat
menulis dan saat
menghafalk tanpa ada makna bahwa Merasakan makna KKN
Akikah membaca mengikuti
an bacaan- istirahat hidup ini milik sebuah doa saat
kitab kuning, tiap
bacaan Belajar Allah, ayah dirawat
mengenakan perlombaan
solat, surat- mengaji iqra- menyadari luar dirumah sakit
jilbab dan masuk
surat alquran, biasanya kasih untuk kedua
untukpertam perguruan
Diadzani pendek membaca sayang keluarga kalinya , menjadi
a kalinya saat tinggi negeri
saat lahir serta saritilawah saat kita tak imam pertama
SMA kelas 2 atau
bacaan saat acara bisa berbuat kalinya saat kuliah
kedinasan
sehari-hari maulid nabi apa-apa

Melepas
jilbab saat
diruumah
KKN
padahal ada
mahasiswa
laki-laki
yang bukan
muhrimnya
Kehidupan agama di keluarga saya awalnya pada saat saya kecil tidak begitu kental dan taat. Orangtua maupun saya masih
belum melakukan ibadah dengan sempurna, misalnnya solat yang masih kadang bolong-bolong, alquran jarang dibaca dan lain
sebagainya. Padahal basic agama orangtua saya cukup unggul apabila dibandingkan dengan yang lainnya. Namun setelah kejadian
ayah saya mengalami stroke ringan saat saya kelas 2 SMA, ayah saya mengalami saat dimana ia menyadari akan kesalahan-
kesalahannya selama ini dengan bantuan dari seorang ustad yang memasuki kamarnya dan mengajak bermuhasabah. Perubahan besar
pun terjadi pada keluarga kami, sekarang ayah saya selalu sudah wudhu sebelum adzan berkumandang dan sekarang solat bermajaah
menjadi satu tradisi dikeluarga kami. Ayah saya sampai membingkai kalimat segera solat di ruang keluarga dengan tujuan agar kami
segera solat saat adzan berkumandang.

Saya merupakan satu-satunya anak selain adik-adik saya yang tidak disekolahkan di sekolah agama atau TPA sepulang
sekolah karena pada saat saya SD, kami tinggal diperumahan dan jauh dari perkampungan sehingga akses untuk menuju TPA tidak
memungkinkan. Situasinya sangat berbeda dengan adik-adik saya yang pada saat itu kami sudah pindah rumah sehingga akses menuju
TPA menjadi lebih mudah. Hal ini menyebabkan pengalaman dan pengetahuan agama saya minim dibandingkan dengan adik-adik
saya. Saya tidak bisa bahasa arab, tidak tahu sejarah islam karena ilmu yang saya dapat hanya dari orangtua dan sekolah.

Namun pengalaman mengaji sudah saya dapatkan sejak sd, saya sudah belajar iqra 6 sejak saya TK dan dilanjutkan dengan
mengaji di masjid saat SD. Saat SMP saya mengaji di masjid milik salah satu ustad dengan murid yang cukup banyak, disitu saya
merasa minder karena kemampuan dan alunan ngaji teman-teman saya yang lainnya sangat luar biasa dibanding dengan saya yang
masih terbata-bata.. Selapas itu pada saat SMA, ibu saya memanggil guru ngaji ke rumah dan hampir setiap hari setelah magrib saya
dan adik-adik saya mengaji dan belajar menulis dan membaca kitab kuning.

Sesungguhnya ayah saya tidak pernah memerintahkan saya, adik saya bahkan ibu saya untuk menutup aurat. Ia ngin kami
bisa menyadari kewajiban kami tanpa harus diingatkan. Namun sampai saat ini saya belum bisa menutup aurat dengan sempurna.
Apabila ada tamu kerumah saya masih mengenakan celana pendek dan tentunya tak berjilbab.
Walaupun agama islam ini merupakan agama yag diturunkan dari keluarga saya namun islam merupakan agama yang saya
yakini paling benar. Namun saya kadang merinding dan terbuka hatinya ketika membaca di berita atau melihat ada seorang professor
atau akademisi atau penganut agama lain yang hijrah ke islam hanya karena satu atau dua ayat-ayat al-quran. Saya sangat takjub akan
peristiwa-peristiwa hijrah seperti itu. Karena sesungguhnya saya merupakan manusia paling benruntung karena lahir di keluarga
islam, belum tentu saya bisa hijrah seperti mereka apabila saya terlahir dikeluarga non muslim.

Islam sebagai agama yang mayoritas di Indonesia menjadikan saya nyaman untuk berbuat atau melakukan hal-hal berikatan
dengan islam misalnya berjilbab atau mengaji ditempat umum. Saya merasa pengalaman etnis dan agama saya tidak membuat saya
membeda-bedakan perilaku saya pada penganut agam lain. Karena islam mengajarkan bahwa agamamu, agamamu, agamaku,
agamaku. Saya tidak pernah melakukan intervensi atau mengajak mereka untuk menjadi muslim speerti saya. saya malah penasaran
dan kadang bertanya tentang seluk beluk agama mereka. Namun, saya sempat berpikir bahwa mimpi saya untuk go obroad mungkin
akan sangat menantang dengan jilbab dan agama saya apabila saya pergi dan, menetap di Negara dimana islam adalah agama
minoritas. Saya bingung ketika Prancis melarang hijab dan di negera-negara tertentu yang dilarang adzan ataupun mendirikan masjid.
Namun, saya tidak pernah terpikir sekalipun untuk mengubah agama saya selain islam.

Pengalaman-pengalaman keberagamaan saya akan sangat menunjang keprofesionalitasan saya sebagai seorang konselor
karena saya kan lebih banyak mempunyai perspektif mengenai masalah yang dialami konseli dan dapat melakukan self disclosure
mengenai pengalaman-pengalaman saya pada konseli. Namun juga agama yang saya miliki tidak akan membuat bias dan perlakuan
yang berbeda ketika saya berhadapan dengan klien dnegan agama yang berbeda.

Pengalaman-pengalaman tersebut didukung dengan buku tebal yang saya baca mengenai islam dan sejarahnya. Dalam buku
mukhtashar al Bidayah wa an nihayah dijelaskan bahwa rasulullah dilahirkan pada tahun Gajah. Ayah beliau ketika rasulullah
berumur 2 bulan. Ibunya bernama aminah binti Wahb wafat ketika beliau berumur 4 tahun. Kakek nabi SAW wafat ketika beliau
berusia 8 tahun. Kemudian Rasulullah diwasiatkan kepada pamannya, abu Thalib.
Hidup dengan posisi yatim piatu dari kecil dan kehilangan sanak family sampai hanya terissa pamannya, tidak membuat
rasulullah menjadi anak yang kurang pendidikan dan kurang perhatian. Ia dijaga dan diperlihara oleh Allah. Beliau sangat sabar ketika
harus diuji diawal kehidupannya dan tentunya diuji ketika ia sedang menyiarkan islam. Beliau tetap sabar walaupun sering
diperlakukan tidak baik oleh kaum quraisy. Namun, ia tidak pantang menyerah dan terus melanjutkan visinya tersebut. Disini saya
melihat betapa besarnya rasa sabar dan pantanag menyerah yang dimiliki Rasulullah yang patut diteladani oleh kita semua khususnya
saya, yang kadang merasa lelah dengan segala kegagalan dan takut untuk kembali mencoba. Padahal rasulullah emndapat lebih
banyak tantangan yang harus dihadapi demi visi yang diembannya terpenuhi. Maka dari itu saya harus bisa meninternalisasi sifat-sifat
luarbiasa yang dimiliki Rasulullah untuk bisa saya terapkan dalam kehidupan saya sehari-hari.

REFERENSI

Al Khani, Ahmad. Ringkasan Bidayah Wa Nihayah Sejarah Awal Mula Penciptaan, Kisah Para Nabi, Kisah Umat-Umat Terdahulu,
Sejarah Nabi Dan Khulafa Rasyidun, Daulah Umawiyah Dan Abasiah, Hingga Peristiwa Tahun 768 H. Jakarta : Pustaka Azzam.
Konseling Multikultural
“Agama”

Riana Damayanti 1715121312


BK REGULER 2012

Fakultas Ilmu Pendidikan


Universitas Negeri Jakarta
2015
Juara 3 lomba baca
Al’Qur’an acara 17’an Belajar dan
menjalankan Belajar puasa sunnah
Masuk TK
Masuk TPA dari Shalat sunnah Senin Kamis
Hafalan do’a-
Iqra sampai Al- Belajar Diajakrkan Diajarkan Dhuha
do’a Hafal
qur’an dengan puasa secara intensif shalat Sunah
gerakan (Tahajud) dan Memutuskan untuk
hafalan surat- Ramadhan tentang Shalat
shalat dan menjalankann Hatam
surat pendek dan dan oleh Nenek dan berhijab
Lahir dan di do’a-do’anya ya di malam Al-
hafalan do’a dan menjalank Menjalankan
Adzankan di SD hari Qur’an
gerakan shalat an shalat wajib

Lahir Sekarang

Tidak boleh kenal Merasa sendiri sebagai Muslim


dekat dengan karena di keluarga hanya aku
laki-laki yang yang menjalankan shalat, namun
bukan seagama sekarang Ibu sudah memulainya.
I’am Muslim and Proud of it

I’am Muslim adalah satu kalimat yang wajib aku banggakan karena hingga kini aku menjadi bagian didalamnya . Beberapa agama yang
dianut di Indonesia ini menjadi warna tersendiri bagi Negeri ini. Walaupun masih saja ada yang menjadi kaum minoritas didalamnya.
Kebanggaanku menjadi Muslim menjadi bertambah karena seluruh keluargaku adalah Muslim. Ketika aku lahir di dunia disambut dengan hangat
oleh kedua orangtuaku dan dilantunkan suara yang merdu oleh ayah melalui Adzan dan itu menjadi sebuah kewajiban bagi umat Muslim.

Aku tumbuh dan berkembang seperti anak-anak yang lain, aku mulai masuk Sekolah Taman Kanak-anak Islam , maka dari itu aku
diajarkan mengenai agama Islam. Aku diajarkan untuk menghafal do’a sehari-hari dan di amalkan. Ketika masuk Sekolah dasar, orangtuaku
mendaftarkanku untuk masuk TPA , karena disana aku akan diajarkan untuk mengaji dari Iqra sampai Al-Qur’an , Juz Amma , dan hafalan
shalat/do’a yang lainnya. Pada Sekolah dasar aku diajarkan oleh orangtua untuk puasa di bulan Ramadhan, meskipun memulainya pada saat
Sahur sampai jam 10 pagi, lalu meningkat sampai Zuhur , bahkan hingga magrib. Tidak hanya belajar do’a dan Al-Qur’an saja, aku pun diajarkan
hafalan do’a dan gerakan shalat. Selain di TPA , di Sekolah dasar pun diajarkan pula sehingga memudahkan aku untuk bisa menjalankannya.
Hingga akhirnya Nenekku yang sangat berperan dalam mengajarkan ku bagaimana cara melaksanakan shalat, bahkan beliau yang
memperkenalkan shalat Sunnah Tahajud dan menjalankannya, karena ketika itu aku tidur dengan beliau dan beliau selalu membangunkan ku
ketika tengah malam untuk shalat berjama’ah, namun kini beliau sudah menghadap Allah terlebih dahulu, namun karenanya aku bisa
menjalankannya kewajiban tersebut. Semoga belau tenang di Sisi-Nya. Aamiin.

Ketika sudah lulus Iqro dan mulai Al-Qur’an, orangtua ku sangat bangga dan bersyukur karena anaknya sudah dapat membaca Al-Quran,
meskipun ketika anak-anak yang lain membuat “slametan” dengan membagikan nasi uduk dll, namun orangtuaku belum bisa seperti orangtua
yang lainnya karena keterbatasan biaya , tetapi aku yakin do’a mereka agar aku menjadi diri yang lebih baik dalam hal agama itu menjadi hal
utama dalam hatinya. Dapat dijelasakan bahwa Al-Qur’an adalah kalam ilahi yang mutlah benar ilmu Allah , petunjuk, pengingat , obat : nasehat
, hikmah, hukum, nur, pembeda antara yang baik dan yang buruk, benar dan salah disucikan Allah , sebagai kebaikan yang datang dari Allah
SWT bagi orang-orang yang beriman dalam suatu kitab berbahasa Arab yang diturunkan Alah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril.
Hingga pada suatu hari ada perlombaan membaca Al-Qur’an , awalnya aku pun sempat tidak percaya diri namun karena semangat dari guru
ngaji ku, akhirnya aku menjadi juara 3 lomba membaca Al-Qur’an. Hingga akhirnya pada suatu waktu aku hatam Al-Qur’an.

Menjalankan shalat wajib yang lima waktu menjadi hal yang sulit meskipun logikanya itu hanya sebentar , namun banyak sekali
godaannya. Ada pula yang menjelaskan mengenai shalat yang kita ketahui bahwa Shalat adalah tiang agama. Kedudukan besar untuk shalat
dalam islam yang tak pernah disamai oleh ibadah-ibadah lain. Maka shalat adalah tiang agama. Dalam suatu hadis Mu’adz bin Jabal berkata ,
Rasulullah : “ Maukah aku beritahu pondasi semua urusan, tiagnya, dan puncaknya ?” Aku bertanya : “ Ya, Wahai Rasulullah ? “ Rasul bersabda
“ Pondasi urusan adalah Isam , tiangnya adalah shalat dan puncaknya Jihad. Shalat merupakan pintu setiap kebaikan. Ia memberikan ketenangan
dan kebahagiaan hati. Ia pun memberikan keceriaan dan ketentraman jiwa. Ia juga memberikan semnagat dan etos kuat bagi badan. Tidak hanya
untuk shalat yang wajib , namun juga shalat yang sunnah seperti shalat Tahajud dan Dhuha bahkan untuk puasa sunnah senin dan kamis. Aku
sendiri sangat mendapatkan pengaruh yang baik ketika menjalankan shalat wajib dan sunnah tersebut dan aku berharap dan memiliki niat untuk
terus melaksanakan perintah Allah agar selalu bahagia dan menjadi umat yang baik karena beribadah bukan tujuan orang muslim namum
merupakan suatu jalan , cara atau upacara dan tugas hidup yang harus dikerjakan dan direalisasikan seorang muslim selama dia masih bernafas
agar dia dapat menccapai tujuan hidupnya. Beribadah adalah perintah Tuhan . Suatu peintah adalah tugas bukan tujuan , tetapi setiap tugas tentu
ada tujuannya. Perintah atau tugas mengabdi kepada Allah bukan pula supaya Tuhan mendapatkan keuntungan atau manfaat daripadanya tetapi
semata-mata untuk kepentingan dan manfaat bagi manusia atau orang yang beribadah tersebut. Orang yang benar-benar beribadah akan diridhai
oleh Allah, hubungannya akan harmonis dengan-Nya dan sebagai hasilnya ia mendatangkan rahmat dan kenikmatan bagi manusia.

Muslim menjadi agama yang mayoritas di Indonesia sekaligus menjadi sebuah kebanggan terbesar dalam hidupku. Meksipun dalam
Islam yang berkaitan dengan etnis tertentu misalnya ada saja yang di daerah rumahku ( etnis Sunda dan Padang) kedua nya mempercayai hal
mistik. Apabila salah seorang yang sedang sakit maka pergi ke “orang yang bisa/ pintar” untuk diobati dan ada saja orang yang percaya
terhadap hal tersebut , tetapi aku termasuk orang yang tidak percaya karena aku yakin kesembuhan seseorang itu adalah bantuan dari ALLAH
SWT.

Ketika beranjak remaja aku pun mulai menyadari dengan tugas utama dalam hidup terutama sebagai seorang wanita Muslim yaitu
menutup aurat. Maka aku memutuskan untuk menggunakan kerudung tepatnya ketika usia 17 tahun. Semua itu mendapatkan dukungan dari Ibu.
Sehingga dari perubahan penampilan itu pun sedikit demi sedikit membatu aku untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi. Semua ini
berkaitan dengan profesiku sebagai guru BK atau konselor yang menurutku sangat memerlukan landasan agama yang kuat karena itu menjadi
bagian terpenting untuk diri sendiri bahkan orang lain. Karena dengan diri yang memiliki agama yang baik dan paham dengan agama maka akan
memudahkan dalam menjalankan sebuah tugas dan menjunjung tinggi rasa toleransi umat beragama.

Semua pengalaman keberagamaanku diikuti dengan baik walaupun masih sangat butuh pengetahuan agama yang lebih, dibalik semua itu
ada pertentangan dalam hidupku yaitu masih belum sempurna dalam sebuah keluarga, apabila belum semua menjalankan perintah sebagai
muslim, aku menjalankannya seperti seorang diri sebagai muslim dalam suatu rumah, entahlah bagaimana cara menggambarkan apa yang aku
rasakan. Aku tidak diam dan tidak juga banyak beraksi namun yang kini bisa aku lakukan adalah berdo’a agar aku dapat menggelar sajadah
untuk shalat berjama’ah tepat satu shaff dengan ibu ku dan di belakang ayahku serta kami bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan tiada
henti kepada kami sebelum salah satu dari kami menghadap Sang Khalik.Aamiin

Sumber : Muhammad abdullah, abu. 2009 Fiqih Salat Wajib. Solo : Abyan Aolo

S. Naingggolan, Zainuddin.2007. Inilah Islam. Jakarta : KALAM MULIA


Mengikuti
kegiatan Keputrian /
Aqiqah
harian TPA Liqo

SAAT
LAHIR
INI

di judge Krisis Mempelajari Agnostic


pengikut keyakinan alkitab injil kah saya?
aliran sesat
Nama : Sheila Amelia Sholehat
NIM : 1715121304
MatKul : Konseling Multikultural

Katarsisku Pada Tuhan

Seperti keluarga muslim pada umumnya, saat seorang bayi lahir ke dunia maka akan
dilakukan aqiqah pada hari kelipatan 7, seperti hari ke-7, hari ke-14 atau hari ke-21 dengan
memilih salah satunya saja. Bayi perempuan akan diaqiqah dengan 1 kambing untuk
kemudian dibagikan pada tetangga dan fakir miskin. Pelaksanaan aqiqah sebagai bukti syukur
bahwa seorang anak telah lahir dengan selamat. Pelaksanaan aqiqah bukan merupakan
rangkaian ritual tertentu dari etnis karena keluarga kami yang sudah jauh dari wilayah asal
etnis, tidak lagi banyak mengikuti ritual-ritual budaya.
Saat mulai dapat berbicara dan membaca, saya menjadi salah satu siswi TPA di
lingkungan rumah. Saya mengenal TPA sebelum mengenal sekolah Taman Kanak-kanak. Di
TPA saya belajar mengenal huruf Al-Quran serta mengenal hukum dan rukun Islam. Belajar
di TPA menjadi bagian dari pengalaman yang menyenangkan karena bagi anak seperti saya
yang memiliki banyak aturan di rumah, TPA merupakan tempat dimana saya dapat bermain
dengan teman sebaya. Sayangnya, saat memasuki Sekolah Dasar (SD) saya mengganti
kegiatan di TPA dengan mengikuti bimbingan belajar.
Tumbuh di tengah keluarga yang memiliki keyakinan agama cukup kuat membuat saya
kembali aktif pada berbagai kegiatan kajian Islam saat SMP, hingga saya terpilih menjadi
ketua keputrian dan berlanjut sampai ke jenjang SMA. Saat SMA kegiatan kajian Islam
dilakukan dalam kelompok kecil yang biasa disebut liqo (FGD). Mengikuti liqo menjadi
sebuah penguat bagi saya untuk menjalankan ibadah sunah yang membudaya dalam keluarga,
seperti shalat duha, puasa senin-kamis, dan tidak melibatkan diri pada kegiatan perayaan
Maulid Nabi. Liqo yang dipimpin oleh seorang alumni di sekolah menjadi tempat yang
mengingatkan saya pada TPA, di mana saya dapat banyak bertanya, berargumen, dan
memiliki teman. Namun kegiatan liqo hanya berlangsung 1 semester karena
ketidaknyamanan saya pada tutor yang beberapa kali berusaha melakukan ajakan untuk
bergabung dengan salah satu partai berbasis Islam. Sejak saat itu saya memutuskan untuk
banyak belajar dan bertanya mengenai keagamaan hanya pada orangtua dan kakak saja.
Bagi saya yang pada saat itu duduk di kelas 2 SMA, konsep keagamaan banyak yang
sulit diterima oleh logika. Seringkali pertayaan muncul di otak secara membabi buta, yang
bila ditahan akan membuat saya merasa pusing. Hingga suatu hari saya berdiri dan
mengangkat tangan pada sesi diskusi di kelas pelajaran agama untuk meminta penjelasan
mengenai satu konsep dalam agama Islam, di mana konsep yang dijelaskan oleh guru saya
sangat berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh orangtua saya. Merasa tidak puas dengan
jawaban yang diberikan, saya kembali bertanya. Namun respon yang saya dapat sangat
mengejutkan, guru saya berdiri dan mununjuk tepat ke arah saya yang diikuti ucapan “Aliran
sesat mana yang kamu ikuti? Itu aliran kamu, kami berbeda”. Sejak saat itu saya memilih
untuk menahan apapun pertanyaan yang ada di otak dan menghindar dari topic keagamaan.
Remaja tanpa dukungan dan perhatian hanyalah tisu yang tertiup angin, dia akan kemana
pun angin membawanya. Itulah yang saya alami saat lulus SMA, ketika kenyataan tidak
seperti yang saya harapkan. Menghindar dan menutup diri dari semua orang yang saya kenal
termasuk keluarga dan orangtua adalah satu-satunya yang dapat saya lakukan. Hingga
akhirnya saya bertemu dengan seseorang yang mengenalkan saya pada jesus dan saat itu
berhasil membawa saya pada ketenangan. Ibadah 5 kali sehari yang selalu dijalankan pun
mulai saya tinggal dan berganti menjadi ibadah dalam perkumpulan jemaat protestan. Hal ini
berjalan dengan baik tanpa diketahui oleh keluarga saya. Walaupun begitu saya tidak
gegabah untuk melepas atribut seorang muslim secara ekstrem, saya hanya melepas jilbab
saat akan beribadah dalam perkumpulan. Mendengar nyanyian yang menyatu dalam hati dan
berubah menjadi ketenangan itu pun mendorong saya untuk lebih mengenal sosok jesus lebih
dalam, hingga akhirnya saya memutuskan untuk mengkaji lebih luas mengenai alkitab injil
dengan harapan saya mendapatkan keyakinan yang kuat untuk berpindah agama. Namun
Tuhan berkata lain, semakin banyak yang saya pahami dari kitab injil membuat saya semakin
meragukan kekuasaan jesus. Terlebih lagi saat menemukan petikan ayat yang membuat saya
yakin untuk tidak melanjutkan keyakinan saya pada sosok jesus.
Berbagai peristiwa yang saya alami saat di Sekolah Menengah Atas, baik oleh guru
maupun kondisi keharmonisan keluarga, menjadi titik balik dalam kehidupan yang membawa
saya berusaha mencari kedamaian Tuhan. Merasa belum mendapatkan kedamaian, yang
dapat saya lakukan adalah menangis dan memaksa-Nya untuk memberikan keadilan pada
saya dalam hidup.
Terlepas dari apapun yang saya yakini saat ini, saya tetap menggunakan atribut muslim
dan menjadikan Islam sebagai agama saya dalam identitas. Mengaku sebagai orang yang
menganut Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia tentu tidak selamanya
menyenangkan, terutama bagi mereka yang memutuskan untuk mengenakan jilbab.
Seringkali orang akan memiliki sorotan yang lebih pada mereka yang berjilbab dan
menjadikan jilbab sebagai alasan untuk dapat menghakimi. Sebagai contoh “dia kan
berjilbab, harusnya dia tidak begini atau begitu”, bukankah sikap dan etika baik harus
dimiliki semua orang tanpa pengecualian? Mengapa mereka yang tidak berjilbab lebih
mendapatkan toleransi atas sikap dan etika yang kurang baiknya?.
Sebagai seorang calon konselor yang masih berusaha membangun kekuatan dan
kedamaian bersama Tuhan, secara terbuka mengatakan bahwa saya tidak memahami
mengapa keyakinan pada suatu agama menjadi begitu penting dalam proses konseling. Hanya
saja yang saya yakini bahwa tidak akan ada kedamaian tanpa kehadiran Tuhan dalam hati.
Konseling Multikultural

“Agama Diri Sendiri”

Oleh :

Shildi Andriani

1715121299

Bimbingan dan Konseling

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta

2015
TimeLine Perjalanan Hidup Keagamaan

Mengikuti
Pengajian dan
Maulid Nabi di
Masjid
Menghafal
Surah Pendek
dan Belajar
Shalat Mayat
Belajar
Mengikuti
Mengenal
Pesantren Kilat
Huruf Hijaiyah
Berpuasa
Mengikuti
Ramadhan
Pengajian Kegiatan
Tujuh Bulanan Belajar Wudhu Maulid Nabi di
setelah lahir dan Shalat sekolah
Wajib maupun Menikuti
Mengadakan Sunnah Belajar
Pengajian Ibu-
Aqiqahan Menghafal Al-
Mengikuti Ibu secara rutin
Belajar Qur’an
Ketika Lahir di Kegiatan ketika KKN
Menghafal
Adzankan Keputrian
Huruf Hijaiyah
Islam
0 – 5 tahun SMP MAHASISWA

SD SMA
Dicibir oleh
agama lain
Disebut sebagai
Dimarahi oleh karena makan
agama yang
orang tua ketika sedang
radikal dan
apabila datang bulan
teroris
melakukan
kesalahan Dimarahi dan
dalam pelafalan dicubit oleh
pembacaan guru agama
huruf hijaiyah karena tidak
memakai
kerudung
ketika hari
Jum’at
Saya lahir pada Hari Minggu, tanggal 11 September 1994 di sebuah kota yang
dijuluki “Kota Hujan”. Ketika saya lahir di agama saya yaitu Islam diwajibkan seorang bayi
baru lahir untuk di adzankan di kuping sebelah kanannya dan di sebelah kiri di qamatkan,
yang seharusnya mengngamatkan dan mengumandangkan adzan seharusnya adalah Ayah kita
sendiri namun ketika saya lahir yang mengumandangkan adzan adalah “uwa” kakak laki-laki
dari Ibu saya. Pada umur tujuh bulan Ayah dan Ibu mengadakan pengajian semacam acara
syukuran untuk saya karena sudah terlahir dengan selamat, lalu mengadakan aqiqahan juga
yang dimana pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai penggadaian (penebus)
seorang bayi yang dilahirkan.

Pada usia tiga sampai lima tahun saya sudah mulai dikenalkan dengan huruf hijaiyah
yaitu huruf dasar Al-Qur’an, kitab suci umat Islam. Saya diajarkan oleh Ibu saya jika saya
salah menyebutkan maka sadar di tegur sehingga membuat saya menangis dan takut kepada
Ibu setiap akan mengajar mengaji. Ketika saya memasuki pendidikan Sekolah Dasar saya
mulai belajar untuk berpuasa walau setengah hari, membaca huruf Al-Qur’an dengan benar,
mengahafal surah-surah pendek, belajar shalat wajib dan sunnah. Banyak hal keagamaan
yang saya pelajari ketika mengikuti pesantren kilat yang diadakan setiap bulan puasa
ramadhan, yang dimana ketika pada umur 6 sampai 12 tahun harus belajar mendengarkan
ceramah-ceramah rohani. Kegiatan pesantren kilat ini tidak hanya ada ketika Sekolah dasar
saja namun berlanjut ke Sekolah Menengah Pertama pada tingkatan ini saya sudah mulai
datang bulan sehingga ketika istirahat saya pergi ke belakang sekolah saya, ada sebuah
sekolah non-Islam disana, saya dan teman pergi makan disitu dan ketika itu kami sedang
memakai kerudung terdengar celutukan dari seorang ibu dengan nada yang keras “kan bulan
puasa ! Kok malah makan sih, aneh banget !” saaat itu juga kami hanya terdiam dan
melanjutkan makan walau dalam hati saya sangat dongkol dan kesal ingin sekali membalas
perkataan ibu-ibu tersebut namun saya harus sabar karena hal itu akan membuat diri saya
malu.

Pada saat saya SMA, teman saya berbicara kepada saya bahwa agama yang saya
yakini dan anut ialah agama yang melahirkan orang-orang teroris yang banyak membunuh
orang lain dan agama yang radikal juga, menanggapi hal itu saya hanya membalas “semua
orang Islam tidak seperti itu” saya malas juga menjelaskannya khawatir akan ada perdebatan
antar agama dan ketika saya Kuliah Kerja Nyata di Serang Banten saya rajin mengikuti
pengajian setempat sekaligus mendekatkan diri dan bersosialisasi dengan warga sekitar.
Pada agama saya banyak buku-buku tentang keagamaan yang sangat menarik salah
satu buku yang saya baca ialah tentang buku yang memuat nasehat-nasehat bagi hamba Allah
yang di dalamnya mengandung arti dari kita suci Al-Qur’an yang diterjemahkan dan dibahas
lebih jelas dan terperinci lagi sehingga memberikan pemahaman yang jelas.

Dalam pemahaman saya sendiri dengan agama memiliki beberapa ketentuan dalam
hal memilih makanan, ada makanan yang haram (tidak diperbolehkan karena najis) yaitu ular,
gagak, tikus, anjing, babi dan elang, perincian penjelasan tentang makanan haram dapat kita
temukan dalam surat al-Maidah ayat 3 sebagai berikut: Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan.

Banyak buku-buku yang mendampingi kitab suci Al-Qur’an yang menuntun jalan
hidup saya, yang dimana antar tetangga harus selalu rukun dan menjaga keharmonisan
bertetangga. Niat baik bangun tidur di pagi hari dan langsung mempunyai niat untuk
menolong orang lain maka hamba Allah mendapatkan pahala seperti pahala haji mabrur.

Dalam agama Islam juga ada ketentuan bahwa marahan atau berantem tidak boleh
lebih dari tiga hari karena Allah membencinya dan tidak baik juga, hal ini yang selalu saya
ingat dan terapkan dengan teman-teman saya ketika ada pertengkaran sehingga tidak pernah
lama dan cepat berbaikan kembali. Islam juga mengajarkan tentant kemurah hatian, “dengan
adanya sifat murah hati, jangankan kawan, lawanpun berubah menjadi cinta. Sedangkan
kikir, jangankan orang lain, anaknya sendiri membencinya” yang artinya dengan kemurah
hatian seperti kejahatan tidak dibalas lagi dengan kejahatan lama kelamaan lawan yang
membenci kita akan sadar dan kagum kepada kemurah hatian kita namun apabila ada orang
yang kikir jangankan orang lain, anaknya yang selalu bertemu setiap hari saja membencinya.
Dalam agama saya juga mengajarkan saling bertoleranis antar umat beragama, walaupun
berbeda agama harus tetap menjalani kehidupan yang rukun dan harmonis.

Sangatlah banyak dan berguna sekali gambaran tuntunan hidup dalam kitab suci dan
buku pendamping lainnya hal ini sangat penting sekali ketika saya menjadi calon konselor
karena nanti konseli yang akan saya tangani dan saya bantu ada kemungkinan besar memiliki
keyakinan agama yang berbeda dengan saya, dengan berbagai macam pelajaran agama yang
saya pelajari jadi saya mengetahui hal apa saja yang dapat disesuaikan dalam proses
konseling yang pada intinya percaya pada kekuatan sendiri dan Tuhan. Terlebih lagi jika saya
mengetahui beberapa aturan atau isi dari agama lain mungkin akan menambah wawasan dan
lebih mampu menyesuaikan bagaimana cara kita berbicara dan hal-hal apa saja yang sensintif
untuk dibicarakan kepada konseli agar tidak menyinggung keyakinan atau agama yang dianut
sehingga proses konseling berjalan dengan lancar tanpa menyinggung salah satu pihak
tentang keyakinan.

Referensi :

Ibnu Hajar Al-Asqalam. (1998). NASHAIHUL IBAD. Jakarta : Pustaka Amani


Konseling Multikultural
Agama – Diri Sendiri

Oleh

Siti Nurjanah
1715121292

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
TIMELINE

Usia 12
Usia 7 tahun
Tahun
Usia 5 tahun Pergi mengaji Usia 7 tahun Sekolah di
bersama
Belajar Sekolah di MI Mengikuti
teman-teman MTs
Usia 4 tahun berpuasa
sebaya dan kajian rohis di
setengah hari Sekolah Sekolah
Pergi mengaji belajar shalat SMA dan
dan shalat Dasar Islam
pertama kali wajib bertemu Usia Dewasa
terawih pada Menengah
bersama teman-teman
Saat usia bayi Bulan pertama
kakak yang Islami Menjadi
Ramdhan Islam
Pertama kali Imam Shalat
mendengarka untuk ibu di
n adzan rumah

Tidak dapat Jarang shalat


Teman- Di tes
Dihukum shalat dan berjamaah di
teman tidak mengaji dan
Dimarahi karena tidak mengaji sekolah saat
mau pergi shalat oleh Memandikan
kakak karena hafal doa- karena SMA
mengaji ayah jenazah Ayah
merengek doa sehari menstruasi
bersama lagi
ikut mengaji hari oleh
karena sudah
guru gaji
SMP
Lahir dan Dibesarkan dalam Agama Islam

Saya dilahirkan dalam kelurga Islam. Lahir dalam keluarga Islam membuat saya tidak perlu
lagi membacakan syahadat di depan orang-orang untuk mengakui keimanan saya, seperti yang
harus dilakukan orang-orang diluar agama kami untuk membuktikan atau mengakui bahwa mereka
beriman pada agama Islam (Hooker, 2002). Tanpa mengatakan saya beragama Islam, orang-orang
pasti sudah tahu bahwa saya beragama Islam karena ayah dan ibu saya juga beragama Islam.
Apalagi saya dilahirkan dengan agama mayoritas di Negara ini sehingga saya akan mudah diterima
bila orang lain mengenal orangtua saya yang beragama sama dengan mereka.

Sejak kecil dalam urusan pendidikan agama, ayah saya lebih mendominasi dibandingkan
ibu. Keadaan ini mungkin dipengaruhi oleh etnis ayah saya yaitu etnis Bugis, bukan berarti etnis
Jawa milik ibu saya tidak memiliki pengatahuan tentang agama tetapi dalam keluarga saya hal
demikianlah yang terjadi. Ayah saya dilahirkan dalam etnis dengan agama mayoritas Islam, ia
selalu menceritakan kepada kami anak-anaknya bagaimana pengalamannya saat kecil. Ia pernah
bercerita bahwa saat ia khatam al-Qur’an orangtuanya sampai mengkurbankan seekor sapi sebagai
bentuk rasa syukur mereka. Etnis Bugis memang memegang teguh agama Islam dengan sangat
baik, bahkan banyak adat istiadat dalam etnis ini yang didasari oleh agama seperti upacara adat
pernikahan. Pada upacara pernikahan persyaratan pertama yang diajukan oleh pihak laki-laki pada
pihak perempuan adalah apakah perempuan tersebut bias membaca Al-Qur’an atau tidak,
kemudian akan dibuktikan pada malam sebelum akad nikah dimana calon pengantin perempuan
akan membaca al-Qur’an sampai khatam. Kehidupan agama yang kental dalam etnis ayah saya
tersebut juga terbawa dengan cara mendidik ayah saya. walaupun keluarga kami bukan termasuk
keluarga yang dapat dikatakan agamis tapi pengalaman masa kecil saya dapat membuktikan bahwa
kedua orangtua saya terutama ayah saya sangat menginginkan anak-anaknya dapat mengenal
agamanya dengan sangat baik. Saya teringat suatu peristiwa dimana ayah saya suka sekali tiba-
tiba menguji bacaan Al-Qur’an kami atau tiba-tiba meminta kami mempraktekan gerakan shalat
tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Malam itu saya ingat karena tidak ada pekerjaan ayah saya
tiba-tiba meminta saya mengambilkan Al-Qur’an di lemari, kemudian ayah saya meminta saya
membuka Al-Qur’an tersebut. Ayah saya tiba-tiba bertanya, “ kamu ngajinya sudah sampai
mana?”, saya gugup memjawab pertanyaan tersebut. Dalam hati saya, saya pikir bahwa ini adalah
saatnya untuk saya di uji dadakan oleh ayah saya. saya juga pernah mendengar kakak-kakak saya
yang lain pernah mengalami peristiwa seperti ini bahkan kakak saya yang ketiga karena begitu
gugup dan takutnya ia sampai terkencing-kencing di celana. Aduh semoga peristiwa tersebut tidak
terjadi pada saya. yah, akhirnya saya di tes beberapa surat dan meskipun agak gugup saya lebih
baik daripada kakak ketiga saya itu dalam hal membaca Al-Qur’an. Setelah selesai membaca Al-
Qur’an saya pikir sudah selesai perjuangan saya malam itu tetapi ternyata tidak. Ayah saya
kemudian meminta saya mempraktekan gerakan shalat beserta bacaannya. Karena saya gugup
bacaan shalat saya jadi salah bahkan menjadi berulang-ulang pada gerakan duduk diantara dua
sujud dan disitu saya langsung dimarahi oleh ayah saya karena saat mengaji pasti saya tidak benar
mendengar penjelasan guru. Kejadian ini terjadi saat usia saya 7 tahun dan sampai sekarang saya
masih bias merasakan bagaimana gugup dan lucunya peristiwa tersebut.

Pendidikan agama yang diberikan pada saya berlangsung sejak kecil kira-kira sejak saya
berusia 3 tahun saya sudah ikut mengaji dengan kakak saya, walaupun kakak saya menolak untuk
mengajak saya bersamanya tetapi pada akhirnya saya akan merengek untuk ikut. Sampai pada
suatu hari ada suatu peristiwa yang tidak menyenangkan. Saat itu dipengajian ada tugas menghafal
Al-Qur’an karena saya masih kecil maka guru saya itu memberi kewajiban untuk menghafal doa-
doa pendek saja. Tetapi meskipun hanya doa-doa pendek sehari-hari saya tetap saja gugup dank
arena sangat gugup saya tidak dapat menghafal apa-apa di depan guru tersebut yang pada akhirnya
saya mendapat hukuman sabetan, hukuman yang membuat saya menangis sepanjang jalan pulang
dan membuat saya tidak mau lagi ikut mengaji dengan kakak saya bahkan saya tidak mau mengaji
lagi sampai beberapa bulan dan akhirnya saya mau mengaji lagi karena orangtua saya menasehati
saya yang lebih tepat mengancam saya kalau saya tidak mau mengaji lagi. Saya melihat
kecenderungan bahwa orangtua saya lebih baik anak-anaknya tidak sekolah dibandingkan tidak
mengaji. Kalau kami tidak mengaji ayah saya akan sangat marah, ya walaupun itu juga terjadi saat
kami tidak sekolah tetapi kalau tidak sekolah intonasi marahnya itu agak rendah.

Pendidikan agama pada keluarga saya juga berlanjut pada pendidikan formal, dimana
orangtua kami mewajibkan anak-anaknya untuk masuk sekolah Islam pada jenjang pendidikan
sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Tidak ada pilihan lain selain sekolah MI dan Mts
yang telah turun temurun menjadi pilihan orangtua saya itu. Setelah lulus dari kedua sekolah
tersebut barulah kami bebas memilih pada jenjang sekolah menengah atas. Awalnya saya menolak
sistem ini tetapi karena begitu kuat pengaruh orangtua saya dalam memilihkan sekolah tersebut
sehingga saya tidak dapat berbuat apa-apa selain mengikutinya. Pada awalnya saya kurang
menyukai tetapi pada akhirnya dan sampai saat ini saya menyadari bahwa kedua sekolah pilihan
orantua saya tersebut memang menjadi dasar kehidupan beragama saya dan disanalah saya
mendapatkan pengetahuan keagamaan diluar yang diajarkan oleh orangtua saya. selain itu saya
merasa bila dibandingkan dengan teman-teman saya yang bersekolah di sekolah biasa pengetahuan
agama kami memang berbeda. Di sekolah Islam saya mendapatkan pendidikan umum sekaligus
pendidikan agama yang lebih banyak dibandingkan sekolah umum. Hal tersebutlah yang
menjadikan alasan bagi orangtua saya memilihkan sekolah Islam untuk anak-anaknya agar anak-
anaknya memiliki pengetahuan Islam yang banyak. Orangtua saya sangat khwatir melihat
perkembangan anak-anak di sekolah umum mereka melihat bahwa pengetahuan agama mereka
sangat minim karena sepengetahuan orangtua saya, di sekolah umum anak-anak hanya
mendapatkan pendidikan Islam untuk satu pelajaran saja berbeda dengan sekolah Islam yang setiap
harinya memang diajarkan pendidikan agama Islam.

Kedua sekolah Islam yang saya ikuti itu memang sangat mempengaruhi kehidupan
beragama saya terutama sekolah menengah pertama yang saya ikuti. Ya di sekolah itu saya benar-
benar diperkenalkan dengan agama saya dengan sangat baik. Setiap pagi kami memulai pelajaran
dengan membaca Al-Qur’an sebelumnya, kemudian pada waktu istirahat kami melaksanakan
shalat sunnah Dhuha bersama-sama dan pada saat istirahat siang kami melaksanakan shalat wajib
berjamaah. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi kebiasaan bagi saya, saya dapat melihat perbedaan
antara saya dan teman-teman saya yang sekolah di sekolah menengah pertama umum. Satu hal
yang membuat saya sedih adalah ketika mereka memutuskan tidak mau lagi mengaji bersama-
sama karena merasa sudah besar. Saya tidak dapat lagi pergi bersama-sama dengan mereka menuju
tempat mengaji, jadi saya harus berangkat sendiri menuju tempat mengaji. Awalnya saya merasa
enggan tetapi karena tuntutan dari orangtua saya akhirnya tetap berangkat mengaji sendirian. Hal
ini sama sedihnya dengan peristiwa menstruasi saya. saya mengalami menstruasi lebih cepat
dibandingkan dengan teman-teman saya yang lain, karena menstruasi saya tidak boleh
melaksanakan ibadah shalat dan mengaji seperti biasa. Saya sangat sedih karena melihat teman-
teman yang lain pergi bersama menuju pengajian sedangkan saya diam saja di rumah.

Kehidupan beragama saya memang sangat indah saat masa kecil sampai saya memasuki
jenjang sekolah menengah pertama, tetapi semua itu agak berubah ketika saya memasuki sekolah
menengah atas. Saya memilih sekolah umum dan tidak melanjutkan ke sekolah Islam lagi karena
saya ingin sesuatu yang baru meskipun pengalaman saya di dua sekolah sebelumnya
menyenangkan tetapi sebagai remaja saya menganggap sekolah Islam di jenjang SMA itu yaitu
Aliyah kurang keren jadi saya memilih untuk sekolah di sekolah umum. Orangtua saya sudah tidak
membatasi pilihan saya itu, saya bebas memilih sekolah mana yang saya inginkan. Tetapi saya
akui saya sempat mengalami gegar budaya karena perbedaan kebiasaan antara sekolah Mts saya
dulu dengan sekolah SMA saya saat itu. Di sekolah SMA sudah tidak ada lagi kebiasaan membaca
Al-Qur’an sebelum memulai pelajaran, tidak ada lagi shalat Dhuha bersama saat jam istirahat
pertama, dan tidak ada lagi kegiatan shalat berjamaah yang di koordinir oleh guru-guru. Guru-guru
sudah menganggap kami cukup besar untuk dapat menjalankan ibadah dengan keinginan sendiri,
tetapi bagi saya yang sudah biasa dengan kebiasaan tersebut di Mts dahulu itu cukup membuat
saya tidak nyaman. Apalagi teman-teman saya di sana juga kurang peduli dengan hal demikan.
Terkadang saya harus pergi sendirian menuju mushola sekolah untuk menjalakan ibadah karena
teman-teman yang lain tidak ada yang mau ikut. Awal-awalnya saya merasa tidak nyaman namun
seiring waktu saya dapat menyesuaikan diri tetapi kebiasaan yang dulu ditanamkan di sekolah Mts
juga agak berkurang. Saya sempat mengikuti kegiatan rohis sekolah beberapa waktu di SMA tetapi
karena ketidak cocokan dengan orang-orang dalam kegiatan tersebut saya kemudian keluar dari
kegiatan itu.

Setelah dewasa kegiatan beragama saya mungkin tidak seindah dan semenarik saat saya
kecil dulu. Tidak ada lagi orang yang akan memarahi saya kalau saya tidak mengaji, tidak ada lagi
yang akan mengingatkan saya shalat karena sudah dewasa maka saya dianggap sudah mampu
bertanggung jawab dengan kewajiban agama saya itu. Pengalaman yang agak menegangkan saat
saya dewasa adalah saat saya harus memandikan jenazah ayah saya. saat itu saya merasa sangat
sedih tetapi juga harus tetap melaksanakannya karena kewajiban saya sebagai muslim dan juga
penghormatan terakhir untuk ayah saya, tetapi saat itu saya juga sangat takut, sedih dan bingung
melaksanakannya. Setelah ayah saya meninggal posisi sebagai Imam shalat di rumah oleh saya.
saya harus mengimami ibu saya karena menurut ibu saya bacaan Al-Qur’an saya lebih baik
darinya, itu adalah pengalaman yang menyenangkan sekaligus juga menyedihakan karena setiap
shalat berjamaah dengan ibu saya, saat itu juga saya mengingat ayah saya orang yang biasanya
berada pada posisi saya saat ini.
Setelah dewasa saya juga mengalami kekecewaan pada orang-orang dalam agama saya.
saya yang diajarkan oleh guru-guru saya di sekolah bahwa agama kami adalah agama yang damai,
agama yang menjadi rahmat untuk seluruh umat, saya akhirnya harus kecewa dengan orang-orang
dalam agama saya karena tidak mencerminkan agama itu. Banyak orang-orang dari agama kami
yang dengan tega melakukan kekerasan dan mengatas namakan agama sebagai dasar perbuatan
tersebut. Saya mungkin hanya memiliki pengetahuan terbatas hanya penjelasan dari guru-guru
saya di sekolah dulu dan kajian-kajian yang saya ikuti, tetapi sebatas pengetahuan tersebut saya
meyakini bahwa agama saya tidak seperti itu. Rasul kami Nabi Muhammad SAW saja selalu
membawa kedamaikan dalam menyebarkan agama Islam, bagaimana bisa kita yang hanya
umatnya yang memiliki pengetahuan sangat terbatas itu dapat melakukan hal seperti itu. Setiap
menyadari fenomena tersebut terkadang saya merasa bukan bagian dari mereka meskipun ajaran
yang kami pelajari sama, Tuhan yang kami sembah satu dan Rasul yang membawa agama ini
adalah satu tetapi saya merasa sangat berbeda dan sangat bertentangan dengan yang mereka
lakukan itu. Rasanya saya ingin mengangkat suara untuk mengatakan hal tersebut, tetapi apalah
daya saya. akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan ajaran agama ini sesuai dengan apa yang
telah diajarkan oleh guru-guru saya itu. Bukan berarti saya tidak peduli dengan saudara-saudara
saya tersebut, tetapi agama ini sangat besar untuk dipandang dengan cara satu pandang saja akan
banyak pandangan untuk agama ini tetapi sikap tenggang rasa lah yang harus saya pupuk agar
perbedaan tersebut tidak menjadikan konflik bagi perkembangan agama yang saya cintai ini.
Daftar Pustaka

Hooker, M. (2002). Islam Mazhab Indonesia Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial. Bandung: Teraju.
KONSELING MULTIKULTURAL

“AGAMA SENDIRI”

Oleh :
Siti Qothrotun Nada
1715121282
BK Reguler 2012

Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2015
Maulid Nabi ; Isra Mi’raj ; Pengajian ; HAUL (Peringatan saudara yang
sudah meninggal) ; Puasa ; Memperingati Idul Fitri dan Idul Adha ; dan
                Mengaji.

  Mengikuti Kegiatan
Khatam Qur’an
ROHIS di SMP dan SMA
  Menggunakan Hijab
 
Aqiqah Qasidahan Sedekah
  Kegiatan Tafakkur
Alam di SMA Umroh
 
Diadzankan Ngaji Qurban  Zakat
 

 
Lahir Sekarang
 

 
Kebingungan saat ingin
  menggunakan hijab

 
Terkadang malas mengikuti
 
kegiatan kerohanian, baik
dirumah maupun di
pendidikan formal
 

Agamaku….

Sejak lahir, saya dibesarkan dari keluarga yang bernuansa islami. Keturunan dari
nenek/kakek semuanya beragama islam. Keluarga kami sangat menomersatukan soal
‘agama’. Apapun yang dilakukan, dibicarakan, selalu saja dikaitkan dengan hal keagamaan.
Saya menganggap hal ini sebagai pengaruh dari etnis saya yaitu Betawi, karena orang betawi
selalu menomersatukan persoalan agama.

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan agama bagi anak-
anaknya, terutama dalam pembentukan kepribadian. Menurut M.I. Soelaeman (1978:66),
salah satu fungsi keluarga ialah fungsi religius. Artinya keluarga berkewajiban
memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan
beragama. Saya sangat setuju dengan kutipan diatas. Karena memang asal agama kita mulai
dari keluarga. Biasa nya banyak orang yang tidak mengetahui asal usul keberagaman nya
masing-masing. Kebanyakan dari mereka mengikuti keturunan ibu/bapak nya. Oleh karena
itu, sebagai orang tua wajib memperkenalkan, mengajarkan anak nya mengenai pendidikan
beragama. Mulai dari menunaikan kewajiban solat 5 waktu, hingga perbuatan kecil yang
baik. Pendidikan agama harus dimulai sejak dini, terutama dalam keluarga, sebab anak-anak
pada usia tersebut siap untuk menerima ajaran agama yang berkaitan dengan keimanan
kepada Allah tanpa harus menuntut dalil yang menguatkannya. Dalam pendidikan usia dini,
ia juga tidak berkeinginan untuk memastikan atau membuktikan kebenaran ajaran agama
yang diterimanya.

Bila ditelusuri sejarah awal peradaban islam hingga akhirnya islam masuk ke
Indonesia, islam memberikan berpengaruh besar baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi,
maupun di bidang kebudayaan, seperti mempengaruhi bahasa Indonesia (contoh :
musyawarah, wajib, dan lain-lain), nama yang bercirikan islam (contoh : Siti, Muhammad,
Aminah, dan lain-lain), budaya, adat istiadat dan seni (contoh : tahlilan, syukuran, kasidah,
dan lain-lain), dan masih banyak yang lainnya.

Saya pernah mendengar mengenai pemberian nama orang tua adalah doa bagi anak
nya. Orang tua saya memberikan nama untuk anaknya juga ada asal usul nya, terutama arti
nya dalam bahasa Arab. Maka nya saya diberikan nama yang bernuansa keislamannya yaitu
Siti Qothrotun Nada, yang artinya tetesan air embun/hujan, mungkin air hujan menandakan
keberkahan di suatu kehidupan, karena waktu saya lahir cuaca sedang turun hujan rintik-
rintik. Dan setiap saya punya acarapun, pasti selalu diberikan keberkahan / turun hujan,
seperti acara pengajian, pelepasan saya sewaktu saya ingin menunaikan ibadah umroh, dan
lain-lain. Keluarga saya baik laki-laki maupun perempuan diberikan nama awalan ‘Siti’ dan
‘Muhammad’, karena menurut orang tua saya nama tersebut merupakan nama kesayangan
Nabi.

Ada beberapa kegiatan/adat yang biasa dilakukan oleh orang islam. Seperti hal nya
saya yang setelah lahir dikumandangkan adzan ke telinga saya. Setelah itu biasanya
dilakukan kegiatan Aqiqahan. Kegiatan ini bersifat sunnah, boleh dilakukan bila ada uang
lebih, yang biasa nya dilakukan pemotongan kambing (1 ekor untuk anak perempuan, dan 2
ekor untuk anak laki-laki). Sejak berumur 4 tahun, saya sudah dimasukkan ke tempat
pengajian. Saya mengaji pindah-pindah hingga berumur 14 tahun. Banyak sekali pengalaman
ditempat pengajian, mulai dari belajar tajwid, membuat kaligrafi, qasidah, hingga khatam Al-
Qur’an. Mulai umur 18 saya mengaji dirumah dengan Bapak saya bersama sepupu saya.
Masih banyak pula kegiatan yang biasa saya ikuti yang tentunya berhubungan dengan
keagamaan, seperti puasa, idul fitri, idul adha, maulid nabi, isra mi’raj, dan HAUL
(peringatan untuk saudara yang sudah meninggal).

Selain hal diatas, ada yang terpenting yaitu menunaikan sholat 5 waktu. Seperti yang
disebutkan dalam firman Allah SWT: “Perintahlah keluargamu bersembahyang dan tekunlah
engkau mengerjakannya. Kami tidak minta darimu rezeki. Kami memberimu rezeki. Akibat
yang baik bagi taqwa”. Sabda Rasulullah SAW: “Perintahlah anak-anak mu bersembahyang
sedang mereka berumur tujuh tahun. Pukullah mereka kalau tidak mau jika mereka berumur
sepuluh tahun. Dan pisahkanlah mereka dalam pembaringan”. (H.R. Abu Daud, Al Turmuzi,
Ahmad dan Al Hakim). Sejak kecil, saya sudah dibiasakan untuk menjalankan sholat wajib 5
waktu, bila tidak menjalaninya maka konsekuensinya saya dicubit oleh Ibu saya sampai
badan saya menjadi memar / biru. Seringkali saya diperingatkan mengenai hal ini, hingga
suatu saat saya diceramahi oleh kedua orang tua saya mengenai pentingnya sholat dan akibat
nya bila tidak menjalankannya.

Kegiatan lain yang saya ikuti ketika saya bersekolah di SMP dan SMA, saya aktif
mengikuti kegiatan ROHIS (Rohani Islam). Banyak sekali pengalaman-pengalaman yang
bisa saya jadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari saya. Walaupun terkadang saya
merasa malas mengikuti beberapa kegiatan di ROHIS yang ada karena waktu yang terlalu
lama dan sangat membosankan. Sejak SMA, saya mulai mengalami kebimbangan untuk
menggunakan hijab. Karena saya bergabung dalam organisasi kerohanian, maka saya
mendapat banyak omongan yang mendorong saya untuk menggunakan hijab. Saya terus
mempertimbangkannya, hingga masuk kuliah saya masih ada kebimbangan. Akan tetapi
akhirnya saya memantapkan hati untuk menggunakan hijab sejak pertengahan semester 1.

Menurut saya kekuatan agama islam dalam melaksanakan kegiatan konseling yaitu
bisa menyeimbangkan pemberian bimbingannya dengan kekuatan do’a, dan bisa dijadikan
pedoman untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA

Fachruddin. 2011. Jurnal Pendidikan Agama Islam- Ta’lim Vol. 9

TIM Penceramah Jakarta Islamic Centre (JIC). 2005. ISLAM Rahmat Bagi Alam Semesta.
Jakarta: Alifa Books

 
Konseling Lintas Budaya
“agama sendiri”

Susanti
1715121311

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Time Line Keberagamaan
Merayakan idul fitri dan idul adha serta shalat id berjama’ah

Mengikuti kegiatankeagamaan maulid Nabi dan Isra Mi’raj

Mengikuti tahlillan atau hadir jika ada kerabat yang meninggal

Melakukan
Melaksanakan shalat lima waktu dan shalat sunah
kegiatan
aqiqah

Belajar
Belajar Mendekat kepada guru
memainkan
salat dan spiritual
rebbana
Ayah puasa
dan
menguma kosidahan
ndangkan
adzan ke
telinga Menyadari bahwa doa-doa
saya Belajar
Belajar yang saya panjat kan secara
mangaji Membaca mengaji rutin dan sungguh di jabah oleh
dari iqro, kalimat memanggil Allah sehingga saya sangat
menghafal syahadat uztadzah meyakini kekuatan doa
doa harian
ke rumah
di TPA

Lahir Sekarang

Mendapat sindirian untuk


menggunakan hijab
Pengalaman Ku dengan Agama Ku

Hidup di dunia sebagai seorang manusia yang saling berinteraksi antara satu dengan
yang lain sesama makhluk ciptaan Tuhan, menjalankan kativitas, berusaha memenuhi
kebutuhan pasti menemukan berbagai masalah dan persoalan dalam mencapai tujuan hidup.
Untuk mencapai tujuan hidup yang di dambakan oleh tiap orang, maka perlu tuntunan dan
pedoman hidup yang di percayainya. Terlebih lagi manusia tidaklah sempurna sehingga miliki
keterbatasan dalam penyelesaian masalah. Noor Rachmat (dalam Islam dan Pembentukan
Akhlak Mulia), ilmu pengetahuan merumuskan bahwa manusia sejak lahir membawa tiga
insting yaitu : Pertama, Insting seks yang mengarahkan kepada kepuasan dan kenikmatan,
kedua Insting property yang mengarahkan pada kebendaan dan kekuasaan, ketiga, insting
religi, yang mengarahkan kepada kesucian dan kebersihan. Jadi hal tersebut mengartikan
bahwa manusia sejak lahir telah memiliki insting dalam hal religi dan disanalah Agama
dibutuhkan.
Sejak saya di lahiran ke dunia, saya hadir di lingkungan keluarga yang beragama Islam.
Dengan begitu, agama yang di ajarkan kepada saya pun adalah agama islam. Dimulai sejak
saya dilahirkan, ayah saya mengumandangkan suara adzan di telinga saya sehingga saya sudah
tidak asing lagi dengan suara adzan. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan aturan yang
diajarkan oleh agama kami. Setelah itu,orang tua saya mengadakan acara aqiqah. Aqiqah
dilakukan wajib bagi orang yang mampu melakukannya karena biasanya jika yang dilahirkan
adalah seorang anak perempuan, penggantinya adalah dengan menyembelih satu ekor kambing
dan jika seorang anak laki-laki yang dilahirkan, penggantinya adalah dengan menyembelih dua
ekor kambing. Selain melakukan penyembelihan kambing, hal yang dilakukan juga dengan
memotong atau mencukur sebagian rambut dari bayi.
Semasa kanak-kanak, saya di ajarkan untuk menghafal dan membaca doa ketika saya
melaksanakan aktifitas seperti doa saat mau makan dan sesudah makan, masuk dan keluar
kamar mandi, ketika akan keluar rumah, mendoakan kedua orang tua, dan lain-lain. saya juga
di beri contoh untuk shalat lima waktu dan shalat-salah sunah lainnya, kemudian secara
perlahan-lahan mereka mengajarkan saya dan selalu mengingatkan saya untuk shalat lima
waktu. Untungnya pengajaran yang dilakukan oleh keluarga saya tidak dengan menggunakan
hukuman saat saya lalai karna ingat hal tersebut, saya mencoba untuk benar-benar shalat lima
waktu. Walau pada awalanya memang tidak mudah karena mungkin dikarenakan iman saya
yang belum kuat pada saat itu karena belum terlalu mengerti dan paham akan ajaran-ajaran
agama semasih kecil. Kemudian pada saat itu, saya dan kakak saya akhirnya mengikuti TPA
pada sore hari, di sana saya diajarkan mengaji yang masih dimulai dengan membaca iqro dan
diajarkan pula doa-doa harian, surat-surat pendek, tata cara berwudhu yang benar. Namun
karena masih anak-anak pula pada saat itu masih banyak canda tawa seta ketidak seriusan saat
belajar bersama mengenai keagamaan.
Semakin besar semakin tumbuh, ketika SD awal, saya tidak lagi belajar di TPA hanya
mengikuti pelajaran agama di sekolah, namun saat saya kelas 4, saya dan saudara saya kembali
mengajar mengaji dengan memanggil Ustadzah kerumah. Tidak jauh berbeda pengajaran yang
dilakukan oleh Ustadzah dengan yang diajarkan di TPA suasananya pun juga karena saat itu
saya juga mengajak teman-teman saya untuk ikut belajar mengaji di rumah saya sehingga
suasana menjadi lebih menyenangkan. Saat di sekolah, guru saya meminta saya dan kawan-
kawan lainnya untuk belajar rebbana dan kasidahan, kadang saya menjadi pemukul rebbana
yang berukuran kecil atau yang menyanyikan lagu. Guru agama saya saat itu mengatakan,
kalau kami adalah anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga dengan agama Islam
sehingga agama yang diajarkan kepada kami adalah agama Islam, sedangkan jika seseorang
ingin masuk Islam, diwajibkan untuk membaca 2 kalimat Syahadat, dan biasanya orang tua
tidak terlalu menekankan anaknya dengan jelas kembali membaca 2 kalimat Syahadat tersebut.
Karena alasan tersebut, guru agama saya menuntun saya dan teman-teman untuk membaca 2
kalimat Syahadat dan menekankan serta meyakinkan kami bahwa kami benar-benar masuk
agama Islam atas keinginan dari kami sendiri bukan hanya karena bawaan dari orang tua yang
mengajarkan. Entah mengapa tetapi saya merasa hal itu sangat berkesan bagi saya.
Semenjak saat saya telah membaca 2 kalimat syahadat, ternyata iman saya mulai
meningkat didukung dengan pengetahuan tentang agama yang semakin bertambah, hingga saat
ini kegiatan-kegiatan keagamaan rutin juga saya ikuti seperti shalat 5 waktu dan juga shalat-
shalat sunah yang telah diajarkan, kemudian merayakan dan mengikuti kegiatan pada hari
bersar seperti Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Idul Fitri, Idul Adha serta datang pada tahlilan yang di
adakan dalam rangka memperingati orang yang telah meninggal dunia.
Terkadang kami sekeluarga juga mengadakan acara perti selamatan saat pindahan
rumah, melakukan nujuh bulanan jika ada yang sedang hamil tujuh bulan dan kegiatan lainnya
yang memang tidak di wajibkan di dalam agama kami, namun itu semua dilaksanakan akibat
adanya percampuran antara adat istiadat dari suku jawa dan juga ada unsur betawi didalamnya
yang kuat akan keagamaan jadi didalam acara tersebut, kegiatan yang dilakukan adalah dengan
memanjatkan doa-doa, kepada Tuhan sesuai ajaran agama kami. Namun kegiatan itu hanya
dilakukan pada momen-momen tertentu saja.
Setelah tidak lagi mengaji dengan Ustadzah dengan jarak waktu yang cukup lama
akhirnya ada keinginan ayah saya untuk mengajarkan mengaji biasanya itu lebih ditekankan
pada bulan-bulan Ramadhan. Setiap selesai Shalat Subuh berjamaah, ayah saya memimpin
untuk mengaji bersama dan juga mengajarkan kepada anak-anaknya mana bagian yang masih
kurang tepat. Di keluarga ayah saya yang memang memiliki etnis Jawa Betawi itu lebih banyak
menekankan pada pengajaran agama di bandingkan dengan keluarga ibu saya.
Pengalaman pengalaman yang saya dapatkan pada segi religi juga beragam, ada yang
kesannya negatif, positif atau justru keduanya. Pengalaman yang terkesan baik adalah kejadian
yang sebelumnya telah saya ceritakan di atas. Kesan negatif yang saya dapatkan contohnya,
karena saya seorang muslimah sedangakan saya tidak atau belum menggunakan hijab, sejak
saya remaja, terkadang bertemu dengan orang yang sedikit peduli hingga akhirnya
menyinggung saya untuk menggunakan hijab, baik yang menggunakan cara seperti
mengingatkan atau menyindir. Tetapi saya merasa belum siap menggunakan hijab. Saya
memutus kan untuk menggunakan hijab atas kemauan dan pemikiran saya sendiri bukan dari
paksaan orang lain dan hingga kini saya rasa belum mendapatkan hidayah yang membuat saya
benar-benar tergerak hatinya untuk menggunakan hijab.
Pengalaman yang berkesan lainnya tetapi memiliki kesan positif maupun negatif bagi
saya adalah karena keadaan yang terjadi di keluarga saya. Saya mengetahui dan memahami
masalah yang ada di keluarga saya sejak saya masih SD (pada kelas atas). Ibu saya
menceritakan kejadian-kejadian yang kuran gmenyenangkan yaitu masalah keluarga dari ayah
saya yang melakukan hal buruk yaitu sering pergi ke dukun untuk melakukan santet. Santet
yang ditujukan kami rasakan ditujukan untuk keluarga kami. Keluarga kami menggambil
kesimpulan penyebab hal ini terjadi kepada keluarga kami dikarenakan adanya dukungan dari
orang tua ayah yaitu nenek saya, dan kebiasaan merereka. Entah dari mana dan kapan mereka
mulai melakukan hal-hal yang buruk itu, namun kegiatan itu seperti menjadi hal yang biasa
saja buat mereka bahkan mereka mengatakan bahwa menyantet itu adalah hal yang biasa dan
tidak akan seru dunia ini jika tidak ada yang namanya santet. Saya tidak habis pikir, keluarga
yang juga menekankan ajaran agama yang baik namun mereka tidak meninggalkan kelakuan
buruk dan musrik seperti itu. Semoga mereka bertaubat seperti yang telah tertera dalam Surat
At Tahrim Ayat 8: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan
tobat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhan mengampuni kesalahan-kesalahanmu,
dan memasukkan mu ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya”. Dari hal-hal
itu ternyata banyak kejadian-kejadian yang kurang masuk akal di keluarga kami. kami sering
kali menderita sakit tanpa tau penyebabnya, ibu saya yang mengalami pendarahan terus
menerus tapi doketer pun mengatakan kondisi ibu saya baik-baik saja hingga tidak
menganjurkan untuk melakukan kiret. Ayah saya yang kadang sering marah, tapi tanpa sebab
atau meledek orang lain tanpa sadar dan sempat kecelakaan.
Mungkin jika hanya mendengar saja saya juga tidak percaya, namun ternyata saya juga
sempat merasakan hal yang aneh saat saya merasakan sakit di telinga saya semalaman hingga
saya tidak mampu untuk menahan dan bergerak. Keesokan harinya setelah saya pulang
sekolah, lubang telinga saya sebagian tertutup oleh selaput putih dan saat di bersihkan, nanah
keluar dari telinga saya. Saya di bawa kedokter lalu dokter memeriksa dan memasukkan
kamera kedalam lubang telinga saya namun dokter pun bingung karena nanah tersebut keluar
dari mana. Dokter itu mengatakan biasanya nanah akan keluar dari sebuah luka, namun saat di
lihat tidak ada bekas luka sama sekali di telinga saya. Jadi penyakit-penyakit atau sakit yang
kami rasakan tidak dapat di amati oleh medis. Karena menyadari hal itu, maka kami pergi dan
mendekat kepada guru spiritual. Guru spiritual itu akhirnya membantu kami dan menjaga kami
dan mereka juga tidak meminta balasan apa-apa justru kami lebih di ajarkan lagi mengenai
ajaran-ajaran agama Islam. Kami di ajarkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT
dan di ajarkan aturan-aturan dalam kehidupan seperti yang telah di ajarkan dalam Al-Quran.
Sehingga pengetahuan tentang agama kami bertambah pula.
Pengalaman lain yang juga membuat saya semakin bersyukur atas Agama yang saya
peluk yaitu melalui keyakinan dan doa. Karena saya rasa ketika saya berdoa terus menerus dan
saya meningkatkan keyakinan saya kepada Allah SWT. Saya percaya segala sesuatu datangnya
dari Allah dan Allah lah yang memiliki kuasa atas segala sesuatu sehingga saya meminta hanya
kepada Allah. Dan saya telah belajar yang namanya bersyukur. (Susatyo Budi Wibowo dalam
99 Jalan Menuju Surga Menurut Al-Quran dan Al-Hadist) “jika diuji dengan kesusahan dan
penderitaan, kita perlu bersabar, bersyukur karena masih ada orang yang lebih menderita dari
pada kita. Kita juga bersyukur masih hidup dan diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.”
Saya rasa apa yang saya doa kan dan dikabulkan oleh Allah, saya sangat merasa bahagia dan
benar-benar bersyukur atas rahmat dan karunia yang Allah berikan kepada saya.
Menurut saya dengan pengalaman-pengalaman yang saya dapat pada bidang religi ini
dapat pula menambah wawasan saya dalam agama dan membuat saya memiliki pegalaman
yang berharga. Dengan begitu, manfaat bagi saya jika menjadi seorang konselor, akan dapat
membantu memasukkan nilai-nilai agama yang sesuai dengan masalah klien jika di perlukan
dan jika klien memiliki agama yang sama dan juga melatih atau membantu meningkatkan rasa
bersyukur kepada klien serta dengan pengalaman yang ada, saya dapat memberikan gambaran
kepada klien jika memiliki masalah yang serupa dengan saya dan tetap harus terus semangat
dalam menjalani hidup.

Daftar Pustaka
Rachmat, Noor. 2009. I. Depok : Ulinnuha Press
Wibowo, Susatyo Budi. 2010. 99 Jalan Menuju Surga Menurut Al-Quran dan Al-Hadist.
Yogyakarta: Gava Media.
TUGAS KULIAH MULTIKULTUR

“Agama Islam”

DISUSUN OLEH :

Tiara Oktafiani A. 1715121279

BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015
Lahir Azani Aqiqah Mengaji TPA Manasik Haji TK Puasa Rohis IKRIMANI Berjilbab Sekarang

MIRAS Krisis Kepercayaan


Pengalaman-pengalaman yang terpenting dalam tradisi keluarga saya yaitu Qurban dan Aqiqah.
Di keluarga saya jika memiliki rezeki lebih maka setiap tahun akan melaksanakan qurban. Cara keluarga
saya untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki yang telah Allah berikan kepada
kami. Selain itu dengan berqurban saya dan keluarga dapat berbagi rezeki kepada saudara-saudara yang
kurang beruntung atau tidak mampu. Hewan qurban diibaratkan seperti kendaraan yang akan
mengantarkan manusia menuju kesurga.

Aqiqah penting dalam tradisi keluarga saya. Karena aqiqah adalah cara keluarga saya bersyukur
kepada Allah yang telah memberikan rezeki berupa seorang anak. Aqiqah sebagai acara penyambutan
kehadiran seorang anak yang lahir ke dunia ini. Dalam etnis jawa juga terdapat upacara seperti aqiqah
yang tujuannya untuk menyambut kehadiran seorang anak. Upacara tersebut bernama Selapan. Biasanya
acara aqiqah dilaksanakan 3 hari atau 7 hari setelah bayi lahir. Tetapi orang yang berasal dari jawa
melaksanakan aqiqah setelah bayi berusia 35 hari, agar aqiqah dan upacara selapan dapat berjalan secara
bersamaan.

Acara Selapan ini meliputi pencukuran rambut bayi, pemotongan kuku bayi disertai bacaan doa
dan sholawat, lalu pembagian bancaan (sejenis nasi tumpeng). Dalam acara Selapan pertama kali
dilakukan adalah pemotongan rambut. Acara pemotongan rambut pada bayi pertama kali dilakukan oleh
orangtua bayi (ayah dan ibunya), lalu diikuti sesepuh dan kerabat. Dalam upacara ini sebenarnya
memiliki aturan dalam pemotongan rambut bayi, yaitu rambut bayi harus dipotong semua. Namun tidak
semua orangtua berani mencukur habis rambut sang bayi, alasannya karena ubun-ubun sang bayi di usia
ke selapan masih berdenyut dan kerangka kepala belum terbentuk secara sempurna.

Sebagian masyarakat hanya mencukur beberapa helai rambut secara simbolis saja, hal ini sama
seperti upacara aqiqah yang hanya mencukur minimal 7 helai rambut sang bayi. Setelah pencukuran
rambut, acara dilanjutkan ke pemotongan kuku bayi. Pada saat upacara ini diikuti dengan serangkaian doa
dan shalawat nabi, memohon perlindungan kepada Yang Maha Esa. Pada acara ini dihadiri oleh para
sesepuh dan keluarga. Dalam pelaksanaan acara selapanan, selanjutnya pihak keluarga membagikan
bancaan kepada masyarakat sekitar dan paling utama kepada anak-anak. Perasaan gembira seorang anak
yang menerima bancaan ini diharapkan memberikan doa pada si bayi, agar nantinya dengan kehadiran si
bayi membawa kegembiraan pada semua orang.
Saya pernah mengikuti komunitas islam. Saya mengikuti komunitas yang berada di lingkungan
tempat tinggal saya bernama IKRIMANI (Ikatan Remaja Masjid Nurul Iman). Saya mengikuti komunitas
ini karena waktu itu saya sedang mengalami krisis kepercayaan dan saya diajak oleh sahabat saya untuk
bergabung dengan IKRIMANI. Di IKRIMANI saya senang mendapatkan banyak teman-teman baru,
lebih mengenal satu sama lain. Dan biasanya kami sharing-sharing mengenai kehidupan kami dalam
beragama. Dari sharing-sharing tersebut saya mendapatkan solusi dari masalah krisis kepercayaan yang
saya alami. Setelah itu saya melaksanakan perintah-perintah Allah dengan baik. Tetapi saya mengikuti
komunitas ini hanya setahun. Karena kesibukan saya di kampus, kesibukan dari tiap-tiap anggota yang
membuat kami jarang lagi berkumpul dan akhirnya komunitas ini bubar. Sampai saat ini saya tidak
pernah mengikuti komunitas islam lagi, karena banyak tugas-tugas dari kampus.

Pengalaman yang paling menyenangkan bagi saya yaitu Pertama ketika saya sekolah di TK Islam
yang setiap harinya kami bernyanyi lagu-lagu islami atau lagu-lagunya sulis yang berjudul “Umi” dalam
album Cinta Rasul. TK kami sering dibacakan cerita tentang kisah para nabi, belajar mengaji dan latihan
shalat dan lain-lain. Selanjutnya ketika di TK ada acara latihan manasik haji di daerah pondok gede, saya
senang karena saya bisa melihat miniatur ka’bah, lempar jumroh, setelah itu menikmati kurma dan air
zam-zam.

Kedua ketika saya berkurban. Karena ketika berkurban saya berbagi kesenangan kepada teman-
teman yang kurang beruntung atau fakir miskin dan para tetangga. Saya senang melihat wajah ceria
orang-orang yang kurang beruntung dapat menikmati apa yang saya nikmati juga. Ketiga di saat saya
mengenakan jilbab. Saya merasa senang ketika saya dapat melaksanakan kewajiban saya sebagai wanita
muslim mengenakan jilbab. Sebenarnya saya memiliki keinginan menggunakan jilbab sejak saya SMP,
tetapi baru bisa terlaksana setahun yang lalu. Dari pengalaman ini saya merasa bersyukur atas nikmat
yang diberikan kepada Allah dari saya lahir hingga saat ini. Saya bersyukur menganut agama islam.
Dengan adanya beberapa pengalaman yang berkesan ini membuat saya semakin dewasa semakin ingin
tahu atau ingin memperdalam mengenai agama islam.

Pengalaman yang kurang menyenangkan bagi saya yaitu ketika saya mencoba MIRAS dan Krisis
Kepercayaan. Saat SMP saya di sekolah bergaul dengan teman-teman yang bisa dikatakan anak-anak
nakal. Suatu ketika saya sedang memiliki masalah keluarga tiba-tiba teman saya membawa minuman
mereka bilang minuman tersebut dapat membuat tenang. Ketika saya meminumnya kepala saya sangat
pusing dan perut terasa mual ternyata minuman tersebut adalah miras. Saya sangat menyesal telah
mencoba miras, padahal di dalam agama islam dilarang meminum minuman keras. Setelah kejadian itu
saya tidak bermain lagi dengan teman-teman saya.
Krisis kepercayaan yang saya alami ketika saya semester 2. Saya mengalami krisis kepercayaan
saya meninggalkan ajaran agama seperti shalat 5 waktu. Ketika saya sedang memiliki masalah, dan saya
pun bertemu dengan sahabat saya. Lalu saya menceritakan masalah-masalah saya kepadanya. Saat itu
saya merasa bahwa Allah memberikan cobaan dan masalah yang bertubi-tubi tanpa henti kepada saya.
Selanjutnya setiap hari saya berdoa meminta sesuatu tetapi doa saya tidak di kabulkan atau dijabah.

Agama saya memang sebagai agama mayoritas. Keistimewaan yang dimiliki dalam agama islam
yaitu ramah, selalu merasa bersyukur, alquran sebagai pedoman hidup umat islam, memiliki tuhan satu
yaitu Allah SWT, memiliki banyak Nabi. Islam agama yang universal yaitu Islam selalu sesuai dengan
perkembangan zaman, bukan ajaran agama islam yang bercampur dengan budaya yang ada disuatu
tempat, namun budaya tersebut yang harus menyesuaikan dengan ajaran agama islam.

Agama Islam adalah Agama Yang Mudah untuk Diamalkan. Contoh apabila seseorang tidak
mampu shalat dengan berdiri (karena sakit, udzur, usia lanjut, dll), maka diperbolehkan untuk duduk, jika
tidak mampu shalat dengan duduk maka diperbolehkan shalat dengan cara berbaring, jika tidak mampu
lagi maka diperbolehkan shalat dengan menggunakan isyarat. Agama islam memiliki prasangka-
prasangka dari agama lain. Mereka menganggap bahwa agama islam adalah agama teroris dan agama
sesat. Agama lain melihat beberapa orang beragama islam yang arogan dan menjadi teroris.

Menurut saya kekuatan-kekuatan agama Islam dapat digunakan dalam konseling. Karena mungkin
saja klien mengalami kesulitan-kesulitan rohaniyah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut
mampu mengatasi masalahnya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan
Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsul Rijal Hamid, "Buku pintar agama Islam", Cahaya Salam, Bogor, 2005.

Zainuddin. M. 2003. Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam, Malang: Bayumedia.


Konseling Multikultural
“Agama Sendiri”

Disusun oleh:

Ulfa Hifzillan 1715120064

BK Reguler 2012
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2015
TIMELINE

Belajar Manasik Haji Menjadi


mengaji vokalis nasyid

Mengikuti
Belajar
Belajar kegiatan
bacaan &
menulis huruf Qasidahan di ROHIS Di
gerakan shalat
Arab TPA SMP

Aqiqah Menjadi
Mengucapkan Mulai Berpuasa
Mulai Sekretaris
& Mengetahui menghafal
menggunakan RISMA
arti dari dua surat-surat
Diadzankan hijab sejak (Remaja
kalimat pendek dan
saat lahir Zakat SMP Masjid)
syahadat doa sehari-hari

Lahir Sekarang

Ketika mulai belajar shalat banyak gangguan


dari lingkungan sekitar yang terkadang
membuat saya malas untuk menjalankan
shalat

Sempat ragu kepada diri


sendiri apakah saya sudah
pantas menggunakan hijab
Refleksi Mengenai Agama Sendiri

Nama saya Ulfa Hifzillan, saya anak kedua dari empat bersaudara. Semua keluarga saya beragama Islam. Saya dan keluarga
saya serta keturunan dari kakek dan nenek saya mayoritas beretnis Betawi dan beragama Islam. Ketika ibu saya sedang mengandung
saya, ibu saya selalu membaca kitab suci Al-Qur’an. Sejak saya berada dikandungan ibu saya selama Sembilan bulan, kedua orang tua
saya sudah memperkenalkan saya dengan berbagai bacaan kitab suci Al-Qur’an, walaupun saya belum dilahirkan di muka bumi ini,
namun kedua orang tuan saya berusaha untuk membiasakan anaknya mendengar dan ikut merasakan lantunan bacaan kitab suci.
Ketika pertama kali saya di lahirkan di muka bumi ini saya diadzankan oleh ayah saya.

Ada kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang yang beragama Islam, misalnya ketika lahir dimuka bumi ini wajib
mengumandangkan adzan di telinga bayi tersebut, Aqiqah yang biasannya dilakukan pemotongan kambing (1 ekor untuk anak
perempuan dan 2 ekor untuk anak laki-laki). Sebagaimana kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang yang beragama Islam, saya sejak
kecil sudah didik untuk mendalami agama saya tersebut, agar mempunyai bekal untuk di akhirat nanti.

Sejak kecil saya sudah diajarkan Rukun Islam agar saya dapat menjalankan kehidupan ini sesuai dengan nilai-nilai agama yang
ada dalam agama saya. Islam berasal dari kata aslama yang berarti menyerah/ menyerahkan diri kepada Allah, dan dari kata salima
yang berarti selamat/ mendapat keselamatan dari Allah. Pelaksanaan rukun-rukun Islam yang merupakan suatu pelaksanaan ibadah
yang menghubungkan seorang muslim dengan Allah (disebut ibadah dalam arti khusus) juga mengandung kewajiban yang harus kita
lakukan terhadap manusia. Seorang muslim yang melaksanakan ibadah dalam arti khusus dan muamalah tersebut dipandang sudah
melaksanakan ibadah dalam arti khusus dan muamalah tersebut dipandang sudah melaksanakan syari’ah Islam atau melaksanakan
ibadah dalam arti yang seluas-luasnya. Seperti yang telah diketahui, Rukun Islam ada lima, yaitu: mengucapkan dua kalimat syahadat,
mengerjakan shalat, membayar zakat, mengerjakan puasa, mengerjakan Haji bila yang mampu. (Daradjat, Zakiah. 1984. Dasar-dasar
Agama Islam. Hlm. 195).
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas mengenai Rukun Islam, saya sejak kecil sudah diajarkan untuk mengetahui hal itu.
Sejak kecil saya mulai diajarkan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, belajar melaksanakan shalat lima waktu, membayar zakat,
berpuasa dibulan Ramadhan. Ada satu yang belum dapat saya penuhi yaitu mengerjakan Haji/ Pergi ke Tanah Suci. Saat ini saya
belum pergi Haji, walaupun saya belum menunaikan ibadah Haji, tapi sejak saya TK, saya sudah diajarkan tata cara ketika seseorang
hendak menjalankan ibadah Haji ke tanah suci (manasik haji) sehingga saya tahu bagaimana ketika saya akan menunaikan ibadah Haji
nanti. Insya Allah impian saya untuk menunaikan ibadah Haji bersama keluarga dapat tercapai. Aamiin.

Saya dididik dengan keluarga yang sangat mementingkan hal agama, Alhamdulillah sejak saya kecil hingga saat ini saya selalu
dalam tuntunan Allah dan kedua orang tua saya maupun keluarga saya yang selalu mengajarkan hal mengenai agama, seperti yang kita
ketahui bahwa tiang agama adalah shalat, maka kedua orang tua saya dan keluarga saya sangat mementingkan ibadah shalat, karena
dengan shalat merupakan ciri penting dari orang yang taqwa sehingga dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhkan segala
larangannya.

Sejak saya berumur 3,5 tahun saya sudah mulai belajar IQRA dengan orang tua saya, dan meneruskannya belajar IQRA, Fikih,
Aqidah, Akhlak, dll di TPA dekat rumah saya.di TPA banyak ilmu dan pengalaman yang saya dapat, misalnya saya menjadi tahu
mengenai agama saya sendiri lebih mendalam, tidak hanya saya dapatkan namun saya diajarkan untuk mengamalkan ilmu tersebut
didalam kehidupan ini, selain ilmu yang saya dapatkan di TPA, saya juga mendapat pengalaman lain, misalnya belajar dan menghafal
dua kalimat syahadat, mempraktikan shalat, belajar berpuasa, zakat, belajar Qasidah, belajar menjadi vokalis nasyid, mengikuti lomba
kaligrafi, mengikuti lomba baca Al-Qur’an, menjadi anggota Rohis, menjadi sekretaris RISMA (Remaja Masjid),dll.

Ketika saya SMP saya mengikuti kegiatan Rohis atau Rohani Islam, banyak pengalaman yang saya dapatkan misalnya saya
mulai menggunakan hijab, membaca Al-Qur’an, mengikuti Lomba Qasidah dan Membaca Al-Qur’an, dll. Ilmu dan pengalaman yang
saya dapatkan di SMP tentunya berdampak pada sekarang ini. Melalui kegiatan Rohis, saya mendapatkan teman-teman yang baik dan
mengajarkan saya mengenai agama serta memberi dampak yang baik untuk diri saya. Saya memiliki adik perempuan yang saat ini
duduk dibangku kelas IX SMP, saya selalu memberikan motivasi dan masukan kepada adik saya mengenai betapa pentingnya agama
untuk kehidupan kita, dan mengajarkan pentingnya menutup aurat sejak dini, terlebih lagi adik saya perempuan bahwa harus menutup
aurat agar dapat menjaga dirinya sendiri dari perbuatan atau hal-hal yang kurang baik. Selain itu juga mengajarkan Al-Qur’an kepada
adik saya.

Ketika SMA saya mengikuti kegiatan baca Al-Qur’an yang biasanya dilakukan setiap hari Jum’at pagi, hal ini dilakukan agar
setiap siswa terbiasa untuk membaca kitab suci Al-Qur’an. Selain membaca Al-Qur’an saya juga menjadi seksi keagamaan di kelas
saya, saya yang mengkoordinir amal/ sedekah setiap hari Jum’at, membantu pihak sekolah mengumpulkan zakat dan urban (ketika
pelaksanaan Idul Qurban). Dari pengalaman tersebut saya menjadi terbiasa untuk membayar zakat (sebagaimana mestinya),
menjadikan diri saya menjadi diri yang semakin komitmen akan menggunakan hijab, berusaha untuk membaca Al-Qur’an setiap hari,
dll.

Sekarang saya mengikuti kegiatan RISMA (Remaja Masjid) di Masjid dekat rumah saya, saya menjadi sekretaris di RISMA
sejak saya mulai kuliah semester satu hingga saat ini. Saya memiliki pengalaman yang sangat berharga ketika saya menjadi sekretaris
RISMA, dimana saya kenal dengan teman-teman baru yang memiliki nilai-nilai agama yang luar biasa, bersilaturahmi dengan ustad
dan ustadzah, mengajak adik-adik dan teman-teman untuk mengikuti kegiatan RISMA ketika pesantren ramadhan, mengajarkan
kebaikan dengan semua orang, mementori adik-adik dan teman-teman ketika pesantren ramadhan, menjadi pembawa acara kegiatan
keagamaan, membacakan kitab Suci Al-Qur’an ketika acara ingin dimulai. Jadi tidak hanya ilmu yang saya dapatkan dari pelaksanaan
kegiatan RISMA, namun juga saya mendapatkan pengalaman yang sangat berharga didalamnya.

Menurut saya, kekuatan-kekuatan agama yang dapat saya laksanakan dalam kegiatan konseling adalah memberikan penguatan
bahwa Tuhan tidak mungkin memberikan suatu masalah diluar batas kemampuan manusia, jadi kita sebagai manusia hendaknya
banyak-banyak berdoa dan berusaha agar kita dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik dan yakin bahwa kita tidak
sendirian, namun ada Tuhan yang selalu ada disamping kita dan selalu melindungi kita.
DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiyah. 1984. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Suryana, Toto. 1997. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara


Tugas Syarat Masuk
(Agama Sendiri)
Mata Kuliah : Konseling Multikultural

Nama : Urip Mulyani


NIM : 1715121297

Universitas Negeri Jakarta


Fakultas Ilmu Pendidikan
Jurusan Bimbingan dan Konseling
2015
TIME LINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN URIP MULYANI

Mengaji di Belajar menggunakan Mulai menggunakan hijab


mushola hijab walaupun baru baik ke kampus maupun
Belajar shalat hanya ketika pergi ke ketika berpergian
wajib dan sekolah Mulai menerapkan
Diadzani Ikut seminar larangan amalan sunah (puasa
n oleh bacaanya
Masuk TPA Belajar amalan berpacaran dalam senin-kamis, puasa hari-
ayah Belajar hafalan
(Taman sunah seperti, islam hari yg diperingati dalam
doa sehari-hari
ketika Pembelajara shalat sunah, Mulai menerapkan islam, shalat sunah
Belajar puasa dan
lahir n Al-Quran) puasa sunah amalan sunah (shalat qobliah dan ba'diah)
shalat teraweh
dhuha, shalat tahajud)

LAHIR SAAT INI


(1994) (2015)

Orang tua tidak memberikan Dimarahin bibi Mendapat teguran dari


pemahaman mengenai shalat Belum
karena sering beberapa teman SMK
fardhu serta tidak diaqiqah kan
menggunakan karena masih suka lepas
mencontohkan dalam bentuk celana pendek kerudung (belum
perilaku dalam kehidupan ketika berpergian konsisten)
sehari-hari
PENGALAMAN KEBERAGAMAAN DIRI SENDIRI

Semenjak kecil jarang saya temui pengalaman keberagamaan dalam keluarga saya
kecuali kewajiban untuk mengazankan anak ketika baru lahir, dan perayaan hari besar seperti
Idul Fitri dan Idul Adha. Di dalam keluarga saya tidak diajarkan secara utuh atau diajarkan
secara dasar mengenai agama dalam kehidupan sehari-hari. Saya menerima perilaku atau
pengajaran dari orang tua sama seperti layaknya perilaku yang dianggap wajar dalam norma-
norma yang berlaku dilingkungan.
Pengalaman saya ketika saya kecil, saya dimasukan ke Taman Pembelajar Al-Quran
(TPA) oleh orang tua saya. Di TPA saya belajar dengan bimbingan guru ngaji. Selama belajar
di TPA saya hanya belajar membaca Al- Quran dan belum diajarkan ilmu agama lainnya.
Baru kemudian ketika saya SD saya pindah mengaji di mushola dekat rumah saya.
Awalnya di mushola saya hanya belajar membaca Al- Quran seperti di TPA. Namun,
lambat laun pengajian di mushola mulai berkembang. Peserta pengajian semakin banyak dan
pengurus mushola tergerak untuk merekomendasikan pemuda di sana untuk memberikan
pengajaran. Setalah kedatangan pengajar, kami mulai mendapat materi untuk belajar wudhu,
belajar shalat fardhu, hafalan bacaan shalat, hafalan doa sehari-hari, hafalan surat-surat
pendek, serta belajar keterampilan seperti berpidato dan bermain kosidahan.
Dalam keluarga tidak terdapat pengalaman keberagamaan secara nyata dalam
menjalankan kewajiban sebagai seoarng muslim/muslimah. Jika dikaitkan dalam kehidupan
sehari-hari orang tua saya tidak menjalankan shalat, serta tidak memberikan nasihat-nasihat
atau pengetahuan kaitannya dengan agama. Saya belajar agama dari pengajian yang saya
ikuti sejak kecil dan pelajaran agama Islam di sekolah. Setelah itu berkembang melalui
pengalam hidup orang lain dan teman-teman di sekolah yang saya temui.
Namun, dari segi perlakuan keluarga, saya sudah cukup memberikan perlakuan untuk
memenuhi kebutuhan biologis dan sosial, memberikan perlindungan, dan membiayai
pendidikan anak-anaknya.

Pengalaman keberagamaan kaitannya dengan etnis. Kebiasaan melakukan pengajian


selama tujuh hari jika ada seseorang yang meninggal. Merupakan suatu kepercayaan dalam
agama keluarga saya bahwa ketika orang meninggal perlu bagi kita untuk mengirimkan doa
kepada orang yang telah meninggal. Dan hal ini juga berkaitan dengan budaya dari etnis
Betawi jika ada saudara yang dilanda duka maka kita perlu memberikan sebuah pertolongan
atau peka dengan apa yang orang lain alami dengan memberikan kunjungan yaitu salah
satunya dengan ikut pengajian tersebut, ataupun ngelayat ketika sebelum jenazah dikubur.
Lalu perayaan haul (peringatan hari meninggalnya seseorang setiap tahunnya)
merupakan suatu kepercayaan dalam keluarga saya untuk mengirim doa kepada orang yang
telah meninggal dan ini merupakan suatu adat istiadat yang juga dilaksansanakan oleh etnis
Betawi. Namun, beberapa keluarga dari bapak saya yang mayoritas orang Jawa juga
merayakan haul dalam rangka memperingati hari meninggalnya seseorang sekaligus dalam
rangka mengirim doa.
Walaupun jika dilihat dari salah satu paham agama Islam ada yang tidak
membenarkan, bahwa doa yang dikirim kepada orang yang sudah meninggal tidak akan
sampai. Tetapi kepercayaan agama dalam adat istiadat dalam keluarga saya, itu masih
menjadi suatu kepercayaan. Agama Islam yang kami anut tidak terdapat aliran yang khusus
atau yang terlalu fanatik. Kami mengikuti ajaran agama yang diakui oleh pemerintah yaitu
Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Agama yang dianut oleh keluarga saya tidak memiliki komunitas tertentu. Ketika saya
diajarkan untuk mengaji di TPA ataupun ketika saya mengaji di mushola. Itu bukan
merupakan perkumpulan keagamaan, tetapi tempat untuk belajar agama. Intensitas
pertemuannya pun tidak terjadwal terus menerus hingga dewasa. Saya mengikuti pengajian di
TPA dan di mushola tidak berlangsung lama. Ketika saya sudah SMP saya tidak lagi
mengikuti pengjian karena sudah mulai malas untuk mengaji. Malas untuk mengaji karena
waktu pelaksanaan ngaji dilaksanakan setelah shalat magrib dan biasanya itu waktu untuk
saya mengerjakan tugas. Selain itu, di sekolah saya juga mendapatkan banyak ilmu
pengetahuan mengenai agama melalui pendidkan agama Islam.

Pengalaman yang menarik ketika di masa kanak-kanak yaitu ketika saya masih rajin
mengaji dan memiliki keterampilan dalam berpidato dan bermain kosidah. Ketika saya mulai
beranjak dewasa saya sangat bersyukur ketika kecil saya diarahkan untuk mengaji oleh orang
tua saya. Walaupun bukan orang tua saya yang mengajari, tetapi banyak manfaat yang saya
rasakan hingga saat ini dari pengajian saya di masa kanak-kanak. Seperti belajar shalat,
hafalan bacaan shalat, hafalan doa sehari-hari, hafalan surat-surat pendek. Semua yang saya
pelajari itu sangat bermanfaat untuk kehidupan saya kaitannya dalam melaksanakan
kewajiban atau sunah yang dianjurkan oleh agama.
Ketika diawal masa remaja, saya jarang mengalami pengelaman beragama yang
berkesan. Seingat saya hanya dua yaitu ketika saya dimarahi oleh bibi saya karena saya suka
menggunakan celana pendek ketika keluar rumah (karena bibi saya sudah menggunakan
hijab) dan ketika saya menghadiri seminar mengenai larangan berpacaran.
Saya sebelumnya sangat sulit untuk melepaskan celana-celana pendek dalam busana
saya setiap harinya. Semenjak mendapat teguran dari bibi saya, saya nekat untuk
menggunting-gunting dan mencopot kancing celana pendek yang saya punya agar tidak bisa
saya gunakan kembali. Baru semenjak itu saya mulai belajar untuk memakai calana yang
menutupi lutut hingga akhirnya saya belajar untuk berhijab.
Kemudian pengalaman saya mengikuti seminar larangan berpacaran. Isi pembahasan
seminar itu sangat menyentuh hati saya. Saat mengikuti seminar, saya masih memiliki pacar,
tetapi selang sebulan setelah seminar itu saya langsung memutuskan pacar saya dan bertekad
hingga saat ini untuk tidak berpacaran. Apalagi didukung dengan pengalaman orang lain,
teman, dan saudara yang menjalani pacaran tetapi kebanyakan dari mereka tidak menikah
dengan pacarnya tersebut melainkan menikah dengan orang yang baru saja datang.
Sedangkan untuk pengalaman beragama pada masa dewasa awal ini. Saya mulai
banyak belajar dari teman-teman saya yang sudah memakai hijab seutuhnya secara sempurna
dengan tidak menampakkan auratnya (berpakaian ketat). Saya cukup salut dengan mereka
yang sudah dengan sempurna menutup auratnya lalu didukung dengan perilaku mereka yang
menurut saya sangat bersahabat dengan para muslim yang masih belum menutup auratnya.
Dengan sabar memberikan bimbingan dan berperilaku baik dengan siapaun orang yang ia
temui. Tetapi saya sendiri belum tergerak untuk menggunakan pakaian yang secara sempurna
menutup aurat (berpakaian syar’i).

Saya sebagai penganut agama Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia.


Keistimewaan yang saya rasakan yaitu begitu hikmatnya dan ramainya ketika dirayakannya
hari besar seperti Idul Fitri Dan Idul Adha.Merasa memiliki banyak saudara dan belum
pernah menerima perlakuan asing dari siapapun terkait dengan agama yang saya anut. Untuk
stereotip, khususnya saya sebagai wanita muslim ada suatu label yang terkadang muncul dari
wanita sesama muslim bahwa wanita muslim yang berkerudung tetapi masih berpakaian ketat
ataupun jalan dengan yang bukan muhrimnya dianggap sebagai perempuan yang munafik.
Dalam Al-Quran mamang terdapat anjurkan bahwa seroang muslim harus menutup
seluruh bagian tubuhnya kecuali tangan dan telapak muka serta larangan untuk berduaan
dengan orang yang bukan muhrimnya. Namun, sebutan kata munafik membuat seseorang
yang sedang dalam proses untuk memperbaiki diri mau menutup aurat menjadi enggan jika
tidak melakukan perubahan secara total dalam berhijab dan berpakaian syar’i. Padahal saya
pribadi untuk memulai memakai hijab butuh proses yang cukup lama. Tetapi dengan label
“munafik” kepada seseorang yang masih proses perbaikan diri merupakan sebuah tamparan
hebat. Apalagi bagi mereka yang tidak cukup kuat untuk menerima cemoohan tersebut.

Kekuatan untuk agama Islam sebagai negara mayoritas agama kita keberadaannya
diakui oleh orang banyak dan karena banyak penganutnya maka dalam diri apalagi ketika
berada dalam suatu perkumpulan merasa memiliki banyak saudara. Selain itu orang Islam
terkenal ramah dan suka menolong. Toleran dengan orang yang berbeda agama dan tidak
mengucilkan mereka yang menganut agama minoritas dengan bukti tidak terjadinya serang
antara agama di Indonesia dengan jumlah penduduk yang beragama Islam terbanyak.
Selain itu pengalaman yang saya rasakan. Respon dari teman-teman yang menganut
agama yang berbeda. Mereka tidak merasa didiskriminasi ketika bergaul dengan orang Islam.
Bahkan mereka merasa diterima dengan senang hati tanpa ada pembedaan. Jadi ketika saya
sebagai calon konselor bertemu dengan klien yang berbeda agama dengan saya. Bisa
diprediksi bahwa mereka akan tetap merasa nyaman dengan konselor tersebut walaupun
mereka berbeda agama.
Bias terhadap nilai-nilai atau orang dari agama lain tidak begitu terasa dalam
kehidupan saya sehari-hari. Saya cukup toleransi terhadap nilai-nilai atau kepercayaan
seseorang mengenai agamanya. Saya tidak memberikan penilaian yang mendiskriminasi
kepada orang dengan kepercayaannya karena menurut saya setiap orang punya hak untuk
memilih dan kita perlu menghargainya.

Agama merupakan hal yang sensitif untuk dibicarakan. Karena setiap orang memiliki
keyakinan yang berbeda dalam menjalankannya. Jangankan yang berbeda agama, seperti
Islam dengan kristen. Sesama agama Islam pun terkadang terdapat aliran yang berbeda
sehingga berbeda pula keyakinan dalam menjalankan kehidupan beragamanya.
Pemahaman mengenai agama ini penting bagi calon konselor. Dimulai dari
memahami diri dan agamanya sendiri. Baru kemudian setelah mampu memahami diri dan
keyakinan agamanya, kemungkinan besar konselor mampu untuk memahami orang lain
beserta keyakinannya.
Ada beberapa hal yang menyangkut unsur sara yaitu salah satunya urusan agama yang
tidak boleh konselor turut campur dalam penyelesaiannya. Fungsi konselor biasanya hanya
membantu menyelesaikan masalah setelah masalah yang mengandung unsur sara itu selesai.
Melalui pemahaman ini konselor akan memahami batas-batas yang diperbolehkan bagi
konselor untuk membantu konseli dalam menyelesaikan masalahnya.

Dalam buku yang saya baca dengan judul “Seni Mendidik Islami” ada banyak hal
baru yang saya dapatkan. Dalam cara mendidik anak ternyata ada banyak hal yang perlu
diperhatikan seperti tanggung jawab seorang ayah diantaranya yaitu: dalam pengasuhan anak
bahwa seorang ayah perlu menunjukkan perilaku kasih dan sayang yang suci, tidak
menggunakan kekerasan fisik, tidak mengkritik, mencela serta membeberkan berbagai
kekurangan anak di depan orang lain, tidak merendahkan anak di hadapan kakak-kakak serta
adik-adik, serta membiasakan diri untuk memuji anak dengan tepat.
Saya mengira perlakuan ayah saya kepada anak-anaknya merupakan perlakuan yang
wajar secara umum. Ternyata terdapat sangkut paut dalam cara perlakuan ayah saya kepada
anak-anaknya dengan kehidupan beragama. Ayah saya sama sekali tidak pernah memberikan
kekerasan fisik apapun kepada saya dan adik-adik saya, beliau juga tidak pernah membading-
bandingkan anaknya. Hal ini ternyata mengajarkan kepada saya bahwa kasih sayang dan
perlakuan adil merupakan salah satu wujud dari pengalaman keberagamaan. Walupun
memang ayah saya tidak pernah terdengar memuji anaknya, walaupun anaknya mendapatkan
suatu prestasi. Hal ini mungkin dikarenakan ayah saya orang yang pendiam jadi beliau tidak
pernah menunjukkan kata-kata pujiannya tetapi juga tidak pernah mencemooh anak-anaknya.
Pembahasan mengenai tugas-tugas seorang ibu diantaranya membiasakan diri untuk
melakukan perbuatan-perbuatan terpuji, memperingatkan anak-anak akan segala kejahatan
serja jalan dan kebiasan buruk, serta harus memperingatkan akan perilaku yang tidak sesuai
dengan kebiasaan sosial dan agama, memilih kesucian dan moralitas sebagai jalan pendidikan
untuk anak-anak perempuan, jangan berlebihan dalam memanjakan anak-anak, jangan pernah
menentang suami, memberitahukan pada kepala keluarga penyelewengan tingkah laku anak
mereka, serta melindungi anak-anak mereka dari jalan yang penuh dengan hal-hal buruk.
Sejak saya kecil hingga saat ini perilaku terpuji yang sering kali ditampakkan oleh ibu
saya adalah keikhlasannya dalam menolong orang lain. Namun, yang sangat saya sayangkan
orang tua saya tidak mencontohkan kepada anak-anaknya mengenai pentingnya shalat fardhu
sebagai kewajiban orang muslim. Kami belajar shalat fardhu dari pengajian dan pengetahuan
yang kami dapat di sekolah. Sehingga seperti yang saya bahas sebelumnya bahwa
pengalaman keberagamaan dalam keluarga saya tidak begitu banyak. Paling hanya ketika
pelaksanaan hari raya. Sedangkan perilaku yang ditampakkan lainnya yaitu perilaku yang
dianggap wajar menurut nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Lalu peran orang tua lainnya yaitu menjelaskan mengenai keutamaan sekolah yang
perlu disampaikan sejak anak-anak masih dini, penciptaan lingkungan yang kondusif untuk
pengasuhan anak, pengajaran mengenai kemuliaan mental, dan menghindarkan diri dari
kecenderungan-kecenderungan buruk. Orang tua saya mengusahakan untuk biaya pendidikan,
tetapi keutamaan mereka membiayai pendidikan kami yaitu agar kami bisa bernasib lebih
baik dengan pendidikan yang tinggi tidak disangkutpautkan dengan pengalaman
keberagamaan. Orang tua saya juga selalu mengajarkan kami untuk berbuat baik kepada
siapa pun, ramah, tidak sombong, dan senang menolong orang yang mengalami kesulitan.
Hal ini biasanya mereka sangkutpautkan bahwa rezki sudah ada yang mengatur. Sehingga
kami dianjurkan untuk jangan pernah segan untuk menolong orang lain selain karena bias
agama tetapi itu juga dipengaruhi oleh etnis Betawi yang gemar menolong.

Ternyata ada banyak pengalaman yang menurut saya itu wajar secara umum tetapi
jika dikaji dari teori ternyata itu ada sangkutpautnya dengan pengalaman keberagamaan. Ada
banyak pengetahuan baru pula yang saya dapat setelah saya membaca buku “Seni Mendidik
Islami” mulai dari pengetahuan keluarga modern seperti hasil pendidikan wanita,
menyusutnya angka pernikahan, penyimpangan seksual, kedurhakaan anak, perpecahan dan
kelonggaran, keutamaan sekolah, tanggung jawab guru, kegagalan pengajaran, pembahasan
mengenai lingkungan, perencanaan kultural dalam program pendidikan Islam, ilmu
pengetahuan yang dilarang, mental Islam dan pendidikan spektakulatif, kemuliaan mental,
hingga pendidikan fisik dan manusia dalam Islam.
Ternyata pengetahuan saya mengenai pengalaman keberagamaan masih sangat kurang
sebelum saya membaca buku referensi tersebut. Bahwa dari hal sederhana Islam telah
memiliki pedoman yang baik dalam melaksanakan segala sesuatu. Tetapi kelalaian saya
dalam mencari informasi, membuat saya buta mengenai pengetahuan Islam lainya yang
masih banyak perlu saya pahami. Hal ini memotivasi saya untuk lebih banyak mencari
pengetahuan mengenai agamayang saya anut (Islam) serta implementasinya dalam
kehidupan sehari-hari serta kaitannya dengan profesi konselor.
DAFTAR PUSTAKA

Rachman, Arief. (2003). Seni Mendidik Islami. Jakarta: Pustaka Zahra.


wuri.tarzia.kuliah@gmail.com

TUGAS SYARAT MASUK


KONSELING MULTIKULTURAL
“Agama Sendiri – Apa itu yang kau sebut dengan agama?”

OLEH :

WURI TARZIA 1715121308

BK REG 2012

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
wuri.tarzia.kuliah@gmail.com

Belajar ngaji
Belajar Guru bahasa arab selalu memberikan nilai 100 dengan baik
ngaji padahal temen temen nilainya 1000, bapaknya Menemukan alasan
baik kuat dalam beragama
( pencarian dan
Belajar membaca buku)
Berteman dengan
Lahir di dalam sholat
anak dengan agama
keluarga islam lain menemukan konsep agama yang
cukup kuat dari orang sekitar

Lahir PAUD SD SMP SMA - UNIVERSITAS

Ga bisa ngaji di
Bulying di tempat
hukum guru sd, salah
ngaji karena paling
dalam sholat dan di
gede di tempat ngaji
hukum Ga lancar ngaji guru
agama terlihat sinis

Bulying di
tempat ngaji Ragu akan
Ga bisa ngaji ga boleh kepercayaan
hapalan surat , dapat dalam beragama
Berhenti ngaji Melihat amrozi , orang nilai c
kerena pindah islam yang jihad, di paksa
rumah guru buat memakai jilbab
wuri.tarzia.kuliah@gmail.com

Apa itu yang kau sebut dengan agama?”

Berbicara mengenai agama merupakan hal yang cukup rumit dan sensitif di negara kita,
negara yang mayoritas pemeluk agama islam yang terkadang egois terhadap agama minoritas,
sebenarnya apa itu agama? Apakah itu adalah ritual yang kalian lakukan setiap hari? Setiap
minggu? Untuk apa? Perlukah itu? Kepercayaan? Yakinkah kalian akan apa yang kalian
ucapkan atau kalian sebut sebagai agama yang kalian anut dan kalian percayai? Mungkin
pertanyaan yang saya ajukan terkesan jika saya adalah orang yang tak beragama, yang di
sebut atheis, atau emh musrik, kafir terserahlah, sepertinya untuk hal yang satu ini tidak ada
seorang pun yang berhak melakukan interfensi ataupun mencampurinya dengan apa yang
telah mereka miliki, yah, karena ini sudah diatur dalam undang undang dan bersifat pribadi,
asal apa yang akan saya lakukan atau orang yang anda sebut demikian tidak menggangu hak
yang menjadi milik anda maupun orang lain, setuju?
Sebenarnya saya bingung dalam menuliskannya, saya malu dan sepertinya saya tidak berhak
untuk mengaku dan menulis jika saya adalah orang islam (bukan berarti saya tak ingin
menjadi orang islam) ini karena sebenarnya saya malu dengan diri saya sendiri, dan merasa
tak pantas untuk mengaku menjadi orang islam, bukan malu karena islamnya, tapi malu
karena ketidak pantasan diri saya untuk di sebut sebagai orang islam yang sesungguhnya,
Jika KTP boleh di disain secara personal, mungkin dalam KTP saya untuk kolom agama
tidak di isi islam saja tapi ada tanda kurungnya >> agama : islam (masih belajar) tapi apa
daya, tangan tak sampai, ya mungkin ini akan menjadi tulisan yang cukup panjang, mungkin
kita awali saja mengapa saya tidak berhak menyebut diri saya adalah orang islam,

Orang islam belum tentu baik.


Walaupun saya lupa tanggalnya, atau detilnya, ingatan saya akan pengalaman itu tak dapat
terlupakan, cara mereka memperlakukan orang lain karena mereka sudah bisa mengaji, maka
mereka merendahkan orang yang tidak bisa mengaji, cara mereka menghukum orang yang
salah dalam menjalankan sholat karena mereka lebih ahli, memasukkan orang lain ke dalam
neraka akhirat dan menjadikannya neraka dunia padahal bukan mereka yang memiliki surga,
meneriakkan kata jihad, dan kata-kata agama untuk membenarkan perilaku mereka yang
salah, perilaku mereka yang kejam, sadis, jika mengingat itu semua, mungkin anda akan
segera meninggalkan agama itu, pemikiran penuh emosi ini bukanlah jalan keluar yang baik,
kita perlu pemikiran yang jernih untuk membuat keputusan yang tepat, apalagi ini adalah
wuri.tarzia.kuliah@gmail.com

perkara yang sangat fundamental, mungkin kita dapat berfikir bahwa mungkin mereka tidak
tahu, mungkin mereka keliru, mungkin mereka tak sadar, dan salahkan perilaku mereka,
bukan orangnya, bukan juga agamanya, hidup di kelilingi orang yang taat melakukan ritual
keagamaan (sholat, ngaji, dll) bukan jaminan bagi seseorang dalam menemukan agama untuk
ia anut dengan baik, perjalanan yang cukup lama, panjang, menyakitkan, curam dengan
membuka kesempatan penambahan ilmu dari manapun itu, membuat saya menemukan yah,
inilah, ini adalah agama yang ingin saya pelajari lebih dalam, agama yang ingin ku anut
sepanjang umurku, agama pembawa perdamaian.

Kesalahan struktural
Waktu itu anak kecil di tempat saya, mereka sudah bisa mengaji sebelum bisa membaca
alfabet, tak heran ketika paud mereka sudah tamat IQRA’ dan saya yang sehari-harinya hanya
bermain, boneka, robot, berenang, bertamasya kesana kemari, ke gunung, pantai, laut, tak
dapat membaca IQRA’, mereka hanya anak kecil yang terpacu menimpali ketika guru berkata
loh kok masih belom bisa baca sihh?, saya diajarkan mengaji di tempat dekat rumah nenek
saya, diajarkan sholat dll, yah kondisi memang bukan kita yang mengatur, beberapa kejadian
menyakitkan terjadi, mbah umik meninggalkan dunia ini dengan bahagia, membuat saya
kembali kepangkuan mama saya, emh, mungkin bukan situasi yang cukup baik, keadaan
membuat keluarga kami pindah ke beberapa tempat, dan sempat membuat saya tinggal di
malang untuk beberapa tahun, dan kembali lagi ke pasuruan, kegiatan mengajipun tak dapat
di teruskan, kedua orang tua saya terlalu sibuk dan terlalu percaya kepada anaknya untuk
dapat sholat sendiri, sistim pendidikan kita memang kurang baik, sehingga ketika muridnya
salah mereka menghukumnya, bukan mengajari, itu yang saya rasakan, apa yang mereka
lalukan semakin menjauhkan saya untuk mau belajar pada agama islam, hal lain menjadi
berubah ketika saya melihat orang lain, ketika perbincangan dengan ayah saya, belajar agama
budha, itu yang membuat saya belajar islam agama islam lebih mendalam, mungkin perlu di
ingat untuk para pendidik nantinya, kita tak boleh membuat anak terpojok akan agama
mereka, kesalahan yang mereka buat, kita bukanlah pemilik surga atau nereka, kita perlu
mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, dengan cara yang baik, dan benar tentunya.

Islam agama samawi


Islam merupakan agama yang diturunkan dari allah SWT kepada para nabi/rasulnya melalui
malaikat jibril, agama yang lahir dari wahyu yang telah di dapat oleh para nabi/rasul pada
zamannya, dan diyakini nabi muhammad adalah nabi yang terakir dengan ajaran yang
wuri.tarzia.kuliah@gmail.com

komplit, islam adalah agama ajaran nabi besar muhammad SAW, yang kita anut, yang kita
yakini dan banyak orang yakini bahwa orang islam yang benar pasti akan masuk surga itulah
yang saya ketahui dari ceritra kedua orang tua, om tante, dan beberapa orang lainnya,
sebenarnya saya sedih dengan hal ini, sepanjang pengalaman saya akan islam yang di
ceritakan oleh orang lain kepada saya, seolah olah mereka sudah memberikan penghakiman
terdahulu siapa siapa yang masuk neraka surga, berkutat pada dua hal itu, mengkambing
hitamkan setan sebagai makhluk yang selalu salah, yang selalu dijadikan alasan ketika orang
berbuat salah ataupun sesuatu yang tidak baik, okelah, memang terdapat ceritra bahwa setan
akan mengajak umat muhammad untuk masuk neraka, kembali lagi pada hal ini neraka-surga,
atas dasar itulah sebenarnya saya bosan dengan perbincangan yang dilakukan oleh orang-
orang itu, dan inilah yang menyebabkan saya dan mungkin banyak orang lainnya menjadi
mendangkalkan ajaran islam itu sendiri, dan melupakan eksistensi dari ajaran yang
sesungguhnya, dilihat dari apa yang saya tulis mungkin anda berfikir bahwa saya bukanlah
orang yang paham mengenai alquran itu sendiri, ya benar, memang saya tidak terlalu
memahami apa yang di bicarakan dalam alquran sebaik yang anda miliki, dan saya beri anda
skor 100, alquran yang merupakan buku tuntunan agama islam dalam melaksanakan dan
menjalani hidup, tidak saya pahami dengan baik, saya akui itu, namun saya yakin bahwa isi
dari alquran itu tidak sedangkal apa yang di ceritakan dan di bahas oleh khalayak berkutat
pada surga-neraka, yang di jadikan pedoman untuk menilai kamu kafir, ini haram, itu bla bla
bla, saya hanya memahami sedikit sekali salah satu surat dalam alquran dan hal itu saya
simpulkan alquran adalah buku suci yang benar benar membimbing manusia ke arah
kebaikan, bukan penebar kebencian, fa bi ayyi aalaa-i robbikumaa tukadzdzibaan, maka
nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Seolah apa yang tertulis itu berbicara
dengan saya menganai kehidupan yang saya miliki,
Dalam pikiran saya ketika orang lain mengatakan, dia kristen, jangan bergaul dengan dia,
kalau di era ini mungkin saya akan berkata disitu kadang saya merasa sedih, bukankah orang
kristen itu nabinya adalah isa? dan nabi isa adalah nabi sebelum muhamad dan bukannya nabi
isa juga mengajarkan ajaranya sendiri, Hanya sebatas itu yang saya tau, dan kenapa terkadang
kalian merasa kalian yang paling benar dengan status kalian beragama islam?
Seperti tulisan sebelumnya, bahwa apa yang ada di dalam keluarga saya tidak terlalu
mendalam kami memiliki kualitas yang sama antara adat kami sabagai orang jawa, dan
sebagai orang islam yang tidak terlalu dikatakan kental sekali, kedua ornag tua saya tidak
terlalu memaksakan anaknya dalam menerapkan aturan adat maupun agama yang otoriter
seperti orang pada umumnya, seperti mencambuk atau tindakan kekerasan lain ketika kam
wuri.tarzia.kuliah@gmail.com

tidak melakukan apa yang menjadi kewajiban kami, tapi kedua orang tua saya hanya
memberikan saran saja, dan mengajak anaknya untuk memilih, Ayah saya adalah orang biasa,
dan emh mungkin tidak seperti para kyai atau apalah sebutannya, hanya menerapkan islam
seadanya saja, suatu ketika beliau bertanya kepada saya, emh nak kenapa kamu islam? Waktu
itu saya masih sd-smp (saya lupa) saya hanya menjawab, emh ga tau, emh karena muhammad
adalah nabi terakir, ? lah terus apa hubungannya? Emh karena diajarinnya agama islam,
(diem lagi) amh, emh, amh, emh, , (ga bisa jawab takut dikira kafir kalo salah, kalo ga jawab
di kira kafir juga jadi Cuma amh emh amh emh aja) . kalo ayah atau mama kristen kira kira
kamu agamanya apa? Emh mungkin kristen juga, jadi agama kamu itu nurut ayah sama
mama aja toh? Emh, iya hehe, kok gitu? Coba deh pikirin yah, kenapa kamu agamanya kok
islam? Trus kenapa kamu harus sholat? Kenapa harus ngaji? Emh ngaji biar ga ada setan,
sholat biar ga masuk neraka kan itu uda di suru dalam islam, yee setan bisa bahasa arab kalii,
iya juga ya, banyak diantara kita itu bukan beragama islam nak, tapi belajar beragama islam,
oh gitu, iyalah, perbincangan sore yang cukup menyadarkan saya bahwa saya punya otak
yang seharusnya saya gunakan untuk berfikir,

Agama ardhi
Perlu di garis bawahi, saya belajar untuk lebih mengerti islam bukan karena ceramah islami,
orang-orang islam yang seharusnya dapat menuntun saya untuk dapat memahami islam
dengan baik, tapi saya belajar mengerti agama islam karena mencoba memahami agama
orang lain, agama yang dianggap kafir, atheis atau apalah itu oleh orang islam kebanyakan,
ironi, memang, salah satu buku yang menarik perhatian saya Dao De Jing, Confucius dan
satu lagi mengenai ajaran Buddha Siddharta Gautama (satu-satunya yang belum saya miliki)
Mengajarkan bagaimana filsafat tiongkok berkembang dari tokoh satu ke tokoh yang lain,
kelembutan dan kemurnian laozi, ketegasan konzi dan perjuangan budha, mereka mencari
kebenaran dengan pikiran mereka, mencari kebaikan yang mereka sebarkan untuk dijadikan
pedoman hidup masyarakat saat itu, ajaran mengenai kebaikan, mereka menggunakan
kapasitas otak mereka, dengan intuisi dan penyatuan jiwa mereka dengan alam, meredam
kemarahan, menakhlukan kesombangan dan hidup dengan damai, yang seharusnya itu juga
dilakukan oleh orang islam, agama dengan penuh kedamaian, sempat saya berfikir, mungkin
saya sudah pindah agama budha sekarang, tapi saya ragu, karena saya masih yakin bahwa
islam merupakan agama yang baik untuk saya, yah memang, saya tidak pernah membaca
alquran beserta dengan artinya, anggap saja ketika mengaji, saya sedang bernyanyi seperti
beo yang tak tau apa artinya, saat itu saya mencoba mambaca apa arti dari doa yang saya
wuri.tarzia.kuliah@gmail.com

baca, setiap hari ketika sholat, dll, ada, ! Ya, saya menemukannya, benang merah itu, benang
merah apa yang saya baca dari 2 buku yang tadi dengan isi dari alquran (hanya sebagian
kecil), ternyata agama yang selama ini saya anut, merupakan agama yang benar-benar
sempurnah, agama yang diturunkan, dan saya juga menganggap bahwa ajaran kongzi maupun
laozi juga tidak sepenuhnya salah, mungkin ini adalah alasan kenapa nabi kita muhammad
menyarankan kita untuk mencari ilmu sampai kenegri china, spekulasi saya laozi lah alasan
itu.
Dalam pemikiran saya, orang-orang terlalu naif dengan hanya mengandalkan agama
pemberian tanpa mencari tahu lebih lanjut, agama ardhi, mereka mencari tuhannya,
menamainya dengan sebutan tian, dao sang pencipta agung, sebagai orang dengan agama
samawi kita hanya bisa mencibir, agama mencari tuhan mereka dengan mengatakan bahwa
itu adalah karangan, bohong, musrik dll, mereka tidak tau bagai mana proses itu terjadi,
mereka tak tau proses pemikiran yang berlangsung lama, memang, itu tak dapat di bantah,
mungkin benar itu hanyalah karangan, dan saya setuju bahwa agama adalah suatu aturan yang
pasti dari sang pencipta dan manusia tak punya kapasitas untuk memikirkan seperti apa
bentuk tuhan mereka, tapi bukankah kita kita diberi otak untuk berfikir, untuk mencari, saya
rasa kedua konsep agama ini bisa kita satukan, dalam arti kenapa ada aturan mengenai
sesuatu dalam agama kita, misal dilarang membunuh, kita harus tau mengapa kita dilarang
membunuh, alasan terperinci, bukan hanya karena itu dosa dan nanti masuk neraka, inilah
yang memperkuat saya untuk dapat belajar beragama islam lebih dalam.
Jika mati nanti, pilihan kita hanya satu, neraka, itu adalah hal yang pasti, surga, belum tentu,
kita bukanlah pemilik surga dan neraka, jangan masukkan orang lain kedalam sana, karena
itu bukan milik anda dan itu bukan hak anda, lebih baik ajarkan orang lain untuk berbuat
baik, dengan cara yang benar, bukan dengan cara anda, biarkan mereka mencari cara mereka
sendiri, karena belum tentu cara anda benar dimata oranglain, dalam kasus saya mungkin jika
saya tidak mendapatkan hidayah dan petunjuk maka saya menjadi orang yang tidak
beragama, yang jelas masuk neraka dalam kamus orang lain. Kita bisa membuat orang mau
untuk lebih dengan kepercayaan yang dianutnya seperti halnya buku yang saya baca, yang
menyadarkan saya, karena keyakinan ini penting, di saat kita sedang terpuruk, disaat kita tak
tau mencari kemana lagi pertolongan, agama saya memberikan harapan akan hal itu,
kemungkinan-kemungkinan yang tak terfikirkan tentunya.

“Islam adalah agama yang suci, jangan kotori itu dengan perbuatan dosa yang kalian
bungkus dengan ayat-ayat sebagai pembenaran.”
wuri.tarzia.kuliah@gmail.com

Daftar Pustaka

Wang, Andri (2010) The Wisdom Of Lao Zi . Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama
Wang, Andri (2010) The Wisdom Of Confucius . Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama
TUGAS SYARAT MASUK KONSELING MULTIKULTURAL
REFLEKSI AGAMA SENDIRI

Yayuk Sutarsih No. Reg : 1715120066

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015
Syukuran, Mengaji (baca tulis alqur’an), Diajarkan norma agama seperti kejujuran,
berbagi,bersyukur, sabar dalam kehidupan, Sholat 5 waktu, Belajar menutup aurat,
Menjalankan ibadah puasa ramadhan, menjalankan puasa sunah senin-kamis, dan menjalankan
sholat sunnah sebagai penerang jalan kehidupan dan rezeki

Lahir

Meninggalkan sholat 5 waktu, belum aqiqah, Lepas pasang jilbab, belum menerapkan norma
agama secara sempurna, belum bisa melaksanakan sholat sunnah dan puasa sunnah secara
rutin.

Pengalaman keagamaan dalam keluarga bisa dikatakan biasa saja, seperti pada umumnya,
keluarga saya melakukan hukum wajib, mengerjakan sunah dan meninggalkan laranganNya.
Pengalaman yang paling menarik untuk keluarga saya yaitu ketika saya baru lahir dan sempat
meninggalkan keluarga saya beberapa saat dari situlah keluarga saya merasa bahwa mujizat
Allah SWT itu ada. Dari sejak saya kecil ayah dan ibu saya mengajarkan saya membaca dan
menulis al-Qur’an dan mengarjarkan norma-norma agama dalam keluarga saya seperti sholat
lima waktu, berpuasa dibulan ramadhan, latihan bersedekah, hingga puasa senin kamis. Tak
hanya itu ayah dan ibu saya kerap mengajak saya dan kakak saya untuk mengikuti acara-acara
keagamaan ketika berada di tanah kelahiran saya Solo Jawa Tengah, mereka mengajak kami
(saya dan kakak) untuk melihat prosesi gerebek maulud yang hampir tiap tahun diadakan di
alun-alun kota Solo, namun setelah saya tinggal diJakarta perayaan maulid Nabi Muhammad
SAW hanya sebatas ceramah, dan mengaji tidak seistimewa ketika saya berada di jawa. Ada
pengalaman keluarga kami yang sangat mengharukan ketika rumah tinggal saya yang di solo
jawa tengah, tempat kelahiran saya itu terkena bencana longsor secara sekejab rumah 1 dusun
hancur, saya dan keluarga semakin mendekatkan diri kepada Sang Pemilik dan Pencipta. Hal
tersebut menyadarkan keluarga saya bahwasanya harta dan tahta hanya sebuah titipan yang
nantinya akan diambil oleh Sang Pemilik segala yang ada di dunia.

Pengalaman pertama ketika saya menutup aurat saya dengan jilbab dikala saya masih kecil
saya sudah dibiasakan dengan jilbab, ketika saya SD saya memakai jilbab namun pakaian
seragam sekolah yang saya kenakan masih pendek, namun ketika SMP saya memutuskan
untuk melepas jilbab saya dikarenakan beban memakai jilbab itu sangat berat, karena asumsi
saya dahulu ketika masa remaja dengan memakai jilbab saya harus menjaga pergaulan saya,
perilaku, dan kata-kata saya, tak hanya faktor pribadi namun faktor lingkungan pun
berpengaruh pada keputusan saya tersebut, dimana banyak saya temukan teman-teman SD saya
melepas jilbabnya, namun ketika memasuki masa remaja akhir saya kembali memutuskan
untuk memakai jilbab dan menutupi aurat saya kembali karena saya menyadari dan saya
memahami hadist yang menunjukan bahwa aurat wanita hanya wajah dan telapak tangan,
dengan keputusan saya untuk memakai jilbab membuat keresahan ayah saya karena banyak
ditemukan orang yang memakai jilbab sulit mendapatkan pekerjaan, namun saya yakin rezeki
sudah ada yang mengatur dan sampai saat ini saya semakin yakin atas keputusan saya untuk
tetap memakai jilbab.

Kaitan kebiasaan keagamaan dalam keluarga saya, prosesi yang dilakukan keluarga saya
sejak saya lahir ialah syukuran yang diadakan orang jawa dalam menyambut sang jabang bayi
seperti : Brokohan yaitu syukuran untuk menyambut sang jabang bayi, Sepasaran yaitu
selamatan agar sang ibu dan bayi lekas pulih dan sehat, selapanan yaitu selamatan yang
dilakukan 36 hari setelah kelahiran dan biasanya saat selapanan ini dilakukan aqiqah, prosesi 3
Bulanan, prosesi-prosesi tersebut merupakan syukuran atau slametan dalam menyambut
kehadiran sang jabang bayi. Tak hanya syukuran kelahiran, namun kematian dalam agama
islam tepatnya di etnis jawa pun melakukan berbagai prosesi slametan.

Sejauh ini saya dan keluarga tidak mengikuti komunitas agama Islam, namun kami senang
mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan disekitar rumah kami. Menurut saya kebiasaan-
kebiasaan dalam agama islam dapat diterapkan dalam proses konseling, khususnya norma
agama dimana setiap orang harus bersikap jujur, agama mana pun akan mengajarkan hal yang
sama setiap orang harus bersikap jujur. Jujur dalam proses konseling sangat penting karena
kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada
konseli. Dan menurut Thohari Musnamar dkk. (1992) mengungkapkan sifat kepribadian yang
baik (aklaqul-karimah) seorang konselor yaitu siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh
(mau menyampaikan apa yang layak disampaikan), fatonah (cerdas/berpengetahuan), mukhlis
(ikhlas dalam menjalankan tugas), sabar (ulet, tabah, tidak mudah putus asa), tawadlu (rendah
hati), adil, dan mampu mengendalikan diri.

Daftar Pustaka :

Thohari Musnamar dan Tim (Ed). (1992) Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling
Islami. Yogyakarta : UII Press.
Konseling Multikultural

“Agama Sendiri”

DISUSUN OLEH

Nama :Yohanes Dimas


NIM : 1715120063

Bimbingan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2015
Timeline

Sakramen Baptis Mengikuti Pendalaman Iman Sekolah Minggu Sakramen Tobat Sakramen Ekaristi Mengikuti Putra Altar

Lahir Saat ini

Diejek teman dengan sebutan najis Tidak diperbolehkan berteman oleh orangtua teman Dijauhi karena berbeda agama
dikarenakan perbedaan agama
Lika-Liku Kehidupan Beragamaku

Memiliki iman kepercayaan sebagai Katolik adalah hal yang sangat luar biasa bagi
diri saya. Banyak hal yang saya pelajari tentang Katolik di keluarga saya. Mulai dari sejarah,
pengetahuan mengenai Katolik, isi Alkitab, hingga tradisi gereja yang harus dilakukan.
Kebanyakan hal tersebut saya pelajari dari ayah saya dikarenakan ayah saya yang bekerja
sebagai guru agama Katolik di SMA.

Di keluarga saya, tidak memiliki tradisi-tradisi tentang keberagamaan, hanya saja


ajaran-ajaran gereja yang wajib untuk diikuti, harus diikuti misalnya 7 sakramen yang harus
diterima sebagai orang Katolik. Diluar dari hal itu, semuanya dibebaskan boleh mengikuti
ataupun tidak mengikuti. Meskipun saya memiliki etnis Jawa yang sebagaimana diketahui
bahwa etnis jawa memiliki banyak adat atau tradisi mengenai keragamaan tetapi keluarga
saya tidak melakukan hal semacam itu dikarenakan sudah menganut Jawa yag moderat
sehingga lebih percaya dengan ajaran-ajaran gereja daripada percaya dengan adat Jawa.

Saya banyak mengikuti kegiatan-kegiatan atau komunitas yang berbau agama.


Seperti halnya saja sejak SD hingga SMA saya mengikuti rohani Katolik di mana di
dalamnya lebih mempelajari iman Katolik secara mendalam. Selain itu, di gereja saya
mengikuti komunitas yang namanya OMK atau Orang Muda Katolik di mana remaja hingga
orang dewasa yang belum menikah sering berkumpul dan mengadakan kegiatan-kegiatan
berupa retret, drama musikal, dan lain sebagainya. Ketika kuliah ini, saya mengikuti
komunitas yang namanya KMK atau Keluarga Mahasiswa Katolik. Pada awalnya, saya tidak
menyangka bahwa di UNJ ini ada komunitas untuk orang yang memiliki agama Katolik
dikarenakan basic UNJ yang negeri dan mayoritas beragama Islam. Namun ternyata di UNJ
ada komunitas yang beratas namakan Katolik, disitu saya merasa sangat senang karena saya
merasa memiliki keluarga baru dan tidak merasa sendiri yang memiliki agama Katolik.

Sebagai individu yang memiliki agama Katolik di Indonesia yang sebagaimana


diketahui sebagai agama yang minoritas, tidak selamanya memiliki pengalaman-pengalaman
yang tidak menyenangkan. Pada saat saya SMP, awalnya saya tidak perbolehkan bermain
oleh salah satu orangtua teman saya dirumah. Hal ini dikarenakan saya memiliki agama yang
berbeda dengan teman saya. Namun demikian dikarenakan saya memiliki sifat yang baik,
cukup dikatakan berprestasi di bidang akademik, akhirnya orangtua teman sayapun
memperbolehkan saya bermain dan berteman dengan anaknya bahkan disisi lain saya disuruh
mengajarkan pelajaran kepada anaknya dikarenakan prestasi saya lebih baik dibandingkan
anaknya. Mulai sejak saat ini, saya bangga dengan agama yang saya miliki saat ini. Meskipun
sebagai agama yang minoritas namun dapat menunjukan keberadaannya, keberadaan disini
adalah hal yang baik. Disini saya sudah menjalankan perintah yang diajarkan oleh agama
saya dimana dikatakan “Jadilah terang dan garam dunia”.

Tidak dipungkiri bahwa memiliki agama yang minoritas banyak kendala dan
pengalaman-pengalaman yang tidak menyenakan. Hal ini dapat saya rasakan ketika saya
kecil hingga saat ini. Ketika saya SD, saya sering diejek oleh teman yang beragama lain
dengan sebutan najis. Awalnya saya sempat marah dan tidak terima dengan ejekan tersebut
tetapi dengan pemahaman-pemahaman yang diberikan oleh kedua orangtua saya, saya dapat
menerimanya tanpa harus membalasnya. Selain itu juga saya sering dijauhi dikarenakan
perbedaan agama yang kita miliki. Namun demikian, saya tidak pernah memandang begatif
atau sebelah mata kepada mereka semua yang telah menghina atau mendiskriminasi agama
saya. Saya selalu berpikiran positif dengan menganggap mereka melakukan hal itu
dikarenakan pengetahuan yang minim tentang agama saya. Selain itu saya juga selalu percaya
bahwa Tuhan tidak pernah tidur, Dia selalu ada disisi saya yang selalu menguatkan disaat
saya terpuruk.

Menurutnya saya, kekuatan-kekuatan agama yang saya miliki tersebut dapat saya
terapkan di dalam proses konseling. Percaya dan selalu berserah kepada Tuhan adalah hal
yang positif disaat memiliki masalah. Biasanya individu yang sedang memiliki masalah
selalu beranggapan bahwa dirinya paling terpuruk dibandingkan orang lain dan merasa Tuhan
tidak adil, mengapa memberikan cobaan kepada dirinya padahal masih ada Tuhan yang
dengan setia menolong hambaNya bagi mereka yang percaya. Jadi, memiliki pikiran yang
positif terhadap Tuhan dan selalu percaya kepadaNya sangat membantu dalam proses
konseling tanpa memandang agama apa yang dimiliki sehingga individu tersebut dapat
mampu menyelesaikan masalahnya dengan memiliki keyakinan seperti itu.

Pemahaman-pemahaman mengenai agama sangatlah penting dalam menunjang karir


saya sebagai konselor, seperti misalnya “Jadilah terang dan garam dunia”. Prinsip semacam
ini, dapat sangat berguna sebagai seorang konselor. Kita harus dapat menunjukkan beradaan
kinerja kita di sekolah sebagai konselor atau guru BK. Meskipun banyak yang beranggapan
negatif terhadap guru BK atau konselor kita tidak boleh patah arang. Kita harus menunjukkan
eksistensi kita agar dapat merubah citra buruk yang selama ini sudah melekat di masyarakat
seperti misalnya polisi sekolah ataupun sebagai pelengkap di sekolah.

REFERENSI

Carm, Pidyarto. (1993). Mempertanggungjawabkan Iman Katolik. Malang: Dioma

Ofm, Groenen. (1993). Percakapan Tentang Agama Katolik. Yogyakarta: Kanisius


Mengikuti kegiatan keagamaan seperti mauled nabi, isra
mi’raj, khotmil Qur’an setiap bulan ramadhan, dan sebagainya

Lulus MDA

Kursus tajwid Mengikuti


pengajian Mengikuti
remaja lomba tausyiah

Masuk MDA

Belajar tilawatil Menjadi


belajar mengaji dan Qur’an anggota rohis
belajar do’a-do’a
Masuk
Masuk TK
pesantren Belajar rebana
adzan Islam Khatam al- dan MTs
Qur’an

Lahir Sekarang
Banyak yang membully karena
lebih memilih sekolah MTs
Belajar
puasa dan
sholat
KONSELING MULTIKULTURAL

AGAMA SENDIRI

Disusun oleh:

Yuni Hastuti

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015
ISLAM?

Kata islam menurut bahasa berasal dari kata “aslama” yang berarti patuh, tunduk, dan
berserah diri. Islam adalah nama agama yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad
SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Agama islam berisi ajaran-ajaran Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam.

Agama islam di setiap zaman mengajarkan aqidah yaitu tauhid atau mengesakan Allah
swt. Islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad adalah islam terakhir untuk manusia. Oleh
karena itu, agama ini senantiasa sudah sesuai dengan perkembangan manusia. Dengan demikian ,
agama islam menjadi dasar dan pedoman hidup bagi manusia dalam mengatur kehidupannya.

Secara umum agama islam itu terdiri dari aspek-aspek yang berkaitan dengan keyakinan
atau credial, yakni tata aturan yang mengatur keyakinan seseorang terhadap Allah swt yang
disebut aqidah.

Dilahirkan dari kedua orang tua dan keluarga yang islam serta dibesarkan dilingkungan
yang bernuansa islami “memaksa” saya untuk berpegang teguh pada keislaman saya tanpa diberi
kesempatan untuk mencari kebenaran mengenai islam itu sendiri. Agama memang menjadi
masalah yang sangat sensitif untuk sebagian orang. Apalagi jika semua keluarga besar atau
bahkan agama tersebut diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang, dan memiliki
agama yang sama. Tetapi apakah mereka orang-orang di lingkungan kita tahu bahwa “mungkin”
ada beberapa dari mereka yang “diislamkan” mempertanyakan keislaman mereka. Apakah
keislaman tersebut memang berasal dari hati? Atau itu sebatas menjaga tradisi keluarga atau
warisan keluarga?

Sudah beragama islam dari semenjak dilahirkan, membuat saya dibiasakan oleh orang tua
saya untuk menggunakan nilai-nilai islam dalam kehidupan sehari-hari. Sejak kecil saya sudah
diajarkan membaca do’a setiap akan memulai kegiatan. Setiap hari ketika akan tidur, saya selalu
mendengar cerita masa kecil nabi Muhammad dan silsilah nabi Muhammad. Hal itu dilakukan
oleh mama saya setiap hari. Tetapi sebagai anak kecil yang masih lugu, saya dan adik saya tidak
pernah bosan mendengarkan cerita tersebut (bahkan sekarang saya kangen mendengarkan cerita
tersebut dari mama saya). Ketika umur 3 tahun sudah mulai dimasukkan ke kelompok mengaji
anak-anak dan mulai diajari puasa walaupun setengah hari. Ketika anak-anak lain dipilihkan
orang tuanya sekolah di TK biasa, saya dimasukkan ke dalam TK yang berbasis agama. Pada
umur 8 tahun atau tepatnya kelas 2 SD, selain disekolahkan di SD, saya juga disekolahkan di
sekolah sore yang berbasis agama yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA). Di sekolah
tersebut saya belajar banyak mengenai islam secara mendalam karena pelajaran yang diajarkan
membahas bagiannya masing-masing.

Setelah lulus SD dan MDA, lagi-lagi orang tua saya memilihkan sekolah saya berbeda
dengan teman-teman saya yang lain. Saya dimasukkan ke dalam pesantren dan disekolahkan
kedalam sekolah yang berbasis agama yaitu Madrasah Tsanawiyah (MTs). Sebenarnya selain
sekolah ini pilihan orang tua saya, saya juga berminat pada sekolah tersebut. Namun saya agak
goyah ketika banyak yang “membully” saya karena saya memilih sekolah di sekolah agama.
Banyak yang bilang kalau anak yang masuk MTs apalagi pesantren merupakan anak-anak yang
bodoh dan terbuang, bermasa depan suram dan susah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang selanjutnya. Padahal nilai ujian saya pada waktu itu masuk 5 besar. Selain itu pada usia
remaja dimana semua teman-teman saya sedang menikmati masa remajanya saya harus
mengikuti berbagai aturan yang membuat saya terkekang. Sehingga saya kabur dari pesantren
sampai 3 kali, padahal sudah dipindahkan dipesantren yang berbeda-beda. Akhirnya orang tua
saya sudah menyerah tetapi orang tua saya memberikan pilihan kepada saya kalau saya harus
tetap sekolah disekolah tersebut atau tidak usah sekolah. Sehingga saya harus bolak-balik dari
rumah sampai sekolah yang jaraknya cukup jauh. Sebenarnya saya hampir menyerah karena
terlalu lelah setiap hari pergi ke sekolah yang jaraknya jauh. Akan tetapi orang tua saya selalu
mendukung saya dan selalu mengingatkan kepada saya, kalau saya menyerah itu berarti saya
membenarkan omongan orang-orang terhadap saya. itu yang membuat semangat saya kembali.
Hingga pada akhirnya saya dapat menyelesaikan sekolah saya dengan nilai akademik yang
memuaskan. Selain itu saya bisa masuk SMA favorit di daerah saya hingga sekarang saya
merupakan salah satu orang dari 3 orang yang bisa masuk di Perguruan Tinggi Negeri. Saya bisa
membuktikan kepada teman-teman SD saya dan orang tua teman-teman SD saya kalau apa yang
dulu mereka katakan tidak benar. Itu yang menurut saya peristiwa yang berlatar belakang agama
yang sangat berkesan pada hidup saya. Sebenarnya semua peristiwa yang berlatarbelakang
agama sangat berarti bagi saya, akan tetapi peristiwa ini yang paling berkesan untuk saya.
Daftar Pustaka

Suryana, Toto. dkk. 2006. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Tiga
Mutiara
Konseling Multikultural

Agama Sendiri

Yustina Triastuti 1715121276

Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta ( UNJ )
2015
Khatam Al-Qur’an

SMP kembali masuk ke


Belajar sholat
tempat mengaji
Rajin sholat

diadzani Akikah Masuk TPA Belajar puasa Berhijab

Lahir Sekarang

Dimarahi karena tidak ingin Makan di saat puasa


sholat dan mengaji
Agama di dalam Kehidupan

Saya terlahir di dalam keluarga yang menganut ajaran Islam. Mulai dari kakek dan
nenek saya dari kedua belah pihak, orangtua saya, saudara-saudara saya, kami semua
dibesarkan dengan ajaran agama Islam. Bagi keluarga saya agama adalah hal yang sangat
penting karena menyangkut keyakinan kita terhadap Sang Pencipta. Meskipun keluarga saya
bisa dikatakan tidak terlalu “religius” tetapi di dalam keluarga saya selalu mengajarkan
pendidikan agama kepada anak-anak mereka sejak mereka masih kecil karena kebiasaan baik
harus diterapkan sejak dini. Untuk keluarga saya sendiri selalu mengedepankan agama.
Kedua orangtua saya selalu mengajarkan kepada saya dan kakak saya untuk tidak melupakan
kewajiban kita sebagai umat Islam.

Kedua orangtua saya cukup tegas dalam mendidik anaknya untuk urusan ibadah.
Beliau akan marah jika saya meninggalkan salat tanpa alasan yang jelas (malas). Saya didik
untuk salat sejak saya belum bersekolah. Kedua orangtua saya akan mengajak saya untuk
salat ketika mereka hendak melaksanakannya. Mereka mengajarkankepada saya berwudhu,
gerakan salat, dan bacaan salat. Awalnya saya melaksanakan salat karena tahu bahwa itu
wajib dan jika tidak dilakukan akan berdosa, tetapi seiring berjalannya waktu saya
mengetahui bahwa ternyata salat mendatangkan banyak manfaat yang saya rasakan salah
satunya adalah salat membuat kita menjadi tenang dan mampu mengontrol diri dari perbuatan
yang tidak baik. Salat mengandung makna pembinaan pribadi, yaitu dapat memnghindar dari
perbuatan dosa dan kemungkaran. Orang yang melakukan salat hidupnya akan terkontrol
dengan baik. Setiap waktu salat, seorang muslim menghadapkan dirinya ke hadapan Allah,
meminta ampunan dan petunjuk melalui bacaan salat yang diucapkannya. Setelah salat ia
dapat kembali melaksanakan rutinitasnya. Pribadi yang terkontrol sedemikian rupa, minimal
lima kali sehari semalam, akan cenderung bertingkah laku yang baik, terhindar dari perbuatan
dosa(Suryana, dkk. Pendidikan Agama Islam, hal 116). Selain salat kedua orangtua saya juga
selalu mengingatkan saya untuk selalu membaca Al-Qur’an. saya dimasukkan oleh orangtua
saya ke sebuah tempat untuk belajar mengaji (TPA) ketika saya masih duduk dibangku SD.
Tetapi untuk belajar membaca Al-Quran itu sendiri saya sudah diajarkan ketika saya masih
berada di Taman Kanak-kanak. Katika saya duduk di kelas 3 SD saya sudah bisa membaca
Al-Quran dan mendapatkan Al-Quran saya sendiri. Untuk urusan agama kedua orangtua saya
tidak pernah bermain-main, saat saya menginjak SMP dan kami pindah ke Sumatera Barat
kedua orangtua saya juga mendaftarkan saya ke TPA, meskipun saat itu saya sempat
menolak, tetapi kedua orangtua saya tetap mendaftarkan saya dan di TPA tersebut saya
menjadi salah satu anak murid yang tertua, karena rata-rata teman saya masih duduk di
bangku SD.

Menjalankan kehidupan beragama di sebuah tempat yang memang mayoritas


penduduknya menganut agama yang sama tidaklah sulit. Indonesia adalah Negara yang
memiliki penduduk beragama Islam terbanyak di dunia. Hal ini menjadi salah satu
keuntungan bagi saya sebagai umat Islam dalam menjalankan ajaran agama saya. Banyak
kemudahan yang didapatkan dari tinggal di daerah yang dimana kita termasuk “mayoritas”
dalam hal ini salah satu kemudahan yang saya rasakan adalah banyak masjid atau mushola
untuk saya melaksanakan salat. Ketika saya di dalam sebuah perjalanan jauh maka kehadiran
masjid atau mushola menjadi penting, maka kemudahan yang saya dapatkan adalah saya
tidak kesulitan menemukan masjid atau mushola. Kemudahan lainnya adalah tersedia banyak
makanan yang halal. Kehalalan makanan menjadi hal yang sangat penting bagi umat Islam.
Karena saya tinggal di suatu Negara yang mayoritas beragama Islam maka, terdapatnya tanda
halal di dalam sebuah produk makanan menjadi hal yang penting bukan hanya bagi
konsumen tetapi juga produsen.

Menjadi bagian dari suatu agama tertentu dalam hal ini adalah Islam, membuat saya
menjadi banyak belajar tentang segala hal. Salat mengajarkan untuk mengontrol diri dari
tindak kejahatan, puasa mengajarkan saya untuk bersabar dan menahan nafsu, dan zakat
mengajarkan saya untuk berbagi dan bersyukur. Agama membuat saya percaya bahwa di
dunia ini ada kekuatan yang maha dahsyat yang mengatur bumi beserta isisnya, yaitu
kekuatan Tuhan. Menurut saya rasa syukur juga dapat diterapkan ketika melakukan
konseling, dimana saya ketika mendengarkan seseorang yang sedang bercerita tentang
masalah yang dihadapinya, disamping saya merasa prihatin, saya juga bersyukur karena saya
tidak pernah diberikan masalah seperti itu dan juga bersyukur karena masih ada orang yang
percaya kepada kita untuk menjadi teman berbagi, karena tidak mudah menceritakan masalah
pribadi kepada orang lain. Tetapi ada sedikit kekhawatiran dalam diri saya ketika saya
membicarakan masalah agama dengan orang yang berbeda agama. Saya khawatir jika
perkataan saya akan membuatnya tersinggung, atau saya menanggapi hal yang bersangkutan
dengan agama mereka.

Sebagai calon guru BK atau konselor maka menurut saya pemahaman mengenai
agama menjadi hal yang sangat penting karena agama menjadi pegangan dasar untuk
menjalani keidupan. Bagaimana seorang konselor bias membantu konselinya jika ia tidak
memiliki pegangan yang pasti dalam hidupnya. Meskipun antara konselor dan konseli
berbeda keyakinan, tetapi tidak menjadi hambatan dalam menjalankan konseling, karena pada
dasarnya semua agama menghendaki hal yang terbaik yang terjadi pada umatnya.

Suryana, Toto. 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara

Anda mungkin juga menyukai