Anda di halaman 1dari 389

Agama, Spritual dan Konseling

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Syarat Masuk mengenai Etnis pada Mata Kuliah
Konseling Multikultural

Dosen Pengampu:
Dr. Susi Fitri, S. Pd, M. Si, Kons.

Disusun Oleh:
Lawrensius Darwis S
1715161987

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018
1) Buatlah Timeline mengenai pengalaman keberagamaan anda. Timeline
adalah sejarah hidup anda dalam sebuah garis. Pengalaman tersebur
dimulai dari kelahiran hingga kehidupan anda saat ini. Garis ke atas
menunjukkan pengalaman yang menyenangkan dan positif sedangkan garis
kebawah menunjukkan pengalaman yang menantang dalam kehidupan
keberagamaan anda.

Saling menjaga mengasihi mengampuni keadilan

Pernah disakiti dikucilkan diskriminasi

Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat anda gunakan untuk


membuat timeline anda. Ini adalah pertanyaan stimulasi agar anda dapat
menuliskan naratif refleksi berdasarkan timeline anda. Anda bisa
menambahkan hal-hal yang relevan walu pun tidak ada dalam pertanyaan
ini
a) Pengalaman-pengalaman keberagamaan apa yang penting dalam
keluarga anda? Bagi anda sendiri? Ceritakanlah pengalaman-
pengalaman itu dan refleksi anda terhadap pengalaman itu. apa artinya
pengalaman itu bagi anda dan bagaimana hal itu mempengaruhi
kehidupan anda secara umum ?
Pengalaman-pengalaman yang penting ketika dalam keluarga adalah
mengajarkan nilai-nilai dan norma yang ada dimasyarakat. Lalu
pengalaman-pengalaman yang mempengaruhi kehidupan adalah ketika
saya berada bukan dilingkungan, saya dinasehatkan oleh kedua orang tua
saya harus mematuhi nilai-nilai atau norma yang ada dimasyarakat tersebut.
Kemudian saya menjadi tau arti nilai-nilai atau norma karena saya menjadi
sopan dan menghargai.
b) Apakah ada kaitan antara pengalaman keberagamaan anda dengan
etnis anda? Tentu ada kaitan
c) Apakah anda mengikuti komunitas keagamaan anda? bagaimana
pengalaman anda dalam komunitas tersebut? Tentu saya mengikuti
komunitas yang diagama saya yaitu katolik. Komunitas itu adalah Orang
Muda Katolik (OMK) berada di bawah naungan Komisi Kepemudaan
yang merupakan perangkat Gereja dengan tugas khusus memberi
perhatian pada pembinaan dan pendampingan kaum muda. Nama OMK,
sebelumnya bernama Mudika (Muda-mudi Katolik), pengalaman-
pengalaman saya ketika mengikuti komunitas OMK mengikuti bakti
social lalu saya menjadi lebih dekat kepada tuhan dan membangunkan
hati menjadi kuat kemudian yang menjadi prioritas di komunitas ini
adalah kasih dan pengalaman-pengalaman yang terkesan bagi saya
adalah komunitas OMK mengundang tokoh agama ketika perayaan
Paskah / Natal karena menurut saya ini merupakan indahnya tali
persaudaraan sesama umat lain, memperkokoh nilai-nilai Pancasila.
d) .Apa pengalaman-pengalaman keberagamaan anda yang
menyenangkan sepanjang anak-anak, remaja, dewasa? Pengalaman
yang menyenangkan adalah ketika hari besar seperti natal di kebaktian
lingkungan lalu dari pengurus kebaktian kami mengundang tokoh agama
setempat untuk mengikuti rangkaian ibadah tersebut dengan penuh
hikmat, canda tawa bahkan saling tukar pendapat soal mengenai hal-hal
agama. bagaimana pengalaman ini membentuk keyakinan anda
terhadap agama anda? Pengalaman yang membentuk keyakinan saya
adalah melakukan berdoa , gereja setiap seminggu sekali dan mengikuti
kebaktian lingkungan setempat.
e) Apa pengalaman-pengalaman keberagamaan anda yang kurang
menyenangkan sepanjang anak-anak, remaja, dewasa? bagaimana
pengalaman ini membentuk keyakinan anda terhadap agama
anda? Tidak ada, pengalaman-pengalaman saya sangat menyenangkan
f) Apakah anda pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan
keberagamaan anda? Dapatkah anda ceritakan lebih jauh? Apa
pengaruh pergulatan itu dalam kehidupan anda secara umum? Tidak
ada pergulatan, saya sendiri mengalami keberagaman yang sangat
toleran
g) Bagaimanakah keagamaan anda mempengaruhi/tidak mempengaruhi
anda dalam menghadapi masalah-masalah sulit anda? Dapatkah anda
menceritakan pengalaman tersebut dan bagaimana pengaruh agama
dalam menghadapi itu?
Tentu mempengaruhi saya ketika dalam menghadapi masalah-masalah sulit,
terutama saya melakukan berdoa dan gereja setiap seminggu sekali,
sehingga saya dapat menghadapi masalah – masalah sulit tersebut dengan
hati kuat
h) Apakah agama anda merupakan agama mayoritas? apa keistimewaan-
keistimewaan dan adakah prasangka-prasangka/diskriminasi yang anda
dapatkan sebagai penganut agama mayoritas? apakah agama anda
merupakan agama minoritas apakah keistimewaan-keistimewaan dan
adakah prasangka-prasangka/diskriminasi yang anda alami sebagai
penganut agama minoritas? Ya agama saya adalah minoritas dan tidak
ada mengenai hal prasangka-prasangka / diskriminasi, karena cara
pandang saya adalah semua makhluk ciptaan tuhan sama
Bagaimana pengalaman-pengalaman ini akan mempengaruhi anda dalam
memberikan layanan konseling? Ya tentu mempengaruhi pengalaman-
pengalaman karena realita nya ketika konselor akan menangani di lapangan
dengan berbagai macam agama

i) Apakah kekuatan-kekuatan agama anda dan pengalaman


keberagamaan anda yang bisa anda gunakan dalam
konseling? Kekuatan-kekuatan agama saya adalah berdoa dan
membaca kitab suci pengalaman keberagaman saya ketika dalam
konseling adalah melakukan konseling dengan sewajarnya atau
menyuruh konseli tersebut lebih memperdalam keyakinannya sehingga
konseli akhlaknya menjadi lebih baik atau mengutarakan ajaran moral

j) Apakah bias-bias yang mungkin anda miliki berkaitan dengan nilai-nilai,


posisi agama anda terhadap orang dari agama lain? apakah anda
memiliki bias dalam cara pandang anda terhadap agama
tertentu? Bagaimana hal ini akan mempengaruhi anda dalam konseling?
k) Mengapa pemahaman mengenai agama ini penting dalam tugas anda
sebagai konselor? Ya sangat penting, karena realitanya dilapangan kita
akan menghadapi konseli dengan berbagai macam agama.

2. Pilihlah satu buku yang berpengaruh dalam pemahaman anda mengenai


agama anda. refleksikan isi buku itu dengan pengalaman-pengalaman
keagamaan anda di atas
Bagaimana mewartakan suka cita Injil dalam menghadapi masalah-masalah
terkait mentalitas negative budaya modern seperti materialisme,
individualism, dan hedonism. Tentu saja yang pertama kali dilakukan, adalah
lebih rajin membaca kitab suci. Dengan cara ini, saya memberi ‘’makan’’
spirit saya, serta membangun pengetahuan tentang Tuhan dan relasi
dengan dia. Selanjutnya adalah untuk jangan menyerah pada godaan
ketidakpeduliaan terhadap Allah maupun terhadap sesama, atau bersifat
mementingkan diri sendiri serta bersikap acuh tak acuh terutama terhadap
orang yang menderita. Bahwa diajak untuk menciptakan revolusi kasih dan
keadilan ini bukanlah untuk memilih kemiskinan semata, tetapi sebaliknya
untuk menggunakan kekayaan yang telah Allah berikan kepada kita untuk
membantu sesame yang membutuhkan. Ketamakan, kelekatan pada uang,
menghancurkan manusia dari relasinya terhadap sesama.

3. Tulislah pengalaman dan pengetahuan anda dalam bentuk tulisan refleksi.


Pengetahuan dan teknologi merupakan produk luar biasa kreativitas yang
dianugerahkan Allah kepada manusia, hendaknya pun dipergunakan secara
bijak. Kini kita ditantang agar semakin kritis dalam menghadapi kemajuan
dan perkembangan teknologi
Konseling Multikultur
“Agama, spiritualitas dan konseling”
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam Mata Kuliah Konseling
Multikultur yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Si.,Kons.

Disusun oleh:
Sidiq Priambodo
1715163046
B 2016

PROGRAM STUDI S1 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Mengisi
buku
ramadhan
Mengikuti Keliling yang
TPA, kampung hanya ada Mengikuti Lebaran
belajar dan saat sahur di bulan
Dilahirkan Bersekolah Bersekolah dan kerumah
mengaji dan puasa,
dan di SMA di SMA gabung mbah
untuk bermain menunggu
dibesarkan yang yang dalam (kakek dan
memperdal petasan kultum dan
beragama berbasis berbasis organisasi nenek)
am nila- bersama berburu
Islam Islam Islam keagamaa Sejak kecil
nilai teman tanda
1998 2014 2014 n sampai
keagaama setelah tangan 2016 sekarang
n sahur imam
2000an 2000an masjid
2000an

Melihat
teman
dilempar
kalam
(penunjuk
bacaan)
hingga
berdarah
ketika
bercanda
dipengajia
n
2000an
Saya merupakan seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan oleh
keluarga yang beragama Islam, dimana saya diajarkan dan ditanamkan nilai-
nilai keIslaman sejak kecil oleh keluarga saya. Saya bersyukur ketika saya
dilahirkan beragama Islam dan sebaga warga negara Indonesia dimana
mayoritas penduduknya adalah agama Islam. Saya merasakan sekali
didalam keluaga saya bahwa agama sangatlah penting sehingga agama juga
merupakan suatu hal yang dapat membentuk pola perilaku seseorang.
Seperti yang diajarkan pada agama saya yaitu Islam contoh kecilnya jika
saya makan dan minum tidak boleh sambil berdiri karena hal itu tidak
diperbolehkan dan tidak bagus untuk kesehatan. Jadi, setiap saya makan
dan minum diusahakan duduk dan tidak berdiri. Selanjutnya dalam masalah
ibadah, didalam keluarga saya ibadah merupakan salah satu syarat
terpenting untuk menjadi orang yang beragama. Contoh, orang tua saya
terutama ibu saya sangatlah cerewet sekali dengan masalah ibadah.
Misalkan saja ketika saya tidak mengerjakan solat dengan alasan apapun ibu
saya seketika langsung marah kepada saya. Setiap saya tidur dan waktu
solat sudah tiba seringnya ibu saya mengingatkan saya untuk segara solat
dengan sebuah kekerasan contohnya dengan memukul saya dan marah-
marah kepada saya. Hal itu terkadang membuat saya marah juga kepadanya
karena menurut saya kenapa ketika mengingatkan suatu hal yang baik
melakukan cara seperti itu. Saya mengetahui maksud dan tujuan ibu saya
baik tetapi ibu saya mengingatkan dan memperlakukan saya dengan cara
yang salah. Dengan kejadian seperti itu untuk selama ini ketika saya
menjalankan suatu ibadah saya harus segara mengerjakannya tidak boleh
ditunda-tunda karena saya sudah terbiasa diajarkan untuk segera solat oleh
orang tua saya.
Ketika ditanya apakah ada katiannya pengalaman keberagamaan
keluarga saya dengan etnis keluarga saya sebenarnya saya tidak
sepenuhnya mengetahuinya apakah benar berkaitan atau tidak. Sedikit
cerita, setiap idul fitri atau lebaran biasanya keluarga kami pulang kampung
terutama ke kampung halaman ibu saya di Kebumen. Saat hari idul fitri
keluarga besar ibu saya berdatangan untuk silahtuhrahmi dan saling minta

8
maaf satu sama lain mulai dari keluarga besar hingga para tetangga-
tetangga sekitar. Disana ketika idul ftri tiba semua orang wajib sungkem atau
meminta maaf dengan cara yang lembut kepada orang yang lebih tua. Selain
itu kami ketika disana meminta maaf dengan berkeliling desa atau
berkunjung kerumah-rumah orang yang kami kenal dekat. Saat sungkeman
saya meminta maaf menggunakan Bahasa jawa kepada orang yang lebih
tua. Saat saya di kebumen jika saya tidak menggunakan Bahasa jawa
biasanya saya menggunakan Bahasa Indonesia dengan dicampur Bahasa
jawa dan logat jawanya yang khas karena saya ingin menyesuaikan diri saya
dengan budaya disana.
Mengenai komunitas keagamaan, sbelum saya kuliah dan diterima
dikampus ini, saya tidak pernah mengikuti komuitas/organisasi keagamaan
apapun. Ketika ada suatu kegiatan yang diadakan komunitas keagamaan
saya mengikutinya tapi tidak masuk kedalam struktur organisasi tersebut.
Saya sudah bernazar dari SMA ketika saya diterima dikampus yang saya
inginkan saya akan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dan mengikuti
atau gabung dalam komunitas keagamaan untuk memperdalam ilmu
keagamaan saya. Saat saya sudah masuk dikampus yang saya inginkan
saya ikut dan gabung dalam komunitas/orgainsasi keagamaan yaitu Formasi
(Forum Mahasiswa Islam) Tarbawi FIP UNJ. Banyak sekali pengalaman
yang saya dapat saat saya mengikuti dan gabung dalam organisasi Tarbawi.
Saya sangat merasakan sekali kenyamanan dalam berorganisasi yang
belum saya rasakan selama saya mengikuti komunitas atau organisasi
lainnya karena saya berpikir bahwa yang mengikuti organisasi keagamaan
adalah orang-orang yang berniat dan bertujuan baik. ketika saya mengikuti
dan gabung dalam organisasi tersebut saya banyak sekali belajar dalam hal
apapun mulai dari sosial, politik, maupun ekonomi. Dalam aspek-aspek
tersebut semua ada kaitannya dengan agama. Saya diajarkan bagaimana
menjalankan semua aspek-aspek kehidupan dengan dikaitkan agama.
Sejak saya masih anak-anak hingga sekarang ini saya mempunyai
pengalaman-pengalaman yang mungkin telah membentuk keyakinan saya
terhadap agama saya sendiri. Semasa kecil saat saya SD saya diikutkan

9
mengaji semacam komunitas diperumahan. Saya merasakan sekali manfaat
yang saya dapat dalam mengikuti hal tersebut. Dimana saya bisa membaca
dengan benar huruf-huruf arab yang ada didalam Al-Qur’an. Selain itu, saya
juga diajarkan lewat cerita-cerita atau sejarah Islam yang menurut saya hal
itu sangat menarik dan membuat saya juga dekat dengan Islam. Ketika
memasuki sekolah menengah atas saya disarankan oleh orang tua saya
untuk sekolah yang berbasis Islami. Dulu, saya sekolah di SMA umum
swasta dimana semua siswanya dan warga sekolahnya beragama Islam.
Mau tidak mau saya harus mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan
disekolah yang menurut saya baik saya akan mengikutinya. Disekolah saya
dulu ketika istirahat pertama sekitar pukul 08.30 WIB saya dan para siswa
laiinya diharuskan menjalankan solat duha bersama karena solat duha
disekolah saya termasuk juga kedalam struktur kegiatan sekolah. Jadi mau
tidak mau murid harus mengikutinya.
Semenjak saya mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan saya
diajarkan dan diperdalam pemahaman nilai-nilai agama Islam. saya merasa
didalam keluarga saya saya diajarkan tentang masalah agama hanya
seadanya saja maka dari itu untuk lebih jauhnya lagi saya mengikuti
kegiatan-kegiatan keagamaan. Dalam agama saya, saya diajarkan bahwa
saat saya menerima musibah saya harus bisa menerimanya dengan lapang
dada. Agama membentuk pola perilaku saya, dimana saya harus bisa
menjadi orang yang baik. memang, semua agama pasti mengajarkan pada
kebaikan tetapi saya merasakan adanya perbedaan yang sangat menonjol
dalam agama Islam dibandingkan dengan agama lain. Agama Islam
mengajarkan saya untuk tidak memakan makanan haram seperti contohnya
daging babi, daging anjing, daging hewan yang bertaring atau karnivora dan
minum minuman keras. Hal itu sangat lah dilarang dalam agama Islam dan
konsekuensi yang didapat selain dosa juga berefek dalam tubuh kita yaitu
berbagai macam penyakit yang mungkin bisa menyebabkan meninggal
dunia. Saya merasakan bangga ketika saya memeluk agama islam. didalam
agama Islam, menjaga aurat sangatlah penting khususnya bagi para wanita.
Wanita diharuskan menutupi auratnya seluruh tubuhnya terkecuali bagian

10
wajah dan telapak tangan. Menurut saya pribadi hal ini sangat berpengaruh
dalam kehidupan. Dimana jika seorang menutupi auratnya sebaik mungkin
hal itu dapat meminimalisir kejahatan seksual karena bagian tubuh tertentu
tidak terlihat atau orang yang melihat juga tidak tergoda.
Sebenarnya agama adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia.
Banyak sekali yang diajarkan pada agama mulai dari pola perilaku, sumber
petunjuk kebenaran, sumber informasi, dan agama juga memberikan
bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun dikala duka. Saya
rasa semua agama memiliki tujuan yang sama yaitu berusaha menciptakan
manusia untuk kejalan yang baik tetapi dengan cara-cara yang mungkin
berbeda. Saya merasakan pada agama Islam bahwa Islam telah
menagajarkan dan menjaga manusia untuk kebaikan dengan cara yang
berbeda pada agama lain. Seperti contohnya menjaga aurat yang saya
bahas pada paragraf sebelumnya dan juga tidak boleh bersentuhan dengan
lawan jenis. Saya pernah berpikir apakah hal ini berlebihan? Mengapa tidak
boleh bersentuhan dengan lawan jenis? Ada kalanya boleh bersentuhan
dengan lawan jenis asalkan tidak mempunyai nafsu yang jahat seperti
berjabat tangan, mungkin.
Jika dikatakan saya memang bukan ahli agama yang sepenuhnya
mengerti masalah keberagamaan tetapi saya mencoba untuk menjadi
seorang yang beragama yang bukan hanya formalitas saja. Bukan profesi
saya menangani konseli dengan teori-teori keagamaan karena pada
dasarnya saya hanyalah seorang yang berlatar belakang pendidikan
Bimbingan dan Konseling tetapi sebagaimana seharusnya saya menjadi
orang yang beragama harus mengingatkan kebaikan-kebaikan
keberagamaan kepada orang lain terutama pada konseli saya yang
beragama Islam. Hal itu hanya memperkuat saya dalam menangani konseli
seperti mengkaitkan sebuah teknik-teknik konseling dengan keagamaan.
Bukan faktor utama saya dalam menangani kasus konseli dengan teori
keagaaman karena saya hanyalah konselor yang berlatar belakang
pendidikan Bimbingan dan Konseling bukan Keagamaan.

11
Sebenarnya tak banyak buku yang saya baca untuk menambah
pemahaman saya dalam keagaaman. Menurut saya buku-buku yang saya
baca merupakan sumber dari kitab suci agama islam yaitu Al-Qur’an. Buku
agama (Islam) pada intinya mempermudah kita dalam memahami agama
Islam. Ada salah satu buku yang saya ingat dalam memahami agama Islam.
Dibuku tersebut mencoba untuk menguraikan gagasan tentang manusia
dalam prespektif Islam. Pemahaman manusia dalam prespektif Islam, tidak
bisa dilepaskan darii pesan-pesan yang diwahyukan Allah SWT dalam Al-
Qur’an. Dalam buku tersebut mengatakan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber
ajaran Islam menempati posisi penting dalam memberikan konsepsi manusia
yang tertuang didalamnya.

12
KONSELING MULTIKULTUR
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING
Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur yang
Diampu oleh
Dr. Susi Fitri, M.Si, Kons

Disusun oleh:
Nur Fitri Afrillia 1715163691
BK B 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

13
TIMELINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN

Mengikuti
Masuk UNJ Berteman acara
dan dengan malam
Rumah kembali anak bina iman
menjadi Bersekolah Meningkat mengguna lulusan dan
Mendapatka Mulai rutin
tempat TPQ saat kan ibadah -kan hijab pesantren takwa mengikuti
n lantunan
Di aqiqah- belajar umur 4-5 Mengikuti Masuk agar namun dan mulai dari
adzan saat manasik Madrasah kajian dan
kan umur mengaji thn dilancarka masih mengikuti organisasi
lahir haji saat Tsanawiya memperkuat
3 bulan anak-anak n masuk lepas mentoring keislaman
TK h ibadah
PTN pasang di
kampus

Merasa Melanjutkan
kehilangan ke sekolah
arah saat Negeri
pembentukan favorit yang
jatidiri minim
pembelajara
n agama dan
mulai
melepas
hijab

14
Saya dibesarkan dalam keluarga yang agamis, bapak saya bukanlah
lulusan pesantren, tidak juga bergelar sarjana ilmu keagamaan, namun yang
sangat disyukuri adalah bahwa bapak saya merupakan seorang ustadz yang
dipercayai untuk mengisi ceramah di beberapa masjid besar. Bapak saya
juga seorang imam masjid, sejak awal keberadaan keluarga saya di Kota ini
(Bekasi) bapak saya sudah menjadi marbot di salah satu masjid wilayah
tempat tinggal keluarga saya. Kami juga sempat mengontrak di salah satu
rumah di belakang masjid yang dimana keadaan tersebut semakin
memperkuat pengalaman keagamaan saya. Bisa dibayangkan lingkungan
saya sedari kecil sudah sangat akrab dengan budaya dan nilai-nilai
keislaman. Mulai dari sejak lahir, tanpa sadar pengalaman keberagamaan
saya sudah saya dapatkan dari bapak saya, saya di perdengarkan dan
sekaligus diperkenalkan salah satu bentuk keislaman yang otomatis saya
anut yaitu lantunan adzan. Sejak kecil saya sudah dibekali nilai, aturan,
kewajiban, sebagai seorang muslim oleh orang tua saya. Pengalaman itu
yang membentuk diri saya menjadi seperti sekarang, saya cukup merasa
kepribadian saat ini adalah hasil terbentuk dari pengalaman keberagamaan
saya yang dari sejak kecil, saya selalu dibiasakan untuk disiplin terhadap
waktu, yaitu waktu sholat, waktu makan, waktu sekolah, waktu bangun pagi,
dan waktu-waktu berharga yang lain. Sejak kecil sudah diajarkan mengaji,
dan sampai saat ini saya bersyukur sudah khatam al-qur’an walau masih
sekali namun saya bersyukur karena saya sudah lancar membaca al-qur’an.
Beberapa pengalaman keberagamaan yang saya dapatkan itu tak
jarang didasari oleh latar belakang etnis. Salah satu pengalaman yang
berkaitan dengan etnis yang saya dapatkan adalah dalam hal mengaji.
Mengaji dengan menggunakan lagam bacaan seperti mendayu-dayu atau
biasanya dinamakan qiroah menjadi salah satu metode mengaji yang bisa
digunakan agar mengaji bisa lebih indah didengar dan lebih mudah dibaca.
Saya pernah mendengar perkataan dari ibu saya, beliau bilang kebanyakan
qori yang berasal dari orang sunda memiliki lagam yang berbeda, indah dan
lebih enak didengar dari pada lagam bacaan dari etnis manapun. Namun,
saya pribadi merasa kesulitan untuk menggunakan lagam jika sedang
mengaji. Lagam sunda yang dimaksud juga mungkin karena kelenturan
suara yang sudah menjadi kebiasaan orang sunda dalam menggunakan
bahasa sunda yang sangat lembut dan mendayu-dayu.
Baru-baru ini, tepatnya ketika saya kuliah di Universitas Negeri
Jakarta pengalaman keberagamaan yang saya rasakan semakin
berkembang dan bervariasi. Saat ini pula saya menentukan dan
membulatkan niat untuk kembali menggunakan hijab, karena saat itu saya
merasa saya bisa lebih dihargai di kampus ini jika saya menggunakan hijab.
Pengalaman keberagamaan saya yang sangat memperngaruhi hidup saya
juga diimulai dari keikutsertaan saya dalam acara yang diadakan oleh salah
satu forum mahasiswa islam yang bernamakan tarbawi, acaranya adalah
malam bina iman dan taqwa yang diadakan tiga hari dua malam di puncak,
disana saya merasakan pengalaman yang sangat amat berkesan dan sangat
menyenagkan, karena dari sanalah salah satu faktor yang merubah diri saya
seperti yang sekarang. Saat ini, saya sudah mulai aktif mengikuti kajian-
kajian yang bertemakan “pemuda hijrah”. Saya sangat bersyukur semakin
bertambahnya umur, semakin banyak pula saya diberikan nikmat oleh Sang
pencipta. Saya bergabung dalam kumpulan pemuda/pemudi yang baru
memulai untuk berhijrah, ini bukan lah sebuah komunitas, hanya sebatas
perkumpulan non formal yang terbentuk karena niat dan tujuan yang sama
yaitu kembali kepada jalan-Nya. Disana kami biasa bertukar informasi
mengenai acara-acara kajian yang bisa kami datangkan, saling membangun
motivasi dan tak jarang juga kami saling menceritakan keluh kesah satu
sama lain.
Pengalaman masa kecil saya dalam hal beragama yang
menyenangkan dan masih sangat membekas dalam ingatan saya adalah
ketika rumah menjadi tempat mengaji anak-anak dan juga saya. Keluarga
saya sudah berpindah rumah sebanyak lima kali, mulai dari rumah ketiga
sampai rumah yang saat ini saya dan keluarga tempati sudah menjadi
tempat mengaji anak-anak di komplek saya. Pengalaman itu menjadi sangat
menyenangkan karena saya bisa mengaji tanpa harus keluar rumah dan
yang menyenangkannya lagi rumah saya selalu ramai didatangi teman-
teman, bukan hanya mengaji, kami juga sering praktek sholat bersama, dan
merayakan syukuran jika ada teman yang sudah mengkhatamkan al-
qurannya. Saat remaja, pengalaman menyenangkan juga saya rasakan
ketika saya bersekolah di Madrasah Tsanawiyah dimana saat disana, saya
membentuk diri saya menjadi pribadi yang taat. Pembentukan ketaatan ini
terdiri dari beberapa faktor, yang pertama di sekolah ini diwajibkan untuk
membaca al-qu’an setiap paginya, setiap hari diwajibkan juga untuk berinfaq,
setiap hari diwajibkan untuk melaksanakan sholat dhua, dan yang paling
berkesan ketika saya diamanahkan untuk menjadi MC dalam acara
keagamaan di sekolah. Tentu itu sangat merubah diri saya menjadi lebih
baik. Ketika tumbuh dewasa, saya merasa tidak ada keraguan lagi dalam diri
untuk senantiasa taat kepada Sang Pencipta, saya semakin kuat dalam
berhijab, semakin merutinkan dan mewajibkan diri untuk mengaji, dan
memperbaiki ibadah. Pengalaman menyenangkan dalam diri karena
keimanan saya terhadap Allah salah satunya ketika saya mendapatkan
rezeki berupa diterimanya saya dalam perguruan tinggi negeri yang orang
tua saya inginkan. Saya yakin ini adlah jawaban atas segala do’a yang telah
saya panjatkan, saya semakin yakin bahwa ketika kita beriman dan taat
kepada Sang Pencipta maka pertolongan akan datang kepada kita. Ketika
sudah dewasa saya jadi bisa membuat diri lebih positif karena kajian-kajian
yang sudah saya dengar dan ceramah-ceramah yang sudah saya datangi.
Saya selalu mengambil hikmah dari segala apa yang sudah terjadi, dan saya
berharap untuk selalu didekatkan dengan yang baik dan dijauhkan dari yang
buruk.
Tidak semua perjalanan keberagamaan yang saya rasakan bisa
terasa menyenangkan, ada saat saat dimana saya merasa gagal dalam hal
beragama. Saya pernah merasa dimana kondisi keimanan saya sedang
menurun dan jauh dari Allah, swt, pengalaman itu terjadi ketika saya duduk
di bangku SMA. Saya merasa lingkungan di SMA ini sangat berbeda dengan
lingkungan sekolah yang sudah saya jalani sebelum sebelumnya, mengingat
sebelum ini saya adalah anak lulusan Madrasah Tsanawiyah yang
notabennya pendidikan agama yang paling diutamakan. Saya banyak
menemukan hal baru dan berbeda di dunia SMA ini. Saya terbawa arus
pergaulan yang membuat saya akhirnya melepas kerudung, tanpa sadar
saat itu saya terlena dengan kebahagian dunia yang fana, jika dulu saat di
Madrasah rok sekolah lebar, kerudung sekolah panjang, namun ketika SMA
semua itu berubah, saya mengikuti pola pergaulan yang ada, rok ketat, baju
yang digulung, rambut yang dijedai ( menggunakan jepitan badai) dan sepatu
keds yang hits pada masanya. Saya merasa jika saya melanjutkan model
berpakaian seperti di Madrasah dulu saya akan kesulitan mendapatkan
teman, akhirnya saya memutuskan untuk merubah gaya berpenampilan saya
yang bisa dibilang berubah 360 derajat. Ketika itu ibadah sudah bukan
menjadi prioritas, dan hijab bukan sebagai model berpakaian. Saya
menyebutnya masa itu adalah masa jahiliyah dalam kehidupan saya.
Sejauh ini saya belum pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan
beragama, terlalu banyak hal yang menyenangkan dan pernah juga saya
merasakan kegelapan. Sampai saat ini, saya sangat bersyukur karena
kesempatan atas nikmat yang telah diberi kepada saya yaitu kesempatan
untuk kembali di jalan yang benar. Ketika saya mengingat Allah, yang saya
dapatkan selalu pertolongan dah hal-hal baik terjadi pada diri saya. Saya
merasa ketika diri ini dekat dengan Sang pencipta, energi positif selalu
tumbuh dengan sendirinya.
Islam adalah agama yang saya percayai, agama ini merupakan
agama mayoritas di Negeri tempat dimana saya tinggal. Saya bangga
menjadi muslim, saya bisa lebih dihargai sebagai wanita, dengan agama ini
saya jadi punya banyak kesempatan yang tidak bisa dirasakan oleh
pengatun agama lain. Sebagai muslim juga saya merasa lebih mudah jika
sedang membutuhkan dan akan mudah saling menolong. Islam juga agama
yang tetap menghimpun amal-amal kebaikan yang pernah dilakukan
seseorang, baik ketika ia masih kafir maupun ketika sudah menjadi seorang
muslim. Saya belum pernah mendapatkan prasangka ataupun diskriminasi
sebagai penganut agama mayoritas.
Pengaruh keberagamaan yang telah saya ceritakan diatas merupakan
faktor-faktor pendukung sebagai potensi dalam diri yang bisa membantu
saya dalam menjalani cita-cita sebagai seorang konselor nantinya. Saya
merasa pengalaman tersebut dapat memberi pengaruh yang baik untuk saya
jika nanti ketika saya memberikan layanan konseling. Saya akan senantiasa
memanjatkan do’a terlebih dahulu jika ingin melakukan konseling, berharap
agar diberi kekuatan dalam menerima segala keluh kesah yang akan
ditangani oleh saya, saya akan lebih bisa memandang orang dengan positif,
dan memulainya selalu dengan mengingat Allah. Dalam memlakukan
konseling, pribadi yang jujur dan bisa memegang amanah sangat dibutuhkan
dalam diri konselor, sebab itu saya merasa pengalaman yang saya bangun
saat ini harus pengalaman yang baik-baik juga agar terciptanya pribadi yang
sesuai dengan diri konselor yang ideal.
Saya pernah berada dalam lingkungan dimana yang lain sudah baik
berpakaiannya, bergamis dan berkerudung panjang. Saya saat itu sama
sama berada dalam majelis ilmu dengan mereka, namun bedanya saya
hanya memakai baju muslim seadanya yang kerudung pun masih di angkat
tidak menjulur seperti yang lain. Namun, itu semua terlihat tidak biasa ketika
ada salah satu dari mereka (yang berpakaian sudah baik) melihat ke arah
saya dengan pandangan yang tidak membuat saya tidak nyaman. Apa yang
salah dengan saya, saya juga disana sama sama ingin menjadi pribadi yang
lebih baik, tapi mengapa saya dilihat seperti itu. Mengapa dalam posisi
agama yang setara saja bisa saling membedakan.
Saya pernah membaca buku berjudul Ketetapan Terindah karya panji
Ramdana, saya menggunakan buku itu untuk menjadi alarm saat saya jauh
dari rasa syukur. Buku luar biasa yang mengajarkan saya akan rasa syukur
dan ikhlas. Serta memacu saya untuk terus berusaha meraih apa yang saya
butuhkan. Saya pernah merasa kekurangan, entah mengapa apa yang
dimilik orang lain terlihat dan terasa begitu indah. Mungkin karena saya
belum memilikinya, namun saya sadar bahwa keinginan itu kesenangan
yang sebenarnya itu tidak baik. Ada kutipan dari buku ini yang saya suka
ýaitu, “rencana Allah itu lebih indah dari apa yang kita bayangkan, dan inilah
cara Allah melindungi dirimu. Berbaik sangkalah” . Berbaik sangkalah, dua
kata itu yang terus saya ucapkan dalam hati saat ini. ini juga termasuk pada
kekurangan saya, saya jarang berbaik sangka, saat saya melakukannya
saya cepat sekali putus asa, karena tidak ada yang berubah saat saya sudah
berbaik sangka. Balik lagi kesebelumnya, saya tidak sabaran. Saya ingin
menjadi yang selalu berbaik sangka dan bersabar serta bersyukur dengan
apa yang saya alami, tidak lupa juga yakin kepada-Nya bahwa semua pasti
baik-baik saja, dan ini adalah ketetapan-Nya. Saya ingin sekali terus berpikir
seperti ini.
KONSELING MULTIKULTUR
“AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING”

Refleksi ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling Multikultur
yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Psi,Kons

Almira Fidela Maulania


1715162703

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2017
Timeline Pengalaman Keberagaman

Masuk SMP dan


Bersyukur senang memiliki SMA kelas 11
terlahir teman yang memutuskan
beragama islam berbeda agama untuk memakai
jilbab

1998 2010-2013 2015

2005-2009 2014-2016 2017-2018

Masa SD, ibu melarang Mengalami Menyukai korea sehingga


berkunjung ke rumah teman kebingungan dianggap kafir, pengikut
yang berbeda agama dan mengucapkan dajjal, sangat berdosa
melarang menyanyikan lagu hari raya atau
kristen tidak

Page | 1
REFLEKSI AGAMA, SPRITUALITAS, DAN KONSELING
Sejak lahir saya dibesarkan oleh keluarga besar yang taat dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama Islam. Semua orang dalam keluarga besar
saya beragama Islam dan saya bersyukur dilahirkan dan dibesarkan oleh
keluarga yang semuanya beragama sama seperti saya. Ayah saya berasal dari
etnis Betawi yang dikenal sebagai etnis yang taat terhadap agama Islam. Ibu
saya berasal dari etnis Sunda yang memang dalam keluarganya juga taat kepada
agama Islam. Oleh karena itu, sejak kecil saya selalu ditanamkan ajaran-ajaran
agama dari mulai mengaji hingga ditempatkan di sekolah islam. Dalam keluarga
saya yaitu ibu, bapak, adik termasuk saya sendiri memandang orang yang
berbeda agama dengan keluarga kami itu sama dalam segi kemanusiaan.
Apabila ada orang yang ingin menjalankan ibadahnya kami tidak akan
mengganggunya. Kami juga tidak pernah menjelek-jelekkan atau menghina
agama yang berbeda dengan kami. Namun, jika urusannya dengan ajaran agama
keluarga saya termasuk akan memperjuangkan kebenaran ajaran agamanya.
Dalam segi agama, keluarga saya termasuk saya sendiri memandang bahwa
Tuhan semesta alam hanyalah Allah. Sejak memasuki usia remaja, orang tua
saya berkata bahwa menikah harus dengan yang seiman dengan kita. Saya
menyetujuinya karena memang dalam agama Islam dikatakan bahwa harus
yang seagama. Pengalaman keberagaman yang saya miliki terjadi ketika SD saya
berkunjung ke rumah teman saya yang berbeda agama dengan saya. Saat main
ke rumahnya, saya diajak untuk makan bersamanya. Makanan yang diberikan
yaitu daging. Saya takut jika daging tersebut adalah daging anjing namun jika
saya tidak memakannya perasaan saya tidak enak terhadapnya. Untungnya,
teman saya langsung memahami raut wajah saya dan mengatakan bahwa
daging tersebut adalah daging sapi. Setelah saya selesai bermain di rumahnya
dan pulang ke rumah, saya menceritakan kejadian tersebut kepada ibu saya dan
ibu saya langsung menceramahi saya bahwa kamu jangan lagi berkunjung ke
rumahnya karena beliau takut saya memakan makanan haram dan terlebih lagi
beliau mengatakan bagaimana jika temanmu memakai minyak bekas
menggoreng daging babi/anjing. Menurut saya perkataan ibu saya ada benarnya
dan ada tidaknya. Benarnya yaitu mungkin saja teman saya memasak dengan
menggunakan minyak bekas daging yang haram saya makan. Namun, salahnya
yaitu ibu saya seharusnya tetap mengizinkan saya pergi mengunjungi rumah
teman saya karena silaturahmi itu baik antar sesama manusia.
Ketika masa kanak-kanak dari TK hingga SD, saat SD kelas 2 saya pernah
diberikan permen susu oleh seseorang yang baru saya kenal sewaktu bermain
di mall. Ia perempuan dan hanya berbeda beberapa tahun lebih tua usianya
daripada saya. Saya mengetahui ia berbeda agamanya dengan saya karena ia
memakai kalung salib. Saya yang pada saat itu menginginkan permen susu
tersebut sangat senang diberikan olehnya. Saya menginginkan permen susu
tersebut karena saya tidak pernah bisa mendapatkannya saat memainkan
permainan. Ia mengatakan bahwa ia sudah mendapatkan banyak permen dari
permainan tersebut dan membagi permennya kepada saya. Saat memasuki
masa remaja yaitu saya mulai memiliki banyak teman yang berbeda agama
dengan saya mulia dari agama kristen, katolik, dan hindu. Saya merasa senang
karena saya bisa bertukar informasi dengan agamanya karena saya ingin tahu

1
apakah ajaran agama saya ada yang sama seperti mereka atau berbeda dengan
mereka. Selain itu, ketika memasuki waktu ibadah, teman saya mengingatkan
saya untuk menjalankan kewajiban saya sebagaimana mestinya, begitupun
sebaliknya. Saya juga merasa terharu ketika saya SMA kelas 11, saya
memantapkan hati untuk menggunakan jilbab. Saat itu, reaksi keluarga besar
dan teman-teman heboh karena tiba-tiba saya memakai jilbab dan banyak yang
memuji bahwa saya lebih cantik memakai jilbab. Perasaan saya ketika itu
sangatlah tenang dan damai karena saya merasa terlindungi dan saya merasa
memakai jilbab adalah suatu kewajiban bagi wanita muslim. Saat saya berada
pada masa dewasa ini, saya juga senang karena saya bisa belajar banyak dari
teman-teman dan idola korea saya bahwa menghargai perbedaan agama itu
penting untuk kedamaian bersama. Salah satu perilaku menghargai perbedaan
agama yang ditunjukkan oleh idola saya yaitu ketika ada fans yang berjilbab,
mereka pasti menghargai fans tersebut dengan tidak menyentuhnya. Lalu ketika
fanmeeting, idola wanita saya diberikan jilbab oleh fansnya dan ia bersedia
mengenakannya sambil tersenyum bangga.
Saat masa kanak-kanak dari TK hingga SD, ibu saya sering berbicara
kepada saya bahwa saya tidak diperbolehkan menyanyi lagu anak dari agama
kristen salah satunya “We wish you a merry chrismast”. Saya pernah ketahuan
menyanyikan lagu tersebut karena pada saat itu saya mendengarkannya di
tempat bermain dalam mall. Ibu saya yang mendengarkan saya menyanyi
langsung menceramahi saya bahwa tidak boleh menyanyikan lagu tersebut.
Saya yang masih belum mengerti pun akhirnya menuruti perkataan beliau.
Namun, saya merasa sedih karena saya tidak bisa menyanyikannya lagi. Ketika
usia saya menginjak remaja, ramai diperbincangkan bahwa mengucapkan
selamat hari raya kepada agama lain tidak diperbolehkan oleh agama saya. Saya
yang ingin mengucapkan selamat hari raya kepada teman saya pun menjadi
kebingungan. Saya bingung jika saya mengucapkannya maka saya akan berdosa
sedangkan jika saya tidak mengucapkannya maka saya akan dianggap kurang
menghargai teman saya tersebut.
Pengalaman kurang menyenangkan pun masih dialami pada saya hingga
dewasa saat ini. Salah satunya yaitu perbedaan agama yang saya miliki dengan
idol korea saya. Saya pernah dianggap oleh teman saya sebagai pengikut dajjal
hanya karena saya mengidolakan orang korea. Sampai saat ini pun, banyak
orang-orang yang menyudutkan saya dan teman-teman saya yang menyukai
korea, mereka mengatakan bahwa fans kpop adalah kafir, idola korea adalah
yakjuj dan majuj, sampai pengikut dajjal. Saya sangat kecewa dengan teman dan
orang-orang yang menjelek-jelekkan fans kpop. Walau bagaimanapun, semua
orang berhak untuk memilih suatu hal yang disukainya selama itu tidak
merugikan orang lain. Berbagai pengalaman yang kurang menyenangkan ini
menyadarkan saya akan adanya keyakinan bahwa karena Islam adalah agama
mayoritas, maka orang Indonesia sendiri menjadi kurang menghargai
perbedaan agama yang dimiliki oleh orang lain. Padahal, saya meyakini bahwa
dalam ajaran agama Islam terdapat ayat al-quran/hadist yang mengajarkan
kaum muslimin untuk menghargai agama lain dan tidak menjelek-jelekkannya.
Saya pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan beragama saya.
Waktu kecil saat masa kanak-kanak saya merasa bahwa menjadi orang yang

Page | 2
beragama kristen sepertinya menyenangkan. Saat masa itu saya lumayan sering
mengunjungi mall yang kebanyakan pengunjungnya berasal dari agama
kristen/katolik. Ketika merayakan hari natal biasanya mall akan meriah karena
ada berbagai hiasan seperti pohon natal, bingkisan kado, orang yang memakai
kostum santa, hingga adanya ice skating. Selain itu, ketika perayaan paskah pun
pasti mall akan mengadakan acara tersendiri yaitu menghias telur. Saya merasa
senang sekali ketika mengunjungi mall saat sedang perayaan agama kristen.
Ketika masa itu, saya pernah berpikir sepertinya menjadi orang kristen akan
sangat menyenangkan karena saya bisa mendapatkan kado saat hari raya dan
menghias telur yang lucu. Hal yang paling saya tambah ingin menjadi agama
kristen yaitu saya bisa bertemu santa yang akan selalu mengabulkan
permintaan saya. Aneh memang, hanya karena hal-hal tersebut membuat saya
ingin berpindah agama. Namun, setelah dipikirkan kembali saya menjadi sadar
bahwa dari pergulatan tersebut membawa pengaruh yang positif dalam hidup
saya dari waktu ke waktu. Saya menjadi lebih bisa menghargai agama orang lain
dan saya juga menjadi lebih mendalami agama saya.
Peranan dan ajaran agama saya dapat memudahkan saya dalam
menyelesaikan masalah saya. Ketika saya mengalami masalah yang menurut
saya cukup sulit untuk diselesaikan oleh diri saya, biasanya saya akan rajin
untuk sholat tahajjud. Saya melakukan sholat tahajjud untuk meminta dan
memohon agar permasalahan saya cepat terselesaikan. Meskipun permintaan
saya lama dikabulkan, saya tetap mengerjakan sholat tersebut sampai
permintaan saya terkabul. Saya meyakini bahwa Allah tidak akan memberi
masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh umatnya dan jika Allah belum
mengabulkan doa saya, saya berpikir bahwa mungkin nanti akan dikabulkan di
akhirat nanti yang terpenting saya sudah berusaha, ibadah, berdoa, dan
bersabar kepadanya.
Di Indonesia, agama saya adalah agama yang sebagian besar dianut oleh
kebanyakan masyarakatnya yaitu agama Islam. Akibat dari mayoritasnya agama
saya di negara Indonesia, sehingga saya mendapat berbagai keistimewaan. Saya
tentunya merasa nyaman dan aman jika berada di luar rumah dan
bertemu/berkenalan dengan orang-orang yang memiliki agama yang sama
seperti saya. Setiap saya bepergian sebagian besarnya pasti beragama Islam,
contohnya saja ketika berada di transportasi umum pasti kebanyakan
wanitanya memakai jilbab. Selain itu, saya bisa mendengar adzan di seluruh
penjuru kota. Saya bersyukur masih bisa mendengar kumandang adzan,
berbeda dengan negara yang mayoritasnya agama lain, adzan tidak
dikumandangkan di negara tersebut. Saya juga mudah melakukan ibadah di
manapun karena di setiap sekolah, universitas, kantor, mall, dan lain-lain pasti
menyediakan fasilitas beribadah untuk orang yang beragama Islam. Namun,
dibalik keistimewaan masih ada prasangka buruk/diskriminasi yang terjadi
antar individu. Saya sendiri memiliki pengalaman mengenai prasangka buruk
ini. Saya pernah terlibat meskipun hanya membaca tanggapan orang lain dalam
perdebatan mengenai hubungan jilbab dan sikap. Seseorang menjelaskan
bahwa apa gunanya menggunakan jilbab jika sikapnya masih belum berubah
menjadi baik. Banyak orang yang menanggapi tanggapan tersebut dengan pro
dan kontra. Saya yang hanya membaca pun merasa sedih karena jilbab menjadi

Page | 3
salah dimata orang lain padahal menurut saya sikap dan jilbab itu tidak bisa
disatukan secara utuh. Memakai jilbab adalah suatu kewajiban bagi seorang
muslimah. Menurut saya sebagai seorang muslimah yang sudah menggunakan
jilbab perlu menjaga sikap dan merubah sikap menjadi ke arah yang lebih baik
lagi agar jilbab tidak lagi menjadi suatu hal yang buruk dimata orang lain.
Pengalaman ini dapat memberi pengaruh saat saya memberikan layanan
konseling karena saya dapat menjadi bisa memahami berbagai sudut pandang
orang lain dan diri saya sendiri. Hal ini akan berguna untuk menjadikan saya
memaknai suatu hal ke arah yang lebih positif dan otomatis akan saya
praktikkan juga untuk konseli agar konseli juga dapat memaknainya ke arah
yang positif.
Kekuatan-kekuatan yang ada dalam agama saya untuk digunakan dalam
layanan konseling yaitu saya meyakini bahwa semua masalah pasti ada jalan
keluarnya dengan cara berusaha, beribadah dan berdoa kepada Tuhan, sabar,
dan selalu berpikir positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Keyakinan ini
juga saya terapkan kepada konseli saya agar ia bisa memaknai hidupnya lebih
baik lagi. Sebisa mungkin saya juga ikhlas dalam membantu menyelesaikan
permasalahan konseli agar proses konseling berjalan dengan lancar. Sebelum
memulai proses konseling, saya juga meminta doa kepada Allah untuk diberikan
kelancaran karena terkadang kinerja otak saya suka kurang menangkap apa
yang individu sedang bicarakan. Setelah proses konseling selesai, pada malam
harinya saya menjalankan sholat tahajjud untuk meminta petunjuk dalam
membantu konseli saya. Dengan adanya pengalaman keberagaman saya, saya
menjadi lebih memahami perbedaan-perbedaan antara individu baik dalam
unsur agama maupun yang lainnya. Saya bisa menghargai dan tidak
menjelekkan/menghina perbedaan antar individu.
Sejauh ini, bias yang masih ada pada diri saya yaitu mengenai LGBT.
LGBT dalam negara Indonesia masih belum diakui keberadaannya meskipun
sudah mulai terbuka jalannya. Saya sendiri memandang LGBT berdasarkan dari
perspektif agama saya yaitu Islam, menurut saya LGBT tidak diperbolehkan
atau haram karena mereka mengingkari kodrat yang diberikan oleh Allah dan
Allah benci perbuatan tersebut. Menurut saya efek dari LGBT sangatlah buruk
karena ketika beberapa bulan yang lalu LGBT sudah mulai diperbolehkan, Allah
langsung memberi teguran kepada masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
sampai saat ini saya masih memandang LGBT sebagai sesuatu yang buruk.
Namun, saya masih bisa menerima dan menghargai konseli yang LGBT dan
membantunya untuk menyadarkan kodrat sebenarnya yang dimilikinya.
Untuk menjadi seorang konselor, menurut saya perlu untuk memahami
dan mendalami agama yang ia anut. Jika seorang konselor tidak mengerti
apapun mengenai agamanya maka ia tidak akan bisa membedakan yang mana
baik atau buruk untuk konselinya. Konselor juga perlu memahami perbedaan
dalam lingkungannya. Konselor yang baik tidak mendiskriminasi perbedaan
yang dimiliki konseli dan ia juga tidak boleh merubah keyakinan konseli untuk
sama seperti konselornya. Konselor harus menghargai perbedaan yang ada
dengan tidak menghina keyakinan konseli. Apabila konseli berbuat hal yang
buruk hendaknya konseli membantunya untuk kembali kepada jalan yang benar
dan memaknai kehidupan dengan cara yang benar.

Page | 4
Refleksi Buku dengan Pengalaman Agama
Berdasarkan buku toleransi dan kemerdekaan beragama dalam Islam
sebagai dasar menuju dialog dan kerukunan antar agama yang dibuat oleh Umar
Hasyim, umat islam diajarkan untuk bertoleransi dengan umat agama lain.
Toleransi mengandung pengertian kesediaan menerima kenyataan pendapat
yang berbeda-beda tentang kebenaran yang dianut. Dapat menghargai
keyakinan orang lain terhadap agama yang dipeluknya serta memberi
kebebasan untuk menjalankan apa yang dianutnya. Toleransi antar umat
beragama dapat diwujudkan dalam bentuk antara lain: saling menghormati,
memberi kebebasan kepada pemeluk agama lain dalam menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya, tolong-menolong dalam hidup
bermasyarakat. Dalam pengalaman yang saya miliki, saya sudah bisa melakukan
toleransi antar umat agama saya maupun umat agama yang berbeda dengan
saya. Namun, toleransi yang ibu saya lakukan masih kurang. Ibu saya masih
kurang bisa menghormati perbedaan yang ada contohnya seperti saya tidak
boleh berkunjung lagi ke rumah teman saya yang berbeda agama.
Selain itu, inti dari berdasarkan buku Pengkafiran sesama muslim akar
historis permasalahannya yang di buat oleh Mustafa Helmi, yang berhak
memutuskan bahwa seseorang itu sesat dan kafir hanya syari’ yaitu Allah dan
orang-orang yang diberi mandat dan wewenang olehnya, yaitu Rasulullah dan
ulum amri yakni orang yang memahami Al-quran dan Hadist. Sedangkan dalam
pengalaman saya, banyak orang-orang yang masih belum memahami Islam
sepenuhnya justru menyudutkan fans kpop yang beragama islam dan bahkan
teman saya sendiri menghina saya sebagai kafir dan pengikut dajjal.

Page | 5
Konseling Multikultur
"Refleksi Mengenai "Keagamaan Sendiri"

Disusun oleh :
Rista Adelita
1715162370

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

Page | 6
TIMELINE AGAMA

Umur 4 th Umur 6 th Umur 14 th Umur 19 th


Mulai Mulai Belajar Lebih
Belajar Menggunaka mendalami
Hafal agama
mengaji n Hijab
Surat-
Surat

Umur 9 th Umur 17 th
Konflik Saat om
meninggal
Antar
Agama

Page | 7
Pengalaman penting keberagamaan bagi keluarga saya dan saya
sebenarnya cukup banyak , namun saya bingung pengalaman penting yang di
maksud disini seperti apa. Namun bagi saya terdapat pengalaman penting yang
terkait keberagamaan bagi diri saya sendiri, yaitu saat saya di minta untuk
menggunakan hijab saat saya kelas 3 SMP.Pada saat itu saya belum terfikir untuk
menggunakan hijab, karena teman-teman saya dan sahabat saya pada saat itu tidak
ada yang menggunakan hijab, sempat terjadi kebingungan di diri saya karena
menurut saya pada saat itu saya belum siap, saya tidak ingin saat saya
menggunakan hijab saya masih labil yang bisa menyebabkan saya tidak konsisten
dalam menggunakan hijab. Pada saat itu saya tidak memilih untuk langsung
menggunakan hijab, namun saya mencoba untuk belajar menggunakan hijab,
misalnya saat weekend dan bermain keluar dengan teman saya menggunakan hijab,
namun saat saya sekolah saya belum menggunakan hijab. Saya berusaha
membiasakan diri dulu pada saat itu karena menurut saya segala bentuk perubahan
itu akan bisa terjadi jika ada sebuah proses pembiasaan dulu sebelumnya. Pada
saat itu pilihan saya menggunakan hijab cukup memberikan pengaruh pada diri
saya, misalnya saya membatasi diri untuk bermain dengan teman laki-laki. Setelah
saya mencoba untuk menggunakan hijab , pada saat saya masuk ke SMA tanpa di
sangka ibu saya membelikan saya seragam dengan lengan panjang yang berari
mengharusan saya menggukan hijab saat saya SMA. Sangat terjadi perubahan di
diri saya karena pada sat saya berhijab secara langsung saya harus berperilaku
sesuai dengan apa yang saya gunakan. Sebenarnya saya itu anak yang tomboy,
suka bermain dengan laki-laki arena saya suka dengan aktifitas yang di lakukan
dengan laki-laki. Namun karena sayasudah menggunakan hijab, saya membataasi
pertemanan saya dengan laki-laki pada saat itu. Kemudian jika berbicara saat saya
kecil, sejak saya umur 4 tahun saya sudah ikut dalam TPA dan sudah belajar untuk
menghafalkan surat-surat dalam al-quran.
Pengalaman berikut nya adalah saat saya kecil Pada saat itu terjadi bentrok
antar dua agama di lingkungan rumah saya. Jadi di lingkungan rumah saya itu
terdapat sebuah kampus kristen yaitu kampus SETIA serta asrama-asrama dari
kampus tersebut. Mahasiswa kampus tersebut mayoritas berasal dari Indonesia
bagian timur seperti papua, timor-timor, maluku dan lain-lain. Awalnya jumlah
mahasiswa tersebut belum banyak, namun dari tahun ke tahun jumlah mahasiswa
nya semakin banyak dan hampur setengah dari kampung saya itu di isi oleh
mahasiswa SETIA. Sejak lingkungan rumah saya di isi oleh mahasiswa SETIA,
sering sekali terjadi kehilangan pada warga, mulai dari Burung, motor, sepatu dan
lain-lain nya. Warga asli tempat saya tinggal mencurigai mahasiswa SETIA lah yang
melakukan tindakan pencurian tersebut, karena kasus pencurian baru sering terjadi
setelah lingkungan rumah saya di isi oleh mahasiswa kampus tersebut, awalnya
warga asli kampung tempat tingga saya tidak langsung menuduh, namun
menyelediki dulu. Pada akhirnya didapati seorang mahasiswa kampus tersebut
sedang mencuri burung warg. Awalnya msyarakat kampung saya mmengajak
negoisasi meminta agar kampus tersebut pindah dari daerah rumah saya. Namun
pihak kampus tidak menyetejui bahkan melakukan penyerangan kepada warga.
Terjdi lah konflik antar warga asli (muslim) dengan mahasiswa dan pihak kampus
SETIA(Kristen). Bentrokan terjadi hhingga hampir 4 hari. Dimana banyak ruah warga
yang di lempari batu yang menyebabkan rusak-rusak, bahkan mahasiswa setia
menggunakan senjata panah untuk menyerang warga yang menyebabkan warga
terluka terkena panah. Seluruh wanita dan anak-anak tidak di perbolehkan keluar
rumah, lampu rumah pun harus di matikan semua karena banyak mahasiswa
kampus SETIA yang menyusup masuk ke rumah-rumah warga. Warga pun
melakukan perlawanan dengan melepari kampus setia dan merusak kampus
tersebut serta mengusir seluruh mahasiswa serta semua pihak kampus tersebut.
Pada khirnya semua mahasiswa pun meninggalkan kapus nya dan kampus tersbeut
di kosongkan. Sempat terjadi konflik antar agama saat itu antara masyarakat asli
tempat tinggal saya. Warga kristen membela mahasiswa SETIA, sehingga mereka
yang beragama Kristen sempat mengungsi karena mereka mendapat diskriminasi
juga. Namun mereka warga kristen kebali lagi kerumah masing-masing setelah
konflik mereda. Keadaan sempat berubah selama beberapa waktu karena adanya
konflik tersebut, masyarakat daerah rumah saya sempat memanang negatif
terhadap orang kristen. Namun setelah di lakukan mediasi hubungan itu embali
membaik.
Pengalaman penting keberagamaan dalam keluarga saya itu terkait dengan
agama serta keyakinan akan leluhur , contohnya saat om saya sakaratul maut saya
melihat adanya perbedaan dalam keluarga saya, sebagian keluarga saya
membacakan om saya surat-surat al-quran namun sebagian lainnya ada yang
membantu om saya dengan sesajen-sesajen agar om saya dapat melewati sakaratul
mautnya dengan mudah. Hal tersebut memberikan pengalaman tersendiri bagi saya
9
karena setau saya dalam agama islam tdak ada kaitan nya dengan sesajen seperti
itu dan menurut saya hal tersebut itu sangat bertentangan dengan keagamaan
saya, dan menjadi pertentangan tersendiri bagi diri saya.
Pada saat kecil saya memiliki tetangga yang beragama kristen. Keluarga
saya dengan tetangga saya itu sangat dekat sekali seperti tetangga. Kami saling
berkunjung satu sama lain saat ada hari-hari besar, walaupun kami sering saling
berkunjung satu sama lain nya setiap hari namun pada hari-hari besar kami
berkunjung secara khusus, bertukar makanna satu sama lain. Toleransi sangat
teraa, namun keluarga saya tidak pernah mengucapkan selamat natal ke tetangga
saya, kami hanya berkunjung. Namun tetangga saya selalu engucapkan selamat idul
fitri kepada keluarga saya. Tetangga saya tidak pernah empersalahkan hal tersebut
karena mereka sudah mengerti akan hukum jika keluarga saya mengucapkan
selamat natal.
Pengalaman keberagamaan yang saya alami sebenarnya tidak ada kaitan
nya dengan etnis saya, namun pengalaman keberagamaan keluarga saya mungkin
masih ada kaitan nya dengan etnis saya. Namun jika dalam pengalaman
keberagamaan keluarga saya itu berkaitan dengan etnis saya, dimana hal-hal yang
berkaitan dengan keberagamaan saya misalnya seperti hal yang sudah saya
ceritakan pada paraghraf pertama. Dimana hal yang biasa nya di lakukan dengan
dasar agama yang ada, namun keluarga saya masih suka mengaitkan hal tersebut
dengan etnis keluarga saya. Seperti mencampuradukan antara ajaran agama
dengan tradisi-tradisi jawa (kejawen). Menurut keluarga saya tidak ada salah nya
melakukan hal tersebut karena itu merupakan bagian dari nilai leluhur yang ada.
Saat ini saya tidak mengikuti komunitas agama manapun, namun saat saya
berusia 4 tahun-14 tahun saya mengikuti sebuah komunitas keagamaan yaitu TPA
Ar-Ridho. Pada saat saya belajar di TPA Ar-Ridho saya belajar mendalami agama
saya,pada saat itu hal yang saya pelajari masih cukup sederhana,seperti belajar
menulis dan membaca huruf hijahiyah, belajar menghafal surat-surat pendek hingga
surat yang panjang, kemudian saya di ajarkan solat, di ceritakan cerita-cerita nabi,
belajar sunnah-sunnah dan di ajarkan budi pekerti menurut agama saya.
Pengalaman pengalaman yang menyenangkan saat saya kecil adalah saat
saya ikut di dalam TPA saat belajar agama, hal tersebut memberikan kesenangan
tersendiri untuk saya karena saya belajar agama dengan cara yang lain, dimana
saya belajar dengan teman-teman saya, dimana saya bisa belajar sambil bermain
10
dengan teman-teman, kemudian guru-guru ngaji saya yang sangat baik dan cara
mengajarnya yang sangat baik sehingga dapat dengan mudah saya pahami.
Pelajaran-pelajaran agama yang menurut saya sulit untuk dipahami namun saat
saya belajar di TPA saya di ajarkan dengan bahasa yang mudah untuk di pahami
sehingga saya pun juga dapat dengan mudah memahami nya. .Saya belajar di TPA
itu sampai saya beranjak remaja sehingga banyak hal pengalaman yang
menyenangkan bagi saya saat saya mempelajari agama saya. Hal tersebut
membuat saya memiliki keyakinan-keyakinan yang baik terkait dengan agama saya
ka srena hal yang saya pelajari saat itu juga sangat baik dan sangat menyenangkan.
Pengalaman tidak menyenangkan saya terkait dengan keagamaan saya itu
sudah saya ceritakan pada paraghraf sebelum nya, yaitu sebuh bentrokan yang
terjadi antara warga dan orang kristen. Hal tersbeut bagi saya merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan karena saya mendapatkan kesan yang tidak
baik dalam peristiwa tersebut. Hal tersebut membentuk suatu keyakinan terhadap
agama saya yaitu agama saya sangat solid, dalam membela suatu hal terkesan
sangat ambisius, dan satu hal yang saya dapat adalah di mana mayoritas dengan
segala kekuatan nya itu mampu dengan mudah mengalahkan kaum minoritas
Terdapat beberapa pergulatan yang terjadi di diri saya yang berkaitan dengan
keagamaan saya, yang pertama mengenai cara berpakaian. Dalam ajaran agama
saya,seorang wanita itu wajib menutup aurat nya dan tidak menggunakan pakaian
yang ketat. Hal tersebut menjadi salah satu pergulatan bagi diri saya karena sampai
saat ini saya masih suka menggunakan celana jeans yang notabene itu merupakan
pakaian yang ketat (membentuk tubuh) , saya tidak suka menggunakan pakaian
yang longgar-longgar seperti gamis, rok dan lain-lain nya karena menurut saya itu
membuat saya ribet dan sulit bergerak bebas. Menurut saya keimanan seseorang
tidak bisa di lihat dari bagaimana cara seseorang berpakaian, karena belum tentu
orang yang tidak menutup aurat nya itu orang jahat dan belum tentu juga orang
menutup aurat nya itu orang yang baik-baik. Keimanan seseorang tidak bisa di nilai
dari hal yang sesederhana itu. Kemudian tentang batasan hubungan antara laki-laki
dan perempuan, sampai saat ini hal tersebut masih mengganjal bagi saya karena
menurut saya tidak ada salahnya jika seorang perempuan menjalin suatu hubungan
dengan laki-laki jika mereka memiliki tujuan yang baik. Menurut saya tidak perlu ada
suatu batasan karena setiap manusia sudah memiliki batasan masing-masing.
Hubungan yang saya maksud disini adalah hubungan yang bertujuan untuk
11
mencapai suatu kemaslahatan. Pergulatan-pergulatan tersebut berdampak kepada
kehidupan saya, hal tersebut membuat saya memiliki pertentangan pandangan dan
nilai dengan agama saya.
Keagamaan saya sangat mempengaruhi saya saat saya berada dalam
kesulitan, saat saya ada dala posisi terendah saya sellau menyerahkan diri saya
kepada tuhan dan bertawakal. Saya percaya di saat saya merasa dala posisi
terendah akan sellau ada suatu zat yang lebih besar yang dengan kuasa nya
mampu membantu saya. Saya berserah diri dengan cara saya sholat dengan
khusuk, kemudian saya berzikir kepada tuhan saya agar saya selalu diberi
ketenangan dan selalu di berikan kemdahan atas segala sesuatu yang saya jalani.
Saya juga selalu berpegang teguh dengan nilai-nilai yang ada agar saya tidak salah
dalam mengambil keputusan. Dengan berpegang teguh dengan agama saya, saya
menjadi lebih tenang dan positif dalam menghadapi suatu masalah, saya percaya
segala sesuatu yang terjadi itu pasti selalu ada hal yang baik setelahnya.
Agama saya merupakan agama mayoritas di Indonesia, terdapat beberapa
keistimewaan yang saya dapatkan misalnya saja saya dapat bebas, tidak pernah
ada sebuah diskriminasi yang saya dapatkan, kemudian dengan mayooritas agama
yang saya miliki tersebut saya dapat dengan udah mendapatkan relasi yang baik
dengan orang lain karena orang-orang yang saya temui itu memiliki agama yang
sama dengan saya sehingga hal tersebut memberikan kemudahan tersendiri bagi
saya.
Kekuatan-kekuatan agama dan pengalaman keagamaan saya dapat
membantu saya dalam proses konseling karena saya sebagai agama mayoritas
memiliki kekuatan tersendiri saat memulai hubungan dengan orang lain. Dengan
pengalaman-pengalaman saya itu dapat membantu saya melihat berbagai
perbedaan yang ada antara agama yang satu dengan agama saya. Saya juga sudah
mengetahui beberapa nilai-nilai yang di anut dan di jalankan oelh seseorang terkait
agama tertentu. Hal tersebut membuat saya lebih mengerti konseli dengan segala
macam identitas agama yang konseli miliki.
Dalam hal keagamaan, saya tidak merasa ada bias-bias antara agama saya
dengan agama lain karena menurut saya nilai-nilai dan hal-hal yang terkait dengan
agama itu bukanlah sebuah hal yang dapat dipandng dan mmenghasilkan sebuah
bias dalam pemahamannya, namun hal tersebut sebuah keyakinan/kepercayaan

12
pada setiap individu yang tidak bisa di ubah, dan memang sebuah nilai yang sudah
diajarkan secara turun-temurun dan tidak bisa dirubah.
Menurut saya pemahaman agama ini sangat penting bagi seorang konselor
karena sebagai konselor itu harus mampu terbuka atas perbedaan-perbedaan dalam
hal ini adalah perbedaan identitas agama. Sebagai seorang konselor kita harus
mengerti dan harus memahami tentang perbedaan yang ada, mulai dari nilai-nilai
yang ada dalam setiap agama, perbedaan sudut pandang dalam setiap agama, cara
mereka elakukan suatu ibadah, kepercayaan mereka akan suatu hal, sehingga saat
proses konseling konselor paham dan tidak kaget atas perbedaan-perbedaan yang
ada antara agama yang satu dengan agama yang lain, dan terdapat sebuah
kemungkinan jika proses konseling bisa menggunakan pendekatan-pendekatan
keagamaan.
Terkait dengan buku yang pernah saya baca tentang keagamaan, saya sering
membaca buku tentang kisah para nabi. Dari buku mengenai kisah-kisah nabi
tersebut saya banyak belajar mengenai suri tauladan yang di lakukan oleh para
nabi-nabi dalam menjalani hidup, kemudian nilai-nilai yang mereka selalu junjung
tinggi. Seperti cara mereka dalam menghadapi suatu masalah, cara mereka
berserah diri kepada sang maha pencipta, cara mereka sabar , serta tentang
keistimewaan mereka. Hal tersebut memberikan sebuah pelajaran bagi saya
mengenai agama saya.

13
AGAMA, SPIRITUALITAS, DAN KONSELING

Tugas ini dibuat untuk memenuhi kewajiban dalam mata kuliah Konseling
Multikultural yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Si, Kons.

Regita Sekar Ayu


1715162546

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

14
Menerima Takdir
Dihormati Mengisi Kajian

Dihujat dan dicaci Ditentang Orangtua

Saya lahir sebagai seorang muslim. Di Indonesia, Muslim yang menganut


agama Islam sangat banyak. Bahkan negara yang penduduknya menganut agama
Islam terbanyak di dunia ialah Indonesia. Meski demikian, Indonesia bukan negara
yang hanya mementingkan agama mayoritas. Hal tersebut tertuang dalam Bhinneka
Tunggal Ika yang artinya meski berbeda, namun tetap satu. Maksud dari Bhinneka
Tunggal Ika memang bukan hanya perihal agama, namun juga termasuk
kebudayaan, dan lain-lain. Jadi meski Islam adalah agama mayoritas, bukan berarti
segala hal yang berkaitan dengan Islam dapat diterapkan di Indonesia, contohnya
adalah bercadar. Sebenarnya bagi saya, selagi memang tidak diwajibkan sebab
cadar hukumnya adalah sunnah, maka tidak digunakan pun tak apa. Apalagi jika
diketahui bahwa akan banyak menimbulkan banyak pertentangan. Baiknya
utamakan yang memang wajib yakni kerudung yang menutupi dada, kaos kaki, da
pakaian yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Islam. Namun tetap saja
tidak bisa dipungkiri bahwa prasangka-prasangka terhadap penduduk Muslim masih
ada.
Di dalam Islam, segala hal diatur sedemikian rupa. Termasuk pakaian
wanita.Saya sejak awal hanya membahas hal-hal yang berkaitan dengan wanita
muslimah sebab simbol seorang muslim dapat dilihat dengan mudah dari sosok
wanita muslimah. Dengan begitu, saya akan cenderung membahas mengenai
simbol yang berkaitan erat dengan umat Islam. Seperti kerudung yang menutupi
dada, kaos kaki, serta baju yang tidak membentuk tubuh atau longgar merupakan
hal-hal yang berkaitan erat bagi mereka para muslimah yang katanya agamis.
Memiliki anak yang dekat dengan Tuhannya saya rasa merupakan keinginan
para orangtua yang memang meyakini adanya Tuhan. Sejak kecil, saya

15
diikutsertakan kedalam pengajian anak-anak. Bahkan kedua orangtua saya
mengundang guru privat untuk keluarga saya agar dapat membaca Al-Quran
dengan baik dan benar. Kian hari membuat saya makin tertarik dengan Islam,
hingga saat duduk dibangku kelas dua SMA, saya bergabung dengan Rohani Islam
di SMA saya tersebut.
Pada saat tersebutah saya menggunakan kerudung dan perlahan menutupi
bagian-bagian tubuh yang memang seharusnya saya tutupi. Bagian-bagian tersebut
yang saya maksud biasa disebut dengan aurat. Masa-masa yang dikenal dengan
masa hijrah ini saya diuji berkali-kali. Pernah saya dihujat bahwa saya hanya
menggunakan kerudung sebab menjalankan kewajiban dalam mata pelajaran
agama, menutupi kesalahan atas tidak menggunakan dasi saat upacaran dan lain
sebagainya. Bahkan saya dibilang akan melepas kerudung saya tidak lama setelah
saya menggunakan kerudung. Entah bagaimana, hujatan dan cacian tersebut
membuat saya lebih yakin atas keputusan saya tersebut.
Menurut saya, memahami agama adalah penting. Utamanya dalam menjalani
kehidupan ini. Sebab bagi orang-orang yang meyakini adanya Dzat Mahakuat
dibanding manusia, maka agama sangat berperan penting sebagai sarana yang
menghimpun ketentuan-ketentuan Tuhan.
Salah satu kalimat yang mayoritas diucapkan oleh umat Islam ialah Maa
Qadarullaah Khoir. Kalimat tersebut dijadikan sebagai cerminan dari keimanan
seseorang. Arti dari kalimat tersebut yakni semua ketentuan Allah itu baik, sehingga
apapun yang terjadi dalam hidup entah itu menyenangkan atau menyedihkan
tentunya -diluar kesempatan untuk memilih- adalah murni takdir Allah. Bahkan bagi
seseorang yang benar-benar meyakininya, ia akan tetap berpegang teguh pada
Allah dan tidak mengambil pusing atas segala hal yang terjadi dalam hidupnya
sebab ketentuan Allah itu baik.
Tahun 2017, pena telah mengukir kisahnya. Mama saya pulang ke pelukan
sang pencipta. Lagi-lagi, Maa Qadarullaah Khoir. Keyakinan akan takdir terbaik
melapangkan dada keluarga saya. Meski kesedihkan pasti menghampiri, namun
keimanan jangan sampai pergi.
Waktu yag terus berjalan mengisahkan kembali ceritanya. Keluarga saya
semakin mendekatkan diri pada Allah. Semakin mendewasa, sebabnya kematian
adalah peringatan bagi masing-masing insan.

16
Letak rumah saya tepat disamping masjid. Jadi sangat memungkinkan untuk
keluarga saya menghadiri kajian-kajian yang diselenggarakan disana. Terdapat
kajian rutin seperti peringatan maulid nabi, mendekat bulan ramadhan, pengajian
ibu-ibu yang diselenggarakan tiap kamis, dan kajian lainnya yang memang
diselenggarakan oleh masyarakat setempat.
Suatu hari, di daerah rumah saya kedatangan seorang ustadz ternama.
Kajiannnya dilaksanakan di masjid depan rumah saya. Tentu saja hal tersebut
berpeluang besar bagi keluarga saya untuk menghadirinya. Saya kurang
mengetahui kajian tersebut diselenggarakan untuk memperingati apa, yang saya
ingat adalah dalam agenda kajian tersebut terdapat promo buku sang ustadz. Buku
yang ia tulis sendiri.
Sejujurnya saya sempat heran mendengar judul dari buku tersebut. Sempat
juga bermonolog. Sebab bagi saya, ini adalah kali pertama saya mendengarnya.
Judul buku sang ustadz yakni “Ada Surga di Rumahmu”. Saya sudah SMA pada
saat itu. Entah saya malas berpikir atau alasan lainnya, yang jelas saya merasa
asing dibuatnya. Hal tersebut mungkin didasari oleh pengetahuan saya serta
pemahaman saya yang minim akan agama. Tidak tahu juga, yang jelas ketika saya
kecil, hal yang seringkali saya dengar adalah surga di telapak kaki Ibu. Lalu
bertambah pengetahuan serta pemahaman saya bahwa surga adalah balasan bagi
orang-orang yang melakukan kebaikan. Dan karena surge merupakan balasan atas
kebaikan, maka letak surga akan didapati nanti dikehidupan selanjutnya.
Lantas tentu saja saya tidak hanya berdiam diri atas rasa heran saya tersebut.
Saya lalu mengambil posisi duduk yang nyaman agar dapat memerhatikan kajian
tersebut dengan seksama. Dan benar saja, kajian tersebut membuat saya lebih
memahami bahwa setelah mengEsakan Allah, perbuatan baik yang dicintai Allah
selanjutnya ialah berbuat baik kepada kedua orangtua. Kedudukan keduanya dimata
Allah sangatlah istimewa. Bahkan ridho orangtua adalah ridho Allah, serta murka
orangtua adalah murka Allah. Sang Ustadz juga menambahkan bahwa orangtua
begitu istimewa. Segala hal yang diusahakan, ketika mendapat ridho atau doa
orangtua, maka segala usaha tersbeut akan lebih mudah dijalani dan mendapat
berkah Allah tentunya.
Penyampaiannya disertai dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an, hadist-hadist
Rasulullaah, kisah para nabi, dan kisah tentang keajaiban-keajaiban dari berbuat
baik kepada orangtua. Orangtua adalah rumah tempat kita kembali dari kehidupan
17
yang penuh drama ini. Tempat kita selalu rindu pulang. Dan rumah sebaik-baiknya
tempat untuk pulang. Orangtua adalah rumah. Surga teramat dekat maka raihlah
surga itu sebab surga terdekat itu adalah orangtua. Dengan begitu, saya menjadi
lebih paham akan hakekat orangtua dan kedudukan mereka bagi Allah.
Rasanya teramat meneduhkan melihat mereka yang mencintai Tuhannya dan
berbuat baik kepada orangtuanya. Sebab semakin diperhatikan, mereka semakin
mengagumkan. Mereka begitu teduh dengan sikap yang lemah lembut. Setiap saya
menemukan orang-orang yang begitu disukai dan dicintai orang lain sebab
perilakunya yang baik, bahkan kebahagiaan orang tersebut akan dirasakan oleh
orang lain dan kesedihan orang tersebut dirasakan pula oleh orang lain, maka
mereka yang saya maksud adalah penduduk bumi berjiwa surgawi. Ini memang
agak berlebihan. Namun saya tidak mengada-ada. Nyatanya, orang-orang seperti itu
dapat memperlakukan orang lain dengan baik. Hal tersebut sebagai cerminan dari
perlakuan mereka terhadap keluarga mereka terutama terhadap Tuhan dan
orangtua mereka. Saya yakin itu.

18
Agama Sendiri
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konseling Multikultur yang diampu
oleh Susi Fitri, M.Si, Kons.

Disusun oleh:

Shelli Mandalena 1715162024

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

19
Timeline
Belajar mengaji Berpuasa Belajar shalat Berhijab Doa

Berdebat Sulit mempercayai Ragu memasuki


Dengan teman agama lain tausiah komunitas
agama

Saya lahir dan dibesarkan di keluarga yang beragama Islam, baik keluarga
nuclear maupun extended. Lingkungan rumah saya sekarang pun mayoritas
beragama Islam. Setiap manusia yang beragama tentu akan dan pernah mengalami
pengalaman keagamaan, pengalaman keagamaan yang penting dalam keluarga
saya antara lain sebagai berikut. Dulu saat saya kecil, keluarga saya selalu
melaksanakan shalat maghrib berjamaah sebelum makan malam. Saat itu usia saya
4 tahun, meskipun saya belum memahami betul pentingnya shalat, saya tetap
mengikuti gerakan shalat dan sesekali melirik kakak saya. Begitu juga dengan adik
saya yang masih kecil walaupun baru berusia 2 tahun juga sudah mulai mengikuti
shalat. Pengalaman tersebut bagi saya mengartikan bahwa kebersamaan dalam
keluarga bisa dirasakan melalui shalat berjamaah bukan hanya dari berkumpul saja,
terlebih lagi ketika bersalaman setelah shalat. Apalagi sekarang jarang sekali, kami
sekeluarga shalat berjamaah. Selain itu, arti pengalaman tersebut bagi saya yaitu
seiring bertambahnya usia saya menjadi mulai memahami apa artinya shalat, bukan
hanya seperti dulu saat SD, menghafal bacaan shalat demi memperoleh nilai yang
baik.
Selanjutnya, dari kecil saya juga sudah diajarkan untuk pergi mengaji.
Meskipun sekarang saya sudah tidak pernah belajar mengaji di pengajian, saya
membaca kitab suci di rumah. Ketika saya membaca kitab suci, saya menemukan
ketenangan, bahkan dengan mendengarnya saja pun, hati saya seperti bergetar
terlebih lagi apabila yang membaca bersuara merdu. Saya bersyukur saya bisa
mengaji, karena dengan mengaji saya menemui rasa ketenangan, misalnya ketika

20
saya sedang kesal dengan orangtua saya, saya menenangkan diri saya dengan
mengaji.
Lalu, saya dari kecil juga sudah diajarkan untuk berpuasa, saat kecil biasanya
tidak tahan apabila tidak makan dalam beberapa jam, begitu juga dengan saya
waktu dulu. Saya dan kakak saya memang sudah diajarkan untuk berpuasa, namun
pernah suatu hari karena tidak bisa menahan untuk makan dan minum, saya dan
kakak saya diam-diam membuat susu di siang hari pada saat berpuasa, ketika
ditanya apakah masih puasa, saya dan kakak saya mengangguk. Namun, pada
akhirnya mama saya mengetahui bahwa saya dan kakak saya berbohong dari gelas
yang kami pakai untuk minum susu. Dari berpuasa tersebut kami diajarkan untuk
tidak berbohong, dan mama saya mengatakan “jika tidak kuat bilang saja” maka
kami boleh membatalkan puasa, dibanding kami harus berbohong. Selain itu,
semakin dewasanya saya, saya diberi tahu tujuan dari berpuasa yaitu untuk
mengingatkan kita bahwa di luar sana, ada kehidupan di mana untuk memenuhi
kebutuhan primer yaitu makan, masih mengalami kesulitan. Hal ini mempengaruhi
saya untuk berbagi kepada orang lain. Walaupun sekarang ini mungkin banyak
orang yang meminta bantuan dengan maksud bukan karena ia membutuhkannya.
Saya diajarkan untuk memberi tanpa pandang bulu, apabila orang tersebut terlihat
membutuhkan maka saya disarnakan untuk menolong, tanpa melihat apakah ia
berbohong atau tidak.
Berikutnya saya akan menceritakan pengalaman pertama saya memakai
jilbab. Saat itu jilbab tidak seperti sekarang yang sudah menjadi trend dalam
masyarakat. Saat sekolah, tiap hari Jumat untuk muslimah diwajibkan mengenakan
jilbab, namun karena saya cukup bandel saya jarang mengenakannya dan banyak
anak lain yang melakukan hal yang sama seperti saya. Begitu aturan pemakaian
jilbab pada hari Jumat lebih ditegaskan, saya mulai mengenakan jilbab tersebut tiap
Jumat. Namun, lama-lama saya menjadi lebih nyaman ketika mengenakan jilbab.
Akhirnya ketika bepergian jauh ke luar rumah terkadang saya mengenakan jilbab.
Lama-lama saya makin sering mengenakan jilbab jika bepergian. Pada saat saya
SMA, saya mendengarkan tausiah yang membahas mengenai jilbab, saat itu saya
masih belum mengenakan jilbab jika bepergian dalam jarak yang dekat. Namun, dari
tausiah tersebut belum menyadarkan dan memantapkan saya mengenakan jilbab
dalam jarak yang dekat. Namun, akhirnya karena sudah sering mengenakan jilbab
saya menjadi tidak nyaman jika pergi keluar tidak mengenakan jilbab. Saya ingin
21
memakai jilbab di rumah, namun saya belum menemui penguatan yang lebih
memantapkan saya untuk mengenakan jilbab di rumah. Menggunakan jilbab
membuat saya merasa nyaman jika bepergian ke luar rumah. Saya kerap kali kesal
jika ada orang yang berbuat hal yang tidak baik dan orang tersebut mengenakan
jilbab, orang lain akan beranggapan “Masa pakai hijab tapi kelakuannya begitu”.
Dalam pandangan saya dengan hijab akan membuat perempuan lebih baik lagi dan
hal tersebut yang saya alami juga.
Pengalaman keberagamaan saya ada kaitannya dengan etnis saya. Bagi
orang Minangkabau, agama menjadi satu hal yang penting, untuk itu anak dari sejak
kecil sudah diajarkan agama oleh orangtuanya. Begitu pun dengan saya, meskipun
saya belum mengerti dengan betul apa itu shalat, mengaji, puasa, dan lain
sebagainya. Pengenalan yang dikenalkan oleh orangtua sejak dini sangat
membantu saya ke depannya. Ayah saya pernah berkata jika dulu di Minangkabau,
lelaki disuruh pergi ke surau atau masjid saat waktu maghrib dan malamnya
dilanjutkan latihan silat. Lalu, juga ayah saya pernah mengajari anak-anaknya untuk
belajar Qiroah, karena ayah saya beranggapan banyak orang Minang yang menjadi
Qori dan sayang jika salah satu anaknya tidak mempelajari hal tersebut, akhirnya
saya dan kakak saya belajar dengan ayah saya.
Saya tidak mengikuti komunitas keagamaan, saya sempat ikut mentoring
beberapa kali dengan mentor yang berbeda. Namun, karena ada beberapa hal yang
mungkin bisa dibilang tidak saya sukai, seperti misal wajib untuk mengikuti setiap
pertemuannya. Hal tersebut cukup mengganggu saya. Saat masa sekolah terdapat
ekstrakurikuler Rohis (Rohani Islam), sudah bisa ditebak saya belum pernah sekali
pun bergabung di dalamnya, begitu juga ketika saya kuliah sekarang ini. Meskipun
saya tidak mengikuti komunitas tersebut, saya biasanya memiliki teman dekat yang
mengikuti komunitas keagamaan. Mengapa saya tidak pernah mengikuti komunitas
keagamaan tersebut? Karena saya merasa saya kurang cocok berada di lingkungan
yang seperti itu, meskipun saya belum mencobanya..Mungkin pandangan saya
tentang hal tersebut bisa jadi berubah jika saya sudah merasakan bagaimana
berada dan menjadi bagian dari komunitas tersebut.
Pengalaman keberagamaan saya yang menyenangkan yaitu ketika dulu bisa
berpuasa full dalam satu bulan tanpa adanya pembohongan atau berbuka diam-
diam. Pengalaman ini membentuk keyakinan saya bahwa agama yang saya anut
tidak memberi kesulitan bagi pemeluknya dan dengan berpuasa—yang menurut
22
pandangan teman saya yang lain yang beragama non Islam puasa menyulitkan—
mendatangkan banyak manfaat bagi saya. Pengalaman sejak kecil yang sangat
bermakna bagi saya yaitu mengaji, ketika saya hanya mendengar lantunan ayat saja
yang disuarakan dengan merdu sudah membuat hati saya bergetar, apalagi jika
saya yang membacanya sendiri, ada rasa ketenangan yang saya peroleh saat
membaca kitab suci. Selain itu, ketika membaca tafsir Alquran memberikan saya
banyak belajar, saya menyukai membaca kandungan dari ayat Alquran. Dari
membaca tafsir dan kandungan ayat tersebut membuat saya lebih meyakini banyak
hal-hal di dunia ini yang perlu diketahui dan dengan membaca tafsir Alquran dapat
diperoleh pengetahuan tersebut.
Berikutnya pengalaman keagamaan yang tidak menyenangkan yaitu saat hari
Natal jalanan besar di rumah saya ditutup karena ada pengajian akbar. Dalam
pandangan saya, saya tidak menyetujui hal tersebut, karena menurut saya hal
tersebut mungkin saja menggangu umat Kristiani terlebih lagi lokasi diadakannya
pengajian tersebut tidak jauh dari gereja. Saya menjadi mempunyai pandangan
buruk terhadap yang mengadakan pengajian tersebut, karena menurut saya hal
tersebut adalah tindakan intoleransi.
Saya pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan keberagamaan saya,
yaitu ketika saat saya SMA, teman saya yang beragama non muslim mengejek
kakbah dengan teman yang satu agama dengannya, namun saya mendengar
percakapan mereka karena saya duduk tepat depan mereka, disitu saya marah
padanya karena perkataan tersebut sangat tidak layak untuk dikatakan. Lalu, saya
dan teman sebangku saya akhirnya berdebat dengannya. Lalu, hal lainnya yaitu saat
saya SMA dulu ada yang namanya keputrian, di mana tiap minggunya tadarus dan
sedikit tausiah. Saat itu ada tausiah mengenai pacaran, dan kakak tersebut
mengatakan bahwa sebagai muslimah tidak boleh untuk berpacaran, usut punya
usut beberapa hari kemudian teman saya melihat kakak yang memberi tausiah
tersebut pergi bersama dengan lawan jenis mengendarai motor, setelah teman saya
yang satu ekstrakurikuler dengan kakak tersebut mengetahui dengan data yang
valid kalau ternyata kakak pemberi tausiah berpacaran dengan orang yang dilihat
teman saya. Dari situ, saya mulai berpikir apakah setiap orang yang memberi
tausiah sudah mencerminkan dirinya atau belum.
Keagamaan cukup mempengaruhi dalam kehidupan saya menghadapi
kesulitan. Misal, saya pernah berada di titik rendah ketika hasil Ujian Nasional saya
23
tidak sebagus apa yang saya usahakan dan harapkan. Saya memperoleh hasil yang
bisa dibilang sangat buruk karena sangat jauh dari target. Saya pada saat itu benar-
benar merasa kecewa, mengapa harus saya yang mengalami ini. Namun, saya
berasumsi bahwa Tuhan mempunyai rencana yang lebih indah di depan, meskipun
saat itu saya merasa berada di titik rendah, saya tetap berpikir positif dengan
rencana Tuhan untuk saya dan bagaimana cara saya untuk membuat rencana yang
baik itu dapat terwujudkan. Pengaruh agama sangat besar dalam pengalaman
tersebut, karena saya ikhlas dan menerima hasil tersebut dan berpandangan bahwa
Tuhan mempunyai rencana baik untuk saya. Benar saja, ketika saya SMA banyak
peluang-peluang yang mungkin tidak bisa saya dapatkan, dapat saya peroleh.
Pengalaman berikutnya yaitu saat saya ingin mengikuti test SBMPTN, kondisi saya
saat itu tidak memungkinkan untuk lolos, beberapa hal yang menghambat seperti
kondisi fisik yang saat itu sedang sakit; kondisi persiapan materi yang belum matang
karena hanya beberapa kali belajar terlebih lagi lintas jurusan; kondisi mental yang
saat itu tidak siap dan ketakutan akan gagal dalam tes. Sehari sebelum test saya
diminta ayah saya untuk membaca doa yang sudah dituliskan ayah saya diselembar
kertas setleha shalat maghrib, begitu juga sebelum dimulainya test saya membaca
doa tersebut. Dari doa tersebut mensugesti saya bahwa saya akan bisa menghadapi
test dan saya akan lolos tes. Doa tersebut membangunkan dan membangkitkan
mental saya yang sempat turun. Keagamaan bukan hanya mempengaruhi saya
dalam masa-masa sulit saja, dalam masa-masa yang menyenangkan juga turut
mempengaruhi kehidupan saya, misalnya ketika saya mempunyai uang lebih dan
ada orang yang membutuhkan uang tersebut dibanding saya, saya kan memberikan
sedikit rezekinya yang ada pada saya. Mungkin jika saya tidak mengetahui konsep
sekedah, saya akan tidak acuh terhadap orang tersebut.
Agama yang saya anut merupakan agama yang mayoritas di Indonesia.
Banyak keistimewaan-keistimewaan yang saya peroleh sebagai agama mayoritas di
Indonesia, misalnya sarana tempat peribadatan yang mudah ditemui, tidak adanya
larangan untuk melakukan ibadah di tempat umum. Sejauh ini saya tidak merasakan
diskriminasi terhadap saya karena saya beragama Islam terlebih lagi saya berada di
lingkungan yang mayoritas beragama sama seperti saya.
Mungkin saya sebagai umat beragama bisa disebut tidak terlalu mentaati
aturan-aturan dalam agama. Namun, tentunya ada kekuatan-kekuatan yang saya
miliki yang dapat digunakan dalam konseling, misalnya sikap toleransi saya dalam
24
beragama, saya sering kali berada dalam kelas yang berisi beragam agama dalam
kelas tersebut, teman dekat saya pun ada yang berbeda agama, namun hubungan
pertemanan kami tetap harmonis karena saling menghargai satu sama lainnya,
misal saya tidak akan mengajaknya main pada minggu pagi karena saat itu jadwal ia
pergi ke gereja. Meski teman-teman lain banyak yang bercanda seperti misalnya
mengajak shalat teman yang beragama lain, saya tidak pernah melakukan hal
tersebut karena meskipun bercanda hal tersebut cukup sensitif bagi pemeluk agama
lain. Mungkin pengalaman-pengalaman saya bisa digunakan untuk konseling, misal
doa-doa yang baik dapat mensugesti konseli untuk berpikiran lebih positif. Kekuatan
toleransi juga dapat membuat saya menghargai konseli yang berbeda agama
dengan saya. Mungkin saya juga perlu lebih tahu lagi mengenai agama lain,
mempelajari belum tentu menganut agama tersebut. Saya menyenangi ketika saya
belajar mengenai agama lain, pernah saya memperoleh tugas untuk mengunjungi
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan mengunjungi setiap tempat peribadatan tiap-
tiap agama, hal tersebut menarik dan membuat saya antusias. Pengalaman-
pengalaman saya dapat mempengaruhi saya dalam memberikan layanan konseling,
misal saat nanti saya menghadapi konseli saya akan lebih berusaha dengan
maksimal untuk membantu konseli menghadapi permasalahannya.
Saya memiliki bias-bias yang berkaitan dengan posisi agama saya terhadap
agama orang lain. Saya tidak ingin dipimpin oleh seorang non muslim, karena tentu
apa yang akan ia terapkan dalam sistem kerja akan dipengaruhi oleh agamanya,
seperti misal dalam sebuah perusahaan dan pimpinan tersebut beragama non
muslim, maka waktu untuk beribadah mungkin saja hanya diberikan waktu sedikit
saja. Namun, jika hanya seperti pemimpin kelompok atau ketua kelas saja tidak
masalah bagi saya. Namun, lucunya saya pernah dipimpin oleh ketua kelas yang
beragama non muslim, yang banyak ditentang oleh teman-teman kelas terutama
muslim dan perempuan yang menginginkan ketua kelas dari agama Islam, ketua
kelas tersebut hanya bertahan satu semester saja dan kemudian digantikan oleh
ketua kelas lain yang lucunya juga beragama non muslim. Mengapa saya sebut
lucu? Karena untuk ketua kelas yang baru tersebut tidak ada pertentangan dan
desas-desus di kelas, jadi ini bukan perihal tidak mau dipimpin oleh seorang yang
beragama non muslim, melainkan siapa yang menjadi ketua kelas tersebut. Menolak
ketua kelas sebelumnya dengan mengatasnamakan agama. Saya rasa saya tidak
memiliki bias yang lain terhadap agama tertentu, karena saya sudah sering
25
membaur dan mempunyai teman dari berbagai macam agama. Bias ini mungkin
tidak cukup mempengaruhi saya saat saya melakukan konseling nantinya.
Pemahaman agama penting saat saya akan menjadi konselor, bukan hanya
pemahaman agama saya sendiri saja tentunya, melainkan pemahaman mengenai
agama lain juga. Apabila konselor memiliki pemahaman mengenai agama, konselor
akan memegang prinsip kepercayaan dan keyakinan, kepemimpinan, pembelajaran,
masa depan yaitu berpandangan bahwa rencana yang lebih baik akan ada. Lalu,
konselor juga akan membimbing klien ke arah kebenaran dan lebih baik lagi. Selain
itu, dengan mengetahui dan memahami agama, penting untuk menumbuh
kebangkan moral, tingkah laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran
agamanya.

Buku
Buku yang mempengaruhi saya dalam pemahaman saya mengenai agama
salah satunya yaitu buku Udah Putusin Aja karya Felix Siauw, ketika kakak saya
membawa buku tersebut saya langsung tertarik pada pandangan pertama karena
covernya menarik mata saya untuk segera membacanya, isi buku pun dikemas
menarik sehingga menjadi bahan bacaan yang mudah dibaca. Walaupun saya tidak
berpacaran, namun buku tersebut membuat saya memantapkan hati untuk tidak
berpacaran. Dalam buku tersebut mengulas banyak hal, ruginya berpacaran dan
beberapa hal yang saya sudah sedikit lupa. Sebenarnya saya yakin bahwa hal yang
dikatakan oleh kakak pemberi tausiah adalah hal yang benar namun ketika ia tidak
menunjukkan hal yang ia katakan, saya merasa ragu. Namun, ketika saya lebih
mendapat pemahaman melalui buku, saya lebih menyakini dan memantapkan hati
saya untuk tidak berpacaran.
Buku lain yaitu buku berjudul Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim, dalam
buku tersebut mengulas banyak hal, cerita, pelajaran, beberapa quotes. Buku
tersebut memberikan pemahaman dan manfaat bagi saya. Pada bagian sub bab
buku yaitu Ramadhan Saatnya Bicara tentang Makanan, di bagian ini lebih banyak
membahas mengenai untuk menjaga makanan kita, dan saya jadi mengingat dulu
pernah berbohong masih berpuasan padahal sudah batal.

26
KONSELING MULTIKULTURAL
REFLEKSI AGAMA SENDIRI

Ditulis oleh
Kholilah Hayuning Tyas
2016B/1715161584

Diampu oleh
Dr. Susi Fitri, M.Psi., Kons

Program Studi Bimbingan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

27
Menikmati hari Membuat barag-barang Mendapatkan baju-
suci Ramadhan yang akan digunakan untuk baju baru , sandal
dengan penuh takbir keliling. Misalnya baru setiap hari
seperti lampion, miniature Mengikuti organisasi
suka cita, Raya IdHUL Fitri,
masjid, dll lalu melakukan atau ikatan pemuda
bermain setelah serta mendapatkan
takbir keliling, dan dan pemudi masjid
sholat tarawih, uang dan makanan
memenangkan lomba daerah tempat tinggal
tadarus, lari pagi, banya ketika
serta ngabuburit kreativitas 3x berturut- keliling ke rumah
turut tetangga maupun
saudara
4th – 5th , SD- SMA-Kuliah (2016-
SMA SMA-Kuliah Kecil-kuliah 2018)

Kelas 3 Kelas 3 Kelas 3 SD -


SD SD sekarang

Adanya peraturan di Ditegur oleh guru agama Mengalami


sekoalah yang ketika menggunakan kemarginalan terkait
mewajibkan memakai bandana ke sekolah dan pergulatan diri yaitu
kerudung di kelas 3 diperintahkan keinginan melepas
SD menggunakan kerudung kerudung serta
kewajiban
menggunakan
kerudung
1
Sejak saya kecil saya tinggal di lingkungan masyarakat yang semuanya
beragama Islam. Karena saya tinggal di desa dan semua penduduk
beragama Islam banyak sekali perayaan-perayaan keagamaan, Hari Maulid
Nabi di daerah saya disebut dengan Muludan, hari Isra’ Mi’raj dalam daerah
saya disebut Rajaban, hari Raya Idul Fitiri serta Hari Raya idhul Adha.
Saya merasa perayaan-perayaan ini yang seharusnya dilaksanakan
dengan kesenangan hati, namun malah membebani. Bagaimana tidak, yang
saya saksikan dari saya kecil hingga sekarang saya menginjak umur 19
tahun seringkali tetangga maupun dari keluarga saya sendiri mengeluhkan
perayaan yang akan dilaksanakan dimana mereka harus mengeluarkan yang
tidak sedikit bagi mereka. yang seharusnya perayaan disa,but dengan
kegembiraan dan keikhlasan malah dengan kegelisahan setiap keluarga
mengingat persiapan-persiapan yang ditanggung, misalnya saja ketika
memperingati hari Isra’ Mi’raj. Ketika akan merayakan Isra’ Mi’raj setiap
keluarga dibebankan membuat delapan bingkisan yang didaerah saya
disebut dengan ambeng. Ambeng ini dibuat dengan dua kategori yaitu empat
dengan isi yang bagus serta empat lagi diisi dengan sederhana. Untuk
membuat ambeng ini bisa menghabiskan uang sampai beberapa juta,
bahkan hanya untuk membuat ambeng ada keluarga yang berhutang
maupun menjual barang yang dipunya. Isi ambeng yang bagus bisa berisi
satu ayam ingkung (ayam yang dimasak utuh tanpa dipiting-potong dengan
bumbu khasnya), telor rebus atau telor olahan yang setara dengan satu kg
telor, serta makanan-makanan lainnya yang mateng maupun mentah. Untuk
isi ambeng yang sederhana berisi makanan dengan jumlah yang sewajarnya,
seperti ayam olahan beberapa potong, telor olahan beberapa bisi, nasi,
olahan masakan, serta nasi dan kerupuk.
Ketika Hari Raya Idhul Fitri menjadi hari yang sangat membahagiakan
bagi saya, menajadi hari yang sangat saya tunggu-tunggu. Karena Hari Raya
Idhul Fitri saya akan berkumpul dengan kedua orangtua saya. banyak
makanan-makanan enak yang tersedia, baik makanan berat maupun
camilan. Selain itu, saya juga akan mendapatkan banyak uang. Saya akan
menghabiskan waktu dengan jalan-jalan dengan teman-teman maupun

2
dengan orang tua saya. aka nada banyak pertunjukkan-pertunjukkan ketika
menyambut Hari Raya Idhul Fitri. Saya sangat menikmati hari Raya Idhul
Fitri.

Saat saya kecil kurang lebih kelas satu SD saya pernah berpikir
mengapa orang dewasa menyambut hari yang penuh kegembiraan bagi
saya ataupun anak kecil lainnya dengan beban dan kegelisahan.
Saya bersekolah SD ketika menginjak umur enam tahun. Saya mulai
mengaji ke TPQ juga kelas satu SD. Saya kelas satu SD tidak menggunakan
kerudung dan menggunakan kerudung ketika sore hari ketika berangkat
mengaji. Ketika kenaikan kelas tiga SD sekolah SD saya menetapkan aturan
wajib berkerudung. Karena saya masih kecil, saya menggunakan kerudung
hanya dihari-hari besar atau perayaa, serta ketika mengaji saja. Tiba-tiba
disekolah ditetapkan untuk memakai kerudung. Saya merasa kebingungan,
waktu mengaji kala itu[un tidak dijelaskan kewajiban seorang muslimah untuk
berkerudung, akan tetapi saya lebih cenderung diajari tata cara serta
peraturan bagaimana membaca Al-Qur’an. Pernah saya mengalami kejadian
yang sedikit lucu untuk saya. Ketika lebaran ibu saya membelikan bandana
dengan aksesoris bintang dan bulu-bulu. Saya sangat menyukai bandana
tersebut, ketika masuk sekolah tiba saya menggunakan bandana tersebut.
saya mendapatkan teguran dari guru agama saya karena saya tidak
mengenakan kerudung ke sekolah. Saya menangis ketika mendapatkan
teguran tersebut padahal saya sangat menyukai memakai bandana tersebut,
selain itu saya sangat suka ketika rambut saya diiket rambat atau memakai
jepitan ke sekolah.
Karena ketika saya mengaji di TPQ saya mengaji tentang belajar
membaca Al-Qur’an, saya kurang mendapatkan pengetahuan yang lebih
mendalam lagi tentang agama saya, sehingga mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam membantu saya dalam menambah pengetahuan saya tentang
agama saya. keluarga saya bukanlah keluarga yang menerapkan nilai-nilai
keagamaan dengan sangat kental. Sehingga saya hanya sedikit
mendapatkan ilmu-ilmu agama dari keluarga saya. dan mungkin hal ini juga

3
yang mengakibatkan saya sangat menyukai aksesoris rambut sampai detik
ini. Saya justru mendapatkan ilmu-ilmu agama dari luar keluarga saya, dari
teman-teman saya.
Saya sangat menyukai ketika bulan Ramadhan tiba. Ketika saya kecil
(selama saya bersekolah dasar) setiap selesai sholat tarawih saya bermain
dengan teman-teman saya, main petak umpet, utuk utuk menur(permainan
tradisional jawa), naga-nagaan, betengan,. Selesai permainan dilanjutkan
melakukan tadarus paling malam sampai pukul 00.00 WIB. Pagi setelah saur
dilanjutkan dengan jalan-jlan atau lari pagi bersama teman-teman. Sebelum
buka puasa kita juga melakukan ngabuburit. Kegiatan-kegiatan ini menjadi
hal yang sangat menyenang dilakukan selama bulan Ramadhan. Hingga
tidak terasa bulan Ramadhan akan habis disusul dengan Hari Raya Idhul
Fitri.
Dilanjutkan dengan perayaan hari Raya Idhul Fitri. Hari ini menjadi
hari yang sangat menyenangkan bahkan bisa dibilang sebagai euphoria
ketika selesai memenuhi puasa di bulan suci Ramadhan. Saya merasa
sangat bahagia mendengar gema suara takbir yang dikumandangkan
disetiap penjuru daerah bahkan bisa dikatakan seluruh Indonesia. Hari Raya
Idhul Fitri menjadi hari yang sangat membahagiakan bagi saya, menajadi
hari yang sangat saya tunggu-tunggu. Membuat persiapan untuk takbir
keliling dan melaksanakan takbir keliling. Daerah saya juga memenangkan
tiga kali perlombaan krativitas takbir keliling. Hari Raya Idhul Fitri saya akan
berkumpul dengan kedua orangtua saya. banyak makanan-makanan enak
yang tersedia, baik makanan berat maupun camilan. Selain itu, saya juga
akan mendapatkan baju baru, sandal baru serta banyak uang. Saya akan
menghabiskan waktu dengan jalan-jalan dengan teman-teman maupun
dengan orang tua saya. Akan ada banyak pertunjukkan-pertunjukkan ketika
menyambut Hari Raya Idhul Fitri. Saya sangat menikmati hari Raya Idhul
Fitri.
Ketika saya duduk dibangku sekolah menengah atas saya mengikuti
organisasi-organisasi yang ada di tempat saya tinggal, seperti IPDN
(Persatuan Pemuda Darun Najjah) serta PRIMAKA (Persatuan Pemuda

4
Masjid Kalikudu). Kenapa saya mengikuti dua organisasi dalam satu tempat
tinggal? Hal ini terjadi karena tempat daerah saya terbagi menjadi lima
wilayah, yaitu Kalikudu Kempul, Kalikudu Tengah, Kalikudu Ketapang,
Kalikudu Lor, Kalikudu Kidul. Saya sendiri tinggal di Kalikudu Tengah. Akan
tetapi, disetiap wilayah ini terdapat perselisihan sehingga ada yang
bersekutu serta ada yang selalu berseteru. Sehingga mereka membuat
organisasi sesuai dengan wilayah masing-masing dan PRIMAKA sebagai
organisasi untuk seluruh wilayah Kalikudu. Meskipun organisasi PRIMAKA
berbasis keagamaan, namun organisasi tidak hanya mengurusi hal-hal
terkait keagamaan saja, seperti hari perayan dllnya. Organisasi ini juga
mengurusi kegiatan-kegiatan sosial, mengadakan santunan dllnya.
Yang saya senangi dengan adanya organisasi ini membangun
kreativitas masyarajat serta adanya pemberdayaan pemuda pemudi daerah
tempat saya tinggal dalam berorganisasi dan berelasi sehingga akan
menunjang kemajuan daerah tempat saya tinggal. Setiap ada event
perayaan-perayaan keagamaan maka akanada pembentukkan kepanitiaan
untuk mengurusi persiapan dan pelaksanaan hari H perayaan. Misalnya,
ketika hari penyambutan Idhul Fitri aka nada acara perlombaan kreativitas
masyrakat setiap daerah dalam membuat keseruan Takbir Keliling, setelah
itu akan ada perlombaan dokumentasi yang paling baik, serta akan ada
acara Halal bi Halal yang sekaligus akan melaksanakan kegiatan peduli
sosial.
Kesukaan saya mengenakan jepitan rambut, bandana, ataupun
mengepang dan mengikat rambut berkelanjutan hingga saya besar bahkan
sampai saat ini. Sekarang saya merasa saya tidak mampu menjadi diri
sendiri. Ketika sekolah SMP dan SMA saya melanjutkan berkerudung karena
terbiasa dengan peraturan mengenakan kerudung ketika sekolah, sehingga
saya memaknainya mengenakan kerudung adalah sekedar fornalitas. Ketika
saya dirumah saya lepas kerudung dan ketika saya bermain dengan anggota
keluarga saya, saya tidak mengenakan kerudung. Akan tetapi, ketika saya
bermain dengan teman-teman sekolah saya (SMP/SMA) saya mengenakan

5
kerudung, hal ini didasari rasa canggung saya dengan teman saya serta rasa
takut saya mendengar anggapan mereka jika saya lepas kerudung.
Berkerudung ataupun lepas kerudung menjadi polemik yang sedikit
mengganggu diri saya. Saya merasa saya tidak berani untuk menunjukkan
siapa diri saya, saya merasa tidak leluasa, dan menjalankan hanya karena
penilaian sosial dilingkungan saya serta ketakutan saya di pandang buruk
oleh masyrakat. Didalam lubuk hati saya berkata “Apakah selamanya saya
akan mengenakan kerudung tidak dengan keikhlasan hati saya, saya
mengenakan kerudung bisa dibilang karena tuntutan penilaian sosial.
Sedangkan, saya ingin seperti teman-teman lainnya yang menikmati setiap
fase hidupnya sampai akhirnya mengenakan kerudung dengan sepenuh
hatinya.”.
Saya merasa sangat sedih dan ingin menangis. Persoalan ini menjadi
pergulatan dalam kehidupan keberagamaan hidup saya sebagai seorang
muslim. Nilai-nilai yang ada dalam masyrakat yang sayang tapaki selalu
membuat saya hidup dengan aturannya.Saya merasa saya tidak bisa
mengekspresikan diri saya sendiri karena takut akan kedepannya saya akan
mendapatkan kemarginalan. Memang seringkali saya berpikir “ah tidak apa-
apa, toh semuanya akan berlalu jika saya melepas jilbab. Mungkin awalnya
saya akan mendapatkan cacian dan komentar-komertar pedas masyarakat.
Semua akan berlalu dengan erjalannya waktu.” Akan tetapi, diri saya sendiri
tetap tidak berani mengambil keputusan tersebut karena merasa saya sudah
terlalu jauh melangkah mengenakan kerudung.
Setiap saya mengalami masalah dalam hidup dengan penuh rasa
syukur saya tidak melakukan hal-hal yang merusak diri saya, saya masih
terjaga dari pergaulan-pergaulan bebas yang dapat merusak diri saya.
Meskipun saya mengalami pergulatan tentang berkerudung, hal itu tidak
menghalangi saya untuk menanamkan nilai-nilai agama saya. memang
sangatlah terpuruk, apalagi ketika saya pada situasi berantakannya keluarga
saya dari kelas IX SMP sampai kelas XII SMA. Situasi ini merupakan masa
yang sangat kelam bagi saya. saya tidak tahu bagaimana jika diri saya
memiliki keimanan yang lemah sudah seperti apa saya sekarang. Entah saya

6
masih bisa berpikir jernih seperti sekarang, mampu melanjutkan pendidikan
saya serta mendapatkan pengalaman serta pengetahuan-pengetahuan baru.
Agama yang saya anut adalah agama Islam yang jelas di Indonesia
sendiri sebagai agama yang mayoritas baik secara jumlah maupun dalam
keberlangsungan masyrarakat. Sebelumnya saya telah memaparkan
diparagraf sebelumnya bahwa saya tinggal di daerah yang dimana semua
penduduk beraga Islam. Nilai-nilai agama banyak diterapkan dalam
kehidupan sosial. Secara agama memang saya dominan, namun terkadang
saya merasa marginal ketika saya melakukan hal yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai keagamaan. Misalnya, kasus berkerudung. Karena saya pribadi
masih suka lepas pasang kerudung pasti ada beberapa atau bahkan banyak
orang yang memandang saya buruk karena saya bisa dibilang melanggar
nilai-nilai agama yang tertanam dalam masyarakat. Selain itu, seringkali
banyak orang yang seringkali suka mengakatakan “padahal perempuan
berjilbab, namun kelakuan tidak menunjukkan sikap yang sesuai, lepas aja
sekalian kalau begitu.” Saya merasa ungkapan ini sangat tidak tepat yang
dimana mereka menilai jika saya yang masih lepas pasang kerudung saja
mereka menganggap buruk lalu yang berkerudung namun dianggap
kelakuannya tidak sesuai disuruh lepas jilbab. Lalu mengapa mereka tidak
menyuruh diri mereka sendiri lepas jilbab ketika mereka menggunjingkan
orang lain? Terkadang meskipun kita berada dalam agama yang dominan,
seringkali kita merasa marginal karena perlakuan orang-orang diluar
terhadap diri kita yang notabene satu keyakinan dengan diri kita sendiri.
Pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan baik yang saya
tuangkan disini ataupun yang terselip yang untuk dituangkan dalam refleksi
ini akan saya gunakan untuk menangani konseli saya kelak. Misalnya
persoalan kerudung, jika saya menemui konseli yang mungkin mengalami
pergulatan dalam dirinya tentang persoalan kerudung. Maka saya akan
berlaku sebagai seorang konselor seharusnya, memahami diri konseli yang
memang mengalami kegundahan dalam dirinya. Membantunya
menyelesaikan persoalan dengan pendekatan yang tepat. Selain itu, ada
banyak ilai-nilai keagamaan yang bisa saya gunakan untuk menunjang

7
keberlangsungan proses konseling. Seperti nilai-nilai yang mengajarkan
untuk bertoleransi, untuk bersabar, untuk ikhlas (ikhlas dalam menjalankan
tugas), bersyukur, serta nilai-nilai agama lainnya.
Saya priadi memiliki bias-bias yang berkaitan dengan agama selain
agama saya, misalnya pengkonsumsian babi dan minum arak, LGBT,
pergaulan atau seks bebas, serta beberapa hal lainnya. Saya berpikir
mengapa orang-orang mengonsumsi babi, bahkan yang telah bayak
penelitian yang menunjukkan bahwa daging babi mengandung banyak sekali
cacing yang dapat membahayakan tubuh, akan tetapi agama lain
memperbolehkan untuk mengnsumsi.
LGBT dan pernikahan dengan keluarga sendiri (menikah dengan
ayah, inu, atau adik kandung sendiri) adalah hal paling aneh menurut saya.
Bagaimana bisa mereka berpasangan dengan sejenis mereka yang bahkan
jelas bukan hanya Islam, agama-agama lain juga tidak memperbolehkan
untuk menjalin hubungan dengan sejenis mereka. Mahluk diciptakan
berpasang-pasangan. Kodrat manusia adalah menikah dengan lawan jenis,
perempuan dan laki-laki, bukan laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan
perempuan, serta bisa melakukan dengan keduanya. Serta bagaiamana bisa
seseorang menikah dengan anggota keluarga kandung sendiri? Bahkan
dinegara-negara luar telah banyak yang melegalkan LGBT ini. Saya
bertanya-tanya, dinegara sana seberapa pentingkah suatu agama atau
keimanan bagi mereka? Mengapa hal yang sangat tidak lumrah mereka
legalkan? Bahkan mungkin dinegara-negara Eropa dan sekitarnya bukankan
mereka secara dominan menganut agama Kristen dan Katolik, bukankan
agama ini juga melarang adanya hubungan seperti ini? Apa yang
memengaruhi mereka sedemikian rupa sehingga banyak sekali yang
menurut saya itu bukanlah hal yang wajar.
Pemahaman terhadap agama menjadi sangatlah penting bagi seorang
konselor. Agama sendiri menjadi sebuah kebudayaan yang dimana terdapat
nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Maksud dari agama yang merupakan
sebuah kebudayaan disini bukanlah kebudyaan sebagai hasil dari manusia.
Akan tetapi, nilai-nilai yang terkandung, ajaran yang secara turun temurun,

8
menjadikan agama sebagai suatu yang tidak bisa terelakkan bahwa agama
adalah sebuat kebudayaan. Selain itu, banyaknya latar belakang agama
yang dianut oleh konseli maka akan memengaruhi bagaimana identitas
seorang konseli, untuk itu seorang konselor harus memahami tentang agama
untuk menangani konseli yang akan ditangani. Jika seorang konselor tidak
memiliki pemahaman yang mendalam mengenai agama maka konselor akan
sulit memahami posisi konseli, konselor sulit melihat identitas sosial konseli
dalam perkara keagamaan atau keyakinan. Bagaimana identitas agama ini
melekat dalam diri konseli dan apa pengaruh dari identitas yang melekat di
dalam diri konseli. Apakah pribadi konseli ini mengalami kemarginalan dalm
masyarakat ataukah ia berada dalam kedominanan.
Pada intinya nilai-nilai ajaran Islam dibagi menjadi tiga aspek, yaitu
nilai-nilai aqidah, nilai-nilai ibadah, serta nilai-ilai akhlak. Nilai-nilai aqidah
mengajarkan manusia untuk mempercayai akan adanya tuhak umat Islam,
yaitu Allah SWT. Sebagai Sang Pencipta alam semesta dan seluruh isi-Nya
yang dimana ia mengawasi seluruh perbuatan manusia dan akan
memperhitungkannya di akhirat kelak. Nilai-nilai ibadah mengajarkan
manusia untuk melakukan setiap apa yang diperbuat olehnya senantiasa
dilandasi oleh hati yang ikhas agar mendapatkan Ridho Allah SWT.
Sedangkan, nilai-nilai akhlak mengajarkan manusia untuk senantiasa
bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma atau adab yang baik dan
benar sesuai dengan ajaran yang diajarkan oleh agama Islam.
Saya telah menerima ajaran-ajaran tersebut baik dari keluarga, TPQ,
pengajian, mata pelajaran di sekolah, serta teman sepermainan, meskipun
tidak semendalam anak-anak santri atau lainnya. Saya pribadi merasa masih
belum melaksakan secara baik dan menerapkan semua nilai-nilai ajaran
Islam dalam diri saya. Saya masih sering meluapkan amarah, tidak sabar,
mengeluh, melanggar beberapa aturan nilai agama Islam, serta masih
banyak hal lagi yang saya pribasi merasa sangat sangat kurang
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari saya. Saya sadar akan
pelanggaran yang saya lakukan memiliki konsekuensi yang harus
dipertanggung jawabkan kelak dihadapan-Nya. Untuk itu saya sebagai

9
manusia biasa hanya bisa belajar serta berdo’a memohon ampunan dari
setia dosa-dosa yang telah saya lakukan baik secara sadar maupun tidak
sadar. Selain itu, saya merasa bahwa perayaan yang seharusnya dirayakan
untuk memperingati hari-hari sejarah untuk mengenang perjuangan para
Nabi atau hari-hari suci agama Islam dengan kegembiraan, keihlasan justru
sekarang berubah menjai ajang panjat sosial. Dimana orang merasa gengsi
jika terlihat begitu sederhana sesuai kemampuannya. Yang justru hal ini
mengurangi esensi sebenarnya dari tujuan adanya memperingati hari-hari
besar agama Islam. Yang ada seringkali hanyal beban dan kegelisahan
“belum ada uang untuk acara perayaan.”.

Daftar Pustaka

Suryana, T., Af, dkk (1996). Pendidikan Agama Islam: untuk Perguruan Tinggi. Bandung:
Tiga Mutiara.

10
Refleksi Keberagamaan
Refleksi ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Mata Kuliah Konseling
Multikultur yang diampu oleh Dr. Susi Fitriani, M.Psi

Disusun Oleh :

Dwi Auliana Putri 1715165352


BK-B 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

11
Saya lahir dalam keluarga yang berpendidikan . Dalam artian,
secara norma, etika dan kebiasaan merupakan seseorang yang
sangat patuh dalam aturan masyarakat. Ditambah ayah dan ibu saya
bekerja dalam dunia pendidikan ,bertingkahlaku yang baik menjadi
tanggungjawab yang lebih besar untuk mereka mengingat mereka
merupakan seorang panutan bagi muridnya dan seseorang yang
dianggap penting dalam tatanan masyarakat sekitar tempat tinggal
kami, tak hanya itu sebagai anak saya dan saudara-saudara saya
memiliki tanggungjawab pula di mata maakat karena dipandang
sebagai “anak guru”. Sejak kecil kami dibiasakan mendengar dan
melihat hal yang baik-baik. Tak hanya lingkungan keluarga,
lingkungan tempat kami tinggalpun mendukung perkembangan kami
dengan sangat baik. Saya lahir dalam keluarga yang memiliki ajaran
agama yang cukup baik. Jika disesuaikan dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat justru dapat dikatakan sangat baik. Secara teori,
keluarga saya bukanlah keluarga yang memiliki pengetahuan yang
sangat luas. . keluarga saya pun bukan merupakan seseorang yang
sangat sesuai dengan ajaran agama Islam yang sesungguhnya.

12
Dalam masyarakat awam mungkin hal yang dapat saya katakana
ialah “ gak terlalu syar’i” . hal tersebut dapat terlihat dari penampilan
ibu, saya maupun adik saya. Berhijab namun belum sempurna (
menutupi dada, masih suka memakai celana ) bahkan tak benar-
benar mengenakannya setiap saat.
Disamping itu, sejak kecil ibadah dan ajaran-ajaran dasar
agama Islam sangat tertanam di keluarga saya. Ayah dan ibu
menyuruh dan membiasakan kami untuk menunaikan sholat sejak
kecil , meskipun pengetahuan mereka tak banyak, mereka selalu
memfasilitasi kami dalam menuntut ilmu agama. Misalnya dengan
menyekolahkan kami di madrasah disamping bersekolah formal.
Pengalaman beragama yang cukup melekat saya fikir terdapat dalam
diri saya. Memasuki masa SMP, saya memutuskan untuk tinggak di
sebuah pondok pesantren . 2 tahun lamanya saya menimba ilmu di
pondok pesantren, karena alasan-alasan tertentu saya memutuskan
untuk pindah ke sekolah formal ( SMPN) hingga saya tamat SMP.
Banyak hal yang berubah setelah saya masuk bahkan sudah keluar
dari pesantren. Label “mantan santri” cukup menjadi tanggungjawab
yang besar bagi saya terutama dalam keluarga. Ibadah (solat) saya
yang paling diperhatikan oleh orangtua saya disbanding kakak dan
adik saya. Meskipun hal tersebut tidak mengganggu pikiran saya.
Namun ada satu hal yang membuat saya bingung dan merasa ganjal.
Ketika saya keluar rumah saya benar-benar diwajibkan untuk
mengenakan hijab (meskipun taka da niatan untuk tidak
mengenakanannya) namun saya merasa aneh jika ibu dan adik
perempuan saya tidak melakukannya. Seolah-olah larangan tersebut
hanya berlaku bagi saya. “ kan kamu dulu pesantren” entah karena
takut akan pandangan oranglain atau yang lainnya. Namun, hal
tersebut cukup membingungkan bagi saya, padahal baik saya ibu dan
adik memiliki kewajiban yang sama sebagai seorang muslimah tanpa
melihat ia pernah menuntut ilmu di pesnatren atau tidak. Hingga kini,
mungkin hal mengenai label saya merupakan mantan santri tak

13
seperti dulu. Seiring berjalannya waktu saya banyak mengenal
seseorang yang melupakan bahwa saya pernah “nyantren” pada saat
saya SMP. Lambat lau, sayapun diperlakukan layaknya orang yang
tak mendapat label tersebut .
Diantara anggota keluarga saya, mungkin saya adalah orang
yang paling banyak mendapatkan pengalaman spiritualitas mengingat
pendidikan yang saya perolah mengenai ilmu agama lebih banyak
disbanding orangtua dan saudara-saudara saya. Masa SMP , saya
sangat merasakan bagaimana agama mempengaruhi kehidupan
saya. Keyakinan saya terhadap tuhan, ajaran baik dan buruk
mengenai berbagai hal terinternalisasi dengan sangat baik pada masa
itu. Jika saya mengingatnya kembali dan membandingkannya dengan
kehidupan saya pada saat ini. Masa-masa SMP dan SMA merupakan
masa yang paling menenangkan dalam hidup saya berkaitan dengan
keberagamaan. Lingkungan saya amat mendukung saya . kehidupan
saya saat ini, dihadapkan dengan keberagaman dan tak dilingkupi hal-
hal yang bersifat religious. Religiusitas adalah hal yang sangat
ditentukan oleh diri pribadi pada saat ini. Selalai apapun saya, doa
yang selalu saya panjatkan ialah meminta agar tak benar-benar
dijauhkan dari jalan yang semestinya, saya selalu berusaha untuk
“pulang” saya sangat menyadari bahwa coping stress ,
menyelesaikan masalah, mengadu, curhat dengan cara yang paling
baik adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
Keberagamaan saya mempengaruhi saya dalam menghadapi situasi
yang tersulit sekalipun melalui doa, harapan dan ungkapan perasaan
yang saya curahkan .
Dalam kehidupan beragama, pergulatan tentang
keberagamaan tentu sering saya alami, namun ada satu periwtiwa
yang sangat mempengaruhi saya hingga saat ini, bahkan saya fikir
pergulatan ini belum menemui titik temu hingga saat ini. Sejak kecil
saya memiliki hobi bernyanyi. Tak hanya sekedar hobi, orangtua saya
melihat hal tersebut sebagai suatu bakat yang saya miliki. Saat itu,

14
sedang ramai nya acara idola cilik di salah satu stasiun televisi
indonesia. Banyak orang dewasa dan anak-anak yang menggemari
ajang pencarian bakat tersebut. Orangtua dan tante saya
menawarkan saya untuk mendaftar idola cilik. Sebagai seorang anak
perempuan yang berusia 9 tahun hal tersebut merupakan tawaran
yang menyenangkan, tak terbayang bagaimana saya dapat dikenal
dan disenangi banyak orang karena suara saya. Tawaran tersebut tak
begitu saja saya terima. Ada satu keraguan yang menyelimuti hati
saya, setelag cukup yakin dengan keputusan yangs saya ambil
akhirnya saya bilang kepada ibu " engga ah ga usah daftar, kata abi
suara cewe itu aurat jadi ga boleh nyanyi nanti di akhirat minum air
mendidih" .
Sejak saat itu hingga kini, bakat dan hobi yang saya miliki tidak
pernah benar-benar berkembangsaya kembangkan. saya masih
bergulat dengan keyakinan yang saya anut. Apalagi ketika saya
mengetahui bahwa musik itu haram , rasanya saya tidak ingin tahu
agar tetap yakin melangkah menentukan apa yang saya sukai. Namun
dibalik itu, saya yakin ada hal lain yang direncanakan oleh tuhan
disamping kecintaan saya terhadap musik yang berjalan bersamaan
dengan menambahnya pengetahuan saya tentang hukum islam yang
lebih dalam. Saya bukanlah seorang muslim yang taat. Saya hanya
mencoba mengikuti apa yang Tuhan tetapkan dalam ajaran agama
Islam. Hingga saat ini, menyanyi dan music merupakan hal yang tak
pernah terlepas dari hidup saya mungkin tak akan pernah lepas
hingga suatu hari saya dapat menentukan untuk menjadi hitam atau
putih bukan abu , abu tua maupun abu terang. Selain itu terdapat satu
peristiwa yang sangat berpengaruh dan membekas di ingatan saya
pada masa awal remaja hingga saat ini. Yaitu megenai hubungan
kedekatan dengan lawan jenis. Pendidikan pesantren dan sekolah
dasar islam yang saya jalani terinternalisasi dengan baik pada diri
saya. saat itu, kali pertama saya sekolah dalam lingkungan yang
terbilang umum . tidak semua murid perempuan mengenakan hijab

15
dan solat wajib berjamaah. Saat itu pula menjadi kali pertama saya
menjalin hubungan special dengan lawan jenis (pacaran). It was the
first date time . banyak sekali keraguan yang saya rasakan ketika
menjalin hubungan dengan pacar saya kala itu. Perasaan senang
ternyata tak begitu murni, ia bercampur dengan rasa gelisah dan rasa
bersalah. Masih terngiang ketika guru saya mengatakan lelaki dan
perempua yang balig tidak boleh bersentuhan. Maka tak heran pada
saat itu, dibanding kawan saya yang lain saya merupakan orang yang
paling canggung saat berdekatan dengan pacar saya. Hampir 3 tahun
lamanya kami menjalin hubungan, pergulatan antara senang dan
cemas akhirnya terjawab ketika saya harus meinggalkannya karena ia
teah mencium saya. Kawan saya bilang itu merupakan hal yang biasa,
namun kala itu bukanlah hal yang biasa bagi saya. perasaan bersalah
mendominasi hati hingga akhirnya saya memilih untuk
meninggalkannya meskipun saya sangat menyayanginya.
Dibalik segala pergulatan, latarbelakang dan dinamika hidup
keberagamaan saya, hal yang paling saya syukuri ialah menyadari
bahwa Islam merupakan agama yang mayoritas di Negara saya.
Tentunya berbagai keistimewaan dapat saya peroleh sebagai orang
muslim di Indonesia. Mulai dari kemudahan menyelenggarakan
ibadah tanpa gangguan yang berarti, memperoleh makanan yang
halal dimanapun saya berada, hingga penyelenggaraan hari raya
yang sangat meriah. Islam di nusantara tak hanya menjadi agama
namun juga menjadi budaya dalam berbagai etnis. dalam etnis saya (
sunda) berbagai tradisi keagamaan seringkali dilaksanakan seperti
muludan, rebo wekasan, upacara nuju bulan dll. Ada keistimewaa
yang tidak dapat dijelaskan jika mengaitkan agama dengan tradisi
etnis. secara konsep tujuan dan ajarannya sama, namun
penyelenggaraan nya yang berbeda. Saya bersyukur tidak merasa
termarginalkan degan menganut agama yang saya pilih. Namun
dibalik keistimewaan tersebut saya tetap menghargai perbedaan yang
ada dengan menjaga toleransi antar umat beragama. Sayapun tak

16
memiliki prasangka atau stereotioe khusus terhadap umat beragama
minoritas selain “ sayang sekali mereka baik namun ajaran mereka
salah” , “ sayang sekali perbuatan baik mereka tertutup dengan
ketidak berimanan kepada Allah” .
Pengalaman keberagamaan tentunya mempengaruhi
pandangan saya dalam menghadapi berbagai situasi dan
permasalahan yang saya temui. Terlebih saat ini saya mengenyam
pendidikan tinggi sebagai calon seorang konselor. Bagi saya,
bukanlah hal yang mudah merefleksikan diri dan
mengimplementasikannya terhadap proses konseling yang akan saya
hadapi nantinya, mengingat saya bukanlah ahli agama.adapun proses
konseling yang saya berikan masih dalam batasan kemampuan dan
kewenangan saya sebagai seorang konselor yang kedepannya akan
dibantu dengan pemuka agama (referral) dalam menghadapi isu
keberagamaan yang lebih kompleks. Sesuai dengan pengalaman
yang saya alami :
1. Tak ada yang salah dengan pengembangan minat dan
bakat, agama bukanlah sesuatu yang menjadi penghalang.
Apapun keinginan kita selama itu tidak bertentangan norma
masyarakat dan norma agama yang kita yakini, maka
lakukanlah. Jika dirasa sulit perhatikan batasan-batasan
tertentu. Seperti menari dan menyanyi bagi kaum wanita.
2. Perasaan cinta dan rasa hormat harus berjalan beriringan.
Islam mengajarkan bahwa wanita adalah makhluk yang
paling mulia, maka kita harus mengenalinya dengan
menjaga diri terlebih jika belum memiliki ikatan yang sah (
pernikahan) begitupun terhadap pria, kita harus tetap
menghormati dan menjaga apa yang seharusnya ia jaga
dan belum menjadi hak kita.
Namun pada kenyataanya kita hidup dengan keberagaman, begitupun
dengan masalah keberagamaan. Adapun bias-bias atau pandangan
yang saya anut ialah seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya

17
“ sayang sekali mereka baik namun ajaran mereka salah”
“ sayang sekali perbuatan baik mereka tertutup dengan ketidak
berimanan kepada Allah”
Kenyataannya saya akan menemui konseli dengan berbagai macam
kepercayaan nantinya. Saya tidak boleh serta merta menganggap dan
menyatakan secara gambling perbuatan baik mereka akan percuma
hanya karena mereka tidak menganut Agama Islam. Siapapun dia,
perbuatan baik adalah hal yang harus dilakukan terhadap siapapun
baik kepada manusia maupun terhadap alam. Saya fikir, hal tersebut
akan berpengaruh pada saat saya menjalani proses konseling dengan
konseli yang berbeda agama dengan saya, meskipu saya belum
dapat menggambarkan bagaimana perbedaan yang saya rasakan
nantinya. Namun, seiring berjalannya waktu saya mencoba belajar
untuk lebih terbuka dan professional selama hal tersebut tidak
mengganggu kepercayaan saya. pemahaman mengenai berbagai
konsep dasar agama menurut saya perlu dikuasai seorang konselor
karena hampir semua orang hidup dengan menganut kepercayaan /
agama. Ketika tak ada lagi tempat untuk meminta pertolongan dan
tempat untuk mengadu copying stress dengan spiritualitas
merupakan hal yang sangat ampuh, untuk itu kita harus mengenali
dasar kepercayaan yang konseli anut beserta ajaran dasarnya.
Dalam perjalanan hidup keberagamaan saya memperolehi
banyak pengetahuan melalui guru saya di pesantren. Ajaran-ajaran
yang mereka sampaikan melalui kitab-kitab yang ada sangat berarti
dan membuka fikiran saya disamping bertambahnya pengetahuan
agama saya. Adapun kitab/buku tersebut ialah :
1. Safinah An-najah karangan Syekh Salim bin Abdullah yang berisi
tentang hukum fiqih
2. Bulugul maram disusun oleh Ibnu Hajar Al-asqalani(773H-852H)
yang merupakan kitab berisi kumpulan hadist-hadist yang dijadikan
sumber hukum fikih

18
3. Dan kitab-kitab tafsir yang menjelaskan makna dari ayat-ayat
alquran.
Saya bukanlah seseorang yang gemar membaca buku. Namun, pada
saat tertentu membaca merupakan kegiatan untuk copyng stress .
adapun buku yang sangat mempengaruhi saya sebagai seorang
remaja muslim ialah buku karangan Felix Siauw “ Udah Putusin Aja!”
Jaga kehormatanmu, raih kemuliaanmu (Siauw, 2013)
Buku tersebut benar-benar menambah pengetahuan saya
mengenai kehidupan percintaan remaja. Selain itu,melalui buku
tersebut saya mencoba mengindentifikasi diri dan perbuatan saya.
penjelasan yang disampaikan dan visual yang disajikan sangat
menarik dan sangat tersampaikan. Buku tersebut mengajarkan arti
kemuliaan seorang wanita dan saya temukan disaat saya bergulat
untuk tetap melanjutkan hubungan dengan pacar pertama saya atau
memilih meninggalkannya. Memalui buku ini, keputusan untuk
meninggalkannya semakin mantap saya pilih.
Buku-buku tersebut sangat mempengaruhi saya dalam
kehidupan beragama. Membantu saya untuk menjadi seorang muslim
yang baik , yang sesuai dengan ajaran yang ditetapkan Tuhan.
Melalui buku tersebut, saya tidak hanya melihat dunia dalam
pandangan agama saja, namun secara keseluruhan karena Islam
mengajarkan arti toleransi dan saing menghargai yang sangat tinggi.

19
Daftar Pustaka
Siauw, F. (2013). Udah Putusin aja! Jakarta: Mizania.
Natasha Madarina

Bila ditanya bagaimana pengalaman tentang keberagamaan saya bisa


dikatakan saya cukup jarang mengalami hal-hal yang berbau keagamaan
karena keluarga saya tidak terlalu menekankan agama di dalam kehidupan
sehari-hari walaupun tetap hal-hal pokok dalam agama tetap diterapkan.
Beberapa pengalaman keagamaan saya yang tidak begitu banyak ini adalah
murni pendapat dan pengalam saya pribadi. Saya yang lebih kental dan
dibesarkan dengan adat etnis Betawi tentu cukup kental dengan agama
tetapi hal itu hanya berlaku di keluarga besar saya yang berasal dari etnis
Betawi dan di dalam lingkup keluarga inti agama memang di utamakan tapi
tidak semuanya selalu dikaitan dengan agama. Saya Bergama islam dari
lahir dan tentu saya mempelari agama islam dari kecil sejak saya pun tidak
mengetahui apa itu agama saya sendiri.
Saya mengikuti komunitas keberagamaan di perumahan saya yang
bernama RIMA (Remaja Islam Masjid Al-Amin) sejak saya sekolah
menengah atas, tetapi organisasi tersebut tidak hanya berfokus pada
kegiatan agama saja seperti kegiatan sosial, nasional pun di lakukan.
Pengalaman saya mengikuti komunitas tersebut sebenarnya tidak terlalu
banyak terlebih hanya dalam bagaimana berorganisasi dan berkomunikasi
dengan baik. Dalam secara keagamaan saya kurang merasakan karena
saya terbiasa selalu sibuk sebagai paniatia acara yang mebuat saya tidak
dapat menikmati dan mendapatkan bagaimana acara itu berfungsi.
Akan tetapi tentu saya memiliki beberapa pengalaman semasa hidup
saya sampai sekarang yang membentu saya akan keyakinan saya dengan
agama yang saya anut sekarang ini. Saya pernah menjalani perjalanan
keagamaan yaitu umroh untuk penganut agama islam disaat saya berusia 15
tahun. Pada saat itulah pertamanya kalinya saya mendapatkan pengalaman
agamis yang benar-benar nyata dan berkali-kali dalam sepanjang waktu
saya menjalani ibadah umroh. Ada satu pengalaman yang sebenarnya
begitu unik dan aneh bagi saya sendiri dan sampais ekarang pun saya masih
bingung akan pengalaman saya itu.
Disaat saya di hotel penginapan saya di Makkah , saya menetap di
lantai lima atau tujuh (seingat saya) dan di situ memang tidak disediakan
jalur selain menggunakan lift (ada tangga darurat tapi itu ditutup rapat dan
tidak boleh digunakan) disaat itu saya sedang bersiap-siap menuju Masjidil
Haram. Tiba-tiba ada seekor kucing didepan pintu hotel saya, diam dan
memperhatikan saya karena saya memang memiliki segelas susu yang
belum saya minum yang saya ambil dari kantin, alhasil saya berikan segelas
susu tersebut pada kucing tersebut dan saya tinggal kucing tersebut untuk
pergi ke toilet. Selesai saya dari toilet yang hanya sebentar dan waktu saya
mengecek kucing itu kembali, kucing tersebut sudah menghilang. Saya tidak
berpikir panjang dan langsung saja bergegas menuju Masjidil Haram.
Disinilah yang membuat saya mempunyai pengalaman unik dimana
sepanjang jalan saya berangkat, menetap dan kembali dari Masjidil Haram
ke hotel saya, orang-orang banyak yang memberikan saya cemilan,
makanan, barang seperti cokelat,kurma, air, tasbih,manisan, biskuit , dan
kue. Awalnya saya tidak sadar tapi lama kelamaan saya jadi sadar mengapa
banyak sekali orang-orang yang memberikan saya sesuatu sedaritadi dan
saya juga mulai berpikir bagaimana seekor kucing bisa ada di lantai atas
hotel yang hanya dapat menggunakan lift karena saya tau bahwa penjaga
hotel saya selalu ada didepan lift untuk memastikan orang-orang yang
masuk lift dan tentunya kucing tidak diperbolehkan masuk dan tidak akan
bisa masuk lift. Ini hanya salah satu pengalaman dari beberapa pengalaman
yang saya dapatkan disaat perjalanan umroh saya.

Ada pengalaman keagamaan yang kurang menyenangkan bagi saya


pribadi dimana selama ini saya rasa saya belum pernah mendapatkan guru
agama yang dimana kurang mencerminkan yang saya pikirkan mengenai
guru agama seharusnya. Saya sering merasa guru-guru keagamaan saya
selama ini cukup rasis terhadap agama lain. Ya mungkin memang tidak
salah menganggap agama kita sebagai yang paling benar tetapi jangan
membuat agama lain terlihat buruk. Pengalaman yang paling nyata adalah
beberapalarangan agama yang saya sendiri pribadi masih belum bisa
menerima, salah satunya larangan memelihara anjing. Saya ingin sekali
memelihara anjing dan saya juga tau kenapa anjing kurang baik untuk
dipelihara akan tetapi mengapa memilih-milih hewan? Semuanya memiliki
kekurangan dan kejelekan masing-masing bagi saya dan ada beberapa
larangan lain yang masih belum saya terima dengan baik.
Tidak ada manusia yang tidak memiliki masalah, seperti saya tentu
memiliki beberapa masalah. Agama memiliki pengaruh cukup besar terhadap
saya untuk menyelesaikan maupun memperingan masalah yang saya
hadapi. Pengaruh yang diberikan agama biasanya berupa kebiasaan saya,
bila memiliki masalah berdoa, solat , tawakal, bersabar dan lain-lain. Saya
yang selalu mengingat balasan-balasan dari segala perbuatan membuat
saya berhati-hati dan berpikir panjang bila memiliki niatan untuk melakukan
hal yang buruk.
Saya penganut agama mayoritas di Negara saya, tentu hal itu
memberikan banyak keistiwewaan-keistiwewaan kepadasaya. Terutama
dalam hal bergaul dengan orang dewasa atau sebaya menjadi lebih mudah,
Tersedianya banyak peluang menjalankan ibadah keagamaan dan
banyaknya peluangilmu-ilmu kegamaan yang tersedia. Menurut saya, saya
adalah orang yang open minded soal agama jadi saya memilki beberapa
teman yang berbeda agama dan dekat dengan saya. Hal yang paling saya
ingat adalah selama ini menurut saya pribadi orang-orang yang berbeda
agama dengan saya berkata bahwa penganut agama yang saya anut itu
rasis. Sebenarnya saya sedikit setuju tapi saya juga tahu banyak juga yang
tidak rasis. Karena saya adalah orang yang cukup open minded, dalam hal
konseling saya rasa saya dapat berbaur dan mencair dengan konseli dengan
baik dan tidak terlalu sulit.
Saya yang memilikibeberapa pengalam keagamaan bila dalam
berkonseling saya yakin ada faktor x yang membantu kita dalam
menyelesaikan masalah. Bahwa ada masalah yang dimana perlu kesabaran,
keikhlasan dan sentuhan rohani untuk menyelesaikannya. Mengapa
pehaman ini penting? Karena menurut saya kita harus memahami mengenai
diri sendiri terlebih dahulu baru dapat memahami orang lain dengan baik.
Saya memiliki salah satu buku yang sejak saya dari kecil saya baca
dimana buku itu merupakan pemberian hadiah dari salah satu guru saya
waktu kecil yang berjudul 40 Kisah Pengantar Anak Tidur karya Najwa
Husein Abdul Aziz. Saya mendapat buku ini disaat saya masih bersekolah
dasar. Buku ini berisi kumpulan cerita-cerita agama dan cerita-cerita petinggi
agama yang memang dikemas secara baik dan menarik. Di setiap akhir
cerita-cerita di dalam buku tersebut selalu diselipkan hikmah-hikmah yang
bisa kita renungkan dan banyak sekali pelajaran yang kita dapatkan dari
buku tersebut. Ada salah satu cerita didalam buku tersebut mengenai
seorang pemuda yang memberikan air kepada se ekoranjing yang kehausan
yang dimana pemuda tersebut mendapatkan imbalan dari Sang Pencipta.
Cerita tersebut sedikit memiliki kesimiliaran dengan cerita pengalam yang
saya berikan diatas.
TUGAS SYARAT MASUK

REFLEKSI AGAMA

Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Konseling Multikultur yang diampu oleh
Dr. Susi Fitri, M.Si.Kons.

Disusun Oleh:
SALMA TSURAYYA 1715165060

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Pindah ke
MY TIMELINE SD negeri

Dipaksa
membuka
jilbab di tempat
les dan di
sekolah dengan
teman-teman

Ketika Ketika saya Melihat Masuk TPA Masuk Masuk SD Masuk Saat kuliah
saya dikenalkan orang tua mulai TK Islam berstandar SMA yang mencoba
terlahir dengan saya belajar Masuk sesuai
islam untuk
Allah melakukan Mengetahui pesantren dengan
dalam
Sudah membaca
Belajar mengguna
sebagai sholat rukun islam Belajar saat SMP pemahama
keaadaa
mulai iqra
Iqra kan
n islam dzat yang dan rukun memakai n
belajar dengan Mendapat pakaian
menciptaka iman tanpa jilbab di Melaksan
wudhu dan ayah penguatan Syar’i
n mengerti sekolah kan
sholat maknanya untuk
Sudah kelas 3 ibadah
Diajarkan hijrah Mengikuti
belajar Mulai berdasar
berdoa komunitas
menghafal Guru yang paham ilmu
menguatkan Mengenal /organisasi
Al-Qur’an bahwa Allah keislaman
untuk hafal ada
dari juz selalu ada
Al-Qur’an perbedaan
Ama
dan dan belajar Belajar
mengerjakan Melaksanak untuk adab dan
amalan an ibadah bertoleran memperba
sunnah dan si iki akhlaq
mengintern
alisasikanny
a

26
Saya terlahir dari keluarga yang memiliki pemahaman tentang agama
yang baik. Saya dibesarkan dengan ajaran-ajaran islam. Saya mulai
dikenalkan pada Allah ketika saya menginjak umur 3 tahun. Saya melihat
bagaimana orangtua saya sholat dan membaca Al-Qur’an hal itu sangat
menarik bagi saya saat itu. Kemudian saya ikut melakukannya dengan
meniru gerakan orangtua saya. Saya merasakan ada darah perjuangan
ketika ibu saya bercerita tentang kisah para nabi, ketika menyetel radio yang
berisikan kajian Aa Gym, dan menyetel musik-musik yang bertemakan Islam.
Hal itu membuat saya senang. Ketika ayah dan ibu mengajak saya untuk
datang ke istiqlal saat itu kajian Aa Gym yang berlangsung di sana. Menyetel
radio meruppakan rutinitas yang sangat dijaga sekali saat itu sampai saya
SD kelas 6. Namun, ada yang berdeda karena berganti dengan saluran radio
yang lain sperti, Radio Dakta dan Radio Fajri ketika saya kelas 4-6 SD.
Kajian-kajian yang di dengar melalui radio tersebut banyak berisi tentang
amalan-amalan yang dikerjakan sesuai perintah Allah dan dilaksankan
Rasul-Nya. Maka dari situlah orang tua saya banyak membeli buku tentang
islam melalui kedua Radio tersebut.
Berbicara mengenai musik-musik nasyid yang mendekatkan diri pada
sang pencipta itu hal yang sangta menarik sekali bagi saya. Terutama saya
sangat menyukai musik dan bernyayi. Saat itu tiada hari tanpa bernyanyi
lagu nasyid. Sampai saya mengidolakan beberapa grup nasyid seperti,
Raihan, Edcoustic, Hijjaz, Izzatul Islam yang notabenenya berisi tentang
perjuangan.
Ibu saya yang selalau membacakan kisah-kisah nabi kepada saya
saat masih kecil, kisah-kisah inspiratif yang ditampilkan dalam buku cerita.
Cerita yang paling say sukai adalah ketika Nabi Muhammad ketika berjalan
di suatu kampung selalau diludahi oleh seorang pemuda, setiap hari. Suatu
ketika Nabi Muhammad melewati tempat itu, orang yang biasa meludahinya
tidak nampak bahkan tak ada yang meludahinya. Lalu Nabi Muhammad
bertanya kepada sekitarnya mengenai hal tersebut. Ternyata pemuda itu
sedang sakit, kemudian Nabi Muhammad menjenguknya. Pemuda yang tahu
dengan rasa malunya enggan melihat wajah Nabi, karena sering

27
meludahinya. Nabi yang sudah memaafkannya, memebuat pemuda ini
masuk Islam. Kisah ini yang selalu saya ingat betapa Nabi Muhammad sabar
atas perlakuan pemuda itu dan bahkan mau menjenguk pemuda itu.
Sebenarnya banyak kisah yang memebuat saya terlanjur cinta dengan
agama yang saya peluk ini. Walaupun saat itu saya masih belum mengerti
tepatnya SD kelas 1.
Berkisah mengenai ibadah wajib yanga diajarkan kepada saya, orang
tua memeberikan edukasi dengan memebeli poster yang bergambar menarik
yang judulnya “Mari Berwudhu!” dan “Shalat yuk!” dengan tambahan ilustrasi
yang meraik membuat saya cepat dan mudah memahami ditambah dengan
ayah dan ibu selalu membimbing. Kemudian buku doa-doa dengan banyak
warna dan gamabar. Benda-benda tersebut dijual di Pameran buku islami
bahasa kerennya ‘Islamic Book Fair’ tepatnya tahun 2005. Media-media di
sanalah yang memebuat saya belajar Islam dengan baik.
Kemudian saya mulai masuk TPA sejak umur 3 tahun saat itu belum
ada PAUD jadi masuknya TPA. Belajar berdoa, menghafal surat, dan
membaca iqra. Saya tidak terlalu ingat apa saja yang pernah saya lakukan
selama TPA. Tapi banyak yang saya pelajari. Sampai pada suatu ketika,
saya tidak lagi mengaji di TPA say hanya belajar dengan orangtua saya,
terutama ayah. Ayah yang memiliki sifat keras saatt itu, selalu memebuat
saya menangis ketika belajar membaca iqra. Karena suara tingginya
menakutkan. Hal itu berdampak baik bagi saya karena dengan penekanan
tersebut saya menjadi lebih cepat sampai Al-Qur’an. Karean orangtau saya
menanamkan sejak dini sampai saat ini.
Ketika saya mulai sekolah TK orangtua saya menadfarkan saya ke
lembaga pendidikan formal yang berstandar Islam berbeda dengan kakak
yang umum. Di sana saya belajar banyak hal mulai menghafal rukun islam,
rukun iaman, nama-nama malaikat dan nama-nama Nabi dan Rasul.
Kemudian ada manasik haji ketika saya berada di sana, di aman saya
melakukan thawaf, syai danmelempar jumrah dengan batu kerikil yang saya
cari disekitar rumah. Pengalaman tersebut mengajarkan saya untuk
memahami tatacara rukun Islam yang keliama itu. Walaupun, menurut saya

28
kurang masuk akal jika anak TK yang melakukannya. Karena terlalau dini
yang sebaiknya berfokus pada amalan yang dilakukan dikeseharian saja
yang perlu dipraktekkan.
Berikutnya dalam penerapan Islam di keluarga saya selalu berpegang
pada Al-Qur’an dan Sunnah. Kami tidak mengikuti syukuran yang diadakan
sekitar seperti memebaca Yasin bersama dan tahlilan, lalu meyasinkan
orang meninggal, segala ritual yang berbau dengan kematian orangtua saya
tidak pernah ikut. Karena pada zaman Nabi hal itu tidak diajarkan, itulah
mengapa orangtua saya tidak pernah ikut ajakan itu. Banyak cibiran tetangga
tentang keluarga kami yang tidak melakukan hal tersebut, namun orangtua
saya hanya menerapkan kebenaran yang dipahaminya. Kemudian masih
meyangkut dengan ritual orang yang meninggal, berkat yang diberikan ke
rumah tidak akan dimakan daging sembelihannya karena, daging yang
disembelih itu untuk orang yang meninggal. Jadi, tidak halal jika dimakan.
Karena daging tersebut dipersembahkan untuk selain Allah.
Waktu terus berlalau sampai akhirnya saya mulai masuk SD. Seperti
yang pertama saya masuk di sekolah SD yang berstandar islam juga.
Kualitasnya bagus guru-guru yang kompeten membuat saya belajar islam
lebih banyak di sana. Saya mulai mengenakan jilbab saat saya muali
mneginjak bangku kelas 3. Saya sudah mulai mengerjakan sholat dengan
teratur walaupun masih seting meninggalkan sholat Isya, karena rasa kantuk
yang tak tertahan. Teringat pesan orangtua saya agar tidak terlalu dekat
dengan laki-laki walaupun berteman tidak dipermasalahkan. Saya hanya
menuruti tanpa mengerti maksudnya sampai saya kelas 6 SD.
Sampai akhirnya orangtua saya menyampaikan bhawa saya akan
dipindahkan ke sekolah negeri yang kala itu menganggap bahwa anak di
sana nakal. Kemudian saya bisa ke sekolah dengan membuka kerudung, itu
hanya pikir saya ketika saya pindah dari sekolah islam tersebut. Namun hal
itu urung ketika orangtua saya menyampaikan dan berpesan utuk tetap
memakai kerudung walaupun dsudah pindajh sekolah. Saya hanya bisa
menurut sampai akhirnya saya terbiasa dengan kerudung. Hingga saya malu
jika ada yang tahu tentang rambut saya. Lalu ketika saya pindah sekolah

29
saat itu saya kelas 5 SD tepatnya teman saya yang melihat saya melepas
kerudung saat beganti pakaian olahraga lalau berkata “Sal, rambut lu kan
bagus kok ditutup sii?” saya hanya berpikir karena itu aurat makanya saya
tutup. Karea teman yang penasaran satu ini sampai pernah memaksa saya
untukmelepasnya dengan menarik kerudug saya. Hal itu memebuat saya
tersedu dengan kejadian itu saya menangis dan marah kepada teman-teman
saya saat itu. Karean hal itu mengancam diri saya makanya saya marah dan
menangis. Sejak kejadian itu teman saya tidak berani lagi mengganggu saya
dengan jilbab atau kerudung yang saya gunakan.
Mennginjak masa SMP saya didaftarkan oleh orangtua saya ke
pesantren yang memang kala itu saya mengidamkannya untuk menjadi
bagian di dalamnya. Saya kana belajar banyak hal tentang Islam. Mulai dari
amalan-malan wajib hingga amalana-amalan sunnah yang dipelajari, bahsa
arab yang merupakan bahasa Qur’an yang setiap mempelajarinya butuh
pemahaman ekstra. Setelah menjalaninya selama tiga tahun selama SMP
ada hal yang saya lihat. Bahwa walaupun lembaga pendidikan agama sebaik
apapun jika, individu tidak merubahnya atau bahkan tetap sama seperti
orang yang tidak paham maka akan sama saja. Itu yang saya dapatkan.
Saya selalu berusaha untuk menjaga diri saya untuk tidak menyentuh lawan
jenis, walau terkadaang teman-teman saya mengatakan bahwa sok suci atau
apalah. Saya tetap dengan pendirian saya sampai saat ini.
Seiring berjalannya waktu banayak juga hal yang dipelajari oleh
orangtua saya mengenai agama. Karena prinsip orangtua saya walaupun
saya di pesantren maka orangtua saya perlu mengaji agar tetap bisa
berdampingan maksudnya tidak awam tetang hal-hal yang baru. Kemudian,
ayah saya menyampaikan bahwa sya akan dipindahkan sekolah untuk SMA
nya dan tidak di pondok itu lagi. Saya hany bergumam dan sedikit
mengelaknya karena saya sudah terlanjur betah di sana dan tidak ingin
terpisah dengan teman-teman saya. Alasan mengapa pindah diperkuat
dengan figur yang buruk di sana seperti adana peraturan ‘dilarang merokok’
namun gurunya merokok, selain itu ad peraturan dilarang berpacaran namun
gurunya ada yang berpacaran. Hal itu akan menimbulkan pemfiguran yang

30
kurang baik, mungkin untuk anak-anak yang mengertihal itu kurang baik
maka tidak mengikutinya namun bagi anak-anak yang menentang maka
akan melanggarnya. Sesuai yang dicontohkan gurunya. Kemudian dengan
pemahaman yang berbeda dengan saya yang tidak meggunakan kunut akan
terus dipertanyakan oleh ustadzah yang memeperhatikan. Maka dari itu,
orangtua saya menjaga saya untuk tidak bercampur dengan pemahaman
yang beda dengan masyarakat kebanyakan saat itu. Lebih tepatnya menjaga
iman.
Selanjutnya saat SMA saya mulai memahami makna-makna yang ada
dalam sholat saya mengapa saya butuh akan sholat, mengapa manusia
diajarkan untuk sabar, mengapa manusia diciptakan, mengapa manusia
berbuat baik, bagaiaman adab-adab yang baik ketika menuntut ilmu,
bagaiamana berteman, bagaimana sedeah yang baik pertanyaan-pertanyaan
tersebut terjawab ktika saya menempuh masa SMA. Pada akhirnya, saya
mulai mengurangi interaksi dengan lawan jenis (teman-teman SMP), lalu
saya mencoba memanjangkan kerudung secara bertahap. Masalah
pergaulan sangat dijaga sekali di sekolah ini. Ketika ada yang melanggar
maka BK akan menindaklanjuti. Rasa penasaran akan menjalin hubungan
antara laki-laki dan perempuan itu sudah biasa di sana. Itulah yang samapi
saat ini saya jaga. Saya di SMA merasa beruntung bisa memahami agama
dengan baik.
Kisah spiritual saya di kuliah mungkin agak menarik. Karena saya
masuk PTN yang tepatnya di Jakarta yang saya bayangkan bahwa hal-hal
yang negatif di sana. Namun setelah saya menjadi bagian dari dalamnya
saya melihat ada yang berbeda di sini. Saya merasa nyaman karena banyak
orang yang seperti saya. Saya mulai mengenakan hujab Syar’i walau
terkadang mengenakan celana kala itu. Saya tertarik ketika melihat
temansaya sednag berdua dengan Al-Qur’annya, saya tersentuh melihat hal
tersebut. Itu hal yang membuat saya “melting” ketika melihat itu. Saya mulai
dekati walaupun dia terlihat tidak nyaman awalnya. Karena hal itu asing
menurut saya. Sampai saya bertemu dengan kelompok mentoring yang
membuat saya terus menjaga diri dengan yang baik-baik. Menjauhi resiko

31
yang akan membuat saya lalai. Namun, diri sediri yang terkadang
melanggar. Saya terus berusaha untuk tetap memeperbaiki diri, dengan
shalat, tahajud, mengerjakan amalan sunnah secara rutin.
Berdasarkan refleksi saya tentang timeline spiritual saya, ada yang
berhubungan dengan etnis yaitu, ketika orang jawa itu dekat dengan
tuhannya. Karena kakek dan nenek saya yang selalu menanamkan ajaran
Islam. Saya mengikuti komunitas agama ketika saya masuk kuliah banyak
sekali pengalaman yang saya dapatkan. Awalnya ikut organsasi tersebut
saya ingin menjaga diri saya dengan melakukan kegiatan yang baik karena
ada hati untuk mengikuti BEM namun orangtua tidak mengizinkannya. Dalam
komunitas keislaman saya bnyak belajar dari kisah-kisah inspiratif yang
disampaikan. Saya selalu merasa bahwa Allah mencintai saya dengan saya
yang dipertemukan dengan teman-teman yang ada di komunitas itu. Segala
yang ada dihadapan saya adalah takdir saya selalu mempercayai hal itu dan
itu takdir baik untuk saya.
Saya lebih mudah menerima dengan keadaan, namun jika buruk
maka perlu saya ubah. Buku-buku yang pernah saya baca, video-video yang
pernah saya tonton dan pengaplikasian dikeseharian saya merupakan
bentuk nyata yang membuat saya semakin yakin bahwa Islam adalah agama
yang benar menurut saya. Beberapa pengalaman yang mengajarkan
bersyukur seperti ketika saya merasa sedih, banyak dorongan yang
membuat saya kembali lagi untuk bahagia seperti teman, guru yang selalau
memberikan support. Ketika saya sudah patah semangat dengan PTN saya
selalau ingat, bahwa Allah selalu mengikuti prasngka hambanya. Maka dari
itu, saya harus megubah cara pandang saya tentang diri saya sendiri
bahawa saya mampu untuk mencapainya dan masuk PTN, akhirnya saya
bisa dan itu selalu menjadi andalan saya. Bahwa di balik ujian yang sulit
maka ada kemudahan terdapat dalam surat Al-Insyroh: ayat 5 – 6
“sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, dan sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan.” Kemudian kenikmatan iman yang saya
rasakan bersama orang-orang yang selalau menunjukan kebaikan. Ketika

32
saya bersujud dan menangis pada sepertiga malam yang memebuat saya
merasa bersyukur.
Berbicara mengenai pengalaman buruk itu ketika banyak yang
berkomentar Islam agama teroris. Itu sangat menyayat hati dan tidak
menerima akan hal itu. Saya paham betul bahawa nabi saja tidak pernah
mengajarkan hal itu. Itu hanya perlakuan oknum yang membuatnya terlihat
buruk, karena sesungguhnya agama tidak mengajarkan hal yang buruk.
Saya meyakinkaan saya dengan memebaca Al-Qur’an bahwa manusia tidak
suka peperangan namun jika itu mengancam umat muslim maka perlu
diperangi. Saya selalau mengambil hikmah atas kejadian yang pahit
sekalipun, teringat ketika saya kehilangan laptop dan hp. Saya merasa sedih
sekali karena hal itu tetapi, hal itu saya anggap memang teguran Allah atas
perbuatan saya yang selalu mengutamakan dunia dibanding bersama Al-
Qur’an dan mengingat Allah. Hal itu membuat saya selalu mengintropeksi diri
saya dan berusaha menggunakan waktu degan baik.
Selama saya hidup pasti banyak hal yang telah saya lalui. Termasuk
pergulatan yang terjadi dengan diri saya dengan agama yang saya anut.
Seperti hobi saya yaitu menyanyi, saya sangat senag menyanyi sampai saya
berniat membuat studio rekaman sendiri dengan saya yang membuat lagu
jadi tidak perlu pihak lain dalam menjalankannya. Saya beranggapan bahwa
saya memiliki studio rekaman sendiri maka hanya saya dan orang-orang
tetentu yang dapat mengakses. Itusiasat saya untuk menjalankan hobi saya.
Saya sulit untuk menahan menyanyi di depan umum. Hal itu terhenti saat
saya kuliah karena saya mengikuti komunitas agama hal itu didorong dengan
aturan-aturan yang ada. Saya sendiri jika tidak mengikuti komunitas itu saya
akan mengeksplore bakat menyanyi saya walaupun orangtua saya
terkadang sedikit-sedikit melarang saya untuk menyanyi. Saya terkadang
melawan diri saya untuk berusaha tidak menyukai menyanyi. Akan tetapi,
tetap saja tidak bisa saya selalu tetap suka. Saya hanya mendiamkan teman
saya jika berkomentar berkata bila hal itu aurat. Saya masih sulit menerima
kenyataan tersebut berpengaruh karean bertentangan dengan diri saya. Sulit
merasionalisasikan jika diperbolehkan.

33
Agama islam merupakan agama yang mayoritas banyak
keistimewaan didalamnya ketika perayaan keagamaan maka akan
berkumpul keluarga. Seperti ramadhan ada waktu untuk bersama dengan
keluarga. Berdoa yang dilakukan setiap waktu akan merasakan spiritual yang
kuat akan menurunkan keberkahan dalam hidup. Berjalan dengan tuntunan
Allah, banyak keadaan yang membuat saya selalu bersyukur dengan apa
yang terjadi. Ketika bersujud ada sensasi dekat dan beban terasa turun dan
terasa enteng.
Keistimewaan itulah yang terkadang membuat saya perlu sadar akan
agama-agama yang lain yang ada di sekitar saya.. Saya mendorong onseli
agar selalu berpegang kepe ajaran agama yang ada pada diri konseli dan
saya perlu bersikap profesional tanpa mencampuri hak privasi konseli.
Melalui kekuatan saya sebagai pemeluk agama maka saya perlu
memeberikan penguatan kepada konseli tetantang apa yang diajarkan oleh
agamanya tersebut. Akan tetapi jika agama konseli sama dengan saya,
maka saya akan memeberikan penyampaian sesuai yang saya dapat
pengalaman-pengalaman saya, melalui kisah-kisah inspiratif agar
menguatkan konseli, kemudian berdiskusi mnegnai hal tu. Dalam hal ini saya
perlu mengetahui bias-bias apa yang terjadi ketika saya menjadi konselor
mereka. Tentunya saya sendiri memiliki bias terhadapa agama lain terutama
soal pergaulan yang paling mendasar. Hal itu sangat bertentangan dalam diri
saya. Mungkin akan beerpengaruh pada konseling saya karena
bertentangan akan tetapi, saya akan mencoba untuk bertahan sebisa saya
untuk mempertahankan nilai saya. Saya akan menerapakan pada anak yang
memeiliki agama yang sama dengan saya. Namun, saya akan bertoleransi
ika mereka bukan dari agama saya. Mungkin dengan ini saya akan dikatakan
orang yang kolot. Akan tetapi, saya perlu menyampaikan kebenaran.
Berbagai pengalaman saya mengenai agama tidak jauh dengan buku
bacaan yang mendampingi saya untuk bersyukur atas apa yang saya peluk.
Buku yanga akan saya refleksikan merupakan karangan dari Ust. Felix Siau.
Beliau meruapan pemikir muslim yang hebat pada era digital saat ini
walaupun beliau mualaf. Semangatnya dalam berdakwah memebuat saya

34
ikut semangat. Maka akan terlihat dari beberapa tulisan saya diatas tentang
perjuangan dan islam merupakan nikmat rahmat dari seluruh alam. Bukunya
berjudul “Islam Rhamatan Lil ‘Alamiin”. Buku ini menjelasakan bagaimana
Islam, Islam itu agama yang diturunkan Allah yang maha Ghaib yang melalui
perantara Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasaallam yang biasa disebut dengan
agama tauhid yakni mengesakan Allah. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
yang harus di peganng. Buku ini menceritakan bahwa jika Islam berdiri di
negeri ini akan damai. Karena Islam selalu mengutamakan kedamaian.ruang
lingkup ajaran Islam itu meliputi aqidah spiritual dan politik dan keberanian
dalam beriman. Maka agama islam bisa disebut dengan ideologi. Islam
mengaturnya secara lengkap maka ada hukum yang berlaku atau nidzhom.
Saya merasakan sekali bagaimana Islam mengatur kehidupan manusia
dengan sedemikian rupa dengan adab dan hukum-hukum yang semua
rasional. Kemudian bagaimana islam sangat mementingkan pendidikan
karakter atau akhlaq yang disampaikan pada buku ini yang memebuat kita
berakhlaq berdasar pada tujuan seeta akhlaq bukan sekedar perbuata baik
atau buruk melinkan bagaimana kita umat islam melaksanakan sifat-sifat
yang diperintahkan Allah kepada seorang muslim. Aklaq akhlaq yang baik
akan membawa kepada Syurga. Terdapat berbagai dorongan-dorongan
yang baik dalam buku ini, karena didalamnya bagaimana Islam telah
sedemikian rupa dirancang untuk kecsejahteraan umat. Bahkan jika kita
telaah, bagaimana Allah tidak sayang kepada wanita yang memeberikan
perintah khusus mengenai pakaiannya. Buku ini juga mengajarkan bahwa
kitta sebagai seorang muslim harus percaya janji Allah itu pati. Walaupun,
terlihat sekali doktrinasi namun saya juga selalu merasakan hal-;hal yang
positif ketika saya menggunakan Islam dalam keseharian saya.
Buku ini bercerita mengenai manusia membutuhkan agama. Maksud
kalimat sebelumnya bahwa mausia membutuhkan penyembahan terhadap
sesuatu dan memeluk seuah agama. Terlihat dari sejarah manusia yang
membutuhkan agama walaupun itu bersifat animisme atau bahkan
dinamisme.kemudian dalam buku ini juga melihat bagaimana perspektif
Islam dalam menyikapi kehiidupan, pandangan spiritualah yang

35
mendampingi manusia untuk penghambaan dirinya pada Allah seperti yang
tertulis dalam Surat Adz-Zariyat: 57 “Sesungguhnya Allah menciptakan jin
dan manusia melainkan untuk beribadah pada Allah”.
Pendidikan yang diterapka dalam islam untuk membentuk generasi
yang berakal, yang memiliki kepribadian Isalam hal ini berdasar pada
sunnah-sunnah nabi yang menjadikannnya adab dalam berbagai bidang.
Adab-adab ini yang menjadikan uamat islam akan membentuk pribadai yang
islami yang menikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Bagaimana Islam memeperhatiakan makanan yang boleh dan tidak
oleh dimakan hal itu semata-mata untuk emnciptakan bahwa pendidikan
islam itu baik yang akan menjadikan umata sehata karena menjaga
makanan. Kemuian beralih ke dakwah bahwa setiapa agama perlu
menyebarkan ajaran agamanya. maka islam pun demikian akan
menyebarkan islam melalui dakwah baik jamaah maupun melalui dakwah
fardiyah (sendiri). Karena menebarkan kebajikan hukumnya wajib. Mungkin
hanya itu yang saya sampaikan mengenai Agama sendiri, bagaimana kau
menerapkannya?

36
Tugas Syarat Masuk
Agama, Spiritualitas, dan Konseling

Dosen :
Susi Fitri, S.Pd., M.Si. Kons.

Nama :
Reyningtyas An Nisaa
1715162211

BK-B 2016

PROGRAM STUDI S1 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
201

37
Usia remaja
Usia remaja Usia dewasa
Timeline Menyadari
Usia anak-anak bahwa Dapat menjaga Mulai
Usia anak-anak mendapatkan diri dari memahami
Usia baru lahir Menghafal do’a
Ayah Diajarkan nilai- perlindungan, pertemanan kaitan ajaran
dan surat dalam
mengadzani nilai agama. serta nikmat yang kurang agama dengan
Al-Quran.
setelah lahir. lainnya. baik. kehidupan.

Menjalankan Keluar dari Mencoba hal-hal Tidak mengambil Sulit mengubah


perintah agama pesantren. yang sesuai kesempatan untuk perilaku sesuai
karena perintah dengan ligkungan belajar membaca Al- dengan ajaran
orang tua. tetapi bertolak Qur’an. agama.
Usia anak-anak belakang dengan
Usia dewasa Usia dewasa
ajaran agama.
Usia anak-anak

Usia remaja

0
Keluarga saya adalah penganut agama Islam semenjak dilahirkan.
Sehingga saya dan saudara (kakak dan adik) diwariskan pula agama yang
sama dengan mereka. Pengalaman keberagamaan yang penting di dalam
keluarga ialah adanya perubahan-perubahan menjadi lebih belajar tentang
agama islam dan memulai untuk memahami lebih mendalam mengenai ajaran-
ajaran yang diperintahkan. Seseorang yang paling menonjol dalam pagar
agama di keluarga saya ialah ayah. Saya melihat beliau telah mengamati
berbagai macam ajaran Islam yang berkembang di masyarakat. Suatu ketika
saya pernah mendengarkan beliau bercerita mengenai kegamaan yang
dimilikinya. Sejak lahir beliau berada pada lingkungan Jawa yang masih
memiliki budaya sangat kental dengan ajaran-ajaran sebelumnya. Tetapi ayah
beliau (kakek saya) selalu kuat dalam mengajarkan anak-anaknya mengenai
agama Islam, kakek saya sangat tegas dan disiplin dalam memerintahkan
semua anak untuk tidak mengikuti rutinitas di sekitar rumah yang
mengatasnamakan agama. Hal yang terlihat dari ajaran kakek saya terhadap
anak-anaknya ialah melaksanakan shalat wajib lima waktu dan membaca Al-
Qur’an. Seingat saya lingkungan tempat ayah saya tinggal masih terkenal
dengan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran Islam dan masih
minimnya masyarakat yang menganut agama Islam. Seiring berjalannya waktu,
sejarah kehidupan ayah saya selalu mencaritahu, mempelajari, dan
mengembakan ilmu pengetahuan mengenai nilai-nilai kegamaannya.
Ketika ayah saya bekerja di salah satu daerah, beliau melihat ada salah
satu aliran agama Islam yang menurutnya berbeda dari ajaran Islam yang
selama ini dikenalnya. Beliau melihat dan mengenali bahwa ajaran-ajaran
tersebut cukup aneh dan menutup diri dari masyarakat yang dianggap bukan
sebagai pengikut aliran tersebut. Ayah saya terus mencaritahu mengenai
kebenaran-kebenaran ajaran agama Islam di berbagai sisi kehidupannya. Pada
akhinya ayah saya tersadarkan oleh sesuatu, akan tetapi saya tidak mengetahui
akan hal tersebut. Kemudian ayah saya mengikuti sebuah pengajian atau
kajian-kajian Islam yang dikenal dengan “ahlu Sunnah wal jamaah”. Beliau

1
merasa bahwa kajian yang diberikan sangatlah masuk akal dan sangat sesuai
dengan sumber utama agama Islam yaitu All-Qur’an dan Hadist. Kejadian
tersebutlah yang menjadi titik balik keluarga saya dalam beragama Islam. Tetapi
tidaklah sangat mudah untuk menerapkan ajaran-ajaran aga tersebut di dalam
kehidupan sehari-hari. Hal yang saya sadarkan ialah masih banyak ajaran atau
perilaku umat Islam yang menyimpang dari ajaran sebenarnya. Masyarakat
masih belum mengetahui dan menyadari akan kekeliruan di dalam hidup
beragama. Suatu hari ayah saya sedikit berdebat menganai ajaran-ajaran
agama yang berbeda tersbut. Salah satu contohnya, pakaian yang dikenakan
oleh ayah saya ialah celana bahan dengan panjang di atas mata kaki. Hal itu
menjadi salah satu pemicu terjadinya perdebatan di antara dirinya dan adik-
adiknya. Ayah saya dikatakan sebagai pengikut aliran yang tidak sesuai. Namun
jika dilihat kembali pakaian yang dikenakan ayah saya pun memang sudah
terjelaskan, celana dengan batasan mata kaki adalah salah satu cara untuk
mencegah terkenanya najis. Kemudian pada hal yang sering sekali terlihat dan
terdengar oleh masyarakat yaitu do’a yang dilagukan atau dimusikan. Mungkin
saja itu sebagai salah satu cara agar masyarakat mudah menghafal dan
mengingatnya. Tetapi suatu ketika di bulan Ramadhan, setelah adzan maghrib
ditayangkan do’a berbuka puasa dengan diiringan musik. Om saya langsung
mengatakan itu merupakan sebuah kekeliruan, berdo’a dengan cara seperti itu
tidak diajarkan oleh agama Islam melainkan ajaran agama lain. Diperkuat lagi
bahwa ajaran agama Islam melarang musik dan nyanyian.
Berbagai pengalaman yang telah terjadi membuat saya semakin
memahami dan membuat saya berpikir kembali tentang kekeliruan-kekeliruan
yang ada pada masyarakat. Saya semakin memahami bahwa sesuatu yang
telah ditetapkan menjadi sebuah aturan atau ajaran merupakan tanpa sebuah
alasan dan penjelasan. Meskipun saya belum mempelajarinya secara lebih jauh
mengenai agama Islam, tetapi saya perlahan mulai memahaminya. Mungkin
saja pada waktu itu saya berpikir bahwa itu hanya sebatas aturan yang berbeda
dengan sesuatu telah terjadi di masyarakat. Hal tersebut terkadang membuat

2
saya berat untu menjalankan ajaran agama. Tetapi seiring dengan berjalannya
waktu, saya sedikit demi sedikit dapat memahami mengapa hal tersebut dapat
terjadi. Saya berpikir bahwa banyaknya pengaruh-pengaruh dari ajaran dan
perilaku dari masyarakat non-muslim itu sendiri. Misalnya saja pada hal kecil
yang sering dilakukan yaitu makan dan minum dengan berdiri. Jika dilihat
kembali banyak yang melakukan hal tersebut tidak terkecuali oleh diri saya
sendiri. Namun di dalam ajaran agama Islam terdapat Sunnah Rasulullah yang
mengatakan bahwa memakan dan meminum sesuatu dilakukan dengan duduk.
Mungkin saja itu dapat dikatakan tidak efisien dalam melakukannya, harus
mencari tempat duduk dan lain sebagainya. Tetapi itu dapat dicarikan alternatif
lain yaitu dengan cara berjongkok. Ternyata setelah saya mengetahui mengapa
harus sedemikian rupa terdapat manfaat yang jauh lebih besar di dalamnya.
Terlebih pada kehidupan manusia yang semakin berkembang banyak
bermunculan penelitian tentang berbagai macam hal yang terjadi. Salah satunya
yang pernah saya baca ialah memakan dan meminum sesutau lebih baik dan
banyak manfaatnya dilakukan dengan cara duduk. Itu menjadi sebuah
penyadaran akan hal yang sering dikatakan para ulama atau pemuka agama
bahwa semua yang ada di dalam kehidupan manusia telah diatur oleh Allah, di
kemudian hari orang lain pun menemukan penjelasan yang sama. Saya
menyadari bahwa semua hal sudah jauh hari ditemukan oleh ajaran agama
dibandingkan dengan teori yang ditemukan manusia. Begitupula dengan banyak
aktivitas lainnya di kehidupan ini.
Pengalaman kebergamaan yang sudah terlewati sedikit banyak berkaitan
dengan etnis Jawa di dalam keluarga. Seperti salah satu pengalaman ayah
yang telah saya jabarkan sebelumnya. Masih banyaknya kekeliruan yang ada di
lingkungan rumah keluarga ayah saya di Wonogiri, Jawa Tengah. Mengingat
bahwa pada zaman penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan dengan
cara kegiatan yang tidak asing lagi oleh masyarakat Jawa. Dapat dikatakan
adanya pencampuran ajaran agama lain (Hindu dan Budha) yang telah ada di
lingkungan masyarakat Jawa. Hal tersebut dilakukan agar ajaran agama Islam

3
mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat itu sendiri. Namun tidak sedikit
masyarakat yang telah mempelajarinya sesuai dengan Al-Qur’an, sehingga
penyebarannya pun telah berbeda seiring dengan berjalannya waktu. Banyak
hal yang saya sadari bahwa rutinitas kegiatan budaya Jawa tidak sejalan
dengan ajaran Islam. Misalnya banyak prosesi adat yang tidak perlu dilakukan
jika melihat ajaran yang ada di dalam aga Islam. Selain itu terdapat pula budaya
etnis Jawa yang tercerminkan pula dari ajaran agama Islam. Salah satu contoh
adalah karakteristik masyarakat Jawa yang ramah, sabar, dan sederhana
merupakan perilaku yang diajarkan pula oleh agama. Banyak sekali manfaat
ketika saya melakukan hal tersebut. Jika dikaitkan dengan konsep agama
perilaku tersebut menandakan bahwa kita percaya adanya Allah SWT. dan
membuat kita menjadi tenang akan mendapatkan hasil yang baik. Kemudian jika
dikaitkan dengan budaya Jawa itu sendiri terkenal dengan ciri bahwa
masyarakat Jawa sangat menjaga perasaan dirinya maupun orang lain dengan
bersikap. Selanjutnya pada saat ini saya tidak mengikuti komunitas keagamaan
di lingkungan sekitar.

Pengalaman keberagamaan yang menyenangkan mulai dari masa anak-


anak hingga dewasa. Sejak kecil saya telah diwariskan agama Islam oleh kedua
orang tua. Mulai dari lahir telah diadzani, diajarkan tata cara shalat dan do’a
sehari-hari hingga dimasukkan ke dalam taman kanak-kanak Islam. Kemudian
saya didaftarkan ke salah satu tempat belajar mengaji dan mempelajari ilmu
agama. Saya menjalankan rutinitas keagamaan tersebut tanpa adanya rasa
yang melekat, melainkan atas dasar perintah orang tua. Kemudian ketika saya
memasuki jenjang sekolah dasar, orang tua tetap memasukkan saya ke sekolah
Islam. Di dalam sekolah tersebut pula saya mengenal berbagai macam
pengetahuan keagamaan. Mulai dari Al-Qur’an Hadist, fiqih, akidah akhlak, dan
sejarah kebudayaan Islam. Mengenyam pendidikan di sekolah Islam adalah
sesuatu yang menyenangkan bagi diri saya sendiri. Dikarenakan saya dapat
mencaritahu ilmu pengetahuan bukan hanya mata pelajaran umum saja,

4
melainkan tentang ilmu mengenai keyakinan dan kepercayaan saya yaitu
agama Islam. Hal tersebut berlanjut hingga memasui jenjang sekolah menengah
pertama. Pada awalnya ketika lulus dari sekolah dasar saya memantapkan hati
untuk melanjutkan pendidikan di salah satu pesantren. Tibalah saat itu saya
diterima dan memulai untuk belajar di pesantren atau lebih tepatnya boarding
school yang terletak di Lebak, Banten. Namun itu tidak bertahan lama, saya
lebih meminta kepada orang tua untuk pindah ke sekolah lain. Dengan berbagai
cara orang tua menahan saya untuk tetap tinggal itu tidak berhasil. Saya tetap
yakin untuk pindah. Pada akhirnya saya dipindahkan ke salah satu Madrasah
Tsanawiyah Negeri yang berdekatan dengan tempat tinggal. Saya tetap
mengaggap itu adalah sekolah yang terbaik, meskipun saya tidak terlalu
mengerti mengenai jenis-jenis sekolah tersebut. Namun pada akhirnya saya
merasa beruntung sekali lagi, dikarenakan di dalam sekolah Islam banyak sekali
diajarkan nilai-nilai kehidupan beragama. Secara tidak langsung saya sangat
senang, meskipun pada awalnya itu sedikit dipaksakan. Jika saya tidak
bersekolah di sekolah Islam, saya merasa khawatir akan belajar darimana lagi
mengenai ajaran agama Islam.
Di kedua jenjang sekolah maupun tempat mengaji tersebut saya juga
dapat mengambil kesempatan untuk menghafal ayat dan surat yang ada di
dalam Al-Qur’an. Kemudian ketika memasuki jenjang sekolah menengah atas,
saya lebih memilih untuk bersekolah yang berjenis umum bukan sekolah Islam.
Pada saat itu saya merasa terlalu berat dengan banyak mata pelajaran yang
harus saya jalankan. Saya merasa lelah dan tidak maksimal dalam
mempelajarinya. Masa remaja sebagai masa krisis identitas, saya merasa
sangat beruntung karena pada waktu itu saya telah dilandaskan berbagai
macam ilmu pengetahuan agama. Meskipun ilmu agama yang harus dipelajari
masih banyak lagi. Tetapi menurut saya landasan yang telah ditanamkan oleh
orang tua kepada saya sangat berguna sekali di dalam pergaulan dengan
teman-teman. Saya lebih menjaga sikap, tidak mengucapkan apa yang
seharusnya tidak diucapkan seperti kata-kata kasar, serta banyak hal yang

5
menjadi ladasan saya dalam bersikap. Pada mata pelajaran agama pun saya
lebih mudah memahami maksud dan tujuannya, serta saya menjadi lebih
tertarik lagi untuk memperdalam ilmu pengetahuan kegamaan. Pada masa SMA
saya baru merasakan manfaat ketika melibatkan Allah SWT. di dalam
kehidupan. Saya semakin menyadari bahwa Allah SWT. selalu membantu
hambanya dalam segala hal. SMA adalah tempat saya gencar untuk
mendapatkan prestasi yang membanggakan, ketika saya merasa takut dan ragu
dalam mencapainya saya serahkan kepada Allah, kemudian hasil yang
didapatkan pun sesuai dengan kebutuahan yang ada di dalam diri. Selain itu
saya dihadirkan teman dekat yang selalu memberikan semangat dan medorong
saya untuk menjadi lebih baik kembali. Saya percaya bahwa itu telah menjadi
rencanya-Nya agar tetap menjaga semangat saya dalam hal tersebut. Saya
meyakini bahwa Allah selalu memberikan hal yang dibutuhkan, meskipun hal
tersebut tak jarang disadari oleh diri sendiri. Pengalaman yang menjadi
keyakinan bagi diri saya sendiri ialah Allah selalu memberikan perlindungan
serta kejadian-kejadian yang tidak melebihi batas manusia.
Pengalaman selanjutnya adalah pengalaman yang kurang
menyenangkan telah terlewati. Sejak kecil saya belum tersadarkan akan hal
kegamaan. Saya melakukan rutinitas-rutinitas tersebut seperti yang dijarkan
orang di lingkungan sekitar. Tanpa membuktikan apakah itu benar sedemikian
rupa atau sebaliknya, menanggap bahwa semuanya sama. Ketika saya gagal
dalam melakukan sesuatu saya sangat tidak terima, terlebih jika saya
menginginkan sesuatu dan tidak mendapatkannya. Saya akan sangat marah
dan menyesalkan kejadian-kejadian tersebut. Selanjutnya ketika saya
memutuskan untuk keluar dari pesantren, saya merasa telah melepaskan salah
satu kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan agama dan mengurangi
kokohnya pondasi agama saya untuk menjalakan kehidupan masa remaja dan
dewasa di kemudian hari. Kemudian pengalaman yang membuat saya terus
berpikir ialah bagaimana cara seseorang memahami tafsiran Al-Qur’an dan
hadist di dalam kehidupannya. Semenjak ayah saya berhijrah membuat saya

6
lebih hati-hati kembali untuk melakukan tindakan apakah itu sesuai dengan
ketetapan Islam ataupun kekeliruan. Ayah saya selalu mengingatkan tentang
hal-hal yang berkaitan dengan perilaku maupun sebagainya. Namun terkadang
masih sulit yang saya rasakan untuk mengubah dan menyesuaikan dengan
lingkungan sekitar. Saya merasa takut dan malu jika tidak menjalankan
perintah-perintah agama, sedangkan saya selalu diberikan kemudahan,
kecukupan, dan perlindungan oleh Allah SWT. Kesempatan lainnya yang belum
saya manfaatkan yaitu belajar membaca Al-Qur’an atau biasa disebut dengan
tahsin. Saya menyadari bahwa saya harus banyak belajar lagi untuk membaca
A-Qur’an. Mengingat saya memutuskan untuk berhenti belajar mengaji ketika
memasuki kelas enam sekolah dasar. Saya menyia-nyiakan tawaran tahsin
yang diberikan, sedangakan adik serta sepupu-sepupu saya sedang
menjalankannya. Saya pernah berburuk sangka bahwa ajaran agama itu
menyusahkan dan tidak menyenangkan, bahkan banyak peraturan-peraturan
sedehrana yang memberatkan. Tetapi satu keyakinan saya ajaran agama itu
justru membuat hidup menjadi tenang, tanpa memikirkan hal-hal yang tidak
terlalu dipikirkan. Bahkan setiap segala sesuatunya pasti memberikan
kebahagiaan di dunia maupun akhirat. Sampai saat ini saya belum pernah
mengalami pergulatan yang berkaitan dengan keagamaan.
Keberagamaan membuat seseorang yakin akan adanya sesuatu yang
tidak dapat terlihat tetapi bisa dirasakan. Adanya faktor lain yang membuat
seseorang berhasil atau tertunda keberhasilannya, serta yang paling
menentukan atau pembuat keputusan dari sekian banyak rencana kehidupan.
Pada saat saya lulus MTs dan takut untuk tidak mendapatkan SMA Negeri.
Saya sangat khawatir dan gelisah akan kegagalan, karena pada saat itu nilai
akhir saya tidak terlalu besar dan saya telah mencoba di jalur pertama namun
gagal. Namun pada saat itu saya mendapatkan masukan untuk shalat dan
berdo’a, selalu meminta kepada Allah dalam mendapatkan sekolah. Pada
akhirnya saya diterima pada salah satu SMA Negeri. Saya yakin bahwa sebuah
pertolongan pasti datang disaat kemungkinan-kemungkinan buruk itu ada.

7
Kejadian tersebut kembali terulang ketika sama lulus SMA dan ingin mendaftar
ke perguruan tinggi negeri. Saya merasa sangat hopeless sekali dan tidak tahu
harus bagaimana jika ditolak oleh PTN. Saya merasa sangat sia-sia mengejar
akademik di masa sekolah tetapi saya tidak mendapatkan keinginan saya di
PTN tersebut. Tetapi dengan keyakinan saya bahwa ada penolong lain di
kehidupan akhirnya saya tetap melanjutkan perjuangan untuk mendapatkkan
PTN. Saya merasa tidak ada semangat dalam belajar kembali dan terlalu ragu
jika diterima. Terlebih ketika mengerjakan soal ujian, saya merasa gagal saja.
Namu segala kemungkinan terjadi, Allah menolong hambanya yang telah
berusaha. Allah memberikan saya keajaiban dari jawaban soal ujian tersbut
dengan diteminanya saya di UNJ. Saya meyakini bahwa setiap masalah pasti
diiringi dengan penyelesaiannya, tinggal menunggu waktu saja kapan
penyelesaian tersebut dapat digunakan dan dicapai. Saya percaya bahwa Allah
selalu memberikan jalan kehidupan manusia sesuai dengan batas kemampuan
yang dimilikinya dan memberikan keberhasilan di dalamnya. Allah pula
membuat manusia tersadar akan kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya.
Kemudian membuat manusia kembali kejalan-Nya. Permasalahan yang sering
menjadi guncangan di dalam diri saya ialah mengenai hubungan saya dengan
keluarga. Tidak terlalu dekat tetapi tidak bermasalah di dalam keluarga tersebut.
Hal yang paling terlihat adalah perbedaan karakteristik saya dengan kakak.
Saya terkadang masih ingin seperti dirinya dan masih suka menganggap dirinya
lebih disayang dengan karakteristiknya. Tetapi saya berpikir kembali bahwa
Allah telah menciptakan berbagai macam karakteristik manusia agar saling
melengkapi di lingkungan tersebut. Ada hal yang pasti akan terjadi dengan
adanya perbedaan-perbaan tersebut.
Agama yang saya adalah agama yang minoritas, terutama di Indonesia
dengan jumlah penganut agama Islam terbanyak. Diskriminasi yang saya
rasakan hampir tidak pernah terjadi. Mungkin mereka yang berbeda agama
dengan diri saya akan menganggap bahwa agama Islam itu munyulitkan, tidak
membebaskan manusia untuk melakukan sesuatu. Tetapi itu tidak terlalu

8
memberikan pengaruh yang besar bagi diri saya. Selain itu terdapat diskriminasi
yang terlihat ialah kepada umat muslim yang menggunakan baju kokoh panjang
dan muslimah yang mengenakan baju panjang serta tertutup. Mungkin saja
mereka (orang di luar agama Islam) akan menganggap bahwa itu adalah hal
yang perlu dicurigai. Dianggap sebagai sebuah bentuk kejahatan dan lain
sebagainya. Ayah saya menjalankan salah satu Sunnah Rasulullah yaitu
memanjangan rambut di dagu (jenggot). Terkadang ketika kami sedang berjalan
masih banyak orang yang menganggap itu adalah hal yang tidak biasa bahkan
menakutkan. Tidak jarang pula kami dianggap lebih di bawah jika
dibandingakan dengan orang-orang dengan berpenampilan modern. Tetapi hal
tersebut tidak memberikan pengaruh apapun kepada kami. Pengalam ini akan
menjadi landasan dalam memberikan layanan konseling bahwa setiap orang
memiliki kesamaan hak untuk mendapatkan layanan. Meskipun orang tersebut
berbeda latar belakang agama dengan diri saya akan tetap tidak membanding-
bandingkannya. Membiarkan mereka tetap berada pada jalan agamanya
masing-masing dan saya tidak akan memaksakan kehendak sesuatu yang saya
anut menjadi standar dalam menilai sesuatu. Saya memahami bahwa setiap
penilaian akan dapat terjadi jika memilki kesamaan dan standar tertentu. Saya
tidak ingin menganggap orang lain rendah hanya karena perbedaan tersebut
atau anggapan bahwa agama saya lebih baik dari agama yang lain.
Kekuatan agama yang saya pahami dan yakini adalah keyakinan akan
hadirnya Tuhan di dalam hidup manusia. Di dalam perjalanan hidup manusia
pasti ada kesimbangan antara kesulitan dan kemudahan. Ketika sedang
mengalami kesulitan atau masalah maka lebih baik banyak memberikan waktu
untuk Tuhan dan menyerahkan semua kepada-Nya. Namun bukan berarti
terlena ketika permasalahan telah usai. Melakukan praktek-praktek agama agar
menenangkan hati dan pikiran jika terjadi suatu masalah. Meyakinkan diri
sendiri dan konseli bahwa segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan pasti
adalah hal membuat kita semakin belajar, apapun bentuk yang diberikannya.
Berbaik sangka kepada Tuhan ketika sedang memiliki masalah yang besar.

9
Bias terhadap agama lain seperti nilai yang diajarkan apakah sama atau
berbeda. Meskipun semua agama mengajarkan kebaikan tetapi hanya berbeda
penyebutannya saja. Terlebih pada saat ini saya belum mengetahui banyak dari
agama lain. Meskipun tidak menginternalisasinya tetapi saya semestinya
mengetahui hal-hal tersebut. Menjadikan pengetahuan tersebut dalam landasan
pada konseli yang berbeda agama dengan diri sendiri. Pembahasan agama
menjadi sangat penting karena agama salah satu pewarisan yang paling utama
oleh orang tua. Seseorang tumbuh dan berkembang melalui internalisasi nilai-
nilai agama. Seseorang akan membentuk dirinya sesuai nilai-nilai yang
diajarkan oleh keluarganya. Sehingga bukan suatu yang tidak mungkin bahwa
seseorang yang telah mendapatkan pewarisan agama akan terlepas dari nilai-
nilai tersebut. Namun akan berbeda situasi dan kondisinya jika ia telah
menemukan banyak pengalaman hidup dan ingin mencoba keluar dari
agamanya tersebut. Proses konseling tidak akan mudah berjalan jika kita hanya
mengandalkan kemampuan antara konseli dan konselornya saja. Dikarenakan
pasti terdapat faktor dan dorongan lain seseorang dapat menyelesaikan sebuah
masalahnya. Tidak jarang seseorang merasa sudah putus asa akan
kemampuan dirinya, keyakinan dialah terhadap suatu agama dan Tuhan secara
tidak langsung akan membantu dirinya.
Terdapat salah satu buku modern yang berjudul “Sebab Allah Bersama
Kita, Jangan Pernah Menyerah”. Di dalam buku tersebut berisi tentang refleksi
diri manusia itu sendiri terhadap kehidupan yang telah dijalaninya. Mengubah
cara pandang manusia mengenai kehidupan yang melibatkan diri dengan Allah
SWT. Secara umum buku ini mengajak seseorang untuk berhijrah ke jalan Allah
SWT. Memadukan unsur keagamaan dengan unsur lainnya, disampaikan agar
para pembacanya dapat dengan mudah memahami dan menerima maksud dari
tulisan tersebut. Jika melihat dengan pengalaman saya tersebut membuat saya
semakin terbantu akan cara pandang mengenai kehidupan yang ada di sekitar
diri sendiri. Buku ini pula membantu saya untuk menyadarkan sesuatu yang
belum tersadarkan. Banyak menuntun saya untuk menjadi yang lebih baik lagi.

10
Misalnya mengenai keggalan yang didapat kekita akan mencapai sesuatu.
Terdapat kalimat yang dituliskan di dalamnya mengenai pandangan akan
kegagalan. Kalimat tersebut antara lain: Allah mengajarkan kesabaran dan
keikhlasan saat gagal, melihat atas pelatihan mental yang sedang diberikan
Tuhan karena banyak cibiran yang gagal, kesuksesan semakin dekat untuk
diraih setelah kegagalan (Wijaya, 2015). Dari berbagai macam kalimat tersebut
membuat saya tersadar akan mencoba memandang sesuatu dari yang tidak
terlihat. Saya menyadari bahwa ketika terus meratapi kegagalan akan membuat
waktu terbuang dengan sia-sia dan tidak akan mengubah suatu keadaan.
Segera untuk bangkit karena Allah telah menyiapkan rencana lain yang tidak
diketahui oleh manusia. Selain itu pula adanya iringan do’a yang bersamaan
dengan jalannya usaha dalam mencapai sesuatu. Buku tersebut telah memberi
inspirasi kepada saya akan perilaku dan perbuatan di kehidupan. Namun saya
lebih banyak mendapatkan ajaran-ajaran agama melalui artikel-artikel pendek
yang setiap hari ayah saya selalu berikan. Artikel mengenai perintah dan
larangan agama, dan saya lebih banyak mengetahuinya dari tulisan tersebut
dibandingkan dengan buku. Artkel tersebut diberikan sesuai dengan kajian yang
didaptkannya setelah mengaji. Cara lain yang dilakukan adalah
memperdengarkan saya ceramah agama di dalam radio, biasanya dilakukan
ketika kami sedang berpergian bersama dengan kedaraan mobil pribadi.

11
Daftar Pustaka

Wijaya, A. D. (2015). Sebab Allah Bersama Kita - Jangan Pernah Menyerah. Jakarta:
Qultum Media.

12
Agama, Spiritualitas dan Konseling

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling
Multikultural yang diampu oleh dosen Dr. Susi Fitri, M.Si, Kons.

Disusun oleh:
Ajeng Nur Rizki 1715163418

Ajeng Nur Rizki


2016 B

S1 Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

13
Belajar
Mengikuti Buka Mengikuti
di TK
sholat tarawih puasa perkemahan
Islam
bersama bersama Rohis se-
dan Momen
teman-teman, dengan Nasional saat
mengaji Idul Fitri
walaupun keluarga SMA
pada yang
ujung- dan (2016)
malam terharu
ujungnya sahabat
hari (2017)
kami kabur (Setiap
(2003)
(2006) tahunnya)

Merasa Dipandang dengan tatapan


terkekang saat yang kurang menyenangkan
Perang batin Berdebat dengan mengikuti saat sempat terjadi masalah
antara teman non-muslim organisasi agama mengenai islam di
memakai mengenai kriminalitas (2015) Indonesia
kerudung yang dilakukan umat (2017)
atau muslim
melepasnya (2015)
(2011)

1
Saya terlahir dalam keluarga yang menganut agama islam. Pengalaman agama
yang saya rasakan tidak ada kaitannya dengan etnis atau ras yang saya miliki.
Keberagamaan di dalam keluarga saya tidak terlalu memiliki pengalaman yang begitu berarti
atau besar, namun ada beberapa momen atau pengalaman agama pribadi yang saya ingat,
rasakan atau nantikan. Sejak kecil saya sudah belajar mengaji dan mengikuti Taman Kanak-
kanak Islam yang sangat dekat dengan rumah. Biasanya dari pagi sampai sore, saya akan
bersiap untuk belajar di TK Islam tersebut. Di sana saya sangat senang, karena saya
bertemu dengan teman-teman dan itu menjadi awal kesenangan saya belajar agama.
Setelah sepulang dari TK Islam, saya akan melanjutkan mengaji di rumah tetangga setelah
maghrib sampai adzan isya, dan saya menjadi pandai membaca Al-Quran karena belajar
sejak saat itu. Semenjak itu saya nyaman belajar agama dengan suasana santai tetapi
mendapatkan maknanya bersama dengan teman-teman.
Suasana saat Ramadhan sangat saya rindukan setiap harinya, entah yang tiba-tiba
semua kalangan menjadi lebih ‘alim’, berbagai kegiatan yang diadakan secara berturut-turut,
atau kejadian-kejadian yang terkadang mengundang tawa. Banyak kenangan masa kecil
saya saat Ramadhan, malam takbiran atau Idul Fitri. Peristiwa yang saya ingat saat kecil
adalah mengganggu teman yang sedang sholat tarawih bersama. Saat itu saya dan teman-
teman saya sholat tarawih sembari main. Saya dan teman-teman suka mengganggu atau
tertawa kecil jika salah satu teman ada yang kami jahili. Kami sempat dimarahi oleh ibu-ibu
yang ada disana dan setelah itu kami takut untuk sholat tarawih lagi, akhirnya saya kembali
sholat tarawih saat SMP kelas IX. Saat itu ada beberapa hal yang saya sadari, baik itu hal
negatif atau positif. Saya sadar bahwa memang ibadah tidak bisa dilakukan secara main-
main karena kita sedang menghadap Tuhan Yang Maha Esa, namun jika anak-anak hanya
dimarahi tanpa diberikan pengertian oleh orang yang lebih dewasa, mereka akan malas
untuk kembali ke masjid, seperti saya yang menunggu beberapa tahun untuk kembali ikut
tarawih. Lalu saat masih kecil saya sangat suka menyalakan petasan ketika malam takbiran
dan jalan-jalan keliling kampung sambil membawa obor. Selain itu, saya juga mengingat
momen Idul Fitri di keluarga saya yang merupakan suatu hal yang sangat saya tunggu
semenjak akhir-akhir ini. Saat itu pertama kalinya saya merasakan kebahagiaan daripada
sebelumnya, karena saat itu bapak saya bersikap berbeda dari biasanya, semenjak itu saya
menunggu-nunggu momen lebaran. Saya berharap memang pada saat itu lah Allah
memberikan saya sebuah kebahagiaan yang tak terduga dihari yang sangat indah.
Tidak hanya pengalaman menyenangkan saja, tetapi saya juga pernah mengalami
hal yang tidak menyenangkan selama ini yang berkaitan dengan agama saya sendiri. Saat
SMA saya mengikuti rohis dan saya merasa terjebak selama berada di sana. Saya merasa
bahwa organisasi tersebut terlalu menekan dan mengatur saya. Memang saya akui
peraturan yang dibuat semua berdasarkan ilmu agama, namun menurut saya tidak perlu
adanya pemaksaan kepada setiap anggotanya untuk melaksankan peraturan tersebut. Pada
akhirnya saya menjadi anggota yang dicap buruk oleh angkatan saya, karena hampir
melanggar semua peraturan yang ada seperti tidak memakai ciput atau dalaman kerudung,
kerudung tidak menutupi dada, berdekatan dengan pria atau yang lainnya. Bahkan saya
sering kali terkena sidang oleh BPH rohis untuk membahas masalah saya. Mungkin saya
akan terlihat seperti makhluk yang tidak patuh terhadap aturan agama, tetapi saya memiliki
alasan mengapa saya belum melakukannya. Saya ingin berubah menjadi lebih baik seperti
memakai kerudung menutupi dada atau yang lainnya, namun bagi saya itu memerlukan
waktu dan proses yang tidak instan, karena perubahan atau hijrah harus berdasarkan dari
niat dalam diri.
Saya sempat merasakan pergulatan saat mengikuti rohis, karena saya merasa
menjadi orang yang menentang aturan yang berasal dari agama saya sendiri, tetapi saya
juga tidak bisa memaksakan diri saya untuk mengikuti aturan tersebut. Saya memang ingin
menjadi lebih baik lagi, tetapi jika terpaksa saya hanya akan melakukan untuk mencari aman
saja, tanpa ada rasa yang muncul dari dasar hati. Terkadang saya merasa bersalah dan
menganggap diri saya jauh dengan agama, tetapi jika saya pikir-pikir kembali saya tidak

2
pernah melakukan suatu hal yang dilarang, saya hanya menunda untuk melakukannya
hingga saya siap melakukannya. Saya mengatakan hal tersebut karena sampai saat ini saya
melihat teman-teman saya yang dulunya sangat sesuai dengan aturan rohis sekarang
menjadi sangat berbeda. Dulu ia yang pernah memaksa saya untuk memakai kerudung
menutupi dada, memakai ciput atau tidak melakukan kontak dengan laki-laki sekarang ia
tidak melakukan hal itu semua, bahkan ia lebih parah dari saya yang dulu. Saya sangat
menyayangkan jika organisasi agama dipandang sebagai pemaksaan dan membuat orang-
orang berpikir negatif seperti saya.
Ada satu pergulatan lagi yang sempat membuat saya bingung dan bertengkar
dengan teman saya saat SMP. Saya lulusan dari Madrasah Ibtidaiyah dan sudah menjadi
peraturan sekolah untuk memakai kerudung. Sejak dulu saya memang sedikit tomboy dan
saya berpikir bahwa SMP adalah saatnya saya menunjukkan diri saya yang sebenarnya,
namun pikiran itu sempat tidak pasti karena saya sudah nyaman menggunakan kerudung.
Awal masuk SMP saya masih memakai kerudung, hingga sekitar dua bulan saya mencoba
melepas kerudung dan saat itu saya merasakan suatu hal yang berbeda, tidak nyaman,
bahkan sampai membuat teman dekat saya marah. Setelah itu saya sempat berpikir apa
yang harus saya lakukan, karena saya benar-benar bingung dalam mengambil keputusan.
Apakah saya tetap memakai kerudung atau saya ingin menunjukkan totalitas penampilan
tomboy saya. Saya pun berdoa, memohon petunjuk dan kenyaman hati dalam menjalani
kehidupan dan Allah pun memberikan saya gerakan di dalam hati. Seketika saya mengambil
kerudung kembali dan saya menjadi senang memakainya, dan saya kembali percaya diri.
Perasaan ini semakin berkembang saat saya SMA, saya menjadi tidak pernah keluar rumah
tanpa menggunakan kerudung.
Selain itu ada pengalaman yang kurang menyenangkan lagi, yaitu saya pernah
dipandang oleh orang-orang dengan tatapan yang kurang menyenangkan, saya
merasakannya dua kali setelah saya kuliah. Saya sedang pergi dengan teman saya dan
saat itu saya menggunakan kerudung instant yang panjang, dan selama kami pergi saya
selalu dilihat dari atas sampai bawah. Lalu yang kedua saya sedang menemani teman saya
pergi mengenakan cadar, dan saya dipandang dengan tatapan yang lebih tidak enak
dibandingkan sebelumnya. Saya merasa bahwa pakaian yang saya kenakan menentukan
apakah saya seperti rumor yang disebarkan ke seluruh penjuru atau tidak. Seperti yang kita
ketahui bahwa agama islam di anggap sebagai agama teroris dan wanita yang mengenakan
kerudung panjang atau bercadar merupakan salah satu bagiannya. Walaupun agama saya
mayoritas, baik dari banyak pemeluknya atau wacana yang dimiliki, tetapi tidak menutupi
bahwa agama saya pun mendapatkan stereotip dan diskriminasi. Salah satu stereotip yang
terkenal seperti yang saya sebutkan sebelumnya yaitu teroris. Namun bukan berarti agama
saya tidak memiliki hal positif dan keistimewaan. Islam dikenal juga sebagai agama yang
damai, menyanyangi satu sama lain walaupun tidak kenal, tidak sedarah, tidak sekeluarga
atau bahkan tidak seagama. Saya tetap memiliki kebanggaan bahwa saya terlahir dengan
agama yang penuh dengan kasih sayang.
Keagamaan memang selalu mempengaruhi kehidupan kita termasuk dalam
menyelesaikan masalah atau dalam mengambil keputusan. Ketika saya memiliki masalah,
biasanya saya akan berdoa kepada Allah untuk diberikan kekuatan hati dalam menghadapi
permasalahan yang ada. Bukan hanya ketika ada masalah saja, tetapi ketika saya sedang
mengharapkan sesuatu, kebingungan, merasakan kebahagiaan, maka saya akan
berkomunikasi dengan Allah mengenai segala yang saya rasakan. Saya juga melakukan
beberapa kegiatan sunnah seperti puasa senin kamis, beramal, sholat dhuha, atau sholat
tahajud. Setelah melakukannya hati saya menjadi lebih tenang dan damai, tidak seperti
sebelumnya.
Saya pikir setiap manusia memiliki caranya untuk menyelesaikan masalahnya entah
pada jalur sosial, psikologis atau agama. Pengalaman yang saya miliki mungkin saja dapat
membantu saya untuk memberikan layanan konseling, seperti saat pergulatan saya

3
mengenai rohis atau mengenakan kerudung. Jika ada konseli yang mengalami masalah
yang pernah saya alami, setidaknya saya memahami posisinya dan mungkin saja saya
menjadi lebih mudah untuk membantunya. Namun bila konseli saya memiliki agama yang
berbeda, saya pikir itu bukanlah sebuah masalah yang harus dipikirkan. Jika konseli saya
memiliki agama yang berbeda maka itu sebuah jalan bagi saya untuk mengenal nilai, aturan
atau pandangan yang mempengaruhi kehidupannya. Saya menganggap bahwa semua
agama memiliki dasar yang sama, hanya cara dan tujuan kepada siapa ia berdoa yang
berbeda. Dalam agama islam diajarkan untuk saling toleransi dan tetap menolong,
menghormati, menyayangi sesama manusia walau ia berbeda agama, lalu apa yang dapat
menahan saya untuk tidak membantu konseli yang non-muslim. Agama memang tidak bisa
kita pisahkan begitu saja, karena nilai, aturan dan kepercayaan mempengaruhi kita disetiap
kehidupan, bahkan sejak kita belum memahami apa itu agama. Maka pemahaman
mengenai agama juga sangat penting untuk mengetahui bagaimana konseli memandang
sebuah masalah dan kehidupan.
Dalam menambah pemahaman mengenai agama, saya tidak terlalu dipengaruhi oleh
buku tertentu karena sejak sekolah dasar saya masuk madrasah ibtidaiyah. Sudah dapat
dipastikan saya mendapatkan buku pelajaran yang berkaitan dengan agama seperti fiqih,
aqidah akhlak, sejarah kebudayaan islam dan qur’an hadits. Selama ini buku-buku tersebut
yang memberikan pemahaman yang mendukung penjelasan dari guru saat di sekolah.
Beberapa penjelasan yang ada dalam buku tersebut mempengaruhi saya mengenai
pandangan beragama seperti Ramadhan yang penuh dengan kebahagiaan, menghormati
orang tua atau melaksanakan ibadah. Selain itu berbagai kisah nabi dan para sahabatnya
menambah pandangan saya mengenai manusia beragama islam dalam kehidupan sehari-
hari seperti saling menyayangi, menghormati, tidak saling memaksa, mengajak kepada hal
kebajikan. Setiap buku atau artikel yang saya baca memberikan pengaruh sedikit demi
sedikit seperti benih yang disiram secara berkala, dan tumbuh berbagai pemahaman dan
kepercayaan yang sekarang saya miliki. Saat ini saya sedang membaca buku fiqih wanita
yang membuat saya lebih paham mengenai menjadi wanita dipandangan islam.

4
KONSELING MULTIKULTURAL

Dosen Pengampu:
Dr. Susi Fitri, M. Psi. Kons.

Disusun Oleh:
Maulida Aulia Syadza (1715164048)

Bimbingan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

5
TIMELINE

Mendaftar dan Mampu menghargai


menjadi murid di TPA, Menghatamka
dan bersikap toleran
kemudian belajar n Al-Qur’an
terhadap teman yang
mengaji atau berbeda agama
membaca Al-Qur’an.

2009 2015
2003

2012 2015 Dulu-


Sekarang

Menyinggung Sering lupa Masih suka


teman yang menjalankan percaya pamali
berbeda agama perintah agama
(sholat) karena
memiliki teman yang
berbeda agama

1
REFLEKSI
Sejak kecil, saya tidak pernah bersekolah di sekolah khusus islam,
karena sebagian besar teman-teman dilingkungan rumah saya tidak ada
yang bersekolah di sekolah khusus islam dan membuat saya menjadi tidak
tertarik untuk bersekolah di sekolah khusus islam. Namun, sejak kecil saya
selalu tertarik untuk belajar membaca Al-Qur’an, yaitu kitab suci pada agama
saya. Saat itu, saya berumur 4 tahun dan kebanyakan teman dekat saya
memiliki umur beberapa tahun diatas saya, sehingga beberapa dari mereka
sudah banyak yang memasuki TPA atau mengikuti les mengaji, karena usia
saya yang belum mencukupi untuk memasuki TPA dan takutnya saya hanya
mengganggu ditempat pengajian, akhirnya saya hanya bisa membuka Al-
Qur’an yang ada dirumah saya dan membacanya dengan asal-asalan karena
saya belum bisa membaca huruf Al-Qur’an. Hingga usia saya bertambah,
akhirnya saya didaftarkan di TPA dekat rumah saya. Hal tersebut membuat
saya merasa senang. TPA saya selalu mengadakan perlombaan mengenai
keagamaan setiap setahunnya, dimana pemenangnya akan diumumkan
bertepatan dengan acara syukuran untuk anak murid yang telah berhasil
menghatamkan baacan Al-Qur’an mereka dan saya adalah salah seorang
yang selalu bersemangat jika mengikuti perlombaan yang diadakan oleh TPA
tempat saya mengaji dan saya selalu memenangkan perlombaan yang saya
ikuti. Kakek dan nenek saya adalah orang yang cukup agamis, terutama
kakek saya. Beliau selalu menyuruh saya untuk segera menghatamkan Al-
Qur’an sebelum saya memasuki dunia SMP karena, menurut beliau jika saya
sudah memasuki SMP waktu saya untuk mengaji semakin sedikit sehingga,
beliau membantu saya dalam menghatamkan Al-Qur’an. Hal tersebut
berkaitan dengan isi buku yang telah saya baca, bahwa setiap rumah tangga
(keluarga) muslim harus senantiasa menjadikan rumah mereka dalam
suasana yag penuh rasa keagamaan. Rumah tangga muslim adalah rumah
tangga yang memancarkan sinar ajaran islam. Yang dapat dicapai jika setiap
naggota keluarga mempelajari sumber ajaran islam, yaitu Al-Qur’an
(Djaelani, 1995).

2
Saat TK hingga saat ini, saya selalu memiliki satu teman yang
berbeda keagamaannya dengan saya. Terkadang saya sering merasa
bahwa saya harus berhati-hati saat membicarakan sesuatu mengenai agama
dihadapan teman saya yang berbeda keagamaannya dengan saya dan
pernah suatu waktu, saya dan beberapa teman saya berbuat suatu
kesalahan yang menyinggung perasaan teman saya yang berbeda
keagamaannya dengan kami. Tiba-tiba, teman saya ini menjauhkan dirinya
dari saya dan teman-teman yang lain hingga akhirnya kami sadar bahwa
candaan yang kami lakukan telah membawa-bawa mengenai keagamaan
dan membandingkan agama kami dan agama teman kami yang minoritas
kemudian, kami pun meminta maaf kepada teman kami tersebut dan dia
mengatakan bahwa jangan bercanda dengan menyangkut pautkan agama
didalamnya karena agama adalah suatu hal yang agak sensitif terutama bagi
kaum yang minoritas. Saat TK sampai SMP saya belum pernah memasuki
tempat beribadah agama lain selain agama saya sendiri hingga akhirnya
menginjak SMA saya memiliki teman yang beragama hindu. Saya dan teman
saya ini sangat dekat sehingga saya sedikit banyak mengetahui mengenai
agama hindu dan teman jika berkunjung kerumahnya, saya sering diajak ke
pura, yaitu tempat beribadah teman saya yang kebetulan bersebelahan
dengan rumah tempat ia tinggal. Dulu saya pernah berpikir bahwa agama
lain diluar agama saya sangat tertutup. Saya berpikir bahwa kebanyakan
mereka menutup diri adalah karena agama yang mereka anut adalah agama
minoritas namun, pemikiran itu berubah sejak saya berteman dengan teman
saya yang bergama hindu tersebut, namanya Putu. Putu dan ibunya sangat
terbuka mengenai agamanya kepada saya dan teman-teman saya yang
memiliki agama islam. Tak jarang ibunya Putu menyuruh kami semua untuk
berkunjung kerumahnya saat ada perayaan keagamaan yang berlangsung di
pura tempat ibadah mereka. Beliau berkata bahwa perayaan yang diadakan
dipura dekat rumahnya sangat ramai dan akan banyak penjual yang
berjualan di sekitar pura sehingga kami bisa menyaksikan sembari jajan
disekitar pura. Namun, terkadang saya merasakan perasaan terbatas saat
sedang bersama teman saya yang beragam non islam. Saya tidak dapat

3
terbuka dengan bebas saat bercerita hal-hal yang menyangkut kegamaan.
Jika dengan sesama umat muslim, kita seringkali saling mengingatkan jika
waktunya sholat tiba tetapi, saat hanya berdua dengan Putu atau teman saya
yang berbeda agama dengan saya, saya pun cenderung lupa dan ikut
terbawa teman saya yang tidak melaksanakan sholat, mungkin saya dapat
memaklumi hal ini dikarenakan, Putu adalah teman saya yang berbeda
agama dengan saya.
Seseorang yang selalu mengingatkan saya mengenai batasan-
batasan kegamaan adalah ayah saya. Kedua orangtua saya bukanlah tipikal
orangtua yang melarang anak-anaknya untuk bergaul atau berteman dengan
teman-teman yang berbeda agama. Mereka cenderung memperingati bahwa
adanya batasan diantara kami tetapi, tidak berlebihan dan hanya sebatas
memperingati jika akan makan di rumah teman yang berbeda agama. Ayah
saya biasanya melarang saya untuk merayakan hari-hari spesial yang bukan
bagian dari agama islam, seperti perayaan ulang tahun dan valentine. Beliau
berkata bahwa perayaan untuk kedua hari tersebut tidak ada dalam Al-
Qur’an dan seharusnya dalam merayakan hari ulang tahun seseorang kita
hanya harus bersyukur kepada Allah SWT karena masih diberikan umur
yang panjang sampai saat ini, tidak perlu untuk merayakannya secara besar-
besaran dan hal yang dilakukan oleh kedua orangtua saya khususnya ayah
saya sama seperti yang saya baca pada buku. Kewajiban ayah dan ibu untuk
mendidik anak-anaknya sangat penting karena posisi keduanya sangat
menentukan bagi kehidupan anak-anaknya (Djaelani, 1995).
Hubungan antara agama yang saya anut dan etnis yang saya miliki
mungkin dinamakan pamali. Saya adalah seseorang yang beretnis jawa dan
sunda, itulah mengapa keluarga saya terkadang masih sering mempercayai
mengenai pamali. Pamali yang saya ketahui adalah larangan yang berkaitan
dengan hal-hal mistis yang kemudian disangkut pautkan dengan keagamaan
dan keluarga saya masih sedikit percaya pada hal-hal seperti itu. Contohnya
adalah jika perempuan yang sedang datang bulan kemudian membuang
rambutnya yang rontok tidak menunggu sampai waktu masa datang
bulannya selesai, maka dikatakan pamali atau menggunting kuku saat

4
sedang datang bulan. Mereka terkadang menyangkut pautkan pamali
tersebut kepada keagamaan, seperti dosa dan sebagainya yang terkadang
membuat saya tidak mengerti akan hal itu.
Saya tidak pernah mengikuti komunitas keagamaan atau organisasi
kegamaan yang ada dikampus atau daerah tempat tinggal saya. Ayah saya
selalu memperingati bahwa saya harus selalu berhati-hati jika akan
mengikuti atau menjadi bagian dari komunitas atau organisasi kegamaan.
Beliau takut saya terjerumus dalam komunitas atau organisasi kegamaan
yang sesat. Maka dari itu, saya menjadi tidak tertarik untuk mengikuti
komunitas atau organisasi mengenai kegamaan yang ada dikampus ataupun
lingkungan rumah saya. Namun, bukan berarti saya tidak pernah menghadiri
acara-acara keagamaan yang diadakan di lingkungan rumah saya, seperti
misalnya pengajian. Saya kerap kali menghadiri acara pengajian yang
diadakan dilingkungan rumah saya sebagai bentuk dari perayaan hari islam,
misalnya acara Maulid Nabi, Isra’ Miraj (yang selalu di selenggarakan di
lapangan rumah saya. Dimana lapangan tersebut berada persis disamping
rumah saya) dan acara lainnya, seperti Nisfu Sya’ban dan sholat bulan
purnama kemarin. Kemudian, karena saya termasuk anggota karangtaruna
aktif dilingkungan rumah saya, saya pun seringkali ikut menjadi panitia pada
acara pengajian yang diselenggarakan namun, hanya sebatas menjadi
panitia penyelenggara saja. Hal yang membuat saya turut menghadiri dan
berpartisipasi dalam kegiatan kegamaan dilingkungan rumah saya adalah
teman-teman saya yang juga turut mengikuti acara pengajian, orangtua saya
yang mendorong saya untuk menghadiri acara pengajian dan kemauan dari
dalam diri saya sendiri yang menginginkan adanya ilmu baru yang dapat
saya terima dari mengikuti acara tersebut dan dapat meningkatkan
pengetahuan saya mengenai agama yang saya miliki.
Terkadang ketika menghadiri sebuah acara pengajian yang diadakan
dilingkungan rumah saya, saya masih merasa takut karena ada beberapa
orang yang datang dari komunitas keagamaan. Seperti yang kita ketahui
bahwa kebanyakan dari mereka, yang merupakan bagian dari komunitas
kegamaan islam selalu menggunakan pakaian yang tertutup dan itu adalah

5
salah satu alasan yang membuat saya takut dan biasanya mereka seperti
menutup dirinya dari orang-orang yang seperti kami yang berpakaian tidak
seperti mereka. Kemudian, saat beberapa penceramah atau ustad sedang
menyampaikan ceramahannya, terkadang saya sering tidak setuju dengan
apa yang mereka katakan. Hal itu karena apa yang mereka katakan tidak
seperti apa yang saya ketahui selama ini dan terkadang mereka seperti
mempengaruhi kita tentang suatu hal dan itu membuat saya takut, walaupun
apa yang mereka sampaikan atas ajaran atau ilmu yang telah mereka
pelajari.
Agama yang saya miliki ini, sangat berpengaruh terhadap diri saya
pribadi. Kepada bagaimana saya bersikap, mengambil sebuah keputusan,
melakukan sesuatu dan yang terpenting ketika saya sedang berada pada
situasi yang menyulitkan. Saya selalu percaya bahwa Allah SWT selalu ada
disisi saya, selalu melihat apa yang saya lakukan, selalu mengetahui apa
yang akan saya perbuat dan mengetahui apapun yang tidak saya ketahui.
Saat memiliki sebuat masalah, saya selalu mencurahkannya kepada Allah
apa yang membuat saya tidak mampu atau apa yang membuat saya merasa
bahwa masalah tersebut sulit, walaupun saya tahu bahwa Allah sudah
mengetahui semuanya tanpa harus saya mencurahkan segala sesuatunya.
Saya selalu percaya bahwa diri saya yang memiliki agama dan memiliki Allah
SWT sebagai Tuhan saya akan selalu diberikan kemudahan dan ketegaran
dalam menghadapi segala masalah yang ada, karena saya percaya bahwa
masalah yang saya miliki adalah bagian dari cobaan yang diberikan Allah
kepada saya untuk menguji seberapa besar keimanan dan ketakwaan saya
dalam menghadapi masalah tersebut. Contohnya, saat mengikuti beasiswa
PPA sekarang ini, banyak masalah yang saya sebut sebagai cobaan dalam
mendapatkan beasiswa tersebut. Namun, saya percaya bahwa jika saya
berusaha, saya berdoa maka masalah yang ada didepan mata saya ini akan
kalah dengan usaha dan doa yang saya jalankan, karena saya percaya,
usaha tanpa doa adalah kesombongam dan doa tanpa usaha adalah kesia-
sian.

6
Agama saya adalah agama yang mayoritas dilingkungan tempat saya
berada. Saya selalu mendapatkan kemudahan dalam menjalankan segala
perintah yang ada diagama saya. Saya akan dengan mudah menemukan
masjid tempat untuk saya beribadah, orang tidak akan memandang saya
aneh ketika saya mengenakan jilbab, orang tidak akan memandang saya
aneh ketika saya mengucapkan doa yang ada pada agama saya karena,
mereka mengenal agama saya dan menjadi terbiasa dengan agama yang
saya miliki, yang merupakan agama dominan dari agama yang ada. Namun,
karena adanya aliran-aliran dalam agama saya, maka banyak dari orang
yang berbeda agama dengan saya merasa was-was pada beberapa orang
islam, terutama mereka yang mengenakan pakaian sangat tertutup atau
bercadar. Mereka memiliki prasangka, stereotip negatif kepada orang yang
berpakaian seperti itu. Mereka kerap kali berprasangka bahwa orang dengan
pakaian tertutup seperti itu adalah orang yang tertutup dan menakutkan
karena berasal dari aliran agama yang sesat.
Sebenarnya saya tidak mengetahui betul bagaimana agama lain akan
memandang agama lainnya (selain islam) tetapi, karena saya memiliki
beberapa teman yang mempunyai agama yang berbeda dengan saya dan
saya sudah mengenal mereka dengan dekat, saya sedikit dapat menarik
sebuah kesimpulan bahwa teman saya yang beragama hindu memandang
agama kristen atau budha seperti agama mereka yang minoritas dan
kebanyakan orang yang beragama kristen memiliki kehidupan yang makmur
dan kadang saya setuju dengan pandangan teman saya terhadap hal
tersebut. Saya berpikir bahwa banyak nilai-nilai yang berbeda antara saya
dan teman saya dalam taat kepada agama atau ajaran agama yang kami
miliki. Walaupun saya bukan termasuk seseorang yang sangat taat kepada
ajaran agama namun, saya merasa bahwa teman saya yang memiliki agama
yang berbeda dengan saya adalah seseorang yang sangat santai dengan
ajaran pada agamanya.
Saya mengetahui bahwa pemahaman saya terhadap agama sangat
amat penting bagi saya sebagai calon seorang konselor dalam menjalankan
tugasnya, yaitu membantu para konseli untuk menyelesaikan masalah yang

7
mereka miliki dan pengalaman-pengalaman yang telah saya sebutkan
diatas, dapat lebih membantu saya sebagai calon seorang konselor untuk
menghadapi dan berinteraksi dengan baik kepada klien saya yang tentunya
memilki latar keagamaan yang berbeda-beda. Saya dapat menyesuaikan diri
saya dan melihat permasalahan yang dimiliki oleh konseli saya berdasarkan
sudut pandang pengalaman keagamaan yang saya miliki dan akan lebih
banyak lagi saya miliki. Mungkin, sebagai seorang yang memiliki agama
islam dan menjadi seorang konselor yang nantinya memiliki pengetahuan
yang lebih banyak dalam keagamaan, saya akan membantu menyelesaikan
permasalahan konseli dengan menyelipkan beberapa pengetahuan saya
mengenai agam islam dan menghubungkannya dengan permasalahan yang
dialaminya dan bagaimana masalah tersebut dapat terselesaikan jika kita
percaya bahwa Allah selalu bersama dan membantu kita untuk
menyelesaikan masalah kita (untuk konseli yang memiliki agama islam
seperti saya).

8
Daftar Pustaka
Djaelani, A. Q. (1995). Keluarga Sakinah. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset.
TUGAS SYARAT MASUK :
AGAMA, SPIRITUALITAS, DAN KONSELING

Dosen Pengampu:
Dr. Susi Fitri, M.Si, Kons

Disusun Oleh:
Delia Septiani (1715163648)

Kelas B 2016
Program Studi S1 Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018
SEKARA
LAHIR TK SD SMP NG

SMA

Pengalaman keberagamaan dikeluarga saya mungkin tidak jauh


berbeda dengan keluarga lain. Setiap hari kamis saya selalu merapihkan Al-
Quran, tasbih dan buku yassin sebelum melaksanakan shalat maghrib. Hal
itu berarti buat saya karena saya selalu menunggu momen kebersamaan
dengan orang tua untuk membaca surat yassin dan mendoakan keluarga
yang telah tiada, sebab jarang adanya waktu untuk beribadah bersama
dikarenakan kesibukan yang berbeda, dari hal ini saya mendapatkan
pelajaran dan kesadaran bahwa setiap orang yang telah tiada masih sangat
membutuhkan doa, dan kegiatan ini juga dapat mempererat kelekatan
anggota keluarga satu dengan yang lain. Pertama kali Mama yang
mempelopori kegiatan ini diadakan setiap hari kamis, setelah itu kegiatan
masih berlanjut hingga sekarang. Ketika hari kamis pun tiba, jiwa saya
merasa terpanggil dan jika berada diluar rumah saya langsung terburu-buru
untuk pulang agar melaksanakan kegiatan ini. Pengalaman berikutnya ialah
ketika bulan puasa, dimana saya dapat menyiapkan masakan untuk sahur
dan berbuka. Saya merasa ada hal yang berbeda bukan sekedar makan
bersama melainkan saya masih dapat beribadah dan menikmati
kebersamaan dibulan yang suci. Hal tersebut membuat saya selalu
menyiapkan masakan bersama Mama dan kegiatan ini memang sudah
menjadi rutinitas.

Saya merasa bahwa pengalaman keberagamaan saya tidak


berpengaruh dengan etnis yang saya miliki baik itu secara umum maupun
spesifik, karena kegiatan tersebut memang sudah sangat universal
dilaksanakan dari berbagai etnis.
Saat ini saya tidak mengikuti komunitas keagamaan. Namun, saya
pernah menjadi anggota dari komunitas keagamaan, dari komunitas itu saya
mendapatkan banyak pelajaran dan informasi baru yang saya tidak ketahui
sebelumnya, bahkan saya mendapatkan jawaban secara gamblang
mengenai persepsi dan pertanyaan yang terdapat dibenak saya mengenai
sesuatu hal tentang ajaran keagamaan. Saya juga mendapatkan teman-
teman baru dari berbagai kalangan dimulai dari perbedaan umur, gender,
etnis, dan perbedaan pengalaman hidup. Pengalaman yang sangat terkesan
bagi saya ketika sedang melaksanakan mentoring, dimana kami berkumpul
bersama membahas berbagai hal yang menyangkut pengalaman pribadi
ataupun topik keagamaan lainnya. Kami berbincang dan bertukar
pendapat, dari kegiatan ini saya dapat melebarkan relasi dan saya juga ikut
memberanikan diri untuk berargumentasi dan ikut berpartisipasi didalam
komunitas tersebut. Didalam komunitas tidak ada kubu dan senioritas, disini
tidak ada orang yang diistimewakan, kami pun mendapatkan ajaran juga
merata.
Sewaktu saya berusia anak-anak, saya pernah mengaji disalah satu
TPA dekat rumah, saya belajar mengaji dari tahap awal yakni Iqra, saya juga
sudah mulai belajar menghafal doa sehari-hari (misal : doa sebelum tidur),
saya juga sudah diajarkan praktek shalat. Jika mengingat kegiatan
keagamaan saya sewaktu kecil memang sangat menyenangkan, dimana
saya dengan sangat aktif dan rajin untuk pergi mengaji, ditambah lagi jika
tanggal 17 Agustus tiba di TPA akan melaksanakan beberapa lomba sesuai
dengan tingkatan mengaji, saya yang masih tingkat Iqra mengikuti lomba
hafalan doa sehari-hari, dengan penuh ambisi saya tekun untuk menghafal
doa-doa dan berlatih dengan Mama dirumah. Pada usia ini pengalaman
kegamaan yang masih sangat minim dapat membentuk keyakinan saya
mengenai agama saya bahwa setiap ingin melakukan apapun alangkah
baiknya diawali dengan membaca doa.
Ketika remaja, saya sudah naik tingkat, saya sudah melewati belajar Iqra dan
saya sudah dapat membaca Al-Qur’an, saya pun sudah belajar mengenai
hukum Tajwid agar membaca Al-Qur’an dengan benar dan belajar ilmu Fiqih
didalam kehidupan sehari-hari. Metode pembelajarannya pun juga berbeda
dari kedua ilmu tersebut, saya belajar masih dibimbing oleh guru ngaji saya,
dimana ia menjelaskan sesuai dengan tema yang akan dibahas dan saya
mendapatkan tugas setelah penjelasan telah usai. Saya belajar selama dua
hari dalam seminggu, karena dipengajian saya memiliki jadwal sendiri untuk
mempelajari kedua ilmu tersebut. Saya merasa senang mendapatkan ilmu
baru, jadi saya dapat menerapkannya pada kehidupan, dan ilmu tersebut
juga bisa menjadi sebuah pondasi dihidup saya dan bisa menjadi alarm jika
saya ingin berbuat hal yang salah atau dilarang. Pelajaran keagamaan yang
telah saya terima akan membentuk keyakinan saya terhadap agama bahwa
agama saya sangat mendetail dan ajaran agama pun selalu mengiringi jalan
kehidupan.
Usia saya semakin bertambah, saya sudah menjadi wanita dewasa.
Pengalaman keagamaan saya juga bertambah serta ilmu-ilmunya pun ikut
bertambah. Setelah mendapatkan bekal pembelajaran terdahulu saya tetap
belajar, menggali dan memperdalam ilmu agama. Ilmu Fiqih dan Tajwid pun
digali secara mendalam, saya juga sudah mulai mengikuti komunitas
keagamaan meskipun hanya dilingkungan sekolah. Pembahasannya sudah
semakin tinggi, terkadang pembahasannya mengenai masa depan terlebih
lagi pembahasan mengenai pasangan hidup, dimana pembahasan itu
menjadi salah satu pembahasan paling disukai. Saya juga mendapatkan
pelajaran baru mengenai ilmu akidah dan ilmu-ilmu baru yang belum saya
pelajari sebelumnya. Lalu, saya juga belajar untuk membaca berzanji atau
buku kumpulan sholawat nabi dengan irama-irama merdu yang akan
dibacakan setiap kamis malam. Setelah saya mendapatkan banyak pelajaran
dan mengalami berbagai perdebatan batin antara hati, logika, dan ajaran
agama, satu hal yang membuat saya dapat menutup aurat dan saya yakin
bahwa ajaran agama akan menjadikan saya wanita yang salihah.
Dari pengalaman keagamaan yang telah saya lalui mulai sejak
berusia anak-anak hingga dewasa saya merasa pengalamannya selalu
menyenangkan, mungkin ada saat dimana saya merasa jenuh dan terdapat
ajaran yang baru saya ketahui dan pelajari membuat diri saya gundah dan
selalu mencoba memperdebatkannya. Ditambah dengan kegiatan komunitas
yang menjadikan panitia akan tetapi pembagian pekerjaan yang tidak merata
jadi saya sering menjadi panitia yang tidak dianggap keadaannya. Mungkin
hal itu saja yang kurang menyenangkan bagi diri saya.
Saya pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan beragama, akan
tetapi pergulatan versi saya ialah pergulatan didalam diri saya sendiri.
Pergulatan antara logika, batin, pandangan nilai keisalaman, dan sudut
pandang orang tua. Mungkin kebanyakan orang ada yang mudah mengambil
suatu keputusan, namun saya bukanlah orang yang seperti itu. Hijab yang
saya tahu merupakan kewajiban bagi setiap wanita muslim dan itu sudah
tertulis didalam ayat suci Al-Qur’an bahkan terdapat beberapa hadist yang
mengatakan seperti itu. Awalnya, saya bukanlah wanita yang mengenakan
hijab, rambut saya yang panjang dan saya perlihatkan kepada lingkungan.
Orang tua pun membiarkan hal itu, mereka tidak memberikan complain
terhadap saya mengenai aurat kaum perempuan. Saya memiliki pandangan
“yang penting tidak memakai pakaian minim” seperti celana atau rok diatas
lutut dan juga mengenakan pakaian yang berlengan tali pastel atau yang
terlihat ketiaknya. Lalu, saya memasuki komunitas keagamaan di SMA, saya
melihat perempuan memakai hijab panjang, memakai gamis, memakai
manset tangan, bahkan memakai kaus kaki. Semuanya tertutup. Ada
diantara salah satunya sudah mengenakan cadar. Ketika sedang
mengadakan mentoring kakak kelas bertanya kepada saya “apakah kamu
sudah mengenakan jilbab?” dengan santai saya menjawab “belum kak”,
setelahnya ia tertawa pelan dan kemudian dia menjelaskan bahwa hijab
merupakan kewajiban wajib bagi semua perempuan muslim, dan
konsekuensi yang akan didapatkan jika tidak mengenakan hijab ialah Ayah,
saudara laki-laki, dan suami (jika sudah menikah) akan diseret ke neraka.
Awalnya saya biasa saja, saya hanya tersenyum menanggapinya. Sebelum
kejadian itu saya sudah ditegur oleh teman TK saya dan kebetulan ia juga
menjadi teman sebangku, ia telah mengenakan hijab ketika ia duduk
dibangku SMP dan dia juga menanyakan mengapa saya belum berhijab dan
dia juga memberikan penjelasan seperti kakak kelas itu. Saya berpikir
kembali bahwa yang tidak mengenakan hijab belum tentu ia buruk, dan
banyak juga kejadian orang yang memakai hijab telah berbuat keburukan.
Saya ingat ketika kelas XI, saya mengalami pergulatan. Saya berpikir ulang
mengenai masalah aurat, lalu saya menanyakan batin saya dengan cara
shalat dan berdoa. Tiba-tiba saya menemukan jawaban bahwa saya
memantapkan diri saya untuk menutup aurat dan logika serta pandangan
saya sebelumnya sudah terkalahkan. Kemudian, saya membicarakan niat
saya kepada orang tua, awalnya orang tua tidak setuju terlebih lagi Papa. Ia
berpendapat bahwa nanti saja (berhijabnya) ketika sudah memiliki suami dan
anak, sebagai anak pun saya hanya diam. Tetapi perjuangan saya tidak usai
sampai disitu, saya berbincang dengan Mama lalu saya menjelaskan
kesungguhan untuk memakai hijab. Akhirnya, orang tua pun luluh dan
menyetujui saya berhijab hingga sampai sekarang, dan saya pun memiliki
niat untuk merubah penampilan saya sesuai dengan syariat agama.
Pengaruh yang paling kuat menurut saya ialah pola pikir, karena saya dapat
mengubah pola pikir saya kearah yang lebih baik, bahkan dari pola pikir itu
sendiri juga sebagai ajang intropeksi diri.
Keagamaan sudah pasti mempengaruhi kehidupan seluruhnya,
karena semua berasal dari keagamaan dan kembali lagi kepada keagamaan.
Sebenarnya pengalaman sulit yang pernah saya hadapi ialah ketika saya
mencoba untuk berhijrah dengan menutup aurat. Saya merasa bahwa ada
banyak tekanan yang terjadi pada diri saya, terkadang saya merasa sangat
berdosa dan merasa saya anak yang tega membiarkan orang tua terjerat ke
neraka. Tetapi, pandangan orang tua yang sangat kuat menyarankan
menutup aurat setelah menikah saja. Disisi lain, saya merasa sangat dilema
karena saya juga belum yakin sepenuhnya untuk menutup aurat, terlebih lagi
ketika saya melihat fashion terbaru yang mungkin pakaiannya tidak baik
dipakai jika sudah berhijab dan saya juga bingung menyesuaikan pakaian
ketika sudah berhijab. Namun, saya berusaha meyakinkan diri saya kembali
dengan cara shalat dan berdoa untuk meminta kepastian agar perasaan
dilema ini tidak bersarang terus-menerus. Memang benar ketika saya sudah
mengingat bahwa agama mewajibkan menutup aurat dan hal itu sudah
terdapat di ayat suci Al-Qur’an serta ada beberapa konsekuensinya maka
saya memilih untuk menutup aurat.
Saya memeluk agama Islam dan saya mengakui bahwa agama islam
merupakan agama mayoritas di Indonesia. Banyak sekali keistimewaan yang
dimiliki oleh agama islam diantaranya ialah dari ajarannya, hari-hari besar
seperti bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, serta pantangan atau
larangan yang harus dijauhkan. Meskipun saya menganut agama mayoritas
perlakuan masyarakat ketika saya sedang berada dilingkungan dengan
orang yang berbeda agama tidak adanya diskriminasi dari mereka dan saya
juga tidak mendiskriminasi mereka. Saya hidup dilingkungan dengan agama
yang berbeda-beda, kami hidup rukun, saling menghormati dan menghargai,
bahkan kami pun saling tolong menolong jika ada kesulitan tanpa
memandang dari mana agama masing-masing berasal. Pengalaman saya
ketika berada dilingkungan yang memiliki keragaman agama membuat saya
belajar mesikpun ajaran agama berbeda saya tidak boleh memaksakan
seseorang harus seperti yang saya inginkan menurut ajaran keagamaan
saya.
Kekuatan keagamaan dan pengalaman keagamaan dapat saya
gunakan dalam konseling, sebab dibalik pengalaman itu saya memperoleh
banyak informasi, saya juga mempelajari informasi tersebut, bahkan saya
mencoba untuk menganalisanya. Jadi, ketika saya dihadapkan pada suatu
permasalahan yang sudah pernah saya ketahui maka prosesnya tidak terlalu
sulit dan saya melakukan konseling pun tidak menyinggung atau
memojokkan konseli terlebih lagi jika konseli yang berkeyakinan berbeda.
Saya meyakini jika banyak terjadi bias keagamaan terhadap nilai-nilai
kehidupan. Akan tetapi yang saya ketahui dan mungkin sedang terkenal saat
ialah mengenai orang gay, lesbi, dan transgender. Pada agama saya hal
tersebut sangat lah dilarang dan itu sudah diatur dalam Al-Qur'an jika ketika
lahir seseorang sudah dikodratkan menjadi laki-laki maka ia harus tumbuh
menjadi laki-laki seutuhnya bukan hanya dari fisik saja melainkan cara
bersikap dan berperilaku, hal tersebut juga berlaku untuk perempuan.
Namun, kenyataannya masih ada orang-orang yang transgender hingga
menghabiskan banyak biaya untuk mengganti organ vitalnya dan masih ada
orang yang berperilaku laki sebagai perempuan dan perempuan sebagai
lelaki. Memang didalam diri manusia itu memiliki hormon feminim dan
maskulin, akan tetapi setiap manusia diharuskan berperilaku seperti
kodratnya. Sebelum lahir pun setiap manusia sudah ditakdirkan berpasangan
laki-laki dan perempuan, akan tetapi masih ada beberapa orang yang
menikah atau melakukan hubungan dengan sesama jenisnya, dan hal
tersebut juga sangat dilarang oleh agama yang saya anut. Hal lain yang
menjadi bias keagamaan saya dengan agama lain ialah mengenai makanan.
Dimana agama lain memperbolehkan memakan hewan yang terlarang
didalam Al-Qur'an. Hal ini bisa saya bilang sangat rumit dan cukup berat
karena ini merupakan keyakinan pribadi dan permasalahan pribadi juga,
maka dari itu ketika ingin melakukan konseling saya berusaha untuk
mengantisipasi terlebih dahulu, saya akan mencaritahu mengenai agama
seorang konseling, saya juga berusaha untuk tidak menyudutkan disetiap
melakukan konseling, dan hal terpenting ialah menyadarkan diri bahwa
setiap ajaran agama memiliki kebenaran dan batasan-batasan tertentu yang
tidak sama.
Sebelum saya memahami orang lain mengenai keagamannya, maka
saya sebagai calon konselor harus memahami keagamaannya sendiri
terlebih dahulu. Pemahaman keagamaan itu sangat penting sebab tidak
akan selamanya saya berhadapan dengan konseli yang satu agama dengan
saya, dan pastinya saya dan dia sama-sama memegang erat nilai
keagamaan yang telah dianut sejak dulu. Pada proses konseling saya tidak
boleh memaksakan konseli menurut padangan keagamaan yang saya anut,
dan saya tidak boleh memandang ajaran keagamaannya dengan sebelah
mata. Mempelajari agama ini juga bisa menjadi pondasi saya sebagai calon
konselor agar tidak menjadi pribadi yang judgemental terhadap keagamaan
orang lain dan lebih dapat memahami apa arti sebuah perbedaan yang telah
tercipta sejak dulu.
Beberapa buku yang merupakan sumber inspirasi mengenai
kehidupan keagamaan ialah buku Fiqih Safinatun Najah dan buku mengenai
Akhlak dan Akidah. Pada buku ini menjelaskan dan mengajarkan bagaiman
kita menjadi seseorang yang bermakna dan beguna dalam beragama dan
buku ini juga mempelajari beberapa bab bagaimana kita harus hidup rukun
dalam bertetangga, hidup dengan sopan santun, dan adabnya kita sebagai
manusia yang beragama.
TUGAS SYARAT MASUK
“AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING”

Refleksi ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling Multikultur
yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Psi,Kons

Dini Maura Rachmattika


1715163865

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2017
Timeline Pengalaman Keberagamaan

Mulai masuk
Mulai masuk SMA dan
TPA mengaji Juara 1 di TK mendapatkan
Iqra sampai dan juara hasil akhir
bisa dengan lomba yang baik dari
lancar menghafal MTSn bisa
membaca Al- bacaan surat masuk ke
Qur’an dan pendek sekolah yang
Mulai
2002 -Masuk
2003 2004 diinginkan
2014-2016
TK.
2005 - 2010 2010-2013 2017

Mulai masuk SD Masuk SMP Teman dekat


dan ketika ingin yang terpaksa saya (pacar)
lulus karena hasil mendapatkan
mendapatkan tidak musibah
hasil UN yang memuaskan penyakit yang
buruk sekali tidak dan akhirnya begitu luar
sebanding memilih masuk biasa
dengan saya. MTSn

1
Pengalaman-pengalaman keberagaman yang penting bagi keluarga
saya yaitu perbedaan pada zaman saya dan zaman orangtua saya. Menurut
orangtua saya zaman saya itu tidak kental dalam spritualnya, karena pada
zaman orangtua say beliau selalu mengikuti aturan – aturan dari
orangtuanya seperti harus mengaji pada waktu sore hari bahkan bangun
pagi jam 3 pagi – jam 7 pagi itu waktu beliau mengaji dan melakukan sholat
wajib atau sunnah. Jika pada masa saya itu jarang sekali ditemukan suasana
seperti itu, bahkan saya sendiri menurut orangtua saya sulit ketika diminta
untuk melakukan sholat wajib ( sholat 5 waktu ) tidak ada kesadaran dalam
dirinya. Selain itu, ayah dan ibu saya itu dalam agama lebih kental pada ibu
saya dan ibu sampai saat ini juga masih menanamkan apa yang sudah ia
dapat pada zaman dulu kepada saya namun saya lebih banyak tidak
mengikutinya mungkin saya masih mengikuti zaman saya.
Sejak saya kecil orangtua saya sudah memasukkan saya ke sekolah
agama pada umur 4 tahun sebelum TK saya masuk ke TPA. Saat masuk
TPA saya sudah mulai mengenal bahwa dalam agama saya, saya harus
baca al-quran, mengaji, dan sholat. Lalu saya lakukan itu tanpa saya
bertanya-tanya dengan orangtua saya atau guru saya mengapa saya harus
melakukan ini? Saya harus mengikuti saja. Pada umur 5 tahun saya masuk
TK kebetulan TK ini TK yang masih melekat sekali dengan agama bukan TK
umum. Pada saat itu saya baru bertanya mengapa saya harus melakukan itu
semua? Saya pertama bertanya kepada orangtua saya, mereka menjawab
bahwa “ agama kita adalah agama islam maka kita harus ibadah dengan
cara seperti itu, kalau kamu tidak melakukan itu maka kamu dosa (Allah akan
marah sama kamu)”. Lalu saya benar-benar taat sekali sejak umur 6 tahun
sampai 15 tahun saya merasa sangat rutin melakukan sholat 5 waktu dan
mengaji. Saya juga pada saat SMP saya bersekolah di MTSn ( Madrasah)
maka saya dapat ajaran yang terus melekat pada diri saya. Saya merasakan
sekali tentang agama saya dan pertentangan agama saya itu pada saat
SMP.
Pada saat SMP saya lebih banyak menerima mata pelajaran tentang
agama di bandingkan saya mendapatkan mata pelajaran umum. Saya harus

2
belajar bahasa arab, fiqih, al-quran hadist, dll saya juga mulai mengerti akan
tata cara pakaian dan bagaimana saya dengan laki-laki yang hanya sebatas
teman atau orang lain. Saya mulai memakai hijab sejak SMP namun saya
memakai hijab masih setengah-setangah (lepas copot) itu pada kelas 1-2
SMP. Ketika kelas 3 SMP saya benar memakai hijab itu kemana pun saya
melangkah saya pakai hijab. Lalu semua itu mulai biasa saja sejak sama
SMA, karena saat SMA saya bersekolah di SMA umum maka saya terbawa
dengan lingkungan sekitar dan gaya hidup yang semakin berkembang maka
saya mulai lagi untuk lepas-copot kerudung, suka tinggalkan sholat, jarang
bawa al-quran dll. Tetapi, pada saat SMA saya tetap ke sekolah memakai
kerudung walaupun sekolahnya tidak mewajibkan untuk memakai kerudung.
Lalu ketika ingin masuk kuliah saya pun mulai lagi bingung apakah saya
lepas kerudung atau tidak. Saya sudah bertanya denga ibu saya namun ibu
saya hanya menjawab terserah saya dan saya bertanya dengan teman saya
mereka menjawab bahwa pakai saja namun, hati saya ingin mencoba untuk
lepas hijab pada akhirnya saya memilih untuk mencoba lepas hijab saya dari
awal masuk kuliah hingga semester 2.
Ketika saya lepas kerudung saya merasa sedikit tidak nyaman dengan
lingkungan mungkin karena saya kemarin tidak pernah lepas hijab dan dalam
ibadah saya juga mulai malas-malasan dalam ibadah. Singkat cerita akhirnya
saya memutuskan untuk memakai hijab kembali di semsester 3 dengan
alasan sepertinya saya lebih nyaman memakai hijab dan saya juga sebelum
memutuskan pakai hijab kembali saya benar-benar memantapkan pilihan
dan hati saya. Bahwa saya tidak boleh untuk lepas-copot hijab karena
menurut agama saya itu sama saja saya memaikan kehormatan saya. Saya
juga merasa bahwa ketika saya memakai hijab saya merasa lebih dihargai
dalam lingkungan sekitar saya tidak seperti saya pada saat tidak memakai
hijab. Pada saat ini juga saya sedang memperbaiki diri saya untuk bisa
menjadi lebih baik dari sebelumnya dengan cara apa yang ada pada agama
saya walaupun masih sedikit-sedikit ada yang masih saya langgar.
Saya merasa bahwa pengalaman keberagamaan saya tidak berkaitan
dengan etnis saya. Saya merasa bahwa keberagamaan saya sangat

3
berpengaruh dengan lingkungan sosial seperti dengan teman atau gaya
hidup. Pada etnis yang saya miliki juga lebih dominan masyaratkannya
berada dalam agama islam. Bahkan pada etnis saya menurut saya bisa
dikatakan bahwa etnis saya sangat kental sekali dengan keagamaan. Saya
berada pada etnis Jawa Tengah dan Sunda dalam cerita yang saya dapat
dari orangtua saya, mereka sejak kecil ternyata sudah diajarkan tentang hal
yang harus dilarang maupun dilakukan. Ayah dan ibu saya waktu dulu
mendapatkan ilmu keagamaannya dari orangtuanya sendiri namun ibu saya
mempunyai guru besar dalam lingkungannya. Saya dan keluarga saya tidak
mengikuti kominitas dalam agama karena yang saya perhatikan dalam
keluarga saya itu sangat netral dalam etnis maupun agama. Orangtua saya
selalu berinteraksi dengan siapapun tanpa memilih-milih dengan siapa harus
bersosialisasi. Ayah dan ibu saya bahkan mempunyai hubungan baik sekali
dengan individu yang berbeda entis dan berbeda agamannya dengan kita.
Selain itu, saya juga merasa tidak pernah ada pergulatan dalam
keberagamaan karena saya merasa bahwa ketika saya berada dalam
lingkungan yang sama dengan kehidupan saya maka kehidupan saya tidak
berwarna dan tidak berkembang juga pengalaman hidup saya. Orangtua
saya selalu berpikir bahwa kita boleh berteman dengan siapapun individunya
dan latar belakangnya namun, kita harus bisa menjaga diri kita dengan baik
dan jangan sampai menyakiti individu tersebut. Kalau pun kita diberi
makanan atau apapun itu yang dalam agama saya dilarang untuk dimakan
maka harus sebisa mungkin saya menolaknya dengan baik dan berikan
alasannya agar bisa saling memahami namun masih berhubungan dengan
baik.
Saya akan berbagi cerita tentang keberagaman dalam masalah-
masalah pada kehidupan saya. Pada tahun 2017 saya mendapatkan
musibah untuk teman terdekat saya (pacar) dia mendapatkan suatu penyakit
yang begitu luar biasa sekali sepanjang tahun 2017 itu. Awalnya dia periksa
ke dokter hanya mempunyai penyakit batu ginjal dan paru-paru sedikit kotor
akibat dia suka sekali merokok dan kurang minum air putih. Saya pada saat
itu kaget bahwa dia mendapatkan ujian itu, sepanjang dia sakit saya hanya

4
berdoa dan selalu menyempatkan waktu untuk berbicara dengan Allah apa
maksud dari musibah ini. Lalu selang beberapa bulan dia mendapatkan ujian
bahwa dia terkena penyakit meningitis pada bagian otaknya. Ketika dia
difonis itu saya berada dalam situasi itu, saya pun lemas dan saya tidak tahu
lagi harus bagaimana. Dia sudah mengalami koma selama 3 hari dia tidak
sadar, tidak mengenal siapapun, tidak sadar ada dimana, dan dia hanya bisa
mengeluarkan air mata.
Sepanjang dia sakit saya hanya bisa berdoa dan melakukan ibadah
apapun yang mampu saya lakukan seperti sholat malam, membaca al-quran,
dan meminta doa dari teman-teman atau keluarga. Dia sudah mengalami
operasi dan sebelum di operasi dokter berkata bahwa beliau tidak bisa
memastikan bahwa pasien ini akan sembuh total dan beliau meminta untuk
keluarga terus berdoa buat yang terbaik saja. Sampai saat ini akhirnya dia
alhamdulliah bisa sembuh walaupun di badannya ada alat untuk membantu
dia membuang kotoran di otaknya. Menurut saya dengan saya bedoa dan
melakukan ibadah apapun itu ketika mendapatkan masalah pasti akan
diberikan jalan yang terbaiknya. Saya selalu berpikir bahwa teman dekat
saya bisa sembuh karena atas izin Allah dan usaha-usaha keluarga yang
tidak putus dari berdoa dan meminta yang terbaik untuknya. Menurut saya,
ketika kita mendapatkan ujian atau masalah kita cukup berdoa, ibadah,
bersabar, dan berpikir positif karena ketika kita sudah usaha semaksimal
mungkin maka Allah akan menjawab dengan waktu yang tepat dan jika
hilang maka Allah akan mengantikannya dengan yang lebih dari yang hilang.
Menurut saya agama yang saya anut saat ini adalah agama yang
mayoritas karena saya tinggal di Negara Indonesia walaupun di Negara
Indonesia mempunyai keberagaman agama, namun agama islam lebih
mayoritas dan Negara Indonesia dalam politik juga memakai prinsip-prinsip
islam dalam mempengaruhi kebijakannya. Keistimewaan dalam islam
menurut saya, saya bisa melakukan ibadah dimana saja, saya bisa
bersosialisasi dengan siapapun, namun ada diskriminasi yang saya ketahui
misalnya dalam berpakaian ada seorang wanita yang memang memakai
gamis, hijab syar’i, bahkan sudah memakai niqob dia dikatakan bahwa sudah

5
baik dalam mengikuti ajaran agamanya dibanding wanita yang berhijab
namun masih menggunakan jenas, hijab pendek, dll.
Tanpa kita mengenal orang tersebut orang lain sudah bisa menjudge
bahwa wanita yg berhijabnya tidak syar’i maka belum baik dalam agamanya.
Menurut saya, orang yang dapat dikatakan sudah mampu menjalankan
perintah agamanya dengan baik itu hanya diri kita sendiri yang menyadari,
karena diri kita sendirilah yang mengetahui berbuatan apa yang dibuat dalam
kehidupan kita. Belum lama ada teman saya yang berbagi cerita bahwa
orang yang menggunakan baju syar’i dan niqob ketika ia ingin bertujuan ke
luar negeri, ketika sedang pengecekkan di bandara wanita itu mendapatkan
pengecekkan secara khusus dibandingkan dengan orang yang berhijab
biasa (orang umum). Menurut saya, mengapa diperlakukan seperti itu di
Indonesia karena banyak sekali kejadian-kejadian salah satunya teroris
orang yang melakukan hal tersebut itu adalah orang yang cara
berpakaiannya seperti itu maka ia diperlakukan seperti itu untuk menghindari
hal yang tidak baik.
Kekuatan-kekuatan agama dan pengalaman-pengalaman saya
mengenai spiritual yang bisa saya gunakan dalam konseling adalah saya
yakin ketika saya mampu menyelesaikan masalah saya sendiri dengan cara
spiritual yang saya lakukan dengan meminta kepada Tuhan, membaca al-
quran, dan selalu berpikir positif tentang apa yang sedang Tuhan berikan.
Ketika saya dalam konseling saya juga harus yakin bahwa masalah yang
ada pada klien saya juga dapat terselesaikan dengan baik selain saya
membantu untuk membahagiakan hidupnya saya juga coba meminta klien
saya harus berpikir positif. Saya juga mungkin sebelum bertemu dengan
klien saya sebaiknya saya harus bersihkan diri saya dari apa yang tertumpuk
dalam pikiran saya seperti saya lebih dulu mengambil wudhu dan berdoa
agar saya mampu memberikan yang terbaik untuk klien saya. Saya juga
berusaha dari pengalaman yang ada pada diri saya jika dalam konseling
saya harus membuang pengalaman buruk saya dan jika memang ada
masalah klien saya sama dengan apa yang pernah saya alami dan saya bisa

6
menyelesaikannya mungkin saya akan memberikan pengalaman itu dan
memberikan caranya untuk mencoba bila tidak keberatan untuk klien saya.
Bias-bias yang saya miliki itu pertama tentang LGBT yang pernah
saya baca tentang kasus ini dalam beberapa perspektif pertama dalam HAM
(Hak Asasi Manusia) LGBT di dalam hukum HAM, disebutkan bahwa adanya
kebebasan bagi setiap individu meyakini atau mempercayai sesuai hati
nuraninya. Namun bukan bearti leglitas tentang LGBT itu dibenarkan, karena
sesungguhnya disetiap hak pasti ada kewajiban dan penuntut LGBT
dilegalkan karena mereka hanya menuntut hak tanpa menjalankan
kewajiban. Sedangkan dalam Islam LGBT itu sudah sangat jelas bahwa
islam sangat keras dalam menyikapi problem ini. Dalam sepemahan saya
bahwa jika orang yang LGBT itu “ Allah SWT akan melaknat bagi orang-
orang yang melakukan perbuatan seperti kaum nabi luth “. Saya selalu
berpandangan tentang LGBT itu sangat buruk dalam pikiran saya, bahkan
saya tidak ingin berjumpa dengan orang yang ikat dengan LGBT buat saya
ketika saya melihat di mall saja itu membuat saya panik dan takut melihat
tingkah laku mereka yang buruk sekali buat saya bahkan tingkah laku
mereka suka melebihin orang – orang pada umumnya.
Selain itu bias dalam agama yang berbeda pada diri saya. Saya tidak
pernah merasakan bias kepada agama yang berbeda karena saya selalu
memandang bahwa setiap manusia sudah mempunyai jalan kehidupannya
masing-masing maka jika saya menolak itu dalam lingkungan saya, maka
saya tidak bisa untuk mencari perkembangan pada diri saya. Masalah yang
cukup menarik tentang bias perbedaan agama itu pernikahan, banyak orang
yang pro dan kontra dalam masalah ini. Bagi saya masa menikah beda
agama itu bukan masalah yang besar dan bukan masalah yang tidak bisa
diselesaikan dengan baik-baik. Menurut saya, ketika ada masalah seperti itu
baiknya bertanyalah pada yang bersangkutan apakah pernikahan ini harus
ada yang mengalah untuk menjadikan satu agama atau tetap dengan
keyakinan masing-masing walapun masalah ini dalam islam juga dilarang
keras. Saya punya cerita dari ayah saya yaitu teman ayah saya menikah
dengan wanita yang muslim sampai saat ini dalam pernikahan mereka tidak

7
ada pro dan kontra mereka menjalankan agamanya masing-masing dan
mereka mempunyai 2 seorang anak. Anak-anaknya pada akhirnya ada yang
mengikuti agama ibunya dan ada yang mengikuti ayahnya. Menurut saya
ketika ada individu yang seperti tidak masalah dan mereka masing – masing
mungkin sudah mengerti akan konsekuensinya dan mereka juga paham
dengan hal – hal yang dilarang dalam agama mereka jadi saya sendiri tidak
ada bias tentang perbedaan agama.
Menurut saya mengapa untuk menjadi seorang konselor harus
mengetahui keberagaman agama dalam kehidupan, karena menurut saya
profesi konselor itu tidak mudah, tidak sembarangan kita berbicara dan
konselor juga membantu klien untuk dalam kesulitan lahir dan batin yang
berkaitan dengan masa yang akan datang. Kunci pertama dalam konseling
menurut saya yaitu konselor tidak boleh ada diskrimidasi tentang agama
yang berbeda dengan dirinya karena jika kita sudah mempunyai pikiran
seperti itu maka kita bukannya membantu klien kita malah kita bisa
mendoktrin atau merubah keyakinan dia harus sama dengan keyakinan kita.
Seharusnya konselor harus mempunyai pengalaman tentang keberagaman
agama agar ketika kita mempunyai klien yang berbeda dengan kita, maka
kita bisa meminta dia untuk melakukan spritual dengan keyakinan mereka.
Konselor juga harus menunjukan ekpresi keberagamaan dalam komunikasi.

8
Refleksi Buku yang Berjudul
“Menjadi Muslimah Idaman”
Dalam buku ini dikatakan bahwa secara umum ada dua kelompok
pembela hak-hak perempuan. Pertama, mereka yang membela hak
perempuan dan mengajak perempuan keluar dalam keadaan terbuka seperti
halnya laki-laki, sehingga mereka membuat istilah. Istilah baru seperti istilah
“gender” yang menunjukkan jenis manusia yang sama dalam segalanya.
Kedua, mereka yang sengaja memasukkan pemahaman dari barat ke dalam
masyarakat islam, dimana perempuan merupakan komunitas terbesar. Pada
sepanjang sejarah sebelumnya datangnya islam, perempuan banyak
mengalami penderitaan. Ia diperjual belikan layaknya hewan dan barang dan
kemuliaan perempuan diperadaban terdahulu banyak ternodai. Saya akan
mengambil beberapa perempuan dalam peradaban yaitu :
1. Perempuan Dalam Peradaban China
Kedudukan perempuan lebih rendah dari kedudukan laki-laki,
kedudukan perempuan seperti yang digambarkan oleh salah
seorang perempuan pada sebuah masyarakat elit di China. Pada
masa konfusius, kekuasaan ayah hampir berwenang-wenang.
Dengan kekuasaannya, bisa saja ia menjual istri dan anaknya
untuk di jadikan budak dan hal ini tidak dilakukan kecuali dalam
keadaan terdesak.
2. Perempuan Dalam Peradaban Yunani
Di Athena, perempuan layaknya barang yang diperjual belikan.
Perempuan dianggap najis atau kotor seperti halnya perbuatan
setan. Sedangkan, laki-laki sangat antusias atas kebebasan dan
melarang untuk membiarkan kebebasan istrinya dan anak
perempuannya. Seorang perempuan tidak diperkenankan keluar
kecuali dengan mengenakan hijab (penutup) yang pantas untuk
dirinya dan ditemani dengan orang yang dipercayai, hanya untuk
sekedar berkunjung ke rumah kerabatnya, menghindari perayaan-
perayaan keagamaan dan menyaksikan pementasan.
3. Perempuan Dalam Peradaban Romawi

9
Seorang perempuan adalah hamba yang ikut laki-laki. Hak-hak
yang dimiliki seperti hak-hak anak kecil atau bahkan tidak memiliki
hak sama sekali. Perempuan juga dikatakan bahwa makhluk yang
tidak memiliki jiwa. Perempuan adalah najis, ia tidak boleh
memakan daging dan tidak boleh tertawa, ia harus menghabiskan
waktunya untuk sembahyang, ibadah dan melayani,
Setelah saya membaca buku ini, pertama yang ada di pikiran saya itu
tidak berisi seperti diatas melainkan berisi tentang bagimana perempuan
bersikap (cara-cara) sesuai dengan ajaran agama. Buku ini menurut saya
sangat menarik bahkan saya membaca ini sambil membayangkan
bagaimana kalau saya berada dalam masa itu. Saya juga baru mengetahui
sedetail ini bahwa pada masa itu perempuan benar-benar tidak ada hak atau
dilihat saja tidak dan yang saya pahaman dari dulu itu bahwa perempuan
tidak boleh bekerja harus selalu berada di dalam rumah. Perbedaan yang
cukup jauh dari masa dulu hingga masa kini, pada masa kini perempuan
sudah mampun menjadi pemimpin dan perempuan juga terkadang
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dari seorang laki-laki (walaupun
persepsi orang lain masih belum hilang tentang bahwa perempuan setinggi
apapun pendidikannya pasti akan kembali lagi di dapur).

10
DAFTAR PUSTAKA

Atif, U. A. (2016 ). Menjadi muslimah idaman. Jakarta Timur: mirqat.

11
TUGAS SYARAT MASUK
“ Agama, spiritual, dan konseling”
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah konseling
multikultur yang diampu oleh dosen Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons

Disusun oleh :
Phooby kamaratih 1715161884

Program studi bimbingan dan konseling


Fakultas ilmu pendidikan
Universitas negeri jakarta
2018

12
Masuk
Saat TK, saya
pesantren pada
bersekolah di Tk Tahun 2013
tahun 2012 di
islami yang saya masuk
daerah Saya
mewajibkan SMA dan pindah
karawang mengikuti
anak anak pondok
Dengan bathsul masail
muridnya pesantren
mulainya saya sewilayah 3
memakai didaerah cirebon
masuk dunia cirebon
kerudung dan dan disini saya
pesantren mulai mewakili
saya suka saat mulai belajar
lah berubah pola pondok pada
itu kitab kuning
pikir saya tahun 2015
dengan baik

Saat SD,
setiap hari
jumat saya
memakai
kerudung
bagi kami
perempua
n

a. muslim
Selama 20 tahun saya hidup di negara yang beridentitas adalah
negara muslim dan saya ada didalam identitas tersebut bahwa saya
adalah seorang muslim, banyak pengalaman saya dalam beragaman
dalam ini berpengaruh dalam hidup saya dan juga hidup keluarga
saya, sebelumnya saya tinggal selama 11 tahun dilingkungan dengan
mayoritasnya dalam 1 agama dengan saya yaitu islam walaupun ada
beberapa tetangga yang beragama non muslim tapi mereka terkesan
menutup diri mereka. Tetapi saat saya kelas 5 sd orang tua saya
memutuskan pindah rumah dan ternyata lingkungan yang kami
tempati memiliki kultur yang berbeda umat beragama jika di buat
berbandingan adalah 55% untuk umat beragama lain dan 45% untuk
umat beragama islam walaupun begitu fasilitas untuk menjalani
ibadah dilingkungan kami sangat mendukung baik untuk agama islam
atau untuk agama lain yang hidup berdampingan. Dan pengalaman
yang berpengaruh dalam hidup saya dimulai saat saya mulai
mengetahui bahwa saya akan hidup dalam jangka waktu yang lain
dengan orang orang yang memiliki perbedaan yang sangat signifikan
kalo dengan keagamaan memang berbeda tapi saya harus menerima

13
perbedaan bahwa saya tidak memiliki kulit putih seperti mereka dan
saya pun tidak memiliki mata sipit seperti mereka haha.
Tahun pertama aku dan keluarga ku harus terbiasa menberikan
ucapan kepada mereka saat mereka Natal, Nyepi, Imlek dan Wasiak
dan kami pun harus berbiasa kedatangan tamu saat lebaran yang
bukan seagama dengan kami, tahun tahun pertama memang terasa
aneh untuk saya terutama karna saya harus berpuasa ditengah 2
teman baru saya yang sekarang sudah menjadi sahabat saya dimana
mereka memiliki agama lain dengan saya. Walaupun ada sahabat
saya juga yang beragama sama dengan saya tetapi tidak sama sekali
membantu saya. 10 tahun saya tinggal di lingkungan dengan seperti
ini, dan sedikit sedikit mempengaruhi saya dalam urusan pertemanan
dan saya sekarang jadi lebih terbuka untuk berteman dengan siapa
saja. tidak hanya agama yang beragam dalam lingkungan saya
selama 10 tahun etnis atau kebudayaan” non pribumi pun saya jumpai
misalnya keluarga saya dan keluarga pribumi lainnya saat imlek diajak
makan bersama lalu mereka yang beretnis cina menceritakan tahun
apa ini ? terus kami diberikan jeruk atau apapun yang melambangkan
tahun imlek itu. Kami dilingkungan itu terbiasa dengan hal hal yang
seperti makan malam sebelum hari imlek, makanan daging qurban,
dan tentu ambil ampao disetiap rumah berbeda cara pemberiannya.
Dari pengalaman saya selama tinggal di lingkungan seperti yang
terurai diatas membuat saya semakin mengenal kebudayaan atau pun
tradisi yang notabenya bukan berasal dari etnis saya dan saya dan
keluarga saya lebih mampu bertoleransi dan menghargai apapun
yang ada disekitar keluarga saya dan berteman dengan siapa saja.

b. Dari beragam pengalaman keberagaman saya dengan kaitnya etnis


saya, disini saya lebih mampu memahami perbedaan” etnis yang ada
dilingkungan saya. Dan ternyata ada beberapa kemiripan etnis saya
dengan keberagaman etnis yang ada dilingkungan saya. Hal ini yang

14
membuat saya lebih terbuka tentang kebudayaan yang ada
dilingkungan tempat saya tinggal.

c. Saya dulu saat SMA saya menjalani sekolah di pondok pesantren


didaerah cirebon dan saat saya sekolah, saya mengikuti organisasi
yang bernama FK3 ( forum kajian kitab kuning) selama hampir 1 tahun
lebih. Pengalaman saya dalam berorganisasi ini saya lebih diajarkan
pada bagaimana saya mengaji kitab dengan baik dan jika ada isu isu
yang fenomenal saya dan teman teman saya akan mengkajinnya
lewat kajian kitab kuning dan tak jarang masalah masalah yang ada
dimasa sekarang ternyata sudah pernah terjadi dimasa yang lalu.
Contohnya kasus aborsi.

d. Hal yang menyenangkan saya adalah bisa meneruskan sekolah saya


di pondok pesantren dimana pondok pesantren lah yang sudah
menjadika pola fikir saya yang baru dengan pemikiran pemikiran
agam saya sebelumnya saya belum tau dan sekarang menjadi tau
yang dulu saya sebatas mendengarkan sekarang sudah mampu
mempraktekan banyak hal yang saya dapat dari belajar di pondok
pesantren dan hal hal yang menurut saya dulu tabu tapi dipesantren
kita bisa mengkajinya dengan sudut pandang agama dan dari para
ahli ulama tentunya. Di pondok pesantren juga bukannya hanya
urusan agama saja yang saya pelajari tapi juga urusan dunia seperti
saya di ajarkan pelajaran tambahan seperti media grafis atau menulis
cerpen disana banyak hal yang saya pelajari. Dan hal menyenangkan
saya selanjutnya adalah saya bisa bersahabat dengan teman teman
yang lain agama dan lain etnis dengan saya itu wina (buhda,cina),
monica (katolik,cina) rani (islam,sunda) mereka adalah sahabat saya
dan dari mereka saya belajar pentingnya saling menghargai, saling
menolong, dan saling menghormati. Dengan saya mengerti bahwa
setiap agama memiliki kebajikannya masing masing, setiap agama
diajarkan untuk saling mengasihi, kami berteman dengan saling

15
menghargai dengan mereka ber2 tidak makin didepan kami saat bulan
ramadhan dan kadang mereka ber2 ikut puasa dan berbuka dengan
kami, indahnya hidup dengan saling menghargai. Dari pengalaman
saya dipondok itu sangat menyakinkan saya bahwa agama saya
adalah agama yang baik , agama yang mudah, agam yang penuh
dengan cinta dimana setiap kebaikannya akan berbuah pahala dan
karna cinta saya yakin agama saya adalah agama yang diciptakan
oleh allah untuk membuat dunia ini sejuk.

e. Pengalaman yang menyenangkan dalam keberagamaan saya selama


hidup saya ialah saya bisa berteman teman dari luar etnis saya dan
dari luar agama saya karna dari sini saya bisa memlihat lebih jauh hal
hal diluar dari etnis atau agama saya, seperti jika di agama saya
puasa selama bulan ramadhan dari imsak sampai maghrib tapi teman
saya yang beragama lain jika akan mengjalani hari besar keagamaan
mereka, mereka akan berpuasa tapi dengan tambah mereka tidak
memakan, memakan yang bernyawa seperti daging daging. Dari
keberagaman ini saya belajr untuk saling menghargai tentang apapun
dalam diri masing masing, dan dari keberagaman ini saya terbiasa
untuk menghargai teman saya yang sedang beribadah didepan
rumahnya atau saya yang sedang sholat tarawih dan saya dari
keberagamaan ini saya terbias mecium bau bau HIO (Lidi merah
bersembahan)

f. Pergualatan dalam diri saat saya baru saja pindah kelingkungan yang
tetangganya kiri kanan depan belakang adaah cina, dimana saya
sering sekali melihat orang orang makan daging babi atau makanan
yang tidak halal bagi agama dan tradisi saya itu awalnya membuat
saya sedikit kurang mampu untuk bergaul banyak hal hal yang saya
takutkan dari kebiasaan kebiasaan tetangga saya seperti yang sudah
saya uraikan ditahun tahun pertama saya tetapnya waktu saya kelas 5
sd yang tumbuh dilingkungan penuh dengan etnis agama tradisi yang
berbeda tetapi ketakutan saya ternyata tidak dibarengi dengan fakta

16
dilingkungan, ternyata lingkungan saya penuh dengan telorensi
keberagamaan yang sangat baik, semua berlawanan dengan
pemikiran ketakutan saya dengan hal hal yang tidak sesuai dengan
fakta dilapangan, jika saya sedang main dirumah teman saya yang
beretnis cina dan beragama budha, saya hanya ditawari makanan
yang HALAL dan ternyata teman saya pun mengetahui apa saja yang
boleh saya makan tetapi balik lagi saya pada tahun pertama saya
tetap dalam ketakutan yang tidak ada kepastian.

g. Keagamaan saya dalam hal saya menyelesaikan masalah atau


menghadapi masalah sangat lah mengpengaruhi hal hal apa saja
yang akan saya ambil dalam keputusan-keputusan dari sudut
pandang agama, masalah sulit yang saya hadapi adalah saya saat
harus

h. Agama saya adalah negara mayoritas di negeri ini yaitu agama islam,
agama yang mayoritas pasti lah memiliki keistimewaan dalam hal
memandang sesuatu yang kecil ada suatu ibadah dan menghasilkan
pahala bagi yang menjalankannya misalnya jika kita tersenyum untuk
sesama umat manusia dan mencoba untuk nebarkan kebahagian
dengan tersenyum sudah 1 kebaikan untuk diri kita dan juga jika kita
membaca bismillah sebelum makan itu adalah suatu kebaikan yang
kadang dilupakan. Dan prasangka prasangka yang mucul ialah dari
isu isu yang sedang berkembang di kalangan masyakarat skearang
yaitu isu penistaan agama berita berita hoax tentang itu itu yang
seakan bukan membuat agama saya menjadi lebih baik malah
sebaliknya dan prasangka buruk dari agama yang lain dalam bahwa
islam adalah agama teroris yang suka ngbom dan hal ingin yang
sering disalah tujukan oleh agama minoritas.

Dalam konseling saya pengalaman pengalaman saya diatas tentu


akan mempengaruhi dalam melihat permasalahan baik dari sisi saya
atau pun sisi konseling dan saya juga akan berfikir dengan cara lain

17
untuk bagaimana cara tidak ada kesengajaan antara saya dengan
konseli.

i. Dari banyaknya pengalaman saya dan saya pun tubuh dilingkungan


dengan etnis dan agama yang berbeda dengan saya, saya yakin ini
adalah modal untuk saya itu melayani konseli dengan baik dan
mungkin dengan sudut pandangan yang berbeda mengenai hal hal
yang terindikasi etnis atau yang lainnya.

j. Bias dalam sebuah keberagaman sangat lah bisa terjadi dengan


pengaruh” lingkungan dan juga saya sebagai calon konselor tidak
menutup kemungkinan terjadinya bias dalam pemikiran pemikiran
saya. Tapi sejauh ini saya belum merasakan bias di diri saya dalam
memandang suatu agama lain atau pun kebudayaan minoritas. Jika
nanti terjadi bias dalam konseling saya akan mencoba untuk mengkaji
kembali apa saja hal hal yang menurut saya bias dan mencoba untuk
mendiskusikan dengan kawan konselor yang lain atau jika biasnya
sudah terlewat batas maka saya akan mengalih tangan kasus
tersebut.

k. Agama penting bagai saya calon konselor karna agama adalah sudut
pandang yang utama. Semua permasalahan akana kembali pada
sudut pandang agama masing masing saya calon konselor atau nanti
sudah menajadi konselor hanya memfasilitasi atau hanya menjadi
pendamping bagi para konseli untuk menyelesaikan masalahnya
dengan kekuatannya dirinya sendiri
1. Hubungan antar-umat beragama dalam perspektif lembaga fatwa
organisasi keagamaan (Islam) Jawa Tengah ( studi atas pandangan
Majelis Tarjih dan Tajdid, Muhammadiyah dan Lembaga Bathsul
Masail NU)
Dalam buku hasil bathsul masail menjelaskan bahwa perbedaan
dalam Hubungan antarumat beragama yang selama ini dipraktikkan

18
masyarakat dalam tradisi dan kebudayaan lokal sejatinya telah
menjadi modal sosial yang amat berharga dalam menjaga harmoni
dan kerukunan. Hidup rukun telah menjadi kebiasaan masyarakat
sejak dulu meskipun berbeda agama. Hidup berdampingan sudah
sejak lama dialami oleh masyarakat. Tradisi sosial telah dibangun
secara bersama-sama dalam bingkai kemajemukan. Namun, dalam
kenyataan lain, konflik terjadi dalam skala yang terbatas. Meskipun
agama bukan menjadi faktor utama dalam konflik sosial, tetapi ikut
berkontribusi dalam mengakselerasi konflik. Ditambah lagi dengan
tradisi keagamaan dan politik seringkali dibangun atas dasar
kepercayaan terhadap ajaran agama yang cenderung eksklusif. Di
antara agama-agama yang dipeluk oleh masyarakat Indonesia, posisi
Islam, Katolik, dan Protestan mendapat perhatian yang sangat
luas.Kompetisi di antara ketiga agama ini telah nampak dalam arena
politik, pergaulan sosial, dan kegiatan ekonomi. Tetapi tidak dapat
dinafikan begitu saja, posisi agama-agama lain seperti Hindu, Buddha,
Konghuchu, dan agama lokal sebagai agama minoritas. Di daerah-
daerah
yang penduduknya cukup kuat beragama Hindu, Buddha, Konghuchu,
kompetisi sosial,politik, dan ekonominya juga kuat. Dengan kata lain,
masing-masing agama memiliki basis teologis dalam menyikapi
perbedaan agama.

19
Daftar pustaka
Dr. Ahwan Fanani, M. (2010). perspektif lembaga fatwa organisasi keagamaan ( islam).
Semarang: IAIN Walisongo.

20
Agama, Spiritualitas, dan
Konseling

Putri Ilma Mu’aafii 1715163040

Konseling Multikultur

21
TUGAS SYARAT MASUK : AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

Tugas syarat masuk anda berikutnya berkaitan dengan agama dan spiritualitas.
Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat anda gunakan untuk menyusun
tulisan naratif-analitik anda. Pertanyaan ini hanya sebuah arahan untuk
memudahkan anda menulis, tidak untuk dijawab seperti dalam ujian.

1. Buatlah Timeline mengenai pengalaman keberagamaan anda. Timeline adalah


sejarah hidup anda dalam sebuah garis. Pengalaman tersebur dimulai dari kelahiran
hingga kehidupan anda saat ini. Garis ke atas menunjukkan pengalaman yang
menyenangkan dan positif sedangkan garis kebawah menunjukkan pengalaman
yang menantang dalam kehidupan keberagamaan anda.

Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat anda gunakan untuk membuat


timeline anda. Ini adalah pertanyaan stimulasi agar anda dapat menuliskan naratif
refleksi berdasarkan timeline anda. Anda bisa menambahkan hal-hal yang relevan
walu pun tidak ada dalam pertanyaan ini

a. pengalaman-pengalaman keberagamaan apa yang penting dalam keluarga


anda? Bagi anda sendiri? Ceritakanlah pengalaman-pengalaman itu dan refleksi
anda terhadap pengalaman itu. apa artinya pengalaman itu bagi anda dan
bagaimana hal itu mempengaruhi kehidupan anda secara umum
b. apakah ada kaitan antara pengalaman keberagamaan anda dengan etnis anda?
c. Apakah anda mengikuti komunitas keagamaan anda? bagaimana pengalaman
anda dalam komunitas tersebut?

22
d. Apa pengalaman-pengalaman keberagamaan anda yang menyenangkan
sepanjang anak-anak, remaja, dewasa? 5. bagaimana pengalaman ini membentuk
keyakinan anda terhadap agama anda?
e. Apa pengalaman-pengalaman keberagamaan anda yang kurang menyenangkan
sepanjang anak-anak, remaja, dewasa? bagaimana pengalaman ini membentuk
keyakinan anda terhadap agama anda?
f. apakah anda pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan keberagamaan
anda? Dapatkah anda ceritakan lebih jauh? Apa pengaruh pergulatan itu dalam
kehidpan anda secara umum?
g. bagaimanakah keagamaan anda mempengaruhi/tidak mempengaruhi anda
dalam menghadapi masalah-masalah sulit anda? Dapatkah anda menceritakan
pengalaman tersebut dan bagaimana pengaruh agama dalam menghadapi itu?
h. apakah agama anda merupakan agama mayoritas? apa keistimewaan-
keistimewaan dan adakah prasangka-prasangka/diskriminasi yang anda dapatkan
sebagai penganut agama mayoritas? apakah agama anda merupakan agama
minoritas apakah keistimewaan-keistimewaan dan adakah prasangka-
prasangka/diskriminasi yang anda alami sebagai penganut agama minoritas?
Bagaimana pengalaman-pengalaman ini akan mempengaruhi anda dalam
memberikan layanna konseling?
i. apakah kekuatan-kekuatan agama anda dan pengalaman keberagamaan anda
yang bisa anda gunakan dalam konseling?
j. apakah bias-bias yang mungkin anda miliki berkaitan dengan nilai-nilai, posisi
agama anda terhadap orang dari agama lain? apakah anda memiliki bias dalam
cara pandang anda terhadap agama tertentu? Bagaimana hal ini akan
mempengaruhi anda dalam konseling?
k. mengapa pemahaman mengenai agama ini penting dalam tugas anda sebagai
konselor?

2. pilihlah satu buku yang berpengaruh dalam pemahaman anda mengenai agama
anda. refleksikan isi buku itu dengan pengalaman-pengalaman keagamaan anda di
atas

3. Tulislah pengalaman dan pengetahuan anda dalam bentuk tulisan refleksi.

Aturan penulisan :

23
Tulisan diketik dengan menggunakan kertas A4 font Arial 11 spasi 1,5
Perhatikan kelengkapan penulisan: Cover, margin 3.5 (kiri), 3 (kanan, atas,
bawah). Sertakan nomor halaman.
Hasilnya dikumpulkan paling telat pada hari Senin Tanggal 16 pukul 23. 00
via email ke: susi.fitri@unj.ac.id. Dan Annisa kusumaningtyas atau Aulia
dengan aturan : nama subjek email dan nama attachment ditulis dengan
cara: S1_KM_kelas_nama_agama sendiri.
Perhatikan format penulisn dengan baik. Cek kembali setelah mengirim
karena KESALAHAN FORMAT PENGIRIMAN menyebabkan tugas anda
TIDAK AKAN DINILAI.
Kirim dalam word

24
09 April 1998, ketika untuk pertama
kalinya Ayah meng-Adzan kan saya.

2003, untuk pertama kalinya saya


menjalankan tradisi pulang kampung.

2005-2006, ketikauntuk pertama kalinya


saya mengenal pelajaran agama.

2011, saya mulai belajar untuk bertoleransi


kepada teman yang berbeda agama.
Time Line Pengalaman Keberagamaan

2014, untuk pertama kalinya saya


mencoba untuk menutup aurat .

2009, ketika untuk pertama kalinya saya


mengatahui agama yang berbeda.

25
Pengalaman keberagamaan yang penting bagi keluarga saya adalah
berkumpulnya seluruh anggota keluarga kami saat Hari Raya Idul Fitri.
Menurut saya pengalaman-pengalaman tersebut sangat berarti, apalagi
dengan tradisi pulang kampung yang hampir setiap tahun dilakukan
membuat ikatan kekeluargaan kami miliki menjadi semakin erat.
Pengalaman-pengalaman tersebut tentunya memiliki kaitan yang erat
dengan etnis yang saya miliki. Jikalau saya tidak beretnis Jawa dan
malah beretnis Betawi, maka tentu saja tradisi pulang kampung itu
tidak akan terjadi. Bagi keluarga kami, berkumpul dan menjalin
sillahtuhrahmi sangatlah penting. Terutama ketika bulan puasa tiba,
kami akan mengadakan buka puasa dan pulang kampung bersama.
Jujur saya tidak mengikuti komunitas keagamaan apapun semenjak
SMA. Pada saat SMA pun saya tidak mengikuti komunitas keagamaan
secara resmi. Saya hanya mengikuti beberapa acara yang biasanya
diadakan oleh komunitas tersebut. Mengikuti komunitas-komunitas
seperti itu memang menambah banyak pengetahuan dan pengalaman
seputar keagamaan. Ada salah satu kegiatan yang saya ingat, saat itu
adalah seminar di SMA saya, kalau tidak salah acara itu diadakan untuk
memperingati Maulid Nabi. Tema seminar waktu itu adalah tentang
‘berbakti kepada orang tua dan ridha Allah’. Yang saya ingat tentang
acara itu adalah perasaan yang sangat menyesal akan kelakuan saya
kepada orang tua saya. Perasaan sedih yang mendalam mengenai
keberbaktian saya kepada mereka. Serta perasaan kekecewaan
terhadap diri sendiri yang belum mampu memenuhi tugas dan
tanggung jawab serta amanat yang orang tua berikan.

26
Pengalaman keberagamaan ketika saya kecil yang saya ingat adalah
ketika kedua orang tua saya memberikan sebuah buku bergambar yang
mengkisahkan tentang 25 nabi. Buku itu sangat saya jaga dan bahkan
saya baca berkali-kali. Sampai sekarang pun buku itu masih saya
simpan. Ketika itu saya senang sekali membaca kisah-kisah hebat 25
nabi dan bahkan menceritakannya kepada adik-adik saya. Saya senang
ketika mereka meminta saya untuk menceritakan salah satu kisah dari
25 nabi. Bahkan ketika saat itu saya mendapat tugas dari guru agama
saya dan saya diminta untuk menceritakan atau menuliskan kisah dari
salah satu diantara 25 nabi, buku tersebut menjadi pegangan saya.

Selain itu juga terdapat buku yang saya ingat sekali adalah buku
tentang tata cara Shalat. Buku itu sangat berguna untuk saya.
Menemani saya ketika saya mulai mengenal apa itu shalat. Bahkan
buku itu sangat berguna dan membantu saya dalam ujian praktek
shalat ketika saya SD.

27
Ketika saya remaja, saya sangat bersyukur bertemu dengan seorang
guru di SMA yang mengharuskan anak-anak untuk memakai kerudung
dan peci ketika pelajaran agama berlangsung. Bila mereka tidak
memakainya maka akan dikenakan denda, dan dendanya akan di kali
kan dua setiap mereka tidak memakainya. Ketika itu saya pernah sekali
tidak membawa kerudung, menyebabkan saya di kenakan denda. Pada
saat itu saya berpikir, bagaimana bila saya memakai kerudung saja
seterusnya. Selain saya menghindari denda, saya juga memenuhi
kewajiban saya. Saya tahu bahwa niat saya belumlah sempurna ketika
itu. Bahkan mama sampai mengomeli saya, saat saya ingin memakai
kerudung dan mengharuskan saya memaksakan keinginan saya.
Mungkin mama saat itu belumlah siap jika anaknya memakai kerudung.
Mungkin dipikiran mama saat itu, saya harus memperbaiki sifat dan
kelakuan saya lalu menyiapkan mental sebelum memilih untuk
memakai kerudung. Namun, saya sangat tersentuh dengan kata-kata
guru saya dimana memakai kerudung adalah suatu kewajiban seorang
perempuan, kita bisa memperbaiki diri seiring berjalannya waktu,
karena proses pembelajaran masihlah sangat panjang.

28
Pengalaman keberagamaan yang menurut saya kurang
menyenangkan adalah ketika di Indonesia masilah terjadi diskriminasi
agama dan ras. Saya melihat salah satu contoh kejadian adalah saat
pemilihan gubernur DKI Jakarta. Saya sangat tidak menyukai ketika
masyarakat kita terlalu anarkis dalam membeda-bedakan mana
pemimpin yang Islam dan mana pemimpin yang non-Islam. Mungkin
beberapa orang berpendapat bahwa sebagai orang Islam kita haruslah
memilih pemimpin yang jugas beragama Islam. Namun, disini saya
membicarakan masalah negara. Saya ingin berpikir secara logis saja,
kebanyakan pemimpin-pemimpin korupsi yang kita pilih mayoritasnya
adalah beragama Islam dan kredibilitasnya di ragukan. Apa salahnya
bila seseorang ingin memilih sesuatu yang sudah pasti kecakapannya
dalam bertugas terlepas bahwa ia adalah seorang non-Islam. Toh
negara kita adalah negara yang menghargai keberagaman, menghargai
demokrasi, menghargai perbedaan. Apa jadinya bila keberagaman yang
selama ini kita agung-agungkan justru menjadi penyebab pecahnya
negara Indonesia hanya dikarenakan masyarakatnya yang anarkis dan
memandang sebelah mata. Mungkin hal ini juga lah yang membuat
masyarakat Indonesia tidak berani menyampaikan pendapatnya, karena
sebelum mereka menyampaikan pendapat, mereka telah dibungkam
terlebih dahulu oleh suara-suara mayoritas.

29
Saya tidak memiliki atau mengalami pergulatan dalam kehidupan
keagamaan saya. Saya menerima dengan ikhlas agama yang telah ayah
saya berikan kepada saya. Walaupun mungkin terkadang saya masih
belum menemukan tujuan sesungguhnya dimana yang menjadikan
saya menjalankan apa yang diwajibkan dalam agama saya secara
sungguh-sungguh. Jujur saya masihlah tidak tepat waktu dalam
menjalankan ibadah saya, bahkan terkadang saya lalai dalam
menunaikan ibadah saya. Terkadang saya masih menjalankannya
dikarenakan suatu keharusan dan bukan sesuatu yang saya inginkan
dari hati. Terkadang saya merasa iri dengan teman-teman yang bisa
secara tepat waktu menjalankan ibadahnya, bahkan ada beberapa yang
bahkan mengaji dan sudah tamat Al-Qur’an beberapa kali. Saya juga
merasa malu bila terkadang orang tua saya masihlah harus
mengingatkan agar saya menjalankan ibadah tepat waktu.

30
Saya jujur merasa hidup yang saya alami baik-baik saja. Saya
berperinsip hidup itu seperti air yang mengalir, jalani saja apa yang
sudah Allah takdirkan kepada saya. Karenanya jujur saya merasa tidak
banyak memiliki masalah yang saya anggap sulit. Biasanya bila terjadi
suatu permasalahan yang membuat saya bingung, saya akan berdoa
lebih lama dan memohon kepada Allah untuk memberi petunjuk. Hal ini
pernah terjadi ketika saya lulus. Jujur selama hampir seumur hidup
saya tidak pernah memusingkan nilai, kenaikan kelas, atau bahkan
kelulusan. Bahkan saat saya ujian saya tidak pernah mengalami
jantung berdebar-debar karena gugup. Namun hal ini terjadi ketika saya
mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi. Ketika itu saya baru
merasakan bagaimana rasanya sulit untuk mencari sekolah, nilai yang
tidak memadai, hasil ujian yang tidak diterima, orang tua yang sudah
hampir putus asa, sibuknya memikirkan jurusan yang mau dimasuki,
dan hal-hal lainnya. Ketika pengalaman itu muncul, saya untuk pertama
kalinya berdoa kepada Allah secara sungguh-sungguh agar saya
diterima di salah satu perguruan tinggi negeri. Karena biar bagaimana
pun juga kasihan kedua orang tua saya bila saya tidak masuk ke
perguruan tinggi negeri.

31
Saya sangat bersyukur agama yang saya miliki merupakan agama
yang mayoritas. Karena bagaimana pun saya mendapat banyak sekali
keuntungan dengan memiliki agama yang mayoritas ada di negara
Indonesia. Salah satunya adalah tempat peribadatan. Jujur saja rumah
saya berada tepat didepan sebuah masjid, jadi dapat dibanyangkan
bagaimana mudahnya akses tempat peribadatan yang saya miliki. Tidak
perlu jauh-jauh untuk mencari tempat beribadah karena Masjid banyak
sekali ditemukan di lingkungan tempat saya tinggal. Keuntungan lain
yang saya dapatkan dengan memiliki agama yang mayoritas adalah
Pendidikan. Dapat dibanyangkan bagaimana Pendidikan agama saya di
sekolah bila hanya saya yang beragama non-Islam di lingkungan
sekolah. Hal ini pernah terjadi ketika saya SD, dimana ketika itu
terdapat salah satu anak yang beragama Budha. Karena mayoritas
anak-anak di sekolah beragama Islam dan di sekolah juga tidak
memiliki guru yang beragama Budha maka nilai agama anak tersebut
dikosongkan dan selama pelajaran agama Islam berangsung, anak ini
dibiarkan berada diluar kelas. jika hal ini tidak ditanggapi dengan baik,
kelak akan terjadi diskriminasi yang membuat sang anak menjadi
inferior dikarenakan perbedaan agama yang dimilikinya.

Jujur dikeluarga saya selalu diajarkan untuk selalu bertoleransi dan


bersikap sopan kepada siapa pun, sehingga saya tidak memiliki
perasaan aneh jika melihat seseorang yang berbeda rasa tau agama
dengan saya. Bahkan salah satu sahabat yang saya miliki beragama
Kristen. Terkadang bahkan kami berdiskusi menganai agama masing-
masing, mencari kesamaan dan perbedaan diantara kedua agama tanpa
menyinggung satu sama lain.

32
Saya berharap dengan pengalaman-pengalaman yang saya miliki
terutama dengan sikap toleransi yang saya miliki, saya bisa membantu
konseli saya tanpa memandang sebelah mata atau memandang dari
sudut agama saya saja masalah yang dimiliki konseli khususnya bagi
konseli yang memiliki agama yang berbeda dengan saya. Kekuatan-
kekuatan yang bisa saya gunakan dalam menghadapi konseling tentu
saja perasaan rendah hati dan sikap toleransi yang tinggi, menerima
perbedaan antara satu sama lain, mampu bertukar pendapat walaupun
berbeda agama, memiliki wawasan yang luas mengenai agama yang
berbeda, dan lainnya.

Saya berharap bahwa saya tidak memiliki bias-bias terhadap agama


lain. Pemahaman mengenai agama sangatlah penting untuk tugas saya
sebagai konselor karena tidaklah mungkin konseli yang saya tangani
semuanya beragama Islam yang sama seperti yang saya percayai, hal
ini membuat saya lebih terlatih dalam menghadapi konseli yang
berbeda agama dengan saya. Karena walaupun perhitungannya kecil,
sebagai seorang konselor kita perlu mempersiapkan segalanya dengan
matang terutama yang berkaitan dengan pengetahuan.

33
Jujur saya tidak banyak membaca buku tentang agama, kecuali
buku-buku pelajaran, buku bacaan sholat, dan buku bergambar 25 nabil
yang saya miliki. Buku yang benar-benar saya ingat adalah “Kisah
Menakjubkan 25 Nabi dan Rasul” karangan Muhammad Syafi’ie Ei-
Bantanie. Buku itu sangat saya ingat arena selain terdapat gambarnya,
buku tersebut sudah say abaca berkali-kali. Buku itu menceritakan
tentang kisah 25 nabi dan Rasul. Tentang Nabi Adam dan Hawa yang
merupakan manusia pertama di bumi, tentang kehebatan Nabi Musa
yang dapat membelah lautan, tentang Nabi Ibrahim yang selamat dari
kobaran Api, tentang Nabi Ismail yang berujung pada Ibadah Qurban,
tentang Nabi Nuh dan banjir besar, tentang Nabi Isa dan Ibu nya
Maryam, serta Nabi Muhammad dengan segala mukjizat yang diberikan
Allah. Buku ini merupakan salah satu kunci perjalanan masa kanak-
kanak yang saya miliki.

34
Daftar Pustaka
El-Bantanie, M. S. (2010). Kisah Menakjubkan 25 Nabi dan Rasul. Jakarta: Wahyu
Media.

35
Tugas Syarat Masuk
Agama Sendiri
Tugas ini dibuat sebagai salah satu tugas syarat masuk dalam Mata Kuliah
Konseling Multikultural yang dihimpun oleh Susi Fitri, S.Pd.,M.Si.Kons

Disusun oleh:
Claudia Sarrah
1715163370

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

36
1. Timeline Pengalaman Keberagamaan

Sejak SMP
2010-2013 Sejak masuk
Sejak kuliah
Sejak SD samapi
ssss

lahir sekarang
1998 2016-2018

Sejak SMA
2013-2016

37
Pengalaman-pengalaman keberagamaan yang penting dalam keluarga
saya yaitu kedua orangtua saya selalu menamkan nilai keberagamaan berupa
sholat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, dan melakukan sedekah. Sampai
saat ini keluarga saya belum pernah melakukan perjalanan rohani atau wisata
rohani bersama, kedua orangtua saya hanya menanamkan kepada kami (anak-
anaknya) untuk tidak lupa melaksanakan sholat wajib 5 waktu, selalu
mengingat Allah, puasa dibulan ramadhan, berbuat baik kepada orang lain,
menolong orang yang kesulitan seperti yang telah agama kami sendiri
cantumkan dalam al-quran. Menurut saya arti dan hal-hal kebergamaan yang
ditanamkan oleh kedua orangtua saya memberi pengaruh kepada saya secara
umum dalam kehidupan saya sehari-hari ketika sedang atau akan melakukan
segala sesuatu seperti, saya percaya bahwa sholat itu adalah tiang agama dan
dengan saya menyempurnakan sholat saya 5 waktu dalam sehari saya akan
merasa ketenangan dalam hati dan diri juga saya percaya segala urusan saya
akan dipermudah itu sudah saya buktikan, karena pada sat saya meninggalkan
sholat dan tidak melakukan sholat yang saya rasakan pasti merasa gundah
gulana, merasa berdosa dan tidak tenang.
Saya kira ada beberapa keterkaitan dengan pengalaman keberagamaan
saya dengan etnis yang saya miliki yaitu beberapa diantaranya adalah dimana
dalam agama islamsering diadakannya tahlilan 7 hari 14 hari sampai dengan
40 hari bahkan 100 sampai dengan 1000 hari bagi orang yang meninggal
dunia begitupun dalam adat jawa juga diadakannya tahlilan untuk mendoakan
arwah almarhum selain tahlilan, juga diadakannya pengajian untuk si cabang
bayi dalam kandungan saat usia kehamilan menginjak usia 4 bulan dan 7
bulanagar mendapat keselamatan bagi si calon bayi dan ibu nya sampai
melahirkan nanti, sedangkan dalam adat jawa prosesi pemberkatan anak
dilakukan dengan cara aqiqah. Ya, saya mengikuti komunitas keagamaan saya
yang dinamakan ‘Majelis Ta’lim Umul Batul’ ini merupakan majelsi yang
didirikan oleh ibu RT saya di sekitar derah rumah saya dan di pimpin oleh
ustadzah Aisyah yang merupakan ustazah cantik keturunan Arab. Kegiatan ini

38
berupa siraman rohani, pengajian, dan banyak sekali ilmu keagamaan yang
disampaikan oleh ustazah dalam kajiannya. Kegiatan ini dilakukan setiap
sebulan sekali pada minggu ketiga, pengalaman yang saya alami selama satu
tahun saya jalani dalam majelsi ini sangta banyak, dimana saya merasa
memiliki banyak kenalan baru karena mayoritas dan majelis ini di khususkan
untuk remaja puteri. Selain itu saya menjadi lebih dekat dengan Allah dan
lebih mawas diri, saya meresa saya sedikit demi sedikit mengerti tentang
agama saya yaitu agama islam dan bagaimana saya seharusnya berperilaku
seperti yang diajarkan oleh agama.
Pengalaman keberagamaan yang menyenangkan yang pernah saya alami
sejak anak-anak yaitu pada saat saya kecil saya sudah dimasukan oleh ibu saya
ke TPA (Taman Pendidikan Agama) mulai sejak itu setelah saya TPA sampai
selesai sampai saya masuk Sekolah Dasar, saya merasa senang karena saat
TPA saya diajarkan ilmu dasar agama seperti huruf hijaiyah, doa-doa sehari-
hari seperti doa makan, doa tidur, dll. Saya merasa itu cukup menyenangkan
karena pengajarnya mengajrkan dengan santai dan saya ingat betul saya
mampu mengafal beberapa doa dengan cepat. Sedangkan saat saya sudah
memasuki usia remaja pengalaman keberagamaan saya yang menyenangkan
saat saya masih mengikuti pengajian dan di pengajian itu diadakan wisata
rohani berziarah ke makam para wali. Kemudian di dewasa ini pun saya masih
mengikuti pengajian dan yang membuat pengalaman ini menjadi
mneyenangkan dimana saya lebih sering merasakan kebahagian ketika saya
mulai menginjakan kaki ke majelis tempat saya menuntut ilmu dan
mendengarkan ceramah yang disampaikan. Pengalaman-pengalaman yang
telah saya sebutkan diatas membentuk keyakinan saya tentang agama yang
saya anut dan perlahan tapi pasti saya mulai meyakini dengan sepenuh hati
agama yang telah pilih dan miliki sejak lahir. Saya rasa pengalaman
keberagamaan yang tidak menyenangkan bagi saya yang telah saya alami
dimana sejak kecil saya sudah dikelilingi oleh orang-orang kristen yang
merupakan saudara saya dan kebetulan saya berteman dengan meraka dan
sering bermain pada saat kecil, saya ingat betul yang telah saya lewati.

39
Saya menyaksikan pada saat saya kecil saat mereka sedang kebaktian
dirumah, saat mereka berdoa dan menghadap salib di depannya pada saat di
dalam rumah, dan maupun pada saat natal. Saya ingat betul saya hafal
nyanyian gereja setiap kali meraka nyanyikan di depan pohon natal dirumah,
saya sering memakan roti dan sirup yang biasa gereja sediakan setiap umat
kristiani selesai beribadah dan saya melihat saudara-saudara saya tersebut
meneguk wine dan banyak sekali botol wine dan alkohol di rumah tersebut
setiap saat bukan cuma saat natal saja atau paskah mereka suguhkan itu.
Kemudian pada saat saya remaja dan dewasa dimana saya pun masih dekat
sekali dengan orang-orang kristen maupun katolik ya beberapa adalah teman
saya, dan terlebih lagi 2 bulan lalu saya menjadi notulis dirapat pariwisata
para menteri yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Jendral Pajak
yang membahas tentang wisata Danau Toba yang ada di Sumatera Utara,
mayoritas tamu yang di undang adalah pimpinan gereja, menteri, dan para
aktivis. Mayoritas tamu nya pun sebagaian besar adalah orang-orang batak
yang mayoritasnya beragama kristen dan katoliksaya menjadi minoritas pada
saat itu banyak yang menyangka saya ini bagian dari mereka banyak
darimereka yang menanyakan pertanyaan macam ini “marga mu apa?” “kau
katolik atau kristen?” dan saat saya bilang saya muslim dan bukan batak
mereka kaget karena mereka melihat muka dan penampilan saya seperti
bagian bagian dari mereka padahal pakaian yang saya kenakan cukup formal
pakaian notulis pada umumnya yang rapih. Memang sudah banyak yang
menganggap saya sperti itu bukan cuma mereka saja. Banyak sekali kegiatan
yang dilakukan sebelum ke acara inti yaitu acara kebaktian di dalam gedung,
tentunya saya stand by di dalam gedung tersebut menyaksikan mereka semua
melantunkan nyanyian untuk memuji Yesus dan Allah, tidak disangka tanpa
sadar bibir saya ikut melantunkan doa itu ikut larut dalam nyanyian bersama
mereka. itu pengalaman yang menyebalkan untuk saya karena saya melakukan
itu dengan nyaman dan ada rasa bersalah lalu saya langsung tersadar dan
istigfar dalam hati. Terkadang hal-hal seperti ini yang membuat iman saya
lemah terhadap agama yang saya miliki.

40
Saya pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan keberagamaan
saya dan pernah berpikiran ‘wah bagaimana kalau saya pindah agama saja ya?’
iya saat saya menginjak usia remaja sampai dengan usia saya yang ke 19 tahun
saya merasa janggal dalam diri saya, saya merasa belum terlalu menganal
agama saya secara mendlam saya sesekali bahkan berkali-kali melenceng
untuk mengetahui agama lainya seperti kristen dan katolik yang saya lihat
kedua agama tersebiut cara mereka ibadah ke gereja melantunkan puja dan
puji kepada Tuhan lewat nyanyian terlebih lagi saya sangat suka dengan natal
dengan suasana pohon natal apalagi suasanan natal sangat terasa ketika itu
terjadi diluar negeri di negeri yang memiliki salju sangat terasa sekali
euphoria dan sensasinya saya sempet berpikiran demikian bagaimana jika
saya pindah agama? Kemudian saya menjadi sadar kalau semua yang pernah
saya pikirkan itu karena adanya rasa kurang saya dalam memperlajari agama
saya yaitu agama islam, rasa kurang saya meyakini sepenuh hati karena haus
akan ilmu dan pengetahuan tentang agama yang saya anut ini. Setelah saya
mulai mendalami dan mempeajari islam lebih jauh saya menjadi yakin dan
mantap untuk menjadikan islam agama saya satu-satunya sampai nanti saya
mati.
Selain itu, saya merasa pengalaman keberagamaan saya mempengaruhi
setiap sudut kehidupan dalam hidup saya, seperti ketika saya sedang
menghadapi masalah sangat besar yang sering saya alami yaitu saya selalu
merasa kurang yakin dengan diri sendiri dan saya merupakan tipe manusia
yang tidak mudah percaya dengan segala hal. Suatu hari saya mendapati
masalah yaitu patah hati dari seseorang dan banyak hal yang sudah saya
rencanakan tentang hidup dan diri saya tentang pencapaian yang akan saya
raih dan semua itu tidak terjadi sesuai dengan ekspektasi yang saya
harapkan malah semua terjadi dan membuat saya kecewa, sedih, dan hal –hal
yag membuat saya menjadi rendah diri. Termasuk masalah yang sampai
dengan saat ini saya hadapi selama perkuliahan yaitu saya masih merasa
belum klik dan belum sepenuh hati menerima kalau saya kuliah di BK tetapi
lagi dan lagi semua itu sirna saya mulai menyembuhkan diri saya sendiri,
saya mulai merasa lebih merasa baik ketika saya mengingat semua yang ada

41
yang telah tersirat di dalam kitab al-quran bahwa semua yang terjadi adalah
dengan se izin Allah, tidak ada sesuatu yang terjadi berakhir dengan sia-sia
semua sudah ada waktu dan jalan terbaiknya, apa yang menurut manusia
baik belum tentu menurut Allah baik begitupun sebaliknya karena hanya
Allah satu-satunya yang maha mengetahui, apa yang telah Allah ambil dari
kita insyaallah Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik lagi.
Banyak sekali janji-janji indah yang tertera dalam al-quran janjji Allah yang
maha mulia dalam hidup ini membuat saya makin yakin dan berserah hanya
kepada-Nya dan membuat saya lebih berpikiran positif dalam hidup dan
setiap masalah yang terjadi saya ambil hikmah dan kejadian nya positifnya
untuk memperbaiki diri lebih baik lagi.
Agama yang saya anut adalah agama islam dan merupakan agama
mayoritas, sejuah ini saya bekum merasakan adanya diskriminasi dari agama
lain, ketika saya sedang bergaul dengan teman-teman yang berbeda agama
justru kami saling menghargai dan adanya toleransi yang kami tunjukkan.
Saya merasakan ke istimewaan dalam keberagamaan dimana saya merasa
sangta dipermudah untuk beribadah dimanapun seperti di mall saat saya
ingin menjalankan sholat saya tidak perlu susah-susah untuk mencari
mushola atau masjid di dalam mall karena di setiap mall alhamdulillah sudah
ada dan disediakannya masjid atau mushola tersebut. Pengalaman tersebut
berkaitan dengan layanan konseling yang akan saya berikan dimana saya
pastinya akan menghargai dan akan adanya sikap toleransi dengan konseli
saya yang beraneka ragam agama juga dengan konseli saya yang memiliiki
agama yang sama dengan saya mungkin akan saya berikan beberapa
pengalaman spiritual saya yang mampu menginspirasi.
Kekuatan agama dan pengalaman keberagamaan yang mampu saya
curahkan dalam layanan konseling yaitu tentang hidup dimana semua yang
terjadi atas kehendak yang maha kuasa dan everything happens for a reason
setiap orang memiliki waktu dan jalannya masing-masing dan itu merupakan
hal yang terbaik yang sudah Tuhan takdirkan. Kita hanya bisa menajalankan
dan menerimanya dengan lapang dada bahwa semua yang Tuhan berikan itu
sudah pasti adalah yang terbaik. Saya kira bias yang saya miliki berkaitan

42
dengan nilai-nilai, posisi agama, terhadap orang dari agama lain, saya rasa
semua gama mengajarkan untuk takut kepada Tuhan untuk menjalankan
ibadah yang sudah Tuhan berikan, untuk selalu percaya bahwa hidup sudah
merupakan kehendak Tuhan dan segala yang terjadi atas se izin Tuhan.
Pemahaman agama dalam tugas konselor merupakan hal yang penting
karena saya kira agama adalah fondasi dan tiang dalam memulai hidup, tanpa
agama saya kira hidup ini akan sulit untuk dijalani. Karena lewat agama yang
kita pilih kita mampu menjalin kedekatan dengan Tuhan dan melalui agama
lah kita dapat memiliki keyakinan akan Tuhan.

2. Buku tentang Pemahaman Agama dan Refleksi

Buku yang telah saya baca berjudul ‘Sistem Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum’ yang ditulis oleh A, Rifqi Amin.
Dalam buku ini secara tersirat penulis membuat konsep dan memotivasi
kepada mahasiswa sebagai calon ilmuwan dan profesional di bidangnya
untuk senantiasi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Banyak jalan yang
ditempuh untuk mendekatkan diri kepada-Nya, tentu salah satunya adalah
melalui jalan ilmu (sains). Dengan bertafakur (berfikir, meneliti, dan
mengembangkan) maka diusahakan manusia bisa menemukan keagungan
Tuhannya. Oleh karena itu, sebagai cara untuk menemukan hal tersebut
maka buku ini secara tidak langsung menyarankan agar mahasiswa Islam
menggunakan metode pemahaman terhadap ayat kauliyah (wahyu/al Quran)
dan kauniyah (tanda-tanda pada alam) dengan titik tekan yang berimbang.
Bagaimanapun juga akal manusia itu terbatas dalam memahami
ayat kauniyah (alam semesta beserta isinya) oleh karena itu diperlukan
ayat kauliyah (wahyu) untuk memantapkan hati manusia. Serta kemampuan
maupun presepsi manusia tidaklah sama satu sama lain dalam memahami
ayat kauliyah, oleh karena itu dibutuhkan ayat kauniyah yang “empiris”
sebagai sarana manusia untuk mendekatkan diri pada-Nya. Dengan kata lain
penulis sebenarnya ingin mengajak untuk menjalin Ukhuwah

43
Islamiyah(kerukunan antar umat Islam) yang didasarkan pada satu tujuan.
Tidak lain adalah agar bagaimana semua golongan, organisasi, dan kelompok
umat islam (yang satu sama lain presepsi tentang pemahaman wahyu
berbeda) bisa bersatu dan rukun dalam bingkai pengembangan IPTEK
(penyamaan presepsi tentang pemahaman ayat kauniyah).

DAFTAR PUSTAKA
Amin, A. R. (2014). Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi
Umum. Deepublish.

44
TUGAS SYARAT MASUK:
AGAMA, SPIRITUAL, DAN KONSELING

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling
Multikultular yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons.

Disusun Oleh:
Anandha Karenina 1715163716
BKB 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

45
TIMELINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN

Shalat
Puasa satu terawih
Dibelikan bulan penuh bersama
teman-teman Mengikuti
mukena baru dan diajak mentoring
untuk shalat berbuka ke dan mengisi
Diajarkan doa agama Islam di
Mengaji di berjama’ah sebuah buku
sehari-hari oleh kampus
TPA di sekolah restaurant Ramadhan
orang tua

2000 2003-2004 2006 2008 2011-2016


2016

2009 2011 2013 2016 2018

Menstruasi Dikejar Membuka Mengikuti Februari:


pertama dan orang gila kerudung tahlilan Mengikuti
tidak dapat sepulang sahabat yang tahlilan kakek
shalat dzuhur shalat baru saja April: Mengikuti
berjama’ah di terawih meninggal tahlilan mbah
sekolah

1
Sebagai seorang muslim yang beragama Islam dari lahir karena
diwariskan dari orang tua, saya memiliki banyak pengalaman keberagamaan,
terutama pengalaman keberagamaan yang penting dalam keluarga. Orang
tua saya menanamkan nilai-nilai dan ajaran agama sejak saya kecil, dimulai
dari kegiatan sehari-hari, seperti diajarkan doa sebelum makan, doa sebelum
tidur, doa untuk kedua orang tua, dll. Sejak kecil saya juga diajarkan
mengenai siapa Tuhan, apa agama saya, apa kitab dalam agama saya,
melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh orang tua saya lalu
mereka membantu saya untuk menjawabnya, hingga saya hapal dengan
sendirinya, contohnya “Tuhannya siapa? Allah, Agamanya apa? Islam,
Kitabnya apa? Alquran”. Ketika orang tua saya shalat, saya juga
mengamatinya, walaupun ketika kecil saya belum mengetahui apa
pentingnya shalat. Orang tua saya juga mengajarkan saya mengaji dan
karena mereka sibuk bekerja, mereka mendaftarkan saya untuk mengaji di
TPA (Taman Pendidikan Alquran) sampai saya berumur 5 tahun, di sana
saya diajarkan untuk membaca Iqra. Ketika saya memasuki Sekolah Dasar,
saya pindah mengaji ke sebuah rumah teman saya yang guru ngajinya
didatangkan untuk mengajar kami. Saya juga disekolahkan oleh orang tua
saya sejak SD hingga SMP di sekolah swasta yang berbasis agama Islam,
yaitu SD/SMP Muhammadiyah 02. Di sekolah, saya lebih memperdalam
tentang ilmu agama Islam, karena pelajaran tentang agama Islam dipecah
menjadi beberapa bagian, seperti Fiqih, Akidah Akhlak, Alquran Hadist, dll.
Sehingga saya mendapatkan porsi untuk belajar agam lebih banyak daripada
pelajaran umum lainnya. Pengalaman-pengalaman keberagamaan yang
telah saya ceritakan di atas dengan seiring berjalannya waktu membuat saya
lebih memahami agama Islam itu sendiri dan membuat saya mencintai
agama saya, saya sangat bersyukur dilahirkan dalam keadaan Islam dan
berada pada keluarga yang religius, sehingga semua tindakan yang ingin
saya lakukan, saya selalu mempertimbangkan dari segi ajaran agama, yaitu
dosa/tidak jika saya melakukannya. Ketika saya memiliki masalah, saya tidak
seperti orang yang kehilangan akal, saya merasa kuat dan mampu untuk
menangani masalah tersebut, karena saya yakin Allah tidak akan memberi

2
cobaan kepada hambanya di luar batas kemampuan hambanya, sehingga
saya tetap berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut dan bertawakal
kepada Allah untuk hasilnya.
Komunitas keagamaan yang saya ikuti adalah ketika saya mengaji di
TPA, saya diantar oleh nenek saya setiap mengaji, di sana saya diajar
membaca Iqra oleh guru ngaji saya, menghapal surat-surat pendek,
menghadap doa-doa sehari-hari, dan bermain bersama teman. Komunitas
keagamaan lainnya ketika saya mengaji di rumah teman saya yang guru
ngajinya didatangkan ke rumah teman saya tersebut, di sana saya belajar
membaca Alquran dengan lancar, hapalan surat-surat yang panjang, dan
belajar hukum bacaan tajwid.
Pengalaman keberagamaan lainnya yang saya alami berhubungan
dengan tradisi budaya pada etnis saya, yaitu etnis Jawa. Budaya tersebut
diantaranya adalah; ziarah kubur, tahlilan, 4/7 bulanan, dan pengajian
sebelum pernikahan. Pertama ziarah kubur, ziarah kubur dilakukan oleh
keluarga saya sebelum hari lebaran dan terus berlanjut hingga setelah hari
lebaran, kami mendatangi makam-makan keluarga terdahulu yang telah
meninggal. Kami menaburkan bunga di atas kuburan mereka, menyiramkan
air mawar, dan membacakan doa untuk mereka. Kedua tahlilan, keluarga
saya mengadakan tahlilan untuk medoakan seseorang dari anggota keluarga
yang baru saja meninggalan. Tahlilan diadakan pada hari ke-7, 40, dan 100
hari. Ketiga 4/7 bulanan, jika salah satu anggota keluarga kami ada yang
hamil, kami mengadakan acara 4 bulanan yang bertujuan untuk mendoakan
si cabang bayi yang baru saja ditiupkan ruh agar diberikan takdir kehidupan
yang baik, setelah itu juga dilakukan acara 7 bulanan yang bertujuan untuk
mendoakan si cabang bayi dan ibunya yang sebentar lagi akan lahir di dunia
agar ibu dan bayinya selamat dan sehat. Terakhir pengajian sebelum
pernikahan, beberapa hari menjelang hari H pernikahan, keluarga kami
mengadakan pengajian yang bertujuan agar diberikan keberkahan dan
kelancaran pada hari H pernikahan. Tradisi keberagamaan pada budaya
Jawa yang telah turun menurun dilakukan oleh keluarga saya, walaupun hal-

3
hal tersebut tidak diajarkan dalam Islam, tetapi saya mempercayai hal
tersebut sebagai salah satu bentuk memanjatkan doa kepada Allah.
Selama saya hidup, saya memiliki pengalaman keberagamaan yang
menyenangkan ketika saya kecil adalah ketika saya diajarkan doa tidur oleh
ibu saya, diantarkan pergi mengaji ke TPA oleh nenek saya, ikut nenek saya
ke majelis taklim, dibelikan mukena baru oleh ibu saya, dibelikan Iqra baru
oleh kakek dan nenek saya, dan sejak kecil saya sudah dilatih untuk
berpuasa. Pada kelas 3 SD, saya hanya sanggup puasa di bulan Ramadhan
beberapa hari saja dan hanya sampai pukul 12 dan pada tahun berikutnya
yaitu ketika saya kelas 4 SD, saya mulai belajar untuk berpuasa sampai
adzan maghrib dan saya berhasil walaupun hanya beberapa hari dan
sisanya sampai pukul 12 saja. Pada kelas 5 SD, tante saya mengatakan jika
saya puasa full sampai adzan maghrib selama satu bulan, saya akan dibawa
ke suatu restaurant yang makananya enak sekali dan saya boleh memesan
apa saja. Mendengar iming-iming tersebut, saya giat puasa dan akhirnya
saya dapat berpuasa full satu bulan, hingga pada hari terakhir puasa,
sesuatu yang saya nantikan dikabulkan oleh tante saya, tante mengajak
untuk berbuka puasa di restaurant tersebut. Pengalaman keberagamaan
yang menyenangkan ketika remaja adalah pada waktu SMP dan SMA, di
mana saya dan teman-teman shalat terawih bersama pada bulan Ramadhan
dan bekerja sama untuk mengisi buku Ramadhan, yang didalamnya terdapat
jadwal hari apa saja kita berpuasa, shalat apa saja yang kita laksanakan
pada saat Ramadhan, dan menulis kuliah tujuh menit yang disampaikan oleh
imam shalat terawih. Pengalaman keberagamaan yang menyenangkan
ketika dewasa, yaitu saat kuliah dan saya mengikuti mentoring selama 2 kali,
saya merasa ketika mentoring saya selalu diingatkan kepada Allah SWT dan
membuat saya mengulang kembali materi-materi agama yang sedikit saya
lupakan yang pernah diajarkan pada saat SD. Pengalaman keberagamaan
yang menyenangkan sepanjang waktu dari sejak kecil hingga kuliah seperti
sekarang adalah ketika Lebaran, setiap lebaran akan tiba, saya merasa
senang sekali dan menyiapkan baju baru untuk lebaran nanti. Ketika hari H
Lebaran, hal yang paling saya nantikan adalah pembagian THR (Tunjangan

4
Hari Raya) dan saya mengantri untuk mendapatkan THR dari keluarga saya
bersama saudara-saudara saya yang lain. Pengalaman menyenangkan
tersebut membuat saya meyakini bahwa agama yang saya anut sekarang
adalah agama yang tepat, agama yang akan membawa saya ke jalan yang
benar, dan saya merasa bahwa agama Islam sangat menyenangkan, karena
disampaikan oleh metode-metode yang menyenangkan juga. Agama Islam
sangat membangun tali persaudaraan yang kuat melalui mengaji, shalat
berjama’ah, dan pada saat merayakan hari raya Lebaran. Agama Islam juga
mengajarkan untuk dapat bertoleransi dan berempati kepada orang lain,
salah satunya dengan berpuasa agar saya dapat merasakan kesulitan orang
lain yang tidak mampu membeli makanan dan menahan lapar. Ketika hari
raya pun kami dapat berbagi kebahagiaan dengan memberikan uang dan
makanan kepada orang yang kurang mampu.
Pengalaman keberagamaan yang saya rasakan tidak hanya
pengalaman yang menyenangkan, tetapi juga pengalaman yang kurang
menyenangkan. Pengalaman yang kurang menyenangkan ketika kecil
adalah pada saat saya SD kelas 6, saya sudah menstruasi, tetapi saya malu
mengakuinya kepada teman-teman, akhirnya saya berbohong dan pada
waktu shalat dzuhur berjama’ah di sekolah, saya ikut shalat berjama’ah.
Kurang menyenangkan bagi saya karena ketika dewasa dan saya
mengingatnya kembali, saya merasa berdosa harus pura-pura shalat dan
memasuki Masjid padahal dalam keadaan yang tidak suci. Pengalaman yang
kurang menyenangkan lainnya adalah ketika saya SMP dan saat sepulang
shalat terawih, tiba-tiba saya dikejar orang gila, saya dan teman-teman
langsung bergegas pulang ke rumah karena takut. Pengalaman yang kurang
menyenangkan lainnya ketika dewasa adalah ketika sahabat saya meninggal
pada saat saya kuliah semester 1, kakek saya meninggal pada saat saya
kuliah semester 3, dan mbah saya meninggal pada saat saya kuliah
semester 4. Pengalaman tersebut bukan hanya termasuk pengalaman yang
kurang menyenangkan, tetapi juga pengalaman menyedihkan. Beberapa
anggota dari keluarga saya telah meninggal ketika saya kecil, pada saat itu
saya belum merasakan kesedihan yang mendalam karena belum terlalu

5
mengerti, berbeda dengan sekarang setelah saya dewasa, saya merasakan
kesedihan yang luar biasa ketika tahlilan dan ziarah kubur. Pengalaman
kurang menyenangkan tersebut tidak melemahkan keimanan saya, bahkan
iman saya semakin bertambah, salah satunya ketika saya melihat sendiri
sahabat dan kakek saya meninggal. Saya semakin percaya bahwa kematian
itu sangat dekat dengan kita, kita tidak akan tahu kapan maut menjemput,
kita hanya dapat mempersiapkan diri.
Saya pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan keberagamaan,
yaitu ketika saya SD dan SMP, saya bersekolah di sekolah swasta berbasis
agama Islam dan diharuskan untuk mengenakan kerudung. Namun, ketika
SMA orang tua saya menyuruh saya untuk meneruskan SMA di yayasan
yang sama dengan sekolah SD dan SMP saya, yaitu Muhammadiyah. Saya
tidak mau bersekolah di SMA Muhammadiyah karena saya mendengar kabar
bahwa kualitas pendidikan di SMA tersebut tidak sebagus di SMA yang saya
inginkan, yaitu SMAN 01 Cileungsi. Orang tua saya khawatir dan takut ketika
saya bersekolah di negeri dengan jam pelajaran agama selama seminggu
hanya dua jam, pengetahuan saya tentang agama perlahan akan luntur.
Saya tetap dengan pendirian saya untuk daftar di SMAN 01 Cileungsi dan
saya diterima, akhirnya saya sekolah di sana dan tidak lagi mengenakan
kerudung. Saya merasakan dampak positif dan dampak negatif, dampak
positifnya adalah kualitas akademik saya meningkat, namun pengetahuan
mengenai agama perlahan luntur. Ketika saya menyadari dampak tersebut,
saya mulai sadar bahwa saya harus memanfaatkan 2 jam dalam seminggu
untuk belajar agama dengan sungguh-sungguh dan saya harus mencari
pengetahuan agama yang tidak diajarkan di sekolah melalui media lain,
seperti internet. Hingga pada akhirnya saya tetap mendapatkan pengetahuan
agama, walaupun tidak sebanyak saat SD/SMP.
Seperti yang telah saya katakan pada paragraf sebelumnya bahwa
agama berpengaruh ketika saya memiliki masalah, seberat apapun masalah
itu, saya tidak seperti orang yang kehilangan akal, saya merasa kuat dan
mampu untuk menangani masalah tersebut, karena saya yakin Allah tidak
akan memberi cobaan kepada hambanya di luar batas kemampuan

6
hambanya, sehingga saya tetap berusaha untuk menyelesaikan masalah
tersebut dan bertawakal kepada Allah untuk hasilnya. Salah satu masalah
yang pernah alami adalah ketika saya berjuang keras selama 3 tahun di
SMA dengan belajar sungguh-sungguh agar mendapatkan SNMPTN. Pada
SNMPTN, saya memilih Universitas Gadjah Mada dengan prodi Ilmu Tanah,
namun orang tua saya tidak setuju karena UGM di Yogyakarta dan terlalu
jauh dari rumah, orang tua saya khawatir saya akan nakal di sana, tetapi
saya tidak peduli dan tetap memilih UGM. Pada saat pengumuman SNMPTN
hasilnya adalah saya tidak diterima, saya sangat kecewa, sedih, tidak mau
makan, hancur, kacau, dan menangis terus menerus selama kurang lebih 3
hari. Saya terus berdoa kepada Allah jika ini yang terbaik untuk saya, maka
kuatkanlah saya dan pilihkan kampus terbaik untuk saya. Seiring berjalannya
waktu, saya sudah dapat menerima kegagalan, saya mulai belajar kambali,
dan saya mencoba mendaftar PENMABA UNJ. Saya mengikuti ujian
PENMABA dan saya diterima, doa saya dijabah oleh Allah, bahwa yang
terbaik untuk saya adalah UNJ, selain universitas negeri, UNJ juga dekat dari
rumah, saya tidak perlu kos dan pulang pergi dari rumah ke kampus,
sehingga orang tua saya tetap dapat mengontrol saya.
Saya beragama Islam dan Islam merupakan agama yang terbanyak
dianut oleh penduduk di Indonesia. Sebagai agama mayoritas, saya merasa
sangat mendapatkan keistimewaan, seperti akses untuk shalat dapat dengan
mudah saya dapatkan karena di setiap tempat pasti memiliki mushola,
masjid dibangun dengan indah sehingga saya dapat shalat dengan khusyuk
dan nyaman, dapat dengan mudah menyelenggarakan hal-hal keagamaan,
seperti pengajian di rumah tanpa diganggu oleh siapapun, dapat merayakan
hari-hari penting dalam Islam dengan mudah dan khidmat, seperti hari raya
dan hari kelahiran Nabi Muhammad, dan lain sebagainya. Dibalik
keistimewaan, terdapat juga prasangka-prasangka yang mungkin akan
dipikirkan oleh orang lain mengenai Islam. Prasangka tersebut adalah
mengenakan kerudung panjang dan cadar untuk wanita dan jika laki-laki,
bercelana ngatung dan berjenggot. Kebanyakan orang menganggap bahwa
kerudung panjang, apalagi mengenakan cadar, laki-laki yang berjenggot dan

7
celana ngatung berarti mengikuti aliran sesat dan dicap sebagai teroris.
Prasangka tersebut bukan hanya dimiliki oleh orang non-muslim, tetapi juga
dimiliki oleh orang muslim itu sendiri. Prasangka tersebut muncul
dikarenakan tanpa disengaja banyak media yang memberitakan jika salah
seorang teroris tertangkap, maka ciri-cirinya tidak lain jika laki-laki bercelana
ngatung dan berjenggot dan jika perempuan mengenakan kerudung panjang
dan cadar. Dikarenakan banyak pemberitaan di media yang seperti itu,
membuat orang memiliki prasangka tersebut, padahal kerudung panjang dan
menutup dada adalah hal yang diwajibkan dalam Islam, sedangkan cadar,
jenggot, dan celana ngatung adalah sesuatu yang disunahkan dalam Islam.
Hanya saja pada teroris telah dicuci otaknya oleh oknum-oknum tidak
bertanggungjawab dan mengikuti aliran Islam yang sesat, sehingga
pemikiran Islam mereka dengan orang yang Islamnya benar mengikuti ajaran
Nabi Muhammad sangat berbeda.
Pengalaman-pengalaman keagamaan akan mempengaruhi saya dalam
memberikan layanan konseling, ketika saya mengetahui bahwa konseli saya
memiliki agama yang sama seperti saya, maka saya dapat menyelipkan
tentang siraman spiritual dibalik teknik-teknik konseling yang akan saya
gunakan. Saya juga akan menerapkan kekuataan-kekuataan agama dalam
konseling yang pernah saya alami. Saya akan meyakini bahwa konseli tidak
benar-benar sendirian dalam menghadapi masalah, karena ada Allah yang
akan membantunya dalam menyelesaikan masalah. Saya juga akan
meyakini konseli bahwa konseli hanya harus berusaha tanpa mengharapkan
hasil secara berlebihan, setelah berusaha, konseli bertawakal kepada Allah,
karena Allah akan memberikan yang terbaik kepada kita, bukan yang kita
inginkan. Saya juga akan memberitahu konseli bagaimana caranya
mendapatkan ketenangan dibalik masalah yang sedang dialami, yaitu
dengan mendekatkan diri kepada Allah. Sesuai keyakinan saya bahwa Allah
tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambanya, maka saya
juga meyakinkan diri bahwa saya adalah orang yang Allah tunjuk untuk
membantu konseli menyelesaikan permasalahannya, sehingga saya akan
berusaha dengan segenap kemampuan saya untuk membantu konseli dan

8
menyerahkan hasilnya kepada Allah. Kekuatan lain yang dapat saya
gunakan dalam konseling adalah sikap toleransi dan empati yang diajarkan
oleh Islam, ketika konseli datang ke saya sebagai orang yang terkucilkan,
terdiskriminasi, banyak berbuat salah, dll. Saya akan menerapkan sikap
toleransi dan empati saya, karena setiap orang berhak untuk dimaafkan,
diterima, dikasihi, dan diberi kesempatan untuk bertaubat dan berubah
menjadi lebih baik.
Saya memiliki bias yang berkaitan dengan nilai-nilai dalam agama
saya, yaitu mengenai penerimaan orang LGBT. Secara agama, dalam Islam
menyukai sesama jenis (homoseksual) sangat dilarang, tidak diperbolehkan,
bahkan Allah memberikan azab kepada kaum sodom yaitu suatu kaum yang
sengaja Allah SWT utuskan Nabi Luth untuk memperbaiki perilaku kaum
tersebut, terutama maksiat pada kaum sodom yang terkenal suka menyukai
sesama jenis, namun dakwah Nabi Luth tidak dapat diterima di hati mereka,
hingga Allah turunkan azab berupa gempa bumi yang dahsyat dan diiringi
hujan batu, lalu Allah binasakan mereka. Jika saya memandang orang LGBT
dalam sudut pandang Islam yang saya yakini, saya merasa jijik dengan
mereka, saya merasa saya tidak dapat berteman dengan mereka, dan saya
menolak kehadiran mereka. Tetapi, setelah mempelajari mata kuliah
Psikologi Perkembangan, Teknik-Teknik Konseling, Filsafat Moral, PKI I, dan
saat ini mempelajari Konseling Multikultur. Saya menjadi lebih dapat
menerima mereka dan menganalisis pengalaman, pemikiran, dan keyakinan
apa yang terdapat dalam diri mereka sehingga mereka dapat berbuat
demikian. Saya menjadi dapat menoleransi apa yang mereka lakukan dan
merasa kasihan dengan mereka, karena mereka perlu dibantu bukan
didiskriminasi/dikucilkan. Saya juga memiliki bias cara pandang saya
terhadap agama lain selain Islam, saya berpikir bagaimana mereka dapat
meyakini sesuatu sebagai Tuhan mereka yang menurut saya hal tersebut
tidak masuk akal. Seperti Kristen/Katolik yang mempercayai bahwa Yesus
adalah Tuhan, sedangkan Yesus saja dilahirkan dan bagaimana ia dapat
dikatakan sebagai Tuhan yaitu zat yang paling tinggi, seharusnya mereka
berpikir bahwa terdapat zat yang lebih tinggi yang dapat menciptakan Yesus

9
dan zat tersebut pantas disebut Tuhan, seperti Hindu yang mempercayai
berbagai macam Dewa, sedangkan saya berpikir bahwa mustahil sekali jika
Tuhan berbentuk gajah dan berwarna biru, yaitu Dewa Ganesa, seperti
Buddha yang percaya bahwa patung yang sedang duduk dan dapat dibuat
oleh manusia adalah Tuhannya. Saya merasa kasihan dan iba terhadap
orang yang bukan Islam, karena ia telah dibohongi bahwa sesuatu yang ia
sembah adalah Tuhan dan telah menyia-nyiakan hidupnya untuk
menyembah yang mereka katakan Tuhan tersebut. Saya merasa bahwa
Islam adalah satu-satunya agama yang tepat dan rasional. Namun, ketika
saya menjadi konselor, maka saya akan mengesampingkan bias pemikiran
saya tentang agama dengan menggantinya dengan hal yang lebih netral,
yaitu saya berpikir bahwa setiap agama mengajarkan kebaikan, orang yang
taat beragama maka akan baik juga perilakunya, dan ketika kita dekat
dengan Tuhan, kita akan selalu merasa tenang, sehingga ketika saya
mendapatkan konseli dengan perbedaan latar belakang agama dengan
saya, saya dapat menekankan hal-hal yang esensial dalam agamanya,
seperti jika Kristen, maka hal yang esensial adalah mengasihi.
Pemahaman mengenai agama penting untuk konselor agar konselor
dapat lebih memahami pemikiran, perilaku, dan kepribadian konseli yang
juga dilatarbelakangi oleh ajaran-ajaran dalam agamanya. Seperti yang saya
katakan pada paragraf sebelumnya bahwa pemahaman mengenai agama
penting untuk konselor agar konselor mengetahui hal-hal yang esensial
dalam setiap agama, misalnya pada Kristen adalah mengasihi, pada Buddha
adalah bermurah hati, dan pada Islam adalah berserah diri kepada Allah.
Agar dalam pemberian teknik-teknik konseling, seorang konselor tidak hanya
terpaku pada teknik, tetapi juga dapat menyisipkan tentang spiritualitas
kepada konseli.

Pemahaman saya mengenai agama Islam didukung oleh sebuah buku


yang berjudul “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti” oleh Ahsan,
Sumiyati, & Mustahdi (2017). Dalam buku tersebut disebutkan bahwa orang
yang beriman tentu merasa dekat dengan Allah SWT. Oleh karena merasa
dekat, dia berusaha taat, menjalankan perintah, dan menjauhi segala

10
larangannya-Nya. Orang yang beriman akan mendapatkan keuntungan,
antara lain sebagai berikut; selalu mendapatkan pertolongan dari Allah, hati
menjadi tenang dan tidak gelisah, serta sepanjang masa hidupnya tidak akan
pernah merasa rugi. Dalam buku tersebut juga dijelaskan mengenai perilaku
amanah, amanah artinya terpercaya. Amanah juga berarti pesan yang
dititipkan dapat disampaikan kepada orang yang berhak. Amanah yang wajib
ditunaikan oleh setiap orang adalah hak-hak Allah SWT, seperti shalat,
zakat, puasa, berbuat baik kepada sesama, dan lain sebagainya. Saya
meyakini bahwa Tuhan yang pantas disembah hanya Allah SWT, saya
meyakini ajaran-ajaran-Nya, oleh karena itu saya mengamalkan apa yang
telah Allah perintahkan. Setiap tindakan yang akan saya lakukan, saya akan
pertimbangkan dari segi ajaran agama, yaitu perbuatan tersebut dosa/tidak
jika saya lakukan. Saya juga merasa ketika saya memiliki masalah dan saya
lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan berpuasa, shalat dhuha/tahajud,
dan mengaji. Hati saya akan merasa tenang dan tidak gelisah dalam
menghadapi permasalahan yang sedang dialami. Saya menjadi kuat untuk
menyelesaikan masalah dan terus berusaha untuk memecahkan solusinya
karena saya yakin Allah tidak akan memberi cobaan kepada hamba-Nya di
luar batas kemampuan hamba-Nya. Saya juga tidak merasa rugi atas usaha
yang telah saya lakukan walaupun saya mengalami kegagalan, karena saya
percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita dan yang kita
ingini belum tentu hal tersebut adalah yang kita butuhkan.

Buku tersebut juga menjelaskan tentang nama-nama malaikat dan


tugas para malaikat. Hikmah yang saya dapatkan dari beriman kepada
malaikat, antara lain; memberi motivasi kepada saya untuk selalu mentaati
perintah Allah seperti ketaatan malaikat kepada Allah, membuat saya lebih
berhati-hati dalam berucap/bertindak karena saya telah mengetahui bahwa
malaikat mengawasi perkataan dan perbuatan saya, memberikan rasa
optimis untuk selalu berusaha karena Allah SWT akan memberi ilmu melalui
malakat Jibril dan memberi rezeki melalui malaikat Mikail, dan memotivasi
saya untuk selalu berusaha dalam menjalankan amal saleh karena bekal
itulah yang akan saya bawa kelak ketika meninggal dunia untuk menghadapi

11
pengadilan Allah SWT. Selain mengenai hikmah beriman kepada Allah,
amanah, dan beriman kepada malaikat. Buku tersebut juga menjelaskan
tentang sikap empati yang harus dimiliki oleh umat muslim. Empati adalah
keadaan mental yang membuat seseorang merasa dirinya dalam keadaan,
perasaan, atau pikiran yang sama dengan orang lain atau dalam istilah lain,
empati dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyadari diri sendiri atas
perasaan seseorang, lalu bertindak untuk membantunya. Untuk dapat
menerapkan sikap empati, salah satu yang diajarkan oleh Islam adalah
menjalankan puasa. Dengan berpuasa, saya merasa dapat merasakan
kesulitan orang lain yang tidak mampu membeli makanan dan menahan
lapar. Ketika hari raya pun saya dapat berbagi kebahagiaan dengan
memberikan uang dan makanan kepada orang yang kurang mampu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahsan, M., Sumiyati, & Mustahdi. (2017). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
(4 ed.). Gresik: PT Temprina Media Grafika.

13
AGAMA, SPIRITUALITAS, DAN KONSELING
Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Konseling Multikultur

Dosen Pengampu :
Dr. Susi Fitri, M.Si., Kons.

Disusun Oleh :
Luthfia Meilida Yuslen
1715162838
BK B 2016

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

14
TIMELINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN

Pada awal Pada saat SMA RONIN NF


Pada saat Pada saat Pada saat
tubuh (2012-2015) (2017 - 2018 )
TPA (2001- SD (2009- SMP (2009-
kembang
2003) 2012) 2012)

Pada saat
kuliah
sekarang,
saya merasa
bahwa nilai
keagamaan
dalam diri
saya sangat
turun

1
Pada refleksi kali ini, saya akan menceritakan tentang agama saya,
dan pengalaman saya dalam beragama. Saya merupakan seorang anak
yang terlahir dari kedua orangtua yang Alhamdulillah beragam Islam. Tentu
saja saat saya terlahir, maka saya sudah diturunkan agama Islam juga.
Dalam keluarga inti saya, kami tidak memiliki pengalaman keberagamaan
yang cukup rumit. Namun pada saat saya masih kecil, berusia sekitar
delapan tahun, saya merasa sangat bingung, sebarnya saya ini agamanya
Islam atau Kristen. Saya semakin bertanya-tanya pada diri saya ketika saya
diajak ke sebuah gereja untuk menghadiri pernikahan kakak sepupu saya.
saat itu saya belum pernah dikasih tahu apapun sama orangtua saya
mengenai ini semua. Saya dibuat berpikir keras dan mencari tahu sendiri apa
yang sedang saya alami ini. Ketika sudah berusia sepuluh tahun, maka saya
memberanikan diri untuk beranda kepada ayah saya, karena saya tidak mau
menyinggung ibu saya, walaupun saat itu saya hanya mendapatkan info
berdasarkan apa yang saya lihat saja. Saat itu saya hanya bertanya pada diri
saya sendiri. saya beberapa kali datang ke gereja untuk menghadiri
pernikahan kakak sepupu saya. saat itu saya sangat bingung apa yang akan
terjadi nantinya, mengapa saya harus rajin solat namun saya juga sering
pergi ke gereja. Ketika semua orang bernyanyi, saya tidak pernah
mengikutinya. Ayah saya memberikan pengetahuan sebelum kami masuk,
bahwa jika mereka bernyanyi atau berdoa, maka saya tidak boleh
mengikutinya.
Ketika saya bertanya pada ayah saya, beliau tidak memberikan
menjalasan yang dapat membantu saya mengerti. Ayah saya hanya
mengatakan bahwa kita berbeda agama dengan saudara ibu saya, dan kami
harus saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Tahun demi tahun
saya lewati dengan rasa penasaran tersebut., hingga akhirnya ketika saya
sudah duduk di bagku sekolah menengah pertama, saya beranikan diri untuk
bertanya kembali kepada ayah dan ibu saya, karena saya sudah
menungguuntuk diberi penjelasan, namun tak kunjung dijelaskan.
Pertamanya saya bertanya kepada ayah saya, sebenarnya apa yang terjadi
dengan keluarga kami, apakah ibu saya merupakan seorang mualaf.

2|Agama Sendiri
Ayahpun langsung memberikan penjelasan dan pengertian kepada saya
mengenai perbedaan tersebut. Setelah diberi penjelasan tersebut, barulah
saya paham mengenai perbedaan agama tersebut. Ibu saya adalah seorang
mualaf. Semua keluarga besar ibu saya beragama Kristen Protestan. Saya
juga tahu bahwa Etnis Batak Toba itu mayoritas beragama Protestan. Jadi
etnis ibu saya sangat mempengaruhi keagamaan keluarga besar ibu saya.
Perbedaan Agama diantara kami tidak membuat perpecahan diantara
kami satu sama lain. Kami saling menghormati dan menghargai kegiatan
agama kami satu sama lain. Saya sangat bersyukur, karena ketika saya
merasa bahwa diri saya ini merupakan orang yang inferior diantara orang
yang superior. Kami bisa hidup dengan toleran satu sama lain. Jika ada hari
besar Islma, maka keluarga besar ibu saya yang ada di Jakarta akan main
dan berkunjung ke rumah saya. saya dan keluarga saya menyediakan waktu
untuk mereka hadir dan datang berkunjung ke rumah kami. Kami
menyediakan waktu itu yaitu dihari kedua lebaran. Jika saat saya berkunjung
ke rumah saudara dari ibu saya, maka mereka sangat menghormati keluarga
kami. Mereka membedakan makanan untuk kami dan makanan dengan
keluarga yang lainnya. Mereka sangat menghomati dan menghargai kami
yang berbeda keyakinan dengan mereka. Kami bisa saling toleransi satu
sama lain.
Saya pernah ikut pengajian, ya walaupun saya menganggap itu bukan
sebuah komunitas. Saat itu saya berusia enam hingga sembilan tahun.
Diana saya merasakan yang namanya belajar dan mengenal lebih jauh
tentang agama saya, yaitu agama islam. Kami saling membantu dan
mengajarkan satu sama lain mengenai nilai-nilai dalam agama, ayat-ayat
suci dalam Al Quran, dan belajar mengenai yang namanya tajwid, fiqh, dan
alquran hadis. Pengalaman itulah yang sangat berkesan bagi saya.
Namun ketika saya duduk di bangku sekolah menengah atas, saya
mendapatkan ilmu baru yang lebih bermakna dan akan saya ingat selalu.
Saya mendapat kesempatan bersekolah di SMAN 14 Jakarta. Sejak saya
SMP, saya sudah banyak mendapatkan cerita kalau sekolah itu banyak
mengahasilkan anak-anak yang berbudi pekerti luhur. Selain itu, sekolah

3|Agama Sendiri
saya juga terkenal dengan sebutan, islam berbasis kementrian kependidikan
dan kebudayaan, bukan seperti sekolah islam lainnya yang berbasis
kementrian agama. Di sekolah ini saya diajarkan untuk selalu membaca Al
Quran dimanapun dan kapan pun. Kami juga diajarkan untuk selalu
melakukan solat berjamaah dan selalu menunaikan solat dhuha. Selain itu
kami juga dikenalkan dengan yang namanya mentoring. Apak dari mentorin
itu sangat baik bagi kehidupan saya. pada waktu saya kuliah, saya ingin
mengikuti mentoring itu, namun tidak dapat terealisasikan oleh diri saya,
karena saya takut terkam aliran-aliran yang berbeda dengan norma saya.
berita buruk akan komunitas yang ada pada komunitas di kampus saya ini,
membuat saya sangat anti mengikuti kegiatan yang ada di kampus. Ini
merupakan pengalaman beragama yang paling buruk menurut saya, karena
saya tidak mau mengikuti suatu kegiatan yang terlihat menakutkan bagi
saya.
Pengalaman saya dalam beragama saat saya bersekolah. Saat saya
duduk dibangku sekolah dasar, saya belum mengenakan ijab. Pada waktu itu
saya belum terlalu paham maksud dari mengenakan ijab itu. Saya hanya
mengenakan hijab pada hari umat saja, karena itu adalah sebuah kewajiban.
Namun, pada waktu sekolah dasar, saya mendapakan banyak pembelajaran
yang dapat saya ingat dan gunakan sampai saat ini. Pertama kali saya
disuruh untuk menghafal surat surat pendek, menghafal doa sehari-hari, dan
diajarkan banyak hal lainnya, misalnya seperti diajarkan cara wudu yang
benar, dan cara solat yang benar berdasarkan buku tata cara solat. Pada
saat sekolah dasar juga saya diajarkan banyak mengenai kisah teladan para
nabi dan rasul. Guru saya menggunakan sebuah buku saat beliau seng
menjelaskan mengenai nabi dan rasul tersebut, hingga setelah pulang dari
sekolah, saya langsung minta ayah saya untuk membelikan saya buku
tersebut. Bukunya berwarna merah. Buku itu menjelaskan tentang sejarah
dan kisah-kisah para nabi dan rasul dengan menggunakan bahas yang
mudah dipahami oleh anak-anak. Pada buku itu disebutkan bahwa jumlah
nabi itu ada 25 yang harus diteladani sebagai makhluk beragama islam.
Pada buku itulah saya tahu bahwa Nabi Ismail dan Nabi Ibrahi yang

4|Agama Sendiri
mendirikan Kabah (Syamsul). Ituladalah tempat peribadatan yang sangat dia
impikan oleh semua umat muslin untuk datang ke tempat itu. Pada waktu
sekolah dasar juga saya dapat membaca Al Quran, dan dapat
menyelesaikannya dalam sebulan.
Lalu pada saat saya duduk di bangku sekolah menengah pertama,
saya memiliki pengalaman yang takkan saya lupakan. Saat sekolah
menengah pertama, saya mendapatkan hidayah untuk mengenakan hijab.
Pada waktu itu saya sedang liburan semester untuk kenaikan kelas delapan.
Pada saat libur itu, saya bermimpi bahwa saya didatangkan oleh makhluk
yang sangat besar Aan saya tidak dapat mendeskripsikannya secara jelas.
Saya didatangikan dengan selembar kain putih, dan ia meletakkan kain putih
itu diatas kepala saya. setelah itu makhluk tersebut langsung pergi dan
hilang begitu saja. Lalu, ibu saya membangunkan saya dari tidur, karena
ternyata saya menangis saat tidur itu. Pada waktu saya terjaga, saya
langsung berkata kepada ibu saya bahwa mulai semester baru nanti, saya
mau menggunakan hijab ke sekolah. Perkataan saya itu sangat membuat ibu
saya terkejut. Sebeb ibu sayapun belum mengenakan hijab pada saat itu.
Setelah kami berdiskusi selama semalaman, dengan mempertimbangkan
hal=hal kecil, seperti ibu saya tidak mau jika saya pakai dan lepas begitu
saja. Ibu saya maunya saya konsisten dalam mengenakan hijab. Saya
berjanji akan komitmen dengan apa yang sudah saya pilih. Saya juga
merasa tidak masalah jika untuk seminggu kedepannya pada waktu itu, saya
tidak mengenakan baju lengan panjang, karena ibu saya sudah terlanjur
membelikan saya baju baru, namun lengan pendek.
Pada hari pertama saya masuk kelas yaitu kelas delapan, saya sangat
tidak sabar melihat respons teman-teman saya ketika melikhat saya. mereka
kaget dan bersyukur melihar saya sudah berhijrah. Beram memang respons
mereka, ada yang menertawakan, ada yang sangat penasaran apa yang
mendasari saya untuk berhijab, dan ada juga yang memberikan support agar
saya bisa terus menjaga hijab tersebut. Pada waktu SMP, saya memang
terlihat sangat maskulin. Saya sering menggunakan asesoris laki=laki di
tubuh saya. begitu pula dengan pakaian saya pada waktu kelas tujuh, saya

5|Agama Sendiri
sangat jarang untuk menggerai rambut, apalagi untuk mengenakan jepitan
maupun bando. Saya sangat bersyukur pada saat itu pada diri saya sendiri.
saya bisa memiliki tekad yang kuat untuk mengenakan hijab tersebut. Ayah
saya pun sangat bahagia saat mendengar bahwa saya ingin mengenakan
hijab. Ayah saya sangat bersyukur karena dengan menggunakan hijab, saya
dapat mengurangi kemaskulinan tersebut.
Perlahan tapi pasti, setelah enam bukan saya mengenakan hijab,
akhirnya ibu saya terketuk pintu hatinya untuk mengenakan hijab juga. Beliau
berkata bahwa dirinya malu jika bertemu dengan orang lain, yang berkata
bahwa mengapa anaknya yang duluan menggunakan hijab. Ibu saya
mengenakan hijab bukan semata-mata hanya karena omongan orang lain.
Ibu juga menyadari bahwa usianya tidaklah muda adi, dan ia harus segera
menutup auratnya, dan akhirnya ibu saya pun mengenakan hijab juga. Saya
sangat bersyukur, karena saya dapat memberikan manfaat dan motivasi
kepada orang lain, seperti kepada ibu saya sendiri. setelah saya
mengenakan ijab tersebut, saya menjadi lebih ingin mempelajari lebih
banyak lagi mengenai ilmu agama Islam. Membaca berbagai jenis buku di
perpustakaan sekolah, mencari buku-buku islam di toko buku, dan mencari
info- info dari internet mengenai aturan-aturan yang di haruskan dan
mencari tahu apa saja yang di larang dalam agama. Namun setelah ayah
saya tahu bahwa saya sedang mencari buku yang dapat menambah
wawasan saya mengenai Islam, ternyata ayah saya memiliki banyak buku
yang saya tidak tahu sebelumnya bahwa ayah memilikinya. Ia memberikan
saya sebuah buku yang buku tersebut sangat menjadi pedoman bagi saya
dalam menjalannkan kehidupan sehari-hari ini. Buku itu hasil karya dari H.
Sulaiman Rasjid, berjudul Fiqih Islam, yang diterbitkan di Bandung pada
tahun 1995. Buku yang saya baca ini merupakan buku cetakan kedua puluh
delapan. Dibahas dalam buku tersebut bahwa makan dan minuman apa saja
yang boleh di konsumsi berdasarkan pada syariat Islam. Dikatakan juga
pada buku tersebut bahwa wanita itu merupakan sesuatu yang sangat
berharga dalam agama. Perempuan itu sangat diagungkan. Selain itu pada
buku ini juga menjelaskan bahwa cara wudu yang benar menurut syariat

6|Agama Sendiri
islam itu seperti apa. Buku kina tajwid itu juga sangat membantu saya jika
ingin memilih makan yang diperbolehkan oleh syariat atau tidak, seperti
makan hewan yang tinggal d idua alam itu tidak dianjurkan untuk dimakan,
dan ada yang mengatakan juga bahwa makanan yang berasal dari dua alam
itu adalah haram (Rasjid, 1995).

7|Agama Sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, S. (1995). Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.


Syamsul. (t.thn.). Kisah teladan 25 nabi dan rasul. Jakarta: Pustaka Media.

8|Agama Sendiri
AGAMA SENDIRI

Opini dan refleksi tertulis ini dibuat sebagai salah satu tugas Mata Kuliah
Konseling Multikultur dalam Pendidikan yang diampu oleh Dr. Susi Fitri,
S.Pd., M.Si., Kons.

Disusun Oleh :

FitriAriani
1715162116

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017

9|Agama Sendiri
PROLOG

Saya merasa sedikit gusar ketika muncul


pertanyaan soal agama. Saya merasa
terkadang tingkat keberagamaan saya
tidaklah begitu sama dengan anggota
keluarga maupun rekan saya dilingkungan
sekitar. Saya tidak merasa bingung, saya
merasa sulit sebenarnya untuk
mengungkapkan ataupun mengklarifikasi
seperti apa identitas keberagamaan saya
sendiri. Tulisan ini saya harapkan mampu
secara reflektif membentuk perspektif baru
dalam diri saya. Membentuk motivasi
Fitri baru
Ariani, 2018
untuk merombak aspek keberagamaan
bukan hanya sekedar a ‘nama’ dalam
identitas , saya ingin seperti dulu . Saya
ingin kembali menjadi orang yang konsisten
dalam menjalankan Agama.

DAFTAR ISI

i|Agama Sendiri
BAGIAN I : TIMELINE

Fase sekolah Fase Kelas Fase Kelas Fase Usia


Fase Usia 3-5 dasar kelas Pertengahan Akhir Sekolah Remaja (+/-16
Fase Kelahiran
tahun awal Sekolah Dasar Dasar tahun)
1999
2002 2006 2008 2010 2015

Fase usia 17 Fase Fase usia 19


tahun Pertengahan tahun
(Menjelang Perkuliahan 2018
kelulusan SMA) 2017
2016

1|Agama Sendiri
BAGIAN II

Saya sebenarnya merasa aspek keagamaan dalam keluarga saya


berada pada tingkat yang cukup dominan, dalam artian kami melandasi
setiap baik buruk kehidupan dengan nilai keagamaan, namun sejujurnya
dalam keluarga wujud keagamaan secara krusial tidak begitu signifikan
terlihat. Keluarga saya dapat dikatakan cukup liberalistik, dalam lingkaran
internal kami sangat menghormati nilai privasi satu sama lain, kami bebas
beropini selama hal tersebut masih terarah , dan keluarga kami sangat
menghormati pilihan personal (apa yang menjadi pilihan harus dijalankan
dengan konsistensi diri pribadi). Mungkin saya akan menceritakan dari awal
terlebih dahulu sebelum saya menceritakan kehidupan keberagamaan saya
saat ini. Saya melihat dari latar belakang keluarga, dapat dikatakan keluarga
saya bukanlah tipe yang mengagungkan eksklusivisme akan agama. Kami
beragama Islam tetapi kami tidak berusaha mengikis keberadaan agama
lain, kami tetap menghormati keberagamaan agama. Secara keseluruhan,
baik keluarga mama maupun papa keduanya bergama Islam.
Pada timeline diatas saya menulis pada tahun 1999 saya asumsikan
sebagai tahun yang positif dalam aspek keberagamaan. Saya pun tahu
bahwa pada tahun itu saya baru lahir, namun periode tahun 1999 menjadi
dasar aspek keagamaan dalam kehidupan saya secara personal. Saya
menganggap hal tersebut positif karena saya merasakan betul bagaimana
orang tua saya berusaha untuk mengajarkan nilai keagamaan kepada saya
secara lebih intensif. Kedua orang tua saya harus menunggu selama 5 tahun
lebih sebelum dikaruniai saya dan adik, saya dapat menilai betapa teguhnya
kedua orang tua saya untuk bersabar menunggu Allah memberi jawaban.
Mama pernah mengatakan bahwa, dalam periode akhir selama lima tahun
tersebut, dirinya dan papa pernah berada di titik terendah, dalam artian
berusaha untuk menyerah, namun doa dan dukungan dari keluarga inti
selalu menjadi harapan untuk mama dan papa khususnya untuk tetap
berteguh pada Allah. Sampai ketika mama mengandung saya, sejak proses

2
kehamilan nilai keagamaan selalu menjadi landasan utama untuk kedua
orang tua saya.
Orang tua saya menjadi semakin lebih taat untuk beribadah, banyak
berkonsultasi keagamaan dengan keluarga, dan mengutamakan posisi saya
dalam kandungan dengan membaca Al- Quran serta berdizikir hampir setiap
hari untuk berterima kasih kepada Allah dan memohon kesehatan untuk
saya. Selang sembilan bulan saya lahir, konsepsi keagamaan semakin
dominan dalam keluarga saya, mama dan papa tiada henti-hentinya
bersyukur walaupun dalam proses persalinan saya sempat terlilit tali pusar,
hingga mama sempat tidak sadarkan diri, namun Allah masih menunjukkan
kebesaran-Nya dengan memberi saya dan mama anugerah hidup hingga
saat ini serta akhirnya Papa memperdengarkan Adzan pada di telinga kanan
diri saya.
Allah terus memberi keajaiban pada kedua orang tua , dengan
menganugerahkan saya lahir sesaat setelah melaksanakan Shalat Ied.
Hingga saya berumur satu tahun, mama dan papa berusaha untuk
menanamkan nilai keagamaan dengan mengajarkan saya melafalkan
Bismillah hingga mencoba dengan sabar mengajari saya surah – surah
pendek. Sampai pada tahun 2000 kebahagiaan keluarga saya semakin
lengkap dengan Allah menganugerahi diri saya, pada tahun inilah saya
begitu mengingat bahwa keluarga saya tidak hanya beragama Islam, namun
berusaha untuk menjalankan perintah sebagai hamba Allah. Agama Islam
menurut saya merupakan agama yang memberi keajaiban tiada
bandingannya, dalam artian mampu menuntun segala sesuatunya sebagai
manusia yang mencintai Allah untuk berlaku secara baik di dunia untuk
memperoleh kehidupan yang kekal di akhirat.
Saya mengingat bagaimana orang tua saya memanifestasikan nilai
keagamaan dengan menjalankan kewajiban untuk melaksanakan Aqiqah
serta memotong rambut dan mengamalkannya sesuai dengan ajaran agama
Islam. Saya merasa dalam proses tumbuh dan berkembang diri saya, pola
asuh yang didasari oleh nilai Agama Islam cukup dominan dalam keluarga
saya, yang membentuk keyakinan saya bahwa segala sesuatunya dalam

3
kehidupan selalu ada Allah yang menyaksikan. Sampai pada tahun 2004,
tahun dimana saya pertama kali menjadi seorang siswa sekolah dasar.
Kedua orang tua saya sempat mengalami kegusaran kala itu, berkaitan
dengan pilihan sekolah dasar yang tepat untuk saya dan adik saya kelak.
Apakah sekolah negeri, swasta internasional, atau sekolah swasta Islam
terpadu. Kemudian pilihan pun jatuh pada sekolah swasta Islam terpadu
yang tidak jauh dari rumah ketika itu dan direkomendasikan oleh teman –
teman mama , yakni Sekolah Dasar Islam Terpadu Nurul Iman.
Perubahan signifikan saya rasakan kala itu, transisi dari seorang anak
menjadi seorang anak dengan peran sebagai siswa. Perubahan lain yang
saya rasakan adalah metode penerapan nilai – nilai agama Islam. Berbeda
dengan masa taman kanak – kanak saya dulu. Taman kanak – kanak saya
dulu tidak berstandar Islam yang paten, sehingga sejak kecil saya terbiasa
untuk memahami keberagaman agama, saya ingat betul ketika saya masih
berada di taman kanak – kanak, saya memiliki teman yang beragama Budha,
Konghucu, hingga Kristen, bahkan ketika sesi pelajaran hendak dimulai kami
terbiasa untuk berdoa sesuai dengan keyakinan kami masing –masing. Hal
tersebut mungkin yang membuat saya ‘sedikit kaget’ ketika berusaha
beradaptasi di SDIT Nurul Iman. Faktor lainnya adalah kewajiban untuk
memakai kerudung kesekolah sejak kelas satu sekolah dasar, saya sempat
mengeluh kala itu, karena panas dan membuat rambut saya lepek. Namun
kedua orang tua berusaha untuk meyakinkan saya dengan mengatakan
bahwa sebagai seorang wanita muslim saya harus belajar untuk memakai
kerudung,
Alhamdulillah, keluhan saya tersebut tidak berlangsung lama. Saya
banyak memperoleh dukungan kala itu dari teman – teman serta guru saya
yaitu Bu Hetty. Bu Hetty memberitahu saya kala itu bahwa menutup aurat
merupakan kewajiban bagi seorang perempuan serta saya pun masih
diperbolehkan untuk membuka kerudung di luar sekolah oleh kedua orang
tua , saya merasa termotivasi karena melihat mayoritas teman dikelas satu
tidak terlihat keberatan memakai kerudung, Tahun – tahun awal saya
bersekolah di sana, keilmuan akan agama Islam semakin bertambah secara

4
komprehnsif. Hal tersebut turut berdampak pada bagaimana saya
memahami peran saya sebagai seorang anak. Saya banyak mendapatkan
pembelajaran ilmu agama, pentingnya menghormati orang – tua, pentingnya
untuk terus menjalankan Shalat, hingga bagaimana berlaku yang baik
sebagai seorang muslim dalam keluarga.
Saya merasa keluarga saya lebih ‘hidup’ ketika saya secara sedikit
demi sedikit untuk mulai memahami kajian dalam ilmu Agama Islam. Dalam
artian saya memahami batasan serta tanggung jawab saya sebagai seorang
anak walau masih dalam tahapan konsep sederhana, seperti saya harus
shalat untuk mendoakan kedua orang tua saya agar masuk surga.
Kehidupan keluarga menjadi semakin dilandasi oleh nilai keagamaan,
meskipun belum sangat dominan tetapi kami menjadi semakin memaknai
pentingnya nilai agama dan membangun relalsi keluarga yang harmonis.
Tradisi keagamaan seperti lebaran dan bulan Ramadhan menjadi salah satu
esensi dalam keberagamaan yang sangat berarti bagi keluarga saya.
Bulan Ramadhan selalu menjadi bulan yang sangat dinanti oleh
keluarga, bulan dimana setiap perbuatan baik dan beramal Saleh
memperoleh timbal balik yang tiada duanya dari Allah SWT. Bulan dimana
saya merasa keharmonisan keluarga semakin erat, Allah memberikan kami
banyak waktu untuk berkumpul bersama menunggu berbuka puasa.Kami
selalu memiliki tradisi tahunan ketika seminggu sebelum lebaran kami
mengumpulkan pakaian bekas didalam lemari dan beberapa barang lain,
kami bungkus rapih kemudian kami bagikan sambil berkeliling di Jakarta,
Pengalaman tersebut adalah pengalaman yang sangat magis secara
personal, ketika melihat senyum ketulusan orang lain menerima pemberian
keluarga saya yang tiada apa – apanya dalam artian membawa dampak
yang sangat besar bagi kehidupan mereka, namun mereka secara bertulus
berterima- kasih kepada saya dan keluarga, Kedamaian seakan mengalir
dalam darah saya, sulit untuk dideskripsikan namun begitulah adanya.
Tradisi lainnya adalah kami sekeluarga selalu menyempatkan diri untuk
shalat berjamaah dan tarawih bersama. Pada bulan biasa jujur kami,
khususnya saya jarang melakukan Shalat berjamaah karena rutinitas yang

5
menyebabkan jam pulang tidak selalu sama. Termasuk ketika lebaran,
kesempatan dimana saya bermaaf- maafan dengan seluruh keluarga besar,
waktu dimana kami berkumpul, makna bersama, memaknai puasa kami
bersama, dan waktu setahun sekali yang tidak pernah terlupakan bersama.
Pengalaman Bulan Ramadhan membawa dampak positif dalam kehidupan
agama saya, sejujurnya dalam lingkungan keluarga internal kami merupakan
tipe keluarga yang biasa –biasa saja, kami tidak mengikuti kajian tertentu,
aliran tertentu, atau memahami secara seutuhnya Agama Islam. Saya
percaya kepada Allah, begitu pula keluarga saya, namun berkaitan dengan
kajian ilmu keagamaan secara komprehensif dalam berbagai aspek
kehidupan saya lebih banyak diajarkan melalui guru – guru di sekolah.
Membawa dampak positif karena saya merasa lebih dekat dengan
Allah, saya merasa mampu untuk menjadi hamba Allah yang taat, dan saya
memaknai bulan Ramadhan sebagai waktu saya untuk lebih dan lebih
kembali dekat kepada Allah dan secara perlahan memahami kajian ilmu
Agama Islam. Keluarga saya merupakan tipe yang sangat demokratis, kami
tidak menstandarisasi suatu konsepsi tertentu untuk mengaitkannya dengan
konsepsi lainnya, termasuk etnis. Etnisitas dalam keluarga saya jelas, kami
keluarga beridentitas etnis Jawa – Sunda, namun etnisitas tersebut tidak
melandasi secara dominan dalam aspek keberagamaan dala lingkungan
internal keluarga saya. Dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangannya, saya dan keluarga tidak mendasarkan diri pada suatu aliran
tertentu, kami mengikuti kajian Agama Islam yang ‘umum’ dalam lingkungan
masyarakat.
Saya merasa tidak ada keterkaitan yang signifikan antara etnis dengan
pengalaman keberagamaan. Saya memahami maksud kalimat tersebut
dengan mengasumsikan bahwa etnis saya dan keluarga tidak saya
membentuk suatu tipologi eksklusivisme akan ajaran Agama Islam yang
saya anut dengan Agama Islam lain maupun agama lainnya. Saya dan
keluarga menjalankan keberagamaan sesuai dengan kajian kelimuan Agama
Islam yang berkembang pada masyarakat umum, Tidak ada tradisi dalam
kebudayaan Jawa maupun Sunda yang mungkin diterapkan oleh orang lain

6
yang kami terapkan. Saya bahkan tidak tahu seperti apa keberagamaan
yang berkaitan dengan etnis Jawa dan Sunda. Mungkin hal tersebut
berkaitan dengan manifestasi etnis dalam keluarga yang tidaklah begitu
kental.
Selama saya hidup, saya memperoleh banyak kajian mengenai ilmu
Agama Islam dari bangku akademik. Saya belum pernah mengikuti suatu
komunitas tertentu untuk membantu saya memahami Agama Islam secara
lebih komprehensif. Saya merasa terbantu sekali dengan saya masuk ke
dalam sekolah Nurul Iman, kemudia dengan adanya pelajaran Agama Islam
disekolah, saya merasa bersyukur saya masih diberi kesempatan
mempelajari Agama Islam secara berkontinuitas, Saya tidak pernah
berkesempatan untuk mengikuti suatu komunitas agama tertentu, saya
mungkin sama dengan papa dan adik namun berbeda dengan mama. Mama
masih mengikuti pengajian bersama teman – temannya. Saya sejujurnya
sama sekali tidak. Sejujurnya pun konsepsi Agama Islam yang saya pahami
sekarang sebagian besar saya pelajari dari buku mata pelajaran disekolah
dan bertanya pada guru Agama Islam disekolah.
Dalam artian saya tahu bahwa Shalat wajib lima waktu dan Shalat
Sunnah penting, namun saya belum memahami betul mengenai doa – doa
yang sebaiknya dibaca ketika selesai Shalat maupun pada sujud terakhir
dalam Shalat. Saya belum pernah merasakan menjadi bagian dari suatu
komunitas tertentu mengenai Agama Islam. Namun bukan berarti hal itu
menghalangi saya untuk memiliki pengalaman keberagamaan. Seperti yang
saya jelaskan sebelumnya, saya merasa sangat bersyukur dapat berskolah
di sekolah dasar Nurul Iman. Sekolah tersebut mampu mengkarakterisasi
diri saya untuk berkembang sesuai zaman namun tetap berlandaskan
dengan nilai – nilai dalam agama Islam. Saya merasa bersyukur Allah
menciptakan Agama Islam dengan sangat Indah, dengan berbagai doa
,surah, kelimuan hingga Al-Quran yang diajarkan melalui orang tua yang
tidak hanya menghasilkan amal Saleh, namun turut mampu meningkatkan
intensitas antara anak dengan orang tua.

7
Pada tahun selanjutnya yakni tahun 2006 hingga 2010, saya merasa
pengalaman tersebut merupakan salah satu pengalaman keberagamaan
terbaik dalam hidup saya. Dalam tahun tersebut saya berhasil
mengkhatamkan Al- Quran. Saya berterima kasih kepada seluruh guru –
guru saya di Nurul Iman dan khusunya Ibu Guru mengaji saya dirumah yang
kala itu yang senantiasa mengajarkan saya membaca Al-Quran. Mulai dari
memahami huruf hijaiyah hingga menghafalkan beberapa surah – surah
pendek. Ibu yang saya mengajari saya mengaji semakin lancar (biasa saya
panggil ibu guru) selalu menjadi figur yang sangat saya kagumi. Beliau
menjadi sosok yang membuat saya dan adik saya termotivasi untuk
mengkhatamkan Al-Quran. Beliau mampu membuat pembelajaran tenatng
Al-Quran menjadi tidak membosankan dan selalu sabar menghadapi saya
dan adik yang terkadang bertingkah sulit untuk diatur.
Pengalaman lain pada tahun tersebut ketika saya berhasil
memenangkan suatu kompetensi yakni sebagai santriwati terbaik pada acara
pesantren kilat yang setiap tahun diadakan disekolah. Saya merasa
pengalama ketika itu sangat tidak ternilai harganya, untuk pertama kalinya
saya mampu membawa piala untuk mama saya berkat saya mempelajari
kajian ilmu keagamaan disekolah. Pada tahun tersebut pula saya merasa
bangga melihat adik saya menjuarai berbagai kompetisi membaca Al-Quran,
saya merasa sangat damai ketika mendengar adik saya membaca Al-Quran,
dan saya mampu melewati ujian akhir Agama Islam dengan menghafal lebih
dari tujuh surah seperti Al Fajr. Ketika remaja pada tahun 2013 dan 2016,
saya rasa pengalama keberagamaan berkesan untuk saya berada pada
tahun tersebut, saya merasa ‘sangat dekat’ dengan keberagamaan saya
kala itu.
Pada tahun 2013 saya mencoba untuk melakukan bunuh diri karena
suatu polemik dalam hidup, istilanya saya menyerah dengan hidup saya
sendiri, Saya merasa sangat putus asa kala itu, saya pikir dengan melakukan
hal tersbeut semua masalah akan hanyut, saya tidak berpikir panjang sama
sekali. Saya merasa sangat bersyukur kepada Allah yang kala itu
memberikan pertolongan lewat adik saya yang mencegah saya melakukan

8
bunuh diri tersebut, kemudian adik saya membantu saya untuk mengucap
doa pada Allah. Saya merasa pada kesempatan itu Allah membantu saya
dengan karunianya yang tidak terhingga. Termasuk pada tahun 2016, ketika
saya merasa benar – benar merasa tidak berharga dalam hidup akibat
ketidak mampuan saya untuk memperoleh kesempatan menempuh kuliah di
universitas negeri melalui jalur undangan, saya sempat merasa terhina
dengan diri saya sendiri karena saya merasa putus asa untuk kedua kalinya,
orang tua saya itu mendukung saya sangat luar biasa, berusaha meyakinkan
saya bahwa Allah tidak akan mencoba hambanya diluar batas kemampuan
dirinya. Saya menggunakan waktu yang saya miliki kala itu untuk mencoba
introspeksi diri dengan berusaha untuk lebih konsisten beribadah, salah
sunnah lebih rajin, dan berdoa dengan memohon kebesaran Allah untuk
memberikan kesempatan pada saya.
Alhamdulillah, berkat Allah SWT. dan dukungan dari orang tua
khususnya saya mampu menempuh jalur SBMPTN dan memperoleh
kesempatan berkuliah di BK Universitas Negeri Jakarta. Saya menyadari
diusia 19 tahun ini saya harus siap menghadapi lika-liku transisi menuju
tahap kedewasaan, saya tidak dapat main- main kembali dalam hidup
ataupun berpikir sempit bahwa ‘semua akan baik –baik saja’ saya mengakui
bahwa diri saya mulai melihat aspek keagamaan sebagai suatu hal yang
berbeda, Saya melihat nilai maupun ajaran dalam Agama Islam sudah bukan
menjadi suatu hal yang saya harus patuhi karena suatu alasan tertentu,
namun saya harus mulai untuk memaknai Agama Islam sebagai salah satu
pembentuk karakterisasi dalam diri, yang membantu saya untuk
mempertimbangkan segala sesuatunya di dunia ini dan lebih menghargai
posisi diri saya untuk lebih konsisten dalam menjalankan pilihan –plihan
dalam kehidupan.
Setiap hal yang positif memiliki hal yang kontradiktif dan sulit untuk
dihindari, saya pun hanya manusia biasa, berusaha memahami bahwa
ungkapan manusia tidak akn pernah abadi dan sempurna bukanlah paradoks
semata, itu adalah fakta. Hal tersebut saya rasakan sendiri, saya merasa
belum menjadi muslim yang baik seutuhnya. Saya melihat bagaimana cara

9
berperilaku, bertingkah, memahami keagamaan, maupun menjalankan
perintah Allah belum secara optimal seutuhnya. Secara reflektif muncul hal
yang menimbulkan suatu pergulatan dalam diri saya, salah satunya
mengenai kerudung. Saya tahu bahwa kewajiabn setiap wanita muslim
adalah menutup aurat, saya pun memahami bahwa hal itu pun tertulis dalam
Al-Quran. Namun, sampai saat ini saya hanya mampu mempertahankan
kerudung saya hanya ketika datang ke sekolah atau kampus maupun
bertemu teman – teman saya.
Sedangkan ketika saya berjalan bersama dengan keluarga inti saya
kemana saha, saya melepas kerudung saya. Selama saya hidup, saya
masih merasa bersalah hingga saat ini saya belum mampu untuk
berkerudung sepenuhnya, saya masih membuka dan menutup kerudung
saya sesuka saya. Bukan berarti orang tua saya tidak memerhatikan hal ini,
namun dalam lingkungan keluarga inti, seperti yang saya katakan
sebelumnya kami sangat menghargai privasi, saya dianggap sudah mampu
menerima konsekuensi atas pilihan hidup saya sendiri. Sejujurnya saya
merasa belum siap karena ada sisi lain dalam diri saya yang sangat
provokatif untuk mengedepankan kebebasan ‘bersikap ala remaja’. Saya
masih mengonsepsi pikiran umum remaja pada umumnya untuk mampu
berekplorasi dengan diri sendiri termasuk penampilan.
Kerudung menurut saya adalah sesuatu yang sangat esensial dan
membantu untuk mengkarakterisasi diri menjadi lebih baik, saya tidak ingin
menjadikan kerudung hanya sebagai sekedar topeng seperti saat ini, saya
ingin menetapkan pilihan saya untuk berkerudung seutuhnya. Saya merasa
sangat ingin namun saya tidak tahu harus melakukan hal seperti apa.
Konsistensi saya dalam memakai kerudung turut menjadi dasar ketidak
konsistensi saya dalam menunaikan dan mnejalankan perintah agama
sebagai muslimah dan menimbulkan pengalaman yang sulit untuk dapat
dikatakan membahagiakan. Seperti pada tahun 2011, pada masa itu saya
masih berada dibangku kelas I sekolah menengah pertama. Saat itu dapat
dikatakan saya ‘terlena’ dengan hal lain, yakni romansa. Suatu ketika ada
seornag laki –laki yang menaksir saya, hampri setiap hari dirinya

10
menghubungi saya, membuat saya menjadi lupa melakukan segala
seuatunya termasuk Shalat dan mengaji.
Saya merasa terlalu naif kala itu, saya terlena dengan perhatian dirinya
yang hanya berupa teks didalam telepon genggam. Saya menjadi jauh
dengan keluarga bahkan kewajiban saya untuk melaksanakan perintah Allah,
yakni Shalat lima Waktu dan mengaji. Kami tidak pernah berpacaran, saya
memutuskan hubungan yang tidak pernah terjadi tersebut begitu saja, saya
rasa sampai saat ini hubungan kami tidaklah benar-benar baik. Pengalaman
yang lebih tidak menyenangkan terjadi pada awal tahun 2016 hingga saat ini.
Saya merasa konsistensi saya dalam menjalankan perintah agama maupun
mempelajari kajian Agama Islam semakin intensitasnya berkurang. Saya
menjadi sering menunda waktu Shalat, malas untuk mengaji, bahkan
semakin jarang mendengarkan dakwah.
Saya terkadang merasa diri secara personal bersikap hipokrit, hal ini
salah satunya terwujud ketika saya melihat Agama Islam yang dilecehkan
oleh kaum yang tidak bertanggung jawab dan hal yang sedikit tidak rasional
seperti naskah yang ditulis Matt Ross dalam filmnya Captain Fantastic yang
tertulis bahwa : ‘’In fact, Leslie abhorred all organized religions to her, they
were the most dangerous fairy tales ever invented. Designed to elicit blind
obedience and strike fear into the hearts of the innocent and uninformed.’’
Saya merasa sangat geram mendengar ungkapan ini didalam film, ungkapan
tersebut tidak hanya melecehkan Agama namun seluruh konsep agama di
dunia ini khususnya Agama Islam karena saya menganutnya sejak saya lahir
kedunia ini. Matt Ross seakan menganggap seluruh ajaran keagamaan
hanya menimbulkan kebutaan akan makna dan menimbulkan ketakutan tidak
jelas, tidak rasional. Kalimat tersebut menurut saya pribadi sangat delusional
dan tidak menghormati keberadaan Allah SWT , Tuhan yang maha Esa.
Pada sisi yang lain saya merasa malu karena ketika saya merasa
geram ketika ada yang melecehkan keberadaan agama saya, saya sendiri
belum mampu untuk menjalankan syariat keagamaan secara konsisten
belakangan ini. Saya ingin melawan diskriminasi terhadap Agama Islam
diseluruh dunia, namun saya merasa tidak pantas untuk melakukan hal itu

11
karena saya bahkan belum mampu untuk membenahi keberagamaan dalam
diri saya belakangan ini. Saya sering kali membiarkan rasa malas untuk
beribadah dominan dalam diri saya, bahkan saya mencari teman yang
kurang lebih posisinya sama seperti saya, sehingga saya tidak termotivasi
untuk membangun konsistensi dengan lebih baik. Orang tua selalu berusaha
mengingatkan saya, namun dengan tidak tahu dirinya saya hanya
menganggap hal tersebut sebagai ‘angin lalu’ . Saya ingin setelah menulis ini
saya mampu membangun konsistensi saya kembali seperti dulu, saya ingin
menjadi seorang muslimah seutuhnya , bukan korban keterlenaan akan
dunia.
Peran ajaran Agama Islam sangat berarti dalam hidup saya, dalam
menghadapi hitam dan putih dalam kehidupan. Khususnya dalam melewati
masa sulit. Saya bersyukur saya memiliki Allah SWT, yang mampu
menerima saya bagaimanapun keadaan diri saya, mampu untuk menerima
diri saya untuk berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Kesulitan yang
selalu menjadi ketakutan dalam hidup saya adalah meninggalnya anggota
keluarga, yakni pada tahun 2006 tante yang sangat saya sayangi meninggal
dunia karena penyakit kanker (ende Dika), berselang beberapa tahun
kemudian Eyang Kakung yang dekat dengan saya meninggal karena
penyakit stroke. Sejujurnya kedukaan yang saya alami terus membekas
dalam ingatan saya, karena hubungan kami yang sangat dekat dan saya
harus meyakinkan diri saya sendiri untuk melanjutkan hidup karena beliau
tidak akan pernah lagi bernafas dan hidup bersama dengan keluarga saya.
Pengaruh Agama Islam dalam menghadapi kedukaan yang saya lalui
selama ini sangatlah besar, bahkan hari dimana beliau meninggal pun Allah
memberikan jalan untuk menenagkan diri saya sekaligus memohon doa
untuk kelancaran beliau diakhirat kelak dengan membaca surah Yasin
sebanyak –banyaknya. Saya bersyukur saya mampu memberikan doa dan
harapan saya melalui doa kepada orang yang saya sayangi untuk terakhir
kalinya. Saya bersyukur saya diajarkan untuk berwudhu dan melakukan
Shalat, sehingga kedamaian bukan hanya lagi pengharapan tetapi sebuah
hadiah yang akan saya dapatkan setiap harinya apabila saya mampu

12
menjalankan Shalat secara konsisten. Saya bersyukur Allah memberi saya
kesempatan untuk menjadi hamba-Nya. Agama Islam di Indonesia menjadi
agama mayoritas di Indonesia, menurut saya pribadi Agama Islam memiliki
keistimewaan yang tidak akan mampu untuk saya deskrisikan seluruhnya.
Saya merasa mampu melewati masa sulit karena saya adalah bagian dari
Agama Islam yang tempatnya spesial disisi Allah SWT.
Manusia kental dengan intrik, karena saat ini sepertinya kekuasaan
memegang peranan krusial dalam memonopoli kehidupan dalam segala
aspek termasuk Agama Islam. Saya sering merasa Agama Islam menjadi
hilang maknanya di negeri sendiri (Indonesia), kehilangan makna karena
adanya suatu konspirasi dari suatu komunitas keagaamaan yang bersikap
provokatif tanpa bertindak secara logis bahwa Indonesia adalah negara
demokrasi. Ya, betul Agama Islam menjadi mayoritas, namun bukan berarti
mayoritas memunculkan suatu eksklusivisme dengan tidak menghargai
posisi agama lain dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam penyelenggaraan negara baik secara konstitusional maupun


pemerintahan saya percaya negera Indonesia pada esensinya sangat
menjunjung tinggi nilai humanis dan demokratis.
Saya merasa konspirasi dalam masyarakat beragama Islam dalam suatu
komunitas atau kelompok tertentu yang memunculkan sendiri diskriminasi
terhadap Agama Islam.Diskriminasi bahwa kelompok tertentu dianggap
sebagai kelompok ekstrim atau sesat sehingga termarginalisasi dalam
masyarakat, diskriminasi bahwa Agama Islam seakan ‘menghalalkan’
tindakan anarkis seperti yang tersaji dalam media massa. Saya terkadang
merasa ironis dengan hal ini, namun seperti nasi telah menjadi bubur,semua
telah terjadi. Agama Islam seharusnya dimaknai secara bijak bukan dengan
provokatif. Saya terkadang merasa bingung dengan kredibilitas Agama Islam
yang saya anut di Indonesia, saya bingung harus mengukuhkan diri saya
pada kajian Islam seperti apa, agar tidak mudah orang menjustifikasi aspek
keagamaan pada saya maupun dengan orang lainnya.

13
Secara aplikatif saya rasa keilmuan agama Islam yang saya miliki tidak
membuat saya tidak menghargai posisi agama lain. Saya terbiasa sejak kecil
berada di lingkungan masyarakat maupun keluarga yang terdiri dari berbagai
macam keagamaan maupun etnis. Paradoks suatu keagamaan tertentu yang
mungkin ada dimasyarakat, namun sepertinya tidak saya ambil pusing sama
sekali. Saya menjunjung tinggi nilai toleransi, saya tidak berhak untuk
menghakimi orang lain. Termasuk ketika saya mempelajarii kajian bimbingan
dan konseling yang terintegrasi dengan aspek lain seperti agama dan
budaya. Pengalaman saya mempelajari keilmuan bimbingan dan konseling
dari berbagai konsep dan strukturisasi tertentu membuat lebih berpikir secara
kontekstual dan selektif dalam menyikapi segala hal.
Prayitno (2003) menjelaskan terdapat landasan religius yang perlu
berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling di Indonesia.
Landasan religius yang terdiri atas 1) manusia sebagai makhluk Tuhan; 2)
sikap yang mendorong perkembangan kehidupan berjalan secara integratif
dengan kaidah agama; dan 3) upaya untuk memaksimalkan secara optimal
dan mengukuhkan agama sebagai salah satu alternatif dalam pengentasan
masalah. Penjelasan menunjukkan bahwa dalam konsep bimbingan dan
konseling sama sekali melihat bagaimana membantu meraih pencapaian
dengan mengoptimalkan seluruh peluang di sekitar lingkungan konseli dan
mengharuskan konseli mengenal dan memahami tugas perkembangan,
termasuk mempertimbangkan soal aspek keagamaan.
Saya melihat dalam penerapannya bimbingan dan konseling di
Indonesia tidak terlihat adanya unsur diskriminatif yang mengharuskan
konseli maupun konselor untuk mengacu pada suatu khasanah keagamaan
tertentu. Saya mengasumsikan bahwa secara teoritis maupun berdasarkan
pengalaman pribadi bahwa pelaknaan bimbingan dan konseling yang
didasarkan dengan konsep religius sifatnya fleksibel dan harus
mengedepankan nilai toleransi. Seperti yang dijelaskan manusia adalah
makhluk Tuhan seutuhnya, bukan hak saya untuk mendoktrin ajaran Agama
Islam yang saya anut kepada seluruh konseli saya, namun bagaimana
konseli saya mampu menentukan pilihan dalam hidupnya dengan spiritual

14
appraisal yang dianut oleh agamanya masing – masing. Secara pribadi saya
memandang Agama Islam sebagai agama yang sangat komprehensif dalam
memberi kajian tentang bagaimana manusia dan seluruh aspek seutuhnya.
Sangat komprehensif karena saya merasakan sendiri bahwa segala
sesuatunya di dunia ini sebenarnya merupakan hal yang telah tertulis
didalam Al-Quran maupun Hadits.
Saya melihat bagaimana kaum muslim beribadah hanya kepada Tuhan
yang Maha Esa, sehingga secara filosofis dapat dikatakan bahwa konsistensi
dan keteguhan menjadi nilai yang sangat diagungkan. Saya menyadari
bahwa setiap kajian dalam Agama Islam memiliki manifestasi luar biasa
untuk pengembangan diri setiap muslim, mulai dari pentingnya pelaksanaan
shalat hingga pentingnya mengedepankan toleransi seperti yang tertulis
dalam salah satu ayat surah Al-Kafirun, ‘’bagimu agamu dan bagiku
agamaku.’’ Allah sangat menyayangi umatnya hingga memberi petunjuk
yang makna bernilai tidak terhingga melalui Al-Quran dan Sunnah Rasulullah
SAW. Pengalaman saya dahulu turut mengajarkan bahwa sikap toleransi
menjadi salah satu faktor terpenting dalam beradapti di lingkungan multi
agama maupun kultural.
Kajian dalam Agama Islam yang saya pahami dan yakini memiliki
keistimewaan untuk mengukuhkan keberadaan manusia yang mampu hidup
dengan kedamaian. Damai berkat kami selalu diberi kesempatan untuk
mengingat Allah, mengingat bahwa manusia memiliki batasan sehingga
mampu mengkarakterisasi diri menjadi pribadi yang senantiasa mengarah
pada kebaikan, dan menyadari bahwa kehidupan dunia tidaklah kekal, tidak
penting mengejar sesuatu yang sebenarnya fana, seperti harta dan tahta.
Namun di sisi lain, cobaan yang diterima kaum muslim tidak dapat dianggap
enteng. Mudahnya saat ini seseorang menjustifikasi orang lain secara
sepihak, maraknya pemberitaan media masa dengan konten yang negatif
berkaitan dengan Agama Islam, dan tingginya kecenderungan penciptaan
nilai – nilai baru yang sebenarnya bertentangan dengan apa yang
terkandung dalam nilai keagamaan khusunya agama Islam seringkali
menyebabkan munculnya bias eksklusivisme.

15
Saya mengakui terkadang berpikir ajaran dari agama lain kurang
rasional menurut saya, namun setelah di kelas masuk dalam kelas bahasa
dan disana ada pengajaran mengenai antropologi, saya merasa bias yang
dialami perlahan sudah mulai memudar. Saya memahami bahwa pada
esensinya, Indonesia adalah negara dengan keberagaman yang sangat luar
biasa, saya sebagai kaum beragama, harus mampu menyelaraskan nilai
keagamaan dan nilai demokratis dalam peran saaya sebagai anak,
mahasiswa, hingga anggota masyarakat. Agamasecara khusus memiliki
peran yang krusial dalam kehidupan manusia. Agama membentuk nilai,
konsepsi, opini, hingga karakter yang diarahkan sesuai dengan kebaikan.
Menurut saya hal ini terintegrasi dengan tujuan bimbingan dan konseli, yakni
membantu konseli untuk mandiri.

BAGIAN III

Buku yang saya pilih adalah buku yang berjudul ‘ Ikhlas Kunci Sukses
meraih Kebahagiaan’ yang ditulis oleh Husin al-Awayisyah. Buku ini menjadi
salah satu buku yang berarti untuk saya, selain mampu memberi value yang
merubah perspektif saya, namun turut menjadi kenangan dari almarhum
Ende Dika, tante yang sangat saya kagumi dan cintai. Saya dan mama
menemukan buku ini tersimpan dalam koper Haji beliau sekitar delapan
tahun yang lalu, buku ini selalu menyimpan kenangan tersendiri untuk saya,
seakan bagian dari tante saya masih saya miliki didunia ini. Buku ini
sebenarnya Buku ini membahas lebih lanjut mengenai konsep ikhlas
berdasarkan perspektif Islam.
Sebelumnya saya memahami bahwa konsep ikhlas hanya berupa suatu
macam reaksi yang harus dilakukan ketika menghadapi atau merelakan
suatu hal. Buku ini menerangkan tentang pentingnya menjalankan ibadah
sesuai dengan Al-Quran dan Hadits, bukan hanya dari bagaimana orang tua
mengajarkan ataupun masyarakat lakukan, tetapi apa yang memang
dituliskan oleh Allah dalam firmannya,. Menurut (al-Awayisyah, 2002), dalam

16
melakukan ibadah yang penting untuk dipahami adalah, kita harus murni
melakukan hal tersebut demi meraih Ridha Allah dan wajib mengikuti
ketentuan yang telah diberikan Allah dalam Al-Quran maupun sunnah
Rasulullah SAW.
Buku ini memberi saya khasanah yang lebih komprehensif tentang
pentingnya niat. Salah satu prinsip dalam hidup saya adalah ‘anti menjadi
seorang quiter’, dan saya rasa mungkin hal tersebut lahir dari kajian dalam
buku ini. Buku tentang keikhlasan ini menuliskan bahwa niat harus dilakukan
demi Allah semata, niat yang dilakukan setengah- setengah hanya
menghasilkan sesuatu yang sia – sia belaka termasuk dalam menuntut ilmu.
Buku ini mengajarkan bahwa persoalan mengenai keikhlasan tidak hanya
menyangkut keberuntungan diakhirat, tetapi turut dapat dirasakan dalam
hidup dan kehidupan didunia. Kajian dalam buku tersebut mampu merubah
pandangan saya akan sebuah keikhlasan.
Saya merasa dalam menjalani kehidupan, saya agaknya belum mampu
untuk mencapai standarisasi ikhlas yang sesungguhnya seperti yang tertulis
dalam buku ini. Salah satunya konsepsi bahwa ikhlas yang sesungguhnya
mampu memikul segala kesulitan didunia, bahkan akan menuntun diri
senantiasa berada pada jalur kebaikan. Seumur hidup saya, dari sekian
pengalaman yang menjadi guru filosofis dalam hidup saya, agaknya konsep
keikhlasan yang sesungguhnya belum mampu sepenuhnya saya jalankan.
Saya mengakui bahwa terkadang niat yang saya kukuhkan seakan
saya penuhi hanya untuk kefanaan dunia, saya lupa dengan esensi diri saya,
bahwa saya akan kembali kepada Allah. Apa yang saya peroleh didunia tidak
akan ada artinya apabila say ahanya menganggap amal – ibadah sebagai
sesuatu yang remeh. Saya belum mampu bersikap bijak dalam aspek
keberagamaan. Saya terjebak, saya butuh motivasi baru. Saya tidak
menginginkan menjadi seseorang yang berada dalam fase ‘lost in faith.’
Saya mungkin butuh bimbingan dan dukungan lebih dari orang yang saya
berarti untuk saya.

17
AGAMA, SPIRITUALITAS, DAN KONSELING
Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Konseling Multikultur

Dosen Pengampu :
Dr. Susi Fitri, M.Si., Kons.

Disusun Oleh :
Dimas Arif Wicaksono (1715164868)

BKB 2016
S1 Program Studi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

18
TIMELINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN

24 Oktober 1998 SD (2004 - 2010) SMP (2010 - SMA (2014) 2017 - 2018
2013) SD (2004 -2010) SD (2004 -2010)

SMA (2013)

1
Pengalaman keberagamaan yang saya dapatkan sudah sejak kecil. Saya
sejak kecil sudah diajarkan pentingnya mengenal Allah dan pentingnya
beragama. Saya diajarkan oleh orang tua saya khususnya ibu saya bagaimana
tata cara berwudhu dan sholat. Ketika saya berumur 5 tahun saya ingat sering
kali mengganggu ibu saya yang sedang sholat dengan naik kepunggungnya
ketika ia sedang sujud atau hal-hal yang lainnya. Mulai dari itu ibu saya
mengajarkan saya bagaimana tata caranya sholat, awalnya sebelum itu ia
mengajarkan saya berwudhu. Saya mendapatkan pengetahuan agama saya
yaitu berasal dari ibu saya, dan saya rasa itu merupakan suatu hal yang wajib
bagi orang tua untuk mengajarkan keagamaan untuk anaknya. Saya ingat ibu
saya sering kali mengawasi saya ketika saya sholat, untuk memastikan bahwa
gerakan sholat saya dilakukan dengan baik dan benar. Semasa SD saya juga
diikutkan TPA untuk menambah pengetahuan tentang Agama saya. SD saya
juga termasuk ke dalam sekolahan yayasan berlandaskan keagamaan. Di SD
saya banyak diajarkan mengenai pelajaran-pelajaran yang dikaitkan dengan
keagamaan. Selain di sekolahan, ilmu keagamaan saya juga bertambah di TPA,
sehabis pulang sekolah saya istirahat kemudian menjelang maghrib saya
bersiap-siap untuk berangkat ke TPA di Masjid dekat rumah saya. Di TPA
banyak hal yang saya dapatkan, saya diajarkan mengenai aqidah, fiqih, dan
lain-lain. Saya juga diajarkan untuk belajar mengaji dan mengkaji Al-Qur’an. Di
TPA lahh tempat saya mulai bisa belajar membaca Al-Qur’an dan punya banyak
teman. Masa SMA saya pun tidak jauh dari hal agama. Saya masuk di SMP
yang berlatar belakang agama islam terpadu. Di SMP ini lahh saya pertama
kalinya mengikuti perlombaan membaca Qur’an. Di SMP ini saya belajar dan
berlatih untuk membaca Qur’an dengan nada. SMP ini saya juga masih
melanjutkan belajar saya di TPA. Di SMP ini saya belajar tentang mata
pelajaran Tahsin & Tahfidz, Bahasa Arab, dan Hadist. Semua pelajaran tersebut
belum pernah saya pelajari sebelumnya di SMP, namun seiring berjalannya
waktu itu bisa saya pelajari dengan cukup baik. Masa SD dan SMP saya
memang berlatar belakang islam, namun berbeda dengan masa SMA. Saya

2
masuk di SMA Negeri yang 180o berbeda dengan yang sebelumnya. Awal
masuk saya sempat kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
berbeda dari sebelumnya, namun saya sebisa mungkin untuk menyesuaikan
keadaan. Masa SMA ini saya juga sudah tidak melanjutkan TPA saya karena
saya dan keluarga saya pindah rumah. Sempat saya merasaka culture shock
dengan hal diatas, pada akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti salah satu
kegiatan ekstrakurikuler yaitu Rohis. Disana saya banyak mendapatkan materi
tentang keagamaan yang luas. Saya juga mengikuti kegiatan yaitu Halaqoh,
yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengkaji tentang ilmu agama lebih dalam.
Pada masa itu saya sadar bahwa tanggapan mengenai Rohis yang hanya ngaji
dan membosankan pun ternyata tidak benar. Banyak kegiatan lain yang saya
ikuti seperti Riyadoh (olahraga), Jaulah (jalan-jalan), dan lain-lain. Disaat itu
juga aku sadar bahwa Rohis bukan lah sarang terroris seperti yang dipikirkan
kebanyakan orang, sangat jauh berbeda. Di Rohis ini lah saya menaikkan
kembali pengetahuan agama saya yang sebelumnya saya sempat berhenti dari
TPA.
Kaitan antara etnis saya dengan pengalaman keagamaan saya yang
saya ketahui yaitu kebanyakan dari orang yang beretnis Jawa adalah beragama
Islam. Belum pernah saya menemukan orang yang beretnis Jawa beragama
selain Islam. Entah apakah ini ada hubungannya dengan etnis Jawa yang
menjadi etnis mayoritas di Indonesia atau tidak. Namun, yang saya ketahui
karakteristik orang jawa sangat kental dengan apa yang diajarkan dalam agama
Islam, misalnya di budaya jawa kita diajarkan untuk rendah diri dan di agama
Islam kita diajarkan untuk tidak takabbur kepada apapun.
Mengenai komunitas keagamaan, saya pernah mengikutinya dan bahkan
bisa dibilang terlibat cukup aktif di dalamnya. Komunitas atau organisasi yang
saya ikuti adalah organisasi Rohis semasa SMA. Di rohis tersebut saya pernah
menjabat sebagai wakil ketua pada tahun kedua saya berorganisasi.
Pengalaman yang menyenangkan dalam Rohis tersebut ada banyak, misalnya
saya bisa berkesempatan untuk memperdalam ilmu agama saya, selain itu saya

3 | Agama Sendiri – Islam


bisa berkesempatan untuk mengikuti perlombaan-perlombaan keagamaan
seperti marawis, pildacil, dan lain-lain. Namun hal yang paling berkesan dalam
Rohis tersebut adalah saya merasa menemukan seperti teman akhirat saya
dalam dunia ini. Saya sering kali mengikuti kajian-kajian untuk memperdalam
kepercayaan saya pada agama saya ini, sering juga saya bersilaturahmi dengan
teman teman saya, datang ke rumah rumah teman biasa disebut halaqoh. Pada
masa itu saya seperti telah menemukan inilah teman akhirat saya yang
InsyaAllah nantinya mereka yang akan mengajak saya ke surgaNya.
Menyambung ke pertanyaan selanjutnya, yaitu dalam Halaqoh tersebut
lah saya mulai memperdalam pemahaman saya tentang agama saya. Banyak
ilmu keagamaan yang sebelumnya belum saya ketahui kini saya dapat ketahui.
Hal itu semua menambah rasa keingintahuan saya, karena semakin banyak kita
tahu, maka semakin tahu pula bahwa kita belum tahu apa-apa. Selain itu
pengalaman yang menyenangkan lainnya yaitu saya merasa bersyukur karena
saya lahir dalam keluarga yang memandang pentingnya agama, saya
mengetahuinya karena saya sejak TK hingga SMP disekolahkan di sekolah
berlatar belakang agama. Banyak manfaat yang saya dapatkan dari itu semua,
salah satunya yaitu sudah sejak kecil saya mendapatkan pemahaman
keagamaan, karena menurut saya itu semua penting bagi anak-anak.
Permasalahan yang saya alami tentang keagamaan dalam kehidupan
sebenarnya tidak terlalu rumit, saya hanya merasakan culture shock ketika saya
masuk ke sekolah SMA Negeri. Banyak sekali aturan dan budaya yang berbeda
dibanding sekolah saya sebelum-sebelumya. Namun pada akhirnya saya
mengikuti kegiatan ekskul Rohis untuk kembali saya mempelajari ilmu
keagamaan saya.
Ilmu agama yang saya pelajari sejak kecil hingga saat ini sangat
membantu ketika saya dihadapkan dalam situasi yang cukup sulit. Situasi yang
cukup sulit tersebut ada kalanya saya kaitkan dengan hal-hal yang saya pelajari
tentang agama, misalnya saja ketika baru saja saya kehilangan harta benda,
maka saya berpikir mungkin ini karena kurangnya saya dalam beramal dan

4 | Agama Sendiri – Islam


berinfaq. Dalam agama saya dianjurkan untuk membayar zakat 2,5% dari harta
yang dimiliki, dan saya berpikir mungkin saja itu cara Allah untuk saya
mengeluarkan 2,5% tersebut atau bisa jadi itu adalah peringatan dari Allah
karena saya terlalu sering bermain dengan harta benda tersebut. Tak jarang
juga ketika saya berada dalam situasi sulit saya selalu berpikir bahwa ketika
saya mempunya masalah besar, maka saya mempunyai Allah yang Maha
Besar. Artinya adalah sebesar apapun masalah saya maka saya harus
melibatkan Allah juga untuk dapat menyelesaikannya.
Agama yang saya anut adalah termasuk agama mayoritas. Menurut saya
sebenarnya tidak ada keistimewaan yang didapat ketika menganut agama
mayoritas atau marjinal, karena menurut saya semua penganut agama di
Indonesia mendapatkan haknya semua sama rata. Untuk hal prasangka,
mungkina sudah banyak dari kita yang sering kali mendengar jika ada kasus
pengeboman atau kasus terorisme lainnya agama Islam lah yang paling sering
dipojokkan, saya tidak mengerti mengapa semua itu terjadi. Dalam Islam
padahal kita sangat diajarkan untuk berkasih sayang kepada semua makhluk
ciptaan Allah, bahkan menyakiti semut pun kita tidak diperbolehkan. Namun
banyak sekali oknum-oknum yang mengatas namakan Islam terkait kasus-
kasus terorisme.
Menurut pendapat saya ketika konseling nanti sepatutnya kita
meminimalisir memberika pemahaman keagamaan kepada konseling. Menurut
saya sebagai konselor kita harus dapat bersikap objektif, mungkin saja ketika
kita mendapatkan konseli yang agamanya sama dengan kita maka kita dan
konseli akan dengan mudah sepemahaman, namun berbeda dengan ketika kita
mendapatkan konseli yang berbeda agamanya dengan kita itu akan membuat
kita harus mengetahui hal apa yang diajarkan dalam agamanya. Pun kita juga
bukan lah seorang guru agama jika kita ingin mengaitkan konseling dengan
keagamaan, namun kita dapat bekerja sama dengan guru agama untuk dapat
saling memberikan pemahaman kepada konseli.

5 | Agama Sendiri – Islam


Pemahaman konseli dalam bidang agama menurut saya memang sangat
perlu untuk dimiliki. Namun yang saya tekankan disini adalah pemahaman
konselor dalam posisi konseli yang memiliki agama yang berbeda dengan
konselornya, atau konseli yang memiliki agama yang tergolong marjinal. Kita
sebagai konselor harus dapat melihat posisi konseli yang memiliki agama
marjinal di Indonesia, bagaimana pengaruh dari itu, bagaimana tingkah laku
konseli di dalam masyarakat, dan bagaimana konseli beradaptasi dengan
masyarakat.

Buku yang pernah saya baca yaitu berjudul “Mengapa Tidak Secerdas
Siput?”. Dalam buku tersebut dibahas beberapa karakteristik binatang yang
dapat kita pelajari dan maknai dalam kehidupan sehari-hari. Namun tentu saja
kita sebagai manusia memiliki derajat lebih tinggi dari binatang karena kita
dianugerahi akal agar dapat berpikir dan menerima pelajaran. Hal yang dapat
saya pelajari dari buku tersebut adalah tidak selamanya binatang yang kita
anggap tidak berakal tidak mempunyai hal-hal yang baik.

6 | Agama Sendiri – Islam


DARWIS SITOMPUL

7 | Agama Sendiri – Islam


Sudah menstruasi.
Nenek saya Setelah kuliah di BK,
mengingatkan bahwa saya mulai merasa
mulai sekarang saya bahwa banyak hal
sudah dewasa dan apa seperti perceraian,
Selalu mendapatkan kematian, juga pilihan
pelajaran agama dari yang saya lakukan sudah
menjadi tanggung jawab hidup anggota keluarga
Lahir sebagai nenek. Seperti doa
saya sendiri dalam Mengetahui banyak saya merupakan pilihan.
anak pertama sehari-hari yang
agama fakta mengapa ayah 2016 - 2018
dari Bapak biasa dihafalkan
Bambang dan 2010 saya atheis dan
anak-anak
Ibu Yusnita disebut anggota PKI
2003
1997 2014

Adanya rasa bingung Perceraian orangtua Masa terburuk saya Kakak saya
karena ayah saya saya. dalam keluarga.Saya meninggal dan saya
hanya sholat saat Mulai adanya cibiran mulai aneh mengapa merasa bahwa Allah
hari raya dan atheis dan PKI pada ibu saya hanya tidak adil mengambil
beberapa kali ayah saya sholat saat ada kakak dan ayah saya.
mengikuti hari raya 2002 masalah saja. 2012
agama lain 2006
2001

1 | Agama Sendiri – Islam


Belajar agama dari Emak
Dalam keluarga, saya sangat dekat dengan nenek saya (yang selanjutnya
akan saya sebut emak). Orangtua saya yang sangat sibuk disaat saya kecil
membuat Wanda kecil tumbuh menjadi seorang anak nenek, bukan anak
mama.Saya merasa bahwa semua pelajaran idup yang saya dapatkan berasal
dari emak, kemudia dapat berkembang setelah saya dewasa. Mungkin kita
tidak asing lagi ketika anak sudah memasuki golden age, biasanya ia sudah
diberikan pelajaran agama yang dapat menunjang kehidupan pribadinya kelak.
Contohnya, berdoa sebelum melakukan aktivitas. Saya merasa bahawa semua
doa sehari-hari yang kala itu anak TK hafalkan berasal dari nenek saya. Paling
mudah adalah doa makan dan doa sebelum tidur. Saya masih ingat betul bahwa
emak mengajarkan saya doa tersebut dengan memberikan pengertian bahwa
dengan berdoa, Wanda akan disayang Allah.
Selain doa sehari-hari, saya cukup bangga dengan hal ini. Saat saya
berusia 4 tahun, saya sudah hafal Ayat Kursi. Kembali lagi, hanya emak yang
mengajarkan saya dan saya senang sekali setiap saya bisa membaca di depan
anggota keluarga, emak senang. Ketika saya sudah sekolah TK pun, saya
menjadi anak yang paling mudah menghafal surat pendek juga doa harian.
Semua karena emak yang bertanya pada guru sekolah saya tentang apa yang
harus dihafalkan agar emak bisa membantu mengajari dirumah.
Dari papa, saya belajar banyak hal akademik seperti kemampuan
berbahasa inggris. Papa berkata bahwa akan lebih menyenangkan jika saya
bisa berbahasa inggris seperti dirinya dibandingkan membaca subtitle. Saya
sadar sekarang mengapa nenek saya begitu gencar mengajari saya agama dan
menanamkannya sejak kecil.Hal itu dilakukan emak agar menyeimbangkan diri
saya. Namun, jika ditanya dari mama, hingga sekarang saya tidak tau apa yang
harus saya ceritakan karena seluruh hidup saya berpengaruh oleh emak.

Orang Batak biasanya Kristen


Sebagai etnis batak, agama Kristen seperti sudah melekat didalamnya.
Walaupun sebenarnya banyak sekali mereka yang etnis batak sudah beragama
islam. Entah karena pernikahan atau memang berpindah agama setelah
dewasa. Namun, ketika banyak yang bertanya “apa marga/boru kamu?”,
Siregar lebih akrab terdengar sebagai etnis batak yang beragama islam. Papa
yang beretnis jawa dan batak lebih sering dikira “orang Kristen” dibandingkan
seorang muslim di lingkungan kami tinggal. Akhirnya, pandangan itu berubah
menjadi papa benar-benar muslim karena “akhirnya” papa sholat ied saat
lebaran. Tetapi, hanya saat lebaran.

2 | Agama Sendiri – Islam


Wanda dengan Komunitas Keagamaan
Jujur, saya agak bingung ketika ditanya apakah tergabung dalam komunitas
keagamaan tertentu.Saat saya masih sekolah di SMP yang berbasis pesantren,
saya sempat mengikuti mentoring atau liqo’, dimana biasanya ada satu orang
yang dijadikan murabbi sebagai penuntun kami dalam kegiatan tersebut.
Isinya, mengaji dan belajar islam secara lebih dalam. Namun, saya berhenti
karena saat itu saya dicibir tinggal bersama kakak saya yang menggunakan
pakaian terbuka.Saya juga merasa terlalu dinasehati karena saya sering ikut
kakak saya keluar malam.Sampai hari ini, saya juga masih tidak mengerti
mengapa Kemang menjadi daerah yang seakan berzona merah dan orang yang
kesana adalah yang nakal.Padahal, saya ke Kemang karena memang saya
tinggal disana dengan Almh.Kakak saya.Saya makan di kafe malam hari karena
memang makanannya enak, lalu kenapa?Apakah ketika saya ke Kemang dan
tinggal dengan kakak saya yang dianggap “sexy”, saya jadi tidak baik juga?
Kemudian, ketika salah satu dari teman mentoring saya tau bahwa tahun
2011 saya datang ke DWP, saya habis dinasihati bahkan mentoring hari itu
serasa “hari menasehati Wanda karena DWP”. Akhirnya karena muak, saya
mengundurkan diri dari mentoring tersebut dan sedikit memiliki stereotip
pada mereka yang berkerudung panjang.Alhamdulillah, pandangan buruk
tersebut sudah mulai hilang karena adik saya sekarang begitu syar’I walaupun
kadang menyebalkan juga.

Bangga Menjadi Cucu Ibu Aisyah


Bagi saya, menjadi cucu dari emak adalah pengalaman yang paling
menyenangkan dalam kehidupan beragama.Saya hidup dengan emak yang
sangat taat dengan agama. Emak tidak pernah meninggalkan sholat 5 waktu,
sekalipun emak sakit ia tetap menjalankan sholat dengan duduk atau
berbaring. Saya adalah orang yang membantu emak melakukan hal
tersebut.Emak juga selalu bangun pukul 02.30 pagi untuk menjalankan sholat
tahajjud.Saya seringkali menangis ketika emak berdoa untuk saya. Emak juga
saya rajin berpuasa sunnah senin-kamis juga sholat dhuha. Bagi saya dan almh.
Kak Devi, emak pasti masuk surga.
Hingga hari ini, emak adalah orang yang selalu mengingatkan saya untuk
sholat 5 waktu.Membangunkan saya shubuh walaupun kadang kesal karena
saya tidak bangun-bangun.Emak juga adalah orang yang mengajarkan saya
berpuasa. Saya senang berpuasa walaupun mama dan papa menyuruh saya
makan setelah dzuhur padahal saya ingin hingga maghrib. Bagi saya, emak
adalah segalanya. Saya beberapa kali berniat mempelajari agama lain, tapi
semua saya urungkan. Saya ingat emak. Saya tau emak akan sangat sakit ketika
saya pindah agama misalnya. Maka dari itu, dalam urusan mencari pendamping
hidup, emak selalu bertanya agamanya.Menurut emak, seiman dengan kita
lebih bisa menuntun kita kepada surganya Allah.

3 | Agama Sendiri – Islam


Emak juga seringkali dipanggil “ibu haji”, padahal emak belum berangkat ke
tanah suci.Saya merasa bahwa itu adalah hadiah dari Allah karena emak begitu
taat beribadah. Walaupun emak sering merasa malu dan lelah menjelaskan
bahwa ia belum berhaji, saya merasa senang karena sebentar lagi emak akan
menunaikan ibadah umroh. Saya pernah berdoa saat bulan ramadhan, di tahun
kedua saya kuliah, emak harus melihat ka’bah. Alhamdulillah, 6 mei 2018 emak
berangkat ke tanah suci. Sekalipun tidak semua biaya keberangkatan emak dari
hasil tabungan dan beasiswa Bidikmisi saya, saya merasa pengalaman berdoa
serta kekuatan doa bagi saya begitu berarti.

Sudah PKI, Atheis pula!


Seperti yang sudah saya jelaskan secara gamblang di refleksi sebelumnya,
papa saya berasal dari keluarga yang mereka sebut secara jijik dengan
“PKI”.Saat lingkungan keluarga kami tau bahwa papa saya bagian dari PKI,
tetangga saya agak aneh karena bisa-bisanya seorang ibu Aisyah yang begitu
taat memiliki seorang menantu yang dianggap pengkhianat Negara.Lingkungan
saya tinggal sebelum perceraian orangtua saya terjadi sudah mulai
mempertanyakan keberagamaan keluarga kami.Nenek saya sempat difitnah
berpura-pura alim untuk menutupi PKI agar dapat tinggal di lingkungan
tersebut.Saya sempat kesal mengapa hal tersebut terjadi karena emak tidak
salah apa-apa.
Ketika saya tau papa saya adalah seorang atheis dan hanya islam KTP, saya
langsung mencari kebenarannya. Mengapa bisa papa berpikiran bahwa ia
kebingungan. Saya mengumpulkan banyak bukti dengan bertanya mengenai
agama papa ke keluarga saya. Walaupun jawabannya implicit, akhirnya saat
saya sudah SMA salah satu adik mama berkata bahwa ayah saya pernah
bercerita ia kebingungan dengan banyaknya agama yang selalu menganggap
bahwa ia benar. Bukan salah agamanya, tetapi mungkin kita bisa sebut mereka
oknum.

Dosakah saya ketika menganggap bahwa Allah tidak Adil


Pertanyaan macam ini seringkali muncul di sinetron yang ada di TV ketika
pemerannya mendapatkan musibah.Ternyata, saya juga seringkali mengatakan
hal tersebut. Ketika saya tidak bisa menerima perceraian kedua orangtua saya,
saya dipukuli mama, kakak saya meninggal dunia, saya disakiti laki-laki yang
saya kira akan menyayangi saya, saya merasa mengapa Allah member cobaan
begitu berat bagi saya. Mengapa tidak pada si A atau si B yang orangtuanya
lengkap? Yang kebutuhan finansialnya cukup, kenapa tidak member ujian pada
mereka saja?Mengapa harus saja saya?Apa salah saya? Apa saya kurang taat?
Lalu jika yang taat saja masih sering bersalah, korupsi, menipu, lalu bagaimana
definisi taat yang sebenarnya?Bisakah beri tau saya mengapa semua ujian berat
harus saya yang mengalaminya?Hingga saya pernah berpikir sangat ekstrim

4 | Agama Sendiri – Islam


“apakah saya salah agama?” saya sempat memikirkan hal tersebut saat tidak
diterima UNJ tahun 2015.Titik dimana saya benar-benar merasa bahwa Allah
tidak adil pada saya.
Lagi-lagi emak menyadarkan saya.Emak berkata bahwa “takut besok tidak
makan saja sudah tidak percaya kuasa Allah”.Emak kembali mengingatkan saya
bahwa ujian yang saya hadapi adalah rasa sayang Allah pada saya. Bagaimana
cara saya menerima ujiannya adalah cara saya beriman kepada kehendak Allah.
Walaupun kadang saya lelah bahkan hingga hari ini saya sangat lelah untuk
hidup, saya sadar, emak akan selalu mengingatkan saya.

Tidak suka Front Pembela Islam bukan berarti tidak suka Islam!!!
Agama yang saya anut merupakan mayoritas di Negara saya.Islam yang saya
anut dikeluarga saya pun saya rasa bukanlah mereka yang memiliki organisasi
tertentu.Seperti pasangan saya yang keluarga besarnya adalah
muhammadiyah.Emak juga punya pandangan bahwa orang muhammadiyah itu
menyebalkan dan terkesan sok tau karena sering memulai puasa duluan misal.
Bagi saya, islam saya hanya satu. Hal-hal yang dianggap berbeda seperti
perbedaan hari penentuan ramadhan bukanlah hal yang berarti.Kita
pemerintahan yang semestinya kita ikuti.
Saya merasa bahwa dalam islam saya merasa mendapatkan banyak
keistimewaan di Negara saya sendiri. Emak masih bebas mengaji di majlis ta’lim
ibu-ibu dekat rumah, adzan masih berkumandang, saya masih bisa berpuasa,
hari raya atau tanggal merah bagi hari penting agama islam masih saya rasakan.
Kami yang muslim masih bisa potong sapi saat idul adha padahal ada umat
hindu yang menganggap bahwa sapi suci. Kami berdampingan dan itu istimewa.
Sebagai seorang muslim saya bebas mendapatkan akses dalam melakukan
kegiatan keagamaan. Dalam belajar di sekolah misal, saya tidak harus belajar
secara khusus karena disedikan dari sekolah.Saya dapat melakukan sholat
dimana saja di tempat yang ada masjid. Hal ini tentu tidak dapatkan oleh mereka
yang beragama non muslim atau masyarakat yang minoritas.
Namun, beberapa oknum menggunakan keistimewaan tersebut untuk hal
yang menurut saya sangat tidak adil.Ini bukan menjurus pada pandangan politik,
tetapi akhirnya saya bisa merasa lega bisa mengungkapnya lewat tulisan karena
selama ini saya pendam padahal sudah muak dan ingin sekali memuntahkannya.
Sudah beberapa bulan belakangan, sebagai masyarakat muslim saya merasa
adanya diskriminasi dan prasangka yang melekat pada kami dari pandangan
orang lain. Hal ini terjadi karena adanya campur tangan politik.
Tentunya, sudah sangat basi jika membahas islam adalah teroris. Mengingat
di tahun 2000an terjadi tragedy Bom Bali yang menewaskan banyak orang yang
menurut saya tidak bersalah.Mereka merakit bom dan mengatasnamakan jihad.
Bodoh sekali! Mana ada islam mengajarkan bunuh membunuh, memangnya
qishas? Jika nyawa dibalas nyawa, jika mereka benci orang Yahudi membunuh
warga Palestina atau Irak di zaman itu, mengapa tidak ikut berperang saja malah

5 | Agama Sendiri – Islam


bunuh yang ada disini? Skip. Sekilas tentang prasangka islam ada teroris. Maaf
saya sedikit emosi karena saya kesal sekali dengan mereka yang menggunakan
islam untuk hal bodoh pemecah belah umat.
Hal baru yang sedang hangat adalah FPI.Pasukan putih yang beramai-ramai
menagungkan ketuanya yang tidak kunjung pulang. Mengatasnamakan islam
tetapi menghina sana-sini, berkomentar kotor pada agama lain tetapi sendirinya
kasar, anarkis, beraninya keroyokan, saya benar-benar kesal. Mereka itu islam
apa? Islam itu mengajarkan kedamaian, bukan hidup seperti tawuran. Belum lagi
ketika berorasi, yang dikeluarkan sara. Menghina agama tertentu.Pernahkah si
ketua yang tak kunjung pulang itu berpikir bahwa “dampak stereotip islam
sekarang di Indonesia itu radikal dan tidak bisa hidup berdampingan dengan
agaa lain” menjadi sorotan dunia? Apakah hal itu hanya akan menempel pada
dirinya yang dibilang sebagai contoh bagi umat? Tidak! Hal itu menempel pada
kami yang tidak setuju pada mereka si oknum berbaju putih.Sekarang. Apa-apa
dibuat demo atau aksi berjilid. Berteriak Allahuakbar penuh emosi tetapi sambil
mengecam individu lain. Saya istighfar berkali-kali, yang seperti inilah yang akan
membuat malu islam. Sekarang, kami sudah kepalang malu. Saya sudah mulai
merasakan stereotip dan prasangka bahwa islam di Indonesia “yang sekarang”
sudah berubah. Sudah tidak lagi seperti Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang
hidup adem ayem akur. Islam yang sekarang dikenal sebagai “paling berkuasa”
dan “serba apa apa harus selalu penuh syariat islam”. Pantas saja papa bingung
dan kesal, apalagi kalau papa hidup di zaman sekarang yang islam semakin
semerawut. Mereka lah oknum yang mengatasnamakan islam seperti bom untuk
jihad. Jadi, tidak suka pada FPI bukan berarti saya tidak percaya dan tidak
membela islam. Dia oknum yang membuat islam tidak lagi dipandang damai.
Mengapa saya menuliskan hal ini?Karena bagi saya ini berperan penting dan isu
yang sedang hangat-hangatnya.

Seorang Konselor tidak dapat memilih siapa Konselinya


Kalimat diatas sudah menjadi pengingat untuk saya. Mungkin saja, dimasa
depan akan banyak sekali saya menemukan kasus yang mirip dengan
kehidupan yang saya alami. Walaupun saya terlihat dari etnis yang mayoritas
dan agama islam yang mayoritas di Indonesia, siapa yang menyangka bahwa
saya berasal dari anak seorang atheis yang tentu porsinya sangat kecil di
Indonesia. Saya sadar bagaimana saya belajar sat ini. Belajar serta memahami
mereka yang berasal dari minoritas.Jika Soekarno pernah berkata bahwa
“untuk tau tentang rakyat, maka tinggallah bersama, cium aroma keringatnya,
dan rasakan kehidupannya” (kurang lebih begitu saya tidak terlalu
mengingatnya), saya merasa bahwa untuk menjadi seorang konselor, saya
harus merasakan bagaimana menjadi konseli.Maka dari itu biasanya dosen BK
meminta kami untuk konseling terlebih dahulu agar tau manfaat konseli,
bukan?

6 | Agama Sendiri – Islam


Tentunya, dalam memberika layanan konseling sebisa mungkin saya akan
bersikap objektif. Sekalipun yang datang ke saya adalah oknum pasukan
berbaju putih, saya akan berusaha professional. Dengan datangnya konseli
kepada saya, berarti ia sudah mempercayakan saya untuk membantu
menyelesaikan masalahnya. Selama kuliah di BK, saya selalu mendapatkan
tugas refleksi sebagai bagian dari apa yang telah saya pelajari. Saya merasa dari
sekian banyak kekuatan keagamaan yang nenek saya ajarkan dan saya anut,
saya akan mengedepankan kekuatan doa. Mengapa harus doa? Kita tidak
pernah tau bagaimana Tuhan memberikan tanda kasih sayangnya kepada
kita.Berdoa adalah salah satu komunikasi intrapersonal yang bisa dilakukan.
Tidak semua orang yang dijadikan tempat berkeluh kesah bisa menjawab
semua pertanyaan dan cara bagaimana mengatasi masalahnya. Sekalipun
konselor, sehebat apapun ia tetap manusia.

Bias Agama
Saya merasa bahwa saya tidak terlalu merasakan yang dimaksud dengan
bias agama tidak begitu saya mengerti. Jika yang dimaksud seperti bagaimana
cara beribadah atau pandangan mereka terhadap agama yang dianut, saya
memiliki kisah yang menurut saya mengubah pandangan terhadap Kristen.
Seperti yang masyarakat umum ketahui bahwa agama Kristen
memperbolehkan beberapa makanan yang haramkan. Namun ternyata di dalam
agama Kristen advent, mereka memiliki kesamaan dalam hal mengkonsumsi
makanan yang dianggap haram dan halal. Mereka tidak mengkonsumsi babi
serta anjing, bahkan tidak mengkonsumsi kopi, teh dan juga beberapa jenis
ikan. Hal ini saya dapatkan dari kakak bimbingan yang saya kenal di UI,
namanya kak Boitulus Silalahi

Dunia Sophie
Saya belum selesai membaca buku ini secara rinci. Saya belajar dari buku ini
dengan salah seorang kakak yang ada di UI juga, pembimbing saya di kelas
Sejarah. Namaya Filip Ferdi. Saya biasa memanggilnya Ko Filip. Ko Filip adalah
seorang budhist yang merupakan pindahan dari agama Katholik. Ia pindah di
usia 18 tahun secara diam-diam. Saya merasa bahwa buku ini dikemas secara
menarik dalam bentuk novel bagi saya yang sulit mencerna kalimat apalagi
yang berkaitan dengan filsafat. Buku yang bercerita tentang Sophie anak 14
tahun yang menerima surat dari orang yang tidak ia kenal mulai belajar filsafat.
Kenyataan tentang para filsuf yang ingin menguak "tipuan" alam raya, inilah
yang disampaikan oleh novel ini, meskipun kebanyakan latar belakang penulis
tulisan lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan agama kristen, tapi hal ini
tidak merusak esensi novel ini. Pertanyaan “Siapa Yang Menciptakan Alam Raya
Ini?” pernah menjadi pertanyaan besar saat saya masih TK, bahkan saya pernah

7 | Agama Sendiri – Islam


ingin bertemu Allah walaupun dijelaskan Allah tidak bisa dilihat. Saya juga
sering bertanya jangan-jangan Allah itu laki-laki dan saya meliha pembahasan
di buku ini bahwa Tuhan tidaklah berjenis kelamin. Tuhan pada agama Kristen
memiliki pemahaman bahwa ia anak Tuhan. Saya pun belum mengerti.
Perkembangan ilmu filsafat juga berkembang di Negara timur yang akhirnya
menciptakan filsuf dari Negara islam.

8 | Agama Sendiri – Islam


Konseling Multikultural
“Agama Diri”
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam Mata Kuliah konseling multikultural
yang diampu oleh dosen Susi Fitri, S.Pd., M.Si.Kons

Disusun oleh:
Melinda Maharani (1715164511)

PROGRAM STUDI S-1 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
1
Saya akan menceritakan refleksi keagaamaan saya, saya terlahir dari
keluarga beragama islam, dan saat saya sudah lahirpun saya sudah di
turunkan agama islam. Saya tidak memiliki pengalaman pengalaman yang
sangat rumit tetap waktu saya taman kanak kanak saya bertanya kepada
guru saya mengenai agama saya, karena saya bingung apakah di indonesia
Cuma memiliki satu agama saja apah lebih, pertanyaan saya saat itu di jawab
oleh guru saya dengan jawaban, agama di indonesia tidak Cuma satu tetapi
ada 6, lalu guru saya melihatkan gambar gambar tempat ibadah, karena di
ruang kelas saya tertempel gambar gambar tempat ibadah, seperti gambar
masjid, gereja, dll. Lalu ketika saya dibawa oleh orang tua saya keluar kota
saya melihat tempat ibadah orang kristen, pada saat itu saya bertanya
kepada ayah saya mengenai agama lain mengapa agama berbeda beda dan
kenapa saya agama islam, lalu ayah saya menjelaskan dengan bahasa yang
mudah anak usia saya saat itu mengerti dan dengan jawabaan yang tidak
terlalu sulit di pahami anak seusia saaya saat itu.
Pengalaman yang lain, ketika sayaa baru masuk Sekolah menengah
pertama saya melihat teman saya yang berbeda agama dengan memakai
pakaian yang menurut saya berbeda dengan saya dan teman teman saya
yang beragama islam, dan ketika sepulang sekolah saya menceritakan
tentang teman teman saya di sekolah dan menanyakan tentang orang yang
tidak sama seperti diri saya, saya mennyakan tentang teman saya yang
berbeda cara pakaianya kesekolah kenapa tidak memakai baju lengan
panjang dan tidak memakai jilbab karena ketika saya SD sekolah saya
diwajibkan memakai jilbab dan saat SD siswa siwanya beragama islam, tetapi
ketika saya masuk sekolah menengah pertama saya bingung dengan pakaian
yang di gunakan oleh teman saya yang berbeda agama, lalu padaa saat saya
bertanya kepada ayah saya mengapa teman saya berbeda ayah saya hanya
menjawab “itu teman yang pakiannya tidak sama seperti kamu dan tidak
memakai jilbab, itu karena yang diajarkan oleh orangtuanya berbeda dengan
ayah mengajarkan kamu memakai jilbab dan melakukan solat dan sehingga
teman kamu menuruti omongan orangtuanya seperti orangtuanya ajarkan”,
Lalu setelah itu saya memahami tentang jawaban ayah saya.

2
Pengalaman yang menyenangkan dalam kehidupan saya beragama
islam, ketika saya di sekolah dasar saya diajarkan bacaan bacaan surat surat
pendek al-quran dan saya menghafal nama nabi nabi dengan bernyanyi
sehingga membuat saya mudah menghafal nama nabi nabi, saya juga
diajarkan oleh orang tua saya untuk berpuasa satu hari, saat saya masih di
SD diajarkan untuk puasa dan ketika saya tidak kuat untuk berpuasa satu hari
full orang tua saya memboleh kan saya berbuka dan keesokan harinya
orangtua saya memancing saya agar saya berpuasa satu hari full dengan
imbalan akan memberikan mainan yang aku sukai sehingga membuat saya
semangat untuk berpuasa.
Agam yang di akui di indonesia ada 6 agama, agama islam, agama
kristen protestan, agama katolik, agama hindu, agama buddha, agama konh hu
cu. mayoritas masyarakat indonesia adalah beragama islam , dan saya
beragama islam saya di kenalkan oleh orang tua saya mengenai ajaran agama
islam dari saya masih anak anak dan hingga saat ini. Pengalaman beragama
didalam keluarga saya adalah saya wajib melakukan ibadah solat 5 waktu dan
melakukan sunah sunah yang ada di agama islam seperti puasa senin kamis,
solat duha, dan yang di sukai oleh keluarga saya yaitu sesering kali
mengunjungi acara pengajian atau mengadakan pengajian di rumah, pengaruh
dalam kehidupan saya di seharinya jadi terbiasa melakukan kewajiban dan
sunah sunah yang di ajarkan oleh agama saya dan saya seringkali melihat
acara ceramah di media sosial. Tidak ada kaitannya keagamaan saya dengan
keagaamaan yang saya anut oleh keluarga saya etnis dan dalam keagamaan
saya berjalan sesuai ajaran agama dan tidak melanggar peraturan dalam etnis
saya.
Pengalaman pengalaman keagaamaan saya yang menyenangkan
hingga saya yakin dengan agama saya dan saya yakin saya akan selamat
dunia akhirat, dengan menganut agama islam karena dari saya anak anak saya
diajarkan ilmu agama oleh orang tua saya maupun guru saya, sehingga saya
mempunyai pengalaman yang menyenangkan dalam keagamaan saya dari
saya menghafal bacaan sholat atau surat surat pendek al-quran, belajar
mengaji dengan teman sebaya saya membuat saya merasa senang ketika
belajar bersama teman teman dan belajar dengan cara yang menyenangkan

3
ketika saya di sekolah untuk menghafal nama nama nabi dengan cara
menyanyikan nya sehingga membuat saya mudah menghafal, setiap masuk
sekolah sebelum belajr dimulai, kita melakukan doa dan bersolawat bersama.
Saya sering mendengar ceramah atau membaca tentang agama islam
mengenai kehidupan sesungguhnya yang abadi, dan saya juga membaca
memahami arti dari isi al-quran, dan saya yakin memilih agama yang saya anut
menyelamatkan saya sendiri karena sesunguhnya kehidupan hanya
sementara. Saya tidak memiliki Pengalaman pengalaman yang tidak
menyenangkan dalam beragama hingga sekarang, dan saya menjalaninya
dengan senanghati dan selalu bersyukur di kehidupan sehari hari.
Pengalaman saya dulu keluarga saya mempunyai masalah
perekonomian, disaat itu saya merasa kekurangan dan saya tidak bisa seperti
orang lain yang segala hal bisa mereka dapatkan sedangkan saya tidak, dan
disitu saya merasa bahwa tuhan saya tidak adil dan saya merasa iri dengan
orang lain punya kenapa saya tidak seperti mereka saya sudah berdoa agar
saya bisa seperti orang lain tetapi dengan kerja keras, berdoa dan sabar, saya
hingga alhamdulilah saya bisa berhasil dan saya percaya ini semua berkat doa
dan kesabaran saya hingga seperti ini, bersyukur dalam segala hal berdoa
agar untuk bisa lebih mampu menjadi lebih baik lagi.
Indonesia mayoritas agamanya adalah agama islam, keistimewaan
agama islam adalah sebagai kontrol masyarakat salah satu ajaran agama
islam adalah ahlak yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, atau pun
mengatur hubungan manusia dengan manusia. Saya tidak bisa
membayangkan, jika agama islam tidak ada, maka adakah sesuatu yang dapat
dijadikan manusia sebagai landasan dalam bertingkah laku, dan tidak akan
cukup, manusia berpedoman pada aturan yang hanya di buat oleh manusia
dan itu bersifat relatif. Menurut saya manusia membutuhkan aturan yang
bersifat mutlak dan sersumber dari sang pencipta, yang membuat aturan
adalah sang pencipta maka dari segi keefektifannya cukup unuk mengawasi
para manusia yang hidup dibumi, dari segi pembalasan amal tidak hanya
didunia tetapi juga diakherat. Ketika ada seseorang melakukan perbuatan baik,
tetapi didunia ia tidak mendapatkan balasan, maka balasan itu akan datang
pada saat ia berada diakherat, kemudian jika seseorang yang melakukan

4
perbuatan buruk, tapi di dunia tidak dihukum dengan balasan yang setimpal,
maka di akherat ia tidak akan lepas dari hukuman yang berasal dari Allah.
Dari pengalaman pengalaman keagamaan saya dalam melakukan
konseling saya bisa menggunakan sifat saya saat mengadapi konseli yaitu sifat
kesabaran saya, saat mendengarkan dan mengeluhkan masalah yang di
hadapi oleh konseli saya, agar konesli bisa menceritakan masalah nya dan
konseli dapat lebih tenang, dari agama yang sudah di ajarkan kepada saya,
saya bisa mebantu masalah konseli saya dan sehingga bisa mendapatkan
suatu kecerahan untuk konseli saya didalam kehidupanya. Pemahaman
tentang agama menjadi seorang koselor sangat perlu ketika sedang
menangani konseli maka kita sebagai seorang konselor bisa menggunakan
pemahaman yang sudah dia ajarkan didalam agama dalam menangani konseli
untuk membantu konseli dalam masalah yang ia punya dan menjadi seorang
konselor harus paham

buku yang saya baca mengenai ahlak. Akhlak Secara etimologis, kata
akhlak berasal dari bahasa Arab alakhlaq yang merupakan bentuk jamak dari
kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat
(Hamzah Ya’qub, 1988: 11). Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika dan
moral. Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang
mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.
Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali
mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak
oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia
kepada sebagian lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
harus diperbuat (Hamzah Ya’qub, 1988: 12). Dari pengertian di atas jelaslah
bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari

5
tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk
(tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan
dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan
sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan
sosial antar manusia, dalam berhubungan dengan makhluk hidup yang lain
seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam berhubungan dengan lingkungan
atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk Tuhan. Secara singkat
hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepad Khaliq (Allah
Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya). Akhlak merupakan
konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang penghayatan
akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang
menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga
merupakan suatu pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam
dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi
dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua
tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai predikat
ihsan ini disebut muhsin.
Refleksi saya dalam buku diatas dengan pengalaman pengalaman saya
beragama islam tentu harus memiliki ahlak karena agama islam mengajarkan
hal seperti itu, yang saya ketahui ketika seseorang yang tidak mempunyai
ahlak maka akan banyak konflik dan masalah masalah yang tidak
terselesaikan, dan dalam tugas sebagai koselor saya harus mempunyai ahlak
yang baik untuk menangani konseli saya, saya juga harus bersikap positf
dalam menangani konseli.

6
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Jakarta: Departemen Agama RI.
Hamzah Ya’qub. 1988. Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu
Pengantar). Bandung: CV Diponegoro. Cet. IV.
Musa, Muhammad Yusuf. 1988. Islam Suatu Kajian Komprehensif.
Terj. A. Malik Madany dan Hamim Ilyas. Jakarta: Rajawali Press.
Rachmat Djatnika. 1996. Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia).
Jakarta: Pustaka Panjimas.

7
TUGAS SYARAT MASUK

“Agama, Spiritual, dan Konseling”

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling
Multikultur yang diampu oleh dosen Susi Fitri, S. Pd., M. Si., Kons

Disusun oleh :
Mutiara Azillah 1715164594

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

8
Keluarga saya adalah penganut agama Islam yang taat, bahkan ayah
saya adalah seorang guru ngaji di komplek perumahan kami.Kebanyakan orang
menyebut ayah saya ustadz, yang padahal ayah saya juga tidak terlalu ingin
dipanggil seperti itu. Ayah selalu merasa dirinya masih jauh dari kata baik dalam
beragama. Ah, ayah ini memang terlalu merasa rendah hati saja, padahal
banyak juga orang yang segan terhadapnya.

Hidup di tengah keluarga pemuka agama adalah hal yang sangat


menantang bagi saya, juga mungkin bagi saudara kandung saya yang lain. Bagi
ayah saya “Individu yang berakhlak, membawa lingkungan keluarga yang
berakhlak pula.Keluarga yang berakhlak mulia membawa lingkungan
masyarakat yang berakhlak mulia pula. Jika ini dapat terwujud, maka akan
tercipta pula suatu negara yang penduduknya berakhlak tinggi dan bertakwa.”
Kata-kata itu sering ayah saya ucap, beliau ambil kata-kata itu dari buku karya
Dr. Noor Rachmat M. Ag yang berjudul “Islam dan Pembentukan Akhlak Mulia”,
buku itu sudah lama ada di rak kami sejajar dengan buku-buku berbau agama
lainnya. Ya, memang keluarga saya banyak memiliki buku-buku tentang agama,
terutama agama Islam.

Ayah saya ini sejak saya masih beranjak remaja hingga sekarang hampir
dewasa, selalu mengingatkan sesuatu hal kepada saya yang tak pernah saya
lupa. “Kalau berteman dengan seseorang boleh saja, banyak-banyaklah kamu
berteman. Tapi ingat, kalau teman-temanmu itu ‘hitam’ kamu jangan ikut
menjadi hitam, kamu harus menjadi pewarna yang cerah bagi mereka,” katanya
waktu itudengan ungkapan santai, kalau tidak salah waktu saya usia 13 tahun.
Analogi seperti itu beliau maksudkan, bahwa jika teman kita ada yang tidak
sholat, tidak memakai jilbab, dan hal-hal lain yang tidak baik dilakukan dalam
agama islam, jangan sekali-kalipun mengikutinya. Tentu sajaapa yang
diungkapkan ayah saya itu memang menjadi kata-kata sakti sekali bagi saya,
karena setiap ada hal buruk yang menghampiri dan itu datangnya dari teman-
teman saya, saya bisa langsung dapat mencegahnya dan tidak gampang
dipengaruhi. Malah terkadang saya yang membuat mereka menjadi jauh dengan
hal-hal buruk itu.

Kalau untuk kaitan keagamaan saya dengan etnis yang dibawa dari ayah
dan ibu saya itu mungkin sesuatu yang tidak terlalu dominan. Hanya saja, di
kampung tempat ayah saya tinggal memang rata-rata penganut agama islam
yang juga taat. Berbeda sekali dengan ibu saya yang dari etnis betawi,
lingkungannya itu penuh dengan hal-hal yang buruk. Akan tetapi orang tuanya
ibu memang penganut islam yang taat, jadi ibu pun tidak terjerumus pada hal-
hal yang buruk itu. Cuma kalau ayah saya sendiri, setahu saya orang sunda itu
memang rata-rata religius, ayah saya termasuk salah satunya.

Berada di tengah keluarga pemuka agama terkadang menjadi suatu hal


yang menyenangkan juga menantang bagi saya.Menyenangkannya mungkin
ada banyak orang yang terkadang ngga seberuntung saya, dan hal ini menjadi
penguat saya untuk selalu mensyukuri memiliki keluarga seperti ini.Ada banyak
teman-teman saya yang terlalu tidak diperhatikan oleh orang tuanya mulai dari
perihal ibadah, berpakaian, dan bergaul. Teman-teman saya yang dari kecilnya
tidak mengenal apa itu Al-Qur’an, teman-teman saya yang cara berpakaiannya
tidak sopan, dan teman-teman saya yang pulangnya sampai larut malam pun
tidak dicariin oleh orang tuanya. Tak jarang itu semua menjadi suatu hal yang
berdampak buruk untuk mereka.Ketika mereka merasa jauh dari Allah, nggak
sedikit kekacauan yang kian menghampiri mereka, malah mereka sering iri
ketika melihat saya dan keluarga saya yang sangat dekat dengan Allah.
Padahal saya juga kadang iri sama mereka yang kalau pulang malam gak perlu
dibawelin terus-menerus, kayaknya enak aja gitu, hahaha bodoh ya saya. Masih
untung saya punya orang tua yang sangat peduli.

Selain itu pengalaman menyenangkan lainnya ketika saya terbiasa


mengaji dan ikut pengajian dari kecil. Saya merasa ketika ingin berangkat ke
pengajian sama halnya seperti saya ingin berangkat ke sekolah, bukan hanya
karena saya bersemangat untuk mendapatkan ilmunya. Melainkan saya akan
bertemu banyak teman-teman di sana. Bahkan hingga dewasa ini saya sering
datang ke kajian-kajian juga salah satunya itu yang menjadi alasan
utama.Banyak kenal-kenalan baru sesama lawan jenis maupun tidak dan
mereka bisa membangun relasi yang baik dengan saya.Senang rasanya jika

10
memiliki teman-teman yang sama-sama memiliki semangat untuk terus
memperdalam ilmu agama. Tetapi sebenarnya saya dari remaja tidak pernah
terlibat serius pada komunitas agama saya sendiri, misalnya ketika saya
menempuh pendidikan di sekolah menengah atas yang berbasis madrasah
aliyah, ketika ada nama organisasi Rohis saya tidak mengikutinya. Karena
menurut saya, saya sudah merasa bosan terlalu dicecar oleh tuntutan agama
yang dibawa dari keluarga saya. Saya juga merasa apa yang saya dapat dari
organisasi Rohis itu sudah pernah saya dapatkan dari keluarga saya sendiri,
terutama ayah saya yang paling dominan dalam memberikan hal ini. Jadi saya
tidak merasa perlu harus tergabung dalam organisasi itu.

Namun, saat anak-anak bahkan hingga sekarang bertumbuh dewasa


entah kenapa saya kadang malah menjadi sangat malas kalau dipertanyakan
sudah sholat atau belum, sholat dulu sana, karena saya merasa tanpa mereka
berucap seperti itu saya sudah punya niatan melakukannya dari hati, bukan
karena suruhan mereka. Apalagi saat saya masih kecil, saya selalu
menganggap suruhan untuk beribadah itu menjadi suatu yang menyeramkan
bukan malah menyenangkan.Bagaimana tidak menyenangkan?Kalau saja
diperintahkannya itu dengan nada yang marah-marah dan teriak-teriak. Ayah
saya si tidak pernah seperti itu, tetapi ibu saya. Duh, ini aja saat saya sedang
menceritakannya sambil terbayang kesal. Padahalkan bisa memerintahkannya
itu dengan menggunakan kata-kata halus, lagi pula terkadang anak juga sudah
sadar akan kewajibannya sendiri kok. Apalagi saya ini anak yang tidak suka
dikerasin, saya terkadang suka menjawabnya juga agak jengkel. Nah, kalau
kayak gini kan malah bikin tambah dosa saja sayanya, coba kalau ibu saya
menyuruhnya baik-baik saya mungkin tidak jengkel ketika
menjawabnya,.Bahkan sudah dewasa saja saya masihsering digituin, saya
pernah bilang begini ke ibu saya.“Bu, Muti sudah dewasa bukan anak SD lagi,
Muti juga sudah tahu kewajiban apa yang harus Muti lakuin, apalagi perihal
sholat.” Tetapi baginya mengapa ia masih saja bawel, karena saya sholatnya
tidak tepat waktu. Huh, hal ini yang terkadang membuat saya merasa berat
berada di tengah keluarga yang religius.

Ibu mungkin juga tidak coba peka dan sadar mengapa saya terkadang
suka mengulur-ulur sholat dikarenakan apa. Yaitu karena image saya terhadap
sholat sudah terbentuk dari dulu sebagai suatu hal yang menyeramkan kalau

11
saja saya tidak lakukan.Bukannya malah membentuk saya menjadi taat, tetapi
kebalikannya.Kalau nanti saya punya anak saya tidak ingin mendidik anak saya
dalam hal beragama sebagai sesuatu yang menyeramkan untuknya. Saya akan
menjadikan bahwa memperdalam agama adalah suatu hal yang menyenangkan
baik untuk dunia maupun akhirat. Atau kalau saja nanti saya mendapatkan
konseli yang mengalami hal sama seperti saya, saya akan memakluminya dan
menganggap ini wajar ketika dia mengalami kejenuhan dalam beribadah karena
selalu disuruh dan dipaksa. Dan saya ketika mendapatkan konseli seperti ini,
bukan sebagai suatu hal yang harus ditentang hanya karena membuat suatu
image buruk terhadap panggilan Tuhannya, karena siapa tahu memang konseli
saya ini dilatarbelakangi hal yang tidak enak ketika ingin beribadah.Saya
percaya setiap orang yang ia buruk sekali pun pasti punya batasan bagi dirinya,
dan itu tanpa disuruh, melainkan mengalir begitu saja dari hatinya dan itu malah
yang terkadang menjalankannya jauh lebih penuh kekhusyuan.

Pengalaman-pengalaman menantang dan menyenangkan itu semua


perlahan membentuk keyakinan saya menjadi matang terhadap pada apa yang
saya jalani. Sekalipun itu menjengkelkan bagi saya, tetapi saya berusaha tetap
menjalaninya itu karena Allah bukan karena takut dengan orang lain.Begitupun
ketika terjadi pengalaman yang menyenangkan, itu juga membentuk diri saya
semakin yakin terhadap keyakinan agama yang saya pilih. Bahkan semakin
saya beranjak dewasa, saya juga makin cinta dengan islam. Makin bahagia
berada di dalamnya dan merasa beruntung sekali.

Saya pernah membayangkan bagaimana kalau saja agama yang saya


anut itu bukan islam, tetapi memang bukan menjadi pikiran yang paling dominan
dan saya juga tidak pernah mempertanyakannya ke keluarga karena saya takut
pula dapat balasan jawaban yang tidak enak. Apalagi dewasa ini seharusnya
setiap orang bebas memillih apakah ia memutuskan untuk beragama atau tidak.
Pun, jikalau seseorang memutuskan untuk beragama, saya rasa tidak ada
seorang pun yang dapat memaksakan suatu agama tertentu kepada orang lain.
Atas dasar itulah maka beragamanya seseorang harusnya dimaknai sebagai
sebuah proses yang logis dan penuh pertimbangan. Saya percaya bahwa jika
seseorang merasa agamanya tak mempunyai spritualitas atau menantang akal,
sangat mungkin ada yang salah dengan agamanya dan pencarian kebenaran
harus terus dilanjutkan.

12
Sewaktu saya kelas tiga sekolah dasar, saya pernah dapat pernyataan
dari teman saya yang kebanyakan non muslim. Kira-kira seperti ini yang masih
saya ingat, “Kamu masuk Kristen saja, enakan kalau di agama kita natal ada
banyak hadiah.Di agama kamu mana ada,” perbincangan itu terlontar memang
ketika hari-hari mendekati natal.Saya menanggapinya diam saja, namun saya
berpikir keras. Apakah kebahagiaan dalam agama lain hanya sekedar karena
mendapatkan hadiah di hari natal? Apakah hanya karena ibadahnya mereka
tidak dituntut lima kali dalam sehari? Dan ada banyak apakah-apakah lainnya
yang melintas di pikiran saya.Jujur saya pernah berpikir, “Kok bisa-bisanya
orang Kristen ibadahnya cuma sekali dalam seminggu dia dijanjikan masuk
surga, tetapi kenapa saya yang lima kali sehari dan setiap hari saya lakukan
belum tentu masuk surga?”Namun, semakin saya bertumbuh menjadi remaja
lalu dewasa, apalagi saya sekolah selama enam tahun di madrasah, jawaban-
jawaban yang dulunya banyak terlintas di benak saya perlahan bisa
terjawab.Bahwa kebahagiaan beragama tidak diukur dari seberapa banyaknya
hadiah yang diberikan ketika hari raya, dan seberapa nikmatnya lengang waktu
yang kosong ketika tidak dipakai beribadah.Sejatinya agama tidak pernah
menjanjikan setiap orang untuk masuk surga, melainkan Tuhan yang
memberikan janji itu dan apabila kita taat terhadap-Nya.

Hal yang membuat pergulatan saya terhadap agama saya sendiri


tergoyahkan ketika saya sadar, hanya di dalam Islam menghargai umatnya
untuk berpikir. Tidak seperti kitab di beberapa agama lain yang hanya dapat
dibaca, ditelaah, an diajarkan oleh segolongan orang/kaum tertentu. Secara
jelas Al-Qur’an merupakan kitab suci yang dapat dipegang, dibaca, dipelajari
dan dibedah oleh siapapun, baik untuk orang Islam atau pun untuk orang di luar
Islam. Keterbukaan dan apresiasinya akan proses berpikir itulah yang
menyebabkan Islam membuka dirinya untuk dijadikan objek berpikir dan
merenung apakah agama ini benar merupakan agama yang diturunkan oleh
Tuhan yang mengandung kebenaran, ataukah hanya buatan manusia manusia
semata yang lekang dimakan zaman. Dengan keterbukaan itu pula maka
Tuhannya umat Islam menantang setiap orang untuk menguji kebenaran yang
diturunkan-Nya tersebut. Allah SWT., meng-endorse agar setiap orang di dunia
ini menggunakan akal dan pikiran yang dimiliki untuk merenung dan berpikir
atas hal-hal yang terjadi di dunia ini.

13
Seperti halnya yang tertuang di dalam buku “Islam dan Pembentukan
Akhlak Mulia” yang saya sepakat dengan pernyataan ini, bahwa pandangan
hidup muslim adalah pandangan hidup yang senantiasa dibimbing oleh sumber
ajaran yang melandasi hidupnya. Bagi seorang muslim, pondasi hidupnya
adalah kitab suci yang berasalah dari wahyu Allah, yang kemudian
diterjemahkan sebagai model hodup oleh Rasulullah dalam bentuk sunah rasul
atau hadits. Sementara dalam mengatasi persoalan hidup yang tidak ada
landasan tekstualnya kita dianjurkan untuk melakukan Ijtihad.

Dalam kehidupan ini ada begitu banyak panah musibah yang begitu cepat
menembus relung kehidupan. Tatkal saya sedang kehilangan orang yang saya
cintai semua dating menusuk hati, atau ketika saya kehilangan harta benda,
begitu pula manakala saya mendapat perlakuan yang buruk dari orang lain,
ketika berpisah dengan saudara yang saya sayangi demikian pula ketika saya
kehilangan anggota keluarga, semua dating silih berganti, begitu juga dalam
perkara-perkara menyedihkan yang lainnya. musibah yang menimpa seorang
hamba tidak lepas dari empat perkara, yang pertama kemungkinan musibah itu
langsung mengenai dirinya sendiri, kedua di dalam hartanya, ketiga pada
kehormatannya, keempat pada anggota keluarganya atau orang-orang yang
dicintainya. Sedangkan manusia pada umumnya semua bisa mendapat
musibah yang semacam ini, tidak pandang bulu apakah dia seorang muslim
atau kafir. Di dunia ini semua orang pasti ingin mencari yang namanya
kebahagiaan dengan berusaha untuk bisa memperolehnya.Agama saya banyak
memberi pengaruh dan pertolongan ketika saya sedang diterjang oleh
banyaknya masalah. Kerasa sekali di hidup kalau saya sedang jauh dari Allah
pasti ada banyak masalah yang menghampiri saya, tetapi apabila saya sedang
dekat dengan Allah, saya merasa menjalankan segala sesuatu apapun bisa
berjalan dengan mudah, dan tak jarang hasilnya juga baik.

Ayah saya pernah memberi pesan terhadap saya, “Kalau kamu selalu
libatkan Allah di setiap urusanmu. Secara tidak sadar Allah pasti akan
membimbingmu. Kamu harus mulai terbiasa melakukan sesuatu itu karena
Allah, bukan karena hal lain.” Meski pesan itu terkadang belum saya pakai
sepenuhnya dalam kehidupan sehari-hari saya, tetapi apa yang dibilang ayah
saya memang banyak benarnya. Apalagi dewasa ini saya membiasakan
sebelum melakukan apa-apa berusaha untuk selalu berdoa lebih dulu dan

14
mengutamakan sholat tepat waktu.Contoh kecilnya, kalau saja yang pulang
kuliah mendekati waktu sholat magrib, dan saya terlewat waktunya untuk sholat
karena keburu pulang, ditambah stasiun yang saya singgahi untuk menuju
Bekasi tidak ada musholanya.Alhasil saya terlambat untuk menunaikan sholat
magrib.Ketika saya lalai dalam sholat, pasti ada saja tuh hal-hal yang
mengganggu saya di perjalanan.Entah keretanya yang tertahanlah, sinyal yang
hilang sehingga tidak bisa menghubungi orang tua atau memesan ojek online,
dan hal-hal lainnya.Tetapi kalau saya mengutamakan sholat lebih dulu, ketika
perjalanan pulang segala urusannya selalu dimudahkan, dan itu pasti selalu
terjadi begitu siklusnya.Nah, itu hanya sebagian kecil yang sederhana, masih
ada banyak segala urusan permasalahan saya yang menjadi mudah ketika saya
selalu melibatkan Allah di setiap kaki saya melangkah.

Berita di media-media, entah itu di radio, televisi, surat kabar, media


internet selalu menyuguhkan aksi-aksi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
sebagian kaum muslim. Seakan-akan Islam adalah agama yang brutal, anarkis,
suka membunuh dan melakukan tindakan-tindakan kejam lainnya. Padahal
dalam agama Islam tidak mengajarkan seperti itu, kecuali karena sebagian umat
muslim telah dibodohi oleh oknum-oknum yang berkepentingan dibalik itu, atau
oleh mereka yang salah menafsirkan atau hanya sedikit menukil dari ayat-ayat
Al-Qur’an sehingga ayat tersebut telah salah diartikan karena tidak seluruhnya
dibaca dan di pahami.Di balik peran media-media yang menyudutkan Islam,
sebenarnya banyak aksi-aksi brutal bahkan keji telah di lakukan oleh agama lain
atau oknum-oknum terhadap kaum muslim akan tetapi sengaja ditenggelamkan
oleh media begitu saja. Dari sini kita tahu bahwa media-media yang ada saat ini
sengaja mendiskriminasikan Islam sebagai agama teroris.Banyak cara
dilakukan kalangan anti-Islam melakukan intimidasi dan provokasi terhadap
umat Muslim. Yang aneh, mereka manfaatkan kebebasan berekspresi guna
menghindari tuduhan penistaan agama.Itu sebabnya, bentuk intimidasi dan
provokasi itu mulai beragam. Dari yang sederhana, hingga menghabiskan waktu
dan dana.

Bahkan orang muslim yang sudah melaksanakan kewajibannya seperti


memakai jilbab saja masih sering disalah-salahin. Saya pernah mengalami hal
ini, ketika sedikit saja saya berkata nyeleneh pasti suka ada yang
menyambungkan ke jilbab yang saya kenakan. Bukan berarti dengan saya

15
berjilbab itukan saya menjadi tidak punya kebebasan untuk berpendapat, dan
padahal urusan jilbab adalah persoalan yang beda lagi. Tidak bisa disamakan
ketika saya sedang mengungkapkan apa yang saya rasakan. Ibaratnya gini,
jilbab syar’i sering dibilang teroris atau ISIS, pakai jilbab tidak syar’i dibilang
tidak menjalankan kewajiban sesuai syariat agama, lebih parah lagi kalau tidak
memakai jilbab sama sekali bisa-bisa dibilang cuma Islam KTP. Serba salah
terkadang.

Pengalaman-pengalaman beragama saya merupakan landasan yang


dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi keagamaan
sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Dalam proses
pelayanan yang diberikan pada setiap individu/siswa, konselor harus
memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga pemberian solusi akan sesuai
dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
agama yang mereka anut. Seorang konselor sangatlah penting untuk
memahami landasan agama secara baik karena konselor tidak hanya sekedar
menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan kecakapannya saja
tetapi agama penting untuk menumbuhkembangkan moral, tingkah laku, serta
sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga kepribadian serta
sikap jiwanya harus dapat mengendalikan tingkah lakunya dengan cara yang
sesuai dengan ajaran dan tuntunan agamanya.

Melalui pendekatan agama seorang konselor akan mampu mengatasi


permasalahan apapun yang dihadapi klien/siswanya. Karena agama mengatur
segala kehidupan manusia, seperti mengatur bagaimana supaya hidup dalam
ketentraman batin/jiwa atau dengan kata lain bahagia di dunia dan akherat. Ada
beberapa Pandangan Islam terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari
peranan Islam itu sendiri bagi kehidupan manusia yang mungkin ini menjadi
kekuatan dari agama saya dalam memandang ilmu psikologis, yaitu sebagai
berikut:

1. Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada didalamnya merupakan


obat (Syifa’) bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat
dalam diri manusia (rohani)
2. Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam
menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan dengan sabar dan sholat.

16
3. Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan
keimanan kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin.

Bagi seorang mukmin ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa
akan terealisasi sebab keimanannya kepada Allah yang akan membekali
harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.

Selain itu, Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek


psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap,
kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan dengan klien dan
konselor. Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah
seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan
tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya
adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi
muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :

1. Selalu memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya


beriman kepada Allah SWT.
2. Memiliki Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat.
3. Memiliki Prinsip Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan
Rasulnya.
4. Selalu memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada Al-
Qur’an Al Karim.
5. Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6. Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”

Jika konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan


bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan klien kearah kebenaran,
selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga
langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling. Pertama,
memiliki mission statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua
memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan
yaitu “Shalat lima waktu”, dan ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri
yang dilatih dan disimbolkan dengan “puasa”. Prinsip dan langkag tersebut
penting bagi pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan
kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah).

17
Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan
bagi konseli yang melakukan bimbingan dan konseling.

Bias saya terhadap agama orang lain pun tidak menyurutkan niat saya
membuka diri untuk melakukan konseling sekali pun pada orang yang
agamanya berbeda dari saya. Saya memang memiliki bias terhadap agama
yang berbeda, tetapi bukan berarti saya menutup diri untuk itu. Hanya saja
mungkin saya yang perlu mencari wawasan dan memahami lebih lagi apa yang
mereka pelajari dari agama mereka ketika harus menyikapi permasalahan
hidup. Jadi bias saya kepada mereka, tidak mempengaruhi saya ketika
melakukan proses konseling sekalipun itu harus memakai konsep-konsep
pemahaman agama. Sehingga proses konseling pun bisa berjalan dengan baik
tanpa adanya diskriminasi dari apa yang telah dibawa oleh konselor, mulai dari
agama hingga bagaimana pandangan kita pada agama lain yang dimarginalkan
tersebut.

Oleh karena itu, menjadi penting untuk saya sebagai calon konselor
pemahaman mengenai agama ini perlu saya gali secara mendalam, karena dari
sini juga saya mulai bisa melihat diri saya apakah saya adalah orang yang
selalu membawa pernyataan yang ada unsur diskriminasi dalam suatu
pandangan terhadap agama lain. Selain itu, diri saya juga bisa mengukur sejauh
mana saya ikut andil dalam agama yang saya anut dan merasa dominan atau
tidak, karena sebagaimana yang kita tahu jika pendidikan agama diberikan sejak
kecil akan memberikan kekuatan yang akan menjadi benteng moral dan polisi
yang mengawasi tingkah laku dan jalan hidupnya. Sehingga ketika saya
melakukan konseling pada konseli saya jika ingin memakai pendekatan dengan
konsep agama, saya tidak lagi buta dan main asal memberikan, dan nantinya
takut seakan malah jadi membuat konseli merasa dipaksa.Dengan adanya
tugas yang diberikan ini saya menjadi lebih mampu untuk berpikir luas
mengenai konsep agama.Apalagi dewasa ini sedang berkembang
kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai
spiritual.Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan
dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi, inilah salah satu alasan
menjadi penting wawasan mengenai pemahaman terhadap agama.

18
Rachmat, N. (2009). Islam dan Pembentukan Akhlak. Depok: Ulinnuha Press.

19
TUGAS SYARAT MASUK
“Agama, Spiritual, dan Konseling”

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling
Multikultur yang diampu oleh dosen Susi Fitri, M.si. Kons

Disusun oleh:
Fakhri Surya Mahardika
1715162279

PROGRAM STUDI S-1 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

20
Timeline Mengenai Pengalaman Keberagamaan

Belajar
Lahir sebagai mengaji
sampai jus 5
Juara 2 kumpul keluarga Ziarah kubur ketika Sholawat bersama
Lomba Adzan
orang islam
1997 (waktu SD (SD kelas 5) ketika lebaran lebaran (dari SD- setiap minggu pagi
(waktu SMP)
Sekarang)
kelas 2-6)
(dari SD -
Sekarang)

Dimarahi ibu yang Berantem dengan


beragama kristen pada saudara berbeda
saat takbiran agama

Pada tulisan refleksi kali ini saya akan membahas tentang agama
saya sendiri yaitu Islam. Di dalam keluarga inti, saya tidak memiliki
pengalaman-pengalaman keberagaman yang penting, namun saya memiliki
pengalaman keberagaman yang cukup penting di keluarga besar ibu saya.
Pengalaman yang penting dalam keluarga besar ibu saya adalah
pengalaman tentang keberagaman agama. Di dalam keluarga besar ibu saya
terdapat tujuh keluarga dengan tiga agama yang berbeda, yaitu Islam,
Katolik, dan Hindu. Pengalaman pertama yang ingin saya ceritakan
merupakan pengalaman yang cukup rutin terjadi (setahun sekali),
pengalamannya adalah dimana keluarga besar kami selalu berkumpul ketika
masing-masing agama yang dianut sedang merayakan hari besar (Lebaran
dan Natal, kecuali nyepi).
Pada saat lebaran biasanya kami berkumpul dirumah salah satu
anggota keuarga yang kebagian ketempatan, dan hal itu biasanya dilakukan
secara bergilir, namun rumah keluarga saya yang biasanya lebih sering
dijadikan tempat untuk berkumpul ketika lebaran, karena memang rumah
keluarga saya yang lokasinya paling strategis diantara rumah saudara-
saudara saya yang lain. Jika keluarga saya ketempatan untuk menjadi
tempat berkumpul ketika lebaran, biasanya sehari sebelum lebaran saudara-
saudara saya baik yang beragama Islam, Katolik, maupun Hindu sudah
berdatangan kerumah saya. Tanpa memandang latar belakang perbedaan
agama, semua anggota keluarga besar kami berkumpul dengan senang dan
bahagia. Biasanya pada saat malam takbiran para ibu-ibu saling membantu
untuk memeprsiapkan makanan khas lebaran (opor ayam, ketupat, sambal
goreng kentang), sedangkan bapak-bapaknya asyik ngobrol dengan
membahas beberapa topik (seperti politik pendidikan, kemasyarakatan, dll),
dan anak-anaknya juga asyik bermain dan bercanda. Kemudian keesokan
harinya setelah anggota keluarga yang Islam melaksanakan solat Ied, maka
kami melakukan tradisi keluarga yaitu saling bermaaf-maafan, kemudian
dilanjutkan dengan makan bersama, dan pada siang harinya kami pergi ke
makam untuk berziarah mendoakan beberapa anggota keluarga besar kami
yang sudah meninggal. Hal yang menarik adalah anggota keluarga besar
kami yang bukan Islam pun ikut mengucapkan Selamat Lebaran kepada
keluarga saya dan yang lainnya (anggota keluarga yang beragama Islam
juga).
Selain itu, ketika salah satu anggota keluarga besar kami merayakan
natal, maka anggota keluarga yang lain pun bersilaturahmi kerumah salah
satu anggota keluarga besar kami yang merayakan Natal tersebut. Berbeda
dengan momen Lebaran, ketika Natal biasanya keluarga saya dan keluarga
lain yang menganut agama Islam datang satu hari setelah Natal, karena
memang saudara saya yang menganut agama Katolik tersebut beribadah
seharian di Gereja pada saat Natal. Kemudian, hal berbeda lainnya adalah
anggota keluarga besar kami yang Islam tidak mengucapkan selamat Natal
kepada salah satu anggota keluarga besar kami yang merayakan. Kami
(keluarga yang Islam) tidak mengucapkan selamat Natal karena memang hal
tersebut dilarang dalam agama Islam, namun hal tersebut tidak mengurangi
rasa hormat kami kepada anggota keluarga yang merayakannya.
Kemudian, pada saat Nyepi keluarga besar kami yang Katolik maupun
Islam tidak datang kerumah anggota keluarga yang merayakannya karena
memang lokasi rumah nya yang terbilang jauh dan memerlukan banyak
waktu dan uang untuk pergi kesana. Namun, ketidak-datangan kami
(anggota keluarga yang Katolik dan Islam) ke rumah anggota keluarga yang
merayakan Nyepi bukan berarti kami tidak menghormati ataupun berniat
untuk memutuskan tali silaturahmi hanya saja memang belum ada waktu

22
untuk bisa kesana dan anggota keluarga yang merayakan Nyepi pun
memahami hal itu. Namun, biasanya kami mengganti momen silaturahmi
pada saat Nyepi tersebut ketika Liburan ataupun ketika arisan keluarga. Jika
dilihat perbandingan dengan momen Natal dan Nyepi, momen Lebaran lah
yang paling sering dijadikan ajang berkumpul dan bersilaturahmi antar
saudara, karena memang mayoritas dari keluarga besar kami menganut
agama Islam.
Dari pengalaman keberagaman agama di dalam keluarga besar saya
diatas, dapat saya garis bawahi bahwa nilai toleransi antar agama didalam
keluarga besar saya sangat dijunjung tinggi. Dan saya merasa beruntung
karena hampir tidak ada sama sekali konflik tentang agama didalam keluarga
besar saya, karena masing-masing dari kami sadar bahwa sangat penting
sekali dalam kehidupan masyarakat yang majemuk untuk saling menghargai
perbedaan agar dapat hidup tenteram dan selaras. Apabila kami tidak
menghargai perbedaan satu sama lain maka bukan tidak mungkin keluarga
besar saya akan sering terjadi konflik. Selain itu, kami juga sadar bahwa
dalam menjalin hubungan persaudaraan komunikasi dan silaturahmi harus
rutin dilaksanakan. Maka dari itu keluarga besar saya sering mengadakan
kegiatan berkumpul untuk memperkuat tali persaudaraan, seperti berkumpul
ketika hari raya (Lebaran, Natal), jalan-jalan ketika liburan, dan arisan
keluarga. Hal itulah yang membuat tali persaudaraan keluarga besar kami
semakin kuat.
Dari pengalaman saya tersebut memiliki arti bagi diri saya sendiri,
yaitu walaupun keluarga besar saya terdiri dari beberapa orang yang berlatar
belakang agama yang berbeda namun kami harus tetap menjalin komunikasi
dan silaturahmi yang baik serta yang paling penting adalah saling
menghargai dan menghormati satu sama lain. Hal itulah yang menjadi
penting bagi saya karena dengan cara itu maka keluarga besar saya akan
tetap utuh dan hubungannya tetap berjalan dengan baik walaupun masing-
masing dari kami memiliki latar belakang yang agama yang berbeda. Dari
pengalaman saya diatas juga mempengaruhi kehidupan saya secara umum,
dimana saya harus mencontoh keluarga besar saya untuk bisa menghargai

23
latar belakang yang berbeda, baik agama, ras, suku, etnis, dan budaya agar
dapat hidup selaras dalam masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia
ini. Pengalaman saya tersebut membuat saya bisa menghargai perbedaan,
dimana ketika sekolah sampai kuliah sekarang saya bisa berteman baik
dengan orang-orang yang berbeda agama maupun berbeda suku dengan
saya.
Dari pengalaman kebergamaan saya diatas memiliki keterkaitan
dengan etnis saya sebagai orang jawa. Dimana, keluarga besar saya cukup
sering mengadakan perkumpulan dengan tujuan untuk meningkatkan tali
persaudaraan dan solidaritas sesama anggota keluarga besar. Kegiatan
yang biasa dilakukan ketika berkumpul yaitu, hari raya keagamaan, arisan,
hajatan, jalan-jalan, serta ziarah kubur. Hal tersebut berkaitan dengan etnis
saya sebagai orang jawa, dimana etnis jawa sangat menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dan nilai persaudaraan. Maka dari itu anggota keluarga besar
saya sering mengadakan kegiatan kumpul bersama agar hubungan
persaudaraan kami tetap terjalin dengan baik. Selain itu keluarga besar saya
yang dominan ber etnis jawa yang membuat kami sadar bahwa perlunya
menjalin komunikasi dan silaturahmi yang rutin agar ikatan persaudaraan
kami tetap kuat. Dari kesadaran kami bahwa dalam hubungan persaudaraan
sangat diperlukan komunikasi dan silaturahmi yang baik, semakin membuat
kami salaing menghargai dan menghormati masing-masing dari kami yang
memiliki latar belakang agama yang berbeda. Sehingga hal itulah yang
membuat keluarga besar saya jarang sekali terjadi konflik yang berdasar
pada perbedaan agama. Dan hal lain yang membuat kami saling menghargai
dan menghormati satu sama lain adalah kesadaran bahwa keluarga besar
saya cukup majemuk dan belum tentu keluarga-keluarga besar lain seperti
keluarga besar saya, sehingga hal itulah yang membuat kami bangga dan
merasa bahwa perbedaan tersebut bukanlah hal yang harus
dipermasalahkan, namun hal yang harus dibanggakan dan dipertahankan.
Selama hidup saya tidak pernah mengikuti komunitas-komunitas
keagamaan. Namun, saya sering mengikuti aktivitas-aktivitas keagamaan di
lingkungan tempat saya tinggal. Di lingkungan rumah saya mengikuti sebuah

24
organisasi, yaitu karang taruna. Karang taruna di lingkungan rumah saya
mempunyai sebuah program kerja rutin yaitu pengajian malam jum’at
(yasinan) dan setelah itu dilanjutkan dengan arisan. Biasanya ketika yasinan
kami mengundang guru ngaji untuk memimpin jalannya pengajian malam
jum’at (yasinan). Biasanya juga pengajian malam jum’at dilaksanakan bergilir
dan secara bergantian dari rumah kerumah. Kemudian, selain pengajian
malam jum’at warga di lingkungan rumah saya juga sering mengadakan
sholawat bersama setiap hari minggu pagi setelah solat subuh. Biasanya
sholawat bersama tersebut juga diadakan secara bergantian dengan warga
Rt sebelah, hal itu dilakukan karna memang warga Rt saya dengan warga Rt
sebelah sudah cukup dekat hubungannya dan kami sepakat untuk
mengadakan kegiatan sholawat bersama dengan salah satu tujuannya
adalah untuk menjalin silaturahmi dan memperkuat tali persaudaraan.
Pengalaman yang saya dapatkan dari aktivitas-aktivitas keagamaan
yang saya ikuti di lingkungan tempat tinggal adalah bagaimana hubungan
persaudaraan antar umat Islam di lingkungan sekitar rumah saya terjalin
sangat erat. Pada saat sholawat bersama kami semua melakukanya dengan
khusyu. Setelah sholawat selesai, tokoh Agama yang ada di lingkungan
rumah saya langsung memberikan sedikit ceramah. Kemudian, setelah
selesai ceramah kegiatan dilanjutkan dengan sarapan bersama, dan setelah
sarapan selesai kami semua bersama-sama membersihkan mushola dan
barang-barang yang digunakan untuk wadah makan (piring, gelas, nampan,
teko). Saya merasa sangat beruntung dan bersyukur bisa hidup di
lingkungan yang sangat hangat dan dengan ikatan persaudaraan yang cukup
kuat. Saya juga merasa beruntung bisa terlahir sebagai orang yang memiliki
agama Islam di lingkungan tempat tinggal saya, karena hubungan antar umat
Islam di lingkungan tempat tinggal saya terjalin dengan sangat baik dan saya
merasa sangat nyaman tinggal di lingkungan tempat tinggal saya sekarang.
Saya memiliki beberapa pengalaman keberagamaan yang cukup
menyenangkan selama hidup saya. Ketika masih SD biasanya saya dan
teman-teman selalu pergi ke Masjid ketika sore hari untuk belajar mengaji
bersama. Waktu kecil saya sangat menyukai hal itu karena selain saya bisa

25
belajar membaca iqra saya juga mendapatkan kisah-kisah tentang para nabi.
Kemudian, Ketika saya berumur 12 tahun (kelas 6 SD) saya baru mulai di
sunat, sunatan saya tidak dilakukan secara besar-besaran yang
mengundang banyak orang tetapi hanya melakukan syukuran kecil-kecilan
saja. Hal yang saya sukai dan senangi ketika sunat selain mendapat uang
adalah walaupun tidak mengadakan acara besar-besaran tetapi tetap banyak
warga sekitar rumah saya yang datang memberikan selamat. Mereka yang
datang tidak hanya warga yang beragama Islam, tetapi warga yang
beragama non-muslim pun ikut datang kerumah dan memberikan selamat.
Kemudian, pengalaman keberagamaan lainnya adalah setiap ada warga
yang meninggal dilingkungan tempat tinggal saya (baik Muslim maupun Non-
Muslim) maka semua warga pasti akan mengunjungi rumahnya untuk
nyelawat dan mempersiapkan rumah duka, dan mereka pun tidak
memandang latar belakang agama maupun suku.
Dari beberapa pengalaman keberagamaan yang menyenangkan
diatas membuat saya semakin meyakini bahwa agama yang saya anut
adalah agama yang sangat menanamkan nilai-nilai kebaikan, menjunjung
tinggi nilai toleransi antar umat beragama, dan menjunjung nilai
kebersamaan. Saya menjadi yakin bahwa sebagai orang yang beragama
dan meyakini adanya tuhan, saya harus mengikuti segala perintah dan
aturan yang dibuat oleh Tuhan dan menjauhi segala larangannya. Selain itu,
saya juga menjadi yakin bahwa untuk bisa hidup selaras dan harmonis
dalam masyarakat majemuk, maka saya harus menghargai perbedaan yang
ada dan menerima keberadaanya walupun mereka kaum minoritas. Selain
itu, saya juga sadar bahwa saya harus saling membantu satu sama lain
dengan orang yang memiliki latar belakang agama maupun suku yang
berbeda dengan saya.
Kemudian, selain memiliki pengalaman yang menyenangkan dalam
hal keberagamaan, saya juga memiliki pengalaman yang kurang
menyenangkan dalam hal tersebut. Pada saat SMP ketika saya sedang
sholat dzuhur ada beberapa teman-teman saya yang bercanda dan meledek
saya agar sholat saya batal. Hal tersebut membuat saya kesal dan akhiranya

26
saya membatalkan sholat saya dan memarahi teman saya tersebut,
kemudian setelah itu saya melaksanakan sholat kembali. Dari pengalaman
saya tersebut membuat saya yakin bahwa tidak semua umat Islam memiliki
akhlak yang baik dan juga tidak semua umat Islam bisa menghargai orang
lain bahkan orang yang satu agama dengannya, contohnya seperti teman
saya yang menganggu saya melaksanakan perintah Allah SWT.
Dalam kehidupan keberagamaan, saya tidak pernah mengalami
pergulatan yang hebat sampai terjadi konflik, tetapi saya pernah mengalami
permusuhan singkat dengan saudara saya yang memiliki agama Katolik.
Permusuhan tersebut terjadi ketika kami sedang berkumul dirumah saudara
kami yang lain dalam rangka liburan sekolah. Pada saat malam hari
kebetulan sedang ada pertandingan sepakbola antara Indonesia melawan
Malaysia lalu kami menonton bersama pertandingan tersebut di televisi.
Kemudian sedang asik menonton salah satu pemain andalan indonesia yaitu
Ferdinand Sinaga berhasil menjebol gawang Timnas Malaysia dan seketika
Ferdinand pun melakukan selebrasi gol nya dengan membuat tanda salib
menggunakan tangannya. Lalu dengan refleks saya memberikan respon
ekspresi yang menggambarkan seolah saya tidak suka dengan selebrasi
yang dilakukan Ferdinand dan saya berkata “yaelah gaya apasih itu”, dan
tanpa disadari ternyata saudara saya yang Katolik melihat respon saya
tersebut. Kemudian, mulai dari situlah saya sempat bermusuhan dengan
saudara saya. Lalu setelah hal itu terjadi saya langsung meminta maaf
kepada saudara saya atas perlakuan saya yang mungkin cenderung tidak
menghargai dan menghormati agamanya.
Dari pengalaman tersebut membuat saya menjadi sadar bahwa saya
harus menghormati dan menghargai perbdaan yang ada agar saya bisa
hidup berdampingan dan selaras serta menjaga sikap saya ketika
berinterkasi dengan orang lain yang memiliki agama yang berbeda dengan
saya sekalipun saya haru menjaga sikap dan perkataan. Kemudian, dari
pengalaman itu juga membuat saya menjadi lebih menghargai perbedaan
seperti menjalin hubungan yang baik dengan teman yang berlatar belakang
agama yang berbeda, dan sebisa mungkin ketika berinteraksi saya tidak

27
menyinggung agamanya. Terlihat saat ini saya memiliki beberapa teman
yang berlatar belakang agama berbeda dengan saya namun hubungan kami
dapat berjalan dengan baik, bahkan kami saling membantu satu sama lain
ketika sedang mengalami kesusahan baik dalam perkuliahan maupun dalam
aspek kehidupan yang lainnya.
Kemudian, dalam beberapa pengalaman kehidupan, pengalaman
keagamaan saya terkadang membantu saya menghadapi permasalahan-
permasalahan atau cobaan yang saya dapatkan. Seperti ketika saya lulus
Ujian Nasioanl SMA, saya tidak berhasil mendapatkan perguruan tinggi yang
saya inginkan. Padahal saya sudah mencoba mengikuti beberapa tes seleksi
masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tetapi tidak satupun yang lolos.
Sampai akhinya karena saya ingin sekali bisa masuk PTN maka saya
membuat pilihan untuk menunda kuliah setahun agar bisa mempersiapkan
diri untuk bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri di tahun selanjutnya. Selama
masa persiapan saya mengikuti program bimbingan belajar untuk
mempersiapkan diri mengikuti tes masuk PTN. Saya belajar dengan sangat
giat waktu itu karena saya bertekad bahwa tahun depan saya harus bisa
masuk PTN agar bisa membanggakan kedua orangtua saya. Selain belajar
tentunya usaha saya yang lain adalah meningkatkan intensitas beribadah
dan berdoa saya kepada Allah SWT, sesuai dengan konsep ajaran agama
Islam yang mewajibkan umatnya untuk selalu beribadah dan berdoa kepada
Allah SWT. Waktu itu memang saya tiba-tiba mendadak menjadi lebih rajin
beribdah dan berdoa dibanding hari-hari sebelumnya, saya menjadi rajin
solat 5 waktu, solat dhuha, dan solat tahajud. Hal tersebut saya lakukan
dengan harapan agar Allah mendengar permintaan saya dan
mengabulkannya.
Kemudian, saya terus meningkatkan intensitas beribadah dan berdoa
saya sampai hari pelaksanaan tes ujian masuk PTN, pada saat hari H saya
berdoa agar dimudahkan dalam mengerjakan soal. Setelah ujian selesai
saya mengucap syukur kepada Allah karena sudah mampu mengerjakan tes
nya walaupun saya sedikit ragu dengan hasil pekerjaan saya. Kemudian,
pada saat pengumuman saya sedikit takut untuk melihatnya, lalu sayapun

28
akhirnya memberanikan diri untuk melihat hasil tes saya dan alhamdulillah
hasilnya baik dan saya diterima di UNJ dengan jurusan BK. Bagi saya
pengalaman ini sangatlah berharga, karena saya menjadi sadar bahwa
dalam hal pendidikan untuk mencapai kesuksesan tidak hanya cukup
dengan usaha belajar yang giat, tetapi juga dibarengi dengan usaha
beribadah dan berdoa yang tulus. Dari pengalaman saya diatas membuat
saya yakin bahwa istilah “usaha tidak akan mengkhianati hasil” benar
adanya, dan saya yakin bahwa Allah SWT akan membantu saya dalam
mencapai cita-cita saya dan melewati masa-masa sulit saya ketika saya
melakukannya dengan tulus dan bersungguh-sungguh.
Agama yang saya anut (agama Islam) merupakan agama mayoritas,
karena memang di Indonesia sendiri mayoritas masyarakatnya beragama
Islam. Selain itu, di lingkungan (tempat tinggal, tempat bermain, sekolah)
tempat saya berinteraksi sejauh ini juga penduduknya mayoritas menganut
agama Islam. Keistimewaan-keistimewaan yang terdapat dalam agama
Islam menurut saya adalah dimana kami sesama umat muslim saling
menghargai dan menghormati satu sama lain, menjunjung tinggi nilai
persaudaraan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan tentunya. Seperti
ketika momen lebaran maka kami akan melakukan tradisi mengunjungi
rumah tetangga dan saudara untuk bersilaturahmi. Selain itu, di lingkunagn
tempat tinggal saya ketika ada umat Islam maupun umat agama lain yang
sedang memerlukan bantuan kami saling membantu satu sama lain. Lalu,
keistimewaan lainnya adalah saling berbagi ketika mendapatkan rezeki dari
Allah SWT. Kemudian, selain keistimewaan terdapat juga prasangka-
prasangka/ diskriminasi terhadap agama Islam. Prasangka/diskriminasi itu
adalah adanya anggapan bahwa orang Islam mudah tersinggung dan
gampang emosi., anggapan bahwa orang Islam anarkis dan radikal, dan
anggapan bahwa orang Islam arogan. Selanjutnya, dari pengalaman-
pengalaman saya diatas tentunya akan mempengaruhi saya dalam
memberikan layanan konseling. Dimana dalam memeberikan layanan
konseling tentunya saya akan berperilaku menghormati dan menghargai
konseli saya yang berlatar belakang agama, suku, ras, budaya, ataupun

29
etnis yang berbeda dengan saya. Tentunya saya akan memandang sama
setiap konseli saya bahwa kita sama-sama orang Indonesia (jika konseli
orang Indonesia) dan mereka sama-sama memerlukan bantuan. Kemudian
dalam penyelenggaraan layanan konseling maka saya juga akan melihat
masalah konseli berdasarkan pengalaman-pengalaman agama, ras, suku,
dan budayanya.
Selanjutnya, terdapat kekuaan-kekuatan dalam agama yang saya
anut (agama Islam) dan pengalaman keberagamaan yang bisa saya
gunakan dalam konseling. Kekuatan agama saya (Islam) dalam praktik
konseling adalah soal aqidah akhlak. Terkadang ada beberapa orang yang
terlibat dalam suatu masalah yang cukup berat, namun permasalahannya
tersebut hanya bisa diselesaikan dengan melakukan konseling yang dapat
menyentuh hatinya bukan hanya pikirannya. Seperti contoh misal ada siswa
SMP yang kebetulan memiliki karakter sangat keras kepala, ketika terlibat
dalam masalah tawuran atau merokok, mungkin saja ketika dilakukan
konseling dengan berbagai pendekatan siswa tersebut tidak akan berubah,
namun mungkin saja jika dilakukan konseling yang menyentuh hati nya maka
siswa tersebut bisa berubah. Hal tersebut mungkin saja bisa terjadi karena
bagi sebagian orang yang bermasalah, menyentuh hati dan rohaninya
mungkin menjadi cara yang paling ampuh untuk membantunya keluar dari
masalahnya. Selain itu, saya juga meyakini bahwa Allah SWT akan
membantu hambanya yang sedang memiliki masalah untuk keluar dari
masalahnya tersebut asalkan hambanya mau bersungguh-sungguh. Hal
tersebut akan membantu saya memberikan kekuatan kepada konseli bahwa
ia bisa keluar dari masalahnya apabila ia mau berusaha keluar dan
mendekatkan diri kepada tuhannya. Kemudian, pengalaman keberagamaan
saya juga membuat saya lebih memahami perbedaan, dan ketika
menghadapi konseli yang berbeda latar belakang dengan saya maka say
bisa memahami karakter atau kepribadian dari konseli saya tersebut.
Ada beberapa bias yang mungkin saya miliki berkaitan dengan nilai-
nilai keagamaan yang saya anut, seperti misal di dalam Islam sangat
dilarang adanya perilaku menikah dengan sesama jenis, namun di beberapa

30
negara yang mungkin mayoritas warganya bukan Islam justru melegalkan hal
tersebut (nikah sesama jenis). Kemudian, selain itu di Islam juga sangat
dilarang adanya perkawinan berbeda agama (Islam dengan agama lain),
namun bagi agama lain mungkin hal tersebut tidak jadi masalah. Selain itu,
saya juga memiliki sedikit bias dalam cara pandang saya terhadap agama
tertentu, dimana saya merasa bahwa agama saya (Islam) adalah agama
yang paling benar, dan terkadang saya menganggap bahwa agama lain tidak
mengajarkan kebaikan yang cukup baik menurut saya. Dari hal tersebut akan
mempengaruhi saya dalam memberikan layanan konseling, dimana mungkin
saya akan memiliki pandangan-pandangan atau prasangka buruk terhadap
konseli yang berlatar belakang agama yang berbeda dengan saya, namun
saya akan berusaha untuk memahami perbedaan antara agama saya
dengan agama konseli saya.
Menurut saya pemahaman mengenai agama sangat penting bagi
tugas seorang konselor. Menurut saya, sebagai seorang konselor kita harus
paham betul menegenai agama yang kita anut, mulai dari konsep ajarannya,
apa perintahnya, apa larangannya, dan bagaimana aturan-aturan yang harus
ditaati dalam menjalankan ajaran agamanya. Hal tersebut penting untuk
dipahami karena jika seorang konselor paham akan ajaran agamanya maka
seorang konselor akan dengan mudah menjalankan tugasnya-tugasnya
sebagai seorang konselor. Selain itu, pemahaman agama juga penting bagi
tugas saya sebagai seorang konselor karena dengan memahami pentingnya
menhargai dan menghormati perbedaan maka konselor juga akan mudah
memahami karakter dan kepribadian kosneli yang berbeda latar belakang
dengan saya sebagai seorang konselor. Kemudian, pemahaman agama juga
akan membantu saya sebagai konselor untuk meyakini bahwa setiap
masalah pasti akan ada jalan keluarnya dan saya percaya bahwa Allah pasti
akan membantu saya dan konseli saya untuk bersama-sama menyelesaikan
masalah konseli saya.
Selanjutnya, saya memiliki sebuah buku yang menurut saya berkaitan
dengan pengalaman-pengamalan kebergamaan saya. Buku yang saya baca
berisi tentang sebab-sebab ataupun upaya seseorang agar dapat hidup

31
bahagia di dunia maupun di akhirat. Pada dasarnya kelapangan dan
kebahagiaan hati serta sirnanya kesedihan dan kegundahannya merupakan
tujuan semua orang. Dengan itu kehidupan yang baik bisa diraih dan
kegembiraan serta keceriaan menjadi sempurna. Maka dari itu, secara garis
besar tujuan dari buku ini adalah memberitahukan beberapa sebab atau
upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut, yang tentunya menjadi keinginan
semua orang. Sebab-sebab atau upaya agar dapat hidup bahagia dalam
buku ini dijelaskan dengan membagi kedalam beberapa pasal. Dalam setiap
bab dibuku ini menjelaskan sikap-sikap yang semestinya dimiliki oleh setiap
orang agar dapat hidup tentram dan bahagia, seperti beriman dan beramal
shalih, berbuat baik kepada semua makhluk dengan perkataan, perbuatan,
dan bermacam hal yang ma’ruf, menyibukkan diri dengan ilmu dan amal
yang bermanfaat, memusatkan seluruh pikiran untuk memperhatikan
perbuatan yang sekarang sedang dikerjakan, tidak menghiraukan apa yang
terjadi di masa mendatang, dan memutus kesedihan atas sesuatu yang telah
berlalu, dan yang terakhir adalah memperbanyak dzikir kepada Allah ta’ala.
Dari pembahasan dalam buku tersebut berkaitan dengan pengalaman saya,
dimana kita sebagai manusia harus berbuat baik kepada setiap orang, dan
hal tersebut memiliki keterkaitan dalam pengalaman saya, dalam hidup
bermasyarakat saya harus menghargai dan menghormati orang yang
memiliki latar belakang agama maupun suku yang berbeda dengan saya
agar saya dan orang tersebut bisa hidup selaras dan bahagia. Kemudian,
berdasarkan peengalaman saya yang lain bahwa saya tidak memandang
latar belakang jika membantu orang lain. Di lingkungan tempat tinggal saya
suka membantu tetangga yang memerlukan bantuan baik yang beragama
Islam maupun non-Islam. Selain itu, hal lain yang berkaitan adalah bahwa
jika seseorang ingin bahagia dalam hidupnya maka harus rajin bersedekah
dan beramal. Hal tersebut juga berkaitan dengan pengalaman saya, dimana
saya termasuk orang yang memiliki rasa sosial yang tinggi, saya suka
membantu teman yang sedang membutuhkan uang dengan harapan saya
bisa meringankan bebannya. (As-Sa'di, 2009)

32
Daftar Pustaka

As-Sa'di, A. b. (2009). JANGAN BERSEDIH: kiat meraih hidup bahagia. Solo: PUSTAKA AL-
MINHAJ.

33
TUGAS SYARAT MASUK: AGAMA, SPIRITUAL, DAN KONSELING

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling
Multikultural yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Si., Kons.

Disusun Oleh:

Fiinaa Farras Shiddiq


1715163345

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

34
Timeline Pengalaman Keberagamaan

Ketika baru Kelas 1 SMA Selama di SMA Saat kelas 2 SMA


pindah rumah mengikuti eskul memiliki dua kehilangan motor,
memiliki tetangga Rohis, mendalami teman dekat yang memahami
yang sangat ilmu agama berbeda agama makna kata sabar
dekat meskipun sekaligus dan mereka yang diajarkan
berbeda agama berorganisasi sangat senang dalam agama
berbagi

Saat SMA
sempat berpikir
untuk melepas
jilbab

1
Saya lahir sebagai orang yang beragama Islam. Kedua orang tua saya pun
dibesarkan dalam keluarga yang dapat dikatakan cukup taat dalam menjalankan
ajaran agama hingga hal tersebut diturunkan kepada anak-anaknya. Sedikit banyak
perilaku yang ada pada saya hingga saat ini tentu dipengaruhi oleh mereka. Meski
saya dibesarkan oleh orang tua yang taat dalam menjalankan perintah agama,
pernah terbersit satu hal yang sangat menyedihkan dalam hidup ketika saya
melakukan refleksi terhadap keberagamaan saya. Berikut ini saya akan
menjelaskan bagaimana pengalaman keberagamaan saya berpengaruh pada cara
saya menjalani hidup, pergulatan yang pernah saya alami, dan peran saya sebagai
konselor kelak ketika melakukan konseling melalui pemahaman agama tertentu.
Pengalaman keberagamaan yang penting dalam keluarga saya adalah
sesibuk apapun kami sekeluarga, dalam seminggu pasti setidaknya sekali atau dua
kali menyempatkan waktu untuk sholat berjamaah dan dilanjutkan dengan berdzikir.
Meski terlihat sederhana, namun bagi saya itu berharga karena kami memiliki waktu
untuk tetap dekat secara personal, juga dekat kepada Sang Pencipta. Kemudian
setiap bulan ramadhan, sudah sejak 5 tahun yang lalu saya sekeluarga tidak
menyalakan televisi sebulan penuh. Hal tersebut dilakukan supaya kami sekeluarga
dapat berfokus untuk meningkatkan ibadah dan tidak banyak menghabiskan waktu
menunggu saat berpuasa hanya dengan menonton televisi. Dimana acara di televisi
sekalipun di bulan ramadhan tetap membuat hati menjadi kotor dan timbul berbagai
prasangka, sehingga membuat ibadah puasa menjadi kurang bermakna.
Secara umum pengalaman keberagamaan saya berkaitan dengan etnis
saya. Ayah saya beretnis Betawi, ibu saya beretnis Sunda, dan kedua etnis tersebut
dikenal cukup religius. Hal itu pun saya rasakan dari keluarga besar kedua orang
tua saya, yaitu melalui sholat berjamaah. Kapan pun dan dimana pun jika waktu
sholat tiba maka harus melaksanakan dengan segera, mendoakan sanak saudara
yang sudah meninggal, dan sebagainya. Dari berbagai pengalaman keberagamaan
tersebut mempengaruhi kehidupan saya secara umum. Dimana saya selalu
melaksanakan sholat sesegera mungkin dimana pun dan kapan pun. Ketika saya
dapat sholat tepat waktu, aktivitas saya selanjutnya akan lebih terstruktur karena
saya sudah memulai dengan sesuatu yang baik, yaitu terlebih dahulu berhubungan
dengan Sang Pencipta, berdoa untuk dimudahkan dalam menjalankan setiap
kegiatan yang ada.
Ketika SMA kelas 1 saya sempat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohani
Islam (Rohis) di sekolah. Pengalaman yang saya dapat adalah saya tidak hanya

2
sekedar mengetahui hari-hari penting dalam Islam, kemudian merasa senang
karena akan libur. Tetapi saya dapat terlibat langsung untuk memperingati hari
tersebut dan mengetahui maknanya lebih jauh. Contohnya dengan mengadakan
suatu kegiatan yang bertepatan dengan hari Isra Mi’raj, lalu mengundang seorang
ustadz dan membahas makna di balik peristiwa yang diperingati dalam hari
tersebut.
Kemudian saya juga terlibat menjadi panitia saat mengadakan perlombaan
yang berkaitan dengan Islam seperti da’i, marawis, MHQ, MTQ, dan sebagainya.
Melalui perlombaan tersebut saya semakin paham bahwa agama saya juga
berperan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki seseorang dan tidaklah
kaku seperti yang sempat saya pikirkan sebelumnya, seperti tidak boleh bernyanyi
karena akan menimbulkan sesuatu yang tidak baik. Ternyata hal itu boleh dilakukan
namun selama tidak berlebihan dan tetap dalam koridornya, seperti menyanyikan
hal yang berhubungan dengan perintah dalam Islam.
Dari berbagai pengalaman keberagamaan tersebut, hanya pengalaman
menyenangkan yang saya rasakan. Pengalaman keberagamaan yang
menyenangkan tersebut adalah saat kecil saya memiliki tetangga yang berbeda
agama dengan saya, ia pun seumuran dengan saya, dan kami sangat dekat saat itu
juga dengan tetangga lain. Ketika baru pertama kali pindah ke rumah yang sudah
saya tempati selama 16 tahun ini, saya senang saat mengetahui mempunyai
tetangga yang seumuran dan tidak jauh berbeda umurnya dengan saya. Saya
sangat menikmati masa-masa bermain dengan mereka terutama dengan tetangga
saya yang berbeda agama tersebut. Awalnya saya sempat takut tidak cocok
bermain dengannya karena merasa ada perbedaan tersebut. Namun ketika saya
mulai bermain, saya menemukan kecocokan dengannya dan banyak hal kami
lakukan bersama.
Saya bermain ke rumahnya, ia juga bermain ke rumah saya. Semua
permainan kami mainkan, dan ketika ada yang kalah, tidak sedikit pun ada rasa
kesal diantara kami, justru hal itulah yang membuat kami semakin dekat.
Sayangnya ketika kami semua beranjak remaja, waktu bermain kami pun semakin
berkurang, bahkan saat ini untuk menyapa pun canggung. Namun melalui mereka
saya sangat bersyukur karena saya memiliki masa kecil yang indah. Bahkan
semakin bertambah umur, saya merasa rindu untuk dapat memainkan berbagai hal
seperti petak umpet, petak jongkok, karet, bekel, dan masih banyak yang lainnya.
Berbeda dengan anak kecil sekarang yang saya lihat sudah sibuk dengan

3
gadgetnya masing-masing. Tidak bisa merasakan betapa serunya bermain
langsung dengan tetangga di sekitarnya.
Kemudian pada masa remaja, semasa SMA saya memiliki dua teman dekat
yang berbeda agama, saya. Awalnya saya juga sempat ragu apakah saya dapat
memiliki kecocokan dengan mereka dalam pertemanan, dan ternyata iya, bahkan
sangat cocok. Mereka juga orang yang sangat senang berbagi dan ketika saya
bermain ke rumah salah satunya, keluarga mereka sangat ‘welcome’ dengan saya
dan teman-teman yang lain. Tidak jarang mereka juga mengingatkan kami untuk
segera sholat ketika waktunya telah tiba, menghargai saat kami berpuasa. Hal itu
membuat saya menyadari bahwa apa yang diajarkan dalam agama saya mengenai
cara berhubungan baik dengan mereka yang berbeda agama dengan kita dapat
terwujud.
Selama kita saling menghargai, tentu berteman dengan orang yang berbeda
agama bukanlah hal yang harus dirisaukan. Dari mereka pun terkadang saya
belajar hal-hal yang sebelumnya sudah ada dalam agama saya namun seringkali
saya lupakan. Contohnya ketika akan makan, saya seringkali memperhatikan
mereka berdoa dengan serius sambil memejamkan mata dan menggenggam kedua
tangannya. Saya pun langsung melihat kembali ke dalam diri saya. Dimana agama
saya memiliki doa dalam setiap kegiatannya sekecil apapun itu, namun seringkali
saya langsung melakukannya tanpa berdoa terlebih dahulu. Seharusnya saya dan
orang lain yang beragama Islam, dapat mengaplikasikan hal tersebut jauh lebih baik
dalam setiap aktivitasnya, namun seringkali kita melupakan hal tersebut karena
merasa dominan, sudah berada di ‘rumah’ sendiri, sehingga seringkali mengabaikan
hal-hal yang sebenarnya sudah diajarkan dalam agama kita.
Sejauh saya berteman dekat dengan mereka yang memiliki perbedaan
agama dengan saya, saya tidak merasa memiliki pengalaman yang kurang
menyenangkan. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, justru merekalah
yang sangat menghargai saya dan teman-teman yang lain. Diantaranya
mengingatkan kami untuk segera sholat, ketika sedang berpuasa pun mereka juga
menghargai dengan tidak makan atau minum langsung di depan kami. Walaupun
ketika mereka akan makan atau minum di depan saya, saya juga tidak akan
mempermasalahkannya. Tetapi mereka tetap berusaha menghargai ketika saya
melakukan ibadah meskipun hal yang mereka lakukan terlihat sederhana di mata
orang lain.

4
Saya tidak merasa saya mengalami suatu pergulatan yang begitu hebat
dalam kehidupan keberagamaan saya. Melalui apa yang saya amati, biasanya
seorang perempuan islam mengalami pergulatan ketika ia belum menggunakan
jilbab dan akhirnya memutuskan untuk menggunakan jilbab. Tetapi berbeda halnya
dengan saya, sejak TK saya disekolahkan di SIT (Sekolah Islam Terpadu) yang
mana sejak TK pula saya sudah terbiasa menggunakan jilbab hingga sekarang.
Meskipun saya hanya bersekolah di IT hingga SMP, namun saya tidak pernah
sekalipun keluar rumah tidak menggunakan jilbab sekalipun hanya membuang
sampah. Meski begitu, saya mengamati lingkungan di sekitar saya apa yang
menyebabkan teman-teman saya dengan mudahnya melakukan lepas-pasang pada
jilbabnya.
Hal yang membuat saya sedih jika mengingatnya adalah, saya sempat ingin
melepas jilbab pula karena merasa rambut saya dalam kondisi yang bagus, dan
saya juga dapat mengenakan pakaian yang tidak begitu tertutup, tidak harus seperti
orang yang menggunakan jilbab. Namun beruntungnya saya tidak sampai
melakukan itu, karena saya cukup sering mengikuti mentoring, kajian, mendengar
berbagai ceramah dari latar belakang ustadz/ah yang berbeda. Hingga akhirnya
memantapkan keyakinan saya bahwa perempuan dalam islam sangatlah dihormati
dan terjaga. Salah satu cara kita menghormati dan menjaga diri kita adalah dengan
menggunakan jilbab. Melalui pemikiran saya yang langsung menyadari bahwa
melepas jilbab bukanlah hal yang tepat, saya semakin mensyukuri bahwa orang tua
saya sudah sangat memfasilitasi saya dalam beragama, dan sudah semestinya
saya mempertahankan dan meningkatkan apa yang telah diajarkan dalam agama
melalui perilaku saya sehari-hari.
Keagamaan saya sangat mempengaruhi saya dalam menghadapi masalah-
masalah sulit. Ketika SMA kelas 2 saya pernah kehilangan motor, mungkin terlihat
sebagai peristiwa biasa yang juga pernah terjadi pada beberapa orang lain, namun
melalui kehilangan tersebut saya mempelajari arti kata ikhlas dan sabar yang
sebenarnya. Disaat banyak orang menyemangati dan terus berusaha mengatakan
“Sabar yaa..”, disitu saya paham bahwa apa yang diucapkan tidak semudah ketika
melakukannya. Ketika itu saya merasa semua orang begitu mudahnya berkata
“Sabar, ikhlas, insyaAllah akan diganti yang lebih baik.”, tetapi mereka tidak tahu
seperti apa rasanya ada di posisi saya saat itu.
Melalui kejadian tersebut saya pun semakin mendekatkan diri pada Allah
seperti terus melakukan Sholat Tahajud, yang biasanya tidak Sholat Dhuha menjadi

5
rutin, menyisihkan sebagian uang saku untuk disedekahkan, dan sebagainya. Saya
pun semakin paham bahwa tidak ada satu hal pun selama di dunia yang benar-
benar menjadi milik kita. Semua hanyalah titipan, kapan pun dan dimana pun Sang
Pemilik akan mengambilnya, maka kita tidak bisa berbuat apa-apa. Memang waktu
kita terhadap hal atau barang tersebut sudah dianggap cukup. Saya juga merasa
mungkin Allah ingin membersihkan keluarga saya dari harta yang dianggap kurang
bersih, sehingga Allah mengambil dengan cara yang awalnya tidak mengenakkan
bagi kita selaku hambaNya, namun tanpa disadari mungkin hal itulah yang
menyelematkan saya dan keluarga saya dari hal lain yang lebih membahayakan.
Agama saya merupakan agama mayoritas, keistimewaan yang saya rasa
sebagai bagian dari agama mayoritas adalah kemudahan akses untuk dapat
beribadah dimana pun, seperti di pusat perbelanjaan, tempat wisata, transportasi
umum, dan sebagainya. Ketika bepergian pun tidak perlu khawatir, tersedia masjid
atau musholla yang banyak tersebar di pinggir jalan yang dapat disinggahi oleh
mereka yang bepergian untuk sholat. Prasangka yang sering saya dapat sebagai
orang yang beragama Islam dan berjilbab syar’i adalah saya dianggap sebagai
muslim yang taat dan mengetahui setiap ajaran Islam. Padahal saya juga sama
seperti muslim lainnya, pakaian yang saya kenakan adalah sebagai bentuk upaya
saya menuju ketaatan, bukan berarti saya dianggap tidak pernah melakukan
kesalahan. Seperti yang cukup banyak dikatakan orang, jika saya salah maka
salahkan diri saya, bukan jilbab atau agama saya. Sebab agama saya sudah
mengatur setiap aspeknya dengan baik, hanya terkadang saya selaku manusia
tidak luput dari setiap kesalahan, melalui ajaran agama itulah saya berusaha untuk
terus memperbaiki kualitas diri.
Pengalaman keberagamaan yang bisa saya gunakan dalam konseling
sekaligus menjadi kekuatan dalam agama saya adalah penggunaan kata sabar,
ikhlas, tabah. Dimana kelihatannya kata-kata tersebut sering dikatakan namun
sebenarnya sulit untuk dilakukan. Oleh karena itulah saya akan berusaha untuk
tidak hanya memberikan bantuan dengan kata “Sabar, semua ini adalah ujian..”,
tapi saya akan berusaha memahami konseli dengan memahami cerita yang
disampaikannya, dan akan menanyakan kembali hal apa yang akan ia lakukan
setelah ia mendapati peristiwa ini. Sebab bagaimana pun sebagai konselor saya
tidak bisa memutuskan konseli harus melakukan ini dan itu. Konselilah yang
memiliki wewenang atas keputusan yang akan diambil dalam kehidupannya agar ia

6
terlatih mandiri, sehingga kemudian ia dapat mempertanggung jawabkan setiap
keputusannya tersebut.
Awalnya saya tidak memiliki bias dalam cara pandang terhadap agama
tertentu, namun melalui keluarga dan teman seringkali cara pandang mereka pun
mempengaruhi saya. Tetapi ketika mereka memiliki cara pandang A, saya akan
melihat kembali apakah orang-orang yang saya kenal dari agama tersebut memang
demikian. Jika memang iya, jangan sampai kekurangan pada satu orang tersebut
membuat saya menyamaratakan orang lain, padahal tidak semuanya seperti itu.
Jika tidak, mungkin itu hanya beberapa orang saja yang memang melakukan hal
tersebut, sisanya kembali pada bagaimana individu tersebut menunjukkan lewat
perilakunya sehari-hari.
Pemahaman mengenai agama penting dalam tugas sebagai konselor
karena pribadi seseorang terbangun tidak hanya berasal dari latar belakang budaya
saja, tetapi agama juga memiliki pengaruh besar dalam dirinya. Jika dikaitkan
dengan budaya, agama pun memiliki sisi historis, sosiologis, dan diskursif.
Banyaknya cara pandang terhadap agama tertentu membuat seorang konselor
harus lebih berhati-hati dan meng-crosscheck kembali hal tersebut. Jangan sampai
ikut terbawa suasana yang ada, padahal kenyataannya tidak demikian. Jika
konselor memiliki pemahaman agama yang baik, dimana ia tidak hanya memahami
agama yang dianutnya tetapi juga memiliki pengetahuan yang mumpuni dari agama
lain, maka hal itu dapat membantu konselor menghadapi konseli yang berbeda
agamanya dengannya. Konselor dapat mencari tahu konsep-konsep dalam agama
lain yang sering digunakan untuk dapat mempermudah konseli memahami
maksudnya. Tidak harus berpindah ke agama tertentu untuk mengetahuinya, cukup
dengan banyak membaca sumber-sumber yang memang terpercaya, bertanya
dengan rekan, maka hal itu dapat membantu konselor saat melakukan konseling.
Saya memilih salah satu buku karangan K.H. Abdullah Gymnastiar yang
berjudul “Indahnya Kesabaran”. Saya memilih buku tersebut karena sesuai dengan
pengalaman saya dimana saya pernah mencoba memahami makna kata sabar
yang sebenarnya disaat suatu kesulitan menghampiri hidup saya. Awalnya saya
sering mengatakan sabar pada banyak orang, namun saya asal mengatakan, belum
mencari tahu makna penting dibalik kata tersebut sampai saya mengalami kejadian
yang kurang mengenakkan yaitu kehilangan motor. Melalui kejadian itulah saya
paham makna kata sabar yang diajarkan dalam Islam. Menjadi seseorang yang
sabar tidaklah mudah, begitu banyak rintangan yang akan dihadapi dalam proses

7
kesabaran itu. Hingga akhirnya melalui buku ini perlahan saya dapat menyimpulkan
bagaimana seseorang bisa dianggap sabar dalam menghadapi sesuatu yang terjadi
di hidupnya.
Dalam buku tersebut dijelaskan untuk bersabar dalam tiga situasi, situasi
yang sangat sesuai dengan apa yang saya alami berada pada situasi ketiga yaitu
sabar ketika menghadapi hasil. Disebutkan bahwa sabar penting juga kita miliki
ketika menghadapi hasil usaha kita. Baik ketika hasil itu sesuai dengan upaya dan
keinginan kita, ataupun sebaliknya (Gymnastiar, 2012). Hal ini sesuai dengan apa
yang saya alami dimana saya sudah berupaya untuk menjaga motor saya dengan
mengunci pagar, hingga merantai ban motor saya agar tidak kemalingan. Namun
jika memang Allah sudah menentukan bahwa motor saya yang akan diambil, maka
seusaha apapun saya menjaganya, motor itu akan tetap hilang. Dari peristiwa ini
pula saya paham bahwa tidak ada satu hal pun di dunia yang benar-benar menjadi
milik kita. Kapan pun dan dimana pun Sang Pemilik ingin mengambil, serta dengan
cara apa pun maka itu memang sudah menjadi ketetapan terbaikNya.
Mungkin juga melalui peristiwa tersebut Allah ingin menyelematkan saya dan
anggota keluarga lain dari hal yang jauh lebih membahayakan. Saya yakin
segalanya sudah diperhitungkan dengan baik oleh Allah. Apa yang baik menurut
saya belum tentu baik menurut Allah, dan sebaliknya. Apa yang buruk menurut saya
belum tentu buruk di mata Allah. Layaknya sebuah cerita, semua memiliki
episodenya masing-masing. Tinggal bagaimana saya selaku pemeran dalam cerita
ini dapat melihat sisi baik dari setiap episode yang ada dalam kehidupan ini atau
tidak.

8
DAFTAR PUSTAKA

Gymnastiar, A. (2012). Indahnya Kesabaran. Bandung: SMS Tauhiid.

9
AGAMA. SPIRITUALITAS, DAN KONSELING

Disusun Oleh:
NURALIFYA 1716154527

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018

10
Ikut
lomb
a
Ikut
nyan Lomba Ikut
Masu lomb
yi hafala pesantre
k TPA a Ikut
lagu n juz n kilat
kalig liqo
islam 30
rafi

Suka dipandang Kalau Pernah Ketika solat


buruk karena berpakaian bertengkar dibulan puasa
tidak seperti salah dengan teman sering dihasut
orang arab pada
langsung di karena berbeda untuk main saja
umumnya yang komen yang pandangan dan jajan
alim negatif agama

Pengalaman beragama yang penting dalam keluarga saya adalah ketika


kecil saya dipaksa untuk mengikuti TPA. Yang kita tau tpa itu sendiri tempat
mengaji anak-anak yang diselengkarakan oleh lembaga muhammadyah. Jadi
dirumah saya ada sekolah SD yang namanya sekolah muhammadyah,untuk
sekolah itu pagi hari sampai siang,kalau sorenya digunakan untuk TPA. Disana
yang diajarkan membaca qur’an yang masih sangat dasar namanya iqro.
Disana kita mengenal al-quran dan nama-nama nabi. Di TPA juga ada
tingkatannnya,semakin tinggi tingkatan kita semakin banyak ilmu agama yang
kita peroleh disana.
Awalnya ketika dipaksa masuk tpa,saya berpikir tidak akan seru apalagi
saya sudah bersekolah di sekolah islam jadi buat apalagi saya harus mengikuti
tpa dan memperdalam ilmu agama karena ketika saat itu yang dipelajari hanya
itu itu saja tidak ada yang lain. tetapi berjalannya waktu saya mengerti dan
paham bahwa sebenarnya masuk tpa itu penting dan memang dibutuhkan
untuk bekal saya. Saya memang sekolah islam tapi mungkin ketika saya masuk
tpa ada ilmu-ilmu yang tidak saya dapatkan disekolah. Pengalaman ini sangat
berkesan untuk saya dan sangat berguna, saya menjadi banyak pengetahuan
tentang ilmu apa seiring berjalannya waktu dan berguna ketika saya sudah
besar seperti sekarang ini.ilmu-ilmu agama yang saya miliki bisa membantu
saya ketika teman-teman saya yang kurang paham tentang agama menjadi tau
karena bantuan saya dan informasi yang saya miliki.
Saya ketika saya mengikuti hal tersebut itu menjadi membentuk pribadi
saya sekarang ini,ketika ingin melakukan hal-hal yang kadang dilarang oleh
agama,sebenarnya ada ketakutan tersendiri dalam diri saya apalagi ketika yang
mengenal antara dosa besar dan dosa kecil tetapi kadang saya langgar
walaupun ada ketakutan,namanya manusia kalau menginginakn sesuatu
walaupun dilarang sekalipun akan tetapi dia lakukan walaupun resikonya
mungkin berat.
Kaitan antara pengalaman keberagamaan saya dan etnis saya memang
ada kaitannya. Ketika saya hidup dilingkungan yang paham akan agama dan
mengerti bagaiamana hokum-hukum islam membuat saya harus mengikuti
suka atau tidaknya. Keluarga saya sangat sangat keras kalau sudah berkaitan
dengan agama. Misalnya ketika tidak solat sekali urusannya akan sangat
panjang dan membuat rumit padahal kalau dalam pikiran saya,kalau orang itu
tidak solat itu urusan dia dengan tuhan tetapi kadangan keluarga saya tidak
seperti itu bahkan saya pernah sekali lagi malas solat dan urusannya itu
menjadi panjang. Bahkan tante saya sampai pernah berkata “kalau tidak mau
solat janagn hidup,kalau tidak mau diatur jangan tinggal disini tapi dihutan”.
Padahal hanya masalah sepele tapi membuat semuanya menjadi besar.
Saya pernah mengikuti komunitas keagamaan ketika saya sma tetapi
diluar sekolah saya. Saya ikut liqo dalam suatu komunitas keagamaan tersebut.
tujuan saya Cuma ingin menjaga bacaan quran saya dan menjaga diri saya
ketika saya hidup dilingkungan luar yang sangat berbeda dengan saya.
Dikomunitas itu saya sangat berbeda dengan orang-orang didalamnya. Mereka
menggunakan baju gamis,kerudung panjang,dan menggunakan kaos

12
kaki,sangat berbeda dengan saya yang memakai baju biasa dan rok saja
memakai kerudung yang biasa saja tidak seperti mereka. Saya memakai rok
pun hanya ketika liqo saja tetapi ketika diluar itu saya memakai jeans dan itu
membuat saya mendapatkan komentar-komentar negative di komunitas itu dan
mereka mengeluarkan kata-kata yang menyinggung saya padahal mereka
hanya tau cara pakaian saya tidak dengan hati dan diri saya.
Dengan komentar-komentar yang saya alami itu membuat saya narik diri
dengan lingkungan seperti itu. Yang membuat saya bertanya-tanya
sendiri,apakah salah bahwa orang-orang yang berbeda dari mereka menjaga
diri dan memperdalam agama walaupun mereka berbeda dengan orang
disekitarnya? Tidak semua yang ada disekitar kita harus sama dengan kita itu
yang saya tau tetapi lingkungan itu sangat tidak menerima saya,itu menurut
saya. Dan semenjak itu saya tidak mau lagi untuk ikut dengan hal-hal yang
seperti itu dan menjaga jarak dengan orang-orang yang segolongan seperti itu.
Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan dalam keberagamaan
saya hingga sekarang pasti ada dan pasti ada yang tidak menyenangkan juga.
Pengalaman yang menyenangkan ketika saya kecil ketika bulan
ramadhan,dimana anak-anak kecil seusia saya mengikuti pesantren kilat dan
buka bersama saat itu. Seabis buka bersama, saya solat tarawih bersama
teman-teman saya dan ketika sesi ceramah saya dan teman-teman saya keluar
bermain dan jajan makanan khas yang jaman dulu sekali.
Kalau ketika saya remaja pun pengalaman yang menyenangkan ketika
saya buka puasa untuk pertama kali bersama teman masa sekolah menengah
pertama saya dan itu sangat seru. Ketika sore kita bermain dan tukeran kado
sambil nunggu buka puasa. Dan saat itu semuanya senang bahkan suasana itu
penuh canda dan tawa.itu sangat berkesan untuk saya,mungkin karena
pertama kali saya buka puasa diluar dan bersama teman-teman saya.
Kalau ketika saya dewasa itu untuk pertama kali ketika kuliah saya buka
puasa dengan dosen-dosen saya,senior saya. Dan itu pengalaman yang tak
terlupakan untuk pertama kalinya. Saya merasa bahwa belum tentu dijurusan
lain ada hal seperti ini dan tujuan diadakan buka puasa bersama pun tujuannya
baik.pengalaman itu membentuk keyakinan saya terhadap agama saya adalah

13
bahwa dibulan-bulan tertentu yang memang hari raya agama saya itu
membawa ke hal-hal yang sangat baik dan manfaat baik untuk saya dan orang-
orang disekitar saya.
Pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan untuk saya ketika
SMP adalah ketika solat tarawih pernah bertengkar dengan teman saya ketika
saya dan teman-teman saya sedang berdiskusi tentang pandangan tentang
agama kami dan ada pandangan saya yang teman saya tidak terima dan tidak
suka. Ketika saat itu seharusnya saya mengalah saja agar semuanya selesai
dan mudah tetapi ketika saat itu salah malah tetap bersikeras ingin
mempertahanan pendapat dan pandangan saya akan hal tersebut dan berakhir
dengan bertengkar dan tidak saling menyapa setelah itu.
Dan ada juga kejadian seperti ini terulang ketika saya masih SMA juga
dan itu sama persis dengan kejadian ketika saya SMP dan itu bedanya tidak
ada yang membela saya dan tidak mau berteman dengan saya. Jadi semenjak
itu saya ketika bulan puasa malas-malasan untuk solat tarawih di masjid karena
takut bertemu dengan mereka kembali dan akan diejek.
Karna pengalaman tersebut membentuk saya menjadi pribadi yang takut
mengeluarkan pendapat saya dan akan menjadi boomerang untuk diri saya.
Jadi ketika saya tau kebeneran dan sesuatu hal yang penting,atau mungkin apa
yang saya ketahui itu dibutuhkan oleh orang lain tetapi saya memilih untuk diam
seribu bahasa untuk menghindari konflik apapun yang terjadi dan membuat
saya menjadi tidak memiliki teman dan hal buruk yang lainnya.
Pergulatan yang pernah terjadi dalam hidup saya adalah ketika saya
berbeda pendapat dan membuat saya kehilangan teman-teman saya. Padahal
saya hanya menyampaikan pendapat dan informasi yang saya tau bukannya
menggurui tetapi ketika orang yang saya beritahu malah melakukan
perlawanan yang membuat saya tidak senang dan tidak suka. Akhirnya
berakhir tidak enak dan membuat hal buruk terjadi kepada saya. Dan karena
hal tersebut saya menjadi pribadi yang takut mengeluarkan pendapat saya dan
takut berbicara di depan umum kembali. Saya ketika mengetahui sesuatu
informasi saya hanya menyampaikan kepada teman saya saja.

14
Keagamaan saya sendiri tidak banyak mempengaruhi saya ketika
mengalami masalah-masalah sulit. Bahkan ketika saya kehilangan orang yang
sangat berarti untuk saya. Ketika ibu saya meninggal,buat saya ibu saya
segala-galanya. Saya tidak memiliki siapapun untuk bersandar dan saya
memiliki masalah keluarga yang sangat berat dan banyak sekali. Dan yang bisa
mengerti saya dan memahami saya hanya ibu saya tetapi ketika saya
kehilangan ibu saya,saya malah menyalahkan tuhan,saya meninggalkan solat
bahkan menjadi tidak jelas tetapi membuat saya menjauh dan tidak terlalu mau
berurusan dengan agama. Tapi berjalannya waktu saya mulai pelan-pelan
menerima dan kembali ke jalan yang benar dan mempercayai kembali tentang
semua yang agama saya bilang.
Agama saya adalah agama mayoritas.keistimewaan yang saya rasakan
ketika menjadi seorang muslim adalah,ketika kemana pun semua orang
bersikap baik apalagi orang-orang yang memiliki tingkat iman yang sangat
tinggi. Ketika sesama beragama sedang kesulitan pasti mereka akan dengan
senang hati membantu dan mau untuk direpotkan. Untuk prasangka yang
dirasakan itu oleh kaum minioritas lebihnya karena seperti orang-orang
beragama katolik atau sebagainya kadang menjaga jarak dengan kami. Dulu
waktu saya sma,ketika main dirumah tante saya melihat tetangga tante saya
yang orang katolik jangan menjaga jarak dengan keluarga saya dan tidak mau
berurusan apapun dengan keluarga saya karena mereka berpikir kamu itu tidak
baik. Agama saya bukan penganut agama minioritas.
Pengalaman-pengalaman yang saya alami ini mungkin akan sedikit
mempengaruhi ketika saya konseling karena saya memang menjaga jarak
dengan orang non muslim karena menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
terjadi. Tapi untuk saat ini saya berusaha semampu saya untuk tidak seperti itu
karena ketika saya menjadi konselor saya tidak akan bisa memiliki konseling
saya tidak boleh yang begini atau begitu tetapi saya harus dengan tangan
terbuka menerima mereka yang membutuhkan bantuan saya. Karena mereka
akan berpikir saya penolong mereka,kalau bukan saya yang menerima
mereka,siapa yang akan menerima mereka.

15
Kekuatan-kekuatan agama saya adalah dalam mengenal tuhan kalo
menurut saya. Jadi ketika kita benar-benar putus asa dan mengalami masalah
yang sangat berat,kita harus ingat bahwa kita memiliki tuhan yang maha
segalanya dan bisa merubah sesuatu yang buruk menjadi yang dan sesuatu
yang bisa menjadi buruk.
Posisi agama saya dalam sudut pandang agama orang lain adalah
dibawah. Karena agama lain atau bagi semua orang pasti mereka akan
meyakini bahwa agama yang mereka anut adalah benar dan tidak akan salah.
Yang saya ketahui agama lain memandang agama saya adalah agama yang
tidak baik,yang penuh peraturan dan larang-larang yang ada padahal tanpa
mereka ketahui itu berguna untuk menjaga orang-orang muslim dan demi
kebaikan kita. Bahkan mereka memandang agama kita itu tidak benar dan
banyak membuat konflik dan orang-orang yang tidak beradap padahal agama
yang benar yah agama saya ini.
Bahkan saya bingung harus bagaimana ketika mereka berpendapat
bahwa agama saya itu tidak benar padahal mereka bukan bagian dari agama
itu tapi mereka bisa berpendapat seperti itu. Bahkan banyak yang bilang islam
itu agama yang sesat. Memang setiap orang pasti merasa apa yang dia milih
dan dia pilih selalu benar dan tidak akan pernah salah.
Untuk memiliki bias dalam agama tertentu saya tidak karena saya
berpikir semua orang berhak memilih keyakinan yang ia yakini dan memilih apa
yang dia sukai. Dan kita orang-orang sekitarnya harus menerima perbedaan
tersebut. dan saya merasa bahwa mungkin dengan sikap saya yang mampu
menerima perbedaan ini bisa saya bawa ketika saya konseling. Karena
perbedaan tidak selalu dalam bentuk agama saja tetapi pasti dalam banyak hal.
Pemahaman dalam mengenai agama itu penting karena dengan begitu
kita bisa belajar menerima perbedaan. Dan mungkin cara sudut pandang
seseorang bisa mempengaruhi dan mungkin ada faktor agama dalam cara dia
memandang sesuatu. Karena sebagai konselor kita akan berhadapan dengan
orang-orang yang akan berbeda pandangan hidup apalagi agama. Dan dengen
begitu bisa membuat kita mengerti bahwa cara pandang seseorang karna faktor
agama itu ada dan sangat banyak sekali.

16
Saya memiliki satu buku yang berpengaruh dalam pemahaman saya
mengenai agama saya.buku ini yang selalu saya ketika saya ingin mengetahui
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Buku fikih sunnah yang di
tulis oleh sayyid sabiq ini berisi tentang banyak hal. Dalam buku ini membahas
dari hal-hal besar hingga hal-hal kecil yang dimaksud dalam islam. Yang
menjadikan saya mengerti tentang hukum-hukum islam di hidup saya. Didalam
buku ini mengatur tentang khamar,hokum zina,homoseks,onani,riddah,hirabah,
dan yang terakhir adalah had mencuri. (SABIQ, 1995)
Ketika saya membaca buku tersebut yang saya rasakan adalah takut.
Karena diberitahu akan larangannya dan hukumnya dan ayat-ayat yang
menyertakan hal tersebut kenapa dilarang atau dibolehkan. Ketika saya
membaca itu yang ada dikepala saya kalau saya melakukan saya akan masuk
neraka dan saya termasuk orang yang berdosa dan itu kadang yang membuat
saya gelisah ketika mengambil keputusan-keputusan dalam hidup saya karena
faktor takutnya masuk neraka.
Apalagi saya pernah sekali mencoba dan penasaran rasanya api neraka
itu seperti apa. Saking penasarannya saya,iseng-iseng menyalakan kompor
sampai full menjadi ungu warna apinya saking panasnya dan saya taruh muka
saya di atasnya dan benar panas sekali bahkan muka saya langsung merah
sekali dan panas. dan dari situ, saya takut untuk melakukan hal-hal yang
agama saya larang. Dan yang saya ketahui apalagi api neraka 70 kali lepat dan
kalau api dikompor gas itu tidak ada apa-apanya. Api yang dikompor gas saja
bisa membuat muka saya menjadi panas dan perih apalagi api neraka.

DAFTAR PUSTAKA
SABIQ, S. (1995). FIKIH SUNNAH. Bandung: PT ALMA'ARIF .

17
TUGAS KONSELING MULTIKULTURAL
AGAMA SENDIRI
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah konseling
multikultural yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Si. Kons

Disusun Oleh:
Rafa Tamara (1715163359)
BK-B 2016

PROGRAM STUDI S BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

18
TIMELINE KEHIDUPAN

Oktober 1997 2005 - 2010 2014 - 2016 2016

2017
2011 - 2013 2016

1
Selama ini pengalaman mengenai keberagaman secara sosiologis
yang saya alami ialah gender dan peran sebagai seorang kaka di rumah.
Keluarga saya termasuk keluarga yang baik, tidak begitu banyak konflik
besar terjadi di rumah kami. Ibu yang cenderung lebih banyak cuek dan ayah
yang sangat keras kepala terkadang sebagai pendukung adanya
perseteruan kecil. Mengapa dalam timeline saya diatas pada tahun 2011 –
2013 termasuk pengalaman yang menantang dan kurang bahagia dalam
hidup saya? disitulah saya mengalami masa-masa dimana saya sebagai
perempuan dihadapkan pada kenyataan bahwa keluarga saya membedakan
perkembangan akademik itu karna Gender. Saya anak perempuan sulung
dari 2 bersaudara adik laki-laki. Ternayata kedua orang tua saya
beranggapan bahwa laki-laki harus lebih memiliki persiapan yang lebih
matang dibandingkan perempuan, karena ia akan menjadi seorang imam
keluarga di masa depan. Jadi kejadiannya dimana saya berada di kelas 3
SMP, saya akan menghadapi ujian nasional, maka dari itu saya meminta izin
untuk ikut salah satu bimbel, agar lebih mudah menghadapi UN nanti,
sayangnya orang tua tidak mengizinkan sebab lebih baik uangnya digunakan
untuk membimbelkan bahasa inggris adik saya yang saat itu baru kelas 4
SD. Ibu mengatakan “adik lebih membutuhkan ini, karena dia laki-laki perlu
disiapin untuk kedepannya. Dia calon imam. Kalo kamukan nanti tinggal
sama suami kamu”.
Entah apakah ada kaitannya dengan etnis saya sebagai seorang
Betawi dengan darah campuran Padang. Jelas saja di Padang yang lebih
diutamakan ialah Perempuan sedangkan Betawi sangat menyangi anak-
anaknya tanpa membedakan jenis kelamin apapun akan usahakan untuk
anaknya. Kesimpulan saya selama ini tidak ada kaitannya dengan etnis,
melainkan dengan agama.
Sebenarnya selama ini saya tidak pernah mengikuti komunitas
keagamaan baik itu di sekolah biasa disebut rohis, bahkan di rumah yang di
namakan remaja masjid. Selama ini saya hanya mengikuti pengajian yang
disediakan ustadzah dekat rumah ketika saya SD dan selebihnya membantu
ibu ketika rumah kami kebagian sebagai tempat pengajian rutin RT kami.

2
Pengalaman saya biasa saja dengan hal itu, ketika SD pengajian tersebut
saya anggap karena tuntutan saya sebagai anak yang harus patuh dengan
perintah orang tua, dan agama saya sebagai orang islam.
Buat saya pengalaman yang menyenangkan sejak masih anak-anak
yaitu memiliki teman dan sahabat, serta kenal dengan guru-guru di sekolah.
Berinteraksi dengan teman adalah hal yang paling berharga bagi saya, ketika
itu pula saya mampu mengenal bagaimana sifat dan bentuk orang tersebut
dalam kehidupannya. Pelajaran yang saya ambil juga kebanyakan berkat
cerita dan akibat dari interaksi yang terjadi dengan teman, semenjak
mengenal teman-teman saya percaya bahwa Allah menciptakan begitu
banyak manusia dengan berbagai jenis latar belakang dan pengalaman yang
bebeda. Keyakinan saya kepada Allah begitu juga didukung dengan adanya
peran teman-teman, contoh nyata yang paling berasa dalam kehidupan saya
ketika teman saya mengajak sholat maka saya lebih semangat mengerjakan
sholat. Bahkan ketika terlalu asik dengan teman dan tidak ada yang
mengajak atau mengingatkan sholat saya menjadi tidak sholat juga.
Terkadang juga dengan beberapa permasalahan banyak teman yang
menyarankan dan memberikan saran “tenang ada Allah fa, sholat penting”,
“istigfar fa” dll. Semua yang berkaitan dengan teman ada pesan dan
pelajaran keyakinan yang menyertai. Begitu juga pengalaman saya dengan
guru sejarah, namanya Pak Sardi, beliau sangat baik, ramah, humoris dan
sangat bisa dibilang guru yang patut dijadikan panutan. Namun beberapa
tahun kemarin ketika saya duduk dikelas 2 semester akhir SMA, beliau harus
dilarikan ke rumah sakit karena kakinya mengalam masalah setelah terjatuh,
berita itu begitu menyakitkan hati. Dari sekian banyak guru di SMA saya,
mengapa beliau yang harus mengalami hal seperti ini. Selama beberapa
bulan beliau tidak mengajar sampai pada akhirnya beliau pulih dan sadarkan
diri, begitu menyakitkan melihatnya duduk di kursi roda namun tetap
menjalankan tugasnya sebagai guru. Setelah saya lulus ia kembali mengajar
dengan diberikan kelas khusus sejarah yang diajar olehnya. Sungguh mulia
Pak Sardi, hingga menyadarkan saya bahwa Allah begitu sayang kepada

3
orang-orang seperti beliau namun mengapa harus pula diberi ujian yang
sangat berat.
Pergulatan yang selama ini saya alami adalah antara larangan agama
dengan kebutuhan saya. hal ini begitu membuat saya tidak dapat berpikir
jernih ketika menghadapinya, lebih tepatnya kami berdua. Ya, saya dengan
kekasih saya pada saat itu. Kami berada pada posisi keraguan yang sangat
besar kaitannya dengan keyakinan yang kami miliki. Bukan, bukan karna
kami berbeda agama, melainkan berbeda perspektif menghadapi hubungan
“berpacaran” pada saat itu. Berawal dari keraguan dirinya yang menyadari
bahwa sebenarnya pacaran tidak diperbolehkan oleh agama, namun ia
masih menyayangi saya dan membutuhkan saya. begitu juga dengan saya
yang terbiasa tidak tanpa pacar. Sejak SD saya sudah berpacaran dalam
artian ketika kecil saya begitu merasa kesepian tidak disenangi teman laki-
laki di kelas karena saya dianggap galak, dan jutek. Hingga sekarang
hubungan pertemanan saya dengan laki-lakipun tidak begitu baik, padahal
saya begitu menyukai ketika memiliki teman laki-laki. Saat itu pacar saya
mengajak untuk putus karena alasan agama, ia mengajak saya untuk sama-
sama berubah untuk lebih baik tanpa status pacaran namun tetap boleh
saling menghubungi. Disatu sisi saya mau namun disisi lain saya takut justru
ia yang mengingkarinya, namun pada akhirnya saya mengiyakan untuk
putus.
Sejujurnya kegamaan saya sangat membantu saya dalam
menghadapi masalah sulit yang datang. Namun beberapa masalah hingga
membuat saya tidak dapat berfikir jernih sehingga diatasi oleh agampun
pada akhirnya hanya saya lupakan, terkadang saya hanya perlu
menyampaikannya dan didengar oleh orang yang saya percaya tanpa di
balas dengan saran yang berkonotasi agama. Selama ini jika saya masih
mampu berfikir jernih saya akan menggunakan kalimat jitu berupa “Allah
maha baik, dan pasti akan membantu” hanya itu, selebihnya sesekali saya
beristigfar sambil menghela nafas, dan ketika waktunya saya langsung
mengambil wudhu lalu shalat.

4
Agama yang saya anut termasuk dalam mayoritas, ya Islam.
Keistimewaannya ialah adanya puasa ramadhan dimana kami akan kembali
suci dan lebaran hehe. Selama ini yang saya tau agama islam dianggap
sebagai agama yang penganutnya sangat fanatik dan disangka teroris.
Penganut agama islam banyak melakukan demo atas nama agamanya
sehingga sebagian orang bahkan yang termasuk agama islam menyerngit
melihatnya. Sampai ada disuatu waktu saya malu untuk menggunakan hijab
sebagai identitas keagamaan saya dibeberapa kesempatan.
Saya tidak tahu pasti apakah pengalaman saya ini begitu
mempengaruhi kegiatan konseling saya nanti, jujur saja sebenarnya
kehidupan saya jika dilaksanakan secara agama hanya beberapa persen
saja. Kadang kala saya begitu terikat karena agama sehingga saya sulit
mengekspresikan apa yang ingin saya sampaikan karena takut saya islam,
nanti kata orang islam lain sepertia apa. Sekarang begitu banyak orang-
orang berdakwah disosial media tanpa melihat dampaknya terhadap orang
yang didakwahinya tersebut. saya begitu takut menunjukkan beberapa
pendapat saya karena apa-apa diakitkan pada konteks keagamaan. Ketika
saya melihat instagram misalnya, perbincangan yang dibawakan orang-
orang yang gemar berdakwah ialah orang-orang yang menurut mereka patut
diberikan ayat Quran atau hadis rasul. Saya kurang suka seperti itu,
sehingga saya membatasi pendapat saya di instagram ketika ingin
mencomment sesuatu.
Pemahaman mengenai agama sangatlah penting ketika proses
konseling, karena begitu banyak konseling yang dihadapi tentunya mereka
beragama. Sebagai acuan dasar bahwa kita makhluk manusia ciptaan tuhan
dimana kita sedang menjalankan tugas-Nya.

Ada satu buku yang cukup mempengaruhi pemahaman saya


mengenai agama, buku itu berjudul “Ya Allah aku ingin berhijab” sejujurnya
saya hanya membaca beberapa chapter saja pada saat itu, membaca yang
sedang saya ingin ketahui (kepo). Sebenarnya pada saay itu saya sudah
sering kali keluar rumah berhijab namun saya masih perlu beberapa

5
penguatan. Lalu yang paling menarik saya pada saat membaca buku itu
adalah keinginan saya untuk menikah cepat. Buku itu menjelaskan betapa
mulia seorang perempuan yang sudah menikah menjadi istri membuka baju
dan berpakaian seksi di depan suaminya akan mendapatkan pahala. Namun
sebagai wanita yang sudah memiliki mahram, haram hukumnya
memperlihatkan aurat didepan umum. Saya tertarik membaca yang berkaitan
dengan pernikahan sehingga saya membacanya pada saat itu.
Saya ingin bercerita yang berkaitan dengan keagamaan. Pada waktu
SMA saya dipertemukan dengan perempuan alim bernama (sebut saja)
syantik. Syantik sudah menjadi teman saya di MPA ketika masuk SMA 3 kab
tangerang. Kepribadiannya yang kalem dan adem menarik banyak perhatian
cowok dan tak jarang banyak pembicaraan “calon istri idaman banget nih”.
Saya cukup bersyukur memiliki teman semeja selama 3 tahun di SMA seperti
Syantik. Ia sangat ulet, rajin ibadah, mengikuti kegiatan agama hingga
sekarang ia menjadi ketua (ukhti) komunitas kegamaan di kampusnya.
Namun saya sebagai teman semejanya dahulu sangatlah tidak sepenuhnya
menyukainya. Kalimat yang di lontarkannya yang paling saya ingat adalah
“kamu bawel kesemua orang sih fa” dengan nada bicaranya yang lembut
sembari meyakinkan saya bahwa ia sedang bergumam. Namun yang saya
rasakan justru membuat saya sadar, selama ini saya yang hanya
menganggapnya sebagai sahabat, berbeda dengan dia yang hanya
menganggap saya sebagai teman semejanya di SMA, selama ini hanya saya
yang terbuka dengannya, namun sayangnya dia hanya terbuka dengan
rekan satu komunitas keagamaanna di sekola. Pantas saja ia tidak pernah
menganggap saya sahabat, karena sahabat baginya, hanya yang mampu
seiman dengan dirinya. Mungkin saat itu dia begitu tidak mau berteman
dengan saya yang gemar berpacaran, berbicara kasar walau sebatas kebun
binatang, dan tidak peduli muhrim atau tidak yang penting saya berteman,
hanya saja keburu sudah tida ada bangku lain selain bangku sebelah saya,
atau mungkin permintaan saya mengikat janji padanya dulu jika kami satu
kelas, maka “duduklah dengan ku”. Pantas saja jika diajak jalan ke suatu
tempat ia enggan memenuhinya dengan alasan ada tugas atau PR, karena

6
ia tidak mau terjerumus dosa dengan saya lebih baik dia mengikuti kajian
yang ada di sekolah. Begitu menyakitkan memang mengingat kembali
pengalaman yang kurang menyenangkan, namun begitulah kenyataannya
bahwa ketika keimanan dan keagamaan kita tidak cukup baik dimata salah
seorang mulimah macam Syantika, maka tidak ada ruang untuk saya di
kehidupannya. Pantas saja saya tidak pernah diajaknya bertemu hanya
untuk reuni sekolah mengingat masa dulu semeja dengan saya, karena ia
sudah begitu zinah mungkin melihat postingan saya di Instagram yang
memposting foto bersama pacar saya. sudah cukup bagi saya sekarang,
tidak pernah saya menghubunginya lagi kecuali ibu saya memesan kerudung
padanya. Hehe. Hanya berspekulasi tapi cukup membuktikan saya bahwa
tidak mungkin teman semeja selama 3 tahun “TIDAK PERNAH” bisa
menyanggupi bertemu bahkan menchat saya sekali ketika sudah saling lulus
dan berada pada jalan yang berbeda, sedangkan dengan teman yang
berbeda kelas dengannya teman di satu komunitas keagamaan sekolahnya
dulu selalu di postingnya di Instagramnya. 

7
Konseling Multikultur

Agama, Spiritualitas dan Konseling

Refleksi ini dibuat sebagai salah satu tugas untuk mata kuliah Konseling
Multikultur yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, S. Pd, M. Si, Kons.

Rina Fitriana
NIM: 1715163177
BK-B 2016

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
April, 2018
Timeline Keberagamaan

Balita TPA TK SD SMP SMA Kuliah

TK ke SD SMP ke Awal
SMA Kuliah

Saya membagi waktu pada timeline


keberagamaan sesuai dengan jenjang
sekolah yang saya tempuh.

1
Saya seorang perempuan bernama Rina Fitriana. Saya beragama
Islam karena saya dilahirkan oleh ibu saya dalam keadaan sudah
mendapatkan agama (agama keturunan) yaitu memeluk agama Islam. Saya
anak kedua dari dua bersaudara yang lahir pada hari kamis 5 Februari 1998.
Saya lahir ketika masih dalam suasana idul fitri, maka dari itu terdapat “Fitri”
sebagai nama lengkap saya. Orangtua saya memberi nama Fitri supaya
saya selalu mengingat waktu kelahiran saya yaitu ketika idul fitri dan
berharap saya menjadi orang yang “suci”. Dari kecil saya diberikan
pengetahuan tentang agama saya dengan baik oleh kedua orangtua saya,
terutama bapak saya yang selalu menanamkan nilai spiritual pada diri saya
hingga saat ini baik secara pribadi maupun melalui pendidikan. Banyak
pengalaman-pengalaman mengenai keberagamaan saya, termasuk
pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Pengalaman keberagamaan yang penting dalam keluarga saya yaitu
berkaitan dengan menjaga aurat untuk kami yang perempuan dan keluarga
saya menanamkan spiritualitas kepada anak-anaknya dengan
menyekolahkan di sekolah Islam. Dari saya TK, saya disekolahkan di TK
Islam Terpadu yang mana siswa-siswi di sekolah tersebut sudah pasti
beragama Islam. Ketika saya di TK, saya sudah mulai menggunakan hijab
meskipun lebih sering melepasnya karena saat itu saya hanya disuruh
mengenakannya namun tidak mengerti maknanya. Ketika masuk kelas, kami
akan berdoa dengan suara lantang dan begitupun ketika pulang, kami juga
akan berdoa dengan lantang. Dari sekitar umur 5 tahun saya sudah
dimasukkan ke TPA (Taman Pendidikan Al-Quran). Saya mulai membaca
Iqra pada usia dini. Biasanya jadwal saya pergi ke TPA dari jam 3 sore
sampai jam 5 sore. Di TPA saya akan belajar membaca Al-Quran dan
menghafal surat-surat pendek maupun doa sehari-hari. Saya mengikuti TPA
hanya sampai SD. Kemudian saya melanjutkan SD di SD Islam Terpadu
(SD IT). ketika saya kelas 1 sampai kelas 3 saya tidak menggunakan
kerudung di sekolah tersebut karena belum mewajibkan, namun ketika saya
kelas 3 terdapat peraturan baru bahwa setiap siswi wajib menggunakan
kerudung. Mulai dari kelas 3 sampai kelas 6 saya selalu menggunakan
kerudung. Di SD IT tidak hanya belajar pelajaran umum seperti matematika,
B.Indonesia, B.Inggris dsb tetapi juga terdapat pelajaran keagamaan seperti
Alqur’an Hadits yang mempelajari tentang ayat Quran dan biasanya saya
menghafal surat-surat pendek dalam Al-Quran. Akidah akhlak yaitu belajar
tentang akhlak baik maupun buruk berupa adab-adab yang sebaiknya
dilakukan atau yang harus ditinggalkan. Fiqih yaitu perlajaran tentang tata
cara shalat maupun hal lainnya dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) yang
mana mempelajari sejarah tentang islam, bagaimana Islam bisa berkembang
dan kebudayaan Islam dari awal peradaban. Ketika saya mengetahui
ternyata mendapat pelajaran tambahan mengenai itu semua, saya bingung
dan tidak tahu karena baru mendengarnya. Namun saat dipelajari ternyata
tidak mudah juga karena harus banyak menghafal. Saya dikenal sebagai
siswa yang mudah menghafal oleh guru saat saya SD padahal saya sendiri
mengalami kesulitan ketika menghafal ayat al quran maupun pelajaran
lainnya. Saya juga dikenal memiliki sikap yang baik selama disekolah dan
merupakan anak yang penurut. Ketika TK dan SD juga terdapat pelajaran
yang menurut saya unik yaitu praktik manasik haji yang mana kami
mempraktikkan seakan-akan sedang haji ke tanah suci. Terdapat replika
ka’bah, menggunakan pakaian ihram dan melakukan kegiatan yang
dilakukan ketika Haji (sa’i, melempar jumroh dan mencium hajar aswad).
Kami menjalani rangkaian haji dengan sungguh-sungguh, saya masih
menyimpan foto kami ketika melakukan kegiatan tersebut.

Say
a
Saya juga mulai mengerti tentang agama saya ketika SD akhir. Saya
banyak mendapat pengetahuan tentang keagamaan saya dalam Islam. Saya
juga sudah mengetahui alasan perempuan harus menggunakan kerudung
dan saya tidak lagi terpaksa ketika menggunakannya. Selanjutnya ketika
SMP, karena saya tidak mendapatkan SMP Negeri maka orangtua saya
(terutama bapak saya) yang memilih dan memutuskan tempat saya untuk
bersekolah yaitu di MTsN 1 Kota Tangerang (Madrasah Tsanawiyah Negeri).
Bapak saya menjelaskan kepada saya tentang sekolah tersebut dan
menyarankan kepada saya untuk mendaftarkan diri disana. Saya memikirkan
hal tersebut begitu lama karena saya sama sekali tidak mengetahui sekolah
tersebut dan baru pernah mendengar ketika dijelaskan dan diajak
mengunjungi sekolah tersebut oleh bapak saya. Lalu saya mendaftar di
MtsN. Seleksi masuknya pun berbeda dengan SMP pada umumnya, saya
harus melewati beberapa tes diantaranya test baca tulis al quran dan
pengetahuan tentang islam. Saya tidak kaget ketika menjalani tes tersebut
karena sebelumnya di SD saya sudah mempelajari itu semua dan singkat
cerita saya lulus di semua tahap dan dinyatakan berhasil masuk MTsN.
Ketika sekolah di MTs tidak jauh berbeda dengan saya sekolah di SD
karena pelajarannya hampir sama, terdapat pelajaran umum dan pelajaran
agama hanya saja tingkatannya yang lebih sulit. Saya mulai banyak
menghafal surat-surat pendek dan terdapat pelajaran tambahan yaitu bahasa
arab (mempelajari kosa kata dalam bahasa arab) dan muhadatsah
(mempelajari tentang percakapan dalam bahasa arab). Banyak sekali tugas
yang harus saya hafal dan setor ke guru setiap mata pelajaran. Awalnya
saya sulit menyesuaikan kemampuan saya dengan tuntutan yang diberikan
para guru tetapi seiring berjalannya waktu, saya menjadi terbiasa dan tidak
kesulitan ketika menghafal karena sudah menemukan cara menghafal yang
efektif bagi diri saya. Sekolah di MTs juga menuntut siswa-siswi untuk
melaksanakan kewajiban dalam Islam seperti shalat, bagi para perempuan
diwajibkan membawa mukena. Ketika memasuki waktu dzuhur, kami
diberikan waktu istirahat untuk shalat berjamaah dimasjid. Begitupun ketika
waktu ashar. Jadwal sekolah saya ketika di MTs dari jam 7 pagi sampai jam
4 sore, di hari senin – jumat dan sabtu diliburkan untuk kegiatan
ekstrakurikuler. Saya yang awalnya ragu untuk bersekolah disini menjadi
sangat berterima kasih kepada bapak saya karena saya dapat mempelajari
ilmu agama dengan baik. Namun ketika itu saya memiliki pengalaman yang
menantang. Saya mengetahui jika dalam Islam melarang perempuan dan
laki-laki untuk berpacaran tetapi saya justru melanggarnya karena ketika
kelas 8 dan 9 saya berpacaran dengan kakak kelas saya. Teman-teman
saya pun seperti itu, bahkan mereka sampai ada yang pacaran di dalam
kelas. Saya sendiri berpacaran hanya sebagai status saja ketika di sekolah
karena saya orang yang pemalu untuk mengumbar kedekatan saya dengan
lawan jenis. Kami hanya berangkat sekolah dan pulang bersama atau
sekedar makan bersama saat sepulang sekolah. Saya benar-benar dilema,
memikirkan perilaku saya. Saya mengetahui jika yang saya lakukan ini salah
tetapi saya tetap melakukannya dan hubungan saya dengannya bertahan
sampai saya kelas 11.
Jika ketika TK sampai SMP saya menempuh pendidikan di sekolah
Islam, saat di SMA saya memilih untuk keluar dari zona nyaman saya dan
memilih masuk sekolah negeri. Awalnya saya sudah mendaftar di MAN
(Madrasah Aliyah Negeri) dan sudah dinyatakan lolos karena saya berasal
dari Mts yang mana saat itu seperti mendapat undangan untuk melanjutkan
sekolah di MAN dan kebetulan sekolah tersebut juga dekat dengan rumah
saya. Namun saat pendaftaran online, saya berpikir kembali dan
mempertimbangkan segala hal. NEM saya saat itu sebenarnya bisa untuk
masuk ke SMA yang saya idam-idamkan tetapi orangtua saya mendorong
saya untuk tetap masuk MAN alasannya untuk mempertahankan ilmu agama
yang sudah saya dapatkan sebelumnya supaya tidak hilang begitu saja.
Setelah banyak pertimbangan, saya memutuskan untuk mendaftar sekolah
negeri di hari ketiga dan 2 jam sebelum pendaftaran itu tutup. Saya
melangkah dengan mantap untuk daftar ke SMA negeri yang saya inginkan
dan menolak masuk MAN. Saya pun dinyatakan masuk SMA Negeri yang
saya inginkan dan SMA itu juga dekat dengan rumah saya hanya berjarak
sekitar 3 km. Alasan saya memilih SMA negeri karena saya bosan dengan
lingkungan sekolah agama dan saya lelah karena harus banyak menghafal,
apalagi ketika berada di jenjang berikutnya pasti akan lebih banyak materi
pelajaran yang harus saya hafalkan dan setorkan. Saya ingin menikmati
suasana baru dan tentunya ingin memiliki teman dari berbagai kalangan
agama. Maka ketika saya mulai sekolah di SMA tersebut, saya mendapat
teman yang berbeda agama dengan saya, dia menganut agama Kristen
katolik. Kemudian, lain halnya dengan di sekolah Islam, pelajarannya pun
terbilang sedikit karena hanya memperlajari pelajaran umum saja. Tetapi
belum lama saya bersekolah disana, saya merasa seperti ada yang hilang
dari diri saya, saya sangat merasakan perbedaannya dan ternyata karena
saya rindu dengan kebiasaan saya ketika sekolah di sekolah Islam. Saat itu
juga saya berpikir “walaupun saya bersekolah di sekolah negeri, setidaknya
saya harus mempertahankan pengetahuan saya tentang agama kalau bisa
saya masih bisa mendapatkannya kembali dan saya tidak boleh kehilangan
pengetahuan tersebut”, dan saat itu juga teman saya menawarkan saya
untuk bergabung di Rohis. Dari saya MTs saya mengetahui ekstrakurikuler
rohis tetapi saya tidak mengikutinya dan saat SMA saya mencoba mengikuti
ekskul tersebut untuk mempertahankan nilai keislaman pada diri saya.
Dengan masuk rohis saya mendapat pengetahuan baru tentang agama saya
dan saya juga sering mengikuti kajian-kajian diberbagai tempat. Meskipun
saya tidak bersekolah di sekolah islam tetapi tidak menghalangi saya untuk
terus bisa mendapat pembelajaran tentang islam. Salah satu kebahagiaan
saya masuk rohis saya merasa hidup saya terarah, ketika merasa sendiri
selalu ada teman saya yang datang kepada saya dan membantu saya
seakan-akan ia mengetahui jika saya membutuhkannya. Saya juga memiliki
teman-teman yang satu tipe dengan saya dan kami sangat cocok berteman.
Saya juga merasa semua dimudahkan oleh Allah, misalnya ketika kami
mengadakan acara besar (tabligh akbar) yang membutuhkan banyak dana
untuk pelaksanaan acaranya, selalu ada bantuan dari berbagai pihak yang
tidak disangka-sangka dan kami justru tidak kekurangan suatu hal.
Ketika saya memutuskan untuk sekolah di negeri, saya berpikir jika
saya bisa dengan bebas bergaul dengan lawan jenis tetapi diri saya menolak
hal tersebut. Saya masih sangat membatasi diri saya apalagi dengan
mereka, untuk bersentuhan saja saya merasa bersalah karena mendapat
pengetahuan bahwa seorang perempuan dan laki-laki tidak boleh
bersentuhan jika bukan dengan muhrimnya. Meskipun saat itu saya dalam
kondisi berpacaran namun kami sangat jarang bertemu dan lebih sering
berkomunikasi lewat HP. Saya diberi pencerahan oleh sahabat saya tentang
larangan pacaran dan saya juga sadar kalo selama ini saya melakukan
kesalahan, kemudian saya memutuskan pacar saya ketika hubungan kami
genap 2 tahun dan sampai sekarang saya sama sekali tidak berkomunikasi
lagi dengannya. Selama di SMA saya mengikuti kajian-kajian islami dan
mentoring yang dilakukan setiap sabtu/minggu dalam sepekan. Saya
memiliki komunitas mentoring yang sampai saat ini masih aktif untuk kumpul
walaupun intensitas waktunya yang berbeda. Setelah lulus SMA, saya
melanjutkan kuliah. Saya berhasil masuk UNJ. Awalnya saya pikir di kampus
ini pergaulannya bebas (bebas disini bukan memiliki makna negative) tetapi
ternyata setelah saya masuk UNJ dan menjalani kegiatan perkuliahan
terbukti jika rasanya seperti kampus UIN karena banyak sekali mahasiswa
yang berpakaian tertutup bahkan bercadar dan kajian-kajian islam yang
selalu diadakan hampir setiap minggu. Semakin dewasa saya sadar jika
pengetahuan tentang nilai-nilai agama seharusnya menjadi tugas utama
yang ditanamkan oleh para orangtua dari sejak dini karena jika manusia
hidup tanpa agama maka kita tidak akan tau batasan-batasan di kehidupan
ini, mana yang harus dilakukan yang dianggap benar dan mana yang harus
ditinggalkan yang dianggap salah.
Dari kecil saya ditanamkan nilai-nilai agama dan saya juga menikmati
proses itu membuat saya sadar jika keyakinan saya dibentuk oleh sikap saya
dalam beragama. Saya semakin mantap dalam menggunakan hijab, selain
kewajiban saya sebagai seorang muslimah, saya juga merasa lebih nyaman
jika tidak memperlihatkan rambut saya dan beberapa bagian tubuh saya,
saya merasa aman dan tenang. Selain itu, selama kehidupan saya hingga
saat ini, banyak sekali cobaan dan masalah yang saya hadapi. Kemudian,
terkadang saya merasa tertekan dengan keadaan keluarga saya saat ini dan
merasa seperti mendapat beban di pundak saya yang harus saya jalani
dengan sabar dan ikhlas. Seperti saat ini, ibu saya sedang mengalami sakit
parah, terhitung sudah hampir 2 tahun menjalani pengobatan rutin. Bapak
saya selalu mengingatkan saya untuk sabar menjalani semua ini karena
Allah tidak akan memberikan hambanya cobaan jika kita tidak mampu
menghadapinya. Maka saya mencoba untuk ikhlas menerima ini semua dan
bersabar atas cobaan ini, saya juga berusaha untuk menguatkan ibu saya
supaya semangat menjalani hidup dan tidak terbebani dengan penyakitnya.
Kami juga terus berusaha dan berdoa agar ibu saya sehat kembali. Ketika
saya jenuh dan merasa lelah saya selalu teringat perkataan bapak saya,
saya harus sabar dan jangan mudah mengeluh. Saat itu juga saya akan
berdoa dan meminta kekuatan kepada Allah. Saya sadar jika kesabaran itu
sulit dijalani, tidak semudah mengucap sabar namun jika kita ikhlas dan
percaya dengan takdirNya maka kita bisa menerimanya dengan ikhlas.
Selain itu, ketika saya meminta sesuatu namun yang saya dapatkan
bukan seperti keinginan saya maka saya akan bersyukur. Saya selalu
diajarkan kedua orangtua saya untuk tidak serakah dan selalu bersyukur
terhadap hal apapun. Seperti bersyukur diberikan kesehatan, diberikan
kesempatan untuk melanjutkan kuliah, masih memiliki orangtua yang utuh
dan keduanya masih bisa mendoakan saya dan hal lainnya. Saya merasa
sangat bersyukur memiliki semua yang saya miliki saat ini. Ketika saya
merasa kekurangan, saya teringat masih ada orang yang benar-benar
mengalami kekurangan yang kondisi ekonominya jauh dari saya. Ketika saya
merasa menjadi orang yang tidak beruntung, saya teringat masih ada orang
disekitar saya yang keadaannya jauh tidak lebih beruntung dari saya yang
bisa melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Ketika saya merasa
tidak memiliki apapun (dalam hal harta), saya masih memiliki keluarga yang
menyayangi saya dan memberikan kasih sayang kepada saya bahkan
kebahagiaan itu tidak bisa diukur oleh materi. Saya sadar sesuatu yang
membuat saya selalu kurang adalah karena saya tidak bersyukur, tidak
mensyukuri semua nikmat dan karunia yang diberikan Allah kepada saya
yang oranglain tidak miliki tetapi semua itu saya miliki. Dengan bersyukur,
membantu saya untuk terus mengingat orang-orang yang kurang beruntung
daripada saya dan membuat saya untuk terus ingat kapada Allah swt.
Jika ditanya mengenai keterkaitan pengalaman keberagamaan saya
dengan etnis saya, jawaban saya iya ada keterkaitannya. Contoh
pengalaman saya diatas mengenai sabar, dalam etnis saya yaitu Jawa, pasti
sering mendengar istilah alon-alon asal kelakon yang bisa diartikan secara
singkat untuk meminta kita sabar dalam melakukan suatu hal, tidak terburu-
buru asalkan pekerjaannya selesai tuntas. Kemudian agama Islam menjadi
agama mayoritas di Indonesia karena banyak penduduk Indonesia yang
menganut agama Islam. Keistimewaannya adalah saya dapat dengan mudah
menemukan masjid atau mushola ketika berada di tempat umum untuk
melaksanakan shalat. Diberbagai tempat seperti mall, stasiun, tempat wisata
dan restaurant saat ini pasti memiliki fasilitas mushala jadi ketika saya
bepergian keluar rumah, saya tidak perlu khawatir karena tidak bisa
menjalankan ibadah sebab sudah tersedia fasilitas tersebut diberbagai
tempat. Menjadi orang Islam juga memudahkan seseorang untuk menjadi
seorang pemimpin di Indonesia karena sudah dipercaya dan pasti mendapat
dukungan dari masyarakat, karena dalam Islam pun terdapat dalil jika
seorang pemimpin hendaknya seorang yang beragama Islam dan seperti
yang kita tau belakangan ini isu agama menjadi sangat sensitif dan selalu
menjadi hal yang diperdebatkan. Namun bagi saya, siapapun berhak menjadi
seorang pemimpin yang terpenting orang tersebut memiliki akhlak yang baik
dan bisa bijaksana dalam memimpin.
Tentunya setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda
mengenai segala hal termasuk agama. Mungkin saya termasuk orang yang
memiliki bias dalam memandang sesuatu dari segi agama dan konselor.
Dalam gerakan woman march kemarin banyak sekali poster-poster yang
dibuat sebagai ajakan untuk menghormati perempuan dan kaum minoritas,
yang mana salah satu tulisan di posternya yaitu “aurat gue bukan urusan lo”.
Jujur saya tidak setuju dengan hal itu. Alasannya karena Islam
menempatkan kaum perempuan pada kedudukan yang mulia dan Islam
mewajibkan para perempuan untuk menutup aurat seperti pada ayat berikut
ini:

Islam sangat menghormati perempuan dan gerakan women march


kemarin sangat bertolak belakang seperti yang diajarkan Islam. Semua
memiliki aturan yang sudah tertulis jelas di Al-Quran dan kita (bagi orang
muslim) tidak bisa mengesampingkan hal tersebut. Meskipun dalam dunia
konseling, gerakan women march dibenarkan tetapi saya masih mengalami
bias jika dikaitkan dengan agama.
Pemahaman mengenai agama penting dalam tugas saya menjadi
konselor karena nanti ketika saya menjadi konselor, tidak semua konseli
saya Beragama Islam. Pasti ada orang dari agama lain yang datang ke saya
dan melakukan konseling dengan saya, maka saya tidak bisa egois harus
melihat suatu hal dari sudut pandang saya saja. Saya juga harus toleransi
dan memiliki wawasan luas mengenai agama lain, bukan berarti saya ikut
menganut agamanya hanya saja saya memahami beberapa pengetahuan
tentang agam lain. Saya juga tidak bisa memaksakan konseli saya yang
berbeda agama dengan saya untuk mendengarkan pendapat saya dalam
sudut pandang agama islam. Pengalaman-pengalaman saya diatas akan
mempengaruhi saya dalam memberikan layanan konseling. Saya akan
menemukan kasus yang bisa jadi sama seperti yang saya alami dan saya
akan menanggapi kasus tersebut dengan pengetahuan yang akan saya
dapatkan dalam mempelajari multicultural dalam hal agama ini. Saya tidak
bisa membiarkan diri saya melakukan counter transferences pada proses
konseling, maka penting bagi saya mempelajari lebih lanjut mengenai agama
yang multicultural. Kekuatan-kekuatan agama dalam pengalaman
keberagamaan saya yang dapat digunakan dalam konseling yaitu sabar.
Saya harus sabar dalam melakukan sesi konseling dengan konseli saya,
tidak boleh menuntut konseli saya untuk segera mengakhirinya. Saya harus
menerima konseli saya dengan baik dan mendengarkan masalahnya,
kemudian saya akan membantu memandirikan dirinya dengan sabar.
Buku yang saya gunakan berjudul “Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf”,
terdapat 2 pembahasan mengenai sabar dan syukur sebagai acuan dalam
pemahaman saya mengenai agama saya. Menurut Al-Ghazali yang
dinamakan “sabar” ialah meninggalkan segala macam pekerjaan yang
digerakkan oleh hawa nafsu, tetap ada pendirian agama yang mungkin
bertentangan dengan kehendak hawa nafsu semata-mata karena
menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam menghadapi keadaan
seperti itu, maka sifat sabar menjadi berat (Zahri, 1976). Firman Allah dalam
Quran Surah Al-Baqarah 45, 46.

ِ َ‫يرةٌ إِالَّ َعلَى ْالخ‬


‫اش ِعينَ الَّ ِذينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم ُّمالَقُو َربِّ ِه ْم َوأَنَّهُ ْم‬ َ ِ‫صالَ ِة َوإِنَّهَا لَ َكب‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬ ْ ُ‫َوا ْستَ ِعين‬
َّ ‫وا بِال‬
ِ ‫إِلَ ْي ِه َر‬
َ‫اجعُون‬

” Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan sabar dan sholat.

Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi


orang-orang yang khusu’ , ( yaitu ) orang-orang yang menyakini ,
bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan
kembali kepad-Nya ” ( QS Al Baqarah : 45)

Maka demikian beratnya sifat sabar itu, sehingga merupakan suatu


sifat yang istimewa yang hanya dapat dikerjakan bagi orang-orang yang
khuyu. Tanpa kesabaran tak akan dapat menaati suatu peraturan berupa
perintah atau larangan agama.
Sabar mempunyai 3 keadaan:
1) Sabar sebelum taat, ialah niat yang ikhlas, tujuan yang benar,
merasa berkewajiban atas keyakinan Agama dalam menerima
peraturan berupa perintah atau larangan.
2) Sabar dalam melaksanakan taat, ialah melaksanakan kewajiban
sampai selesai, berkala atau terus-menerus dengan penh
tanggung jawab dan kesungguhan.
3) Sabar setelah taat, ialah tidak merasa bangga dengan selesainya
pekerjaannya, tidak iri hati atas kekurangan atau kelebihan
oranglain, tidak ia untuk dikagumi hasil usahanya.

Selain sabar, ada juga rasa syukur. Syukur itu adalah suatu sifat yang
terpuji dan dipuji oleh Allah, sedang “kufur” atau anti Tuhan tidak mensyukurii
nikmat Tuhan adalah sifat yang tidak disukai oleh Allah dan adalah azab
yang sangat pedih (Zahri, 1976). Adapun arti syukur ialah keadaan
seseorang mempergunakan nikmat yang diberikan oleh Allah itu kepada
kebajikan. Menyalahgunakan segala nikmat yang diberikan oleh tuhan
kepada seorang berarti kejahatan besar dan kekafiran. Orang yang tidak
tahu bersyukur atau berterimakasih atas nikmat yang diperolehnya, maka
kesusahanlah yang akan menyertainya. Berikut firman Allah swt tentang
Syukur:

Rukun syukur ada tiga:


1)
2) Mengakui dalam hati bahwa semua nikmat itu dari Allah Ta’ala,
3) Menyebut-nyebut semua nikmat tersebut secara lahir (dengan memuji
Allah dan memperlihatkan bekas-bekas nikmat tersebut dalm rangkan
mensyukurinya),
4) Menggunakan nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah.

Dari penjelasan diatas, saya dapat menyimpulkan dan merefleksikan ke


dalam pengalaman keberagamaan saya bahwa orang yang sabar ketika
dalam kesusahan tidak akan tampak padanya penyesalan dalam
penderitaan, rasa putus asa dalam ujian. Orang tidak bisa dikatakan
bersabar kalau dia tidak bersyukur dan begitu juga sebaliknya, orang tidak
bisa dikatakan bersyukur kalau tidak bersabar. Ketika mendapat nikmat dia
bersyukur dengan kesabarannya, artinya perilaku menikmati kenikmatan
tetap terkontrol, begitu juga ketika mendapat cobaan, kondisi itu tetap
disyukuri. Syukur berarti memaksimalkan potensi yang ada, punya fisik yang
sempurna digunakan dengan baik, indra yang diberikan akan maksimal jika
kita menyadari akan potensinya, kondisi sadar atas kepemilikan diri adalah
konsep syukur, begitu juga kita diberi umur, kesehatan digunakan dengan
baik, harta yang pas-pas-an digunakan se-efektif dan se-efisien mungkin, jika
tidak mendapatkan itu semua langkah selanjutnya adalah sabar dengan
tetap memperhatikan potensi diri, memahami kondisinya, tetap stabil tidak
larut dalam kesedihan atau kesenangan, tidak mudah putuh asa yang
mengakibatkan stres atau depresi yang akan menimbulkan prilaku negative
dan merugikan diri sendiri bahkan orang lain. Itulah kesadaran kita yang
memungkinkan untuk mengambil keputusan dan tindakan secara bijaksana
walaupun dalam situasi yang sulit sekalipun.
Daftar Pustaka
Zahri, M. (1976). Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Agama Sendiri
Paper ini dibuat sebagai tugas individu dalam Mata Kuliah Konseling
Multikultur yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Si, Kons.

Oleh,

Muhammad Danang Mahardika 1715162766

Kelas :
BK-B 2016

PROGRAM STUDI S1 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Timeline Keberagamaan

Usia Usia
remaja dewasa
awal
Mulai
Usia Usia Usia Dibimbing Usia
Usia mempertanyak
anak anak
Sangat rajin remaja oleh Ortu Usia dewasa
Menemukan
19 anak
Agustus Belajar BTQ di Menyukai dalam an eksistensi Mulai
dewasa
melakukan apa yang
1997 Musholla seseorang beragama Tuhan dan memahami
ibadah membuat saya
Saya lahir yang le bih agama perbedaan bahagia
subtansial

Mengetahui Keluar dari BTQ Mengetahui Merasa Takut Takut Takut Terpuruk dan
Kakek saya di Musholla saudara inferior dalam berpacaran dianggap kafir mengikuti menyalahkan
berpoligami pindah agama beragama karena orang komunitas
Usia Usia Usia
Usia Usia
Usia tua dan agama agama
anak anak remaja remaja Usia dewasa
anak Usia dewasa
remaja
1
Sejak saya lahir, saya di didik lebih banyak hal yang berkaitan tentang
nilai-nilai norma dan hal yang bersifat akademik. Mengenai ajaran agama
sendiri saya jarang untuk mendapatkannya langsung dari Orang tua saya,
paling hanya aturan solat, mengaji dan bacaan-bacaan sehari-hari. Saya
lebih banyak belajar di TPQ, atau mengaji dengan mendatangkan guru
Mengaji. Pengalaman keberagamaan yang paling saya ingat ketika saya
mengetahui bahwa Kakek saya berpoligami, saat itu saya bertanya
kepada Ibu saya mengapa Kakek memiliki 2 istri, dengan nada marah ibu
saya menjawabnya, namun saya lupa apa yang ibu saya katakan waktu
itu, yang pasti beliau masih marah dengan tindakan Ayahnya. Saat kecil
saya tidak begitu menyukai belajar di TPQ, karena yang dipelajari
sangatlah membosankan, dan hal itu diulang terus menerus, kemudian
saya tidak memiliki teman, karena saya agak jauh rumahnya dari
Musholla sehingga saya jarang untuk bergaul, hal itu yang membuat saya
menangis dan tidak ingin lagi belajar di Musholla dan memilih untuk
mendatangkan guru mengaji ke rumah.

Menurut saya, mungkin ada beberapa hal yang berkaitan megenai


keberagaman dengan etnis saya. Seperti berpoligami, walaupun dalam
agama diperbolehkan, ketika ada saudara, teman yang mengetahui
bahwa kakek saya berpoligami pasti ada beberapa orang yang sedikit
tidak menyukai atau menganggap hal tersebut tabu. Artinya, di dalam
etnis saya masih ada anggapan yang kurang baik dalam memandang
poligami. Saya pun pada awalnya tidak menyukai kakek saya karena
membuat Ibu saya marah. Hal lainnya ketika saya mempunyai Tante
yang berpindah agama karena cinta, ketika saya belum lahir Tante saya
yang dulunya beragama islam, pindah agama demi bisa hidup bersama
suaminya. Tentu hal tersebut sangatlah ditentang dari kedua belah
pihak, saya masih ingat ketika Ibu saya menceritakan Kakek saya tidak
menganggap Tante saya sebagai anaknya lagi, dan mengusir suaminya
ketika ingin melamar, namun akhirnya Nenek dan Kakek saya pun luluh
dan membiarkan mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Hingga
saat ini pun tante saya bahagia hidup bersama suaminya dan memiliki 3
anak.

2
Semenjak kecil, ketika SD hal yang paling saya takuti adalah pelajaran
agama. Saya sangat takut ketika saya tidak bisa membaca Al-Quran
dengan baik, tidak bisa membaca hafalan surat maka saya diberi label
kafir, tidak beragama dan sebagainya. Apalagi ketika ujian kenaikan kelas
yaitu solat dan membaca, saya sempat tidak ingin naik kelas karena hal
tersebut. Hal tersebut berlanjut hingga saya SMA. Sehingga saat SD saya
sangat giat melakukan solat, sampai-sampai bisa saya lakukan lebih dari
5x sehari. Sebenarnya, saya baru mengerti ketika saya melakukan solat
secara giat, saya dipuji oleh Orang tua dan teman-teman saya. Hal itu
yang membuat saya senang melakukan solat.

3
Ketika beranjak SMP ketakutan semakin timbul ketika ada banyak hal
yang berkaitan dengan syariat dan saya tidak mengetahui, saya merasa
sangat inferior, banyak sekali teman-teman saya yang hafalan Quran,
mampu membaca AlQuran dengan lancar dan menjadi Muadzin di
sekolahnya. Orang tua saya dalam mengajarkan agama lebih banyak hal-
hal yang lebih subtansial, seperti toleransi, apa sebenarnya yang lebih
penting sebenarnya dari sekedar membaca AlQuran. Ketika SD dan SMP
saya sering mengikuti kajian baik di TV maupun di Masijd. Saya merasa
ada pertentangan dalam kajian dan ajaran Orang tua. Ketika saya
mengikuti kajian agama, Ada banyak bahasan yang menrut saya
sangatlah tidak penting, seperti contohnya “manakah yang lebih baik,
memakai celana panjang diatas mata kaki, atau dibawah mata kaki”, lalu
“pada saat melakukan tahiyat akhir, bagaiman seharusnya posisi
telunjuk”. Kebanyakan membahas mengenai hal seperti ini, atau bahasan
yang memojokkan kaum tertentu dan menurut saya bersifat rasis. Hal di
dalam diri saya mulai banyak yang mempertanyakan mengenai agama di
dalam diri saya. Hal lain ketika saya SMP kelas 2 saya bertanya kepada
Uztad di dekat rumah, benarkah sebaik apapun orang tersebut tidak
akan masuk surga jika bukan kaum Islam? Beliau pun menjawab, “benar,
seharusnya dia mengetahui Islam, dia pindah agama, dan mendapat
hidayah dari Allah” dan dia masuk ke dalam neraka tingkatan ke ….. .”. Di
dalam hati pun saya bertanya, jika saya menjadi orang yang dianggap
“kafir” tersebut, saya akan sangat marah ketika surga hanya bagi orang
Islam, ketika Tuhan sangatlah tidak adil dengan pilih kasih. Kemudian jika
ada seseorang yang tidak mengetahui Islam, apakah dia tetap masuk
neraka atau tidak? Bukankah jika mereka tidak mengetahui Islam
merupakan salah kita, karena kita tidak memberi tahu dan artinya kita
berdosa. Begitu banyak kajian yang terlalu membahas mengenai syariat
dan tata cara ibadah. Begitu banyak kajian yang menjustifikasi apakah
seseorang disebut kafir atau tidak.

4
Semakin lama saya mengikuti kajian, semakin rendah keyakinan saya
terhadap agama saya sendiri, bagaiamana agama saya bisa sesombong
ini, Orang tua saya tidak pernah mengatakan agama lain kafir, tidak
boleh mendoakan orang lain hanya karena dia berbeda. Saya mulai
berpikir bahwa Islam saya denganIslam mayoritas menjadi berbeda,
dalam hal memandang “keberagaman”. Saya masih berkeyaninan bahwa
ada banyak orang Islam yang lebih memiliki wawasan yang lebih tinggi
dan hati yang lebih besar. Saya menjadi memahami bahwa sebenarnya
bukan agama lah yang salah, namun orang yang tidak tepat dalam
memaknai ajaran agama dan pengamalannya. Di jaman ini, di jaman
yang penuh dengan tipu, penuh konflik dan penuh dengan persekusi,
saya ingin sekali mencari tahu, apa itu agama yang sesungguhnya, apa
tujuan saya lahir dan hidup di dunia ini. Apa yang Tuhan kehendaki dari
makkhluk ciptaannya, Apakah hanya untuk bersenang-senang? Atau
yang lain? Saya takut untuk bertanya akan hal ini, karena saya tahu saya
akan dianggap atheis, sesat, kafir dan lain sebagainya. Di sisi lain, saat itu
saya merasa sangat berdosa ketika saya mempertanyakan eksistensi
agama dan diri saya sendiri. Banyak pemuka agama dan orang lain yang
mengatakan kepada saya bahwa ketika kita meragukan adanya Tuhan,
artinya kita telah berdosa. Saya merasa sangat tidak nyaman ketika saya
melakukan sesuatu yang tidak saya mengerti, seperti apa guna solat
sebenarnya, apa esensi ketika membaca AlQuran.

Hal yang paling krusial ketika saya harus pulang dari Russia, saya merasa
bahwa Russia adalah cita-cita saya dari SMP, dan cita-cita itu sudah saya
dapatkan dan saya pun sudah belajar disana beberapa bulan, namun
ternyata saya harus menyerah dengan penyakit dan kondisi keluarga dan
saya pun harus pulang. Disini saya sangat marah dan mempertanyakan
Tuhan. Saya sudah mengorbankan banyak hal, namun ketika saya sudah
mendapatkannya saya harus melepaskannya begitu saja. Saya menjadi
sangat benci dengan hal yang berbau agama. Saya menjadi jarang
beribadah, hanya merenung dan merasa putus asa. Saya pikir saya lebih
baik tidak melakukan apapun dan hanya berbaring. Hal tersebut
berlangsung mungkin lebih dari 4 bulan. Ketika saya masuk kuliah pun
saya merasa sangat hampa, walaupun IP saya tinggi dan tidak memiliki
kesulitan saya merasa tidak bahagia.

5
Hal ini berlangsung hingga saya masuk semester 3 akhir, saya yang tidak
pernah merasakan apa itu sebenarnya cinta, tiba-tiba tanpa angin tanpa
hujan saya merasa sangat tertarik dengan seseorang wanita yang satu
kompetisi dengan saya. Walaupun kami sudah saling mengenal dan
bertemu selama 3 bulan, namun saya merasa sangat jatuh cinta
dengannya hanya dalam waktu satu malam. Alasannya pun sampai
sekarang saya tidak mengerti. Namun lagi-lagi saya merasa dilema ketika
saya dihadapkan dengan ajaran agama dan larangan Orang tua. Saya
takut berhubungan karena terhalang dari norma agama, dan dari Orang
tua saya. Orang tua saya menganggap menjalin hubungan dengan wanita
adalah hal yang percuma, mengundang maksiat dan lebih baik fokus
kepada pendidikan. Hal itu diterapkan sejak saya kecil hingga saya juga
berpikir untuk tidak menikah dan lebih baik mencurahkan hidup saya ke
diri, keluarga dan karir. Namun saya tetap nekat untuk menjalin
hubungan yang serius dengannya, dan saat itu pula saya merasa sangat
bahagia dan memiliki tujuan baru dan cita-cita baru, dan saya berpikir
tidak sepenuhnya buruk untuk menjalin hubungan yang serius dengan
seorang wanita.

Keistimewan yang sering saya dapatkan ialah ketika saya mencari kos
atau kontrakan, banyak kosan khusus untuk muslim, dan tempatnya
lebih bersih dibanding yang biasa. Kemudian ada banyak beasiswa yang
dikhususkan untuk orang Islam seperti Baznaz. Namun saya juga
mendapatkan diskriminasi ketika saya bertemu dengan orang China
waktu itu, saya dianggap sebagai kaum rendah karena etnis saya dan
teroris karena agama saya. Lalu sindiran-sindiran ketika berkunjung ke
tempat yang “mewah”. Kekuatan yang mungkin saya dapatkan mungkin
mengenai kepercayaan konseli, ada beragam sifat konseli dan salah
satunya mungkin kepercayaan konseli terhadap yang sesama agama,
dengan memiliki agama yang sama mungkin konseli menganggap kita
bisa memahami konseli. Selanjutnya mayoritas masyarakat yang masih
belum menerima kesamaan dalam beragama, saya bisa melakukan
konseling tanpa takut mendapatkan diskriminasi maupun ancaman.

6
Hingga saat ini saya masih sedikit takut dengan orang-orang yang sedikit
ekstrem dalam agamanya, kepada orang yang masih tidak toleran
dengan agama lain. Mungkin jika saya mendaapatkan konseli yang
sangat agamis seperti bercadar maka saya masih ada prasangka dalam
melakukan konseling. Menurut saya sangat penting untuk memiliki
pengetahuan mengenai keberagamaan, tidak hanya agama sendiri,
namun juga agama lain paling tidak secara dasar, karena menurut saya
dengan mengenal agama lain artinya kita menumbuhkan rasa toleransi
dalam keberagamaan, tidak langsung menjustifikasi ketika seseorang
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama saya.
Kemudian dengan memiliki pengetahuan mengenai agama, kita menjadi
orang yang memiliki identitas, dan saat ini identitas sangat menentukan
bagaimana seseorang memandang kita.

Buku yang membuat saya menjadi orang yang menyukai dan mencintai
agama saya adalah buku Syekh Siti Jenar: Makrifat dan Makna Kehidupan
oleh Achmad Chodjim. Di dalam buku ini membuat pikiran dan hati saya
terbuka mengenai agama yang saya anut. Buku ini pun diberikan oleh Ibu
saya untuk saya baca dan pahami, beliau mengatakan bahwa Islam tidak
serumit yang dibayangkan, namun lebih sederhana dan lebih mulia. Di
dalam buku ini mungkin bisa saya katakan ada begitu banyak hal yang
mungkin agak bertentangan dengan pengetahuan yang diajarkan kepada
saya sejak kecil. buku ini lebih banyak membahas dan mengupas
mengenai tauhid, akhlak, dan makrifat. Yang saya sangat suka dari buku
ini adalah, bagaimana sebenarnya Islam sangatlah dekat dari yang
selama ini saya mengerti. Bahwa muslim sejati tidak hanya sekedar
membaca AlQuran, mengerjakan shalat, menunaikan ibadah haji,
berpuasa, namun lebih mulia dan besar. Saya mengutip kata-kata dari
buku ini “iman bukanlah semata-mata kepercayaan. Iman harus dapat
ditransformasikan dalam kehidupan. Iman bukanlah bekal untuk
menghadapi kematian sebagaimana kita membawa bekal dalam
perjalanan yang jika kita lapar lalu kita makan. Rukun iman melahirkan
kemanunggalan iman, sebagai wujud manunggaling kawula klawan
Gusti dalam kehidupan nyata di bumi”. Buku ini sangat menginspirasi
saya dalam melakukan ibadah agama dalam kehidupan sehari-hari.

7
Terakhir, berkat ajaran Orang tua dan buku-buku saya bisa lebih
memandang positif mengenai keberagaman dan mengerti bahwa Tuhan
memiliki tujuan tertentu, dan disetiap saat, hidup saya tidak terlepas dari
Tuhan.

8
KONSELING MULTIKULTUR
Agama Sendiri

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur yang


Diampu oleh
Dr. Susi Fitri, M.Si, Kons

Disusun oleh :
Yolanda Puspita Sari (1715161892)
BK B 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

9
Timeline Mengenai Pengalaman Keberagaman

Mengikuti Mengikuti Mengikuti Mengikuti Memberikan


kegiatan kegiatan Isra kegiatan kegiatan buka sedekah
keputrian Miraj pesantren kilat bersama

Hampir mau Pergi ke tempat Pergi ke Pergi ke tempat Buka puasa


memakan daging ibadah Gereja sekolah ibadah Kelenteng secara diam-
anjing minggu diam

Saya mempunyai pengalaman-pengalaman keberagaman yang


menurut saya pribadi dan keluarga itu penting. Jadi waktu saya kecil saya
tinggal di lingkungan yang hampir semua tetangga beragama Kristen. Di
dalam lingkungan tersebut saya dan tetangga saling menghargai satu sama
lain. Jika agama islam sedang menjalankan ibadah puasa tetangga saya
yang beragama Kristen tidak makan atau minum di depan kami yang sedang
berpuasa dan jika sedang merayakan hari Idul Fitri tetangga saya yang
beragama Kristen tersebut besilahturahmi ke rumah saya atau ke rumah
yang lainnya. Begitupun sebaliknya jika mereka sedang merayakan hari
Natal maka kami yang beragama Islam berkunjung ke rumah mereka untuk
bersilahturahmi dan mengucapkan selamat hari Natal. Menurut saya di
dalam lingkungan yang berbeda agama sangat penting mempunyai sikap
toleransi, menghargai dan menghormati satu sama lain.
Waktu saya berumur 4 tahun, ketika itu saya melihat tetangga sebelah
rumah memakan daging, saat itu saya tidak mengetahui daging apa yang
dimakan oleh tetangga saya tersebut. Sehingga saat saya melihatnya makan
saya meminta dagingnya, tetapi tetangga saya melarang saya memakan

10
daging tersebut karena daging tersebut merupakan daging anjing, yang bagi
agama Islam tidak boleh memakan daging anjing. Saat itu saya masih tetep
kekeh untuk minta dagingnya, sehingga tetangga saya tersebut memanggil
ibu saya dan menjelaskan bahwa saya ingin memakan daging anjing
tersebut. Setelah diberitahu oleh tetangga saya, maka ibu saya pun juga
melarangnya dan berbicara kepada saya bahwa akan dibuatkan daging sapi
untuk saya. Hal yang saya dapatkan dari kejadian tersebut bahwa orang
yang berbeda agama dengan kita juga perlu mengingatkan dan memberitahu
makanan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.
Masih diumur yang sama yaitu 4 tahun, saat itu saya diasuh oleh
tetangga saya yang beragama Kristen. Saya sangat dekat sekali dengan
keluarganya bahkan ketika mereka pergi kemanapun saya selalu diajak oleh
mereka. Suatu hari keluarga yang mengasuh saya ini pergi ke gereja, saat
itu saya ingin ikut dengan mereka. tetapi keluarga yang mengasuh saya ini
ragu memperbolehkan saya untuk ikut, sampai saya menangis agar tetap
diperbolehkan ikut dengan mereka. Hingga akhirnya mereka meminta ijin
kepada ibu saya apakah saya diperbolehkan ikut dengan mereka ke gereja
atau tidak. Setelah meminta ijin ke ibu saya dan melihat saya menangis
akhirnya saya diperbolehkan untuk ikut mereka ke gereja. Di sana saya
melihat orang-orang berdoa dengan cara keyakinan yang berbeda dengan
saya, awalnya saya tidak mengerti apa yang mereka lakukan saat itu. Hingga
saat mereka semua bernyanyi lagu rohani saya ikut berdiri dan bertepuk
tangan sembari melihat sekeliling saya menyanyikan lagu rohani yang tidak
saya ketahui lagunya. Setelah beranjak dewasa saya bertanya kepada ibu
saya mengapa memperbolehkan saya untuk pergi ke gereja. Ibu saya
menjawab bahwa tidak masalah saya pergi gereja, karena menurut beliau
dengan saya ikut mereka pergi ke gereja maka saya mengetahui cara
berdoa dari agama lain dan saya juga dapat menghargai setiap perbedaan
apapun yang ada dalam lingkungan saya tersebut. Setelah mendengar
jawaban dari ibu saya tersebut, saya menjadi tersadar bahwa sifat yang saya
miliki yaitu menghargai setiap perbedaan apapun yang ada dalam

11
lingkungan saya ini adalah hal yang sudah diajarkan oleh orangtua terutama
ibu saya sejak saya masih kecil.
Selain saya waktu kecil pernah pergi ke gereja, saya juga pernah ikut
dengan tetangga saya ke sekolah minggu. Dalam agama Kristen setiap hari
minggu anak-anak kecil pergi untuk ke sekolah minggu. Di sekolah minggu
tersebut anak-anak menonton film-film yang menceritakan tentang agama
Kristen. Saat saya pergi ke sekolah minggu, orangtua saya tidak
melarangnya, bahkan ibu saya menemani saya pergi ke sekolah tersebut.
Jadi setiap sore di hari minggu saya sering datang ke sekolah tersebut
sambil di ibu saya menyuapinkan makanan kepada saya. Saat saya datang
ke sekolah tersebut, saya menyaksikan film yang mengkhisahkan perjalanan
Tuhan Yesus. Dengan menonton film tersebut saya jadi mengetahui kisah
sejarah Tuhan Yesus. Mungkin waktu saya kecil, saya tidak mengetahui
makna jika saya menonton film tersebut, tetapi setelah saya dewasa saya
jadi mengetahui bahwa dengan menonton film tersebut maka menambah
pengetahuan saya mengenai sejarah Tuhan Yesus. Pengalaman ketika saya
waktu kecil pergi ke gereja dan pergi ke sekolah minggu, bagi saya
pengalaman tersebut cukup menantang, karena tidak semua bahkan hampir
tidak mau orang muslim pergi ke gereja bahkan pergi ke sekolah minggu.
Walaupun kejadian tersebut saat saya kecil yang masih belom mengerti
tentang agama tetapi setelah saya dewasa, saya berpikir bahwa pengalaman
tersebut cukup menantang bagi saya
Saya juga memiliki tante yang beragama Kristen, jadi awalnya tante
saya tersebut merupakan beragama Islam tetapi ia menikah dengan laki-laki
yang memiliki agama Kristen. Sehingga tante saya tersebut pindah agama
untuk mengikuti agama suaminya. Awalnya keluarga besar saya sangat
keberatan dengan keputusan yang dipilih tante saya tersebut, tetapi setelah
berjalannya waktu keluarga besar saya menerima keputusan yang dipilih
oleh tante saya. Menurut keluarga besar saya mungkin hal tersebut sudah
ditentukan oleh Allah SWT untuk tante saya. Hingga sampai hari ini
hubungan tante saya dengan keluarga besar saya sangat baik. Kita menjalin
silahturahmi yang cukup erat, jika kami sedang merayakan hari Idul Fitri

12
maka tante saya berkunjung ke rumah saudara-saudara terutama ke rumah
orangtuanya untuk bersilahturahmi. Begitu juga sebaliknya jika tante saya
merayakan hari raya Natal maka keluarga besar saya berkunjung ke
rumahnya. Hubungan kami di dalam keluarga sangat saling menghargai satu
sama lain.
Setelah saya beranjak dewasa sekitar kelas 10 SMA, saya diajak oleh
orangtua saya untuk pergi ke tempat ibadah orang China yaitu kelenteng.
Saat itu orangtua saya mengajak saya pergi ke sana bertujuan untuk
mengetahui tempat ibadah dari orang China dan dapat menghargai tempat
yang baru kita kunjungin, selain itu juga dapat menjaga tempat ibadah
kelenteng dengan tidak merusak fasilitas yang terdapat di sana. Pertama kali
saya mengunjungi tempat ibadah kelenteng tersebut, menurut saya tempat
ibadah kelenteng sangat unik dan bagus sekali, karena dipenuhi dengan
warna merah dan ornament-ornamen yang terdapat pada tempat ibadah
tersebut sangat unik dan memiliki arti tersendiri. Saat saya berkunjung ke
tempat ibadah kelenteng tersebut, saya juga melihat beberapa orang China
ingin beribadah. Saya melihat dari jauh orang China tersebut beribadah,
karena saya tidak ingin mengganggu mereka yang sedang beribadah. Saya
cukup tertarik melihat mereka beribadah, karena biasanya saya hanya
melihat orang China beribadah dari televisi saja. Dengan saya melihat
secara langsung mereka beribadah, saya jadi mengetahui cara beribadah
orang China.
Di dalam pengalaman keberagamaan yang saya alami merupakan
ada kaitannya dengan etnis yang saya miliki. Orangtua saya merupakan
etnis Jawa, sehingga orangtua saya memiliki nilai-nilai yang saling
menghargai maupun menghormati dengan segala perbedaan dan juga saling
tolong menolong. Nilai-nilai seperti itulah yang biasanya dimiliki oleh orang
yang beretnis Jawa. Dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh kedua orangtua
saya, maka orangtua saya mengajarkan kepada anak-anaknya dengan nilai-
nilai yang ia miliki sesuai dengan nilai-nilai etnis Jawa. Sehingga orangtua
saya selalu mengajarkan untuk menghargai perbedaan agama yang sering
terjadi di dalam kehidupan kita. Menurut saya menghargai setiap perbedaan

13
terutama dalam perbedaan agama sangatlah penting, karena dengan saling
menghargai maka terciptalah hidup rukun, damai dan tidak terjadi konflik
antar agama.
Saat SMP dan SMA saya tidak pernah mengikuti komunitas
keagamaan di sekolah, bahkan di lingkungan tempat tinggal sayapun tidak
mengikuti komunitas keagamaan. Biasanya nama komunitas keagamaan di
sekolah bernama rohis. Walaupun saya tidak terikat dalam komunitas di
sekolah, saya tetap mengikuti kegiatan yang diadakan dalam komunitas
tersebut, misalnya saja saat rohis mengadakan suatu kegiatan keputrian
yang dilaksanakan setiap hari Jumat ketika kaum laki-laki sedang
menjalankan ibadah sholat Jumat. Isi dari kegiatan keputrian tersebut yaitu
sharing-sharing mengenai nilai-nilai agama yang ada dikehidupan diri sendiri,
membaca Al-Quran bersama-sama dan lain-lain. Selain saya mengikuti
kegiatan keputrian, saya juga mengikuti kajian-kajian yang diadakan oleh
rohis SMA. Sebenarnya saya tidak begitu menyukai mengikuti kajian
tersebut, hal tersebut membuat cukup membosankan bagi saya, karena
hanya duduk dan mendengarkan ceramah. Saat SMA saya datang dalam
kajian tersebut terpaksa, karena diwajibkan oleh guru agama, jika tidak
datang dalam kajian tersebut maka nilai agamanya dikurangin.
Pengalaman lainnya yang saya rasakan waktu SMP dan SMA yaitu
saat Isra Miraj, rohis sekolah saya merayakan hari Isra Miraj tersebut.
Kegiatannya berupa penampilan marawis, pembacaan puisi mengenai Islam,
dan ada juga caramah yang penceramahnya diundang dari luar. Menurut
saya acara tersebut sangat seru, karena dikemas dengan sangat baik dan
tidak membosankan. Makna dari kegiatan tersebut juga sangat saya
dapatkan, yaitu memperingati hari besar keagamaan yang merayakannya
dengan hal-hal yang positif dan banyak sekali manfaatnya. Selain itu juga
diselingi dengan penampilan-penampilan yang keren sehingga tidak
membosankan.
Selain itu pengalaman lainnya adalah setiap bulan Ramadhan di
sekolah saya SMP maupun SMA selalu mengadakan pesantren kilat dan
diakhiri dengan buka puasa bersama dan sholat taraweh bersama.

14
Pesantren kilat diadakan satu hari full yang kegiatannya berisi tentang
keagamaan, seperti tadarusan, sholst 5 waktu secara berjamaah dan
mendengarkan materi-materi mengenai keagamaan. Dengan diadakan
pesantren kilat maka saya pribadi jadi lebih menjalankan ibadah puasa
dengan kegiatan-kegiatan positif. Biasanya saya jarang sekali tadarusan
ketika bulan puasa, kegiatan saya di rumah hanya menonton tv, tidur, dan
main hp jika tidak bersekolah. Selain mengadakan pesantren kilat rohis
sekolah saya juga mengadakan buka puasa bersama. Buka puasa bersama
merupakan kegiatan yang paling ditunggu-tunggu bagi saya dan teman-
teman lainnya. Dengan buka puasa bersama membuat hubungan saya dan
teman-teman lainnya makin akrab dan banyak canda tawa yang tercipta
dengan buka bersama. Selain membuat hubungan akrab dengan teman-
teman, buka puasa bersama juga membuat hubungan siswa dan guru makin
dekat.
Pengalaman-pengalaman keagamaan yang menyenangkan bagi saya
yaitu waktu saya kecil saat saya diijinkan pergi ke gereja bersama tetangga
saya, yang saya rasakan saat itu adalah perasaan senang, walaupun
perasaan senangnya tersebut hanya sekedar diijinkan untuk pergi ke gereja.
Pengalaman lain yang menyenangkan buat saya yaitu, saat saya pergi ke
tempat ibadah Kelenteng. Hal tersebut menyenangkan bagi saya, karena
saya sangat senang bila berkunjung ke tempat yang baru dan belom pernah
saya kunjungi sebelumnya. Selain itu, merayakan hari Isra Miraj juga
menyenangkan bagi saya, karena saya senang masih bisa merayakan hari-
hari besar agama Islam dengan positif dan bersama dengan teman-teman
sekolah. Pengalaman yang paling menyenangkan yaitu saat buka bersama
di bulan Ramadhan. Pengalaman tersebut tidak bisa saya lupakan sampai
saat ini. Walaupun pengalaman lainnya juga tidak pernah saya lupakan
sampai sekarang ini, tetapi yang paling saya ingat dan membekas dipikiran
saya yaitu saat buka bersama dengan teman-teman di sekolah. Bahkan
dengan saya menceritakan refleksi ini, saya jadi ingin kembali di masa-masa
sekolah. Saya sangat rindu dengan suasana buka puasa bersama saat itu.

15
Banyak sekali candaan dan saya merasakan kekeluargaan yang terjalin
diantara saya dengan teman-teman bahkan dengan guru-guru di sekolah.
Pengalaman menyenangkan lainnya yaitu ketika saya memberikan
sedekah kepada orang yang membutuhkan. Hal tersebut membuat diri saya
menjadi senang, karena bisa membantu orang lain walaupun bantuannya
tidak seberapa, tetapi dengan niat yang tulus dan hati yang ikhlas saya
percaya bahwa bantuan tersebut sangat berguna bagi orang lain yang
membutuhkan. Pengalaman menyenangkan tersebut sangat membentuk
kepribadian terhadap diri saya. Saya jadi bisa menghargai setiap waktu dan
kegiatan yang saya jalankan, karena saya tersadar bahwa waktu tidak bisa
diulang kedua kali atau bahkan tidak bisa mundur. Dengan hal tersebut saya
menjadi lebih menghargai setiap waktu dan kegiatan yang saya jalani. Selain
itu pengalaman menyenangkan yang dapat membentuk kepribadian saya
saat ini, saya menjadi lebih peduli dengan sesama umat manusia entah itu
yang berbeda agama dengan saya.
Selain pengalaman yang menyenangkan, saya juga pernah
merasakan pengalaman yang kurang menyenangkan. Jadi waktu saya SD
kelas 2, saat itu sedang bulan Ramadhan. Saat istirahat saya diajak teman
sekelas untuk pergi ke kantin, awalnya saya menolak karena untuk apa pergi
ke kantin sedangkan saya sedang berpuasa. Tetapi karena teman saya
memaksa untuk mengantarkan dia ke kantin akhirnya saya mau
mengantarkannya. Sampai di kantin teman saya tersebut membeli minum
dan teman saya tersebut menawarkan saya untuk berbuka puasa secara
diam-diam tanpa ketauan oleh orangtua saya. Pada saat itu saya sangat
menolak tawaran teman saya tersebut, tetapi pada akhirnya saya tergoda
juga oleh ajakannya, hingga pada akhirnya saya ikut berbuka puasa secara
diam-diam dengan teman saya. Pengalaman lainnya yang kurang
menyenangkan bagi saya yaitu saat saya SMP ketika sholat tarawih, saya
diganggu oleh teman saya. Ketika saat itu saya sangat merasa terganggu
oleh perlakuan teman saya tersebut.
Pengalaman yang kurang menyenangkan tersebut membentuk
menyadarkan saya bahwa tidak semua orang yang beragama memiliki

16
akhlak yang baik. Walaupun tidak sepenuhnya kesalahan teman saya yang
mengajak saya untuk berbuka puasa secara diam-diam. Saya juga salah
dalam kasus tersebut, karena saya mudah sekali terpengaruhi oleh orang
lain. Dengan kejadian tersebut mengajarkan saya untuk bisa berpegang
teguh dengan apa yang sudah saya lakukan agar tidak mudah terpengaruh
oleh ajakan orang lain. Selain itu juga saya menjadi sadar bahwa dalam
beribadah kepada Allah SWT harus benar-benar khusyu dan tidak mudah
gampang diganggu oleh orang lain. Dengan itu saya menjadi lebih
menghargai jika orang lain sedang beribadah dan tidak menganggunya
walaupun orang tersebut berbeda agama dengan saya.
Dalam pengalaman pergulatan dalam keberagamaan, saya masih
bingung sebenernya yang dimaksud pergulatan itu seperti apa. Mungkin
pergulatan yang saya pahami adalah perbedaan pendapat dengan orang
yang berbeda agama atau bahkan dengan orang yang sama agamanya
dengan saya. Selama saya hidup dari kecil hingga saat ini saya belom
pernah berantem mengenai perbedaan agama dengan orang yang berbeda
agama. Tetapi saat kasus ahok yang menistakan agama kata orang-orang
yang sangat membela agama Islam, saya sangat heran kenapa orang-orang
tersebut terlalu mempermasalahkannya. Saya berpikir seperti itu, bukan
karena saya tidak membela agama Islam, tetapi menurut saya setiap orang
pernah melakukan kesalahan dan kekhilafan. Sedangkan saja bapak Ahok
sudah meminta maaf dan menjelaskan bahwa beliau tidak ada maksud
tertentu untuk menistakan agama Islam. Tetapi yang saya lihat malah orang-
orang yang memiliki agamanya sangat kental atau sangat baik malah terlalu
melebih-lebihkan kasus tersebut. Saya tidak mendukung bapak Ahok
ataupun membelanya, tetapi saya sebagai manusia biasa yang mempunyai
pemikiran bahwa jika ada orang yang melakukan kesalahan dan orang
tersebut sudah meminta maaf maka wajib memaafkannya, sedangkan saja
Allah SWT memaafkan umat yang melakukan kesalahan dan di dalam Al-
Quran juga dijelaskan untuk memaafkan kesalahan orang lain.
Agama sangat berpengaruh dalam kehidupan saya, terutama jika
saya sedang mengalami kesulitan atau masalah. Jadi waktu saya SMA kelas

17
11 keluarga saya sedang mengalami kesulitan ekonomi. Waktu itu usaha
ayah saya sedang berada di titik yang paling bawah. Semua kondisi di rumah
jadi berbeda, terutama perekonomian. Apalagi saat itu kaka saya belom
bekerja sehingga dia belom bisa membantu kondisi perekonomian keluarga.
Saat masalah itu muncul ibu saya selalu menangis setiap saat. Saya selalu
berusaha tegar di depan kedua orantua saya, agar mereka tidak merasa
tambah sedih jika saya menangis. Saya berusaha menguatkan kedua
orangtua saya dengan meyakinkan mereka bahwa Allah SWT akan
membantu masalah yang dialami saat itu.
Selain dengan masalah tersebut saya juga pernah mengalami
pengalaman yang menurut saya merupakan masa-masa sulit saya ketika itu.
Jadi ketika saya mau Ujian Nasional saat SD, SMP, SMA bahkan saat ujian
masuk Perguruan Tinggi, pengalaman tersebut merupakan masa-masa sulit
saya saat itu. Dengan masalah tersebut saya selalu berdoa dan memohon
kepada Allah SWT agar memberikan kekuatan kepada keluarga saya
menghadapi cobaan yang diberikan oleh Allah SWT. Saat itu saya juga yakin
bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluar yang terbaik untuk keluarga
saya. Dengan saya selalu berdoa akhirnya saya dan keluarga bisa melewati
masalah-masalah yang sangat sulit tersebut. Saya sadar bahwa dalam
keadaan sulit hanya Allah SWT lah yang bisa membantu kita, tetapi kita juga
harus tetap berusaha untuk melewati masalah tersebut.
Agama yang saya anut merupakan agama yang mayoritas. Di
Indonesia kebanyakan menganut agama Islam, hampir di setiap daerah
terdapat orang yang menganut agama Islam. Saya sangat bangga menganut
ajaran agama Islam, bagi saya agama Islam merupakan agama yang paling
baik. Saya menganggap agama Islam merupakan agama yang paling baik,
tetapi saya tidak menjelekkan agama lain, bahkan saya menghargai agama
lain yang berbeda dengan saya. Setiap manusia berhak menilai dan
menganggap agamanyalah yang paling baik, tetapi tetap saja kita harus
saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Keistimewaan-
keistimewaan yang dimiliki oleh agama Islam sangat banyak, yaitu bagi
orang yang baru memeluk agama Islam dosa-dosa yang diperbuat sebelum

18
masuk agama Islam akan dihapuskan seluruh dosa-dosanya, Islam tetap
menghimpun amal-amal kebaikan yang pernah dilakukan seseorang baik
ketika ia masih kafir maupun ketika sudah menjadi seorang muslim,
keistimewaan lainnya yang dimiliki agama Islam adalah Islam merupakan
agama yang sangat mementingkan keadilan dan masih banyak
keistimewaan yang lainnya.
Sebagai penganut agama yang mayoritas saya pribadi tidak pernah
mendapatkan prasangka-prasangka ataupun diskriminasi dari agama
lainnya. Melainkan kita saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Dari pengalaman-pengalaman yang saya alami dapat mempengaruhi dalam
memberikan layanan konseling nanti. Misalnya saja, saya sangat
menghargai agama lain dan sangat menerima perbedaan jika konseli saya
nanti berbeda dengan agama yang saya anut. Dengan hal tersebut maka
saya bisa memberikan layanan konseling yang baik bagi konseli saya
nantinya, sehingga konseli saya tidak merasa dirinya berbeda pandangan
dengan saya walaupun agama yang kita anut berbeda, walaupun setiap
individu pasti memiliki pandangan yang berbeda dengan suatu hal. Selain itu
saya juga dapat menghargai perbedaan pendapat di dalam konseling
nantinya.
Kekuatan-kekuatan agama Islam yang bisa digunakan dalam
konseling yaitu, konselor harus mempunyai keyakinan kepada diri sendiri
bahwa ia sanggup untuk bisa menyelesaikan masalah yang dialami oleh
konseli tersebut. Dengan keyakinan yang dimiliki oleh konselor, maka konseli
pun tidak ragu bahwa ia bisa menyelesaikan masalah yang ia alami.
Konselor juga harus yakin bahwa Allah SWT akan selalu membantu setiap
pekerjaan yang dilakukan. Kekuatan yang lainnya seorang konselor juga
harus mempunyai Aqidah yang baik untuk membantu dalam proses
konseling, karena terkadang konselor tidak berhasil menyelesaikan masalah-
masalah konseling hanya dari teori-teori konseling saja, tetapi harus
diseimbangkan dengan Aqidah yang dimiliki oleh seorang konselor.
Pengalaman-pengalaman beragama saya kebanyakan tentang toleransi
beragama. Saya banyak menjelaskan di atas bahwa saya selalu menghargai

19
perbedaan agama bahkan perbedaan lainnya. Dengan saya mempunyai
pengalaman tersebut, maka pengalaman terebut juga bisa saya gunakan
dalam konseling nantinya, karena sebagai seorang konselor kita tidak boleh
memilih konseli yang ingin dibantunya.
Perbedaan nilai-nilai bahkan posisi agama yang saya miliki tentu saya
berbeda dengan agama lain. Setiap agama pasti mengajarkan kebaikan dan
tidak mungkin menjelek-jelekan agama lainnya. Tetapi tergantung setiap
individu tersebut memandang ajaran agamanya seperti apa. Tentu saja
setiap individu memiliki perbedaan pandangan, misalnya saja dalam
keluarga besar saya terdapat tante yang memiliki agama Kristen, pastinya
mereka memiliki cara pandang tersendiri dengan agama lain, tetapi dengan
perbedaan cara pandang tersebut kita tidak boleh terjadi konflik dan harus
tetap saling mendukung satu sama lain. Cara pandang mengenai agama
dalam proses konseling sangat mempengaruhi konselor dan konseli, bahkan
konseli ataupun konselor tidak menerima cara pandang satu sama lain.
Tetapi sebagai seorang konselor kita harus menyakinkan bahwa perbedaan
cara pandang merupakan suatu hal yang sangat wajar. Sehingga konseli pun
nyaman bercerita kepada konselor dan konseli tidak menganggap perbedaan
pandangan menjadi masalah antara dirinya dan konselor.
Pemahaman mengenai agama sangat penting bagi seorang konselor.
Agama merupakan sumber yang dapat memecahkan atau menyelesaikan
masalah seseorang melalui potensi keimanannya. Dengan menggunakan
pendekatan keagamaan dalam bimbingan dan konseling tersebut, konseli
dapat diberi insight (kesadaran terhadap adanya hubungan sebab akibat
dalam rangkaian masalah-masalah yang dialami oleh konseli tersebut) dalam
pribadi konseli dihubungkan dengan nilai keimanan. Nilai keimanan tersebut
diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
konseli, karena semakin kuat iman seseorang maka akan semakin
memberikan peluang menemukan jalan keluar yang terbaik bagi konseli.
Dalam proses konseling, konselor bisa menggunakan salah satu dari dua
acara dalam konseling agama, yang pertama yaitu menggunakan agama
sebagai tujuan yang lebih menekankan pada pemantapan konseli terhadap

20
keyakinan agamanya. Cara ini didasarkan pada asumsi bahwa keyakinan
terhadap agama yang kuat akan menyatukan kesadaran seseorang,
sehingga timbul iman, taqwa dan akhlaq dari konseli tersebut. Cara yang
kedua di mana agama sebagai instrument lebih menekankan pada nilai-nilai
luhur yang diajarkan dalam sebuah agama yang digunakan untuk aktivitas
konseling secara luas. Yang didasari pada asumsi yaitu bahwa nilai-nilai
luhur yang ada dalam agama tidak bertentangan bahkan harus sejalan
dengan prinsip ilmu psikologi atau konseling yang dapat membantu
menyelesaikan masalah konseli.
Dalam buku yang saya baca membahas mengenai toleransi dalam
beragama. Pengertian toleransi berasal dari bahasa Arab “tasamuh” yang
artinya ampun, maaf dan lapangan dada. Sedangkan pengertian toleransi
dari bahasa Latin “tolerantia”, yang artinya kelonggaran, kelembutan hati,
keringanan dan kesabaran. Dalam islam tidak mengajarkan umatnya
memaksa manusia untuk mengikuti agama islam, dan ajaran itu terkandung
dalam Al-Quran surat Al-Baqaroh ayat 256, dan surat Yunus ayat 99. Islam
juga menunjukkan bagaimana cara beradab dalam berdakwah yang
dijelaskan dalam Al-Quran surat an-Nahl ayat 125. Bahkan dalam surat Al-
Mumtahanah ayat 8, kaum muslimin diharuskan berbuat baik dan adil
kepada seluruh manusia walupun kaum kafir sekalipun dengan syarat ia
tidak memerangi islam. Adapun toleransi yang berkaitan dengan agama,
toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah
keyakinan pada diri manusia yang berhubungan dengan ke-Tuhanan yang
diyakininya. Toleransi mengandung maksud supaya memperbolehkan
terbentuknya sistem yang menjamin terjaminnya pribadi, harta benda dan
unsur-unsur minoritas yang terdapat pada masyarakat dengan menghormati
agama dan menghargai pendapat orang lain. (Misrawi & Zuhairi, 2007)
Dari buku yang saya baca berdasarkan pengalaman-pengalaman
keagamaan yang saya alami bahwa toleransi dalam beragama sangat
penting. Dari pengalaman-pengalaman yang saya rasakan bahwa saya
selalu menghargai dan menghormati orang yang berbeda agama. Dengan
menghormati dan menghargai perbedaan agama maka akan timbul

21
kekerabatan yang sangat erat. Dari pengalaman-pengalaman tersebut saya
diajarkan oleh orangtua saya untuk mempunyai sikap toleransi antar umat
beragama. Saya pun tersadar bahwa memiliki sifat toleransi sangat baik
untuk diri sendiri bahkan untuk orang lain.

Daftar Pustaka
Misrawi, & Zuhairi. (2007). Alquran Kitab Toleransi. Jakarta: Pustaka Oasis.

22
REFLEKSI AGAMA
AGAMA SENDIRI

Tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Konseling Multikultur yang
diampu oleh Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons.

Disusun Oleh:
Revitia Thalita Salsabila 1715164606

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

23
1. Timeline Agama

2012: 2014: 2016:


2002: 2011:
2004: Umroh dengan Sekeluarga
Diajarkan doa Les mengaji Merayakan Idul
Didaftarkan les Mama kumpul
harian untuk private Fitri di Aceh
mengaji merayakan Idul
pertama kali
Fitri
2015: 2016:
Merayakan Idul Diperlakukan tidak baik
Adha dengan mantan pacar yang
sekeluarga beragama non-muslim

1
a. Pengalaman Agama
Pengalaman keberagamaan yang paling penting dalam keluarga
sepengetahuan saya adalah saat menjalankan ibadah puasa dan merayakan
hari raya Idul Fitri. Pada momen ini keluarga saya dapat berkumpul
bersama, terlebih keluarga inti saya. Sebenarnya keluarga saya bukan
keluarga yang harmonis dikarenakan adanya perselisihan antara kakak saya
yang nomor pertama dan yang nomor kedua sejak saya kecil. Sehingga,
membuat kami jarang sekali dapat berkumpul dikarenakan mereka selalu
bertengkar secara fisik. Pada momen tersebut kami dapat berbuka puasa
bersama-sama dan saling bermaafkan satu sama lain saat lebaran, terlebih
ketika kakak saya pertama meminta maaf kepada orangtua. Mungkin ini
lebih kepada pengalaman penting dalam keluarga menurut saya pribadi.
Melihat hal tersebut pasti sangat jarang bagi saya karena kakak saya yang
nomor pertama ini sangat sulit untuk diajak berkomunikasi, apalagi dengan
orangtua. Sehingga, saat Idul Fitri ini menjadi momen yang paling ditunggu
karena saya dapat melihat orangtua dan kakak saya berinteraksi meskipun
tidak dalam jangka waktu yang panjang.
Mungkin pengalaman ini juga sangat berarti bagi orangtua saya. Selain
itu, saat lebaran juga kami sekeluarga besar dapat berkumpul bersama dan
tempat berkumpulnya adalah di rumah saya. Saudara-saudara yang jauh dan
jarang saya temui atau bahkan saya belum kenalpun dapat bertemu. Hanya
saat Idul Fitri saja kami sekeluarga besar dapat benar-benar berkumpul
pada satu hari. Kami berbincang dan bercanda, serta saling bermaaf-maafan.
Selain itu, kebiasaan kami pada saat lebaran juga melakukan sebaran uang
sebagai penghibur. Semua orang, baik dari yang dewasa dan anak-anak
berkumpul di ruang keluarga kemudian dilemparkan uang dari ruang
mushola lantai dua. Kami berebut untuk mendapatkan uang tersebut.
Sehingga banyak sekali kejadian yang lucu-lucu terjadi.
Berikutnya berdasarkan timeline yang sudah saya buat di atas, saya
akan menjelaskan mengenai pengalaman penting pertama kali dalam hidup
saya yakni diajarkan doa harian. Sebenarnya saya tidak mengingat kejadian
ini, namun ibu saya selalu menceritakannya sehingga saya sedikit
mengetahui pengalaman dua tahun pertama. Ibu saya menceritakan bahawa
pada saat saya berusia dua tahun, ia selalu mengajarkan doa-doa harian dan
doa yang paling berkesan menurutnya adalah doa orangtua. Saat ibu saya
menceritakan bagaimana cara saya mengucapkan doa orangtua tersebut,
sedikit demi sedikit saya mengingat hal tersebut. Saat itu saya
mengucapkannya dengan bicara yang masih cadel dan belum jelas apa yang
disebutkan. Sehingga, kejadian tersebut menjadi sangat berkesan. Diantara
doa-doa harian yang orangtua saya ajarkan, memang doa orangtua ini sangat
melekat pada saya. Setiap hari, baik dalam beribadah maupun sebelum tidur
saya selalu mengutarakan doa tersebut. Sejak kecil saya memang sangat
sayang dan khawatir dengan orangtua saya, sehingga di manapun saya
berada dan kapanpun setiap kali berdoa, doa orangtua tidak pernah
terlewatkan.
Bagi saya orangtua adalah nomor satu karena tanpa mereka saya tidak
pernah bisa merasa aman dan nyaman. Saya tidak pernah mendapatkan

1
kasih sayang seperti orangtua berikan terhadap saya. Oleh sebab itu, setiap
kali saya berdoa, baik saat sholat atau hendak tidur atau diwaktu tertentu,
doa yang pertama kali saya ucapkan untuk orangtua kemudian dilanjutkan
untuk saya. Doa orangtua ini memang sangat berkesan sekali dalam hidup
saya. Selain saya menghapalkan doa ini, sejak kecil ayah saya selalu
menanyakan apa arti dari doa tersebut. Ayah sangat senang ketika saya
membacakan doa beserta artinya dihadapan dirinya. Setiap kali saya
membacakan doa dan artinya, saya ingat ayah selalu ingin saya
mengucapkan artinya dengan keras. Sebenarnya saya masih tidak tahu
kenapa hal tersebut selalu dilakukan oleh beliau, namun saya senang jika
melakukannya.
Saya masih ingat sampai sekarang bagaimana saya membacakan arti
dari doa tersebut. Setiap selesai doa dan saya pasti akan teriak “artinya”
dilanjutkan dengan nada biasa pada bagian “Ya Allah, ampunilah dosaku dan
dosa kedua orangtua ku, sayangilah mereka seperti mereka menyangiku
diwaktu kecil, amin”. Setiap selesai membacakannya, ayah saya akan
tersenyum dan senang sekali. Pengalaman itu saya lakukan sampai kelas 1
SD. Sejak kelas 1 SD saya sudah tidak lagi melakukannya karena ayah saya
tidak pernah memintanya. Selain doa orangtua, doa yang tidak pernah
terlupakan sejak kecil adalah doa keselamatan dunia dan akhirat. Doa ini
selalu menjadi pengiring setelah saya mengucapkan doa orangtua sekaligus
sebagai doa penutup.

b. Hubungan Agama dengan Etnis


Pengalaman keberagamaan saya ini memiliki hubungannya dengan
etnis yang saya miliki. Sejak usia 5 tahun saya sudah didaftarakn les mengaji
oleh kedua orangtua. Pada usia tersebut saya baru saja menginjak sekolah
dasar kelas satu pada tahun 2004. Saat TK saya baru dikenalkan bacaan
buku Iqra oleh orangtua, namun tidak sering sehingga saat kelas satu ini
saya baru memulai les mengaji. Alasan orangtua saya tentu agar saya dapat
membaca Al-Quran sebagaimana orang berama Islam harus dapat membaca
kitab Al-Quran sebagai amalan kehidupan. Menurut saya, alasan ini juga
berpengaruh dengan etnis saya yang berasal dari Aceh. Memang ibu saya
beretnis Jawa, namun kebiasaan yang melekat di rumah sudah terbiasa
dengan etnis Aceh.
Kebanyakan orang menanggap bahwa sebagai orang Aceh pasti sangat
kental dengan agamanya, terutama agama Islam. Saya melihat bahwa
orangtua saya sangat bangga sekali jika anaknya dapat membaca Al-Quran
dengan lancar. Sehingga, saya sudah didaftarkan les tersebut agar dapat
seperti ayah dan kakak saya yang nomor tiga. Pengalaman les mengaji ini
sebenarnya masih membingungkan bagi saya apakah pengalaman yang
menyenangkan atau menyedihkan. Alasannya perasaan tersebut saya alami
keduanya saat proses belajar. Saat saya pertama kali les sangat bersemangat

2
sekali dan selalu masuk setiap hari. Namun, lama-kelamaan saya mulai
jarang masuk dan banyak sekali tertinggalnya. Sedangkan kakak saya nomor
tiga sudah hampir khatam Al-Quran, namun saya masih saja di Iqra dua dan
tidak ada berkembangannya.
Saya sempat berhenti les mengaji saat kelas 3 SD karena rasa malas dan
saya memohon untuk berhenti kepada orangtua. Sehingga, saya masih
belum dapat membaca Al-Quran sampai saya SMP. Walaupun saya
bersekolah di SD Muhammadiyah, tetap saya kemampuan saya dalam
membaca Al-Quran tidak berkembang. Padahal di SD juga saya ada pelajaran
Bahasa Arab, namun saya sangat buta sekali. Saat ujian praktikpun saya
hanya menghapalkan bagian yang saya ketahui saya untuk Bahasa Arab,
sedangkan untuk ujian mengaji saya kebetulan mendapatkan surat Al-Alaq
di mana saya menghapal ayat 1-5 saja. Kelanjutan dari ayat tersebut saya
tidak dapat membacanya sehingga guru saya menanyakan tentang tajwid.
Namun, kembali lagi saya saat SD sangatlah malas dalam belajar sehingga
saya sangat kosong sekali dan menjawabnya dengan asal-asalan. Saya akui
saat SD ini banyak sekali hapalan yang harus disetorkan kepada guru
Agama, namun sampai saya lulus saya tidak pernah menyetorkan satu
suratpun. Oleh karena itu, nilai saya tidak terlalu bagus saat SD.
Setelah kejadian itu, ayah saya pun berkata “masa kakak orang Aceh ga
bisa baca Al-Quran, malu dong” dan saya merasa tidak enak sekali dengan
ayah. Akhirnya, saya didatangkan guru les ngaji di rumah saat kelas satu
SMP. Saya memulai pada bagian Iqra 3 dan selama setahun akhirnya saya
dapat lulus dan memulai belajar Al-Quran. Meskipun masih belum lancar
dan banyak sekali kesalahan saya mau belajar sampai akhirnya saya pindah
rumah dan tidak melanjutkannya kembali les private tersebut. Kebetulan
guru ngaji saya adalah tetangga di rumah Utan Kayu, sehingga pada saat
saya pindah ke Pulomas sedikit repot ketika harus mengantar-jemput beliau.
Dengan modal sedikit dapat membaca Al-Quran, di kelas dua saya mulai
ikut Rohis di SMP. Saya akui jarang sekali saya hadir pada ekstrakulikuler
tersebut karena saya terfokuskan dengan Paskibra. Dalam beberapa kali
kesempatan saya mengikuti kegiatan Rohis dan sedikit takut karena merasa
belum dapat membaca Al-Quran. Saya sering menghindar karena takut
disuruh membacanya karena saya melihat dalam kelompok saya, hanya saya
yang belum bisa membacanya. Banyak kesempatan yang saya lewati karena
takut diminta membaca Al-Quran oleh kakak pembimbingnya dan memilih
berada di Paskibra. Setelah lulus SMP saya masih belum dapat membaca Al-
Quran dengan lancar sampai sekarang. Sehingga sering kali ayah saya
menyebutkan kata-kata tersebut. Saat ini saya masih bingung kepada siapa
orang yang dapat mengajarkan saya Al-Quran karena ayah saya sibuk dan
kurang sabar dalam mengajarkan dan kakak saya juga tidak mungkin karena
sedang menempuh pendidikan di Akmil. Sehingga sampai saat ini saya masih
merasa sangat jauh sekali dengan etnis saya Aceh karena tidak dapat
membaca Al-Quran dan banyak sekali kewajiban yang terlewatkan.
c. Komunitas Keagamaan
Membahas mengenai komunitas kegamaan, saya pernah bergabung di
Rohis SMP dan SMA. Pengalaman yang saya rasakan sama saja seperti yang

3
telah saya jelaskan diatas. Namun, perbedaannya di SMA adalah saya
dipercaya untuk mengisi keputrian di kelas X pada saat saya kelas XI.
Pengalaman awal saya Rohis di SMP maupun di SMA tidak jauh berbeda.
Saya sering memilih kegiatan lain dikarenakan takut diminta untuk
membaca Al-Quran. Padahal kakak pembimbingnya mau mengajarkannya,
akan tetapi saya malu karena belajar dengan teman-teman saya yang sudah
dapat membaca dengan lancar. Saya sangat ketakutan sekali dan jika saya
keharusan membaca, pastinya saya membaca dengan nada kecil dan duduk
di samping kakaknya agar teman saya tidak terlalu mendengar dengan jelas
apa yang saya ucapkan. Pengalaman saya memang tidak terlalu bagus
karena besarnya rasa takut dalam diri.
d. Pengalaman Keberagamaan yang Paling Menyenangkan
Pada poin ini pengalaman keberagamaan yang menyenangkan dalam
hidup saya adalah ketika saya melakukan perjalanan umroh dan merayakan
Idul Fitri di Aceh untuk pertama kalinya. Pada awal saya berangkat umroh
dengan mamah, tepat sekali saat kenaikan kelas dua SMP. Pengalaman itu
sangat berkesan bagi saya dan saya sangat bangga sekali karena saya dapat
membiayai perjalanan saya setengah dari harga yang dibayarkan dari hasil
uang tabungan saya. Berangkat umroh juga merupakan pengalaman
perjalanan ke luar negeri terjauh yang pernah saya lakukan dalam hidup
saya. Disana saya mendapatkan banyak pengalaman berharga. Baik
pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman yang menyebalkan.
Pengalaman menyebalkan yang saya rasakan disana ketika sedang
berbelanja saya mendapatkan pelecehan seksual dari si penjual di mana ia
mencubit dan menyentuh pantat saya beberapa kali sampai saya keluar dari
toko tersebut, namun ia tetap mengikuti saya. Berikutnya ketika sedang
berada di toko emas, kebetulan di sana saya memiliki tante yang sudah
menjadi warga negara Arab Saudi karena telah menikah dengan orang sana.
Kebetulan pada saat di toko tersebut, saya diperhatikan oleh si penjual dan
ia berbincang dengan tante saya menggunakan Bahasa Arab.
Saat di rumah tante saya, ia memberitahu bahwa saya ingin dinikahkan
oleh lelaki tersebut. Hal ini membuat saya sedikit takut dan merasa aneh
dengan pria di Arab pada saat itu, terlebih saya sedang berada di Kota
Makkah. Saya pun berasumsi bahwa meskipun tinggal di negara dan di kota
yang suci, penduduknya belum tentu taat dengan agamanya dan saya
merasa mereka senang dengan anak kecil pada saat itu. Sedangkan untuk
pengalaman yang menyenangkannya saya dapat bertemu dengan tante dan
sepupu saya di sana yang selama ini kami hany komunikasi melalui telepon
saja. Selain itu, saya juga kagum saat saya berada di Mekkah. Saya melihat
banyaknya orang-orang dari seluruh dunia tiada hentinya bersemangat
untuk beribadah. Dari siang sampai malam, tidak pernah sepi dan terus
semakin ramai dikunjungi. Bahkan pada saat saya di sana kebetulan
cuacanya sampai 55 derajat celcius dan orang-orang yang beribadah di
lantai tanpa menggunakan alas pun tanpa merasa kepanasan dan tetap
khusyuk dalam beribadah.
Selama di sana juga saya belajar untuk tidak sombong. Selama ini saya
sering kali mudah mengingat suatu hal dengan cepat dan mudah. Namun,

4
saya diingatkan oleh pak ustad untuk tidak pernah berkata “ah disini ini
gampang lah diinget” meskipun dalam hati karena banyak sekali
pengalaman yang justru tersesat dan bingung di mana tempat tadi ia masuk
atau ia meletakkan barang. Saya mengingat di mana pintu saya masuk dan
menaruh alas kaki dan saya mengontrol untuk tidak berkata “gampang kok
mah Revi inget” karena nasihat pak ustad tadi. Selama saya di sana juga saya
menjadi tahu banyak sekali sholat-sholat Sunnah yang dapat dikerjakan.
Sayangnya pada saat saya ke sana saya belum dapat maksimal untuk
beribadah.
Terkadang saya merasa menyesal karena banyak sekali yang saya
lewatkan selama saya di sana padahal saya dapat menjalankan banyak
ibadah. Mungkin karena usia saya yang masih remaja dan kurangnya
pengetahuan saya, membuat saya kurang begitu paham apa yang dapat saya
lakukan. Saya juga melewatkan banyak kesempatan untuk beribadah malam
karena rasa ngantuk. Saya memilih untuk tidur sedangkan ibu saya tetap
memutuskan untuk beribadah ke masjid dan ia pun berhasil mencium Hajar
Asswat. Akan tetapi saya merasa senang dan bersyukur karena diberi
kesempatan untuk datang ke sana dan melihat Ka’bah secara langsung yang
selama ini saya hanya melihat dari foto/lukisan atau sajadah saja.
Pengalaman keberagamaan yang menyenangkan berikutnya adalah
saat dua tahun lalu saya merayakan lebaran di Aceh untuk pertama kali.
Saya merasa sangat senang sekali karena untuk pertama kali saya
merasakan bagaimana berpuasa dan berlebaran di sana. Di Aceh buka puasa
lebih lama daripada di Jakarta karena terbenamnya matahari sekitar
setengah tujuh malam. Walaupun memang untuk sahurnya juga lebih lama.
Saya dapat merasakan bagaimana kebiasaan keluarga saya saat sahur dan
berbuka serta apa saja yang dihadangkan pada saat bulan Ramadhan. Selain
itu, pada saat lebaran juga sangat jauh berbeda dengan yang ada di Jakarta.
Saya merasa di kampung ramai setelah sholat Ied saja setelah itu tidak
terlalu ramai dan saya merasa jarang sekali orang yang menghampiri rumah
tetangganya karena sudah dilakukan di masjid.
Untuk keluarga yang lumayan jauh dari rumah nenek, memang baru
kita datangkan untuk bertamu dan bersilahturahmi. Makanan yang
dihidangkan sebenarnya tidak jauh berbeda. Namun, lebih khas dengan
masakan Aceh saja. Selain itu, di Aceh juga momen lebaran ini dijadikan
ajang untuk berlomba. Biasanya diikuti oleh pemuda-pemuda kampung dan
pemuda yang merantau. Kegiatan itu diadakan karena pada saat itulah
seluruh keluarga dapat berkumpul sampai yang merantaupun juga. Maka
dari itu dibuat ajang perlombaan sebagai keseruan dan tempat
bersilahturahmi. Kegiatan itu dilaksanakan sehari setelah lebaran dan
kegiatan itu dilakukan dalam beberapa hari. Lomba-lombanya juga sangat
banyak, mulai dari futsal, lari, menembak, panjat pinang, dan sebagainya.
Tergantung dari kebijakan masing-masing kampung. Sehingga, tidak ada
kejadian di mana pemuda kampung sebelah ikut dalam kegiatan lomba
kampung lain karena setiap kampung melangsungkan lombanya masing-
masing.

5
Selain lomba, kebetulan pada saat itu om saya dinikahkan ulang di sana
karena pada tahun 2007 om saya menikah di Jakarta dan tidak dihadiri
keluarga dari Aceh kecuali ayah saya. Om saya berserta keluarganya
berangkat ke kampung untuk pertama kalinya dan dirayakan secara ulang di
sana. Acaranya hanya seperti resepsi biasa saja karena setelah itu om saya
langsung lari ke lapangan untuk adu bola. Kegiatan itu memang hanya
sebagai simbolis saja dilakukan di keluarga saya karena sejak ayah saya
merantau ke Jakarta.
e. Pengalaman Keberagamaan yang Kurang Menyenangkan
Pengalaman ini adalah pengalaman yang menyedihkan, khususnya bagi
keluarga besar. Momen hari raya Idul Adha seharunya menjadi
menyenangkan, namun menjadi sebaliknya karena kakak dari ibu saya
(pakde) meninggal setelah kejadian itu. Sebelum Idul Adha, pakde meminta
ibu saya untuk potong kurban di Utan Kayu dan ia mau mengurusinya.
Awalnya ibu saya berpikir untuk berkurban di pesantren saja, namun karena
permintaan pakde akhirnya ibu saya menurutinya. Saat itu adalah momen
yang sangat jarang dirasakan karena hampir seluruh keluarga besar benar-
benar hadir dan turut berpartisipasi. Ibu dan bude saya bagian memasak
daging yang menjadi bagian milik kami. Sedangkan, pakde dan pakle saya
mengurusi bagian pemotongan dan pembagian daging. Saat itu, bude dan
mamah saya membuat sop dan pastinya kami sekeluarga dengan sigap
menyantapnya. Kebetulan pakde saya itu tidak mendaptkan bagian dan
menanyakan apakah masih ada sisa ke bude saya. Akhirnya, bude pun
memasaknya kembali karena sudah habis masakan pertama.
Tidak disangka kejadian itu adalah memori terakhir kami bersamanya.
Terlebih dahulu ibu saya dan dirinya memang kurang akur. Kepergian pakde
saya ini dapat dikatakan setelah seluruh keluarga dari ibu saya sudah
kembali harmonis dan meninggalkan kesan baik. Memori itu sangat
membuat kami terpukul karena keinginannya untuk kumpul bersama di hari
raya Idul Adha. Beberapa hari setelahnya, pakde saya meninggal dunia.
Kejadian meninggalnya pun saat ia tertidur. Kami sekeluarga sangat merasa
kehilangan sekali karena kami dapat dikatakan baru akur dan berkumpul
bersama, namun ternyata ia akan pergi selamanya. Sehingga setiap Idul
Adha berikutnya, ibu saya pasti mengingat pakde saya karena merasa sangat
kehilangan sekali.
Berikutnya pengalaman kurang menyenangkan terjadi pada saya dan
mantan pacar saya. Kebetulan saat itu saya memang memiliki pacar yang
beragama Kristen. Pada awalnya kami dapat berhubungan dengan baik dan
tidak menyinggung agama satu sama lain. Kami dapat menjalankan ibadah
masing-masing dengan baik dan lancar. Selama 11 bulan berpacaran
hubungan kami baik-baik saja, hingga pada akhirnya ia bersikap aneh dan
keterlaluan. Tiba-tiba ia meminta saya untuk berhubungan badan
dengannya, sontak saya menolak secara terang-terangan. Ia pun marah dan
mulai menyinggung masalah agama dan etnis saya. Kebetulan saat itu juga
sudah mulai kasus Ahok dan menjadi salah satu penyebab juga dalam
perselisihan kami. Ia selalu menyinggung agama saya dan saya sangat ingat
sekali ia mengatakan “mana coba di Aceh, emang ada gereja?” saya bingung

6
apa hubungannya hal tersebut dalam hubungan kami. Saya masih
menanggapinya dengan santai dan tenang. Namun, setelah itu ia mulai kasar
dan mulai melontarkan kata-kata yang kurang menyenangkan.
Saya menjadi takut karena ia mulai mengancam. Ia juga menyuruh saya
memilih untuk ikut agama dia atau tetap di agama saya. Pilihan saya
pastinya tetap dan tidak mau pindah ke agama yang dianut olehnya. Setelah
itu ia pun mulai mengancam saya karena tidak menuruti kemauannya.
Bahkan ia mengtakan bahwa ia hanya membuang waktu berhubungan
dengan say ajika saya tidak ikut dengannya. Saat itu saya pun
membalikannya dan mengatakan bahwa ia sudah tahu dari awal jika kami
berbeda dan saya memang belum berpikir ke depan apalagi masalah
pernikahan karena ia sudah sampai ke sana. Saya merasa mulai
terdiskriminasi dengan pacar saya saat itu. Saya juga dilarang-larang
menggunakan kerudung dan mulai dilarang untuk sholat sampai setiap jalan
dengannya saya secara sembunyi untuk sholat agar tidak ketahuan. Hingga
pada akhirnya saya pun menjadi sakit dan tidak mau bertemu dengannya
karena ancaman yang dilontarkannya.
Ketika saya mulai mengabaikan pesan dan telepon darinya, saya sakit,
dan saya mulai melukai diri saya sendiri, ia tiba-tiba berubah sangat baik
sekali. Ia pun meminta maaf atas perlakuannya, namun tetap saja dalam hati
kecil saya ketakutan karena saya tidak berani mengatakan putus meskipun
saya maafkan. Saya tidak berani mengatakan putus karena ia mengancam
akan mencelakakan say ajika berani memutuskannya. Saat itu saya sangat
ketakutan dan tidak berani mengatakannya kepada orangtua. Akhirnya saya
berbicara kepada Fitri Ariani dan Wanda tentang perilaku mantan pacar
saya ini. Mereka menyarankan saya untuk berbicara ke bude yang paling
dekat dengan saya. Tanpa pikir panjang saya pun setuju dan ke rumah bude
serta menceritakan semuanya. Saya juga berkata untuk tidak
memberitahukannya kepada ibu saya namun ternyata ibu saya diberitahu
oleh bude saya sehingga saya merasa semakin rumit.
Ibu saya meminta saya untuk memblokirnya dan berhenti
berhubungan, namun saya memang tidak menceritakan ke bude saya bagian
ancaman tersebut sehingga mereka tidak tahu. Pada akhirnya mantan saya
ini mulai membaik-baiki saya lagi agar mau balikan dengannya. Banyak cara
yang ia lakukan. Ketika saya merasa bahwa ia sudah tidak lagi membahas
mengenai hubungan badan dan agama saya mau berbaikan. Namun,
sikapnya masih kasar dengan saya dan semakin gampang marah. Sampai
ada bagian di mana ia menyinggung kembali agama Islam dan saya benar-
benar marah. Pada bulan Ramadhan tahun lalu, ketika saya berpuasa saya
sempat membentak dia untuk berhenti mengurusi agama saya. Saya
meminta untuk tidak melarang kegiatan ibadah karena saya tidak pernah
memperlakukan hal itu kepadanya.
Ia pun mau namun tetap diganggu sampai membuat saya marah sekali
kepadanya. Ia juga menyinggung saya untuk mengkonsumsi babi sampai
saya merasa sudah sangat risih sekali dengan sikapnya ini. Setelah itu saya
memutuskan untuk berhenti berhubungan karena saya sudah merasa tidak
ada toleransi diantara kami. Ia tidak dapat menghargai agama yang saya

7
anut dan tidka dapat memperlakukan saya dengan baik. Terlebih juga dari
orangtua kami sangat menolak hubungan tersebut, sampai saya pernah
dibentak oleh ibu nya karena berpacaran dengan anaknya karena perbedaan
agama. Meskipun hubungan kami berjalan cukup lama membuat saya takut
untuk bertemu dengan ibunya karena ia tidak suka saya yang beragama
Islam. Saya juga sempat melihat ibunya mengirimkan pesan tentang
broadcast yang menjelekan agama Islam ke wa mantan pacar saya ini.
Memang permasalahan hubungan badan sudah selesai dan ia sangat
menyesal pernah mengatakan dan memaksa saya melakukan itu. Semenjak
ia tahu saya melukai diri saya ia pun berhenti dan tidak lagi membahas itu,
namun permasalahan agama ini masih terus terjadi. Setelah masalah itu,
saya merasa hubungan ini sudah tidak seperti awal karena ia selalu
menyinggung masalah agama. Apalagi permasalahan Ahok dulu juga
menjadi pemicu di mana ia mengatakan agama saya hobi demo. Semakin
risih saya dengan perlakuannya terhadap agama dan saya juga tidak dapat
kesempatan untuk berargumentasi membuat saya memilih untuk selesai
saja. Jika saya berargumentasi, justru saya menadapatkan perkataan yang
tidak mengenakan sekali.
f. Pergulatan Dalam Kehidupan Keberagamaan
Sebelumnya yang saya pahami mengenai pergulatan adalah usaha tiada
henti, maka dari itu saya pernah mengalaminya sampai sekarang. Sejak kecil
saya sangat nakal dan jarang sekali beribadah hingga akhirnya di kelas 3
SMP baru mulai belajar taat menjalankan kewajiban. Sejak SMP sampai SMA
saya berjuang keras agar saya dapat melaksanakan ibadah 5 waktu berserta
sholat Sunnah, seperti tahajud dan duha. Terkadang saya juga melaksanakan
sholat istiqarah. Ini saya terus lakukan karena ingin membiasakan untuk
taat dengan agama. Namun, memang semenjak kejadian saya dengan
mantan pacar saya itu, dua tahun belakangan ini saya menjadi bolong-
bolong kembali sholatnya. Saya berusaha agar sekarang saya dapat
mengembalikan kebiasaan sewaktu sekolah dengan taat menjalankan
ibadah 5 waktu berserta Sunnah serta belajar kembali membaca Al-Quran.
Saat dahulu saya dapat menjalankannya dengan baik, saya merasa tenang
dan aman.
Saya merasa dimudahkan segala urusan saya, walaupun bolong namun
tidak seperti sekarang. Bahkan saya dapat dalam seharian tidak
menjalankan ibadah. Saya sekarang sedang berusaha dengan keras kembali
untuk mengembalikan hal tersebut. Saya merasa sangat malas sekali dalam
menjalankan ibadah, mungkin juga karena pengaruh mantan pacar saya
yang sempat melarang-larang saya untuk beribadah. Saya terkadang merasa
sangat berdosa dan tidak nyaman, namun tetap saja seringkali saya
melewatkan ibadah. Sehingga, pergulatan yang sedang saya lakukan
sekarang adalah mengembalikan kebiasaan saya untuk beribadah dengan
rajin sebagaimana mestinya.
g. Keagamaan Mempengaruhi Kesulitan yang Dialami
Saya merasa pengalaman keagamaan ini banyak mempengaruhi saya
dalam menghadapi masalah. Saya merasa jika saya rajin beribadah maka

8
saya merasa aman dan tenang sehingga apapun masalahnya saya dapat kuat
menghadapinya. Jika saya tidak melaksanakannya dengan baik, pasti saya
merasa banyak sekali permasalahan yang saya alami dan seringkali merasa
tidak kuat dalam menjalankannya. Saya akui kebiasaan dalam menjalankan
ibadah dapat membatu saya menyelesaikan bagaimana permsalahannya
karena dengan berdoa saya merasa sering dikabulkan, baik masalah dengan
orang lain, diri sendiri, atau bahkan masalah akademis.
Saya merasa kuat jika saya melaksakan ibadah dengan baik dan tidak
mudah gampang menangis serta ketakutan. Seperti saat masalah saya
dengan mantan pacar saya yang berbeda agama. Saya akui saat itu saya
sudah mulai tidak rajin beribadah sehingga saya tidak kuat menghadapi
masalah tersebut dan sering merasa ketakuan. Namun, jika saya berdoa dan
beribadah saya merasa tenang dan yakin apa yang harus saya lakuakn
terhadap dirinya. Adapula pengalaman saat saya masih SMP hendak masuk
SMA. Saat itu saya merasa takut karena khawatir tidak diterima di SMA
negeri. Saya berdoa setiap hari dan malam agar saya dapat diterima di SMA
yang dinginkan. Meskipun pada akhirnya saya tidak diterima di SMA yang
diinginkan saya menadapatkan SMA yang membuat saya senang dengan
teman dan ekstrakulikulernya.
Ketika saya sedang kuat dengan agama saya, maka saya merasa segala
masalah menjadi ringan. Saya tidak mudah stress seperti sekarang ini. Saya
yakin apa yang diberikan adalah yang terbaik untuk saya. Pengalaman
berikutnya adalah ketika rasa bimbang apakah saya bertahan di jurusan
Bahasa atau pindah ke jurusan IPA karena sempat ditawarkan oleh guru BK.
Saya pada saat itu pun meminta petunjuk mana yang harus saya pilih. Saya
akhirnya memilih tetap di Bahasa. Antara yakin dan tidak yakin
sebebenarnya, namun saya dapat menjalankan masa SMA saya di kelas
Bahasa dengan baik dan lancar. Bahkan nilai saya pun juga dapat
digolongkan bagus dan saya juga memiliki beberapa prestasi. Hal ini
dikarenakan saya selalu meminta apapun yang saya lakukan tidak sia-sia
dan saya dapat memberikan yang terbaik, baik untuk diri saya maupun
orang lain. Memang saya akui ketika saya dekat dengan Allah maka Ia akan
memudahkan segala urusan saya.
h. Agama Mayoritas
Menurut saya, saya berasal dari agama mayoritas, baik di lingkungan
rumah atau bahkan di negara ini. Walaupun saya demikian saya pernah
mengalami diskriminasi. Diskriminasi tersebut sudah saya ceritakan pada
bagian mantan pacar saya di atas. Saya merasa meskipun agama mayoritas,
tetap saya diskriminasi akan tetap terjadi bahkan oleh orang yang pada saat
itu dapat saya katakan saya sayang dengan dirinya. Menurut saya
pengalaman ini memberikan pelajaran yang paling berharga. Memang sikap
toleransi antar beragama harus tumbuh dengan kuat dalam diri seseorang
agar tidak terjadi diskriminasi. Pengalaman ini tentunya membuat saya
tidak akan pernah memaksakan seseorang untuk sejalan dengan agama yang
saya anut. Dalam proses konseling nanti pastinya saya akan mengarahkan
konseli untuk menjalankan agama yang dianutnya. Saya juga harus banyak
belajar mengenai istilah dalam agama tertentu agar tidak menyinggung

9
konseli. Sebagaimana pelajaran yang saya dapatkan pada minggu lalu yakni
“Konsep dalam agama yang sangat berpengaruh dalam agama terterntu itu
sangat perlu diperhatikan. Dalam hal lain perlu diperhatikan istilah yang
digunakan, terlebih istilah kegamaan. Apabila kita mendapatkan konseli
yang memiliki agama berbeda, maka sebaiknya kita menggunakan istilah
atau konsep yang mereka pahami. Perlu diingat kita tidak perlu menjadi
bagian dari agama tersebut, namun dengan menggunakan istilah dan konsep
yang mereka pahami maka konseli mendapatkan pemahaman spiritual
sebagaimana pengalaman mereka”.
Saya merasakan bagaimana sikap diskriminasi itu sangat tidak enak
sekali dirasakan. Sehingga saya tidak menginginkan hal tersebut terjadi oleh
konseli saya. Dengan menggunakan istilah itu, setidaknya dapat membuat
konseli menjadi nyaman dan tidak terkesan mengagungkan konsep agama
yang saya anut. Saya beberapa kali merasakan bagaimana tidak enaknya
diperlakukan seperti digiring untuk mengikuti agama seseorang. Maka dari
itu saya tidak menginginkannya terjadi. Penting sekali untuk memahami
latar belakang budaya dan agama yang dianut konseli agar dalam proses
konseling saya tidak salah menggunakan istilah atau tidak salah langkah
yang dapat menyebabkan konseli menjadi risih.

i. Kekuatan dan Pengalaman Kegamaan yang Dapat Digunakan Dalam


Konseling
Pada poin ini tentu saja pengalaman dan kekuatan keagamaan yang
saya rasakan dapat digunakan dalam proses konseling. Terlebih dengan
terbiasanya saya dengan orang-orang yang berbeda agama. Sehingga saya
merasa sudah memiliki bekal toleransi yang cukup dan terus dikembangkan
agar menjadi kuat. Akan tetapi, konsep penting bagi diri saya mengenai hal
ini adalah Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Menurut saya, ketika
kita yakin dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, segala
rintangan, pengalaman dan permasalahan yang terjadi dalam hidup ini
karena kasih dan sayang-Nya terhadap hamba-Nya. Apabila kita dapat
meyakini hal tersebut, maka meskipun pengalaman itu menyedihkan,
menyakitkan, atau mengecewakan, namun dengan keyakinan kasih dan
sayang-Nya, kita dapat selalu berpikir positif dan kuat menghadapi segala
rintangan tersebut.
j. Bias-bias yang Terjadi
Sejujurnya saya memohon maaf karena saya masih kurang paham
dengan bias yang terjadi baik dengan agama yang saya anut ataupun agama
lain. Saya juga tidak tahu apakah ada bias-bias tersebut. Sehingga pada poin
ini saya tidak dapat menjawabnya karena saya merasa tidak pernah
mengalami hal tersebut. Mungkin sebenarnya ada namun saya tidak sadar
akan hal itu.
i. Pemahaman Agama Penting Bagi Konselor
Spiritualitas dalam praktik layanan konseling merupakan bagian yang
penting dalam perkembangan individu. Konselor perlu mengenali dan

10
memahami nilai spiritual dan keagamaan yang dianut konseli. Hal ini
dikarenakan konseling merupakan proses pentransferan nilai-nilai antara
konselor dan konseli, sehingga konselor perlu memperhatikan nilai yang
dimiliki oleh konseli dan nilai-nilai yang akan dibangun dalam proses
konseling. Penting bagi konselor memahami nilai-nilai yang dianut oleh
konseli, termasuk nilai spiritual dan religiusitas. Potensi positif
pemanfaatan spiritulitas dalam proses konseling seimbang dengan potensi
kerawanan dan dampak negatifnya. Fungsi spiritualitas dalam layanan
konseling ketika dimanfaatkan dengan tepat dapat menjadi pendekatan
yang efektif dalam rangka memfasilitasi perubahan, harapan, dan
pencerahan dalam diri konseli. Konselor tidak boleh mengabaikan isu yang
berhubungan dengan nilai pribadi, spiritualitas, dan religiusitas, karena
pada saat konselor tidak sadar akan hal itu secara tidak langsung telah
melanggar kode etik dan bahkan melakukan tindakan menyimpang.
Kompetensi spiritual konselor perlu disiapkan melalui proses pendidikan
dan latihan yang tepat, sehingga setiap calon konselor yang dihasilkan dari
proses pendidikan memiliki kompetensi standar yang mencukupi.

11
2. Buku yang Berpengaruh Dalam Pemahaman Tentang Agama
Sejujurnya saya sangat jarang sekali membaca buku, terutama buku-
buku yang berhubungan dengan agama. Namun ada satu buku yang menarik
perhatian saya dan berkaitan dengan pengalaman keagamaan saya. Buku
tersebut berjudul “Dosa-Dosa Besar” yang ditulis oleh Imam Adz-Dzhabi
yang diterbitkan pada tahun 2007 dari Niaga Swadaya. Buku ini secara garis
besar membahas mengenai dosa-dosa besar menurut ajaran agama Islam
dan apa yang akan didapatkan di akhirat kelak jika melakukan hal tersebut.
Beberapa bagian dalam buku ini sangat menjadi pusat fokus saya yakni pada
bagian meninggalkan sholat, mendurhakai orangtua dan zina. Ketiga hal ini
menjadi dasar ketakutan saya dalam kehidupan sehari-hari. Sejak kecil
ibadah saya dapat dikatakan banyak yang terlewatkan, sehingga buku ini
menyadarkan saya bahwa kewajiban yang selama ini saya tinggalkan akan
berdampak kepada saya pada hari akhir nanti.
Saya merasa bahwa menjadi manusia yang sangat jauh dari
penciptanya karena selalu melalaikan perintah-Nya. Melalui buku ini saya
menjadi khawatir jika saya tidak melaksanakan sholat lima waktu maka
azab yang akan saya dapatkan nanti di hari akhir sangat berat. Terlebih saya
sering meninggalkannya secara sengaja. Dalam buku tersebut dijelaskan
bahwa orang yang secara sengaja mengabaikan sholat akan dimasukkannya
ke dalam “Ghay”, yaitu lembah di neraka Jahanam yang sangat dalam
dasarnya lagi sangat tidak enak rasanya. Melalui buku ini juga saya sadar
bahwa amalan yang akan dihisab pertama kali saat hari kiamat adalah
amalan sholatnya. Melalui sholat saya dapat dekat dengan sang pencipta dan
dipermudahkan segala urusannya. Terlebih dalam buku ini juga
menjelaskan bahwa batas antara seorang hamba dengan kekafiran adalah
meninggalkan sholat. Setelah membaca bagian ini saya menjadi sadar bahwa
banyak sekali dosa yang saya lakukan dengan meninggalkan sholat. Buku ini
menjadi pemicu kesadaran saya bahwa sholat tidak boleh ditinggalkan jika
saya ingin selamat dunia dan akhirat.
Berikutnya mengenai mendurhakai orangtua. Dalam bagian ini sangat
dijelaskan bagaimana seorang anak harus berbakti kepada orangtua dan
tidak boleh durhaka kepada mereka. Allah akan melaknat orang yang
mendurhakai, mencela, dan mencaci orangtua. Jika kita melakukan hal ini
maka sudah jelas bahwa akan mendapatkan siksaan baik di dunia dan di
akhirat. Pada bagian ini saya teringat dengan kakak saya yang nomor
pertama dan kedua. Banyak sekali kejadian di masa kecil saya saat mereka
memperlakukan kedua orangtua saya dengan tidak baik. Kakak kedua saya
mencekik, menginjak, dan melemparkan batu bata ke arah orangtua saya
saat saya masih kecil, serta kakak saya yang nomor pertama tidak mau
berkomunikasi dengan orangtua sampai sekarang entah karena masalah
apa.
Melihat kedua kakak saya ini, membuat saya sangat sayang dengan
orangtua dan tidak ingin mengecewakan mereka. Di lain sisi saya juga
memikirkan mengengai kedua kakak saya ini jika mereka terus tidak dapat
baik kepada orangtua. Pada saat ini memang kakak saya yang nomor dua
sudah mulai baik, namun terkadang ia masih dapat menggunakan kata-kata

12
kasar kepada ayah saya. Dengan kepergiannya bekerja di Filipina membuat
ia sudah tidak berperilaku seperti itu lagi dan sudah mulai berubah sedikit
demi sedikit. Berbeda dengan kakak saya yang nomor pertama. Ia masih
tidak mau berkomunikasi dengan orangtua. Orangtua saya sudah melakukan
banyak cara agar ia mau baik, namun hasilnya nihil. Ia dapat membentak jika
merasa terganggu dengan kedua orangtua. Untuk itu terkadang saya merasa
bersalah karena saya tidak tahu apa yang dapat saya lakukan untuk
membantu orangtua dengan kakak saya yang nomor pertama ini. Diantara
seluruh keluarga saya, memang hanya saya saja yang paling dekat dengan
beliau, sehingga orangtua berharap banyak dari saya.
Namun, saya sulit untuk berbicara mengenai hal tersebut karena
kakak saya dapat marah dan mengusir saya. Alasan saya mengapa terfokus
pada bagian ini juga agar menjadi cerminan untuk saya agar tidak durhaka
dengan kedua orangtua, terutama ibu. Pada bagian ini juga terdapat nasihat
kepada para pembaca agar tidak durhaka dengan orangtua. Sehingga,
apapun yang saya lakukan hanya untuk membahagiakan kedua orangtua
dan saya sangat takut jika akan mengecewakan mereka. Ketika saya sedang
merasa marah terhadap orangtua, saya selalu mengingat bahwa apa yang
saya lakukan salah. Oleh karena itu saya langsung meminta maaf kepada
orangtua jika saya berperilaku salah.
Selanjutnya yang terakhir adalah bagian zina. Saya takut dengan azab
yang diberikan jika melakukan hal ini. Dalam buku ini juga menekankan
mengenai azab yang paling berat pada hari kiamat adaah orang yang
musyrik, pezina, dan orang yang durhaka dengan orangtua. Pada saat
mantan pacar saya meminta hal untuk berhubungan badan, yang terlintas
dalam pikiran saya adalah dosa dan azab yang akan didapatkan jika
melakukan itu. Sehingga, setiap kali saya diancam dan saya tetap kekeh tidak
melakukannya, karena mengingat dosa yang akan di dapatkan. Pada
kejadian itu saya memilih lebih baik mati daripada saya harus melakukan
hal yang sangat dilarang. Saya akui ancamannya dilontarkan juga sudah
mulai mengarah pada tindahkan pembunuhan. Hingga pada akhirnya saya
tidak berani keluar rumah karena takut bertemu dengannya. Saya menjadi
sangat was-was setelah kejadian itu, meskipun sudah baik dan tidak
membahas ke sana lagi, namun tetap saya menjadi sangat siaga dan siap
melarikan diri jika sewaktu-waktu terjadi.

13
TUGAS SYARAT MASUK
“’Agama Sendiri”

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam Mata Kuliah Konseling
Multikulural yang diampuh oleh dosen Susi Fitri S.Pd, M,si, Kons

Ditulis oleh :
Nadia Trisari Yasin 1715165369

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

14
Pertama Mengajar
Pertama kali Masuk kali bisa Lulus dari mengaji
Pertama kali mengikuti pesantre baca pesantre untuk SD
belajar Iqra maulud Nabi n Gontor Quran n Gontor dan SMP
lancar
2000 2005 2011 2013 2015 2016-
2015 2017
2015

2008
Disuruh masuk
pesatren
Keluarga saya cenderung termasuk keluarga yang tidak terlalu kental dengan
agama. Keluarga saya memiliki pemikiran bahwa yang penting lakukan yang wajib,
jika bisa, lakukan yang sunnahnya juga. Dalam ilmu agamapun, keluarga saya
bukanlah keluarga yang sangat ahli dalam ilmu agama, namun akhir-akhir ini
memang keluarga saya lebih banyak untuk mempelajari ilmu agama melalui kajian-
kajian yang diadakan atau melalui ceramah yang ada pada media sosial.
Pengalaman selama hidup saya, keluarga saya cukup mementingkan acara Idul Fitri
dimana saat acara itu, sangat diharapkan seluruh anggota keluarga berkumpul di
rumah dan merayakannya bersama. Bagi keluarga saya juga ziarah makam
keluarga yang telah meninggal adalah salah satu pengalaman penting, karena bagi
keluarga saya, walaupun kita sudah mendoakan mereka ketika setelah sholat,
namun menziarahi juga perlu untuk melihat bagaimana keadaan makam orang
tersebut.
Bagi saya sendiri, perayaan Idul Fitri dan berziarah makam juga penting,
selain untuk moment kebersamaan dan kumpulnya keluarga, juga untuk mengingat
bahwa suatu saat kita juga akan berada dalam kubur tersebut. namun, ada lagi
pengalaman yang menurut saya penting, yaitu sholat berjamaah bersama keluarga
ketika seluruh anggota keluarga sedang berkumpul, karena dengan itu, keluarga
menjadi lebih dekat dengan Allah namun bukan sendiri melainkan bersama-sama
sehingga kelekatan pada keluarga juga semakin bertambah. Tapi, untuk hal yang
terakhir, yang penting bagi saya, sekarang jarang terjadi karena kakak-kakak saya
sudah memiliki rumah sendiri dan saya sendiri sekarang tinggal di kosan. Walaupun
akhir pekan kami berkumpul, tapi untuk mendapatkan moment sholat berjamaah
tersebut sedikit sulit terjadi. Sehingga sekarang kami juga jarang membaca Al-Quran
bersama atau sekedar bertukar cerita ketika setelah sholat. Saya rindu momen
tersebut. Mungkin dalam etnis atau adat etnis saya, tidak ada kebiasaan sholat
berjamaah bersama keluarga atau bertukar cerita setelah sholat, namun dalam hal
merayakan Idul Fitri, kumpul bersama keluarga saat hari perayaan tersebut dan
beriazah ke makam keluarga itu sama seperti apa yang dilakukan dalam etnis saya
bahkan dalam agama saya.
Untuk mengikuti komunitas keagamaan, mungkin saya belum pernah
mengikutinya, namun saya cukup sering untuk berkumpul bersama orang-orang
yang memiliki ilmu agama, mungkin karena saya lulusan pesantren, jadi untuk
berkumpul dengan orang yang memiliki ilmu agama tidak harus mengikuti suatu
komunitas. Selama saya berkumpul dengan orang-orang tersebut, banyak hal yang
kami bagikan, terutama ilmu. Dari ilmu agama, hukum-hukum dalam agama dan
pengalaman-pengalaman kami dalam agama.
Saat kecil, saya sangat senang jika Idul Fitri datang, karena disitu sebagai
anak-anak sangat senang ketika liburan datang, jalan-jalan, banyak keluarga yang
berkumpul dan banyak mendapatkan uang saku dari keluarga. Sampai umur
sembilan tahun, saya masih mennunggu-nunggu hari itu, dan saya masih sangat
berharap-harap hari itu datang. Saat umur 4 tahun, pertama kalinya saya dikenalkan
dengan Iqra, saya senang bisa mengenal Iqra pada saat itu, karena teman-teman
sebaya saya banyak yang belum tau apa itu Iqra. Saat kelas 4 SD, pertama kalinya
sekolah mengadakan acara khusus untuk merayakan Maulid Nabi, disitu seluruh
murid di sekolah memakai baju serba putih, membawa bekal dari rumah, dan
memakan bekal itu secara bersama. Ketika remaja, bagi saya hal yang
menyenangkan adalah ketika masuk pesantren. Karena saat itu saya mendapatkan
banyak pengalaman dan pastinya ilmu tentang agama, bahasa arab dan lainnya.
Dari situ pula, saya bisa membaca Al-Quran dengan lancar dan memahami
bagaimana cara membacanya menggunakan tajwid. Dan ketika saya dewasa
sekarang, setelah saya lulus dari pesantren itu, saya memiliki bekal untuk bisa
mengabdi atau berbagi ilmu dengan orang disekitar saya.
Pengalaman yang kurang menyenangkan bagi saya tidak terlalu ingat. Hanya
saja ketika saya kelas 6 SD dan akan memasuki SMP, ibu saya menyuruh saya
untuk masuk pesantren sedangkan saat itu saya sedang senang-senangnya dalam
bidang entertainmen dan masih suka tampil pada panggung-panggung, mengikuti
lomba bahkan tampil di televisi. Saya sempat menolak untuk masuk pesantren
karena saya belum siap untuk terkurung, saya masih menginginkan merasakan
bagaimana rasanya belajar di SMP. Maka ketika sedang ujian penerimaan santri,
saya tidak terlalu serius untuk mengerjakannya. Saya mengerjakan soal yang
menurut saya gampang, dan selebihnya saya hanya mengasal bahkan saya
tinggalkan dan tidak saya isi.
Dalam hal pergulatan, sepertinya saya belum pernah merasakannya.
Mungkin hanya beberapa hal yang kadang menjadi bahan diskusi karena perbedaan
pendapat mengenai satu hal. Contohnya tentang bagaimana cara keluarga saya
mengormati agama lain saat mereka sedang merayakan hari-hari besar. Ada yang
berpendapat bahwa, tidak apa-apa untuk mengucapkan selamat kepada mereka
yang merayakannya, namun ada pula yang mengatakan tidak sama sekali. Ada
yang mengatakan boleh saja jika kita menerima ajakan saat kita diundang untuk
makan bersama dengan mereka, namun ada juga yang mengatakan tidak. Mungkin
untuk pergulatan, hanya sebatas itu saja yang saya rasakan.
Bagi saya, agama itu paling utama karena manusia hidup di dunia ini
berpedoman pada agama. Agamalah yang menuntun manusia agar menjadi pribadi
yang lebih baik dan bisa hidup bahagia dunia dan akhirat. Agama juga yang
mengajarkan manusia bagaimana cara untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
Walaupun keluarga saya tidak terlalu kental dengan agama, namun dari nenek dan
ibu saya sudah mengajarkan banyak hal tentang agama dalam kehidupan kepada
saya. Nenek saya mengajarkan dengan sholat tepat waktu, sering berdzikir, Allah
akan memudahkan kita dalam urusan kita. Ibu saya juga mengajarkan untuk
berdzikir di waktu-waktu kosong, seperti di perjalanan, sedang menunggu, bahkan
sebelum tidur.
Hal-hal tersebut saya coba praktekan pada kehidupan saya. Dari hal
berdzikir, saya mencoba untuk melakukannya ketika saya sedang dalam perjalanan.
Saya merasakan ketenangan dan merasa perjalanan tersebut tidak lama dan tidak
terasa. Saya juga mencoba berdzikir ketika saya sedang sedih, bingung bahkan
marah. Saya merasakan dengan berdzikir itu saya menjadi bisa lebih mengontrol
emosi yang ada pada diri saya dan saya menjadi lebih tenang. Selain itu, saya
berdzikir ketika saya sulit tidur, dengan berdzikir, saya menjadi lebih cepat untuk
tidur dan saya merasa tidur saya lebih nyenyak.
Semenjak saya di pesantren, saya jadi lebih sering membaca dzikir pagi dan
petang atau biasa disebut al-matsurat. Di dalamnya banyak doa dan dzikir sehari-
hari, salah satunya adalah doa dijauhkan dari bahaya. Sejak menghafal doa
tersebut, ketika saya akan dihadapi dalam masalah atau hal yang sulit, saya selalu
membaca itu dan Alhamdulillah saya bisa terhindar dari masalah tersebut dan
walaupun saya terlibat dalam masalah tersebut, saya bisa menghadapi dan saya
merasa Allah mempermudahkan saya untuk menyelesaikannya. Pernah waktu di
pondok, saya dan teman sekamar saya telat untuk kumpul pagi, saya dan teman
saya masih tidur di kamar sedangkan ustadzah kami sudah melakukan cek keliling.
Ketika saya ketahuan masih di dalam kamar, akhirnya saya dipanggil untuk
menemui ustadzah tersebut di kamarnya. Sepanjang perjalanan dari kamar saya ke
kamar ustadzah tersebut, saya membaca doa untuk dijauhi dari bahaya, dan doa
tersebut benar adanya. Ketika saya mendatangi kamarnya dan menemuinya, saya
tidak dimarahi dan tidak diberi hukuman, namun hanya teguran dan pertanyaan
mengapa saya masih tidur di kamar sedangkan yang lain sudah berkumpul. Saya
sangat bersyukur akan hal itu.
Agama saya termasuk agama mayoritas. Keistimewaan memiliki identitas
agama yang mayoritas adalah tidak adanya penghalang ataupun pembatas saya
untuk melakukan ibadah, atau merayakan hari-hari besar dan hari-hari penting
dalam agama. Saya juga lebih percaya diri untuk mengakui agama yang saya
percayai, dan karena agama saya adalah agama resmi, saya menjadi diakui oleh
negara dan berhak untuk mendapatkan perlindungan atas agama saya. selain itu,
karena agama Islam mayoritas di Indonesia, dalam hal politik, agama juga menjadi
hal yang penting untuk dilihat. Maka mudah jika ada kandidat yang mencalonkan diri
sebagai kepala, dewan atau sebagainya jika dia beragama Islam. Diskriminasi
agama saya sebagai agama mayoritas mungkin lebih kepada pribadinya masing-
masing, bukan terhadap agamanya. Hal tersebut biasanya terjadi ketika seseorang
atau mungkin saya sendiri belum bisa mencerminkan bagaimana biasanya agama
saya dipandang. Sehingga, ketika adanya ketidakselarasan tersebut, terjadilah
penilaian orang lain terhadap agama saya. Dengan keistimewaan dan prasangka
yang saya dapatkan sebagai penganut agama Islam, mungkin tidak akan terlalu
berpengaruh jika saya berkonseling dengan orang yang memiliki agama yang sama
seperti yang saya anut, namun mungkin akan sedikit berpengaruh jika konseli saya
adalah berbeda agama dengan saya. jika konseli saya melakukan pandangan-
pandangan seperti di atas, saya akan memberitahu dia bahwa pandanglah orang
yang menganutnya, bukan agamanya karena jika seseorang tidak mencerminkan,
bukan berarti agamanya yang memberikan contoh buruk, melainkan pribadinya
sendiri yang belum bisa menjadi pantulan yang baik.
Kekuatan-kekuatan dan pengalaman yang bisa saya gunakan dalam
konseling mungkin memberitahu kepada konseli apabila dia merasakan kurangnya
perlindungan atau kurangnya keadilan dalam agama, dia bisa menuntut hal tersebut
karena agama yang dianutnya adalah agama yang berhak mendapatkan
perlindungan. Jika pengalaman sendiri, mungkin saya bisa berbagi pengalaman
saya kepada konseli tentang berdzikir, agar ketika dia menghadapi masalah dan
merasa tidak tenang dalam hatinya, dia bisa berdzikir kepada Allah untuk
menenangkan hatinya. Untuk bias nilai-nilai agama atau posisi agama saya
terhadap agama orang lain mungkin yang jelas terlihat adalah diperbolehkannya
memakan daging babi dan memelihara anjing bagi agama lain, sedangkan dalam
agama saya, hal itu sangat dilarang karena itu termasuk najis besar dan keharaman.
Jika bias cara pandang saya terhadap agama tertentu mungkin saya belum bisa
menyadarinya secara detail, tapi mungkin pasti ada. Perbedaan nilai-nilai dan cara
pandang saya terhadap agama lain bisa mempengaruhi saya dalam konseling, saat
konseli saya bukan beragama Islam dan dia menceritakan masalahnya tentang
kecanduannya untuk mengonsumsi babi tetapi penjualan daging babi tersebut
sangat sedikit di daerahnya, saya harus mengerti bahwa dalam agamanya
memakan daging babi adalah hal yang diperbolehkan dan saya harus memberikan
pengertian kepadanya bahwa walaupun babi tersebut diperbolehkan, namun jangan
sampai kecanduan.
Sebagai calon konselor yang hidup dan tinggal di negeri yang memiliki
banyak macam agama didalamnya pastinya sangat perlu untuk memahami tentang
hal ini, karena nantinya, konseli yang akan saya bantu bukan hanya yang satu
agama dengan saya, melainkan juga yang berbeda dengan agama saya bahkan
mungkin yang memiliki identitas agama yang belum diresmikan di Indonesia. Saya
harus memahami bagaimana posisi konseli saya sebagai penganut agama tersebut,
apa saja yang dia rasakan menjadi penganut agama yang dia anut itu, sehingga
setelah saya mengetahui itu, saya bisa memahami dan membantunya dalam
menyelesaikan masalahnya sesuai apa yang dia percayai tentang agamanya dan
keyakinannya terhadap agamanya.
Saya pernah membaca buku tentang keajaiban sedekah. Dalam buku
tersebut banyak menceritakan keajaiban-keajaiban yang terjadi setelah seseorang
telah mengeluarkan sedikit atau banyak hartanya untuk bersedekah. Ada yang
sedang kelilit hutang yang sangat banyak dan telah mencari-cari dana untuk
membayarnya, setelah dia menyisihkan hartanya dengan menjual motor satu-
satunya dengan niat bersedekah Lillah, tidak lama kemudian dia mendapatkan
tawaran proyek dan hasilnya bisa melunaskan hutangnya bahkan ada sisa untuknya
membeli motor kembali. Selain itu ada pula yang telah bertahun-tahun mengidap
penyakit aneh, telah pergi ke dokter, pengobatan alternative bahkan ke ahli agama,
penyakit tersebut tidak kunjung sembuh, lalu dia bersedekah dengan memberikan
makanan kepada 10 anak yatim setiap harinya selama 3 bulan, perlahan penyakit
tersebut hilang dan pada bulan ke 10, dia sembuh total. Sebenarnya pengalaman
saya dengan buku ini tidak terlalu banyak kaitannya , namun dari buku ini saya
menjadi paham bahwa ketika kita benar-benar bersedekah niat karena Allah, maka
Allah akan menggantikannya dengan setimpal bahkan bisa berkali-kali lipat.
KONSELING MULTIKULTUR
Agama, Spiritualitas dan Konseling
Sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling Multikultur yang diampu oleh
Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si.Kons.

Dona Dyah Kusumawardhani


1715163842

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018
Timeline Kehidupan Beragama

13-14 Tahun 15-16


Tahun
1-5 Tahun 6-12 Tahun 17-18 Tahun 19 Tahun-Sekarang

1
Refleksi : Pengalaman Beragama yang Saya Lalui
Agama menurut saya adalah sesuatu yang sangat pribadi dan setiap
manusia merasakan pengalaman beragama yang berbeda-beda. Bagi saya
sendiri, agama bukan suatu pilihan karena saya menganut agama berdasarkan
bawaan orang tua, namun menjalani sebuah ibadah saat beragama adalah
suatu pilihan karena sebesar apapun usaha orangtua saya dalam berceramah
untuk selalu mengingatkan saya untuk beribadah, jika tidak ada kemauan dalam
diri dan rasa tertaut hati kepada sang pencipta saya rasa itu akan menjadi sia-
sia. Saya terlahir sebagai muslim 19 tahun yang lalu dengan pasangan muslim
yang masing-masing tidak memiliki kekentalan agama yang cukup kuat, dalam
keluarga besar ayah saya tepatnya pada generasi eyang saya, mereka bebas
untuk memilih agama yang ingin mereka anut, namun eyang saya memilih untuk
menganut agama Islam sedangkan adik dan kakaknya memilih untuk menganut
katholik.
Saya mendapat cerita dari tante saya, ketika beliau masih kecil
mempunyai pengalaman sekolah minggu dan beribadah dengan cara-cara
katholik ketika menginap di rumah saudaranya. Ketika itu tante saya merasa
senang karena sebagai anak kecil “pekerjaannya” saat sekolah minggu hanya
bernyanyi dengan teman-teman seusianya, berbeda ketika ia dirumah harus
mengaji, jika tidak bisa ia akan mendapat punishment dari ibunya, sampai suatu
ketika ia begitu asyik sekolah minggu, ia ingin dibaptis. Namun hal itu diketahui
oleh ibu tante saya. Maka saya memiliki pandangan bahwa, pengalaman masa
kecil saat beragama lebih melekat ketika kita menjalaninya dengan senang,
berbeda ketika kita ada diposisi tertekan. Ketika beranjak dewasa tante saya
sadar bahwa Islam merupakan pilihan yang terbaik walaupun dipilihkan oleh
orangtuanya, karena beliau justru mendapat ketenangan dari apa yang beliau
dan orangtuanya yakini.
Pengalaman tentang beragama dalam keluarga saya juga saya rasakan
dalam halnya pindah agama, om saya menikahi tante saya seorang katholik
beretnis manado-cina dalam perjalanannya memiliki ups and downs karena
mereka sempat bertahan dalam agamanya masing-masing atau ingin
melepaskan hubungan mereka, namun tante sayapun secara sadar berIslam,
namun pada saat itu beliau belum mau menjalani ritual agama Islam karena
masih menghormati orangtuanya yang beragama katholik, ia pun mencoba
untuk selalu menanami anaknya nilai-nilai agama Islam dengan harapan ia akan
belajar dengan anaknya ketika waktunya sudah tiba. Agama menurut saya
menjadi sesuatu yang simbolik karena didalamnya memiliki tradisi-tradisi yang
diserap dari agama sebelumnya ataupun daerah tertentu. Seperti contohnya
tradisi 7 harian, 40 harian, 100 harian, 1000 harian hal ini merupakan tradisi
dalam adat jawa atau sebelumnya adalah peringatan kematian orang hindu
yang diserap kedalam agama Islam dan ritualnya pun disesuaikan, saya sendiri
memiliki etnis jawa yang masih kental saat eyang saya meninggal keempat

2
ritual itu dijalani, walaupun sebenarnya dalam Islam hanya ada pengajian
sampai hari ketiga.
Keberagamaan yang saya jalani dari kecil hingga sekarang tidak lepas
dari pola asuh yang orangtua saya terapkan, saya dari kecil selalu ditanami nilai
agama dengan mengaji dan disekolahkan di TK Islam yang menurut saya
membuat saya semangat dalam beragama, saya merasa bahwa dari kecil
hingga SD saya semangat menjalani badah, saya mampu mengatur waktu saya
karena saya terbiasa untuk sholat tepat waktu, namun ketika saya SMP saya
mulai mempertanyakan kenapa saya dilahirkan sebagai Islam, mengapa saya
tidak diperkenankan untuk memilih agama saya sendiri, saya memiliki
pergulatan dalam diri yang membuat saya melakukan segala sesuatu
semaunya, dan tidak mau diatur. Seperti halnya anak kecil ketika disuruh sholat
oleh orangtua saya akan sholat namun hanya untuk memenuhi kewajiban dan
“sudah terlihat” sholat didepan orangtua saya, dahulu saya juga termasuk orang
yang tidak suka dengan teman-teman diSMP saya yang berkerudung panjang,
karena mereka sangat mengeksklusifkan diri hingga menurut saya mereka tidak
mau bergaul dengan orang lain secara penampilanpun sangat kuno dan tidak
mencerminkan diri mereka sebagai remaja, saya pernah membully mereka
bersama teman-teman saya dengan kata-kata yang sangat tidak berkenan.
Sampai suatu ketika saya bertemu dengan seseorang yang membuat
saya mulai berpikir tentang keberagamaan saya dan peran saya sebagai
muslim, ia banyak memberi saya insight dan mampu membuat saya
terinternalisasi, saya pun mulai mencari sendiri apa itu Islam dan memiliki
keinginan untuk berhijab setelah bertemu dengan artikel terkait saya mulai
mereposting, menyimpan dan memahami apa itu Islam dan pentingnya berhijab,
menurut saya hijab bukan sekedar kain yang menutupi kepala saya, namun
sesuatu yang menurut saya penuh dengan pertimbangan dan didalamnya ada
resiko yang harus saya ambil, karena hijab juga mempresentasikan apa itu
Islam, telah banyak kasus-kasus yang membuat nama Islam ternodai karena
perilaku orang yang berhijab, maka saya cukup meneguhkan hati saya terhadap
hijab yang akan saya pakai. Ketika berhijabpun saya harus menghadapi ibu
saya yang tidak setuju dengan keputusan saya berhijab, ibu saya berkata akan
susah mencari kerja, saya menangis pada saat itu, namun kakak perempuan
saya menguatkan ibu atas keputusan yang telah saya ambil adalah benar,
karena rezeki sudah ada yang mengatur dan mungkin keputusan saya untuk
berhijab adalah bagian untuk dimudahkan dalam perjalanan hidup saya. Saya
pun masuk ke SMA dan di sekolah saya ikut komunitas agama saya yaitu rohani
Islam, saya mendapat banyak manfaat ketika mengikuti komunitas tersebut,
saya menjadi lebih kuat agamanya karena masing-masing anggota saling
merangkul dan mengingatkan ketika iman saya mulai turun, mendapat banyak
ketenangan karena kita melalui hal tersebut secara berjamaah, dari situlah saya
punya keinginan untuk terus belajar dan menjadi seorang muslim yang kaffah.

3
Dari hal itulah saya menyadari akan nilai-nilai yang dapat saya ambil
karena secara sadar memilih apa itu Islam dan menjalani hari-hari saya sebagai
muslim, saya memiliki pemahaman bahwa hidayah merupakan seusatu yang
harus saya jemput bukan sebagai sesuatu yang harus saya tunggu
kedatangannya. Saya merasa lebih nyaman ketika dekat dengan tuhan saya,
memiliki rasa ingin terus berikhtiar terhadap apa yang ingin saya capai,
mencoba ikhlas ketika realita tidak sesuai dengan ekspektasi saya, pasrah
terhadap jalan hidup yang Allah berikan karena saya percaya bahwa ada
banyak hal yang mungkin tidak kita ketahui dan bisa menjadi jalan cerita indah
yang membuat saya bersyukur dan termotivasi untuk terus membuat karya,
membuat saya punya tujuan dan bermanfaat untuk orang lain, karena yang
saya yakini hidup adalah sebuah pembelajaran yang bisa menjadikan manusia
yang utuh melalui keberagamaan saya.
Saya menganut agama Islam yang merupakan agama mayoritas.
Tentunya banyak hal yang dimudahkan dan diistimewakan seperti adanya
banyak masjid yang dapat ditemukan disetiap tempat, tersedianya musholla
diberbagai tempat umum yang memudahkan untuk beribadah sholat 5 waktu
dan makanan halal yang pasti tersedia, ketika saya pergi keluar negeri dengan
minimnya fasilitas tersebut membuat saya senang ketika melihat masjid dan
makanan halal. Hal lain yang menjadi privillege adalah dapat belajar mengaji,
mengikuti kajian dan berbagai kesempatan lainnya yang memudahkan saya
menjalani kewajiban agama saya juga banyaknya sekolah yang berbasis agama
untuk menanamkan anaknya nilai-nilai agama sedari kecil. Namun saya
menemui banyak prasangka bahwa ketika individu salah akan terjadi
generalisasi, karena menurut saya harusnya ketika seseorang salah yang harus
disalahkan adalah individu itu sendiri. Agama mayoritas tidak lepas dari
diskriminasi, seperti halnya ketika seseorang memakai pakaian yang sangat
tertutup hingga memakai cadar kadang ada hal-hal yang membuat mereka tidak
dimudahkan dalam suatu urusan seperti ketika hendak bepergian keluar negeri,
walaupun negara ini mayoritas muslim kadang orang yang memakai cadar
masih susah melewati bagian imigrasi di bandara, atau hal yang paling kecil
adalah masih banyak tatapan aneh ketika melihat mereka dalam masyarakat.
Kadang juga ada banyak hal yang tidak berkenan menganggap sesuatu yang
tidak wajar menjadi wajar karena globalisasi, terkadang saya tidak dapat
menerima hal-hal tersebut karena nilai agama menjadi tergerus jaman.
Agama juga menjadi hal yang membuat saya memahami banyak hal, dan
membuat saya percaya bahwa segala sesuatu terjadi karena banyak alasan.
Saya mampu memahami adanya kekuasaan tuhan ketika melihat individu
dengan berbagai kapabilitas, atau ketika seseorang mengalami masalah saya
dapat berkesimpulan bahwa ada banyak hal yang akan dipelajari setelahnya
dan membuat mereka mengerti apa arti hidup dan membuat mereka terus kuat.
Agama mengajarkan saya akan tawakal, ikhlas dan berbagai copingnya untuk
menghindarkan saya dari energi negatif, saya sangat bersyukur menjadi

4
seseorang yang beragama, karena saya mampu istirahat sejenak dari hingar-
bingar sosial yang menuntut saya akan banyak hal namun saya akan menjadi
kuat setelah saya beribadah dan berdoa kepada tuhan saya yang dapat
membantu saya untuk memahami banyak hal.
Hingga sekarang masih banyak yang kadang menjadi pertanyaan saya
soal bias yang ada, seperti halnya masalah gender, manusia harus mengikuti
sesuai kodratnya seperti ketika dirinya dilahirkan, namun dalam perjalanan
hidupnya kadang ada banyak hal yang merubah peran gendernya, yang dalam
agama Islam sangat bertentangan. Hal lain adalah ketika masing-masing agama
memiliki sistem yang berbeda pencapaiannya sebagai manusia yang baik,
seperti agama Islam yang menekankan sistem pahala yang nantinya akan
mendapat surga dan ancaman dosa yang akan mendapat neraka, kristen atau
katholik yang menekankan kasih dan mengerjakan hal sebaik mungkin untuk
“berterimakasih” dengan juru selamatnya, budha yang menekankan hukum
karma dan reinkarnasi karena itulah umat budha harus melakukan hal sebaik
mungkin, dan hindu yang selalu mengajarkan cinta, kasih dan memperlakukan
alam dengan baik. Menurut pandangan saya, semua agama sama yaitu
mengajarkan kita untuk berlaku baik kepada sesama dan mempersiapkan
kehidupan setelah mati dengan sebaik mungkin, namun konsep dalam
mencapai hal itu berbeda-beda pada masing-masing agama yang
mempengaruhi penyelesaian masalah dalam konsep agama yang harus saya
pelajari secara lebih mendalam untuk menghadapi konseling ataupun konseli
saya dengan berbagai background agama dan berbagai macam masalah.

Buku Terhadap Pengalaman Beragama


Saya membaca buku berjudul ISLAM “AMERIKA” yang didalamnya
memuat kehidupan Islam di Amerika, seperti yang kita tahu Amerika merupakan
negara yang liberal atau bebas, sehingga secara individu Amerika memiliki
banyak kebebasan dalam mengekspresikan diri tak terkecuali agama. Namun
pada perjalanannya, umat Silam memiliki banyak struggle untuk
“mendeklarasikan” diri sebagai muslim, seperti halnya seorang public figure
yang telah berIslam namun baru mengumumkan keIslamannya 2-3 tahun
setelah ia memeluk agama Islam, dalam hal ini walaupun negara Amerika
merupakan negara yang memebebaskan masyarakatnya tidak lepas dari isu
diskriminasi, pada sebuah waktu penduduk Amerika memandang sebelah mata
umat muslim, sehingga untuk membuktikan kapabilitas umat muslim mereka
menempuh pendidikan yang tinggi dan membuktikan bahwa mereka tidak kalah
dengan umat beragama mayoritas di Amerika. Tanggung jawab mereka sebagai
umat muslim di Amerika adalah menyesuaikan norma-norma agama Islam
dengan norma-norma budaya Amerika. Mereka perlu membantu generasi muda
agar bisa hidup nyaman di sekolah, kampus, lingkungan, organisasi sosial, dan
kebudayaan, mereka juga harus melakukan usaha nyata demi beradaptasi

5
dengan kebudayaan setempat, bukannya memaksakan kehendak terhadap
budayanya. Selain itu, mereka perlu merangsang munculnya dialog dalam
komunitas perihal jebakan budaya untuk membantu mereka membedakan mana
budaya yang membahayakan identitas keberagamaan Islam dan mana yang
tidak. Tantangan sebenarnya bagi kaum muslim Amerika adalah bagaimana
menjadikan Islam sebagai agama orang Amerika bukan sekedar agama
seorang Imigran.
Seperti halnya Indonesia, Islam memiliki perjalanan yang sama sebagai
agama yang dibawa oleh pedagang dari Gujarat dan Arab. Namun, Islam lebih
mudah diterima dalam masyarakat Indonesia karena dalam pengajarannya
mengambil adaptasi dari budaya-budaya asli Indonesia seperti permainan atau
lagu-lagu yang bernafaskan Islam, dalam perjalannya Islam di Indonesia sudah
mengalami hal ini sudah berabad-abad lamanya sehingga sekarang Islam
merupakan agama mayoritas pada saat sekarang. Islam di Amerika dan di
Indonesia mengalami banyak perbedaan, jika di Amerika sekarang umat muslim
sedang terus berusaha untuk membuat agama Islam menjadi agama Amerika
bukan sekedar agama Imigran dengan segala tantangan didalamnya, dalam
cara pengadaptasiannya pun Islam di Amerika tidak memiliki kesempatan yang
sama karena perbedaan adat dan budaya yang jauh tidak seperti
pengadaptasian agama Islam di Indonesia yang secara mudah diterima oleh
masyarakat terdahulu.
Hal ini membuat saya bersyukur dilahirkan sebagai Islam dinegara
mayoritas, saya mempunyai banyak kesempatan yang mungkin saja di Amerika
tidak begitu mudah saya dapatkan, saya tidak harus memiliki gegar budaya dan
melakukan usha untuk beradaptasi dalam keberagamaan saya di Indonesia,
sehingga tekanan yang saya dapatkan menjadi minim, namun terkadang umat
muslim di Indonesia lupa terhadap keuntungan-keuntungan yang sudah
diperoleh. Saat berhijab pun menjadi sesuatu yang saya soroti, karena
muslimah di Amerika memakai hijab dengan pemikiran yang panjang dan
dengan tanggung jawab spritualitas beresiko, berbeda dengan muslimah yang
berhijab di Indonesia, terkadang hanya menganggap hijab sebagai sebuah
aksesoris yang terkadang meninggalkan tanggung jawab kewajiban sebagai
muslimah.
Hal ini menyadarkan saya bahwa kesempatan untuk beragama memiliki
banyak perbedaan ketika kita memiliki status mayoritas dan minoritas, mayoritas
dengan segala kemudahannya dan minoritas dengan penuh tantangan. Namun
hasil akhir dari hal ini adalah sama, yaitu bagaimana cara kita beriman dengan
memeluk agama Islam yang kita yakini sebagai pedoman hidup kita yang
kadang tidak lepas dari pengambilan keputusan, memeluk ajaran Islam secara
otentik, memelihara keberagamaan tanpa kekerasan, tidak memiliki paksaan
dan sikap toleran.

6
DAFTAR PUSTAKA

Rauf, I. F. (2013). ISLAM "AMERIKA". Bandung: PT Mizan Publika.

7
Refleksi Agama Sendiri

Mata Kuliah Konseling Multikultur


Dosen pengampu : Dr. Susi Fitri, M.Si,Kons.

Oleh:

Fairuz Nabila
1715162564

BK B 2016
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

8
Kelas 8 SMP,
senang
beragama
islam karena
kalau sedang 2016, saya
18 Maret’97
kesusahan merasa ajaran
Menjadi
ada sandaran agama kembali
seorang
nya mempengaruhi
muslim
kehidpan saya
pertama kali

Umur 5 Kelas 2 SD, 2015, saya 2017, ujaran


Tahun, dilatih buat merasa kebencian
diterapin kalo puasa full ajaran di kepada umat
gak solat gak gak puasa dalam agama islam yang
dapet makan beduk lagi tidak sangat
berpengaruh menyedihka
n

Saya merasa bahwa di keluarga sebisa mungkin menerapkan syariat Islam


dengan baik di dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah dengan abi saya yang sangat
taat agamanya serta melihat kesungguhan umi saya menjalankan syariat islam setelah
memutuskan untuk hijrah masuk islam (muallaf). Ditambah saya tumbuh di dalam
lingkungan keluarga yang taat dengan ajaran agama islam, kemudian sekolah dari TK
sampai SMA di sekolah swasta islam terpadu, lalu lingkungan rumah saya yang cukup
bernuansa islami juga. Dua orang adik laki-laki umi yang juga memutuskan masuk
islam pun awalnya dibimbing oleh abi saya. saya melihatnya, bahwa abi dan umi saya
seperti patokan agama islam bila di keluarga besar umi dan abi walaupun keluarga abi
yang dari lahir pun sudah islam.
Pernah waktu itu, adik umi saya yang beragama Kristen melakukan
pemberkatan di gereja dan kami sekeluarga tidak masuk dalam gereja, hanya
mengikuti resepsi pernikahan saja. bahkan, abi pernah melarang saya sama sekali

9
tidak memperbolehkan saya makan di rumah om saya yang Kristen. Hanya makan,
tetapi sedetail itu abi menjaga untuk tidak memakan makanan selain makanan halal
thoyyiban. Dalam berpakaian pun, kalau pakaian ketat, transparan atau pendek gak
boleh dibeli kalau sudah kecil bisa di kasih orang atau dipake buat adek.
Terus balik lagi ke makanan, yang tidak diperbolehkan kayak makan mcd, kfc
dan starbuck karena katanya punya orang Israel pun juga tidak diperbolehkan. Tapi,
kalo gak ada abi sama umi atau lagi jalan sendiri suka beli hehehe.
Pengaruh etnis ada karena abi besar di keluarga etnis Betawi yang dimana
mereka sangat taat dan kental dalam ajaran agama islam. Kalau lagi lebaran hawanya
bener-bener beda banget. Misal, ke rumah keluarga besar abi tuh malah ngomongin
gak jauh dari berita terhangat yang misalnya lagi hot sangkut paut dengan agama.
Beda banget kalau ke keluarga umi yang santai aja, gak terlalu mempedulikan agama.
Kadang saya malah jadi kesel sendiri kalo lagi di keluarga abi yang kental dengan
agama islam. Pakaian saya, umi, dan kedua adik saya tuh bisa dibilang kontras
soalnya kerudung juga gak panjang amat, milih pakai celana kulot atau rok
dibandingkan gamis, jarang pakai kaos kaki, terus kemeja kadang pake yang ngatung
alias gak panjang amat, malah jadi pusat perhatian karena berbeda dari saudara yang
lainnya.
Pernah sih, ikut halaqah (kayak semacam mentoring gitu) dan ikut komunitas
remaja masjid di dekat rumah. Kalo halaqah lebih enak pas di sekolah smp dan sma
dulu soalnya masih satu pikiran gitu. Terus coba di kampus dan di deket rumah malah
gak enak, soalnya ada yang menurut saya tuh beda jauh apa yang pernah saya
dapatkan di sekolah. terus saya juga risih, soalnya ada yang pake cadar gitu (pernah
satu kelompok udah gak lagi sekarang) terus dia liatin saya gitu, saya jadi males deh
yaudah saya keluar aja. Sekarang sih Alhamdulillah dapet kelompok yang cukup
nyaman.
Kalau pas di komunitas remaja masjid gitu, bikin acara kayak bazar amal, terus
bikin program infaq, bikin program acara buat anak sd sampai sma, dan ikut bantu
acara yang dibuat oleh DKM (Dewan Kemakmuran Masjid). Saya suka ikut ngadain
acara masjid gini, soalnya cukup mudah kalo ngadain acara (dapat biaya nya mudah
hehe). Kenapa mudah? Pengurus DKM sengaja biar para pemuda tuh banyak yang

10
datan ke masjid ngeramain masjid deh. Para bapak dan ibu juga antusias dengan
banyaknya program masjid untuk remaja, jadi ngejalanin nya juga jadi senang.
Pengalaman menyenangkan yang saya alami adalah ketika saya mengalami hal
yang berat, saya sangat senang bahwa saya beragama Islam. Saya baru menyadari
bahwa bahwa sangat menyenangkan dan beruntung sekali saya beragama islam ketika
remaja. Membaca buku-buku islami, mendapatkan mentoring dengan ustadzah dan
pengetahuan lain nya yang membantu saya saat kesulitan adalah kesenangan
tersendiri bagi saya.
Pengalaman kurang menyenangkan yang saya pernah alami adalah ketika
orangtua saya menerapkan “tidak ada makanan sebelum melakukan solat”. Penerapan
ini kira-kira ketika usia 5 tahun. Tidak lama sih diterapkan nya tetapi cukup membekas
untuk saya. misal, saya kalo gak solat subuh saya gak dapet sarapan. Kalaupun saya
solat jam 6 atau 6.30 untuk solat subuh gak apa-apa yang penting saya solat. Terus,
juga waktu itu dibiasakan puasa buat sehari full. Jadi, umi bilang kalo buka dzuhur
(puasa beduk) cuman dapet teh manis aja tapi kalo full bisa dapet apa aja (bisa makan
banyak). Kalo gak salah ini waktu SD kelas 2 lagi dibiasain puasa full.
Dari pengalaman menyenangkan dan kurang menyenangkan. Waktu mulai
mengerti (setelah balig), saya merasa benar-benar beruntung. Kalau saya gak dibiasain
solat dan puasa full gak kebayang pas saya dewasa kayak gimana. Terus juga, saya
jadi yakin kalau semua rezeki dan musibah tuh udah diatur dan sesuai dengan
kemampuan yang saya miliki. Saya juga baru sadar, kalau saya baru mengerti kenapa
islam baik buat saya pas saya remaja setelah balig (baru dapat pencerahan).
Pergulatan batin sebenarnya gak terlalu rumit banget. Saya kan penggemar
music korea (kpop dan drama). Terus saya, liat di Instagram ada kayak yang bilang
kalo suka sama kpop sama drama tuh sama aja kayak memuja selain Allah gitu kan
saya kaget ya. Karena, orangtua gak marah juga asal tau batas aja. Tapi, makin kesini
kayak bingung saya gak mau lepas dari kesukaan saya tapi saya juga gak mau
dianggap sebagai orang yang memuja selain Allah, kesannya kalau memuja selain
Allah tuh udah parah gitu kan saya juga jadi takut.
Pengalaman yang benar-benar membekas di hati saya adalah ketika lulus SMA
dan harus berjuang mendapatkan PTN bagaimanapun caranya (Alhamdulillah gak pake

11
cara curang). Pengalaman yang dimana agama berpengaruh pada diri saya tetapi ada
kalanya tidak terpengaruh pada saya. awal mula sekali, ketika saya mencoba berkali-
kali jalur PTN yang bisa saya lalui dan tidak ada yang lolos satupun. Disitu saya terus
mengatakan bahwa Allah tidak adil, apa gunanya saya belajar disertai doa tapi tidak
ada satupun yang tembus. Saat itu saya juga coba menerapkan yang sering dilakukan
orang islam lainnya, doa+usaha+tawakal= Hasil. Tapi, saat itu saya rasa apa yang
diajarkan dan tidak berpengaruh sama sekali dengan saya akhirnya saya putus asa
dan setelah jalur PTN semua tutup saya benar-benar meliburkan diri dari aktivitas
belajar dan hanya bermain di rumah.
Kemudian, saya berjuang lagi selama mungkin 9 bulan untuk mempersiapkan
SBMPTN 2016 untuk mendapatkan PTN yang saya inginkan waktu itu saya ngotot
ingin Psikologi UI dan saya benar-benar belajar gila-gilaan mungkin 12 jam saya belajar
selama sehari (hal yang gak pernah saya lakuin sebelumnya). Tentu saja dibarengi lagi
dengan doa dan sekali lagi memakai rumus doa+usaha+tawakal = Hasil. Tidak hanya
itu saya juga terus menerus mengingat sebuah ayat alquran di surat al-insyirah ayat 5
dan 6, “ karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5) sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6)”.
Akhir pengumuman memang saya tidak mendapatkan psikolog UI tetapi saya
tetap bersyukur bahwa diterima di PTN yang saya impikan. Disinilah hal-hal yang
diajarkan dalam agama islam mempengaruhi saya kembali.
Kalau menurut saya, agama islam yang saya miliki adalah agama mayoritas
bukan karena jumlah tetapi saya bisa leluasa dalam beribadah walaupun bukan di
rumah. Bisa mendapatkan masjid atau mushola yang bisa ditemui dimana-mana jika
saya sedang berpergian. Walaupun agama islam mempunyai banyak keistemawaan
seperti adanya cuti bersama yang cukup panjang saat idul fitri dan mendapatkan THR,
adanya prasangka yang cukup merugikan umat muslim saat ini seperti, jika perempuan
muslim memakai cadar berarti dia berada islam di garis keras, kalau perempuan
muslim yang pakaiannya gak sesuai dengan aturan islam berarti dia islam ktp.
Kemudian, jika dia adalah seorang muslim garis keras berarti dia teroris. Semua
prasangka itu yang membuat agama islam menjadi terpecah belah dan membuat saya
sedih juga. Islam mengajarkan kedamaian bukan saling membenci.

12
Mungkin hal bisa saya ajarkan ketika konseli mengalami kegagalan dalam
belajar, seperti yang saya rasakan saya bisa memberitahukan mengenai kesabaran
dan selalu mengingat surat al-insyirah ayat 5 dan 6, “ karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan (5) sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
(6)”. Sebenarnya saya sendiri masih bingung apalagi yang harus saya lakukan selain
mengajarkan selalu sabar dalam setiap masalah dan mengingat bagaimana adanya
kemudahan yang lebih banyak lagi setelah adanya kesulitan yang dihadapi.

Bias terhadap agama lain adalah saya tidak memahami agama selain islam.
Saya tidak mengerti bagaimana agama Kristen mengajarkan umatnya, tidak mengerti
bagaimana agama katolik mengajarkan umatnya tetapi yang saya yakini bahwa
masing-masing agama mengajarkan kebaikan bukan kebencian. Jika menghadapi
konseli yang berbeda agama dengan saya sebisa mungkin akan menghindari hal-hal
yang berkaitan dengan agama tetapi bila akhirnya berkaitan juga saya akan
membicarakannya tanpa bermaksud menyakitinya dan mengkonfirmasi ulang apa yang
saya dapatkan sebelumnya bisa jadi belum tentu benar.
Menurut saya, semua konselor harus tau agama mereka masing-masing karena
agama merupakan fondasi utama dimana kita hidup di dunia ini. tanpa agama kita
kehilangan arah dan tidak tau batasan-batasan yang baik dan benar. Jika kita
beragama dengan baik, maka kita tau bagaimana berbicara dengan agama yang lain
tanpa menyakiti perasaannya. Penganut agama yang baik akan menebar kebaikan
bukan kebencian.
Satu buku yang sangat saya suka dari SD kelas 5 hingga sekarang adalah buku
mengenai 45 sahabat nabi. Bukunya itu warna-warni, ada cerita dan komiknya juga.
Diawal cerita tentunya dikenalkan 4 sahabat nabi yang menjadi khalifah, yaitu Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Ummar bin Khattab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Saya
menyukai sifat-sifat sahabat nabi yang dimana mereka sangat setia dengan Rasulullah
dan tentunya memperjuangkan agama islam bersama Rasulullah. Abu Bakar dengan
kedermawanan nya dan Umar yang selalu memperhatikan kesejahteraan
masyarakatnya dibandingkan dirinya. Sifat dermawan dan selalu mengutamakan orang

13
lain dibandingkan kepentingan pribadi nya ini lah yang selalu saya coba untuk ditiru
dalam kehidupan sehari-hari saya. sampai saat ini pun saya tidak pernah bosan untuk
membacanya berulang-ulang.

14
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Syarat Masuk Mata Kuliah Konseling
Multikultur
Dosen Pengampu: Susi Fitri, S.Pd, M.Si, Kons.

Oleh:

Indira Royana Zamzami (1715162200)

BK B 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017

15
1998 2002 2006 2016 2017 2018

2010 2013

Saya lahir dan tumbuh di keluarga yang memiliki faham agama yang baik. Keluarga
besar saya yang berada di kampung ayah saya sangat memiliki kefahaman yang
sangat baik tentang agama yang kami anut, namun menurut saya, walaupun semua
orang berkata bahwa saya ini memiliki pemahaman agama yang baik, hal ini
bertentangan dengan apa yang saya pikirkan. Menurut saya justru pemahaman
yang ada di keluarga saya kurang baik bila dibandingkan dengan keluarga besar
saya yang lainnya, khususnya keluarga besar ayah saya. Hal ini dikarenakan saya
lahir dan tumbuh di Jakarta, dimana orang – orang di Jakarta tidak begitu
mementingkan agama, bagi saya. berbeda halnya dengan orang yang ada di
kampung ayah saya, mereka masih berpikir tradisional dan masih sangat
bergantung pada adat istiadat keagamaan yang dianut mereka sejak lama. Karena
perbedaan tersebut, saya merasa keluarga saya lebih buruk dibandingkan mereka.
pengalaman ini tentu membuat saya minder dan malu apabila berkunjung ke rumah
sanak saudara yang ada di Jawa. Pengalaman keagamaan saya tentu tidak terkait
dengan etnis Jawa dan Betawi yang saya miliki. Karena, menurut saya, agama yang
saya anut sudah sesuai dengan apa yang Allah sampaikan kepada Nabi – nabinya,
tanpa campur tangan manusia, dalam hal ini, menurut saya upacara adat Jawa
yang mengatasnamakan Islam bukanlah tradisi yang Rasulullah jalankan,
melainkan itu hanya warisan nenek luhur pada etnis Jawa tersebut, contohnya
merayakan hari lahir Nabi yang dicampur dengan adat Jawa yang kental. Saya
mengikuti komunitas agama yang saya anut. Saya merupakan anggota dari
organisasi islam atau yang biasa disebut dengan ormas. Ormas yang saya ikuti ini
merupakan ormas besar, namun tidak sebesar ormas Muhammadiyah ataupun
ormas NU. Pengalaman saya berada di komunitas ini tentunya mengalami pasang
surut. Hal ini dikarenakan kegiatan yang saya ikuti sejak SMP dan SMA membuat
saya sangat sibuk dan tidak sempat mengikuti pengajian yang ada di organisasi ini.
Sebelum menjelaskan tentang pengalaman saya mengikuti komunitas ini, saya
akan memberi tahu bahwa ormas yang saya ikuti ini memiliki banyak majelis taklim,
salah satu majelis taklim yang saya ikuti dan berada lumayan dekat dengan rumah
saya yaitu majelis Nurul Huda. Pengalaman saya berada di majelis taklim tersebut
cukup membuat saya tidak ingin kembali pada masa – masa itu, dimana saya
sangat jarang sekali datang untuk mengikuti pengajian yang dilaksanakan hampir
setiap hari. Menurut saya, mengikuti pengajian pada tempat itu sangatlah tidak enak
dikarenakan ibu – ibu yang ada di sana, jarang sekali tersenyum dan berbuat ramah
terhadap saya dan keluarga saya. saya mengerti betul alasan mengapa mereka
berbuat seperti demikian, hal ini dikarenakan menurut mereka, saya dan keluarga
saya sangat tidak peduli dengan apa yang terjadi di majelis taklim tersebut dan
menurut mereka, keluarga kami enggan untuk mengikuti acara – acara yang ada
disana. Ketika kecil, saya rajin mengikuti pengajian yang dikhususkan untuk anak –
anak, namun saya malah mengikuti pengajian di luar majlis taklim Nurul Huda
tersebut. Akibatnya, saya menjadi jarang bergaul dengan teman – temen
sepermajlistakliman. Ketika SMP, saya juga tidak pernah megikuti pengajian yang
ada di majlis taklim tersebut, saya hanya mengandalkan pelajaran agama Islam
yang diajarkan di sekolah saja untuk menambah pengetahuan agama yang saya
miliki. Hal ini tentu membuat saya merasa minder apabila bertemu dengan teman
sepermajlistakliman yang mereka cenderung lebih memiliki paham agama yang
jauh lebih bagus ketimbang saya. untuk masalah hafalan surat – surat di Alquran
juga saya tertinggal jauh dibandingkan mereka yang hampir hafal seluruh surat di
juz 30. Ketika SMA, masa – masa ini lebih parah lagi. Saking tidak pernah
menghadiri pengajian yang ada, saya hampir saya lupa bahwa saya masih menjadi
anggota majlis taklim tersebut. Ketika SMA, saya masih menjalin hubungan asmara
dengan mantan kekasih saya inisial G. saya dan G sangat dekat, saya juga dekat
dengan keluarga G, hanya saya keluarga saya tidak merestui hubungan kami
karena dianggap membawa dampak yang buruk bagi saya apabila saya masih
berhubungan dengan G. Pakaian yang saya kenakan ketika jaman sekolah juga
jauh dari kata baik, saya masih menggunakan pakaian ketat dan kerudung yang
mini tidak menutupi aurot saya. ucapan – ucapan tidak baik pun masih sering saya
ucapkan ketika dulu di SMA. Hanya karena saya mengalami pengalaman –
pengalaman yang tidak baik ektika dulu, ini tidak membuat saya patah semangat
untuk selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih dekat lagi denga Allah. Justru,
kesalahan – kesalahan yang telah saya perbuat malah menjadi motivasi saya untuk
menghindari perbuatan – pebuatan jahiliyah dulu dan saya berjanji untuk tidak
melakukan hal tersebut lagi, karena saya merasakan bahwa melakukan sesuatu
diluar batasan agama malah membuat kita semakin merasa berdosa dan
menghalangi rezeki yang akan kita dapat. Pengalaman keagamaan yang saya rasa
senang yaitu terjadi ketika saya lulus SMA. Semenjak lulus SMA dan putus dengan
mantan kekasih saya bernama G, saya menjadi semakin semangat untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Saya memulai usaha tersebut
dengan usaha yang kecil, seperti belajar untuk menggunakan rok lebih sering lagi,
menggunakan kerudung yang dilebarkan sampai menutupi dada saya, dan
mencoba mengurangi dan menyumbangkan celana – celana ketat yang dahulu
saya gunakan. Hal ini berhasil dan saya tidak menyangka sama sekali bahwa usaha
kecil ini merupakan langkah awal saya untuk bisa merubah diri saya menjadi wanita
yang lebih solihat lagi, baik dimata Allah. Awalnya, ketika saya menggunakan rok
untuk pertama kalinya, saya dianggap lebih tua dan dianggap sudah semester 8
oleh guru SMA saya. padahal, ketika itu saya baru saja lulus beberapa bulan dari
SMA dan baru duduk di semester 1. Hal ini tentu membuat saya kecil hati dan
berpikir ulang mengenai rencana besar saya ini, yaitu hijrah. Namun, sesuatu
terjadi. Orang tua saya mendaftarkan saya untuk mengikuti rangkaian acara rutinan
yang dilakukan di sebuah tempat seperti kos – kosan, bernama Asrama Yayasan
Sya’airullah. Hal ini membuat saya senang dan tidak sabra untuk mengikuti
rangkaian acara rutin disana. Harus saya akui, bahwa mengikuti kegiatan
perkuliahan dan kegiatan pengajian di asrama ini membuat saya seidkit kesulitan
membagi waktu mengaji, belajar, istirahat, dan bermain. Namun dibalik
kemenderitaan semua ini, saya merasa senang karena saya memiliki kesempatan
untuk memperbaiki diri saya dan bertemu dengan banyak sekali teman – teman
lintas fakultas yang mereka memiliki berbagai macam kepribadian dan mereka jauh
lebih baik daripada saya. berkat mereka, saya mampu melakukan pekerjaan rumah
seperti menyuci pakaian, memasak, dan menjadi perempuan yang lebih bersih lagi.
Pertengkaran yang terjadi di dalam kehidupan beragama saya, yaitu ketika SMA.
Satat itu saya sedang menjadi petugas kesehatan di salah satu acara tahunan di
sekolah saya. Ketika itu, terdapat teman saya yang mengatakan bahwa majlis yang
saya ikuti merupakan suatu ajaran yang sesat dan tidak patut untuk ditiru. Namun,
perkataan teman saya tersebut tidak pernah saya ambil hati, karena saya merasa
agama yang saya anut dan majlis taklim yang saya ikuti meruapakan seusuatu yang
paling benar yang pernah Allah berikan terhadap saya, dan apapun yang terjadi,
saya tidak akan pernah berhenti untuk mengikuti pengajian pada majlis taklim
tersebut sampai MATI. Keagamaan yang saya anut dan pengalaman – pengalaman
tersebut sangat memperngaruhi saya dalam menyelesaikan masalah – masalah
yang ada di hidup saya. cara saya apabila mengalami masalah yang sulit dan
membuat saya ingin menyerah, saya sholat di tengah malam dan mengadu kepada
Allah sampai hati saya pedih dan akhirnya menangis. Dengan melakukan demikian,
saya merasa sangat tenang ketika selesai sholat. Agama yang saya anut adalah
Islam dan merupakan agama mayoritas yang ada di Indonesia, bahkan saking
mayoritasnya, kepala negara akan dianggap baik jika menganut agama Islam,
karena mayoritas penduduk di Indonesia merupakan agama Islam. Tentu dengan
menganut agama yang mayoritas ini membuat saya mendapatkan hak – hak
istimewa, diantaranya, akan lebih mudah bergaul dengan teman – teman yang
belum saya kenal, pasti mereka mayoritas memeluk agama Islam dibandingkan
agama – agama lainnya. Pengalaman – pengalaman keagamaan yang telah saya
lalui, tentu dapat membantu saya dalam melakukan layanan konseling, apabila
konflik yang saya hadapi lebih beragam dan ekstrim, dikarenakan pengalaman
buruk saya mengenai keagamaan masih dikatakan tidak begitu memiliki pengaruh
dengan kepribadian atau kesehatan psikologis saya, namun saya juga harus
mengerti bahwa masing – masing indvidu memiliki cara yang berbeda dalam
menangani dan menghadapi gegeran – gegeran yang ada pada agama yang
mereka anut. Setidkanya, pernah dikatakan menganut aliran sesat membuat saya
berpikir bahwa tidak ada agama yang mengajarkan pada keburukan. Jadi,
bagaimana mereka bisa mengatakan bahwa ajaran agama yang saya anut itu
sesat, apabila mereka tidak menjalani apa yang saya jalani? Bias yang pernah saya
miliki terkait dengan orang yang beragama Kristen atau katolik. Dalam pandangan
saya, mereka yang menganut agama tersebut pasti adalah orang yang memiliki
banyak harta dan sombong, tapi ternyata hal ini terbukti salah, ketika saya memiliki
teman bermain semasa SD yang bernama Dita. Ia adalah seornag perempuan yang
tinggi, putih, dan memiliki mata yang indah dan bagi saya ia sangat cantik. Ia
memang orang kaya dan terlihat sombong, namun kenyataannya, ia memang orang
kaya namun memiliki hati yang lembut dan baik bak malaikat. Menurut saya,
pemahaman mengenai agama di dalam proses konseling merupakan hal yang
sangat penting untuk konselor miliki, hal ini akan menjadi dasar bagi konselor dalam
mengambil keputusan untuk membantu konseli agar lebih mandiri dalam
menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Setiap konseli yang berkunjung untuk
melakukan konseling pasti memiliki agama, atau setidaknya ia percaya terhadap
segala sesuatu yang bersifat spiritual, walaupun tidak memiliki nilai agama. Konseli
tentu akan menganggap sesuatu yang spiritual tersebut penting untuk kesehatan
jasmani dan raganya, maka dari itu konselor wajib sekali memiliki pengalaman dan
pemahaman mengenai agama – agama ataupun hal – hal spiritual lainnya yang
mungkin dianut oleh konseli nya.

Salah satu buku yang menurut saya sangat mempengaruhi pemahaman agama
saya. setelah membaca buku karangan Imam Al – Ghazali ini, saya menjadi
semakin paham tentang hal – hal yang bersifat halal dan haram. Seperti contohnya
saya menjadi tahu tentang makanan yang dihalalkan dan yang diharamkan.
Walaupun terlihat sepele, namun hal ini tidak boleh kita pungkiri begitu saja dan
tidak boleh kita abaikan dan anggap remeh. Saya menjadi mengetahu beberapa
makanan yang dikategorikan halal, yaitu jika makanan tersebut berasal dari bahan
tambang seperti garam dan tanah. Lalu, apabila makanan tersebut berasal dari
tumuh – tumbuhan dan yang terakhir apabila makanan tersebut diperoleh dari
hewan. Hewan yang dimaksud disini tentu bukanlah hewan yang memang
dikategorikan sebagai hewan yang haram, seperti anjing, babi, dan hewa bertaring
lainnya. Setelah mengetahui hal – hal yang ada di buku tersebut, saya menjadi lebih
waspada dengan apa yang akan saya makan ketika saya berada di Singapura.
Karena agama mayoritas disana belum tentu sama dengan agama mayoritas di
Indonesia yang sudah mengerti tentang makanan halal dan haram. (Ghazali, 2007)

Daftar Pustaka
Ghazali, I. A. (2007). Rahasia Halal dan Haram: Hakikat Batin Perintah dan Larangan Allah.
Beirut: Mizania.
Tugas Syarat Masuk
Agama, Spiritualitas, dan Konseling

Tugas ini dibuat sebagai salah satu tugas syarat masuk dalam Mata
Kuliah Konseling Multikultural yang dihimpun oleh Susi Fitri,
S.Pd.,M.Si.Kons

Disusun oleh:
SALSA NUR INTAN
1715163184

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Timeline Pengalaman Keberagaman

Diberikan
Dapat
Mendapatkan
handphone
Mendapatkan menghafal
Memasuki handphone
Al Quran yang yang saya
surat-surat
masa TPA dan saya inginkan karena saya
inginkan
karena dapat panjang
dapat dapat
menghafal karena saya
lainnya yang
menghafal hampir menghafal
dapat
seluruh surat- akhirnya
surat pendek, surat panjang
surat pendek menghafal juz
mendapatkan
lancar di al Quran pertama yaitu
30 saat duduk
pujian dari
membaca Al- surat An
2003 2005 2006 2014yang dibangku
2016
orangtua
Quran Nabaa
man.
saya inginkan

2012 2016

Merasa umur Saat duduk di


SMP belum bangku MAN,
bisa saya masih
membaca Al belum hafal
Quran dengan surat Yaasin
tajwid yang yang akhirnya
benar dan terkena
akhirnya omelan dari
dimarahi orangtua saya
orangtua lagi.
Tulisan ini akan berisi refleksi mengenai keberagaman agama dalam
sejarah hidup saya. Saya adalah seorang muslim yang berarti saya
beragama Islam. Saya memeluk agama ini sejak saya dilahirkan. Agama
yang saya anut ini seperti sebuah warisan dimana memang turun temurun
dari keluarga Ayah maupun Mama saya yang beragama islam. Ini artinya
saya tidak memilih ingin menganut agama apa, namun sudah dipilihkan
sejak saya lahir. Baik dari keluarga besar Ayah maupun Mama saya
agamanya adalah Islam. Tidak ada keberagaman agama dalam keluarga
besar saya. Semua menganut agama yang sama yaitu Islam. Hanya saja
mungkin ada yang memang Islamnya lebih kuat dan ada pula Islam yang
seperti “seadanya” saja.
Saya sendiri sudah terlahir sebagai Islam yang cukup kuat namun tidak
begitu kuat. Dimana orangtua saya selalu memberikan pelajaran hidup yang
disangkutpautkan dengan agama. Di dalam keluarga besar saya yang
seluruhnya menganut agama Islam tidak ada perbedaan yang signifikan
ataupun hal yang menunjukkan bahwa Islam yang kami anut berbeda-beda.
Saya rasa memang Islam yang kami anut semuanya sama yaitu NU. Maka
dari itu, keberagaman yang kami miliki tidak banyak, karena memang dari
mulai agama sampai hal-hal kesehariannya sama. Walaupun etnis yang
saya miliki ada dua, namun kedua etnis yang saya miliki ini tetap sama
dalam beragama, dalam artian tidak ada agama yang beragam.
Sepanjang hidup saya sampai saat ini, saya belum pernah mengikuti
komunitas keagamaan. Ini dikarenakan saya memiliki pandangan tersendiri
terhadap komunitas-komunitas agama yang ada di Indonesia. Saya
berpandangan orang-orang yang mengikuti komunitas agama terlihat terlalu
fanatic atau berlebihan yang membuat saya berpikir lagi “Untuk apa
mengikuti komunitas seperti itu? Apakah ada untungnya? Apa hanya ingin
terlihat bahwa agama yang kita anut sangat kuat?” kurang lebih seperti itu.
Bahkan dari keluarga saya sendiri juga tidak pernah mengikuti komunitas-
komunitas agama.
Saya akan bercerita sedikit mengenai pengalaman-pengalaman saya
dari kecil, remaja, sampai saat ini yang menyenangkan mengenai
keberagaman saya dalam menjalani hidup ini. Saat saya kecil saya sering
sekali mendapatkan barang yang saya inginkan karena saya melakukan
sesuatu yang berbau agamis yaitu menghafal surat-surat dalam Al-Quran.
Mungkin memang cara orangtua saya agar saya dapat menghafal surat-surat
dalam al Quran (terutama juz 30). Orangtua saya seperti memberikan hadiah
kecil untuk saya ketika saya berhasil menghafalkan surat-surat dalam
AlQuran. Ini tentunya pengalaman yang menyenangkan. Terlebih
pengalaman keberagaman seperti ini rasanya tidak akan saya dapatkan lagi
di umur saya yang sudah kepala dua.
Selanjutnya, sejak saya kecil, saya tinggal di lingkungan yang agamanya
beragam. Tetangga saya adalah seseorang yang beragama Kristen. Saya
ingat sekali pengalaman saya waktu saya sedang berpuasa namun tetap
bermain dengan teman saya yang beragama Kristen. Teman saya ini makan
disebelah saya, tepatnya saya yang sedang berpuasa. Lalu, saya bertanya
“kamu tidak berpuasa?” dan ternyata dia menjawab “saya puasa, namun
saya hanya puasa dengn pantangan beberapa makanan saja”. Lalu, dia
meminta maaf kepada saya, karena dirasa tidak sopan. Akan tetapi, saya
senang karena ternyata dia mengetahui bahwa saya sedang berpuasa dan
dia mencoba untuk menghargai dengan cara makan di dalam rumahnya.
Keberagaman ini memang terlihat sangat menyenangkan, terlebih jika
menghargai satu sama lain. Pengalaman ini juga membuat saya yakin
bahwa saya bangga beragama Islam. Saya tetap yakin dengan agama saya
karena ternyata agama saya terlihat sangat baik dihadapan orang lain yang
menganut berbeda agama. Saya tentunya bangga dan senang karena ini
adalah pengalaman masa kecil saya.
Saat remajapun saya memiliki pengalaman menyenangkan berteman
dengan yang berbeda agama yaitu Kristen. Yang saya senang adalah kami
tetap berteman dan tetap saling menghargai walaupun berbeda-beda.
Teman saya selalu menunggu saya beribadah diluar musolah. Ya kami
cukup akbrab dan kami dapat menyesuaikan diri dengan baik walaupun
berbeda agama. Ini merupakan pengalaman yang cukup menyenangkan
bagi saya dalam menjalankan hidup saya di dalam keberagaman. Saya pun
tidak tergoyah berteman dengan non muslim. Saya tetap yakin pada agama
yang saya anut, karena memang dari pertemanan yang kami jalani, tidak ada
yang saling menghujat agama satu sama lain.
Akan tetapi, ada pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu saat saya
duduk di bangku SMP, saya belum bisa membaca Al Quran dengan tajwid
yang benar dan akhirnya dimarahi oleh orangtua karena menurut orangtua
saya seharusnya saya sudah bisa membaca Al Quran dengan tajwid yang
benar karena sudah TPA dari kecil, lalu belajar agama di SD juga.
Pengalaman yang tidak menyenangkan lainnya adalah saat saya duduk
dibangku MAN saya masih belum hafal surat Yaasin. Saya pun dimarahi lagi
sampai orangtua saya heran kepada saya. Ini dikarenakan memang sejak
kecil saya sudah disuruh untuk menghafalkan surat Yaasin agar saat besar
nanti sudah lancar, akan tetapi ternyata saya belum hafal saat duduk
dibangku MAN.
Saya adalah seorang muslim yang tentunya tidak akan pernah jauh dari
masalah, terlebih masalah yang begitu sulit. Akan tetapi, belakangan ini
agama yang saya anut sangat mempengaruhi saya dalam menghadapi
masalah yang sulit. Banyak hal-hal yang saya pelajari melalui sosial media
maupun teman saya mengenai islam secara jauh. Saya terus
mendengarkan, membaca berbagai hal yang berbau islam namun untuk hal-
hal keseharian yang terbilang ringan. Ketika saya mendapatkan masalah
yang sulit, tidak tahu mengapa saya jadi sering lebih menyerahkan kepada
Allah. Saya terapkan apa yang saya dapatkan dari pelajaran islam yang saya
dapatkan. Saya tetap resah, menangis layaknya manusia normal. Akan
tetapi, saya merasa lebih dewasa dan sedikit lebih tenang karena ilmu-ilmu
yang saya dapatkan mulai saya terapkan. Ketika ada masalah yang sulit,
saya hanya bisa berpasrah, terus berdoa kepada Allah. Saya terus
meyakinkan diri bahwa tidak ada masalah yang melebihi batas kemampuan
hamba-Nya. Saya yakin bahwa masalah hadir karena Allah sayang kepada
kita. Saya yakin bahwa masalah yang sulit pasti ada jalan keluarnya dan
pasti indah pada waktunya. Keyakinan ini saya tanamkan di diri saya yang
sedikit demi sedikit membuat saya menjadi lebih tenang menghadapi
masalah saya yang sulit.
Agama saya adalah islam dimana termasuk agama mayoritas.
Keistimewaan agama islam adalah bagaimana islam selalu dianggap sopan
santun dan rasa menghargai yang tinggi. Tentunya sebagai penganut agama
islam, ada beberapa prasangka yang saya dapatkan. Misalnya, saya pernah
disangka menganut islam yang berbeda. Saya tidak tahu apa maksudnya,
namun saya berasumsi mungkin karena saya jarang mengikuti acara-acara
islam di sekitar rumahan seperti maulid Nabi. Akan tetapi, saya tidak
menghiraukan karena yang mengatakan hanya satu orang dan memang dia
hanya berprasangka. Saya pikir memang kebanyakan orang terlalu
menganggap bahwa Islam tidak boleh terlalu berlebihan atau tidak boleh
terlalu minim. Dalam artian, orang-orang yang memilih untuk hijrah pasti
lebih banyak diberikan stereotip yang aneh begitupula dengan islam yang
“biasa-biasa saja” dapat diberikan stereotip yang aneh.
Kekuatan-kekuatan agama yang miliki tentunya dapat saya gunakan
dalam konseling. Saya dapat katakan menggunakan Spiritual Coping. Ketika
nanti saya sudah dapat menjalankan konseling untuk orang lain tentunya
saya akan sedikit memberikan Spiritual Coping seperti menyarankan konseli
untuk terus berdoa tanpa henti karena Allah tidak tidur. Islam memiliki
kekuatan seperti bahwa jika yakin, maka Allah juga akan yakin mengabulkan
doa hamba-Nya. Begitupula dengan saya yang akan menyarankan konseli
saya untuk terus berusaha dan terus berdoa dengan keyakinan penuh
karena dasarnya masalah datang dari Allah, maka solusi juga ada di tangan
Allah. Saya akan terus meyakinkan konseli untuk tetap berusaha namun
tetap menenkan Spiritual Coping.
Menurut saya pemahaman mengenai agama menjadi tugas saya
sebagai konseli karena memang tidak selalu dalam konseling terus
menggunakan teknik-teknik atau teori-teori yang diharuskan dalam proses
konseling. Teknik konseling sangat penting dan perlu akan tetapi ada
baiknya jika kita sebagai konselor memberikan sedikit Spiritual Coping
kepada konseli karena nyatanya memang kita hanya sebagai perantara
untuk menyelesaikan masalah konseli. Yang benar-benar dapat
menyelesaikan masalah adalah Tuhannya.
Salah satu buku yang cukup berpengaruh adalah buku Dari Hati ke Hati
dengan Mamah Dedeh. Buku tersebut banyak berisi kajian-kajian mamah
dedeh dari hal yang serius sampai yang biasa-biasa saja. Akan tetapi,
banyak tuntunan dari buku tersebut yang membuat saya terus berpikir
menjadi terus lebih baik. Walaupun saya tentunya masih jauh dari kata baik.
Akan tetapi, mulai dari mindset hidup yang baik, semua masalah saya
serahkan kepada Allah, dan lain sebagainya memang saya dapatkan dari
buku ini. Buku ini memang memberikan kajian yang terlihat lebih simple dan
mudah dipahami. Buku ini juga memberikan saya keyakinan bahwa Agama
saya adalah agama yang sangat sempurna. Saya mempunyai Allah, dan
saya tidak pernah sendiri. Masalah yang saya alami datangnya dari Allah,
maka solusi juga ada ditangan Allah dan saya percaya itu dan saya mulai
terapkan dalam kehidupan saya sehari-hari. Sebenarnya saya tidak suka
membaca buku, akan tetapi saat membaca buku ini saya merasa lebih relax
membacanya mungkin karena saya sambil membayangkan pembawaan dari
Mamah Dedeh yang santai.
Sekian sedikit refleksi diri saya mengenai keberagaman. Kuranglebihnya
mohon maaf jika ada salah kata. Saya hanya menceritakan apa yang saya
rasakan dan dapatkan, namun terkadang saya sedikit tidak mengingatnya
dengan jelas. Akan tetapi, saya sudah mencoba untuk merefleksikannya
dengan sebaik mungkin. Terimakasih, wassalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
TUGAS SYARAT MASUK
“Agama, Spiritual, dan Konseling”

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling
Multikultular yang diampu oleh dosen Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons

Disusun Oleh:
Vieky Siema Syarifah
1715163645
BKB 2016

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
Timeline Pengalaman Keberagamaan
 Juara 3
 Mendapat
lomba
HP Esia
Cerdas
karena full
Mulai masuk Cermat
puasa Juara 1 do’a- Juara 2 do’a-
TPA dan Islam.
sebulan. do’a pendek do’a pendek
mengaji Iqra  Juara 1
 Juara 1 dan surat- dan surat-
sampai bisa do’a-do’a
do’a-do’a surat pendek surat pendek
dengan lancar pendek dan
membaca Al- pendek dan pada acara 17 pada acara 17
surat-surat
Qur’an. surat-surat agustusan. agustusan.
pendek
2003 - 2007 pendek
2008 2009 2010 - 2012 2013
pada acara
pada acara
17
2008 17 2010 2013 2013 2014
agustusan.
agustusan.
Terkena
Kalah lomba Tidak boleh Tidak boleh penyakit tifus Teman saya
Qiro’ah Qu’an. melanjutkan melanjutkan dan DBD ketika tidak percaya
sekolah ke sekolah ke puasa dan baru bahwa saya
pesantren. sekolah Islam sembuh tidak pernah
(MAN) atau seminggu bolong dalam
pesantren. sebelum shalat dan saya
lebaran, dan dicap munafik
harus
menanggung
utas puasa
sebanyak 15.

1|Page
a. Pengalaman-pengalaman keberagaman yang penting bagi keluarga saya
khususnya dala bidang spiritual adalah terjadinya perbedaan antara zaman
umi saa dengan zaman saya. Umi saya selalu membanding-bandingkan
zaman umi saya mengaji (waktu masih anak-anak) dengan zaman sekarang,
perbedaan tersebut memang sangat signifikan, pada zaman umi saya
mengaji itu sesuatu yang bisa dibilang menyeramkan karena guru
mengajinya membawa rotan atau satu batang lidi dimana pada saat ada
seseorang anak yang ngajinya tidak lancar maka akan di pukul dengan rotan
tersebut atau disambit dengan satu lidi. Meskipun hal tersebut terlihat
menyeramkan, anak-anak zaman dahulu bisa lebih termotivasi dalam
melancarkan bacaan mengajinya tersebut agar tidak mendapat pukulan dari
sang guru. Pada zaman dahulu juga anak-anak sangat menuruti apa yang
diperintahkan oleh guru mengajinya, tidak ada yang protes jika diperintahkan,
entah itu disuruh menyapu, mencuci baju, ataupun menjaga warung, dan umi
saya memersepsikan bahwa orang-orang dahulu pintar-pintar dalam mengaji
adalah karena didikan yang benar dari sang guru, dan murid-muridnya pun
selalu menerima dalam artian tidak pernah protes apa yang lakukan sang
guru kepadanya.
Berbeda dengan zaman sekarang, kebetulan umi dan ayah saya
adalah guru mengaji, dan saya pun sering membantu umi dan ayah saya
mengajar ngaji, kebanyakan murid-muridnya tidak menyimak pada saat ada
yang sedang mengaji, mereka malah asik mengobrol, saya, umi, dan ayah
sudah seringkali memarahi anak-anak tersebut untuk menyimak yang sedang
mengaji namun tidak didengarkan, dan ayah saya lumayan galak dalam
mengajarkan ngaji, dia sering kesal dan marah jika ada seorang anak yang
susah sekali dalam mengaji (tidak lancar-lancar), akan tetapi jika ayah saya
marah, anak tersebut tidak mengaji lagi dan mengadu ke orangtuanya bahwa
ayah saya galak jadi ia tidak mau mengaji lagi. saya juga seringkali kesal
pada saat mengajarkan murid yang sangat susah dalam membaca Iqra atau
Al-Qu’an, dan saya lebih memiliki mengalihkan anak tersebut untuk mengaji

2|Page
dengan ayah saya saja. Lalu entah mengapa dilingkungan sekitar saya jika
sudah masuk SMP anak-anak enggan untuk mengaji lagi, padahal mereka
masih terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an, orangtua saya sering miris
melihat anak-anak yang lebih suka nongkrong sehabis waktu maghrib
dengan memegang rokok tapi mereka tidak mengaji. Saya sendiri heran
mengapa anak-anak yang beranjak dari SD ke SMP tidak mau lagi untuk
mengaji, dan hal tersebut sudah seperti aturan wajib bahwa kalau sudah
SMP tidak perlu mengaji, dan ibunya pun seakan tidak tegas untuk menyuruh
anak mereka mengaji.berbeda dengan saya, saya menjadi sadar bahwa saya
sangat beruntung bisa dilahirkan dikeluarga yang seperti ini, umi saya selalu
mengingatkan saya untuk tidak pernah lupa shalat dan mengaji, karena hal
tersebut adalah penolong saat di akhirat nanti. Mungkin hal tersebut adalah
pengalaman saya dan keluarga saya dalam aspek spiritual, saya merasa
bahwa semakin majunya zaman, anak-anak semakin enggan untuk mengaji,
mungkin mereka sudah benar-benar terkontaminasi dengan kemajuan-
kemajuan teknologi, dan sehingga mengubah pola pikir mereka bahwa
mengaji adalah hal yang kurang menyenangkan, dan tidak sama sekali
menghibur mereka, berbeda dengan gadget-gadget mereka yang selalu bisa
memberi mereka kepuasan.
b. Pengalaman tersebut menurut saya ada kaitannya dengan etnis saya, etnis
Betawi adalah etnis yang menjunjung tinggi nilai agama, dan kata orangtua
saya, orangtua zaman dahulu lebih rela anaknya tidak sekolah daripada tidak
mengaaji, mengaji adalah suatu keharusan yang jika tidak dilakukan maka
anak tersebut harus rela menerima pukulan dari orangtuanya, dan bisa-bisa
orangtua tersebut enggan memberi makan anaknya karena anaknya tersebut
tidak mau mengaji, anak-anak zaman dahulu pun rela melewati semak-
semak dimalam hari yang gelap demi menuntut ilmu agama yaitu mengaji,
rasa takut mereka akan binatang yang akan melukainya dan juga setan tidak
dihiraukan demi untuk mengaji, justru mereka lebih takut dimarahi oleh
orangtuanya jika tidak mengaji. Semakin berkembangnya zaman nilai-nilai

3|Page
budaya tersebut semakin memudar, anak-anak sekarang lebih menyerap
nilai-nilai modern dibanding nilai budaya yang terbilang kuno, mengaji
bukanlah suatu keharusan lagi, orangtua zaman sekarang pun tidak terlalu
tegas untuk memerintahkan anaknya mengaji, mungkin karena mereka
melihat bahwa mengaji tidak bisa membantu persaingan terutama didunia
kerja di zaman pasca modern ini, dan anak anak zaman sekarang pun
kehilangan esensi dari mengaji, mereka tidak menemukan kebahagiaan dan
apresiasi dari mengaji, berbeda dengan anak-anak zaman dahulu yang
sangat senang jika bisa khatam Al-Qur’an dan orangtua juga sangat
mengapresiasinya, misalnya dengan membuatkan nasi kuning
dipengajiannya untuk makan bersama dan didoakan oleh guru mengajinya.
Orangtua zaman sekarang sama sekali tidak mengapresiasi anak-anaknya
yang khatam Al-Qur’an sehingga sang anak tidak sama sekali termotivasi
untuk mengaji. Itulah salah satu nilai yang pudar dari kebudayaan etnis
Betawi, banyak yang sadar nilai tersebut telah pudar namun mereka tetap
mengabaikannya.
c. Saya sudah mengikuti komunitas keagaamaan mungkin sejak saya TK, yaitu
mengkuti kegiatan di taman pengajian Al-Qur’an (TPA), saat itu guru mengaji
saya selalu umi saya, mulai dari saya mengaji Iqra, sampai Al-Qur’an, belajar
menulis bahasa arab (Imla), dan belajar tajwid. Saya mendapatkan semua
pengetahuan itu dari komunitas TPA saya. lalu pada saat saya SD,
sebenarnya tidak ada komunitas keagamaan di SD saya, hanya saja setiap
jum’at diadakan yasinan bersama, dan saya sering disuruh untuk membaca
surat-surat Al-Qur’an di juz 30, dan beranjak ke SMP, SMP saya adalah SMP
islam yaitu MTs, saya sendiri tidak mengikuti komunitas keagaaman seperti,
mungkin ekstrakulikuler yang berbau agama seperti nasyid ataupun marawis,
karena saya pikir rohani saya sudah cukup terisi degan pelajaran-pelajaran
sehari-hari di sekolah saya, seperti pelajaran tahfidz yaitu hafalan Al-Qur’an
(juz 30), akidah akhlak, sejarah kebudayaan islam, dan masih banyak lagi.
lalu pada saat saya SMA saya mulai mengikuti ekstrakulikuler keagamaan

4|Page
seperi rohis, yang di dalamnya juga ada keputrian, namun saya hanya
mengikuti komunitas tersebut dalam kurun waktu 3 bulan, karena saya
cenderung malas untuk ikut sekedar kumpul di musholla setiap hari setelah
pulang sekolah, saya lebih suka langsung pulang kerumah, dan dari jurusan
IPS hanya saya dan teman MTs saya yg ikut rohis sehingga saya merasa
kurang nyaman karena tidak banyak orang yg saya kenal. walaupun hanya 3
bulan saya lumayan menikmati komunitas tersebut, dan menemukan ilmu-
ilmu baru yg belum saya ketahui sebelumnya. Saya sendiri juga mengikuti
komunitas keagamaan dirumah seperti remaja masjid, saya sering terlibat
dalam kegiatan-kegiatan acara isra’ mi’raj, tahun baru islam, pawai obor dan
lainnya, seringkali saya dijadikan sebagai pembawa acara dalam kegiatan
tersebut, namun karena banyaknya tugas perkuliahan saya sudah jarang
berkumpul dengan komunitas tersebut.
d. Bagi saya banyak sekali pengalaman-pengalaman menyenangkan yang saya
dapatkan dari aspek spiritual, pada saat saya kelas 5 SD saya mendapatkan
handphone esia karena saya full puasa selama 1 bulan, saat saya kelas 6 SD
saya mengikuti cerdas cermat islam di kecamatan dan mendapat juara ke 3,
dan sejak SD kelas 5 sampai SMP saya selalu mengikuti lomba-lomba
keagamaan seperti lomba do’a-do’a pendek dan surat-surat pendek di
lingkungan rumah saya pada saat kegiatan 17 agustusan dan selalu medapat
juara 1 atau 2. Hal-hal tersebut membuat saya senang mempelajari hal-hal
yang berbau agama, karena saya selalu mendapat apresiasi ketika saya
unggul dalam hal agama, dan banyak sekali sisi-sisi positif yang saya
dapatkan dari hal spiritual yang paling utama adalah ketenangan.
e. Pengalaman-pengalaman kurang menyenangkan bagi saya adalah ketika
kelas 5 SD saya lomba Qiroah yaitu mengaji dengan alunan nada, saya
mengikuti lomba dikecamatan, saya pun kalah karena dari awal saya sudah
pesimis untuk menang, banyak sekali peserta lainnya yang mempunya nada
mengaji sangat indah, sedangkan saya tidak bisa seperti itu. Lalu, pada saat
saya lulus SD, saya ingin sekali melanjutkannya ke pesantren tetapi tidak

5|Page
diperbolehkan oleh orangtua saya, saya benar-benar merasa sedih disini,
pada saat saya sudah sekolah di MTs pun saya masih ingin sekali untuk
pesantren, sampai ingin berhenti sekolah, karena saya tidak dituruti oleh
orangtua saya untuk masuk pesantren. ketika lulus MTs pun juga seperti itu,
saya ingin sekali sekolah di MAN atau tidak ke pesantren dan untuk yang
kedua kalinya orangtua saya tidak mengizinkan saya utuk masuk di kedua
katgeori sekolah tersebut, mereka menyuruh saya untuk masuk SMA, dan
saya pun hanya bisa menurutinya. Pada saat kelas 1 SMA saya dituduh
orang yang munafik karena ketika guru agama saya bertanya “siapa disini
yang dalam satu minggu ini shalatnya full ga bolong-bolong” saya pun
mengangkat tangan saya, lalu teman saya yang cowo ada yang melontarkan
kalimat “halah yang ngangkat tangan munafik” perkataan tersebut masih
membekas sampai sekarang. Yang terakhir juga ketika saya kelas 1 SMA
saya terserang penyakit tifus dan DBD pada saat puasa, dan saya pun baru
boleh pulang dari rumah sakit ketika seminggu sebelum lebaran, dan banyak
sekali hutang puasa yang saya tanggung, saya ingat waktu itu hutang puasa
saya ada 15. Dari pengalaman-pengalaman ini saya sadar bahwa masih
banyak sekali orang yang mengajinya lebih baik dari saya dan masih banyak
yang harus saya pelajari mengenai hal-hal agama, saya juga merasa kalau
saya semakin jauh dengan agama saya, dan hal ini dimulai dari saya masuk
ke dunia SMA yang pergaulannya benar-benar sangat berbeda, sayapun
terbawa pada pergaulan tersebut, dan suka merasa hidup saya tidak tenang
karena sudah jauh dari agama.
f. Saya pernah mengalami pergulatan yang dampaknya masih saya rasakan
sampai sekarang, sama seperti pengalaman saya yang kurang
menyenangkan yaitu saya tidak diizinkan untuk masuk pesantren, menurut
saya yang sedari kecil saya sudah sangat menyukai pelajaran keagamaan
dan kegiatan apapun yang berbau agama, saya benar-benar menemukan
minat saya di agama, namun mengapa hal tersebut tidak didukung oleh
orangtua saya, saya sangat merasa sedih, pada saat saya MTs mungkin

6|Page
saya masih bisa terima setelah akrab dengan teman-teman saya saya mulai
merasa nyaman di MTs, saya juga tidak masalah karena saya masih belajar
mengenai keagamaan di MTs, namun pada saat saya lulus MTs pergulatan
ini dimulai lagi ketika saya tidak boleh melanjutkan ke sekolah berbasis
agama, dan kebetulan waktu itu adik saya lulus SD, tanpa pikir panjang umi
saya memasukkan adik saya kepesantren, saya benar-benar merasa iri saat
itu kepada adik saya, hanya karena adik saya nakal dan saya anak penurut,
jadi adik saya lebih layak untuk masuk pesantren, saya sampai berpikir
kenapa saya tidak nakal saja pada saat saya SD. Sampai sekarang saya
masih iri melihat adik saya yang sangat bisa menutup dirinya dengan pakaian
pakaian yang disyariatkan agama, sedangkan saya sangat susah untuk
memulainya, adik saya juga sudah menghafal 7 juz sedangkan saya yang
waktu SMP hafal 1 juz pun sudah lupa sekarang dengan hafalan saya.
orangtua saya terkadang suka membeda-bedakan saya dengan adik rasa,
dan rasanya saya ingin mengeluarkan semua keluh kesah saya mengapa
saya jadi berbeda dengan adik saya, hal itu juga karena kesalahan orangtua
saya yang tidak mendukung minat saya dalam hal agama.untuk saat ini, jika
saya melihat adik saya, saya benar-benar merasa jauh dari agama saya
sendiri.
g. Menurut saya keagamaan sangat berpengaruh terhadap saya dalam
menghadapi masalah-masalah sulit, entah mengapa saya seperti selalu
merasa hoki ketika saya dekat dengan agama saya, tentunya semua orang
akan takut saat mengahadapi UN, dan saya sendiri pada saat menjelang
akan UN akan lebih meningkatkan Ibadah saya, ketika saya meningkatkan
ibadah saya enta mengapa saya semakin percaya diri bahwa saya bisa
menghadapi UN dengan bekal yang telah saya pelajari sebelumnya, dan
Alhamdulillah nilai UN SD dan MTs saya lumayan bagus dan sangat
memungkinkan untuk masuk sekolah negeri unggulan. Pada saat saya SD
kelas 5 sampai saya MTs saya bisa dengan mudah mengahafal materi-materi
pelajaran, materi-materi pelajaran tersebut sangat mudah saya serap

7|Page
berbeda dengan pada saat saya SMA, ketika itu saya sudah mulai terbawa
arus pergaulan yang kurang baik, perubahan yang signifikan pada diri saya
adalah saya sering berkata kasar, sejak saat itu saya mengalami kesulitan
dalam menghafal materi pelajaran, rasanya otak ini sangat susah untuk
menerima materi pelajaran tersebut, dan pada saat saya mau UN SMA pun
saya sangat merasa tidak percaya diri, saya benar-benar takut akan
mendapatkan nilai jelek dan ketakutan saya itu terbukti, nilai UN SMA saya
tidak enak untuk dipandang. Lalu pada saat pikiran saya sedang kacau dan
hati saya tidak tenang pun saya mencoba untuk shalat, lalu berdoa
mencurahkan semua kegelisahan yang saya sedang alami, kemudian saya
mengaji, setelah mengaji saya menjadi merasa tenang dan lupa seketika
dengan permaslahan saya, hal ini masih sering saya lakukan agar saya
mendapat ketenangan ketika hati saya sedang gelisah.
h. Yaa agama saya adalah agama mayoritas di Indonesia, yaitu islam.
Keistimewaan dari agama mayoritas ini adalah saya tidak memiliki hambatan
untuk melakukan ibadah, terutama shalat, banyak sekali masjid ataupun
musholla kecil yang tersedia mulai dari dipinggir jalan di pusat perbelanjaan
hingga di tempat-tempat pemberhentian transportasi, sangat mudah untuk
orang islam melakukan berbagai kegiatan keagamaannya tanpa harus
merasa cemas dan takut, apalagi ketika sedang bulan ramadhan dimana
banyak sekali tempat yang memberikan makanan atau minuman untuk
berbuka puasa dan saya sangat mensyukuri itu. Jujur, saya tidak pernah
mendapat prasangka-prasangka atau diskriminasi dalam hal agama, hanya
saja prasangka yang kebanyakan di tujukan ke islam adalah agama teroris,
kadang saya suka miris mendengar kalimat itu, menurut saya mereka-mereka
yang teroris adalah orang-orang yang salah persepsi mengenai jihad dijalan
Allah, dan ditambah lagi dengan munculnya ISIS yang makin memperkuat
bahwa islam adalah agama teroris, padahal tidak ada ajaran islam yang
seperti itu, dan saya sangat merasa terganggu dengan prasangka tersebut.

8|Page
i. Kekuatan-kekuatan agama dan pengalaman-pengalaman saya mengenai
spiritual yang bisa saya gunakan dalam konseling adalah saya memiliki
Tuhan yang bisa menjawab semua permasalahan dan saya meyakini bahwa
Tuhan saya selalu bisa membantu saya menemukan jalan keluar dari suatu
permasalahan dan juga Al-Qur’an yang memuat semua obat dari berbagai
macam permasalahan. Karena Al-Qur’an memiliki sifat “As-Syifa” yang berarti
obat. Lalu sebagaimana yang saya dapat dari pengalaman saya bahwa saya
merasa hoki jika saya dekat dengan Tuhan saya, untuk itu kekuatan agama
dan pengalaman saya bisa membuat saya percaya diri dalam proses
konseling, agar saya optimis bahwa semua permasalahan orang yang
dicurahkan kepada saya nantiya dalam proses konseling insyaAllah bisa saya
tangani dengan meminta jalan keluar yang terbaik dari Allah SWT.
j. Bias-bias yang saya miliki adalah seperti menikah dengan berbeda agama,
tentunya dalam Islam ini sangat dilarang, yang mungkin (saya tidak tahu)
diperbolehkan diagama lain, lalu mengenai LGBT yang benar-benar dilarang
juga dalam agama Islam namun banyak sekali agama diluar Islam yang
mendukung LGBT. Lalu mengenai posisi agama, hal ini lah yang saya
tautkan, jujur saya memandang orang-orang non-muslim adalah orang yang
paling berdosa, saya teringat perkataan umi saya “semua amalan baik yang
dilakukan oleh orang Non-muslim itu sia-sia karena dia ga akan masuk surga”
sebelumnya saya berpikir memang benar yang dikatakan oleh umi saya, toh
dia saya tidak berada dalam agama yang benar-benar diridhoi oleh Allah,
namun setelah saya belajar konseling multikultur ini saya lebih bisa
memahami dan tidak boleh semena-mena dengan orang non-muslim
walaupun dia berada di luar agama yang diridhoi Allah SWT. Saya kurang
mengerti bagaimana bisa mereka mendapat ketenangan kalau yang dia
sembah saja bukanlah Allah SWT, namun mungkin dari apa yang mereka
percayai, karena mereka sangat percaya dengan tuhan mereka, mungkin dari
situ mereka bisa mendapat ketenangan. Tentunya hal ini akan sangat
berpengaruh kepada saya dalam melakukan kegiatan konseling, saya akan

9|Page
takut jika menemukan konseli yang non-Islam namun ia sedang berseteru
dengan orang islam, mungkin ini akan kecil kemungkinanya tapi saya hanya
belum mempersiapkan diri jika mendapatkan klien seperti itu. Saya takut jika
saya tidak bisa menangani proses konseling saya terhadap klien saya yang
Non-Islam yang pastinya berkaitan dengan sesuatu yang sensitive dengan
hal agama, saya takut malah nantinya saya akan menyudutkan dia dengan
bias-bias yang saya miliki.
k. Menurut saya pemahaman mengenai agama sangatlah penting, dan untuk
menjadi seorang konselor sebaiknya harus lebih bisa memahami semua
agama, supaya kita bisa memandang dari perspektif orang dengan agama
minoritas dan orang dengan agama minoritas, untuk itu bukankah konselor
harus belajar lebih matangmengenai konsep agama? Menurut saya iya
karena agar tidak terjadi diskriminasi, konselor sendiri kan tidak bisa
menyalahkan konseli, bagaimana kalau bertemu dengan konseli yang
berbeda agama pastinya akan repot jika kita tidak bisa berpandangan dari
sisi agama mereka. Terlebih lagi isu agama sangatlah sensitif, saya
sebenarnya takut membahas tentang hal yang berkaitan dengan perspektif
dari berbagai agama, walaupun saya beragama islam dan saya yakin bahwa
hanya islam agama yang diridhoi Allah tetap saja kita harus saling toleransi
dan saling membantu orang yang berbeda dengan agama. Karena konselor
adalah tenaga helper yang tidak peduli latar belakang orang yang akan
dibantu seperti apa, konselor harus tetap membantunya, untuk itulah
pemahaman mengenai agama diperlukan.
Refleksi Buku yang Berjudul “Menuju Keluarga Sakinah Mawaddah
Warahmah”
Ketika saya membaca buku yang berjudul “Menuju Keluarga Sakinah,
Mawaddah, Warahmah” terbesit pengalaman-pengalaman hidup yang saya
alami, dan juga teringat cerita-cerita pengalaman dari orangtua saya. Buku ini
memuat bagaimana cara membangun sebuah keluarga yang sakinah,
mawaddah, dan warahmah, semua dijelaskan mulai dari mengartikan apa itu

10 | P a g e
keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, memilih pendamping hidup yang
baik, bagaimana perkawinan yang baik hingga mendidik anak yang baik dan
benar secara agama. Pada saat saya membaca buku ini semuanya hampir
sama dengan pengalaman saya seperti, memilih calon yang baik menurut
agama terutama calon imam, memilih calon suami haruslah melihat
ketaqwaannya, karena jika dia menyayangi Tuhannya maka ia juga akan mudah
menyayangi istrinya, dan itulah yang dialami oleh umi saya, dulu awalnya ayah
saya yang suka terlebih dahulu dengan umi saya, namun umi saya benar-benar
tidak suka dengan ayah saya, namun karena umurnya sudah terlalu tua untuk
menunda pernikahan lagi akhirnya umi saya melakukan istikharah, ada dua
lelaki untuk dipilih salah satunya, yang satu ayah saya dan satu lagi teman umi
saya yang juga suka dengan umi saya, awalnya banyak sekali jawaban huruf
“syin” yang menunjukkan buruk, umi saya sangat senang karena jawaban
awalnya adalah buruk, namun makin kesini makin banyak huruf “kha” yang
menandakan baik, itu artinya baik untuk dipilih, dan makin kesini umi saya
sering memimpikan ayah saya, sering mencium wanginya dan mendengar
suaranya walaupun tidak ada orangnya, rupanya itulah jawaban dari Allah SWT,
walaupun umi saya tidak suka dengan ayah saya ia tetap menjadikan ayah saya
calon imamnya karena itu adalah pilihan Allah SWT dan umi saya pun
bersyukur sekarang karena telah memilih ayah saya. Ayah saya orang yang
lumayan baik agamanya dan mengerti bagaimana cara mendidik anak dengan
baik. disini juga dijelaskan bahwa pernikahan yang baik adalah bukan karena
paksaan, kasusnya adalah walaupun umi saya tidak menyukai ayah saya
sampai pada saat dihari ia menikah tapi dia tidak terpaksa melakukan
pernikahan tersebut karena ia yakin pilihan Allah tidak pernah salah. Begitu juga
dengan saya yang ingin sekali memiliki pendamping hidup yang pintar, saleh,
baik hati, dan penyayang dan berangan akan menjadi keluarga yang bahagia
nantinya, namun sampai saat ini belum Nampak siapakah jodoh saya nantinya
dan akan seperti apa jodoh saya nantinya, dan saya disini pun harus bisa

11 | P a g e
memperbaiki diri saya agar bisa mendapatkan jodoh yang baik, karena banyak
yang bilang jodoh adalah cerminan diri.
Kedua, dibuku ini dijelaskan bagaimana sikap orangtua dalam mendidik
anak, disini dijelaskan yang terbaik adalah sikap orang tua yang menerima
anaknya dalam artian kata orangtua menunjukkan perhatian dan kasih
sayangnya, ikut serta dalam kegiatan anak, perhatian terhadap prestasi
sekolah, percaya pada anak, tidak mengaharpkan terlalu banyak dari anak, dan
memberi dorongan serta nasehat kebijaksanaan kepada anak. Anak juga harus
ditanamkan nilai-nilai agama sedari dini, karena nilai-nilai agama akan
membentuk moral yang baik bagi anak, manusia tanpa moral agama akan
merusak manusia lainnya dan lingkungannya, sebagaimana yang terdapat
dalam buku ini “Einstein, sebagai scientist yang disegani, berwasiat, “ilmu
(sains) tanpa agama buta, agama tanpa sains lumpuh” (Salam, 1996) maka
keduanya harus seimbang agar anak bisa berkembang dengan baik. Hal
tersebut juga berkaitan dengan pengalaman saya sebagai anak, waktu saya
kecil umi saya adalah seorang rumah tangga, ia memiliki banyak waktu untuk
mengurus saya dengan baik dan benar, umi saya sangat mengutamakan saya
nilai-nilai agama, sedari kecil saya sudah diajarkan shalat dan mengaji hingga
berdzikir, sehingga saat ini saya bisa menilai yang mana yang baik dan yang
mana yang buruk untuk saya. Umi saya juga selalu percaya dengan
kemampuan saya, dia juga tidak pernah menuntut lebih dari saya, jika saya
mendapatkan nilai yang kurang memuaskan dia tidak pernah marah, hanya
memberi nasihat untuk saya agar lebih giat lagi dalam belajar
Ketiga adalah hidup baik dengan tetangga, sebagaimana yang dijelaskan
dibuku ini untuk membina keluarga yang sejahtera, damai dan aman sentosa
serta penuh cinta kasih dan sayang, maka tidak terlepas dari peran tetangga
yang hidup di sekitar rumah, bersikap toleransi, dan saling tolong menolong
merupakan hal wajib dalam kehidupan bertetangga, dan kalau bisa kita harus
memilih lingkungan yang baik untuk ditinggali dalam artian kata kita tahu
bapakah tetangga sekitar rumah kita baik atau tidak, karena jika tetangga rumah

12 | P a g e
jika tidak baik maka hal itu akan menimbulkan keresahan bagi keluarga kita
juga, sebaliknya jika tetangga kita berlatar belakang keluarga yang baik maka
hubungan yang terjalin juga akan baik. hal ini juga sesuai dengan pengalaman
saya dimana saya tinggal dilingkungan yang tetangga-tetangga saya adalah
saudara saya sendiri, meski hidupnya tidak semuanya bisa dibilang baik,
mereka masih mengerti mengenai hal-hal agama, hanya saja generasi
penerusnya (anak-anaknya) yang kurang ditanamkan nilai-nilai agama sehingga
ayah saya sering berpesan “kamu boleh main sama saudara kamu tapi jangan
kebawa kepergaulan mereka ya”, umi saya dikeluarganya adalah anak terakhir,
umi saya harus bisa lebih mengalah dan mengikuti aturan-aturan kakak-
kakaknya terlebih jika ada acara-acara kekeluargaan yg akan dilaksanakan,
namun terkadang umi saya yang mengarahkan karena disini yang
berpendidikan hanyalah umi saya. Umi dan ayah saya juga selalu siap dalam
membantu tetangga-tetangga yang meminta bantuan kepada umi dan ayah
saya, dan selalu berbagi jika membuat suatu makanan dalam jumlah yang
berlebih, karena orangtua saya selalu ingin hubungannya baik-baik saja dengan
tetangga-tetangganya.
Sebenarnya masih banyak aspek-aspek demi menuju keluarga yang
sakinah, mawaddah, warahmah, namun ketiga aspek diatas mungkin bisa
mewakili bagaimana cara menuju keluarga yang sakinah tersebut, terlepas dari
ketiga hal diatas yang juga mirip dengan pengalaman kehidupan saya dan
orangtua saya, saya tidak bisa memastikan apakah keluarga saya termasuk
kedalam kategori keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah atau tidak,
karena keluarga saya sendiri belum bisa menilainya. Namun saya senang
karena sudah terlahir dari keluarga yang mengarkan saya nilai-nilai agama
sedari kecil, saya menjadi orang yang tidak terlalu buta dalam hal agama,
karena saya sendiri suka merasa kasihan dengan orang-orang yang kurang
mau belajar mengenai agamanya. Mungkin itu saja yang dapat saya refleksikan
dari buku yang telah say abaca dan juga pengalaman-pengalaman hidup saya.

13 | P a g e
Daftar Pustaka

Salam, L. (1996). Menuju Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah. Surabaya: Terbit


Terang.

14 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai