Anda di halaman 1dari 2

Dunia saat ini selalu berkembang ke arah yang lebih maju demikian pun setiap pribadi juga

harus mampu mengimbanginya agar tidak tenggelam dalam kemajuan tersebut. Menghadapi
kemajuan ini, setiap orang tentu saja perlu bersaing dengan yang lainnya. Persaingan yang terjadi
juga merupakan persaingan antara yang menang dan yang kalah, antara mereka yang mau berjuang
dalam kehidupan untuk mampu membawa pribadinya ke arah yang lebih baik. Dan dalam
persaingan itu setiap orang tentu saja harus mempunyai kemampuan, keahlian, ataupun keunikan
pribadi dalam menjalani kehidupan ini, atau yang lebih kita kenal sebagai life skill. Dengan adanya
life skill ini seseorang dibekali dengan kemampuan tertentu untuk mampu menghidupi dirinya di
tengah-tengah masyarakat. Demikian pun dengan saya sendiri juga mempunyai life skill yang saya
dapatkan melalui pengalaman saya selama empat tahun mengenyam pendidikan di sebuah sekolah.

Salah satu momen paling berkesan bagi saya adalah ketika mengenyam pendidikan di salah
satu sekolah terbaik di flores. Sebuah tempat pendidikan bagi para calon imam (untuk kemudian
menjadi seorang pastor atau pemimpin Gereja Katolik). Sebagaimana sekolah asrama pada
umumnya, sejak masuk awal di seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu-Mataloko Saya sudah di
ajarkan untuk mematuhi aturan yang ada. Secara khusus di Seminari ada aturan unik yang tidak
dimiliki sekolah dan asrama lainnya. Di sana kami menyebut aturan tersebut dalam istilah 5 S yakni
Sanitas, Scientia, sapientia, socialitas, dan sanitasi (kesehatan, pengetahuan, kebijaksanaan, hidup
bermasyarakat, dan kekudusan. Aturan 5 S inilah yang menjadi batu pijakan paling utama dalam
pendidikan di lembaga tempat saya bersekolah ini. Setiap Murid wajib diarahkan untuk menjadi
pribadi yang matang dan seimbang dalam kelima aspek di atas. Bagi saya pribadi saat-saat awal saya
di sana merupakan waktu yang sangat berat, sebab dari rumah saya tidak dibiasakan dengan
berbagai aturan. Mulai dari bangun pagi sampai tidur malam semuanya sudah terjadwalkan dalam
aturan di Seminari. Bangun tidur tepat waktu, ibadat, makan, sekolah, hingga waktu olahraga pun
semuanya mempunyai waktunya masing-masing. Bagi sebagian orang rutinitas seperti ini tentu
sangat membosankan dan itu juga yang saya rasakan pada mulanya. Namun kemudian semakin lama
saya di sana justru saya semakin betah untuk bersekolah di sana. Selain karena niat besar saya untuk
menjadi seorang imam, juga saya dikuatkan dengan kehadiran teman-teman seperjuangan saya yang
saling mendukung untuk terus berada di lembaga pendidikan ini. Semakin lama bersekolah di sana
saya semakin mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang benar-benar berbeda dengan
lingkungan tempat tinggal saya sebelumnya. Mulai dari bangun pagi pukul 4:15 hingga tidur malam
pukul 10:00 saya benar-benar berusaha untuk mampu mengimbangi aturan-aturan tersebut hingga
yang pada mulanya saya merasa aturan itu sebagai beban kemudian seiring berjalannya waktu saya
justru sangat menikmati dan seperti tinggal dalam aturan-aturan itu sendiri.

Selama empat tahun saya bersekolah di Seminari, ada banyak hal yang bisa saya dapatkan.
Hal-hal mendasar seperti manajemen waktu menjadi satu poin paling pertama yang saya dapatkan
ketika mengenyam pendidikan di Seminari. Hidup dalam rangkaian aturan yang telah ditetapkan dan
wajib dipatuhi selama empat tahun turut membentuk karakter saya untuk menjadi seorang yang
tertib. Di Seminari kami diajarkan untuk mampu membagi waktu dengan baik, antara waktu belajar
dan rekreasi, waktu tidur dan kerja, semuanya harus sesuai porsinya masing-masing. Hal inilah yang
membuat saya menjadi seseorang yang mampu membagi waktu dengan baik. Dengan bekal yang
telah saya peroleh di Seminari saya turut membawanya terus hingga saat ini, bahkan saya berusaha
mengembangkannya dengan membuat suatu target pribadi. Dalam satu hari saya harus bisa
melakukan hal-hal yang berguna entah itu untuk belajar, membaca buku, mengembangkan
kemampuan bahasa Inggris saya, atau melakukan hal-hal positif lainnya, pada intinya dalam sehari
saya harus membuat suatu progres positif yang membantu kehidupan saya. Ide seperti ini muncul
dari kesadaran saya sendiri bahwasanya waktu tidak boleh berlalu begitu saja, harus ada suatu
kegiatan berguna yang saya lakukan. Selain kemampuan untuk memanajemen waktu, saya juga
diperkaya dengan kemampuan untuk berpikir kritis. Saya sadar bahwa saya bukanlah seorang yang
cerdas namun melalui pendidikan di Seminari saya benar benar diajar untuk berpikir secara kritis,
mampu berpikir secara cepat dan tepat dalam situasi-situasi genting pun diajarkan untuk menjadi
seseorang yang bijak dalam memilih. Aturan di asrama dan sekolah yang melarang kami untuk
menggunakan handphone menjadi salah satu faktor yang mendukung saya untuk mampu berpikir
kritis. Bagaimana tidak, ketika kami tidak diijinkan untuk menggunakan handphone, satu-satunya hal
yang bisa mengalihkan perhatian kami terhadap ketergantungan dengan handphone adalah dengan
membaca. Sekolah kami dilengkapi dengan perpustakaan yang besar dengan jumlah buku yang
sangat banyak, dengan demikian saya sering menenggelamkan diri saya dalam buku-buku yang ada.
Dengan demikian pengetahuan dan wawasan saya semakin luas sehingga saya mampu berpikir
secara kritis terutama terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di sekitar saya.

Oleh karena sekolah kami merupakan salah satu sekolah favorit maka tidak sedikit orang tua
yang menyekolahkan anak mereka di sana, bukan hanya dari wilayah Flores saja para siswa yang
mendaftarkan diri, tetapi juga dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Jakarta bahkan sampai
dari Papua pun ada yang memilih bersekolah di Seminari. Dengan hadirnya berbagai macam siswa
dari berbagai daerah juga membantu saya dalam proses komunikasi dan adaptasi di tengah-tengah
mereka. Dengan adanya perbedaan latar belakang budaya dan adat istiadat, saya diajarkan untuk
mampu bersosialisasi dengan teman-teman dari daerah lain. Kemampuan membangun komunikasi
yang baik dengan orang lain sewaktu masih di bangku SMA turut saya bawa ketika melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena dasar yang kuat di Seminari saya tidak begitu sulit
dalam berinteraksi dengan teman-teman di sini, saya juga mampu membangun komunikasi yang
baik dengan orang lain, entah itu dengan orang yang lebih tua, teman seumuran, maupun dengan
adik-adik. Semua ini tentu saja sangat berguna bagi saya dalam meningkatkan kualitas hidup saya.

Saya sungguh sadar bahwa life skill yang saya miliki ini tidak sesempurna yang dimiliki orang
lain, saya sadar bahwa masih ada kekurangan-kekurangan yang saya miliki yang dapat menghambat
saya dalam kehidupan, tetapi saya juga sadar bahwa keunggulan yang saya miliki ini juga menjadi
bekal yang sangat berguna apabila saya mampu memanfaatkannya dengan baik. Saya sadar untuk
dapat mengembangkan kemampuan saya ini saya butuh suatu sikap konsisten. Dasar-dasar life skill
sudah saya miliki semenjak saya masih di bangku SMA, selanjutnya yang dibutuhkan ialah keteguhan
hati saya untuk dapat secara konsisten dalam mengembangkan life skill yang saya miliki yakni
kemampuan memanajemen waktu, kemampuan beradaptasi dan bersosialisasi, serta kemampuan
berpikir kritis. Dan untuk mengembangkannya saya perlu memperkaya diri dengan memperbanyak
bacaan-bacaan yang berkualitas, berusaha secara tertib membagi waktu serta menjalaninya secara
konsisten dan bertanggung jawab, serta berusaha membangun suatu sikap kooperatif dalam
berhubungan dengan orang lain terutama dengan orang-orang yang baru saya jumpai.

Anda mungkin juga menyukai