Anda di halaman 1dari 415

Konseling Multikultural

Agama, Spiritualis, dan Konseling

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultural yang


Diampu oleh Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si, Kons

Dea Yulianah – 1715160188


BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Timeline Pengalaman

Belajar agama Ikut Menjadi


Masuk TPA Juara 1 dengan keorganisasian lebih dekat
ketika umur menghafal kakak-kakak dan kepanitiaan lagi dengan
4 tahun doa di TK dari pesantren agama Tuhan

Tidak Menjadi
berhasil jauh dari
juara lomba Tuhan dan
membaca agama
Al-Quran

1
Keluarga saya terutama dari ibu saya berprinsip bahwa pengetahuan tentang
agama sudah harus dikenalkan dan diajarkan sedini mungkin agar sang anak dapat
tumbuh menjadi manusia dengan bekal agama yang baik dan dapat selalu dibawa
sampai kapanpun. Hal itu diterapkan kepada saya yang menjadi anak dari ibu saya.
Sejak saya berumur 4 tahun saya sudah dimasukkan ke sebuah taman pendidikan
alquran yang biasa disebut dengan TPA. Di TPA saya diajarkan mengaji dari Iqra’
sampai lancar membaca Al-quran. Tentunya kelancaran saya dalam membaca ayat-
ayat suci tersebut tidak lepas dari peran serta ibu saya. Ibu saya yang selalu rajin
mengulang bacaan saya sepulang dari TPA membuat bacaan saya cepat lancar dan
dapat dibilang baik. Selain diajarkan membaca ayat suci, di TPA saya pun juga
diajarkan doa-doa dan nyanyian yang berisikan tentang agama.
Entah mengapa saya dulu selalu bersemangat untuk terus mengaji setiap sore
dengan sepupu saya yang umurnya dibawah saya setahun. Dari saya masih selalu
diantar oleh ibu saya sampai saya berani untuk tidak diantar lagi. Pengalaman yang
cukup menyenangkan bagi saya. Sekarang pun guru ngaji saya sewaktu kecil masih
mengenali saya dengan baik jika bertemu di jalan walaupun terkadang saya
menggunakan masker beliau tetap kenal dengan saya. Guru ngaji saya pernah bilang
ke ibu saya bahwa saya adalah anak yang pintar selalu bersemangat untuk mengaji
maka dari itu beliau dapat mengenali saya dengan baik. Selain ibu saya, guru ngaji
saya juga selalu memberikan nasehat-nasehat yang bisa ditangkap oleh anak-anak
kecil seumur saya dengan gaya bicara dan penjelasannya yang bisa menarik perhatian
anak-anak. Pengalaman saya sewaktu kecil tersebut memberikan hal positif bagi saya
saat ini yaitu ketika saya merenung mengingat masa kecil, saya menjadi teringat bahwa
saya tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama saya.
Pengalaman saya di keluarga dalam beragama seperti layaknya orang pada
umumnya, sewajarnya saja. Saya sesekali ikut ke pengajian di majelis ta’lim tempat ibu
saya mengaji di dekat rumah jika libur sekolah atau sedang pulang cepat. Majelis ta’lim
tersebut adalah peninggalan dari almarhumah nenek saya dari ibu saya. Maka dari itu
yang mengurusi adalah anak-anaknya termasuk ibu saya. Jika saya ikut mengaji saya
akan belajar bersama ibu-ibu yang lain untuk membaca Al-quran dan bershalawat
karena disana ada guru ngaji yang biasa mengajar yaitu seorang Ustadzah.
Pengalaman tersebut memberikan ketenangan didalam hati saat saya bisa bergabung
ke dalam pengajian tersebut. Terasa hidup lebih damai dan tentram walaupun sesudah

2
pengajian tersebut saya merasa seperti biasa lagi, setidaknya ada fase dimana saya
bisa mengetahui tempat yang membuat saya bisa merasa tenang.
Pengalaman-pengalaman saya diatas tentu bersangkutan dengan etnis yang
saya miliki. Seperti refleksi saya sebelumnya mengenai etnis, etnis Betawi adalah etnis
yang sangat memperdulikan dan lebih mengutamakan pendidikan agama sang anak
daripada pendidikan yang lainnya. Begitu pun kedua orangtua saya yang mengambil
langkah untuk memasukkan saya ke sebuah TPA sejak dini mungkin. Langkah tersebut
karena kebiasaan atau sudah tradisinya orang-orang Betawi yang selalu ingin
memperkenalkan ajaran agama islam terlebih dahulu kepada sang anak. Sedangkan
pengalaman saya untu pergi ke majelis ta’lim juga sudah menjadi tradisi bagi orang-
orang Betawi. Hampir semua majelis ta’lim pengajian ibu-ibu di Jakarta dipegang oleh
orang asli Betawi atau orang yang keturunan etnis Betawi.
Saat ini saya tidak sedang mengikuti komunitas yang bersangkutan dengan
keagamaan yang saya anut. Namun, saat duduk di bangku sekolah menengah atas
saya pernah mengikuti organisasi keagamaan. Pengalaman yang saya rasakan saat itu
awalnya biasa saja, hanya ketika hari-hari besar agama yang diperingati di sekolah
saya selalu ikut serta untuk tergabung dalam kepanitiaan yang mengurusi acara-acara
keagamaan. Dari kegiatan-kegiatan tersebut membuat hidup saya lebih sadar untuk
terus berpartisipasi dalam meramaikan hari-hari besar keagamaan di sekolah. Hal
tersebut juga membuat pengalaman baru bagi saya yang awalnya tidak pernah
mengikuti kepanitaan dalam kegiatan apapun.
Mengikuti organisasi keagamaan hal baru bagi saya dan seperti keluar dari
zona aman saya yang tidak pernah mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah. Saya
pun masuk ke organisasi tersebut sendiri karena teman-teman dekat saya tidak ada
satu pun yang tergabung dalam organisasi keagamaan. Disinilah saya bertemu dengan
anak-anak yang taat sekali pada agamanya. Ya, saya memang selalu diajarkan tentang
agama sejak kecil namun, tidak seperti orang-orang yang sangat taat pada agamanya.
Sejak masuk ke organisasi keagamaan saya pun mulai berkenalan dengan sosok-
sosok yang agamis, dan saya mulai sholat selalu tepat pada waktunya hampir setiap
hari. Dan disini juga saya mulai suka terhadap lawan jenis yang menurut saya patut
untuk dijadikan contoh karena perilaku dan sikapnya yang agamis namun tetap aktif
baik dalam kegiatan agama maupun osis. Saya pun yang biasanya malas untuk
mengikuti kegiatan selain akademik mulai rajin dengan ikut rapat-rapat keorganisasian

3
dan hal tersebut membawa pengaruh yang positif dalam diri saya sehingga teman-
teman saya pun menjadi bertambah.
Pengalaman yang menyenangkan dalam agama pada masa kecil saat saya
berada di Taman Kanak-kanak. Saya berhasil mendapatkan juara 1 dalam lomba
menghafal doa-doa pendek untuk keseharian. Saya juara dikarenakan sudah
menghafalnya sebelum saya memasuki taman kanak-kanak, sehingga saya dengan
lancar bisa melafalkan doa-doa dalam keseharian. Seperti yang sudah saya ceritakan
di atas kebiasaan saya menghafal doa-doa keseharian sudah dari kecil, ketika
pengajian di TPA sudah selesai maka waktunya membaca doa sehari-hari dan
menyanyi lagu islami sebelum pulang ke rumah. Maka dari itu, saya sudah terbiasa
melafalkannya sehingga saya bisa juara satu.
Saat saya memasuki usia remaja usia SMP saya mendapatkan pengalaman
agama yang cukup berbeda dikarenakan SMP saya yang setiap bulan Ramadhan ada
waktu satu minggu untuk pesantren kilat. Hal menarik bagi saya disini adalah tradisi
sekolah yang pesantren kilatnya dengan mengundang kakak-kakak dari pesantren
Darussalam Gontor. Kakak-kakak dari pesantren tersebut mengajarkan ilmu-ilmu yang
didapat dari pesantrennya. Tentu ilmu-ilmu yang tidak diajarkan pada sekolah umum di
Jakarta. Mereka selalu bersemangat dalam mengajar dan setiap orang sudah pasti
memiliki ciri khas dan gaya bicara yang dengan mudah dapat dikenali oleh siswa-siswi
di sekolah saya. Saya pun juga selalu bersemangat jika sudah memasuki momen
pesantren kilat karena selain ilmu baru yang kita dapat mengenai hadits, tajwid, dan
istilah-istilah dalam agama islam lainnya, kakak-kakak dari pesantrennya selalu
memiliki wajah yang semangat dan enak untuk dipandang. Pengalaman selama
bersekolah 3 tahun dan merasakan pesantren kilat 3 tahun juga sudah bisa membuat
saya bisa mengenal Islam lebih jauh lagi, dan nilai plus dari kakak-kakak pesantren
tersebut adalah selalu memotivasi siswa untuk mau terus belajar agama karena
mereka memiliki cara tersendiri untuk memepelajari agama tanpa bosan dan cepat
memahami. Saya pun memakai salah satu cara mereka dalam menghafalkan asmaul
husna, walaupun saya tidak hafal semuanya setidaknya saya masih mengingat nada-
nada agar cepat menghafalkan nama-nama indah dari Tuhan saya. Sungguh
pengalaman keagamaan yang positif bagi diri saya yang masih terus teringat sampai
saat ini dan jarang bagi saya menemukan orang-orang yang mengajarkan ilmu agama
dengan semangat seperti mereka. Tentunya dengan berbagai pengalaman-

4
pengalaman positif dan menyenangkan tersebut membuat saya terus yakin dengan
agama yang saya anut.
Saya memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan dalam keagamaan saat
saya duduk di kelas 6 SD. Pada saat itu saya salah satu siswa yang terpilih untuk
mewakilkan sekolah saya lomba mengaji di sekolah lain. Setiap hari saya berlatih agar
bacaan saya lancar dan bisa terus mengurangi kesalahan dalam membaca. Saya pun
berlatih dengan guru agama di SD saya dan di rumah pun saya mengulangnya kembali
dengan Ibu saya. Namun, ketika hari lombanya tiba saya merasa gugup karena banyak
sekali anak-anak lain yang memiliki kemampuan baca Al-quran lebih bagus dari saya,
dan terlebih hal yang membuat saya gugup adalah rata-rat mereka berasal dari
sekolah-sekolah islam. Lalu, benar saja saya kalah dalam lomba tersebut. Saya tidak
masuk ke peringkat apapun karena yang sudah saya ketahui bacaan anak-anak yang
lain memang lebih bagus dari saya. Walaupun saya tidak mendapatkan juara hal
tersebut menjadi sebuah pelajaran bagi saya untuk terus belajar dan berlatih. Jika
bacaan saya sudah bagus di lingkungan saya, belum tentu lebih bagus di lingkungan
yang lain. Jadi janganlah berlatih hanya sampai lingkungan sekitar mengakui
kemampuan kita, tetapi teruslah berlatih sampai semua orang mengakui kemampuan
kita sudah bagus dan jangan pernah merasa puas.
Selama hidup saya tidak pernah merasakan pergulatan batin dalam hal agama.
Saya merasa baik-baik saja dengan agama yang saya anut dan dengan ikhlas
menerima agama yang telah diberikan dari kedua orangtua saya. Saya pun bisa
mencintai agama Islam karena saya belajar tentang agama saya dengan penuh
pemikiran dan menurut saya agama islam adalah agama yang sangat mengutamakan
kedamaian antara umatnya serta agama yang sudah secara umum selalu menjadi
mata pelajaran di setiap sekolah di Indonesia.
Saya pernah merasakan di posisi yang hilang arah tidak tahu harus kemana.
Pada saat itu saya sangat jauh dari Tuhan saya. Saya mengalami berbagai masalah-
masalah sulit dalam hidup saya, dari masalah organisasi, akademik, dan pertemanan.
Masalah-masalah tersebut adalah fase tersulit dalam hidup saya yang pernah saya
alami. Saat itu saya tidak mengungkapkan masalah-masalah saya kepada siapapun,
ibadah sering saya tinggalkan karena kesibukan saya. Saya merasa hidup saya kacau
tidak mempunyai orang yang bisa saya percaya. Saat itu pun saya tidak ingin bercerita
dengan ibu saya karena saya tidak mau beliau kepikiran tentang diri saya. Sesekali

5
saya menangis dalam diam. Akhirnya, pada suatu hari dimana saya sadar akan segala
kekacauan yang terjadi, disitu pun saya sadar bahwa saya benar-benar jauh dari Tuhan
saya. Lalu, saya mulai mendekatkan diri lagi dengan Tuhan saya dengan menjalankan
segala ibadah yang telah diperintahkannya. Saya selalu mengadu dalam doa seusai
sholat tentang semua permasalahan yang sedang saya hadapi dan setiap doa pun
saya selalu menangis merasakan bahwa diri saya bersalah telah menjauh dari Tuhan
saya.
Tidak lama dari waktu saya yang selalu mendekatkan diri kembali kepada
Tuhan saya dengan menjalankan dari yang wajib sampai yang sunah, saya pun
merasakan kekuasaan-Nya dan campur tangan-Nya dalam menjawab segala
pengaduan saya kepada Tuhan. Masalah-masalah saya pun bisa teratasi secara
perlahan satu per satu dengan baik menunjukkan keberadaan-Nya yang sangat dekat
kepada hamba-Nya. Sang penolong ketika hamba-hamba-Nya merasakan kesulitan.
Saat itu saya sangat bersyukur, sangat tenang, sangat damai, sangat berterima kasih
kepada Tuhan saya Allah SWT yang telah menyelesaikan segala permasalahan saya
dengan baik, dengan adanya campur tangan dari Allah semua dapat teratasi. Lain
halnya yang saya rasakan ketika saya jauh dari Allah, rasanya dunia tidak akan
berpihak pada diri kita, serasa dunia selalu membawa masalah yang sangat berat bagi
hidup saya, seakan dunia gelap tidak mau menerangkan kita sedikitpun. Sungguh
pengalaman yang luar biasa bagi saya dalam hal keagamaan. Pengalaman tersebut
memberikan dampak yang positif bagi hidup saya sampai saat ini. Saya pun tidak ingin
jauh dari Allah lagi, karena akan merasa lebih sesat dari saat kita memeluk agama
sendiri dan menjalankan apa yang diperintahkan. Bagi saya Allah adalah Tuhan yang
akan selalu mendengarkan hamba-hamba yang terus mengadu kepada-Nya. Allah
akan selalu ada untuk kita yang mengalami berbagai kesulitan.
Agama yang saya anut adalah agama Islam dan agama ini sangatlah mayoritas.
Islam sendiri yang saya ketahui memiliki arti penyerahan atau penyerahan diri
sepenuhnya kepada Tuhan. Islam adalah agama yang hanya mengimani satu Tuhan,
yaitu Allah. Penganut agama Islam bisa disebut dengan Muslim yang berarti seorang
yang tunduk kepada Tuhan. Banyak keistimewaan dalam agama Islam yang saya anut.
Bagi saya, Islam adalah agama yang dapat memberikan ketentraman hati dan dapat
menjaga ketenangan jiwa. Hal tersebut sudah saya rasakan sendiri selama saya hidup
menjadi seorang muslim. Sejak lahir ke dunia saya memang sudah terlahir sebagai

6
seseorang yang beragama Islam. Namun, sampai saat ini tidak pernah terbesit
dipikiran saya untuk meninggalkan agama yang saya anut sejak lahir karena saya
sangat mencintai agama saya sendiri. Bahkan, banyak sekali orang yang menganut
agama lain yang berpindah untuk memeluk islam menjadi seorang muallaf (orang yang
pindah agama menjadi Muslim) karena ia merasakan kedamaian dalam dirinya setelah
mengenal Islam. Keistimewaan selanjutnya jika seseorang baru memeluk Islam maka
diampunkanlah segala dosa-dosa atau perbuatan yang tidak baik yang pernah
dilakukannya sebelum memeluk Islam. Tak sedikit mukjizat yang Allah tunjukkan
kepada hamba-Nya agar tetap selalu berikhtiar untuk menjalankan semua perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Jika kita terus menaati maka Allah akan terus
membantu segala kesulitan-kesulitan yang kita hadapi dalam hidup.
Islam adalah agama mayoritas, namun Islam sendiri terbagi-bagi menjadi Islam
lainnya, seperti Muhammadiyah, Ahmaddiyah dan sebagainya. Terkadang ajaran
agama Islam yang dianut berbagai kelompok minoritas lainnya seperti sudah diubah
dan ditafsirkan tersendiri membuat kesalahpahaman dalam mengikuti ajaran syariat
Islam. Bahkan, ada sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam dengan dalih
mati syahid (meninggal dalam keadaan suci) dengan cara bom bunuh diri dan menjadi
seorang teroris. Sungguh perbuatan yang memberikan dampak sangat negatif bagi
kaum Muslim lainnya dan memberikan pandangan yang tidak baik dari umat agama
lainnya. Hal tersebut berdampak bagi orang-orang yang terlihat sangat agamis dengan
berpakaian atau berpenampilan identik sebagai seorang Muslim. Contohnya, bagi laki-
laki yang berpakaian menggunakan baju panjang dan perempuan yang memakai
kerudung panjang dengan menutup wajahnya menggunakan cadar, mereka seringkali
mendapatkan perilaku diskriminasi dan sering dicurigai bila berada ditempat yang
mayoritas bukan beragama Islam. Hal tersebut dikarenakan sekelompok teroris yang
mengatasnamakan Islam kebanyakan berpakaian seperti itu juga. Saya bersyukur
karena saya tidak pernah mengalami diskriminasi sedikitpun selama hidup karena
menganut agama Islam, justru saya sangat merasa aman dengan mempelajari agama
yang saya anut ini.
Berbagai kekuatan dan pengalaman saya dalam beragama dapat dijadikan
sebagai pegangan saya untuk menjadi seorang konselor dalam menghadapi berbagai
konseling kedepannya. Seorang konselor sudah harus memiliki mental spiritual yang
kuat agar dalam proses konseling konselor tidak terombang-ambing jiwanya dalam

7
melihat berbagai masalah dari konselinya. Konselor harus bisa merefleksi dirinya
sendiri dengan berbagai rileksasi spriritual yang diyakininya dapat membuat tenang
jiwa dan pikirannya. Hal tersebut sudah saya temukan dalam merileksasikan jiwa saya
sendiri dan bisa saya jadikan kekuatan untuk menjadi seorang konselor. Jika seorang
konselor sudah bisa merileksasikan dirinya sendiri maka dalam proses konseling,
konselor juga bisa menjadi seorang motivator untuk menyadarkan konselinya bahwa
konseli adalah pribadi yang memiliki iman dalam hidup yang menyembah Tuhan dan
akan selalu dibantu-Nya untuk menghadapi setiap masalah.
Pribadi saya melihat agama lain adalah sama. Mereka pasti memiliki Tuhan
mereka tersendiri yang selalu disembah dan diagungkan oleh mereka. Mereka juga
pasti memiliki keyakinan dan berbagai alasan kuat untuk mencintai agama mereka
sendiri, sama seperti saya. Maka dari itu saya tidak memiliki bias-bias yang dapat
mempengaruhi saya dalam memandang orang lain dari segi agamanya. Jika terjadi
saat proses konseling saya dihadapkan dengan seseorang yang beragama lain dari
saya atau bahkan minoritas, tentunya saya tidak akan menghubungkannya dengan
agama yang sedang dianutnya. Proses konseling sendiri pun tidak boleh diakitkan
dengan larangan-larangan dalam agama serta tidak boleh mengatasnamakan agama
yang saya anut untuk mengatasi masalah dari konseli. Jadi saya akan menjalankan
proses konseling sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku tanpa mengaitkan
dengan bias-bias agama tertentu.
Menurut saya, pemahaman mengenai agama ini penting sebagai seorang
konselor agar tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat
merugikan semua pihak. Tentunya, seorang konselor harus bertindak dengan
berdasarkan landasan yang sudah semestinya, seperti landasan religius atau agama
karena dapat dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku. Tindakan atau
perilaku seseorang dikendalikan oleh kepribadiannya yang sudah terbentuk sejak lahir
dan melalui berbagai pengalaman semasa hidupnya. Maka, jika konselor dapat
memahami dan mengerti dengan baik betapa pentingnya keyakinan agama yang
dianutnya dapat mempengaruhi pola pikir dan perilakunya pasti akan menjadi konselor
yang baik untuk konselinya. Konselor yang sudah taat pada agamanya tentu akan
membentuk pribadi dengan kebiasaan-kebiasaan yang berdampak positif bagi dirinya
dan orang lain.

8
Saya pernah baca buku Islam membahas masa muda untuk menjadi lebih
bermakna karya Dr. A’dh Al-Qarni, M.A salah satu sub bab membahas tentang
mengasingkan diri dari masyarakat. Bagian tersebut sangat sesuai dengan
pengalaman yang pernah saya alami. Saya pernah berada di posisi yang menghindar
dari keramaian. Kalau pun saya berada di tempat orang-orang lain berada maka saya
akan lebih banyak diam. Yang saya alami itu disebabkan saya sedang memiliki banyak
masalah yang harus diselesaikan jadi saya lebih banyak berdiam diri untuk merenung
memikirkan berbagai cara jalan keluar dari semua masalah-masalah saya. Ternyata hal
tersebut diperbolehkan dalam ajaran agama saya jika sewaktu-waktu individu
membutuhkan waktu menyendiri untuk berpikir dan lebih mendekatkan dirinya kepada
Sang Maha Kuasa. Namun, jika individu dengan sengaja memang kesehariannya
selalu menyendiri maka itu dilarang karena masih banyak orang-orang beriman yang
bisa diajak berteman dengan segala perilaku baiknya mengenai ibadah sehari-hari
kepada Tuhan.

9
TUGAS SYARAT MASUK
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultural yang
diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Pd, Kons

Disusun oleh :
Nine oktavia kuntari
1715161869

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Ini adalah gambaran kecil saya, ketika menjadi muslim.
Saya bukan orang yang dilahirkan di keluarga yang memegang nilai agama
sekali. Tapi alhamdulillaahnya memang saya disuruh ngaji dari kecil. Jadi orang tua
Saya juga tidak cuek banget tentang agama. Lebih-lebih bapak Saya. Shalat tidak,
puasa tidak, bahkan beliau suka minum bir. Makanya kita punya 4 gelas anker. Itu
karena dia dulu pernah beli dan dapet itu. Entah memang dari kecil tidak pernah shalat
ama puasa, atau pas muda ame sekarang aja. Tidak terlalu paham juga sih.
Beberapa kali suka nanya, “pak kok gamau shalat?” dan jawabannya selalu,
“takut mati”. Haha, aneh bukan? Biasanya orang mau rajin ibadah karena takut mati,
nah ini malah ngindarin ibadah karena takut mati. Ya Saya nanya lagi lah dengan
keheranan Saya yg td. Terus dia jawab, “biasanya kalo orang tiba-tiba baik, katanya
mau mati” haha. Saya juga nanya kekhawatiran ini sama ibu Saya. Maklum, dulu pas
nanya itu waktu Saya SMP, jadi agak bawel, “mah itu bapa tidak shalat shalat. Gimana
ya?” terus ibu Saya jawab, “do’ain aja terus”. Ibu Saya orangnya simpel banget si
menurut Saya dalam beberapa hal. Kayaknya kecuekan Saya turun mungkin dari ibu
Saya, bapak Saya juga sih kayaknya. Ya, lebih tepatnya orang tua Saya cukup bodo
amatan buat beberapa hal. Tapi ibu Saya bukan bodo amat sama ibadah si kalo
menurut Saya. Istilahnya dia kayak paham, dinasehatin pun bapa Saya tidak bakalan
shalat. Jadi cukup do’ain aja.
Suatu hari datanglah hari dimana keluarga Saya mungkin dalam keadaan cukup
buruk. Sampe mau cerai gitu kayaknya. Soalnya bapa Saya sampe beberapa kali
nanya ke Saya, kalo bapa Saya ama ibu Saya pisah Saya milih mana. Macem sinetron
banget si memang.
Di hari-hari yang bikin pusing itu, Saya jadi males sebenernya di rumah. Karena
hawanya memang tidak enak banget. Berantem terus. Kalo lagi ketawa pun, tetap
seperti menutupi sesuatu. Tidak betah deh pokonya. Akhirnya Saya lebih suka main di
luar. Sampe suatu kali, Saya ada acara dekor kelas gitu. Selesai dari dekor, temen-
temen Saya mau makan bakso. Yauda Saya ikut aja. Abis itu, kita main di salah satu
rumah temen sampe maghrib. Abis shalat di rumah temen, pulanglah Saya. Eh pas
Saya buka pintu, jeng jeng jeeeeeng. Bapak Saya lagi sujud!! Haha, sumpah itu pas
banget timingnya. Memang Allaah sebaik-baiknya pembuat cerita. Sebenernya mau
nangis si pas liatnya. Tapi Saya tahan. Ya karena aura rumah lagi ga bagus aja.
Lagipula keluarga Saya ya gitu, kita tidak ada romantis-romantisnya. Aneh kalo nangis
karena ini. Jadi Saya tahan. Tapi ya, Saya jadi gimana ya. Padahal waktu itu Saya lagi
sefutur-futurnya diri dan diliatin kekabulnya do’a Saya selama bertahun-tahun. Kayak
ngerasa diangkat lagi aja si sama Allaah.
Setelah itu, bapak Saya paling rajin malah shalatnya. Sampe ke Masjid. Tidak
ada motor pun, dia tetep ke masjid, pake sepeda. Kalo mendung pun dia bakal bilang,
“yah mendung, ke masjid ga ya?” terus Saya timpalin, “masjid masjiiid” terus dia
berangkat. Kecenya juga dia tidak pernah ninggalin subuh. Karena memang beliau
kebiasa bangun jam setengah 4 pagi. Jadi bapa Saya ga ada kesusahan buat subuh-
an. Masalahnya di Maghrib aja si. Karena kan kalo maghrib dia di jalan. Kadang di tol
macet banget. Terus kalo pulang suka nanya, “masih sempet kan ya maghrib?” walau
sekitar 3 menit lagi atau 5 menit lagi isya, Saya ama sodara Saya selalu bilang,
“sempet sempet. Shalat aja” tidak papa kali ya? Ngga tau juga sih.
Sampe kabar bapa Saya shalat kedenger sampe salah satu kaka ipar Saya. Dia
memang cukup shaleh di mata Saya. Dia seneng banget denger bapa udah shalat, di
masjid lagi. Terus kalo dia main ke rumah sekarang, bisa ngajak bapak shalat jama’ah
bareng di masjid. Dia seneng gitu mukanya. Lucu juga sih. Terus bapa Saya pun ikut
puasa. Sebenernya pernah si beliau beberapa kali ikut walau belum shalat dulu. sekitar
setengah bulan atau beberapa hari gitu. Tapi ya gitu, masih suka ngeluh banget dulu
mah. Sampe sekarang juga sih. Tapi kalo sekarang ngeluh pun tetep dilakuin. Lucu sih
liatnya. Dan udah sekitar 2 tahun ini kayaknya, dia puasa full. Dan yang sebelumnya
bapa selalu bilang, “bapa mah tidak lebaran. Puasa aja tidak”, sekarang udah tidak
bilang begitu lagi. Sepertinya itu pengalaman yang paling saya ingat dan akan terus
saya ingat. Saya bersyukur sekali, Tuhan mendengar do’a saya.
Ayah saya yang sangat kejawen (yang saya pikir ini sangat lekat dengan Jawa,
yang mana Jawa adalah etnis saya), pernah melakukan ritual yang sangat
bertentangan dengan keyakinan di dalam Islam, yaitu menyambut orang mati dengan
makanan. Hal itu dilakukannya dalam memperingati suatu hari, dan saya lupa hari apa.
Saya dulu mengikuti Rohis ketika SMA namun hanya bertahan satu tahun
karena saya merasa tidak cocok dengan Rohis SMA yang tidak menekankan ilmu pada
anggotanya. Lebih ke komunitas yang belajar marawis. Saya yng berniat untuk masuk
rohis untuk kumpul berbicara tentang agama, malah tidak mendapatkannya. Juga saya
merasa beda sendiri dengan mereka. mungkin karena saat itu saya sangat kaku sekali.
Pengalaman yang paling menyenangkan dalam sepanjang kehidupan
kebeagamaan saya adalah ketika saya sangat tertarik untuk menghafal Al-Qur’an yaitu
ketika kelas 6 SD dan ketika saya menemukan orang-orang yang dapat saya ajak
berdiskusi tentang agama. Hal ini membuat saya sekadar percaya, bahwa ada yang
dinamakan ketenangan dan kebahagiaan ketika saya benar-benar dekat dengan
Tuhan. Lalu saya
Hal yang paling saya ingat tentang pengalam buruk selama saya menjadi
muslim adalah, ketika saya mempertahankan diri untuk memakai cadar namun ditolak
sama sekalinolh ibu saya, lalu ketika saya ingin memakai rok ketika olahraga hingga
dilempar kunci mobil oleh guru saya, juga ketika saya datang ke suatu kajian islam dan
dikatakan gila oleh orang sekitar. Saya berpikir, orang-orang itu mungkin belum
mengetahui saja, dan saya merasa banyak orang yang belum memahami cara orang
beragama dan menghargai mereka. saya tetap menghargai agama saya, walau
mendapatkan pengalaman buruk.
Lalu, mungkin pengalaman saya ketika beragama dan ini merupakan pergulatan
yang cukup hebat dalam hidup saya adalah ketika saya menyadari bahwa saya tidak
senormal itu. Saya memiliki identitas yang sangat dikutuk Tuhan, yaitu menyukai
sesama jenis. Saya sadar, dan saya mengakuinya. Namun ini lebih bukan berarti saya
seorang lesbian, karena terkadang saya menyukai laki-laki juga, saya lebih ke
biseksual. Entah, apakah biseksual adalah karena saya mencari aman atau tidak, tapi
saya pikir, saya tidak demikian juga. Karena ketika saya mengetahui bahwa saya
berpotensi untuk menjadi lesbian, saya tetap merasa bahwa saya pun tertarik dengan
lawan jenis saya. ini membuat saya berpikir sangat keras. Dorongan untuk menyukai
perempuan sangat besar, saya terkadang merasa sangat salah, namun benar di satu
sisi pula.
Sebagian besar, masalah yang saya hadapi dan alami pasti saya kaitkan
dengan agama, atau saya akan melihat pandangan agama terlebih dahulu dibanding
mengambil pendapat dari hal lain. Misal saja kejadian sebelumnya, yang saya
berkesempatan untuk menyukai perempuan. Saya akan melihat bagaimana Islam
sendiri menghadapi ini dan bagaimana ilmuan-ilmuan muslim mengungkap hal ini. Lalu
ketika saya mengalami kekosongan hidup, agama adalah yang selalu saya ingat.
Mengingat kembali esensi hidup dengan pandangan agama dan sebagainya.
Islam adalah agama yang mayoritas di Indonesia. Karena hal itu, sebagia
muslim banyak sekali hal yang dapat dilakukan dengan mudah, mungkin gerak muslim
tidak terbatas di sini, dalam banyak kasus. Meski ada juga kasus-kasus yang
membatasi gerak muslim dalam beribadah, seperti perempuan yang berkerudung
panjang dibatasi dalam beberapa hal. Prasangka buruk tetaplah ada, walau Islam
sendiri merupakan agama yang mayoritas di sini. Prasangka itu lebih ditimbulkan dari
mereka-mereka yang tidak begitu mengerti tentang Islam, seperti Islam dan Poligami,
Islam dan Perang, dsb. Juga ketika saya mencoba untuk bercadar, yang merupakan
salah satu sunnah di dalam Islam, saya dilarang habis-habisan. Pokonya sangat
dilarang. Juga ketika saya ingin memakai rok karena alasan saya tidak nyaman dilihat
lekuk tubuhnya oleh teman sekelas saya, saya dihambat karena beberapa hal yang
saya pikir itu merupakan bentuk ketaatan saya.
Saya sebenarnya tidak tahu sejauh mana pengalaman-pengalaman saya akan
mempengaruhi saya dalam melakukan layanan konseling nanti. Bahwa yang saya
pahami selama ini mengenai pengalaman-pengalaman saya adalah, bahwa bisa saja,
orang yang sebenarnya sudah sangat ingin memegang kuat nilai agamanya bisa begitu
rapuh dalam menghidapi hidup. Saya tidak tahu, kekuatan apa yang benar-benar saya
miliki dalam konseling nanti.
Saya pikir saya tidak terlalu memiliki bias dengan nilai-nilai dari agama saya ke
dalam agama lain. saya lahir di dalam keluarga besar yang memiliki kepercayaan yang
berbeda pula. Juga, saya tidak memiliki pandangan yang akan mengganggu saya
selama konseling, kecuali terkait pemahaman saya tentang agama mereka. Maka dari
itu, hal ini begitu penting, dikarenakan saya akan menemui konseling yang berbeda
keyakinan dengan saya pula dan memiliki pemahaman akan agama lain, membuat ini
penting untuk diri saya yang akan menjadi konselor.
Tuhan, maaf saya sedang sibuk, karya Ahmad Rifa’i Rif‘an adalah buku yang
paling berhasil membuat saya jatuh berkali-kali. Jatuh ke dalam kesadaran yang
membuat saya merasa sangat jauh dari Tuhan, merasa jadi manusia yang sombong,
yang sangat jauh dari Tuhan. Bahkan di beberapa kondisi, saya masih suka lupa akan
eksistensinya terhadap hidup saya. Menyedihkan sekali.
REFLEKSI AGAMA

Disusun guna memenuhi tugas:


Mata Kuliah : Konseling Multikultur
Dosen : Dr. Susi Fitri, M.Psi, Kons

Disusun Oleh :

Ahmad Rianto (1715161582)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
Kampus Universitas Negeri Jakarta, Jalan Rawamangun Muka, Jakarta Timu
1. Timeline Pengalaman keagamaan

Ikut camp
Masuk taman Lulus dari Mendadak
pelatihan
pendidikan Tahlilan taman Alim karena
keagamaan
Al-qur’an pendidikan ditinggal
saat baru
Al-qur’an mati kakek
masuk kuliah

Jadi malas beribadah Menerima


dan banyak makanan
Disunat melakukan dosa bekas mulut
Dipaksa karena jauh dari dari orang
Sholat orangtua agama lain

 Narasi berdasarkan pertanyaan

Pengalaman keagaaman terjauh yang bisa saya ingat adalah ketika saya masuk
taman pendidikan Al-Qur’an. Tempat yang biasa di TPA itu adalah tempat di
mana anak-anak belajar mengaji serta hal-hal lain yang berhubungan dengan
masalah keagamaan. Contohnya saya diajarkan begaimana caranya sholat dan
adzan juga di tempat tersebut.

Sebagai anak-anak hal itu tentu sangat menyenangkan. Bukan karena belajar
agamanya namun karena saya bisa bertemu dengan teman-teman sebaya saya
di sana. Tapi pada akhirnya pengajaran yang dilakukan pada saya di sana tetap
membuahkan hasil. Setelah saya lulus dari TPA bisa membaca Al-qur’an
dengan baik walau tidak seindah orang-orang yang sering muncul di TV ketika

1
bulan Ramadhan. Saya juga jadi hafal beberapa do’a sehari-hari dan
bagaimana tata cara sholat yang benar.

Lalu jika ditanya pengalaman yang tidak menyenangkan, itu adalah ketika saya
seringkali dipaksa sholat saat masih kecil. sebagai anak kecil yang belum tahu
pentingnya ibadah dalam keagamaan, tentu saya menganggap hal tersebut
tidaklah lebih penting dari kartun yang saya tonton saat maghrib datang. Oleh
karena itu saya seringkali mengelak ketika disuruh sholat oleh orangtua saya
dulu.

Sekarang, saya mungkin masih berpikiran demikian walaupun intensitasnya


tidak sebanyak ketika saya masih kecil. tidak bisa dipungkiri bahwa
sekarangpun saya masih mementingkan hal lain yang terlihat lebih
menyenangkan dari pada sholat.

Pengalaman keagamaan yang terjadi di keluarga saya tidaklah banyak.


Bagaimanapun keluarga saya bukanlah keluarga yang terlalu kuat ataupun
lemah soal keagamaan. Bisa dibilang kami ini biasa saja terkait permasalahan
ini, jadi hampir tidak ada pengalaman berarti yang memepengaruhi kehidupan
kami dalam hal keagamaan.

Namun seperti yang saya sebutkan sebelumnya, kami hampir tidak punya
pengalaman seperti itu. Artinya walaupun sedikit dan mungkin tidak terlalu
berkaitan, kami masih punya pengalaman yang berhubungan dengan agama
yang mmemepngaruhi kehidupan kami.

Pengalaman itu adalah kematian kakek saya. Seperti yang saya bilang kedua
pengalaman itu mungkin tidak terlalu berkaitan dengan keagamaan, namun bagi
kami secara keagamaan kejadian itu mempunyai arti tersendiri.

Kematian kakek saya menjadi pengingat dalam keluarga bahwa kelak kami juga
akan meninggal seperti kakek. Oleh karena itu kami harus banyak menyiapkan
bekal dengan beribadah dan bersedekah. Untuk saya sendiri hal itu merupakan
pemicu saya untuk taat dalam beragama, agar nanti saya bisa bertemu kakek
saya nanti di surga. Karena kejadian itu saya jadi taat beribadah dari yang
tadinya sholat hanya 1 atau 2 waktu saja.

Namun saya rasa hal tersebut bukanlah suatu hidayah yang bertahan lama
untuk diri saya. Kenyataannya hanya dalam beberapa tahun komitmen itu luntur

2
secara perlahan. Saya yang dulunya kurang taat beribadah sudah berubah
menjadi taat, kembali lagi menjadi luntur ketaatannya. Walaupun tidak terlalu
seperti saat dulu sebelum kakek saya menginggal, tapi saya merasa bahwa
‘agama’ dalam diri saya luntur dengan perlahan. Ini membuat saya sadar bahwa
apa yang saya dapat dari kematian kakek saya bukanlah hidayah yang
sebenarnya. Ketaatan saya terjadi karena rasa kehilangan yang saya alami.
Ketika rasa kehilangan itu luntur, begitu juga dengan ketaatan saya.

Hal itu saya rasakan sejak memasuki SMA, dan sekarang saya sudah berada di
bangku kuliah namun ketaatan itu malah semakin luntur. Bisa dibilang
kemalasan saya dalam beribadah ini adalah masalah utama yang sekarang
sedang saya hadapi terkait dengan keagamaan. Hal ini pula yang menjadi salah
satu faktor yang membuat saya seringkali menganggap diri saya tidak berharga
dalam kehidupan.

Namun terlepas dari hal tersebut, setiap ada masalah yang sangat berat sedang
saya hadapi, saya selalu lari ke Tuhan saya. Munafik kalau boleh saya bilang
pada diri saya ini. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa hal itu sangat
menenangkan dan membuat saya bisa menghadapi masalah dengan tenang
serta memberikan harapan pada diri saya.

Contoh dari pengalaman terkait masalah itu adalah ketika saya baru saja masuk
sebagai mahasiswa baru di universitas yang saya masuki sekarang. Sebagai
orang yang introvert dan kurang kemampuannya dalam berkomunikasi, berada
di lingkungan yang sangat jauh dari tempat asal tentu sangat memberikan
tekanan. Bahasa dan kebiasaan yang berbeda juga membuat saya sulit
berteman dengan mahasiswa baru lainnya. Pada akhirnya di salah satu malam
saat MPA berlangsung saya memutuskan, kalau saya tidak bisa mendekati
ciptaannya maka saya akan mendekati penciptanya. Setelah itu saya mengaji,
dan melakukan hal itu pada saat itu entah kenapa membuat saya sangat
tenang. Lalu entah memang rencana tuhan atau bagaimana, sedikit demi sedikit
akhirnya saya bisa berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan teman saya
yang lain.

Di perkuliahan saya juga pernah mengikuti suatu komunitas keagamaan selama


beberapa semester. Kegiatan saat kami berkumpul biasa disebut mentoring,
kami biasanya melakukan sharing terkait pengetahuna tentang agama islam

3
dengan satu orang sebagai mentor. Selain itu kami juga melatih kemampuan
membaca Al-qur’an di kegiatan kami.

Tapi untuk sekarang saya sedang tidak mengikuti kegiatan dari komunitas ini
karena malas dan jadwal yang padat. Mungkin hal ini pula yang menjadi salah
satu faktor berkurangnya ketaatan saya dalam beragama.

Pengalaman saya yang melibatkan agama dan etnis mungkin bisa dibilang
sedikit dan di saat yang sama bisa dibilang banyak. Suku jawa adalah suku
yang mendapat pengetahuan tentang islam dari wali songo. Dalam penyebaran
islam, kelompok wali songo ini menggunakan metode yang cukup menarik
dalam prosesnya. Seperti yang kita tahu bahwa indonesia pernah di datangi
berbagai agama, yang tertua adalah hindu-budha, yang kedua adalah islam,
dan yang terakhir adalah kristen. Itu urutan yang saya ingat dalam buku sejarah
yang saya pelajari dulu di sekolah.

Sebelum islam, budaya hindu-budha sudah sangat merajalela di indonesia


terutama di jawa. Wali songo dalam penyebaran agama islam justru tidak
menghilangkan kebudayaan ini, namun malahh mengadopsinya kedalam
budaya islam yang mereka ajarkan. Maka dari itu saya rasa pengalaman dari
orang islam di jawa mungkin akan berbeda dengan orang islam di pulau lain.
Budaya islam yang terkenal di jawa seperti tahlilan dan syukuran mungkin saja
tidak akan dialami oleh orang-orang di daerah lain. Sebagai orang jawa saya
menagalami kebudayaan hasil serapan hindu-budha itu.

Di Indonesia islam adalah agama mayoritas, dan saya cukup berbaangga diri
masuk dalam agama tersebut. Bukan karena islam adalah agama mayoritas,
namun karena saya percaya bahwa islam adalah agama yang terbaik untuk
saya. Terkait hak-hak istimewa dan prasangka terkait agama islam, mungkin hal
ini bisa saya kaitkan dengan isu yang akhir-ahir ini melanda Indonesia.

sekitar tahun 2015 Indonesia dilanda isu keagamaan yang mungkin bisa
dibilang cukup berpengaruh. 2015 saat Pilgub Jakarta berlangsung salah satu
cagub yang mencalonkan diri adalah seorang tionghoa beragama kristen
bernama Basuki Cahya Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok. Disaat
bersamaan banyak umat muslim yang tidak setuju Ahok menjadi gubernur, dan
di saat yang bersamaan pula Ahok melakukan suatu tidakan yang bisa
digolongkan sebagai pelecehan agama terhadap agama islam.

4
Berbagai demo terkait hal ini dilancarkan, salah satu aksi bahkan sampai benar-
benar membekas di kepala orang-orang Indonesia, itulah aksi 212. Di saat ini
pilgub masihlah berlangsung, dan disaat yang bersamaan pula Ahok menjalani
proses hukum atas tindakannya.

Karena hal itu suatu hal terpikirkan dalam benak saya. Jika penolakan terhadap
ahok untuk menjadi gubernur dikaitkan dengan semua kejadian tersebut,
bukankah sama artinya seperti di Indonesia tidak boleh ada pemimpin selain
orang islam. Mengingat banyaknya demo yang dilancarkan untuk Ahok.

Saya takut adanya prasangka seperti itu dipikiran orang-orang non-muslim


Indonesia, bahwa orang muslim meminta hak istimewa untuk dijadikan
pemimpin.

Berpindah pada prasangka terhadap minoritas, saya sendiri tidak punya cukup
banyak prasangka ataupun diskriminasai negatif terhadap orang-orang non-
muslim. Mungkin karena saya kurang peduli dengan sekitar atau bagaimana,
namun begitulah saya.

Namun sisi baiknya dengan mempunyai sifat seperti itu, saya bisa terhindar dari
memberikan stigma ataupun stereotip dalam pekerjaan yang mungkin akan
saya tekuni nanti. Yaitu antara guru BK atau konselor.

Sebagai calon guru BK ataupun konselor, memahami tentang ranah keagamaan


merupakan hal yang penting pula. Konseli yang didapat mungkin saja tipe orang
yang sangat berpegang teguh dengan agamanya. Maka dari itu sebagai calon
guru BK atau konselor saya harus memahami tentang religiusitas dan
spiritualitas.

Sejauh yang saya pahami religiusitas itu berkaitan dengan agama dan
spiritualitas berkaitan dengan kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan
besar yang menjalankan dunia. Mungkin bisa disederhanakan religiusitas
adalah bentuk khusus dari spiritualitas dimana dalam religiusitas terdapat
konsep peribadatan.

Dalam praktek konseling mungkin saja saya bisa menggunakan pengetahuan


religiusitas saya untuk orang yang seagama, dan spiritualitas untuk orang yang
berbeda agama. Kedua hal itu mungkin saja bisa membuat saya membentuk

5
suatu hubungan terapeutik yang baik dengan konseli karena adanya suatu
pemahaman satu sama lain di suatu aspek.

2. Refleksi buku yang memepengaruhi diri saya.

Jujur saja saya bukan orang yang terlalu suka membaca buku yang bersifat
non-fiksi. Jadi lebih sering saya membaca novel atau komik ketimbang buku
pelajaran. Oleh karena itu saya ragu bisa menjawab pertanyaan nomor dua ini
karena saya tidak punya suatu buku keagamaan yang memepengaruhi cara
hidup saya.

Namun mari kita ambil jalan tengah, di agama saya agama islam terdapat 4
kitab yang diturunkan oleh Allah untuk setiap umat. Pada umat saya sekarang,
kitab yang turun adalah Al-qur’an. Dalam al-qur’an ada satu ayat yang benar-
benar menarik minat saya dan juga terkadang saya gunakan dalam kehidupan
sehari-hari makna dari ayat itu. Memang, kitab Al-qur’an mungkin sangat lebih
dari sekedar buku. Tapi secara dasar dan dilihat dari bentuk dan fungsinya, Al-
qur’an masihlah bisa dikategorikan sebagai buku. Oleh karena itu saya rasa
dengan menggunakan konsep ini saya bisa menjawab pertanyaan kedua
dengan menggunakan Al-qur’an sebagai bahannya.

Ayat yang menarik perhatian saya berada di surat ke-55 dalam Al-qur’an,
tepatnya surat Ar-rahman (Maha Pengasih). Ayat ini disebutkan berulangkali,
bahkan setelah satu ayat yang berbeda, ayat ini kembali diulang. Tentu hal ini
menarik minat saya, pasalnya selain ayat ini, saya belum menjumpai suatu ayat
yang berulangkali disebut dalam satu surat dengan frekuensi yang banyak.

Bunyi ayat tersebut ialah :

6
Seakan menjadi pengingat bagi umat manusia bahwa harta, jabatan, keluarga,
kehidupan adalah suatu kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Begitu juga
dengan apa yang saya miliki, ini semua pemberian dari Allah dan saya harus
bersyukur atas hal tersebut. Walaupun jumlahnya sedikit itu tetaplah nikmat dan
pemberian dari Allah.

Saya berusaha mengaplikasikan isi ayat tersebut namun seringkali gagal. Saya
rasa, memang diri saya ini penuh keserakahan dan kemalasan.

Baiklah sekian tugas yang saya buat ini, kurang lebihnya mohon maaf.
Terimakasih telah membaca.

7
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

KONSELING MULTIKULTURAL

Dosen Pengampu: Dr. Susi Fitri S,.Pd., M. Si, Kons

Disusun oleh:

Atikah Dwi R (1715161209)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
Timeline
Keluarga
Hafal surat
4 - 12 tahun 5-17tahun Memutuskan menjadi
dan doa
untuk lebih baik
keseharian 18 tahun
Belajar Memiliki berhijab berlandask
dan
gerakan teman yang an agama
sholawat Pribadi
solat dan beragama
menjadi
mengaji 4 – 17tahun Kristen dan Remaja-
18 tahun lebih baik
oleh orang saling Dewasa
dari awal
tua dan bertoleransi
sebelumnya
guru ngaji

Saat umur 5
tahun
Karena tidak
diajarkan Ketika umur 6
Ketika umur 5- menutup
berpuasa tahun diajarkan
8 tahun aurat, merasa
sehari full ilmu tajwid
diajarkan untuk di perlihatkan

menghafal tidak

surat panjang sewajarnya

1
Sebenarnya keluarga saya bisa dikatakan keluarga yang “tidak terlalu agama
islam banget” bukan islam yang fanatic dan taat banget terhadap agama. Saat saya
masih kecil, SD, SMP, bahkan saat saya masih SMA orang tua saya tidak
mengharuskan saya untuk memakai hijab. Namun, beda halnya dengan saudara-
saudara saya yang dari kecil mereka sudah dikenakan hijab oleh orang tuanya. Salah
satu saudara saya bibi saya mengatakan kepada saya kapan saya menggunakan hijab
tersebut, namun kedua orang tua saya tidak sama sekali memaksakan untuk saya
memakai hijab, karena dari diri saya belum ada niatan untuk memakai hijab.

Orang tua saya pun pada awalnya bukan orang yang terlalu taat beragama.
Mama saya sampai setelah menikah sampai memiliki anak pertama belum memakai
hijab, dan tidak pernah pergi ke tempat-tempat pengajian. Ketika orang tua saya tinggal
bersama kaka dari bapak saya, yang taat beragama dan beliau juga guru agama. Hal
yang paling sering disampaikan oleh beliau adalah mengenai nilai-nilai agama, seperti
bagaimana kebaikan Allah pada hamba-nya, bagaimana manfaat beribadah bagi
kehidupan sehari-hari, doa-doa, dan lain sebagainya. Sejak saat itu, saya mengalami
perubahan yang sangat besar kepada keluarga saya. orang tua saya mulai sering
datang ke pengajian, saya dan kakak saya pun diwajibkan memakai hijab, intinya
keluarga saya menjadi keluarga yang menjunjung tinggi nilai agama. Saya sangat
bersyukur keluarga saya bisa menjadi keluarga yang sesuai dengan nilai agama
meskipun belum sempurna, namun keluarga saya bersama-sama memperbaiki diri dan
itu sangat membahagiakan. Ketika ada yang salah, kami saling mengingatkan dan
membuat kami semakin dekat.

Orang tua saya mengikuti pengajian dekat dengan rumah. Banyak hal yang
orang tua saya pelajari disana. Tentu pengajian itu berkaitan dengan etnis saya yaitu
Sunda. Ustadzah yang mengajarkan mama saya pun memakai bahasa Sunda karena
pengajian yang diikuti oleh mama saya mayoritas beragama sunda, ketika sedang
memberikan ceramah ustadzah pun berbicara dengan bahasa sunda. Doa-doanya
berbahasa Arab, namun untuk terjemahannya biasanya diterjemahkan ke bahasa
Sunda. Tetapi mama saya dalam mengajarkan saya hanya menyampaikan ke bahasa
Indonesia dalam mengartikan ayat-ayat yang telah dia dapat dipengajian tersebut, agar
saya bisa menerapkan apa yang dikatakan oleh mama saya tersebut.

2
Pengalaman yang kurang menyenangkan bagi keluarga saya, saat mendatangi
suatu pengajian, dimana pengajian tersebut menggunakan pengeras suara atau
speaker, karena menurut kedua orang tua saya itu mengganggu orang-orang disekitar,
layaknya kita tidak menghargai perbedaan agama yang dimiliki oleh orang lain. Tetapi,
ada saatnya bila menggunakan speaker yaitu mengumandangkan saat waktu azan,
karena itu mengingatkan dan membangunkan seluruh umat manusia yang beragama
islam, agar mereka menjalankan kewajiban 5 waktunya. Atau dalam menggunakan
speaker tersebut dalam merayakan hari-hari besar islam saja, tidak dalam suatu
pengajian yang bisa dibilang hanya syukuran kecil dengan menggunakan pengeras
suara.

Saat saya kecil saya sudah didaftarkan sekolah yang berlandaskan agama, lalu
mama saya mengajarkan saya gerakan solat, dan saya selalu berjamaah bersama
orang tua saya, agar saya hafal dengan gerakan solat tersebut. Ketika gerakan solat
sudah hafal, karena saya TPA bersekolah beragama diajarkan menuliskan tulisan arab,
mengaji dari iqro, dan mama saya selalu menyuruh saya untuk menghafalkan dari niat
wudhu sampai bacaan setiap gerakan solat. Lalu, mama saya pun juga menyuruh saya
agar saya menghafalkan surat-surat yang ada di juz ama atau doa sehari-hari, dan
sebelum tidur saya harus mengulang bacaan tersebut sampai hafal dengan suara yang
keras agar mama saya bisa mengoreksinya, serta mama saya selalu menyanyikan
saya sebelum tidur dengan nyanyian sholawat nabi agar saya hafal sholawat-sholawat
nabi tersebut. Saya, selain diajarkan oleh mama saya, saya dan kaka saya belajar
mengaji dengan guru ngaji dekat dengan rumah, saya belajar mengaji saat saya sudah
bisa membaca al-quran, saya diajarkan oleh guru ngaji saya untuk membaca al-quran
sesuai dengan tajwid yang ada dialqur-an tersebut, namun itu tidak berjalan secara
terus-menerus, saya berhenti sejak awal masuk SMP. Ketika saya berumur 5tahun,
saya memiliki teman yang berbeda usia nya 1tahun di bawah saya, lalu teman saya itu
berjenis kelamin perempuan dan teman saya beragama kristen protestan, pada saat itu
saya sering melihat dia setiap minggu pagi selalu pergi bersama orang tuannya dan
saya selalu bertanya kepada orang tua saya dan orang tua saya memberikan
jawabannya bahwa dia ibadahnya dihari minggu tidak seperti kita yang setiap hari
harus menjalankan ibadah. Namun, ketika saya bermain dengan teman saya walaupun
saya sudah mengetahui dia beragama kristen, saya mengajarkan teman saya dengan

3
gerakan solat, lalu saya menyuruh dia menghafalkan surat al-fatihah dan doa seperti
sebelum makan, dan terkadang saya memakaikan hijab, sampai orang tua saya selalu
mengingatkan saya kalau saya tidak boleh memperlakukan teman saya seperti saya,
dan pada akhirnya teman saya sampai sekarang masih mengingat doa atau yang
lainnya selama masa kecil yang saya ajarkan kepada dia, karena saya sangat
meyenangi dengan agama yang saya miliki sampai saya melakukan hal kepada teman
saya itu. Walaupun, saya memiliki teman yang berbeda agama saya sangat senang
karena teman saya selalu mengingatkan saya untuk beribadah dan saling toleransi satu
sama lain. Ketika saya masih kecil memang orang tua saya sudah mulai focus untuk
mengajarkan saya perihal mengenai agama, dan ketika saya kecil sekolah di TPA
diajarkan tulisan arab, lalu saat saya SD pada mata pelajaran agama saya dianjurkan
untuk ikut lomba kaligrafi tulisan arab, karena guru agama saya mengatakan bahwa
tulisan saya bagus, namun perlombaan tersebut saya tidak menang, itu pengalaman
yang tidak dipernah dilupakan. Lalu, saya memakai hijab karena saya bernazar kalau
saya mendapatkan SNMPTN saya akan memakai hijab, dan dikeluarga mama saya
dan papa saya hanya saya sendiri yang belum mengenakan hijab, karena hati saya
belum tergoyah untuk mengenakan hijab walaupun sebelum saya bernazar bibi saya
selalu mengingatkan dan menanyakan kapan saya berhijab, dan Alhamdulillah ketika
pengumuman SNMPTN saya langsung melaksanakan nazar yang telah saya ucapkan
sampai sekarang. Saya benar-benar bersyukur sebagai umat islam dan saya semakin
yakin dengan agama yang saya jalankan walaupun saya belum sempurna dalam
menjalankan agama saya. Saya berkeyakinan, jika saya mendekatkan diri kepada
Allah, saya mendapatkan banyak hal-hal yang membahagiakan dan menguntungkan
saya pribadi dan ada kepuasan kepada diri saya.

Orang tua saya selalu menanamkan nilai-nilai agama kepada saya. Orang tua
saya selalu memberi nasihat agar saya selalu menutup aurat, mendekatkan diri kepada
Allah, rajin ibadah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Banyak
sekali nasihat orang tua saya yang berkaitan dengan nilai-nilai agama. Ada satu
pengalaman yang menurut saya paling berpengaruh pada hidup saya dan berkaitan
dengan nilai keagamaan. Ketika saya belum mengenakan hijab dan sudah beranjak
remaja awal SMP kelas 9 dan memasuki SMA, dengan pakaian saya yang kurang
menutupi aurat, dengan pakaian yang tidak layak dipakai, dan saat bepergian kemana

4
pun, saya terkadang menaiki angkutan umum dan banyak seorang pria yang sering
melirik dan menatap saya dengan tatapan yang kurang enak, bahkan terkadang pria
tersebut sengaja duduk dan berdempetan dengan saya padahal angkutan umum
tersebut tidak banyak penumpangnya, dan saya diposisi tersebut merasa risih dan
merasa terganggu dengan perlakuan pria tersebut. Walaupun, saya tidak mengenakan
hijab orang tua saya selalu mengingatkan agar saya berpakaian yang menutupi aurat.
Alhamdulillah saya bernazar dan impian saya terkabul lalu saya memakai hijab, dan
saya menjadi pribadi yang lebih baik. Entah karena memang pengaruh dari hijab atau
bukan, saya merasa jika saya pun menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya
dan lebih rajin beribadah. Lalu, ketika saya pergi kesuatu mall dan saya membeli
eskrim, dimana eskrim tersebut mengandung alcohol lalu penjualnya memberitahukan
saat saya sudah mengambil eskrim tersebut, dan saya langsung memikirkan dan
bertanya kepada mama saya akibat kita mengkonsumsi alcohol dalam beragama, dan
ternyata kata mama saya solat yang kita kerjakan tidak diterima selama 40 hari, disitu
saya merasa bersalah dan tidak ingin melakukan kesalahan untuk kedua kalinya,
karena apa yang saya buat sangat beresiko untuk saya, dan saya merenungkan untuk
diri saya sendiri. Saya semakin kuat dengan agama saya, dan banyak mengenai fakta-
fakta setelah kita melakukan perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah dan
berkeyakinan sekali, jika saya mendekatkan diri kepada Allah, saya mendapatkan
banyak hal-hal yang membahagiakan dan menguntungkan saya pribadi dan ada
kepuasan kepada diri saya.

Ketika ada masalah, saya biasanya lebih sering memikirkan dan berdiam
menyendiri apa yang sudah saya lakukan sehingga menimbulkan masalah. Kemudian
saya intropeksi diri dan menenangkan diri saya dengan berdoa atau membaca istighfar,
serta dengan mengerjakan solat agar hati saya menjadi lebih tenang, untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Jika ada masalah yang cukup berat untuk saya, saya
akan lebih banyak berdoa dan menjauhkan diri dari orang lain karena saya tidak ingin
jika saya nantinya akan salah bicara dan menyinggung orang lain karena pikiran saya
sedang kalut dengan masalah. Peran agama disini adalah saya mengetahui batasan-
batasan apa yang bisa saya lakukan ketika ada masalah, agar tidak melakukan hal
buruk atau melampiaskan ke hal yang buruk yang diajarkan oleh agama dan orang tua
saya.

5
Saya juga memiliki tempat untuk berlindung dan menenangkan diri dengan doa-doa
yang diajarkan oleh agama serta memperbanyak ibadah yang saya ketahui dengan
penuh niat agar dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah Swt

Sampai saat ini saya selalu yakin dengan agama saya dan ajaran-ajarannya
yang telah dibuat dan ditanamkan sejak saya masih kecil. Agama saya selalu
mengajarkan hal yang baik untuk diri sendiri dan orang lain. Jika ada sesuatu yang
salah dengan menggunakan serta seperti menyalahkan agama sendiri “nama agama”
saya tidak menyalahkan agamanya, namun saya lebih melihat ke orang yang
menggunakan nama agama tersebut. Misalnya ada perempuan berhijab dan
perempuan tersebut dengan bertingkah laku buruk, seperti mecuri dan minum-
minuman beralkohol serta menggunakan narkoba, kebanyakan masyarakat akan
mengatakan bahwa “udah pake hijab masih aja bertingkah laku mencuri, minum-
minuman beralkohol dan menggunakan narkoba, seharusnya dia malu dong dengan
pakaian yang tertutup dan mengenakan hijab tapi kelakuan seperti itu”. Menurut saya
tidak perlu membawa-bawa identitas agama, karena agama yang kita anut adalah
urusan pribadi masing-masing dan menurut saya tidak usah mengikuti campur dengan
urusan orang tersebut, karena yang sebenarnya salah itu adalah orang yang
melakukan tingkah lakunya tersebut dan keputusan yang sudah dibuatnya.

Agama saya merupakan agama mayoritas. Banyak keistimewaan yang saya


dapatkan di agama saya ini. Saya mendapatkan banyak akses ibadah lebih banyak
dibandingkan agama minoritas. Waktu ibadah lebih diperhatikan dan sudah
terjadwalkan, tempat ibadah banyak diakses dimana-mana, menuntut ilmu agama pun
ada dimana-mana dan mudah untuk didapatkan, banyak makanan yang sesuai dengan
agama (halal), bebas beribadah, dan lain sebagainya. Saya percaya bahwa setiap
agama pasti mengajarkan kebaikan dan ada Tuhan yang dipercayai oleh setiap
agamanya masing-masing. Saya tidak pernah memiliki prasangka buruk terhadap
agama lain karena agama saya merupakan agama mayoritas. Bahkan saya terkadang
ingin mengetahui sebenarnya apa yang diajarkan oleh agama lain dan apa saja ajaran-
ajaran yang dimiiki oleh setiap agama yang berbeda, apakah sama atau ada
perbedaan tertentu. Dalam konseling pun, saya tidak akan membedakan konseli dari
agama yang dianutnya dan tidak mengatakan dalam proses konseling nanti bahwa
yang dia lakukan menurut di agama saya itu tidak baik, karena akan menyinggung

6
perasaan konseli dan konseli akan berhenti saat bercerita. Tidak memandang sebelah
mata jika ada konseli yang berbeda keyakinan dengan saya, karena saya berurusan
dengan diri konseli secara utuh nya bukan hanya dari agamanya saja.

Apabila saat dalam proses konseling, saya pun perlu mengetahui bagaimana
agama lain itu memandang sesuatu, prinsip, ajaran-ajaran, nilai-nilai dan lain
sebagainya serta memahami perbedaan agama yang ada di Indonesia dan harus
mempunyai sikap toleransi dan menghargai satu sama salin. Hal itu diperlukan agar
jika mendapatkan konseli yang berbeda keyakinan, saya dapat memahaminya dengan
cara pandang agamanya. Dengan mengembangkan pemahaman di setiap perbedaan
agama agar kita sebagai konselor mengetahui stigma atau stereotype apa saja yang
dimiliki oleh seseorang yang memiliki agama tersebut, dan agama tersebut pun juga
sebagai identitas yang dimiliki oleh setiap individu, maka saya perlu belajar untuk agar
bisa memahami disetiap perbedaan agama oleh seseorang. Saya pun bisa saling
berbagi jika ada ajaran di agama saya yang bisa membantunya, misalnya dengan rajin
beribadah bisa membuat merasa tenang. Kemudian agar dia merasa bahwa dirinya
diterima oleh konselor.

Sebenarnya saya tidak pernah membaca buku yang berkaitan dengan agama
saya. Namun, ada beberapa ayat Al-Quran yang sangat memotivasi untuk saya dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari, yaitu :

 “Wahai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan melalui Sabar dan


Shalat, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan benar-
benar akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, dan kekurangan
buah-buahan, dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, (yaitu)
yang apabila mereka tertimpa musibah mereka mengatakan “Sesungguhnya
kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali” (Q.S. Al-Baqarah: 155-
156)

Ayat ini membuktikan bahwa jika sedang tertimpa masalah hendaknya bersabar
dan melaksanakan ibadah kepada Allah. Saya pun selalu merasa tenang apabila sudah
melaksanakan ibadah seperti solat, dan ketika saya tidak menjalankan ibadah solat,
hati saya merasa tidak tenang, seperti ada beban yang belum dikerjakan.

7
Terlebih ketika sedang mengalami masalah, yang paling menenangkan adalah berdoa
dan menceritakan segalanya kemudian membaca istigfar sebanyak-banyaknya. Jujur
saya pun bukan orang yang sangat sabar, tapi saya percaya jika saya sabar akan ada
hal yang indah nantinya akan menghampiri saya dan sebisa mungkin saya harus
melatih kesabaran saya.

 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka
mengubah diri mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’d:11)

Ayat ini memotivasi saya agar saya tidak selalu berada di posisi nyaman, dan
jika ingin mendapatkan sesuatu saya harus bangkit dan berusaha. Saya juga harus
percaya pada diri saya sendiri. Saya yakin yang bisa merubah diri saya sendiri
hanyalah diri sendiri. Diri sendirilah yang menentukan jalan mana yang akan dipilih,
apakah jalan yang nantinya akan merugikan diri sendiri dan orang lain atau jalan yang
nantinya akan memberikan banyak manfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

 “Sesungguhnya ia tidak akan menimpa kefakiran atau kemiskinan selama-


lamanya, dan tidak mendapatkan kesengsaraan” (Q.S. Al-Waqi’ah: 96)
Ayat ini memotivasi saya agar saya selalu tetap bersyukur apa yang telah
diberikan oleh Allah, tidak ada seorang manusia yang mengalami kemiskinan kalau kita
sebagai makhluknya tidak mau berusaha untuk bekerja keras dan menghasilkan
penghasilan yang sebanding dengan pekerjaan kita.
 “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah melainkan orang-orang yang kufur (terhadap
karunia Allah)” (Q.S. Yusuf:87)

Ayat ini memotivasi saya agar saya tidak selalu menyerah dan putus asa begitu
saja atas kegagalan yang menimpa kepada saya. Saya harus selalu bangkit dan tidak
boleh terpuruk dengan apa yang telah gagal, dan saya tidak boleh mengulangi
kegagalan lagi dan merubah menjadi lebih baik.

Ayat-ayat diatas merupakan ayat yang terkadang saya suka membacanya dan ayat
tersebut sudah diberikan dan selalu diingatkan oleh mama saya sejak saja masih
bersekolah SMP, setelah membaca ayat-ayat tersebut yang terjadi kepada saya, saya

8
jauh merasa lebih tenang dan lebih baik serta merenungkan apa arti dari ayat-ayat
tersebut, dan sampai sekarang saya masih membacanya.

9
KONSELING MULTIKULTUR

REFLEKSI AGAMA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur


Dosen Pengampu: Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si. Kons

Disusun Oleh:

Ayu Eka Herawati (1715160102)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
Belajar agama
lebih luas dan
Saya belajar Pada saat mendalam lagi
Cirebon, 18
sholat dengan SMA kelas 3 bersama teman
Mei 1998. Saya
baik dan sering kali dikampus yang
Saya Terlahir mendapatkan memiliki
benar saat melaksanakan Mantap hijrah
Dari Keluarga Saya belajar juara 3 lomba wawasan lebih
saya sholat duha untuk berhijab
yang mengaji pada membaca al- luas mengenai
memasuki dan puasa pada saat
Beragama qur’an pada agama
saat saya masuk kuliah
sekolah dasar senin-kamis
Islam memasuki TK saat SD

Pernah Pada saat


Pernah Dicap negatif Akhir-akhir ini
Pada saat SD Sering
dimarahin sholat tarawih
minum air karena saya saya malas
saya membohong
Mamah saat saya berisik
keran pada tidak mengaji
sholawatan di sudah
tidak mau sering
saat bulan berhijabpada karena saya
masjid saya melaksanakan
berangkat mengobrol
puasa karena saat saya sering capek
dimarahin sholat pada
mengaji dengan teman
merasa SMA karena kalo sudah
sama bapak- saat pelajaran
saya lalu saya di agama
kehausan agama kelas pulang kuliah
dimarahi bapak karena
saya wanita
sholawatanny 1 SMA
dengan ibu- diwajibkan
ibu yang a tidak benar
untuk berhijab
sedang dan terlalu
dan menutup
melaksanakan teriak-teriak
aurat
tarawih juga

1
Refleksi Agama

Saya terlahir dari keluarga yang beragama Islam. Agama adalah hal yang
penting bagi saya untuk mengetahui identitas diri saya dan dari keluarga mana saya
berasal serta agama adalah hal yang penting untuk identitas diri saya. Pengalaman
terpenting keberagamaan saya di dalam lingkungan keluarga saya adalah saya
selalu diajarkan untuk sholat, mengaji, bersedekah, selalu menebar kebaikan untuk
orang lain, bersilaturahmi kepada keluarga lain, berdo’a kepada Allah disaat saya
mengalami kesulitan, mendo’akan orangtua, saya juga dijarkan untuk sabar disaat
saya mengalami kesulitan, saya juga diajarkan untuk selalu berbakti kepada
orangtua saya, berpuasa dan saya diajarkan untuk tidak berperilaku menyimpang
seperti mencuri, dan lain-lain. Pengalaman yang saya miliki ini sangat berpengaruh
terhadap diri saya sendiri dan baik secara umum. Pasalnya ketika saya memiliki
masalah yang amat menganggu hidup saya terkadang saya tidak kuat menompang
beban itu dan ingin menyerah, akan tetapi karena saya terbiasa untuk sholat dan
selalu diajarkan untuk sabar dan berdo’a kepada Allah maka hal itu tidak terjadi,
saya selalu semangat dan pantang menyerah dalam menghadapi masalah yang
saya miliki, setelah itu saya melanjutkan kehidupan saya lagi. Hal lainnya seperti
saya selalu diajarkan untuk bersedekah bahwa saya selalu diingatkan bahwa saya
harus terus bersyukur atas rezeki yang Allah berikan. Lalu, saya diajarkan untuk
selalu menebar kebaikan terhadap orang dan bersilaturahmi kepada orang maka
berpengaruh terhadap diri saya dan secara umum karena dengan hal ini saya
menjalin kerukunan terhadap orang-orang sekitar saya dan saya memiliki rasa
kekeluargaan yang tinggi. Hal lainnya ketika saya diajarkan untuk selalu berbakti
terhadap orangtua, hal ini berpengaruh terhadap diri saya bahwasannya saya selalu
memiliki rasa bakti dan hormat terhadap orang, terutama orang yang lebih tua.

Pengalaman kebergamaan saya yang saya miliki seperti saya selalu


diajarkan untuk bersedekah ada kaitannya dengan etnis saya. Di dalam etnis saya
yakni etnis Cirebon ada tradisi seperti saweran yaitu melempar uang-uang koin
kepada oranglain, maka hal ini ada kaitannya bahwa saya selalu diajarkan untuk
bersedekah dan bersyukur terhadap rezeki yang Allah berikan terhadap saya dan
keluarga saya. Hal lainnya adalah tradisi panjang jimat yang mana di dalam tradisi
ini ada kaitannya dengan berdo’a kepada Allah agar dijauhkan dari marabahaya
yang ada dan selalu bersyukur, selain itu juga di dalam tradisi ini juga saya dapat
membangun silaturahmi terhadap sesasama orang Cirebon lainnya.

2
Selama saya bersosialisasi sampai saat ini, saya belum pernah sama sekali
mengikuti komunitas keberagamaan saya akan tetapi saya sering mengikuti dan
menghargai acara yang diadakan oleh komunitas agama saya. Seperti pada saat
saya bersekolah SMA ada acara buka puasa bersama, acara isra mi’raj, acara
Maulid Nabi, acara idul fitri dan acara idul adha. Pengalaman yang saya miliki
selama saya mengikuti acara tersebut yang diselenggarakan oleh komunitas agama
saya disekolah saya seperti rohis adalah pengalaman yang menyenangkan tapi
terkadang saya merasa bosan karena di dalam acara Maulid Nabi atau Isra Mi’raj
hanya mendengarkan ceramah saja. Pengalaman yang saya miliki juga saya
merasa bahwa saya memiliki pengetahuan yang baru seperti saat saya
mendengarkan ceramah-ceramah tersebut dan saya juga merasa membangun
sebuah silaturahmi dan kekeluargaan terhadap guru dan teman-teman lainnya pada
acara maaf-maafan setelah idul fitri dan di dalam komunitas itu mengajak hal
kebaikan seperti bersedekah pada saat peringatan idul adha.

Di dalam keberagamaan tentu ada hal yang menyenangkan dan ada pula
hal yang tidak menyenangkan. Disini saya akan menceritakan pengalaman
keberagamaan saya yang menyengkan terlebih dahulu dari anak-anak, remaja
sampai menuju dewasa. Seperti pada saat anak-anak saya memiliki pengalaman
belajar mengaji dan sholat, pada saat saya remaja saya memiliki pengalaman untuk
selalalu berbakti terhadap orangtua dan bersedekah dan pada saat saya menuju
dewasa awal saya memiliki pengalaman yang menyenangkan dalam agama saya
yakni saya harus sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan yang Allah berikan
dan selalu menebar kebaikan terhadap sesama manusia selain itu saya diajarkan
toleransi. Hal ini membentuk keyakinan terhadap agama yang saya miliki yakni
agama Islam bahwa didalam agama Islam selalu diajarkan untuk sholat, mengaji
bersedekah, dan harus dapat bertoleransi terhadap sesama manusia walaupun
yang berbeda keyakinan terhadap saya. Pengalaman yang saya miliki sangat
membentuk keyakinan saya terhadap agama saya yang ada dalam status identitas
diri saya karena pengalaman tersebut merupakan hal yang selalu diajarkan
terhadap agama saya yakni agama Islam. Pengalaman ini sangat berdampak untuk
diri saya dan saya menjadi sadar bahwa pengalaman yang saya miliki ini juga
berpengaruh secara umum. Hal lainnya adalah berguna dan bermanfaat untuk diri
saya sendiri.

3
Selain hal yang menyenangkan bahwa saya juga memiliki pengalaman yang
tidak menyenangkan di dalam keberagamaan saya seperti saya pada saat sholat
tarawih saya berisik sering mengobrol dengan teman saya lalu saya dimarahi
dengan ibu-ibu yang sedang melaksanakan tarawih juga hal ini membentuk
keyakinan terhadap agama yang dianut saya agama Islam karena saya diajarkan
untuk saling menghargai dan apabila saya sedang melakasana beribadah maka
saya harus khusu dan tidak boleh main-main. Selain itu saya juga memiliki
pengalaman yang tidak menyenangkan lainnya, pasalnya saat saya memasuki
masa masa remaja saya berada pada lingkungan teman saya yang mana teman-
teman saya mayoritas berhijab lalu saya selalu dipandang sebelah mata pasalnya
waktu itu saya belum berhijab tapi hal ini membuat saya sadar dan yakin terhadap
agama saya bahwa di dalam agama saya berhijab bagi kaum wanita adalah hal
yang wajib, menutup aurat adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap wanita yang
beragama Islam. Pengalaman yang tidak menyenangkan ini sangat berguna dan
bermanfaat untuk saya bahwa saya harus bisa berintropeksi diri dan menjadi
seseorang yang lebih baik lagi dan selalu meningkatkan tingkat religius saya.

Dalam kehidupan keberagaman, saya memiliki pergulatan. Seperti di dalam


agama saya pacaran dilarang dan wanita dengan laki-laki harus bisa jaga jarak
tidak boleh terlalu dekat. Pada saat saya memasuki masa-masa remaja dan dewasa
saya memiliki pengalaman pergulatan seperti saya berpacaran dan saya banyak
dekat dengan laki-laki karena di dalam diri saya saya memiliki rasa nyaman jika
bermain dengan laki-laki, saya merasa ada yang menjaga saya saja akan tetapi hal
ini dilarang oleh agama saya pasalnya di dalam agama saya tidak diperbolehkan
pacaran dan antara laki-laki dan perempuan harus bisa menjaga jarak apabila
belum mukhrim. Pengaruh pergulatan yang saya miliki ini adalah saya dipandang
negatif dengan orang yang menurut saya agamanya lebih faham dan lebih luas
dibandingkan saya serta saya dianggap wanita yang mungkin ganjen atau
gampangan karena saya sering bermain dengan laki-laki dan laki-laki tersebut
berbeda-beda dan banyak padahal hal ini menurut saya sendiri hal yang umum
karena saya pasti suatu saat membutuhkan sosok laki-laki dan saya juga dapat
bekerjasama dengan laki-laki.

4
Agama yang saya anut dan saya miliki sekarang ini memiliki sangat banyak
manfaat dan pengaruh serta dampak untuk diri saya sendiri. Hal utamanya adalah
dalam hal pada saat saya menghadapi masalah-masalah yang sulit. Saya memiliki
pengalaman dalam hal ini, pada saat saya memiliki masalah yang menurut saya
sulit pada saat saya mengetahui ibu saya kecelakaan dan harus di operasi saya
sangat kaget dan saya pada saat itu dalam situasi dan kondisi yang sangat
tertekan, saya tidak tahu harus berbuat apa karena pada saat itu juga saya sedang
memiliki banyak beban tugas dan kuliah, tapi dalam kondisi seperti ini agama saya
sangat berpengaruh untuk saya karena saya dapat lebih dekat dengan Allah dan
saya menjadi sabar dan tidak pantang menyerah serta selalu berdo’a agar Ibu saya
diberikan kesembuhan dan karena masalah ini juga saya menjadi sosok wanita
yang tegar dan kuat karena saya harus sering bolak balik Jakarta-Cirebon agar
kuliah saya tidak terbengkalai dan saya juga harus bisa berbakti terhadap ibu saya
karena saya harus merawat ibu saya, selain itu agama yang saya anut
mempengaruhi ini karena di dalam agama saya juga diajarkan sholat, mengaji dan
selalu berdo’a dalam menghadapi situasi yang sulit dan saya merasakan
dampaknya saya menjadi lebih tenang. Saya memiliki pengalaman menghadapi
situasi yang sulit juga saat ini, saya mendapatkan kabar dari ibu saya bahwa adik
saya yang terakhir matanya terkena min dan syarafnya sudah kena ibu saya
mengibaratkan jika kanker hal itu sudah menjalar, saya sangat sedih dan terpukul
setelah mendegar hal itu karena saya tidak bisa membayangkan perasaan adik
saya yang sangat terpukul, karena hal ini dokter memfonis bahwa adik saya harus
terus terapi setiap bulannya dan adik saya juga tidak bisa daftar polisi atau tentara
sedangkan itu adalah cita-cita yang sangat di idamkan oleh adik saya, dan dokter
pun berbicara bahwa hal ini terus berkembang dan pasti terus menerus menjalar
hingga dewasa, jalan satu-satunya adalah dioperasi akan tetapi adik saya tidak mau
karena takut dan biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal, tetapi hal ini agama
saya sangat mempengaruhi bahwa saya harus terus berdo’a meminta petunjuk
kepada Allah agar diberikan jalan yang terbaik dan dari masalah ini saya
mendapatkan hikmahnya bahwa saya harus selalu kuat dan sabar dalam
menghadapi masalah ini.

5
Agama yang saya anut adalah agama Islam, dan agama yang saya anut
adalah agama yang mayoritas terutama dalam lingkungan sekitar saya tinggal dan
di Indonesia pun agama Islam adalah agama yang mayoritas. Keistimewaan yang
saya peroleh adalah karena agama saya agama yang mayoritas maka saya dapat
beribadah dengan mudah serta mendapatkan fasilitas layanan keagamaan dengan
mudah pasalnya di lingkungan tempat tinggal saya sendiri banyak masjid dan saya
mendengarkan orang mengumandangkan adzan setiap harinya serta keistimewaan
lainnya saya dapat bertoleransi dengan siapa saja sekalipun orang itu berbeda
keyakinan terhadap saya. Prasangka yang pernah saya peroleh adalah bahwa
teroris adalah pasti beragama Islam. Pengalaman yang saya miliki ini berpengaruh
terhadap saya dalam memberikan layanan konseling seperti saya tidak boleh
memandang sebelah mata terhadap seseorang wanita yang menggunakan cadar
dan lelaki yang menggunakan celana ngatung itu tidak semuanya adalah teroris,
dan saya juga memiliki pengalaman bertoleransi hal ini sangat mempengaruhi saya
terhadap memberikan layanan konseling karena ketika saya mendapatkan konseli
yang berbeda agama maka saya harus mendengarkan keluh kesah dia terlebih
dahulu dan saya tidak boleh menjudge bahwa agama yang mereka anut adalah
salah karena tidak sesuai dengan keyalikinan agama yang saya anut serta saya
juga harus dapat memandang dari kacamata individu tersebut yang berbeda agama
dengan saya, dan saya harus dapat memposisikan apabila menjadi beliau walaupun
agama saya dengan beliau berbeda.

Kekuatan agama dan pengalaman yang saya miliki adalah bertoleransi dan
selalu menebar kebaikan. Hal ini dapat digunakan oleh saya dalam konseling
karena saat saya memiliki konseli yang berbeda agama dengan saya maka sikap
toleransi saya harus saya gunakan, saya tidak boleh sentimen dan setengah-
setengah dalam membantu konseli saya yang berbeda agama terhadap saya. Serta
saya harus selalu menebar kebaikan dengan cara saya harus membantu konseli
saya dalam proses konseling dengan tuntas dan tepat serta saya juga tidak boleh
menilai konseli yang berbeda agama terhadap saya adalah orang yang salah dan
saya juga harus mengtahui permasalahan terlebih dahulu dan sumber akar
permasalahan itu berasal darimana serta saya juga dapat saling menghargai satu
sama lain terhadap orang yang memiliki agama berbeda dengan saya. saya tidak
boleh menjudge bahwa agama yang mereka anut adalah salah karena tidak sesuai
dengan keyalikinan agama yang saya anut.

6
Agama saya adalah agama Islam yang mana agama Islam adalah agama
yang mayoritas terutama di lingkungan tempat tinggal saya, tempat saya mencari
ilmu dan menempuh pendidikan. Di dalam lingkungan tempat saya menempuh
pendidikan ini saya merasakan bias-bias yang terdaapt dilingkungan tersebut,
karena agama saya mayoritas maka agama Islam seringkali mendapatkan privilege.
Saya saat ini berkuliah di Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Ilmu Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling, karena agama yang mayoritas di
lingkungan fakultas saya maka saya merasakan bias yang ada seperti di pintu FIP
ada tulisan “Don’t forget to say Assamualaikum” menurut saya ini bias karena di
lingkungan fakultas saya itu terdapat juga individu yang berbeda agama tidak
semuanya beragama Islam. Selain itu saya juga memiliki pandangan terhadap
agama saya sendiri adalah agama yang paling sempurna dan yang paling baik
diantara agama lainnya, Hal ini dikuatkan dalam surat Al-Maai-idah: 3 yang artinya
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu, hal ini
terjadi bias terhadap cara pandang saya. Hal-hal bias yang saya miliki berpengaruh
terhadap layanan konseling karena jika saya menjadi konselor di Universitas Negeri
Jakarta maka apabila terdapat konseli yang berbeda agama dan ingin melakukan
konseling akan tetapi beliau melihat tulisan yang mendominan agama Islam maka
bisa saja konseli tersebut malas untuk menceritakan permasalahannya tersebut dan
menilai bahwa agama Islam adalah agama yang dominan memiliki kekuasaan yang
besar. Bias yang saya miliki bahwa saya melihat cara pandang saya terhadap
agama Islam adalah agama yang paling sempurna juga mempengaruhi dalam
mengadakan layanan konseling, pasalnya pasti setiap individu yang memiliki agama
tentu berpandangan bahwa yang sama bahwa agamanya lah yang sempurna. Bias
yang memandang bahwa agama yang dianut adalah agama yang sempurna juga
pasti satu sama lain saling teguh pendirian dan saya sebagai umat Islam pasti saya
akan terbayang-bayang dan memberikan konseling berdasarkan agama yang saya
anut dan kebudayaan yang terdapat di dalam agama yang saya anut. Akan tetapi
jika memiliki sikap toleransi dan saling menghargai yang kuat maka bias-bias
tersebut tidak begitu berpengaruh terhadap saya untuk mengadakan layanan
konseling dan tentu saja tidak ada perbedaan atau jarak antara konselor dan konseli
yang memiliki perbedaan agama tersebut.

7
Pemahaman agama yang saya miliki penting dalam tugas saya sebagai
konselor, seperti saya harus memahami perbedaan agama yang ada di Indonesia
ini tersendiri dan saya sebagai konselor harus bisa bersikap toleransi yang tinggi
agar ketika saya menjadi konselor nanti mendapati konseli yang berbeda agama
maka saya dapat menggunakan sikap toleransi saya tersebut agar bisa sama sama
saling menghargai satu sama lain. Serta pemahaman agama juga sangat penting
pasalnya kita sebagai konselor dapat mengetahui kebaisaan-kebiasaan serta
stereotype apa saja yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki agama tersebut.
Dengan pemahaman agama juga adalah sebagai benteng dan penguat untuk diri
kita sendiri, serta agama juga sebagai identitas diri setiap individu oleh sebab itu
kita sebagai konselor harus memahami tentang agama tersebut. Selain agama yang
saya anut juga saya ingin memiliki pemahaman dari agama lainnya bukan dari
agama Islam saja karena hal ini sangat berguna bagi saya ketika saya menjadi
konselor yang mana saya ketika memiliki seorang konseli yang berbeda agama
maka saya menjadi faham karena sudah mengetahui hal-hal dan kebiasaan-
kebiasaan apa saja yang dimiliki seorang individu yang berbeda agama tersebut,
dan dengan cara saya memahami agama tersebut juga saya tidak mengalami bias
atau stereotype terhadap seseorang individu yang memiliki agama berbeda
terhadap saya serta saya juga mengetahui kebudayaan dan bagaimana cara orang
memandang Tuhannya.

Saya pernah membaca buku The Perfect Muslimah karangan Ahmad Rifa’i
Rif’an. Di dalam buku tersebut menceritakan bahwa seseorang muslimah yang
perfect tidak hanya dari sisi paras yang cantik saja melainkan akhlaknya pun harus
cantik. Di dalam buku The Perfect Muslimah ini juga menceritakan tentang teduh
parasnya, brilian otaknya, mantap ilmu agamanya, luas pergaulannya, dahsyat
prestasinya, aurat yang terjaga serta rambutnya tertetutup oleh juluran jilbabnya
serta hatinya penuh dengan dzikir. Buku ini sangat menginspirasi saya sebagai
muslimah dan buku ini juga berpengaruh terhadap pemahaman agama saya sendiri
yakni agama Islam. Di dalam buku ini saya menjadi sadar bahwa menjadi seorang
wanita tidak bisa membanggakan paras kecantikannya saja akan tetapi saya juga
harus memiliki akhlas yang baik. Pengalaman saya yang belum berhijab maka dari
itu saya menjadi sadar bahwa saya sebagai muslimah wajib berhijab karena selain
dosa maka saya juga menjerumuskan ayah saya sendiri ke dalam neraka, selain itu
juga di dalam buku ini saya mendapatkan banyak informasi bahwa saya harus
memiliki akhlak yang baik seperti saya harus selalu menebar kebaikan. Akhlak yang

8
baik juga seperti saya harus selalu sabar dalam menghadapi situasi dan kondisi
yang sulit dan membuat saya tertekan dari pengalaman saya yang memiliki banyak
masalah yang sulit maka saya menjadi tahu dan sadar cara menghadapi situasi
seperti ini bahwa saya harus sabar seperti buku tersebut yang saya baca. Selain itu
juga saya memiliki banyak pengetahuan caranya menjadi seseorang muslimah yang
baik dan perfect itu seperti apa, akhlak yang baik juga saya harus bisa menjaga
perilaku saya serta saya harus selalu meningkatkan ibadah saya terus menerus.
Dalam buku The Perfect Muslimah ini juga saya mendapatkan informasi bahwa
seseorang muslimah yang perfect adalah seseorang muslimah yang tidak pantang
menyerah serta sabar, selain itu juga buku ini menceritakan seseorang yang gemar
menabung serta berusaha bersungguh-sungguh terhadap cita-citanya yakni kuliah
di luar negeri dan buku ini juga menceritakan tentang seseorang muslimah yang
sedang belajar mandiri. Hal ini sangat berkaitan dengan pengalaman saya yang
mana apabila saya memiliki cita-cita maka saya harus berjuang serta bersungguh-
sungguh untuk meraihnya agar cita-cita saya dapat terwujud. Serta apabila saya
memiliki banyak tekanan dan masalah yang cukup rumit dan besar maka saya
harus bersabar karena saya yakin bahwa Allah memberikan cobaan tidak melebihi
batas kemampuan umatnya. Serta pengalaman saya yang dalam situasi yang sulit
ini juga sangat berkaitan dengan buku yang saya baca ini yakni buku The Perfect
Muslimah bahwa saya harus belajar mandiri karena dengan cara mandiri ini maka
saya akan menjadi sosok wanita yang kuat dan tegar.

9
Konseling Multikultural

Dosen Pembimbing : Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si, Kons

Ayu Lestari (1715160197)

BK A 2016

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta

2018
Daftar Isi

Timeline Pengalaman Keberagamaan............................................................................... 2


REFLEKSI .............................................................................................................................. 3
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 7

1
Timeline Pengalaman Keberagamaan

Diadzankan Melakukan -Menjalankan Megikuti solat Menggunakan


ketika lahir dan praktek ibadah solat 5 jenazah ketika ada hijab untuk
kemudian masuk manasik haji waktu anggota keluarga menutup aurat
islam ketika TK yang meninggal sebagai bentuk
-Menjalankan menaati perintah
ibadah puasa
agama
ramadhan

Sewaktu kecil Terkadang Terkadang iri Tidak melakukan Terkadang berkta


pernah buka puasa menunda pada orang tahlilan ketika ada kasar yang
diam diam sebelum nunda solat lain anggota keluarga bertentangan dengan
waktunya yang meninggal karakter etnis saya
dan bertentangan
dengan aturan agama
saya

2
REFLEKSI

Pengalaman keberagamaan yang penting bagi saya dan keluarga adalah


shalat. Keluarga saya memang bukanlah keluarga yang religius atau sangat taat
agama. Bahkan kami sering sekali melalaikan shalat. Namun ada kejadian yang
membuat saya dan keluarga sadar betapa pentingnya shalat untuk kehidupan kami
di akhirat. Kejadian itu adalah kepergian ibu saya yang sangat mendadak. Akibat
kejadian ini saya dan ayah saya menjadi sadar bahwa allah bisa melakukan apa
yang ia mau termaksud mencabut nyawa umatnya. Dan kami sebagai umat tidak
tahu kapan kami akan diambil embali oleh nya. Untuk itu saya dan ayah menjadi
sangat takut akan kematian dan akhirnya menghilangkan sikap lalai kami terhadap
shalat.pengalaman ini membawa pengaruh baik untuk kehidupan saya dan
keluarga.

Agama mengajarkan saya sebagai penganutnya untuk menutup aurat begitu


pula etnis saya yang menjunjung tinggi norma kesopanan tidak terkecuali dalam hal
berpakaian. Saya memiliki pengalaman terkait hal ini. Yaitu ketika saya belum
mengenakan kerudung, dihari raya idul fitri saat saya dan keluarga ingin berkunjung
ke rumah saudara kami , ibu meminta saya untuk menggunakan kerudung sebagai
bentuk kesopanan dan untuk menyamai anggota keluarga yang lain. karena seluruh
keluarga besar saya beretnis jawa, dan mayoritas etnis jawa itu menganut agama
islam, begitu pula dengan keluarga besar saya, mereka semua menggunakan hijab
sebagai bentuk kesadaran menaati agama dan untuk menjunjung tinggi etnis nya
yang berpegang teguh pada kesopanan.

sewaktu saya SMP saya sempat mengikuti kegiatan pengajian dengan


kegiatan mempelajari al-quran. Dan sewaktu SMA saya meengikuti komunitas
keagamaan majelis remaja di masjid dekat tempat tinggal saya. Komunitas
keagamaan yang saya ikuti ini memberikan pengalaman positif dalam hidup saya.
Saya bisa mempunyai banyak teman dalam komunitas ini, dan saya bisa
mempelajari cara membaca al-quran yang baik dan benar. Dan ini membawa
pengaruh positif bgi khidupan saya sampa saat ini. Dan dalam komunitas majelis
remaja saya mempunyai pengalaman yag menyenangkan dan positif. Komunitas ini
dilaksanakan seminggu sekali di masjid dan membahas seputas islam. Dari sini
saya bisa memperoleh pengetahuan baru seputar agama yang saya anut. Komunits
keagamaan yang saya ikuti saat ini adalah mentorig. Mentoring dilakukan setiap
rabu pagi di mushola universitas negeri jakarta. Setiap pertemuan kami membaca
al-quran secara bergilir. Setelah itu kami akan menjelaskan materi yang sudah
diberitahukan sebelumnya untuk dijelaskan, materi juga disampaikan oleh kami
secara bergilir. Dari sini saya memiliki pengalaman untuk lebih percaya diri dalam
hal berbicara didepan umum.

3
Ketika saya kanak-kanak saya memiliki pengalaman keberagaan yang
menyenangkan yaitu pengalaman manasik haji yang saya lakukan ketika saya
duduk di kursi taman kanak-kanak. Saya sangat senang bisa melakukan kegiatan
kegamaan ini. Dari kegiatan ini saya diajarkan bagaimana cara melempar jumroh
dan cara membaca bacaan ketika mengelilingi ka’bah, ini menjadi pengalaman
tersendiri yan menyeangkan dan mengandung ilmu bagi saya.pengalaman
keberagamaan selanjutnya yang menyenangkan bagi saya dalah ketika saya
sedang dalam masa peralihan dari remaja menuju dewasa muda yaitu ketika saya
memutuskan untuk menggunakan hijab sebagai penutup kepala. Saat permulaan
saya menggunakannya, saya masih belum terbiasa dan merasa kurang nyaman.
Saya masih belum bisa menggunakan hijab dengan baik dan benar, namun
pengalaman menyenangkan selanjutnya bagi saya adalah ketika bingung dalam
memilih hijab yang akan saya gunakan. seiring berjalannnya waktu saya mulai
nyaman dan terbiasa dalam menggunakan hijab. Cara menggunakan hijab saya
juga mengalami perbaikan. Pengalaman-pengalaman keberagamaan yang saya
rasakan membuat saya semakin mempercayai allah. Dan bentuk rasa percay saya
kepadanya saya tunjukan dengan mematuhi segala aturan yang telah ia tetapkan.

Dibalik pengalaman menyenangkan yang saya rasakan, saya juga pernah


merasakan pengalaman keberagamaan yang kurang menyenangkan. Misalnya
ketika ibu saya meninggal dan saya serta keluarga saya tidak mengadakan tahlilan.
Saya tahu bahwa tahlilan merupakan salah satu kegiatan yang dianjurkan dalam
agama yang saya anut. Selain merasa ini merupakan pengalaman yang tidak
menyenangkan, saya juga merasa ada pergulatan keberagamaan dalam hal ini .
saya merasa saya melanggar anjuran agama yang menganjurkan untuk
mengadakan tahlilan setelah ada keluarga yang meninggal. Namun karena
keterbatasaan ekonomi, saya tidak bisa melakukan tahlilan. Akibat dari pergulatan
keagamaan yang saya rasakan ini adalah saya merasa merasa bersalah hingga
saat ini.

Bagi saya agama sangat mempengaruhi saya dalam menghadapi masalah-


masalah dalam hidup ini. Agama lah yang membuat saya bertahan sampai saat ini.
Saya pernah merasa dititik paling buruk dalam hidup saya yaitu ketika masalah
datang bertubi-tubi dalam hidup saya, kesulitan pereonomian, ibu saya meninggal,
laptop saya hilang, dan kesepian karena ayah saya sangat jarang memperhatikan
saya. Sulit bagi saya untuk menceritakan semua masalah saya pada orang lain.
akibatnya saya merasa sangat terpuruk. Untungnya ada allah yang menemani saya.
Saya merasa tempat yang tepat untuk bercerita adalah allah. Dengannya saya kuat
dan bisa tegar menjalani hidup sampai saat ini.

4
Agama yang saya anut merupakan agama mayoritas karena hampir disetiap
sudut wilayah negara-negara ada yang menganut agama ini. Dan di indonesia
sendiri agama ini paling banyak dianut oleh warga negara indonesia.Dalam buku
yang saya baca juga menjelaskan bahwa islam merupakan agama yang universal
dan abadi. Selama saya menganut agama ini saya tidak pernah merasakan adanya
dsikriminasi-diskriminasi yang diberikan pada saya karena menganut agama ini.
Karena islam memberikan manfaat kepada semua orang untuk sama-sama bisa
menikmati manfaat agama ini tanpa ada diskriminasi. Saya merasa agama ini paling
sesuai saya anut karena dengan agama ini saya mendapatkan keamanan dan
perlindungan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Terlebih dikuatkan dalam
sebuah buku yang menjelaskan bahwa islam terdiri serangkaian kepedulian krisis
dan aturan etis dan praktis yang menjamin kebahagiaan manusia di dunia dan di
akhirat.`

Kekuatan-kekuatan keberagamaan saya yang dapat membantu saya dalam


melakukan proses konseling nantinya adalah sikap toleransi. Agama yang saya
anut sangat menjunjung tinggi toleransi. Sangat menghargai perbedaan agama. Ini
bisa membantu saya dalam membangun sikap toleransi yang baik pada saat
melakukan konseling. Karena pada saat proses konseling berlangsung diperlukan
sikap toleransi yang tinggi. Terlebih saat menangani konseli yang berbeda agama
dengan kita. Toleransi juga penting untuk menghindari terjadinya bias.

Pemahaman penting dalam menunjang tugas kita sebagai seorang konselor.


Agama merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor
tentang dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku individu.
Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap individu/siswa , konselor harus
memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga memberikan solusi yang sesuai
dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentagan dengan prinsip-prinsip agama
yang mereka anut. Saya sebaagai calon konselor sangat penting untuk memahami
landasan agama secara baik karena konselor tidak hanya sekedar menuangkan
pengetahuan ke otak saja atau pengarahan kecakapannya saja tetapi agama
penting untuk menumbuhkembangkan moral, tingkah laku, serta sikap siswa yang
sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga kepribadian serta sikap jiwanya harus
dapat mengendalikan tingkah lakunya dengan cara yang sesuai dengan ajaran dan
tuntutan agamanya.

5
Dalam buku yang saya baca menjelaskan bahwa islam merupakan agama
yang sesuai dengan fitrah karena segala aturan-aturan islam didasarkan pada
hakikat penciptaan dan dengan memperhatikan kebutuhan manusia. Ini sesuai
dengan pengalaman yang saya rasakan. Saya merasa bahwa aturan-aturan islam
dibuat tidak pernah sia-sia. Misalnya jika didasarkan pada pengalaman saya. Saya
menggunakan hijab karena aturan agama yang memerintahkan umat wanitanya
menggunakan hijab. Aturan ini dibuat supaya kami kaum wanita bisa lebih terjaga
dari hal hal negatif .

Dalam buku dikatakan bahwa didalam Q.S Al-fath (48) : 4 menyatakan


bahwa tanda orang beriman adalah ketenangan atau ketentraman. Hati orang yang
beriman selalu dalam keadaan tenang dan tentram. Mereka selalu melihat segala
sesuatu yang ada pada diri dan lingkungannya penuh dengan sangka baik
(husnudzan). Dengan begitu hati mereka selalu tenanh, tidak diselimuti oleh
prasangka-prasangja jelek, iri, dendam dan kecewa. Ini berkaitan dengan
pengalaman yang pernah saya rasakan. Saya merasa lebih tenang dijalan dan
dikampus ketika dari rumah saya solat subuh dan membaca doa sebelum berangkat
. Saya pernah lupa membaca doa sebelum berangkat ke kampus, dan saya
mengalami kecelakaan. Ini disebabkan karena adanya rasa gelisah yang tidak
diketahui apa sebabnya. Oleh karena itu iman selalu kita perlukan untuk menjaga
ketenangan hati.

Dalam buku yang sama juga menjelaskan mengenai keimanan. Keimamanan


menjadikan manusia menjadi lebih tahan dan sabar dalam menghadapi cobaan dan
tantangan kehidupan. Orang yang beriman menyadari bahwa cobaan yang
diterimanya bukanlah suatu pukulan yang tiba-tiba datang menyerang tanpa
kompromi, melainkan sesuai dengan ketentuan, kebijaksanaan, dan keputusan dari
allah yang maha menentukan. Hal ini pernah saya alami. Karena saya memiliki
iman, saya selalu mengingat allah jika saya dihadapkan pada suatu masalah.
Misalnya ketika saya kehilangan ibu saya. Saya menyadari bahwa hal itu
merupakan keputusan terbaik yang dibuat allah untuk saya dan keluarga. Untuk itu
saya bisa menjadi lebih sabar dan tegar.

6
Daftar Pustaka

Iberani, J. S. (2003). Mengenal Islam. Jakarta Selatan.

7
TUGAS SYARAT MASUK

AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

Mata Kuliah Konseling Multikultur

Dosen Pengampu : Dr. Susi Fitri, Msi., Kons

Di Susun :

Brilliyana Kartika Sari Dewi

1715161510

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
TIMELINE

Saya lahir pada 26 Juni TK-SD Saya mengaji di Mendapatkan mata Menulis Bahasa Arab Menjadi guru ngaji Iqra
1998 dari keluarga yang dekat rumah bersama pelajaran agama saat menjadi hal yang biasa di tempat dulu saya
berlatar belakang teman-teman SD pada hari Kamis saat mengaji saat SMP
beragama Islam SMP

Mempelajari mengenai Denda uang menjadi Menghafal surat serta Menggunakan Mengikuti
tajwid serta hukum hukuman ketika tidak artinya dan kerudung ketika kelas 2 kajian/keputrian di
bacaan dalam Al-Quran melaksanakan sholat mempelajari tajwid SMA karena di bully sekolah pada hari
saat SMP lima waktu semasa dengan benar ketika oleh teman se genk Jumat saat SMA
SMA SMA sendiri

1
Saya merupakan seorang anak perempuan yang lahir dengan keluarga berlatar
belakang etnis Jawa dan etnis Tionghoa, walaupun saya memiliki dua etnis saya
merasa dalam hal ini lebih tertarik dengan etnis Jawa yaitu etnis yang berasal dari Ibu
saya, sedangkan etnis Tionghoa saya dapatkan melalui Ayah saya. Etnis Jawa
merupakan etnis yang menurut saya sangat mengutamakan nila-nilai agama
dibandingkan dengan nilai-nilai yang lainnya. Walaupun Ayah saya berasal dari etnis
Tionghoa, Ayah saya sudah memeluk agama Islam sejak menikah dengan Ibu saya,
oleh karena itu saya memeluk agama yang sama dengan orang tua saya yaitu
beragama Islam sejak saya lahir hingga sekarang. Dengan masuknya ayah saya
sebagai orang beragama Islam, maka Ayah saya selalu menanamkan nilai toleransi
kepada anak-anaknya dan juga di ajarkan untuk menghargai agama-agama lain. Berkat
ayah saya yang telah mendidik saya sejak kecil untuk menghargai agama lain, saya
menjadi bisa menghargai agama lain dan juga saya bisa dengan mudah bermain
dengan orang-orang yang berbeda agama dengan saya dengan baik. Ayah saya yang
mualaf membuat saya semakin mengagumi agama yang saya percayai saat ini.

Biasanya orang Jawa memulai acara-acara atau kegiatan dengan melakukan


pengajian terlebih dahulu, contohnya seperti dalam syukuran atas kelahiran anak,
acara tersebut dimulai dengan pengajian, kemudian dilanjutkan sesuai dengan tradisi
atau kebudayaan, atau pun dilanjutkan sesuai dengan kegiatan sesuai zamannya.
Hidup dengan etnis yang mementingkan agama membuat saya sudah mengenali ilmu-
ilmu terkait agama oleh kedua orang tua saya, telebih oleh Ibu saya.

Saya mengetahui beberapa kebudayaan Jawa yang berkaitan atau


mengandung nilai-nilai yang terkait dengan agama yang saya percayai seperti pada
etnis Jawa memiliki kebiasaan untuk membuat acara mitoni yaitu acara yang dilakukan
ketika seorang Ibu sedang mengandung bayi pada usia 7 bulan, acara yang di lakukan
ini memiliki tujuan untuk melindungi bayi serta Ibunya dari gangguan para syaitan.
Dalam tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai
saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata
‘am’ (awalan am menunjukkan kata kerja) + ’7′ (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang
dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan
atau suatu upacara yang dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang
perempuan dengan tujuan agar jabang bayi dalam kandungan dan sang ibu yang

1
mengandung senantiasa memperoleh keselamatan. Mitoni tidak dapat diselenggarakan
sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang dianggap baik untuk menyelenggarakan
upacara mitoni. Hari baik untuk upacara mitoni adalah hari Selasa (Senin malam,
selasa pagi/siang) atau Sabtu (Jumat malam, sabtu pagi/siang). Sedangkan tempat
untuk menyelenggarakan upacara biasanya dipilih di depan suatu tempat yang biasa
disebut dengan pasren, yaitu senthong tengah. Pasren erat sekali dengan kaum petani
sebagai tempat untuk memuja Dewi Sri, dewi padi. Karena kebanyakan masyarakat
sekarang tidak mempunyai senthong, maka upacara mitoni biasanya diselenggarakan
di ruang keluarga atau ruang yang mempunyai luas yang cukup untuk
menyelenggarakan upacara. Acara mitoni ini, di datangi oleh ustad untuk mengisi
ceramah sebelum berlangsungnya rangkaian mitoni yang lainnya. di datangkannya
ustad ini untuk mengisi ceramah, serta membaca ayat-ayat Al-Quran untuk
memperlancar acara mitoni tersebut.

Selain acara mitoni, adapula acara tedak siten.Tedak siten merupakan budaya
warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan
bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah. ‘Tedak’ berarti turun dan
‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan
sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar anak tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Tradisi ini dijalankan saat anak berusia hitungan ke-tujuh bulan dari hari kelahirannya
dalam hitungan pasaran jawa.. Prosesi tedak siten dimulai di pagi hari dengan
serangkaian kegiatan doa yang di pandu oleh Ustad agar acara yang dilakukan
berjalan lancar, dan tetap di lindungi oleh Allah, kemudian di lanjutkan dengan
serangkaian makanan tradisional untuk selamatan. Makanan tradisional tersebut
berupa ‘jadah’/’tetel’ tujuh warna. Makanan ini terbuat dari beras ketan dicampur
parutan kelapa muda dan ditumbuk hingga bercampur menjadi satu dan bisa diiris.
Beras ketan tersebut diberi pewarna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu.
Jadah ini menjadi simbol kehidupan bagi anak, sedangkan warna-warni yang
diaplikasikan menggambarkan jalan hidup yang harus dilalui si bayi kelak. Penyusunan
jadah ini dimulai dari warna hitam hingga ke putih, sebagai simbol bahwa masalah yang
berat nantinya ada jalan keluar / titik terang. Makanan tradisional lainnya yang
disediakan untuk acara tedak siten ini berupa tumpeng dan perlengkapannya serta
ayam utuh. Tumpeng sebagai simbol permohanan orang tua agar si bayi kelak menjadi

2
anak yang berguna. Sayur kacang panjang sebagai simbol umur panjang. Sayur
kangkung sebagai simbol kesejahteraan. Kecambah sebagai simbol kesuburan,
sedangkan ayam adalah simbol kemandirian. Setelah acara selamatan dengan
mengumpulkan para undangan telah dibagikan, rangkaian acara tedak siten dilanjutkan
dengan prosesi menapakkan kaki bayi di atas jadah 7 warna. Selanjutnya adalah
prosesi naik tangga. Tangga tradisional yang dibuat dari tebu jenis ‘arjuna’ dengan
dihiasi kertas warna-warni. Ritual ini melambangkan harapan agar si bayi memiliki sifat
kesatria si Arjuna (tokoh pewayangan yang dikenal bertanggungjawab dan tangguh).
Dalam bahasa Jawa ‘tebu’ merupakan kependekan dari ‘antebing kalbu’ yang
bermakna kemantaban hati. Prosesi selanjutnya adalah prosesi di mana bayi
dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang telah dihias dengan kertas berwarna warni.
Prosesi ini menyimbolkan kelak anak akan dihadapkan pada berbagai macam jenis
pekerjaan. Jika kurungan ayam besar prosesi selanjutnya bisa dilakukan di dalam
kurungan. Tetapi seringkali agar anak merasa lebih leluasa, prosesi selanjutnya
dilakukan di luar kurungan. Bayi dihadapkan dengan beberapa barang untuk dipilih
seperti cincin/uang, alat tulis, kapas, cermin, buku, dan pensil. Kemudian dibiarkan
mengambil salah satu dari barang tersebut. Barang yang dipilihnya merupakan
gambaran hobi dan masa depannya kelak. Selanjutnya Bunda menebarkan beras
kuning (beras yang dicampur dengan parutan kunir) yang telah dicampur dengan uang
logam untuk di perebutkan oleh undangan anak-anak. Ritual ini dimaksudkan agar
anak memiliki sifat dermawan. Rangkaian prosesi tedak siten diakhiri dengan
memandikan bayi ke dalam air bunga setaman lalu dipakaikan baju baru. Prosesi
pemakaian baju baru inipun dengan menyediakan 7 baju yang pada akhirnya baju ke-7
yang akan dia pakai. Hal ini menyimbolkan pengharapan agar bayi selalu sehat,
membawa nama harum bagi keluarga, hidup layak, makmur dan berguna bagi
lingkungannya.

Sejak lahir, agama yang diturunkan oleh kedua orang tua saya adalah agama
Islam. Di pandang melalui etnis Ibu yaitu etnis Jawa, sangat mementingkan nilai-nilai
agama, oleh karena itu Ibu sudah menanamkan nilai-nilai agama sejak saya kecil. Saat
saya kecil setiap hari Ibu mengantarkan saya untuk pergi mengaji bersama dengan
Kakak dan adik saya. Saya mengaji setelah selesai sholat maghrib hingga pukul 21.00.
Saya memiliki kakak yang sangat fasih menurut saya dalam membaca Al-Quran. Ketika

3
saya masih belajar Iqra, kakak saya sudah belajar Al-Quran dan sering mengikuti
lomba-lomba terkait dengan ke agamaan. Ibu saya memang tidak sering mengikuti
pengajian bersama para ibu-ibu yang lain dikarenakan Ibu saya sibuk bekerja dan
membantu Ayah, tetapi beliau melakukan sholat lima waktu dan juga melaksanakan
sholat-sholat sunnah yang lainnya, kemudian Ibu dan Ayah saya sering melakukan
puasa senin-kamis, karena mereka percaya bahwa Allah selalu membukakan jalan
kepada orang-orang yang mau bertirakat padaNya.

Terdapat kejadian yang sebenarnya saya belum siap, yaitu mengenakan


kerudung. Saat saya kelas 3 SD saya di minta oleh Ibu saya untuk menggunakan
kerudung ketika bersekolah dengan alasan agar saya tidak tertular kutu oleh teman-
teman. Ibu saya menyuruh saya seperti itu karena saya mudah sekali di tempelin oleh
orang, pada saat itu banyak sekali teman-teman saya yang memiliki kutu dan juga Ibu
menginginkan saya menggunakan kerudung karena saya seringkali merasa ribet
dengan rambut saya yang panjang. Saya mengenakan kerudung hingga saya kelas 6
SD.

Setelah lulus SD saya memutuskan untuk kembali melepaskan kerudung saya,


karena saya fikir lingkungan saya sudah berbeda ketika saya SD dengan ketika saya
SMP, teman-teman pun berbeda tidak ada satupun teman SD saya yang satu sekolah
dengan saya sewaktu SMP, karena SMP yang saya pilih saat itu SMP Favorit di
Jakarta Barat. Maka saya berpencar sendiri. Ketika mendaftar SMP saya tetap
menggunakan kerudung hingga selesai melakukan test masuk, selanjutnya setelah
saya menjadi siswa di SMP tersebut saya memutuskan untuk melepaskan kerudung
saya, dan mengatakannya kepada ke dua orang tua saya. Ibu merasa sangat berat
ketika saya memutuskan untuk melepaskan kerudung, tetapi beliau mengizinkan saya
untuk membuka kerudung karena alasan-alasan yang sudah saya berikan, sedangkan
Ayah saya membebaskan pilihan saya selama tidak membuat diri sendiri menjadi
celaka. Saya melepaskan kerudung ketika SMP karena tidak ada satupun teman
sekelas saya yang menggunakan kerudung. Dari sekian banyak anak yang berada di
kelas, tidak ada satupun yang menggunakan kerudung. Sekolah saya aat itu terbagi
menjadi dua RSBI (Rintisan Bertaraf Internsional) dan Reguler. Teman-teman yang
kelas RSBI tidak ada yang menggunakan kerudung pada saat itu sehingga saya
berpikir jika saya menggunakan kerudung saya akan di jauhi oleh banyak teman saya

4
karena berbeda, sedangkan kelas Reguler terdapat beberapa yang menggunakan
kerudung pada saat sekolah. Saat saya SMP, saya merasa nilai-nilai agama saya
luntur akibat lingkungan di sekitar saya. Saya jarang sekali melakukan sholat Dzuhur,
karena kebanyakan dari teman saya tidak melakukanya. Saya lebih memilih untuk
makan siang bersama teman-teman di kantin, ataupun saya tidur dikelas pada jam
istirahat karena saya bersekolah hingga pukul 3 sore dan ketika hari selasa kamis saya
pulang pukul 5 sore karena ada tambahan mata pelajaran mandarin dan arab.

Walaupun saya tidak mengenakan kembali kerudung saya ketika SMP, bukan
berarti saya melepaskan juga agama yang saya anut. Kemudian, Saya tetap belajar
agama seperti biasanya sesuai dengan ajaran yang diberikan di rumah dan juga di
sekolah. Saya juga masih mengikuti pengajian yang biasa nya yaitu di tempat
pengajian yang sama ketika saya masih kecil. Sekolah sebenarnya menerapkan nilai-
nilai agama seperti, ketika di sekolah sebelum memulai pelajaran biasanya saya dan
teman-teman membaca Al-Quran terlebih dahulu yang di pandu oleh seorang guru.
Ketika SMP juga saya mulai menyukai pelajaran agama Islam, karena guru yang
mengajar saya sangat baik dan ramah, kemudian pada saat kelas 8 SMP saya makin
ingin melancarkan baca Al-Quran karena saya di tunjuk oleh guru Agama untuk
membaca Al-Quran yang pernah di tayangkan di salah satu stasiun televisi swasta.
Sebenarnya saya sangat menyukai diri saya ketika bisa membaca Al-Quran dengan
lancar dan indah, tetapi di sisi lain saya sangat tidak menyukai ketika mendapatkan
pelajaran agama mengenai tajwid. Sebelum dimulai pelajarannya saja, saya sudah
malas terlebih dahulu. Saya juga sangat menyukai pelajaran bahasa Arab, karena
gurunya yang sangat baik dan dengan telaten mengajarkan tulisan-tulisan arab yang
lain yang sebelumnya saya tidak pernah pelajari.

Setelah SMP, saya melanjutkan pada jenjang selanjutnya yaitu SMA.


Lingkungan ketika saya di SMP dengan ketika saya berada di SMA sangatlah berbeda.
Sangat berbanding terbalik dengan lingkungan saya sebelumnya. Jika di SMP jarang
sekali teman-teman saya yang menggunakan kerudung atau jilbab, berbeda ketika di
SMA sudah banyak teman-teman saya yang menggunakan kerudung. Saya sempat
berfikir bahwa kerudung ini tergantung oleh status sosial juga. Ketika saya SMP,
teman-teman saya merupakan anak dari golongan status sosial atas yang pastinya
tinggal dan hidup di tempat yang elit dan rendahnya nilai agama berbeda dengan ketika

5
saya masuk SMA mayoritas teman-teman saya berada pada kelas sosial rendah
hingga menengah, dan biasanya orang-orang yang berada pada kelas sosial rendah
dan menengah ini lebih mengutamakan nilai agama dan tidak melakukan kegiatan
seperti orang-orang yang berada pada kelas sosial atas seperti clubbing, dan
sebagainya.

Ketika saya masuk SMA, saya tetap tidak menggunakan kerudung hanya saja
ketika ada mata pelajaran agama Islam di wajibkan untuk menggunakan kerudung.
Sehingga saya menggunakan kerudung dua kali yaitu di hari Senin dan di hari Jumat.
Dalam menggunakan kerudung saat SMA, saya merasa sangat syar’I dibandingkan
sekarang, karena pada saat itu saya menggunakan dalaman terlebih dahulu agar tidak
terawang barulah saya menggunakan jilbab atau kerudung tersebut teman-teman saya
pun juga mengenakannya seperti itu sehingga saya tidak merasa berbeda dengan
teman-teman yang lainnya. Saya sebenarnya sangat malas untuk menggunakan
kerudung di hari Senin, hanya karena satu mata pelajaran saya harus menggunakan
kerudung seharian hingga jam pulang sekolah. Terlebih lagi saya harus menggunakan
baju dalaman yang panjang (manset) karena baju sekolah yang saya beli berlengan
pendek. Selain aturan tersebut, guru agama saya di SMA juga memberikan aturan
lainnya yaitu di kenakan denda jika meninggalkan sholat lima waktu. Saya yang sudah
terbiasa ketika jam istirahat tidur di kelas, dan ketika itu saya harus sholat dzuhur. Hal
lain yang membuat saya malas untuk sholat ketika di sekolah karena airnya sering kali
mati, dan harus menunggu giliran untuk sholat karena Mushola disekolah yang saat itu
masih kecil. Hal tersebut berubah ketika Ibu saya meninggal, saya sangat terpukul
ketika Ibu meninggalkan saya yang baru saja masuk SMA. Setelah Ibu saya meninggal,
saya menjadi rajin sholat karena saya ingin mendoakan Ibu saya agar bisa masuk
syurganya Allah. Saya yang sudah mulai rajin sholat di sekolah, terkadang melupakan
sholat yang biasa saya kerjakan dirumah seharusnya, karena saya menjadi sering
pulang larut malam karena saya menyibukkan diri saya untuk kegiatan teater di
sekolah. Guru agama saya terus membuat saya takut kehilangan uang jajan untuk
bayar denda sholat, sehingga saya terus terpacu untuk melakukan sholat lima waktu
agar tidak di denda lagi. Hal tersebut berhasil untuk membuat saya rajin sholat tanpa
harus di ingatkan oleh Ayah saya. Setelah Ibu meninggal, saya jadi ingin untuk
menggunakan kerudung ketika sekolah tetapi hal tersebut selalu terhalang karena saya

6
masih menyukai diri saya dengan tampilan ponytail yang saya punya, hingga hal
tersebut berubah ketika saya kelas 2 SMA. Teman-teman saya yang sudah
berkerudung terus menerus memberikan pernyataan mengenai dosa tidak memakai
kerudung terus menerus kepada saya, dan selalu meledek saya karena saya belum
berkerudung seperti mereka. Mungkin maksud mereka memang baik, tetapi cara
bicaranya yang salah karena terlalu mengintimidasi saya. Ada salah satu teman saya
yang membujuk saya untuk menggunakan kerudung ketika di sekolah saja, karena
semua hal di lakukan dari hal kecil dahulu. Akhirnya saya mau untuk berkerudung
dengan tujuan agar tidak di ejek oleh teman-teman segerombolan saya. Seiring
berjalannya waktu saya merasa sangat nyaman dengan kerudung ini, dan ketika
melepasnya saya merasa ada hal yang hilang walaupun ketika di rumah saya tidak
menggunakan kerudung tetapi saya selalu mengusahakan diri saya untuk
menggunakan kerudung ketika ingin pergi keluar rumah.

Agama yang saya anut dan yang saya yakini saat ini sangat mempengaruhi
saya dalam menghadapi masalah-masalah sulit yang saya alami, seperti saat saya
sedang marah dan kecewa terhadap suatu keinginan saya yang tidak dapat saya
wujudkan, maka saya akan mencoba untuk berdiam diri sendiri , dan mengendalikan
diri saya dengan mengambil air wudhu dan beristigfar sebanyak-banyaknya, setelah itu
membaca Al-Quran untuk meredamkan emosi saya, selain itu saya selalu melibatkan
Allah disetiap usaha dan kerja saya dalam belajar, mencari rezeki. Saya mengalami
kejadian yang berkaitan dengan agama saya. Ketika saya mendaftar kuliah sebenarnya
saya sangat pesimis untuk bisa melanjutkan kuliah. Saya meminta pendapat kepada
Ayah mengenai kelanjutan pendidikan saya, Ayah bilang bantu Kakak untuk cari uang
terlebih dahulu baru setelah itu lanjut kuliah. Tetapi saya berfikir bahwa jarang sekali
pekerjaan dengan gaji yang tinggi yang mau menerima lulusan SMA. Saya sempat
berdebat dengan Ayah, karena Ayah tahu jika kuliah memerlukan uang yang banyak
sedangkan pada saat ini kondisi perekonomian keluarga sangat pas-pasan karena
yang menjadi tulang punggung hanya kakak saja. Kakak menceritakan bahwa dulu Ia
mendapatkan jalur undangan dan mendapat beasiswa Bidikmisi tetapi tidak di ambil
karena Ibu dan Ayah menyuruhnya untuk bekerja akhirnya Ia memilih untuk bekerja.
Kakak tidak ingin saya untuk kerja dahulu, karena kakak juga tahu beratnya bekerja.
Kakak terus menyuruh saya untuk semangat dan ikuti pendaftaran mahasiswa baru.

7
Akhirnya saya menuruti kemauan kakak yang juga menjadi kemauan pada diri saya.
Kakak meminta saya agar terus menerus berdoa, tidak meninggalkan sholat, kalau bisa
lakukan puasa senin kamis dan juga lakukan sholat tahajud agar keinginan saya bisa
terwujudkan atas izin Allah. Akhirnya saya melakukan hal tersebut setiap hari, dan saya
mendaftar beasiswa bidikmisi di sekolah saya. Guru saya pun sering marah-marah
ketika saya meminta surat atau pun user dan Id untuk mendaftar beasiswa. Tetapi
kakak menyemangati saya selalu agar tidak menyerah hanya karena dimarahi saja.
Saya terus melakukan hal-hal tersebut agar terdaftar menjadi calon mahasiswa dan
penerima beasiswa. Alhamdulillahnya saya lolos untuk menjadi mahasiswa, hal
tersebut masih kurang membuat saya senang, karena saya harus menunggu laporan
penerimaan beasiswa. Hasil beasiswa di umumkan ketika sudah mulai perkuliahan.
Sebelum itu ada penentuan UKT dan saya sangat bersyukur karena UKT saya berada
pada golongan yang paling rendah sehingga jika saya tidak mendapatkan beasiswa
saya masih bisa untuk bayar kuliah walaupun harus ngirit sekalipun. Saya bersabar
dalam menunggu kabar dari kampus. Ternyata kesabaran saya membuahkan hasil, ya
saya lulus dan menjadi mahasiswa yang mendapatkan beasiswa. Saya sangat
bersyukur karena akhirnya saya bisa berkuliah dan tidak membebani Ayah saya.

Agama yang saya yakini dapat adalah agama yang mayoritas di


Indonesia karena banyak sekali Individu di Indonesia yang menganut agama
Islam.Ketika saya menunjukkan identitas saya sebagai muslim saya mendapatkan
beberapa perilaku yang baik dan juga yang buruk. Pada saat ini konflik yang terjadi
pada agama saya sedang hangat yaitu mengenai teroris yang kebanyakan beragama
Islam, Saya pribadi tidak pernah merasakan langsung terbully atas pemberitaan
mengenai isu teroris tetapi banyak sekali orang dari keyakinan lain yang menilai gama
Islam merupakan agama yang buruk. Keistimewaan yang saya dapatkan karena
beragama Islam yaitu ketika bertemu dengan orang yang beragama sama maka akan
mendapatkan sambutan dengan baik, kemudian ketika hari raya Idhul Fitri ataupun
Idhul Adha mendapatkan libur yang diberikan oleh pemerintah beberapa keistimewaan
, dan juga dalam beragama Islam saya merasa di hargai oleh banyak orang. Akan
tetapi beberapa kali saya mendapatkan beberapa stereotype terkait agama saya,
terutama kerudung yang saya kenakan menjadi alasan seseorang menilai saya, karena
wajah saya terlihat oriental banyak orang sering meragukan agama yang saya percayai

8
“Palingan Islam KTP” . sebenarnya saya merasa bahwa bukan agama yang menjadi
masalah melainkan dari individu itu sendiri. Saya berusaha untuk memperbaiki diri saya
sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang saya ketahui.

Kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh agama yang saya percayai dan saya
yakini adalah kemayoritasan agama saya di Indonesia dibandingan dengan agama-
agama yang lain. Selain itu, agama yang saya percayai adalah agama yang
menghargai toleransi, sehingga mempengaruhi cara saya dalam bersikap pada orang
lain yang berbeda agama dengan saya secara santai tanpa memaksakan kehendak
yang berbeda keyakinan dengan saya. Dalam konseling hal ini dapat membantu saya
dan saya terapkan ketika saya harus berhubungan dengan orang lain yang memiliki
pemahaman agama yang berbeda dengan saya, sehingga saya tidak memaksakan
hendak saya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada klien saya
karena hal tersebut merupakan keyakinan yang ada pada hidupnya. Hal ini juga dapat
membantu saya untuk tidak memandang perbuatan yang dilakukan sesuai dengan
agamanya karena perbuatan di bentuk atas kemauan pribadi.

Menurut saya penting untuk calon konselor dalam memahami agama yang di
anutnya terlebih dahulu dibandingkan dengan memahami agama yang di anut oleh
klien. Menurut saya setiap agama mengajarkan kebaikan, beragama bukan hanya
membicarakan mengenai status sosialnya saja melainkan untuk bertanggung jawab
dengan pencipta. Perbedaan bukanlah halangan untuk seorang konselor dalam
menghadapi klien. Setiap agama mengajarkan untuk memiliki sikap toleransi terhadap
umat agama lainnya.

9
REFLEKSI DIRI

Terdapat buku yang membantu saya dalam mempelajari tentang keberagamaan


yaitu buku yang berjudul “Toleransi Antar Umat Beragama”. Dalam buku tersebut
merupakan karangan Alm. Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. mengenai Toleransi .
Saya juga membaca buku yang berjudul “Islam, HAM dan Kebebasan Beragama”, saya
tertarik dengan pembahasannya mengenai Islam mendorong ke adilan sosial, Islam
menentang kezaliman, dan Islam dan kebebasan beragama.

Dalam judul besar :Toleransi adalah Kewajiban” dijelaskan bahwa, Tidak


diragukan lagi bahwa Islam sangat menganjurkan sikap toleransi, tolong-menolong,
hidup yang harmonis, dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama,
bahasa, dan ras mereka (Yaqub, 2008).

Saya menangkap kalimat tersebut, bahwa sikap toleransi ini diberlakukan untuk
seluruh agama tidak di beda-bedakan. Toleransi merupakan cara individu untuk
menghargai agama lain dan tidak melihat latar belakangnya seperti ras, agama, dan
bahasa yang di miliki oleh individu tersebut.

Saya juga membaca buku yang berjudul “Islam, HAM dan Kebebasan Beragama”,
saya tertarik dengan pembahasannya mengenai Islam mendorong ke adilan sosial,
Islam menentang kezaliman,.

1. Islam mendorong keadilan social


Ayat al-Qur’an mendorong untuk membebaskan budak serta memberi
makan atau santunan pada kafir miskin. Ayat-ayatnya adalah sbb:1)
“Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu ? (Yaitu)
melepaskan budak dari perbudakan” (Q.S.Al-Balad:12-13);2) “ Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Q.S.Al-Ma’un:1-3);
Merampas hak orang lain dalam islam juga dilarang. Dari Abu Umamah
bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: “Barangsiapa merampas hak seorang
muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga.”
“Seorang lelaki bertanya : “Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahai Rasulullah?”

10
Beliau menjawab: “Walaupun hanya sebatang kayu arak.” (HR.Muslim)
(Zarkasyi, 2011)
Dalam hal ini, jelas sekali bahwa agama membantu manusia dalam
menjalin hubungan sosial dan juga agama membantu manusia untuk berbuat
baik terhadap sesama manusia dan selalu menolong ketika orang lain sedang
dalam kesulitan.
2. Islam menentang kezaliman
Al-Quran menentang sifat kezaliman dan orang-orang yang berbuat
zalim. Jumlah ayat yang memerintahkan berbuat adil ada sekitar 320 ayat, dan
sekitar 54 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl, qisth, dan qishas.
Diantaranya adalah “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.Al-Nahl 90) (Zarkasyi,
2011).
Kezaliman adalah kerusakan di dalam fitrah manusia, karena Allah SWT
menciptakan fitrah manusia senantiasa cenderung kepada kebaikan dan
menjauhi keburukan. Tapi, karena fitrah dapat menjadi lemah dikarenakan
rusaknya pendidikan yang diterima seseorang, hawa nafsu, kepentingan, dan
sebab-sebab yang lain, maka manusia tidak jarang menuju ke arah yang tidak
benar dan bertentangan dengan fitrah, meskipun fitrah orang ini masih dapat
menampakkan diri pada waktu-waktu tertentu.
Sesama manusia haruslah berbuat tolong menolong terhadap sesama,
berlaku adil terhadap sesama sehingga terjadi ketentraman antar manusia.
Berbuat zalim adalah hal yang buruk dan perilaku tersebut berasal dari syaitan.
Jauhi perbuatan zalin dan perbanyak berbuat baik terhadap sesama.

11
DAFTAR PUSTAKA
Yaqub, A. M. (2008). Toleransi antar umat beragama. Jakarta: PT Pustaka Firdaus.

Zarkasyi, H. H. (2011). Islam, ham dan kebebasan bergama. INSISTS.

12
KONSELING MULTIKULTUR
AGAMA SPIRITUALITAS DAN KONSELING
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas syarat masuk Mata Kuliah Konseling Multikultur yang
Diampu oleh Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons.

Oleh :

Dewi Ratnasari – 1715161601

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
TIMELINE Mendapatkan
07 April mata pelajaran
fiqih, quran Mengikuti Lebih unggul
1998, kegiatan mengetahui
saya lahir Mengikuti hadits dan
Mengaji di Saat SD Memasuki Pertama sejarah islam mingguan Rohis tentang ilmu
dari TPA di membiasakan sekolah yang diadakan agama yang
lingkungan kali juga
keluarga salah satu diri dengan keislaman disekolah oleh diajari di MTs,
rumah pada mengena menghafal
berlatar tempat di bermain pada siswi perempuan daripada siswa/i
sewaktu kan hijab ayat al quran
belakang dekat bersama masa disaat jam sholat yang bersekolah
kecil di MTs dan belajar
islam. rumah perempuan. SMP Jum’at disekolah umum.
bahasa Arab

Ketika di MTs Mempertahanka


banyak n ilmu-ilmu
membahas agama yang
tajwid, tapi diajarkan di
selama mengaji MTs, ketika
waktu kecil tidak sudah berada di
pernah sekolah yang
diajarkan tajwid umum

1
Saya adalah seorang anak perempuan yang lahir dari etnis Betawi, saya
merasakan ketertarikan antara agama saya dengan etnis Betawi. Etnis Betawi
merupakan Etnis yang sangat mementingkan nilai-nilai agama dibandingkan
dengan nilai-nilai yang lain. Saat ini agama yang saya yakini dan saya anut adalah
agama Islam. Budaya Betawi sangat terkenal dengan memiliki banyak kebudayaan
agama di dalam keluarga, dengan memiliki keluarga yang banyak membuat
keluarga Betawi memiliki banyak forum-forum silahturahmi antara keluarga, mulai
dari membentuk forum arisan sampai dengan forum pengajian yang setiap minggu
atau setiap bulan diadakan. Disetip acara adat dan acara keluarga yang
diselenggarakan oleh masyarakat betawi pasti dimulai dengan acara pengajian
terlebih dahulu, setelah itu dilanjutkan dengan acara adat atau acara keluarga
lainnya. Menjalani kehidupan dengan menganut budaya yang lebih mengutamakan
nilai-nilai agama membuat saya sejak kecil sudah diperkenalkan dan diajarkan ilmu-
ilmu agama oleh kedua orangtua serta kakek dan nenek saya.

Budaya Betawi memiliki beberapa kegiatan yang disangkutpautkan dengan


keagamaan. Jika budaya Betawi dikaitkan dengan agama yang saya anut yaitu
pada saat seorang perempuan Betawi mengandung anak dengan usia 4 bulan
acara empat bulanan (untuk acara Betawi) yaitu adat siraman yang bertujuan untuk
melindungi bayi dan ibunya karena keluarga saya meyakini bahwa pada saat bulan
ke – 4 itulah bayi akan ditiupkan rohnya oleh Allah SWT dan ditentukan takdirnya
baik rejeki, jodoh dan kematiannya sehingga diadakan tradisi upacara 4 bulanan
dengan acara syukuran dan pembacaan ayat suci Al-Quran lebih tepatnya
membaca surat Yusuf dan surat Maryam, hal ini dilakukan agar anak yang berada di
dalam kandung akan lahir se tampan seperti Nabi Yusuf jika bayinya laki-laki dan
akan secantik Siti Maryam jika bayinya perempuan. Tidak hanya pada saat bulan ke
– 4 akan tetapi pada bulan ke – 7 pun dilakukan upacara demikian dengan
mengadakan syukuran dan membagikan makanan dan rujak kepada tetangga dan
keluarga terdekat, dengan tujuan untuk menolak balak yang dimana si cabang bayi
ini sudah siap untuk menyambut kehidupannya di dunia dan setelah bayi benar –
benar sudah terlahir ke dunia maka dilakukan sukuran kembali dengan nama
“akikah” yaitu menyembelih kambing untuk dibagikan ke tetangga dengan rentang
umur 2 bulan, seorang bayi perempuan yang dilahirkan, maka satu ekor kambing
yang akan disembelih, sedangkan jika seorang bayi laki-laki makan dua ekor
kambing yang kan disembelih. Selain itu diacara adat akikah diadakan acara cukur
rambut bayi, dimana rambut bayi yang telah diukur akan ditimbang, lalu orangtua

2
akan mengeluarkan uang sedekah sesuai dengan harga emas sebesar berat
rambut tersebut. Sampai saat ini hal tersebut masih berlaku di keluarga saya bukan
hanya perihal tersebut bahkan budaya Betawi, dan agama islam terus terbawa
sampai ke pernikahan seperti siraman kembang tujuh rupa yang mana si
perempuan sebelum akad nikah, siraman tersebut berarti supaya si wanita yang
dinikahkan tersebut bertaubat dengan bunga – bunga yang dilambangkan dengan
kesucian dan harum sehingga saat ijab qabul si wanita sudah dalam keadaan bersih
dan suci. Begitu erat kaitan antara budaya Betawi yang saya miliki dengan agama
islam saya saat ini membuat saya terkesan karena mungkin banyak yang
menganggap hal tersebut kemusyrikkan akan tetapi di keluarga saya hal tersebut
dijadikan sebagai hal positif untuk sekedar berkumpul, sebagai rasa bersyukur
memiliki sesuatu yang baru dan melakukan aktifitas secara bersama.

Lahir dari keluarga yang berlatar belakang Betawi yang sangat menganut
agama Islam dengan kental membuat saya selalu diperkenalkan dan diajarkan
mengenai kehidupan beragama yang baik dari sejak kecil. Saat saya kecil saya
selalu mengikuti kegiatan mengaji yang ada disekitar rumah. Jika salah satu dari
cucu kakek sayaad aynag tidak mengaji pasti langsung dicarikan pengajian baru.
Kakek saya adalah seorang yang sangat dikenal pada sebagian kelompok
masyarakat. Ketika kakek saya masih hidup kakek saya menjadi seorang pemimpin
pengajian di dalam pengajian keluarga, dan menjadi pemimpin anggota pengajian
mingguan yang dilakukan di berbagai daerah. Kakek saya selalu di datangi orang
untuk berobat melalui do’a, kami sering menyebutnya minta air karena melalui air
yang didoakan atau telur asin yang entah saya belum tau itu di apakan karena saya
belum sempat menanyakan hal itu ke kakek saya, karena beliau juga lebih dahulu
meninggalkan kami. Sejak kecil saya sudah disekolahkan ke sekolah TPA oleh
kedua orangtua saya untuk mempelajari ilmu fiqih, dan belajar membaca hurup
ijaiyah demi menanamkan ilmu agama untuk bekal saya kelak. Kedua orangtua dan
keluarga besar saya menanamkan nilai agama kepada saya dengan sangat baik
sejak saat kecil sampai sekarang ini saya terus di ingatkan jika mengenai
keberagamaan yang saya miliki.

Ketika saya kecil, setiap sore kakek saya selalu menyetel lagu-lagu sholawat
menggunakan tip. Hal itu terus dilakukan demi memperdalam ilmu agama kami dan
dibiasakan untuk bersholawat. Ketika kecil juga saya mengikuti pengajian, namun
karena guru yang tidak tetap saya harus berpindah-pindah pengajian dan dari

3
mengaji itu saya memiliki banyak teman. Saya sangat menyenangi belajar mengaji
yang dimulai dari usia kanak-kanak, apalagi ketika kita harus menghafalkan surat-
surat pendek secara bersama-sama. Saya diajarkan untuk menghafal surat pendek
beserta artinya dan itu membuat saya mengerti sejak awal mengenai agama yang
saya anut.

Tidak banyak hal yang menantang mengenai keberagamaan yang saya


rasakan sampai saat ini. Namun, satu hal pasti yang saya ingat ketika saya
bersekolah di salah satu Madrasah Tsanawiyah negeri, saya harus menghadapi dan
seolah saya sudah tau mengenai ilmu tajwid. Padahal selama saya mengaji di
pengajian ataupun bersekolah di TPA, saya tidak pernah mempelajari mengenai
ilmu tajwid. Ketika lulus dari Tsanawiyah, saya melanjutkan di SMA Negeri yang
umum, yang tidak diajarkan mata pelajaran agama nya secara intens. Sejak saat itu
saya selalu merindukan kegiatan di bangku SMP saya yang ketika upacara saja
kami menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Selama di SMA saya merasa
ilmu agama yang saya dapatkan tidak sesuai dengan yang saya dapatkan di MTs,
jadi menurut saya ilmu agama saya tidak berkembang melainkan membahas dasar-
dasarnya kembali.

Saya sering kali mengalami pergulatan batin dengan diri saya sendiri
mengenai keagamaan saya. Ya, sejak saya lulus dari sekolah keislaman rutinitas
keagamaan saya jadi berkurang. Terkadang kondisi membuat saya lelah sehingga
mengulur waktu untuk menjalankan ibadah. Karena orangtua saya merupakan
orangtua yang pemaksa dan tidak bisa dibantah, ketika adzan memanggil mereka
selalu memaksakan saya untuk segera menunaikan sholat. Pergolakan yang terjadi
tidak sampai disitu saja, karena saya menurut saya persoalan ibadah adalah urusan
individu dengan Tuhannya. Saya tidak pernah ingin menjalankan ibadah karena
diperintah orang lain. jika saya tidak langsung bergegas jalan, mereka mengancam
saya dengan perkataan yang tidak baik.a Jika mereka merasa benar, kenapa bukan
mereka saja yang langsung menyegerakan sholat? Tapi nyatanya tidak demikian.
Mereka hanya bisa memerintah tapi mereka tidak melakukannya. Ini sering terjadi
pada ayah tiri saya yang selalu merasa benar dan merasa paling suci ketika dirinya
sedang menjalankan ibadah namun keesokan harinya akan terlihat seperti apa dia
aslinya. Beda dengan ayah kandung saya yang ketika saya kecil selalu rutin
mengaji setiap habis sholat 5 waktu.

4
Kegiatan keagamaan sangat mempengaruhi kehidupan saya. Agama yang
saya anut dan yang saya yakini sangat mempengaruhi saya dalam menghadapi
masalah-masalah sulit saya, seperti saat saya sedang marah dan kecewa terhadap
suatu keinginan saya yang tidak dapat saya realisasikan, maka saya akan
mencoba untuk berdiam diri sendiri , dan mengendalikan diri saya dengan saya
membaca istigfar sebanyak-banyaknya, setelah itu saya mencoba unutuk
mengambil air wudhu dan membaca Al-Quran untuk meredamkan emosi saya,
selain itu saya selalu melibatkan Allah disetiap usaha dan kerja saya dalm belajar,
mencari rezeki, bahkan ketika menentukan keberlangsungan hidup saya melalui
keputusan-keptusan besar. Bahkan karena mempelajari Agama saya sangat
melibatkan Tuhan disetiap hal yang saya rasa selalu menjadi ketidakmungkinan dan
sangat sulit bagi saya. Karena ketika saya memang sedang disadarkan dengan
kondisi rumah yang tidak panas rasanya tenang sekali jika saya melakukan
kegiatan tadaruz di rumah, dan biasanya itu saya lakukan ketika ayah tiri saya
sedang tidak ada di rumah. Saya sering mengalami masa-masa sulit yang di mana
pada saat itu saya tidak bisa cerita ke stu orangpun. Bagi saya ketika sya
mengadukan semua ke Tuhan, saya merasa tenang. Saya merasa hanya Dia-lah
yang mau mendengarkan cerita buruk saya tanpa menghujat tanpa mencaci maki
tanpa membantah tanpa menyibukkan diri dengan Hamba-Nya yang lain.

Dalam berhubungan dengan orang lain yang memiliki agama yang berbeda
dengan saya bukan suatu hal yang menjadi masalah karena memang saya
diajarkan untuk tidak membedakan seseorang melalui agama yang dianut olehnya.
Sehingga saat saya harus melakukan konseling dengan seseorang yang memiliki
agama berbeda dengan saya, mungkin saya dapat menerima dirinya dan
keadaannya karena agama merupakan suatu identitas keseluruhan umat beragama
yang hubungannya dengan kepercayaan dan Tuhannya. Menurut hal yang
diajarkan oleh kedua orangtua saya bahwa kita harus menghargai orang lain dan
bertoleransi dengan baik tanpa membuat kericuhan atau menyakiti satu sama lain.

Agama yang saya yakini dapat disebut sebagai agama yang mayoritas di
Indonesia karena individu yang tinggal di Indonesia lebihbanyak yang menganut
agama Islam. Dalam beragama dan menunjukkan identitas saya sebagai muslimah
saat ini mungkin banyak perkataan dan tindakan yang timbul dari orang lain.
Permasalahan agama saya yang saat ini sedang hangat adalah mengenai
perpecahan agama saya dengan beberapa keyakinan didalamnya, ada yang bilang

5
teroris dan lain sebagainya, saya memang tidak pernah secara langsung merasa
dikecam atau terdiskriminasi karena agama yang saya miliki tetapi banyak dari
orang lain mengatakan agama saya seburuk itu. Saya pribadi merasa keistimewaan
yang saya dapatkan karena agama saya seperti ketika bertemu dengan saudara se-
sama muslim maka akan mendapatkan sambutan dengan baik, pada perayaan hari
besar kami diberikan kesempatan untuk libur beberapa hari untuk mengunjungi
keluarga di luar kota, toleransi untuk saya di sekitar saya sudah cukup membuat
saya tenang sebagai umat beragama islam. Akan tetapi beberapa kali saya
merasakan juga mendapatkan prasangka dari oranglain terkait agama saya,
terutama kerudung yang saya kenakan menjadi alasan seseorang menilai saya
seperti “Lihat kelakukan dia padahal pakai kerudung tetapi sikapnya masih aja mau
bercanda dan memegang tangan dengan laki-laki yang bukan mahromnya” dan hal
lainnya yang membuat saya mencoba untuk memperbaiki diri saya karena saya
berpikir diri saya yang berulah, agama saya yang menjadi penilaian.

Kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh agama silam yang saya anut dan saya
percayai adalah Kemayoritasan agama saya di Indonesia dibandingkan dengan
agama lain. Selain itu, agama saya adalah agama yang lebih menghargai toleransi
sehingga mempengaruhi cara bersikap saya dengan orang lain yang memiliki
agama yang berbeda dengan saya secara santai tanpa memaksa kehendaknya
yang memang berbeda dengan saya. Dalam konseling hal ini dapat saya terapkan
ketika saya harus berhubungan dengan seseorang yang tidak memiliki keyakinan
dan pemahaman agama dengan saya, sehingga saya tidak memaksakan
kehendaknya dalam menyelesaikan masalahnya, karena hal tersebut merupakan
suatu hal tentang hidup dan keyakinan nya, sehingga tugas saya akan membantu
konseli dengan cara yang kami sepakati. Karena untuk saya pribadi, saya tidak
memandangan perbuatan seseorang melalui agamanya karena setiap orang
beragama akan ada anggota didalamnya yang membuat agama tersebut menjadi
acuan untuk dilihat.

Menurut saya penting untuk calon konselor memahami dan mencintai


agama yang dianutnya terlebih dahulu, dibandingkan dengan memahami agama
yang dianut oleh konselinya. Karena menurut saya setiap agama mengajarkan
kebaikan didalamnya, setiap dari manusia beragama bukan hanya sekedar status
melainkan sebuah tanggung jawab yang dimilikinya dengan Tuhannya. Saat
nantinya calon konselor harus bertemu dengan seseorang dengan latarbelakang

6
agama yang berbeda, maka hal tersebut bukanlah suatu permasalahan atau
kesulitan apalagi menjadikan agamanya sebagai pembanding permasalahan karena
setiap umat beragama pasti diajarkan untuk saling menerima juga memberikan
toleransi dan kebebasan untuk tiap orang yang beragama.

Refleksi Diri

Buku yang sangat mempengaruhi saya dalam beragama adalah Buku


mengenai pentingnya berhijab pada anak perempuan yang sudah baligh. Saya
banyak mengetahui hal-hal baru dan tentu yang membuat saya semakin mengerti
akan pentingnya berhijab. Dikutip pada buku ini, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-
istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min,’Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
maha pengampun lagi maha penyayang.” (Al-Ahzab [33]:59). Kata-kata tersebut
hendaknya membuat saya semakin sadar, bahwa apa yang diperintahkan Tuhan
adalah kebaikan bagi hamba-Nya. Walaupun selama ini saya banyak
mendengarkan keluhan mengenai berhijab dari beberapa teman, entah itu karena
panas, atau bahkan masih ada yang ingin menikmati rambut indahnya, atau juga
mengenai kesiapan dan masih banyak lagi alasan yang dilontarkan. Hal ini
membuat saya semakin berpikir bahwa tidak ada satu alasanpun yang dapat
memaksakan kehendak Tuhan, ketika Tuhan menciptakan itu semua untuk
kebaikan manusia itu sendiri.

Dalam buku tersebut juga mengutip, “Rasulullah SAW bersabda, “Hai Asma,
sesungguhnya perempuan itu bila mengalami haid (balig), maka tidak sepantasnya
terlihat darinya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk ke wajah dan kedua telapak
tangan beliau.” (H.R Abu Dawud), pada kalimat ini disadarkan bahwa yang selama
ini kita suka anggap diri kita telah tertutup ternyata tidak. Saya menyadari betul
bagaimana proses hijrah itu secara bertahap sehingga satu persatu bagian harus
tertutup agar menghindari hal-hal yang buruk.

Dari buku ini saya menyadari bagaimana orangtua mengajarkan putrinya


untuk berhijab demi kebaikan putrinya. Bahwa tidak sekedar itu, amalan yang
dilakukan oleh anak juga akan mempermudah orangtua untu melewati jembatan
SiratalMustaqim kelak. Dari buku ini juga saya belajar mengenai bagaimana

7
mengajarkan anak untuk berhijab sesuai dengan usianya. Hal ini sama persis ketika
saya belajar untuk menjadi seorang konselor, bagaimana cara kita menghadapi
seseorang tidak bisa disamaratakan. Cara mengenai bagaimana karakter
seseorang berkembang sesuai dengan usianya. Ternyata kita harus lebih berhati-
hati ketika berbicara mengenai hijab ini untuk orang yang usianya justru jauh lebih
dewasa. Karena bukan hanya mengenai kewajiban tapi juga mengenai prinsip.

8
Daftar Pustaka

Ar-Ramadi, D. A. (2015). Alhamdulillah Putriku Berhjab. Solo: ZamZam.

9
Refleksi Agama Sendiri 1
REFLEKSI AGAMA DIRI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Refleksi Agama Diri pada Mata Kuliah Konseling
Multikultur yang Diampu oleh Dr. Susi Fitri, M.Si., Kons.

Ditulis oleh:

Dicka Ramdani 1715160685

BK A 2016

PROGRAM STUDI (S-1) BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Daftar Isi

Daftar Isi................................................................................................................... 1

Timeline Pengalaman Keberagamaan...................................................................... 1

Buku Yang Memberikan Pengaruh Dalam Pemahaman Agama............................... 9

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 10


TIMELINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN

Belajar Semangat Belajar Perayaan Ikut lomba Tersetuh


berdoa mengaji di Sholat Sunat yg baca Al- dengan
bersama umur 5 thn malam membagia Quran dan video, satu
kedua umur 7 thn kan umur dakwah gereja
orang tua 7 thn juara 1 masuk
umur 11 Islam
thn

Tdk ingin Keterbatas Simbol- Meminta


Adzan lagi an dalam simbol untuk tdk
krn ditegur bergaul agama yg diingatkan
suara jelek dengan tidak di Sholat
umur lawan jenis sukai oleh teman
10thn

Refleksi Agama Sendiri 1


Pendidikan agama ialah pendidikan yang menyangkut dengan penanaman nilai-nilai
keagamaan dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Penanaman
nilai-nilai pendidikan agama akan memberikan pengaruh seseorang dalam
kehidupannya, pendidikan agama pun bisa didapatkan baik dari orang tua sendiri
maupun dari orang-orang yang paham atas agama. Pada tulisan ini saya akan
menceritakan pengalaman-pengalaman saya dalam kegiatan keberagaman yang
penting dalam keluarga dan diri sendiri sebagai berikut:

1. Membimbing melakukan pembiasaan-pembiasaan pengalaman agama


di lingkungan keluarga. di waktu kecil kedua orang tua saya selalu
membiasakan kegiatan keagaman dalam kehidupan sehari-hari meski
keduanya keterbatasan dalam ilmu-ilmu agama namun saya senang dari
mereka saya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang saya nilai baik dan selalu
saya lakukan dalam keseharian saya misalnya membiasakan selalu berdoa,
mengucapkan salam, mencium tangan orang tua, melaksanakan shalat di
awal waktu, berbuat baik kepada saudara dan orang lain serta pembiasaan-
pembiasaan sikap dan perbuatan baik lainnya
2. Membiasakan doa sebelum berpergian. Kedua orang tua selalu minta
saya untuk berdoa sebelum berangkat agar selamat dan tidak terjadi hal-hal
yang tidak di inginkan. Selain itu, doa sebelum berangkat menandakan niat
suci dalam menjalankan aktivitas yang akan dilakukan. Apabila saya tidak
melakukan berdoa, yang saya rasakan ada hal yang hilang dalam diri saya.
3. Meminta doa dan pamit serta mencium tangan sebelum berangkat dan
sampai di rumah. Merupakan suatu kegiatan yang tidak boleh saya
lewatkan karena saya percaya bahwa doa dan restu orang tua merupakan
hal yang utama dalam segala kegiatan saya. apabila tidak dilakukan
kegiatan yang saya lakukan terasa sangat berat untuk melakukannya.
4. Kedua orang tua senantiasa memberikan dorongan dan nasihat yang
baik kepada anak-anaknya. Sehingga mendapatkan motivasi untuk berbuat
baik dan segera kembali pada jalan yang benar sesuai dengan tuntutan
agama apabila melakukan kesalahan.

Selanjutnya pengalaman-pengalam kegiatan keagamaan berkaitan dengan etnis


yang dimiliki.

1. Lebaran 1 Syawal. Setelah puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan,


pada tanggal 1 Syawal merupakan hari Raya Idul Fitri atau lebaran, pada

Refleksi Agama Sendiri 2


hari ini biasanya keluarga saya setelah melaksanakan Sholat di Mesjid
kampung langsung datang ke rumah-rumah kerabat untuk bersalaman
saling memaafkan. Begitu pula sesampainya di rumah diadakan sungkeman.
Dimana kedua orang tua duduk berdampingan anak-anaknya sungkem
bersalaam saling memaafkan anata anggota keluarga. setelah itu makan
keluarga khas lebaran seperti ketupat beserta angen ayam (gule ayam).
Setelah itu melanjutkan berziarah ke makam keluarga nenek kakek untuk
mendoakan. Lalu menganti pakai baju baru dan berkunjung kekeluaga yang
lain.
2. Ngeuyeuk Seueruh. Kegiatan keagamaan yang berkaitan dengan etnis ini
saya alami ketika kakak saya menikah. Ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan sebelum menikah atau sebelum akad nikah, kegiatan tersebut
seperti dibawah ini
 Bertanya kepada orang Pintar. Ini dilakukan ketika menjelang
pernikahan dimana kedua orang tua dari dua belah pihak bertanya
kepada orang yang paham akan penanggalan. Hal yang biasa
ditanyakan adalah soal tanggal yang bagus untuk melaksanakan
pernikahan yang bertujuan untuk mendapatkan keberkahan saat
melaksakan kegiatan pernikahan.
 Seserahan. Calon pengantin pria membawa uang, pakaian,
perabotan rumah tangga, makan dan lain-lainnya. Biasanya dibawa
ketika akan datang kemepelai perempuan dan barang-barang
tersebut dibawa oleh saudara-saudara dari mempelai pria.
 Saweran. Kedua pengantin didudukan di kursi. Sambil penyaweran,
biasanya sambil disaat saweran dinyanyikan pepatah-pepatah atau
petuah utusan orang tua wanita. Kedua pengantin dipayungi payung
besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit, bunga kelapa,
permen, uang koin ke atas payung yang bertujuan untuk dipermudah
dalam urusan rezeki dan hidup sejahtera. Berebut uang saweran.
Ini melambangkan berlomba mencari rejeki dan kasih sayang
keluarga.
 Sungkeman. Meninta ampun kepada kedua orang tua dan wejangan
untuk menempuh hidup baru yang bahagia.
 Nincak Endog (Menginjak telur). Pengantin pria menginjak telur
dan elekan sampai pecah. Lantas kaki dicuci dengan air bunga dan

Refleksi Agama Sendiri 3


dilap oleh pengantin wanita. Hal ini bermakna bahw perempuan
harus nurut akan peritah suami dan taat kepada suami.

Ketika sekolah saya mengikuti komunitas keagamaan seperti DKM sekolah dan
DKM dilingkungan rumah. Yang saya rasakan ketika mengikuti kegiatan keagamaan
tersebut lebih banyak kepada acara-acara hari besar keagamaan seperti Is’ra Mi’raj,
Maulid Nabi Muhammad SAW, tahun baru Islam dan kegiatan-kegiatan keagaman
lainnya. Mungkin hal ini pengalaman unik yang pernah saya alami ketik SMA, pada
waktu itu panita DKM akan mengadakan acara tahun baru Islam, saat itu akan
diadakan rapat bersama Panita akhwat yang ada di masjid lantai bahwa khusus
perempuan. Yang terpikir oleh saya waktu itu ya rapat biasa. Namun ternyata ada
yang berbeda. Dimana perempuan dan laki-laki saling bersebelahan mengobrol
namun terhalang olah cadar (penghalang yang menutup area akwat dan ikhwan).
Disana saya sedikit bingung bagaimana bisa komunikasi yang efektif sedangkan
yang dibahas pun tidak pernah kita lakukan terbuka. Setelah acara berlangsung
saya menanyakan kepada teman yang perempuan mereka menilai bahwa kinerja
para ikhwan sangat jelek dan tidak sesuai dengan rencana begitupun para laki-laki
setelah evaluasi menilai kinerja akhwat pada jelek. Ketika itu saya hanya senyum-
senyum sendiri saja melihat saling menyalahkan karena kesalah pahaman yang
terjadi.

Selain hal diatas yang membuat saya sangat senang mengikuti kegiatan
komunitas keagamaan disekolah yaitu saya dapat berbagi pengalaman dan
pengetahuan tentang agama dan saya banyak belajar tentang ajaran-ajaran agama
Islam disana. Biasanya melalui mentoring, kajian-kajian mingguan hari jum’at,
tadarus rutin setiap pagi, sholat dhuha pada setiap hari, Mabait (malam iman dan
taqwa) biasanya menginap di masjid sekolah melakukan sholat malam, baca Al-
qur’an, kajian dan mentoring. Untuk hiburan biasanya nonton bareng atau main
futsal atau tafakur alam. Dimana jalan-jalan sekeliling sekolah yang dekat hutan dan
sungai kita merenungi ciptakan Allah.

Pengalaman yang memnyenangkan dalam kegiatan keagamaan adalah Hitanan.


Ketika kecil umur 5 tahun saya merasa berdosa karena diumur segitu saya belum
dihitan sedangkan teman-teman saya sudah. Saat bersama ke masjid saya sering
minder merasa berbeda dengan mereka. Namun yang membuat saya senang ketika
kelas satu SD saya baru melakukan hitanan yang membahagiakan karena
perayaan dalam acara hitannya menurut saya luar biasa karena menggunakan

Refleksi Agama Sendiri 4


acara adat. Waktu itu saya jadi raja sehari dalam hitanan. Dimana saya
mengunakan baju adat Sunda, di Sawer ada ayam bakar dan pengajian untuk
keselamatan saya.

Pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan dalam kegiatan


keagamaan adalah ketika saya umur 11 tahun. Pada waktu itu saya diminta untuk
adzan shubuh oleh salah satu ustadz saya pun senang dan menuruti perintahnya
untuk mengumadangkan adzan shubuh. Setelah adzan lalu saya sholat sunnah
ketika selesai sholat sunnah. Salah satu ustadz lain datang dan bertanya ke semua
orang yang ada di hadapannya “siapa tadi yang adzan, suaranya jelek jangan
sekali-kali lagi adzan”. Ketika saya mendengarnya saya begitu malu atas diri saya
begitu saja saja tidak bisa dan tidak dapat diharapkan. Semenjak itu saya tidak ingin
lagi adzan, sampai saat ini pun saya tidak pernah melakukan adzan lagi. Terkecuali
untuk diri saya saja.

Pengalaman mengenai pergulatan dalam kehidupan keberagamaan ketika saya


dikuliah. Tepatnya saat ini, saya mengalami pergulatan untuk memahami dan
mempelajari agama lain sebagai pandangan yang ingin saya dapatkan. Namun
keyakinan saya untuk mempelajari begitu lemah karena saya takut atas hilangnya
keimanan saya kepada Allah SWT dan agama yang saya anut. Yang saya lakukan
saat ini selalu meminta bantuan kepada Allah SWT dan ingin mencoba
menyelesaikan persoala ini dengan memahami agama Islam yang lebih dalam lagi
agar tidak mudah goyah atas ajaran yang telah ada pada diri saya.

Pergulatan-pergulatan yang sering terjadi yaitu ketika saya melihat sebuah


fenomena dimana teman sesama muslim yang dicela dan dimaki. Misalnya saja
sekarang dapat kita lihat di media-media begitu gencar membicarakan persoalan
individu seorang misalnya ustadz, ulama besar yang diperbincangkan dan dicela.
Padahal seorang mukmin seharusnya membela saudara-saudara yang dicela dan
dimaki tersebut sesuai penjelasan dari sabda Rasulullah “Barang siapa yang di
hadapannya dia saksikan ada seorang mukmin yang dihina atau direndahkan orang
lain, kemudian ia tidak membelanya, sedang ia mampu untuk menolongnya, maka
kelak ia akan direndahkan oleh Allah pada hari kiamat di hadapan khalayak ramai.”
(HR ath-Thabrani)

Hal diatas senada dengan yang diungkapkan seorang mujahid dalam buku
(Tasmara, 2009) yang berkata “Al-Islam mahjuubun bin Muslimin, bahwa
kegemilangan cahaya Islam telah tertutup oleh akhlak umat Islam sendiri.” Bahkan,

Refleksi Agama Sendiri 5


seorang Muslim diwajibkan membela sesama saudaranya, pada saat saudaranya
dicela, dimaki atau digunjingkan, kita tidak boleh berdiam diri. Karena, sikap
berdiam diri adalah perbuatan dayyus, pengecut! Hal itu dapat menyebabkan kita
disiksa di akhirat. Berdasarkan pernyataan diatas membuat saya dilema ketika saya
memiliki kemampuan untuk membantu namun saya tidak dapat membantu karena
hal-hal yang berbeda dengan nilai-nilai yang saya miliki. Membantu merupakan hal
yang penting dalam konseling. Saya takut untuk membantu konseli yang tidak dapat
saya bantu dengan baik karena kapasitas yang dimiliki oleh diri saya.

Keberagamaan memberikan pengaruh dalam kehidupan saya dalam


menghadapi segala persoalan. Dalam proses kehidupan yang saya jalani agama
sangat mendukung untuk tindakan kebaikan, artinya agama tidak hanya
memberikan nilai-nilai yang bersifat moralitas, namun menjadikan sebagai fondasi
keyakinan. Segala persoalan senantiasa saya kaitkan dengan nilai-nilai agama
misalnya ketika menghadapi cobaan dalam ujian, permasalahan keluarga,
permasalahan sosial dengan teman atau saudara saya selalu melibatkan agama
dalam penyelesaiannya. Meski tidak selalu berkenaan dengan simbol-simbol,
aktivitas keagamaan namun dalam diri saya selalu meyakini dan mempercayai
bahwa Allah SWT selalu bersama dengan saya dalam segala aktivitas maupun
kegiatan-kegiatan lainnya. Hal ini memberikan saya rasa aman dan tenang dalam
menghadapi permasalahan yang ada. Saya yakin segala persoalan yang saya
hadapi pasti saya mampu untuk menyelesaikannya meski membutuhkan waktu
yang lebih untuk menyelesaikan segala persoalan yang begitu sulit.

Terlahir dari agama mayoritas yaitu agama Islam memberikan saya


keistimewaan-keistimewaan seperti tidak adanya diskriminasi terhadap agama
dalam persoalan kehidupan yang membuat tidak merasa aman dalam
menjalankannya. Sejauh ini saya merasa bebas dalam melakukan segala kegiatan
keagamaan tanpa adanya halangan atau penolakan dari pihak lain. Sebagai umat
dari agama mayoritas saya bebas melaksanakan belajar tentang agama dimana
tidak ada larangan untuk mempelajari agama tersebut. selain itu dalam hal
prasangka/diskriminasi mungkin dalam hal simbol-simbol keagamaan seperti jilbab,
jenggot, kumis, dan tanda hitam di dahi, dan cadar yang sering menjadi persoalan
sebagai umat mayoritas yang memiliki simbol-simbol atau yang menandakan
agama. Padahal pada diri saya tidak merasakan seperti itu. Terkadang saya pun
memandang berbeda kepada orang-orang dari agama saya yang memilki simbol-

Refleksi Agama Sendiri 6


simbol tersebut. dari pemikiran itu saya lakukan agar mudah komunikasi dan
membuat rasa nyaman kepada orang lain. karena saya tahu bahwa nilai-nilai atau
cara pandang orang sedikit banyak terpengaruh oleh simbol-simbol. Jadi dalam
proses konseling yang akan saya jalani mungkin akan sedikit meninggalkan simbol-
simbol tersebut. Saya takutkan konseli merasa tidak nyaman dan memiliki
pandangan/penilain yang berbeda. Maka untuk itu saya meminimalisir simbol-simbol
yang ada pada diri dalam proses konselig meski dalam jiwa dan pikiran saya tetap
memiliki pandangan agama yang saya miliki.

Kekuatan-kekuatan keagamaan dalam proses konseling sangat membantu


konseli dalam menyelesaikan masalahnya. Konseling dengan memahami agama
sebagai proses bantuan kepada individu agar menyadari atau kembali kepada
eksistennya sebagai makhluk Tuhan. Yang seharusnya senantiasa selaras dengan
ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang diberikan Tuhan kepada makhluknya
dalam Al-Qur’an. Bertujuan agar tercapainya kebahagian hidup didunia dan
diakhirat. Hal yang perlu dilakukan sebagai konselor adalah menyadari
eksistensinya sebagai makhluk Tuhan bahwa di dalam dirinya Allah telah
menyertakan fitrah-Nya sebagai Tuhan untuk memberikan jalan yang sebaik-
baiknya agar dapat mencapai kebahagian seutuhnya.

Kekuatan-kekuatan yang dapat saya lakukan mungkin hanya memberikan


kesadaran agar menyadari bahwa diri individu itu berart dan bermaknai. Tidak
menyia-nyiakan kesempatan dan proses yang sudah, lagi atau akan dilakukan.
Sebagai sebuah proses untuk menjadikan diri sebagai makhluk yang bertaqwa
kepada Maha Pencipta. Karena pada dasarnya manusia perlu keserasian atau
keselarasan dalam menjalankan hubungan diri pribadi dengan Tuhan, orang lain,
alam sekitar dan yang utama diri sendiri.

Bias-bias kepada nilai-nila dan posisi agama lain mungkin yang saya rasakan
saat ini tidak ada, hal ini terjadi karena saya memiliki pandangan yang biasa saja
kepada agama lain. tidak begitu tajam dalam soal agama. Yang saya rasakan
mungkin menerima perbedaan keyakinan atau kepecayaan karena saya sadar dari
mana ia berasal dan terlahir dari lingkungan yang mana. Mungkin yang begitu
menjadi persoalan saat ini sering terjadi sentimen-sentimen yang ada pada agama
karena ada kepentingan-kepentingan yang berkeinginan untuk memecah belah
demi kepantingan pribadi sendiri. Hal ini memberikan pengaruh dalam konseling
mungkin saya akan terbuka terhadap segala bantuan yang akan saya berikan

Refleksi Agama Sendiri 7


dengan sedikit mengurangi pandangan yang ada pada diri. Sebaliknya saya akan
sedikit berusaha untuk membantu konseli menyelesaikan persoalannya dengan
sudut pandang yang ia miliki.

Pemahaman agama penting dalam menjalan tugas sebagai seorang konselor


karena agama merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi keagamaan sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku individu. Dalam proses pelayanan yang diberikan pada
setiap individu, konselor harus memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga
pemberian solusi akan sesuai dengan apa yang mereka yakini dan percaya, tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang mereka anut. Seorang konselor
sangatlah penting untuk memahami landasan agama secara baik karena konselor
tidak hanya sekedar menuangkan pengetahuan saja atau pengarahan
kecakapannya tetapi agama penting untuk menumbuh kembangkan moral, tingkah
laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga
kepribadian serta sikap harus dapat mengendalikan tingkah lakunya dengan cara
yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan agama yang mereka yakini dan percaya
agar hal ini sejalan dengan yang dipikirkan oleh konseli/siswa. Melalui pendekatan
agama seorang konselor akan mampu mengatasi permasalahan apapun yang
dihadapi konseli/siswanya. Karena agama mengatur segala kehidupan manusia,
seperti mengatur bagaimana supaya hidup dalam ketentraman batin/jiwa atau
dengan kata lain bahagia di dunia dan akhirat.

Refleksi Agama Sendiri 8


BUKU YANG MEMBERIKAN PENGARUH DALAM
PEMAHAMAN AGAMA
Buku yang memberikan pengaruh dalam memahami agama Islam yaitu buku
The Secret of Iman karya K.H. Toto Tasmara. Buku ini memberikan pemahaman
saya dalam memahami nilai-nilai agama Islam dari mulai tentang akhlak sampai
kepada renungan masalah-masalah aktual yang ada di kehidupan kita dalam
bergaul. Buku tersebut menguatkan saya dalam memandang agama Islam yang
lebih luas. Salah satunya tentang iman, buku tersebut menjelaskan bahwa iman
bukan hanya sekedar percaya tetapi iman adalah cinta ilahi yang membawa
konsekuensi untuk senantiasa berpihak kepada-Nya, iman adalah keakraban luar
biasa antara diri saya dengan Tuhan, anatara makhluk dan Sang Khalik, antara abid
dan ma’bud-Nya. Kearaban yang menyatukan bagaikan api dengan panasnya,
bagaikan tulang dengan daging dan seperti kapas dengan kainya.

Seperti ayat Al-qur’an Surat Fushsilat ayat 30 “sesungguhnya orang-orang yang


berkata, Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian
mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata).
Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan
bergembiralah kamu dengan (memperolah) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
Surat tersebut memberikan kita pandangan bahwa iman yang satu akar dengan
aman, amananah, dan al-amin, seharusnya kita tafsirkan bahwa iman akan
melahirkan rasa aman pada dirinya. Dia tidak merasa takut dan khawatir akan
kemiskinan. Iman melahirkan rasa aman yang luar biasa, karena dia merasa akrab
dengan sang kekasihnya, Allah SWT. Rasa aman tersebut melahirkan kualitas
moral, sense of responsibility.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman diatas memberikan saya pandangan-


pandangan, nilai-nilai menghargai yang seharusnya menjadi motivasi yang kuat
untuk berbuat kebaikan bagi kehidupan pergaulan di tengah-tengah masyarakat.
Salah satu bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan saya tidak
mungkin mematahkan harapan orang lain dengan berbuat khianat, ingkar janji dan
tidak mematuhi komitmen peraturan yang disepakati. Muhasabah (menyadari diri)
merupakan salah satu senjata untuk menghitung kelemahan dan kekuatan diri
selama melaksanakan amanah hidup yang diberikan. Muhasabah menubuhkan
kesadaran bahwa tumbuhnya kesungguhan ingin menyadari dan menghayati
sedalam-dalamnya agama yang di miliki.

Refleksi Agama Sendiri 9


Daftar Pustaka

Tasmara, T. (2009). The secret of Iman penyegar semangat penyejuk iman.


Jakarta: Gema Insani.

Refleksi Agama Sendiri 10


AGAMA ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur


Diampu oleh Dr. Susi Fitri, S.Pd,M.Si,Kons

Disusun Oleh:
Dinar Monita
1715160720

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

1
SD SMA

SMP Perkuliahan

Saya memiliki keluarga yang memang memiliki latar belakang pemahaman agama
yang masih rasa sangat kurang. Untuk melaksanakan sholat pun rasanya hanya
setahun dua kali yaitu ketika hari raya tiba. Sejak kecil saya memang sudah
diperkenalkan mengenai agama yang keluarga saya yakini yaitu islam. Begitu pun
dalam beribadah kepada Tuhan saya memang sudah diperkenalkan. Mereka selalu
menyuruh saya untuk melaksanakan sholat dan mengaji. Sesekali memang saya
lakukan jika omelan terus menghantam telinga saya. Namun perlahan saya
perhatikan orang tua saya hanya dapat menyuruh tidak melaksanakannya. Saya
yang saat itu hanya sebatas menilai bahwa orang tua saya saja tidak mampu untuk
melaksanakannya lalu untuk apa saya melaksanakannya. Tetapi dalam hal
perbuatan salah ataupun benar orang tua saya begitu sangat mengajarkan kepada
saya sesuai dengan ajaran agama yang kami yakini. Pun dapat
mengaplikasikannya dan terlihat oleh mata saya sendiri. Dari berbagai pengalaman
yang saya dapati dari keluargasaya membuat saya belajar bahwa ilmu tidak hanya
sebatas di rumah saja. Bahwasannya saya sendiri yang harus mencarinya yang
kemudian saya bawa pulang ke rumah jika saya rasa sudah mendapatkannya.

Semenjak sekolah saya mulai mengerti cara beribadah kepada Tuhan mulai
dari hal kecil sampai menurut saya besar pada waktu itu. Ketika Sekolah Dasar(SD)
guru agama saya mengajarkan cara berwudhu sebelum sholat. Kemudian cara
melaksanakan sholat. Selanjutnya cara membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
pada bagian surat-surat pendek. Namun saya belum begitu memahami pentingnya
beribadah. Saya pun hanya melaksanakan sholat ketika teman saya yang memang
sudah berlatang keluarganya dengan agama yang cukup kental mengajak saya
untuk sholat. Kemudian ketika Sekolah Menengah Pertama(SMP) saya melihat

1
seorang teman sekelas saya yang begitu rajin melaksanakan sholat juga puasa
sunahnya. Yang perlahan pun saya mulai membangun tiang-tiang agama saya yaitu
sholat ketika Sekolah Menengah Atas(SMA) yang dibantu oleh teman-teman saya
selalu mengingatkan untuk sholat. Walaupun hanya dilaksanakan disekolah
setidaknya sudah ada kemajuan yang ada didiri saya.

Ayah saya beretnis Jawa dan ibu saya beretnis Sunda. Sehingga saya
beretnis Jawa-Sunda. Etnis yang saya miliki mempengaruhi keagamaan saya. Misal
dalam perkawinan menurut kepercayaan etnis Jawa pengantin tidak boleh mandi
karena akan turun hujan sehingga tamu yang diundang tidak akan datang. Pun
untuk menahan hujan turun ketika mengadakan pesta perkawinan selalu melakukan
persuguhan.padahal dalam islam hal ini termasuk musrik.

Semenjak duduk dibangku perkuliahan saya mulai tertarik dengan komunitas


keberagamaan. Yang sebelumnya ketika dibangku sekolah tidak tertarik sama
sekali. Jika di sekolah disebut dengan Rohis maka di kampus disebut dengan
Lembaga Da’wah Fakultas(LDF) pada tingkat fakultas dan lembaga Da’wah
Kampus(LDK) pada tinggkat universitas. Ketertarikan ini dimulai ketika komunitas ini
diperkenalkan oleh teman saya. Memang sebelumnya ada keinginan untuk
memperbaiki diri dan ingin belajar lebih jauh mengenai agama yang saya yakini.
Perlahan saya diajarkan mengenai pentingnya menegakan sholat, membaca Al-
Qur’an, menutup aurat. Tidak hanya samapi disitu ketika saya bergabung dengan
komunitas ini pun mengajarkan saya mengenai perbedaan agama yang ada di
masyarakat. Dimana ketika kita mempunyai keyakinan maka kita pun saling
menghormati dengan keyakinan yang dimiliki oleh orang lain. Saya pun menjadi
rajin hadir mengikuti kajian-kajian islam di dalam majelis.

Hal pertama yang saya perbaiki ketika mengikuti komunitas tersebut adalah
sholat. Sebelumnya saya begitu malas untuk melaksanakan sholat. Lebih parahnya
lagi tidak mengerjakan sama sekali. Orang tua saya memang menyuruh saya untuk
melaksanakan namun hal ini tidak saya tanggapi. Melihat orang tua saya pun tidak
melaksanakannya jadi untuk apa saya juga melaksanakannya jika yang menyuruh
pun tidak ikut melaksanakan. Kemudian saya belajar untuk menutup aurat. Jilbab
yang sebelumnya lempar sana lempar sini kini terlihat rapi dan terulur begitu
panjang menutupi dada yang hampir menyentuh lantai. Selanjutnya saya belajar
untuk konsisten membaca Al-Qur’an yang sebelumnya hanya setengah lembar
menjadi satu juz. Yang sebelumya membaca Al-Qur’an hanya waktu malam Jum’at

2
itu pun untuk memenuhi kewajiban saja. Di dalam komunitas ini pun saya
merasakan lebih terjaga dalam ruhiyah. Banyak yang mengingatkan dalam hal
beribadah.

Pengalaman keberagamaan yang menyenangkan bagi saya adalah ketika


saya berhijrah yaitu memperbaiki diri kearah yang lebih baik lagi. Ketika mata ini
tertuju pada seorang yang mengenakan kerudung yang begitu panjangnya hampir
sama seperti selimut dikamar saya seketika saya pun teringat perkataan teman
saya yang harus hati-hati dengan orang sepertinya. Tanpa basa-basi orang tersebut
menjabatkan tangannya dan memperkenalkan namanya dengan nada yang lembut.
Tidak lama setelah itu ada teman disampingnya yang menanyakan mengenai
pakaian yang dia kenakan nyaman atau tidak sepanjang itu. Dengan senyum dan
bicara khasnya dia menjawab “tidak”. Saya yang saat itu berada disampingnya
hanya diam memperhatikan obrolan mereka. Diamnya saya tapi tidak sediam
dipikiran saya yang terus mengatakan “wah beda ya sama lu, yang kerudungnya
masih di sampirin, pendek lagi”, “kapan ya seperti dia? Mengenakan tanpa
membebankan diri.” Entah apa yang membuat keinginan tersebut muncul. Namun,
bisa saja hal ini memang perlahan Allah tunjukkan mengenai keinginan saya
sebelumnya yaitu memperbaiki diri. Beberapa minggu kemudian saya pun mulai
mengenakan dan memantapkan niat untuk mengenakan jilbab yang sebelumnya
saya gambarkan bagai selimut kamar pada diri saya. Hal ini menjadi pengalaman
menyenangkan karena proses yang saya lalui rasanya begitu cepat dengan
kemudahan-kemudahan yang ada. Kemudian pengalaman yang menyenangkan
selanjutnya yaitu saya mempunyai sahabat-sahabat yang begitu mengerti keadaan
pribadi maupun keluarga saya. Dimana saling mengingatkan tak lupa terlontar
mengenai keyakinan yang kami miliki.

Pengalaman yang tidak menyenangkan ketika saya sempat mengalami


penolakan dan diskriminasi dalam hal berpakaian yang saya kenakan dikeluarga
saya. Hal ini dikarenakan memang keluarga saya tidak mengenakan pakaian yang
seperti saya kenakan yang biasa disebut Syar’i. Saya sempat dikatakan sebagai
golongan Muhamadiyah oleh keluarga saya karena pengetahuan mereka mengenai
orang-orang yang berpakaian panjang hampir menutupi tubuh termasuk kedalam
golongan tersebut. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ingin saya jelaskan
secara panjang lebar namun rasanya mereka belum akan paham mengenai hal ini.
Namun, berjalannya waktu dengan penjelasan demi penjelasan yang saya berikan

3
mereka pun mulai memahami apa yang saya kenakan sesuai keyakinan yang saya
miliki sama seperti keyakinan yang mereka yakini juga. Hanya saja keluarga saya
belum mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Kemudian pengalaman yang
saya rasa tidak menyenangkan adalah ketika salah seorang dosen menceritakan
bahwa sulit rasanya ketika seorang yang berjilbab untuk berangkat keluar negeri
yang memang tidak berlatar belakang islam. Kemungkinan adanya diskriminasi
ataupun penolakan yang akan terjadi jika sudah berada disana.

Dari pengalaman yang saya rasa tidak menyenangkan membuat kayakinan saya
lebih kuat. Bahwasannya pengalaman tersebut adalah cobaan yang diberikan Allah
untuk saya agar tetap yakin dengan keyakinan yang saya yakini atau justru
sebaliknya.

Ketika Sekolah Menengah Pertama(SMP) saya pernah bergulat mengenai


agama saya yang mengajarkan untuk tidak berpacaran sebelum menikah. Ketika itu
hal tersebut saya langgar karena menurut saya berpacaran tidak ada salahnya yang
salah itu ketika sudah merujuk pada hal yang memang belum harus dilakukan
layaknya hubungan sepasang suami istri. Saya pun tersadarkan ketika guru agama
saya memberi tahu bahwa pacaran adalah suatu kesalahan. Hal ini karena pacaran
mengandung hawa nafsu yang begitu kuat bahkan sampai mendekati perzinahan.
Perkataan tersebut pun saya percayai lagi ketika memang banyak kasus yang
terjadi di sekolah saya yaitu ada beberpa siswi yang hamil diluar pernikahan.
Perkataan guru saya mengarahkan bahwa dalam ajaran islam perbuatan ini sudah
keterlaluan jika dilakukan. Maka hukuman yang sebenarnya yang harus dilakukan
untuk keduanya adalah dikubur setengah badan dan dilembar dengan batu hingga
keduanya meninggal agar dosa yang diperbuat dapat dimaafkan oleh Allah Swt.
Sontak hal ini pun membuat saya merasa takut sebagai seorang yang menganut
agama islam. Atas kejadian ini pun membuat saya tidak lagi menjalani hubungan
pacaran.

Ketika saya dihadapkan oleh masalah terbesar dalam hidup saya yaitu
perceraian orang tua. Ingin sekali rasanya saya bunuh diri agar tidak merasakan
dampak yang akan saya alami kelak atas perceraian tersebut. Dampaknya memang
cukup berat dimana saya harus mencari biaya sendiri untuk melanjutkan sekolah.
Belum lagi pertengkaran yang kerap meramaikan telinga bagai suara konser.
Padahal ketika itu saya sedang mempersiapkan untuk menghadapi Ujian
Nasional(UN). Namun, karena agama yang saya yakini sangat melarang hal

4
tersebut membuat saya terus berpikir ulang. Bahwa akan begitu berat ganjaran
yang diterima bahkan melebihi ganjaran seorang penjaghat di akhirat. Pun saya
berpikir ulang kembali jika saya meninggal lebih cepat tanpa bekal yang saya
persiapan untuk perjalanan diakhirat bisa-bisa saya akan masuk ke dalam Neraka
dan ikut hangus didalamnya. Semua ketakutan itu menghadang saya untuk tetap
mempertahankan nyawa saya dan tidak melakukan yang namanya bunuh diri.

Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Sehingga dalam


membangun negara pun pemimpin yang diutamakan adalah seorang yang
beragama islam. Dengan agama yang saya yakini selama ini dalam melakukan
kegiatan mengenai keagamaan saya seperti halnya Isra Mi’raj ataupun kegiatan
lainnya tidak merakan terbatasi ataupun ada yang melarang. Dalam melakukan
ibadah pun dengan agama yang saya yakini saya merasa bebas untuk melakukan
ibadah di Masjid dengan fasilitas yang memang sudah ada tanpa harus diam-diam
khawatir ada yang melarang ataupun bom yang berjatuhan. Namun, ketika isu
terorisme mulai bermunculan saya merasakan diskriminasi yang dilakukan oleh
masyarakat mengenai agama yang saya yakini adalah terorisme. Karena
kebanyakan terorisme menurut masyarakat setempat adalah orang-orang yang
memang berlatar belakang islam.

Pengalaman keberagamaan yang bisa saya gunakan dalam konseling yaitu


kesabaran, diamana saya harus sabar menghadapi konseli yang mengulur-ulur
waktu, ataupun memutar cerita misalnya. Kemudian kejujuran, dalam konseling
tentunya harus ada kejujuran yang dimiliki oleh konselor. Misal dalam hal cerita
pengalamannya yang dapat membangun kesadaran pribadi konseli.

Saya sempat memiliki pandangan bahwa orang-orang non-muslim dalam


bersosialisasi dengan orang islam semata-mata hanya formalitas dalam
masyarakat. Agar tidak terlihat bermusuhan. selalu waspada dengan orang islam
karena isu yang pernah beredar mengenai terorisme. Namun, perlahan hal ini
terhapuskan dengan pemahaman yang saya dapatkan dari komunitas
keberagamaan saya. Bahwa tidak semuanya yang kita pikirkan benar adanya. Pun
dalam agama saya diajarkan tidak baik dalam berprasangka buruk. Kemudian jika
kelaksaya akan menjadi guru BK/konselor prasangka ini harus saya hindari guna
kesenjangan dan terjadinya bias antara konselor dan konseli dan untuk menjaga
layanan konseling berjalan dengan baik.

5
Pemahaman mengenai keagamaan tentunya sangat penting saya ketahui.
Agar ketika saya menjadi guru BK ataupun seorang konselor saya dapat memahami
dan mengerti mengenai konseli saya. Pemahaman ini pun juga dapat membantu
saya agar tidak ada bias antara saya dengan konseli. Pun agar tidak terjadinya
bias-bias bidaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak
berjalanefektif.

Buku yang berpengaruh dalam pemahaman saya mengenai agama berjudul


Back To Tarbiyah. Di dalamnya terdapat kutipan yang saya selalu membacanya
mengenai subhanallahu wal hamdulillah wa laa ilaaha illallahu wallahuakbar.
Saudaraku, inilah majelis iman yang kita rindukan. Majelis yang akan menjadi saksi
dan syafaat di hari kiamat. Majelis yang manis. Majelis yang jujur. Majelis yang akur.
Majelis yang subur, majelis yang berkah. Majelis tarbiyah. Disini kita bersama
merangkai petuah jadi hikmah. Meramu nasehat jadi obat. mengenang kisah jadi
pencerah. Menyulam pengalaman menjadi perpustakaan. Meronce kritikan pedas
sebagai peneguh integritas. Menggelorakan taujih agar kebih gigih. Mendesain
keteladanan sebagai cermin keimanan. Mengubah kesulitan untuk melejitkan.
Maka, “Tetaplah disini. Di jalan ini. Bersama kafilah da’wah ini. Seberat apapun
perjalanan yang harus ditembuh, sebesar apa pun pengorbanan untuk
menebusnya, tetaplah disini. Jika bersama da’wah saja engkah serapuh ini, sekuat
apa engkau jika seorang diri.” (K.H Rahmat Abdullah) dalam buku (Izzuddin,
Solikhin Abu;, 2016)

Buku ini mengajarkan saya untuk tetap teguh memegang keyakinan dan
tidak mudah goyah dengan hentakan-hentakan keadaan yang bisa saja dapat
mempengaruhi saya. Tetap berada didalam barian barisan jama’ah untuk mejaga
keyakinan seperti halnya memiliki sahabat sepemahaman.

6
DAFTAR PUSTAKA

Izzuddin, Solikhin Abu;. (2016). Back To Tarbiyah. Yogyakarta: Pro-U Media.

7
KONSELING MULTIKULTURAL

AGAMA, SPIRITUALITAS, DAN KONSELING

Disusun Oleh :
Dini Uswatun (1715160717)
BK-A 2016

Dosen Pengampu :
Dr. Susi Fitriani S.Pd., M.Si. Kons

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FSAYALTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
TIMELINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN

Kuliah,
Lebih bisa menerima
segala sesuatu dengan
Kelas 6 SD, ikhlas & sabar,
Kelas 4 SD, Kelas 3 SMP,
Usia 7 Sudah kemudian menjadikan
Berpuasa Sudah memiliki
tahun mengenakan hal tersebut sebagai
seharian kesadaran diri
Memasuki jilbab jika pengingat untuk
penuh tapi untuk selalu
SD, Belajar pergi bermain senantiasa
ada beberapa mengerjakan
mengaji keluar mendekatkan diri
yang bolong shalat 5 waktu
kepada Allah SWT

Kelas 5 SD, Kelas 5 SD, Kelas 1 SMP, Kelas 1 SMA, SMA & Kuliah,
Menghafal Dipaksa Berbagi waktu Mengurangi Memiliki
surat Al- melakukan mengaji dan pemakaian hubungan
Qur’an shalat bersekolah celana jeans dengan lawan
jenis

1
Saya merupakan seorang muslim, agama yang saya anut merupakan
pemberian dari kedua orang tua sejak saya dilahrikan, seiring dengan perjalanan hidup,
saya tidak merasa islam hanyalah sekedar agama pemberian saja bagi diri saya,
dimana konotasi makna pemberian akan diasumsikan dapat diterima dengan ikhlas
atau tidak ikhlas nya seorang dalam menerima pemberian tersebut. Melainkan dari hal-
hal yang saya rasakan, islam merupakan agama yang memang sudah seharusnya
diyakini oleh setiap insan, bukan merupakan suatu pilihan untuk menganut agama
islam, melainkan sebuah kesadaran. Islam merupakan agama yang sangat sempurna,
dimana ketika kita memahami ajaran-ajaranNya hal tersebut akan membuat
ketenangan dan ketentraman batin.
Saya selalu diajarkan bahwa berbagi antar sesama merupakan suatu
keharusan, walau suatu hal yang ingin kita bagi tersebut tidak banyak, namun
setidaknya orang-orang disekililing kita dapat merasakan apa yang kita rasakan, hal
seperti ini sering dilakukan oleh orang tua saya. Ayah saya yang beretnis Jawa
sedangkan Ibu yang beretnis Betawi, memiliki karakteristik tersendiri, masyarakat etnis
Jawa memiliki karkteristik perilaku halus dan penyantun serta ramah, sedangkan
masyarakat beretnis Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal tersebut tertanam
didalam diri saya, salah satunya nya tercermin dengan cara berbagi antar sesama,
dikarnakan sifat ke khasan tersebut membuat diri saya memiliki sikap empati yang
tinggi terhadap sesama.
Sejak kecil orang tua saya sudah mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai
agama kepada diri saya, sehingga sampai dewasa ini saya terbiasa melakukan hal-hal
yang diperintahkan didalam agama saya, ada perasaan bersalah dan bedosa jika saya
tidak mematuhi aturan agama yang saya percayai. Saya dibesarkan dalam keluarga
yang religius, orang tua saya sangat mematuhi aturan-aturan dan perintah agama.
Termasuk halnya dalam melakukan ibadah shalat, didalam ajaran agama islam shalat
diibartkan sebagai tiang agama, merupakan suatu kewajiban bagi umat islam dalam
menjalankan ibadah shalat. Disamping itu orang tua saya selalu mengajarkan bahwa
mengaji merupakan suatu hal penting yang harus dilakukan, ketika memasuki SD Ayah
selalu menyuruh agar setiap hari saya mengaji, terkadang Ayah pun mengajarkan saya
mengaji dirumah, namun tak jarang saya sering membolos untuk mengaji dikarnakan
malas.

2
Ketika memasuki bulan Ramadhan, Ayah selalu membiasakan diri saya agar
dapat berpuasa seharian penuh, awalnya Ayah masih memberikan kesempatan
kepada saya untuk berpuasa setengah hari, namun pada saat saya dikelas 4 SD Ayah
tidak membolehkan saya untuk melakukan hal tersebut, saya sudah diwajibkan untuk
berpuasa seharian penuh, pada saat itu saya masih merengek kepada Ayah agar
membolehkan saya berbuka puasa di siang hari, namun Ayah selalu melarangnya.
Selain itu, melakukan shalat berjamaah diwaktu mengerjakan shalat wajib
maupun diwaktu shalat sunnah, seperti shalat sunnah tarawih di bulan Ramadhan,
kebersamaan sewaktu mengerjakan shalat berjaamah seperti itu sangatlah berarti
didalam keluarga saya, ada rasa kehangatan, kekompakan, dan keharmonisan yang
terjalin didalam keluarga sewaktu melakukan hal tersebut secara bersama-sama.
Kami saling mengingatkan antar satu sama lain, jika hal yang kami lakukan
akan melenceng dari batas ajaran agama, saling mengingatkan dalam hal kebaikan
merupakan salah satu ajaran penting yang diajarkan oleh orang tua saya. Hal seperti
ini merupakan cerminan karakteristik masyarakat beretnis Betawi, masyarakat Betawi
sangat menjaga nilai-nilai agama, saling mengingatkan antar satu sama lain
merupakan salah satu cara dalam menjaga nilai-nilai agama.
Sewaktu kecil Ayah sangat tegas mengajarkan nilai-nilai agama kepada saya,
jika tidak mau menurut Ayah selalu mengatakan nantinya saya tidak akan
mendapatkan uang jajan dan Ayah akan memarahi diri saya. Hal-hal seperti itu sangat
mempengaruhi karakteristik keperibadian diri saya, saya merasa tumbuh dan
berkembang menjadi seorang muslim yang taat dan patuh akan perintah Allah SWT.
Pengalaman seperti itu sangat berarti sekali bagi hidup saya, sejak kecil saya sudah
dikenalkan dengan ajaran-ajaran agama, hingga dewasa ini pengasuhan yang
dilakukan Ayah diwaktu kecil sangat berguna bagi diri saya. Bisa dikatakan nilai-nilai
agama yang ditanamkannya sebagai alat pengendali bagi saya dalam melakukan
kegiatan, agar saya mempunyai batasan atau norma dalam berprilaku, dan selalu
mengingat bahwa segala sesuatu yang kita lakukan nantinya akan dipertanggung
jawabkan diakhirat kelak. Ketika saya tidak mengerjakan shalat 5 waktu saya akan
merasa amat sangat berdosa dan bersalah, ketika saya tidak mengaji diri saya akan
dihinggapi perasaan bersalah, dan ketika saya tidak berpuasa saya merasa siksa
akhirat akan dekat menghampiri.

3
Pada saat saya bersekolah SD dulu, kegiatan yang saya lakukan selain
bersekolah ialah mengaji, saya mulai mengaji untuk mempelajari ilmu agama pada saat
berada dikelas 3 SD. Pada saat itu saya tidak merasa adanya paksaan ketika mngikuti
kegiatan mengaji, saya senang melakukannya. Ada banyak teman dan ilmu yang saya
dapatkan, didalam islam level awal untuk dapat membaca Al-Qur’an dimulai dengan
membaca Iqra’ terlebih dulu, walau harus banyak mengulang tapi saya tetap berusaha
agar dapat lanjut ketingkat selanjutnya. Tidak hanya membaca, pada saat saya berada
di kelas 5 SD sekolah saya mengharuskan siswanya agar dapat menghafal isi surat
yang terkandung didalam Al-Qur’an, pada saat itu saya merasa tertantang agar menjadi
orang pertama tercepat yang sudah banyak menghafal surat Al-Qur’an. Banyak sekali
hadits, surat, dan doa-doa yang telah saya pelajari, saya merasa mendapatkan
ketenangan dan kedamaian didalam hati karna sudah dapat mempelajari hal-hal yang
diperintahkan oleh Allah SWT. Pada saat saya berada di kelas 1 SMP, semangat saya
untuk mengaji mulai mengendor, dikarnakan tugas yang banyak dan waktu senggang
yang sangat sedikit, membuat saya menjadi malas untuk mengaji, namun Ayah saya
akan marah dan mengomel kepada bila saya tidak mengaji, ada rasa keterpaksaan
pada saat itu ketika saya mengaji. Rasa keterpaksaan tersebut menjadi bermanfaat
untuk saya, karna ilmu yang didapat pada saat mengaji sangat berguna, saya jadi lebih
memahami ajaran-ajaran islam dan hal tersebut menuntun saya untuk dapat menjadi
pribadi yang religius.
Dalam mengajarkan ajaran-ajaran agama kepada saya, Ayah sangat bersikap
tegas, ia ingin bila anaknya tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang religius,
dalam pengajarannya tak jarang Ayah sangat bersikap memaksa. Melaksanakan shalat
5 waktu merupakan suatu kewajiban yang harus saya laksanakan, hal tersebutlah yang
diajarkan oleh orang tua kepada saya. Pada saat saya dikelas 5 SD, Ayah selalu
membimbing dan memantau agar saya selalu mengerjakan shalat 5 waktu. Jika tidak
mengerjakan shalat, Ayah akan menghukum, hal seperti itu membuat saya sedih dan
kesal kepada Ayah, saya jadi tidak khusyu dalam melaksanakan shalat karna adanya
paksaan bukan dikarnakan adanya keinginan. Hal seperti itu tidak membuat saya
semakin rajin melaksanakan shalat melainkan selalu malas dalam mengerjakan shalat.
Sejak kecil, saya sudah dibiasakan untuk memakai jilbab namun pemakaian
jilbab tersebut hanya saya pakai pada saat sedang berada disekolah saja, ketika diluar
saya terbiasa tidak memakai jilbab. Ketika dikelas 6 SD, Ayah mengajarkan saya untuk

4
terus memakai jilbab diluar rumah, awalnya saya tidak mau, namun karna pada saat itu
rambut saya dipotong terlalu pendek akhirnya saya menuruti perkataan Ayah. Hal
seperti itu membuat saya saya sadar bahwa saya merupakan manusia yang beruntung,
ketika teman-teman saya yang lain baru mengenakan jilbab pada saat trend jilbab
sedang maraknya, sementara saya sudah dapat mengenakan jilbab semenjak SD,
saya merasa bangga dan senang atas apa yang telah saya lakukan. Dengan kewajiban
mengenakan jilbab membuat saya sadar akan peran wanita didalam agama islam
sangat diistimewakan. Jilbab menjaga wanita untuk menutup auratnya, jilbab membuat
wanita merasa dihormati dikarnakan pengasumsian wanita berjilbab sudah pasti
merupakan sosok perempuan yang baik dan terjaga, dan jilbab juga merupakan
penjaga wanita dari tindak kejahatan pria.
Pada saat dikelas 3 SMP, saya sudah mempunyai kesadaran sendiri akan
kewajiban saya untuk melaksanakan perintah shalat 5 waktu. Tanpa adanya paksaan
dari Ayah membuat saya dapat mengerjakan ibadah shalat secara khusyu dan ikhlas.
Hal tersebut membantu saya untuk dapat merefleksikan kedalam diri, bahwa
dikehidupan yang akan saya jalani esoknya harus dapat meningkatkan ibadah selain
melaksanakan shalat 5 waktu. Bagi saya, titik pencapaian untuk dapat melaksanakan
shalat wajib 5 waktu dengan kesadaran diri merupakan suatu peningkatan iman, saya
dapat menyadari bahwa saya masih mempunyai beban dan tanggung jawab yang kian
lama akan semakin berat dan nantinya harus saya laksanakan.
Seiring dengan bertambahnya usia, kewajiban dan tanggung jawab yang saya
pikul semakin lama kian bertambah. Pada masa-masa remaja penampilan yang saya
kenakan tidak bisa seperti pada saat saya di SD yang masih menyukai pakaian lengan
pendek, rok pendek, dan celana berbahan jeans. Ayah saya akan marah bila pakaian-
pakaian tersebut masih saya kenakan, saya masih belum mau mengganti gaya
pakaian, bisa dikatakan sulit bagi saya pada saat itu keluar dari zona nyaman
berpakaian. Lama kelamaan saya dapat menyesuaikan gaya berpakaian, dengan
mengenakan jilbab, baju lengan panjang, dan bawahan panjang. Namun kebiasaan
mengenakan celana jeans tidak dapat saya hindari, saya suka mengenakan celana
jeans bagi saya jeans merupakan perpaduan gaya pakaian yang keren dan lebih
nyaman dikenakan. Namun Ayah saya mempunyai pandangan lain dikarnakan ajaran
agama islam yang memrintahkan bila wanita muslim akan lebih baik mengenakan
bawahan rok berbahan, hal tersebut membuat Ayah melarang saya untuk mengenakan

5
celana jenas, namun tidak semudah itu untuk merubah gaya penampilan saya, saya
membutuhkan waktu untuk mengubah hal tersebut, disamping itu saya merasa tidak
adanya kebebasan yang saya miliki karna adanya aturan agama yang mengaharuskan
hal tersebut. Hal tersebut membentuk pandangan saya mengenai islam, islam
merupakan agama yang terjaga, hal-hal mengenai berpakaian sangat diperhatikan
didalam agama islam, dengan menghindari larangan berpakaian dalam islam nantinya
kita terjaga dari kejahatan yang dapat mebahayakan diri.
Memasuki usia dewasa, saya mulai mengenal hubungan antar lawan jenis.
Pernah beberapa kali saya dekat dengan seorang pria, hungan dekat tersebut melebihi
dari seorang teman, pacar lebih tepatnya. Saya mulai berpacaran ketika berada dikelas
2 SMA dan pernah dekat dengan seorang pria ketika memasuki kuliah, hanya sekedar
dekat saja tidak pacaran, namun hubungan kami terasa seperti 2 orang yang sedang
berpacaran. Ada perasaan bersalah didalam diri saya ketika mempunyai hubungan
spesial dengan lawan jenis. Saya merasa bersalah dan dihinggapi rasa berdosa, karna
dildalam ajarana agama islam seorang perempuan dan laki-laki yang bukan mahram
nya tidak boleh saling berdekatan sampai mereka benar-benar resmi menikah,
ganjarannya akan mendapat dosa.
Namun disisi lain, saya tidak dapat menghindari dan mengakhiri hubungan
tersebut dikarnakan persaan kami yang saling menyukai. Ketika menjalani hubungan
tersebut saya merasa telah berlari terlalu jauh dan berpura-pura tidak tahu mengenai
dosa yang nantinya akan saya tanggung. Dipikiran saya hanyalah “saya masih bisa
menjaga diri ini kok, jadi saya tidak perlu khawatir akan hal-hal yang nantinya dapat
membuat dosa” namun kenyataannya apa yang saya katakan tersebut tidak sesuai
dengan apa yang saya lakukan. Saya semakin terjebak terlalu dalam dengan perasaan
sayang kepada orang tersebut, sampai saya merasa benteng pertahanan keimanan
saya lama-kelamaan mulai meruntuh, yang awalnya saya tidak ingin berpegangan
tangan sampai melakukan pegangan tangan, karna menurut saya berpengan tangan
dengan lawan jenis akan menyebabkan saya berdosa. Saya merasakan adanya
pergulatan batin antara keimanan saya dengan rasa sayang yang saya rasakan.
Sampai pada akhirnya karna beberapa hal saya memilih untuk menyudahi hubungan
tersebut. Keluar dari situasi tersebut tidaklah mudah, tidak segampang dengan apa
yang saya ucapkan, namun perlahan seiring dengan berjalannya waktu saya dapat
keluar dalam situasi pergulatan batin yang saya rasakan.

6
Keluar dalam situasi tersebut membutuhkan keikhlasan dan kelapangan hati
yang besar. Saya yakin dan percaya bahwa Allah sudah menetapkan takdir yang baik
untuk saya nantinya. Pengalaman tersebut merubah hidup saya untuk dapat benar-
benar mengerti mengenai arti keikhlasan dan kesabaran. Ikhlas menerima segala
sesuatu hal yang memang betul-betul bukan menjadi milik kita dan sabar dalam
penantian agar tidak terburu-buru ketika akan memutuskan suatu hal, dan lebih banyak
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta agar benar-benar diberikan jodoh diwaktu
yang tepat dan jodoh yang dapat membimbing saya mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta. Saya selalu merasa menjadi manusia yang banyak akan kekurangan dan
merasa diri saya ini lemah, namun saya yakin semua hal tersebut dapat dirubah
dengan kuasa dan kehendak Allah SWT. Sebagai manusia biasa sangat banyak sekali
keluh kesah yang saya utarakan disetiap doa-doa. Bagi saya berdoa merupakan kunci
kekuatan saya dalam melewati segala hal-hal sulit dalam menjalani kehidupan ini,
seperti halnya ketika saya mengahadapi masalah tersebut, saya selalu berdoa jika ia
memang berjodoh dengan saya maka dekatkan, namun jika ia bukan jodoh yang baik
untuk saya maka tolong jauhkan.
Berbicara mengenai Islam, Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia,
sebagai penganut agama islam saya merasa senang dan bangga dengan kedudukan
islam sebagai agama mayoritas sehingga islam memiliki kedudukan dominan. Seperti
halnya presiden dan mantan-mantan presiden dinegeri ini, mereka memiliki kedudukan
dominan dikarnakan kekuasaannya sehingga agama yang dianutnya mempengaruhi
kekuasaan tersebut, bisa dikatakan islam memiliki hak istimewa. Kedudukan dominan
dan hak istimewa tersebut sangat membawa pengaruh besar, salah satunya dalam
memilih pemimpin di negeri ini. Banyaknya kontroversi sewaktu Ahok terpilih menjadi
seorang pemimpin dikarnakan latar belakang agamanya membuktikan bahwa agama
sangat memegang peran penting dalam kehidupan bermasayarakat.
Keistimewaan yang dirasakan karna islam merupakan agama mayoritas ialah
saya mudah untuk mendapatkan makanan halal, lain halnya jika saya tinggal disebuah
negara dengan penduduk mayoritas Non-islam sedangkan saya termasuk minoritas
dinegara tersebut dikarnakan agama saya islam, akan susah bagi saya untuk
mendapatkan makanan halal. Selain itu mudahnya menemukan tempat beribadah dan
sudah tidak adanya larangan mengenakan jilbab merupakan salah satu keistimewaan
yang saya rasakan. Dikarnakan agama mayoritas, islam memiliki kedudukan dominan

7
dan hak istimewa hal tersebut membuat saya tidak merasa adanya
prasangka/deskriminasi agama yang terjadi pada diri saya, mungkin berbeda dengan
orang lain yang bertempat tinggal disuatu daerah terpencil, saya sering mendengar
adanya deskriminasi yang mereka rasakan dikarnakan mereka memeluk agama islam,
seperti halnya mendapatkan ancaman teror dan yang paling terparah mereka diancam
akan dibunuh. Banyak orang-orang diluar sana beranggapan bahwa teroris diluar sana
berasal dari ajaran agama islam, saya merasa cukup kesal bila mendengar anggapan
seperti itu, menurut saya bukan dikarnakan ajaran agamanya melainkan persepsi yang
salah dari orang tersebut mengenai cara pandang mereka terhadap ajaran agama
islam, sehingga ketika mereka bermaksud untuk berjihad di jalan Allah hal yang mereka
lakukan akan melenceng dari ajaran agama.
Sebagai seorang calon konselor saya harus dapat bersikap secara profesional
dalam memberikan layanan kepada konseli nantinya, saya tidak boleh memakasakan
nilai-nilai yang saya yakini kepada konseli. Ada beberapa hal yang saya tanamkan
kedalam diri mengenai pengalaman-pengalaman agama dan spritual, hal tersebut
cukup saya tanamkan sehingga pengalaman tersebut dapat saya jadikan sebagai
bahan pembelajaran dan evaluasi diri dalam memahami kondisi yang sedang dialami
konseli. Pengalaman yang saya rasakan ketika berkuliah mengenai keikhlasan dan
kesabaran dapat saya jadikan sebagai hal penting yang nantinya akan saya terapkan
dalam melakukan konseling, dengan sikap tersebut akan membantu saya memahami
lebih jauh mengenai kondisi konseli.
Sejak kecil, saya sudah dibiasakan untuk dapat mematuhi norma-norma agama,
ha tersebut telah terinternalisasi ke dalam diri saya. Saya merasa, ketika agama
tertentu memiliki suatu cara pandang yang berbeda dari hal yang saya yakini, saya
akan memaksakan nilai-nilai keyakinan yang saya anggap benar untuk membantah
bahwa ajaran agama tersebut tidak benar karna hal tersebut tidak sesuai dengan
ajaran agama saya, namun saya berusaha untuk dapat mengembangkan sikap
toleransi sehingga saya dapat menghormati perbedaan yang terjadi.
Agar kita dapat menjadi seorang konselor profesional, dibutuhkan kesdaran
mengenai nilai-nilai agama. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang konselor
profesional pemahaman agama ini dijadikan sebagai landasan kita untuk pengendalian
moral. Disamping itu, hal ini penting untuk menggali lebih dalam mengenai pengalaman
agama dan spiritualitas yang kita miliki agar dapat menyadari pengalaman tersebut.

8
Untuk memahami cara pandang agama lain sehingga mengurangi terjadinya bias
dalam melakukan konseling.
Dalam buku Fiqh Islam karangan H.Sulaiman Rasjid, terdapat firman Allah yang
berbunyi “Berada didalam surga, mereka tanya-menanya tentang (keadaan) orang-
orang yang berdosa, “Apakah yang memasukan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”
Mereka menjawab “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
dan kami tidak pula memberi makan orang miskin”. (Al-Muddassir: 40-44). Hukum
shalat sangat diwajibkan bagi umat islam, hal tersebutlah yang membuat Ayah bersikap
sangat tegas dalam membimbing saya agar selalu menegakan shalat 5 waktu,
ganjaran bagi orang-orang yang lalai dalam melaksanakan shalatnya ialah dimasukan
kedalam api neraka, seperti halnya yang disebutkan didalam firman tersebut.
Berbagi antar sesama merupakan suatu hal yang ditanamkan orangtua kepada
diri saya, saya senang jika dapat berbagi walaupun jumlah yang dapat saya bagi tidak
terlalu banyak, pesan yang dapat saya ambil dalam pembelajaran tersebut ialah,
jangan pernah berlaku pelit terhadap orang lain karna menebar kebaikan merupakan
suatu keindahan yang tak ternilai harganya. Jika kita dapat berbagi, bukan hanya
manusia yang dapat membalasnya, melainkan Allah SWT yang akan memberikan
balasan berupa limpahan pahala. Seperti yang telah dijelaskan didalam buku tersebut
“Sedekah pada jalan Allah (kebaikan) itu akan mendapat ganjaran tujuh ratus kali dari
harta yang disedekahkan, bahkan Allah akan melipatgandakan dari itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya”.
Dalam firmannya yang lain, Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari tertentu.” (Al-Baqarah:
183-184). Ketika dilatih untuk berpuasa seharian penuh saya selalu mengeluh karna
tidak yakin jika saya dapat melakukannya, terkadang saya suka mengumpat disebuah
ruangan agar tidak ketahuan oleh Ayah jika saya sedang makan, karna bagi saya,
ditahap umur tersebut saya belum mempunyai kekuatan sebanding dengan orang-
orang dewasa pada umumnya. Saya masih suka diam-diam untuk membatalkan puasa,
namun dikarnakan adanya kesadaran diri setelah membaca firman tersebut membuat
hati saya kian lama menyadari bahwa sebagai orang yang beriman saya harus dapat
menjadi manusia yang bertaqwa, salah satunya dengan menjalankan ibadah berpuasa.

9
Dalam pengalaman-pengalaman agama tersebut, sebagai seorang manusia diri
saya jauh dari kata sempurna. Pengalaman tersebut hanyalah sebagian kecil bagian
dari kehidupan saya, masih banyak yang perlu diperbaiki agar saya dapat tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Semua itu membutuhkan proses
pembelajaran dan bimbingan dari lingkungan sekitar, sebagai manusia yang memiliki
akal sudah seharusnya saya terus menggali ilmu agar mendapatkan pemahaman-
pemahaman agama secara luas dan mendalam, seperti yang diriwayatkan didalam
hadits Ibnu Abdil Baar yang berbunyi “Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim
laki-laki maupun muslim perempuan”. Sebagai seorang calon konselor, memiliki
pengetahuan yang mendalam mengenai agama dapat membantu dalam meningkatkan
kinerja dan disamping itu, hal tersebut juga harus didukung oleh etos kerja yang baik
sehingga nantinya tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

10
11
KONSELING MULTIKULTUR

REFLEKSI AGAMA

Disusun guna memenuhi Tugas mata kuliah Konseling Multikultur


Dosen Pengampu : Dr. Susi Fitri, S.Pd, M.Si. Kons

Disusun oleh :
Eka Wulan Septiani
1715161867

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
TIMELINE
Lahir pada 13 Mulai dkenalkan Saat usia Sudah lancar Mulai Merasa lebih unggul Sangat senang karna
September mengenai sekolah saya membaca Al- berjilbab dalam ilmu Agama pada akhirnya memiliki
1998 sebagai aktivitas- selalu Qur’an sejak sejak SD saat SMA karna teman yang berbeda
seorang Muslim aktivitas bersekolah di TK dan sejak kecil selalu agama yang mana
keagamaan sekolah bersekolah bersekolah yang mengajarkan hidup
sejak kecil, berbasis Agama agama sejak berbasis Islam toleransi dalam
seperti sholat, dari mulai TK SD yaitu yangmana pelajaran keberagaman
mengaji, puasa, hingga SMP. Madrasah agamanya lebih
do’a-do’a, dll. Diniyah detail
Awaliyah.

Pertama Merasa tidak Keluarga


kalinya se religius Menimbulkan
bersekolah saat kecil ketidaknyamanan
umum saat karna mulai pada teman-
SMA, yang meninggalka teman saya yang
juga pertama rutinitas belum berjilbab.
kalinya keagamaan
memiliki teman yang selalu
berbeda dilakukan saat
agama kecil

1
Saya Eka Wulan Septiani yang terlahir dari sebuah keluarga sederhana yang
menganut suatu kepercayaan. Kepercayaann ini memiliki 2 pedoman yaitu Al
Qur’an dan Sunnah. Tepat sekali, sejak sebuah adzan dan iqamah dilantunkan ke
telinga saya saat lahir pada waktu itu juga saya ditetapkan beragama Islam. Dapat
dikatakan saya adalah islam keturunan, yang mana ini diturunkan oleh kedua orang
tua saya yang mana beragama Islam. Tak maksud untuk mengkritik tentang agama
yang diturunkan begitu saja, namun justru saya sangat bersyukur terlahir sebagai
muslim. Sejak kecil saya sudah diajarkan bagaimana seorang muslim beribadah,
dimulai dari sholat, mengaji, dan ajaran-ajaran lainnya mengenai baik buruknya
suatu perilaku. Bahkan saat usia 5 tahun yang mana saat itu masih siswi dari
sebuah taman kanak-kanak, saya sudah mahir mengaji hingga saat itu saya satu-
satunya siswa yang sudah pada tingkat Al-Qur'an dalam mengajinya. Selain itu
pada usia 7 tahun orang tua saya sudah mulai mengencarkan saya untuk
melakukan sholat. Memang pada islam sendiri dikatakan bahwa anak yang sudah
berusia 7 tahun wajib hukumnya untuk sholat 5 waktu.

Sedari kecil dapat dikatakan bahwa saya selalu bersekolah di sekolah yang
berbasis Islam. Saat Taman kanak-kanak saya pun berbasis Islam yang mana
dalam kegiatan belajar mengajarnya didasari oleh pengetahuan agama. Memulai
pelajaran dengan do’a, makan, masuk dan keluar kamar mandi, semua dilakukan
dengan do’a terlebih dahulu. Saat itu juga saya memulai untuk bisa membaca Al-
Qur’an. Dimulai dari Iqra’ 1 yang man adalah tahap awal dari pengenalan huruf-
huruf hijaiyah yang mana nantinya akan ada didalam Qur’an. Kemudian naik tingkat
Iqra’ 2 yang mengenali harakat dalam huruf hijaiyah. Lalu terus naik tingkat ke Iqra’
selanjutnya hingga Iqra’6 yang isinya adalah potongan-potongan ayat Al-Qur’an.
Selanjutnya saat masuk Sekolah Dasar saya pun bersekolah di sekolah Islam yang
mana terdapat 16 mata pelajaran yang dipelajari disana, dari mulai pengetahuan
umum hingga pengetahuan agama yang dibagi-bagi sehingga lebih detail seperti
Aqidah Akhlak, Fiqih, Qur’an Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab,
Imla, dan lainnya. Tak hanya lebih banyaknya pengetahuan Islam yang dipelajari,
namun juga sangat berpengaruh dalam pergaulan di sekolah. Sekolah Islam tentu
saja berisikan siswa siswi yang beragama Islam, hal tersebut membuat saya tak
pernah berteman dengan orang yang berbeda agama. Tak hanya Sekolah Dasar
saja, pada siang harinya saya juga harus sekolah Agama lagi, yaitu Madrasah
Diniyah Awaliyah. Tak banyak perbedaan mengenai pengetahuan Agama antara
sekolah SD dengan MDA saya, keduanya mempelajari mata pelajaran yang sama

2
dan masa sekolah yang sama yaitu 6 tahun, namun bedanya di sekolah MDA
terdapat ilmu Qur’an tambahan seperti Nahu Shorof, yaitu tata cara bahasa dalam
Bahasa Arab, seperti halnya grammar dalam Bahasa Inggris. Selain itu ada juga
mata pelajaran kitab kuning seperti Durusul Fiqiyyah yang isinya adalah aswaja
mengenai Ilmu Fiqih. Selain ilmu pelajaran, ilmu kehidupan juga sangat gencar
diajarkan. MDA yang saya ikuti ini didirikan oleh seorang Kiyai yang cukup
terkemuka di Kota saya, dalam sholat sendiri selalu diajarkan untuk melakukan
sholat sunnah seperti Qobliyah dan Ba’diyah, atau sholat sunnah sebelum dan
sesudah sholat Fardhu. Selain itu juga, karna waktu sekolah yang dimulai dari pukul
1 siang hingga 5 sore maka saya selalu sholat ashar berjamaah di masjid sekolah
dengan seluruh warga sekolah, setelah sholat ashar pasti selalu diisi ceramah
singkat dari Kiyai pendiri sekolah ini. Tak hanya itu, dalam bertransaksi di kanti
sekolah pun diperintahkan menggunakan bahasa Arab, meski tak keseluruhan
bahasa Arab, namun dalam berbicara sering diselingi kosa kata bahasa Arab.

Berlanjut setelah sekolah MDA hingga pukul 5 sore, saya pun pulang untuk
makan, mandi dan istirahat sejenak. Saat adzan maghrib berkumandang saya pun
bergegas wudhu dan memakai mukena saya untuk berjamaah di masjid sembari
memeluk sebuah Qur’an berukuran sedang. Ya malam harinya seusai sholat maghri
berjamaah saya pun mengaji dengan Kiyai pendiri MDA diirumahnya. hal ini
dikarenakan saya dapat dikatakan masih memiliki kekeluargaan dengan Kiyai ini.
Pengajian ini juga hanya berisikan 7 orang perempuan yang mana seluruhnya
masih cucu dari Kiyai tersebut. pengajian ini selesai sampai setelah melakukan
sholat Isya di masjid. Saya sangat merasa bahwa semasa SD dulu saya menjadi
anak yang setiap harinya belajar dan belajar, terlebih dalam ilmu agama. Saya pun
saat ini merasa sangat Sholeha semasa SD dulu.

Lulus SD lulus pula MDA nya dan usai sudah mengaji di Kiyai tersebut,
karna merasa sudah cukup dan kelak SMP nanti akan lebih sibuk disekolah dan
sudah bukan masanya lagi katanya. Namun hal tersebut bukan berarti saya terlepas
dari hal-hal mengenai ilmu agama, selepas lulus SD pun saya dan lagi meneruskan
ke SMP yang berbasis agama. tak ada perbedaan mengenai mata pelajaran yang
dipelajari. Selain ilmu agama, saya juga mempelajari ilmu pengetahuan lainnya
seperti kebanyakan orang kok hanya saja ada tambahan ilmu agama didalamnya.
Tidak banyak hal dalam pelajaran yang membuat saya kaget saat SMP, karna saya
sudah terbiasa selama 6 tahun dengan pelajaran agama hanya saja semakin luas

3
pelajarannya. Selain sekolah yang selalu berbasis agama, tentunya hal tersebut
didukung juga dengan keluarga yang mana memang terkenal agamis. Dlam
keseharian, keluarga saya sangat menekankan pada landasan-landasan islam.
Terlebih mengenai perintah Allah yang wajib dilaksanakan, seperti sholat, puasa
Ramadhan, mengaji, hingga tata cara berpakaian. Saya berjilbab sejak SD, awalnya
itu adalah sebuah tuntutan keluarga dan juga sekolah yang mengharuskan pakai
jilbab, namun seiring bertambahnya usia saya semakin terbiasa dan menyadari
kewajiban sebagai perempuan muslim untuk menurut auratnya. Entahlah saat ini
saya berpikir bahwa keluarga sangat religius juga didukung oleh faktor etnis saya
yang terkenal lebih religius yaitu Sunda. Alasan tersebut karna berkaitannya norma-
norma dalam etnis yang seringkali dilandaskan atau bahkan berkaitan dengan
agama saya.

Ilmu kehidupan sebenarnya pun dimulai saat SMA, yang mana untuk
bertama kalinya saya bersekolah di SMA Negeri yaitu sekolah umum untuk semua
orang tanpa membedakan apapun. Untuk pertama kalinya saya memiliki teman
yang berbeda agama, dan beruntungnya saat itu kelas saya berisikan siswa siswi
yang beragama kristen, hindu dan budha. Saya merasa keluar dari zona nyaman
yang menurut saya ini sangat penting demi pembentukan karakter diri terlebih
dalam hal toleransi, jujur saat SD saya merasa lebih fanatik dan sangat merasa
paling benar dalam agama yang seharusnya dianut, namun itu tidak terlepas dari
lingkungan pembentuk karakter saya yang semuanya muslim. Suatu hal yang
menyenangkan saat SMA karna saya sudah siap untuk hidup lebih beragam
dengan lingkungan. Saat SMA saya memiliki kelompok kecil dalam kesehariannya
yang mana terdapat 2 orang yang beragama Kristen dan Hindu. Untuk pertama
kalinya berteman dengan yang berbeda agama dan langsung merasakan 2 orang
sekaligus dari agama yang berbeda. Tak banyak hal yang kurang menyenangkan
perihal agama dalam pertemanan saya. saya sering main ke rumah Komang yaitu
teman yang beragama hindu, saya juga bermain dengan anjing peliharaannya,
namun tetap pada ketetapan yang seharusnya dalam islam. Orang tuanya sangat
baik dengan saya meskipun saya berkerudung. Saya diperlakukan sama dengan
yang lainnya tanpa dibedakan dari hal apapun. Dalam urusan ibadah juga saya
tetap sholat di rumahnya dengan membawa mukena sendiri. Hal tersebut juag
terjadi dengan teeman saya yang beragama kristen yaitu Kartika. Saya sering main
kerumahnya dan bahkan disuguhi berbagai jenis makanan karna ibunya sangat hobi
memasak. Tentunya saya sangat dihargai sebagai muslim oleh orang tuanya

4
dengan cara dihidangkan makanan yang halal untuk saya. kartika juga adalah
seorang teman pulang saya, setiap harinya saya selalu menumpang motornya
untuk pulang bersama karna satu arah juga. Dia sangat baik dan peduli tanpa
membedakan. Tak terlupa seorang teman kristen yang saya miliki yaitu Sabrina. Dia
berbeda kelas dengan saya, dan mulai mengenal saat disatukan dalam sebuah tim
untuk lomba saat itu. Sabrina juga teman yang sangat baik dan memotivasi, dirinya
yang sangat pintar dan ambisius dalam belajar membuat saya selalu bersemangat
dan tidak bermalas-malasan dalam belajar. Banyak hal yang diajarkan olehnya
mengenai memperjuangkan apa yang kita inginkan.

Hidup tak selalu mulus, ada saja hal yang tak kita harapkan justru terjadi.
Hal itu terdapat pada keluarga saya yang tidak sepenuh hati mengizinkan saya
berteman dengan yang berbeda agama. tak hanya itu, teman sesama muslim saat
SMA dulu tak semuanya sudah berjilbab. Bermula saat teman-teman saya main ke
rumah, bukan berarti ada perlakuan atau perkataan tak baik terlontarkan pada
mereka, namun justru kepada saya yaitu setelah mereka pulang ada ucapan
mengenai mereka yang belum berjilbab. Keluarga selalu berpandangan bahwa
seorang perempuan yang sudah baligh wajib hukumnya untuk berjilbab. Saat itu
saya berpikir bahwa tak semua orang memiliki pemikiran dan penerapan seperti
keluarga saya. teman-teman saya pun saya kira merasakan hal itu, mereka terasa
sungkan jika main kerumah karna selain seluruh keluarga memakai jilbab jika
bertemu orang lain, juga tata cara berbahasa yang mana tak boleh ada kata kasar
didalamnya. Usia remaja saya rasa cukup wajar dalam berkata hal-hal yang
dianggap gaul atau sebenarnya suatu kebiasaan, namun saja tidak semua orang
mengganggap itu wajar termasuk keluarga saya. setelah kunjungan pertama
tersebut membuat teman-teman saya saat berkunjung selanjutnya menggunakan
jilbab. Mereka menyadari hal tersebut dan merasa bahwa harus mengikuti juga
kebiasaan keluarga saya yang seperti itu. Mungkin bagi sebagian besar orang
menganggap bahwa itu bukanlah sesuatu yang kompleks namun bagi saya itu
kurang menyenangkan memiliki keluarga yang cukup fanatik dalam sudut pandang
terhadap orang lain yang selalu dikaitkan dengan agama. jujur saja saya awalnya
juga merasa bahwa apa rasanya punya teman berbeda agama yang mana dalam
hal masalah hidup tak bisa didiskusikan dengan hal-hal yang agamis. Menurut saya
juga dalam menghadapi suatu masalah hal yang benar-benar ampuh untuk
dijadikan acuan adalah landasan-landasan agama yang dianut itu sendiri.

5
Masalah sering kali terjadi dalam setiap kehidupan, saya merasa bahwa
pedoman agama sangat berperan penting dalam menyikapi sebuah masalah.
Dalam agama saya dipercaya bahwa tak ada satupun masalah yang diberikan
kepada hamba-Nya melewati batas kemampuan hamba-Nya. Segala sesuatu
masalah pastinya sesuai dengan kapasitas seorang muslim itu sendiri. Saya sendiri
merasa bahwa masalah apapun dapat teratasi jika selalu berusaha
menyelesaikannya dan tak lupa berdo’a. Do’a kepada Allah SWT salah satu cara
membuat saya tetap tabah dan tenang dalam menghadapi suatu masalah. Percaya
dan selalu berprasangka baik kepada yang Maha Kuasa bahwa segala sesuatunya
ada hikmah untuk pengajaran kehidupan dimasa yang akan datang. Jujur saja tak
ada masalah yang begitu rumit dalam hidup, mungkin rumit namun saya merasa itu
masih dalam kapasitas saya. Saat lulus SMA yang lalu, saya dihadapkan dengan
permasalahan mengenai melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Saya sangat
bersikeras bahwa saya harus kuliah dan bisa kuliah. Orang tua pada saat itu sedikit
ragu mengenai perihal biaya untuk saya kuliah, karna keterbatasan ekonomi yang
membuat mereka tak yakin dapat mewujudkan mimpi saya untuk merasakan
bangku universitas. Saat itu saya meyakinkan kedua orang tua saya bahwa saya
bisa kuliah di universitas negeri, yang mana terdapat sistem UKT yaitu biaya
disesuaikan dengan kemampuan orang tua. Saya pun sangat bersungguh-sungguh
dalam belajar, saya juga sangat dini mempersiapkan diri untuk SBMPTN, karna
saya tak mau berharap lebih pada SNMPTN. Saya pun berdo’a setiao harinya agar
diberikan yang terbaik untuk hidup saya. Memang benar berdo’a itu harus jelas
akan inginnya namun lagi-lagi saya percaya bahwa apa yang dikira baik oleh saya
belum tentu Allah mengizinkan, dan percaya bahwa ada yang lebih terbaik yang
telah Allah persiapkan untuk hidup saya. Akhirnya yakinlah orang tua saya akan
kemampuan dan usaha keras saya untuk berkuliah.

Singkat cerita lolos lah saya ke salah satu universitas negeri yang ada di
Ibukota. Saya lolos dalam seleksi SBMPTN dan benar saja SNMPTN saya tidak
lolos. Sempat optimis pada SNMPTN namun ternyata tak sesuai harapan. Kecewa
pasti, namun saya percaya bahwa banyak jalan untuk lolos ke universitas negeri.
Saat lolos saya pun dihadapkan dengan penentuan UKT, dan alhamdulillah saya
mendapatkan UKT golongan 2 yaitu sebesar 1juta rupiah. Orang tua pun tenang
mengetahui hal itu karna tak ada lagi rasa khawatir tidak dapat membiayai saya
kuliah. Tiga bulan berlalu saya pun berkuliah di Universitas Negeri Jakarta, dan
beruntungnya lagi saya mendapatkan beasiswa Bidikmisi tambahan yang setiap

6
bulannya mendapatkan living cost sebesar 600rb dan dibebas biayakan UKT. Orang
tua saya pun sangat bersyukur akan hal itu, saya juga merasa bersyukur dan
beruntung karna hal tersebut tidak membebankan orang tua saya untuk membiayai
saya kuliah.

Agama saya adalah agama mayoritas di Indonesia, bahkan Indonesia


adalah salah satu populasi Islam terbanyak di Dunia. Tak ada hal yang
memarginalkan agama saya, tak ada pula perlakuan tak menyenangkan yang saya
alami selama saya menjadi seorang muslim. Dalam hal keistimewaan banyak yang
saya dapatkan sebagai seorang muslim, akses ibadah yang mudah, puasa
Ramadhan yang dihargai, dan banyak lagi. Pengalaman-pengalaman
keberagamaan saya sangat mempengaruhi sikap saya dalam proses konseling.
Pengalaman tak menyenangkan saya mengenai keluarga yang begitu fanatik
terhadap orang lain yang berbeda cara berbahasa dan berbusana membuat saya
lebih dapat menerima orang lain yang berbeda. Pengalaman itu membuat saya
lebih tau rasanya bagaimana berada di posisi orang yang merasa tersudutkan akan
hal itu.

Terdapat beberapa hal yang saya khawatirkan sebagai calon konselor


mengenai keberagamaan ini, saya khawatir akan memiliki pemikiran yang sama
dengan keluarga saya yang cenderung fanatik dalam beragama. Terdapat bias-bias
yang mungkin saja timbul saat menjadi konselor nanti, seperti teguh pada pendirian
mengenai pandangan akan suatu pengajaran agama dan banyak hal yang mungkin
saja bertentangan dengan ajaran saya selama ini. Namun dibalik kekhawatiran saya
akan bias-bias yang berpotensi timbul pada saat menjadi konselor nanti terdapat
juga hal yang penting yang dapat dijadikan pembelajaran untuk menjadi pribadi
konselor yang baik nantinya. Semakin kaya sebuah pengalaman, semakin banyak
juga pelajaran yang dapat diaplikasikan sebagai seorang konselor nantinya.

Kembali mengingat banyaknya pengalaman keberagamaan yang saya


alami, tentunya saya memiliki sebuah pedoman yang mana didalamnya berisikan
hal-hal yang selalu saya pegang teguh untuk menjalankan kehidupan sehari-hari.
Sebagai pedoman hidup seorang muslim kebanyakan yaitu Al-Qur’an, banyak sekali
ayat-ayat-Nya yang selalu menentramkan hati terlebih ayat-ayat yang menguatkan
hati jika dihadapkan dengan suatu persoalan maupun rasa lelah akan hidup ini.
Pertama terdapat pada Surah Ibrahim ayat 7 yaitu “Jika kamu besyukur maka akan
Aku (Allah SWT) tambah”, ayat tersebut selalu membuat saya setiap harinya selalu

7
bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Saat lelah maupun kejenuhan
menghampiri, saya selalu mengingat ayat tersebut dan membuat saya merasa
sangat tertampar sebagai seorang hamba-Nya yang seringkali melupakan nkmat
yang begitu besr setiap harinya. Kedua yaitu Surah Al-Insyirah ayat 5-6 yaitu “Maka
sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama
kesulitan itu ada kekmudahan”, serupa dengan yang telah saya katakan
sebelumnya mengenai tak ada masalah yang diberikan kepada kita melewati batas
kemampuan kita sendiri. Saya percaya bahwa seberat apapun ujian yang ada pasti
semua akan terselesaikan dengan baik dan Allah akan meningkatkan derajat kita.
Tak hanya mengenai bersyukur dan menghadapi ujian, dalam hidup juga seringkali
ditemukan suatu keadaan dimana kita harus memilih salah satu dari pilihan yang
ada. Manusia hanya bisa berencana dan Allah yag berkehendak, itu adalah salah
satu hal yang saya yakini apabila kenyataan yang ada tak sesua harapan saya. hal
tersebut sesuai pada Surah Al-Baqarah ayat 126 yaitu “Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu
tidak mengetahui”. Ayat tersebut saya selalu jadikan pengingat apabila dihadapkan
pada suatu pilihan. Hal tersebut yang membuat saya selalu berdo’a untuk diberikan
yang terbaik, memang benar do’a itu harus jelas apa maunya, namun berserah diri
juga menurut saya penting karna sesungguhnya Allah lah yang mengetahui apa
yang baik, terbaik dan paling baik untuk hamba-Nya.

8
“Agama Sendiri”

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultural yang
Diampu oleh

Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons

Disusun oleh

Fannya Aulia Bintang / 1715161309

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
Timeline Pengalaman Agama

Semakin dewasa
Saat saya TK Bisa mengaji sadar bahwa Mencoba bersikap
Mendapat
saya diberikan
juara 3 hafal
mempermudah Sholat itu wajib jujur, dan ikhlas
hadiah karena
surah pendek
saya saat ujian dan harus dengan masalah
full 1 hari praktek agama dilaksanakan dan yang terjadi di
di Taman
puasa. di sekolah. menjadi kebutuhan. hidup saya.
Kanak-Kanak.

Ditegur Berbohong saat Gibahin teman Saat SMP saya


penjaga mengisi buku mulai menjalin
masjid akibat Sholat, saya hubungan khusus
berisik saat mengaku sholat (pacaran), padahal
sholat 1 hari full dalam Islam
terawih. padahal ada melarang untuk
yang bolong. berpacaran.

1
Refleksi dan Analisis
Saya terlahir di keluarga beragama Islam. Keluarga saya semuanya Islam. Saya
sadar bahwa saya beragama Islam karena sejak kecil saya sudah dikenalkan dengan
do’a-do’a pendek, diajarkan gerakan-gerakan sholat, dan diberi tahu bahwa Tuhan kita
adalah Allah SWT beserta malaikat-malaikat dan nabi-nabi. Saya dimasukkan ke TK
Islam, di sana saya mulai paham dan diajarkan banyak tentang Islam, tentunya yang
masih sederhana. Di rumah pada hari tertentu di sore hari saya dan kakak saya juga
mengaji. Saya menjadi tahu huruf-huruf Al-Qur’an, yaitu belajar Iqro.

Bulan yang paling saya tunggu-tunggu adalah bulan Ramadhan. Entah


mengapa mungkin karena suasananya menjadi beda. Setelah orangtua saya bercerai,
saya lebih sering lebaran di Cempaka Putih yaitu rumah orangtua dari Papa saya. Saya
menghabiskan liburan lebaran saya di Cempaka Putih. Di sana hubungan antara
tetangga akrab sehingga setelah berbuka puasa kami beramai-ramai berangkat ke
masjid untuk sholat tarawih. Setelah sholat tarawih biasanya bapak-bapak dan anak-
anak berkumpul untuk mengobrol di ujung gang dan terkadang ada yang bermain
petasan. Sangat seru sekali. Begitupun saat malam takbir, hampir semua warga ikut
partisipasi untuk menyalakan petasan. Suara gemuruh kembang api dan cahaya yang
menghiasi langit sangat menjadi pengalaman yang selalu ditunggu-tunggu.

Di Idhul Fitri almh. Mbah Uti biasanya membuat ketupat, semur daging, opor
ayam, dan segala makanan ringan lainnya yang sudah menjadi budaya. Sangat rindu
dengan masakan Mbah Uti. Setelah selesai sholat Idhul Fitri, yang menjadi budaya
warga sekitar rumah Mbah saya yaitu anak-anak muda, Bapak-Bapak, dan Ibu-Ibu
berkeliling mampir ke satu rumah ke rumah lainnya, sedangkan yang sudah lanjut usia
hanya berdiam diri di rumah menyambut tamu-tamu. Tidak lupa yaitu anak-anak di
sana datang ke rumah-rumah sekalian “nanggok”, yaitu berharap diberi uang lebaran.
Itu mengapa saya lebih senang jika lebaran di sana. Suasanya lebih akrab dan hangat.
Tetapi semenjak kedua Mbah saya meninggal, dan rumah tersebut sudah dijual,
sekarang setiap lebaran saya di Bekasi, yaitu rumah orangtua dari Mama saya. Kalau
di Bekasi keluarga yang dari Jakarta pada datang ke sini. Di Bekasi antar tetangga
tidak dekat dan hanya berdiam saja di rumah menyambut tamu yang datang. Jika dikira

2
sudah tidak ada yang datang, kami sekeluarga bergantian pergi (biasanya) ke
Rawamangun jenguk Nyai yaitu kakak dari Kakek saya.

Keluarga saya cukup banyak memiliki kenalan dan akrab dengan ustad.
Terutama alm. Om saya yang memang teman-temannya adalah dari kalangan ustad.
Sempat waktu itu almh. Nenek saya sakit kepala yang berkepanjangan dan tidak
sembuh-sembuh. Mungkin karena terlalu religius maka penyakit yang dialami nenek
saya dikaitkan dengan perbuatan jin. Akhirnya nenek saya di ruqiyah dengan teman om
saya yang seorang ustad. Waktu itu saya masih kecil dan kurang jelas bagaimana
kejadiannya. Saat mau di ruqiyah saya dan kakak saya dibawa keluar rumah, karena
setahu saya orang diruqiyah sangat seram karena akan menangis, teriak-teriak,
muntah, dan bahkan mengamuk. Saya juga sempat endengar teriakan nenek saya dan
saya takut, tetapi kata om saya “gapapa kok”. Selain ruqiyah kebiasaan keluarga saya
jika sakit bukanlah ke dokter, melainkan dibekam. Bekam merupakan cara pengobatan
dengan mengeluarkan darah kotor. Biasanya dari kalangan Ustad yang menggunakan
metode pengobatan ini. Tetapi tetap saja saya takut jika harus dibekam. Hanya om-om
saya dan kakek saya yang berani di bekam.

Dari dulu saya tidak pernah mengikuti komunitas-komunitas agama. Seperti


rohis di sekolah pun saya tidak bergabung karena saya lebih aktif di ekskul basket.
Semenjak SMP saya sudah jarang mengaji karena kegiatan tersebut. Dulu saat SMP
saya termasuk anak yang bandel, dikatakan bandel karena jarang sholat dan mengaji.
Papa saya sampai menegur saya dan menasehati berkali-kali. Mungkin karena saya
saat itu sedang depresi akibat keluarga saya yang broken home. Dulu saya suka
berbohong jika harus mengisi buku sholat, dan kalau sholat tarawih hanya beberapa
rakaat saja. Sisanya hanya bercanda dengan teman-teman sampai ditegur sama
penjaga masjid. Di masa remaja seperti sekarang ini yang paling sulit dihindarkan
adalah gibah. Karena ada saja jika sedang berkumpul dengan teman-teman yang kami
lakukan ada membicarakan orang lain. Padahal hal tersebut dilarang dalam agama
Islam karena perbuatan dosa.

Di samping itu semua saya juga memiliki pengalaman positif menyangkut


keagamaan. Dulu saya mendapat hadiah dari orangtua saya karena saya berhasil
puasa full satu hari. Itu pertama kalinya saya berhasil puasa satu hari sehingga

3
diberikan hadiah. Saya juga diikuti lomba menghafal surah-surah pendek dan
mendapatkan juara 3, itu merupakan pengalaman yang tidak saya lupakan karena
super degdegan. Apalagi saat lebaran, saya merasa sangat mendapatkan banyak
rezeki, seperti mendapat baju baru dan uang lebaran pastinya. Dari dulu saya memang
sudah ditanamkan bahwa kita sebagai umat muslim tidak boleh berbohong, harus
sopan dengan orangtua, saling membantu satu sama lain, sholat 5 waktu dan
menjalankan ibadah lainnya. Semakin dewasa saya makin sadar bahwa sholat itu
wajib, bahkan harus dijadikan kebutuhan agar tidak meninggalkannya. Dan ibadah
yang belum saya laksanakan adalah memakai hijab. Alasannya karena saya masih
belum siap mungkin kegiatan saya yang dominan di lapangan. Jadi ingin
mempersiapkan hingga matang dulu.

Ketika saya sedang berada di masa yang sulit dan benar-benar terpuruk,
agama saya sangat membantu saya dalam menenangkan hati dan pikiran saya.
Contohnya seperti dzikir “astagfirullahalazim” sambil memejamkan mata dan tarik
napas pelan-pelan. Jika sehabis sholat biasanya saya berdoa dan menangis. Kedua
hal tersebut yang membuat hati saya cukup tenang. Namun saat keluarga saya benar-
benar sedang ada masalah, saya masih belum sadar dan malah melupakan agama
saya. Saya tidak ingat dengan Allah, dan menganggap semua yang terjadi pada saya
itu tidak adil. Saya hanya mengejar kesenangan di dunia untuk melupakan masalah
saya. Tetapi hati saya tetap tidak tenang, malah banyak masalah yang menghampiri
saya. Saya pun sadar dan mulai mengerjakan sholat walaupun masih belum sempurna.
Tanpa diragukan ternyata benar yang saya butuhkan hanya sholat dan mendekatkan
diri pada Allah SWT.

Agama saya, yaitu Islam merupakan agama mayoritas yang ada di lingkungan
sekitar saya. Mulai dari teman sekolah, tempat les, dan kuliah yang non Islam kami
sama sekali tidak ada diskriminasi. Seperti teman kelas saya saat SMA, namanya
Hana, ia beragama Budha, dan tentunya agama dia yang paling berbeda dengan
agama yang lainnya seperti Islam dan Kristen. Kami sekelas saling menghargai satu
sama lain. Di agama Hana ia tidak boleh memakan daging (karena haram jika makan
makhluk hidup) sehingga jika ada acara makan sekelas, kami sudah tau khusus Hana
hanya nasi dan sayur tanpa daging. Sebaliknya jika di bulan puasa Hana dan teman-
teman non muslim lainnya tidak makan di depan kami yang berpuasa. Saya sangat

4
bersyukur berada di lingkungan yang saling menghargai satu sama lain di dalam
urusan agama. Dari sana saya belajar bahwa kelak jika saya melakukan pelayanan
konseling jangan hanya melihat dari pandangan saya saja, melainkan pandangan-
pandangan lain terutama agama yang pembahasannya pasti sensitive sekali. Jadi kita
harus memahami setiap agama dengan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya.

Saya termasuk orang yang tidak terlalu kuat dalam agama, tetapi saya percaya
dengan Tuhan saya yaitu Allah SWT. Walaupun ibadah saya belum sempurna,
sekarang ini saya masih berusaha untuk menyempurnakannya. Saya menganggap
agama saya yaitu Islam adalah agama yang sempurna. Melarang sesuatu yang
memang terbukti kebenerannya secara ilmiah atau melalui penelitian. Itu yang
membuat saya kagum dengan agama saya. Apapun yang ada atau yang terjadi di
dunia semuanya sudah tertulis di Al-Qur’an, sedangkan Al-Qur’an sudah ada sejak
dahulu kala sebelum dunia terbentuk seperti ini. Agama Islam selalu mengajarkan kita
untuk berbuat baik ke sesama manusia, saling menyayangi, mengasihi, bersikap adil,
jujur, dan sebagainya. Untuk menerapkannya dalam konseling yang utama yaitu
sebagai konselor harus bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut sebagai
dasar untuk konselor agar tidak menyimpang dan memberikan arahan yang benar
kepada konseli. Selain itu saya sebagai calon konselor dapat menerapkan ajaran-
ajaran agama untuk selalu jujur, tidak suudzon, berempati dan perilaku-perilaku baik
lainnya.

Di dalam lingkungan sosial, saya merasa tidak pernah merasakan bias-bias


dalam urusan agama. Sesama teman dan guru saling menghargai dan bertoleransi
antar agama. Saya pun menganggap dan memnadang bahwa setiap orang adalah
sama. Sama-sama menyembah Tuhan dan menjalani segala perintahnya. Yang
membedakan hanya keyakinannya dan ajaran yang dianut. Semua agama pasti
mengajarkan hal-hal yang baik untuk para umatnya. Di dalam konseling segala
pemikiran tentang perbedaan harus dibuang jauh-jauh, agar tidak adanya
pertengakaran dan munculnya rasa “paling benar” dengan agamanya masing-masing.

Dari dulu saya tidak pernah membaca buku tentang keagamaan karena
memang saya tidak suka membaca buku. Tetapi saya meyakini sebuah ayat Al-Qur’an
yaitu pada Surat Yusuf ayat 4 yang berisi “Idz qola yusufu li abihi ya abati inni roaitu

5
ahada asyaro kaukabaw wasyamsa wal qomaro roaituhum lisajidin”. Ayat tersebut
memiliki makna bahwa jika kita mengamalkannya dengan ikhlas dengan nama Allah
maka dapat membentuk pribadi seseorang untuk menjadi lebih baik, disenangi orang
dan memunculkan aura positif kita. Namun saat mengamalkannya harus dengan niat
yang baik, dan harus tetap dengan usaha serta doa agar dapat mewujudkannya.

Selain surat Yusuf saya juga meyakini surah Al-Ikhlas. Banyak hal positif yang
terjadi pada saya ketika saya mengamalkan surah tersebut, salah satunya yaitu selalu
menjadi bacaan saya setiap sholat. Surah Al-Ikhlas memiliki makna bahwa sebagai
umat Islam harus ikhlas dalam menghadapi segala sesuatu agar dapat membersihkan
serta memurnikannya kembali dan segala sesuatu kembali lagi untuk percaya kepada
Allah SWT. Melihat pengalaman hidup saya yang mengalami banyak lika-liku saya
menjadi sadar bahwa semua itu rencana Allah untuk saya agar menjadi lebih baik lagi.
Sehingga saya harus ikhlas dalam menghadapinya dan bisa menerimanya dengan
baik. Saya yakin ada hal yang indah menunggu saya jika saya dapat ikhlas
menjalaninya dan tetap percaya kepada Allah SWT.

6
Konseling Multikultur
“ Refleksi Agama “
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur
Dosen Pengampu : Dr. Susi Fitri, S.Pd, M.Si,Kons.

Oleh :
Fitriana Ristianingsih
1715160375

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Timeline

Hari Kamis 22 Ketika SD Khatam Al- Ketika kelas 3 Sejak SMA


Januari 1998, Sekolah di sering Qur’an ketika SMP mulai lebih banyak
saya lahir dari TPA ketika mengikuti kelas 5 SD memakai membaca Al-
keluarga berusia 4-5 lomba dan diarak hijab untuk Qur’an dan
dengan latar keagamaan naik kuda menutup mempelajari
tahun
belakang dan rebana aurat Islam lebih
Islam dalam

Tidak mau Pernah Pernah Terkadang


ikut belajar dimarahi dimarahi Dilempari masih berkata
sholat karena karena petasan kasar yang
bersama berangkat membuat ketika selesai tidak sesuai
teman-teman mengaji kegaduhan di sholat tarawih dengan ajaran
karena malu terlalu awal tempat agama
untuk main mengaji

1
Banyak pengalaman-pengalaman yang penting dalam keluarga saya.
Apalagi pengalaman tentang keberagaman. Pengalaman-pengalaman seperti
perilaku antar anggota keluarga, tentang ibadah anggota keluarga, tentang
keyakinan anggota keluarga, dan masih banyak lagi. Misalnya pengalaman penting
di keluarga saya adalah jika ada anak lahir maka akan selalu di adzani. Kemudian
ketika bulan puasa tiba maka semua anggota keluarga diharuskan untuk berpuasa
kecuali untuk keluarga yang masih kecil dan yang sudah tua. Begitupun dengan
shalat tarawih, walaupun hukumnya sunnah namun keluarga selalu mengajarkan
untuk tetap melaksanakan shalat tarawih. Lalu tentang perilaku, sejak saya kecil
keluarga sudah mengajarkan saya untuk berkata jujur, berkata yang baik, tidak
berbohong, dan tidak kasar kepada orang lain. Keluarga saya juga senantiasa
mengajarkan saya dan anggota keluarga yang lain untuk selalu taat mengerjakan
shalat lima waktu dan menbaca Al-Qur’an setelah shalat. Selain itu saya juga
banyak diajarkan mengenai pemahaman-pemahaman tentang agama yang
membuat saya semakin sadar, seperti sering diajak untuk ikut kajian.

Hal itu selalu diterapkan oleh keluarga saya dan hingga saat ini pun saya
masih menerapkan perilaku-perilaku tersebut. Memang sulit dan saya pun
mengakui pernah tidak melaksanakan atau mengikuti keinginan keluarga. Seperti
ketika saya masih kadang berbohong, tidak jujur, tidak mengikuti shalat tarawih, dan
sebagainya. Namun makin dengan bertambahnya umur dan makin paham
mengenai hal ini saya sadar bahwa sebenarnya keinginan atau maksud dari
keluarga saya adalah baik agar saya dan anggota keluarga yang lain menjadi
orang-orang yang baik dan terhindar dari segala macam hal yang negatif. Jadi jika
ada keinginan atau hasrat untuk tidak berperilaku baik atau meninggalkan perintah
yang ada pada agama saya yaitu Islam maka saya akan berusaha menghilangkan
keinginan itu dan berusaha untuk menjadi seorang pribadi yang lebih baik.

Pengalaman-pengalaman penting saya mengenai keberagaman banyak


sekali. Sebagian saya tuliskan pada timeline diatas. Banyak pengalaman menarik,
walaupun pengalaman itu kurang menyenangkan namun saya merasa bahwa jika
tidak ada pengalaman tersebut maka hidup saya tidak indah. Seperti contohnya
ketika pengalaman saya dilempari petasan saat selesai shalat tarawih di mushola.
Sungguh itu pengalaman yang membuat saya ingin menangis dan tertawa jika
mengingatnya. Karena kejadian itu saya teriak-teriak di teras mushola dan
menangis, kemudian banyak orang-orang di dalam mushola keluar dan teman saya

2
yang bermain petasan dimarahi habis-habisan hingga keesokan harinya teman saya
itu tidak mau bermain dengan saya karena dia mengira bahwa saya telah membuat
ia menjadi dimarahi. Dari pengalaman ini saya belajar bahwa untuk mengatasi
masalah tidaklah dengan marah-marah dan banyak orang tahu, karena bisa saja hal
itu justru membuat masalah baru dan menjadi tidak baik.

Kemudian pengalaman lain yaitu ketika saya kelas SD kelas 4 atau 5, saya
dan teman-teman pergi ke mushola untuk melaksanakan shalat maghrib berjamaah
dan setelah itu kami akan mengaji. Namun kami datang terlalu siang yaitu sekitar
jam 4 sore kami sudah datang. Ketika sampai di mushola saya dan teman-teman
bukan membersihkan mushola tapi malah bermain di mushola. Saya lupa bermain
apa saja, yang jelas dulu saya dan teman-teman pernah membawa boneka ke
mushola untuk bermain. Orang tua saya dan teman-teman tidak mengetahui bahwa
sebenarnya saya dan teman-teman niat berangkat lebih awal adalah untuk bermain.
Dan setelah orang tua kami mengetahui, kami dimarahi habis-habisan karena kami
berbohong kepada mereka yaitu mengatakan bahwa mengaji sebelum maghrib
namun pada kenyataannya kami malah main. Pengalaman itu memang pengalaman
yang kurang menyenangkan bagi saya, namun dari pengalaman itu saya belajar
bahwa saya tidak boleh berbohong kepada orang lain khususnya diri sendiri dan
orang tua. Selain itu saya juga harus berkata jujur tentang segala keinginan saya
agar orang lain tahu dan bisa membantu saya menemukan jawaban atau solusi
untuk mewujudkan keinginan saya.

Pengalaman yang hampir mirip yaitu ketika saya masih kecil, saya dan
teman-teman di kampung bersiap-siap untuk berangkat ke mushola untuk mengaji.
Setelah shalat maghrib dan mengaji sambil menunggu adzan Isya’ saya dan teman-
teman bermain di sekitar mushola. Kami lari-larian dan teriak-teriak, biasa lah ketika
anak kecil bermain pasti akan gaduh. Ketika sedang asyik-asyiknya bermain, tiba-
tiba ada yang berteriak dan menyuruh saya dan teman-teman untuk berhenti
bermain dan tidak berisik di mushola. Kami semua langsung diam ketakutan dan
bahkan langsung pulang. Setelah kejadian itupun saya sempat beberapa hari tidak
mau berangkat ke mushola karena takut. Namun dari pengalaman itu saya belajar
bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban. Salah satunya adalah menghargai
dan menghormati. Ketika kita berada di tempat umum khususnya tempat ibadah
maka kita sebaiknya bisa menghormati dan menghargai orang lain yang sedang
beribadah.

3
Pengalaman lain yang kurang menyenangkan adalah hingga saat ini saya
terkadang masih mengucapkan kata-kata kasar yang menentang agama. Saya
mengetahui bahwa saya salah namun ketika saya dalam kondisi emosi kadang
saya masih belum bisa mengontrol emosi saya dan membuat saya berkata yang
tidak sesuai dengan agama saya yaitu Islam. Apalagi semenjak saya kuliah di
Jakarta dan kenal dengan budaya disini bahwa mengatakan hal-hal seperti itu
adalah hal yang umum membuat saya makin bebas untuk bisa menyalurkan
keinginan saya untuk berkata kasar yang tidak sesuai dengan Islam. Namun lagi-
lagi saya selalu berusaha ingat dan memegang teguh tentang ajaran yang ada di
Islam dan yang sudah diajarkan oleh keluarga saya. Walaupun belum sepenuhnya
bisa namun saya berusaha untuk mengurangi dan menghindari kata-kata kasar
tersebut. Saya juga akan sangat menyesal setelah saya mengatakan hal kasar
tersebut. Dari pengalaman ini saya belajar bahwa untuk menjadi orang baik
memang sulit, namun jika kita niat dan usaha dengan baik maka akan memperoleh
hasil yang baik pula. Kemudian belajar untuk menjaga lisan sangat penting karena
lisan adalah sesuatu yang kita miliki dan lebih tajam dari segala macam pisau. Maka
sangat penting untuk menjaga lisan.

Selain pengalaman yang tidak menyenangkan saya juga memiliki


pengalaman yang menyenangkan. Salah satunya adalah ketika saya berumur 4
tahun saya sekolah di sebuah TK Islam dan banyak sekali pengetahuan yang saya
dapatkan di sekolah tersebut. keluar dari sekolah tersebut, saya merasa lebih bisa
daripada teman-teman saya yang lain dan selain itu saya juga lebih berani.
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa pendidikan juga sangat penting dan
utama. Jika ingin pintar dan memiliki pengetahuan serta wawasan luas maka kita
harus banyak belajar dan menuntut ilmu.

Kemudian pengalaman yang menyenangkan bagi saya adalah ketika saya


dan teman-teman saya khatam Al-Qur’an dan kemudian kami diarak menggunakan
kuda keliling satu desa dan ditonton oleh banyak orang. Pengalaman itu sangat
menyenangkan dan tidak akan pernah saya lupakan. Lalu pengalaman berikutnya
adalah ketika saya mewakili lomba baca tulis Al-Qur’an ketika di SD dan mendapat
juara 3. Lomba tentang keagamaan (mengerjakan soal tentang ilmu tajwid, sejarah
agama, perilaku sesuai agama, dan lain-lain) dan lomba shalat. Selain itu juga saya
pernah mengikuti lomba rebana dan bisa mewakili hingga ke tingkat kabupaten.
Dari pengalaman itu saya belajar bahwa untuk mencapai sesuatu maka perlu kerja

4
keras dan setelah mencapai sesuatu yang kita inginkan juga kita harus
mengucapkan syukur.

Pengalaman selanjutnya adalah ketika kelas 3 SMP, saya mulai


menggunakan hijab untuk menutup aurat. Jadi ketika kecil hingga kelas 2 SMP saya
belum memakai hijab dan ketika awal-awal saya menggunakan hijab banyak teman-
teman yang menertawakan saya karena dahulu masih jarang anak-anak mau
menggunakan hijab. Memang jarang, namun sebenarnya dulu alasan pertama saya
menggunakan hijab adalah karena di kelas saya semua anak perempuan
menggunakan hijab. Karena malu yang lain menggunakan seragam panjang dan
saya pendek maka saya inisiatif untuk menggunakan hijab. Awalnya memang hanya
untuk sekedar menutupi kepala dan karena malu. Ketika itupun saya menggunakan
hijab hanya ketika di sekolah saja. Seiring berjalannya waktu dan ketika saya masuk
SMA saya mulai mantap menggunakan hijab untuk menutup aurat saya. Namun
masih saja terkadang saya tidak menggunakan hijab ketika keluar rumah. Karena
umur makin tua dan saya pun makin sadar bahwa jika tidak menutup aurat itu dosa
maka saya pun setiap keluar rumah pasti menggunakan hijab dan baju panjang.
Karena saya lahir dan besar di kampung, banyak juga orang-orang yang
mengatakan “di rumah aja segala pake kerudung”. Dulu memang saya pernah kesal
dan risih mendengar tetangga dan bahkan keluarga saya pun ada yang berkata
seperti itu. Namun sekarang saya bisa lebih mengontrol diri saya ketika ada orang
yang mengatakan hal itu kepada saya dan hal yang saya lakukan adalah tersenyum
jika ada orang yang berkata seperti itu. Dari pengalaman ini saya menjadi sadar
bahwa segala keinginan seseorang belum tentu menjadi keinginan juga bagi orang
lain. Maka dari itu kita pun perlu kerja keras untuk mendapatkan keinginan itu dan
memiliki rasa toleransi yang tinggi. Selain itu juga tidak boleh malu jika kita
melakukan hal yang benar.

Lalu pengalaman tentang saya yang lebih banyak belajar mengenai Islam
dan lebih sering membaca Al-Qur’an. Hal ini saya alami ketika saya duduk di kelas
2 SMA. Entah karena hal apa tiba-tiba saya ingin sekali belajar mengenai agama
lebih banyak. Saya sangat senang mendengar cerita-cerita tentang kisah nabi,
kejayaan Islam, sejarah Islam dan masih banyak lagi. Kemudian saya juga menjadi
sering sekali membaca Al-Qur’an. Setiap selesai shalat maghrib pasti saya
membaca Al-qur’an, terkadang bisa sampai 5 atau 6 lembar. Selain membaca
Arabnya saya juga membaca terjemahannya dan makin lama rasanya makin

5
banyak hal yang ingin saya ketahui lebih dalam. Saya pun merasakan bahwa setiap
saya ada kesulitan, khususnya dalam belajar maka saya akan membaca Al-Qur’an
dan setelah itu saya menemukan jawaban yang pas yang harus saya lakukan. Jika
saya tidak membaca Al-Qur’an saya merasa ada yang kurang dan saya berusaha
untuk selalu membaca Al-Qur’an, hingga saat ini.

Pengalaman-pengalaman yang saya ceritakan diatas memang hanya


sebagian, namun dari cerita itu banyak sekali makna dan pembelajaran bagi saya.
Pengalaman itu juga sangat mempengaruhi kehidupan saya. Dari pengalaman-
pengalaman itu saya banyak belajar dan lebih sadar serta memiliki pemahaman dan
tanggung jawab yang lebih besar untuk diri saya sendiri. Karena segala sesuatu
yang saya lakukan akan berbalik kepada diri saya juga. Saya sangat berterima
kasih kepada pengalaman-pengalaman yang pernah saya alami, entah itu yang
menyenangkan atau yang tidak menyenangkan.

Menurut saya pengalaman mengenai keberagaman yang saya alami ada


kaitannya dengan etnis saya yaitu etnis Jawa. Karena mayoritas orang yag tinggal
di Jawa dan memiliki etnis Jawa adalah beragama Islam. Perilaku-perilaku pada
orang etnis Jawa pun banyak dipengaruhi oleh agama Islam. Seperti ketika pada
acara syukuran tanggal 1 Muharam, orang Jawa menyebutnya Suran atau yang
lebih dikenal dengan acara syukuran ketika tanggal 1 bulan Sura / Muharam. Ketika
tanggal 1 Sura atau Muharam tiba maka banyak orang-orang Islam yang
bershalawat dan berkeliling menyusuri jalan dengan membawa obor. Peristiwa ini
sangat agamis sekali, namun orang Jawa juga memiliki sebuah ritual yang sering
disebut nglarung. Ritual tersebut juga dilakukan ketika tanggal 1 Sura atau
Muharam. Bagi saya kedua hal tersebut sangat berbeda, namun sudah menjadi
kebiasaan bagi masyarakat Jawa.

Banyak komunitas-komunitas keagamaan yang saya ketahui. Namun saya


belum pernah mengikuti sebuah komunitas tentang keagamaan seperti rohis,
majelis ta’lim, dan lain sebagainya. Walaupun saya belum pernah mengikuti
komunitas-komunitas keagamaan namun saya akhir-akhir ini mulai sering mengikuti
kajian-kajian tentang Islam dan saya juga mengikuti mentoring. Awalnya saya
merasa bahwa mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut sangat membuang-buang
waktu dan tidak penting. Tapi tanpa saya sadari jika saya tidak mengikuti atau tidak
melakukan kegiatan tersebut sekali saja akan membuat hati saya menjadi tidak
nyaman. Seperti ada sesuatu yang kurang dan saya pun merasakan efek baiknya

6
setelah saya beberapa kali mengikuti kegiatan tersebut. Seperti contohnya saya
melakukan kegiatan mentoring sekali dalam seminggu. Di bulan April ini saya sama
sekali belum melakukan mentoring karena kendala jam kuliah yang padat. Hal itu
membuat saya merasa ada sesuatu yang kurang dan membuat saya nyaman.
Karena bagi saya setelah saya mengikuti mentoring dan beberapa kajian tentang
Islam saya menjadi memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai
agama. Selain itu rohani saya juga menjadi lebih tenang. Banyak sekali pengalaman
yang saya dapatkan diantaranya saya menjadi memiliki banyak relasi atau teman,
saya menjadi lebih tenang, dan yang jelas saya lebih mendekatkan diri kepada Allah
SWT dan memperluas pengetahuan serta wawasan saya.

Pengalaman-pengalaman keberagaman saya yang menyenangkan


sebagian sudah saya ceritakan diatas. Pengalaman menyenangkan yang lain
diantaranya ketika acara Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj, grup rebana saya menjadi
bintang tamu untuk tampil menyambut para tamu undangan yang hadir. Ketika itu
saya kelas 5 SD dan setelah acara selesai kami diberi uang masing-masing 30 ribu.
Walaupun tidak seberapa namun ada kesenangan tersendiri bisa tampil di depan
banyak orang. Lalu pengalaman menyenangkan yang lainnya adalah ketika
mendapatkan nilai ujian Pendidikan Agama Islam paling tinggi di SD. Saya juga
pernah mengikuti kajian tentang Islam dengan judul “Ngaji Bersama Hafiz Qur’an
Fatih Seferagic” yang diadakan oleh LDK Salim UNJ pada tahun lalu. Saya merasa
sangat senang dan bangga bisa ngaji bermasa beliau, karena beliau adalah
seorang hafiz Qu’an asli Jerman dan tinggal di Amerika. Senang sekali bisa
bertemu dengan beliau dan mendengarkan secara langsung beliau mengaji.
Pengalaman ini adalah yang paling mengesankan. Selanjutnya yaitu ketika saya
mengajar ngaji anak didik di TK KSPA UNJ. Saya terharu dan bangga bisa
mengajarkan mereka ngaji dengan segala keterbatasan tempat, waktu, dan media.
Walaupun mereka ada pada kekurangan namun mereka tetap semangat untuk
terus belajar. Pengalaman ini juga sangat mengesankan bagi saya. Pengalaman
lainnya adalah ketika saya masuk kulaih di UNJ saya bertemu dengan banyak
teman yang memiliki banyak pengetahuan mengenai agama dan saya senang serta
bangga karena mereka semua mau berbagi ilmu dengan saya.

Pengalaman-pengalaman diatas yang saya ceritakan sangat berpengaruh


dan membentuk keyakinan pada diri saya sendiri. Saya merasa bahwa agama Islam
yang saya percaya dan saya imani hingga saat ini memberikan banyak

7
pengetahuan dan manfaat bagi saya. Saya bisa mengatakan hal ini karena saya
sudah sering mendapati dan membuktikan sendiri mengenai keutamaan-keutamaan
yang ada di Islam. Seperti ketika saya keadaan terpuruk saya akan memohon dan
berdoa kepada Allah agar saya diberikan kekuatan untuk menghadapi segalanya.
Ketika saya sedang senang pun saya diajarkan untuk tetap mengingat Allah yaitu
dengan senantiasa mengucap syukur. Saya merasa bangga dan saya sangat cinta
pada Islam. Agama Islam bagi saya bukan hanya agama namun juga identitas sejati
dalam diri saya.

Saya pernah mengalami pergulatan dalam kehidupan keberagaman saya.


Hal ini juga mungkin masih saya alami hingga saat ini. Yaitu ketika saya sudah
mengikuti banyak kajian dan mempelajari Islam lebih dalam namun saya belum
menggunakan pakaian sesuai syariat Islam yang benar. Saya mengalami
pergulatan ketika saya memiliki keinginan untuk berhijrah dalam arti saya tidak
memakai celana namun memakai rok, kemudian menutup aurat saya seperti
menggunakan cadar dan sebagainya. Namun saya merasa belum mantap dan
belum pantas untuk bisa melakukan hal tersebut. Hal ini sangat mempengaruhi
kehidupan saya karena saya merasa bimbang dan sangat dilema. Namun kemudian
saya berfikir dan saya sadar bahwa yang baik dan yang harus saya lakukan
sekarang adalah saya tetap belajar mengenai agama dan memperbaiki akhlak serta
perilaku saya, walaupun saya belum menggunakan pakaian yang serba tertutup.
Daripada saya sudah memakai pakaian panjang dan segala macamnya namun
akhlak dan perilaku saya belum baik.

Menurut saya keagamaan sangat mempengaruhi saya dalam mengahadapi


masalah-masalah sulit. Contohnya ketika saya sedang mengalami kesulitan maka
saya akan terus memohon bahkan merengek kepada Allah SWT agar saya
diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menghadapi masalah-masalah sulit.
Selain itu pengalaman saya ketika sedang mengerjakan ujian ada keinginan untuk
bertanya kepada teman dan melihat jawaban teman. Namun hingga saat ini
alhamdulillah saya terhindar dari mencontek. Hanya beberapa kali saja dan itupun
membuat hati nurani saya sangat marah dan menyesal. Dari pengalaman itu saya
merasa bahwa ada kaitan dengan agama, karena agama saya mengajarkan untuk
selalu jujur dan tidak curang. Hal itu sebisa mungkin saya terapkan ketika saya
mengerjakan ujian. Saya juga merasa bahwa agama sangat mempengaruhi saya
dalam mengahadpi masalah-masalah sulit. Seperti ketika saya merasa tidak tenang

8
kemudian saya mengambil air wudhu dan membaca Al-Qur’an maka saya akan
tenang. Lalu Islam juga mengajarkan bahwa ketika emosi sebaiknya cepat duduk
dan minum air putih atau berwudhu. Kemudian Islam juga mengajarkan bahwa
dalam mengdhadapi masalah seseoarng harus berpedoman pada Al-Qur’an dan
dengan pikiran dan hati yang tenang.

Ya benar sekali, agama saya adalah agama yang mayoritas di Indonesia


yaitu agama Islam. Banyak sekali keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh
agama Islam. Salah satunya adalah Ka’bah di Mekkah, lalu masjid-masjid yang
megah di Indonesia, merupakan agama yang mayoritas, fakta mengenai pemimpin
negara adalah yang beragama Islam, dan masih banyak lagi. Islam juga merupakan
agama yang sangat damai dan toleransi tinggi. Masih banyak lagi keistimewaan-
keistimewaan lainnya dalam agama Islam. Seperti agama Islam adalah agama
penyempurna, agama yang tidak memaksa, dan lain-lain. Agama Islam memang
memiliki banyak keistimewaan, namun agam Islam juga memiliki prasangka-
prasangka atau diskriminasi. Contohnya yang sedang marak adalah prasangka
bahwa setiap teroris pasti adalah orang yang beragama Islam. Kemudian tentang
kabar-kabar dari media mengenai kekerasan / perang sehingga menimbulkan
prasangka bahwa Islam adalah agama yang brutal, anarkis, suka membunuh dan
melakukan tindakna-tindakan keji. Lalu mengenai penistaan agama yang banyak
dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah, dan masih banyak lagi prasangka-
prasangka mengenai Islam.

Pengalaman-pengalaman yang sudah saya alami baik yang menyenangkan


maupun yang tidak menyenangkan akan sangat mempengaruhi saya dalam
memberikan layanan konseling. Dari pengalaman-pengalaman diatas saya banyak
menyadari bahwa sebagai masyarakat multikultur maka saya sebagai calon
konselor juga harus memiliki berbagai cara untuk mengahadapi masyarakat yang
multikultur tersebut. Karena setiap orang sudah memiliki keunikan masing-masing
dan untuk menghadapi berbagai macam jenis keunikan tersebut maka seorang
konselor harus mengetahui, memahami, dan sangat toleransi dengan segala
perbedaan khususnya pada hal agama. Saya beragama Islam dan jika saya
menghadapi atau menangani kasus dengan orang yang memiliki agama yang
berbeda dengan agama saya maka saya harus bersikap baik dan memiliki rasa
toleransi yang tinggi. Saya tidak bisa menghadapi masalah atau kasus tersebut

9
dengan sudut pandang agama saya saja, begitupun sebaliknya. Saya harus bisa
profesional dalam mengahadapi hal-hal semacam itu.

Kekuatan-kekuatan agama dan pengalaman keberagaman saya akan


sangat membantu saya dalam prses konseling dan pasti saya gunakan dalam
konseling. Seperti ketika saya memiliki konseli / klien yang berbeda agama dengan
saya maka saya akan menghadapinya dengan profesional dan dengan toleransi.
Jika saya menghadapi konseli / klien yang memiliki agama sama dengan saya maka
saya akan merasa lebih mudah untuk bisa membangun kepercayaan dan
melakukan proses konseling. Kekuatan dan pengalaman saya mengenai
keberagaman juga sangat membantu saya dalam menangani konseli, karena dari
kekuatan dan pengalaman yang saya miliki menjadikan pengetahuan dan wawasan
yang lebih luas tentang segala macam hal.

Mungkin iya. Banyak hal-hal yang membuat saya bias terhadap agama
orang lain. Seperti ketika saya melihat orang-orang yang beragama Kristen
berpakaian terbuka di acara-acara pesta. Hal itu sangat bias bagi saya, namun saya
akan berusaha untuk menghilangkan bias-bias saya tersebut mengenai agama dan
nilai-nilai terhadap agama orang lain agar saya bisa melakukan proses konseling
dengan profesional. Bias-bias semacam itu sangat mempengaruhi cara kita sebagai
konselor dalam mengahapi konseli. Karena jika saya tidak bisa menghilangkan bias-
bias yang ada pada diri saya maka proses konseling tidak akan berjalan dengan
baik.

Pemahaman mengenai agama sangat penting untuk seorang konselor.


Karena jika konselor memiliki pemahaman yang baik mengenai agama maka dia
bisa memberikan bimbingan dalam kehidupan seseorang, yaitu mampu
memberikan bimbingan agar memiliki kebahagiaan dan ketenangan. Kemudian
dengan paham agama konselor juga bisa menjadi penolong jika konselinya memiliki
perasaan kecewa, pesimis, dan sebagainya. Lalu dengan pemahaman mengenai
agama juga membantu menentramkan batin dan menjadi pengendali moral, yaitu
mampu menghadapi seseorang yang sedang gelisah, dan bisa membantu
mengendalikan moral.

Allah, Zat Yang Maha Mutlak itu, menurut ajaran Islam adalah Tuhan Yang
Maha Esa. Segala sesuatu mengenai Tuhan disebut Ketuhanan. Ketuhanan Yang
Maha Esa menjadi dasar Negara Republik Indoensia. Menurut akidah Islam,

10
konsepsi tentang Ketuhanan Yang Maha Esa disebut Tauhid. Allah Maha Esa, tidak
sama dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun juga. Allah memiliki sifat-sifat
kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Allah Maha Esa
dalam perbuatan-perbuatanNya. Tiada tara dalam melakukan sesuatu, sehingga
Dialah yang dapat berbuat menciptakan alam semesta ini. Allah Maha Esa dalam
menerima hajat dan hasrat manusia. Artinya, apabila seseorang hendak
menyampaikan maksud, permohonan atau keinginannya langsung sampaikan
kepada-Nya. Allah Maha Esa dalam memberi hukum, artinya Allah satu-satunya
Pemberi Hukum Tertinggi. (Ali, 2004)

Dari penjelasan diatas saya merasa lebih jelas dan menjadi lebih memahami
mengenai agama. Pengalaman-pengalaman saya juga merupakan pembuktian
mengenai segala macam hal yang dituliskan diatas tersebut. Bahwa Allah adalah
Maha Esa dan agama Islam adalah agama penyempurna. Setelah saya membaca
buku tersebut saya juga menjadi sadar bahwa ilmu yang saya miliki tentang agama
masih sangatlah sedikit dan saya harus lebih giat lagi dalam belajar mengenai
agama. Karena agama adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang.
Karena kepribadian seseorang juga bisa dilihat dan diukur dari bagaimana ia
terhadap agamanya. Apabila ia bisa mempelajari agamanya dengan baik dan
menerpakannya pada kehidupan maka ia akan memiliki kepribadian yang baik. Jika
ia tidak bisa menerapkan agamanya pada kehidupannya maka kebanyakan orang
tersebut tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman dalam hidupnya.
Selain itu saya juga menjadi sadar bahwa pengalaman-pengalaman saya baik yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan memiliki makna dan hikmah masing-
masing.

11
Daftar Pustaka

Ali, M. D. (2004). Pendidikan agama islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada .

12
KONSELING MULTIKULTURAL:

AGAMA, SPRITUALITAS DAN KONSELING

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Konseling Multikultural
yang diampu oleh Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Pd., Kons.

Geza Hermawan Putra 1715160622

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
TIMELINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN

Saya meminta Saya berebut untuk Saya rajin sholat Mengingatkan


untuk mendaftar di mengumandangkan maghrib di teman untuk
TPA dekat rumah. adzan ashar ketika musholla berbuat baik
mengaji

Saya minum Bolos mengaji Dimarahi orang Berhenti dari


setelah sholat komplek karena pengajian karena
subuh di bulan main petasan di mulai malas
puasa karena lupa bulan puasa

1
NARASI MENGENAI PENGALAMAN KEAGAMAAN

Berdasarkan timeline diatas saya telah mengingat pengalaman positif


maupun negatif dengan keagamaan saya. Saya mendapatkan masing-masing 4
pengalaman yang penting baik positif maupun negatif. Pertama saya akan
menceritakan mengenai pengalaman positif. Pengalaman positif pertama adalah
saya meminta kepada ibu untuk mendaftarkan saya di TPA dekat rumah. Keinginan
untuk mengaji timbul karena saya saat itu bertemu dengan teman yang juga
mengaji disana, lalu saya menjadi tertarik dan mau untuk mengikuti pengajian
disana. Akhirnya saya bergabung dalam TPA itu dan bertahan sampai saya kelas 6
sd. Namun teman saya berhenti lebih dulu dari saya.

Pengalaman kedua ini juga masih berhubungan dengan pengalaman


pertama, karena dulu saya mengaji mulai jam 2 siang sampai jam 4 sore maka
melewati waktu ashar. Selama saya mengaji, selalu berebut untuk
mengumandangkan adzan ashar. Bahkan kami rela untuk membaca al-quran di
awal supaya bisa mengumandangkan adzan. Namun suatu hari saya menjadi malu
dan takut untuk mengumandangkan adzan ashar lagi. Sampai sekarang pun saya
masih bingung apa yang menyebabkan hal itu terjadi.

Pengalaman ketiga ini adalah saya rajin sholat maghrib di musholla, ini
karena teman-teman juga rajin menghampiri saya kerumah untuk sholat maghrib di
musholla. Namun saat masuk SMP saya menjadi jarang main dan kebiasaan ini pun
berkurang dan saya malu sekarang kalau pergi sholat ke musholla. Pengalaman
terakhir adalah saya sering mengingatkan teman untuk berbuat baik ketika bermain.
Karena sering saya dapati teman mengajak untuk melakukan hal yang kurang baik,
tetapi saya selalu mengingatkan. Terkadang berhasil namun terkadang juga tidak.
Kalau tidak berhasil saya terkadang memilih pulang atau bahkan ikut teman dan
menyaksikan teman-teman melakukan hal tersebut.

Pengalaman selanjutnya adalah mengenai pengalaman negatif saya.


Pengalaman pertama adalah waktu saya kelupaan dan minum setelah sholat subuh
dibulan puasa. Ketika itu saya dirumah bersama teman dan ada kakak saya juga
baru selesai sholat. Saya membuka kulkas dan langsung mengambil botol dan
meminumnya, teman saya hanya tertawa dan saya dimarahi oleh kakak saya.
Namun karena saya benar-benar lupa, akhirnya saya melanjutkan puasa sampai
adzan maghrib.

2
Pengalaman kedua adalah bolos mengaji, saya bolos mengaji karena
terkadang saya mengantuk dan ingin tidur siang. Namun kebiasaan ini menjadi
sering dan saya menjadi sering bolos mengaji. Kemudian saya berhenti dari
pengajian karena saya merasa mulai malas dan sering membolos. Pengalaman
terakhir adalah ketika saya dan teman-teman dimarahi oleh orang komplek saat
bulan puasa karena bermain petasan. Padahal waktu itu bukan saya dan teman-
teman yang menyalakan petasan tetapi dari kelompok lain. Akhirnya kami berlari
sampai keluar dari komplek. Demikianlah beberapa pengalaman tentang
keagamaan saya sampai saat ini yang saya ingat.

Sementara itu pengalaman penting keagamaan dalam keluarga adalah


ketika waktu hari raya idul fitri pergi ke rumah bude saya untuk berkumpul dengan
keluarga kami yang di Jakarta. Bude saya merupakan anak tertua dari keluarga ibu
saya. Pengalaman ini juga berhubungan dengan etnis saya. Selain itu keluarga
kami juga menyempatkan untuk sahur bersama, walaupun ibu atau kakak saya
berhalangan untuk puasa tapi mereka tetap ikut sahur bersama saya dan bapak.
Ketika ibu atau kakak saya berhalangan puasa, tetapi tidak secara terang-terangan
makan ketika merasa lapar. Mereka akan menunggu atau bersembunyi ketika
makan supaya tidak dilihat oleh saya. Hal ini mengajarkan saya bahwa menghargai
orang yang sedang melaksanakan ibadah adalah penting dan pergi bersilaturahmi
ketempat orang yang dianggap lebih tua juga merupakan hal yang sopan dan
memang seharusnya dilakukan. Sehingga saya juga mencoba untuk lebih
menghargai orang lain yang sedang menjalankan ibadah baik sesame muslim
maupun non muslim dan juga mencoba untuk tetap menjaga silaturahmi dengan
pergi ketempat saudara yang lebih tua.

3
Saya tidak mengikuti komunitas keagamaan, oleh karena itu secara pribadi
saya tidak memiliki pengalaman yang terkait dengan komunitas keagamaan. Namun
saya memiliki pengalama keagamaan yang menyenangkan semasa kecil.
Pengalaman tersebut adalah saya bangun sahur untuk melihat orang keliling yang
membangunkan sahur menggunakan bedug dan gerobak. Saya senang melihat
orang-orang yang bernyanyi sahur-sahur sambil menabuh bedug. Saya juga tidak
mengerti mengapa begitu senang dengan hal tersebut, tetapi yang saya ingat ibu
menggendong saya dan keluar dari rumah hanya untuk melihat lebih dekat orang-
orang tersebut. Hal ini sering dilakukan hamper satu bulan berpuasa, sehingga saya
menjadi yakin bahwa sahur juga merupakan bagian penting dari berpuasa di bulan
ramadhan dan bahwa berpuasa di bulan ramadhan itu wajib hukumnya. Namun
untuk pengalaman kecil yang kurang menyenangkan bagi saya, seingat saya tidak
memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan dalam keberagamaan.

Sebenarnya saya sering mengalami pergulatan dalam kehidupan


keberagamaan saya. Mungkin sebagai seorang muslim saya belum cukup baik
dalam menjalankan ibadah terutama sholat 5 waktu. Jujur saja saya belum bisa
melaksanakan dengan baik sholat 5 waktu, masih sering ada yang terlewatkan.
Ketidakmampuan inilah yang menyebabkan pergulatan dalam hal keberagamaan
saya. Sebenarnya hal ini sangat mengganggu saya, seringkali berpikir apakah Allah
masih mau menerima sholat saya yang mungkin masih sering terlongkap-longkap.
Saya sebenarnya sangat sedih namun saya bingung bagaimana caranya supaya
bisa menjadi lebih rajin dan bisa melaksanakan 5 waktu. Saya sering mencoba,
tetapi nanti lama-kelamaan kembali lagi seperti awal, menjadi terlongkap-longkap.
Pengaruh terhadap diri saya adalah terkadang saya merasa orang yang paling
berdosa dan Allah mungkin tidak mau memaafkan saya. Tetapi saya terkadang juga
percaya kalau Allah akan memaafkan hambanya sesuai dengan kata Allah Maha
Pemaaf.

4
Ketika saya memiliki masalah yang sangat sulit, agama cukup
mempengaruhi saya dalam menghadapi masalah-masalah yang sulit. Karena saya
sering mendengar bahwa kalau kita memiliki kesulitan maka hal pertama yang
harus dilakukan adalah berusaha dan setelah berusaha maka memohonlah kepada
Allah dengan cara berdoa supaya mendapatkan hasil yang baik dari masalah
tersebut. Jadi kalau saya memiliki masalah yang cukup sulit, saya biasanya
mencoba berpikir dengan tenang untuk mencari jalan keluar kemudian melakukan
solusi yang telah saya temukan dan yang terakhir adalah saya berdoa untuk
diberikan kemudahan dalam masalah yang saya hadapi.

Karena saya tinggal di Indonesia, maka dapat dikatakan kalau agama yang
saya anut merupakan agama mayoritas. Keuntungan yang saya rasakan mungkin
karena mayoritas saya tidak perlu cemas atau takut dengan kecurigaan masyarakat
dengan agama yang saya miliki. Sehingga saya cukup bebas untuk melakukan
kegiatan tanpa melanggar aturan yang ada dalam agama saya. Karena merupakan
mayoritas saya merasa tidak mendapatkan prasangka atau diskriminasi dengan
agama mayoritas saya.

Agama saya juga mengajarkan untuk berbuat kebaikan seperti menolong


orang lain yang membutuhkan bantuan. Oleh karena itu, tolong menolong yang
diajarkan dalam agama saya bisa menjadi kekuatan bagi saya untuk membantu
orang lain menyelesaikan masalahnya melalui proses konseling yang dilakukan.
Berbicara mengenai agama, saya seringkali menganggap bahwa agama yang saya
anut adalah agama yang paling benar. Anggapan ini dapat membawa saya untuk
menilai bahwa mungkin jika orang dari agama lain berbuat kebaikan itu sia-sia.
Padahal menurut agama lain juga bisa saja beranggapan sama seperti saya, oleh
karena itu anggapan saya ini merupakan bias yang saya miliki. Tetapi saat ini saya
sudah mulai merubah sedikit demi sedikit mengenai pandangan saya terhadap
orang dari agama lain.

Menurut saya pemahaman tentang agama penting dalam proses konseling.


Karena setiap agama memiliki pemaknaan yang berbeda-beda, jadi jika konselor
tidak memahami makna yang diberikan oleh konseli melalui sisi agamanya maka
konselor akan mengalami kesalahpahaman dan dapat menghambat proses
konseling. Hal ini yang menyebabkan mengapa pemahaman tentang agama
menjadi cukup penting untuk seorang konselor.

5
Berkaitan dengan buku, saya telah membaca salah satu bagian yang
menurut saya paling mendekati dengan pengalaman saya dan juga mewakilkan
sebagian kecil pemahaman saya dari agama yang saya anut. Bagian tersebut
berbicara mengenai tolong-menolong terhadap sesama. Bahwa sesungguhnya
bahwa seorang muslim dengan muslim lainnya memang harus saling tolong
menolong. Tolong menolong disini tidak dibataskan oleh tempat dan waktu,
maksudnya adalah jika ada saudara muslim lain di luar negeri yang membutuhkan
bantuan maka sebagai muslim saya juga harus turut membantu menolong mereka.
Bantuan yang dimaksud tidak hanya bersifat materiil; mendoakan saudara kita pun
juga termasuk dalam salah satu cara menolong mereka.

Buku tersebut juga menegaskan bahwa Allah berjanji akan membalas


kebaikan kita (baca: menolong saudara dari kesulitan) yang dilakukan kepada
saudara yang membutuhkan bantuan. Maka jika ingin ditolong oleh Allah SWT
dikala sulit, maka tolonglah saudara kita yang kesulitan. Sebab dengan begitu Allah
SWT juga akan menolong kita, dan janji Allah itu pasti. Pengalaman saya yang
mengingatkan teman untuk tidak berbuat tindakan yang tercela juga menurut saya
merupakan salah satu pertolongan yang saya berikan kepada teman supaya
terhindar dari dosa yang dihasilkan dari perbuatan tersebut. Selain itu juga saya
pernah memberikan sedikit uang saya dalam kebaikan (bukan bermaksud riya).
Kemudian tidak lama kemudian saya mendapatkan balasan yang berlipat dari orang
lain. Kejadian ini juga menegaskan dan meyakinkan kepada saya bahwa memang
benar bahwa Allah SWT akan membalas kebaikan seorang hambanya walaupun
sebesar biji zarah dan juga membuktikan bahwa janji Allah SWT kepada hambanya
benar-benar pasti.

6
DAFTAR PUSTAKA
Noferiyatno. (2014). Dahsyat mentoring. Solo: PT Era Adicitra Intermedia.

7
Agama, Spiritualitas dan Konseling

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Konseling Multikultur

Disusun Oleh:

Gita Amelia

1715161022

BK A 2016

Dosen Pengampu: Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si. Kons

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
TIMELINE
2 Juli 1998, Mengaji
saya lahir dengan
dari tetangga di Menggunakan Setiap Toleransi
keluarga dekat hijab untuk malam terhadap
berlatar rumah pada Menjalankan Menjalankan menutup aurat jum’at umat
belakang umur 5 ibadah solat 5 ibadah puasa pada umur 15 membaca beragama
islam tahun waktu ramadhan tahun surat yasin

Sesekali
Terkadang Lalai dalam Kurang
berkata atau
menunda- melaksanak melakukan
mengucapkan
nunda solat an tadarus sedekah
kata kasar

1
Semua manusia berasal dari dalam keluarga. Manusia mengawali
hari-hari hidupnya di dunia ini dalam keluarga. Keluarga merupakan satuan
sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Anggota-
anggotanya terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak. Bagi anak-anak, keluarga
merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. Dengan demikian,
kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa
keagamaan anak. Lingkungan keluarga memang sangat mempengaruhi
sikap keberagamaan seseorang, dikarenakan setiap individu dalam keluarga
itu saling memberi contoh terhadap yang lain, terutama sekali adalah orang
tua. Keluarga yang relegius akan menanamkan sikap keberagamaan yang
teratur beribadah, dengan demikian orang tua memiliki tanggung jawab
terhadap anggota keluarga yang lain. Di dalam keluarga, manusia tumbuh
dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa. Proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia dalam keluarga sangat ditentukan oleh pendidikan
yang diterimanya sejak dini. Keluarga sebagai pusat dimulainya kehidupan
memiliki peran sentral dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan
manusia. Seseorang menjadi seperti apa pada masa depan, sangat
ditentukan oleh pengalaman hidupnya dalam keluarga.

Pada timeline saya di atas, ada pengalaman positif dan negatif


tentang keagamaan saya. Saya dilahirkan dalam agama islam karena orang
tua saya menganut agama islam dan tentu saya beragama islam. Pada umur
5 tahun, saya diwajibkan untuk belajar tentang Al-Quran oleh orang tua saya.
Saya belajar dengan tetangga di dekat rumah saya sendiri bersama kakak
saya. Keluarga saya juga mewajibkan untuk solat 5 waktu, karena di dalam
islam juga sudah tertulis bahwa wajib melakukan ibadah solat. Umur 5 tahun
saya juga diajarkan untuk melakukan puasa ramadhan. Hal ini untuk melatih
diri saya agar bisa berpuasa di bulan ramadhan. Saya memakai hijab pada
kelas 1 SMA. Saya merasa hal ini sudah harus saya lakukan karena pada
saat SMP guru agama saya selalu berkata tentang kewajiban seorang wanita
menggunakan jilbab dan menutup auratnya. Keluarga saya memiliki kegiatan
rutin setiap malam jumat untuk membaca surat yasin setelah solat magrib.
Keluarga saya juga mengajarkan saya tentang toleransi terhadap umat

1
beragama, terutama nonmuslim. Hal-hal negatif dalam keagamaan saya
yaitu kadang menunda-nunda solat. Saya sering melalaikan kewajiban saya
untuk solat 5 waktu. Misalnya untuk bermain dan mengerjakan tugas. Saya
juga sering berkata kasar dan tidak sesuai yang diajarkan oleh orang tua
saya. Hal ini karena saya mengikuti lingkungan teman sebaya saya. orang
tua saya selalu menegur saya ketika saya berkata kasar. Saya juga kadang
lalai dalam melaksanakan tadarus. Saya lebih memilih untuk bermain dari
pada tadarusan. Saya juga merasa kurang sedekah waktu SMA. Tetapi sejak
lulus SMA, saya dinasehati oleh orang tua saya bahwa sedekah itu baik.
Saya juga sering mendengar ceramah darai pemuka agama dan dari hal itu
saya merasa malu dengan kehidupan saya.

Dalam keluarga saya sendiri, pengalaman keberagamaan yang


penting yaitu keluarga saya mewajibkan dari kecil untuk solat 5 waktu,
mengaji, dan tidak membatasi hubungan dengan nonmuslim. keluarga saya
selalau menjunjung tinggi nilai agama dalam kehidupan. Solat 5 waktu
merupakan hal yang wajib bagi umat islam, terutama dalam keluarga saya.
Membaca alquran di dalam keluarga saya harus dilakukan dan diterapkan
dari kecil. Saya belajar membaca alquran dengan tetangga saya sendiri
dirumah. Keluarga saya juga menerapkan nilai-nilai toleransi, bahwa setiap
manusia berhak atas agamanya sendiri dan saling menghormati antar umat
beragama. Saya tinggal di lingkungan yang menganut lebih dari satu agama.
Agama islam, protestan, katolik, dan cina berada pada satu lingkungan di
tempat tinggal saya. Kami saling menghormati dan menghargai, sehingga
tidak ada konflik yang terjadi antar manusia.

Pengalaman keberagamaan yang terjadi dalam keluarga saya sangat


mempengaruhi kehidupan saya. Pengalaman ini membuat saya lebih
bertoleransi dengan agama yang berbeda dengan saya. Saya lebih senang
dan banyak mendapatkan pelajaran berada di lingkungan yang memiliki
macam-macam agama. Toleransi setiap agama sangat terlihat ketika di
lingkungan tersebut diadakan gotong royong dan perayaan hari-hari besar
agama. Setiap agama saling menghormati agama lain. Ketika saya sadar

2
bahwa hal ini menguntungkan bagi saya, saya sangat menyukainya. Salah
satu keluarga saya yaitu nenek saya masih keturunan orang konghucu yang
beragama cina. Setiap perayaan hari besar, saya selalu berkunjung kerumah
saudara-saudara nenek saya. begitupun sebaliknya, ketika agama saya
melakukan perayaan hari-hari besar mereka pun berkunjung kerumah saya.
Tidak hanya itu, tetangga saya juga menganut agama cina dan katolik. Saya
memiliki interaksi yang baik dalam hubungan bertetangga. Saya yakin
dengan agama saya, begitupun dengan orang yang agamanya berbeda.

Kaitan pengalaman keberagamaan saya dengan etnis saya tentu ada.


Saya berasal dari etnis melayu yang orang melayu pasti beragama islam.
Orang melayu membuktikan kemelayuannya dengan menganut agama
islam. Pengalaman keberagamaan saya yang berkaitan dengan etnis saya
adalah nganggung sepintu sedulang. Di Bangka Belitung sendiri, salah satu
tradisi keagamaan yang selalu dilakukan oleh masyarakat. Nganggung
sepintu sedulang merupakan tradisi gotong royong masyarakat dengan
membawa atau meng-anggung makanan yang diletakkan dalam dulang dan
ditutup dengan tudung saji, yaitu tutup dulang yang terbuat dari daun
mengkuang atau pandan hutan. Terlepas dari orang melayu menjalankannya
secara sempurna atau tidak, hal ini dibuktikan dengan praktik-praktik
keagamaan. Dimana praktik-praktik tersebut dilakukan sesuai dengan
mazhab yang dianut. Pada umumnya masyarakat melayu menganut mazhab
syafi’i. Orang melayu kebanyakan melaksanakan shalat subuh, isya, zuhur,
dan ashar lebih sering dirumah, sementara maghrib dilakukan secara
berjama’ah di mesjid. Orang melayu sangat menghormati hari jum’at. Ini jelas
merupakan pengaruh dari Islam, dimana hari jum’at dipandang sebagai hari
yang pendek untuk bekerja tapi panjang untuk beribadah. Pada hari itu,
masyarakat melayu juga mengenakan baju kurung, ini berfungsi untuk
memperindah diri dan menutup aurat yang jelas sekali merupakan pengaruh
dari Islam. Orang melayu berpegang pada teologi asy’ariyah yang lebih
dekat dengan paham jabariyah. Sekalipun Asy’ariyah mengajarkan tentang
“kasb”(usaha), namun hal itu tidak banyak membantu untuk merubah

3
pemahaman masyarakat tentang takdir dan nasib. Masyarakat melayu
percaya bahwa konsep takdir dan nasib telah digariskan oleh allah.

Saya tidak mengikuti komunitas keagamaan saya. Saya belajar


agama dari keluarga saya sendiri. Pengalaman keberagamaan saya yang
menyenangkan sepanjang masa anak-anak, remaja, dan dewasa yaitu pada
saat perayaan hari besar agama saya maupun agama lain. Saya bisa
berinteraksi dengan orang lain dengan nyaman tanpa konflik sekalipun. Saya
menghormati dan menghargai kegiatan orang yang bukan beragama islam.
Saya merasa bahwa toleransi dalam diri saya perlu untuk kehidupan saya.
selain itu, saya juga belajar membaca Al-Quran bersama teman-teman saya.
Saya juga mengisi waktu luang dengan bermain congklak pada saat puasa
ramadhan. Manusia adalah makhluk sosial dan saya tinggal di Indonesia
yang memiliki keragaman agama. Agama yang saya anut tentu sesuai
dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing. Pengalaman
keberagamaan saya membentuk keyakinan saya terhadap agama islam.
Saya menjadikan diri saya sebagai seorang muslim yang ridha allah sebagai
rabb, islam sebagai agama, dan rasulullah muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai nabi. Toleransi pada setiap agama sangat dijunjung tinggi,
karena toleransi sangat diperlukan dalam suatu kehidupan. Begitu pun
dengan agama islam, yang mengutamakan toleransi dalam kehidupannya.
Dengan pengalaman keberagamaan saya membuktikan bahwa suatu
kebenaran akan terungkap jika saya sendiri yang memiliki pengalaman
tentang agama saya. Saya yakin dengan agama saya, sehingga saya lebih
banyak belajar tentang agama saya. Pengalaman keberagamaan yang
kurang menyenangkan sepanjang masa anak, remaja dan dewasa yaitu
ketika saya dibilang bukan orang islam sebelum saya berkerudung. Orang
lain mengatakan bahwa saya adalah orang cina, karena berkulit putih dan
bermata sipit. Saya tidak menyukai ketika orang lain mengatakan saya orang
cina. Pengalaman ini membentuk keykinan saya terhadap agama saya yaitu
saya membuktikan bahwa saya beragama islam dengan berkerudung. Tidak
hanya itu, saya juga belajar lebih banyak tentang agama islam. Sejak saya
berkerudung, tidak ada lagi orang yang mengatakan atau melabelkan saya

4
sebagai orang cina. Selain itu, saya juga sering dimarahi oleh orang tua
karena sering lalai dalam mengerjakan solat.

Saya tidak pernah mengalami pergulatan dalam keberagamaan saya.


Keagamaan saya sangat mempengaruhi saya dalam mengatasi masalah-
masalah sulit pada kehidupan saya. dalam agama saya, ketika ada masalah
harus diatasi dengan perlahan dan tidak tergesa-gesa. Kebanyakan masalah
biasanya terjadi dalam ruang lingkup keluarga, antar sesama teman dan
saudara. Oleh karenanya jika terjadi masalah, maka bagian terbesar yang
bisa membantu untuk memecahkan masalah adalah sikap pelan-pelan tidak
terburu-buru sambil berpikir tentang masalah yang sebenarnya dan tidak
tergesa-gesa di dalam emngambil keputusan. Terlebih dengan diiringi hati
yang tenang, kemarahan telah sirna dan kagalutan pun telah pergi, maka itu
bisa lebih banyak membantu untuk menemukan solusi yang tepat. Dalam
agama saya juga untuk mengatasi masalah yaitu dengan sabar. Sabar
mempunyai kedudukan yang sangat urgen, bahkan sabar merupakan bagian
dari agama islam sendiri, di mana sabar adalah tempat berteduhnya bagi
para penyabar, dan merupakan harta simpanan dari simpanan-simpanan di
surga. Sikap sabar sendiri mempunyai makna yang dalam yaitu berhenti
bersama musibah dengan cara menyikapi yang baik. Pengalaman yang saya
miliki yaitu ketika saya gagal untuk mendapatkan peringkat pertama dalam
kelas. Saya bersikap sabar dan berusaha untuk belajar lebih giat lagi. Saya
yakin bahwa kesabaran saya pasti akan membawakan hasil yang baik dan
diikuti dengan usaha.

Agama saya merupakan agama mayoritas di Indonesia. Setiap agama


tentu memiliki keistimewaan, begitu pun dengan agama islam. Islam
menghapus seluruh dosa dan kesalahan bagi orang kafir yang masuk islam.
Apabila seseorang masuk islam kemudian baik keislamannya, maka ia tidak
disiksa atas perbuatannya pada waktu dia masih kafir, bahkan allah akan
melipat gandakan pahala amal-amal kebaikan yang pernah dilakukannya.
Islam tetap menghimpun amal kebaikan yang pernah dilakukan seseorang
baik ketika masih kafir maupun ketika sudah islam. Islam sebagai sebab

5
terhindarnya seseorang dari siksa neraka. Kemenangan, kesuksesan, dan
kemuliaan terdapat dalam islam. Seluruh kebaikan terdapat dalam islam.
Islam mebuahkan berbagai macam kebaikan dan keberkahan, di dunia dan
akhirat. Islam sebagai suatu amal shalih yang sedikit dapat menjadi amal
shalih, yaitu tauhid dan ikhlas. Beramal sedikit saja namun diberikan
ganjaran dengan pahala yang melimpah. Islam membuahkan cahaya bagi
penganutnya di dunia dan akhirat. Islam menjaga dan memelihara jiwa
umatnya. Saya tidak perah mengalami diskriminasi agama islam sebagai
agama mayoritas. Tetapi di Indonesia sendiri banyak terjadi diskriminasi
umat islam. Berita di media-media, entah itu di radio, televisi, surat kabar,
dan media internet selalu menyuguhkan aksi-aksi pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh sebagian kaum muslim. seakan-akan islam adalah agama
yang brutal, anarkis, suka membunuh dan melakukan tindakan-tindakan
kejam lainnya. Padahal dalam agama islam tidak mengajarkan seperti itu,
kecuali karena sebagian umat muslim telah dibodohi oleh oknum-oknum
yang berkepentingan dibalik itu. Dibalik peran media-media yang
menyudutkan islam, sebenarnya banyak aksi-aksi brutal bahkan keji telah
dilakukan oleh agama lain atau oknum-oknum terhadap kaum muslim, akan
tetapi sengaja ditenggelamkan oleh media begitu saja. Dari sini saya tahu
bahwa media-media yang ada saat ini sengaja mendiskriminasikan islam
sebagai agama teroris. Diskriminasi yang terjadi yaitu larangan siswi
berjilbab di Bali, penistaan simbol-simblo islam, dan sebagainya.

Landasan agama merupakan landasan yang dapat memberikan


pemahaman kepada konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor
yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Dalam proses pelayanan
yang diberikan pada setiap individu/siswa, konselor/guru BK harus
memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga pemberian solusi akan
sesuai dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip agama yang mereka anut. Seorang konselor/guru BK sangatlah
penting untuk memahami landasan agama secara baik karena konsleor/guru
BK tidak hanya sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau
pengarahan kecakapannya saja tetapi agama penting untuk

6
menumbuhkembangkan moral, tingkah laku, serta sikap siswa yang sesuai
dengan ajaran agamanya. Sehingga kepribadian serta sikap jiwanya harus
dapat mengendalikan tingkah lakunya dengan cara yang sesuai dengan
ajaran dan tuntunan agamanya. Pengalaman yang saya miliki tentu
mempengaruhi saya dalam memberikan layanan konseling. Jika konseli saya
memiliki keyakinan yang berbeda dengan saya, maka saya akan melihat
lebih dalam keyakinan yang dianutnya. Saya akan mempelajari dengan baik
keagamaannya agar pada saat pemberian layanan konseling sesuai dan
tepat.

Dalam proses konseling, konselor/guru BK bisa menggunakan salah


satu dari dua cara dalam konseling, yaitu menekankan pada pemantapan
klien terhadap keyakinan agamanya. Cara ini didasarkan pada asumsi
bahwa keyakinan terhadap agama yang kuat akan menyatu kesadaran
seseorang, sehingga timbul iman, taqwa dan akhlaq. Yang ke dua dimana
agama sebagai instrument lebih menekankan pada nilai-nilai luhur yang
diajarkan dalam sebuah agama digunakan untuk aktifitas konseling secara
luas. Yang didasari pada asumsi bahwa nilai-nilai luhur yang ada dalam
agama tidak bertentangan bahkan sejalan dengan prinsip ilmu psikologi atau
konseling. Aktifitas konseling berlaku untuk seluruh umat manusia tanpa
membeda-bedakan, agama, keturunan, sttatus sosial, kekayaan, suku dan
sebagainya. Sesuai dengan pengalaman yang yang miliki, saya harus
bersikap toleransi terhadap manusia yang berbeda dengan saya serta akan
menghormati dan menghargainya.

Berhubung keberagamaan seseorang dibangun di atas dasar


keyakinan, maka logikanya tidak boleh ada paksaan dalam agama, tidak
boleh ada paksaan untuk meyakini atau tidak meyakini suatu agama. Hal lain
yang mutlak harus dijadikan prinsip umat beragama adalah prinsip toleransi.
Ini berangkat dari kesadaran bahwa segala perbedaan, termasuk perbedaan
dalam beragama, merupakan fitrah kemanusiaan. Saya tidak memiliki bias
terhadap agama lain, karena keluarga saya mengajarkan bahwa tidak
membeda-bedakan agama lain. Bentuk toleransi yang keluarga saya ajarkan

7
juga tidak berlebihan atau kebabalasan. Dalam agama islam tidak boleh
mengucapkan selamat waktu perayaan hari besar nonmuslim. Hal ini tidak
mempengaruhi saya dalam konseling. Karena saya akan menghormati dan
menghargai klien saya nonmuslim. Saya tidak akan menolak klien saya yang
berbeda agama dengan saya. Saya akan belajar tentang keyakinan yang
dianutnya dan itu akan menambah pengetahuan saya.

Pemahaman mengenai agama ini penting dalam tugas saya sebagai


konselor/guru BK. Berbicara tentang agama terhadap kehidupan manusia
memang cukup menarik, khusunya agama islam. Hal ini tidak terlepas dari
tugas para nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah
kebaikan yang hakiki dan juga para nabi sebagai figure konselor yang sangat
mumpuni dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan jiwa
manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Manusia diharapkan
saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas
manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan
tawakal dalam mengahdapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.

Dalam buku yang saya baca tentang agama islam, saya menjadi lebih
banyak mengetahui tentang agama saya sendiri. Secara bahasa, kata al-
islam (Islam) diambil dari akar kata salima yang terbentuk dari huruf sin, lam,
dan mim. dari akar kata tersebut, terdapat kata-kata: 1. Islamul wajhi yang
berarti menundukkan wajah. Hal ini dilakukan ketika saya mengakui
keistimewaan pihak lain dan saya merendahkan hati di hadapan orang lain ;
2. Al-istislam yang berarti berserah diri. Hal ini dilakukan ketika saya sudah
merasa kalah atau merasa lebih aman kalau tidak menentang ; 3. As-
salamah yang berarti keselamatan, kebersihan, kesehatan ; 4. As-salam
yang berarti selamat dan sejahtera ; 5. As-salm atu as-silm yang berarti
perdamaian/kedamaian. Ketika saya menundukkan wajah kepada Allah dan
berserah diri kepada-nya, pada saat itulah saya bersih dari kesombongan
dan kepongohan. Jika saya melakukan itu, saya akan merasakan
kedamainan hidup dalam naungannya, terjamin kehidupannya, terbebas dari
cemas dan takut.

8
Agama islam merupakan sistem yang sempurna. Kesempurnaan itu
ada pada agama ini karena ia adalah agama terakhir yang dimaksudkan
untuk menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Sejalan dengan umur
manusia dan kematangan berpikirnya, agama ini memiliki perangkat-
perangkat yang lebih sempurna dibanding agama-agama sebelumnya. Hal
ini dapat kita temukan terutama pada aspek-aspek syariatnya. Ia juga
diturunkan kepada Nabi paling sempurna yang dijuluki sebagai asy-syafi al-
musyaffa. Julukan yang tidak diberikan kepada nabi-nabi yang lain karena
hanya beliau saw. yang diberi izin untuk memberi syafaat.
Kesempurnaannya dapat kita temukan juga dalam implementasi dan
cakupannya terhadap seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek
kehidupan dunia maupun akhirat.

Moral/akhlak manusia terhadap allah, terhadap dirinya, terhadap


sesama manusia, maupun terhadap alam semesta hanya akan benar dan
lurus apabila ia memiliki keyakinan yang benar dan lurus apabila ia memiliki
keyakinan yang benar dan lurus tentang Allah dan hari akhir. Demikian itu
karena keyakinan (akidah) akan membentuk kesadaran untuk selalu berbuat
baik dan menghindari perbuatan yang tidak terpuji bahkan ketika ia sendirian
di ruang gelap. Moral yang tidak didasarkan kepada akidah yang lurus sering
kali hanya merupakan kemunafikan dan bersifat temporal, di samping tidak
jelas standarnya. Adapun akhlak islam adalah Al-Quran itu sendiri. Di antara
ayat Al-Quran yang memberi panduan moral itu adalah firman-nya pada
surat Al-Isra (17);: 23-29, di mana ayat-ayat ini sangat baik kalau dijadikan
sebagai bahan perenungan tentang sistem akhlak dalam Islam. Dari ayat itu
ditunjukkan bahwa ikhlas mengharap ridha Allah hendaknya dibarengi
dengan sikap yang baik dalam berinteraksi dengan sesama manusia, betapa
pun manusia itu kurang positif terhadap kita. Artinya, akidah yang hitam-
putih, yang menanamkan bahwa kalau tidak iman, ya berarti kafir, kalau tidak
islam, ya berarti jahiliah, tidak selamanya harus diwujudkan dalam bentuk
kekerasan dalam berinteraksi.

9
Tingkah laku meliputi aspek psikomotorik. Ia sangat diwarnai dan
ditentukan oleh akidah dan akhlak. Tidak ada perbedaan antara aspek lahir
dan aspek batin kecuali pada orang munafik. Demikian itu karena tingkah
laku adalah bentuk implementasi dan terjemahan dari apa yang ada di dalam
pikiran dan jiwa manusia. Suka dan duka, cinta dan benci, sedih dan
gembira, halus dan kasar, sensitif atau tidak, juga sangat dipengaruhi oleh
akidah dan akhlak. Karena itu, Rasulullah saw. mengatakan bahwa di antara
kesempurnaan iman seseorang adalah ketika seseorang mencintai karena
Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, tidak memberi karena
Allah. Dalam materi makna syahadan yang lalu kita bicarakan bahwa di
antara konsekuensinya adalah mencintai apa dan siapa yang dicintai oleh
Allah serta membenci apa dan siapa yang dibenci oleh Allah.

Dalam hidup ini manusia tidak dapat berdiri sendiri. Karena


keterbatasannya, ia selalu membutuhkan orang lain. Ia butuh berdialog,
bekerja sama, bantu membantu dan tolong menolong dengan orang lain.
Interaksi sosial ini pun tidak lepas dari sentuhan Islam. Ia mengaturnya
sedemikian rupa sehingga tercipta hubungan sosial yang harmonis, penuh
kasih sayang, bebas dari permusuhan. Ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan
dengan tuntutan dalam berinteraksi sosial tersebar di berbagai surat,
khususnya surat-surat Madaniyah. Ia memberikan panduan bagaimana
seorang Muslim berinteraksi dengan keluarganya, dengan masyarakatnya,
dengan sesama Muslim seperti ayat-ayat di surat Al-Hujurat maupun dengan
non-muslim seperti ayat-ayat di surat Al-Baqarah. Di samping itu, Sunnah
Nabawiyyah juga memberikan petunjuk teknis interaksi sosial itu. Apalagi
Rasulullah saw. sendiri juga hidup di kota Madinah dengan segala
pluralitasnya. Dalam hal ini, berkaitan dengan pengalaman keagamaan saya
bahwa di dalam buku ini menyatakan bahwa toleransi dengan umat
beragama. Saya lebih mengetahui dan percaya bahwa hidup saya sesuai
dengan agama islam. (Jasiman, 2011)

Dari pengalaman dan pengetahuan yang saya dapatkan dalam


kehidupan saya, saya merasa bahwa saya masih kurang banyak mengetahui

10
tentang agama saya sendiri. Saya hanya mengetahui bahwa hidup saya
berjalan dengan baik. Sedangkan sudah jelas Al-Quran adalah pedoman
hidup saya. Saya kurang mendalami Isi Al-Quran tersebut. Saya juga masih
kurang bersyukur tentang hidup saya. Saya tidak memikirkan orang lain
diluar sana yang ingin kehidupannya seperti saya. Saya merasa malu karena
tidak bersyukur dengan apa yang saya miliki. Saya sebagai calon konselor
tentu harus lebih banyak mengetahui tentang keagamaan saya sendiri, karna
konseli atau klien saya tentu akan berbeda identitasnya dengan saya
terutama dalam agama. Saya harus bisa memahami keyakinan yang dianut
oleh konseli saya. Jadi, dengan pemahaman saya tentang agama saya
sendiri akan membantu saya untuk memahami agama orang lain.

11
Daftar Pustaka

Jasiman. (2011). Mengenal dan Memahami Islam. Solo: Era Adicitra


Intermedia.

12
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Syarat Masuk

Mata Kuliah Konseling Multikultural

Dosen Pengampu : Dr. Susi Fitri, M.Si. Kons

Disusun oleh :

Nama : Hajah Kurniasih


NIM : 1715160605

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
TIMELINE Mengikuti
kegiatan
pengajian di
Rabu, 29 Mengikuti berbagai Di SMA
Januari 1997 ceramah kampung untuk mengikuti
saya lahir agama tampil kegiatan
Di TPQ
dari (Muhadoroh) marawisan, mingguan
mendapatkan
keluarga Mulai di Mengikuti setiap malam Mantap sering mengikti setiap jumat
mata pelajaran
yang ajarkan shalat pengajian/T minggu dan menggunakan kegiatan mengikuti
fiqih, ilmu tajwid
berlatang dan mengaji PQ di berhasil hijah ketika perayaan maulid kegiatan
dan belajar
belakang oleh orang tua lingkungan menjadi juara nabi dan isra rohis
bahasa Arab kelas 8 SMP
agama islam di rumah rumah terbaik mi’raj (keputrian)

Pernah di pukul oleh Pernah di kunciin di Sejak memasuki


Bapak karena tidak rumah karena pulang sekolah SMA saya
mau mengaji, ini malam, padahal bukan berhenti mengikuti
merupakan kali main, tapi karena di TPQ karena sering
pertama dan terakhir hukum di pengajian cape setiap pulang
saya dipukul Bapak karena tidak hapal sekolah sehingga
materi yang telah d memperngaruhi
ajarkan
1 kerohanian saya
A. Refleksi Naratif
Saya terlahir dari keluarga yang berlatar belakang agama islam, dari kecil saya
terdidik dengan agama yang di anut oleh keluarga yaitu islam. Identitas islam itu
sudah melekat pada diri saya sejak saya lahir dari kandungan Umi. Ketika saya
membuka mata, saya di perkenalkan pertama kali oleh suara adzan yang
dikumandangkan oleh Bapak saya di telinga saya, hal itu yang menjadi ciri saya
sebagai bagian dari agama islam. Dengan melekatnya identitas islam saya itupun
yang akhirnya membentuk kehidupan saya kedepannya. Saya tinggal dalam
lingkungan yang mayoritas beretnis sunda, dimana etnis sunda terkenal dengan
kehidupan dengan nilai religiusitas yang tinggi, sejak kecil saya terdidik dengan
aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran yang saya anut itu.

Islam menyeru manusia untuk berpartisifasi bersama orang lain dalam


peradaban, serta terus berinteraksi dengan masyarakat sekitar seraya menjunjung
tinggi etka dan moral yang mulia di tengah keragaman kebudayaan dan agama
mereka. Islam adalah agama yang mampu menyelaraskan kehidupan duniawi
dengan kehidupan akhirat. Dalam islam, dunia merupakan tempat bagi seorang
muslim untuk menanam kebaikan diberbagai ranah kehidupan, untuk kemudian
mendapatkan balasan kebaikan di kehidupan akhirat. Hal itu jelas bahwa etnis
memang mempengaruhi kehidupan keagamaan saya, karena kepercayaan dari
etnis sunda tentang kehidupan islam itu sendiri.

Sejak kecil saya selalu di ajarkan untuk shalat dan mengaji, saya sering di
ajarkan oleh Bapak saya karena memang Bapak saya cukup mengetahui ilmu
agama, Bapak saya juga merupakan tokoh agama di masyarakat sehingga hal itu
pun berpengaruh terhadap saya, saya juga harus berakhlak baik agar tidak
mempermalukan nama baik keluarga. Pendidikan moral dan religiusitas dan
spiritualitas sudah di tanamkan sejak kecil oleh keluarga saya, baik oleh Bapak, Umi
maupun saudara-saudara saya sebelum akhirnya saya di masukin ke pengajian
oleh Bapak saya, dimana saat itu saya masih duduk di bangku sekolah dasar.
Menjelang magrib saya harus langsung bersiap-siap untuk pergi mengaji bersama
Kakak-Kakak saya. Setiap hari saya menghabiskan waktu 2 sampai tiga jam di
pengajian. Guru ngaji saya pada waktu itu adalah laki-laki, ia cukup tegas dalam
mendidik saya, saya selalu diberikan hafalan disamping belajar qur’an dan hadits
saja.

2
Saya masih ingat dulu ketika saya belajar kitab kuning. Namun, guru ngaji saya
terbilang galak juga, karena dia berani membentak muridnya jika ada yang
bercanda atau tidak mampu untuk menghafal. Bahkan saya masih ingat ketika itu
ada salah seorang murid laki-laki yang di siram oleh air satu gelas karena bercanda
ketika hafalan sedang berlangsung. Saya pernah di hukum bersama 8 teman saya
yang tidak mampu menghafal, dan tidak di izinkan pulang sampai akhirnya bisa, hal
itu menjadi kenangan tidak menyenangkan yang pernah saya alami di masa itu.
Susah senang memang terasa ketika berada dalam masa itu, senang karena
sebelum mengaji sambil menunggu shalat magrib saya bisa jajan bersama teman-
teman saya. Bagi saya, merupakan suatu kebahagiaan apabila saya bisa jajan di
warung samping pengajian saya. Senang juga ketika dapat membeli jajanan dan di
bawa ke dalam pengajian sebagai cadangan jika saya sudah merasa bosan. Pada
saat itu, walaupun berada dalam satu rumah, namun tempat untuk perempuan dan
laki-laki memang di pisahkan sehingga saya bisa diam-diam makan tanpa diketahui
oleh guru ngaji saya.

Dari hal itu, saya juga memperoleh pembelajaran bahwa memang dalam islam
jiga terdapat batasan-batasan untuk laki-laki dan perempuan, apalagi untuk mereka
yang sudah memasuki usia baligh, katanya bukan muhrim sehingga harus ada
jarak. Sehingga ketika ngaji pun ada pemisahan antara keduanya. Sehingga dari
situ juga saya terkadang membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, karena
memang agama yang saya miliki mengajarkan bahwa saya harus melihat batasan
pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

Hal yang paling saya ingat juga adalah kenangan bersama Bapak saya, dimana
ketika malam saya sering di jemput karena memang jarak rumah dan pengajian
yang lumayan jauh dari rumah. Saya sering di gendong oleh Bapak saya jika saya
mengeluh lelah ataupun pegal, Bapak saya pun selalu bersedia untuk
menggendong saya. selain itu, jika hujan turun juga, Bapak saya yang selalu
menjadi orang pertama yang menolong saya, beliau selalu menjemput saya dan
membawakan payung untuk saya, bagi saya itu adalah hal yang paling romantis
ketika berjalan di bawah rintik hujan bersama laki-laki terhebat dalam hidup saya.
Namun, beberapa bulan saya mengaji di tempat itu, akhirnya saya memutuskan
untuk pindah dari pengajian itu karena guru ngajinya yang menurut saya galak dan
membuat saya sering deg-degan dan tidak bisa memberikan kenyamanan kepada
saya, saya percaya bahwa perlakuan guru ngaji itu memang untuk mendidik murid-

3
muridnya agar dapat belajar dengan sungguh-sungguh dan mampu membuktikan
bahwa hal yang ai ajarkan sudah di pahami oleh murid-muridnya.

Saya juga tahu bahwa proses mendidik itu memang sangat sulit dan butuh
perjuangan, namun saya merasa usia saya belum cukup jika harus melihat momen
itu secara terus menerus, hal itu malah membuat saya takut dan tidak mau mengaji.
Ketika saya tidak ingin mengaji, saya bilang kepada Bapak saya namun Bapak saya
marah dan memukul saya dengan sapu sehelai sapu lidi. Kemudian, setelah
beberapa hari saya dimasukan ke TPQ Hidayatul Hasanah oleh Ibu saya, disana
memang tempat pendidikan khusus untuk perempuan. Sehingga saya lebih nyaman
di sana, saya juga merasa lebih berkembang karena lebih banyak mendapatkan
pembelajaran, guru ngajinya juga perempuan sehingga lebih leluasa dengan beliau.
Saya lebih banyak mendapatkan pengalaman disini karena memang cukup lama
sekali saya berada di TPQ hidayatul hasanah. Selama kurang 4 tahun saya di sana,
menimba ilmu agama yang sangat membuat saya berkembang.

Waktu mengaji nya pun sama seperti sebelumnya, saya berangkat dari rumah
pukul 17.30 karena pada saat magrib kami akan melaksanakan shalat berjamaah
sebelum akhirnya belajar. Di sini saya merasa belajar saya mengenai ilmu agama
sangat teratur, hari Senin saya belajar ilmu tajwid atau hukum bacaan, Selasa saya
belajar kitab, Rabu saya belajar bahasa arab, Kamis saya tadarusan atau yasinan,
Jumat saya belajar kitab-kitab (biasanya saya menyebutnya sapinah), hari Sabtu
saya belajar menulis qur’an sedangkan hari Minggu saya hafalan doa. Selain itu,
setiap malam minggu juga guru ngaji saya selalu mengadakan kegiatan muhadoroh
(seperti ceramah agama) yang dilakukan secara bergantian dengan tema-tema
yang bebas, hal ini bertujuan untuk membentuk kepercayaan diri dan keberanian
untuk berbicara di depan umum.

Ketika saya duduk di bangku SMP pun saya dan teman-teman pengajian
lainnya membuat suatu grup marawisan yang di siapkan oleh guru ngaji saya untuk
memeriahkan setiap acara keagamaan yang di adakan di berbagai kampung.
Biasanya saya mengisi acara maulid Nabi Muhammad SAW, isra mi’raj ataupun
kegiatan lainnya. Saya cukup aktif di sini. Bahkan, ketika saya cukup mengerti
mengenai materi yang di ajarkan, saya di perintahkan oleh guru ngaji saya untuk
membantunya mengajar murid-murid yang masih kecil, biasanya anak-anak SD
yang saya didik, seperti baca tulis qur’an. Hal ini juga menjadi pengalaman yang
menyenangkan dan berharga bagi saya. Selain itu di saat hari libur juga saya dan

4
teman-teman saya biasanya menginap di pengajian untuk melaksanakan tadarusan
dan shalat berjamaah beserta shalat sunahnya seperti shalat tahajud, setelah itu
kami melakukan olahraga dipagi harinya dan dilanjutkan dengan memasak.

Namun hal itu tidak terjadi lagi setelah saya memasuki SMA, karena sekolah
saya cukup jauh dan saya sering pulang magrib dari sekolah karena mengikuti
kegiatan di sekolah. Sehingga saya sering izin untuk tidak mengaji dan akhirnya
berhenti karena memang guru ngajinya memindahkan jadwal ngajinya di sore hari
yang bentrok dengan kegiatan sekolah saya. setelah sekian lama tidak datang ke
pengajian rasanya memang seperti ada yang hilang dan kosong dalam diri saya,
karena saya memang terbiasa untuk melakukan ibadah rutin di pengajian beserta
teman-teman saya. Semakin lama saya merasa semakin jauh dari sang pencipta
jika saya tidak melakukan ibadah yang biasanya saya lakukan. Saya tidak tahu
semua orang merasakan atau tidak hal yang saya rasakan. Namun entah mengapa
ketika saya melakukan ibadah yang di haruskan oleh agama saya, saya merasa
damai, tentram dan tenang.

Saya merasa bahwa ibadah yang saya lakukan adalah obat terbaik untuk
mengatasi setiap kegelisahan atau sekedar obat penenang bagi saya. contohnya,
ketika saya tertekan dan mengalami banyak masalah, saya memilih untuk
menyendiri, melakukan shalat dan membaca ayat suci al-qur’an. Setelah itu saya
merasa tenang dan seperti beban-beban yang ada dalam diri saya sedikit
berkurang. Setelah itu dalam hal berpakaian, perintah mengenai menutup aurat dari
ujung kepala sampai ujung kaki pun belum saya penuhi sebelumnya, saya sendiri
mantap menggunakan hijab ketika saya duduk dibangku kelas 8 SMP. Hal itu juga
menjadi peristiwa yang tidak menyenangkan bagi saya, pada waktu itu memang
saya masih menggunakan pakaian semau saya, saya masih jarang menggunakan
kerudung, hanya di sekolah saja saya menggunakan kerudung, sedangkan ketika
dirumah atau bermain saya masih membuka kerudung saya itu.

Waktu itu sekolah saya mengadakan acara study tour, saya dan teman-teman
saya memang tidak menggunakan kerudung, awal berangkat kami menggunakan
kerudung, namun ketika sudah sampai di lokasi kami pergi ke kamar mandi dan
membuka kerudung kami. Pada saat itu ada guru agama saya datang menghampiri
saya, setelah itu saya di jewer dan di marahi karena telah membuka kerudung, saya
membuat ia kesal karena menurutnya itu sangatlah salah. Saya pun menyadari
bahwa memang yang saya lakukan tidak seharusnya, namun disini saya menjadi

5
berpikir mengapa keinginan saya untuk membuka kerudung di halangi oleh guru
ngaji saya, sehingga saya berpikir bahwa terkadang dalam hal agama pun orang
lain akan ikut campur terhadap urusan kita, seperti hal yang saya lakukan. Saya
sebelumnya menganggap bahwa seharusnya dalam urusan agama ya masing-
masing saja, kenapa harus melarang larang bahkan harus menjewer saya, toh
kalaupun saya salah kan saya yang menanggung dosanya sendiri. Itulah pemikiran-
pemikiran saya saat itu mengenai agama saya, namun hal itu juga yang
menyadarkan saya sehingga saya mantap untuk terus menggunakan hijab, baik di
sekolah maupun dirumah.

Selain itu, ketika SMA pun teman saya mempermasalahkan dalam hal cara
menggunakan penutup kepala atau kerudung, memang kehidupan SMA berbeda
dengan SMP. Di SMA saya hanya mengikuti kegiatan keputrian yang dilakukan
setiap hari jumat, dimana materinya akan membahas tentang religiusitas umat islam
sehingga dari kegiatan itu saya juga memperoleh pemahaman tentang agama saya.
Di SMA juga ada kegiatan rohis yang menurut saya beranggotakan orang-orang
alim dimana cara berpakaiannya sangat tertutup bahkan kerudungnya pun sampai
menjuntai kebawah. Hal itu memang jarang saya lihat sebelumnya, ada orang yang
mengira bahwa orang-orang yang berpakaian seperti itu, serta kerudung yang
menutup bagian tubuh adalah orang-orang dengan agama yang kuat atau orang-
orang islam dengan garis kuat. Tak jarang juga mengenai orang islam yang tidak
mengenakan jilbab, hal itu juga menjadi perbincangan dan bahkan menjadi urusan
orang yang memang memiliki mulut nyinyir sehingga bisanya hanya mengomentari
dan ikut campur urusan orang.

Memang kewajiban menutup aurat sudah dijelaskan dalam ayat al-qur’an, saya
pun tahu bahwa orang yang tidak mengenakan jilbab pun sebenarnya mengetahui
akan kewajiban itu, tapi itu akan menjadi urusan mereka karena mereka sendiri
yang menentukan hidup mereka dan memiliki kebebasan dengan hal itu. Saya yang
memang orang biasa terkadang ikut risih dengan aturan-aturan manusia yang
mengharuskan saya berpenampilan sangat tertutup atau biasanya di sebut syar’i.
Terkadang sayapun memandang bahwa orang yang berpenampilan seperti itu
adalah orang-orang yang memiliki banyak aliran, namun saat ini saya lebih
memahami bahwa memang kebebasan mengenai cara perpakaian di bebaskan
kepada orang yang memakainya, asalkan bagi saya sopan dan sesuai dengan etika
yang ada.

6
Selain itu, memang seiring dengan banyaknya kabar tentang hal-hal yang tidak
menyenangkan terutama yang berkaitan dengan agama islam, seperti contohnya
teroris. Banyaknya aksi teror di Indonesia yang meresahkan masyarakat sekitar,
sering kali dikaitkan dengan orang-orang yang beragama islam. Stigma seperti ini
mulai melebar luas dari persepsi berbagai pihak. Stigma yang menyatakan bahwa
kebanyakan terorisme itu adalah orang-orang yang berasal dari penganut agama
islam. Misalnya saja dalam hal berpakaian, biasanya orang dengan pakaian yang
serba tertutup dengan menggunakan jubah/gamis dan cadar sering di anggap
sebagai syiah, teoris atau ISIS. Padahal hal tersebut belum tentu sesuai dengan
prasangka yang ada.

Islam sendiri merupakan agama mayoritas yang terdapat di Indonesia, karena


jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia paling banyak, dengan lebih dari 230 juta
jiwa. Saya sendiri bangga dan bersyukur bisa memeluk agama islam ini. Islam juga
merupakan agama satu-satunya yang memiliki banyak keistimewaan dan keindahan
yang sangat mengagumkan bagi siapapun yang memeluknya. Keistimewaan dan
keindahan agama Islam salah satunya terbukti dengan fasilitas-fasilitas yang
tersedia untuk umat muslim, seperti tempat ibadah yang banyak di bangun di
berbagai tempat, sehingga mempermudah umat islam menjalankan ibadahnya di
manapun dan kapanpun. Selain itu arsitektur bangunan juga banyak tersebar serta
kaligrafi-kaligrafi yang mencirikan umat islam.

Selain itu dari informasi yang diperoleh bahwa alasan mengapa agama islam
menjadi salah satu agama mayoritas yang pertama adalah Islam dianggap sebagai
agama pembebas. Dalam ajaran Islam permasalahan mengenai kesetaraan dan
keadilan sangat ditekankan. Hal ini bisa jadi dianggap oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia kala itu sebagai doktrin pembebas. Mengingat kala itu
beberapa wilayah Islam sangat kental dengan tradisi Hindu yang mengenal kasta.
Sehingga dengan hadirnya Islam sekaligus menghapuskan kelas-kelas sosial di
kalangan masyarakat Nusantara kala itu. Kedua adalah pesatnya angka kelahiran
dikalangan umat Islam, sehingga otomatis setiap anak yang lahir dari orang tua
yang beragama Islam maka kemungkinan ia akan di lahirkan dengan proses
keislaman juga.

Mengenai masalah pergulatan, saya sendiri tidak pernah mengalami pergulatan


dengan orang lain terutama masalah agama. Saya menyadari, bahwa pada
hakikatnya, setiap umat beragama berhak secara tegas menganggap sesuatu itu

7
benar dan salah secara mutlak sesuai dengan kepercayaannya, dan saya
mempercayai agama yang saya anut selama ini secara benar. Setiap orang pasti
pernah mengalami kesulitan didalam hidupnya. Begitupun dengan saya. Saya tidak
mengingkari bahwa banyak sekali kesulitan dalam hidup ini yang memaksa saya
untuk melewatinya mau itu mudah atau pun sulit sekalipun. Saya juga mengakui
bahwa saya sering mengeluh ataupun tidak sanggup dengan kesulitan itu. Tapi
karena saya orang yang memiliki agama dan kebetulan agama saya ini adalah
islam. Dimana agama ini sangat menganjurkan pengikutnya untuk tidak pernah
putus asa, harus bisa bersikap husnudzon dengan segala yang menimpa dirinya,
serta tidak lupa untuk terus berusaha dan berdoa kepada Allah.

Mengenai pengalaman saya, saya pun pernah membawa buku yang


mengakibatkan saya memiliki keyakinan yang tinggi akan agama yang saya anut.
Selain membaca buku-buku tentang keislaman di sekolah, saya pun pernah
membaca buku-buku islam seperti sejarah agama islam itu sendiri, tata cara
beribadah dan buku tentang pengalaman-pengalaman seseorang serta perbuatan
dan balasannya yang tentunya berkaitan dengan agama itu sendiri. Dengan
membaca buku itu saya seperti sadar akan perbuatan saya selama di dunia yang
mengharuskan saya berbuat untuk jauh lebih baik, karena memang pada dasarnya
setiap perbuatan di dunia akan mendapat balasan di akhirat kelak. Selain itu juga
dari buku-buku mengenai tata cara beribadah menjadikan saya lebih benar dalam
melakukan kegiatan beribadah. Memang benar kenyataannya apa yang telah saya
baca dalam buku mengenai agama saya mengandung kebenaran mengenai agama
islam yang saya anut.

Selain itu saya juga mempunyai kekuatan-kekuatan dari agama saya sendiri.
Kekuatam tersebut misalnya dalam bentuk doa. Kekuatan doa dalam islam sangat
lah dijunjung tinggi. Dalam keadaan apapun, sesorang dianjurkan untuk selalu
berdoa kepada Allah SWT, misalnya ketika menginginkan sesuatu hal maka yang di
utamakan adalah berusaha dan berdoa, serta tawakal kepada Allah SWT. Selain
itu, agama islam sangat menjunjung tinggi nilai toleransi. Sesama manusia kita
diharuskan untuk saling menghargai, saling menghormati, saling menerima, dan
saling menyayangi satu sama lain. Hal itu perlu di dilakukan oleh setiap orang agar
terhindar dari kemungkinan konflik yang akan muncul.

Berkaitan dengan profesi saya sebagai konselor, memang pada dasarnya


menjadi seorang konselor professional tentulah bukan hal yang mudah. Seorang

8
konselor dituntut untuk mampu menunjukkan sikap terbuka, toleransi yang tinggi,
serta tidak bersikap apatis saat menghadapi klien dengan latar belakang yang
berbeda jauh dengan kita baik dari segi ras, etnis, agama, dan sebagainya. Maka
dari itu, perlu bagi seorang konselor memahami banyak hal khususnya tentang
kemultikulturan yang ada di Indonesia ini. Dari segi agama misalnya, mengingat di
Indonesia sendiri terdapat berbagai macam jenis agama yang dianut oleh
masyarakatnya yaitu islam, khatolik, kristen, hindu, budha, dan konghucu, serta
terdapat lagi agama-agama yang tidak termasuk ke dalam 6 jenis agama yang
diresmikan. Maka dari itu, pemahaman mengenai agama ini perlu dipelajari lebih
dalam oleh konselor. Dengan kemampuan konselor dalam memahami keragaman
agama ini, akan sangat memudahkan dalam mencapai keberhasilan proses
konseling itu sendiri. Karena, ia sudah berhasil menyadari bahwa sejatinya klien
adalah seorang individu yang sedang mengalami kesulitan-kesulitan yang mungkin
bisa menimpa siapa saja, serta seorang konselor juga harus bersiap terhadap
kemungkinan bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami konseli barangkali berkaitan
dengan isu-isu ras, suku, bahkan agama.

Sebagai seorang konselor, saya sendiri sebenarnya tidak mempermasalahkan


mengenai perbedaan baik berkaitan dengan agama itu sendiri ataupun identitas
lainnya. Justru saya tidak boleh kaget saat dihadapkan dengan situasi seperti itu.
Hal yang menjadi hambatan bagi saya adalah minimnya pengetahuan saya tentang
keberagaman yang ada di Indonesia beserta karakteristik dari masing-masing
agama yang ada di Indonesia. Terutama dalam hal konseling, saya takut jika saya
hanya memandang masalah klien dari sudut pandang saya sendiri, karena tidak
dipungkiri, setiap orang memiliki sisi keegoisannya dan ingin mempertahankan nilai
dan kebiasaannya sendiri. Mungkin itu adalah salah satu hal yang akan menjadi
tantangan dan tugas bagi saya untuk terus belajar mengenai keberagaman yang
ada dengan segala karakteristik di dalamnya. Tetapi, walaupun demikian saya
mencoba untuk memahami kemultikulturan yang ada. Dalam konseling pun pasti
dihadapkan pada perbedaan keyakinan baik dari konselor maupun konseli.
sehingga saya harus memiliki kemampuan untuk memahami konseli agar nantinya
tidak menimbulkan beberapa dampak negatif dari adanya proses konseling.

9
TUGAS INDIVIDU

REFLEKSI KEAGAMAAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Konseling Multikultur
Dosen Pembimbing : Dr. Susi Fitri M.Si,.Kons

Disusun Oleh :
Hilda Novitriani (1715160495)

Kelas:
BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA 2018
Timeline Pengalaman Keberagamaan

2011
1997
Ibu mulai 2016-
Diadzani 2011 menggunak sekarang
2002 2004
saat lahir, an jilbab
menandaka Belajar Mulai Mulai karena Mengikuti
n bahwa mengaji masuk menggunak melihat kelompok
saya islam dan solat madrasah an jilbab saya mentoring

2008 2009 2012 2012

Mulai Mensturasi, Menghafal Menghafal


menghafal titik dimana Juz 30 surah
hadis dan solat bukan Yaasin
surat Al- lagi hal
Waqiah di yang main-
madrasah main

1
Tulisan naratif

Berbicara mengenai pengalaman keberagamaan, saya sendiri dalam


keluarga sudah dikenalkan dengan agama sejak kecil, selayaknya orang Islam
lainnya yang diadzani sesaat setelah lahir. Bahkan ketika saya di dalam kandungan,
katanya Ibu sering mendengarkan saya alunan ayat Al-Qr’an. Sebelum masuk
Taman Kanak-kanak (TK), saya sudah diajarkan mengaji Iqra’ dan beberapa
gerakan solat tapi baru secara intensif ketika saya masuk Madrasah saat kelas 1
SD. Sejak saat itu perjalanan agama saya dimulai, dari mulai belajar bacaan solat,
gerakan, menghafal beberapa hadis dan doa, dan lain sebagainya. Saya sering
diajak solat berjamaah dengan orang tua dan saat itu saya hanya menirukan
gerakannya tanpa tau maknanya apa. Orang tua saya memang mendidik saya
untuk tidak meninggalkan kewajiban saya sebagai muslim, namun saya baru
menyadari itu ketika saya mensturasi dimana solat bukan lagi hal yang main-main.
Disinilah kesadaran saya untuk menjalankan perintah agama semakin bertambah.

Ketika lulus dari SD, saya melanjutkan ke Madrasah tsanawiyah (MTs).


Orang tua saya mengarahkan untuk masuk sekolah yang berbasis agama agar
saya memiliki lingkungan yang baik dari segi dunia maupun akhirat katanya.
Keputusan orang tua saya ini membuat pengaruh yang besar bagi hidup saya
karena ketika saya SMP banyak sekali menemui pengetahuan baru mengenai
agama yang saya bawa bahkan hingga sekarang.

Diantaranya, pada kelas 1 SMP saya diwajibkan untuk menggunakan kerudung di


sekolah karena memang sudah menjadi aturan, awalnya hanya karena saya
anggota OSIS jadi saya harus bisa menjaga sikap dengan menggunakan kerudung
di luar lingkungan sekolah, namun lama kelamaan ada kesadaran sendiri dalam diri
saya bahwa menjaga aurat adalah kewajiban saya sebagai muslim. Sehingga mulai
saat itu hingga sekarang saya tidak pernah melepas kerudung saya. Setelah 1
tahun saya berkerudung tepatnya saat saya duduk di kelas 2 SMP, Ibu saya yang
tadinya hanya menggunakan kerudung ketika ada acara di luar menjadi
berkerudung juga meskipun di rumah. Dan terus bertambah baik setelahnya hingga
saat ini Ibu saya tidak lagi menggunakan celana, hanya gamis setiap harinya.
Padahal dulu Ia bahkan tidak memiliki rok.

Selain itu saya juga dikenalkan dengan acara sekolah seperti Petuah (pesantren
sabtu ahad) yang digilir berdasarkan kelas. Disini saya dan yang lainnya diharuskan

2
untuk menghafal juz 30 dengan rentan waktu sampai kelas 3 SMP, katanya ijazah
akan di tahan jika tidak berhasil menghafal semuanya. Dan ini merupakan
pembiasaan yang baik bagi saya.

Setelah lulus SMP saya melanjutkan ke sekolah yang berbasis agama juga
yaitu Madrasah Aliyah (MA). Disini keharusan saya menghafal juga bertambah
banyak karena sebagai syarat kelulusan saya diharuskan untuk menghafal Surat
Yaasin saat saya kelas 3 SMA. Setiap paginya, saya dan siswa lainnya selalu
disambut dengan alunan asmaul husna hingga saya bisa hafal dengan sendirinya.
Selain itu sekolah ini juga memiliki beberapa tradisi yang mungkin tidak ditemui di
sekolah SMA umum, contohnya selain kawasan wajib berkerudung, siswa dan
siswinya juga diharuskan menggunakan seragam seperti layaknya anak pesantren
yang kemeja putihnya dikeluarkan dan tak lupa kerudung putih tebal menjadi
pakaian wajib bagi siswi disini. Selain itu, setiap pagi akan ada pemandu yang digilir
perkelas untuk memimpin tilawah pagi melalui pengeras suara yang ada di setiap
kelas sehingga mengharuskan siswa membawa dan membaca Al-Qur’an pada saat
itu juga. Kegiatan itu selesai ketika jam 7.30, barulah kami memulai kegiatan belajar
mengajar seperti biasa.

Kebiasaan yang diajarkan saat saya SMA ini mempengaruhi saya untuk
lebih banyak mempelajari bagaimana setiap muslim seharusnya bersikap. Banyak
sekali pengetahuan mengenai agama yang diajarkan dan sebelumnya tidak saya
ketahui. Seperti halnya sunnah nabi yang sangat amat banyak dan mendetail,
bahkan untuk pekerjaan yang biasa dilakukan sehari-hari.

Jika dikaitkan dengan etnis saya yaitu sunda jawa, entah perasaan saya
saja atau bagaimana tapi saya jarang sekali menemui orang sunda yang beragama
selain islam, namun tidak dengan jawa karena saya lumayan sering menemukan
orang jawa yang menganut agama selain islam. Di keluarga saya sendiri, Ibu dan
keluarga besarnya memang penganut agama islam yang kuat dimana tradisi agama
merupakan yang paling penting dirayakan. Ayahnya ibu juga bisa dibilang
merupakan tokoh agama di kampung halaman Ibu. Tetapi tidak dengan Ayah, di
kampung halaman Ayah di Jawa timur tradisi lebaran bahkan tidak seramai jika
saya merayakan lebaran di kampung halaman Ibu di Serang, Banten. Sehingga
memang dalam hal agama, Ibu lah yang berperan paling banyak untuk membentuk
pribadi saya saat ini.

3
Saat saya memasuki dunia perkuliahan, saya bertemu dengan teman-teman
yang membawa pengaruh baik bagi saya karena agamanya lebih kuat dari saya
meskipun latar belakang mereka bukan dari sekolah agama seperti saya. Saat
pertama saya masuk kuliah, saya diarahkan untuk mengikuti kegiatan mentoring
dengan mentor kaka tingkat saya dan hal semacam itu difasilitasi pada saat Masa
Pengenalan Akademik (MPA) di program studi Bimbingan dan Konseling. Tetapi
setelah masa pengenalan saya dengan sendirinya sadar untuk mengikuti kegiatan
tersebut karena kesan pertama yang baik pada kegiatan mentoring. Saya jadi
merasa punya teman yang membawa saya ke kebaikan. Sebelumnya, saat SMA
saya juga pernah mengikuti organisasi keagamaan yang ada di sekolah meskipun
tidak lama karena organisasi OSIS di SMA lebih menarik dibanding organisasi rohis.

Setiap pengalaman yang saya tuliskan dalam timeline yang saya buat di
atas, kebanyakan pengalamannya merupakan pengalaman menyenangkan.
Misalnya ketika SD, saya dan teman-teman di rumah sering sekali solat berjamaah
di masjid meskipun setelahnya saya bermain dengan leluasa di masjid yang sangat
luas dekat rumah. Saat bulan ramadhan tiba, saya juga sering buka puasa bareng
mereka di depan rumah dan berangkat solat tarawih bersama. Ada sebagian dari
kita yang berangkat lebih dulu untuk menempati tempat dengan sejadah yang
dilebarkan menjadi 2 agar kebagian tempat saat solat. Selain itu, ada juga
perasaan senang ketika saya bisa hatam Al-Qur’an dan setelahnya saya diberi
hadiah karena telah rajin mengaji hingga hatam. Dan hal tersebut merupakan salah
satu kenangan yang indah jika diingat saat saya duduk di bangku SD. Sebuah
motivasi yang sederhana untuk melakukan ibadah.

Ketika masuk SMP, saya yang tadinya suka menjadi bahan ledekan karena
badan yang gemuk dan rambut yang keriting. Tidak lagi perlu memikirkan hal itu
karena sudah mulai membiasakan diri untuk menggunakan kerudung sehingga saya
tidak lagi malu dengan keadaan fisik saya. Bahkan saya bisa menebar perubahan
baik bagi Ibu saya sehingga saat itu beliau juga mengikuti saya untuk menggunakan
kerudung. Dan hal tersebut merupakan pengalaman berkesan bagi saya yang
mungkin tidak akan pernah bisa saya lupakan, karena untuk pertama kalinya saya
merasa bisa merubah orang lain untuk jadi lebih baik.

Namun, selain pengalaman mengesankan tersebut saya juga tentunya


pernah mengalami pengalaman yang bisa dibilang sulit dan perlu usaha lebih
seperti saat-saat saya haid untuk pertama kali, ketika itu Ibu bilang bahwa dosa

4
saya sudah ditanggung sendiri sehingga saya merasa memiliki tanggung jawab
untuk tidak meninggalkan kewajiban seperti solat. Atau ketika saya diharuskan
menghafal. Dari mulai menghafal hadits, surat pendek hingga surat Yaasiin.
Padahal saya tahu menghafal itu bebannya berat ketika di akhirat nanti. Semakin
banyak menghafal, semakin banyak juga tanggung jawabnya untuk tidak
melupakannya. Sebenarnya hal ini juga bisa dibilang menjadi pergolakan di dalam
diri saya, apalagi setelah mengetahui hadis yang membahas soal itu jadi saya
sedikit takut untuk menghafal ayat Al-Qur’an.

Berbicara soal pergolakan. Dulu ketika saya masuk SMP saya bertemu
dengan guru fikih penganut muhammadiyah yang kuat. Saya yang sedari kecil
diajarkan dengan buku panduan Islam yang umum namun ketika SMP saya
dihadapkan hafalan solat khususnya solat sunnah yang sedikit berbeda bacaan
maupun gerakannya. Ketika saya bertanya soal itu kepada Ibu, beliau menjawab
dengan santai bahwa semua balik lagi kepada keyakinan kamu selagi itu tidak
menyimpang, silahkan.

Setiap orang pasti pernah berada di masa yang sulit. Ketika saya
dihadapkan dengan masalah tersebut. Saya sendiri akan merasa lebih baik setelah
mengadukan semuanya kepada Allah SWT. Saya diajarkan oleh orang tua untuk
selalu melibatkan Allah dimanapun dan kapanpun saya berada. Sehingga hal
tersebut sudah tertanam dalam diri saya untuk mengandalkan Allah ketika saya
dalam keadaan sulit dan tidak ada lagi yang bisa membantu saya. Jika di hadapkan
dengan masalah, biasanya saya langsung mengambil air wudhu dan solat, atau
ketika saya dalam kepanikan saya membaca Al-Qur’an untuk menenangkan hati
saya. Setelah tenang barulah saya mengerjakan satu per satu tugas yang harusnya
saya kerjakan dengan tertata dan step by step.

Agama saya sendiri adalah agama dominan di Indonesia sehingga saya


sendiri merasa tidak memiliki stigma yang kurang baik terhadap agama yang saya
yakini. Justru saya merasa memiliki keistimewaan karena bisa diterima dimanapun
saya berada. Saya juga bebas memilih ingin menjadi apapun yang saya mau tanpa
terhalang oleh masalah agama. Kadang saya merasa bahwa banyak sekali stigma
yang muncul dan diarahkan pada mereka yang bukan islam, namun saya sendiri
tidak menjadikan itu sebagai masalah yang mengganggu.

5
Ketika menghadapi konseli nanti, mungkin pengalaman-pengalaman saya
mengenai keberagamaan bisa menjadi pelajaran tersendiri bagi saya sehingga
mungkin saya bisa mengambil yang baik-baik sebagai motivasi untuk orang lain.
Seperti keharusan yang dipaksakan namun akhirnya saya terbiasa dan justru
akhirnya baik untuk diri saya sendiri.

Sebagaimana yang telah ditanamkan orang tua saya bahwa kita sebagai
manusia hanya bisa berusaha dan berdoa sisanya tinggal diserahkan kepada Allah
SWT. Mungkin prinsip itulah yang bisa menjadi kekuatan yang bisa saya salurkan
kepada konseli saya nanti bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, lagipula
berdasarkan hadits yang pernah saya hafalkan juga sudah tertera bahwa Allah SWT
tidak akan menguji umat di luar kemampuannya.

Meskipun nanti bisa saja saya bertemu dengan konseli dengan agama yang
berbeda, saya yakin mereka juga punya pedoman hidup yang baik dalam hal
berserah diri kepada Tuhan. Saya juga yakin mereka pasti memiliki tata cara
beribadah yang meskipun berbeda namun tujuannya sama yaitu menyerahkan
semuanya kepada Tuhan.

Semakin banyak pengetahuan saya mengenai agama yang berbeda, maka


semakin mudah juga bagi saya untuk memahami mereka yang berbeda agama
dalam memandang suatu masalah. Meskipun mungkin nanti akan ada beberapa hal
yang bisa menimbulkan bias karena pemaknaan yang berbeda. Entah karena tradisi
yang berbeda, cara berdoa, cara menyikapi masalah, cara mengadu, dan lain
sebagainya. Yang jelas, saya sebagai calon konselor harus berusaha untuk tidak
langsung men-judge orang lain salah hanya karena pandangan yang berbeda. Oleh
karena itu sangat penting bagi saya mengetahui dan memahami berbagai macam
perbedaan yang ada dan sebisa mungkin untuk tidak menjadikan perbedaan
tersebut sebagai masalah baru di luar masalah yang sedang diselesaikan saat
proses konseling. Dan hal ini bisa saya pelajari melalui mata kuliah konseling
multikultur yang saya dapatkan di semester 4.

Berbicara tentang sumber bacaan, saya memiliki buku yang sangat


mempengaruhi pemahaman saya mengenai agama yaitu buku ‘Risalah Tuntunan
Solat’ yang Ibu saya belikan ketika saya duduk di kelas 1 madrasah. Buku ini
karangan Moh. Rifa’i.

6
Buku ini mungkin banyak sekali dikenal orang. Mengapa
akhirnya buku ini sangat berpengaruh bagi pemahaman saya
mengenai agama? Saya merasa bahkan sampai sekarang masih
sering menggunakan buku tersebut ketika bingung atau lupa
mengenai cara solat. Bahkan buku itu masih ada dan saya bawa ke
kosan. Buku ini menurut saya sangat lengkap karena berisi tentang
tata cara solat wajib dan sunah beserta doa dan bacaannya. Sehingga jika saya
tidak mengerti atau lupa apa yang diajarkan saat sekolah saya mencaritahu dari
buku ini.

Saat saya kecil pada awalnya orang tua saya sering menuliskan bacaan
solat di kertas HVS yang tulisannya dilihat dari buku ini dan menempelnya di tempat
wudhu dan tempat solat karena dulu saya masih belajar dan belum menghafal
bacaannya. Ya. Cara belajar saya untuk menghafal adalah dengan sering
membacanya. Dulu internet belum secanggih sekarang, jadi Ibu berpegangan pada
buku ini ketika menuliskan do’a dalam bahasa arab. Metode pengajaran seperti ini
juga turun menurun hingga adik saya dan terbukti berhasil.

Saya bersyukur bisa terlahir sebagai Muslim, karena agama Islam tidak
memerlukan barang mahal untuk melakukan ibadah, setiap larangannya adalah
baik untuk kehidupan manusia, bahkan Allah sudah lebih dulu menciptakan tata
surya yang sedemikian rupa kompleksnya hingga membuat para penemu dan ahli
berdecak kagum. Subhanallah.

7
TUGAS REFLEKSI AGAMA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur

Dosen pengampu:

Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons

Disusun oleh

Ilya Syafira Zahra S P

1715160606

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


2018
Belajar membaca Al-qur’an Sekolah Agama Juara lomba dakwah Mengikuti Pesantren Ramadhan Halal Bi Halal Keluarga

Berbohong Puasa Padahal Tidak Berbohong Tidak Shalat


Agama merupakan sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, pandangan
dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Manusia dilahirkan
dengan keadaan yang fitrah, artinya dalamkehidupan beragama manusia pada masa
kelahiran akan memiliki agama sesuai dengan orang tua mereka sendiri. Pada masa
awal kehidupan manusia sangat bergantung kepada kedua orang tuanya dalam
urusan keberagamaan, contohnya bayi yang terlahir Islam itu disebabkan oleh orang
tuanya yang Islam pula. Begitupun dengan saya yang terlahir dari keluarga dengan
agama Islam yang menjadikan saya debagai bayi yang terlahir dengan agama Islam
pula, semenjak adzan dikumandangkan ditelinga saya, dari situlah saya menjadi Islam.
Keluarga mengajarkan begitu banyak pelajaran mengenai agama, tradisi, adat dan
kebiasaan. Ada beberapa kebiasaan dalam keluarga saya, yaitu mengadakan acara
halal bi halal keluarga setiap hari ke-2 Idul Fitri. Acara ini menjadi agenda tahunan
dalam keluarga, dengan tujuan menjalin tali silaturahmi antara satu dengan yang
lainnya. Berbaur dan melebur dalam suka cita dan kebahagiaan dalam hari yang Fitri.

Acara yang dihadiri oleh seluruh keluarga besar dan dengan diisi oleh tausiyah
atau ceramah dari anggota keluarga pula. Kami berkumpul, saling mengenal satu
sama lain dan dijadikan sebagai ajang perkenalan jika ada anggota keluarga yang
baru. Banyak pelajaran yang didapat dari acraa silaturahmi itu, pembelajaran untuk
menghargai dan menghormati satu sama lain dan menjunjung tinggi nilai-nilai dalam
keluarga. Hal tersebut masih dijalankan hingga saat ini dan mungkin hingga nanti.
Sebuah agama terkadang dikaitkan dengan hubungan etnis, agama pula disebut
sebagai sistem budaya. Sunda merupakan etnis yang mayoritasnya memeluk agama
Islam. Adata, tradisi dan kebudayaan keberagamaan berbanding lurus dengan etnis.
Adat dan tradisi keberagamaan berbeda dari setiap etnisnya. Seperti yang terdapat
dalam etnis saya, yaitu Sunda, banyak tradisi-tradisi keberagamaan yang merupakan
ciri khas dan hanya terdapat di etnis Sunda saja. Misalnya acara syukuran 4 bulan
kehamilan yang disebut dengan istilah ngupatan dan 7 bulan kehamilan yaitu babarit.
Mungkin dalam etnis lainpun ada, hanya berbeda istilah saja. Namun prosesnya
berbeda, dalam acara syukuran 4 bulan kehamilan diisyaratkan dengan ditiupkannya
ruh pada janin yang dikandung ibu hamil, dan adapula yang disebut dengan Rebo
Wekasan, acara ini merupakan acara yang diperingati setiap hari Rabu terakhir di
bulan Safar. Acara ini merupakan acara yang dilaksanakan dengan membaca do’a-
do’a dan membaca surat-surat tertentu. Dari beberapa kegiatan keberagamaan yang
disebutkan diatasa, merupakan sebuah adat atau tradisi keberagamaan yang
dilakukan dietnis Sunda.

Pengalaman keberagamaan saya tentunya berbeda dengan pengalaman


teman-teman saya dengan etnis yang berbeda. Perbedaan prosesi atau mungkin
hanya perbedaan istilah dari kegiatannya saja, mengartikan pula ahwa pengalaman
yang didapatpun sangatlah berbeda. Latar belakang etnis dapat menentukan sudut
pandang terhadap sebuah kepercayaan. Adat dan tradisi yang biasa ditanamakan
dalam setiap acara keagamaan yang membuat saya masih memegang erat dan
melaksanakannya. Tidak semua adat dan tradisi saya lakukan, karena menurut saya
ada beberapa yang menjurus ke arah syirik. Islam merupakan agama yang memiliki
beberapa organisasi masyarakat didalamnya, NU, Muhamadiyah, Persis, dll.
Terkadang saya bingung, termasuk ke organisasi yang mana saya ini. namun jika
dilihat dari bebrapa ciri-ciri yang mendasar saya lebih cenderung kepada NU. Saya
bukanlah anggota organisasi yang fanatik. Saya menjalankan apa yang saya ketahui
sebelumnya yang merupakan ilmu yang diberikan oleh orang tua saya. tidak mengikuti
kegiatan-kegiatan organisasi itu. Saya mengikuti hari pertama puasa yang ditetapkan
oleh pemerintah dan hari rayapun seperti itu. Jika saya ditanyakan mengenai
komunitas keberagamaan saya, maka jawaban saya masih tidak yakin, karena saya
bingung mengenai hal tersebut.

Pengalaman keberagamaan sudah terbentuk dari kecil hingga saat ini. Dimasa
kecil saya belajar mengaji di rumah kakek saya, setiap maghrib dan isya saya selalu
melaksanakan solat di mushola atau mesjid. Disana saya belajar membaca Al-qur’an
dan ilmu agama lainnya. Tidak hanya sekolah formal, semasa SD saya juga
bersekolah di sekolah agama. Setiap pulang dari SD, saya harus berangkat lagi ke
sekolah agama. Saya sekolah agama dari kelas 2 SD hingga kelas 5 SD, hanya 4
tahun saja. Di sekolah agama saya mempelajari yang tidak diajarkan di SD, seperti
bahasa Arab, sejarah kebudayaan islam, Fiqih,Al-qur’an dan Hadist, dan masih banyak
pelajaran-pelajaran lainnya. Jika di bulan suci Ramadhan, saya mengikuti pesantren
Ramadhan. Membaca Al-qur’an atau tadarus dan belajar tentang sejarah puasa,
keutamaan puasa hingga keutamaan dan hal yang harus dilakukan ketika hari raya.
Setelah lulus dari SD, saya melanjutkan pendidikan ke MTs. Tentunya MTs ini
merupakan sekolah lanjutan tingkat pertama yang berbasis agama Islam. Mata
pelajarannyapun lebih banyak dibanding sekolah formal lainnya, karena mata pelajaran
agama dipecah menjadi beberapa jenis lagi, seperti halnya di sekolah agama. Dari
pengalaman-pengalaman keberagamaan yang saya dapatkan, saya mulai belajar
mengenai cara-cara dakwah. Ilmu itu tidak saya dapatkan dari sekolah, melainkan
saya belajar sendiri karena melihat kakek buyut saya yang sebagai penasihat
pernikahan dan juga sebagai ustadz. Saudara-saudara sayapun, seperti kakak sepupu
saya, semuanya memiliki bakat dalam bidang keagamaan, misalnya dakwah dan
murotal. Dari merekalah saya belajar teknik-teknik dakwah, hingga saya mengikuti
perlombaan dakwah pertamakali di bangku SD. Dari pertamakali saya mengikuti
perlombaan, saya mendapatkan juara. Itulah awal dari pengalaman saya berdakwah.
Semenjak SD hingga saat ini di bangku perkuliahan saya masih mengikuti perlombaan
dakwah. Tahun lalu di bulan Ramadhan, saya mengikuti lomba da’i Bidikmisi se-UNJ,
dan saya bersyukur bisa mendapatkan juara 2. Masih banyak yang harus saya pelajari
dalam berdakwah dan berdakwah merupakan hobi bagi saya. Dan dikemudian hari
saya bercita-cita untuk bisa menjadi pendakwah yang lebih baik dari sekarang.

Pengalaman keberagamaan yang tidak menyenangkan banyak terdapat


dimasa SD, dimana saya pernah berbohong ketika dari rumah saya berpuasa dan
sesampainya disekolah saya makan secara sembunyi-sembunyi. Tidak hanya itu, dulu
saya sering berbohong mengenai shalat. Jika orang tua saya memerintahkan untuk
shalat dan saya selalu berbohong. Hingga pada akhirnya orang tua saya mengetahui
kebohongan saya tersebut. Pengalaman-pengalaman tersebut tidak akan pernah saya
lupakan hingga saat ini, dan saya jadikan sebagai pembelajaran bagi kedepannya.

Dalam hal keberagamaan, tidak terlalu rumit pengalaman keberagamaan saya.


Dari lahir saya dijadikan Islam oleh orang tua saya. Diajarkan ilmu-ilmu agama Islam
dan disekolahkan ke sekolah dengan dasar ilmu agama Islam. Lingkunganpun
mendukung saya menjadi orang yang memiliki agama Islam seutuhnya. Tidak ada
pergolakan atau perdebatan dalam diri saya mengenai agama. Saya menjadi Islam
dan mengakui bahwa agama saya merupakan agama yang benar dan terbaik dari
agama yang lainnya yang saya ketahui, karena pada dasarnya saya diajarkan bahwa
agama saya yaitu agama Islam merupakan pilihan yang benar.

Dalam hidup tentunya kita selalu mengahadapi pengalaman yang sulit.


Misalnya saja, pengalaman ketika saya harus memilih jurusan dan perguruan tinggi
yang harus saya pilih. Orang tua membebaskan saya untuk memilih sesuai dengan
minat dan kemampuan saya. Kesana kemari saya mencari pendapat dari orang-orang
yang saya percayai tentang hal itu. Namun dalam ilmu keberagamaan yang saya
dapatkan mengajarkan saya ketika menghadapi sebuah pilihan yang sulit diajarkan
untuk melaksanakan shalat Istiqarah. Meminta petunjuk dalam memilih. Pengalaman
tersebut saya tanamkan hingga saat ini jika saya sedang dihadapkan dalam kedua
pilihan.

Islam merupakan agama terbesar di Indonesia, atau bisa dikatakan sebagai


agama mayoritas. Tidak ada diskriminasi atau prasangka yang saya dapatkan selama
ini. Saya memakai kerudung sebagai tanda identitas keagamaan saya. Mungkin
karena agama yang saya anut adalah agama yang mayoritas, maka tidak ada
diskriminasi dan prasangka yang saya dapatkan. Saya tidak pernah memberikan atau
mendapatkan tindakan diskriminasi terhadap satu komunitas ataupun suatu golongan
yang berbeda dengan saya. Dalam pemberian konseling yang nantinya akan saya
lakukan ketika saya menjadi seorang onselor atau guru BK, saya tidak akan
memberikan diskriminasi atau prasangka jika konseli saya memiliki agama yang
berbeda dengan saya. Justru saya harus bisa melihat konseli saya dari sudut pandang
agamanya. Karena setiap agama memiliki sudut pandang yang berbeda-beda tentang
sesuatu hal. Maka hal itu tidak akan menjadi bias nantinya ketika saya melakukan
konseling. Sebagai konselor yang akan menghadapi koseli dengan berbagai macam
perbedaan terutama perbedaan agama, tentu sangat penting untuk memahami hal
keagamaan ini. Agar tidak terjadinya bias dalam pelaksanaan konseling, dan tidak
adanya prasangka dalam melihat dan menilai konseli.

Jika ada pertanyaan: "Agama apakah yang paling banyak mengatur manusia?"
Maka jawabnya adalah: "Islam". Jawaban ini sekaligus unjukkan, bahwa Islam adalah
agama yang paling lengkap dibanding agama-agama yang lain. Islam memberikan
tuntunan hidup manusia dari persoalan yang paling kecil hingga kepada urusan yang
paling besar, mulai dari urusan rumah tangga, tidur, makan dan minum sampai pada
urusan bangsa dan negara. "Islam tidak hanya sekedar berisikan ajaran teologi, tetapi
ia sarat dengan peradaban" (Islam is indeed much more than a theology its complette
civilization). Jika dicermati secara serius dalam ayat-ayat al-Qur'an maupun assunnah,
niscaya akan kita temukan, bahwa inti ajaran Islam adalah iman dan amal saleh. Iman
adalah pengakuan yang serius bahwa Allah SWT adalah Tuhan satu-satunya yang
harus disembah dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan (rasul) Nya. Iman harus
kokoh dan dibangun lebih dulu, sebab kalau tidak, akan menggoyahkan sendi-sendi
kehidupan manusia. Iman yang benar pasti akan melahirkan perbuatan dan sikap
tingkah laku yang positif (amal saleh). Sebab percaya kepada Allah SWT (dan juga
Rasul-Nya) berarti percaya dan patuh dengan semua aturan-aturannya. Dengan
demikian antara iman dan amal harus menyatu (integrated) (Zainuddin, 1999).

Dari jurnal tersebut kita dapat memahami bahwa Islam mengatur seluruh
kehidupan kita. Sikap, perbuatan dan tingkah laku kita semua diatur dalam Islam.
Semua pemahaman-pemahaman dalam peradaban sudah terkandung jelas dalam
ajaran agama Islam. Dari pemahaman-pemahaman yang saya tuliskan diatas,
sebagian besar saya dapatkan dari pemahaman saya mengenai ajaran agama Islam.
Seluruh perbuatan yang kita lakukan di dunia itu ditulis dalam buku amal kita masing-
masing. Mematuhi seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, itu adalah hal
yang wajib dijalankan. Cara memperlakukan orang lainpun tertuang dalam ajaran
agama Islam dan dari situlah saya belajar bagaimana saya akan memperlakukan
konseli atau orang-orang disekitar saya. Yang tentunya tidak akan dibeda-bedakan
sesuai dengan agama masing-masing, karena saya diajarkan untuk menghormati dan
menghargai setiap keyakinan dan kepercayaan orang lain.
Daftar Pustaka
Zainuddin, M. (1999). Islam: Agama Kemanusiaan. 1 (1).
AGAMA ISLAM

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Konseling Multikultur

Dosen Pengampu :
Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si., Kons

Disusun Oleh :
Imasda Almun (1715161509)
BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

1
2018

2
Sholat Berjuang Masuk UNJ
berjamaah bersama dan
Terlahir dari Mendengarka
bareng keluarga teman- bergabung di
kedua orang n cerita nabi-
dan sholat teman rohis Formasi
tua yang nabi dan
tarawih untuk hijrah Tarbawi
beragama kisah lainnya
bersama ibu dan
Islam dari Ibu
berdakwah

Tidak dapat Ditegur


solat mengenai
berjamaah aurat
bersama lagi dengan cara
dengan yang kurang
keluarga baik

1
Terlahir dari dua orang tua yang muslim merupakan suatu bkebersyukuran yang
tak terhingga dari diri saya. walaupun sebelumnya saya tidak mengetahui banyak
tantang Islam, tetapi lewat pengalaman-pengalaman keberagamaan yang terjadi dalam
hidup saya membuat saya berkali-kali mengucap syukur. Di dalam keluarga saya
agama merupakan suatu hal yang penting di dalam kehidupan, keluarga saya
menjadikan agama sebagai tolak ukur dalam melakukan sesuatu, biasanya. Walaupun
tidak dipungkiri terkadang ada beberapa langkah yang dilakukan tanpa melihat dari
hukum islam.
Saya masih teringat ketika saya kecil, bagaimana Ibu saya senantiasa
memerintahkan saya untuk mengaji di mushola dekat rumah dan menceritakan kisah-
kisah nabi. Saya senang ketika Ibu saya menceritakan kisah-kisah para nabi, memang
tidak sering, terlebih ketika SD Ibu harus pergi ke luar Jakarta untuk bekerja, membuat
saya membacanya sendiri melalui buku yang ada di perpus Sekolah SD saya. Dari
pengalaman inilah sampai saat ini saya masih suka membaca kisah-kisah nabi ataupun
kisah sahabat-sahabat nabi dan kisah di zaman Rasulullah. Dengan membaca kisah-
kisah ini banyak seklai hikmah yang saya ambil untuk kehidupan saya. hampir semua
kisah-kisah tersebut mendominasi dalam pikiran saya dalam mengambil keputusan dan
salam menghadapi tantangan hidup. Seperti kisah nabi Musa yang membuat saya
berusaha untuk sabar ketika berada di dalam keadaan terdesak, mengisnpirasi sekali
kisah nabi musa ini.
Kedua kaka saya yang pertama dan kedua pernah merasakan pendidikan di
dunia pesantren. Saya iri dengan mereka karena mereka bisa belajar ilmu agama
dengan waktu dan tempat yang telah disediakan. Berbeda dengan saya yang tidak
pernah merasakan menuntut ilmu di dalam pesantren, mentok-mentok pesantren kilat
yang diadakan hanya setahun sekali di bulan ramadhan. Hal ini membuat saya yang
paling tidak bisa membaca al-quran dengan baik diantara kedua kaka saya.
pengalaman ini membuat saya termotivasi untuk mempelajari al-quran dam mencari
tahu tentang islam lebih dalam. Akhirnya ketika SMA saya memutuskan untuk
mengikuti rohis, di rohis ini saya mendapatkan pengetahuan islamiyah tetapi tidak
secara khusus mempelajari al-quran sehingga saya masih terbata-bata ketika
membaca al-quran. Saya merasa sedih sekali karena dari ketiga anak Ibu saya hanya
saya yang tidak baik dalam membaca al-quran. Ketika saya masuk di UNJ saya senang

2
sekali karena banyak lading menuntut ilmu di UNJ ini salah satunya yaitu untuk belajar
al-quran dari LDK Salim UNJ. Saya mengikuti kegiatan ini dan berharap dapat
membaca al-quran dengan baik. Dari kejadian ini saya berusaha untuk berteman
dengan al-quran dan membaca serta memahami artinya. Dari pengalaman ini
terkadang saya menemukan ayat-ayat al-quran yang pas dengan keadaan hidup saya
ketika membacanya, seperti jawaban atas pertanyaan hidup.

Selama kehidupan saya ini saya belum pernah mengalamai hal yang berkaitan
antara keberagamaan dengan etnis saya. tetapi ada beberapa kegiatan dalam etnis
Jawa yaitu nujuh bulan yang biasa diadakan ketika usia kandungan sudah mencapai
usia 7 bulan, tetapi di dalam keluarga saya tidak menjalankan kegiatan itu karena di
dalam islam tidak ada.

Sejak kecil saya memang sudah mengikuti pengajian di mushola dekat rumah
dimanapun saya berpindah-pindah tempat tinggal saya tetap mengikuti pengajian yang
berada di dekat rumah. Inilah yang membuat saya terhambat karena seringnya
berpindah terkadang saya mengulang dari level awal lagi ketika mempelajari al-quran
dan metode pengajaran tiap guru yang berbeda membuat saya harus beradaptasi lagi
dari awal. Kemudian ketika SMA saya mengambil keputusan untuk mengikuti rohis, dari
rohis inilah saya lebih mengenal islam melalui tarbiyahnya. Di dalam rohis ini saya
merasakan indahnya ukhuwah islamiyah dan berhijrah bersama dengan teman-teman
di rohis. Ini membuat saya bersemangat untuk memperbaiki diri.
Saya mengikuti rohis ini sejak pertama kali masuk SMA, awalnya saya sedikit
tidak setuju dengan orang-orang di dalamnya, terutama para akhwat-akhwatnya, ketika
mereka menatap kami yang belum memakai pakaian syar’i, mereka menatap seperti
tatapan merendahkan. Pernah ada kejadian ketika istirahat saya membuka kaos kaki
ssaya di dalam kelas dan berlari ke mushola bersama teman-teman saya, kemudian
dihentikan oleh kaka akhwat rohis saya dan beliau berkata “mana kaos kakinya?”
dengan tatapan yang membuat saya takut tapi kesel juga, kemudian saya jawab “di
dalam kelas ka” . lalu kaka akhwat tersebut menjawab “itu kan aurat dijaga juga”. Saya
yang saat itu belum mngetahui apakah benar kaki merupakan bagian dari aurat juga
merasa kesal ditegur dengan cara seperti itu. Sejak kejadian itu saya tetap berusaha
untuk mengikuti rohis ini. kejadian ini terjadi beberapa kali, ketika hujan daerah sekolah

3
saya merupakan daerah yang mudah banjir sehingga ketika hujan turun saya selalu
memakai sandal terlebih dahulu tanpa memakai kaos kaki. Sampai akhirnya ketika
saya ingin naik angkot yang kebetulan di dalamnya pun ada kaka akhwat tersebut.
Saya salam denganya tetapi hal pertama yang ia lihat dari saya bukanlah wajah saya
yang sudah tersenyum kepadanya melainkan kaki saya yang hanya memakai sandal
tanpa memakai kaos kaki. Saya benar-benar merasa disalahkan sekali. Dari kejadian
itu saya merasa penasaran seberapa penting kaki ini untuk ditutupi. Saya membaca
dari berbagai sumber dan bertanya kepada perempuan-perempuan yang saya anggap
sholeha dan selalu melihat pula ke arah kaki perempuan-perempuan yang memakai
kerudung syar’i. Ketika itu saya salah membaca sumber dan alhasil saya tetap teguh
pada pendirian saya bahwa kaki bukanlah aurat. Saya berdua mencari informasi
tersebut berdua dengan teman saya “uyuy” saya biasa memanggilnya. Waktu ke waktu
kami selalu membuka kaos kaki di dalam kelas untuk ke masjid dan mendapat respon
yang selalu sama oleh kaka tersebut. Sampai akhirnya kami penasaran apakah ketika
di rumah kaka tersebut juga memakai kaos kaki. Akhirnya kami melakukan investigasi
kerumah beliau, sampai disana kami melihat keluarga beliau yang memamg terlihatnya
sudah islam sekali, keluarga beliau menjual air isi ulang yang disekitar keliling
rumahnya terlihat becek tapi kaka akhwat tersebut tetap memakai kaos kakinya. disitu
saya tertegun saat melihatnya, dan banyak tanya di benak saya”apakah sampai
segitunya mempertahankan kaki yang menurut saya kaki kan tidak seperti bagian tubuh
wanita yang lain?. Dari kejadian ini saya tetap terus mengikuti rohis karena penasaran
dengan semuanya. Di dalam rohis ada namanya mentoring dimana kami belajar islam,
dalam mentoring tersebut kami melingkar dan dituntun oleh satu mentor. Kaka mentor
tersbut merupakan alumni dari rohis.
Saya mengikuti mentoring dan semakin lama saya menjadi paham dan hati
saya menerima materi-materi yang disampaikan oleh mentor saya. Saya berjuang
bersama teman-temsn angkatan saya muali dari berhijrah sampai mensyiarkan islam.
Tetapi saya tetap tidak setuju dengan cara kaka kelas akhwat saya yang menegur
sampai melihat seperti merenyalahkan, saya lebih suka mensyiarkan islam dengan
cara yang lembut, saya merasakan bagaimana akhirnya ditatap seperti itu. sehingga
saya mencoba memahami mereka yang belum memakai pakaian syar’i dan tidak
langsung menyalahkannya karena setiap orang punya kesulitan, hambatan dan cerita
masing-masing dalam berhijrah. Selama tiga tahu tersebut saya berusaha untuk

4
mensyiarkan islam melalui program kerja yang ada di rohis dan juga secara perorangan
dari orang-orang terdekat sekitar saya, terutama keluarga. Saya merasakan sekali
bagaimana perjuangan kami, proposal yang tidak di setujui samapai mencari dana
sendiri karena sekoah tidak membiayai. Semua itu menjadi rasa tersendiri untuk kami
masing-masing. Setelah lulus dari SMA saya melanjutkan komunitas ini di kampus,
saya sempat bingung karena banyak seklai lembaga dakwah kampus yang ternyata di
setiap fakultas ada. Saya mengikuti Tarbawi FIP dari sini pun ternyata masih ada
mentoring dan saya mengikutinya. Saya merasakan manfaat mentoring ini untuk diri
saya sendiri sangat banyak, mulai dari men-recharge keimanan sampai berbagi kisah
kehidupan di lingkaran tersebut yang membuat saya merasa memiliki orang-orang yang
peduli dengan saya. Saya sudah satu setengah tahun mengikuti Tarbawi ini dan saya
menemukan banyak kenyamanan di dalamnya dan menemukan rasa cinta dari teman-
teman disana.
Sepanjang anak-anak, remaja dan dewasa inilah pengalaman-pengalaman
keberagamaan yang menyenangkan bagi saya. Saat anak-anak saya sering menuntut
ilmu dengan teman-teman saya di mushola terdekat sehabis magrib, saya merasa
pengalaman ini menyenangkan karena keadaannya membuat saya tenang. Kemudian
ketika kecil saya juga sering mendengarkan cerita kisah-kisah nabi yang diceritakan
oleh ibu saya, kisah-kisah para wali dan cerita-cerita tentang islam lainnya. Saya
senang ketika ramadhan datang karena ada beberapa kegiatan yang menurut saya itu
membuat keluarga saya hangat dan punya waktu bersama. Seperti sahur bersama dan
buka bersama, kemudian saya senang ketika Ibu saya mengajak saya solat tarawih
walaupun akhirnya saya tidur di atas sajadah saya dan pulang dalam gendongan ibu
saya. dari didikan Ibu saya ini saya merasa yakin adanya nabi dan para wali dan
membuat saya suka membacanya sendiri ketika SD.
Memasuki masa remaja pengalaman keberagamaan yang menyenangkan ialah
ketika saya tinggal dengan bibi saya, adik terakhir dari ibu saya. Bersama beliau saya
banyak mendapatkan pengajaran tentang islam, mulai dari cara sholat dan hal-hal
keakhwatan lainnya. Kemudian cara berinteraksi dan bekerja sama dengan lawan
jenispun saya diajarkan, saya merasa ketika tinggal dengan beliau banyak perubahan
yang baik dalam hidup saya baik itu akademik saya, manajemen waktu saya, dan
mengenai keberagamaan saya. Tinggal dengan beliau saya menjadi terbiasa untuk
menjalankan sunah-sunah nabi. Tinggal bersama dengannya merupakan pengalaman

5
salah satu pengelaman berharga dalam hidup saya. Bersamanya membentuk
keyakinan saya tehadap islam lebih terasa, dan seringkali apa yang diajarkannya
terbukti di dalam kehidupan saya. Bibi saya selalu menekankan solat dan berdoa
kepada saya, tentang usaha yang hampa tanpa melibatkan Allah di dalamnya. Saya
meraskan sekali perbedaannya dengan sebelum saya tinggal dengan beliau. Dengan
saya yang akhirnya usah untuk mencapai tujuan tertentu ditambah dengan solat dan
doa membuat saya lebih mudah melangkah dalam mencapai tujuan saya dan lebih
sedikit merasa khawatir akan hasilnya karena sebuah tawakal yang ada di hati saya
dan keyakinan pada hasil yang Allah tetapkan.
Pengalaman keberagamaan yang saya dapatkan selain dari keluarga juga dari
komunitas di SMA yaitu rohis. Dari rohis ini banyak pengalaman keberagamaan yang
saya dapatkan, sebelumnya saya adalah anggota yang susah sekali untuk menurut,
tetapi entah kenapa saya juga sulit untuk keluar dari rohis. Perjuangan bersama-sama
di rohis membuat saya semakin cinta dengan Dakwah. Bahkan saya memilih
manajemen Dakwah ketika mendaftar di SPAN-PTKIN namun Allah tidak menakdirkan
saya untuk disana. Tidak ada rasa kecewa karena bisa jadi dengan diterimanya saya di
UNJ pun saya dapat menemukan Dakwah di dalamnya. Benar saja ketika pertama kali
datang ke UNJ saya melihat banyak sekali perempuan-perempuan yang memakai
kerudung panjang. Saya bersyukur sekali karena Allah memberikan tempat yang saya
butuhkan.

Selain pengalaman menyenangkan pasti terukir juga pengalaman tidak


menyenangkan. Pengalaman tidak menyenangkan ketika masa anak-anak yaitu saya
sering sekali ketinggalan sahur dan itu membuat saya menangis, saya merasa bersalah
ketika ketinggalan sahur. Tetapi ibu saya menenangkan saya dengan mengatakan
besok dibangunkan lagi. Masa dewasa pengalaman yang menyedihkan yaitu ketika
saya tidak dapat solat berjamaan lagi dengan keluarga, saya merasa setiap solat
berjamaan disitu bertambah keharmonisan keluarga kami, walaupun dari kecil saya
tidak pernah merasakan di imami oleh Ayah saya setidaknya ada sosok Abang yang
menggantikan posisi tersebut. Ketika remaja sekitar kelas 5SD sampai SMP saya
berpisah tempat tinggal dengan abang dan kaka perempuan saya sehingga kami tidak
dapat solat berjamaah bersama lagi. Ini yang selalu saya rindukan bahkan sampai
sekarang. Momen menyedihkan lainnya yaitu ketika saya berhjrah untuk memakai

6
pakaian syar’i tetapi dari keluarga (keluarga besar bukan keluarga inti) kurang
mendukung dan saya dipertanyakan mengikuti aliran Islam yang seperti apa, saat
masa-masanya pertanyaan itu berlangsung saya selalu diam tidak dapat berbuat apa-
apa. Saya hanya berusaha untuk memberikan keteladanan di dalam keluarga agar
mereka tidak berpikir seperti itu lagi.

Dalam kehidupan keberagamaan saya, saya mengalami pergulatan ketika saya


berteman dengan seorang yang berbeda agama. ini terjadi ketika kelas 7 SMP dan
kelas 10 SMA. Saat itu sebelum saya pindah tempat tinggal dengan bibi saya yang
mengajarkan saya banyak tentang islam, saya berteman dengan seseorang yang
beragama nasrani. Kami dekat saat itu saling berbagi cerita keluarga, teman, tugas dan
perbedaan agama kami. Pernah sesekali kami mendengarkan lagu kerohanian agama
ia bersama, saya suka dengan isi lagunya yang kebanyakan menyerahkan diri kepada
Tuhan, tapi saat mendengarkan lagu itu hati saya selalu menyebut nama Allah. Entah
mengapa seperti ada perasaan bersalah saat mendengarkan lagu tersebut. Tapi Allah
masih menyelamatkan saya dengan berpindahnya tempat tinggal saya dengan seorang
bibi yang membuat saya bertambah pengetahuan keislamaannya. Membuat saya tetap
yakin pada Islam. Kemudian ketika di SMA saya juga berteman dengan seorang
nasrani, sama dengan sebelumnya kami saling berbagi bahkan ia juga sering
mendengarkan saya membaca al-quran dan ia berkomentar kalau bacaan al-quran ini
menenangkan hatinya. Suatu malam saya sedang mengerjakan tugas kelompok
dengannya di rumah teman kami yang jaraknya lumayan jauh dari rumah kami berdua.
Keadaaan sudah malam tetapi ada tugas agama yang harus ia selesaikan terlebih
dahulu sebelum kami pulang. kemudian ia meminta bantuan kepad asaya untuk
mendikte bacaan dari buku agamanya, sehingga saya mengucapkan dengan bersuara
apa isi di dalam buku tersebut, saat itu saya merasa sangat sakit di hati saya ketika
membacanya. Dari rasa sakit itu kemudian keyakinan saya kepada Allah semakin
bertambah.

semua masa-masa yang saya lalui dalam kehidupan saya tidak luput di
pengaruhi dari keberagamaan saya. ketika sulit atau mudah, senang atau sedih. Ketika
saya berada dalam kondisi terpecahnya keluarga saya, saya merasakan adanya
kekuatan di dalam diri saya yang entah darimana smpai akhirnya saya dapat bertahan

7
sampai saat ini. saya menyadari dan baru merasakannya ketika di SMA saat saya
sedang menulis diary, saya rasa kalau bukan karena kekuatan dari Allah saya belum
tentu bisa sampai disini, saya benar-benar merasakan saat itu kalau ternyata Allah
selalu ada bersama saya. Saat menyadari inilah akhirnya saya selalu menyertai Allah di
setiap langkah dan pilihan hidup saya. Seperti halnya dalam memilih suatu pilihan saya
senantiasa bertanya terlebih dulu kepada Allah yang manakah yang harus saya pilih.
Begitupun ketika saya berdoa saya merasakan kalau Allah mendengar doa-doa saya,
karena saya merasa Allah menjawabnya melalui kejadian-kejadian dalam hidup.

Di Indonesia Islam merupakan agama yang mayoritas, dengan mayoritas inilah


akhirnya islam mendapatkan beberapa keistimewaan yaitu dalam mengadakan acara-
acara keagamaan islam mudah untuk melakukannya. Keistimewaan selanjutnya yaitu
banyak sekolah yang berbasis Islam baik negeri maupun swasta.
Prasangka diskriminasi yang saya alami ialah ketika kami menggunakan
kerudung panjang seolah-olah kami dianggap beraliran sesat atau ektrem. Kemudian
ketika saya bertemu dengan perempuan yang bercadar banyak orang disekelilingnya
melihati dengan wajah penuh tanda tanya. Selain itu seseorang yang berhijad sulit
mendapatkan pekerjaan di kantor besar yang mengharuskan pegawainya mengenakan
jilbab.
Kekuatan yang saya pegang yaitu Man Shobaro Zafiro (siapa yang bersabar
akan beruntung). Dalam menikmati proses konsling dibutuhkan kesabaran untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dengan konseli. Nilai-nilai sabar yang
saya dapatkan di agama ini banyak sekali, mulai dari kisah, ayat dan penjelasannya
sehingga ini mneguatkan saya ketika menghadapi tantangan hidup.
Kemudian kekuatan selanjutnya yaitu Man Jadda Wa Jadda (Siapa yang
bersunggung-sungguh akan berhasil). Sejak pertama kali mengenal kalimat ini, saya
menjadi lebih semangat dalam berusaha dan menjadi berprasangka baik terhadap hasil
apa yang akan saya dapatkan. Membuat saya lebih optimis dalam melakukan apapun.
Bias yang saya rasakan akan kemungkinan terjadi ketika saya melakukan
konseling yaitu ketika pandangan saya dan konseli berbeda mengenai Tuhan.
Perbedaan ini membuat saya sulit merangkai kata untuk menjelaskan mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan Tuhan. Kemudiah saya kemungkinan akan mengalami bias
dalam hal-hal yang berhubungan dengan hubungan khusus antara lawan jenis, karena

8
saya berpegang untuk tidak melakukan hubungan pacaran, sehingga saya akan
bingung ketika berhadapan dengan konseli yang sedang bermasalah dalam hal ini.
Pemahaman mengenai agama ini penting dalam tugas saya saya sebagai
konselor karena nanti dalam proes koseling kemungkinan saya akan menemukan
konseli yang berbeda agama dengan saya, dengan memahami agama inilah saya akan
mampu menghargai perbedaan yang nantinya terjadi di ruang konseling. Dengan
mempelajari konseling multikutur saya bisa memahami konseli dari sudut pandangnya,
bukan sudut pandang yang saya miliki.

Buku yang saya pilih ialah bukunya Salim A. Fillah yang berjudul “Menggali ke
Puncak Hati”. Buku ini membahas tantang hal-hal yang terkadang tidak kita sadari hal
tersebut menghambat kita dalam meyakini tentang agama ini. Buku menggali ke
puncak hati adalah perjalanan menuju keihklasan terpuncak saat kita berikrar,
“sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku da matiku kesemuanya adalah utnuk Allah
Rabb Semesta Alam”. Dalam buku ini dijelaskan ada belenggu-belenggu di dalam diri
kita yang menghambat kita dalam memenuhi ikrar kita sebagai seorang muslim kepada
Allah SWT. Buku ini menjelaskan tentang memaknai syahadat sebagai salam
perpisahan yaitu perpisahan kepada yang bukan fitrah, karen yang buan fitrah kadang
datang menggusur fitrah dan kedudukan yang semestinya dalam diri saya. Buku ini
berkaitan dengan pengalaman-pengalaman keberagamaan saya ketika saya mencari
sebuah keyakinana. Belenggu-belengu yang ada dalam diri saya membuat saya
terhambat dalam memahami dan menerima. Belenggu-belenggu yang dijelaskan dalam
buku ini berjumlah sebelas yaitu kebodohan diri, hawa nafsu pribadi, bisikan syaithan,
kesombongan intelektual, tradisi nenek moyang, perilaku mayoritas manusia, pers yang
semiotic, pengaruh propaganda penguasa, idola yang menyesatkan, gaya hidup orang
kafir, materi dan apa yang tampak. Semua belenggu itulah yang akhirnya menghambat
diri ini dapat menerima perintah dan laranganNya.

9
KONSELING MULTIKULTURAL
Agama, Spiritualitas dan Konseling

Dosen Pengampu :
Dr. Susi Fitri, M.Si., Kons Kons

Disusun oleh :
James Handrianus Tarore (1715161802)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
TIMELINE KEBERAGAMAAN

Menjadi Berkumpul
remaja bersama Memprakarsai
Mengikuti Membantu masjid di teman-teman kegiatan buka
Pernah lomba acara buka masjid sehabis bersama kelas
Menjuarai
Memasuki lomba hafalan bersama di dekat shalat sewaktu
TPA adzan surat masjid rumah tarawih kuliah

Sempat Sering Mengecewakan Melakukan Bertengkar Merasa tidak


diejek dianggap seorang ustad keributan di dengan mampu
karena sebagai karena memilih TPA teman amanah
orangttua seorang keluar dari dengan karena terkait Al-
berbeda non muslim TPA bertengkar perbedaan Qur’an
agama sesama pandangan pemberian
teman agama orang lain

1
2
Agama, Spiritualitas dan Konseling
Agama adalah sebuah pokok pembahasan yang akan selalu melekat dan
selalu hadir di dalam kehidupan. Setiap hal dan setiap permasalahan akan selalu
disangkut-pautkan dengan pandangan keagamaan. Jika UUD 1945 adalah hukum
yang mengatur negara Indonesia, maka agama adalah sebuah pedoman untuk
hidup di dalamnya sebagai seorang manusia yang memiliki akhlak baik. Agama
akan selalu dipandang sebagai sebuah pegangan hidup bagi seorang manusia di
dunia, karena jika tidak memiliki sebuah agama akan dikatakan hidup kita mudah
goyah dalam menghadapi sebuah cobaan. Tentu, begitupun dengan saya sendiri
yang memiliki pegangan hidup, yaitu agama islam. Islam sudah melekat di dalam
diri saya sedari saya kecil, walaupun seperti yang sudah diceritakan ditugas
sebelumnya bahwa saya adalah seorang anak dari pernikahan berbeda agama.
Walaupun berada di dalam keluarga yang berbeda keyakinan, saya tidak
mengalami masalah dalam mendalami agama saya sendiri. Ayah saya memang
seorang non muslim, ia seorang kristiani namun ia sangat menghormati saya
sebagai seorang muslim dan juga sebagai seorang anaknya.

Sejujurnya tidak terlalu banyak pengalaman keagamaan yang terjadi di


dalam keluarga saya. Namun, terdapat sebuah pengalaman dalam keluarga saya
akan sebuah toleransi antar perbedaan. Ketika saya, ibu dan kakak saya
merayakan hari suci Idul Fitri, ayah saya yang seorang non muslim akan
menghormati kami bertiga dan turut merayakan pula. Begitupun sebaliknya, ketika
ayah saya merayakan natal, saya tidak lupa untuk selalu mengucapkan selamat
kepada ayah saya. Memang hal tersebut masih sering menjadi sebuah kontroversial
dikalangan masyarakat terkait ucapan selamat natal, namun buat saya itu tidak
penting. Biarlah saya yang mengurusi agama saya sendiri dan biarlah saya
menghormati ayah saya sebagai seorang yang telah membesarkan saya dan
sebagai seorang non muslim. Jika hal itu membuat banyak orang merasa
terganggu, saya justru akan mempertanyakan dimana letak nilai toleransi orang
tersebut. Pengalaman tersebut secara tidak langsung mengajarkan saya arti lebih
dari sebuah kata toleransi, terlebih kepada umat berbeda agama. Tidak hanya
sebatas kata, namun sampai tindakan nyata yang saya lakukan terhadap ayah saya
untuk menghormatinya sebagai seorang kristiani. Hal itu yang mengajarkan saya
untuk mengedepankan sikap toleransi terhadap sesama maupun yang berbeda.

3
Saya pun adalah seorang perpaduan dari berbaga etnis di Indonesia. Dari
berbagai etnis itupun, masing-masing etnis memiliki agama mayoritas di tempatnya
sendiri. Sebut saja etnis jawa saya yang diasal tempatnya mayoritas beragama
islam, sedangkan etnis minahasa saya yang diasal tempatnya mayoritasnya lebih
kepada umat kristiani. Tentu saja pengalaman yang terkait tersebut berhubungan
dengan beberapa etnis saya sendiri, karena pada dasarnya memang perbedaan
agama yang dibawa orangtua saya berasal dari daerahnya masing-masing sebelum
bertemu ditempat perantauan di Jakarta. Terlebih di daerah Jawa sendiri sudah
cukup terkenal dengan sikap ketoleransiannya terhadap perbedaan. Rasanya sikap
toleransi yang terbangun di dalam diri saya pun tidak luput dari peran serta etnis
saya sendiri yang memang sudah tertanam tentang perbedaan-perbedaan dan nilai-
nilai toleransi yang memang sudah melekat dietnis saya sendiri. Hasilnya memang
membuat saya lebih memahami tentang nilai toleransi yang dapat saya tampilkan
dikehidupan saya sendiri dari yang paling mudah saja, dengan menghormati ayah
saya sebagai seorang non muslim.

Selama berada di dalam masyarakat, saya tidak pernah memasuki sebuah


komunitas yang berhubungan dengan agama saya. Baik itu seperti sebuah
kelompok, perkumpulan atau bentuk-bentuk lainnya. Namun saya pernah menjadi
seorang remaja masjid di dekat rumah saya. Entah apakah itu bisa dikatakan
sebuah komunitas atau tidak, saya pernah berada dilingkungan sebuah kelompok
keagamaan bernama remaja masjid. Pengalaman yang saya dapatkan sewaktu
menjadi remaja masjid tersebut dapat dikatakan cukup banyak, mulai dari dekatnya
saya dengan beberapa remaja-remaja lainnya yang sebelumnya tidak saya kenal,
lalu menjadi lebih dekat juga dengan orang-orang dewasa yang memang
kesehariannya mengerjakan ibadah di masjid tersebut. Dapat dikatakan dengan
menjadi remaja masjid, hubungan sosial saya menjadi bertambah dan membaik,
khususnya dengan masyarakat sekitar. Menjadi remaja masjid pun akan ditunjuk
sebagai panitia dari acara atau kegiatan agama yang diadakan oleh masjid tersebut.
Tentunya menjadi nilai tambahan tersendiri menjadi seorang panitia dari acara atau
kegiatan keagamaan seperti Isra Miraj atau Maulid Nabi, karena selain menambah
pengalaman akan kepanitiaan, saya juga mendapat ilmu-ilmu tersendiri dari acara
atau kegiatan tersebut.

Semasa saya kecil sampai saya sedewasa ini, saya telah mengalami banyak
pengalaman yang dapat dikatakan menyenangkan maupun tidak menyenangkan

4
terkait dengan keagamaan saya sendiri. Mungki dapat diawali dari pengalaman
yang menyenangkan, dimana saat saya kecil, saya pernah mengikuti sebuah
kegiatan lomba adzan dan menghafal surat-surat pendek. Hasil dari perlombaan itu
saya memenangkan hadiah baju koko. Itu merupakan pengalaman menyenangkan
tersendiri untuk saya sendiri, dimana saya merasa jika saya mampu memahami
tentang agama saya, saya akan mendapatkan hadiah dari hal tersebut. Beranjak
remaja, seperti yang saya ceritakan sebelumnya, menjadi seorang remaja masjid
adalah sebuah pengalaman yang menyenangkan untuk diri saya sendiri saat waktu
itu. Saya pun menyakini bahwa agama memang dapat menyatukan kita semua,
dimana saya merasakan sendiri ketika itu hubungan sosial saya dengan sekitar
cukuplah dekat. Memasuki masa dewasa, saya pernah mencetuskan sebuah ide
atau gagasan dimana saya ingin mengadakan sebuah kegiatan buka bersama di
bulan puasa saat itu dengan teman-teman sekelas kuliah saya. Dengan meminta
bantuan dari teman-teman lelaki saya lainnya, akhirnya acara tersebut pun dapat
berjalan dengan lancar. Itu merupakan pengalaman saya yang lainnya yang
menyenangkan, dimana saya dapat turut serta dan ikut andil dalam sebuah
kegiatan keagamaan disaat bulan puasa atau ramadhan.

Sedangkan untuk pengalaman yang kurang menyenangkan pun, saya


pernah beberapa kali mengalaminya yang terkait dengan keagamaan saya sendiri.
Sewaktu saya kecil, saya sering diledeki oleh teman-teman saya lainnya karena
kedua orangtua saya berbeda agamanya. Saya bahkan sampai di-judge akan
masuk neraka karena hal tersebut. Tentu saja diumur-umur saya saat itu, hal
tersebut merupakan sebuah pukulan telak yang meracuni pikiran saya. Dimana
saya mulai mempertanyakan tentang keagamaan saya sendiri. Beranjak menuju
remaja pun tidak luput dari pengalaman tidak menyenangkan, dimana saat itu saya
pernah bertengkar dengan teman baik saya sendiri hanya karena permasalahan
sepele, yaitu perbedaan pandangan terkait keagamaan. Dimana saat itu kami
berdua dengan ego kami masing-masing tidak mau mengalah dengan argumen
masing-masing membuat pertikaian itupun tidak terelakkan. Tentu akhirnya saya
menyesal sempat bertengkar dengan ia hanya karena permasalahan seperti itu. Hal
itu membuat saya berpikir bahwa agama itu memang hal yang sensitif dan harus
penuh pemikiran yang tepat sebelum membicarakannya. Memasuki masa dewasa
tetap tidak terhindar diri saya ini dari pengalaman yang tidak menyenangkan,
dimana saya sering kali dianggap sebagai seorang non muslim oleh kebanyakan
orang yang baru saja mengenal saya. Sebenarnya mungkin hal itu sepele, tetapi

5
semakin sering intensitas hal tersebut terjadi justru membuat saya menjadi risih
sendiri jika harus dianggap terus-menerus sebagai seorang non muslim oleh orang
lain. Bukannya saja menandakan bahwa non muslim itu tidak baik sehingga saya
tidak ingin dianggap seperti mereka, hanya saja saya mempertanyakan, apakah
agama itu adalah hal yang penting untuk diketahui oleh orang lain saat pertama kali
berkenal? Jika ternyata masih ada saja orang yang dengan mudahnya asal
menebak agama saya hanya melihat dari nama dan perawakan muka saya.

Buat saya, terlahir diantara dua agama yang berbeda tentunya sudah
menjadi sebuah pergulatan keagamaan dalam diri saya. Ketika saya masih awam
tentang permasalahan agama, masih belum mengenal lebih dalam arti sebuah
agama, saya sempat ragu dengan agama yang saya anut sekarang ini. Selalu ada
berbagai pertanyaan dalam benak saya yang menanyakan mana yang lebih baik
diantara keduanya. Itu terjadi ketika saya masih kecil, masih dalam masa kanak-
kanak. Melihat teman-teman saya yang hidupnya sudah terfokuskan dengan satu
agama yang sama dengan kedua orangtuanya membuat saya membandingkan hal
tersebut dengan posisi saya. Pergulatan batin untuk melihat mana yang lebih baik
selalu memenuhi isi pikiran saya. Sampai pada akhirnya setelah saya perlahan
belajar mengenai agama, saya sadar bahwa semua agama itu baik. Semua agama
mengajarkan kebaikan-kebaikan dengan caranya masing-masing dalam
pengajarannya. Begitupun dalam agama saya, menghargai umat agama lain adalah
suatu keharusan yang memang harus dilakukan oleh seorang muslim.

Seperti yang sudah saya katakan pada bagian awal, agama adalah sebuah
pegangan hidup untuk seorang manusia. Mereka yang tidak mempercayai
keberadaan agama, kelak hidupnya mungkin saja akan selalu goyah karena mereka
tidak memiliki topangan hidup dan pegangan hidup dalam mengarungi derasnya
arus kehidupan. Pengaruh agama yang besar tersebut tentu tidak dapat diabaikan
begitu saja. Saya sendiri merasakan pengaruh dari keagamaan yang miliki bagi
kehidupan saya. Agama dapat mempengaruhi saya untuk selalu bertindak baik,
bercakap baik, menghargai setiap orang, bersabar, dan mengikhlaskan sesuatu.
Banyak nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah agama yang sangat mempunyai
pengaruh sangat besar di dalam kehidupan seorang manusia. Saya pernah
dikecewakan oleh beberapa orang yang merupakan kerabat baik saya, namun saya
tidak pernah mendendam terhadap mereka. Kenapa? Karena agama saya tidak
mengajarkan kepada saya untuk mendendam terhadap orang lain. Saya akan

6
bersabar dan mengikhlaskan hal tersebut yang terjadi kepada saya. Ditambah pula
dengan selalu berpikiran positif disetiap cobaan dan masalah yang menimpah saya.
Saya menyakini di dalam agama saya, bahwa selalu ada hikmah di dalam sebuah
cobaan. Hal itulah yang selalu saya tanam di dalam diri saya. Jadi, memang sudah
tidak perlu dipertanyakan lagi tentang pengaruh agama terhadap hidup seorang
manusia, karena agama itu sendirilah yang akan mengatur kehidupan manusia ke
arah yang lebih baik.

Saya adalah seorang muslim, yang tentunya beragama islam. Pada tempat
saya lahir dan dibesarkan, islam adalah agama mayoritas. Bahkan di negara ini
pun, islam adalah agama dengan penganut terbanyak yang membuatnya menjadi
agama mayoritas di Indonesia. Tentunya menjadi bagian dari kelompok mayoritas
akan selalu mendapatkan keuntungan-keuntungan atau hak keistimewaan
tersendiri. Menjadi seorang muslim ditempat yang mayoritas muslim juga akan
sangat mempermudah saya berinteraksi dengan sesama. Tanpa mengucilkan umat
lainnya, namun ketika saya berada dilingkungan yang sama dengan saya, hal itu
akan membuat saya lebih merasa nyaman dan mampu berinteraksi dengan baik.
Belum lagi karena berada ditempat yang mayoritas islam pula, akses untuk
beribadah sangatlah mudah karena hampir disetiap tempat akan selalu saja ada
tempat-tempat peribadahan seperti masjid atau musholla. Bandingkan dengan islam
yang berada dilingkungan minoritas di luar negeri sana, dapat dikatakan cukup sulit
menemui akses tempat ibadah ditempat-tempat umumnya. Namun menjadi seorang
muslim pun tidak selamanya membuat saya merasakan keistimewaan. Terdapat
pula berbagai prasangka-prasangka terhadap keagamaan saya yang tentu secara
tidak langsung berimbas kepada saya juga. Ambil salah satu contohnya adalah
tentang terorisme, dimana seperti sudah menjadi sebuah penanda bahwa islam
identik dengan terorisme. Terorisme pun identik dengan kekerasan, dan hal itu pula
yang mengidentikan islam sebagai agama yang keras. Realitanya memang banyak
oknum-oknum yang membawa-bawa nama islam melakukan tindak kekerasan dan
intoleransi, sebut saja FPI, sebuah kelompok yang sangat saya benci. Ulah mereka
yang membawa-bawa nama islam di dalam tindakan tidak baiknya membuat nama
islam menjadi tercemar dan umat lainnya yang sebenarnya tidak pernah ikut-ikutan
seperti mereka akan dipandang sama seperti mereka.

Memiliki banyak pengalaman tentang keagamaan tersebut tentu dapat


mengubah cara pandang saya dalam melihat sosok konseli, baik itu sesama

7
ataupun berbeda. Pengalaman saya terkait nilai toleransi di dalam keluarga saya
akan membuat saya pun bersikap toleransi terhadap konseli saya, tidak peduli dia
siapa, dia itu apa, ataupun dia darimana. Tentu dengan sikap saling menghargai
tersebut, akan mempermudah konseli mempercayai saya sebagai konselornya
nanti, sehingga ia pun dapat dengan leluasa menceritakan segala
permasalahannya. Begitupun dengan berbagai pengalaman saya terkait nilai-nilai
keagamaan saya, seperti sabar dan ikhlas, akan membantu saya secara
keseluruhan dalam memberikan layanan konseling. Saya dapat sabar jika konseli
saya belum siap menceritakan masalahnya, ataupun saya dapat ikhlas jika saya
memang harus me-reveral konseli saya tersebut kepada pihak yang lebih tepat
dalam menangani masalahnya. Ditambah pula dengan pengalaman labeling yang
saya rasakan, saya tidak akan menyamakan semua konseli saya dengan suatu hal.
Kenapa? Karena setiap konseli itu berbeda, baik dari kepribadiannya maupun dari
masalahnya. Jika konseli yang satunya memiliki suatu masalah dan membuatnya
melakukan sesuatu, belum tentu konseli yang lainnya yang memiliki masalah yang
sama akan melakukan sesuatu hal yang sama pula. Agama saya memiliki beberapa
kekuatan yang dapat membantu saya dalam sebuah proses konseling. Seperti yang
sudah disebutkan beberapa di atas, kesabaran dan ikhlas adalah dua kekuatan
besar dalam agama saya yang dapat membantu saya selama proses konseling. Hal
lainnya seperti menghargai orang lain, membantu orang lain tentunya sudah pasti
tertuang dari tujuan konseling itu sendiri.

Saya dapat dengan lantang mengatakan bahwa saya tidak memiliki bias
terhadap keagaman yang lainnya. Saya melihat semua agama itu baik, tidak ada
agama yang mengajarkan ketidak baikan kepada umat atau para penganutnya.
Terlebih karena saya berada dikeluarga yang sudah berbeda agama pula, saya
merasa nilai toleransi saya terlatih pula. Menghargai mereka yang berbeda tanpa
memandang sebelah mata tanpa penuh prasangka-prasangka. Akan berbeda jika
saya memiliki pandangan bias terhadap keagamaan yang lain, tentu saja hal ini
akan menghambar diri saya sebagai konselor nantinya dalam melakukan proses
konseling kepada konseli saya. Dengan membawa pandangan-pandangan bias ke
dalam proses konseling, pemahaman konselor pun terkait permasalahan konseli
tersebut menjadi tidak murni karena sudah tercampur oleh bias-bias tersebut. Hal ini
tentu akan membuat proses konseling menjadi alot dan terhambat sehingga
permasalahan konseli justru tidak pernah terselesaikan. Seorang konselor haruslah

8
profesional dalam menjalankan tugas profesinya, tentu salah satunya dengan tidak
membawa bias-bias yang dimilikinya ke dalam proses konseling.

Sebagai konselor, memahami agama yang dipercayanya menjadi sebuah


kewajiban tersendiri bagi diri konselor. Hal itu tidak terlepas dari peran agama itu
sendiri sebagai pedoman dan pegangan hidup seorang manusia, jadi jika seorang
konselor mampu memahami agamanya maka ia senantiasa akan selalu teguh
dalam menjalankan tugas profesinya. Terlebih seorang konselor pastinya akan
berhadapan dengan manusia-manusia yang memiliki banyak masalah, bukan
dengan mesin. Manusia-manusia ini tentunya datang dari segala perbedaan, salah
satunya dari perbedaan agama itu sendiri. Menghargai agama lain itu sendiri
menjadi nilai toleransi yang harus dimiliki oleh seorang konselor untuk tidak
membeda-bedakan konseli yang datang kepadanya. Di dalam mengambil sebuah
keputusan pun, seorang konselor harus melalui banyak pertimbangan di dalamnya,
termasuk dengan pertimbangan nilai-nilai agama itu sendiri. Maka dari itu, sangatlah
penting bagi seorang konselor untuk dapat memahami agama yang dipercayainya
dan menghargai agama lainnya.

Sedikit buku tentang agama yang saya baca, namun salah satunya yang
pernah saya baca adalah buku “Selagi Masih Muda, Bagaimana Menjadikan Masa
Muda Begitu Bermakna” karangan Dr. A’idh Al-Qarni, M.A. yang terbit pada tahun
2014 sebagai cetakan kelima. Di dalam buku tersebut setidaknya berisikan
bagaimana-bagaimana cara agar membuat masa muda seseorang menjadi lebih
bermakna sesuai dengan ajaran agama islam itu sendiri. Secara tidak sadar, ada
salah satu pengalaman saya yang sedikit merepresentasikan isi buku tersebut.
Dimana buku tersebut mengatakan kepada kaum muda untuk lebih banyak berbuat
kegiatan yang positif yang dapat menunjang dirinya sesuai dengan keagamaannya,
semisalnya mengikuti kegiatan agama dan sebagainya. Saya pun dulu sewaktu
masih remaja telah cukup merepresentasikan hal tersebut dengan menjadi seorang
remaja masjid di masjid sekitar rumah saya. Tentunya menjadi seorang remaja
masjid tersebut, saya memiliki peran aktif sebagai panitia jika masjid tersebut
mengadakan sebuah acara atau kegiatan agama seperti Isra Miraj atau Maulid
Nabi. Lainnya lagi di dalam buku tersebut terdapat sebuah sub bab dimana
menjelaskan bahwa kaum muda tidak seharusnya bertutur kata kasar, apalagi jika
ia adalah seorang muslim. Tentu saja hal ini sangat dibenarkan, apalagi bagi diri
saya yang kelak akan menjadi seorang konselor, tentunya harus dapat menjaga

9
tutur kata saya agar tidak ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan konseli
secara tidak langsung. Memang tidak semua pengalaman saya dapat
direpresentasikan melalui isi buku bacaan tersebut, namun buku tersebut cukup
inspiratif untuk saya sendiri.

10
Pengalaman Keberagamaan Pribadi

Konseling Multikultur

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah konseling multikultur yang di ampu
oleh Dr. Susi Fitri, M.Si.,kons

Disusun oleh

Kartika Ichtiara Fitriani

1715160264

BK A 2016

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
Saya
Belajar mengenai
mendapatkan Menginternalisasikan
gerakan shalat,
buku buku berisi nilai-nilai Pergi ke tempat
bacaan shalat, doa
ayat atau hadist keberagamaan ke yang agama saya
sehari-hari, bahasa
tentang nilai-nilai dalam diri pribadi, menjadi minoritas
arab, tajwid oleh
keagamaan. yang nilai tersebut bersama keluarga
guru mengaji
ditamankan oleh
orang tua sendiri

Diajarkan mengenai
Menjadi menyedihkan Orang tua jarang
pemahaman agama
ketika orang yang mengajak saya untuk
lebih jauh seperti
sering mengajarkan shalat berjamaah
diberitahukan untuk
agama atau hal-hal
kewajiban mandi besar
dasar bukan orang tua
setelah haid oleh guru
saya sendiri

1
Ada berbagai macam pengalaman keberagamaan yang cukup penting
dalam keluarga saya, hampir atau mungkin seluruh keluarga saya beragama islam.
Beribadah tentu menjadi yang yang penting dalam keberagamaan seperti shalat
lima waktu orang tua saya sering mengingatkan saya untuk shalat lima waktu
(shalat wajib) terkadang juga mereka mengajak saya untuk shalat berjamaah.
Kemudian seringnya di hari-hari besar islam keluarga besar saya selalu
menyempatkan untuk pergi berziarah ke makan alm. Dan almh. Keluarga besar
saya. Disana saya diajarkan dan diajak untuk berdoa untuk keluarga yang telah
meninggal dunia.

Jujur yang saya rasakan dari keberagamaan dari kelurga saya tidak terlalu
terasa, orang tua saya khususnya lebih memberi pengajaran-pengajaran atau nilai-
nilai hidup yang sekarang saya sadari itu juga diajarkan dalam agama kami. Sejak
kecil saya dimasukan ke dalam sekolah mengaji, oleh guru mengaji, saya diajarkan
cara shalat, bacaan-bacaan shalat, mengaji mulai dari iqra juz’ama hingga al-quran,
juga diajarkan doa sehari-hari, berbagai macam hadist. Yang tidak saya dapatkan
dari kedua orang tua saya. Orang tua saya memfasilitasi saya dengan buku-buku
cerita islami atau buku-buku tentang doa sehari-hari.

Buku-buku cerita itu saya dapatkan ketika saya duduk di taman kanak-
kanak. Untuk ukuran anak kecil mungkin tidak mengetahui bahwa buku tersebut
mengambil atau terdapat nilai-nilai islami, tetapi buku itu secara tidak langsung
membuat pengaruh ke dalam kehidupan saya hingga dewasa ini. Banyak nilai-nilai
dasar yang penting untuk diri pribadi maupun saat berhadap dengan orang lain.
Menurut saya pengalaman keberagamaan setiap orang berbeda-beda apalagi jika
berkaitan dengan etnis mereka. Tetapi saya tidak merasa khusus bahwa ada
keterkaitan antara pengalaman keberagamaan saya dengan etnis saya. Hanya
dalam keluarga saya seperti makan atau kuburan itu tidak boleh dibangun
bangunan yang meneduhi makan. Saya tidak mengetahui apakah itu hanya ada
dalam etnis saya atau memang dalam agama islam tidak di perbolehkan.

Pengalaman seperti ketika sedang haid tidak diperkenankan untuk


memasuki masjid, tetapi untuk memasuki mushala boleh-boleh saya. Seperti tadi
saya tidak mengetahui persis apakah itu terkait dengan etnis saya saja atau dalam
agama islam ada aturan seperti itu. Seperti yang telah saya sebutkan bahwa saat
saya kecil hingga saya kelas 6 SD saya dimasukan ke dalam sekolah agama atau
pengajian islam. Oleh guru pengajian saya diajarkan gerakan shalat, bacaan-

2
bacaan shalay, hadist, doa sehari-hari, mengaji serta tajwidnya dan juga menghafal
urutan surat-surat dalam alquran serta artinya, mempelajari juga bahasa arab
sederhana atau kata-kata berbahasa arab seperti angka dalam bahasa arab
ataupun buah-buahan dalam bahasa arab.

Pengalaman keberagaaman saya mungkin banyak terjadi dalam sekolah


agama, karena saya banyak bertemu dengan teman-teman baru dan banyak belajar
mengenai agama islam meski baru dasarnya saja. Dan juga mendapatkan buku
baru menjadi sebuah kesenangan baik itu buku yang sebenarnya mengandung
nilai-nilai islam ataupun buku buku tentang pengetahuan umum. Hal tersebut tentu
membawa saya menjadi orang yang antusias dan ingin tahu mengenai suatu hal
yang baru, dan dengan membaca saya dapat mendapatkan pengetahuan itu dan
membaca cukup menjadi kegemaran saya saat menikmati waktu luang. Menurut
saya pengalaman yang menyenangkan adalah ketika kita mengalami pengalaman
keberagaaman itu tepat pada waktunya menjadi kurang menyenangkan atau
bahkan menjadi hal yang memalukan bagi saya ketika pada tahap tertentu saya
tidak mengetahui tentang agama saya padahal seharusnya saya mengetahuinya.

Seperti saya baru-baru mengetahui bahwa jika dalam puasa perempuan


akan mengalami hadi sehingga tidak dapat berpuasa dan perlu menggantinya
dikemudian hari saya mengetahui itu ketika saya telah beberapa tahun sudah
mengalami haid dan saya mengetahui hal tersebut dari teman saya. Dan bahkan
ketika sehabis haid perlu untuk mandi besar hal ersebut saya ketahui dari guru SMP
saya ketika sedang menjelaskan dan saya mencari tahu bacaan-bacaannya di
dalam buku mengenai tata cara shalat dan lain-lain.

Secara tidak langsung itu mempengaruhi saya hingga dewasa ini sehingga
membuat saya tidak terlalu mengerti dan tidak terlalu memperdulikan hal tersebut,
tetapi saat ini sendiri saya mencoba untuk lebih giat mempelajari tentang agama
saya. Sebenarnya saya ingin sekali diberitahu oleh orang tua saya khususnya ibu
saya mengenai hal-hal yang telah saya sebutkan di atas. Atau diajarkan dan diajak
oleh ayah saya untuk shalat berjamaah dan menbaca al-quran bersama.

Seperti yang saya rasakan bahwa menjadi memalukan ketika pada tahap
ini saya belum mengetahui apapun, dan menjadi malu untuk meminta bantuan
kepada teman yang lain. Dapat dikatakan bahwa keyakinan terhadap agama saya
tidak seperti orang-orang yang sangat mengetahui dan mengamalkan ajaran

3
agamanya. Tetapi saya lebih terhadap nlai-nilai itu sendiri dan dapat dilihat bahwa
nilai-nilai tersebut adalah nilai kehidupan secara umum.

Jujur dalam pengalaman keberagamaan saya terdapat pergulatan seperti


saya terkadang memikirkan bagaimana jika saya memiliki agama selain islam atau
pindah agama, tetapi itu hanya pemikiran semata. Pemikiran tersebut kadang
datang untuk memulai kehidupan keberagaaman saya yang baru, memulai
semuanya dari awal memulai semuanya dari saya tidak mengetahui apa-apa
menjadi tahu akan agama tersebut. Itu terjadi karena sebenarnya saya sangat ingin
dibimbing atau diajarkan mengenai agama atau hal-hal yang berkaitan dalam
kehidupan sehari-hari oleh orang tua saya.

Dan sebenarnya itu mempengaruhi saya hingga dewasa ini, saya


cenderung lebih suka diajak dan diajarkan dibanding untuk mencari tahu sendiri.
Padahal untuk umur saya sekarang ini adalah tepat untuk mencari tahu sendiri dan
mendalam tentang agamanya sendiri, dan bukan semata-mata belajar sendiri tetapi
memerlukan diskusi dari orang-orang yang cukup ahli dalam agama tersebut artian
di sini adalah agama islam.

Tetapi sebenarnya orang tua saya selalu mengajarkan nilai-nilai kebaikan


yang sebenarnya juga merupakan nilai-nilai kebaikan dalam islam. Seperti nilai
kesabaran, nilai-nilai kejujuran, keadilan dan lain-lain. Nilai-nilai tersebut
mempengaruhi saya dalam menghadapi masalah atau dalam situasi pengambilan
keputusan . agama islam di Indonesia merupakan agama yang mayoritas, dalam
lingkungan tempat tinggal saya pun agama islam menjadi agama yang mayoritas.
Tentunya kemayoritasan tersebut membuat agama islam itu sendiri memiliki
ketersediaan fasilitas yang memadai. Seperti terdapat banyak masjid atau mushalla
untuk tempat orang muslim melaksanakan ibadahnya. Tersedianya banyak
makanan halal untuk dikonsumsi oleh orang muslim khususnya dan umum untuk
orang non muslim.

Menurut saya sebuah keistimewaan tersebut tergantung di mana kita


tinggal atau berada yang memiliki agama mayoritas. Contohnya saja seperti Bali
ketika saya mengunjungi Pulau Dewata tersebut yang notabene agama hindu
menjadi mayoritasnya maka saya melihat banyak fasilitas untuk orang hindu untuk
beribadah, dan sedikit fasilitas untuk agama saya yaitu agama islam untuk
beribadah. Selain itu pula pada saat itu saya perlu cukup lama mencari makanan

4
yang halal untuk saya makan, karena banyaknya makanan seperti babi yang sangat
jelas dalam agama saya dilarang, meskipun bukan babi tetapi saya perllu
memastikan bahwa makanan tersebut itu halal baik cara menyembelihnya ataupun
alat-alat yang digunakan. Saya rasa keistimewaan tersebut dapat kita dapatkan
tergantung dimana kita berada apakah kita berada dalam lingkungan yang
mayoritas agamanya sama dengan saya atau tidak.

Bagi saya tidak ada prasangka atas agama yang lain atau agama minoritas
karena saya memaknai satu ayat yang artinya bahwa bagiku agamaku dan bagimu
agamamu, dari ayat tersebut saya belajar untuk menghargai dan menghormati
orang yang berbeda agama dengan diri saya. Jelas sekali bahwa pengalaman-
pengalaman yang pernah saya rasakan akan membentuk pribadi dan akan
mempengaruhi dalam memberikan layanan kita sebagai konselor kepada konseli
kita.

Meskipun saya memahami bahwa nilai-nilai keberagaaman yang saya anut


tidak dapat saya paksakan kepada konseli saya. Pengalaman ini membantu saya
untuk membangun hubungan yang harmonis dan saling menghargai meskipun saya
dan konseli memiliki agama yang berbeda. Tetapi baik secara langsung mapun
tidak saya akan menceritakan pengalaman keberagamaan saya dan cara
menghadapi pengalaman tersebut sesuai dengan agama saya sendiri yaitu islam.
Kekuatan-kekuatan agama atau pengalaman keberagamaan saya dapat saya
bagikan kepada konseli saya bukan untuk sepenuhnya diikuti dan ditiru tetapi
semata-mata untuk membagikan alternatif lain dalam menghadapi masalah dari
segi agama.

Pemahaman mengenai agama ini menjadi penting dalam tugas saya


sebagai konselor, menurut saya pemahaman tentang agama ini membentuk diri
saya sebagai konselor yang memiliki identitas agama dan beruntungnya agama
saya adalah agama yang mayoritas dan diakui oleh negara. Kemudian saat kita
sebagai konselor memiliki identitas saya rasa saya dapat membantu konseli saya
sesuai dengan identitas yang mereka punya. Dan pemahaman saya akan agama
yang lain pula diperlukan untuk kelancaran proses konseling, karena nilai-nilai
tertentu akan sangat berpengaruh terhadap oran tertentu pula, tidak semua orang
memaknai dengan dalam satu nilai jika tidak atau kurang sesuai dengan apa yang
ia yakini atau apa yang menjadi identitasnya.

5
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa pada masa kecil saya cukup
mendapatkan fasilitas mengenai buku tentang nilai-nilai agama dalam kehidupan
sehari-hari saya. Ada buku kanak-kanak yang berjudul “ Tikus dan Kucing”
[Maftuhin, 2003]. Yang menjadi bermakna untuk diri saya adalah bahwa nilai-nilai
islam itu adalah nilai-nilai kebaikan dalam buku ini meskipun mungkin terlihat sangat
sederhana, mendasar atau bahkan sepele tetapi buku ini cukup membimbing saya
untuk menjadi orang yang setia pada janji yang telah saya buat dan membuat saya
menjadi orang yang punya rasa empati dan rasa ingin menolong meskipun orang
tersebut pernah menyakiti saya.

Nilai-nilai tersebut saya maknai hingga saat ini, dan membantu saya untuk
berhubungan dengan orang lain. Dan berhubungan dengan orang lain dan
menyebarkan kebermanfaatan dan kebaikan membuat saya beruntung dan
dikelilingi oleh orang yang menyukai saya terutama pada sikap saya. Nilai-nilai
tersebut menjadi bermakna dan terinternalisasikan dalam diri pribadi saya sebagai
nilai yang perlu ada dalam diri manusia khususnya saya sendiri. Dan saya tidak
akan memaksakan nilai-nilai tersebut kepada orang lain jika orang lain tersebut
tidak mau menerimanya.

Daftar Pustaka
Maftuhin, A. (2003). Tikus dan Kucing . Jakarta Timur : Yunda dan Yayasan Adjeng Sharno.

6
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur

Dosen Pengampu : Dr. Susi Fitri, M.Pd,. Kons

Disusun oleh :

Kiki Lestari (1715160596)

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
TIMELINE

Diusia 3 tahun, Usia 11 tahun


mulai
Mendapatkan
Sejak kecil. diperkenalkan
penghargaan tentang Sejak kelas XII
dengam
keagamaan (Menjadi SMA
Ditanamkan pengetahuan
Saya terlahir juara umum di
nilai-nilai agama keagamaan (doa- Khatam al-
ke dunia pengajian, dan juara
yang kuat oleh doa pendek, quran dengan
dengan kelas di sekolah
keluarga. solat, dan teman kelas
status madarasah)
mengrnal huruf SMA sebelum
identitas
hijaiyah) lulus
agama islam

Saat duduk di
bangku SMP.
Sekarang.
Masih sering
Jarang membaca
berkata kasar dan
al-quran
melanggur
peraturan.

1
REFLEKSI AGAMA (ISLAM)

Saya mempunyai identitas agama yaitu agama Islam. Identitas itu pada
dasarnya sudah melekat pada diri saya semenjak keluar dari rahim ibu. Tepatnya hari
Rabu, 08 Oktober 1997 saya resmi berstatus agama islam.Karena ketika pertama kali
saya membuka mata didunia yang lebih luas dari sebelumnya, saya di
dengarkan/dikumandangkan dengan suara adzan oleh bapak. Hal itu menjadi salah
satu ciri pertama saya masuk kedalam agama islam. Dengan melekatnya identitas
tersebut sejak saya lahir, tentunya banyak pengalaman-pengalaman yang terjadi
selama masa perkembangan saya baik itu positif maupun negatif. Dari pengalaman itu
juga, menjadikan saya seperti sekarang ini. Oleh sebab itu, baik pengalaman positif
maupun negatif, tidak akan pernah saya lupakan.

Didalam keluarga saya, nilai agama merupakan nilai yang paling ditekankan.
Pembelajaran pertama yang selalu diberikan orang tua kepada kami (anak-anaknya)
yaitu terkait dengan keagamaan. Misalnya sejak kecil kami diajarkan membaca doa-
doa saat akan melaksanakan kegiatan seperti ketika memasuki rumah, makan, tidur,
dan sebagainya. Kami juga selalu di beritahu tentang cara bersikap dengan baik
apalagi saat berhadapan dengan orang lain.

Sebelumnya saya akan merefleksikan pengalaman-pengalaman positif terlebih


dahulu. Hal pertama yang membuat saya selalu teringat sampai sekarang yaitu saat
pertama kali diperkenalkan dengan huruf-huruf hijaiyah oleh kedua orang tua terutama
Ibu. Itu saat saya berusia kurang lebih 3 tahun. Sebelum saya masuk ke pengajian di
mesjid, saya memang sudah diberikan pengetahuan terkait pengenalan huruf hijaiyah
dan beberapa doa-doa pendek. Meskipun saya tidak terlalu cakap dalam menerima
informasi yang diberikan pada waktu itu, tapi kegiatan tersebut sangat berpengaruh dan
bermanfaat saat saya memulai pendidikan diluar rumah. Sehingga saya pun lumayan
banyak mendapat penghargaan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan agama.Hal
itu menjadi awal untuk menentukan kemampuan saya dalam pembelajaran di sekolah.

2
Kemudian saya teringat ketika saya duduk di kelas 3 Sekolah Dasar (SD).
Kejadiannya waktu itu pada malam hari. Ini tentang saya bisa merasakan keistimewaan
dari shalat. Sebenarnya saya sudah mulai bisa melakukan shalat itu sejak di Taman
Kanak-Kanak, tapi baru mengikuti gerakan orang lain saja. Saya baru bisa benar-benar
melakukan shalat serta lancar dengan bacaannya saat duduk di kelas 3 SD. Sejak saat
itu juga saya sudah rutin melaksanakan shalat yang 5 waktu. Tepat di suatu hari, waktu
itu saya melaksanakan shalatdzuhur. Setelah melaksanakan shalat, saya merasakan
sesuatu yang sebelumnya tidak saya rasakan. Saya merasa hati itu menjadi lebih
tenang, bahkan badannya juga terasa ringan. Saya memang masih kecil saat itu, tapi
saya sadar tentang apa yang saya rasakan. Bahkan saya sempat berbagi cerita juga ke
kakak kelas tentang apa yang dirasakan. Hingga dia berkata bahwa itu lah istimewa
nya dari shalat. Saya pun hanya bisa tersenyum dan rasanya mempunyai kebanggaan
tersendiri. Karena saya berpikir bahwa kemungkinan saya sudah bisa melaksanakan
shalat dengan baik dan khusu (bukan lagi sekedar melakukan gerakan shalat).

Hal lain lagi yang bagi saya itu sangat berharga, yaitu ketika di pengajian. Saat
itu saya mengaji di dekat rumah. Saya berusia kurang lebih 11 tahun saat itu. Posisinya
semua murid dicampur tingkatannya. Murid teratas berada di kelas 3 SMP kalau di
sekolah formal. Di tempat pengajian itu hanya dibedakan berdasarkan bacaan al-
qurannya. Ada 3 tingkatan. Tingkat pertama baru mempelajari huruf-huruf hijaiyah,
tingkatan kedua mulai mempelajari menyambungkan huruf-huruf hijaiyah tapi masih
tahap yang sederhana,dan tingkat 3 yang sudah fasih menyambungkan bacaan al-
quran. Saya masuk ke tingkatan 3 disamping teman seumuran saya masih di tingkatan
2. Hal itu menjadi suatu kesenangan tersendiri bagi saya, walaupun harus bergabung
dengan orang-orang yang sudah dewasa. Kemudian kegiatan “rajaban” pun diadakan.
Dalam kegiatan itu sekaligus mengumumkan murid-murid yang berprestasi dan
menjadi juara umum. Setelah waktunya tiba, ternyata saya menjadi juara umum.
Sebelumnya saya juga tidak menyangka, karena saya masih kecil dibanding murid
yang lain. Tapi hal itu sangat berarti bagi saya. Dari kejadian itu juga saya menyadari
bahwa pengetahuan pertama yang diberikan orang tua sangat bermanfaat dan
menjadikan saya juara umum pada waktu itu.

3
Pengalaman lain yang tidak bisa saya lupakan yaitu saat duduk di bangku
Sekolah Menengah Atas (SMA). Tepatnya dimulai saat kelas XI. Di sekolah saya,
diwajibkan setiap pagi untuk membaca al-quran di kelas sebelum memulai
pembelajaran. Kelas saya memulai dari awal lagi karena perpecahan kelas dari
tingkatan sebelumnya. Hal itu rutin kami lakukan setiap paginya. Meskipun terkadang
juga suka melewatkannya karena beberapa hal seperti sibuk mengerjakan PR yang
belum selesai. Kelas saya pun mempunyai impian agar bisa khatam sebelum lulus.
Sampai kenaikan kelas yaitu ke kelas XII tetap kami lanjutkan kebiasaan itu, meskipun
kelas lainnya sudah jarang melakukan kegiatan membaca al-quran. Kelasnya pun tidak
dipecah lagi, jadi tidak memulai dari awal lagi. Sampai pada akhirnya, kelas saya pun
bisa khatam al-quran sebelum lulus. Saya merasa beruntung sekali berada
dilingkungan kelas saat saya SMA. Berada diantara teman-teman yang mempunyai
solidaritas tinggi, saling menyayangi, dan tidak membeda-bedakan teman. Kemudian
kami mengadakan syukuran di kelas karena bisa khatam, kami mengundang guru
agama, dan membaca juz ke-30 bersama-sama. Pengalaman itu membuat saya
senang, bersyukur atas apa yang didapatkan yaitu kebersamaan bersama teman dan
sebagai hadiahnya khatam al-quran, serta memberikan makna tersendiri bagi saya.

Setelah menceritakan pengalaman positif, saya juga akan menceritakan


pengalaman-pengalaman negatif yang pernah terjadi dalam hidup saya. Salah satunya
yaitu saya berusia sekitar 13 tahun. Pada usia ini saya cenderung sering menggunakan
kata-kata kasar. Karena sebelumnya, saya jarang sekali berbicara kasar. Mungkin
karena faktor lingkungannya juga. Karena saat SMP saya bertemu dengan lingkungan
yang lebih luas dari sebelumnya dan orang-orang yang beragam juga kepribadiannya.
Dan saat itu, saya belum bisa mengendlikan diri terutama dari lingkungan yang kurang
baik. Maka dari itu, saya sering mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik juga.

Pengalaman yang kurang baik juga saya rasakan saat ini, yaitu ketika sekarang
saya jarang bahkan tidak lagi membaca al-quran. Entah kenapa semenjak saya kuliah
saya jarang sekali menyempatkan diri untuk membaca al-quran. Saya merasa sedih
saat mengingat bahwa sekarang saya bisa dibilang jauh dengan al-quran. Padahal jika
saya niat, sesibuk apapun waktu saya pasti bisa. Tapi saya sering timbul rasa malas
apalagi jika pulang kuliah sampai malam.

4
Dari pengalaman-pengalaman yang telah disebutkan diatas, menurut saya ada
pengaruhnya dari etnis juga. Sebagaimana yang sudah saya tuliskan di refleksi
sebelumnyamengenai identitas etnis saya yaitu sunda. Dari refleksi tersebut bisa
diketahui bahwa karakter masyarakat etnis sunda salah satunya adalah religius. Dari
pernyataan ini, saya tersadarkan bahwa pengalaman-pengalaman khususnya
pengalaman agama yang pernah terjadi dalam hidup saya tidak terlepas dari pengaruh
etnis. Maksudnya, saya hidup disekitar masyarakat yang mayoritasnya beragama
islam. Lingkungan tempat saya tinggal juga sangat kental dengan keagamaannya.
Sebagai contoh dari pengalaman saya yang khatam al-quran. Kebiasaan di masyarakat
sunda jika seseorang menerima kebahagiaan dalam hal apapun, ia dianjurkan untuk
mensyukurinya dengan cara melakukan pengajian, masak tumpeng, dan sebagainya.
Hal itu karena sebagai ungkapan rasa syukur mereka terhadap apa yang diberikan oleh
Allah SWT.

Pengalaman saya saat sering berkata kasar juga, itu sangat dipengaruhi oleh
etnis. Dimana dalam etnis sunda sendiri dan dalam agama islam, masyarakatnya
dianjurkan untuk berkata dengan ucapan yang sopan, lembut, tidak dengan nada suara
yang keras. Karena jika berkata kasar sendiri menunjukkan kalau orang tersebut tidak
sopan.

Selama menjalani kehidupan ini, saya juga pernah terlibat dalam


keorganisasian atau komunitas keagamaan. Tepatnya saat saya duduk di bangku
SMA. Saat di SMA saya mengikuti organisasi IKRIMA yaitu Ikatan Remaja Masjid.
Didalam organisasi ini saya banyak mendapatkan informasi baru tentunya tentang
agama islam. Saya belajar mengenai tajwid, hadits-hadits, belajar Qori, dan sejarah-
sejarah islam. Didalam organisasi itu, saya juga belajar tentang cara mengelola dan
menyiapkan acara-acara PHBI. Karena saya pernah juga menjadi panitia dalam acara
PHBI. Saat di organisasi ini juga, saya pernah menginap di Pamijahan untuk
melaksanakan kegiatan seperti hal nya LDKS. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan
lebih dalam lagi tentang organisasi IKRIMA.

Saat di kuliah juga, saya pernah mengikuti program Tahsin. Yaitu kumpulan
untuk mempelajari al-quran dan hadits-hadits. Saya lebih diperkenalkan dengan tajwid-
tajwid dalam al-quran. Hal ini bertujuan agar dalam membaca al-quran ataupun hadits

5
bisa membacanya dengan benar. Dalam kumpulan ini juga saya sedikit mempelajari
terjemahannya. Pada waktu itu saya berada di tingkat 1. Program ini juga ada Ujiannya.
Dan saat ujian akhir itu, saya kurang mendapat nilai yang baik. Dan saya pun akhirnya
tidak melanjutkan lagi mengikuti di program tahsin ini.

Sebelumnya saya tidak pernah mengalami pergulatan dengan orang lain


terutama masalah agama. Karena menurut saya, setiap orang berhak untuk memilih
dan mempercayai keyakinannya masing-masing. Saya menyadari, bahwa pada
hakikatnya, setiap umat beragama berhak secara tegas menganggap sesuatu itu benar
dan salah secara mutlak. Misalkan, ketika dihadapkan dengan simbol-simbol agama
dan tata cara berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai contoh, penggunaan penutup
muka, berjabat tangan dengan lawan jenis, serta simbol-simbol artifisial seperti pakaian
misalnya. Dalam konteks tersebut, solusinya tak lain ialah toleransi dan berupaya
menjunjung tinggi keberagaman atau pluralitas. Sederhana memang, namun dalam
penerapannya sangat sulit untuk dilakukan oleh beberapa pihak, terutama yang
memiliki pandangan fundamental (dalam) beragama. Karena tak ada ukuran benar dan
salah yang jelas ketika antar umat beragama, maka sikap toleransi dan pluralisme
harus ditonjolkan di tengah keberagaman. Agar tidak menimbulkan pergulatan-
pergulatamdiantara masyarakat.

Setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan didalam hidupnya. Begitupun


dengan saya. Saya tidak mengingkari bahwa banyak sekali kesulitan dalam hidup ini
yang memaksa saya untuk melewatinya mau itu mudah atau pun sulit sekalipun. Saya
juga mengakui bahwa saya sering mengeluh ataupun tidak sanggup dengan kesulitan
itu. Tapi karena saya orang yang memiliki agama dan kebetulan agama saya ini adalah
islam. Dimana agama ini sangat menganjurkan pengikutnya untuk tidak pernah putus
asa, harus bisa bersikap husnudzon dengan segala yang menimpa dirinya, serta tidak
lupa untuk terus berusaha dan berdoa kepada Allah.

Misalnya pada pengalaman saya, ketika menghadapi kematian kakek. Kakek


tinggal bersama keluarga saya. Dia sudah tinggal dengan saya semenjak saya duduk
di kelas SMP. Sewaktu masa hidup beliau, terkadang saya bersikap kurang baik
kepadanya. Saya sering membentak atau tidak menuruti perintah nya. Kemudian pada
waktu itu (bulan ramadhan) saya ke bekasi karena sekalian mengurusi pendaftaran

6
kuliah. Tiba-tiba jam 4 sore ada telepon dari kampung dan memberitahu bahwa kakek
meninggal. Seketika saya kaget, langsung meneteskan air mata, dan setengah tidak
percaya juga. Saya langsung pulang ke kampung. Sepanjang perjalanan saya
menangis serta menyesal, teringat banyak dosa dan perlakuan tidak baik saya kepada
dia. Dan dia pergi saat saya tidak ada dikampung. Saya merasa tidak ikhlas dan
merasa marah dengan diri sendiri. Tapi lama kelamaan saya tersadar, bahwa tidak
sepatutnya saya mengungkapkan ketidakikhlasan saya, toh semua yang hidup pasti
akan kembali kepadanya. Penggalan ayat “innalillahiwainnailaihirojiun” menyadarkan
saya tentang kejadian ini. Saya pun sadar tidak sepatutnya saya bersikap seperti itu
mengingat saya ini orang beragama islam, seharusnya saat itu saya mendoakan beliau
bukan malah hanya menangisinya.

Jujur, saya sendiri bangga dan bersyukur bisa memeluk agama islam ini.
Karena banyak keistimewaan-keistimewaan yang ada dalam islam sendiri.
Berdasarkan informasi-informasi yang telah saya dapatkan, bahwa di Indonesia sendiri
agama islam merupakan agama yang mayoritas. BahkanIslam di Indonesia merupakan
mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia, dengan lebih dari 230 juta jiwa. Walau
Islam menjadi mayoritas, namun Indonesia bukanlah negara yang berasaskan islam.
Sebagai agama yang mayoritas, saya sendiri jarang bahkan tidak pernah mendapatkan
parasangka-prasangka dari pihak manapun terutama dari pihak yang berbeda agama.
Tapi saya juga sempat mendengar kabar-kabar mengenai agama islam sendiri.

Seiring dengan banyaknya kabar tentang hal-hal yang tidak menyenangkan


terutama tang berkaitan dengan agama islam, seperti contohnya teroris. Banyaknya
aksi teror di Indonesia yang meresahkan masyarakat sekitar. Hal itu juga sering
dikaitkan dengan orang-orang dari yang beragama islam. Stigma seperti ini mulai
melebar luas dari persepsi berbagai pihak. Stigma kalau kebanyakan terorisme itu
adalah orang-orang yang berasal dari penganut agama islam. Misalnya saja dalam hal
berpakaian, biasanya orang dengan pakaian yang serba tertutup dengan menggunakan
jubah/gamis dan cadar sering di anggap sebagai syiah, teoris atau ISIS. Padahal hal
tersebut belum tentu sesuai dengan prasangka yang ada.

Islam adalah agama satu-satunya yang memiliki banyak keistimewaan dan


keindahan yang sangat mengagumkan bagi siapapun yang memeluknya.

7
Keistimewaan dan keindahan agama Islam salah satunya yaitu agama yg diterima dan
diridhoi oleh Allah pada hari Kiamat. Selain itu agama islam merupakan agama
yangmenjadi sebab terhindarnya seorang hamba dari siksa api neraka.Serta
keistimewaan lainnya tentang agama Islam yaitu tetap menghimpun amal-amal
kebaikan yang pernah dilakukanseseorang, baik ketika ia masih kafir maupun ketika
sudah menjadi seorang muslim, dan masih banyak lagi keistimewaan tentang agama
islam sendiri. Keistimewaan dan keindahan lainnya dari agama Islam salah satunya
terbukti dari fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk umat muslim, seperti tempat ibadah
yang banyak tersebar dibeberapa tempat, sehingga mempermudah umat islam
menjalankan.

Selain itu agama islam juga mempunyai banyak kekuatan-kekuatan. Kekuatan


tersebut misalnya dalam bentuk doa. Kekuatan doa dalam islam sangat lah dijunjung
tinggi. Dalam keadaan apapun, sesorang dianjurkan untuk selalu berdoa kepada Allah
SWT. Selain itu, agama islam sangat menjunjung tinggi nilai toleransi. Sesama
manusia kita diharuskan untuk saling menghargai, saling menghormati, saling
menerima, dan saling menyayangi satu sama lain. Hal itu perlu di tonjolkan oleh setiap
orang agar terhindar dari kemungkinan konflik yang akan muncul.

Menjadi seorang konselor professional, tentulah bukan hal yang mudah.


Seorang konselor dituntut untuk mampu menunjukkan sikap terbuka, toleransi yang
tinggi, serta tidak bersikap apatis saat menghadapi klien dengan latar belakang yang
berbeda jauh dengan kita baik dari segi ras, etnis, agama, dan sebagainya. Maka dari
itu, perlu bagi seorang konselor memahami banyak hal khususnya tentang
kemultikulturan yang ada di Indonesia ini. Dari segi agama misalnya, mengingat di
Indonesia sendiri terdapat berbagai macam jenis agama yang dianut oleh
masyarakatnya yaitu islam, khatolik, kristen, hindu, budha, dan konghucu, serta
terdapat lagi agama-agama yang tidak termasuk ke dalam 6 jenis agama yang
diresmikan. Maka dari itu, pemahaman mengenai agama ini perlu dipelajari lebih dalam
oleh konselor.

Dengan kemampuan konselor dalam memahami keragaman agama ini, akan


sangat memudahkan dalam mencapai keberhasilan proses konseling itu sendiri.
Karena, ia sudah berhasil menyadari bahwa sejatinya klien adalah seorang individu

8
yang sedang mengalami kesulitan-kesulitan yang mungkin bisa menimpa siapa saja,
serta seorang konselor juga harus bersiap terhadap kemungkinan bahwa kesulitan-
kesulitan yang dialami barangkali berkaitan dengan atau diiringi oleh isu-isu ras,
kesukuan, status sosial-ekonomi atau bahkan berbeda agama antara klien danyang jika
tak bisa ditangani dengan keahlian yang memadai akan menimbulkan konflik terhadap
proses konseling itu.

Berkaitan dengan profesi yang akan dijalani oleh saya kedepannya yaitu
sebagai guru BK/Konselor, saya tentunya tidak boleh kaget saat dihadapkan dengan
situasi seperti itu. Sebenarnya saya sendiri tidak termasuk orang yang terlalu
mempermasalahkan mengenai perbedaan apalagi dalam hal perbedaan agama. Tapi,
yang ditakutkan oleh saya yaitu ketika saya tidak bisa toleran ataupun memahami yang
benar-benar berbeda jauh nilai dan kebiasaannya. Karena tidak dipungkiri, setiap orang
memiliki sisi keegoisannya dan ingin mempertahankan nilai dan kebiasaannya sendiri.
Hal itu akan menyebabkan sikap yang dimunculkan saya kepada klien tidak terbuka
dan akhirnya klien pun tidak merasa nyaman dan proses konseling tidak akan berjalan
lancar. Oleh sebab itu, saya ingin memperdalam pengetahuan mengenai kultur-kultur
yang berada di Indonesia bahkan luar negeri yang akan menunjang saya dalam
melaukan proses konseling kepada klien.

Berkaitan dengan perjalanan hidup saya hingga sekarang ini, tentunya tidak
terlepas dari beberapa faktor sehingga menjadikan pribadi yang lebih tekun khususnya
dengan hal agama. Salah satu misalnya yaitu dengan membaca beberapa buku yang
mengakibatkan adanya kesadaran dan keyakinan yang tinggi tentnag agama yang
saya anut. Buku-buku yang pernah saya baca yaitu tentang buku-buku pelajaran islam
di sekolah, tata cara beribadah, kisah-kisah kehidupan yang dikaitkan dengan
keislaman. Buku-buku tersebut banyak memberikan pelajaran bagi hidup saya.
misalnya dengan membaca buku pelajaran islam dan tata cara beribadah, saya
menjadi lebih paham dan menambah wawasan yang lebih luas tentang islam. Dengan
buku tata cara beribadah pun saya dapat mempraktikannya dengan baik.

9
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Refleksi Agama Mata


Kuliah Konseling Multikultural yang Diampu oleh Ibu Susi Fitri M.Pd,. Kons.

Oleh :
Neni Nur Utami
NIM.1715160715
Kelas. BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Timeline Pengalaman Agama

Saat SMP Saat


Sejak SD Saat SMA
di kuliah
masuk mengikuti
motivasi mengikuti
sekolah Remaja
oleh guru kelompok
Madrasah Masjid Mentoring
BK

Dimarahi Saat SMA


dimarahi
oleh ibu
ayah ketika
apabila keluar
tidak mau rumah tidak
ngaji memakai
kerudung

Berbicara mengenai pengalaman berarti berbicara tentang masa lalu. Dalam


hal ini pengalaman yang diceritakan kaitannya dengan pengalaman keberagamaan
diri saya, keluarga maupun hal-hal yang mempengaruhi pandangan keberagamaan
saya secara umum. Sejak kecil saya dididk dengan latar belakang agama yang kuat
oleh kedua orang tua. Saya terlahir dari keluarga Islam, hal ini memberikan arti
bahwa saya adalah seorang muslim. Seperti seorang muslim pada umumnya, sejak
kecil orang tua selalu mengajarkan saya mengenai konsep-konsep religiusitas
dalam agama Islam seperti Ibadah dan berdoa sebagai wujud pengharapan dan
kebersyukuran atas nikmat yang telah dberikan oleh Allah SWT.

Ibadah menjadi poin penting yang ditanamkan dalam keluarga saya sejak
kecil, menurut ajaran agama yang saya anut ibadah berbentuk sholat adalah hal
yang wajib dilakukan oleh semua orang muslim termasuk saya. Dengan konsep
kepercayaan agama yang dimiliki, Ayah saya seringkali mengajarkan wudhu, tata

1
cara sholat, doa-doa yang harus di lafalkan dalam bacaan sholat, maupun gerakan-
gerakan yang dilakukan dalam sholat. Tentunya pengajaran tersebut sangat
berharga bagi saya sebagai seorang muslim. Selain keluarga, saya belajar
mengenai agama dari lingkungan sekolah. Sejak duduk dibangku SD, doa-doa yang
diyakini sebagai kepercayaan agama saya juga diajarkan oleh guru agama. Selain
disekolah biasanya saya belajar agama di madrasah. Madrasah ini meupakan
sekolah agama yang mengajarkan saya bagaimana cara membaca Al-qur’an
sekaligus memahami makna di dalamnya.

Pengalaman tersebut tentunya sangat berharga dalam diri saya


sebagaimana Al-Qur’an memerintahkan kepada para orang tua agar mendidik
anaknya dengan pendidikan yang didasari oleh keimanan dan menanamkan nilai
takwa kedalam hati anak-anaknya. Pengalaman-pengalaman tersebut yang
diajarkan oleh orang tua, guru maupun orang-orang disekitar saya tentunya
memberikan pengaruh besar tentang pengetahuan keberagamaan saya sekarang.
Misalnya saja, saat dihadapkan pada pengambilan keputusan maka saya akan
cenderung untuk berpedoman pada dasar-dasar agama yang telah orang tua atau
guru ajarkan sejak kecil.

Kebudayaan sunda adalah sumber kerangka acuan masyarakat sunda


ketika mereka berhadapan dengan berbagai perubahan. Suatu perubahan itu
ditolak atau diterima oleh masyarakat tergantung pada sejauh mana perubahan itu
bisa diterima oleh kebudayaannya. Begitu pula halnya mengenai agama orang
sunda. Agama islam begitu mudah diterima oleh orang sunda karena karakter
agama Islam tidak jauh berbeda dengan karakter budaya sunda. Ajaran tentang
akidah, ibadah terutama akhlak dari agama Islam sangat sesuai dengan jiwa orang
sunda yang dinamis. Dalam tingkatan tertentu pengaruh agama Islam pada
kehidupan orang-orang sunda dapat dilihat dari beberapa hukum adat yang
dipraktekkan dalam bermasyarakat. Hampir diseluruh tempat yang dihuni oleh
orang sunda terutama daerah saya di Kuningan Jawa Barat penyelenggaraan
hukum waris diatur menurut ajaran Faraidh Fiqh Islam. Dalam perkawinan juga
dilaksanakan secara Fiqh Islam yang dipadukan dengan upacara adat, seperti :
buka pintu, sawer, dll. Meskipun, umunya upacara adat seperti itu dilakukan setelah
akad nikah dilangsungkan.

Yang berhubungnan dengan proses kehidupan etnis sunda juga dikenal


dengan upacara lingkaran hidup, yaitu upacara untuk menangkal malapetaka yang

2
mungkin muncul saat manusia berada dalam waktu-waktu krisis. Mulai manusia
masih dalam kandungan ibunya sampai manusia itu mati diadakan upacara,
misalnya babarik, opat bulan jeung tujuh bulan, mahinum, nyusur tanah, tiluna,
tujuhna, matangpuluh, natus, merupakan upacara adat yang dipadukan dengan
doa-doa dari ajaran Islam. Disamping itu, ada suatu kebiasaan pada sebagian
orang sunda yang suka memuliakan waktu atau tanggal tertentu, yang dianggapnya
lebih mulia dari waktu yang lainnya, seperti bulan maulid. Bulan maulid merupakan
bulan yang istimewa.

Saat duduk dibangku SMA saya pernah mengikuti organisasi atau


perkumpulan Remaja Masjid di sekitar rumah saya. Kegiatan yang biasa dilakukan
yaitu kumpul rutin dan biasanya mempersiapkan acara-acara rutin keagamaan
seperti peringatan Isra Mi’raj, Maulid Nabi Muhammad, dan kegiatan Pesatren Kilat.
Pengalaman yang saya dapatkan ketika mengikuti perkumpulan Remaja Masjid ini
yaitu lebih meningkatkan rasa hormat dan rasa menghargai terhadap perayaan hari-
hari besar umat islam. Selain itu, saya mendapatkan banyak pengetahuan tentang
agama, contohnya belajar kembali mengenai doa-doa yang dibutuhkan dalam
kegiatan sehari-hari, sholawatan bersama teman-teman, maupun tadarus bersama.
Dari kegiatan tersebut memberikan dampak positif tentunya dalam diri saya yang
erat kaitannya dengan penerapan dan pengaplikasian ibadah tersebut dalam
kegiatan sehari-hari.

Pengalaman keberagamaan yang menyenangkan yaitu ketika duduk


dibangku SD, setelah pulang sekolah saya bersama teman-teman yang lain
melanjutkan sekolah madrasah tepatnya pada pukul 12.00 siang. Di sekolah
madrasah tersebut pertama kalinya saya belajar bersama teman-teman sebaya
tentang tata cara wudhu, sholat, dan membaca Al-qur’an yang sesuai dengan tajwid
nya. Pesan dan nasihat yang disampaikan oleh Pak Ustad saat belajar agama terus
saya ingat sampai sekarang dan dijadikan patokan dalam membaca Al-qur’an.
Mengenai tajwid dan cara pelafalan yang benar.

Memasuki remaja tepatnya ketika duduk dibangku SMP, pengalaman yang


di dapatkan oleh saya yaitu dari Guru BK yang sangat memotivasi dan
menginspirasi saya. Beliau banyak sekali mengingatkan tentang kewajiban-
kewajiban dan hal-hal sunnah yang harus dilakukan kita sebgai seorang muslim
yang merupakan wujud syariat atas pengharapan doa-doa kita kepada Allah SWT.
Beliau seringkali mendorong saya untuk rutin melakukan puasa sunnah senin-

3
kamis, sholat tahajud, dan sholat dhuha. Beliau juga berpesan bahwa apabila kita
melaksanakan sunnah tersebut maka Insyaallah akan diberikan kelancran dan
kemudahan ketika menjalani hidup di dunia maupun di Akhirat. Selain itu, beliau
juga pernah mengatakan bahwa setiap kita akan melakukan segala aktivitas apapun
mulailah dengan mengucakan Basmallah terlebih dahulu.

Motivasi yang beliau ajarkan mengenai perintah agama, samapi saat ini
masih terus saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya selalu mengingat
pesan-pesan yang disampaikan oleh beliau yang membuat diri saya menjadi pribadi
yang lebih baik lagi. Dan berkat pengalaman menyenangkan tersebut saya
diberikan kelancaran dan kemudahan dalam berbagai kegiatan. Namun, tak lupa
semua pencapaian ini atas doa-doa yang saya panjatkan, usaha, dan restu kedua
orang tua.

Ketika duduk di bangku SMA pengalaman menyenangkan yang saya


dapatkan mengenai keberagamaan saya yaitu menjadi lebih dekat dengan sang
maha pencipta Allah SWT. Memasuki SMA ini saya lebih banyak merenung kepada
Allah mencurahkan semua kebimbangan saya untuk hal masa depan. Hari hari saya
dihiasi dengan sujud pada sang pencipta seraya berdoa, semoga saya bisa diterima
di perguruan tinggi yang diharapkan. Tak hanya itu, seorang guru Agama saya
bernama pak jalal sangat membantu saya dalam memahami hal terkait agama.
Beliau seringkali bercerita pengalaman-pengalamannya terkait hal agama. Mulai
dari cerita nabi-nabi dan Rasul sebagai utusan Allah Swt.

Memasuki dunia perkuliahan atau sekarang saya dipertemukan oleh


saudari-saudari yang menuntun saya pada Jannahnya. Mereka adalah orang-orang
hebat yang mengajarkan saya tentang arti hidup yang sesungguhnya dilihat dari
perspektif islam. Kami membentuk lingkaran mentoring yang di dalamnya terdapat
satu mentor yang ditunjuk untuk membimbing kita dan menuntun kita belajar
agama. Kami banyak sekali bercerita dan bertukar pikiran mengenai pengetahuan-
pengetahuan agama, mempelajari Al-qur’an secara mendalam dengan artinya, dan
membahas mengenai cerita-cerita nabi pada jamannya dan sejarah-sejarah Islam.
Hal tersebut tentunya memberikan pengaruh positif dalam diri saya untuk belajar
agama, mereka selalu mengingatkan tentang hal-hal yang baik dilakukan dan tidak
sebagai seorang muslim atau memberitahu mana yang baik dan buruk dalam
pandangan-pandangan baru mengenai Islam yang sebelumnya belum pernah saya
ketahui.

4
Pembelajaran lainnya yang saya dapatkan yaitu, saya bisa mencurahkan
semua kebimbangan saya dalam menjalani hidup dan bisa menceritakannya pada
mereka dan dicarikan solusi yang tepat oleh mentor saya dari pandangan Islam
atau berpacu pada Al-qur’an.

Pengalaman yang kurang menyenangkan yang pernah saya alami yaitu


ketika kecil atau pada saat duduk dibangku sekolah dasar saya seringkali dimarahi
oleh ibu saya ketika tidak mau sholat, atau pergi ke madrasah. Ibu saya bahkan
memukul saya ketika tidak mau Sholat dan ngaji. Hal itu memberikan arti pelajaran
bahwasannya ibadah memang sangat penting dan harus diterapkan sejak dini
kepada anak agar di kemudian hari ia tidak mengalami kebimbangan dalam hidup.
Pengalaman lainnya yang pernah saya alami yaitu ketika beranjak remaja saya
seringkali dimarahi oleh Ayah saya jika keluar rumah tanpa memakai kerudung atau
hijab. Beliau selalu bilang kepada saya bahwa perempuan yang sudah Baligh wajib
menutup auratnya apabila hendak keluar rumah, hal itu yang menjadi keyakinan
yang saya terapkan hingga sekarang bahwa ketika hendak kemanapun selalu
mengenakan kerudung dan menutup aurat.

Pergulatan dalam agama belum pernah saya alami secara serius. Semenjak
lahir sampai sekarang saya tidak pernah mengalami pergulatan agama yang
berpengaruh secara mendalam pada kehidupan saya sekarang.

Pengalaman agama tentunya mempengaruhi saya dalam menghadapi


masalah-masalah sulit ataupun ringan. Contohnya saja waktu itu ketika saya
dihadapkan pada masalah yang membuat diri ini bingung dan ragu, hal yang selalu
dilakukan yaitu dengan bersujud atau melakukan ibadah seperti sholat dan
mencurahkan kebimbangan saya lewat doa. Dengan berdoa dan memohon untuk
diberikan petunjuk dari Allah SWT, saya merasa tenang dan sedikit lega dalam
menghadapi semua kebimbangan yang membuat diri ini ragu. Agama bisa dijadikan
sebagai acuan saya dalam pengambilan suatu keputusan apabila dihadapkan pada
suatu masalah yang sulit. Selain itu, Allah adalah tempat bersandar pertama ketika
saya mengalami masalah dalam hidup.

Agama Islam adalah agama yang mayoritas di Indonesia. Hampir sebagian


orang indonesia menganut agama Islam termasuk saya. Dengan latar belakang
agama yang mayoritas tentunya Islam mendapatkan keistimewaan-keistimewaan
atau perlakuan-perlakuan dalam roda kehidupan. Misalnya saja, keistimewaan yang

5
saya rasakan sebagai penganut agama Islam yaitu sya selalu diingatkan untuk
ibadah sholat dengan lantunan adzan yang hampir menggema di seluruh pelosok
wilayah Indonesia. Selain itu, dalam perayaan hari-hari besar umat Islam seperti
Isra Mi’raj, peringatan Maulid Nabi Muhammad ataupun perayaan hari hari besar
lainnya Idul Fitri dan Idul Adha selalu mendapatkan penyambutan yang baik dari
semua lapisan masyarakat.

Mereka sangat menghormati dan menghargai perayaan-perayaan umat


Islam, yang rutin dilakukan sebagai wujud ibadah kepada Allah SWT. Saya
melakukan ibadah dengan khusyuk, dan biasanya ketika berada di wilayah
manapun selalu ada tempat seperti masjid atau musholla yang biasanya dijadikan
tempat ibadah oleh umat muslim. Ketika memasuki bulan Ramadhan pun, mereka
dari agama lain sangat menghormati kami sebagai muslim. Dengan tidak berjualan
makanan di siang hari ataupun teman-teman saya dari non-muslim seringkali tidak
makan atau minum dihadapan saya. Banyak sekali keistimewaan yang saya
dapatkan sebagai orang yang beragama Islam, kami dihormati, dihargai, dan
diterima dengan baik di masyarakat.

Namun, dibalik keistimewaan yang didapatkan ada juga prasangka-


prasangka yang diterima sebagai penganut agama mayoritas contohnya saja Islam
adalah teroris. Prasangka tersebut tentunya menghambat saya dalam
pengembangan diri, misalnya saja ketika hendak pergi ke luar negeri saya takut
dengan asumsi-asumsi orang barat yang menganggap bahwa Islam adalah agama
teroris.

Pengalaman-pengalaman tersebut tentunya mempengaruhi saya dalam


memberikan layanan konseling. Misalnya ketika dihadapkan pada konseli yang
berlatar belakang agama sama seperti saya yaitu Islam maka saya mungkin akan
langsung mempunyai kemistri dan persamaan keyakinan dengan konseli tersebut.
Maka ketika dihadapkan pada pengambilan keputusan, maka saya mungkin akan
mengarahkan konseli sesuai dengan kepercyaan agama yang sama-sama kita anut
dan bisa jadi dijadikan acuan dalam melihat sisi masalah konseli. Lain halnya
apabila, saya berhadapan dengan konseli yang berbeda latar belakang agama
dengan saya yaitu non-muslim, mungkin dalam pemberian layanan konseling akan
ada kecanggungan antara saya dan konseli, karena dilihat dari latar belakangnya
kami mempunyai pandangan atau keyakinan yang mungkin sedikit berbeda dalam
menilai sesuatu menurut agama.

6
Kekuatan-kekuatan yang bisa saya gunakan dalam konseling yaitu konselor
bisa menggunakan salah satu cara dengan menggunakan agama sebagai tujuan
dan lebih menekankan pada pemantapan konseli terhadap keyakinan agamanya.
Cara ini didasarkan pada asumsi bahwa keyakinan terhadap agama yang kuat akan
menyentuh kesadaran seseorang, sehingga timbul iman, taqwa dan akhlak.
Hubungan yang terjalin pun antara konselor dan konseli bisa dilakukan apabila
konseli membutuhkan bimbingan beragama misalnya melakukan sholat, puasa,
berzakat dll.

Bias-bias yang mungkin akan saya temui dalam konseling yaitu mengenai
pemahaman dan keyakinan agama antara agama saya Islam dengan agama lain
yaitu Non-Islam. Perbedaan cara pandang pemahaman mengenai keyakinan
agama mungkin akan meyebabkan dilema bagi saya sebagai calon konselor
nantinya. Misalnya saja, apabila saya menghadapi konseli yang sedang terpuruk
karena orang yang ia sayangi meninggalkannya maka sebagai orang yang berlatar
belakang agama Islam maka kemungkinan yang terjadi saya akan menggunakan
konsep-konsep penting dalam agama saya contohnya Sabar, Ikhlaskan, dan Tabah.
Jelas hal ini akan memicu terjadinya bias, karena pemahaman konseli belum tentu
mengerti tentang konsep-konsep yang saya lontarkan dalam pemahaman Islam
tersebut. Hal ini akan menghambat proses konseling dan tidak akan tercapainya
tujuan konseling karena dipengaruhi oleh bias tersebut.

Bias agama juga biasanya terjadi karena adanya ketidaksamaan dalam


memahami kebenaran atau nilai-nilai agama. Hal ini terjadi antara satu dengan yang
lain, memahami agama yang ada dengan menggunakan kerangka pandangannya
sendiri-sendiri. Biasanya bias ini terjadi karena pakaian atau penampilan, yang
meliputi pakaian dan dandanan. Sebagai contoh saya sebagai Muslim mengenakan
kerudung atau hijab sebagai hal yang harus dilakukan oleh seorang muslim. Selain
itu, hal lain yang akan menyebabkan bias yaitu nilai dan norma, berdasarkan sistem
nilai yang dianutnya, suatu agama menentukan norma-norma perilaku bagi
masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal,
mulai dari etika atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi
anak-anak.

Pemahaman mengenai agama ini sangat penting bagi saya sebagai calon
konselor nantinya. Pemahaman-pemahaman tersebut dapat menghindari bias pada
saat konseling. Dengan mengenal dan memahami konsep-konsep penting yang

7
terkandung dalam agama lain, akan meminimalisir terjadinya bias pada saat
konseling nantinya. Selain itu, pemahaman mengenai agama lain juga diperlukan
untuk dapat memahami keyakinan konseli atau nilai-nilai yang diangkat konseli
pada saat konseling berlangsung. Yang mengendalikan kelakuan dan tindakan
seseorang adalah kepribadian. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-
pengalaman yang dilaluinya sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Dengan
memberikan pengalaman-pengalaman yang baik dan nilai-nilai moral yang sesuai
dengan ajaran agama sejak lahir, semua pengalaman itu akan menjadi bahan
dalam pembinaan kepribadian seseorang.

Selain itu, agama merupakan hal yang dapat menyeimbangkan antara


kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap keberagamaan. Sikap
kebragamaan tersebut pertama difokuskan pada agama itu sendiri, agama harus
dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup, nilai-nilainya harus diresapi dan
diamalkan. Dengan begitu, pemahaman mengenai agama lain perlu ditingkatkan
sebagai calon konselor yang nantinya akan berhadapan dengan konseli dengan
jenis latar belakang agama yang berbeda-beda.

Berdasarkan buku yang pernah saya baca yaitu buku-buku mengenai tata
cara ibadah sholat, wudhu dan doa-doa. Mungkin buku tersebut sama saja dengan
buku-buku praktek sholat lainnya. Namun, buku tersebut dapat memberikan
pengalaman berharga dan pemahaman agama yang saya dapatkan lewat tulisan
tersebut. Saya banyak sekali belajar mengenai praktek sholat dari buku tersebut
selain dari pengajaran orang tua ataupun guru di sekolah. Menurut saya buku
tersebut sangat lengkap dan banyak sekali memberikan pengetahuan baru
mengenai gerakan-gerakan sholat, dan doa-doa nya. Sampai saat ini pun etika saya
hendak melaksanakan ibadah sholat wajib atau sunnah selalu melihat buku itu, dan
apabila ada doa-doa yang ingin dipanjatkan khusus bisa membaca buku tersebut.
Buku itu sebenarnya sudah cukup lama diberikan oleh orang tua saya sejak duduk
dibangku SD namun sampai sekarang masih sangat berguna untuk membaca doa-
doa ataupun yang lainnya.

Selain itu, buku tata cara sholat dan doa-doa ini merupakan buku pertama
yang saya pelajari tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang muslim.
Bahkan sampai sekarang pun buku tersebut selalu saya baca dan melihat doa-doa
tertentu apabila melakukan ibadah sunnah lainnya. Buku tersebut juga memberikan

8
makna tersendiri bahwa hukum, nilai-nilai, atau aturan yang dilaksanakan oleh
seorang muslim ketika melakukan ibadah.

9
REFLEKSI AGAMA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Konseling Multikultural

Dosen Pengampu :
Dr. Susi Fitri, M. Psi., Kons.

Disusun Oleh :
Pancari Winayang (1715160388)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Terlahir sebagai Berkerudung Masuk Rohis #GAN Masuk LDF
Islam

Tidak menerima Telat belajar shalat Mendapat fitnah


Pengajaran Islam dan baca Al-Quran di Rohis
yang intens dari ortu

Saya adalah keturunan muslim dan tidak ada riwayat perpindahan agama dalam
keluarga ayah maupun ibu. Ayah dan ibu saya lahir pada tahun 1961, keduanya lahir
dalam keluarga yang dapat digolongkan dalam kelas ekonomi menengah ke bawah.
Berdasarkan cerita, Ibu dari Ayah saya adalah seseorang yang rajin membaca Al-
Quran sedangkan Bapaknya adalah seorang haji yang mendidik anaknya dengan
keras. Ayah saya belajar mengaji sejak kecil, namun tidak begitu intens menerima
pemahaman mengenai Agama Islam. Hanya belajar berkisar antara shalat dan
membaca Al-Quran saja. Kedua orang tua dari Ibu saya adalah sosok yang sibuk
bekerja dan tidak mengajarkan agama kepada ibu saya. Ibu saya belajar shalat dari
buku dan belajar membaca Al-Quran ikut bersama teman-temannya.

Saya agak sulit mengingat pengalaman keberagamaan saya saat kecil. Seperti kedua
orang tua saya yang dahulu mandiri dalam belajar Islam. Begitu pun dengan diri saya.
Seingat saya, saya mulai belajar membaca Al-Quran ketika SD tetapi Ibu saya
mengatakan bahwa saya sudah mulai belajar membaca Al-Quran di TPA. Tetapi saya
memiliki kemampuan yang kurang saat itu jika dibandingkan dengan kemampuan
dalam belajar yang lainnya. Saat SD ada dua tempat mengaji yang saya ingat, saya
mengaji bersama teman-teman saya di kedua tempatnya dan ketika kelas 5 SD saya
baru mulai bisa membaca Al-Quran (bukan Iqro’).

Kemudian, untuk belajar shalat juga sama, saya merasa telat untuk belajar bacaan
shalat sampai benar-benar bisa shalat. Saya juga baru bisa shalat ketika kurang lebih
kelas 4 SD. Itupun pada akhirnya saya berinisiatif menulis bacaan shalat yang harus

1
dibaca. Sama halnya dengan berpuasa, saya bisa berpuasa full saat kurang lebih kelas
5 SD. Karena pada umur-umur sebelumnya, banyak toleransi yang akhirnya membuat
saya tidak full dalam berpuasa dibulan Ramadhan. Ketiga contoh ibadah pokok dalam
Agama Islam saya dapatkan dan pelajari dari luar keluarga, maksudnya disini adalah
keluarga tidak terlalu memberikan pemahaman yang intens kepada saya mengenai
agama yang ‘harus’ saya anut. Setelah saya menyadarinya saat ini, hal tersebut bisa
saja disebabkan karena kedua orang tua saya juga memiliki pengetahuan yang minim
terhadap Agama Islam ini.

Sampai pada salah satu perintah dalam agama Islam ini yaitu berhijab. Saya mulai
berhijab saat SMA. Ketika itu saya akui memang saya disarankan oleh orang tua saya
untuk memakai kerudung. Karena pengetahuan saya belum ada mengenai hijab
tersebut, jadilah saya hanya mengikuti perintah orang tua dan tidak ada keberatan
atasnya. Saat saya bertanya alasan perintah berhijab yang mereka berikan kepada
saya, mereka hanya menjawab bahwa dengan berhijab saya terihat lebih rapi. Saya
tidak tahu apakah ini jawaban yang hanya sebagai peringan beban atau memang
karena orang tua saya tidak mengetahui perintah ini dalam Al-Quran.

Saat SMP, saya menjalani rutinitas ibadah seperti biasa. Tidak ada minat secara
khusus untuk memikirkan lebih jauh tentang agama ini. Karena saya berada dalam
lingkungan yang ‘biasa’ saja, dalam hal ini berarti lingkungan yang homogen dalam
agama dan tidak ada informasi-informasi yang saya terima mengenai keraguan
terhadap agama ini. Ekskul rohis di SMP saya juga tidak terlalu aktif, sehingga semakin
menutup pandangan saya terhadap belajar agama di remaja ini.

Mulailah memasuki SMA yang bisa dikatakan tempat hijrah bagi saya. Ketika mulai
memakai kerudung, saya merasa senang, seperti ada sesuatu yang ‘terbarui’ dalam diri
saya. Saya menjalani rutinitas di kelas X ini seperti biasanya. Sampai pada suatu saat
ada pendaftaran anggota baru di Rohis. Dan suasananya sangat berbeda dengan
Rohis di SMP, Rohis di SMA ini cukup terasa bagi saya siswa baru saat itu. Saya dan 2
orang teman saya memilih untuk masuk rohis.

Ketika di Rohis, banyak perubahan yang terjadi dalam diri saya, kerudung saya mulai
panjang, dan saya menerima banyak ilmu mengenai Agama Islam. Saya juga
merasakan ukhuwah yang erat dan indah. Wajah rohis terlihat pada perayaan hari

2
besar Islam dan mentor saat keputrian (acara untuk siswi perempuan ketika siswa laki-
laki sedang shalat jumat). Tugas-tugas yang saya jalanin di rohis erat dengan sebutan
‘dakwah’. Semua yang dilakukan di rohis adalah bagian dari dakwah Islam yaitu perihal
bagaimana Islam dapat dilihat dan dirasakan oleh lingkungan SMA.

Angkatan saya bisa dikatakan sebagai penggerak kebangkitan di Rohis, ada beberapa
acara-acara seminar keislaman yang bermula di angkatan saya. Padahal angkatan
kakak kelas kami sangat sedikit yang mau untuk mendidik kami. Perubahan yang
sangat terasa dalam hidup saya saat itu dan sampai saat ini adalah ketika orientasi-
orientasi saya tidak lagi sebatas pada dunia saja. Saya mulai ikut dalam kampanye
“Gerakan Anti Nyontek” dan tidak terlalu merisaukan perihal ranking di kelas. Saya
mulai belajar untuk memikirkan orang lain terutama yang beragama Islam, yaitu perihal
kebutuhannya terhadap pemahaman agama ini. Dan banyak yang menyukai saya
ketika menjadi mentor saat keputrian, itu mungkin disebabkan dengan gaya
penyampaian saya yang tidak mendoktrin dan berusaha menyesuaikan dengan
keadaan mereka.

Satu hal yang saya sadari adalah saya sangat bersyukur saat dikenalkan dengan
Rohis. Karena mungkin kalau tidak di Rohis, semakin terlambat juga saya untuk bisa
belajar agama ini. Masa SMA saya juga mungkin menjadi kurang berkesan karena
tidak ada sesuatu yang saya lakukan. Saya juga menyadari bahwa masa muda saya
mungkin berbeda dengan remaja lain yang mungkin masih memikirkan untuk bermain
atau ‘bersenang-senang’, dan setidaknya saya sudah berlatih untuk lebih melihat
kedepan dan merencanakan kehidupan selanjutnya.

Masa-masa di Rohis bukan tanpa ujian. Rohis saat itu sempat dianggap sebagai suatu
aliran lain dalam agama ini. Karena mungkin banyak yang aneh ketika melihat remaja
bersikap ‘tidak biasa’ dan banyak juga yang menganggap kalau remaja belum saatnya
belajar Islam. Ada beberapa akhwat Rohis yang memakai rok ketika olahraga, ada juga
yang tidak mau bersalaman dengan guru yang lawan jenis, dan yang cukup terkenal
yaitu anak Rohis yang ikut #GAN tadi. Banyak kontra yang terjadi saat itu hingga
akhirnya ada orang tua yang dipanggil ke sekolah (contoh tersebut bukan saya). Saat
itu sebagai bagian dari divisi kaderisasi, saya berpikir keras. Apa yang salah dari
internal ini, ataukah ada pengajaran yang belum sesuai. Sampai saya menyadari,

3
bahwa mungkin pola pengajaran kami saat itu masih berupa doktrin dan kurang
memahamkan dengan baik. Hingga beberapa anggota yang bermasalahpun tidak bisa
berdiri diatas pemahaman yang mandiri. Sejak itu, saya menjadi lebih ‘longgar’ dalam
pemahaman yang diberikan, saya memberikan kebebasan agar mereka dapat
bertindak atas pemahaman yang mandiri (tidak ada paksaan).

Mengenai #GerakanAntiNyontek, mendapat respon yang positif dari guru-guru,


walaupun tidak terlalu terlihat tetapi guru dapat mengetahui siswa yang memang
berusaha untuk jujur saat ujian. Sampai pada satu kenangan yang sangat saya ingat,
yaitu saat UAS berlangsung banyak teman-teman saya yang membeli kunci jawaban.
Jadilah hasil yang mereka peroleh sangatlah tinggi. Sedangkan saya memperolel nilai
yang kecil. Padahal guru saya juga mengakui bahwa soal yang diujikan adalah sulit.
Ketika menjelang UN, guru mata pelajaran tersebut masuk ke kelas saya dan beliau
tidak mau mengajar lagi, karena kecewa dengan siswa yang membeli kunci jawaban,
guru saya menangis didepan kelas karena merasa perjuangannya sia-sia. Sampai guru
tersebut duduk didepan saya dan mendoakan agar saya dapat dimudahkan dalam
masuk PTN. Saya merasa sangat terharu saat itu, saya mendapat penguatan yang
lebih dan membuat saya semakin semangat. Dan memang banyak guru yang percaya
terhadap saya.

Doa yang diberikan oleh guru saya terkabul, saya diterima dalam SNMPTN di
universitas dan jurusan yang saya inginkan, BK UNJ. Ketika di kampus saya bertemu
dengan teman-teman yang juga mengikuti Rohis di SMA nya. Saat ini saya mengikuti
Lembaga Dakwah Fakultas Formasi Tarbawi FIP UNJ. Hampir sama seperti di rohis,
organisasi ini berorientasi pada dakwah. Di kampus, saya menemui lingkungan yang
lebih luas dan heterogen. Saya jadi menyadari bahwa dakwah ternyata berat dan tidak
mudah. Memang membutuhkan kesiapan yang sangat banyak. Dan apalah diri ini yang
ilmunya sangat rendah.

Pengalaman yang saya rasakan dalam LDF ini tidak seperti masa SMA. Karena lingkup
LDF lebih besar dan pengurusnya lebih banyak, hingga ukhuwah kurang dirasakan.
Walaupun begitu tetap ada pengalaman berkesan selama menjalankan kegiatan-
kegiatan. Banyak yang berkata bahwa kalau organisasi keagamaan adalah eksklusif.
Dan saya memang merasakan hal tersebut, pun dari diri saya sendiri, mungkin karena

4
perbedaan kebiasaan atau tujuan yang membuat saya tidak mudah untuk terbuka dan
sangat dekat dengan orang lain sehingga hanya berteman dengan yang sama saja.

Setelah belajar di BK banyak pelajaran yang saya dapatkan, terlebih dengan metode
refleksi yang membuat saya mengevaluasi kembali kegiatan atau pemikiran yang
selama ini ada dalam diri saya. Masa-masa tersebut juga dipertemukan dengan
peristiwa-peristiwa yang bersinggungan dengan Islam akhir-akhir ini dan dimulai dari
Aksi Bela Islam. Dari sana lah kemudian bermula suasana yang sangat sensitif
terhadap isu keagamaan di Indonesia.

Sebagai anggota dari organisasi keagamaan, keharusan saya menunjukkan sikap


terhadap peristiwa keagaaman yang terjadi menjadi sangat penting dan belajar di BK
membantu saya meninjau lebih jauh permasalahan yang terjadi. Walau sikap saya
pada saat tertentu terlihat sama dengan kebanyakan orang, tetapi setidaknya mungkin
ada pemahaman lain yang saya dapatkan.

Hal utama yang menjadi bahan pembelajaran bagi saya saat ini dan seterusnya adalah
bagaimana saya bisa menyikapi berbagai peristiwa yang rumit saat ini dengan benar-
benar meniru Rasulullah (Sunnah) dan berdasarkan Al-Quran, namun catatannya
adalah harus dilandasi dengan pemahaman yang utuh atau setidaknya berusaha terus
belajar. Karena saya melihat ada beberapa tindakan yang juga dilandasi dengan
pemahaman yang salah dan tidak lagi mencerminkan Islam yang Rahmatan li ‘Alamin.
Hal tersebut membuat saya menjadi menunda sikap terlebih dahulu jika dihadapkan
pada suatu peristiwa keagamaan.

Pengalaman-pengalaman saya dalam organisasi keagamaan membuat saya menjadi


merasa lebih dekat dengan Allah. Pembiasaan-pembiasaan dan lingkungannya secara
tidak sadar meningkatkan keimanan saya. Hal tersebut berkaitan dengan tauhid. Oleh
karena tauhid yang terus dijadikan landasan utama, maka berdampak pada
pembentukan sikap saya terhadap hidup ini dengan berbagai peristiwa didalamnya.
Ketika menghadapi suatu permasalahan saya merasa lebih mudah untuk bangkit
karena yang menjadi refleksi utama saya adalah mengenai habluminallah. Salah satu
contohnya adalah yang telah saya sebutkan sebelumnya yaitu Gerakan Anti Nyontek.
Saat-saat tersulit bagi siswa SMA akhir yang ingin menghadapi UN dan seleksi masuk
PTN juga membuat saya cemas tentunya. Namun untuk mengatasi hal tersebut saya

5
bergabung dalam GAN dan keinginan saya dilandasi oleh agama bukan karena
kejujuran semata. Dengan mempertaruhkan kemungkinan-kemungkinan nilai kecil yang
ditakutkan oleh teman-teman, saya memberanikan diri untuk bergabung didalamnya.
Dan walaupun memang mungkin nilai saya tidak sebesar teman saya, saya merasa
puas karena saya sudah mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.

Islam adalah agama yang mayoritas. Saya merasa mudah untuk merayakan hari-hari
besar Islam, mudah dalam memperoleh makanan halal, mudah untuk mendapat
banyak teman, dan mudah untuk lebih diterima dalam masyarakat luas. Namun
walaupun begitu, ada juga prasangka terhadap umat Islam mulai dari tingkat kecil
sampai yang sangat besar yaitu terorisme. Karena prasangka itulah muncul
diskriminasi yang mungkin tidak disadari oleh umat Islam sendiri, yaitu mengenai
kerudung, ada beberapa perusahaan atau institusi yang tidak memperkenankan
pegawainya memakai kerudung padahal hal tersebut merupakan bagian dari perintah
dalam Islam. Hal tersebut dapat mempengaruhi kinerja saya sebagai konselor dalam
memberikan layanan konseling, mungkin saya bisa mengatasi bias saya terhadap
konseli, tetapi saya juga tidak bisa terhindar dari bias yang dimiliki oleh konseli
terhadap diri saya yaitu dari simbol agama yang saya pakai.

Kekuatan-kekuatan dalam Islam yang dapat saya gunakan dalam proses konseling
adalah kabar-kabar gembira dalam Al-Quran yang telah Allah janjikan bagi hambanya
yang senantiasa mendekat dan menjalankan perintah-perintahNya. Dan pengalaman
yang dapat saya gunakan dalam proses konseling adalah teladan mengenai
kemudahan dan keberhasilan yang Allah berikan kepada saya. Keinginan-keinginan
yang saya inginkan dapat tercapai jika saya melibatkan Allah didalamnya.

Bias-bias yang saya miliki terhadap orang dari agama lain banyak disebabkan oleh
ajaran-ajaran yang diberikan oleh lingkungan (orang tua, teman, guru) berupa cerita
pengalaman mereka terhadap orang dari agama lain yang mungkin saja terjadi proses
generalisasi. Terutama mengenai keyakinan bahwa Islam adalah agama yang paling
benar. Hal tersebutlah yang harus saya perhatikan sebagai bias utama saya dibanding
bias yang lainnya. Oleh karenanya mata kuliah ini sangat membantu saya dalam
proses pembelajaran terhadap hal tersebut.

6
Pemahaman agama ini menjadi sangat penting karena merupakan bagian dari
spiritualitas. Dan spiritualitas adalah refleksi tertinggi bagi seorang manusia karena
dengan begitu manusia menyadari bahwa dirinya terbatas dan ada dzat yang memiliki
kekuatan lebih. Pemahaman seseorang terhadap agama juga dapat menjadi dasar bagi
pembentukan sudut pandang terhadap masalah yang dihadapi sekaligus menjadi solusi
yang dapat sangat berpengaruh bagi pemecahan masalah.

Saya mulai menyukai membaca buku-buku mengenai keislaman saat saya aktif di
Rohis. Saya agak sulit mengingat buku Islam pertama yang saya baca. Diantara
penulis buku-buku Islam, yang menjadi favorit saya ada Ustadz Salim A Fillah. Beliau
adalah seorang ustadz muda yang pandai merangkai hikmah dalam kata-kata indah
yang merupakan perpaduan dari dalil dan kekisah. Saya banyak mengambil pelajaran
darinya. Sungguh keindahan adabnya membuat tulisannya berkah meresap dalam jiwa.

Diantara buku-buku Ust. Salim A Fillah yang saya miliki, ada satu buku yang sangat
menggugah saya dan memberi saya banyak ‘tamparan’. Buku tersebut berjudul
Sunnah Sedirham Surga : Beribrah Pada Kekisah, Berteladan Pada Para Pemegang
Warisan. Buku tersebut berisi kisah-kisah teladan para ulama yang senantiasa
mengamalkan Sunnah-sunnah Rasulullaah dalam bermuamalah dengan manusia,
hingga dengannya Indahnya Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin pun sangat dirasakan.

Betapa sering kita bersemangat akan hal-hal besar dalam cita untuk memperjuangkan
agama, lalu lalai bahwa Rasulullah adalah teladan dalam tiap detak dan semua laku,
pun yang sekecil-kecilnya. Pada zaman di mana banyak ‘amal besar yang dikecilkan
oleh niat yang tak menyurga; betapa penting bagi kita mentarbiyah niat dalam ‘amal-
amal’ kecil yang luput dilirik manusia, tapi berpeluang menjadi tinggi nilai bersebab
niatnya. (Fillah, 2017)

Ketika membaca buku tersebut, saya seakan diobati karena mungkin mulai sakit
dengan dosa yang tak terlihat bahkan tak dirasa. Bagai semut hitam diatas batu hitam
pada malam hari. Dari buku tersebut saya belajar bahwa untuk mencari kesalahan, alat
utama yang digunakan adalah cermin, bukan teropong. Buku ini mengajak saya untuk
terus berefleksi atas perbuatan yang telah saya perbuat. Saya sangat bisa merasakan
keteladanan yang bersumber pada Rasulullaah. Hal paling penting adalah buku ini
mengajarkan saya mengenai adab yang merupakan sumber teladan hingga

7
menghasilkan banyak para mualaf. Saya menyadari bahwa adab bermualah saya
masih sangat rombeng dan saya berusaha untuk memperbaikinya. Karena belajar
adalah proses yang tak berujung pada manusia yang tak luput dari khilaf.

8
DAFTAR PUSTAKA

Fillah, S. A. (2017). Sunnah sedirham surga. Yogyakarta: Pro-U Media.

9
AGAMA

KONSELING MULTIKULTURAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultural
yang Diampu oleh Dr. Susi Fitri, S.Pd., Msi. Kons

Putri Yulia Rachmawati – 1715160642

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
TIMELINE

03 Juli 1998 Masuk TK Mengikuti


saya lahir dari yang Mengikuti TPA pengajian
keluarga yang bernuansa sejak SD setiap malam
berlarbelakang islamik sejak TK-SMA
islam

Mengikuti Mengikuti
lomba Mengikuti
keorganisasian
penghafal keorganisasian
KEPUTRIAN
surat-surat ROHIS di SMP
ketika SMA
ketika SD

1
Saya terlahir sebagai seorang perempuan yang berlatarbelakang etnis
Jawa namun lama di lingkungan yang dominannya beretnis Betawi. Agama
yang terdapat dalam kebudayaan Jawa pada dasarnya adanya
penggabungan dari kepercayaan animisme, agama budha dan hindu. Hal ini
dinamakan agama Kejawen dalam etnis Jawa. Agama ini muncul dalam etnis
jawa jauh dari agama Islam muncul di Pulau Jawa. Saya pernah
mendengarkan cerita mengenai agama tersebut dari Ibu saya, di mana buyut
saya menganut agama tersebut. Namun nenek saya ketika itu tidak
menganut agama tersebut karena ketika itu Islam sudah masuk kedalam
Pulau Jawa. Hal inilah yang akhirnya membuat keluarga dari Ibu saya
menjadi beragama islam.

Walaupun keluarga besar saya sudah memutuskan untuk menganut


agama islam sejak lama tidak menjadikan keluarga besar saya yang
khususnya menetap di Jawa menghilangkan tradisi-tradisi yang sebenearnya
bersangkut pautan dengan agama atau kepercayaan kejawen. Seperti
melakukan acara sekaten yang sampai saat ini dikampung halaman keluarga
besar saya masih melakukannya, Wirid juga masih berkembang di kampung
halaman saya. Tradisi-tradisi dalam kejawen terkadang masih dilakukan oleh
keluarga saya yang tinggal di kampung halaman.

Berbeda dengan ayah saya, Ayah saya tidak pernah bercerita


mengenai keagamaan lain yang terdapat dalam keluarga besarnya. Ayah
saya hanya mengatakan bahwa dirinya lahir sudah menjadi seorang muslim.
Karena kedua orangtuanya memang sudah beragama islam. Ketika saya
mendengarkan cerita dari kedua orangtua saya dapat saya tarik secara garis
besar bahwa keluarga saya berlatar belakang agama islam. Saya menyadari
bahwa nilai religius yang saat ini terjadi dalam keluarga saya sudah
tercampur dengan nilai religius dari lingkungan tempat keluarga saya tinggal.
Kami hidup berdampingan dengan lingkungan beretnis Betawi. Di mana etnis
Betawi kental dengan nilai keagamaan islamnya. Kami menjadi lebih
mengutamakan nilai keagamaan setiap mengadakan acara keluarga.
Pengajian atau pelantunan ayat-ayat suci Al- Qur’an menjadi hal yang

2
utama dan pertama yang terdapat dalam susunan pengadaan acara. Hal ini
mempengaruhi saya dan keluarga dalam kebiasan berprilaku sehari-hari
apalagi dalam mengadakan sebuah acara di mana dominan etnis Betawi
yang terdapat dalam lingkungan tempat saya tinggal.

Pengalaman keberagamaan yang saya lalui sesungguhnya berkaitan


dengan etnis saya. Di mana ketika TK saya langsung dimasukan kedalam
sekolah yang bernuansa islamik. Hal ini juga menjadikan saya harus
mengenakan kerudung karena bersekolah yang nuansa islamiknya kental.
Selain itu karena etnis saya juga lumayan kental dengan keagamaan
menjadikan saya harus mengikuti kegiataan keagamaan di lingkungan
sekolah maupun di rumah. Sejak kecil saya sudah mengikuti kegiatan-
kegiataan pengajian yang diadakan setiap malam hari. Selain itu saya juga
mengikuti TPA di mana kegiatannya sangat kental dengan keagamaan islam.
Di sekolah pun saya juga mengikuti kegiataan keagamaan seperti mengikuti
lomba menghafal Al-Qur’an ketika SD, bergabung dengan grup rebana
dimana grup tersebut melantunkan ayah-ayat Al-Qur’an dan sholawat-
sholawat nabi dengan nyanyian. Ketika saya SMP saya mulai mengikuti
ektrakulikuler Rohis lalu berlanjut ke SMA mengikuti ektrakulikuler keputrian.
Kegiatan-kegiatan keagamaan yang saya lakukan baik dirumah maupun
disekolah merupakan keterkaitan etnis yang saya miliki.

Saya tidak pernah mengikuti komunitas keagaman di lingkungan


rumah maupun sekolah. Ketika sekolah saya mengikuti kegiatan keagamaan
yang memang pada dasarnya sudah menjadi sebuah kewajiban untuk
seluruh siswa yang beragama islam. Jadi sesungguhnya kegiatan
keagamaan yang saya ikuti di lingkungan sekolah bukanlah kemauan saya
tapi menjadi sebuah hal yang diharuskan dari pihak sekolah. Ketika SMP
saya mengikuti kegiatan tersebut dengan suka rela karena kegiatan dalam
keagamaan tersebut memang mengasikan namun ketika saya di SMA
menjadi sebuah kegiatan yang terkadang membuat saya kabur-kaburan
untuk mengikutinya. Karena kegiatan keputrian ketika di SMA menurut sya
sangat penuh dengan paksaan.

3
Sebelumnya saya sudah sebutkan kegiatan-kegiatan yang saya
lakukan yang berkaitan dengan keagamaan saya. Sejak kecil saya sudah
menjalani pengalaman-pengalaman keberagamaan yang sangat
menyenangkan. Entah mengapa ketika kecil saya mengikuti pengajian
membuat saya sangat senang menjalankannya. Sebenenarnya hal itu juga
dimotivasi karena ketika mengaji saya dapat sekaligus bermain dengan
teman-teman. Sejak kecil saya sangat jarang dibolehkan keluar rumah ketika
malam tiba, mengaji menjadi kesempatan saya untuk bermain dengan
teman-teman sekaligus menuntut ilmu agama. Pengalaman yang sangat
menyenangkan mengenai kegiatan keberagaam yang saya ikuti ketika SD
adalah mengikuti lomba menghafal surat-surat Al-Qur’an karena ketika itu
saya mendapatkan juara 2, walaupun bukan juara 1 hal itu tetap membuat
saya senang dan menjadi sebuah kebanggaan untuk saya, kedua orangtua
saya dan tentunya sekolah saya.

Pengalaman berikutnya ketika saya SMP, saya mengikuti


ektrakulikuler Rohis yang saat itu memang diwajibkan untuk semua siswa.
Namun kewajiban itu menjadi sebuah kesenangan untuk saya karena
kegiatan yang dilakukan ketika itu sangatlah menyenangkan, tidak
membosankan dan sangat bermanfaat untuk saya. Kegiatan-kegiatan
keagamaan yang saya lakukan sejak kecil membentuk keyakinnan saya
terhadap agama saya, ditambah lagi ketika saya berumur 13 tahun saya
mengikuti guru ngaji saya untuk bersama-sama mengkaji Al-Qur’an di mana
saya menjadi tahu isi sesungguhnya tentang Al-Qur’an yang pada dasarnya
ketika itu saya mengikuti kegiatan keagamaan karena diminta oleh kedua
orang tua menjadi tersadarkan bahwa agama yang saya anut sekarang ini
tidaklah main-main. Hal ini membuat saya semakin yakin dengan agama
yang saya yakini.

Selain pengalaman keberagamaan yang menyenangkan, saya juga


memiliki pengalaman keberagamaan yang kurang menyenangkan. Ketika itu
saya duduk dibangku SMA, di mana terdapat kegiatan yang sangat wajib
diikuti oleh siswi yang beragama islam. Kegiatan tersebut bernama

4
Keputrian. Pada awalnya saya merasa kegiatan ini cukup nyaman namun
semakin lama kegiatan ini membuat teman-teman dan khususnya saya
menjadi tidak nyaman. Di mana kegiatan tersebut lebih cenderung memaksa
kami untuk memakai sesuatu yang tidak bisa secara instan kami gunakan,
selain itu terdapat tugas-tugas yang justru membuat kami semakin berat
karena sebelumnya mendapatkan tugas dari guru lalu harus ditambah lagi
dengan tugas dari kegiatan tersebut. Lalu di setiap pertemuan kami diminta
untuk menyetor hafalan yang sebelumnya ditugaskan. Kemudian ketika saya
tidak ingin mengikutinya saya justru seperti dikejar-kejar oleh ketua
penyelenggaranya sampai pada akhirnya saya berasumsi bahwa kegiatan
tersebut adalah kegiatan yang bersifat memaksa, sehingg sering kali saya
kabur keluar sekolah untuk mengindari kegiatan tersebut.

Walaupun seperti itu saya tidak memiliki asumsi yang buruk mengenai
kegiatan-kegiatan keberagamaan. Tidak juga membuat keyakinan saya
mengenai agama saya menjadi melemah. Saya hanya tidak suka dengan
kegiatan yang didalamnya terlalu banyak menuntut yang malah terkesan
memaksa anggota yang mengikutinya. Karena pada awal pendidikan
keagamaan yang saya ikuti menyatakan bahwa pada dasarnya agama Islam
bukan agama yang bersifat memaksa, justru lemah lembut dan saling
memahami. Ketika itu menurut saya kegiatan terebut bukanlah
mencerminkan sifat yang seharusnya ada di agama islam, dan saya sangat
menyayangkan hal itu terjadi dalam kegiatan keputrian di SMA saya. Sejauh
ini saya tidak pernah mengalami pergulatan agama, saya tidak pernah
merasa ragu dengan agama yang saat ini saya yakini. Karena pada awalnya
saya pun sangat menikmati perkembangan ilmu keagamaan yang saya
dapatkan sejak kecil. Keyakinan ini pun menjadi menguat karena
pengalaman-pengalaman saya mengikuti kegiatan keagamaan baik
disekolah maupun dilingkungan sekolah. Dalam lingkungan keluarga pun
sangat turut andil dalam mebentuk keyakinan saya mengenai agama yang
saat ini saya anut.

5
Keyakinan saya mengenai agama islam juga turut mempengaruhi
saya dalam menghadapi masalah-masalah yang ada dalam hidup saya.
Saya pernah mengalami sebuah masalah di mana saya bertengkar hebat
dengan ayah saya, saya memutuskan untuk pergi dari rumah dan pergi ke
Bandung ketempat sahabat saya. Ketika itu saya sangat emosi dan
memutuskan untuk pergi, sampai ketika saya sampai di Bandung saya
merasa tidak nyaman dan selalu khawatir dengan ayah saya. Saya merasa
ini merupakan perasaan rasa bersalah saya pada beliau karena tanpa pamit
pergi dari rumah. Lalu saya dengan segera melaksanakan solat malam untuk
meminta Allah memberikan jalan terbaik untuk saya, harus seperti apa saya
menghadapi hal ini. Saya mengeluarkan emosi dan kesedihan saya ketika
beribadah dan ketika selesai menjalankannya entah mengapa saya menjadi
lebih nyaman karena telah meluapkan hal tersbeut kepada Sang Pencipta.
Mungkin ini hanya sebuah sugesti yang saya tanamkan dalam diri saya,
namun sugesti ini terbentuk dari pengalaman keagamaan yang telah saya
lalui.

Saya merasa dalam menghadapi semua masalah dalam hidup saya


menjadi suatu hal yang sangat penting untuk meghadirkan keyakinan akan
kehadiran Sang Pencipta ditengah-tengah permasalahan saya. Saya merasa
dengan ajaran-ajaran yang ada dalam keagamaan saya membuat saya
dapat dengan mudah menemukan pedoman untuk menuntut saya
menyelesaikan masalah tersebut. Ketika saya dihadapkan pada situasi yang
sulit saya selalu dipengaruhi oleh pengalaman keagamaan saya di mana
selalu berfikir terdapat seseorang yang dihadapkan oleh kesulitan yang lebih
dari saya. Keyakinan selalu adanya Allah yang tentunya ada dalam ajaran
agama yang saya anut membuat saya selalu merasa hal tersebut
mempengaruhi saya dalam menghadapi masalah dan dalam mengambil
keputusan tentunya.

Agama yang saya anut merupakan identitas agama yang mayoritas.


Dari identitas agama yang mayoritas tentunya saya mendapatkan
keistimewaan-keistimewaan yang akhirnya membuat saya nyaman

6
menjalankan ibadah dimanapun saya berada. Islam merupakan agama yang
mayoritas dalam negera saya, ini membuat saya mendapat kemudahan
dalam mendapatkan fasilitas serta layanan publik. Di mana pun saya berada
selalu mendapat kemudahan dalam menjalankan ibadah solat. Tidak sulit
mendapatkan tempat yang khusus untuk saya menjalankan ibadah solat,
bertebaran dimana-mana masjid ataupun musolah demi terlaksananya
ibadah solat 5 waktu yang menjadi kewajiban setiap umat muslim.

Memiliki agama yang mayoritas juga tidak membuat saya diragukan


oleh masyarakat lain. Terlahir sebagai seorang muslim tentu membuat saya
mendapatkan prasangka-prasangka dari yang baik sampai yang buruk juga
kerap kali hadir. Prasangka baik yang saya dapatkan tentunya mengenai
penilaian diri saya bahwa orang islam itu baik dan memiliki tingkat toleransi
yang sangat tinggi. Hal ini membuat saya yang beragama islam merasa
selalu dihargai dan dianggap baik. Namun terdapat prasangka buruk juga
yang terkadang ini terlontar dari penganut agama mayoritas lainnya seperti
anggapan bahwa islam itu teroris, hal ini masih terjadi di dewasa ini. Hal
inilah akhirnya membuat saya geram dengan penilaian orang lain yang
menyamaratakan seseorang hanya karena agamanya yang sama bukan
berdasarkan penilaian individunya.

Agama yang saya anut merupakan agama yang sangat menjunjung


tinggi nilai toleransi. Di mana nilai tersebut dengan perlahan
terinternalisasikan ke dalam diri saya lalu saya terapkan dalam kehidupan
saya. Nilai tersebut juga tentu mempengaruhi saya dalam bersikap dan
berprilaku kepada orang lain terlebih pada seseorang yang memiliki
keyakinan yang berbeda dengan saya. Nilai toleransi ini juga mempengaruhi
saya untuk tidak bersikap memaksakan kehendak atau pendapat saya
semata tanpa memperdulikan dan menerima pendapat dari seorang yang
beragama lain. Hal ini tentunya menjadi keutamaan dalam proses konseling.
Di mana saya harus memberi pelayanan kepada konseli dengan tidak
menghakimi dan memandang sesuatu dari sudut pandang apa yang sudah

7
saya yakini, melainkan harus melihat sudut pandang konseli yang tentunya
tidak selamanya mendapatkan konseli yang memiliki keyakinan yang sama.

Pengalaman-pengalaman keagamaan yang saya dapatkan sejak saya


kecil tentu sangat mempengaruhi saya dalam memberi pelayanan konseling
nantinya. Di mana diperlukan nilai toleransi yang tinggi, saling menghargai
dan tidak memaksakan kehendak merupakan nilai yang selalu ditanamkan
dalam pengalaman-pengalaman saya mengikuti kegiatan-kegiatan
keagamaan saya. Belajar dari sebuah pengalamaan ketika saya SMA yang
sudah saya ceritakan diatas tentunya akan membuat saya menjadi lebih
memikirkan bahwa sebuah paksaan bukanlah hal yang membuat orang lain
nyaman dan hal tesebut tentunya tidak akan saya terapkan dalam pelayanan
koseling.

Pemahaman mengenai agama merupakan hal yang penting bagi


seorang konselor dan mencintai agama yang dianutnya terlebih dahulu,
dibandingkan dengan memahami agama yang dianut oleh konselinya.
Karena menurut saya setiap agama mengajarkan kebaikan didalamnya,
setiap dari manusia beragama bukan hanya sekedar status melainkan
sebuah tanggung jawab yang dimilikinya dengan Tuhannya. Saat nantinya
calon konselor harus bertemu dengan seseorang dengan latarbelakang
agama yang berbeda, maka hal tersebut bukanlah suatu permasalahan atau
kesulitan apalagi menjadikan agamanya sebagai pembanding permasalahan
karena setiap umat beragama pasti diajarkan untuk saling menerima juga
memberikan toleransi dan kebebasan untuk tiap orang yang beragama. Hal
ini membuat saya merasa pemahaman ini sangat dibutuhkan oleh seorang
calon konselor dalam menghadapi konseli yang berbeda agama.

Pemahaman agama yang saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari


dipengaruhi oleh beberapa buku yang saya baca, buku menjadi penguat
akan keyakinan yang saya miliki mengenai agama yang saya anut. Saya
memiliki dua buku mini dan satu buku berbentuk e-book yang belum lama
saya baca. Dua buku mini ini berjudul Al-Qur’an Sebagai Bukti Nyata
Keterangan dari Allah dan Dasar-dasar Sunah & Keyakinan-keyakinan Islam,

8
lalu satu e-book yang berjudul Pendidikan Islam: memajukan umat
memperkuat kesadaran Bela Negara. Ketiga buku ini membuat saya
semakin memperdalam nilai keagamaan saya. Dua buku mini lebih banyak
berisi mengenai ayat-ayat suci Al-Qur’an dan satu e-book lebih kepada sikap
dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya memperkuat bela negara.

Pada buku pertama yang berjudul Al-Qur’an Sebagai Bukti Nyata


Keterangan dari Allah memiliki beberapa topik yang tentunya dijelaskan
dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Buku ini membahas mengenai kisah Nabi
Musa AS di mana Nabi Musa AS memiliki mukjizat yang di mana mukjizat
tersbeut dimunculkannya menggunakan tongkat yang ia miliki. Beberapa
mukjizat Nabi Musa AS diantaranya adalah tongkat yang bisa berubah
menjadi ular, tangan yang berubah putih bercahaya, menghadirkan angin
topan dan membelah lautan. Selain itu, buku ini juga membahasa mengenai
Rosul Nabi yang ummi. Pada hal ini saya sebagai pengikut junjungan Nabi
besar Muhammad SAW yang merupakan nabi yang ummi. Dalam buku ini
dijelaskan kalau kita mengakui hal tersebut maka marilah kita mengikuti apa
yang telah beliau sampaikan kepada kita dengan kitab Al-Qur’an.

Beliau menyampaikan supaya kita mengerjakan yang ma’ruf dan


melarang yang mungkar, dan beliau menghalalkan yang baik-baik untuk kita,
dan mengharamkan yang buruk-buruk atas kita, dan beliau menyuruh kita
untuk membuang beban-beban yang membebani kita, yang dengan beban
itu kita merasa berat untuk mengerjakan perintah Allah, dan beliau menyuruh
kita supaya kita perlu melepaskan belenggu-belenggu yang membelenggu
kita, supaya kita dapat bertakwa mengabdi kepada Allah dengan benar. Hal
ini membuat saya lebih merasa tidak terbebani dengan beban-bedan yang
terkadang hadir dalam hidup setiap manusia. Buku ini membuat saya
menjadi pribadi yang lebih bersyukur dengan beban-bedan yang ada dalam
hidup saya, dengan hadirnya beban tersebut membuat saya lebih
mendekatkan diri kepada Allah dengan tetap mengerjakan perintah Allah dan
bertakwa mengabdi kepada Allah dengan benar.

9
Buku kedua yang saya baca adalah mengenai dasar-dasar sunah dan
keyakinan-keykinan islam. Buku ini berisi tentang pertanyaan-pertanyaan
mengenai sunah-sunah dan keyakinan-keyakinan mengenai islam. Terdapat
dalam buku ini pembahasan mengenai Iman. Di mana iman itu adalah
dengan perkataan dan perbuatan (qualun wa’amalun). Iman ini menurut
Ahlus Sunnah yang dasar pengambilannya adalah dari Al-Qur’an dan hadits-
hadits yang shahih adalah iman diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan
dan dikerjakan dengan perbuatan. Hal ini membuat saya menjdi terfikirkan
sebagai orang yang mengaku beriman harus mengikuti dan berpegang teguh
pada hadits tersebut, dengan begitu pula saya harus memperhatikan perilaku
saya kepada orang lain. Tertanam dalam benak saya sejak saya mulai giat
mengikuti kegiatan keagamaan adalah jangan sampai mengaku beriman
kepada Allah tetapi dalam hal ucapan dengan perbuatan tidaklah sama. Hal
tersebut menjadikan saya lebih bertanggung jawab akan apa yang sudah
saya yakini dan ucapkan, dari sikap bertanggung jawablah terkadang saya
berfikir kalau orang tersebut dapat dikatakan beriman baik dan benar.

Buku selanjutnya saya dapatkan dari internet, ini adalah e-book yang
membuat saya lebih berfikir luas karena selain membahas keagamaan juga
membahas mengenai sikap keagamaan kita dalam upaya memperkuat bela
negara. Sadari atau tidak dalam Pancasila terdapat nilai-nilai kebangsaan
yang landasan utama pembentukan karakter bangsa terdapat didalamnya
kandungan nilai keagamaan. Menurut saya ini adalah bentuk upaya
meningatkan rasa bela negara yang merumuskan pancasila tersebut agar
berpegang teguh dengan ajaran keagamaan yang dianut setiap masyarakat
Indonesia yang beragama baik islam ataupun yang lainnya. Hal ini
dimaksutkan untuk membentuk karakter kebangsaan yaitu nilai-nilai religius,
tanggung jawab, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat berbangsa, cinta Tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat, dan cinta damai. Penanaman nilai-nilai
tersebut diharapkan akan membentuk karakter anak bangsa dalam upaya
bela negara.

10
Pada buku ini yang membuat saya tertarik adalah mengenai ajaran
Islam tentang kasih sayang. Terdapat dalam surat Al-Anbiya:21:107, ayat ini
menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW yakni
agama islam adalah rahmat bagi semesta alam. Selain itu, Nabi Muhammad
SAWA sendiri mewujudkan rahmat itu pada diirnya dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad SAW adalah rosul Allah SWT yang
selalu diajarkan dalam keluarga saya sebagai teladan umat. Secara tidak
langsung saya menjadi selalu melihat perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad
SAW sebagai acuan saya dalam bertingkah laku. Di mana dalam sejarahnya,
Nabi Muhammad SAW merupakan Nabi yang sangat tabah menjalani
konflik-konflik yang ada terjadi dalam hidupnya, beliau mempertaruhkan
segalanya demi memenangkan agama Allah SWT. Selalu bersikap jujur
dalam hal berdagang kala itu membuat saya menjadi harus memiliki sikap
yang jujur dalam hal apapun.

Nabi Muhammad SAW selalu bersikap toleran kepada umat yang


berbeda, beliau tidak mamaksa seseorang untuk masuk dalam agamanya.
Beliau dengan lemah lembut, keramahan dan kesabaran menyebarkan
agamanya dengan lika-liku kesulitan yang beliau alami, tidak membuatnya
menyerah dan berkecil hati. Hal ini menjadi sebuah patokan saya ketika
nanti saya menjadi seorang konselor. Nilai toleransi, kejujuran, dan tidak
memaksa kehendak orang lain menjadikan landasan utama saya dalam
menjalankan layanan bimbingan dan konseling. Tidak selamanya kita akan
mendapatkan konseli yang memilki nilai keagamaan yang sama dengan kita,
perbedaan tersebut bukanlah menjadi halangan kita membantu konseli
keluar dari keadaan terpuruknya. Memikirkan sudut pandang konseli dan
tidak memaksakan konseli untuk memiliki sudut pandang yang sama dengan
kita adalah hal yang utama demi keberhasilan proses konseling.

11
Daftar Pustaka

Arraiyyah, M. H., & Musfah, J. (2016). Pendidikan islam memajukan umat dan
memperkuat kesadaran bela negara . Jakarta : Kencana .

Haryono, Y. (2011). Al-qur'an sebagai bukti nyata keterangan dari Allah. Jakarta.

Mundzir, A. I. (2010). Dasar-dasar sunah & keyakinan-keyakinan islam . Maktabah


Mu'awiyah bin Abi Sufyan .

12
KONSELING MULTIKULTURAL
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

Dosen pengampu

Dr. Susi Fitri, S. Pd., M.Si.Kons

Disusun oleh

Rahmah Fauziah (1715160675)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


2018
TIMELINE PENGALAMAN KEBERAGAMAAN

Saya
Mengaji
menyukai Nilai
setiap Kehilangan
harinya bahasa arab pendidikan Menyukai
Memiliki Handpone
agama saya sehlata dan
(sebelum Menyukai ijazah 3
pelajaran selalu baik shalawat (kuliah)
SD) (lulus SD)
tajwid,

Ujian No Tidak di Mengajar Perubahan


Kakak saya sekolah MI mentoring izinkan mengaji penampila
mendidik
selama 2 karena untuk orang n dengan
shalat mengikuti sudah tua menggunak
Minggu, paksaan
dengan cara organisasi an
karena
mengancam (SMA)
banyak
(SMA) islam kerudung
panjang
sekali mata (SMA)
sering
pelajaran
dikatakan
so alim

1
Pengalaman dengan memberikan pelajaran agama yang mendalam dari
keluarga saya adalah suatu hal yang sudah tidak terelakan lagi. Sejak kecil ibu saya
sudah menjadi guru mengaji di mushala dekat dengan rumah saya, itu berlangsung
lama hingga saya kelas 1 MI. Ketika generasi ibu saya untuk mengajar di mushala
rasanya sudah saatnya berganti, dibangunlah TPA (Taman Pendidikan Al-Quran)
oleh salah satu saudara saya. Pengajarnya adalah generasi bibi saya dibantu
dengan generasi kakak saya yang saat ini umur 30. Walaupun TPA ini memang
lebih jauh dari rumah saya, namun mengaji adalah sebuah keharusan bagi keluarga
saya dan lingkungan pertemanan pun memang mendukung untuk itu, ketika sore
tiba tepatnya setelah ashar anak-anak seumuran saya berbondong-bondong untuk
mengaji. Kebiasaan tersebut berlangsung hingga saya kelas 1 SMP. Selanjutnya
saya belajar mengaji dengan saudara saya di rumahnya bersama dengan anaknya.
Ketika SMA kelas 11 pun saya memegang kelas tahfidz di mushola dekat dengan
rumah saya sekaligus mengajar ibu tua belajar Al-Quran dimulai dengan mengenal
iqro. Ilmu-ilmu agama sudah melekat pada diri saya sejak kecil.

Kebiasaan ibu, kakak dan saya dapat dilihat dari kacamata tersebut, padahal
disisi lain ada keyakinan bapak saya yang sangat berbeda. Ketika sudah menjelang
umur yang matang, kira-kira saya SMP. Saya ingat betul bahwa ibu mengajak saya
untuk puasa sunah, dengan polosnya saya mengajak bapak saya dan alangkah
terkejutnya, bapak saya melontarkan jawaban “bapak sudah kenyang puasa selagi
masih muda”. Selain dengan puasa, selanjutnya bapak saya memiliki kebiasaan
bahwa ketika shalat diharuskan untuk berjamaah, jika pun tidak maka bapak selalu
memanggil istrinya atau anaknya untuk menunggu beliau shalat sampai selesai.
Namun, ketika saya sudah mulai haid, maka bapak selalu pergi ke masjid dalam 5
waktu, jika tidak maka minta tolong menunggunya. Saya memiliki asumsi bahwa
bapak saya sudah terbiasa untuk shalat secara bersama, keyakinan akan shalat
berjamaah memiliki 27 kebaikan. Hal tersebut sangat berpengaruh pada shalat saya
yang lebih menyukai berjamaah.

Berkaitan dengan shalat, saya juga pernah memiliki pengalaman yang buruk
mengenai kakak pertama saya dan shalat saya. Ketika saya kelas 1 SD kakak
pertama saya mengancam bahwa kalau tidak shalat maka tidak diberi makanan.
Namun konyolnya saya pernah melakukan pembohongan pada masa itu, dengan
cara membasahi muka, rambut, tangan serta kaki dan menunggu beberapa menit di
kamar mandi atau di tempat shalat atau hanya sekedar menggunakan mukena,

1
agar kakak saya mengira bahwa saya sudah selesai shalat. Seiring berjalannya
waktu shalat saya semakin membaik walaupun masih secara terpaksa. Saya sangat
percaya bahwa perlakuan kakak saya agar menjadikan saya orang yang senang
dengan shalat. Didikan tersebut membuat saya merasa sangat gelisah ketika telat
shalat dan saya tidak akan meninggalkan shalat begitu saja. Saya memiliki
keyakinan bahwa shalat merupakan hal yang paling utama ditimbang amalannya di
ala selanjutnya nanti.

Beberapa wejangan-wejangan yang mempengaruhi kehidupan saya


mengenai ajaran agama yang saya anut. Banyak keputusan-keputusan yang
diambil oleh orang tua saya menggunakan ajaran islam. Orang tua saya biasanya
tidak terlalu banyak bicara mengenai ibadah yang baik dilaksanakan dalam Islam.
Mereka menasehatinya melalui perilaku terlaksananya secara langsung. Shalat
sunah yang dilaksanakan oleh ibu saya membuat saya terketuk hatinya untuk
melaksanakan juga, misal dhuha.

Pengalaman menyakitkan adalah ketika saya tidak bisa melanjutkan diri


untuk mengajar salah satu orang dekat rumah yang merupakan pendatang baru.
Saya saat itu masih kelas 11 SMA. Pertama dalam perjalanannya, saya diminta
saudara saya untuk mengajari anak tahfidz, tak lama kemudian sayapun diminta
untuk mengajari al-quran. Menarik adalah ibu tersebut tidak ingin orang lain tahu
bahwa ia baru belajar Al-Quran, ia selalu mengatakan bahwa saya mengajarkan
anakanya tersebut, bagitupun dengan kedua orang tua saya. berkaitan dengan
mengajar, didsisi lain adalah keluarga tersebut beretnis Jawa. Ketika semua sudah
berjalan kurang lebih 6 bulan orang tua saya melarang untuk mengajar lagi,
terutama bapak saya. itu bukan semata-mata larangan untuk mnegajar al-Quran,
namun karena keluarganya sangat kental dengan ajaran Jawa. Kebencian bapak
semakin bertambah ketika keluarga mereka ketika berbicara selalu ingin di
tinggikan. Alasan lain adalah karena anak keluarga tersebut laki-laki semua. Saya
tidak boleh pergi kerumahnya walaupun hanya sekedar untuk bersilaturahmi.
Padahal rumahnya hanya sekitar 100 m dari rumah saya.

Memang sangat berbeda perlakuan orang Jawa dengan orang Betawi. Saya
merasa orang Betawi sulit untuk mengungkapkan kasih sayangnya melalui kata-
kata dan sentuhan. Sedangkan kalau yang keluarga Jawa tersebut memang sangat
menghargai orang yang ada dirumahnya, saya seringkali di ciumi oleh ibunya
tersebut. Ah saya tidak terbiasa dengan perlakuan tersebut, saya malu, terlebih lagi

2
jika orang tersebut melakukannya di depan kedua orang tua saya. Saya jadi berpikir
lagi mengenai ini, bisa jadi orang tua saya melarangnya karena mereka memiliki
rasa cemburu jika ada anaknya yang disayangi orang lain. Saya juga tidak nyaman,
namun yang diri saya sayangkan adalah, saya berhenti memberikan ilmu tanpa ada
kata-kata penutup, saya melakukannya dengan menghindar.

Berkaitan degan komunitas, saat SMA saya mengikuti, saya sempat menjadi
pengurusnya. Namun rasanya pada saat itu saya melakukan sesuatu karena
keterpaksaan, karena ingin di lihat sebahai anak ROHIS. Ya Rohis nama organisasi
yang saya ikuti ketika SMA. Penampilan saya ketika masih menjadi pengurus Rohis
adalah kebohongan. Bagaimana tidak, anak SMA seperti saya ini diharuskan untuk
menggunakan rok dan jilbab yang besar. Tidak hanya itu saya diharuskan untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan keislaman seperti kajian dan lainnya. Selaiin itu saya
pun mengikuti Pramuka. Dalam Pramuka sayapun belajar banyak untuk perbaikan
pengetahuan agama saya. Bisa jadi dikarenakan pembina Pramuka yang memang
merupakan orang yang alim agama. Namun, Rohis ini memang terkadang
bertentangan, anak Pramuka biasanya memiliki sosial yang tinggi, sehingga
hubungan dengan lawan jenis tidaklah menjadi masalah, namun sangat berbeda
dengan rohis.

Sisi lain dari organisasi sekolah, saya mengikuti organisasi di lingkungan


rumah. RISKA 09 (Remaja Islam Karang Taruna RW 09) sebutan organisasinya.
Saya menjalaninya dengan keadaan baik-baik saja. Ketika umur saya dan lamanya
saya di organisasi tersebut memandang anak muda yang baru tidak mau kerja dan
saya ingin sekali untuk diseniorkan. Ketika kepengurusan berganti (bukan dari
orang yang sepandangan dengan saya), saya menarik diri. Perilaku menarik diri
saya tersebut bertepatan dengan saya yang perlu menuntut ilmu jauh dari rumah.
Maka dari itu alasan berkuliah saya merupakan senjata yang ampuh. Padahal saya
mengetahui banyak sekali kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk organisasi
tersebut, karena kegiatan keagamaannya banyak dan tidak hanya kegiatan
keislaman, namun kegiatan Peringatan Hari Besar Nasional pun digarapnya.
Menurut saya hanya nama saja RISKA namun kegiatan nasional pun di urus.
Sebenarnya saya lebih merasa fleksibel dengan RISKA, karena anggota
menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan di dalamnya terdapat ustadz-ustadz
muda yang hanya berbeda beberapa tahun dengan saya.

3
Di setiap kehidupan Tuhan pasti menciptakan kesulitan dan kebahagiaan.
Kebahagiaan ini biasanya didapat dari jiwa-jiwa yang merasa senang. Dalam
kehidupan saya dari masih kecil sampai saat ini saya senang belajar agama. Saya
antusias jika pelajaran agama di sekolah sedang berlangsung. Saya rasa hal
tersebut merupakan didikan dari keluarga untuk mengaji setiap harinya saat masih
kecil hingga remaja. Mengaji setiap hari ketika umur saya masih kecil membuat
saya tidak terlepas keyakinan saya untuk bertahan pada agama ini.

Saya sangat menyukai pelajaran yang berkenaan dengan fiqih. Memperkaya


keilmuan saya mengenai tata cara berkehidupan. Semakin menyadari bahwa
sekecil apapun yang berhubungan dengan Tuhan dan manusia atau bahkan diri
sendiri sudah diatur. Belajar banyak mengenai wanita dalam islam membuat saya
merasakan bahwa menjadi wanita itu akan menjadi mudah jika saya sendiri
meresapinya dan menjalaninya sebagaimana telah diatur. Kesenangan saya
selanjutnya adalah ketika pengambilan raport, dapat dipastikan nilai pelajaran
Agama Islam pasti bagus, pernah hanya 88 karena guru tersebut tidak terlalu dekat
dengan saya dan tidak mengetahui kebiasaan-kebiasaan yang saya lakukan
berkaitan dengan agama. Sangat menakjubkan adalah ketika sama kelas 12 SMA
saya mendapatkan nilai nyaris sempurna yaitu 99, nilai tersebut menjadi tanggung
jawab tersendiri bagi diri saya.

Selanjutnya adalah ketika saya memaknai shalat di awal waktu dan


shalawat. Ketika kuliah semester dua saya merasakan efek dari hal tersebut. Shalat
di awal waktu saya berjalan mulus sejak dari SMA sampai semester dua. yang
memotivasi untuk shalat di awal waktu adalah ketika saya mendekangarkan
perkataan Ustadz Yusuf mansur “siapa yang lebih sukses nantinya 10 tahun
kedepan, orang yang shalat di awal waktu atau yang ketika azan memanggil ia
lambat”. Saya merasakan keajaibannya adalah saya di teguhkan hatinya untuk
tetap menabung sampai pada akhirnya terkumpul uang yang mencukupi untuk
membeli kamera yang saya inginkan. Saya meyakini bahwa apapun yang
didasarkan pada niat dan usaha maka akan tercapai juga. Terpenting adalah
meyakini ada yang Maha Kaya atas diri kita. Bukan hanya dalam hal keyakinan
terhadap agama, saya sangat mempelajari betul ajaran mengenai faedah shalat
bagi kesehatan.

Saya tidak menyukai mentoring, yang padahal saya tahu bahwa di dalam
kegiatan mentoring ada pemberian makna agama. namun saya tidak suka atas

4
keterpaksaan tersebut, terutama dalam hal penampilan. Penampilan sangat diatur
di dalamnya dan saya berpikir untuk apa saya di dalamnya namun saya merasa
tertekan. Sejak SMA sampai sekarang tidak diperbolehkan mengikuti organisasi
agama islam, karena orang tua saya takut anaknya terjerumus kejaran yang tidak
sesuai atau berlebihan. Sayanya juga mengiyakan, sehingga saat ini saya tidak
tertarik dengan organisasi islam, karena sudah memiliki stereotip buruk tersebut.
Dalam hal pergulatan saya bersyukur tidak pernah mengalaminya.

Saya merasakan tekanan adalah ketika SD saya melaksanakan ujian


selama dua 2 minggu. Teman-teman yang lain sudah libur saya masih berkutat
dengan buku dan dengan banyak pelajaran agamanya. Penampilan dengan
berkerudung panjang akan memebrikan penagruh pada saya, saya bebas
menggunakan apa saja. Bukan berarti yang berkerudung panjang memiliki banyak
ajaran agama, saya tidak.

Peribadatan yang dijalani sesuai dengan agama yang saya yakini sangat
mempengaruhi diri dalam menghadapi masalah-masalah yang mudah ataupun sulit.
Saya meyakini bahwa segala pelajaran agama yang dipelajari sejak saya kecil
ketika semua dapat dijalani dengan sempurna maka semua akan menjadi pedoman
untuk menapaki jalan lurus kehidupan. Namun sayangnya, manusia adalah tetap
manusia yang memiliki nafsu dan keinginan yang lebih yang terkadang melenceng,
termasuk saya.

Saya dewasa ini sangat menyukai sepotong ayat Al-Quran surat Ar-Rad: 28
yang berarti “ ingatlah hanya mengingat Allah hati menjadi menjadi tenteram”.
Sepenggal kalimat namun makna yang ada sangatlah menakjubkan. Ayat tersebut
saya mengartikan bahwa ada ketenteraman hati ketika kita sebagai manusia
mengimani Tuhan. Bahwa ketenteraman jiwa merupakan ikut capur tangan Tuhan
juga. Bermakna bahwa ada sesuatu di luar batas kemampuan kita sebagai
manusia, dan ada yang lebih hebat dari luar diriki kita. Kita bisa menentramkan
sendiri, namun ada yang lebih menentramkan lagi. Bagaimana tidak ketika kita
menjadi seorang yang sempurna mengikuti ajarannya Tuhan tidak segn
memberikan apapun untuk hamba-Nya, terlebih lagi hanya urusan hati seperangkat
dengan ketentramannya.

Ada kejadian yang pernah saya alami tidak terlalu berat namun membekas.
Kejadian ini terjadi pada tahun lalu di bulan Agustus kegiatan kepramukaan selama
10 hari. Di malam pertama menjadi panitia telepon genggam saya hilang dicuri oleh

5
orang lain. Pada saat itu saya sangat sedih namun saya memiliki keyakinan bahwa
jika telepon genggam tersebut masih menjadi rezeki saya maka akan kembali.
Seminggu berlalu dan berujung pada hari terakhir perkemahan barang yang sudah
menjadi kebutuhan primer belum kunjung kembali. Semua kesedihan saya tutupi
dengan keyakinan diri bahwa semua akan terganti, semua akan kembali pada-Nya.
Seluruh panitia diberikan uang sebagai ganti transportasi dengan sama rata
sebanyak Rp. 1500.000/ orang kecuali para kepala bagian. Namun jika di total
keseluruhan saya mendapatkan uang dua kali lipat dari pembagian rata-rata. Ya
Tuhan, memang sudah menjadi jalan-Nya, uang kembali, dengan begitu saya
mampu membeli telepon genggam kembali, bahkan tipenya terbaru. Saya suka
senyum-senyum sendiri ketika mengingat itu. Jika masalah berkaitan dengan
keluarga saya pada masa dulu saya belum mampu untuk menceritakannya.

Agama saya merupakan agama mayoritas, terlebih lagi di Indonesia ini.


Agama yang saya yakini sepengetahuan saya merupakan agama terbesar kedua di
dunia setelah Kristen. Jika dikaji secara historis pada saat penyusunan falsafah
negara sila pertama berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, namun saat ini sudah diganti. Hal tersebut sudah
menggambarkan bahwa islam merupakan agama mayoritas dan mendapatkan
keistimewaan lebih.

Keistimewaan lainnya adalah dibentuknya lembaga Pengadilan Agama,


untuk mengurus perkara-perkara yang ada kaitannya dengan orang islam, misalnya
urusan pernikahan, waris, hibah dan lainnya. Selanjutnya pelaksanaan dan
pencatatan pernikahan hanya masyarakat islam yang memiliki pelayanan khusus
melalui KUA. Kembali teringat pada ibadah rukun islam yang terakhir, Kementrian
Agama memiliki tugas untuk mengurus hal yang berkaitan dengan ibadah haji.
Sedangkan di luar Islam tidak di urus oleh pemerintah, misal ke Roma. Saya juga
sudah mulai menyadari bahwa pemberian hari libur pada hari Raya Idul Fitri
sangatlah panjang. Sedangkan yang lain hanya ketika tanggal hari raya saja, atau
ditambah dengan cuti bersama satu hari.

Prasangka saya ada pada orang yang beragama katolik, orang tua saya
selalu mengatakan bahwa orang katolik itu sangat kuat keyakinannya maka dari itu
sulit untuk digoyahkan. Jika dalam sebelum pernikahan ada yang berbeda agama,
maka yang kebanyakan pasangan akan ikut ke katolik. Namun saya merasakan hal
tersebut merupakan kebenaran, namun saya tidak timbul perasaan negatif dengan

6
mereka yang katolik. Saya pasti merasa takjub dengan keyakinan yang ada pada
diri orang yang beragama katolik. Ya mereka kuat dalam pendalaman ajarannya.

Pengalaman-pengalaman yang saya alami mampu membimbing saya dalam


hal memberikan bantuan dalam pengambilan keputusan. Saya sudah lumayan
mendalami ajaran agama saya. sudah saatnya saya belajar mengenai konsep-
konsep yang ada pada agama di luar Islam agar nantinya dapat berpengaruh pada
pada perbaikan proses konseling.

Semua orang memiliki pandangan masing-masing dalam ilmu


keberagamaan. Bukan hanya dirinya dengan agama lain saya namun juga dengan
agamanya sendiri. Keterampilan seorang konselor mengenai agama merupakan
modal dasar. Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan
petunjuk bagi mengenai berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan dan
pengembangan mental sebagai seorang konselor.

Saya akan membawa sesi konseling adalah kekuatan mengenai agama diri
sendiri di antaranya penyadaran diri konseli bahwa manusia memiliki hawa nafsu
dan ada setan yang selalu menggoda manusia. Maka dari itu jika manusia
melakukan kesalahan merupakan suatu hal yang bisa diwajarkan, Tuhan juga Maha
Pemaaf. Pemaaf tersebut bukan berarti kita sebagai manusia melakukan kesalahan
terus menerus. Maka dari itu, keimanan akan agamanya perlu kuat agar dapat
menghalau semua rintangan yang mendera si manusia.

Saya memiliki biasa dan merasakan bahwa agama yang saya yakini
merupakan agama yang paling benar dan paling sempurna. Saya merasakan
bahwa orang yang di luar agama merupakan orang yang berbeda. Namun saya
sangat toleransi terhadapnya, mereka pun pasti memiliki keyakinan yang sama
dengan saya bahwa agama yang di anutnya merupakan agama yang paling
sempurna.

Pemahaman mengenai agama dapat berpengaruh pada konselor dalam


proses konseling. Biasanya diri konselor merupakan suatu hal yang unik yang ada
pengaruhnya pada agama selain keluarga. Variasi kepercayaan terhadap sesuatu
dipengaruhi oleh kepercayaannya (agama). Begtipun seorang konselor tidak boleh
membeda-bedakan berasal dari agama konselinya, semua memiliki kesamaan
kepentingan yaitu konseling. Kepentingan selanjutnya adalah untuk proses

7
interaksi, konselor perlu menyesuaikan pola interaksi dengan mereka yang berbeda
keyakinan dengan konselor.

Buku yang saya baca membawa saya pada pemahaman bahwa agama
yang saya yakini mengatur segalanya. Memberikan pemahaman juga bahwa islam
bukan hanya sebagai ritual saja. Islam berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan
manusia dan memberikan nilai-nilai tersendiri. Pedoman merupakan kata yang
pantas untuk dijadikan sebutan dari agama. Banyak yang diatur di dalamnya, mulai
dengan hubungannya dengan manusia secara horizontal dan vertikal hubungan
dengan Tuhan, dari hal kecil yang dilakukan sehari-hari sampai pada hal-hal yang
besar. Isinya merupakan hal yang berkaitan dengan penciptaan manusia itu sendiri.
sebagai manusia seharusnya kita bersyukur dengan terciptanya kita sebagai
makhluk yang sempurna daripada makhluk lain.

Buku yang saya baca juga memberikan pemahaman bahwa proses dan
tujuan Tuhan menciptakan agama Islam ini. Membangkitkan kesadaran bahwa
kehidupan manusia memerlukan peraturan untuk menjalani kehidupan. Agama yang
diyakini merupakan bentuk sistem dan kekhasan watak manusia yang berbeda –
beda membuat hukum-hukum yang ada dan berbeda-beda.

8
Refleksi Agama

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur yang
Diampu oleh Dr. Susi Fitri S.Pd., M.Psi. Kons

Disusun Oleh :
Rani Desinta
1715160586

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

0
Timeline

Sabtu. 06 Desember Mengaji di TPQ di Belajar sholat, Masuk SMP awal Usaha mendapatkan Sampai sekarang
masih rutin
1997. Saya lahir dari masjid-masjid dekat saat awal ikut memakai SNMPTN dan
melaksanakan
keluarga yang rumah. TPQ. jilbab/kerudung. BidikMisi. berpuasa senin kamis,
melaksanakan sholat
berlatar belakang
sunah, dan rutin
agama Islam. mengaji setiap hari.
Dan mulai yakin
jilbab sebagai
identitas.

Pernah dimarahin Berpindah-pindah Saat SD belum lancar


oleh guru ngaji dan tempat mengaji. membaca Al Quran.
mendpat hukuman
merapihkan sandal.

1
Dalam keluarga saya, sholat lima waktu merupakan ibadah yang dianggap
sangatlah penting. Ayah dan ibu selalu menuntut anak-anaknya untuk selalu
melaksanakan ibadah wajib tersebut. Karena mereka menganggap itu sebagai patokan
dan pegangan kami dalam hidup dimasyarakat. Hal itu membuat saya terbiasa untuk
melaksanakan ibadah wajib bagi orang islam itu. Dalam urusan mengaji orang tua saya
tidak terlalu menuntut, namun selalu mendorong anaknya untuk berangkat mengaji.
Dan memberikan fasilitas lebih jika itu untuk urusan mengaji. Walaupun mereka tidak
keras dalam mengajarkan nilai agama ke pada anak-anak merkea. Tetapi pada
akhirnya anak-anak mereka secara mandiri,mempelajari berbagai ajaran dalam agama
Islam. Entah itu sholat, mengaji, ataupun ibadah sunah lainnya

Saya akan menceritakan pengalaman saya dalam mengikuti TPQ di berbagai


tempat. Saya terbilang sering berpindah pindah tempat mengaji, dengan berbagai
alasan di baliknya. Yang pertama saya mengaji di TPQ di Masjid Baitulmuslimin, saya
bertahan cukup lama hampir 2 tahun. Sudah masuk ke jenjang Al Quran, dan pada
akhirnya saya keluar karena merasa kurang lancar membaca Al Quran. Saya merasa
cara pengajarannya salah, saat mengaji kita diminta mengikuti bukan secara mandiri
membaca sendiri. Sehingga kita tidak tau dimana kesalahan yang kita perbuat. Setelah
keluar saya masuk ke TPQ Masjid Baitulaman, setahun saya bertahan. Pada akhirnya
keluar juga. Di karenakan mendapat omelan dari guru mengaji saya tidak hanya
omelan tetapi juga dihukum merapihkan sandal. Hal ini di sebabkan karena saya berisik
saat mengaji. Seharusnya saya tidak sakit hati dan memutuskan tidak berangkat.
Tetapi dulu saya kan masih kecil, sehingga masih mengikuti ego. Yang terakhir ini saya
mengaji saat kelas 6 SD di dekat masjid rumah sahabat saya, jaraknya lumayan jauh.
Tentunya ingin mempelajari kembali setelah lama berhenti mengaji sejak kelas 3 SD.
Alasan utama saya memilih di sana, karena bersama sahabat saya. Dan akhirnya pun
sama hanya bertahan satu bulan.

Dimasa SMA bisa dikatakan masa kebangkitan saya kembali tertarik dengan Al Quran.
Ingin kembali mengenal dan memehaminya. Dengan cara mengaji dengan teman
ataupun belajar sendiri. Membuat saya semakin cinta dengan Al Quran. Dengan
membaca Al Quran membuat saya merasa tenang dan merasa semakin dekat dengan

2
Alloh SWT. Rutinitas mbaca Al Quran masih saya lakukan sampai saat ini dan mulai
mempelajari arti dibalik setiap ayat yang ada.

Banyak tradisi di dalam etnis saya yang bisa dibilang bertentangan dengan syariat-
syariat islam sendiri. Saya akan menyebutkan beberapa tradisi yang sangat menonjol
bertentangan.

Pertama, Sedekah Laut, suatu tradisi masyarakat jawa yang di lakukan satu tahun
sekali di tanggal satu Suro, berbentuk pelarungan beberapa hasil bumi dan kepala
banteng kelaut. Bentuk rasa syukur para nelayan kepada tuhan YME telah di berikan
ikan yang melimpah dari lau. Sangat jelas pelarungan hasil bumi dan kepala banteng
ke laut, dilarang di dalam agama Islam, karena dianggap mubazir.

Kedua, nyekar dan sesajenan. Ini sering dilakukan para tetua di masyarakat jawa
pada saat akan melakukan acara besar. Seperti hajatan, sunatan, atau sebelum
memetik padi. Hal ini mereka anggap harus dilakukan, untuk menghormati para arwah
orang terdahulu yang sudah meninggal yang dianggap menjaga tempat itu. Dengan
bentuk membuat sesajen diletakan di tempat-tempat tertentu. Dan melakukan doa-doa
meminta keselamatan dan kelancaran dalam melakukan kegiatan. Di dalam agama
Islam ini dianggap musrik karena mengakui adanya zat lain selain Alloh SWT.

Hal-hal seperti ini yang terkadang saya ragu dan bingung untuk mengarahkan diri
saya untuk berpegang kepada agama atau tradisi turun temurun. Menjadi beda dalam
masyarakat bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tetapi bertentangan dengan
hati nurani pun sesuatu yang sulit.

Saya tidak banyak mengikuti komunitas keagamaan, hanya TPQ. Itupun saat saya
masih anak-anak. Karena saya lebih tertarik ke hal-hal yang berkaitan dengan
olahraga, tetapi bukan berarti saya tidak berminat kegiatan keagamaan. Walaupun
begitu terkadang saya mengikuti pengajian di lingkungan rumah saya, itupun jika
bersama ibu. Saya mulai malu untuk mengikuti kegiatan pengajian. Karena banyak
anggapan, bahwa mengikuti pengajian hal yang dilakukan oleh ibu-ibu saja. Padahal
tidak ada salahnya anak muda mengikuti pengajian, bukankah itu hal yang positif.
Tetapi saya terseret kedalam anggapan salah itu, dan membuat saya malu untuk
mengikuti pengajian.

3
Ada beberapa pengalaman-pengalaman yang masih saya ingat ketika kanak-
kanak, remaja, dan juga dewasa, walaupun banyak yang lupa. Pertama saya akan
bercerita di masa kanak-kanak. Bisa dikatakan ini merupakan masa dimana saya
banyak memiliki kenangan berkaitan keagamaan dengan ibu. Ibu merupakan orang
selalu mendorong saya untuk belajar agama. Dari mulai mengantar mengaji, menemani
saya mengaji, dan mengajak saya mengikuti pengajian di lingkungan saya. Ibu selalu
mengajak saya megikuti acara pengajian walaupun ia tau,pada akhirnya saya hanya
akan tidur bukan mendengarkan pengajian tersebut. Namun ia tidak pernah
menganggap itu sia-sia. Mungkin ibu ingin menciptakan momen-momen yang belum
tentu terjadi kembali di saat saya sudah dewasa.

Dimasa SMP, masa awal saya menggunakan jilbab. Namun saya akan
menceritakan pengalaman lain yaitu tadarus Al Quran. Di masa ini juga merupakan
masa-masa saya jauh dari kegiatan-kegiatan keagamaan. Tetapi ada satu kegiatan
yang selalu saya ikuti setiap tahunnya. Yaitu tadarus bersama di bulan Ramadhan
dimushola dekat rumah saya. sampai saat ini ini kegiatan yang paling mengenang.
Tidak hanya mendapatkan nilai agamisnya tetapi juga menciptakan hubungan
persaudaraan dengan anak-anak seumuran saya sekitar rumah. Pernah saya bersama
anak-anak yang lain menginap di mushola untuk melakukan atau menunggu malam
lailatul kodhar bersama dan tidur di mushola. Jalan-jalan pagi sehabis sholat subuh dan
tadarus pagi. Dan itu merupakan kegiatan tahunan yang di masa dewasa ini saya
sudah tidak bisa mengikutinya. Karena kuliah di luar kota, dan biasanya saya pulang
kerumah h-5 sebelum lebaran, dan sibuk dengan kegiatan buka bersama bersama
teman. Sangat sulit untuk merasakan moment yang sama seperti dulu.

Pada masa akhir SMA atau kelas 12. Merupakan masa dimana saya disadarkan
akan kekuasaan Alloh SWT sebenarnya. Berjuang mendapatkan SNMPTN dan Bidik
Misi. Membuat saya semakin mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Tidak hanya belajar
dengan giat tetapi juga berikhtiar seperti melaksanakan sholat sunnah dan puasa
sunnah. Namun semua yang saya lakukan tidak sia-sia, semua yang saya inginkan
tercapai dengan diterima di UNJ dan Bidik Misi pun diterima. Di masa itu saya sangat
bersyukur. Dan semakin percaya atas kekuasaan Alloh. Tidak ada yang tidak mungkin
kalo kita ingin berusaha dan berikhtiar. Seperti yang dijelaskan dalam Surah Ar-Ra’d

4
ayat 11 yang berisi “Sesungguhnya Alloh tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.

Di masa dewasa saat ini, saya sudah mulai terbuka dengan perbedaan agama.
Dengan keluar dari zona nyaman, atau berkuliah jauh dari orang tua dan tempat
tinggal. Saya banyak belajar tentang agama baik itu dalam diri sendiri atau lingkungan.
Dari dalam diri sendiri, saat ini saya sudah mulai bertanggung jawab atas apa yang
saya perbuat dan saya lakukan, tentunya berkaitan dengan ibadah. Hidup sendiri
membuat saya semakin dewasa untuk bertanggung jawab atas diri sendiri. berbeda
dengan dirumah, jika kita lupa sholat ada ibu dan ayah yang mengingatkan, jika
melakukan kesalahan orang tua yang mengingatkan. Disini tanpa adanya orang tua,
saya belajar mengambil keputusan dan melaksanakan kewajiban. Kalo bukan diri kita
yang mengingatkan atau ingat, siapa yang akan mengingatkan.

Berkuliah di Universitas Negeri Jakarta, saya belajar akan memahami adanya


perbedaan agama yang kita miliki. Baik itu berbeda agama ataupun sama-sama Islam.
Walaupun bukan Universitas Islam, namun saya akui di UNJ. Keagamisannya kuat
atau kental, tidak hanya islam tetapi agama-agama lain disini bisa menunjukan diri
dengan adanya berbagai organisasi-organisasi keagamaan. Saya akan bercerita
tentang pengalaman saya awal masuk di UNJ. Karena saya berasal dari daerah bisa di
bilang kampung. Yang masyarakatnya homogen identitas agamanya.

Di UNJ saya banyak melihat berbagai aliran agama Islam yang terlihat dari cara
berpakaiannya. Memakai jilbab besar berpakainan gamis, dan juga bercadar. Dan juga
dalam sholat. Disini orang-orang menganggap hal itu wajar. Tetapi saya yang berasal
dari masyarakat homogen yang memiliki pandangan negatif terhadap orang orang
bercadar. Memandang hal itu berbeda dan aneh. Namun saya mulai beradatasi dan
memahami akan ke heterogenan agama islam disini. Yang membuat saya mulai
merubah cara pandang saya. Tidak lagi memiliki cara pandang orang awam, yang
menjudge orang dari penampilan fisik. Dan terbuka atas perbedaan baik itu perbedaan
dalam agama Islam ataupun dengan agama-agama yang lain.

5
Sebenernya saya sudah lupa dengan pengalaman masa lalu yang kurang
menyenangkan tentang agama. Yang saya masih ingat ialah ketika guru ngaji saya
marah kepada saya saat saya berisik ketika beliau menjelaskan. Pengalaman ini bukan
berkaitan dengan keyakinan agama tetapi merubah saya untuk menghormati orang lain
saat berbicara. Ini hal yang masih saya latih saat ini. Karena sebagai konselor, kita
harus mengahargai konseli saat berbicara dan tidak boleh memotong omongan konseli.

Dimasa saya dewasa saat ini pasti banyak yang membuat saya bergulat atau
bertentangan dengan agama yang saya miliki. Pacaran sudah dianggap wajar oleh
masyarakat. Namun itu dilarang oleh agama islam. Banyak hal-hal yang akan kita
lakukan jika kita berpacaran. Itupun yang saya lakukan. Pacaran membuat saya
banyak melakukan hal-hal negative yang dilarang agama.

Saya sangat percaya dengan kita berserah diri atau bertawakal kepada Alloh,
disaat kita menghadapi suatu masalah. Kita kan mendapatkan jawaban akan kesulitan
itu. Ada salah satu ayat di dalam alquran yang sangat saya pegang teguh tertanam
dalam kepribadian saya dan sebagai landasan saya dalam bertindak.

Yaitu surah Ar-Ra’d ayat 11 yang berisi “Sesungguhnya Alloh tidak merubah
keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri”. Ini yang membuat saya selalu berusaha disertai ikhtiar untuk mendapatkan
apa yang saya inginkan. Contohnya saat pendaftaran SNMPTN yang membuat saya
bingung menentukan prodi dan universitas. Saya berusaha keras belajar disertai
dengan ikhtiar untuk memecahkan masalah dan menemukan jawaban dari masalah
tersebut. Quran Surah At-Insyirah ayat 5-6 “Maka sesungguhnya bersama kesulitan
ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”. Ini membuat
saya yakin, Alloh SWT selalu menunjukan jalan dimana saat kita mengalami kesulitan
dalam hidup. Yang membuat saya selalu berserah diri kepada alloh disaat mengalami
masalah. Karena hanya kepadanya lah kita dapat mendapatkan segala jawaban dari
apa yang kita hadapi.

Agama islam merupakan agama mayoritas si negara Indonesia ini. sebagai


penganut agama islam, saya sendiri banyak mendaptkan hak previlage di dalam
masyarakat, yang mungkin juga di rasakan semua umat Islam. Dalam penyediaan
fasilitas-fasilitas umum tepatnya tersedianya tempat ibadah, lebih di dominasi oleh

6
masjid di berbagai tempat. Itu disebabkan oleh jumlah penganut agama islam yang
lebih banyak. Dan saya merasa lebih banyak mendapatkan hak istimewa berbicara di
dalam masyarakat, sebagai agama yang dominan di Indonesia.

Kedominasian agama yang saya miliki bisa berakibat pada pelayanan konseling
yang akan saya berikan kepada klien. Akan menciptakan pandangan bias agama pada
klien. Bisa jadi klien akan memandang bahwa kita akan memberikan nasihat-nasihat
yang ada dalam agama Islam. Terutama untuk klien yang berbeda agama dengan kita.
Apa lagi dengan saya berkerudung, klien bisa saja mereka langsung berubah pikiran
untuk menceritakan masalah mereka. Kita wajib berpegang dengan agama yang kita
miliki, tetapi kita tidak boleh menganggap keyakinan agama klien salah. Dan
membanding-bandingkan ataupun memaksakan keyakinan yang kita miliki kepada
klien. Sebagai konselor harus menghilangkan bias agama dalam diri kita. Kita harus
semakin terbuka dengan perbedaan.

Kekuatan agama yang dapat kita gunakan dalam konseling. Berupa


pengalaman yang kita miliki berkaitan dengan agama. Jika konsel beragama Islam. kita
bisa menceritakan pengalaman-pengalaman kita berkaitan dengan apa yang kita yakini
kepada konseli. Tanpa berunsur menasihati. Tetapi bertujuan memotivasi. Seperti ayat-
ayat yang ada dalam Al Quran yang konselor yakini, bisa sebagai contoh untuk
menguatkan konseli dalam menghadapi masalah yang mereka hadapi. Jika konseli kita
memiliki agama yang berbeda dengan kita. Kita bisa mendengarkan berbagai
keyakinan yang ada dalam agamanya. Dan bisa menggunakan itu sebagai memotivasi
dia untuk keluar dari masalah yang ia hadapi.

Setelah mempelajari konseling multikultur saya mulai menyadari bahwa banyak


bias-bias yang saya miliki dan juga stereotypeing terhadap beberapa agama selain
agama Islam. Pengalaman yang pernah saya alami yaitu, saya pernah berkunjung ke
Klenteng atau tempat ibadah orang agama Konghucu untuk berfoto-foto. Sebelum saya
masuk, saya merasa ragu dan takut. Karena saat itu saya memakai jilbab yang
menjunjukan identitas agama saya, yaitu islam. Namun keraguan itu terbantahkan
dengan sambutan ramah penjaga Klenteng tersebut. Yang membuat saya berkata
“Ternyata orang agama Konghucu itu baik, tidak seperti yang saya bayangkan”. Dari

7
kata-kata saya tersebut, dapat dilihat bahwa terjadi stereotype yang tanpa sadar
melekat dalam diri saya.

Sejujurnya masih terdapat bisa-bias di dalam diri saya terhadap orang-orang agama
lain. Hal ini akan mengganggu saya dalam melaksanakan konseling. Yang akan
berakibat pada ketidak profesionalan. Oleh karena itu saya mulai belajar
menghilangkan bisa-bias agama yang terjadi dalam diri saya. Untuk menjadi konselor
yang professional.

Pemahaman agama di dalam konselor dianggap penting karena sebagai pedoman


atau pegangan dalam diri untuk melakukan konseling. Jelas terlihat di dalam tiga
komponen dalam kepribadinan konselor yaitu spiritual, teoritis, dan sosial. Menunjukan
bahwa pemahaman agama harus dipahami dengan baik oleh seorang konselor.
Sehingga ia akan memiliki penghalang untuk terhindar dari pengaruh-pengaruh yang
bisa terjadi dalam konseling. Namun kita tidak boleh melibatkan ajaran agama yang kita
miliki di dalam konseling, dan meragukan atau membanding-bandingkan agama klien
dengan ajaran yang kita miliki.

Didalam yang berjudul Psikologi Agama (Kepribadian Muslim Pancasila) karya


Abdul Aziz, buku ini memuat pengertian kesadaran beragama dan kesadaran individu
dalam beragama pada masa anak-anak dan remaja. Pengertian kesadaran beragama
di dalam buku tertulis meliputi rasa keagamaan, pengalaman ke-Tuhanan, keimanan,
sikap, dan tinigkah laku keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dan
kepribadian. Kematangan kepribadian yang dilandasi oleh kehidupan agama akan
menjunjukan kematangan sikap dalam menghadapi berbagai masalah, norma, dan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Didalam buku ini menjelaskan gambaran pada masa remaja menjadi lebih luas dan
lebih kaya, karena tidak saja meliputi realitas yang fisik, tetapi mulai melebar ke dunia
dalam yang psikis dan rohaniah. Individu pada masa remaja mulai mengerti bahwa
kehidupan rohaniah itu meliputi sifat dan hukum tersendiri dan merupakan satu dunia
yang tidak dapat disamakan begitu saja dengan dunia fisik yang mempunyai dimensi
ruang. Individu mulai memiliki pengertian yang di perlukan untuk menangkap dan
mengelolah dunia rohaniah. Ia mulai menghayati dan mengetahui tentang agama dan
makna kehidupan Bergama. Dan mulai melihat berbagai macam filsafat dan

8
pandangan hidup. Yang berakibat individu memiliki perspektif yang lebih luas dan kritis.
Jika dilihat dari ciri-ciri diatas, saya sudah mengalami kematangan beragama di masa
dewasa. Yang saya tuliskan dalam dua pengalaman yang saya tuliskan diatas, yaitu.

Pengalaman pada masa akhir SMA atau kelas 12. Berjuang mendapatkan
SNMPTN dan Bidik Misi. Membuat saya semakin mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
Tidak hanya belajar dengan giat tetapi juga berikhtiar seperti melaksanakan sholat
sunnah dan puasa sunnah. Namun semua yang saya lakukan tidak sia-sia, semua
yang saya inginkan tercapai dengan diterima di UNJ dan Bidik Misi pun diterima. Di
masa itu saya sangat bersyukur. Dan semakin percaya atas kekuasaan Alloh. Tidak
ada yang tidak mungkin kalo kita ingin berusaha dan berikhtiar. Seperti yang dijelaskan
dalam Surah Ar-Ra’d ayat 11 yang berisi “Sesungguhnya Alloh tidak merubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. di
dalam pengalaman ini saya mulai mengerti cara menangkap dan mengelola dunia
rohani.

Dan juga dalam pengalaman Berkuliah di Universitas Negeri Jakarta, saya belajar
akan memahami adanya perbedaan agama yang kita miliki. Baik itu berbeda agama
ataupun sama-sama Islam. Walaupun bukan Universitas Islam,namun saya akui di
UNJ. Keagamisannya kuat atau kental, tidak hanya islam tetapi agama-agama lain
disini bisa menunjukan diri denganadanya berbagai organisasi-organisasi keagamaan.
Saya akan bercerita tentang pengalaman saya awal masuk di UNJ. Karena saya
berasal dari daerah bisa di bilang kampung. Yang masyarakatnya homogen identitas
agamanya.

Di UNJ saya banyak melihat berbagai aliran agama yang terlihat dari cara
berpakaiannya. Memakai jilbab besar berpakainan gamis, dan juga bercadar. Dan juga
dalam sholat. Disini orang-orang menganggap hal itu wajar. Tetapi saya yang berasal
dari masyarakat homogen yang memiliki pandangan negatif terhadap orang orang
bercadar. Memandang hal itu berbeda dan aneh. Namun saya mulai beradatasi dan
memahami akan ke heterogenan agama islam disini. Yang membuat saya mulai
merubah cara pandang saya. tidak lagi memiliki cara pandang orang awam, yang
menjudge orang dari penampilan fisik. Dan terbuka atas perbedaan baik itu perbedaan

9
dalam agama Islam ataupun dengan agama-agama yang lain. Dalam pengalaman ini
saya sudah mulai terbuka dengna berbagai persepektif yang lebih luas dan kritis.

10
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur
yang Diampu oleh
Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si, Kons

Riska Oktavianti 1715160760


BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
TIMELINE

Sejak di
Jika bulan SMK, saya
Sewaktu puasa, di melaksana Dalam
Saya dan TK sampai SMP saya kan Melakukan kondisi
keluarga SMP saya Setiap melaksana tadarus shalat apapun
saya ngaji di Saya hafal Jum’at di kan Shalat setiap pagi tahajud selalu
beragama TPA tiap asmaul SMP, saya Dhuha selama menjelang melibatkan
Islam sore husna keputrian bersama 15menit ujian Tuhan

Mulai Saya Sejak


pertengah memiliki kuliah,
an SMP teman terkadang
saya tidak dekat saya
ngaji lagi, lawan melalaikan
karena jenis shalat
saya (pacar) karena
pulang kelelahan
sore

1
Keluarga inti dan keluarga besar saya mayoritas beragama Islam. Namun,
keluarga saya bukan termasuk kedalam keluarga yang fanatik akan beragama.
Keluarga saya hanya taat kepada agama yang kami anut. Dengan begitu tidak
menutup kemungkinan bahwa kami juga sering ikut serta dalam acara-acara
keagamaan. Keluarga kami memang kurang berbaur dengan lingkungan sekitar
kami. Di lingkungan kami biasa mengadakan yasinan bersama setiap malam jum’at
dirumah tetangga kami. Karena orangtua saya sibuk, lalu orangtua saya
menyarankan bahwa saya ikut pengajian tersebut sebagai perwakilan dari keluarga
kami. Akhirnya saya berkumpul yasinan bersama lingkungan saya, dan orangtua
saya yasinan dirumah.

Kegiatan tersebut dahulu rutin diadakan setiap malam jum’at, namun saya
tidak tahu mengapa sekarang kegiatan positif tersebut malah berhenti dan saya
tidak mengetahui penyebabnya apa. Jika saya datang ke acara tersebut, maka
orangtua saya selalu memberikan makanan kepada orang-orang yang datang. Di
acara tersebut jika yasinan sudah selesai, selanjutnya kita ada makan makanan
ringan sambil berbincang-bincang. Terkadang juga ada ceramah kecil yang
dilakukan oleh pemadu pengajian tersebut.

Dari kegiatan tersebut saya menjadi sadar bahwa kemana anak-anak muda
seusia saya dahulu, yang datang mayoritas orang tua saja yang membawa anak
kecilnya. Dan yang anak-anak mudanya hanya saya dan teman saya saja.
Ustadznya pun menanyakan kepada saya, kemana anak muda yang lainnya. Saya
hanya bisa menjawab tidak tahu, karena saya tidak suka bermain di lingkungan
rumah saya. Keluarga saya meminta harus rajin ibadah, karena orangtua didoakan
oleh doa anak yang shaleh akan menjadi berkah. Dengan kegiatan tersebut juga
saya menjadi hafal surat yasin pada saat itu. Saya juga bangga kepada keluarga
saya karena telah mengajarkan arti kehidupan dalam beragama yang begitu
penting. Meskipun keluarga saya tidak terlalu fanatik dalam beragama, namun
mereka paham dan taat kepada agama yang dianutnya.

Keluarga saya kental dengan etnis Sunda. Etnis Sunda sendiri sangat
diajarkan untuk hidup beragama dan saling bergotong-royong. Pengalaman
bergama di etnis saya yaitu di etnis Sunda biasanya mengadakan acara 4bulanan
untuk Ibu yang sedang hamil. Biasanya acara tersebut diawali dengan sisiraman,
yaitu Ibu yang disiram dengan air kembang yang sudah diberi doa oleh Ustadz. Lalu

2
air tersebut disiramkan kepada Ibu yang sedang hamil oleh keluarga terdekat atau
kepada sepuh atau pemuka agama di daerah sekitar.

Sebelum acara sisiraman dilakukan, biasanya diadakan pengajian terlebih


dahulu. Pengajian tersebut biasanya dilakukan untuk memanjatkan doa dan ucapan
terimakasih kepada Tuhan karena telah memberikan karunia yang luar biasa. Lalu
pengajian tersebut juga memohon agar anak tersebut menjadi anak yang
shaleh/shalehah serta persalinannya lancar. Biasanya pengajian tersebut dipandu
oleh Ustadz atau sepuh yang berada di daerah saya. Setelah pengajian selesai,
barulah sisiraman tersebut dilakukan.

Pengalaman keagamaan yang menyenangkan yaitu pada saat saya masih


mengaji di TPA tempat saya menimba ilmu. Di TPA saya itu terdapat tingkatan
membaca, misalnya kelas Iqra, Juz Amma, Al-Qur’an dan kelas tersebut dipisah
sesuai tingkatan. Tidak hanya sekedar mengaji, saya juga diajarkan ilmu tajwid
yang ada pada Al-Qur’an. Kegiatan TPA saya dimulai dengan membaca surat-surat
pendek terlebih dahulu, lalu menulis yang diperintahkan oleh Guru kami, sembari
kita menulis biasanya ada yang maju satu-satu ke Guru kami untuk membaca Al-
Qur’an sesuai yang sudah kita baca.

Kelas Iqra lebih banyak muridnya dibanding kelas Al-Qur’an, sedangkan


yang mengajar di Iqra hanya 2 dan itu memakan waktu yang banyak. Dengan
begitu, terutama saya diminta untuk membantu mengajarkan anak-anak Iqra untuk
membaca. Perasaan bangga dan senang berada pada diri saya, karena hal tersebut
menjadi penghargaan tersendiri untuk saya. Dimana seusia saya pada saat itu lebih
memilih untuk bermain dibanding mengaji. Dan mereka yang muda membaca Al-
Qur’an masih terbata-bata belum lancar. Saya juga senang karena diusia saya yang
masih muda saya bisa membangun sisi positif yang mengalir pada diri saya. Kini
pengalaman tersebut bisa saya jadikan motivasi untuk saya, dahulu saja saya bisa
mengamalkan nilai-nilai keagamaan yang ada pada diri saya, tetapi mengapa
sekarang rasanya begitu sulit untuk melanjutkan pahala tersebut. Tetapi keyakinan
saya terhadap agama saya sangat kuat. Saya yakin akan agama saya, bahwa yang
diajarkan di dalam agama yang saya anut pasti mengandung arti dan makna
tertentu. Semua masalah yang dihadapi manusia pasti jawabannya terdapat di
dalam kitab Al-Qur’an yaitu kitab agama Islam.

3
Pengalaman menyenangkan lainnya yaitu ketika saya diminta oleh Ustadz di
TPA saya untuk ikut serta dalam khataman Al-Qur’an dan saya diminta untuk
membacakan asmaul husna tanpa melihat. Lalu dengan giat saya menghafalnya,
agar sampai nanti hari H saya bisa hafal dan bisa tampil di depan orang banyak
dengan lancar dan tenang. Ilmu tersebut dapat menambah hafalan saya mengenai
Al-Qur’an dan dapat bermanfaat untuk saya sampai saat ini. Saya juga memiliki
sertifikat bahwa saya sudah khatam membaca Al-Qur’an. Hal tersebut menjadi
sebuah kebanggan untuk saya.

Sebenarnya ini bukan pengalaman yang tidak menyenangkan, namun ada


sesuatu yang saya rasa iman saya sangat cetek. Pada waktu SMK saya mengikuti
acara keagamaan yang pergi ke Bogor. Acara tersebut akan dihadirkan seorang
Ustadz, namun ternyata Ustadz tersebut tidak bisa datang dan meminta temannya
untuk menggantikan Ustadz tersebut. Ustadz tersebut mengaku bernama Joshua.
Lalu saya berpikir bahwa nama Joshua itu identik dengan agama Kristen atau yang
lainnya. Entah Ustadz tersebut mualaf atau tidak. Tetapi gelagat Ustadz tersebut
seperti menunjukkan bahwa beliau bukan Islam, dari cara dia memberi salam pun
beliau mengucapkan “Selamat Malam” yang padahal biasanya Ustadz memberi
salam dengan salam Islam.

Kemudian Ustadz tersebut bertanya kepada kami “sejak kapan kami Islam?”
“mana buktinya kalau kamu Islam?” Lalu kami pun menjawab sebisa dan
sepengetahuan kami. Ustadz tersebut juga seperti merendahkan agama kami,
membanding-bandingkan agama Islam dengan Agama lain. Pertanyaan tersebut
membuat saya kesal dan saya merasa bahwa iman saya sangat rendah dan tidak
tahu apa-apa mengenai agama saya sendiri. Disitu saya sadar bahwa jika saya
tidak mempunyai bekal ilmu yang lebih, maka dengan mudahnya kita bisa dibodoh-
bodohkan oleh orang lain, kita bisa direndahkan kapan saja. Dan ternyata Ustadz
tersebut adalah Ustadz yang sebenarnya, beliau hanya berpura-pura saja seperti
beragama lain, beliau hanya mengetest sejauh mana iman kami dan seberapa
dalam ilmu kami mengenai agama. Dengan pengalaman tersebut tidak membuat
saya goyah akan agama yang saya anut, justru membuat saya menjadi lebih ingin
tahu dan ingin mendalami apa saya yang ada di dalam agama saya.

Keyakinan saya mengenai agama Islam turut mempengaruhi saya dalam


setiap kehidupan saya serta masalah-masalah yang terjadi pada saya. Saya pernah
mengalami sebuah masalah di mana orangtua saya sedang ada masalah berdua,

4
sehingga mereka bertengkar dan hampir bercerai. Pada saat itu saya lemah, saya
hanya bisa menangis dan menyalahkan keadaan. Ketika itu saya menjadi lebih
sering mendekatkan diri kepada Tuhan dan meminta pertolongan kepada-Nya.
Setiap doa saya selalu memanjatkan bahwa saya menginginkan yang terbaik. Pada
saat itu pula saya sadar bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas
kemampuan hambanya.

Menghadapi masalah memang tidak mudah, akan menjadi mudah jika kita
melibatkan Tuhan didalamnya. Sebenarnya tidak hanya jika mendapatkan masalah
saja, tetapi segala sesuatunya kita harus melibatkan Tuhan didalamnya agar tidak
salah arah nantinya. Saya merasa bahwa di dalam kehidupan harus yakin kepada
Tuhan. Saya juga merasa bahwa ajaran-ajaran yang ada di agama saya dapat
menuntun saya kepada hidup yang lebih baik dan sebagai pedoman agar dapat
menyelesaikan masalahnya dan bangkit dari keterpurukan. Dan saya juga yakin
Tuhan akan memberikan hadiah yang indah dibalik masalah yang saya hadapi.

Agama yang saya anut merupakan identitas agama yang mayoritas di


Indonesia. Mempunyai agama yang mayoritas tentunya memiliki keistimewaan
tersendiri yang membuat saya nyaman dalam menjalankan Ibadah dimanapun saya
berada. Memiliki agama yang mayoritas juga mendapat kemudahan serta memiliki
fasilitas yang memadai untuk beribadah. Karena di Indonesia tempat Ibadah agama
Islam sangat dengan mudah untuk ditemukan. Kita dapat dengan mudah
menemukan Masjid atau Mushola disekitar kita. Bahkan di dalam tempat tersebut
sudah disediakan Mukena bagi wanita yang tidak membawanya. Tidak hanya
Mukena, Al-Qur’an pun tersedia disana dan bebas untuk siapapun yang ingin
menggunakannya.

Terlahir sebagai orang Muslim tentu membuat saya mendapatkan penilaian


baik dan penilaian buruk kepada saya mengenai Agama. Penilaian baiknya yaitu
bahwa orang Islam itu baik dan memiliki jiwa toleransi yang tinggi. Dengan begitu
saya merasa saya diakui dan dihargai oleh masyarakat sekitar. Tidak hanya yang
baik, yang buruk pun saya sering mendengarnya. Saya sering mendengar bahwa
teroris berasal dari agama Islam, dan hal tersebut masih sering terjadi. Saya
menjadi kesal mengapa mereka bisa menilai seperti itu. Jikalau memang teroris
tersebut orang Islam, kita tidak perlu membawa agamanya tetapi melihat kepada
individunya yang melakukan tersebut. Bukan berarti bahwa agama yang sama
malah disamakan pula bahwa Islam adalah teroris.

5
Agama Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai toleransi
dalam keberagamaan. Nilai tersebut juga saya terapkan dalam kehidupan saya.
Nilai toleransi mempengaruhi saya dalam kehidupan sehari-hari karena setiap orang
memiliki keyakinan yang berbeda sesuai Agama yang di anutnya. Oleh karena itu,
disini nilai tolerasi sangat diperlukan agar kita bisa saling menghargai satu sama
lain. Nilai toleransi juga berguna ketika kita mempunyai perbedaan pendapat
dengan orang lain. Kita harus bisa menerima pendapat dari masing-masing individu.
Hal tersebut juga dapat saya aplikasikan dalam proses konseling. Karena dalam
memberikan pelayanan kepada konseli, saya sebagai calon konselor tidak boleh
menghakimi atau memandang sesuatunya dari satu sudut pandang saja. Kita harus
melihat juga sudut pandang konseli dengan keyakinannya, karena tidak selamanya
kita berhadapan dengan konseli yang keyakinannya sama dengan kita.

Pemahaman mengenai Agama merupakan hal yang penting bagi seorang


calon konselor. Konselor harus memahami dan yakin terhadap Agama yang
dianutnya terlebih dahulu, sebelum kita memahami Agama yang dianut oleh konseli
kita nantinya. Menurut saya, setiap Agama mengajarkan hal kebaikan didalamnya.
Manusia beragama bukan hanya sekedar status saja, melainkan hubungan dia dan
tanggungjawab dia terhadap Tuhannya. Jika kita nantinya mendapatkan konseli
yang berbeda keyakinan dengan kita, maka hal tersebut tidak kita jadikan sebagai
suatu masalah atau pembanding antara keyakinan konselor dengan konselinya.
Karena pada dasarnya setiap Agama mengajarkan hal kebaikan dan saling toleransi
satu sama lain, mungkin caranya saja yang berbeda. Hal ini membuat saya merasa
bahwa pemahaman akan Agama menjadi penting untuk seorang calon konselor
dalam menghadapi konseli yang berbeda keyakinan dengan kita.

Pemahaman Agama yang saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari


dipengaruhi oleh beberapa surah yang ada di Al-Qur’an. Surah tersebut menjadi
penguat akan keyakinan terhadap Agama yang saya anut. Surah yang pertama
yaitu Surah Al-Ikhlas (2) yang artinya “...Allah merupakan tempat bergantung dari
segala sesuatu yang ada di alam semesta...” Surah tersebut menambah keyakinan
saya karena segala sesuatunya kita harus bergantung kepada Tuhan. Karena jika
kita melibatkannya dengan Tuhan maka semua masalah akan terasa mudah untuk
dilaluinya. Surah tersebut menjadi penguat saya dikala saya mengeluh akan
masalah-masalah yang saya sedang hadapi. Dan saya bisa menjadi lebih dekat
dengan Tuhan jika kita melibatkan Tuhan didalamnya.

6
Pedoman saya yang kedua yaitu terdapat pada Surah Al-Zalzalah ayat 7
dan 8 yang mengandung arti “...barangsiapa berbuat kebaikan sekecil apapun
perbuatan baik itu, dia akan menyaksikan hasilnya. Begitu pula yang melakukan
perbuatan buruk, sekecil apapun perbuatan buruk itu, dia akan menyaksikan
hasilnya...” Surah tersebut membuat saya yakin kepada Agama yang saya anut,
bahwa segala sesuatu yang kita lakukan pasti kita akan mendapatkan hasilnya.
Saya juga selalu ingat, jika saya melakukan perbuatan yang buruk maka saya akan
mendapatkan sesuatu yang buruk lagi. Karena saya yakin apa yang saya tanam
maka itulah yang akan saya tuai. Sebisa mungkin saya melakukan perbuatan baik,
karena saya tidak mau mendapatkan hal buruk yang dapat menimpa saya.

7
KONSELING MULTIKULTUR
AGAMA SENDIRI

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Refleksi dalam Mata Kuliah Konseling Multikultur
Dosen Pengampu:
Dr. Susi Fitri.,M.si.,Kons

SHAVIRA NURLAILA ANGGRAINI


1715161201

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
TIMELINE

Mengadakan
Mengantar
Shalat Taraweh Mengikuti buka puasa Mulai
Memenangkan Kedua orangtua
di Masjid persantren bersama menggunakan
lomba cerdas cermat dan Oma
rumah kilat saat SD sekeluarga Hijab
bertema agama berangkat Umroh

Dipukul oleh ayah Mengadakan Melihat berita salah


karena tidak bisa acara Tahlilan satu Habib yang
menghafal salah satu 40 harian Opa tersandung kasus
surat pendek “Sex Chat”

1
Sebagai seorang perempuan muslim yang tumbuh dan berkembang di
keluarga yang mayoritas juga adalah beragama muslim (ada beberapa om dan
tante yang berbeda agama) membuat saya sendiri memiliki pengalaman-
pengalaman beragama tersendiri, dan beberapa diantaranya cukup penting. Salah
satunya adalah ketika saya dan keluarga mengadakan pengajian untuk mengenang
40 hari kepergian opa (Dari Ibu dengan etnis Minang) saya. Acara tersebut
diadakan selain untuk mengenang kehidupan Opa semasa kehidupannya,
mendoakan Opa dengan membaca Yasin secara bersama-sama, mendengarkan
ceramah dari Ustad yang memang diundang serta menjalin silaturahim dengan
keluarga yang jarang berkumpul. Biasanya dalam acara pengajian tersebut topik
yang akan dibicarakan oleh Ustad adalah mengenai kematian manusia, serta
amalan-amalan apa saja yang akan terus mengalir saat kita meninggal. Tentu
dengan adanya acara pengajian atau lebih tepatnya Tahlilan ini membuat saya
merasa Opa saya memiliki banyak orang yang menyayanginya, hal tersebut terlihat
dari banyaknya keluarga serta kerabat yang datang jauh-jauh hanya untuk
mendoakan Opa secara bersama-sama, ketika pengajian selesai biasanya ibu-ibu
atau bapak-bapak tidak langsung meninggalkan rumah kami, biasanya mereka akan
bertukar cerita tentang pengalaman mereka dengan Opa saya semasa hidupnya,
dan dari beberapa cerita yang saya dengar banyak yang mengatakan, walau
memang Opa saya cukup keras, namun beliau selalu membantu orang kapanpun
dan dimanapun. Hal ini tentu memotivasi saya untuk berbuat kebaikan dalam hidup
ini agar kelak saya akan menjadi orang yang dikenang ketika meninggal seperti Opa
saya.

Saya berasalh dari 2orangtua dengan etnis yang berbeda, yaitu Jawa (ayah)
dan Minang (Ibu), seharusnya saya mengikuti etnis ayah saya, namun karena di
Minang kami harus mengikuti garis keturunan ibu, maka dalam hal ini etnis Minang
dalam keluarga saya lebih dominan dibanding etnis Jawa. Dan kalau boleh jujur,
sebenarnya dalam etnis Minang, kami tidak mengenal acara Tahlilan 40 harian,
bahkan untuk 7 harian saja, dikampung kami tidak ada. Karena, kami berpikir
bahwa orang yang telah meninggal, ya… yasudah, jangan diganggu lagi, jika ingin
didoakan maka silahkan doakan dari rumah masing-masing. Dan etnis saya berpikir
bahwa dengan mengadakan Tahlilan, akan mengganggu istirahat orang yang telah
meninggal menjadi tidak tenang. Namun, karena lingkungan rumah Opa saya yang

2
mayoritas adalah etnis Jawa, terlebih 2 meantu opa berasal dari Etnis Jawa,
membuat Kami sebagai keluarga yang ditinggalkan mengalami sedikit percekcokan
ketika emutuskan apakah akan diadakan Tahlilan 40 harian atau tidak. Akhirnya,
kami sepakat untuk mengadakan 40 harian sekaligus silaturahim antar keluarga,
kerabat, serta tetangga sebelum menyambut bulan Ramadhan, jadi ketika Tahlilan
selesai, ustad yang diundang tidak hanya membahas topik mengenai kematian saja,
namun membahas mengenai bulan Ramadhan yang ketika itu menghitung minggu.

Mungkin karena pendidikan Islam di keluarga saya tidak begitu kental,


membuat keluarga kami tidak pernah mengikuti komunitas agama manapun, walau
pengajian pernah diikuti oleh ibu saya, namun setelah beberapa kali kedatangan ibu
saya merasa bahwa apa yang diajarkan oleh Ustad dan apa yang selama ini ia
pelajari dari oma opa serta kitab suci Al-Quran sedikit berbeda, maka ibu saya tidak
pernah mengikuti pengajian tersebut lagi. Keluarga saya memiliki stigma bahwa
komunitas agama biasanya beraliran sesat, padahal tidak semua komunitas
beraliran sesat, tinggal bagaimana kita memilih komunitas tersebut. Namun
memang hal tersebut turun-temurun tidak kami lakukan.

Sejak kecil hal yang pengalaman yang paling menyenangkan tentu ketika
bulan Ramadhan, karena ketika itulah saya merasa bahwa keluarga saya menjadi
lebih dekat satu sama lain, dan kami yang biasanya jarang shalat berjamaah di
rumah, jika sedang bulan Ramadhan kami akan melaksanakan Shalat berjamaah
bersama, salain shalat hal yang sangat jarang kami lakukan adalah makan ber 5 di
meja makan, karena biasanya kami memilih makan sendiri-sendiri. Namun ketika
bulan Ramadhan, setidaknya saat Sahur kami akan berkumpul di meja makan untuk
menyantap sahur. Selain itu, ketika lebaran pun saya merasa bahwa lebaran adalah
hari dimana saya bisa meminta maaf tanpa merasa gengsi kepada kedua orangtua
saya. Kedua pengalaman yang menyenangkan, yang saya alami sejak kecil
membuat saya semakin yakin bahwa agama saya yaitu Islam, membuat hubungan
kekeluargaan saya semakin erat, bahkan saat lebaran pun keluarga atau kerabat
yang jarang bertemu bisa dipersatukan kembali. Selain itu ketika Shalat Ied, saya
dan keluarga yang memang terbilang jarang sekali berbaur dengan tetangga sekitar
bisa menjalin silaturahim ketika selesai Shalat Ied. Hal ini membuat saya semakin
yakin bahwa agama saya membawa kebaikan untuk umat-umatnya.

Setiap orang pasti tidak menyukai acara Tahlilan, termasuk saya. Walaupun
memang diatas saya mengatakan bahwa acara Tahlilan merupkan pengalaman

3
keberagamaan yang penting, namun saya kurang menyukai suasana yang ada.
Suasana yang dimaksud adalah suasana ketika tamu undangan mulai membaca
surat Yasin bersama-sama dan beristighfar bersama-sama. Memang, saya merasa
tenang bila mendengar lantunan surat Yasin dan istighfar, bahkan tidak jarang saya
membaca surat Yasin dan beristighfar setelah menunaikan ibadah Shalat. Namun,
suara yang dihasilkan ketika pembacaan surat Yasin dan istighfar bersama-sama
sanat menekam dan membuat horror. Saya tidak menyukainya karena menurut
saya hal tersebut bisa dibilang menakutkan. Namun, dibalik itu semua, ketika
mendengarkan lantunan surat Yasin saya selalu mengingat kematian yang bisa
mengintai manusia kapanpun dan dimanapun. Dan biasanya setelah itu saya akan
lebih menghargai kehidupan yang Allah berikan atau titipkan kepada saya.

Keluarga saya terkenal mencintai perbedaan yang ada pada manusia. Kami
senang bergaul dengan orang-orang yang memiliki agama serta kepercayaan yang
berbeda. Begitupun dengan saya. Sejak SD hingga kuliah saya selalu memilik
teman dekat yang berbeda agama dengan saya. Selama itu pula terkadang saya
bertukar pikiran mengenai agama kami, ada beberapa hal yang terkadang membuat
saya harus bergulat dengan kepercayaan saya, seperti saat bermain dengan teman
saya bernama Devi, ia beragama Hindu, dimana ketika melihat ia ntah kenapa saya
selalu merasa tenang. Saat ke Bali pun melihat tutur cara bicara mereka, pola
kehidupan,hingga cara mereka beribadah membuat saya merasa aman dan damai.
Tentu hal tersebut terkadang menjadi pergulatan tersendiri dalam diri saya. Saat ini
pun ketika bermain dengan Yovita yang beragama katolik, saya merasa bahwa
hubungan antar manusia sangat diatur dalam agamanya, seperti ketika sudah
menikah tidak ada perceraian didalamnya kecuali adanya perselingkuhan. Menurut
saya hal tersebut lah yang seharusnya kita sebagai manusia terapkan, tidak asal
menikah dan cerai saja seperti yang saya lihat di Televisi. Hal ini menjadi pergulatan
tersendiri dalam diri saya, dan terkadang saya merasa apakah agama yang saya
yakini adalah benar? Dan jika sedang ‘Lost’ pun saya merasa apakah agama yang
saya yakini selama ini benar adanya? Atau jangan-jangan agama lain lah yang
sebenarnya adalah benar? Namun pemikiran itu hanyalah sesaat, setelah kembali
sadar saya akan beristighfar sebanya-banyaknya dan memohon ampun kepada-
NYA karena sempat berpikiran seperti itu.

Ketika merasa sulit atau berada di titik terendah kehidupan serta tidak tahu
harus bercerita kepada saya, pilihan terakhir yang saya buat adalah menceritakan

4
segala apa yang saya rasakan kepada Allah SWT setelah selesai Shalat. Sulit disini
seperti ketika dihadapkan kepada 2 pilihan sulit dan tidak tahu mana yang harus
dipilih makan saya akan bertanya kepada-NYA, mana pilihan terbaik untuk saya.
Memang, segala sesuatu yang saya rasakan dan lakukan adalah kedendak-NYA,
namun itulah yang saya lakukan. Setelah menceritakan semua yag saya rasakan
kepada-NYA, biasanya saya akan lebih merasa tenang. Setelah itu saya akan
beristighfar sebanyak-banyaknya untuk mendinginkan otak saya, dan biasanya
setelah itu saya bisa berpikir lebih jernih tentang apa yang harus saya lakukan.
Saya percaya bahwa hanya Allah lah yang bisa membantu umatnya, dan saya
percaya cobaan yang ia berikan pasti sesuai dengan kemampuan umat-NYA. Jadi
ketika merasa sangat sulit, saya merasa yakin bahwa hal ini masih bisa saya hadapi
dan ini masih berada pada kemampuan saya, karena Allah tidak mungkin
memberikan cobaan melebihi kemampuan umat-NYA.

Saya tinggal di Indonesia, dimana terdapat 5 agama yang sudah diresmikan


dan banyak sekali agama sertakeperayaan yang dipegang oleh rakyatnya namun
belum diresmikan oleh negara. Agama saya, yaitu Islam merupakan agama
mayoritas di Indonesia. Tentu hal ini membuat saya mendapatkan keistimewaan
yang terkadang mungkin orang dengan agama lain tidak mendapatkannya. Salah
satu keistimewaan yang saya dapat adalah, saya memiliki peluang lebih besar
untuk menjadi serang pemimpin atau ketua sebuah kelompok, organisasi, ata
lembaga. Karena di Indonesia sendiri terdapat peraturan yang mengatakan
pemimpin ialah orang yang beragama Islam. Selain itu, orang dengan agama Islam
identik dengan kesan damai, suka tolong menolong, dan baik. Maka saya sebagai
umat islam mendapatkan prasangka bahwa saya adalah baik, padahal seua itu
kembali kepada masing-masing individunya. Sebagai mayoritas di Indonesia,
biasanya ketika lebaran liburan yang diberikan akan lebih panjang dibandingkan
liburan natal, waisak dan lain sebagainya. Hal ini tentu menjadi keisitmewaan
tersendiri bagi umat islam di Indonesia, karena kami bisa pulang kampung dan
menikmati hari libur lebih banyak dibandingkan dengan hari perayaan agama
lainnya. Dan sebagai konselor, mungkin dalam hal ini saya tidak akan merasa
pengaruh yang terlalu banyak, namun dalam ini pula saya akan memiliki
kepercayaan bahwa pada dasarnya manusia adalah baik. Tinggal bagaimana
lingkungan serta pergaulan memengaruhi orang tersebut. Dan ketika orang tersebut
memiliki lingkungan serta pergaulan yang membuat ia tidak baik, konselor bisa
mengembalian orang tersebut seperti awal, yaitu menjadi baik lagi.

5
Sebenarnya saya bingung, karena saya sendiri belum pernah mengalami
proses konseling, baik menjadi konseli meupun konselor. Namun menurut saya
kekuatan-kekuatan yang saya miliki dengan menganut agama Islam dalam proses
konseling kedepannya akan cukup membantu. Agama Islam sendiri identik dengan
sikap umatnya yang sangat santun, ramah serta baik, tentu hal ini akan membantu
saya sebagai calon konselor untuk membangun raport yang baik dengan konseli.
Islam membiasakan umatnya untuk selalu mengucapkan salam, baik ketika bertemu
maupun berpisah dengan seseorang, hal ini juga termasuk membangun raport yang
baik dengan konseli. Dalam agama Islam juga kami diajarkan ketika azan
berkumandang atau ada orang yang sedang membaca Al-Qurna, kami harus
mendengarnya dengan seksama, maka orang yang mendengarkan dan yang
membaca akan mendapat pahala yang sama. Tentu hal ini akan membantu saya
dalam proses konseling, yaitu ketika konseli sedang menceritakan masalahnya,
sebagai konselor saya harus mendengarkan cerita konseli dengan seksama tanpa
berkomentar sedikitpun.

Sebagai manusia biasa, tentu terkadang saya memiliki pandangan atau bias
tersendiri dalam memandang seseorang sesuai agama yang dianutnya. Seperti
ketika saya memandang agama Hindu dan Budha, saya melihat bahwa pada
beberapa agama yang dimiliki Indonesia, 2 agama ini lah yang menurut saya
memiliki sedikit masalah didalamnya, damai hidupnya, tidak ada perseteruan dan
lainnya. Saya melihat abhwa kedua agama ini dalam pola kehidupan dan ibadahnya
sangat menenangkan jiwa, djadi ketika saya melihat seseorang dengan agama
Hindu atau Budha saya akan beranggapan bahwa orangtersebut pasti memiliki pola
kehidupan yang tnang serta damai. Ketika berhadapan dengan orang Katolik saya
merasa bahwa agama inilah yang memiliki nilai yang harus dijalani oleh manusia.
Saya melihat bahwa agama katolik sangat mengatur hubungan antar manusia,
seperti pernikahan, dan lainnya. Bahkan terlihat dengan jelas pakaian yang biasa
digunakan umat kristen dan katolik jika ke gereja. Saya melihat bahwa Katolik lebih
teratur dan rapi serta lebih kuat peraturannya dibanding agama lainnya di Indonesia.
Seharusnya sebagai calon konselor saya harus paham bahwa agama adalah
sebuah diferensiasi bukanlah sebuah stratifikasi, dimana semua agama berada
pada gaurs lurus horizontal, yang artinya semua agama sama baiknya, dan idak
ada yang lebih baik ataupun buruk. Tentu sebagai calon konselor pun saya harus
bisa memahami cara pandang konseli berdasarkan agama yang dianutnya.

6
Sebagai calon konselor yang akan menghadapi konseli dari berbagai
macam agama, bahkan mungkin diantaranya ada beberapa yang memilih untuk
tidak memiliki agama saya harus memahami dengan baik agama yang saya anut.
Karena sebelum menghadapi konseli, saya harus memahami diri sendiri, baik
kepercayaa, agaman, dan etnis yang dimiliki. Sangat penting bagi saya sebagai
calon konselor untuk memahami agama yang saya anut agar ketika menghadapi
konseli dengan berbagai agama dan masalah saya harus bisa tetap berpegang
tegus dengan agama yang saya anut, sebagai konselor saya harus memahami
sudut pandang manusia dari sisi agama yang mereka anut. Saya juga harus
mempelajari agama orang lain agar saya mengerti pemikiran yang dimiliki oleh
konseli saya. Namun sebelum itu semua, saya harus bisa memahami diri saya
sendiri.

Saya pernah membaca buku yang ditulis oleh K.H Habib Syarief
Muhammad dan Alaydarus, sebenarnya ini bukan lah buku, namun yang saya baca
adalah buku yang berisi kumpulan Doa-doa harian. Dalam buku ini mengatakan
bahwa “Di tengah kesibukan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sudah
selayaknya manusia selalu menjaga jiwanya agar terjaga, sadar, dan tidak lalai dari
berzikir serta mengingat Allah yang telah menciptkannya dan memebrinya rahmat.
Sebab, lalai dari mengingat Allah adalah penyakit kronis yang mengantarkan
seseorang pada kehancuran”. Buku ini berisi Wirid dari hari Senin-Minggu, yang
para pembacanya bisa mengikutnya. Awalnya setiap memulai hari saya hanya
berdasarkan Niat dan Bismillah dan di akhiri dengan Alhamdulillah karena masih
bisa mengakhiri hari dengan baik, atau jika merasa lelah dan dalam keadaan sulit
saya akan beristighfar. Setelah membaca buku ini, saya menyadari bahwa setiap
harinya bahkan ditengah kesibukan duniawi (ngampus, rapat, makan, dll) kita
sebagai umat-NYA harus selalu mengingat-NYA dengan cara berdoa. Dan saya
pikir buku ini sangat membantu saya untuk mengetahui beebrapa doa yang awalnya
saya tidak tahu menjadi tau. Dan buku ini menurut saya mengingatkan pembacanya
bahwa kita sebagai umat muslim harus tetap mengingat Allah kapanpun dan
idimanapun, bahkan saat sibuk sekalipun. (Muhammad & Alaydarus, 2007)

7
Daftar Pustaka
Muhammad, S., & Alaydarus. (2007). Wirid harian. Bandung: Pustaka Hidayah.

8
AGAMA, SPRITUALITAS dan KONSELING
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultural yang diampu
oleh Dr. Susi Fitri, M.Si.,Kons.

Disusun oleh :

Siti Sri Hidayati 1715160647

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

1
A. Timeline Kehidupan

Usia 5 tahun Usia 10 tahun Usia 15 Tahun

Memiliki teman SD mengisi waktu liburan Mengikuti


kegiatan

Yang berbeda agama bulan puasa di kampung halaman organisasi di SMK

Usia 14 tahun Usia 18 tahun

Belajar Hijrah di bully Adanya pihak yang


menyinggung penganut agama Islam

B. Naratif
Menurut saya pengalaman keberagaman yang penting dalam keluarga saya
yaitu ketika bulan puasa dan hari raya idul fitri. Saat bulan puasa banyak sekali
yang menjual untuk hidangan buka puasa, pernak-pernik untuk memeriahkan bulan
puasa, dan kebudayaan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk
menyambut bulan puasa. Selain itu, saat hari raya idul fitri, biasanya yang paling
kita kenal adalah budaya mudik ke kampung halaman. Keluarga saya ketika masih
tinggal di Jakarta, kami memiliki kebiasaan untuk mudik ke Jawa. Rasanya ingin
berkumpul-kumpul dengan keluarga di sana. Biasanya kalau di Jakarta, kami open
house. Namun ketika kami di Jawa, keluarga berkeliling ke rumah saudara-saudara
yang terdekat kemudian baru open house. sehingga, ketika saya berlebaran di
Jawa, saya menjadi lebih memahami silsilah keluarga saya dan menyadarkan
bahwa saya ternyata memiliki saudara yang banyak.

Dari pengalaman saya diatas, tentu ada kaitannya dengan etnis saya. karena
sangat jelas bahwa banyak keberagaman-keberagaman yang dilakukan dari
masing-masing etnis dalam menyambut bulan puasa dan hari raya idul fitri. Hal itu
sangat membekas dari benak saya. menurut saya, tidak menjadi masalah jika

1
terjadi keberagaman. Setiap orang memiliki caranya yang khas dan unik. Meskipun
dalam menyambut bulan puasa dan hari raya idul fitri dari masing-masing etnis
Jawa dan Betawi ada kemiripan yaitu misalnya, sama-sama memiliki jajanan untuk
berbuka puasa. Namun, pasti ada ciri khas yang unik dan membuat saya semakin
menghargai kebudayaan yang ada dalam etnis yang saya miliki.

Saya memiliki tipikal yang sering untuk keluar dari zona nyaman. Saya suka
mencari pengalaman tambahan, contohnya mengikuti sebuah perkumpulan atau
komunitas. Namun,saya bukan termasuk ke dalam komunitas lebih tepatnya yaitu
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Saya pernah mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan, yaitu ROHIS ketika di SMK. Ketika di perkkuliahan,
saya pernah menjadi anggota TARBAWI (organisasi mahasiswa Islam di tingkat
fakultas).

Dari kegiatan-kegiatan terssebut yang sudah pernah saya ikuti, banyak


pengalaman-pengalaman yang bisa saya ambil. Pengetahuan saya seputar
keagamaan bertambah, kita banyak berdiskusi seputar informasi agama dan
mempersiapkan sebuah acara kajian yang di dalamnya membahas sputar agama
Islam yang ditujukan untuk umum. Selain itu, dari kegiatan tersebut saya bisa
mendapatkan teman-teman untuk saling menyemangati dalam memperbaiki diri.

Pengalaman yang terbaik adalah pengalaman kehidupan pribadi. Banyak yang


bisa diambil dari pengalaman-pengalaman tersebut. Baik itu pengalaman yang
menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan. Dalam hal keberagaman,
saya memiliki pengalaman yang menyenangkan dimana pada saat SD saya
memiliki seorang teman yang sangat baik, meskipun kami berbeda agama. Saya
kagum dengan dia,karena di usianya ketika dia kelas 4 SD dia harus bekerja keras
membantu orangtuanya untuk berjualan makanan di pinggir jalan. Dari situ saya
kagum dengan sosoknya.

Kami satu sama lain saling menghargai, kita sering bermain di luar bersama
kecuali di hari Minggu, saya memberikan kebebasan untuk dia beribadah ke gereja
bersama orangtuanya. Begitu sebaliknya, saya diingatkan untuk shalat meskipun
pada saat usia tersebut saya belum diwajibkan untuk melaksanakan shalat. Tapi
teman saya tetatp mengingatkan saya untuk shalat. Pengalaman inimengajarkan
saya bahwa meskipun kita berbeda agama, namun untuk soal agama kita urus
masing-masing.

2
Sedangkan pengalaman mengenai keberagaman yang kurang menyenangkan
selama hidup , saya pernah merasakan yaitu ketika saya belajar untuk memperbaiki
diri dengan melapisi tubuh ini dengan kain yang longgar dan berhijab berukuran
lebar. Saya memakai busana seperti itu, namun saya mendapatkan respon yang
kurang menyenangkan membuat saya hampir marah. Saya sempat di bully, mereka
menganggap bahwa pakaian yang saya miliki adalah bukan kebudayaan Indonesia,
memakai pakaian seperti membuat orang yang melihatnya menjadi gerah karena
saking lebar pakaian yang saya kenakan. Namun, hal tersebut tidak membuat saya
surut buntuk berhijrah kea rah yang lebih baik.

Keberagaman dapat memberikan dampak positif dan negatif juga. Tak dapatkita
hindari dampak negatif dari kehidupannkeberagaman yang ada di
dalammasyarakat. Dimana dampak negatifnya, yaitu pergulatan atau perdebatan.
Contohnya yaitu ketika sedang viralnya mengenai surat Al Baqarah yang disinggung
oleh salah satu aparatur Negara yang dimana dituntut untuk menjaga kesopanan
dalam bertindak dan bertutur kata. Namun, dari pernyataan tokoh negarawan
tersebut menimbulkan perspektif yang negatif, dimana pernyataan beliau sangat
menyinggung salah satu agama dalam pemilihan kepala daerah di Jakarta. Banyak
respon yang di berikan oleh para netizen, dimana hal tersebut hanya sebagai bahan
untuk memanaskan PILKADA Jakarta dan lain sebagainya. Sehingga, muncullah
aksi dimana seluruh umat Islam di pertemukan di satu tempat dan satu waktu untuk
menuntut calon tersangka agar dipenjarakan karena sudah memecah belahkan
warga Indonesia yang beraneka ragam.

Dalam kehidupan pasti kita sering dihadapkan oleh masalah-masalah yang sulit.
Namun tak lantas masalah-masalah tersebut menjadi keluhan untuk menyudahkan
kehidupaan yang kita miliki. karena permsalahan yang muncul ada bukan untuk di
keluhkan tapi di hadapidengaan bijak dan dewasa. Dalam agama yang saya miliki,
kami harus menyukuri di setiap keadaan meskipun dalam kesulitan. Kesulitan dalam
hidup membuat kami menjadi diri pribadi yang tangguh. Kami diminta untuk
bersabar dalam menghadapinya. Karena orang yang bersabar akan mendapat
ganjaran di surga nanti. Selain itu, kami meyakini bahwa bersama kesulitan yang
kami hadapi ada kemudahan yang menghampiri. Jadi bukan setelah kesulitan
datang baru kemudahan menghampiri.

Selain itu, dalam agama yang saya yakini bahwa penyebab masalah atau
kesulitan itu muncul mungkin disebabkan karena dosa yang kami perbuat telah

3
banyak. Sehingga, kami diminta untuk bertobat yang sebenar-benarnya dan tidak
mengulangi pebuatan dosa tersebut. Selain itu, kami hanya memohon kepada
Allah, karena Dia lah sebaik-baiknya penolong kami.

Saya meyakini agama Islam yang dimana agama tersebut merupakan agama
mayoritas. Sehingga, agama saya memiliki keistimewaan yang dimana banyaknya
fasilitas-fasilitas yang didirikan atau dibuat untuk kelangsungan pelaksanaan
ibadah. Selain itu, banyaknya perlindungan-perlindungan jika ada gangguan yang
berkaitan dengan agama,seperti diskriminasi dari kalangan apa pun, sekalipun
kalangan pemerintah. Selain keistimewaan, tentu muncul prasangka-prasangka
seputar agama yang saya pahami. Banyak prasangka dimana agama yang saya
pahami sangat ketat dalam membatasi umatnya. Banyak peraturan dan larangan
yang harus dipatuhi. Contohnya seperti tidak boleh minum-minuman keras, berzina,
dan lain-lain.

Meskipun agama yang saya yakini menjadi agama yang mayoritas dianut oleh
belahan dunia, khususnya di Indonesia. Hal tersebut akan memberikan pengaruh
bagi saya dalam memberikan layanan konseling, yaitu menyiapkan diri terlebih
dahulu dengan menyelesaikan 1 juz dalam waktu seharian. Hal ini akan membantu
saya melancarkan dalam ketrampilan berbicara dan mudah menyentuh hati
siswanya.

Banyak yang bisa saya manfaatkan dari kekuatan agama dan pengalaman
keberagaman untuk digunakan dalam konseling, seperti ketika ada masalah dalam
hidup maka selalu ciptakan keyakinan untuk terus maju, memahami etnis yang
dimiliki oleh konseli, dan tidak boleh ikut mencampuri agama lain karena “Agamamu
agamamu, agamaku agamaku”. Dalam pelaksanaan konseling, konselor dilarang
mengubah apa yang konseli yakini, tapi bagaimana dia mampu membantu konseli
untuk mencari alternatif untuk memcahkan permasalahan.

Ada kemungkinan saya memiliki bias-bias yang berkaitan dengan nilai yang
saya miliki terhadap orang lain yang berasal dari agama lain. Contoh bias-bias yang
muncul, ketika ada seorang konseli yang menceritakan keburukannya, saya akan
menjadi kaget dan spontan untuk menyebut “istighfar”. Hal ini akan mempengaruhi
proses konseling, nantinya si konseli akan merasa malu dan kapok untuk bercerita
kembali. Selain itu, bias yang muncul adalah, ketika guru BK perempuan
memberikan konseling kepada siswa laki-laki, dimana dalam agama yang saya

4
yakini, bahwa dalam berinteraksi dengan lawan jenis itu harus dijaga, tidak boleh
berpandang-pandangan dan berada dalam satu ruangan yang sama.

Pemahaman seputar agama sangat penting bagi konselor. Hal ini


dikarenakan agama masuk ke bagian multikultur. Dimana agama menjadi hal yang
membentuk pribadi atau karakter orang tersebut. Selain itu, dengan agama orang
tersebut akan menjadikannya sebagai nilai dalam kehidupannya

Dalam melakukan konseling, seorang konselor atau guru BK tidak boleh


memberikan intervensi terhadap nilai yang dimiliki oleh konselinya. Meskipun
agama sangat penting kita pahami untuk menjadi seorang konselor, namun kita
tidak harus juga menjadikan kita pindah dan menyesuaikan agama yang sesuai
dengan konselinya.

Buku yang menjadi bahan refleksi untuk saya. buku tersebut berjudul “Kaya
Lewat Jalan Tol” karya Ustadz Yusuf Mansur. Buku ini dapat memberikan
pencerahan bagi pembacanya dimana dunia itu adalah tempat persinggahan
sementara, sedangkan akhirat adalah tempat yang kekal. Selain itu, semua
kesulitan yang kita alami jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh menuju
kepada Allah, maka kita pasti akan menemuiNya. Maksudnya adalah jika kita
mengejar kekayaan di dunia dengan mengejar Allah, pemilik kekayaan yang sejati,
insyaaAllah, apabila masanya telah tib, kekayaan yang kita harapkan akan segera
terwujud.

Tidak hanya membicarakan mengenai kebahagiaan di dunia saja (kekayaan),


tapi dalam buku tersebut saya sebagai pembaca menjadi tamparan keras bahwa
semua hasil usaha yang kita miliki kelak akan dipertanggungjawabkan. Dan jika kita
meninggal barang yang dibawa bukan lagi harta tapi, tanah kuburan dan kain kafan.
Oleh sebab itu, jika kita memiliki kelebihan rizki baiknya dengan memberikan
sebagian rizki yang kita miliki kepada orang yang berhak menerima. Selain itu,
untuk menjalani hidup yang kita miliki, kita harus menerima apa adanya saja, tidak
harus terus menerus melihat rumput tetangga. Hal ini, rumput tetangga tidak
selamanya berwarna hijau.

5
6
AGAMA, SPIRITUALITAS DAN KONSELING

Konseling Multikurtural

Dosen Pengampu :

Dr. Susi Fitri, S.Pd., M.Si. Kons

Disusun Oleh :

Trisya Amanda Ramadhaniar (1715160231)

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta

2018
TIMELINE

Saya lahir Saya Sedari Dari TK, SD, Melaksanakan Setiap malam
dari sekolah di kecil, saya dan SMP sholat dhuha memiliki
keluarga TK islam dibiasakan sekolah saya bersama-sama kebiasaan
Puasa Senin
yang dan bermain mewajibkan setiap hari bangun
dan puasa
menganut dirumah dengan membaca doa Sabtu di bersama-sama
Kamis
agama saya ikut anak dan qur’an lapangan untuk sholat
islam madrasah perempuan sebelum belajar sekolah tahajud

Sangat jarang Tidak pernah Jarang sholat


membaca Al- lagi tahajud dan
Qur’an karena melaksanakan tidak pernah
merasa sangat sholat dhuha puasa Senin
malas karena pagi dan Kamis lagi
saya
berangkat ke
kampus dan
saat dikampus 1
tidak ada jeda
untuk dhuha
Pengalaman keberagamaan yang penting dalam keluarga saya dan saya
sendiri adalah sholat dan beramal. Karena saya merasakan sendiri apabila saya
tidak menjalankan sholat, saya merasa hidup saya tidak tenang dan merasa
mempunyai beban bila belum melaksanakan sholat. Jadi menurut saya sholat
sangatlah penting untuk saya dan keluarga saya. karena ketika sholat telah
ditunaikan, saya merasa hidup saya tenang, damai dan merasa tidak terburu buru
dalam melakukan sesuatu. Bila beramal, keluarga saya selalu mengajarkan bahwa
sesuatu yang kita punya itu tidak selamanya milik kita, dan masih banyak orang
yang membutuhkan dan bisa jadi rezeki mereka ada ditangan kita sendiri. Oleh
sebab itu saya selalu ingin beramal dan bersedekah walau tidak terlalu banyak.

Menurut saya agama dan etnis saya ada keterkaitan. Karena dalam etnis
saya diajarkan bahwa kita sebagai manusia harus taat kepada Yang Kuasa. Seperti
yang sudah dijelaskan dalam buku yang sebelumnya sudah saya baca, etnis saya
dikenal sebagai etnis yang kental akan keagamaan. Saya tidak pernah mengikuti
komunitas agama, tetapi disekolah saya selalu mengajarkan tentang keagamaan.

Pengalaman menyenangkan saya adalah dulu saat saya kecil, saya senang
sekali mengaji bersama teman-teman dirumah saya. Saya dan teman-teman saya
pun sering pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah. Saya juga senang bila setelah
selesai membaca iqra, guru ngaji saya meminta menggambar dan mewarnai salah
satu huruf yang telah saya baca. Lalu ketika SD, saya senang bila ada praktek
sholat disekolah. Saat SMP juga saya dan teman-teman sekelas saya sering
melakukan sholat tahajud bersama-sama, dimana kita saling bergantian misscall
teman yang lain agar ikut bangun untuk sholat tahajud. Pengalaman ini membentuk
keyakinan saya terhadap agama saya karena dengan pengalaman yang
menyenangkan mengajarkan bahwa melakukan aturan yang sudah diperintahkan
oleh agama itu tidak sulit ketika kita senang dan ikhlas menjalankannya.

Pengalaman tidak menyenangkan saya adalah ketika saya sudah mulai


banyak kegiatan dan lalai dalam kewajiban saya sebagai muslim. Saya sekarang
jarang membaca al qur’an karena saya melihat teman-teman saya pun jarang
membacanya dan saya jadi malas untuk membacanya. Waktu itu saya juga pernah
dijaili oleh tetangga saya, ketika saya sholat mukena saya ditarik sampai mukena
saya lepas dan itu membuat saya tidak ke mesjid lagi karena saya tidak ingin
bertemu mereka lagi. Saya juga jadi jarang sholat tahajud karena saya merasa takut
dan lelah bila bangun tengah malam. Saya merasa takut karena saya suka

2
berimajinasi yang aneh-aneh bila tengah malam. Namun pengalaman tidak
menyenangkan ini tidak mempengaruhi keyakinan saya terhadap agama saya.

Agama mempengaruhi saya dalam menghadapi masalah-masalah sulit


saya. Karena saya diajarkan sedari kecil, susah senang saya harus
menceritakannya pada Allah. Bila ada masalah yang cukup sulit, biasanya beberapa
kali saya sholat dan berdoa sambil menangis untuk melepas semua beban yang
saya rasakan. Karena saya percaya, beban yang saya terima adalah beban yang
dapat saya selesaikan. Maka dari itu, saya butuh Allah untuk menguatkan.

Islam adalah agama yang mayoritas di Indonesia. Memiliki agama yang


mayoritas membuat saya merasa aman ketika saya harus menjalankannya. Islam di
Indonesia juga membuat saya nyaman karena akses saya untuk beribadah sangat
mudah karena sekarang mesjid dan mushola dapat kita jumpai dimana-mana. Untuk
berpergian menggunakan kerudung pun tidak ada orang yang menganggap aneh
atau menakutkan karena jaman sekarang sudah banyak sekali orang yang memakai
kerudung.

Penilaian baik dan buruk tentunya terjadi pada saya karena saya adalah
Islam. Islam dikatakan baik karena memiliki jiwa toleransi yang tinggi dan
menghargai setiap perbedaan yang ada. Islam dikatakan buruk karena masih ada
sebagian orang yang menganggap bahwa islam itu rasis karena islam adalah
agama yang mayoritas di Indonesia ini. Padahal mereka yang marah bila islam
dihina, bukan menandakan bahwa islam itu rasis, tapi membela sesuatu yang harus
dibela karena kita mencintainya, mencintai islam.

Nilai toleransi yang tinggi dan saling menghargai segala perbedaan agama
adalah nilai yang saya terapkan pada diri saya. karena dengan memiliki toleransi
yang tinggi dan saling menghargai, kita dapat saling menerima apapun perbedaan
yang ada di dalam masyarakat. Hal ini juga dapat saya terapkan dalam proses
konseling. Karena bila saya mendapat konseli yang berbeda keyakinan dan
pendapat dengan saya, saya dapat menerima dan menghargai setiap apapun yang
dilakukan oleh konseli. Saya sebagai konselor nantinya harus bisa melihat lewat
kacamata para konseli saya, lewat sudut pandang mereka yang berbeda dengan
saya. oleh sebab itu nilai toleransi sangatlah dibutuhkan untuk proses konseling.

Pemahaman agama merupakan hal yang penting bagi calon konselor. Kita
harus tau bahwa setiap agama itu berbeda beda dan semuanya penting bagi

3
penganutnya. Oleh karena itu kita harus mempunyai nilai agama agar kita dapat
memahami agama orang lain. Semua agama yang ada didunia ini baik, hanya saja
dengan perbedaan yang ada membuat seseorang meyakinkan diri bahwa agama
yang mereka anut lebih baik daripada agama orang lain. Oleh karena itu
pemahaman tentang agama ini sangat penting untuk calon konselor.

Pengalaman dan pemahaman yang saya terapkan untuk diri saya ada
dibeberapa surah yang ada di dalam Al-Qur’an yaitu surah Al-Ikhlas. Isi kandungan
surah Al-Ikhlas itu adalah menjelaskan bahwa Tuhan itu Satu dan tidak ada yang
berani menyekutukan-Nya. Hanya kepada Allah kami semua dapat bergantung.

4
Refleksi Diri
“Agama”
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Individu Mata Kuliah Konseling Multikultur
Diampu Oleh Susi Fitri, M.si., Kons

Disusun oleh :
Nama : Umi Habibah
NIM : 1715161508

BK A 2016

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2018
Daftar Isi
COVER
Daftar Isi…………………………………………………………………………….i
Refleksi……………………………………………………………………………..1
Daftar Pustaka……………………………………………………………………18

i
-Belajar berhijab
dimulai sejak -Mengikuti

kelas satu SD mentoring di

-Berhasil -Ketika SMP, kampus


-Menghafalkan
menjuarai lomba memimpin teman- -Mengikuti -Mengikuti
-Lahir pada tahun doa harian
hafalan surat teman di sekolah kegiatan-kegiatan pengajian di
1997 dengan -Diajarkan sholat
-Mengaji di membaca Surat keislaman di lingkungan rumah
status beragama wajib pendek (Juz 30)
lingkungan Yasin setiap hari lingkungan rumah -Menjalankan
islam -Belajar berpuasa -Menjadi pengisi
rumah Jumat -Mengikuti ibadah
-Diadzani dan (setengah hari) acara-acara hari
bersama -Mengikuti eskul pengajian di sunnah(puasa,
diaqiqahkan oleh -Mempelajari besar islam di
teman-teman rohis setiap Sabtu berbagai tempat sholat)
orang tua kisah para Nabi sekolah

-Pernah -Tidak boleh -Satu-satunya -Pernah -Pernah -Setelah SMP,


mengambil bermain lewat siswi di SD mokel(batal dimarahi ketika mulai berpikir
mainan teman dari pukul yang memakai puasa diam- ketahuan ulang sebelum
enam sore hiijab diam) keluar rumah memutuskan
-Ketika SD tidak memakai sesuatu(setelah
pernah sholat hijab(setelah baligh, dosa
bolong-bolong baligh) ditanggung
sendiri)

1
Saya adalah seorang anak dari orang tua yang memiliki latar belakang
identitas agama islam. Hal tersebut tentu membentuk diri saya sejak kecil
beridentitas agama islam. Sejak kecil di dalam keluarga, orang tua terutama ayah
menekankan bahwa agama adalah terpenting dalam menjalani kehidupan. Ayah
selalu mengajarkan bahwa urusan dunia akan mudah apabila kita mengutamakan
urusan akhirat terlebih dahulu. Seperti saat kecil, orang tua akan memberikan saya
hadiah apabila saya berhasil puasa Ramadhan sebulan penuh. Saya juga akan
lebih mudah meminta sesuatu apabila saya rajin sholat dan rajin mengaji serta
harus selalu bersyukur apabila memperoleh sesuatu, baik itu rezeki dari Tuhan
maupun melalui orang lain. Orang tua juga mengajarkan untuk selalu seimbang
menjalani urusan dunia dan akhirat. Selain itu, bersilaturahim dengan orang lain
juga penting dalam kehidupan beragama yang ditanamkan keluarga.
Bagi saya, pengenalan agama yang diajarkan orang tua sejak kecil
membantu saya untuk bisa semakin banyak memiliki pemahaman tentang agama
sendiri sampai saat ini. Kehidupan beragama yang ditanamkan orang tua sejak kecil
membentuk saya tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal di lingkungan sekitar yang
mungkin dianggap melanggar dalam ajaran beragama saya(seperti tidak sholat
wajib, bicara kasar, dan sebagainya). Saya menganggap penting bahwa tata
krama/sopan santun merupakan cerminan seseorang akan pemahamannya
terhadap agama. Menjalankan ibadah yang sesuai dengan qur’an dan hadist juga
menjadi pedoman saya dalam melakukan ibadah sehari-hari, seperti sholat, puasa,
doa/dzikir. Orang tua yang selalu mengajarkan bahwa kita harus bisa menjaga
silaturahim dengan orang lain menjadi penting bagi saya. Sehingga saat
berhubungan dengan orang lain, saya berusaha untuk bisa menunjukkan sikap dan
perilaku yang baik terhadap sesama dan berusaha membantu jika saya rasa
mampu memberikan bantuan.
Namun, ketika kecil saya pernah memiliki pengalaman yang dirasa telah
melanggar ajaran agama. Ketika kecil, saya pernah sekali mengambil mainan milik
teman yang rumahnya tidak jauh dari rumah saya. Sampai akhirnya saya
mengembalikan lagi mainan tersebut ke rumah teman saya. Sejak saat itu, saya
selalu meminta izin ataupun mengucapkan “tolong” apabila ingin melakukan dan
membutuhkan sesuatu.
Pengalaman beragama sejak kecil, memberikan saya pemahaman bahwa
memang kita diciptakan tidak kekal, melainkan hanya sementara dimana di dalam
kehidupan ini kita harus selalu berupaya maksimal dalam menjalankan kehidupan

2
baik untuk urusan dunia maupun akhirat. Saya juga memiliki pemahaman bahwa
ketika memperoleh sesuatu yang paling penting disadari adalah perasaan
bersyukur. Baik itu sesuatu yang sifatnya baik ataupun kurang baik bagi diri sendiri
maupun orang lain. perasaan tersebut membentuk diri saya menjadi tenang ketika
menghadapi persoalan-persoalan rumit dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran agama
yang mengungkapkan bahwa “Allah maha membolak-balikkan hati” menjadikan
saya untuk berusaha optimal dalam beribadah dan selalu mengutamakan urusan
akhirat dahulu sebelum mementingkan urusan dunia(seperti ketika dalam kegiatan
sudah waktunya sholat, saya akan menunda kegiatan dahulu).
Ajaran agama yang mengungkapkan bahwa “Allah bersama prasangka
hambanya” juga membentengi diri saya untuk tidak memiliki pikiran dan perasaan
yang negatif, namun terkadang hal tersebut juga membuat saya kurang
waspada/hati-hati terhadap suatu hal yang mungkin sebenarnya berbahaya bagi diri
saya. Selain itu, dalam hubungan sosial ajaran agama yang menurut saya penting
adalah ungkapan “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Membuat saya tidak
terlalu merasa terganggu, tidak cocok, ataupun menganggap berbeda secara
berlebihan terhadap orang lain yang beragama berbeda dengan saya. Pengalaman
ketika SMA memiliki teman yang non-muslim menarik perhatian saya, sampai-
sampai saya berani mengunjungi rumahnya hanya untuk mengetahui kegiatan
beragamanya. Terhadap orang lain yang sesama islam, saya juga tidak terlalu
memperumit bagaimana seseorang menjalankan kehidupan beragamanya. Seperti,
ketika seorang teman dirasa mulai menyimpang dari ajaran agama, saya akan
mencoba mengingatkan. Namun, setelah itu saya kembalikan kepada teman saya
tersebut akan menyadari perilakunya sendiri atau tidak. Sebab, saya merasa bahwa
kewajiban saya sebagai sesama muslim telah gugur dan hanya bisa sampai pada
tindakan mengingatkan kepada orang lain.

Pengalaman dan pemahaman keberagamaan yang saya dapatkan sejak


kecil mungkin ada sebagian kecil yang masih berkaitan dengan asal etnis saya.
Seperti ajaran agama yang diterapkan di dalam keluarga, bahwa mengaji itu
penting. Ketika di kampung, orang tua pasti mengajak untuk sholat maghrib
berjamaah di masjid dan diteruskan dengan mengaji. Hal itu karena kepercayaan di
kampung bahwa ketika malam hari jurig(mahluk halus) berkeliaran di luar, sehingga
saat anak-anak dilarang bermain lewat dari pukul enam sore dan diharuskan untuk
mengaji sampai bertemunya waktu sholat isya. Selain itu, orang tua terutama ayah

3
saya mengajarkan bahwa kita harus bisa menujukkan sikap yang berbudi luhur
kepada orang lain yang ada di sekitar kita, saling membantu, menolong, menjada,
dan melindungi satu dengan lainnya. Sebab, hal tersebut diyakini baik dalam agama
agar manusia bisa berhubungan baik dengan sesamanya. Setelah saya banyak
mengetahui dan memahami etnis saya dari berbagai bacaan mengenai etnis, saya
pun menyadari bahwa silaturahim antar sesama juga dianggap penting bagi etnis
saya. Etnis saya memiliki prinsip hidup untuk saling asih, asah, dan asuh terhadap
sesama manusia. Itu berarti bahwa kita sebagai manusia harus bisa untuk saling
mengasihi/menolong, mempertajam diri, dan melindungi/memelihara satu sama lain.

Selama saya hidup beragama sampai sekarang, banyak kegiatan-kegiatan


keagamaan yang saya ikuti di lingkungan tempat tinggal saya. Salah satunya
adalah mengaji, mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti lomba hafalan
surat Al-Qur’an, lomba cerdas cermat tentang islam, lomba adzan, fashion syar’i,
dan sebagainya. Saya mulai sering mengikuti kegiatan demikian sejak SMP
bersama dengan teman-teman di lingkungan tempat tinggal saya. Saya sering
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan seperti itu. Ketika SMP, saya juga mengikuti
ekstrakurikuler keagamaan, yaitu rohis. Dimana dalam kegiatan tersebut, saya
semakin memahami ajaran agama islam itu sendiri, mengkaji banyak hal mengenai
keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam kegiatan rohis di SMP
juga saya bisa belajar tari saman(ratoeh jaroh) yang mana saat itu, tari saman
sebagai selingan dalam kegiatan rohis agar tidak terasa bosan dan tari saman
dipilih pun karena dianggap mengandung nilai keislaman.
Selama saya mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan agama
sendiri, saya merasakan banyak pengalaman dan pembelajaran serta pemahaman
saya akan agama saya sendiri. Seiring berjalannya waktu, selama saya mengikuti
kegiatan keagamaan di lingkungan tempat tinggal, pemahaman saya akan agama
pun semakin berkembang. Saya mulai memikirkan pemahaman agama yang saya
dapatkan dari lingkungan keluarga dengan pemahaman agama yang saya peroleh
di lingkungan tempat tinggal saya. Saya merasa mungkin ada hal-hal tertentu yang
disampaikannya dengan cara berbeda antara di keluarga saya sendiri dengan
orang-orang di lingkungan tempat tinggal saya berkaitan dengan keagamaan.
Namun, sebenarnya hal-hal tersebut bermakna atau memiliki arah yang sama.
Melalui kegiatan keagamaan, selain menambah pemahaman saya akan agama juga
memberikan pemahaman akan hubungan sosial dengan orang lain. Saya belajar

4
bahwa keterikatan agama mendorong orang lain semakin kuat untuk mewujudkan
tujuan yang ingin dicapainya. Saya mempraktikkan tata krama yang diajarkan orang
tua saat bersama dengan orang lain di kegiatan keagamaan. Belajar bekerjasama,
saling membantu, toleransi, berbagi, dan membangun hubungan yang kuat dengan
orang-orang yang berlatar agama sama.

Saya dibesarkan di dalam keluarga yang agamis. Orang tua menanamkan


nilai-nilai agama sejak kecil dan sampai sekarang saya pun masih seringkali
diingatkan akan ajaran agama yang sudah dipegang teguh sampai saat ini oleh
keluarga. Bahkan, ketika keluarga merasa saya sudah mulai menyimpang dari
aturan dan ajaran agama, saya mulai diingatkan, dinasihati kembali mengenai
pentingnya agama sebagai dasar dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Apalagi,
dengan kondisi zaman yang sangat duniawi seperti sekarang ini. Banyak
pengalaman keberagamaan yang saya pernah alami. Mulai dari anak-anak, remaja,
sampai dewasa pengalaman keberagamaan membentuk diri saya memiliki
keyakinan tersendiri akan agama yang dianut.
Sepanjang masa anak-anak, saya banyak memiliki pengalaman
keberagamaan. Ketika kecil, orang tua dan kakak-kakak saya sudah mengajari tata
cara beribadah, seperti sholat, puasa, sodaqoh, meneladani kisah para Nabi
dengan sifat-sifatnya, hafalan doa harian dan surat-surat pendek Al-Qur’an. Ketika
saya mulai belajar berpuasa, orang tua terutama ibu saya pun memberikan
dukungan, salah satunya dengan menyediakan hidangan buka puasa yang saya
inginkan. Sehingga, saya semakin semangat untuk terus berusaha puasa sebulan
penuh. Pengalaman menyenangkan juga pernah saya alami ketika pertama kali
duduk di Sekolah Dasar di kampung. Biasanya anak perempuan mengenakan hijab
ketika di sekolah. Salah satunya, saya termasuk teman-teman saya. Meskipun
hanya mengenakan hijab di sekolah, saya merasakan kesenangannya karena saat
itu agama yang saya anut juga dianut oleh orang-orang di sekitar saya dan sekolah
pun mendukung siswi-siswinya untuk berhijab di sekolah.
Ketika saya pindah sekolah di Jakarta, saya juga termasuk siswi yang
banyak berpartisipasi mengisi acara pada kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah.
Salah satunya adalah saya tampil bersama grup qasidah dan seringkali
memperoleh juara pula saat mengikuti perlombaan-perlombaan di luar sekolah.
Saya juga pernah mengisi acara di SD, dengan membacakan rawi, menampilkan
tarian magadir, bernyanyi lagu islam, dan lainnya. Di luar sekolah, saya juga sering

5
mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti lomba hafalan surat pendek qur’an
dan mendapatkan juara, mengikuti perlombaan cerdas cermat, dan berpartisipasi
dalam kegiatan pengajian di berbagai tempat bersama teman-teman di lingkungan
tempat tinggal.
Memasuki Sekolah Menengah Pertama, saya sudah mantap untuk
mengenakan hijab dalam aktivitas sehari-hari. Di sekolah, saya mengenakan hijab
dan di rumah pun saya juga sudah mengenakan hijab ketika keluar rumah. Saya
semakin memiliki pemahaman akan agama saya sendiri. Terutama setelah saya
baligh, saya sudah menyadari kewajiban saya sebagai seorang muslim. Saya puasa
sebulan penuh, sholat lima waktu, mulai menyadari bahwa hal yang lebih
diutamakan adalah untuk beribadah kepada Tuhan, lancar membaca Al’Quran,
mengkaji maknanya dan menerapkan ibadah-ibadah sunnah dari belajar hadist
dengan mengaji di lingkungan tempat tinggal saya.
Ketika SMP, saya juga aktif mengikuti kegiatan yang difasilitasi sekolah
dengan mengikuti ekstrakurikuler rohis setiap Sabtu. Melalui rohis, saya banyak
memperoleh pengetahuan baru akan islam dalam prakteknya di kehidupan sehari-
hari. Mengikuti kegiatan rohis di sekolah juga memberikan saya wawasan baru akan
budaya islam, salah satunya melalui tarian saman yang diberikan dalam kegiatan
rohis sebagai selingan materi. Ketika di sekolah, saya juga ditunjuk oleh guru untuk
memimpin pembacaan surat Yasin setiap Jum’at pagi. Saya juga pernah mengalami
pengalaman yang menyenangkan sekaligus lucu. Saat mata pelajaran agama,
ketika guru memberikan kuis dadakan mengenai hukum bacaan di Al-Qur’an, sejak
awal pertanyaan hanya saya yang maju ke depan dan bisa menjawab, sampai pada
pertanyaan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Sampai akhirnya ada salah
seorang teman yang bilang “Udah, kamu di depan terus aja tau daripada bolak-
balik, kamu-kamu juga yang jawab.”. Perasaan saya saat itu senang, malu, dan
heran dengan bertanya-tanya kepada diri sendiri, mengapa teman-teman tidak bisa
menjawab kuis, padahal menurut saya materi itu bisa didapatkan melalui orang tua
yang mengajarkan ngaji.
Saat itu saya juga mulai memahami bahwa ajaran agama yang diberikan
orang tua sangatlah berpengaruh terhadap anaknya. Ketika sering bermain dengan
teman-teman ke rumahnya, saya juga menyadari bahwa orang tua saya sangatlah
kuat sekali dalam menanamkan nilai-nilai agama dalam diri saya. Pengajaran
tersebut membentuk diri menjadi individu yang sangat taat dalam beribadah. Saat
itu, saya juga sangat membatasi hubungan sosial dengan lawan jenis. Sebab, saat

6
itu pemahaman agama saya akan laki-laki dan perempuan adalah tidak boleh
berhubungan dekat. Sehingga, ketika itu saya sangatlah membatasi hubungan
pertemanan saya dengan teman laki-laki di sekolah dan ayah saya pun sudah
sangat mewanti-wanti jangan sampai saya berpacaran. Hal tersebut membuat saya
sangat waspada sekali saat ada teman laki-laki yang dirasa ingin menjalin
kedekatan yang lebih dengan saya.
Memasuki masa SMA, pemahaman saya akan agama pun semakin
berkembang. Orang tua mulai memberikan tanggung jawab penuh kepada diri saya
sendiri karena dianggap sudah memahami konsekuensi dari apa yang telah saya
putuskan. Saya mulai menyadari akan pentingnya menjalankan kehidupan
beragama di kehidupan sehari-hari. Mempraktikan ajaran agama yang sudah saya
pahami, mulai melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, membatasi diri dari hal-hal
yang mengarah pada pelanggaran agama dan semakin mempraktikan kewajiban
sebagai seorang yang beragama. Salah satunya, pemahaman saya yang semakin
matang bahwa apapun yang diperoleh diri kita itu harus disyukuri terlebih dahulu.
Ketika sedang dicoba/musibah, untuk bersikap sabar dan tidak banyak mengeluh.
Menganggap bahwa itu merupakan perwujudan kasih sayang Tuhan kepada
hambanya dan sebagai hambanya kita hanya bisa berusaha untuk mengatasi dan
mengambil hikmahnya.
Sempat ketika SMA, saya dijambret oleh orang yang membawa motor.
Ketika itu pulang sekolah, saya dan teman saya sedang berjalan bersama dan saya
memegang handphone, kemudian orang tersebut mendekat dan langsung
mengambil handphone saya. Ketika saya sampai di rumah dan menceritakan itu
semua, tidak ada satu pun anggota keluarga yang marah dan malah menasihati
saya untuk kedepannya tidak bermain handphone sembarangan. Ayah saya
menasihati supaya saya lebih semakin dekat dengan Tuhan, bersabar dan legowo,
serta mengambil hikmah bahwa mungkin saja handphone tersebut lebih banyak
membuat saya menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat. Ayah saya pun
meyakinkan bahwa pasti akan ada rezeki lain yang lebih besar dari Tuhan.
Semakin bertambahnya usia, pemahaman agama saya juga semakin
meningkat. Saya mengedepankan sekali arti bersyukur dan berpikir positif akan
sesuatu yang diperoleh atau saat menghadapi tantangan di kehidupan. Saya juga
semakin menyadari bahwa memang setelah baligh, semua hal ditanggung sendiri.
sejak SMA pula orang tua mulai menunjukkan kepercayaan kepada diri saya untuk
bisa menjaga diri sendiri. Hal tersebut juga lah yang menyadarkan saya untuk bisa

7
selalu melaksanakan kewajiban dan menghindari pelanggaran yang berkaitan
dengan agama. Salah satunya adalah tidak terlalu dekat dengan teman lawan jenis.
Orang tua sudah mulai terbuka untuk mendiskusikan hal tersebut. Perasaan aman
dan nyaman yang demikian, mendorong saya untuk bisa memahami batas-
batasnya. Saya tidak dilarang untuk menjalin hubungan baik dengan teman yang
lawan jenis, selagi itu masih dalam keadaan yang normal. Saya juga semakin akif
dalam turut serta kegiatan keagamaan di lingkungan tempat tinggal dan hal tersebut
saya rasakan banyak memberikan manfaat kepada diri saya dan membentuk diri
saya yang positif. Belajar mempertanggung jawabkan diri sendiri juga menjadi dasar
saya dalam mempraktikan hidup beragama. Ketika dihadapkan pada sebuah
pilihan, salah satu dasar pertimbangan yang penting bagi saya adalah agama.
Apabila pilihan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang saya anut, maka
kemungkinan kecil bagi saya untuk mengambil pillihan tersebut. Sebaliknya, jika
sesuai dengan nilai agama yang saya yakini, saya akan mempertimbangkan ulang
pilihan-pilihan tersebut yang berhubungan dengan nilai sosial dan logika saya.
Pengalaman-pengalaman kebergamaan tersebut membentuk diri saya
memiliki pemahaman agama yang sangat kuat. Hal ini juga saya sadari sebagai
hasil dari pengaruh nilai-nilai agama yang diterapkan orang tua pada diri saya. Saya
terus menggali dan mencari pemahaman akan agama yang saya anut. Sampai saat
ini, saya yakin dengan agama yang melatarbelakangi identitas saya.

Sementara di lain hal, saya pernah memiliki pengalaman-pengalaman


keberagamaan sejak kecil sampai sekarang. Ketika kecil, saya pernah mengambil
mainan miliki teman yang jarak rumahnya tidak jauh dari rumah saya. Ketika sedang
bermain, saya mengambil sebuah mainan teman dan menyembunyikannya di dalam
baju. Setelah sampai di rumah, saya memegang mainan tersebut sambil menatap
rumah teman saya di jendela dan menyesali perbuatan saya tersebut. Tidak ada
satu orang pun yang tahu bahwa saya telah mengambil mainan seorang teman,
sampai akhirnya saya memberanikan diri untuk kembali lagi ke rumah teman saya
tersebut dan langsung mengembalikan mainannya dan kembali pulang. Saya
menyesali perbuatan itu karena pemahaman agama saya saat itu bahwa mencuri
adalah perbuatan yang tidak baik dan akan mendapatkan ganjaran(dosa) dari
Tuhan. Sehingga, saat berhasil mengambil mainan teman saya merasa takut, was-
was, tidak tenang, dan menangis dan setelah saya mengembalikan mainan
tersebut, saya merasakan kelegaan dalam diri saya sendiri.

8
Pengalaman ketika SD saat bulan Ramadhan, saya pernah mokel(batal
puasa diam-diam) di luar rumah bersama teman-teman. Tentu saat itu saya menjadi
berbohong kepada ibu karena sebenarnya saya tidak puasa sehari penuh.
Beberapa kali saya melakukan hal yang demikian, sampai akhirnya ketika saya
melihat ibu yang kelelahan menyiapkan hidangan buka puasa. Keesokkannya saya
tidak lagi berani membatalkan puasa diam-diam dan membohongi ibu saya sendiri.
Pengalaman lain yang kurang menyenangkan adalah saat saya sedang senang-
senangnya bermain bersama teman-teman, ayah saya melarang untuk bermain
lewat dari pukul enam sore. Sampai pada suatu waktu, saya diam-diam pergi
bermain bersama teman-teman dan saat itu pernah ketahuan dan saya langsung
diajak pulang ke rumah oleh ayah saya. Sampai akhirnya, ayah saya memberikan
kesepakatan bahwa setelah maghrib, saya harus mengaji terlebih dahulu dan
diizinkan bermain pada hari-hari tertentu selesai mengaji.
Saya juga pernah berbohong terkait sholat. Ketika SD, saya pernah
membohongi kedua orang tua saya. Saat ditanya “Sudah sholat atau belum?”, saya
menjawab “Sudah”, padahal kenyataannya saya belum sholat pada saat itu. Saya
melakukan kebohongan itu sebanyak tiga kali pada saat kelas enam SD dan setelah
itu saya tidak lagi membohongi diri saya sendiri maupun orang tua terkait dengan
sholat. Saya merasakan bahwa setiap kali berbohong, saya merasa deg-degan,
takut, tidak tenang/nyaman, dan merasa telah banyak berbuat dosa terhadap kedua
orang tua. Pengalaman lain yang menantang bagi saya saat duduk di SD adalah
saya satu-satunya siswi yang sekolah mengenakan hijab(setelah pindah sekolah).
Awalnya, teman-teman dan bahkan guru-guru merasa heran, aneh karena dengan
yakinnya saya mengenakan hijab di sekolah(saat itu saya kelas 3 SD). Puncaknya,
sebab perbedaan penampilan saya tersebut, banyak teman-teman yang mengolok-
olok saya, mengejek saya, meledeki saya, mengatakan bahwa saya botak, kutu-an,
teroris, dan bahkan ada salah seorang teman yang berusaha untuk melepaskan
hijab yang saya kenakan.
Meskipun saya sadar bahwa saat itu teman-teman hanya bercanda kepada
saya, namun karena saya saat itu berada dalam posisi yang lemah, perasaan saya
ketika itu adalah sangat sedih, marah, kesal, kecewa, dan merasa rendah diri
karena saya sadar saya berbeda penampilan, ditambah lagi dengan perlakuan
teman-teman kepada saya. Namun, berbeda dengan tanggapan guru-guru yang
senang karena saya mengenakan hijab(guru di sekolah juga banyak yang
mengenakan hijab). Setelah berhasil beradaptasi dan mampu membangun

9
hubungan sosial yang baik dengan teman-teman, akhirnya saya bisa menjalin
kedekatan dengan teman-teman di sekolah dan bahkan salah seorang teman ada
yang mulai mengenakan hijab juga seperti saya dan hal tersebut membuat saya
senang dan bangga akan penampilan fisik yang menggambarkan identitas saya.
Pengalaman lainnya adalah saat ayah menyuruh saya untuk memakai hijab
ketika keluar rumah. Ketika itu saya masih sering menentang perintah ayah dengan
keluar rumah tanpa hijab. Sampai akhirnya ayah saya sudah sangat tegas
memerintahkan saya untuk mengenakan hijab saat keluar rumah, saya menerapkan
berbagai cara untuk mengelabuinya. Pertama, saya mengenakan jaket yang
terdapat kupluk belakangnya. Sehingga, ketika melihat saya, ayah akan mengira
bahwa saya mengenakan hijab yang ditutupi kupluk. Kedua, saya langsung
mengenakan hijab, namun setelah jauh dari rumah saya melepasnya dan kembali
lagi mengenakannya setelah akan pulang ke rumah. Peristiwa tersebut berlangsung
setelah saya baligh dan memutuskan untuk mengenakan hijab dengan kesadaran
sendiri saat SMP.
Setelah SMP, saya mulai banyak memikirkan ulang atas keputusan-
keputusan yang akan saya ambil. Belajar dari pengalaman, saya mulai
mempertimbangkan pilihan-pilihan berdasarkan sesuai atau tidak sesuai dengan
nilai dan ajaran agama yang saya anut. Termasuk menimbang resiko dan
manfaatnya bagi diri saya sendiri. Saya mulai bisa menjaga diri sendiri dari
pengaruh teman-teman yang saat itu mungkin tidak sholat lima waktu, tidak
berpuasa di bulan Ramadhan, bermasalah di sekolah, cara berbicara yang kasar
dengan kata-kata yang tidak dianggap sopan, berpacaran, dan lain-lain. Saya
sangat membentengi diri saya akan hal-hal yang memberikan pengaruh negatif
pada diri saya. Meskipun banyak teman-teman dekat saya yang mungkin dirasa
menyimpang dari ajaran agama yang saya pahami, saya tetap berusaha untuk
berteman baik dengan mereka namun tetap berusaha juga menjaga diri saya
sendiri.
Memasuki masa SMA sampai saat ini, saya semakin bisa menerapkan nilai
dan ajaran agama yang saya pahami bersama teman-teman yang mungkin dirasa
sejalan/sepemikiran dengan saya akan agama. Biasanya, kami saling bertukar
informasi, pemahaman, bahkan seringkali kami belajar agama bersama-sama, baik
di sekolah maupun di luar sekolah. Pengalaman-pengalaman tersebut membuat
saya semakin meyakini agama yang saya anut, membentuk diri saya menjadi

10
individu yang sangat religius(meskipun penampilan saya tidak menunjukkan bahwa
saya adalah orang yang sangat religius).

Saya merasa mengalami sebuah pergulatan dalam kehidupan


keberagamaan saat dewasa ini. Saya sempat merasa bahwa agama membentuk
diri saya untuk selalu menjadi manusia yang baik. Padahal, mungkin sebagai
manusia, banyak kesalahan-kesalahan yang saya lakukan baik terhadap diri saya
sendiri maupun orang lain. Hal tersebut membentuk diri saya menjadi individu yang
seringkali merasa kecewa berlebihan terhadap diri sendiri, merasa bersalah yang
berkepanjangan karena telah berbuat salah terhadap orang lain. Sampai akhirnya
menjadikan saya rendah diri untuk bisa membangun hubungan sosial yang lebih
dekat dengan orang lain karena perasaan takut berbuat saya yang dirasa
menyimpang dari ajaran agama sendiri. Selain itu, melihat segala sesuatunya
dengan selalu berpikir positif(khusnudzon) terkadang membuat saya menjadi
individu yang melupakan hal-hal kecil/detail yang mungkin itu penting bagi diri saya
sendiri. Saya juga menjadi diri yang kurang hati-hati, menghindari perasaan-
perasaan negatif terhadap orang lain/kejadian tertentu, yang pada kenyataannya
adalah memang berdampak negatif bagi diri saya.
Selain itu, dengan pemahaman agama yang saya miliki juga pernah
membuat saya ragu akan agama yang selama ini saya anut. Namun, setiap kali
saya memikirkan dan mempertimbangkan hal tersebut, saya merasa bahwa Tuhan
selalu memberikan jawaban-jawaban yang semakin meyakinkan saya akan agama
yang selama ini saya anut. Peristiwa tersebut sempat saya alami karena orang-
orang yang berada di lingkunga sekitar saya merasa heran, aneh saat mengetahui
saya mengikuti kegiatan pengajian di lingkungan tempat tinggal saya. Sehingga, hal
tersebut sempat membuat saya merasa kesal dan beberapa waktu sempat menjaga
jarak dengan orang-orang tersebut. Sampai akhirnya, orang-orang di sekitar saya
sudah memahaminya, saya dan orang-orang tersebut bisa menjalin hubungan yang
baik kembali satu sama lain. Tanda-tanda, jawaban, dan perasaan mantap di dalam
hati yang disampaikan Tuhan kepada saya juga membuat saya semakin yakin
dengan agama yang saya anut selama ini, ajaran dan nilai-nilai yang diterapkan
orang tua kepada saya, ilmu dan pemahaman yang saya dapatkan tentang agama
melalui kegiatan-kegiatan keagamaan semakin mengarahkan saya untuk menjadi
manusia yang akan mendahulukan urusan agama dan semakin menghargai
perbedaan keyakinan dengan orang-orang yang ada di sekitar saya.

11
Berasal dari keluarga yang memiliki nilai-nilai sangat kental dalam kehidupan
beragama mempengaruhi diri saya menjadi individu yang mempertimbangkan atau
menjadikan dasar agama dalam menghadapi masalah-masalah sulit yang saya
alami. Nilai-nilai agama menjadi salah satu hal terpenting bagi saya dalam
mengatasi persoalan sulit dalam hidup. Salah satu contohnya adalah ketika saya
berbuat bohong atau melakukan kesalahan terhadap diri saya sendiri ataupun orang
lain, pasti hati kecil saya akan mengatakan bahwa perilaku yang telah saya lakukan
tersebut adalah tidak benar dan saya harus segera memperbaiki hal tersebut.
Sebab, pemahaman saya mengenai ajaran agama adalah sekecil apapun
perbuatan yang dilakukan(baik atau buruk) akan mempengaruhi kehidupan kelak di
akhirat. Sehingga, dari pengalaman tersebut menjadikan saya belajar dan
mengambil hikmahnya dari kejadian tersebut.
Selain itu, saat menghadapi sebuah masalah, saya lebih berusaha untuk
bersikap tenang, memandangnya secara positif, dan meyakini pasti akan bisa
diatasi dan Tuhan akan ikut campur di dalamnya. Dalam menghadapi masalah
dalam kehidupan, saya menerapkan ajaran agama yang saya pahami bahwa untuk
mengatasinya dengan cara ikhtiar(berusaha sesuai kemampuan) dan
tawakal(setelah berusaha, menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan).
Setelah itu, sebagai individu yang beragama juga mengarahkan saya untuk selalu
berdoa akan kebaikan-kebaikan dan harapan yang diinginkan. Pemahaman akan
agama tentang keyakinan bahwa “Tuhan bersama prasangka hambanya”,
mengarahkan saya pula ketika dihadapkan pada suatu persoalan, saya lebih
banyak berpikiran positif dan dalam kehidupan sehari-hari saya pun sangat berhati-
hati dalam mengucap dan berusaha untuk mengungkapkan hal-hal yang sifanya
lebih positif. Sebab, saya meyakini bahwa “ucapan adalah doa”.
Saya menyadari sekali bahwa nilai-nilai agama yang saya anut sangat
mempengaruhi saya dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan. Saya
juga menyadari bahwa sikap spiritualitas akan agama yang saya miliki bisa
membentuk diri saya menjadi individu yang lebih positif baik itu terhadap diri saya
sendiri, orang lain, dan Tuhan.

Memiliki identitas agama yang mayoritas di negara ini memberikan saya


keistimewaan-keistimewaan tertentu sebagai warga negara yang beragama.
Disamping itu, menjadi penganut agama yang tergolong mayoritas di negara ini juga

12
memberikan saya prasangka-prasangka dari masyarakat yang ada di lingkungan
saya.
Keistimewaan yang saya dapatkan sebagai salah satu penganut agama
yang mayoritas di Indonesia mempermudah saya untuk bisa merasakan hal-hal
yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan. Beberapa keistimewaan yang
bisa saya rasakan ialah dalam aspek politik, saya bisa memperoleh kesempatan
yang luas untuk bisa menyuarakan pendapat, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Saya juga bisa memperoleh hak saya secara bebas dan terlindungi di
depan hukum dan masyarakat. Selain itu, saya juga bisa dengan mudahnya
menggunakan hak suara saya sebagai warga negara dalam pemilu di negara yang
demokratis ini. Dalam aspek ekonomi, identitas agama juga mempermudah saya
untuk bisa memperoleh bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah maupun
lembaga lain. Contohnya adalah bisa memperoleh beasiswa untuk membiayai
perkuliahan saya. Dalam aspek pendidikan dan kesehatan, identitas agama yang
dimiliki mempermudah saya untuk bisa memperoleh hak sebagai warga negara
dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang layak dan bisa mendapatkan
fasilitas kesehatan yang salah satunya ditunjang dari bantuan pemerintah, yaitu
BPJS. Dalam aspek sosial, saya bisa menikmati berbagai macam fasilitas publik
yang disediakan oleh pemerintah, seperti kereta, transjakarta, bisa memperoleh
kemudahan untuk pergi ke berbagai tempat(luar negeri), dan akses public lainnya.
Dalam berhubungan sosial dengan masyarakat di lingkungan sekitar, saya bisa
membangun hubungan yang baik dan harmonis dengan orang lain baik sesama
agama maupun orang lain yang berbeda agama. Saya bisa berani dan percaya diri
menampilkan diri saya dengan latar belakang agama yang tergolong mayoritas dan
bisa dihargai dan dianggap keberadaannya sebagai bagian dari masyarakat.
Sementara, prasangka-prasangka yang pernah saya alami sebagai bagian
dari penganut agama yang mayoritas di Indonesia adalah saya pernah memiliki
pengalaman ketika SD, saya pernah diejek oleh teman-teman di sekolah karena
identitas saya yang mengenakan hijab. Salah seorang teman mengatakan bahwa
saya adalah teroris, sebab saat itu hanya saya siswi yang mengenakan hijab di
sekolah. Padahal, teman-teman saya di sekolah juga mayoritas beragama islam
dan teman yang mengatakan bahwa saya teroris adalah teman yang beragama
islam. Peristiwa tersebut sempat membuat saya merasa rendah diri, takut karena
dianggap berbeda dari teman-teman di sekolah. Saya merasa tidak dianggap baik
oleh teman-teman, khususnya laki-laki. Selama kejadian tersebut berlangsung, saya

13
hanya bisa mempertahankan dan membela diri saya sendiri. Saat itu saya
merasakan kekesalan, marah, kecewa, sedih, dan merasa tidak berharga berada di
lingkungan yang seperti itu. Pengalaman-pengalaman selama hidup beragama
menyadarkan saya bahwa setiap orang bisa merasakan posisi di atas dan di bawah.
Pengalaman tersebut memberikan saya kesadaran bahwa masyarakat yang
tergolong memiliki identitas mayoritas pun berkemungkinan untuk merasakan
prasangka ataupun diskriminasi tertentu di lingkungan masyarakat. Apalagi dengan
masyarakat yang tergolong minoritas. Pengalaman-pengalaman keberagamaan
juga menyadarkan saya untuk belajar menghargai dan menerima seseorang dari
latar belakang agama yang berbeda.

Pengalaman keberagamaan ini juga saya rasa akan berdampak dalam


pemberian layanan konseling. Hal-hal yang paling mendasar seperti nilai-nilai
agama yang kuat di dalam diri saya sangat mempengaruhi saya dalam kegiatan
konseling, yaitu saya sadar betul bahwa pemahaman saya akan agama saya sendiri
mungkin akan menimbulkan bias dengan konseli yang memiliki pemaknaan berbeda
terhadap agama yang sama. Saya juga sadar bahwa pengalaman keberagamaan
ini juga berdampak pada pemikiran, sikap, dan perilaku saya terhadap konseli,
terutama konseli yang berlatar belakang agama yang berbeda dengan saya.
Pengalaman keberagamaan juga bisa membuat saya memiliki prasangka-
prasangka yang mungkin bersifat negatif terhadap konseli. Saya juga menyadari
ketika nanti menjadi seorang konselor, pengalaman keberagamaan ini
mempengaruhi saya dalam menentukan teknik dan terhadap cara saya mengambil
sebuah keputusan dalam konseling. Selain itu, hal ini juga akan mempengaruhi
bagaimana saya memandang permasalahan konseli. Bias akan perbedaan antara
konselor dan konseli terkadang menimbulkan perasaan khawatir bagi diri saya yang
nantinya akan menjadi konselor di sekolah yang tentunya akan menghadapi konseli
yang memiliki latar belakang dan karakteristik yang berbeda-beda.

Beralih dari kekhawatiran tersebut juga menyadarkan saya akan kekuatan-


kekuatan agama dan pengalaman keberagamaan saya yang dirasa bisa digunakan
dalam kegiatan konseling. Kekuatan agama yang saya miliki dan mungkin bisa
digunakan dalam konseling adalah identitas agama yang mayoritas, membuat saya
bisa dengan aman menunjukkan keberadaan saya dengan identitas agama ini.
Selain itu, kekuatan agama yang saya rasa bisa digunakan dalam konseling yaitu

14
keyakinan yang menekankan bahwa harus bisa menjalin hubungan baik dengan
sesama manusia. Hal itu memungkinkan untuk membantu saya dalam melakukan
konseling bersama konseli tanpa memperdebatkan agama yang dianutnya.
Pengalaman keberagamaan yang pernah saya alami ketika SD, juga
membentuk diri saya menjadi lebih bisa menghargai dan menerima keberadaan
orang lain yang mungkin memiliki identitas agama yang berbeda. Pengalaman
tersebut juga mendorong saya untuk bisa memposisikan diri apabila menghadapi
konseli yang merasa dirinya minoritas. Pemahaman agama yang mengajarkan
untuk selalu berpikir positif juga memberikan kekuatan dan dorongan bagi diri saya
untuk bisa melihat dan merasakan keberadaan konseli dengan kacamata positif,
dimana konseli hadir untuk bersama-sama mendiskusikan langkah-langkah yang
akan ia ambil di dalam kehidupannya. Selain itu, pemahaman akan manusia itu
diciptakan sama dari bumi(tanah), juga menyadarkan dalam memberikan pelayanan
sebagai seorang konselor tidak harus pandang bulu. Konselor harus bisa
menyingkirkan bentuk-bentuk rasial ataupun diskriminasi yang mungkin saja
dirasakan konselinya yang merasa minoritas.

Menganut agama yang tergolong mayoritas di negara ini membuat saya juga
memiliki bias-bias terhadap orang dari agama lain. Nilai-nilai dan kedudukan agama
yang mayoritas seringkali membuat saya terpengaruh dengan stereotip-stereotip
yang beredar di masyarakat. Salah satu bias yang mungkin muncul mengenai orang
yang berbeda agama adalah perbedaan keyakinan mengenai pemaknaan yang
berkaitan dengan kehidupan spiritualitas. Bias mungkin saja terjadi apabila nilai-nilai
agama yang kuat secara tidak disadari mempengaruhi saya dalam konseling dan
menimbulkan pemikiran-pemikiran yang negatif apabila konseli dirasa tidak sesuai
dengan pemahaman agama yang saya miliki. Posisi agama yang mayoritas
membuat saya mungkin akan menganggap rendah orang yang berbeda agama,
khususnya bagi agama-agama yang dianggap minoritas. Nilai-nilai agama yang
saya anut mungkin akan bias dan berpengaruh terhadap konseli yang berbeda
agama dan secara tidak sadar saya memaksakan nilai-nilai yang saya miliki kepada
konseli. Sehingga, hal tersebut akan menghambat proses dan membuat batas
dalam kegiatan konseling.
Saya tidak memiliki pandangan yang mengandung bias terhadap orang yang
berasal dari agama tertentu. Namun, saya mungkin akan mengalami bias terhadap
konseli yang memiliki pemaknaan berbeda dengan saya mengenai agama dan

15
kehidupan spiritualitas. Hal tersebut yang bisa membuat saya terhambat dalam
melakukan konseling. Bias yang saya rasa adalah bias dari diri saya sendiri, dimana
saya tidak sadar akan nilai-nilai agama yang kuat dalam diri saya yang sebenarnya
berpengaruh besar terhadap proses konseling. Pengaruh yang sangat penting
adalah dalam pengambilan untuk konseli yang akan mengarahkan atau membawa
proses konseling menjadi berhasi atau gagal, efektif atau tidak bagi kemajuan
konseli.

Pemahaman tentang agama sangatlah penting bagi saya sebagai calon


konselor. Hal ini penting karena seorang konselor pasti akan menghadapi konseli
yang memiliki latar belakang identitas yang berbeda-beda, salah satunya konseli
yang berbeda agama dengan konselor. Konselor perlu memiliki pemahaman
mengenai agama yang cukup dari konselinya. Hal lain yang penting bagi saya
adalah pemahaman akan agama sendiri. Pemahaman mengenai agama sendiri,
mulai dari nilai-nilai, prasangka, posisi, aturan, keyakinan, cara pandang, cara
berpikir akan membantu konselor sadar akan dirinya sendiri sebagai individu yang
beragama. Pemahaman tersebut juga akan membuat konselor sadar akan
perbedaan antara dirinya dan konseli berkaitan dengan perbedaan agama. Konselor
juga bisa menghindari bias-bias yang mungkin akan menghambat proses konseling.
Penting bagi saya sebagai konselor untuk mengetahui batasan agama yang
mungkin dianggap sensitif bagi konseli.
Memahami perbedaan agama dengan orang lain, terutama antara konselor
dan konseli juga menyadarkan saya untuk menghargai dan menerima perbedaan
keyakinan konseli. Melalui pemahaman tersebut juga membuat saya sebagai
konselor bisa merasa nyaman akan perbedaan konseli untuk menjalin hubungan di
dalam kegiatan konseling.

Salah satu buku yang saya rasa memberikan pemahaman kepada saya
akan makna sebuah agama islam yaitu buku yang berjudul Islam Intergral:
Membangun Kepribadian Islami karya (Husnan, et al., 2007) yang memberikan
pemahaman mengenai agama islam itu sendiri dan bagaimana islam berperan di
dalam masyarakat yang plural di Indonesia. Islam mengajarkan umatnya untuk bisa
menerapkan ajaran-ajaran yang sudah jelas tertuang di dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadist bahwa setiap manusia wajib menyembah kepada Tuhan(Allah). Islam
mengajarkan umatnya untuk senantiasa bisa menjadikan kisah-kisah terdahulu para

16
Nabi sebagai pelajaran dan tauladan dalam hidup di lingkungan yang di dalamnya
terdapat berbagai macam orang yang menganut agama berbeda-beda. Islam
sebagai pedoman atau dasar umatnya dalam menjalankan kehidupan
keberagamaan, yang mana standar kehidupan umatnya di dasarkan pada hukum-
hukum islam.
Islam bukan hanya mengajarkan umatnya untuk selalu taat beribadah
kepada Allah, tetapi islam bahkan menganjurkan penganutnya untuk bisa
membangun hubungan yang baik dengan sesama manusia sebagai mahluk ciptaan
Allah. Bukan hanya berhubungan baik dengan sesama penganut agama islam,
islam sendiri pun menekankan kepada setiap umatnya untuk bisa menjalin
hubungan baik antar sesama umat beragama. Dalam hubungannya dengan orang
lain, islam memerintahkan umatnya untuk bisa menujukkan tanggung jawabnya
sebagai mahluk sosial yang beragama. Tanggung jawab sosial tersebut antara lain,
menjalin silaturahim dengan tetangga; memberikan infaq sebagian dari harta yang
dimiliki; menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit ataupun terkena
musibah; memberikan bantuan menurut kemampuan bila ada anggota masyarakat
yang membutuhkan bantuan; dan membangun masyarakat yang sehat mental dan
spiritualnya.
Islam pun sangat menganjurkan umatnya untuk selalu menjalin kerukunan
antar umat beragama. Hal tersebut sebagai bukti dalam mentauladani para utusan
sejak zaman ke nabi-an. Cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk perwujudan
kerukunan antar umat beragama adalah dengan menujukkan sikap dan perilaku
toleransi dengan sesama penganut islam maupun dengan orang yang beragama
lain. Kerukunan yang diajarkan islam kepada umatnya bukan berarti rukun sehingga
menyamakan agama dan mencampur adukkan agama, melainkan rukun dalam
pengertian saling menghormati dan tidak saling mencurigai pemeluk agama lain.
Oleh karena itulah, kesadaran akan hormat pada orang lain yang berlatar belakang
agama berbeda perlu ditumbuhkan dalam proses kehidupan bermasyarakat.
Pemahaman akan islam ini juga membuat saya semakin sadar akan
kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahan sebagai anggota dari suatu
agama tertentu. Islam memberikan pemahaman kepada saya bahwa meskipun
berbeda kita tidak harus memperlakukannya(orang yang dianggap minoritas)
dengan cara yang berbeda pula. Kita bisa saling menghormati, menghargai, dan
menerima perbedaan satu sama lain sebagai sesuatu yang unik untuk bisa saling
melengkapi dalam kehidupan bermasyarakat yang multikultur.

17
Daftar Pustaka
Husnan, D., Fadhil, A., Darajat, Z., Lubis, Z., Ihsan, K., KM, H., et al. (2007). Islam
Integral: Membangun Kepribadian Islami. Jakarta: Perpusnas: KDT.

18
AGAMA DIRI SENDIRI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultural yang


Diampu oleh Dr. Susi Fitri M.Si,.kons

Oleh:

Vidya Siti Wulandari (1715160018)

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
TIMELINE

Lahir dengan Pemahaman baru


keluarga mengenai Islam
berlatar Sempat menjadi calon
Khattam Al- yang di dapatkan
belakang untuk mewakili
Quran saat Mulai berbagai sumber
agama Islam sekolah dalam lomba
kelas 5 SD menggunakan muratal pada saat
Belajar Agama jilbab di kehidupan kelas 8 SMP
sehari-hari pada Ikut Rohis di
di TPA saat
kelas 7 SMP kelas 10 SMA
umur 4 tahun

Di Hukum oleh Di pukul oleh Menghindari privat Sudah jarang


Pak Ustadz Berhenti mengaji Bapak saat mengaji dengan mengaji dan belajar
karena berisik di pengajian saat malas Sholat berbagai alasan agama saat di kuliah
di pengajian naik ke kelas 7
SMP Ditertawakan oleh
sepupu saat belajar
mengaji

Dianggap kafir
karena tidak ikut
demo bela islam

2
TULISAN NARATIF-ANALITIS

Pada kesempatan kali ini, saya merefleksikan topik identitas diri mengenai
agama sendiri. Sedari lahir, agama yang diturunkan dari keluarga kepada saya
adalah agama Islam. Dimana agama mayoritas di Indonesia. Memang agama di
keluarga saya tidaklah sekuat agama pada keluarga yang memang sangat religius.
Saya merasa bahwa keluarga saya dalam hal keagamaan sangatlah standar. Dalam
kehidupan bermasyarakat pun saya diajarkan oleh kedua orang tua saya untuk
saling menghormati agama lain.

Terlebih Bapak bekerja pada perusahaan asing yang dimana pemiliknya


memiliki keyakinan agama yang berbeda. Setiap acara keagamaan dari pemilik
perusahaan tempat Bapak bekerja, Bapak dan karyawan-karyawan yang lain selalu
diundang dalam acara yang diadakan olehnya dan tidak jarang Bapak pun pulang
dengan membawa bingkisan. Saya sendiri pun sewaktu SMP memiliki teman dekat
yang berbeda keyakinan agama dengan saya, dan saya pun menghormatinya
sebagaimana ia menghormati saya perihal tentang beribadah, atau hal lainnya
malah ia yang lebih sering mengingatkan saya dibanding kesadaran yang timbul
pada diri saya sendiri.

Saya sejak umur 4 tahun, saya mulai dikenalkan lebih mendalam mengenai
agama yang keluarga saya anut yakni agama Islam. Mama mendaftarkan saya
belajar agama di TPA. Setiap sore, dimulai dari jam 4 saya belajar tentang huruf-
huruf dan bacaan di surat-surat pendek. Saya pun mulai menghafalkan doa-doa
dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti doa bangun tidur, doa makan, doa
tidur, doa tentang orang tua, d.l.l. Hal tersebut berlangsung sampai saya menginjak
jenjang TK.

Saat keluarga pindah rumah, saya pun langsung didaftarkan ke tempat


pengajian yang tak jauh dari rumah. Saya mengikuti pengajian dari kelas 1 SD
sampai kelas 6 SD. Saat saya kelas 5 SD, saya sudah berhasil khattam Al-Quran.
Saya sangat senang luar biasa saat saya berhasil khattam. Menurut saya itu
pencapaian yang tinggi ketika usia 11 tahun.

Pengalaman saya saat mengikuti pengajian ada rasa senang maupun sedih.
Rasa senang diantaranya yang sudah saya jelaskan sebelumnya, mempunyai

3
teman yang banyak bahkan bermula kenal dari pengajian maka berlanjut menjadi
pertemanan di luar pengajian. Kemudian pengalaman sedih yang pernah saya
rasakan yaitu dimana saya pernah dipukul kedua telapak tangan saya dengan
tongkat oleh Pak Ustadz karena saya dikira berisik saat pengajian berlangsung.
Padahal pada saat itu saya tengah berada di kumpulan orang-orang yang sedang
bercanda-canda dan bergosip, lalu Pak Ustadz tidak terima karena tidak
sepantasnya sedang pengajian namun malah bercanda dan saya pun ikut kena
getahnya karena saya sendiri sebenarnya tidak ikut serta dalam aktivitas teman-
teman saya yang lain.

Saya masih ingat sekali bagaimana rasanya tangan saya dipukul oleh tongkat
dan memerah begitu saja ditambah rasa nyeri. Sempat karena hal tersebut saya
mogok untuk ikut penngajian kembali, namun saat Mama tahu apa alasannya, saya
malah diceramahi olehnya dan mau tidak mau saya harus tetap datang ke
pengajian. Maka saya pun melanjutkan rutinitas pengajian sampai saya lulus SD dan
mulai duduk dibangku SMP. Karena kesibukan pada awal-awal sekolah yang jauh
beda seperti saat SD, ditambah jarak SMP saya waktu itu lumayan dari rumah dan
harus ditempuh dengan naik angutan umum 20 menit. Pada walnya Mama sedikit
tidak menerima alasan itu dan tetap mengharuskan saya untuk mengaji selama 3
bulan. Namun perlahan-lahan Mama mulai mau menerima alasan dari saya dan
kemudian saya berheni mengaji di tempat itu.

Di keluarga saya sangat ditekankan dengan kewajiban umat Islam, yaitu


sholat 5 waktu. Bahkan sampai saat ini baik Mama maupun Bapak selalu rajin
mengingatkan saya untuk sholat. Jika saya sedang malas, maka tak segan-segan
Bapak akan memukul saya dan memarahi saya. Begitu pun Mama sama halnya
keras dalam mendidik saya terlebih pada agama. Mulai dari wudhu, sholat, sampai
dzikir pun tak jarang selalu dipantau oleh kedua orang tua saya. Jika wudhu saya
ada yang tidak benar, maka baik Mama atau Bapak selalu memberitahu dan
menyuruh saya untuk mengulanginya. Sama halnya dengan ketika sholat, jika saya
selesai dengan waktu yang cepat, maka Mama akan mencurigai saya hanya
membaca surat-surat pendek yang umum dibaca yaitu Al-Iklas, Al-Falaq, dan An-
Nass.

4
Hal keberagaman tersebut juga dipengaruhi oleh etnis dimana, pengaruh dari
etnis saya sendiri yaitu Sunda yang sangat mengutamakan agama pada pondasi
kehidupan membuat agama di keluarga saya menjadi nilai penting saat berinteraksi
di kehidupan sehari-hari. Jadi, tentang Islam di dalam etnis saya begitu kuat terlebih
pada keluarga besar dan para sesepuh di keluarga.

Kemudian, hal yang terpenting yang ada di hidup saya yaitu saat saya mulai
berhijrah dengan menutup aurat di kepala saya dengan menggunakan jilbab. Saya
akui sebenarnya alasan saya berhijab tidaklah seperti kebanyakan orang-orang,
alasan saya sepele dan dapat dikatakan itu berawal dari ketidak sengajaan. Ya,
sebenanrya di lingkungan SD saya yang dulu, setiap bulan ramadhan, semua siswa
dibiaskaan untuk memakai pakaian muslim dan berjilbab. Ketika di SMP dan
memasuki bulan puasa, saya kira budaya saat saya dulu SD dengan saat saya di
SMP adalah sama yaitu setiap siswi yang beragama islam wajib untuk berjilbab.
Ternyata, saya salah. Saat bulan puasa, semua berjalan biasa saja seperti hari di
luar bulan ramadhan, para siswi yang beragama islam pun tidak ada kewajiban
untuk harus memakai jilbab da pakaian panjang.

Faktor lainnya yaitu pada waktu itu, setelah saya lulus SD saya berusaha
untuk memotong rambut yang panjangnya sudah sampai paha dan potongannya
gagal karena terlalu pendek. Untuk menutupi hal tersebut maka dari itu saya
menggunakan jilbab untuk menutupi rambut saya yang terlalu pendek. Hanya saja,
lama kelamaan saat saya mulai membiaskaan diri dengan jilbab rasanya seperti
dipermudah dan saya bertahan dengan hijab saya hingga saat ini. Namun untuk
berhijrah dengan menggunakan baju muslim syar’i, saya masih belum siap sampai
sekarang walaupun dari pihak keluarga sudah memberikan kode kepada saya untuk
segera berhijrah.

Kemudian pada saat SMP, saya pun pernah mengikuti persiapan untuk lomba
muratal quran mewakili sekolah. Bermula dari kenekatan saya walaupun saya tidak
mempunyai skill di bidang tersebut, namun saya tetap berusaha untuk belajar dari
Mama, Guru Agama di SMP atau dari teman saya. Hanya saja pada saat menjelang
perlombaan, saya dipilih untuk mengikuti tim volly sekolah dalam lomba FL2SN.
Awalnya saya dilema namun saya malah memilih untuk ikut lomba volly dibanding
muratal qur’an.

5
Saat saya liburan kenaikan kelas 11, saya sempat disuruh oleh orang tua
untuk privat mengaji. Hal itu dikarenakan kedua orang tua saya seperti jarang
melihat saya mengaji di rumah dan malah lebih memilih untuk tidur atau main saja.
Padahal setiap pagi di sekolah saya selalu mengaji karena terdapat agenda tadarus
quran setiap pagi. Sebenarnya saya sangat malas bahkan saya pernah
mengerahkan segala cara untuk menghindari privat mengaji. Dari pura-pura sakit
perut, demam, atau malah memilih pergi ke tempat saudara, walaupun pada
akhirnya saya ketahuan dan malah semakin dimarahi oleh kedua orang tua saya.
Jadi, saya pun menjalani privat mengaji dengan hati yang tak ikhlas.

Sempat saya privat mengaji di rumah nenek dan saya sangat sedih saat saya
diolok oleh sepupu saya jika suara saya jelek ketika membaca kitab suci. Bahkan
sepupu saya itu menertawakan saya dan mengatakan bahwa suara saya tidak ada
bagus-bagusnya dan lebih bagus suaranya saat mengaji. Pada waktu itu sikap saya
seperti acuh tak acuh namun tetap memikirkannya. Hal itu berdampak kepada saya
yang menjadi semakin malas untuk membaca kitab suci apalagi saat ada pengajian
bersama. Karena saya menjadi malu jika disuruh membaca kitab suci dengan keras
karena saya menjadi merasa bahwa suara saya begitu jelek sehingga sudah ada
bayang-bayang orang tertawa-tawa saat saya membaca Al Qur'an.

Lalu, mulai dari situ saya pun tidak terlalu mendalami agama. Entah saya
menjadi tidak terlalu antusias. Walaupun saya mengikuti ekstrakulikuler Rohani
Islam, hal tersebut tetap membuat saya menjadi tidak percaya diri. Kemudian, tak
hanya itu dalam masa remaja saya pun saya pernah mengalami adanya pergulatan
dalam hal keagamaan. Sempat terbenak dalam angan saya apakah sebenarnya
agama saya ini itu memang benar atau sebenarnya jangan-jangan apa yang saya
anggap benar tapi tidaklah benar. Terlebih pada saat saya sadar bahwa agama
yang sekarang saya anut ini merupakan agama turunan dari orang tua. Hal itu terjadi
pada saat saya kelas 10 SMA. Namun, saya langsung mengatasi dengan mencari
tentang berbagai agama bukan dari buku namun dari berbagai sumber di internet.

Dari sana lah saya sadar bahwa setiap agama selalu ada kesamaan. Namun,
masing-masing umatnya selalu menanggap agama yang mereka anut adalah agama
yang paling benar sehingga menjelek-jelekkan agama lain dan mengatakan bahwa
agama orang lain itu sesat. Saya pun beranya kepada teman-teman satu kegiatan

6
keagamaan sewaktu kelas 11 SMA, sehingga saya mendapatkan berbagai sudut
pandang yang kemudian saya pikirkan di dalam internal diri saya. Kemudian
muncullah sebuah keyakinan yang masih bertahan sampai saat ini mengeani agama
yang saya yakini.

Mengenai pengalaman saya dalam komunitas keagamaan yang pernah saya


ikuti sepanjang hidup, saya pernah menjadi anggota rohani islam atau biasa disebut
dengan rohis saat SMA. Ya walaupun diakui keputusan saya mengikuti organisasi
rohis pada awalnya karena sebuah ketidak sengajaan. Saya hanya mengikuti
teman-teman saya yang mendaftar rohis. Namun, saat saya menjalaninya perlahan-
lahan saya mulai menemukan titik kenyamanan saya mengikuti organisasi rohis.
Pada saat itu juga, saya mulai kembali belajar tentang keagamaan.

Ketika di SMP pun saya diwajibkan mengikuti keputrian, dan saya sangat
suka mengikuti walaupun beberapa kali mangkir untuk diam di kelas saja. Tapi
ketika saya mengikuti keputrian saya selalu menyimak dengan seksama setiap
materi yang disampaikan. Hanya saja saat saya di perkuliahan, saya sudah sangat
jarang mengikuti kegiatan keagamaan karena teralihkan dengan hal-hal lain. Di satu
sisi saya sangat sedih karena tidak pernah datang ke acara keagmaan, namun saat
di satu sisi ada sifat kemalasan yang menguasai saat saya ada kesempatan untuk
mengikuti kegiatan keagamaan.

Begitu juga dengan agama islam mempengaruhi kehidupan saya. Hal itu tidak
dapat dipungkiri mengingat agama adalah pondasi utama dalam hidup. Pemikiran-
pemikiran dalam hidup saya tidak lepas datang dari apa yang sudah saya pelajari
dalam agama. Terlebih yang saya sangat ingat waktu dulu kelas 8 SMP, saya
membaca buku yang dibeli oleh tante saat di Bis. Buku tersbeut membicarakan
mengenai fikih wanita dimana tentang-tentang syariat wanita muslim dan
problematika wanita pada masa modern.

Buku tersebut dapat saya katakan sangat bagus dan mampu mempengaruhi
pemikiran saya. Sampai-sampai waktu itu saya setelah membaca mengenai aurat
wanita, saya begitu parno untuk membuka kerudung di kamar mandi jika ada teman
beragama non islam. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena saya kembali
menjadi biasa-biasa saja. Sangat disayangkan, saya lupa dengan judul buku
tersebut karena buku itu hilang saat tante saya beres-beres untuk pindah rumah.

7
Jadi, yang saya ingat hanyalah bagaimana gambaran cover buku tersebut yang
berwarna pink.

Kemudian, saya pun mendapatkan pemahaman mengenai agama saya


melalui buku-buku yang saya pelajari sejak kelas 1 SD sampai kelas 12 SMA pada
pelajaran Agama Islam. Tak hanya itu, saya selalu terkesima dengan setiap arti
bacaan dari kitab suci saya yaitu Al-Quran. Terkadang saya merengungi setiap arti
bacaan ayat suci yang memang sangat mengena di hidup saya. Sampai saat ini
saya pun selalu memegang teguh beberapa petikan ayat Al-Quran yang saya
gunakan untuk menguatkan diri saya sendiri saat saya berada pada titik terbawah
dalam hidup.

Terlebih pegangan hidup saya selain hal tersebut ketika saya down, saya
selalu berkonsultasi dengan beberapa teman yang cukup mengerti tentang agama
dan meminta mereka untuk memberikan saya wejangan dengan memberikan saya
ayat-ayat alquran untuk dipahami dan saya pegang ketika saya sedang ada
masalah. Lalu tak lupa dengan selalu berpasrah kepada Tuhan saat saya beribadah.

Mengenai bias-bias yang terjadi pada agama saya tentulah ada. Seperti
mengucapkan selamat kepada umat agama lain pada hari besar agama tersebut
seperti selamat natal kepada umat Kristen. Bagi sebagian umat Islam, mengucapkan
selamat di hari besar umat agama lain adalah hal yang tidak boleh dilakukan karena
dosa. Namun bagi sebagian umat Islam yang lain menganggap hal tersebut sebagai
hal yang biasa termasuk saya. Dan menganggap hal tersebut sebagai sebuah
penghormatan dan toleransi kepada umat beragama di Indonesia.

Terlebih posisi agama Islam yang mayoritas di Indonesia mempunyai


streotype tersendiri bagi umat agama lain. Seperti saya pernah dikira karena
sebagai muslim, bahwa saya termasuk kepada umat agama Islam garis keras,
provokator, mudah tersulut, menganggap agamanya adalah paling benar, teroris,
suka berpoligami ini untuk ustadz-ustadz, d.l.l.

Bahkan saat pilkada waktu tahun lalu, saat saya tidak ingin ikut aksi bela
islam, saya malah dipandang sebelah mata oleh beberapa orang yang seagama
dengan saya. Mengatakan bahwa jika saya tidak ikut aksi bela islam maka saya
mendukung orang kafir dan saya pun termasuk golongan kafir. Padahal pada saat

8
itu saya mempunyai spekulasi lain dari cara pandang yang berbeda terhadap
persoalan tersebut yang malah membuat saya tidak membela agama sendiri namun
malah membela kafir.

Lalu kemudian malah saya merenungkan, mengapa hal ini bisa terjadi pada
umat Islam namun tidak dengan umat agama lain padahal mungkin jika dalam
kenyataan terdapat segelintir orang yang merendahkan bahkan menjelek-jelekkan
agama lain namun efeknya tidak sebesar masa demo kemarin. Dan saya baru
menyadari di mata kuliah ini bahwa ya ini lah yang terjadi dengan mayoritas dan
segala privilege nya. Selain privilege yang didapat oleh Islam yaitu dalam hal
kemudahan beribadah, namun juga mengenai kekuatan dalam aspek lain entah
politik dan kekuasaan, entah dalam bermasyarakat, berideologi, dan lain-lain.

Kemudian, yang saya malah heran, mengapa sesama muslim saling teriak
kafir saat orang tersebut mungkin mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan
yang lainnya. Lalu apa yang disebut kafir sebenarnya itu? Apakah seperti yang
dijelaskan di dalam kitab suci? Lalu mengapa kebanyakan orang sekarang
menggeneralisasikan panggilan kafir tersebut?

Kemudian, apakah orang yang satu agama dengan kita lalu ia melakukan
pelecehan terhadap agamanya sendiri seperti memperalat agama untuk sebuah
kepentingan yang berujung pada kekuasaan, atau digunakan untuk memprovokasi
perbedaan di masyarakat sehingga terjadinya pertikaian, apakah hal tersebut bukan
termasuk perbuatan yang dapat dikategorikan kafir? Kemudian saya malah merasa
semakin ke sini, lingkungan semakin sensitif dengan membahas persoalan agama.
Sangatlah terasa sensitif sekali. Salah-salah pengutaraan maksud maka tak pelak
akan terjadi kontroversi.

Pada awalnya saat saya masih remaja, saya melihat agama lain itu tidak
benar, sesat. Saya pun memandang yang menganut agama tersebut sebagai kafir
bahkan seperti merasa iba karena ia tidak akan masuk surga seperti umat agama
yang saya yakini. Terlebih jika ada yang masuk ke agama saya, rasa senang yang
ada di dalam diri langsung meluap. Sebaliknya saat ada yang memutuskan untuk
keluar dari agama yang saya yakini benar lalu berpindah kepada agama lain, saya
langsung berpikir "mengapa orang itu pindah agama? Apa yang sebenarnya di

9
pikirkan olehnya, kenapa ia malah memilih untuk meninggalkan agama yang jelas-
jelas paling benar?"

Namun, semakin bertambahnya usia, saya mulai mengerti bahwa sikap saya
kepada penganut agama lain itu salah. Sekarang saya sadar bahwa setiap ajaran
agama pastilah membimbing kepada kebaikan, tidak ada agama yang membimbing
kepada kejahatan. Konsep baik buruk, benar salah nampaknya sama namun hanya
casenya saja yang berbeda, cara penyampaiannya.

Dan kini saya sadar bahwa pemikiran saya waktu itu terjadi kebanyakan pada
saat ini dimana semua orang merasa agamanya lah yang paling benar sehingga
menyebabkan perselisihan antar umat beragama.

Kemudian untuk yang pindah keyakinan agama, saya sadar bahwa keyakinan
seseorang tidak dapat dipaksakan begitu saja. Keyakinan timbul di dalam diri.
Bagaimana ia memilih untuk pindah agama, maka mungkin ia memiliki kesadaran
lain dan kenyamanan lain pada agama yang ia yakini sekarang yang tidak
didapatkan pada agamanya terdahulu. Kita tidak dapat menyalahkan begitu saja
bahwa orang tersebut saja yang sesat dan tidak berusaha mendalami agama
terdahulunya sehingga ia memilih pindah. Namun, sebuah keyakinan itu timbul di
dalam diri dan kita tidak dapat menyalakan dirinya maupun lingkungan sekitarnya.
Keyakinan itu tidak terlihat namun terlalu kuat untuk dirasakan.

Kekuatan-kekuatan dalam agama yang saya dapat lakukan dalam konseling


yaitu konsep keikhlasan, Istiqomah dan tawakal. Hal ini berangkat dari pengalaman
yang pernah saya lalui terutama dengan Istiqomah dan tawakal. Dimana saya akan
membawa konsep kepada konseli untuk terus berjuang semaksimal mungkin, tidak
pantang menyerah, dan selalu percaya bahwa Tuhan selalu bersama dengan kita.
Kemudian, berserah kepada Tuhan dan mempercayakan Tuhan untuk turut andil
pada nasib kita selanjutnya. Yang jelas kita berusaha terlebih dahulu. Saat realita
tidak seusai dengan harapan, maka saat itulah konsep keikhlasan saya gunakan
dimana saat kita ikhlas tentang segalanya dan mau menerima, kita pun akan dapat
melihat sisi lain dari kegagalan kita.

Bagi saya, pemahaman tentang agama berperan penting dalam tugas saya
nantinya sebagai konselor karena agama itu sebagai bagian dari pondasi hidup

10
dimana dalam setiap agama pasti mempunyai nilai-nilai kebaikan yang menuntun
manusia dalam menjalani hidup sampai pada tingkatan spiritualitas tertinggi.
Terlebih peningkatan kualitas spiritual tersebut mempengaruhi kualitas batin
manusia dimana juga berkaitan dengan fisik manusia.

Begitu juga pemahaman tentang berbagai agama diperlukan bila nantinya saya
akan mendapatkan konseli yang berbeda dengan agama yang saya yakini. Saya
harus mengetahui konsep penting keagamaan lain yang mungkin saja bagi agama
yang saya anut hal tersebut ada namun tidaklah terlalu penting dalam hal kegamaan
saya. Hal tersebut sangat membantu saya untuk memahami permasalahan konseli
yang membutuhkan penguatan terhadap spiritualnya. Kemudian, saya pun bisa
memposisikan diri untuk saling menghormati dengan adanya perbedaan agama
bukan menjadikan perbedaan tersebut malah sebagai penghambat dalam sesi
konseling.

11
KONSELING MULTIKULTUR

AGAMA ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultur

Disusun Oleh :
Wirintika Febriani (1715161139)
BK A 2016

Dosen Pengampu :
Dr. Susi Fitri,S.Pd.,M.Si.Kons

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

1
Timeline Mengenai Pengalaman Keberagamaan

SMP : Menjelang Kuliah :


SMK kelas 12 :
adanya lulus SMK : berteman
Usia SD mulai dalam
Dilahirkan Usia TK keinginan dikabulkan dan
mengaji di proses hijrah
di untuk doa agar berkumpul
(4-5 TPA, Sholat (menggunakan
lancar
keluarga menjalankan hijab dan juga bersama
tahun) jamaah di UNBK dan teman yang
pemeluk ibadah atas menjalankan
diajarkan Masjid, belajar lolos taat pada
kemauan ibadah wajib
agama tatacara puasa, dan SNMPTN agama
sendiri serta sunnah)
Islam ibadah sholat tarawih

Saat SD
Usia TK kelas 5 SMK kelas Kuliah :
(4-5 tahun) kalah 10 berpacaran
mencuri mengikuti :ketahuan dengan
mainan lomba MTQ mencontek teman di
milik teman kelompok saat ujian Jogjakarta

1
Refleksi Diri Mengenai Pengalaman Keagamaan

Pengalaman pribadi saya kali ini berkaitan dengan pengalaman hidup saya
yang berkaitan dengan pengalaman saya sebagai umat beragama. Saya
berpendapat bahwa sebenarnya semua agama yang ada pasti mengajarkan
agar umatnya selalu berbuat baik terhadap siapapun, dan juga selalu
menjalankan perintah Tuhan serta menjauhi segala larangan yang ditetapkan
oleh Tuhan. Paham-paham yang saya dapatkan seperti yang saya sebutkan
diatas saya peroleh dari didikan di keluarga dan pada saat saya mendapatkan
pendidikan di sekolah.

Banyak hal dalam pengalaman hidup saya berkaitan dengan pengalaman


keagamaan. Sejak saya lahir saya beragama Islam, dan hingga kini saya
meyakini agama saya. Saat ini saya sedang berusaha untuk menjadi umat Islam
yang baik, walaupun pada kenyataannya pernyataan itu belum bisa saya
buktikan sebab saya masih jauh dari kata baik. Namun berkat niat dan upaya
yang saya lakukan saat ini saya akan terus berusaha agar saya bisa menjadi
umat beragama yang baik. Banyak ajaran-ajaran keagamaan yang diterapkan di
dalam keluarga saya, khususnya yang utama adalah agar saya selalu
menjalankan perintah untuk selalu menunaikan sholat 5 (lima) waktu,
bersedekah/zakat,menjalankan ibadah puasa, mengaji dan mengerjakan amal
sholeh, serta selalu bersikap jujur, menjauhi segala hal yang diharamkan oleh
agama, bersikap sopan dan santun terhadap oranglain ketika berada dimanapun
dan agar saya selalu dapat menolong oranglain yang membutuhkan. Adapun
hal-hal yang diajarkan oleh orangtua saya juga dipengaruhi dalam ajaran agama
islam yakni dalam surah Al-Baqarah ayat 277 berkenaan dengan agar setiap
umat yang beriman dapat mengerjakan amal sholeh (berbuat baik dengan
tolong menolong terhadap sesama manusia), menjalankan sholat dan juga
menunaikan zakat. Selain itu dalam surah Al-Ahzab ayat 70 berkenaan dengan
anjuran untuk menjaga lisan (perkataan yang baik dan benar) dalam pergaulan.

2
Ajaran-ajaran diatas sudah diterapkan oleh keluarga saya sejak saya kecil.
Misalnya ketika saya masih berusia TK namun sudah diajak untuk menunaikan
ibadah Sholat berjamaah di Masjid, lalu pengalaman ketika saya diminta untuk
selalu bersikap jujur misalnya ketika saya mengambil barang milik orang lain
saya diminta untuk mengembalikan kepada si pemilik barang dan mengucapkan
permintaan maaf. Saya diajarkan untuk selalu menghormati oranglain dengan
menjaga sikap dan ucapan ketika sedang berhadapan dengan oranglain,
misalnya dengan tidak berkata kasar dan menjaga intonasi suara, mencium
tangan dengan orang yang lebih tua sebagai tanda hormat dan juga
menundukkan badan sambil mengucapkan kata ‘permisi’ ketika berjalan
dihadapan orang. Lalu ketika saya melihat oranglain sedang dalam kesulitan
saya diajarkan untuk menolong orang tersebut misalnya ketika oranglain
kesusahan karena membawa barang terlalu banyak atau memerlukan bantuan
untuk mengambil suatu barang.

Hal-hal yang sudah diajarkan sejak lama oleh keluarga saya banyak
mempengaruhi hidup saya. Hingga saat ini ajaran-ajaran terebut masih saya
terapkan dalam kehidupan sehari-hari saya dalam bertindak dan juga
memutuskan sesuatu. Berkat ajaran-ajaran tersebut membuat diri saya memiliki
kesadaran diri tentang pentingnya menjalankan ibadah kepada Tuhan saya,
yaitu Allah yang telah memberikan saya banyak rahmat dan pertolongan-Nya
dalam hidup saya. Saya juga menjadi bisa menjaga etika dalam pergaulan dan
menghargai orang misalnya ketika saya berbicara dengan orang yang lebih tua
yang harus secara sopan dan santun, mengucapkan salam ketika bertamu ke
rumah kerabat, berjabat tangan saat bertemu teman, dan berkat ajaran ‘ikhlas
menolong’ membuat saya memiliki kepuasan batin tersendiri ketika berhasil
membantu oranglain dan hal ini memacu saya agar saya bisa terus membantu
oranglain walaupun saya tidak bisa membantu banyak.

3
Refleksi Kaitan Pengalaman Agama dengan Etnis
Di Indonesia agama islam merupakan agama yang mayoritas, banyak
pemeluknya yang merupakan masyarakat dominan, seperti halnya masyarakat
yang beretnis Jawa, termasuk juga saya. Saya beretnis Jawa, dan saya berasal
dari keluarga yang menganut kepercayaan agama tersebut. Adanya akulturasi
agama islam dengan kearifan lokal budaya Indonesia, khususnya budaya Jawa
memunculkan beberapa upacara-upacara adat yang memadupadankan
kebudayaan warisan nenek moyang yang bercorak islam, dengan tujuan baik
yaitu meminta ridho Allah untuk keberkahan dalam hidup, maka tak jarang dari
dahulu hingga sekarang ini masyarakat Jawa yang masih meyakini hal tersebut
akan tetap melestarikan dan melakukan upacara-upacara adat bercorak islam
tersebut.

Dalam keluarga saya terdapat beberapa pengalaman keberagamaan yang


juga dipengaruhi oleh kebudayaan khas Jawa. Adapun pengalaman tersebut
diantaranya adalah : (1) Upacara mitoni, dilakukan pada saat janin berusia tujuh
bulan dalam perut ibu dengan tujuan meminta keselamatan dan kelancaran
pada saat proses persalinan kelak. Upacara ini biasanya disertai dengan nasi
tumpeng dengan janganan sebanyak tujuh takir serta membuat rujak tujuh takir
dengan tujuh macam buah. (2) Upacara kelahiran/Aqiqah yang dilakukan pada
saat anak diberi nama dan pemotongan rambut saat bayi berumur tujuh hari
atau sepasar. Dalam upacara ini, biasanya orang Jawa membuat jenang merah
putih, nasi tumpeng, jajanan pasar lengkap dan lain-lain. (3) Upacara sunatan,
yang dilakukan pada saat anak laki-laki dikhitan sebagai bentuk perwujudan
secara nyata tentang pelaksanaan hukum Islam. (4) Upacara perkawinan,
dilakukan pada saat pasangan muda-mudi akan memasuki jenjang berumah
tangga, upacara ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yakni tahap
sebelum akad nikah, seperti panggih atau temu yang biasanya dilakukan saat
berdekatan dengan aqad nikah, tahap aqad nikah itu sendiri dan tahap
sesudah aqad nikah atau ngunduh manten yakni dilakukan setelah lima hari
setelah pernikahan dengan cara kedua pengantin tersebut diminta oleh keluarga
pengantin laki-laki. (5) Upacara kematian, terdapat beberapa slametan yang

4
dikhususkan untuk orang yang telah meninggal dunia, seperti slametan mitung
dina (tujuh hari), slametan matang puluh (empat puluh hari), slametan
nyatus (seratus hari), slametan mendak sepisan (satu tahun), mendak
pindo (dua tahun) dan nyewu (seribu hari). Rangkaian upacara-upacara ini
merupakan gabungan pembacaan doa secara Islam dan sejumlah upacara yang
terkait dengan tradisi pra-Islam. (7) Selain itu, terdapat jenis upacara tahunan,
seperti muludan (perayaan hari lahir Nabi Muhammad), rejeban atau mi’radan,
nisfu sa’ban, riyaya atau riyadin, kupatan atau syawalan dan lain-lain.

Refleksi Diri mengenai Komunitas Keagamaan


Pada dasarnya saya masih merasa tingkat religiusitas saya masih rendah,
hal inilah yang akhirnya membuat diri saya belum memiliki rasa percaya diri
untuk mengikuti komunitas yang khusus bergerak dibidang keagamaan, atau
yang sering masyarakat umum menyebutnya dengan nama organisasi
kerohanian ataupun lembaga dakwah bahkan hingga saya berusia 20 tahun
pada sekarang ini. Meskipun begitu saya tetap sering mengikuti rangkaian
kegiatan yang diadakan oleh komunitas tersebut di kampus dan ditempat-tempat
lainnya, seperti acara kajian keislaman (BLINK, Muqti, KUPAS, dll ) ataupun
pengajian yang dilakukan secara massa. Selain itu saya juga sering mengikuti
kegiatan mentoring keagamaan yang rutin diadakan seminggu sekali bersama
dengan mentor saya, yang sering saya sebut sebagai Murobbiyah, dalam
lingkaran mentoring ini (Lingkaran Istiqomah/ Liqo) saya diajarkan banyak sekali
pemahaman tentang islam sehingga semakin bertambahlah pemahaman dan
wawasan saya mengenai agama saya sendiri. Dan saat ini saya sedang
mengikuti agenda Tahsin untuk meningkatkan kemampuan saya dalam
membaca Al-Qur’an sesuai dengan tajwid yang benar.

Refleksi Pengalaman Keagamaan yang Menyenangkan


Disini saya akan mencoba menceritakan mengenai pengalaman pribadi
keagamaan yang pernah terjadi pada saya sejak saya kecil sampai sekarang ini,
saya berusia 20 tahun. Saya sangat bersyukur karena saya dilahirkan di
keluarga dengan didikan agama yang paling sempurna menurut saya yaitu

5
agama islam, sebab menurut saya agama Islam telah menuntun umatnya dalam
berperilaku sehari-hari mulai dari hal-hal yang kecil seperti adab sebelum masuk
kamar mandi hingga perbuatan rumit dalam pengambilan keputusan hidup.

Dari kecil saya dididik oleh orang tua saya yang InsyaAllah mendidik saya
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada didalam agama islam yang kami
anut. Sejak dari dini, usia TK tepatnya saya sudah diajarkan untuk sholat
dengan benar dan teratur, sebagaimana juga yang diajarkan saat saya
bersekolah di Taman Kanak-Kanak Islam, walaupun kadang-kadang saya tidak
melakukannya dengan benar dan orang tua saya tidak memaksakan mungkin di
karenakan mereka menganggap saya masih kecil saat dulu begitu juga dengan
puasa saat saya masih kecil saya tidak diwajibkan untuk puasa mereka hanya
mengenalkan puasa kepada saya dengan mengenalkan apa yang harus
dilakukan saat puasa dan larangan apa saja yang tidak boleh dilakukan saat
puasa. Mereka berdua sangat sabar dalam mengajarkan kepada saya semua
yang mereka ketahui tentang agama islam.
Masih ingat dalam kenangan saya saat masih kecil dahulu, betapa
bahagianya saya ketika itu saya rutin sholat berjamaah di masjid dekat rumah
bersama dengan teman-teman sepermainan saya, berlomba-lomba menempati
shaf/barisan terdepan dengan menggelar sajadah lebih dulu, terlebih ketika saat
ibadah sholat tarawih di bulan puasa, hal itu saya dan teman-teman saya
lakukan agar mendapatkan tempat sholat di masjid yang ketika bulan
Ramadhan pasti penuh oleh jamaah lain yang juga ingin menunaikan sholat
tarawih. Saya merasa sangat bahagia pada saat itu, saya dan teman-teman
saya merasa adanya kegembiraan dan kebanggaan tersendiri ketika itu bisa
melaksanakan perintah Allah SWT untuk beribadah, padahal saat itu saya juga
tidak sampai selesai sholat tarawihnya. Dan masih ingat sekali saat saya SD
rutin sholat tarawih juga karena adanya tuntutan dari ‘buku agenda ramadhan’
yang wajib diisi dengan jujur ‘kata guru SD saya’ dan wajib dibuktikan dengan
adanya tandatangan dari Ustadz yang merupakan imam sholat tarawih tiap
harinya dan juga tandatangani oleh orangtua. Saya juga masih ingat ketika SD
saat itu saya pernah berbuka puasa di siang hari karena ikut ajakan teman.

6
Pengalaman menggelitik memang jika dikenang sekarang ini, namun saya
bersyukur pernah mengalami kejadian seperti ini,sebab membuat diri saya
menjadi memiliki dasar-dasar yang mengenalkan saya tentang agama saya
sendiri.

Tahun demi tahun mulai berganti saya mulai mengerti apa itu Islam,
mengapa saya menganut agama islam dan siapa yang pertama kali
menyebarkan agama islam, guru saat saya SD dulu pernah berkata kepada
saya bahwa pemimpin yang paling sempurna yang menjadi junjungan semua
umat islam yang ada di dunia adalah nabi besar muhamad SAW. Beliau adalah
seorang pemimpin yang sangat sempurna dalam segala bidang dan tidak akan
ada pemimpin yang bisa menyamai beliau walaupun kita tidak dapat meniru
secara sempurna tetapi kita harus tetap berusaha dan wajib untuk mencontoh
tindakan-tindakan yang pernah beliau lakukan walaupun tidak akan sempurna.

Tahun terus berjalan saya sudah mulai tumbuh menjadi seorang remaja,
usia SMP lebih tepatnya, orang tua saya sudah mewajibkan saya untuk
menjalankan ibadah sholat lima waktu mereka sudah tidak membiarkan saya
seperti dulu lagi, saya sudah benar-benar diwajibkan untuk menjalankannya
begitu juga dengan puasa, jika tiba waktunya bulan puasa atau sering kami
umat Islam menyebutnya bulan Ramadhan saya juga dIwajibkan untuk
berpuasa dengan benar sesuai dengan syariat yang diajarkan agama kami,
mengikuti apa yang memang dianjurkan dan menjauhkan diri dari perbuatan
yang dilarang dalam agama.

Saya juga berusaha semampu saya agar saya tidak akan pernah
membantah perintah dari orang tua apalagi seorang ibu krena menurut sabda
Rosululloh bahwa surga berada di bawah telapak kaki serang ibu mengapa ada
sabda seperti itu mungkin karena seorang ibu sudah sangat susah payah
melahirkan kita ke dunia ini dengan taruhan semua nyawanya, saya berusaha
untuk selalu mematuhi perintah orang tua, saya berusaha untuk tidak berbohong
kepada orang tua, saya juga berusaha untuk membahagiakan ke dua orang tua
saya, saya juga berusaha supaya saya bisa membuat bangga ke dua orang tua

7
saya walaupun saya tidak akan pernah melakukan semua itu dengan sempurna
tetapi saya akan selalu berusaha melakukannya dengan semua yang saya miliki
dengan semampu diri saya.
Satu pengalaman agamis yang benar-benar pernah saya alami adalah
kejadian itu terjadi ketika saya kelas 3 yang akan lulus SMK, sejak awal masuk
kelas 3 saya berubah menjadi siswa yang benar-benar agamis, dimulai dari
saya mengenakan hijab, selalu menjalankan ibadah sholat diawal waktu, dan
juga melakukan ibadah sunnah lainnya seperti sholat dhuha dan juga puasa
sunnah. Semua itu berkat arahan dari guru-guuru dengan tujuan agar saya
dipermudah urusannya nanti, khusunya ketika melaksanakan Ujian Nasional
dan juga lolos SNMPTN. Hal itu benar-benar terjadi, terbukti semua doa-doa
yang saya panjatkan kepada Tuhan di kabulkan dengan indah oleh Allah SWT,
saya dengan lancar mengerjakan Ujian Nasional dan juga ujian-ujian lainnya
sehingga nilai yang saya dapatkan juga baik. Selain itu ketika itu saya mendaftar
universitas yang saya inginkan melalui jalur SNMPTN saya dinyatakan lolos,
bahkan diujung-ujung pilihan terakhir saya, yakni di UNJ jurusan Bimbingan dan
Konseling. Dari kejadian tersebut saya jadi memahami bahwa tidak ada
kekuatan yang lebih hebat melainkan kekuasaan Allah, jika memang sudah
rezeki saya hal baik menurut Allah akan terjadi untuk saya, dan keyakinan ini
terus saya tanamkan dalam diri saya agar saya terus berusaha memaksimalkan
kemampuan saya untuk meraih apa yang saya mau dan juga dibarengi dengan
memanjatkan doa kepada Allah agar mendapatkan restu dari-Nya.

Refleksi Pengalaman Keagamaan yang Kurang Menyenangkan

Jika diatas adalah pengalaman keagamaan yang menyenangkan menurut


saya, sekarang saya akan menceritakan pengalaman yang kurang
menyenangkan. Tidak banyak pengalaman yang tidak menyenangkan menurut
saya, namun saya pernah mengalami beberapa hal, diantaranya adalah pada
saat kecil saya pernah secara diam-diam mengambil barang milik teman saya,
saya lakukan hal tersebut karena saya sangat menyukai barang itu, dan
akhirnya saya sadar bahwa tindakan saya itu salah menurut ajaran agama dan
juga ajaran dalam norma masyarakat, lalu saya meminta maaf kepada teman

8
saya. Saya pun pernah ketika SD mengikuti perlombaan MTQ se-Jakarta
Selatan, saat itu lomba nya secara berkelompok dan saya termasuk didalam
kelompok yang mewakili sekolah SD saya, kami dilatih selama 2 minggu
lamanya oleh guru agama saya pada saat itu, namun nasib kami belum
beruntung karena kami belum bisa memenangkan perlombaan tersebut, sempat
mengalami kekecewaan namun pada akhirnya guru saya memberikan motivasi
agar tidak menyesali kekalahan ini. Setelah itu saya juga pernah mengalami
peristiwa ketahuan mencontek pada saat ulangan tengah semester kelas 10,
saya mengetahui bahwa tindakan tersebut curang dan termasuk hal yang
dilarang oleh Allah, maka dari itu saya selalu berusaha agar tidak pernah
mengulangi tindakan memalukan saya itu. saya mencoba untuk mengikuti apa-
apa yang memang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya, dan juga saya
berusaha untuk menjauhi segala larangan-Nya semampu saya, saya memang
orang yang belum baik, namun saya akan berusaha untuk selalu menjadi orang
baik.

Pergulatan dalam Hidup Keberagamaan

Saat ini saya sedang mengalami kegamangan, saya bingung, saya


bimbang. Sebab saya saat ini sedang memiliki hubungan dengan seorang
lelaki, saya berpacaran dengannya. Saya mengerti bahwa dalam ajaran agama
saya pacaran itu dilarang, karena banyak menyebabkan hal-hal yang
mudharat/negatif nya karena seringnya bertemu. Namun saya tidak bisa pungkiri
perasaan saya, karena saya dan orang yang saya maksud itu memang memiliki
rasa saling menyukai satu sama lain, dan saya memilih untuk mempertahankan
hubungan ini, karena jika dipikir tidak banyak hal yang bisa saya lakukan
bersama dirinya, untuk bersama saja susah karena terbatas jarak, kami berbeda
kota. Saya akan tetap membatasi perilaku saya, karena memang saya paham
bahwa jika belum ada ikatan apapun kami tidak boleh melakukan hal-hal yang
dilarang oleh agama, bahkan untuk sekedar berpegangan tangan, saya akan
mencoba untuk tidak sampai kepada hal-hal yang dilarang tersebut, bahwa
haram seorang laki-laki disentuh oleh wanita yang bukan mahromnya.

9
Saya pernah mengalami masa sulit, dan saya menyelesaikannya dengan
menerapkan pemahaman keagamaan saya dalam hidup. Pengalaman sulit itu
saya alami ketika saya SMK menuju masa kelulusan, saat itu sejak awal
semester dikelas 3 kami sudah dijajaki untuk mengerjakan soal-soal sebagai
persiapan ujian-ujian akhir seperti tryout, Ujian Sekolah dan juga Ujian Nasional,
saya merasa bahwa saya sulit sekali mengerjakan soal matematika, hingga saat
itu saya merasa ingin menyerah saja, namun saya mendapatkan wejangan dari
guru BK saya, yang memang sudah dekat sekali dengan saya, Pak Safar
namanya, beliau memutarkan video mengenai makna perjuangan dalam surah
Al-Insyirah, dan sejak saat itu saya menjadi sadar bahwa saya memang
terkadang harus berusaha lebih keras lagi untuk mencapai kesuksesan yang
jauh. Sejak saat itu Surah dalam Al-Qur’an tersebut saya pegang teguh dalam
hidup saya, ketika saya sedang dalam masa sulit saya ingat dan membaca
surah itu kembali, yaitu surah Al-Insyirah ayat 1-8 yang intinya Allah
mengingatkan kepada hamba-Nya bahwa setiap kesulitan hidup pasti dibarengi
dengan kemudahan/ cara penyelesaiannya, tinggal bagaimana usaha kita yang
harus lebih ditingkatkan kembali dan juga harus tetap berdoa kepada Allah
sebagai pemilik kehidupan ini. Dari makna surah ini saya berusaha untuk
menjadi orang yang pantang menyerah ketika mengalami kondisi yang sulit, dan
saya akan terus berusaha sekeras mungkin hingga mengerahkan segala
kemampuan yang saya bisa dan juga setelah saya ikhtiar penuh saya akan
menyerahkan semua hasilnya kepada Allah semata.

Keistimewaan dan Stereotip mengenai Ajaran Agama Islam

Islam merupakan agama terbesar yang ada di Indonesia, bahkan pemeluk


agama Islam merupakan yang dominan. Wajar jika halnya agama mayoritas
memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan agama-agama lain yang
ada di Indonesia. Perbedaan itu bukan menyangkut keimanan pemeluknya
melainkan umat islam di Indonesia dapat lebih fleksibel dalam segala aspek
kehidupan. Misalnya adalah ketika ingin mengadakan acara keagamaan yang

10
sifatnya menggalang massa seperti Tabligh Akbar atau pengajian-pengajian
lainnya yang mudah sekali terselenggara tanpa adanya gangguan dari pihak-
pihak lain. Selain itu umat islam dengan mudahnya melaksanakan ibadah Sholat
karena tempat ibadah atau masjid yang tersedia dimana-mana bahkan di tempat
hiburan seperti Mall pun disana terdapat Mushola untuk para pengunjungnya
menunaikan kewajban sholatnya.

Selanjutnya pemeluk agama Islam dengan mudahnya ikut terlibat dalam


organisasi-organisasi sebagai bentuk aktualisasi kemampuan diri misalnya
dengan adanya partai politik Islam yang memang khusus untuk para pemeluk
agama Islam sehingga kami umat islam mendapatkan hak untuk
mengemukakan pendapat dimuka umum.

Meskipun agama islam mendapatkan keistimewaan tetapi agama islam


pun juga pernah mendapatkan prasangka atau diskriminasi, yang bahkan
pernah saya alami adalah ketika saya melamar pekerjaan pada saat itu saya
hampir saja mendapatkan pekerjaan yang cukup menjanjikan karena
berpenghasilan tinggi yakni sebagai Resepsionis di sebuah perusahaan yang
bagus namun tidak saya terima dikarenakan saya harus membuka hija saya dan
memakai pakaian kantor yang panjang roknya hanya diatas lutut. Hal tersebut
tidak sesuai dengan keyakinan saya, maka dari itu saya tolak karena Allah, dan
saya yakin saya akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik yang pastinya
baik pula di mata Allah, dan benar saja Allah mengabulkan permohonan saya
tersebut, setelah itu saya bekerja di seuah restoran cepat saji yang tidak
mempermasalahkan hijab saya.

Adapun stereotip tentang islam lainnya adalah Islam dianggap sebagai


agama penyebab adanya tindakan terorisme seperti peristiwa pengeboman di
beberapa wilayah di Indonesia yang katanya dilakukan oleh kelompok ISIS yang
mengaku organisasi Islam dan melakukan hal tersebut karena adanya tujuan
jihad di jalan Allah, padahal anggapan seperti itu adalah salah besar, karena
dalam ajaran agam Islam yang benar adalah tidak saling menyakiti satu sama
lain dan lebih mengutamakan kedamaian karena memang agama islam adalah

11
agama rahmatan lil alamin atau rahmatan bagi semua makhluk di bumi, jadi jika
ISIS adalah organisasi Islam maka perlu ditelusuri kembali tujuan dan
latarbelakang kelompok tersebut melakukan tindakan buruk itu.

Pengalaman Keagamaan konselor Mempengaruhi proses Konseling dalam


Menyelesaikan Permasalahan Hidup

Saya memahami bahwa setiap pengalaman dimasa lalu akan


mempengaruhi seseorang dalam tindakannya pada masa sekarang ini.
Termasuk juga saya, saya menyadari dengan adanya pengalaman keagamaan
saya khususnya dalam proses penyelesaian masalah membuat diri saya paham
bahwa tiada kekuatan yang maha dahsyat setelah usaha keras yang dilakukan
dalam hidup kecuali atas kekuasaan Allah SWT. Saya mengalami hal itu sendiri,
dan saya juga meyakini bahwa konseli yang menemui saya nantinya yang
membawa permasalahan hidup juga perlu dilakukan pendekatan konseling
rohani/religius terhadap diri sendiri agar dapat tetap meyakini bahwa kekuasaan
Tuhan itu nyata sebab Allah akan menolong setiap hamba-Nya yang sedang
merasa kesulitan jika ia ingat pada Tuhannya. Karena pada dasarnya dalam
setiap diri seseorang termasuk juga dalam diri konseli juga terdapat benih-benih
nilai agama entah apaun itu agama yang dianut oleh individu, sehingga untuk
mengatasi permasalahan dapat dikaitkan dengan ajaran agama, dengan
demikian konselor dapat mengarahkan konseli ke arah penyelesaian maslah
berdasarkan keyakinan agamanya yang dianut.

Dewasa ini dalam masyarakat sedang berkembang kecenderungan untuk


menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah
mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang
berlandaskan spiritual atau religi. Melalui pendekatan agama seorang konselor
akan mampu mengatasi permasalahan apapun yang dihadapi klien/siswanya.
Sebab nilai-nilai dalam agama khususnya agama islam sendiri sudah mengatur
segala aspek kehidupan manusia, seperti mengatur bagaimana supaya hidup
dalam ketentraman batin/jiwa, peran agama sebagai pengendali moral diri, serta
agama sebagai penolong karena agama juga mengatur bagaimana sikap ketika

12
sedang mengalami kesulitan dalam hidup.

Pendekatan konseling secara islami dapat dikaitkan dengan aspek


psikologis dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling yang meliputi
pengarahan aspek pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan dalam diri konselor dan
juga diri konseli. Oleh sebab itu dalam proses konseling bersama dengan
konseli yang memiliki persamaan keyakinan saya dapat menerapkan nilai-nilai
atau ajaran agama islam misalnya dengan menyarankan konseli untuk selalu
beribadah kepada Allah agar diberikan petunjuk penyelesaian dari setiap
permasalahan dan juga selalu melakukan dzikir agar jiwa konseli tetap merasa
tenang walaupun sedang dalam masalah seperti dalam surah Al-Ra’d ayat 28
serta memotivasi agar konseli dapat bersikap tawakal atau menyerahkan hasil
usahanya kepada Allah semata. Sedangkan dalam proses konseling bersama
dengan konseli yang berbeda keyakinan saya akan menyesuaikan ajaran
agama saya dengan ajaran agam konseli, dan juga akan menggunakan ajaran-
ajaran kebaikan yang bersifat universal dan dapat dilakukan oleh umat dalam
berbagai agama, karena pada dasarnya ajaran agama apapun mengajarkan
kebaikan kepada sesama.

Bias-bias yang berkembang di masyarakat Indonesia saat ini yang


berkaitan dengan posisi agama saya yakni agama Islam dengan agama
oranglain yang berbeda agama saya adalah setiap orang yang bukan Islam
pantas untuk dimusuhi. Padahal bias itu sama sekali tidak benar, karena
memukul rata semua individu yang berbeda keyakinan harus diberikan
perlawanan adalah keliru besar. Sebab dalam ajaran agama islam pun diajarkan
boleh menyerang kaum yang lain jika memang sudah diserang terlebih dahulu.
Saya pribadi merasa tidak memiliki bias terhadap agama tertentu sebab
memang sejak kecil saya diajarkan sikap toleransi dengan sesama manusia
walaupun memiliki perbedaan keyakinan, karena pada dasarnya semua ajaran
agama adalah baik, tinggal bagaimana masing-masing individu bersikap dalam
lingkungan pergaulannya dengan orang lain. Dengan adanya sikap toleransi

13
seperti yang saya sebutkan diatas saya merasa sangat terbantu karena sebagai
seorang calon konselor memang nilai-nilai baik seperti dapat menghargai
konseli, dan juga tidak memandang konseli dari latarbelakang yang berbeda,
serta tidak menghiraukan adanya stigma ataupun stereotip terhadap hal tertentu
merupakan kunci sukses dalam pelaksanaan proses konseling.

Landasan Agama merupakan landasan yang penting sebab dengan


adanya ajaran agama dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang
dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku
individu. Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap individu/siswa,
konselor harus memperhatikan dimensi keagamaan sendirinya sehingga ketika
berada dalam proses konseling bersama konseli akan sesuai dengan keyaninan
apa yang konseli yakini, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang
konseli anut. Landasan agama dalam bimbingan dan konseling merupakan
dasar pijakan yang paling penting yang harus dipahami oleh konselor secara
menyeluruh dan komprehensif, karena konselor tidak hanya sekedar
mengaplikasikan pengetahuan saja tetapi agama pun penting untuk
menumbuhkembangkan moral, tingkah laku, serta sikap siswa atau konseli yang
sesuai dengan ajaran agama yang diyakini oleh konseli tersebut.

Refleksi Buku Keagamaan dengan Pengalaman Diri Sendiri

Dalam buku berjudul Mengenal dan Memahami Islam karya Jasiman,Lc


(2011) yang saya baca menjelaskan bahwa dalam islam didasarkan pada tiga
pokok ajaran yakni dari Allah SWT, Rasul, dan Islam itu sendiri. Dalam halaman
250 penulis menjelaskan bahwa ajaran agama islam adalah sistem yang
diciptakan langsung oleh Allah yang penyampaiannya melalui Rasul-Nya,
sehingga ajaran agama islam memiliki kesempurnaan yang tidak dimiliki oleh
sistem buatan manusia manapun. Oleh sebab itu Islam dijadikan sebagai
pedoman hidup oleh setiap pemeluknya karena Islam telah mengatur secara
lengkap dan sempurna dalam segala aspek kehidupan. Islam juga dijadikan
sebagai pembentuk kesadaran individu untuk selalu berbuat baik dan juga
menghindari perbuatan yang tidak terpuji bahkan ketika ia sendiri di ruangan

14
gelap sekalipun karena adanya Allah yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui
segalanya. Ajaran dalam agama islam pun benar-benar mengatur bagaimana
seseorang bertingkah laku baik ketika berinteraksi dengan keluarganya, dalam
lingkungan masyarakat bahkan ketika berhubungan dengan orang-orang
dengan keyakinan yang berbeda/non-muslim.

Saya berpendapat bahwa apa yang dituliskan oleh penulis buku tersebut
adalah benar adaya, dan saya setuju mengenai pendapat beliau. Sebab saya
merasakan sendiri bahwa pengaruh nilai-nilai keagamaan yang diajarkan benar-
benar mengatur segala aspek kehidupan, dan dapat dijadikan pedoman dalam
berperilaku. Saya sangat bersyukur dilahirkan di keluarga yang memeluk
kepercayaan agama islam dan tumbuh dengan didikan agama islam yang paling
sempurna, karena menurut saya agama Islam telah menuntun umatnya dalam
berperilaku sehari-hari mulai dari hal-hal yang kecil seperti adab sebelum masuk
kamar mandi hingga perbuatan rumit dalam pengambilan keputusan hidup.
Pada dasarnya semua agama yang ada pasti mengajarkan agar umatnya selalu
berbuat baik terhadap siapapun, dan juga selalu menjalankan perintah Tuhan
serta menjauhi segala larangan yang ditetapkan oleh Tuhan.

Jika dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman keagamaan yang saya


alami yaitu ajaran-ajaran agar saya selalu menjalankan perintah untuk selalu
menunaikan sholat 5 (lima) waktu, bersedekah/zakat, menjalankan ibadah
puasa, mengaji dan mengerjakan amal sholeh, serta selalu bersikap jujur,
menjauhi segala hal yang diharamkan oleh agama, bersikap sopan dan santun
terhadap oranglain ketika berada dimanapun dan agar saya selalu dapat
menolong oranglain yang membutuhkan. Adapun hal-hal tersebut tertuang
dalam dalam surah Al-Baqarah ayat 277 berkenaan dengan agar setiap umat
yang beriman dapat mengerjakan amal sholeh (berbuat baik dengan tolong
menolong terhadap sesama manusia), menjalankan sholat dan juga
menunaikan zakat. Selain itu dalam surah Al-Ahzab ayat 70 berkenaan dengan
anjuran untuk menjaga lisan (perkataan yang baik dan benar) dalam pergaulan.
Saat ini saya sedang berusaha untuk menjadi umat Islam yang baik, walaupun
pada kenyataannya pernyataan itu belum bisa saya buktikan sebab saya masih

15
jauh dari kata baik. Namun berkat niat dan upaya yang saya lakukan hingga
saat ini saya akan terus berusaha agar saya bisa menjadi umat beragama yang
baik yang sesuai dengan ajaran-ajaran dan nilai-nilai keagamaan saya, yakni
agama Islam.

Sumber Bacaan
Jasiman. (2011). Mengenal dan Memahami Islam. Solo: Era Adicitra
Intermedia.

16
KONSELING MULTIKULTUR

Agama Sendiri

Dosen Pengampu: Dr. Susi Fitri, M.Si.,Kons.

Disusun Oleh:

Yovita Vina P / BK A 2016 - 1715160274

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
Daftar Isi

A. Timeline Keberagamaan................................................................................ 2

B. Paragraf Naratif Refleksi................................................................................ 3

C. Daftar Pustaka............................................................................................. 11

1
A. Timeline Keberagamaan

2016 - Menyadari bahwa


agama bukan hal
2014 - Menerima sederhana yang bisa
1998 – 2002-2013 Selalu 2007 - Menerima dibanding-bandingkan dan
2007 - Mulai Sakramen
Dibaptis bersekolah di Sakramen makin yakin dengan iman
rajin ke Gereja Krisma
ketika lahir sekolah Katolik Komuni Pertama Katolik saya

2004-2006 2013-2015 Membanding-


Jarang ke Gereja bandingkan agama
Katolik dengan agama
Kristen

2
B. Paragraf Naratif Refleksi

Jika berbicara tentang pengalaman keberagamaan, maka yang menjadi


penting bagi keluarga saya tentu sama saja dengan keluarga Katolik lainnya.
Sebenarnya, jika berkaitan dengan agama, segala sesuatunya terasa penting mulai
dari yang hal terkecil seperti berdoa sebelum makan, berdoa bersama di makam
ketika mengunjungi makam keluarga, pergi ke Gereja bersama keluarga,
merayakan hari raya Natal dan Paskah, melakukan pemenuhan sakramen satu
persatu, berpikir dan bertindak sesuai ajaran Tuhan, dan lain-lain. Apa yang
dianggap penting oleh semua orang Katolik itu juga dianggap penting oleh keluarga
saya, dan juga oleh saya sendiri tentunya. Pengalaman-pengalaman keberagamaan
yang saya rasakan sebagai umat Katolik tentu memiliki arti yang besar dalam hidup
saya, semakin hari, pengalaman-pengalaman tersebut semakin menyadarkan saya
betapa besar cinta kasih Tuhan terhadap manusia, betapa berharganya saya di
mata Tuhan meski kadang saya juga berbuat dosa tetapi Tuhan tetap mencurahkan
rahmat-Nya atas diri saya. Meskipun pengalaman-pengalaman tersebut beberapa
ada yang terus diulang sejak saya kecil, namun semakin saya dewasa saya
semakin menyadari “How GREAT is our God.” Dan pengalaman-pengalaman
tersebut semakin hari semakin mempengaruhi kehidupan saya, menjadikan saya
semakin sadar untuk bisa berpikir dan bertindak sesuai apa yang Tuhan ajarkan,
menghindari perbuatan dosa dan berusaha menjadi lebih bermakna bagi sesama.

Pengalaman keberagamaan saya sendiri tidak memiliki kaitan dengan etnis


saya, karena etnis saya Tionghoa yang lebih berkaitan dengan agama Buddha, dan
etnis Jawa serta Betawi yang lebih berkaitan dengan agama Islam, sehingga
sebenarnya etnis saya tidak berkaitan dengan agama saya. Di dalam agama saya
juga ada banyak komunitas keagamaan seperti komunitas sesuai lingkungan
tempat tinggal, komunitas orang muda, komunitas kampus, komunitas anak,
komunitas manula, komunitas etnis, dan mungkin ada lagi yang tidak saya ketahui.
Sejauh ini, yang saya ikuti adalah komunitas di lingkungan tempat tinggal,
komunitas orang muda, dan komunitas kampus. Semua tentu menghasilkan
pengalaman yang berkesan bagi diri saya sendiri, mulai dari komunitas lingkungan
tempat tinggal yang menyadarkan saya bahwa ternyata banyak orang yang seiman
dengan saya meskipun mungkin agama saya tidak dominan di wilayah tempat
tinggal saya, banyak orang-orang yang saling mengingatkan dan saling membantu
dalam berbagai hal yang berkaitan dengan agama di sekitar saya. Lalu, untuk

3
pengalaman mengikuti komunitas orang muda, membuat saya merasa semakin
bangga menjadi seorang Katolik, karena banyak yang berproses bersama saya
untuk meningkatkan keimanan bersama, dengan rentang usia yang tidak berbeda
jauh sehingga keakraban antar sesama teman sebaya yang seagama juga terasa,
rasanya sungguh bangga dan menyenangkan. Kemudian, untuk pengalaman
mengikuti komunitas kampus, ini rasanya baru sungguh menggembirakan. Karna di
kampus baru pertama kali saya merasa begitu minoritas, disaat sebelumnya saya
tidak pernah merasa seperti ini. Dimana saya menjadi satu-satunya orang Katolik di
kelas, dan saya merasa berbeda sendiri awalnya. Namun ternyata, saat MPA, saya
seperti merasa terselamatkan, bahwa banyak juga yang senasib dengan saya dan
banyak yang berjuang sama seperti saya merasakan menjadi berbeda diantara
kerumunan orang yang dominan.Hal itu benar-benar menghasilkan rasa
kekeluargaan yang sangat kuat dan bersama-sama kami menunjukkan eksistensi
kami, bahwa kami itu ada.

Pengalaman keberagamaan saya sewaktu anak-anak saya rasa semuanya


menyenangkan. Karena saya bersekolah di sekolah Katolik sehingga saya dari kecil
selalu berada di lingkungan Katolik. Saya selalu merayakan Natal dan Paskah di
sekolah dengan sangat bahagia, kemudian mengisi paduan suara anak-anak di
Gereja bersama teman-teman sekolah, belajar agama dengan cara yang
menyenangkan dari saya TK, dan saya menikmati itu semua. Memasuki masa
remaja, pengalamannya juga tidak jauh berbeda, merayakan Natal dan Paskah
bersama di sekolah, melakukan sharing pengalaman keagamaan bersama teman-
teman, dan ditambah lagi bisa pergi ke Gereja bersama teman-teman. Ketika
dewasa seperti sekarang, pengalaman menyenangkannya mungkin ketika bertemu
pasangan yang seagama dengan saya. Senang karena bisa beribadah bersama,
bisa berbagi pengetahuan tentang agama bersama-sama, meskipun terdengar
sederhana namun itu cukup membuat senang di usia dewasa. Pengalaman-
pengalaman tersebut tentu membuat saya semakin lama semakin yakin dengan
agama saya, karena iman saya sudah dipupuk sejak kecil dengan berada di
lingkungan yang kuat agamanya. Keraguan-keraguan yang muncul bisa terjawab
seiring berjalannya waktu dengan semakin banyak pengalaman dan pengetahuan
tentang agama yang diperoleh lewat berbagai pengalaman dengan berbagai orang
di sekitar saya.

4
Sedangkan, pengalaman yang kurang menyenangkan, justru saya tidak
memiliki banyak pengalamannya. Pengalaman keberagamaan yang kurang
menyenangkan yang pernah saya alami bermula SD, saya jarang ke Gereja. Hal itu
disebabkan ayah saya yang bekerja hingga hari Sabtu dan hanya punya hari
Minggu untuk quality time bersama keluarga, dan disitu, setiap Minggu kami
menjadi lebih sering menghabiskan waktu untuk jalan-jalan bersama keluarga
dibanding ke Gereja, itu memang kesalahan besar dan untungnya kami cepat
sadar, kesadaran itu muncul ketika saya sudah kelas 4 SD dan sudah memasuki
usia untuk menerima sakramen Komuni Pertama. Sejak itu saya menjadi rajin ke
Gereja karena harus mengumpulkan tanda tangan Romo dan mencatat isi misa,
sejak itu, saya dan keluarga mulai kembali ke jalan yang benar, mulai rajin ke
Gereja. Kemudian, memasuki masa remaja, saya 3x memiliki pacar yang berbeda
agama dengan saya. Yang perbedaannya sering dianggap serupa oleh orang
awam. Ya, kesemua mantan saya beragama Kristen, saya juga tidak tahu mengapa
saya selalu mendapatkan pacar yang beragam Kristen dan awalnya saya pun tidak
mempermasalahkannya karena saya awalnya berpandangan bahwa Kristen dan
Katolik sama saja, sama-sama ke Gereja, sama-sama percaya Yesus adalah
Juruselamat. Namun, semakin saya dewasa semakin saya sadar bahwa Kristen dan
Katolik memang berbeda, dan tidak bisa disamakan. Keraguan akan iman Katolik
pun sempat muncul karena saya selalu berpacaran dengan orang Kristen, kadang
pemikiran-pemikiran Kristen menjadi bisa saya terima karena saya memiliki
hubungan yang dekat dengan orang Kristen dan saya sibuk menyama-nyamakan
agar saya bisa terus bersama pacar saya. Namun, pada akhirnya juga saya sadar
bahwa saya tidak bisa memaksakan segala sesuatu dan iman bukanlah hal yang
bisa semudah itu diubah-ubah. Akhirnya setelah lebih memperdalam iman Katolik
lewat berbagai ibadah, lewat berbagai sharing dengan teman sebaya dan Suster
serta Romo di berbagai kegiatan, saya pun menjadi lebih teguh dan lebih yakin
untuk terus menjadi Katolik.

Pengalaman tidak menyenangkan ketika remaja itu lantas membuat


pergulatan batin dalam diri saya, walaupun sesaat tetapi itu sempat terjadi. Saya
mempelajari dengan seksama ketika ada pembahasan di pelajaran agama tentang
beda Katolik dan Kristen, kemudian saya juga sempat mencari tahu secara
langsung dengan ikut kegiatan kebaktian di Gereja mantan pacar saya. Saya hanya
ingin tahu apakah benar mirip dan apakah kelebihan dan kekurangan masing-
masing agama. Akhirnya setelah melakukan berbagai pencarian saya tetap kembali

5
lagi kepada iman saya. Bahwa yang saya percayai selama ini adalah yang terbaik
dan saya semakin yakin juga dengan iman Katolik saya.

Pengaruh agama sangat kuat dalam membantu saya menghadapi masalah-


masalah sulit dalam hidup saya. Ketika saya merasa sudah tidak mampu lagi maka
saya akan berserah pada Tuhan, ketika saya merasa tidak tahu lagi harus kemana
maka saya akan datang pada Tuhan, meminta pertolongan kepada yang Maha
Pengasih. Seperti ketika saya sangat ingin melanjutkan kuliah ke jenjang perguruan
tinggi tapi saya tidak memiliki biaya, dan orang-orang seakan meminta saya untuk
pasrah saja dengan keadaan tetapi saya tidak menyerah, saya masih punya Tuhan
yang hebat, dan tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Saya berdoa dan berserah
kepada Tuhan, berharap mukjizat-Nya menjadi nyata dan benar saja, saya berada
disini saat ini. Saya bisa berkuliah, dan bukan sekedar berkuliah saya juga bisa
berprestasi, tanpa campur tangan Tuhan tentu ini mustahil. Mengingat saya dari
sekolah swasta yang sangat kecil kemungkinan diterima di PTN, apalagi lewat jalur
SNMPTN, dan saya bisa. Hanya 2 orang dari sekolah saya yang lolos SNMPTN dan
saya salah satunya, padahal saya juga paham banyak yang lebih pintar dari saya
tetapi Tuhan mempercayakan saya untuk bisa berada disini saat ini. Saya benar-
benar bersyukur dan selalu semangat belajar sebagai bentuk ucapan rasa syukur
saya pada Tuhan. Atau ketika ayah saya bangkrut dan kehilangan pekerjaannya,
saya dan keluarga tak henti-hentinya berdoa supaya Tuhan memberikan rezeki
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan Tuhan mengabulkannya, Tuhan
memberikan mukjizatnya lewat teman ayah saya yang dengan penuh kerendahan
hati mau memberikan pekerjaan pada ayah saya. Setidaknya, hidup kami masih
bertahan sampai saya kuliah dan akhirnya ayah saya memutuskan untuk menjadi
pengemudi ojek online. Dan ya, saya dan keluarga masih bertahan hingga detik ini
adalah karena berkat dan karunia Tuhan. Saya selalu mensyukuri apa yang ada
dalam hidup saya karena semua adalah karena campur tangan Tuhan. Manusia
hanya bisa berkehendak tapi semua Tuhan yang menentukan.

Agama yang saya anut adalah agama yang minoritas di Indonesia,


penganutnya hanya sekitar 3% di Indonesia. Karena agama yang saya anut adalah
agama minoritas, tidak ada keistimewaan yang diberikan oleh orang-orang terhadap
agama saya, tetapi diskriminasi memang beberapa kali saya rasakan. Sering kali,
agama saya disamakan dengan Kristen dan saya baru menyadari betapa orang-
orang awam berpikir bahwa Kristen dan Katolik itu adalah satu agama yang sama.

6
Saya baru menyadari itu setelah saya masuk UNJ, dimana mayoritas adalah Muslim
dan mereka selalu tidak tahu ketika saya bilang agama saya Katolik, mereka pikir
Katolik adalah Kristen dan mereka baru tahu itu berbeda sejak saya
menjelaskannya. Bahkan ketika saya baru masuk MPA dan ketika ada sesi rohani,
panitia tidak tahu bahwa ada organisasi mahasiswa Katolik, mereka malah
mengantar saya ke organisasi mahasiswa Kristen dan setelah saya jelaskan bahwa
saya Katolik, panitia dari organisasi mahasiswa Kristen mengantar saya ke
organisasi mahasiswa Katolik. Dan satu hal lagi yang baru saya tahu setelah saya
masuk UNJ adalah bahwa Islam begitu memiliki privilege dalam masyarakat,
contohnya ketika pembagian sesi rohani, mereka hanya memisahkan mahasiswa
berdasarkan dua golongan, yakni Islam dan non-Islam. Baru kemudian yang non-
Islam akan dipisah-pisahkan oleh panitia dari masing-masing organisasi agama
seperti Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Lalu, sering kali juga ketika saya baru
berkenalan, orang-orang pasti bertanya “lu mah bukan Islam ya?” saya merasa
pertanyaan ini cukup bersifat judgemental dan diskriminatif, seakan menjadi bukan
Islam adalah suatu keanehan padahal itu adalah hal yang wajar di Indonesia. Saya
baru mengalami itu semua sejak saya masuk ke UNJ dan awalnya memang saya
merasa kaget. Mungkin hal tersebut memang akan mempengaruhi saya dalam
proses konseling terutama ketika akan membangun kepercayaan antar konselor
dan konseli. Mungkin akan sulit membangun kepercayaan jika konseli yang memiliki
agama mayoritas dan tidak memiliki pemahaman yang baik tentang agama lain
untuk percaya, apalagi jika dengan privilegenya dia memandang rendah agama lain
yang minoritas. Tapi bukan berarti kepercayaan tidak bisa dibangun, jika konseli
mau berproses bersama konseli, saya rasa perlahan tapi pasti konseli juga akan
paham bahwa agama minoritas juga bisa dipercaya dan kepercayaan antar
konselor dan konseli juga bisa dibangun.

Dalam memandang agama lain, saya tidak merasa memiliki bias, saya
paham secara umum mengenai perbedaan-perbedaan tiap agama dan saya
menghargai itu semua. Namun, beberapa kasus bias agama pernah saya temukan,
diantaranya ketika akan mencari beasiswa. Beberapa universitas bahkan
memberikan beasiswa jalur prestasi hafalan Al-Quran yang sangat bias agama.
Mengapa tidak ada beasiswa prestasi hafalan kitab suci lainnya? Apakah anak dari
agama lain yang juga memiliki hafalan yang baik tentang kitab sucinya tidak layak
menerima beasiswa? Lalu, juga ketika saya tidak sengaja membaca persyaratan
masuk asrama mahasiswa UNJ yang berada di Sunan Giri, ada syarat harus Islam

7
dan saya sempat heran, apakah mahasiswa yang bukan Islam tidak membutuhkan
tempat tinggal asrama jika dia adalah perantau? Tempelan-tempelan di depan pintu
kelas di FIP juga, bertuliskan “Don’t forget to say Assalamualaikum” Lalu, jika saya
bukan Islam apakah harus juga mengucapkan Assalamualaikum? Bahkan juga
tempelan di kamar mandi, doa masuk kamar mandi secara Islam. Saya paham
Islam memang dominan, tetapi apakah itu tidak mengandung bias jika dipasang di
fasilitas umum seperti kampus yang notabenenya bukanlah kampus Islam? UNJ
adalah kampus untuk umum, bukan? Meskipun jumlah Muslim memang dominan
tetapi kami yang minoritas juga ada disana, menjadi bagian dari UNJ. Namun,
pengalaman-pengalaman itu saya rasa tidak akan mempengaruhi saya dalam
proses konseling, saya akan berusaha tidak menimbulkan bias dalam pemberian
layanan saya karena saya ingin semua orang dari agama apapun bisa merasakan
layanan yang optimal tanpa adanya perasaan dibedakan ataupun memunculkan
bias. Dari saya sekolah pun, di buku pelajaran agama Katolik saya juga ada bab
yang mengajarkan tentang gambaran umum agama-agama yang ada di Indonesia
sehingga saya paham, saya juga selalu diajarkan untuk tidak membedakan orang
lain berdasarkan agamanya, dan agama Katolik sendiri adalah agama yang
universal, terbuka bagi semua kalangan sehingga saya selalu belajar untuk
menghargai beragam perbedaan yang ada.

Pemahaman mengenai agama menjadi penting dalam tugas saya menjadi


konselor, karena saya sendiri nantinya akan berhadapan dengan konseli dari
berbagai latar belakang agama, mungkin mayoritas mungkin juga minoritas dan
saya harus bisa bersikap adil terhadap semuanya karena semua orang memiliki hak
yang sama atas layanan konseling yang saya berikan. Dan juga, agama memiliki
konteks sosiologis dalam diri seseorang ketika dia membangun relasi dengan orang
lain, berkomunikasi, berpikir, dan bertindak. Hal ini menjadi penting dipahami karena
terkadang agama memiliki pengaruh yang besar juga terhadap keadaan seseorang
saat ini. Itu sebabnya, sebagai calon konselor saya terus menurus ingin menambah
wawasan saya mengenai agama lain yang nantinya akan saya temui secara
langsung ketika saya menjadi konselor, saya tidak ingin mengecewakan konseli
saya atau bahkan menghancurkan hidup konseli saya karena saya tidak paham
mengenai konsep-konsep utama dari agamanya.

Satu buku yang mempengaruhi saya dalam memahami agama saya sendiri
adalah buku berjudul “Yesus” yang diterbitkan oleh The Indonesian Bible Society

8
Printing Press. Buku ini menceritakan tentang Yesus mulai dari kelahiran-Nya
sampai dengan kenaikan-Nya kembali ke surga. Buku ini menceritakan berbagai hal
yang relevan dengan pengalaman keagamaan saya, mulai dari saat saya jarang ke
Gereja karena lebih memilih menghabiskan waktu bersama keluarga, di buku ini
dibahas mengenai syarat-syarat mengikut Yesus, dimana dikatakan “Setiap orang
yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari
dan mengikut Aku” (Fishbein, 2003, hal. 29). Yang bermakna bahwa siapa yang
mau menjadi pengikut Tuhan harus menyangkal dirinya sendiri, menyangkal segala
keinginan duniawi, seperti keinginan untuk menghabiskan waktu untuk pergi jalan-
jalan bersama keluarga daripada ke Gereja, yang mana ke Gereja adalah keinginan
surgawi, keinginan untuk lebih dekat dengan sang Pencipta. Memikul salibnya
bermakna siap menghadapi berbagai persoalan yang terjadi dalam hidupnya
dengan ketabahan dan kekuatan hati, tidak membenci dan menolak masalah yang
hadir dalam hidupnya, jika demikian, barulah bisa mengikut Tuhan. Karena menjadi
pengikut Tuhan dan berbuat kebaikan memang hal yang lebih sulit daripada
kebalikannya.

Kemudian, berkaitan dengan pengalaman saya yang bisa berkuliah atau


ayah saya yang masih bisa menafkahi keluarga saya sampai saat ini meski pernah
bangkrut, buku ini juga menjelaskan mengenai hal berdoa, dimana dikatakan
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;
ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta
akan mendapat, dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang
mengetuk, baginya pintu dibukakan” (Fishbein, 2003, hal. 36). Yang bermakna jika
kita membutuhkan pertolongan maka mintalah pada Tuhan, carilah pertolongan itu
lewat doa. Sebab Tuhan pasti memberikan pertolongan jika kita bersungguh-
sungguh memintanya. Karena Tuhan selalu mendengarkan doa hamba-Nya, dan
Tuhan tidak pernah tidur, maka jika kita berdoa dengan penuh kerendahan hati,
Tuhan pasti mendengar dan memberikan pertolongan-Nya.

Terakhir, tentang pergulatan batin saya yang sempat meragukan dan


membanding-bandingkan agama saya, di buku itu dikutip perkataan dari Ibu Teresa
dari Kalkuta, Ia berkata “Yesus akan mengerjakan hal-hal besar dalam hidup kita,
apabila kita mengizinkan-Nya dan tidak mencampuri-Nya” (Fishbein, 2003, hal. 15).
Kata-kata ini begitu membuka mata saya bahwa selama ini mungkin saya memang
belum membuka hati agar Yesus melakukan berbagai hal besar dalam diri saya,

9
bahkan saya masih memiliki keraguan. Tetapi, ketika saya mulai membuka hati,
berbagai hal besar perlahan terjadi dan saya merasakan ternyata begitu besar kasih
Tuhan di dalam hidup saya, dan semakin hari saya semakin bersyukur karena saya
mengenal Tuhan dan ingin selalu mendekatkan diri saya lebih dan lebih lagi kepada
Tuhan.

10
C. Daftar Pustaka

Fishbein, B. (2003). Yesus. Jakarta: The Indonesian Bible Society Printing Press.

11
PENGALAMAN KEBERAGAMAAN (ISLAM)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Pada Mata Kuliah Konseling Multikultur

Dosen Pengampu : Dr. Susi Fitri, M.Si., Kons.

Oleh :

Yustia Nova Annisa 1715160019

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
DAFTAR ISI
TIMELINE ................................................................................................................ 1

REFLEKSI................................................................................................................ 2

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 12

i
TIMELINE

Ketika saya baru Mengikuti TPA Juara 1 lomba Mendapatkan Lulus seleksi Masuk dalam
dilahirkan, saya sejak kecil hafalan surat-surat penghargaan tes di Madrasah kelompok mentoring
diadzankan oleh bahkan sebelum pendek di Masjid karena telah lulus Aliyah Negeri dan ikut studi tahsin
Bapak sekolah Al-Ikhwan Depok studi BBQ di SMP 14 Jakarta qur’an di Kampus

Pernah bolos Pernah tidak Diam-diam Ditegur orang tua dan Berdebat karena
mengaji dan menunaikan ibadah membatalkan teman saat tidak perbedaan pendapat
berbohong sholat 5 waktu puasa sebelum memakai kerudung & pemahaman agama
(ditunda-tunda) waktunya maghrib keluar rumah dengan teman

1
REFLEKSI
Sejak lahir saya telah menganut agama Islam, karena saya dilahirkan dari
kedua orang tua yang beragama Islam. Tentu saja saya terberi dan menjadi orang
yang beragama Islam. Orangtua dan keluarga saya sangat menanamkan
pendidikan agama yang kuat pada anak-anaknya sejak dini. Maka dari itu, saya
telah mendapatkan akses ilmu pendidikan agama sejak kecil terutama pada studi
Al-Qur’an yaitu kitab suci umat Islam. Orang tua yang ada didalam keluarga saya
selalu andil dalam penyampaian nasihat tentang agama, mereka selalu bilang
“dahulukan perintah agama karena dengan terpenuhinya kewajiban agama maka
urusan hal yang lain akan mudah terpenuhi”. Sejak kecil dan sebelum sekolah pun
saya sudah mendapatkan ajaran yang benar-benar bermakna dalam kehidupan
saya dan akan terus bermanfaat dengan seterusnya, yaitu pengetahuan membaca
qur’an dan praktik sholat dimana sebelum saya mendapatkannya dari TPA atau pun
sekolah, ibu dan nenek saya selalu mendalami dan mengajarkan saya hingga saat
saya telah bersekolah saya sudah mampu menjalaninya.

Saya tidak pernah merasa terpaksakan oleh ajaran agama yang saya
dapatkan dari kedua orangtua dan keluarga saya. Karena mereka banyak sekali
mencontohkan dengan tindakan dan perilaku mereka dibandingkan ucapan dan
nasihat mereka yang membuat saya mudah mencontohi dan mengerti untuk ikut
melaksanakan. Akan tetapi, pengalaman saya terhadap kelalaian dan kemalasan
saya yang berhubungan dengan agama saya itu sebenarnya karena diri saya
sendiri dan terpengaruh oleh keasyikan diri dengan lingkungan sekitar, seperti
menunda-nunda waktu shalat dan membatalkan puasa sebelum waktunya. Saya
merupakan orang yang perasa dan selalu mengkhawatirkan sesuatu, maka
biasanya jika saya telah berbuat kesalahan terutama pada masalah agama maka
saya pasti akan selalu memikirkan dan merasa bersalah sekali bahkan sampai
berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Karena orangtua saya selalu
mengingatkan kepada anak-anaknya bahwa apa yang kita lakukan di dunia ini akan
selalu di awasi dan di saksikan oleh Allah SWT.

Saya yang sejak dini telah berkecimpung dengan pendidikan agama yang
kuat dan saya senang memperdalam ilmu agama terutama pada studi Qur’an, sejak
Sekolah Dasar hingga kini banyak sekali pengalaman penting yang sangat
mempengaruhi kehidupan saya, yaitu tuntasnya dan lulusnya studi Qur’an yang
menjadi bekal kehidupan saya, karena saya dan keluarga sangat percaya bahwa

2
semua nilai, ajaran, aturan dan norma sekalipun yang ada didalam Qur’an lah yang
akan menuntun kehidupan saya dengan baik. Saya telah cukup banyak
mendapatkan penghargaan dan lulus pada sesuatu pendidikan berhubungan
dengan Al-qur’an, akan tetapi karena hal itu tidak membuat saya merasa sudah baik
dalam penguasaan Qur’an, saya pun masih harus banyak belajar dan terus
mengembangkannya.

Bagi saya dan keluarga saya dan semua umat agama Islam Al-qur’an
merupakan segalanya, karena ia merupakan penolong kehidupan dunia dan akhirat
yang akan membantu kita menuju kehidupan yang bahagia. Dari hal yang terkecil
sampai hal besar semua ada di dalam al-qur’an berserta perintah, aturan, adab, dan
sebagainya. Sewaktu kecil saya sering kali mengikuti lomba-lomba yang berkaitan
dengan hafalan qur’ani. Saya selalu antusias untuk terus mempelajari al-qur’an
langsung. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, kini saya sudah jarang sekali
memegang qur’an asli karena sekarang saya lebih sering menggunakan qur’an
digital atau online.

Saya lebih suka mempelajari sesuatu dengan praktiknya dibandingkan


materi yang terus di baca dan dipahami. Karena, dengan praktik yang ada akan
membantu seseorang lebih memahami secara nyata. Hal itu juga saya terapkan
pada pengalaman agama saya. Saya sebelum sekolah sudah belajar untuk
menunaikan ibadah wajib dan ibadah puasa. Akan tetapi, sewaktu kecil saya
banyak sekali bolong dalam pelaksanaan ibadah tersebut. Bahkan, saya sering
secara diam-diam membatalkan puasa, karena saya sulit sekali berbohong karena
saya rasa berbohong itu hanya akan membuat hati saya tidak tenang dan akhirnya
saya mengakui akan kesalahan saya kepada kedua orangtua saya. Setelah hal itu
di ketahui oleh orang tua saya, mereka tidak lah marah, malah yang ada terus
menasehati dan membujuk saya dengan kasih sayang seperti mengelus kepala
saya. Karena hal tersebut lah yang membuat saya menyadari bahwa sesungguhnya
agama saya tidaklah memaksakan dan saya semakin sadar untuk menjalani
kewajiban saya.

Saya juga pernah merasakan bahwa dimana kerudung ialah bukan hanya
sebagai identitas agama Islam saja dan kerudung atau hijab merupakan suatu
kewajiban yang harus digunakan oleh wanita muslimah. Akan tetapi, hal itu tidak
dipaksakan dan sesuai kesadaran tiap manusia saja. Sebelum saya memutuskan
untuk menggunakan kerudung secara tetap dan bukan hanya karena tuntutan

3
sekolah, saya masih sering keluar rumah dengan kepala terbuka, maksudnya saya
tidak menggunakan kerudung untuk menutupi rambut. Setelah kejadian itu, teman
dan ibu saya menasihati bahwa kerudung itu merupakan suatu kewajiban dan tidak
boleh di permainkan. Dan akhirnya saya memantapkan hati untuk terus istiqomah
memakai kerudung terus menerus yang dimulai sejak saya memasuki SMP. Setelah
saya berhijab pun saya merasakan amat kenyamanan dan keamanan yang saya
rasakan.

Saya yang beretnis Minang dan Sunda juga berpengaruh pada bekal agama
saya. kedua etnis tersebut sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan pendidikan
agama, terlihat di kedua etnis tersebut banyak sekali sekolah-sekolah islam dan
pengetahuan tentang Islam pada zaman dulu sangat berkembang terutama di tanah
Minang. apalagi keluarga saya yang beretnis Minang selalu mengedepankan
kebiasaan mengaji saat seusai sholat maghrib dan hal itu terus saya terapkan dan
saya lakukan walaupun saya tidak sedang berada di Padang. Banyak sekali hal-hal
agama yang berhubungan dengan etnis, salah satunya juga ialah adat istiadat dan
bentuk perayaan-perayaan yang selalu disesuaikan dengan nilai-nilai agama islam,
seperti upacara pernikahan yang setiap pelaksanaannya selalu diiringi dengan
lantunan ayat suci al-qur’an dan dihibur dengan musik arab yaitu marawis atau
qosidah. Apalagi melihat etnis minang yang sangat ekonomis, maka keluarga saya
pasti akan melakukan sesuatu yang tidak boleh bertentangan dengan aturan agama
seperti tidak menghambur-hamburkan uang dan tidak berlebihan jika melalukan
sesuatu. Pada etnis sunda juga yang sangat berhati-hati pada pantangan atau
larangan yang memang berhubungan dengan agama Islam, maka pada saat
pelaksanaan apapun, keluarga saya sangat mengikuti dan menjalani segala
kegiatan sesuai peraturan yang ada, seperti saat ada yang sedang mengandung
pasti akan dilaksanakannya acara pengajian (7 bulanan) untuk calon anak.

Perkembangan agama saya pun tidak terlepas kaitannya dengan lingkungan


sekitar yang mendukung kokoh dan bertambahnya ilmu agama saya. Saya sering
ikut andil dalam bergabung dengan organisasi atau komunitas yang berhubungan
dengan agama, sejak kecil saya sudah bergabung dengan kelompok TPA di dekat
rumah yang mengajarkan dan terus melatih saya dalam kemampuan membaca al-
qur’an yang baik. Memasuki SMP, saya juga masih ikut kelompok yang
berhubungan dengan studi Qur’an yaitu BBQ (Belajar Baca Qur’an), dimana
kelompok ini merupakan pembekalan ilmu qur’an yang lebih mendalam dan pada

4
saat diakhir saya lulus SMP saya lulus dan mendapatkan penghargaan karena
pecapaian diri saya yang telah mampu mengajarkan qur’an kepada anak didik di
dalam kelompok tersebut juga. Ketika memasuki jenjang SMA, saya mengikuti salah
satu kelompok Ekstrakulikuler yaitu ROHIS (Rohani Islam) yang mana di sana saya
mendapatkan ilmu yang lebih luas lagi akan pengetahuan dan sejarah Islam lebih
mendalam selain saya mendapatkan pendidikan agama di dalam kelas saat
pembelajaran mata pelajaran Pendidikan agama Islam. Dan saat memasuki
perkuliahan hingga kini saya banyak ikut terlibat dalam komunitas yang
berhubungan dengan agama yaitu, kelompok mentoring, komunitas Studi Qur’ani
UNJ, dan selain di dalam kampus saya juga mengikuti komunitas yang baru-baru ini
ada di lingkungan rumah saya yaitu Remaja masjid. Terlibatnya saya dengan
beberapa komunitas atau kelompok tersebut membuat saya semakin percaya diri
juga dalam menjalankan kehidupan dan memberikan nasihat kepada orang lain
juga, pasalnya saya tidak akan asal bicara kepada orang lain karena saya sudah
sedikit demi sedikit terpupuki dan ditanami oleh ilmu pengetahuan agama yang
terus saya dapati. Karena komunitas tersebut juga membuat saya semakin
mempunyai banyak relasi dalam mengembangkan ilmu yang telah saya miliki,
seperti saya menjadi banyak tawaran untuk mengajar ngaji di daerah rumah dan
tersalurkannya kemampuan yang saya punya (yang berkaitkan dengan agama
Islam).

Sejak kecil saya banyak sekali mendapatkan pengajaran langsung dari


kedua orangtua saya terutama Ibu saya. Saya yang sudah di berikan pengetahuan
agama sejak saat masih dini telah diperkenalkan konsep surga-neraka, dimana
diberi tau bahwa “setiap apa yang dilakukan umat manusia pasti akan diberikan
konsekuensinya, baik itu perbuatan baik yang akan mendapatkan kebahagiaan di
syurga dan perbuatan tidak baik yang akan diberikan konsekuensi nantinya di
neraka” akan tetapi tidak hanya hal itu saja yang telah kedua orangtua saya berikan
kepada diri saya, masa kecil saya sangat menyenangkan, seru dan sangat tidak
adanya desakan pada kedua orangtua saya untuk diri saya melaksanakan semua
perintah agama secara terpaksa. Kedua orangtua saya, secara perlahan-lahan
memberikan pendidikan agama sejak dini akan tetapi pasti akan mudah terserap
oleh anak-anaknya, karena ibu saya yang rajin sekali menceritakan sejarah Agama
Islam dengan bercerita kisah-kisah nabi, macam-macam agama, bernyanyi rukun-
rukun yang ada pada agama dan menunjukkan gambar-gambar sejarah islam yang
ada. Dengan hal itu memudahkan saya untuk cepat mengetahui dan paham akan

5
sesuatu yang memang seharusnya diketahui sebagai umat muslim dengan lebih
cepat. Bahkan kedua orangtua saya sering membawa saya pergi ketempat
bersejarah yang berkaitan dengan Islam, seperti masjid-masjid bersejarah yang ada
di kampung halaman.

Ketika saya memasuki masa remaja, maka disaat ini lah kemandirian saya
tercipta. Karena saya harus mencari tahu dan memperdalam ilmu agama lebih
mandiri dibandingkan sebelumnya. Di masa ini, cukup menyenangkan juga bagi
saya karena sebelumnya saya sudah mengenal bahwa apa itu hijab, kerudung,
jilbab akan tetapi hal itu terealisasikan dimulai saat ini. Saat itu saya sedang
senang-senangnya memakai kerudung, tidak tahu mengapa rasanya seperti saya
benar-benar merasa terlindungi dan ilmu agama yang sudah saya dapatkan itu
dapat terealisasikan satu-persatu disaat ini. Ketika saya remaja juga saya
mempunyai banyak teman, karena saya bersekolah dalam lingkungan agama yang
kuat dan sekolah Islam juga, maka saya merasa beruntung karena didominasikan
oleh temna-teman yang juga mendukung bahkan memberikan banyak pengetahuan
lebih akan agama Islam.

Memasuki masa dewasa banyak sekali tantangan dan kebahagiaan yang


saya dapatkan. Berbicara dengan kebahagiaan yang saya dapati, yaitu saya
semakin banyak memiliki teman yang bisa membawa saya kearah yang lebih baik
dan mendukung saya untuk selalu menjadi lebih baik lagi dalam beragama. Saya
juga bangga mempunyai teman dan di dukung oleh lingkungan yang sangat
terbentuk identitas kemuslimannya, dari hal pengetahuan yang cukup bahkan lebih
akan agama Islam, lalu cara berpakaian dan adab-adab yang di patuhi, dan acara-
acara agama yang banyak sekali di selenggarakan yang membuat saya dapat
mengikutinya. Akan tetapi, ada juga beberapa kali tantangan yang membuat saya
cukup sulit menerimanya, pasalnya teman-teman saya banyak sekali yang sudah
lebih kuat dan tinggi ilmu agamanya yang membuat saya kadang kala harus banyak
komentar dan nasihat yang berlebihan kepada saya, bahkan terkadang saya juga
sulit untuk beradaptasi dengan keadaan saya yang masih harus terus belajar
dengan teman saya yang mana sudah lebih menguasai ilmu agama yang luas.

Mulai sejak saya SMA dan memasuki perkuliahan banyak sekali perdebatan
yang saya hadapi dan berhubungan dengan agama terutama agama Islam.
Mungkin hal itu terjadi karena teman-teman saya lebih menguasai ilmu agama yang
ada dan adanya perbedaan penguatan dan pendapat. Saya sering mengalami

6
perdebatan ini bahkan sampai bertengkar dengan teman saya sendiri. Karena
sesuatu hal yang telah saya percaya berbeda dengan apa yang teman saya
percayai. Padahal apa yang saya katakan itu yang memang saya dapatkan dari apa
yang saya pelajari selama ini. Akan tetapi, lambat laun saya dan teman saya sama-
sama memahami dan saling bermaafan. Dari kejadian tersebut banyak sekali
makna dan nila yang bisa saya petik bahkan sangat berpengaruh pada kehidupan
saya, saya menjadi lebih harus mempunyai sikap saling menghargai kepada
sesama, saya juga harus lebih mempunyai sikap legowo pada orang lain, dan saling
menguatkan terhadap sesama, karena saya menjadi semakin yakin bahwa apa
yang saya keluarkan dan lakukan selama ini belum tentu benar dan apa yang
selama ini orang lain perbuat belum tentu seutuhnya salah.

Saya pernah merasakan dimana hidup saya benar-benar merasa terpuruk


disaat kedua orangtua saya bertengkar dan berencana untuk bercerai. Pada
sewaktu itu saya sangat sedih berlarut-larut sampai saya sakit karena terus
memikirkan hal itu. Saya pun hampir putus asa bahkan sampai berniat untuk
menyudahi kehidupan ini. Banyak sekali kejadian yang langsung saya lihat saat
kedua orangtua saya bertengkar, dimana ayah saya kasar kepada ibu saya, sampai
bermain fisik dan melukai ibu saya sendiri. Dan 1 hal kejadian yang terus saya ingat
ialah ketika saya harus pergi kerumah saudara terdekat berjalan kaki di malam hari
dan menuntun ibu saya jalan dengan keadaan mata nya yang berdarah darah
karena perlakuan ayah saya. Karena hal itu, saya menjadi sadar seketika mungkin
karena saya kurang mendekatkan diri kepada Allah swt begitupun bagi kedua
orangtua saya yang dalam mebina kerukunan keluarganya kurang didominasikan
oleh nilai-nilai agama. Lambat laun, secara perlahan-lahan, saya mulai lebih
memperbaiki diri dan lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta. Saya juga mulai
menyatukan kedua orangtua saya dengan selalu memberikan pengertian satu sama
lain, serta berusaha keras untuk dapat menjalani ibadah, mengurus keluarga
dengan hati yang ikhlas semata-mata niat karena Allah swt, dan selalu saling
menasehati apapun yang terjadi jika memang ada kesalahan pada diri yang telah
menyimpang agama. Yang akhirnya, terjawab sudah bahwa Islam dapat membantu
saya untuk memperbaiki hubungan keluarga saya yang menjadi lebih harmonis.

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa agama Islam ialah agama yang
mayoritas, khususnya di Indonesia. Saya sangat merasakan keistimewaan yang
diperlakukan orang lain dan lingkungan kepada saya dalam kemayoritasan agama

7
yang saya miliki yaitu saya merasakan kemudahan dan ketersediaan fasilitas dan
akses dalam mendapatkan informasi religiusitas dan dalam beribadah. Apalagi
semakin berjalannya waktu hingga kini perkembangan IPTEK sangat luas, dan
dalam mendapatkan pengetahuan lebih kita bisa mendapatkannya melalui media-
media tertentu yang tidak dibatasi. Akan tetapi, saya juga pernah merasakan
marginalisasi akan agama yang saya anut yaitu Islam, dimana disaat saya ingin
pergi berlibur dan saat dibandara karena saya yang menggunakan hijab atau
kerudung saya mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan wanita yang tanpa
kerudung. Saya seperti sangat dicurigai, semua yang saya bawa sampai dicek dua
kali, padahal barang yang saya bawa sudah di cek dengan alat pendeteksi dan tidak
ada barang yang memang berbahaya akan tetapi mereka kurang yakin. Dan
petugas wanita yang ada dibandara tersebut pun dengan amat kuat kecurigaannya
memeriksa diri saya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Karena hal itu lah yang
membuat saya kurang senang dan nyaman. Hingga saat ini pun saya selalu
bertanya-tanya mengapa wanita muslimah dan orang Islam selalu di curigai akan
terorisme. Apakah semua orang Islam memiliki sikap yang sebegitu jahatnya,
padahal itu semua kembali lagi kepada sifat dan kepribadian masing-masing.
Karena tidak hanya orang Islam yang mempunyai perilaku negatif.

Selain mempelajari ilmu agama saya sendiri yaitu Islam, saya suka sekali
jika dalam mentoring di kampus membahas kajian tentang menghargai dan toleransi
terhadap agama lainnya. Saya juga terkadang sempat mencari tahu tentang apa sih
sebenarnya yang di pelajari dan ada di agama lain. Karena, hakikatnya agama yang
ada di dunia ini menurut saya sama yaitu sama-sama mengajarkan pada perilaku
dan adab kebaikan. Tidak ada agama yang menjerumuskan kedalam ajaran yang
negatif. Sekalipun ada suatu aliran yang mengajarkan kearah negatif yaitu aliran
sesat dan bukan agama.

Banyak sekali ajaran yang saya dapatkan dari Islam untuk direalisasikan dan
membantu proses konseling. Pasalnya, Islam mengajarkan bahwa kita harus
menjunjung tinggi sikap damai, aman, nyaman, toleransi, saling menghargai dan
membantu dan hal itu semua ada di dalam al-qur’an. Karena nilai-nilai tersebut yang
saya pelajari dan dalami lah yang membuat saya semakin yakin pada profesi
sebagai konselor yang tugas utama nya ialah membantu konseli dalam suatu
permasalahan. Dan seorang muslim juga dituntut untuk membantu orang yang
kesulitan. Akan menjadi ibadah dan ladang pahala jika seorang konselor dapat

8
membantu seorang konseli dengan amanah, apalagi seorang konselor yang dapat
menjaga rahasia konseli nya. Serta, dengan berlandaskan ilmu agama ini pun yang
membuat saya semakin tertantang untuk lebih dalam menggeluti bidang konseling
ini sesuai ketentuan yang ada dalam agama saya. akan tetapi hal itu tidak membuat
saya melupakan toleransi yang ada, dan tidak mendominasikan nilai-nilai yang ada
pada agama saya sendiri.

Memang sangat penting sebagai calon konselor mempunyai pemahaman


tentang agamanya secara mendalam dan juga agama lain. Karena, dalam proses
konseling tentunya kita bisa saja akan berhadapan dengan konseli yang memiliki
keyakinan yang berbeda dengan kita. Maka, jika kita mempunyai pengetahuan yang
luas akan agama lain pun kita dapat melihat dari sudut pandang dan kita akan
mengerti posisi konseli. Selain itu, dalam proses konseling juga kita sebagai
konselor dapat menyisipkan nilai-nilai religi yang terkadang dapat membantu konseli
menyadarkan akan permasalahan yang sedang dihadapinya, tanpa membuatnya
merasa terganggu. Terkadang saya juga terlalu merasa benar akan agama saya,
akan tetapi seiring waktu saya sadar bahwa diri saya masih perlu mendapatkan
pengetahuan yang lebih lagi. Hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan dan keluarga
saya yang memang sejak dahulu mayoritas memeluk agama islam dan tidak
masuknya agama lain di dalam keluarga saya.

Terkadang saya masih memiliki bias yang ada pada agama saya terhadap
agama lain. Yang membuat diri saya selalu mempertahankan keyakinan yang ada
pada diri saya tanpa memperdulikan ajaran lain. Itu terjadi karena saya selalu
didominasikan oleh ajaran agama Islam yang sangat kental. Saya selalu merasa
apa yang saya pelajari dari orangtua, guru-guru dan teman-teman saya ialah hal
yang memang benar. Hal tersebut menjadi dasar saya harus terus memperbaiki diri
apalagi saya seorang konselor nantinya, yang akan terus berhadapan dengan
berbagai perbedaan, dan saya selalu berusaha untuk terbiasa menjalankan
kehidupan dalam keberagaman serta untuk saling memahami dan saling
menghargai satu sama lain terhadap pemeluk agama tertentu. Kini, saya juga selalu
menetapkan diri untuk jangan pernah sampai menyakiti hati orang lain dengan
isyarat atau membawa identitas dan nilai agama, karena agama ini sensitif jika di
permasalahkan dan diperdebatkan, terlebih dalam proses konseling.

Ada salah satu buku yang sangat menginspirasikan kehidupan beragama


saya, yaitu buku yang berjudul Tafsir Kebahagiaan (Pesan Al-Qur’an Menyikapi

9
Kesulitan Hidup) karangan Rakhmat (2010). Yang dimana dalam buku tersebut
berisikan suatu pencerahan bagi diri saya sendiri bagaimana cara hidup yang
bahagia namun menjunjung tinggi syariat Islam. Seperti sebagaimana saya yang
harusnya menikmati kehidupan jangan terlalu memikirkan kesalahan masa lalu
karena saya yang sangat mengkhawatirkan sesuatu secara lebih. Padahal dalam
buku itu, sangat mengantarkan seseorang khususnya pada perempuan untuk
memikirkan kehidupan di masa depan dan terus memperbaiki diri, karena kewajiban
di dunia ini selain beribadah yaitu terus berilmu dan belajar. Sesuai dengan
pengalaman keberagamaan saya, ternyata jelas sekali bahwa di dalam buku ini
dinyatakan bahwa kehidupan manusia ternyata sangat dilandasi oleh Al-qur’an
sebagai mana bahwa perilaku manusia sehari-hari pun sudah jelas ada di dalam al-
qur’an. Saya sebagai anak juga diperjelaskan harus sebagaimana berperilaku dan
bertindak dan saya sebagai murid serta calon konselor juga diperjelaskan harus
sebagaimana berperilaku dan bertindak sesuai agama Islam.

Dalam buku ini juga, membahas beberapa hal yang berhubungan dengan
konselor dimana profesi ini mempunyai tugas pokok yaitu membantu konseli, yaitu
mengubah sudut pandang, prasangka buruk, mengatur kekeliruan berpikir, anger
management skill, dan mengontrol bahasa yang baik sesuai dengan ajaran agama
Islam. Karena, pada saat proses konseling pasti akan adanya perbedaan pendapat
antara konselor dan konseli, yang jika tidak dikelola akan menghasilkan konflik dan
tidak terselesaikannya permasalahan konseli. Maka dari itu, buku ini sangatlah
memotivasikan saya untuk terus belajar secara materi dan tidak hanya itu tapi
karakter pun harus terus di perbaiki. Terlebih saya orang yang cukup sensitif dan
mudah stress jika sudah ada permasalah dalam diri saya buku ini sangat membantu
saya, karena dalam buku ini juga membahas cara mengobati stress yang baik
secara religius.

Adapun satu kalimat dalam buku tersebut yang sangat membangun diri
saya terutama membangun sikap religiusitas saya dan bisa dihubungkan oleh
profesi saya kelak sebagai seorang Konselor yaitu “ ‘Ibda’ binafsik’, mulailah dari
dirimu. Sebelum mengenali orang lain, maka kenalilah diri Anda sendiri lebih
mendalam. Sebelum menyucikan orang lain, sucikanlah diri Anda lebih dahulu.
Anda tidak dapat mencintai orang lain dengan tulus sebelum Anda mencintai diri
Anda sendiri. Anda boleh meminta maaf setelah Anda memaafkan. Akhirnya, Anda
hanya bisa membahagiakan orang lain jika Anda sudah berhasil membahagiakan

10
diri Anda.” Yang mana memang sebelum kita membenahi untuk memperbaiki
permasalahan yang ada pada orang lain, ada baiknya dan bahkan seharusnya saya
sebagai calon konselor lebih memahami dan mengenali diri sendiri secara
mendalam terlebih dahulu. Tujuannya yaitu, agar sebagai Konselor bisa
mengembangkan sikap menghargai Konseli dan memahami Konseli dengan baik
agar mudahnya dalam keberhasilan proses Konseling berlangsung.

11
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, J. (2010). Tafsir Kebahagiaan (Pesan Al-Qur'an Menyikapi Kesulitan
Hidup). Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

12
KONSELING MULTIKULTURAL

Agama Islam

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Konseling Multikultural
yang diampu oleh Dr. Susi Fitri,. S.Pd., M.Si h Kons

Di Susun Oleh

Zhi Zhi Oktaviani Dela Putri

1715160413

BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


Daftar isi
TIMELINE ...............................................................................................1
REFLEKSI ..............................................................................................2
REFLEKSI BUKU ...................................................................................8
Daftar Pustaka ........................................................................................9

i
TIMELINE

DI AJARKAN MENGIKUTI
KETIKA SAYA MENGAJI, MANASIK
TPA SEJAK BERGABUNG
DILAHIRKAN , SHOLAT HAJI SAAT MENGIKUTI KE
KECIL , KE DALAM
SAYA DI HINGGA PUASA MASIH ROHISAN DI
BAHKAN KEGIATAN
ADZANKAN OLEH KEDUA MENGIKUTI SMP & SMA
SEBELUM MENTORING
OLEH PAPA ORANG TUA TQA DAN TPA
MEMASUKI DI KAMPUS
SAYA SEJAK SEKOLAH
KECIL

PERNAH BERDEBAT
DENGAN
LALAI MEMAKAI DAN
PERNAH MAMA UNTUK
MENJALANK MELEPAS
MEMPERTARU
BERBHONG AN SHOLAT KERUDUNG
KETIKA DI HKAN
SAAT SMP
MEMAKAI
LUAR RUMAH
KERUDUNG

1
REFLEKSI
Memilih suatu agama atau keyakinan merupakan hak dasar kita sebagai manusia. Dimana
kita dapat menerapkan ajaran agama tersebut pada kehidupan kita sehari-hari, tanpa
paksaan dan pengaruh dari orang lain tentunya. Beragama merupakan hak dan pilihan.
Saya memiliki sedikit pengalaman tentang hidup beragama pada diri saya. Pengalaman
tersebut dimulai dari saya dilahirkan, yaitu pada saat saya dilahirkan , Papa saya
mengadzankan didekat telinga saya , memang sejak lahir saya menganut agama islam ini
dikarenakan kedua orang tua saya yang menganut agama islam. Sejak kecil memang
orangtua dan keluarga saya sangat menanamkan pendidikan agama yang kuat pada anak-
anak, cucu-cucunya sekalipun cicit-cicitnya sejak dini. Maka dari itu , saya telah
mendapatkan pengetahuan ilmu agama sejak kecil terutama kitab suci Al-quran dan berisi
larangan-larangannya Allah swt. Orang tua saya memang ingin anak-anaknya menjadi
pribadi yang mengingat dan menjalankan sholat tepat waktu, dan menjauhi larangan-
larangan Allah swt karena jika kita selalu mendahulukan perintah agama maka urusan yang
lain akan dimudahkan atau mudah terpenuhi. Sejak kecil saya sudah diajarkan huruf-huruf
al-quran sehingga pada waktunya bisa memasuki TPA , saya dengan mudah mengikuti
yang diajarkan oleh guru TPA saya. Selain itu, orang tua saya mengajarkan saya cara sholat
dari kecil agar terbiasa sampai tua nanti dan membiasakan anak-anaknya menjauhi sifat
dan sikap yang dilarang oleh agama seperti berbohong kepada orang tua dan orang lain. Ya
memang kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan oleh kedua orang tua saya menjadi dasar
perilaku saya sampai saat ini.

Dari kecil saya pun tidak merasa terpaksakan ajaran agama yang kedua orang tua
saya berikan kepada saya , karena mereka pun tidak hanya mengajarkan melainkan
memberi contoh seperti tindakan dan beberapa nasihat yang membuat saya tidak merasa
terbebani justru saya lebih milih mencontoh dan ikut melakukan. Hal hal dibiasakan oleh
kedua orang tua saya , membuat saya selalu sadar bahwa tidak boleh melalaikan perintah
Allah dan selalu berusaha menghindari larangan-laranganNya. Saya pun jadi terbiasa
hingga dewasa ini, ya walaupun terkadang saya sesekali pernah melakukan kesalahan.
Karena orang tua saya selalu mengingatkan kepada anak-anaknya jangan melupakan
ibadah dan apapun yang kita lakukan di dunia ini akan selalu diawasi oleh sang pencipta.

Saya sejak kecil telah diajarkan oleh kedua orang tua saya yang berbau
keagamaanseperti contohnya sebelum memasuki TPA sudah diajarkan huruf-huruf lafal al-
quran , hingga sekolah dasar dimasukkan ke dalam TPA hingga dewasa ini saya sudah
terbiasa membaca ayat-ayat al-quran minimal 10 ayat dalam sehari. Selain itu, sejak kecil
sudah diajarkan puasa , walaupun puasanya hanya setengah hari. Ini menjadi bekal bagi
kehidupan saya dan keluarga karena keluarga saya percaya bahwa semua nilai, ajaran,
aturan, dan norma yang ada dalam Al-Quran adalah benar dan dapat menuntun kita ke
kehdiupan yang lebih baik. Saya cukup mendapatkan pelajaran (bekal) yang diberikan oleh
kedua orang tua saya, sehingga membuat saya terus merasa harus memperbaiki diri dan
terhindar dari perilaku yang tidak baik. Bagi saya dan keluarga saya dan semua umat
agama Islam Al-qur’an merupakan segalanya, karena ia merupakan penolong kehidupan
dunia dan akhirat yang akan membantu kita menuju kehidupan yang bahagia. Dari hal yang
terkecil sampai hal besar semua ada di dalam al-qur’an berserta perintah, aturan, adab, dan
sebagainya. Sewaktu kecil saya sering kali mengikuti lomba-lomba yang berkaitan dengan
hafalan qur’ani. Saya selalu antusias untuk terus mempelajari al-qur’an langsung. Sampai
saat ini saya masih rajin membaca al-quran, dan sesekali jika di perjalanan lebih sering
menggunakan qur’an digital atau online.

Selain itu, kebiasaan berpuasa sejak kecil yang ditanamkan oleh kedua orang tua
saya membuat saya terbiasa hingga menjadi kesenangan bagi saya untuk puasa. Sampai
sampai disaat bulan ramadhan ,saya sedikit kesal karena puasa tidak bisa full dalam
sebulan karena faktor menstruasi. Saya memang senang sekali berpuasa, karena itu dapat
melatih saya dalam mengontrol emosional saya sendiri, dan menjaga diri saya dari hal-hal
yang dilarang oleh Allah swt. Karena hal ini dapat menyadari saya bahwa sesungguhnya
agama saya tidaklah memaksakan dan menjadikan pribadi yang lebih baik lagi.

Saya yang beretnis sunda juga berpengaruh pada bekal agama yang saya anut.
Etnis sunda sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan pendidikan agama islam dan
pengetahuan sangat berkembang di tanah sunda. Pada etnis sunda juga sangat berhati-hati
pada pantangan atau larangan yang memang berhubungan dengan agama Islam, maka
pada saat pelaksanaan apapun, keluarga saya sangat mengikuti dan menjalani segala
kegiatan sesuai peraturan yang ada, seperti saat ada yang sedang mengandung pasti akan
dilaksanakannya acara pengajian (7 bulanan) untuk calon anak. Banyak sekali hal-hal
agama yang berhubungan dengan etnis, salah satunya juga ialah adat istiadat dan bentuk
perayaan-perayaan yang selalu disesuaikan dengan nilai-nilai agama islam, seperti upacara
pernikahan yang setiap pelaksanaannya selalu diiringi dengan lantunan ayat suci al-qur’an
dan dihibur dengan musik arab yaitu marawis atau qosidah.

Perkembangan agama saya pun tidak terlepas kaitannya dengan lingkungan sekitar
yang mendukung kokoh dan bertambahnya ilmu agama saya. Saya sering ikut andil dalam
bergabung dengan organisasi atau komunitas yang berhubungan dengan agama, sejak
kecil saya sudah bergabung dengan kelompok TPA di dekat rumah yang mengajarkan dan
terus melatih saya dalam kemampuan membaca al-qur’an yang baik, memasuki SMP dan
SMA saya juga mengikuti kegiatan ke Rohisan (Rohani Islam) , dimana organisasi tersebut
setiap minggunya mengadakan kegiatan seperti lingkaran mentoring , keputrian yang
berisikan kakak kakak mentor yang memberikan materi tentang keagamaan , tadarusan satu
sekolah dan banyak lagi. Di organisasi ini pun mengajarkan membaca al-quran bagi yang
belum bisa dan yang ingin melancarkan bacaannya. di sana saya mendapatkan ilmu yang
lebih luas lagi akan pengetahuan dan sejarah Islam lebih mendalam selain saya
mendapatkan pendidikan agama di dalam kelas saat pembelajaran mata pelajaran
Pendidikan agama Islam. Saat memasuki bangku perkuliahan saya pun mengikuti kegiatan
keagamaan seperti mentoring yang mengisinya ialah kakak senior angkatan 2014.
Terlibatnya saya dengan beberapa komunitas atau kelompok tersebut membuat saya
semakin percaya diri juga dalam menjalankan kehidupan dan memberikan nasihat kepada
orang lain juga, pasalnya saya tidak akan asal bicara kepada orang lain karena saya sudah
sedikit demi sedikit terpupuki dan ditanami oleh ilmu pengetahuan agama yang terus saya
dapati. Karena komunitas tersebut juga membuat saya semakin mempunyai banyak relasi
dalam mengembangkan ilmu yang telah saya miliki, seperti saya menjadi banyak tawaran
untuk mengajar ngaji di daerah rumah dan tersalurkannya kemampuan yang saya punya
(yang berkaitkan dengan agama Islam).

Sejak kecil saya banyak sekali mendapatkan pengajaran langsung dari kedua
orangtua saya terutama Ibu saya. Saya yang sudah di berikan pengetahuan agama sejak
saat masih dini telah diperkenalkan konsep surga-neraka, dimana diberi tau bahwa “setiap
apa yang dilakukan umat manusia pasti akan diberikan konsekuensinya, baik itu perbuatan
baik yang akan mendapatkan kebahagiaan di syurga dan perbuatan tidak baik yang akan
diberikan konsekuensi nantinya di neraka” akan tetapi tidak hanya hal itu saja yang telah
kedua orangtua saya berikan kepada diri saya, masa kecil saya sangat menyenangkan, seru
dan sangat tidak adanya desakan pada kedua orangtua saya untuk diri saya melaksanakan
semua perintah agama secara terpaksa. Kedua orangtua saya, secara perlahan-lahan
memberikan pendidikan agama sejak dini akan tetapi pasti akan mudah terserap oleh anak-
anaknya, karena ibu saya yang rajin sekali menceritakan sejarah Agama Islam dengan
bercerita kisah-kisah nabi, macam-macam agama, bernyanyi rukun-rukun yang ada pada
agama dan menunjukkan gambar-gambar sejarah islam yang ada. Dengan hal itu
memudahkan saya untuk cepat mengetahui dan paham akan sesuatu yang memang
seharusnya diketahui sebagai umat muslim dengan lebih cepat. Bahkan kedua orangtua
saya sering membawa saya pergi ketempat bersejarah yang berkaitan dengan Islam, seperti
masjid-masjid bersejarah yang ada di kampung halaman.

Ketika saya memasuki masa remaja, maka disaat ini lah kemandirian saya tercipta.
Karena saya harus mencari tahu dan memperdalam ilmu agama lebih mandiri dibandingkan
sebelumnya. Di masa ini, cukup menyenangkan juga bagi saya karena sebelumnya saya
sudah mengenal bahwa apa itu hijab, kerudung, jilbab akan tetapi hal itu terealisasikan
dimulai saat ini. Saat itu saya sedang senang-senangnya memakai kerudung, tidak tahu
mengapa rasanya seperti saya benar-benar merasa terlindungi dan ilmu agama yang sudah
saya dapatkan itu dapat terealisasikan satu-persatu disaat ini. Tetapi keinginan saya ini
tidak bisa diwujudkan karena mama saya yang belum memperbolehkan saya memakai
kerudung hingga saya menunggu sampai waktunya tiba.

Memasuki masa dewasa banyak sekali tantangan dan kebahagiaan yang saya
dapatkan. Berbicara dengan kebahagiaan yang saya dapati, yaitu saya semakin banyak
memiliki teman yang bisa membawa saya kearah yang lebih baik dan mendukung saya
untuk selalu menjadi lebih baik lagi dalam beragama. Saya juga mempunyai sahabat yang
selalu mendukung dan membimbing saya ke jalan Allah, hingga kami menjadi termotivasi
akan sesuatu hal yaitu bisa hatam al-quran dalam sebulan, itu kami lakukan hingga kami
lulus SMA. Selain itu ada juga tantangan pada diri saya dan mama saya yang tidak
memperbolehkan saya memakai kerudung karena beralasan bahwa adanya rasa takut jika
anaknya hanya memainkan kerudung saja. Tetapi pada saat itu ada rasa ingin sekali
memakai kerudung demi menjalankan kewajiban sebagai anak perempuan. Di sisi lain ada
guru MTK saya yang mengwajibkan siswi beragama islam memakai kerudung saat
pelajarannya, hal ini membuat saya senang karena akhirnya saya ada alasan juga untuk
memakai kerudung dan mama tidak memarahi saya. Perbedaan pendapat yang terjadi
antara saya dan mama saya membuat saya bimbang , apakah saya harus menuruti
perkataan mama saya? atau melainkan menjalankan perintah Alah tetapi ridha nya Allah
,ridha nya orang tua juga. Hal ini berlangsung sejak saya duduk di bangku SMP hingga lulus
SMA. Pada saat kuliah pun saya masih memohon pada mama saya agar diperbolehkan
berkerudung, dibalik itu papa saya mendukung dan membela saya di depan mama saya. hal
ini membuat saya senang karena akhirnya penantian saya selama ini terbayarkan sudah.
Hari demi hari saya mulai mengumpulkan uang untuk membelikan kerudung dan pakaian
yang bertangan panjang.

Saya juga pernah merasakan dimana hidup saya benar-benar merasa terpuruk
disaat ayah saya di PHK oleh perusahaannya itu membuat kedua orangtua saya bertengkar
dan berencana untuk bercerai. Pada sewaktu itu saya sangat sedih berlarut-larut sampai
saya sakit karena terus memikirkan hal itu. Saya pun hampir putus asa bahkan sampai
berniat untuk menyudahi kehidupan ini. Banyak sekali kejadian yang langsung saya lihat
saat kedua orangtua saya bertengkar, dimana tidak ada yang saling mengalah. Karena hal
itu, saya menjadi sadar seketika mungkin karena saya kurang mendekatkan diri kepada
Allah swt begitupun bagi kedua orangtua saya yang dalam mebina kerukunan keluarganya
kurang didominasikan oleh nilai-nilai agama. Lambat laun, secara perlahan-lahan, saya
mulai lebih memperbaiki diri dan lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta. Saya juga
mulai menyatukan kedua orangtua saya dengan selalu memberikan pengertian satu sama
lain, serta berusaha keras untuk dapat menjalani ibadah, mengurus keluarga dengan hati
yang ikhlas semata-mata niat karena Allah swt, dan selalu saling menasehati apapun yang
terjadi jika memang ada kesalahan pada diri yang telah menyimpang agama. Yang akhirnya,
terjawab sudah bahwa Islam dapat membantu saya untuk memperbaiki hubungan keluarga
saya yang menjadi lebih harmonis.

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa agama Islam ialah agama yang mayoritas,
khususnya di Indonesia. Saya sangat merasakan keistimewaan yang diperlakukan orang
lain dan lingkungan kepada saya dalam kemayoritasan agama yang saya miliki yaitu saya
merasakan kemudahan dan ketersediaan fasilitas dan akses dalam mendapatkan informasi
religiusitas dan dalam beribadah. Apalagi semakin berjalannya waktu hingga kini
perkembangan IPTEK sangat luas, dan dalam mendapatkan pengetahuan lebih kita bisa
mendapatkannya melalui media-media tertentu yang tidak dibatasi. Selain mempelajari ilmu
agama saya sendiri yaitu Islam, saya suka sekali jika dalam mentoring di kampus
membahas kajian tentang menghargai dan toleransi terhadap agama lainnya. Saya juga
terkadang sempat mencari tahu tentang apa sih sebenarnya yang di pelajari dan ada di
agama lain. Karena, hakikatnya agama yang ada di dunia ini menurut saya sama yaitu
sama-sama mengajarkan pada perilaku dan adab kebaikan. Tidak ada agama yang
menjerumuskan kedalam ajaran yang negatif. Sekalipun ada suatu aliran yang mengajarkan
kearah negatif yaitu aliran sesat dan bukan agama.

Banyak sekali ajaran yang saya dapatkan dari Islam untuk direalisasikan dan
membantu proses konseling. Pasalnya, Islam mengajarkan bahwa kita harus menjunjung
tinggi sikap damai, aman, nyaman, toleransi, saling menghargai dan membantu dan hal itu
semua ada di dalam al-qur’an. Karena nilai-nilai tersebut yang saya pelajari dan dalami lah
yang membuat saya semakin yakin pada profesi sebagai konselor yang tugas utama nya
ialah membantu konseli dalam suatu permasalahan. Dan seorang muslim juga dituntut untuk
membantu orang yang kesulitan. Akan menjadi ibadah dan ladang pahala jika seorang
konselor dapat membantu seorang konseli dengan amanah, apalagi seorang konselor yang
dapat menjaga rahasia konseli nya. Serta, dengan berlandaskan ilmu agama ini pun yang
membuat saya semakin tertantang untuk lebih dalam menggeluti bidang konseling ini sesuai
ketentuan yang ada dalam agama saya. akan tetapi hal itu tidak membuat saya melupakan
toleransi yang ada, dan tidak mendominasikan nilai-nilai yang ada pada agama saya sendiri.
Memang sangat penting sebagai calon konselor mempunyai pemahaman tentang
agamanya secara mendalam dan juga agama lain. Karena, dalam proses konseling
tentunya kita bisa saja akan berhadapan dengan konseli yang memiliki keyakinan yang
berbeda dengan kita.

Maka, jika kita mempunyai pengetahuan yang luas akan agama lain pun kita dapat
melihat dari sudut pandang dan kita akan mengerti posisi konseli. Selain itu, dalam proses
konseling juga kita sebagai konselor dapat menyisipkan nilai-nilai religi yang terkadang
dapat membantu konseli menyadarkan akan permasalahan yang sedang dihadapinya,
tanpa membuatnya merasa terganggu. Terkadang saya juga terlalu merasa benar akan
agama saya, akan tetapi seiring waktu saya sadar bahwa diri saya masih perlu
mendapatkan pengetahuan yang lebih lagi. Hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan dan
keluarga saya yang memang sejak dahulu mayoritas memeluk agama islam dan tidak
masuknya agama lain di dalam keluarga saya.

Terkadang ada saja budaya-budaya bias yang ada pada agama lain dengan agama
saya, yang membuat diri saya selalu mempertahankan apa yang ada pada diri saya tanpa
memperdulikan ajaran lain. Itu karena saya selalu meyakini dan mempercayai agama yang
saya anut karena bekal yang diberikan oleh lingkungan rumah dan lingkungan pendidikan
yang membuat saya makin yakin. Sekalipun saya masih bergaul dengan teman yang
beragama beda dengan saya. Hal tersebut menjadi dasar saya harus terus memperbaiki diri
apalagi saya seorang konselor nantinya, yang akan terus berhadapan dengan berbagai
perbedaan, dan saya selalu berusaha untuk terbiasa menjalankan kehidupan dalam
keberagaman serta untuk saling memahami dan saling menghargai satu sama lain terhadap
pemeluk agama tertentu. Kini, saya juga selalu menetapkan diri untuk jangan pernah sampai
menyakiti hati orang lain dengan isyarat atau membawa identitas dan nilai agama, karena
agama ini sensitif jika di permasalahkan dan diperdebatkan, terlebih dalam proses
konseling.
REFLEKSI BUKU
Ada beberapa buku yang sangat menginspirasi kehidupan beragama saya yaitu buku yang
berjudul (Tafsir Kebahagiaan (Pesan Al-Quran menyikapi Kesulitan Hidup), 2010) Dalam
buku ini membahas beberapa hal yang berhubungan dengan konselor dimana profesi ini
mempunyai tugas pokok yaitu membantu konseli, yaitu mengubah sudut pandang,
prasangka buruk, mengatur kekeliruan berpikir, anger management skill, dan mengontrol
bahasa yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam. Karena, pada saat proses konseling
pasti akan adanya perbedaan pendapat antara konselor dan konseli, yang jika tidak dikelola
akan menghasilkan konflik dan tidak terselesaikannya permasalahan konseli. Maka dari itu,
buku ini sangatlah memotivasikan saya untuk terus belajar secara materi dan tidak hanya itu
tapi karakter pun harus terus di perbaiki. Terlebih saya orang yang cukup sensitif dan mudah
stress jika sudah ada permasalah dalam diri saya buku ini sangat membantu saya, karena
dalam buku ini juga membahas cara mengobati stress yang baik secara religius.

Buku ini juga mengantarkan seseorang khususnya pada perempuan untuk


memikirkan kehidupan di masa depan dan terus memperbaiki diri, karena kewajiban di dunia
ini selain beribadah yaitu terus berilmu dan belajar. Sesuai dengan pengalaman
keberagamaan saya, ternyata jelas sekali bahwa di dalam buku ini dinyatakan bahwa
kehidupan manusia ternyata sangat dilandasi oleh Al-qur’an sebagai mana bahwa perilaku
manusia sehari-hari pun sudah jelas ada di dalam al-qur’an. Saya sebagai anak juga
diperjelaskan harus sebagaimana berperilaku dan bertindak dan saya sebagai murid serta
calon konselor juga diperjelaskan harus sebagaimana berperilaku dan bertindak sesuai
agama Islam.

Adapun satu kalimat dalam buku tersebut yang sangat membangun diri saya
terutama membangun sikap religiusitas saya dan bisa dihubungkan oleh profesi saya kelak
sebagai seorang Konselor yaitu “ ‘Ibda’ binafsik’, mulailah dari dirimu. Sebelum mengenali
orang lain, maka kenalilah diri Anda sendiri lebih mendalam. Sebelum menyucikan orang
lain, sucikanlah diri Anda lebih dahulu. Anda tidak dapat mencintai orang lain dengan tulus
sebelum Anda mencintai diri Anda sendiri. Anda boleh meminta maaf setelah Anda
memaafkan. Akhirnya, Anda hanya bisa membahagiakan orang lain jika Anda sudah
berhasil membahagiakan diri Anda.” Yang mana memang sebelum kita membenahi untuk
memperbaiki permasalahan yang ada pada orang lain, ada baiknya dan bahkan seharusnya
saya sebagai calon konselor lebih memahami dan mengenali diri sendiri secara mendalam
terlebih dahulu. Tujuannya yaitu, agar sebagai Konselor bisa mengembangkan sikap
menghargai Konseli dan memahami Konseli dengan baik agar mudahnya dalam
keberhasilan proses Konseling berlangsung. (Jasiman, 2011)
Daftar Pustaka
Jasiman. (2011). Mengenal dan Memahami Islam. PT ERA ADICITRA INTERMEDIA.

Rakhmat, J. (2010). Tafsir Kebahagiaan (Pesan Al-Quran menyikapi Kesulitan Hidup). jakarta: PT
Serambi ILmu Semesta.
REFLEKSI AGAMA
Disusun guna memenuhi Tugas mata kuliah Konseling Multikultur
Dosen Pengampu : Susi Fitri S.Pd, M.Si, Kons

Disusun oleh :
Zullaty Amira
1715161856
BK A 2016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
TIMELINE

Saya masuk SD islam,


yang setiap hari Sabtu
ada harus menyetor
bacaan sholat ataupun
Semenjak SMP
hafalan surat-surat Setiap dan SMA selalu
Saya lahir Sejak kecil pendek. Saya sejak kelas habis Saat masuk Mengikuti
Ketika memiliki
dengan saya selalu 1 SD mulai berpuasa maghrib SMA saya pengajian
umur 3 teman yang
keluarga dibiasakan setengah hari. Semenjak saya selalu mulai fiqih setiap
tahun saya mengingatkan
latar dengan ini saya terbiasa dengan mengaji di mengguna hari
masuk ke saya pada
belakang kegiatan ajaran-ajaran islam rumah kan hijab Minggu
TPA ajaran-ajaran
Islam keagamaan seperti sholat, mengaji. nenek pagi
Islam

Tidak terbiasa
Takut jika ingin
dengan orang
berteman dengan
yang berbeda
yang berbeda
agama dan
agama karena hal
menjadi sulit
ini dianggap
untuk
negatif oleh
beradaptasi
keluarga
dengan mereka
Pengalaman saya adalah sejak kecil saya sudah dibiasakan mengaji dan
mengenal baca-bacaan sholat. Hal tersebut membuat saya sangat mengenali
ajaran-ajaran islam. Saya masuk ke SD yang bersifat SD islam. Disana saya belajar
banyak hal, terlebih karena disediakan hari khusus untuk hapalan surat-surat
pendek maupun bacaan sholat yaitu hari Sabtu dan ada buku khusus yang nanti di
tanda-tangani oleh wali kelas jika sudah hapal dengan lancar dan diberi bintang,
semakin lancar semakin banyak pula bintang yang akan didapat. Terbiasa
menghapal surat-surat pendek membuat saya hapal sampai sekarang dan melebihi
teman-teman saya yang tidak sekolah di sekolah islam. Di SD saya juga diwajibkan
sholat berjamaan sejak kelas 3 SD, dan ketika ada yang meninggal kami akan
sholat jenazah. Semua itu diajarkan di SD dan mempengaruhi saya sampai
sekarang, saya terbiasa dengan kegiatan-kegiatan islam karena sudah terbiasa
sejak kecil. Saat kelas 1 SD saya sudah diharuskan puasa setengah hari oleh
mama saya, dan biasanya teman-teman sekelas saya juga berpuasa setengah hari
nantinya kami akan membatalkan puasa ketika adzan dzuhur di kolong meja untuk
menghormati guru kami. Menurut saya ajaran agama yang ditanamkan sejak kecil
menjadi penting, karena dengan terbiasanya menjalani itu akan memudahkan anak
untuk terus berpegang teguh terhadap agamanya. Selain di sekolah, saya juga
terbiasa di lingkungan rumah, saya masuk TPA dan disana juga diajarkan mengaji,
gerakan sholat. Itu membuat saya semakin banyak diajarkan mengenai agama
islam. Namun ketika SMP saya sekolah di SMP umum yang membuat saya belajar
agama hanya pada saat pelajaran agama islam saja. Dan disinilah pertama kali
saya mempunyai teman yang berbeda agama dengan saya, saat itu kelas saya
memang kelas campuran dari berbagai agama. Awalnya saya sulit untuk menerima
mereka, karena saya tidak mengetahui harus bersikap seperti apa dengan mereka.
Saya juga takut nanti akan menyinggung perasaan mereka, namun seiring
berjalannya waktu akhirnya saya bisa beradaptasi dengan mereka. Ketika kami
sedang mengobrol sangat jarang membahas mengenai topik agama, kami saling
menghargai satu sama lain. Walaupun masih sulit bagi saya untuk menerima orang
yang berbeda dengan agama saya. Saya tahu mereka sebenarnya baik, namun ada
rasa takut ketika bersama mereka, bukan takut terhadap mereka namun takut saya
salah dalam berbicara yang akan menyakiti mereka. Saya merasa tidak bebas jika
dalam kondisi seperti itu. Setelah SMP saya sangat jarang menemui teman yang
berbeda agama dengan saya. Semenjak SMA saya memiliki teman-teman yang
selalu mengingatkan saya untuk selalu ingat kepada Allah dan juga mengajak saya
sholat, bahkan mereka yang selalu menyuruh saya sholat sunnah dan mengaji
ketika di sekolah. Saya beruntung sekali mempunyai teman seperti mereka.

Pengalaman keberagamaan saya sangat dipengaruhi oleh etnis saya. Etnis


saya adalah Betawi, yang memiliki nilai agama yang tinggi. Pengaruh itu sangat
kuat dalam keluarga saya, membuat keluarga saya adalah orang yang taat
beragama dan sangat menekankan nilai-nilai keagamaan dalam menjalani hidup.
Betawi memang dikenal dengan agama Islam-nya yang kuat dan sampai ada lagu
mengenai anak Betawi yang rajin sembahayang dan mengaji.

Saya tidak mengikuti komunitas keagamaan, karena mama saya melarang


saya untuk mengikuti hal seperti itu. Mama saya takut jika nantinya ada ajaran-
ajaran yang berbeda dan saya terpengaruh. Saya juga tidak terlalu suka dengan
komunitas-komunitas karena biasanya akan terikat, saya tidak bisa terikat seperti
itu. Jadi saya memutuskan untuk tidak mengikuti komunitas keagamaan. Saya
hanya mengikuti kegiatan keagamaan seperti pengajian remaja di dekat rumah
setiap hari minggu karena hal itu tidak perlu terikat.

Pengalaman saya yang paling berkesan dan selalu tersimpan dalam hati
saya adalah ketika bulan Ramadhan. Saya sangat merasa banyak sekali orang
yang berlomba-lomba untuk mengadakan buka puasa bersama anak yatim. Masih
banyak orang-orang yang mau sedekah dan membahagiakan anak-anak yatim. Hal
tersebut membuat saya bertekad jika nanti saya sudah bekerja harus melakukan hal
tersebut juga. Ketika itu pula saya merasa islam itu mempunyai nilai kekeluargaan
yang luar biasa, karena kita dituntut untuk saling memberi dan membantu orang-
orang yang kurang beruntung. Menurut saya bulan Ramadhan ini sangat memiliki
makna yang mendalam dan ladangnya orang untuk berbuat kebaikan. Saya sangat
jarang sekali buka puasa saat dalam kendaraan umum, hanya saat kuliah saja saya
merasakan itu. Waktu itu jalanan macet dan saya masih di dalam transjakarta, ada
seorang ibu-ibu yang membagikan donat kepada orang-orang yang berada dalam
transjakarta tersebut. Hal itu membuat saya terharu, karena walaupun kami tidak
saling kenal tetapi ibu itu tetap berbagi. Perasaan tersebut membuat saya semakin
bersyukur terhadap agama saya. Bulan Ramadhan merupakan pengalaman yang
paling menyenangkan selama hidup saya, karena bulan tersebut selalu
mengajarkan saya banyak hal berarti dan membuat saya selalu bersyukur. Dan
momen ini juga membuat saya menjalin silahtuhrami lagi kepada teman-teman lama
saya, keluarga yang jarang berkumpul serta menikmati sholat tarawih yang hanya
bisa dilaksanakan pada bulan tersebut. Selain itu adalah saat lebaran, ya ini adalah
yang paling ditunggu-tunggu saat kecil. Lebaran selain mendapat baju baru juga
pastinya mendapat banyak uang dari para om dan tante juga tetangga. Itulah pikiran
saya ketika saya masih kanak-kanak walaupun saat ini juga saya masih
mengharapkan uang tersebut hehe. Lebaran itu paling menyenangkan karena dapat
berkumpul bersama keluarga dan banyak sekali kue-kue yang baru muncul ketika
momen ini, juga makanan khas lebaran yaitu ketupat dengan semur. Walaupun 12
tahun terakhir ini lebaran saya tidak mempunyai keluarga yang lengkap namun saya
masih merasakan kebahagian lebaran ini. Acara bersama keluarga walau hanya
sekedar kumpul-kumpul sambil makan-makan merupakan kegiatan kesukaan saya,
karena saya selalu menghargai momen tersebut.

Pergulatan yang saya alami adalah saya dulu suka dengan bapak Basuki
(Ahok). Menurut saya beliau mempunyai jiwa pemimpin yang tinggi dan banyak
bukti-bukti mengenai hasil kerja beliau. Namun semenjak itu muncul banyak sekali
isu-isu agama yang bermunculan, dan beliau adalah non islam yang membuat
keluarga saya menentang beliau. Awalnya saya tidak pernah mendengarkan
pendapat keluarga saya, karena saya merasa bapak Ahok adalah pemimpin yang
sangat tegas dan membuat Jakarta lebih teratur. Namun saat itu ketika beliau
mendapatkan isu tentang Al-Quran hal tersebut membuat saya bimbang antara
pikiran dengan hati. Jika dilihat dari agama memang tidak diperbolehkan untuk
memilih pemimpin yang beragama non islam, namun jika dilihat dari kerja keras
yang beliau lakukan beliau pantas untuk memimpin Jakarta kembali. Saya sangat
bingung untuk hal ini, namun saya lebih memilih untuk ikut dengan keluarga saya
yaitu tidak boleh memilih pemimpin non islam. Hal ini membuat saya menjadi lebih
berpikir kembali mengenai agama yang saya anut, dan lebih meyakinkan diri
kepada ayat-ayat Al-Quran.

Agama saya sangat mempengaruhi ketika saya mengalami kesulitan. Jika


saya sedang mengalami kesulitan saya dapat sholat, berdoa agar dapat
menghadapi masalah itu dengan perasaan tenang. Saya selalu percaya akan takdir
Tuhan, itu membuat saya tidak terpuruk ketika mengalami kegagalan atau
mengalami hal buruk. Saya selalu yakin dibalik kesulitan tersebut Tuhan sudah
merencakan hal yang lebih baik untuk saya dan saya percaya bahwa Allah tidak
akan memberi masalah yang tidak bisa diatasi. Hidup saya mengalir apa adanya,
saya akan berusaha untuk mendapatkan sesuatu dan jika memang tidak terjadi
saya yakin bahwa mungkin hal tersebut tidak baik untuk diri saya. Ketika snmptn
saya tidak lolos, awalnya saya sedih namun saya menjadi berpikir apakah usaha
saya kurang maksimal, atau Allah masih ingin melihat usaha saya dan juga doa
saya agar itu terkabulkan. Saya menjadi lebih sering beribadah ketika itu, dan
hasilnya ketika sbmptn saya lolos. Hal tersebut membuat yakin bahwa dalam hidup
kita akan naik dan turun, tidak bisa hanya bahagia saja. Menurut saya dalam
menghadapi sebuah masalah tidak bisa hanya dengan pikiran saja, namun harus
disertai dengan doa-doa. Saya sangat meyakini sebuah doa itu sangat mujarab,
karena selain berusaha kita juga harus berdoa agar dilancarkan usaha kita dan
mendapat hasil yang maksimal. Walaupun hal ini baru saya sadari ketika saya
beranjak SMA. Ketika kecil kesulitan yang saya alami adalah kehilangan ayah saya,
namun saat itu saya sangat menyalahkan Tuhan karena telah mengambil ayah
saya. Saat itu saya masih kecil, umur saya 9 tahun dan selama SD saya tidak
pernah menerima jika ayah saya sudah meninggal. Bahkan saya sampai ingin
meninggal saja ketika itu, saya sudah tidak terlalu ingat mengenai hal tersebut
namun memang diary saya saat itu adalah kalimat-kalimat seperti ini “lebih baik
saya yang meninggal dibanding ayah”, “saya merasa tidak berguna, saya ingin
meninggal saja” “ayah tolong bantu aku untuk mengerjakan pr”. Dalam masa-masa
tersebut, agama tidak mempengaruhi saya sama sekali bahkan saya sangat marah
dengan Tuhan.

Agama saya merupakan agama mayoritas karena agama saya islam.


Selama ini saya tidak pernah merasa adanya diskriminasi terhadap agama saya
karena memang lingkungan saya juga menganut agama yang sama seperti saya.
Saya juga tidak pernah ke tempat yang hampir penduduknya beragama beda
dengan saya jadi saya tidak pernah merasa ada diskriminasi untuk agama saya.
Menurut saya menjadi orang Islam menguntungkan karena ia merupakan mayoritas,
membuat saya nyaman mengakui agama saya sendiri. Terlebih saya menggunakan
hijab yang membuat semua orang tahu mengenai identitas saya sebagai orang
muslim.

Kekuatan agama saya adalah karena agama mengajarkan toleransi kepada


orang yang berbeda agama dengan kami. “untukku lah agamaku, dan untukmulah
agamamu”. Hal tersebut dapat saya terapkan dalam konseling, saya tidak akan
menghakimi orang yang berbeda agama dengan saya. Saya akan bersikap netral
sebagai konselor dan tetap akan membantu konseli yang berbeda agama dengan
saya. Kekuatan lainnya juga adalah karena agama saya adalah mayoritas yang
membuat saya akan lebih mudah beradaptasi dengan agama-agama yang lainnya.

Pemahaman mengenai agama ini penting sebagai konselor karena agama


adalah landasan utama seseorang. Agama merupakan hal yang sangat berarti bagi
setiap orang dan biasanya agama ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Hal itu
yang akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak atau menentukan suatu
keputusan. Sebelum melihat orang lain, sebagai konselor harus paham dulu dengan
agamanya sendiri. Dengan memahami agamanya sendiri, akan mempermudah
konselor dalam melakukan konseling seperti tidak membeda-bedakan konseli yang
berbeda agama. Karena tugas konselor adalah membantu konseli walaupun ia
berbeda agama dengan kita.

Pemahaman saya mengenai agama yang saya terapkan dalam kehidupan


sehari-hari dipengaruhi oleh ayat-ayat Al-Quran yang paling saya ingat, yaitu :

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan


dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan
(ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al
Hadid: 18)

Ayat tersebut sangat menjadi pedoman buat saya, saya selalu percaya
dengan bersedekah Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Hal tersebut
membuat saya selalu ingin sedekah jika sedang mendapat rezeki tambahan. Saya
juga merasa ketika sehabis saya sedekah ada perasaan-perasaan bahagia
walaupun uang yang saya berikan tidak terlalu banyak. Ketika saya menaiki ojek
online dan melebihkan uang pembayarannya, saya selalu mengganggap itu adalah
sebuah sedekah namun sering kali teman-teman saya mengganggap saya
berlebihan dan menyuruh saya untuk memberi dengan uang pas saja. Sayangnya
saya tidak bisa melakukan hal tersebut, apalagi dengan yang jaraknya jauh dan
driver tersebut baik, saya akan berusaha untuk memberi lebih kecuali jika memang
saat itu saya tidak ada lagi uangnya.

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala
dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa
menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan
kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. (Qs. Al Imran :
145)

Setiap saya mendapat rezeki, musibah atau hal yang lainnya, saya selalu
bersyukur kepada Allah SWT. Saya tahu jika Allah masih memberikan nikmat,
nikmat sehat maupun sakit itu berarti Allah masih sayang kepada kita dan
menjadikan sakit tersebut sebagai penghapus dosa-dosa yang telah kita lakukan.
Saya mempercayai dengan bersyukur akan mendapat balasan yang lebih dan akan
dimudahkan dalam melakukan suatu hal. Ayat diatas sangat membuat saya yakin
bahwa dengan bersyukur Allah akan memberi balasan yang baik.

“Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu, dan Allah mengetahui dan kamu tidak
mengetahui“ (Q.S. Al-Baqarah:216)

Ayat tersebut selalu saya ingat ketika saya gagal ataupun mendapat cobaan.
Saya menjadi percaya bahwa yang Allah berikan kepada saya itu adalah yang
terbaik untuk saya, saya juga selalu berpikiran Allah yang maha mengetahui segala
sesuatunya. Ketika tidak mendapat keinginan saya, saya selalu berpikir positif dan
tidak menyalahkan Allah, saya menjadi yakin bahwa nantinya ada pilihan Allah yang
terbaik buat diri saya. Hal ini juga yang membuat saya tidak memaksakan kehendak
jika sudah berusaha mencoba namun gagal, saya akan berdoa agar diberi jalan
yang terbaik untuk mencapai suatu hal.

“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”


(Q.S. Al-Baqarah: 286)

Ayat tersebut sayang berarti buat diri saya. Dengan hal tersebut saya
menjadi yakin bahwa ujian yang diberikan Allah karena Allah tahu bahwa saya kuat
menghadapinya. Saya juga semakin tersadar, bahwa ujian yang diberikan Allah
kepada saya masih terbilang ringan jika dibandingkan dengan orang-orang lain. Hal
ini membuat saya tidak pantang menyerah dalam menghadapi ujian dari Allah.
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah: 5-6)

Ayat tersebut membuat saya yakin jika dibalik kesulitan itu akan ada
kemudahan. Contoh nyata yang pernah saya alami adalah ketika harus SBMPTN,
menurut saya itu adalah kesulitan karena saya menyadari bahwa saya bukanlah
orang-orang yang pintar dan dapat mengerjakan soal yang dengan mudah. Namun
saya selalu berdoa kepada Allah agar dapat mengerjakan soal-soal tersebut, dan
saya juga selalu belajar siang malam untuk mendapatkan perguruan tinggi yang
saya impikan. Beruntungnya saya ketika memulai ujian, ada tipe soal yang memang
saya tidak pernah lancar mengerjakannya diganti dengan tipe soal yang berbeda
dan membuat saya bersyukur sekali. Hal tersebut membuat saya yakin seperti
pepatah “bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian”, saya merasa
beruntung dengan digantinya tipe soal tersebut. Setelah proses panjang itu akhirnya
saya bisa lulus dan masuk ke universitas yang saya impikan, dan juga saya
mendapat bayaran UKT tidak mahal yang dapat membantu meringankan beban
mama saya.
Konseling Multikultur

Refleksi Agama
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Konseling Individu
Dosen Pengampu: Dr. Susi Fitri, M.Si, Kons.

Disusun Oleh:

Mohamad Husni Mubarok (1715160591)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


Mengikuti
Saya Komunitas
Jakarta, 19 Mulai Menjalin
Diajarkan Belajar Puasa Agama Pada
Juli 1997. Mengenal Silaturahmi
Sholat dan Pada Saat SD Saat SMA
Saya Terlahir Agama Dengan
Mengaji Oleh dan Mulai Seperti Rohis,
Dari Keluarga Mengikuti Secara Semua
Orangtua dan Puasa Penuh Jamaah
yang Lomba Adzan Mendalam Keluarga
Guru Ngaji Pada Saat Tabligh dan
Beragama Pada Saat Pada Saat Dekat dan
SMP Kajian Ilmiah
Islam SMP SMA Jauh

Berpacaran Membuat Saya Pernah


Hingga Membohongi Orangtua Saya Pernah Diam-Diam
Dimarahi Ibu Orangtua Kesal Karena Bergaul Dengan Minum Air
Pada Saat Sering Teman-Teman Ketika Bulan
Kelas 2 SMP Menganggu Yang Brandal Puasa Bersama
Adik saya dan Tawuran Teman Saya

1
Saya terlahir dari keluarga yang menganut/berlatar belakang Agama Islam,
agama adalah hal yang penting dalam sebuah identitas. Karena kita juga harus
mengetahui sudut pandang orang dalam melihat suatu kejadian. Pengalaman
terpenting dalam keberagamaan keluarga saya adalah orangtua saya selalu
menanamkan bahwa jangan pernah meninggalkan sholat, membaca al quran,
bersedakah, selalu berbuat baik kepada orang lain, menyambung silaturahmi
kepada semua keluarga, bersholawat dan mendoakan orangtua atau saudara yang
sudah meninggal. Bagi saya sendiri pengalaman terpenting dalam keberagamaan
saya bahwa saya sekarang bisa melihat macam-macam aliran dalam beragama
bahkan tidak hanya di agama saya sendiri tapi bahkan di agama lain pun terpecah-
pecah pemahamannya dan pengalaman terpenting dalam keberagamaan saya
adalah saya pernah mempelajari satu hal dalam sebuah kajian bahwa dasar saya
dalam beragama adalah mempelajari aqidah dan tauhid serta ahlak. Pengalaman
yang saya alami ini sangat mempengaruhi saya secara pribadi dan secara umum,
ayah saya sering kali berkata kepada saya dengan cara menasehati saya pada saat
saya mulai terlupa dan pada saat momen-momen tertetntu. Misalanya ayah dan ibu
saya selalu mengingatkan saya tentang sholat, mereka menjelaskan bahwa pondasi
dari agama yang saya anut adalah sholat apabila orang itu kehilangan sholatnya
maka runtuh sudah agamanya dari hal itu saya mulai berfikir bahwa saya tidak
boleh meninggalkan sholat dalam keadaan apapun karena selain menjadi pondasi
agama, sholat juga dapat membantu kita untuk menenangkan fikiran dan meminta
pertolongan kepada ALLAH. Kemudian membaca Al-Quran ayah saya menjelaskan
bahwa petunjuk hidup agama yang saya anut adalah Al Quran, maka ketika kamu
mulai kehilangan petunjuk atau mulai kebingungan maka bacalah petunjuk yang
sudah di turunkan dari hal ini saya berfikir bahwa ketika saya mulai bingung dan
sedang banyak masalah maka saya harus lebih intens lagi untuk membaca Al
Quran. Ayah dan Ibu saya juga mengajarkan untuk selalu berbuat baik kepada
orang lain bahkan ke orang yang berbeda agama sekalipun, karena setiap kali ada
syukuran dirumah pasti tetangga yang non muslim selalu di berikan juga dari sini
saya melihat bahwa kita harus berbuat baik kepada semua orang tanpa melihat asal
dan dari agama apa, selama kita bertetangga maka kita harus saling berbagi dan
membantu satu sama lain. Setelah itu ayah saya mengajarkan untuk selalu
menyambung silaturahmi kepada semua keluarga, ayah saya pernah menasehati
saya ketika berkunjung kerumah saudara ataupun pada saat idul fitri. Ayah saya
mengatakan bahwa dengan menyambung silaturahmi ada 2 hal yang akan kamu

2
dapatkan yang pertama kamu dapat mengenali semua saudaramu dari yang dekat
hingga yang jauh dan yang kedua kamu juga mendatkan umur yang panjang, dari
hal itu saya sangat senang sekali apabila berkunjung kerumah saudara ataupun
teman karena saya dapat bersilaturahmi dan menjalin komunikasi yang baik.
Terakhir ayah dan ibu saya juga mengajarkan saya untuk selalu mendoakan
orangtua, orang yang sudah meninggal ataupun saudara bahkan orang yang tidak
kita kenal sekalipun, karena ketika kita berdoa untuk orang lain kitapun juga
mendoakan diri kita sendiri dan juga kita tidak boleh hanya mendoakan diri sendiri,
karena orang yang sudah tiada ataupun orang yang sedang dalam kesusahan juga
membutuhkan doa dari kita.

Saya hanya mengetahui bahwa keterkaitan agama dengan etnis saya


adalah tradaisi yang hampir dilakukan di semua tempat. Misalnya seperti tahlilan,
ziarah kubur dan Maulid Nabi akan tetapi ketika saya mencari informasi mengenai
tradisi madura yang sangkutan dengan agama saya menemukan yang namanya
“Upacara Nadar” yang belum saya ketahui. Seperti inilah penjelasan dan keterkaitan
antara etnis dengan keberagamaan. Upacara ini dilaksanakan untuk mensyukuri
rezeki yang Allah berikan lewat panen garam yang dilakukan oleh masyarakat
madura.

Saya pernah mengikuti beberapa komunitas dalam keberagamaan saya


yakni seperti rohis yang saya ikuti sejak SMA, kemudian jamaah tablig dan kajian
salaf. Ketiga komunitas keagamaan ini mengajarkan saya banyak hal dimulai dari
rohis awal pertama saya mengenal agama lebih jauh melalui rohis, karena cara
penyampaian kepada anak-anak remaja menurut saya cukup mengena dan hal-hal
yang menarik lainnya seperti marawis, nasyid dan juga MTQ ataupun MHQ dari sini
saya memperlajari banyak hal mengenai kegamaan saya dan saya juga mulai
mengetahui bahwa rujukan atau tujuan dari rohis yang berada di sekolah-sekolah.
Rujukan yang digunakan adalah Hasan Al Banna, kemudian dari sini sejarah
dakwah sekolah di mulai kemudian rujukan ini juga digunakan oleh salah satu partai
yang bertujuan untuk berdakwah akhirnya mereka lupa ketika masuk ke dalam
partai. Hal ini yang sangat saya tidak sukai karena seharusnya berdakwah murni
hanya menyampaikan ajaran agama yang Allah turunkan dan tidak usah mengikuti
partai politik manapun, kemudian saya juga pernah mengikuti jamaah tablig disini
juga persatuannya cukup kuat dan lebih dominan di isi oleh bapak-bapak akan
tetapi yang sangat saya sayangkan adalah pembahasan dalam jamaah ini adalah

3
terkadang membahas politik, terkadang membahas agama dan terkadang
membahas perbedaan-perbedaan dengan komunitas keagamaan lainnya dari sini
sayapun merasa tidak nyaman, karena saya ingin mecari pengajian yang benar-
benar membahas suatu kitab dan dari dasar. Akhirnya saya menemukan sebuah
kajian yang biasa di benci oleh jamaah tablig dan komunitas lainnya, karena hal
yang di sampaikannya berbeda. Berbeda dalam artian sesuai dengan Al Quran dan
Hadits, kajian ini selalu membahas sebuah kitab hingga tuntas jadi, saya bisa
memahami sedikit-demi sedikit pembahasan dalam kajian tersebut di tambah lagi
terkadang ada pembelajaran bahasa arab yang itu saya inginkan sekali. Dahulu
saya sering sekali mengikuti kajian dengan rutin akan tetapi sekarang saya hanya
bisa jika ada waktu luang dan benar-benar tidak ada tugas, terkadang saya juga
mengupdate kajian melalui live streaming di youtube ataupun menonton ulang
kajiannya.

Pengalaman yang menyenangkan pada saat saya masih kecil adalah saya
diajarkan untuk sholat, membaca Al Quran dan berpuasa serta berbagi dengan
orang lain. Dahulu pada saat saya kecil orangtua saya mengajarkan saya
bagaimana caranya sholat sehingga saya bisa melaksanakan sholat meskipun
masih bolong-bolong akan tetapi orangtua saya masih mewajarkan hal tersebut
karena saya masih kecil. Kemudian setelah saya bisa melaksanakan sholat saya
diajarkan membaca Al Quran oleh orangtua saya pada awalnya orangtua saya yang
mengajarkan iqra akan tetapi karena ayah saya orangnya kurang sabaran dalam
mengajarkannya, kemudian saya di panggilkan guru ngaji yang sabar dalam
mengajari saya sehingga saya bisa mengaji meskipun belum begitu lancar. Setelah
itu saya perlahan-lahan diajarkan puasa oleh orangtua saya dan pada saat jam 12
siang saya mulai kelaparan dan merek kepada kedua orangtua saya untuk makan
akhirnya orangtua saya membolehkan saya makan akan tetapi setelah itu saya
harus berpuasa lagi hingga magrib dan itulah yang dinamakan puasa setengah hari
untuk anak kecil. Orangtua saya juga mengajarkan untuk berbagi dengan orang lain
ketika kita memiliki sesuatu yang lebih. Pengalaman yang menyenangkan pada saat
saya remaja sampai saat ini adalah saya bisa mengembangkan apa yang telah
saya pelajari sebelumnya seperti saya sholat 5 waktu tidak bolong meskipun
terkadang suka terlambat, membaca Al Quran lebih fasih dan mulai menghafalnya
sedikit demi sedikit, berpuasa selama 1 bulan penuh tanpa ada yang bolong, dan
menolong kepada sesama tanpa melihat latar belakang ras, agama ataupun etnis.
Kemudian saya menyadari pentingnya bersedekah dan menyambung tali

4
silaturahmi kepada saudara dari ayah dan ibu baik yang jauh maupun dekat karena
penting untuk mengetahui saudara agar tidak terjadi perkawinan dengan saudara
dekat. Saya juga mulai mengikuti komunitas keagamaan saya dan mulai
mempelajari agama saya secara lebih mendalam. Hal ini membentuk saya untuk
menjadi penganut agama yang taat dan selalu menjalankan kewajiban agama saya
secara sadar dan tanpa paksaan serta saya semakin yakin dengan agama yang
saya anut.

Saya pernah mengalami pergulatan dalam keberagamaan saya, yakni ketika


saya pacaran atau dekat dengan dengan wanita. Karena dalam agama saya laki-
laki di haruskan untuk menjaga pandangannya untuk tidak melihat wanita karena di
khawatirkan terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, kemudian pada saat saya
pacaran saya selalu mendengar kata-kata dosa dan ayat Al Quran yang
menjelaskan hal yang demikian, sebenarnya sayapun mengetahui hal itu akan
tetapi saya juga bingung harus seperti apa. Sejujurnya sayapun juga tidak ingin
pacaran dan langsung menikah akan tetapi hal itu juga tidak dapat dilakukan karena
orangtua saya yang tidak menyetujui dan orangtua menginginkan saya untuk
memiliki pekerjaan dan rumah terlebih dahulu sehingga sejujurnya saya bingung
untuk menemukan solusi dari kedua permasalahan tersebut hingga akhirnya saya
lebih memilih berkomitmen dengan seorang wanita dan juga menjalani perjalanan
ini bersama-sama hingga waktunya tiba meskipun orang lain berkata dosa dan ada
orang yang kecewa juga melihat saya seperti ini, akan tetapi ini adalah kehidupan
saya dan saya akan bertanggung jawab atas apa yang telah saya perbuat serta
saya juga tidak ingin terlalu ambil pusing perkataan orang lain terhadap saya. Saya
juga pernah membohongi orangtua saya pada saat dahulu akan tetapi ada yang
bohong demi kebaikan dan lebih banyak bohong untuk menutupi sesuatu.
Selanjutnya saya dahulu selalu menganggu adik saya hingga menangis bahkan
sampai menangis sekejar-kejarnya kemudian ayahnya mengambil pecutan dan
mengejar saya, karena ayah saya kesal dan sudah pusing untuk memberitahu saya.
Saya juga pernah berteman dengan teman-teman yang brandal, saya sudah
berteman dari kelas 7 SMP dan juga saya pernah mengikuti tawuran di daerah yang
cukup jauh dari sekolah saya. Kemudian pada saat SMP ketika siang hari saya dan
teman-teman bermain di rumahnya kemudian kami haus dan mulai mendingingkan
badan di kulkas setelah itu kami tidak berniat untuk minum akan tetapi karena
segar kami mencoba memegang lalu kemudian kami minum.

5
Agama sangatlah mempengaruhi saya, ketika saya mengalami masalah.
Karena dari ketika saya masih kecil saya selalu di tanamkan ketika ada masalah
kecil ataupun besar yang saya hadapi saya harus berdoa, sholat ataupun
bersedakah dan saya juga harus belajar sabar dan ikhlas. Saya pernah kehilangan
tas pada saat saya sedang sholat, tas saya di tukar dengan tas yang isinya kosong
padahal di tas saya berisi uang yang akan saya gunakan untuk membuat acara
buka bersama setelah mengetahui hal itu saya stres dan menangis karena saya
bingung apa yang bisa saya lakukan kemudian teman saya berusaha menenangkan
saya dan bilang sabar dan ikhlaskan saja akan tetapi tidak hanya mengucapkan hal
itu teman sayapun membantu mengembalikan ½ uang yang hilang, pada saat itu
sayapun tidak menyangka bahwa sabar dan ikhlas akan membantu saya untuk
menyelesaikan maslah tersebut. Kemudian pada saat ayah saya ingin di operasi
lehernya karena adanya benjolan yang saya tidak ketahui sampai saat ini, ketika
saya mengetahui hal itu sayapun terus-menerus berdoa memohon kepada Allah
agar menyelamatkan ayah saya pada saat operasi, karena leher juga merupakan
lokasi yang cukup berbahaya dab akhirnya Allah mengabulakan doa saya sehingga
ayah saya dapat dioperasi dengan lancar. Hal lain ketika saat saya ujian dan
menunggu hasil kelulusan serta masuk ke perguruan tinggi dari jauh-jauh hari saya
sudah berdoa agar saya bisa lulus dengan nilai yang memuaskan dan masuk
kerguruan tinggi negeri akan tetapi saya sadar bahwa doa saja tidak cukup, saya
harus belajar lebih keras di bandingkan biasanya kemudian saya juga berpuasa dan
bernadzar. Ketika hari kelulusan saya mengucapkan bayak syukur dan menjalankan
nazar saya, kemudian ketika menunggu hasi SNMPTN saya merasa kendor, karena
saya merasa pesimis akan tetapi teman saya selalu menguatkan dan mendorong
saya untuk selalu semangat dan terus berdoa ingatlah bahwa dibalik kesulitan
selalu ada kemudahan dan hal itu memotivasi saya untuk selalu tidak menyerah dan
selalu beroda.

Agama yang saya anut adalah agama islam dan agama islam adalah agama
yang mayoritas, karena di lingkungan sekitar rumah saya banyak sekali yang
menganut agama islam dan jika di lihat secara keseluruhan islam adalah agama
yang mayoritas di indonesia dan juga di lingkungan rumah saya. Keistimewaan
yang saya dapatkan menjadi agama yang mayoritas adalah mudahnya dalam
melaksanakan ibadah dan mendapatkan fasililitas dalam keagamaan seperti
mudahnya saya melaksanakan sholat karena banyaknya masjid-masjid yang ada di
setiap daerah, kemudian banyaknya komunitas-komunitas keagamaan yang ada

6
dan pastinya memiliki hak privillage. Kemudian ada diskriminasi dan prasangka
terhadap agama yang saya anut ini, agama islam sering kali di sangkut pautkan
dengan teroris apabila terjadi bom di belahan dunia manapun pasti langsung
menuduh pelakunya berasal dari agama islam. Pengalaman ini membuat saya
sadar akan pentignya menjadi agama mayoritas saya harus berlaku adil dan melihat
dari sudut pandang konseli dalam memberikan layanan konseling, saya juga harus
memperlajari bagaimana cara pandang dari sudut yang lainnya sehingga konseling
dapat berjalan dengan seharusnya tanpa ada bias ataupun menyinggung hal-hal
yang sensitif. Kekuatan dan pengalaman keberagamaan yang saya miliki yang saya
dapat gunakan dalam konseling adalah toleransi bahwasannya semua orang pasti
memiliki masalah tidak perduli dari agama, etnis atau ras apapun pasti setiap orang
memiliki masalah. Maka dari itu agama saya mengajarkan bahwa kita harus berbuat
baik dan membantu orang lain yang sedang memiliki masalah ditambah lagi saya
juga harus melihat masalah itu dari sudut pandang konseli.

Bias yang saya rasakan adalah bahwasannya saya memandang bahwa


agama saya adalah agama yang benar sehingga saya memandang agama yang
lain adalah salah akan tetapi setelah mempelajari konseling multikultur ini saya
sadar bahwa saya harus bisa menempatkan diri saya sesuai dengan konseli yang
saya hadapi. Saya mengerti akan bias ini sehingga saya juga termotivasi untuk
mempelajari sudut pandang agama lain akan tetapi juga tidak meninggalkan
kepercayaan agama saya, karena saya mengetahui bahwa sebagai konselor kita
harus memandang masalah dari sudut pandang konseli bukan sudut pandang
konselor. Dari nilai ini saja sudah bisa berpengaruh kesemua aspek akan tetapi
saya menyadarinya dan saya juga ingin memperbaiki dan mengembangkan serta
menjadi konselor yang profesional.

Agama merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada


konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku
individu. Peran Agama dalam tugas sebagai konselor adalah untuk memahami
masalah konseli melalui prinsip-prinsip yang di pegang oleh konseli dalam
agamanya dan biasanya seseorang memandang dengan sudut pandang yang
berbeda-beda seperti; Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup,
Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup, Aturan agama dapat
menentramkan batin, Ajaran agama sebagai pengendali moral, Agama dapat
menjadi terapi jiwa, Agama sebagai pembinaan mental. Konselor juga harus

7
memahami macam-macam agama yang ada dan mengetahui stigma dan streotipe
agama-agama yang ada sehingga konselor dapat memahami permasalahan yang
sedang dihadapi konseli. Agama penting untuk konselor, karena untuk memberikan
landasan hidup dan bimbingan dalam hidup.
Saya pernah membaca dan sekaligus di bahas dalam satu kajian di sebuah
masjid buku ini berjudul “Ulasan Tuntas Tentang 3 Prinsip Pokok” yang di tulis oleh
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin. Buku ini menjelaskan dasar pokok
dalam agama yang harus kita ketahui, buku ini menjelaskan tentang siapa
Tuhanmu, apa Agamamu dan siapa Nabimu. Pembahasan pertama membahas
mengenai siapa apa itu pengertian Allah, ayat-ayat Allah, macam-macam ibadah,
rasa takut, rasa berharap kepada Allah, tawakal dan disertai dengan dalil-dalilnya
yang lengkap beserta penjelasannya. Pembahasan kedua membahas mengenai
agama dan cara mengenal agama seperti islam dan tingkatannya, Arti dari
syahadat, Rukun Iman, Rukun Islam beserta dengan dalil dan penjelasan yang
lengkap. Pembahasan terakhir adalah menganai nabi dan cara untuk mengenal
nabi, yakni mengenal Nabi Muhammad, Perintah Sholat, Penyempurnaan Agama
Islam, Wafatnya Nabi, Dakwah Nabi, Hubungan antara Islam, Sholat dan Jihad
serta dalil-dalil dan penjelasan yang lengkap. Dari membaca buku ini saya menjadi
semakin yakin mengenai agama yang saya anut bahwa saya sadar 3 prinsip utama
seorang muslim harus selalu di pegang teguh dan tidak hanya itu tetapi juga harus
mempelajarinya secara mendalam agar kita tidak salah dalam memahami siapa
tuhanku, apa agamaku dan siapa nabiku. Buku ini membuat saya mengenal lebih
jauh penjelasan menganai Allah itu berada dimana, mengenal nama-nama Allah
dan larangan untuk berbuat syirik, kemudian saya mengetahui apa itu arti dari islam,
arti dari syahadat, dan mengetahui rukun islam dan iman secara lebih dalam dan
terakhir saya dapat mengenal nabi saya, mengetahui awal mula perintah sholat,
kemudian mengetahui kesempurnaan islam dan dakwah Nabi. Pada intinya buku ini
sangat mengajarkan saya dasar-dasar untuk mengenal agama saya secara
mendalam.
Pengalaman saya dalam mempelajari agama sangatlah panjang, ketika saya
kecil saya selalu mengikuti pengajaran agama sesuai dengan pemahaman agama
dari orangtua dan tradisi yang ada akan tetapi setelah saya bertumbuh dan
berkembang saya menyadari bahwa agama tidak hanya sekedar mengikuti
perkataan orangtua dan tradisi akan tetapi harus ada penjelasan dari kitab suci dan
penjelasan dari para ulama sehingga kita beragama tidak hanya mengikuti

8
keinginan diri tetapi kita juga mengikuti perintah sesuai dengan tuntunan agama dan
belajar agama bukan hanya dari orangtua dan tradisi akan tetapi perlu di pelajari
melalui kitab-kitab para ulama yang ditulis. Saya sadar bahwa sampai saat ini
pemahaman agama saya belum berkembang akan tetapi saya ingin sekali terus
memperlajari agama dan terutama mempelajari bahasa arab karena kitab yang
Allah turunkan berbahasa arab sehingga kita perlu memahami bahasa arab agar
kita bisa membaca petunjuk yang Allah berikan.

Anda mungkin juga menyukai