Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Masa remaja seringkali menjadi masa-masa yang sulit untuk

menemukan identitas diri dan filosofi hidup. Proses menuju kematangan pada

masa remaja akan terasa lebih sulit jika remaja hidup di lingkungan keluarga

yang tidak harmonis, apalagi pada keluarga bercerai. Satu sisi remaja sedang

beradaptasi dengan perubahan dalam diri dan perubahan pada lingkungannya,

Di sisi lain tempat ia bertanya dan berdiskusi tentang masalahnya yaitu orang

tua juga bermasalah.

Setiap manusia tentunya membutuhkan ilmu pengetahuan yang

memadai agar dapat mengatasi setiap permasalahan yang mungkin timbul

dalam kesehariannya. Untuk itu tidak dipungkiri bahwa pendidikan dapat

mengantarkan umat manusia kepada kehidupan yang lebih baik. Menurut UU

RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 (1)

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1

1
Tim Redaksi, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentangSistem Pendidikan Nasional
(Bandung: Fokus Media, 2018), 6.

1
2

Belajar merupakan kebutuhan primer manusia. Belajar juga merupakan

kewajiban bagi setiap manusia, termasuk santri di pondok pesantren. Tanpa

belajar seseorang akan tertinggal oleh cepatnya arus perubahan zaman dan

kemajuan dunia yang serba modern. Menurut Muhibbin Syah, tinggi rendahnya

perkembangan manusia yang merupakan hasil belajar, akan menentukan masa

depan peradaban manusia itu sendiri.2 Bahkan Thorn Dike meramalkan jika

kemampuan belajar umat manusia dikurangi setengah saja, maka peradaban

yang ada sekarang tidak akan berguna untuk generasi yang akan datang atau

bahkan akan hilang ditelan zaman. Oleh karena itu kita diwajibkan senantiasa

belajar menuntut ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan mengenai agama

melalui mengaji di pondok pesantren.

Seiring perkembangan zaman, problematika peserta didik di pondok

pesantren semakin beragam. Jalan pikiran mereka terbagi dengan masalah di

luar pesantren dan di dalam sekolah. Pandangan orang tua mengenai

pendidikan yang diterapkan kepada anaknya dapat menjadi problematika

peserta didik. Banyak kalangan orang tua yang memandang bahwa pendidikan

merupakan hal yang sangat penting untuk masa depan anaknya. Namun yang

menjadi problem, ada pula sebagian dari orang tua menganggap bahwa

pendidikan yang tinggi hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki

materi yang cukup, sehingga santri kurang mendapatkan perhatian dari orang

tua mengenai proses belajarnya dan orang tua lebih menekankan kepada

anaknya untuk bersekolah dengan tujuan mendapatkan ijazah sebagai

persyaratan kerja setelah lulus.


2
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2019), 61.
3

Santri pondok pesantren sebagian besar adalah remaja. Sebagai remaja

tentu menghadapi berbagai rintangan untuk bisa tumbuh dan berkembang

dengan optimal. Berkembang optimal artinya berkembang semua aspek

kepribadiannya setinggi-tingginya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Dengan kata lain seorang remaja yang berkembang optimal adalah yang sehat

secara fisik, sosial, emosional, moral, intelektual, dan berkembang baik

bahasanya. Sebagai remaja, santri sedang berada pada puncak perkembangan

fisik, sosial, emosional, moral, intelektual.3 Akan tetapi perkembangan semua

aspek yang dimiliki santri banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya

adalah rasa malas dan problem yang dihadapi santri.

Masa remaja seringkali menjadi masa-masa yang sulit untuk

menemukan identitas diri dan filosofi hidup. Proses menuju kematangan pada

masa remaja akan terasa lebih sulit jika remaja hidup di lingkungan keluarga

yang tidak harmonis, apalagi pada keluarga bercerai. Satu sisi remaja sedang

beradaptasi dengan perubahan dalam diri dan perubahan pada lingkungannya,

di sisi lain tempat ia bertanya dan berdiskusi tentang masalahnya yaitu orang

tua juga bermasalah. Pada kondisi seperti ini anak sebagai remaja sangat rentan

terhadap penyimpangan perilaku. Untuk mencegah dan mengatasi

penyimpangan perilaku penting peningkatan kecerdasannya.4 Salah satu agar

tercapai peningkatan potensi dan kecerdasannya adalah dengan pendidikan dan

belajar.

3
Erhamwilda, Konseling sebaya (Yogyakarta: Media Akademi, 2015), 1.
4
Erhamwilda, Konseling sebaya, 1.
4

Dalam belajar dikenal ada dua motivasi agar santri bisa berhasil dalam

belajarnya, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Tugas guru adalah

membangkitkan motivasi santri sehingga ia mau belajar. Motivasi dapat timbul

dari dalam diri individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar

dirinya.5

Mary Rebecca mengungkapkan bahwa kelakuan remaja yang memiliki

motivasi rendah dalam belajar adalah dikarenakan oleh rasa bosan dan

pelampiasan rasa ingin bebas.6 Konseling sebaya sebagai konsep, relatif masih

asing bagi telinga kita, walaupun dalam kehidupan sehari-sehari mungkin

sudah cukup sering dipraktikkan. Dalam konseling sebaya pertolongan itu

diberikan oleh individu awal yang sebaya. Konseling sebaya diciptakan untuk

menyiapkan dan memanfaatkan tenaga-tenaga nonprofesional untuk

memperluas kesempatan bagi santri mendapat layanan konseling. Konseling

sebaya merupakan salah satu jenis pelatihan paraprofesional yang paling

banyak dimanfaatkan dalam bidang layanan konseling. Jadi konseling sebaya

merupakan salah satu bentuk pemberian layanan konseling kelompok secara

tidak langsung dan lahir dari keprihatinan untuk menjadikan konseling sebagai

proses belajar, saling menolong antar sebaya (sahabat).7

Hal ini sebagaimana diungkapkan Hardi Prasetiawan “Teman sebaya

merupakan salah satu figur penting (significant others) yang sangat berperan

memberi warna pada berbagai aspek perkembangan individu. Pada masa

5
Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2015), 29.
6
Mary Rebecca, Tumbuh Bersama Sahabat 1: Konseling Sebaya Sebuah Gaya Hidup
(Yogyakarta: Kanisius, 2016), 222.
7
Rani Rahmayanti, “Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Melalui Konseling Sebaya Pada Siswa
Sekolah Menengah Atas”Lentera, Vol. 1 No. 6 (Lampung: Universitas Lampung, 2018), 2.
5

remaja, ketertarikan dan ikatan terhadap teman sebaya menjadi sangat kuat.

Hal ini terbukti karena banyak remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat

memahaminya. Keadaan ini sering menjadikan remaja sebagai suatu kelompok

yang eksklusif karena memiliki anggapan bahwa hanya sesama remaja-lah

yang dapat saling memahami”.8

Hasil observasi awal peneliti di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember,

menemukan bahwa kegiatan di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember dimulai

sejak pagi sampai malam hari. Dengan banyaknya kegiatan di pesantren,

diharapkan santri mampu mengatur waktu dan tenaga dengan baik. Salah satu

kegiatan santri di pondok pesantren adalah mengaji. Kegiatan ini dilaksanakan

malam hari sejak habis magrib sampai dengan jam 21.00 WIB. Pada saat

pelaksanaan mengaji, ada beberapa santri yang mengikuti kegiatan dengan

kurang bersemangat dan cenderung asal masuk karena takut dimarahi oleh

ustadz atau pengurus pondok.9

Berdasarkan pengamatan peneliti di lembaga tersebut, terbanyak santri

yang kurang bersemangat di dalam kelas, kurang menikmati dan malas

mengikuti proses kegiatan belajar di kelas, sehingga kurang memahami

pelajaran dengan baik sebagaimana yang dialami sebagian santri di Pondok

Pesantren Al-Qodiri Jember. Peneliti tertarik untuk meneliti mengapa terjadi

sebagian santri yang kurang bersemangat ketika belajar, motivasi belajar yang

8
Hardi Prasetiawan, “Konseling Teman Sebaya (peer counseling) untuk Mereduksi Kecanduan
Game Online” Consellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling, (2019), 2.
9
Observasi di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember, 25 Februari 2021, jam 18.30 WIB.
6

rendah, malas dan kurang antusias ketika mengikuti pelajaran dan apa faktor

yang menyebabkan terjadinya hal demikian.10

Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember merupakan salah satu pondok

pesantren terbesar dan berusia di Jember. Sebagai pondok yang besar tentu

banyak santri yang datang dari seluruh pelosok Jember dan luar Kabupaten

Jember untuk menuntut ilmu khususnya ilmu agama.

Santri yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember tentu

memiliki latar belakang yang berbeda, ada yang datang dari keluarga lengkap,

hanya memiliki 1 orang tua dan ada pula dari kalangan masyarakat kaya

maupun masyarakat miskin. Bahkan ada santri yang datang dari kalangan

yatim piatu sehingga pondok mengratiskan segala biaya pendidikan bagi santri

tersebut.

Dengan beragamnya latar belakang santri tersebut, tentu akan memiliki

dampak bagi pondok dan santri lain, baik dampak negatif maupun positif,

misalnya santri yang malas dan nakal, bisa berdampak memiliki pengaruh

mengajak santri lain untuk nakal dan malas mengikuti kegiatan pondok dan

pengajian kitab.

Mengantisipasi dampak buruk demikian, ustadz di Pondok Pesantren

Al-Qodiri Jember beserta beberapa santri diberikan pendidikan konseling

sehingga ustadz maupun santri tersebut dapat membantu memberikan

bimbingan kepada santri lain agar meraka dapat mondok sesuai dengan niat

awal waktu berangkat dari rumah, misalnya menuntut ilmu dengan tekun

sehingga berhasil.
10
Observasi di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember, 25 Februari 2021, jam 18.30 WIB.
7

Ustadz dan beberapa santri yang dibekali dengan ilmu bimbingan

konseling tersebut merupakan kerja sama antara pondok pesantren dengan

beberapa universitas di kabupaten jember dan luar Jember, misalnya bekerja

sama dengan Universitas Jember, UIN Jember bahkan dengan universitas dari

Pasuruan maupun dari Surabaya.

Demikian pula menurut hasil pengamatan peneliti banyak santri malas

karena adanya beberapa faktor yang membebani santri. Misalnya broken home,

permasalahan santri yang ditinggal orang tuanya (wafat). Kenakalan remaja

(sering melanggar peraturan pondok pesantren). Terdapat santri yang

dikucilkan/bullying, sering dihina, dicacimaki dll oleh temannya, serta

problem-problem lainnya.

Menurut Hardi, konseling teman sebaya dipandang penting karena

sebagian besar remaja lebih sering membicarakan masalah-masalahnya

dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua, pembimbing, atau guru

di sekolah. Untuk masalah yang dianggap sangat seriuspun para remaja senang

membicarakan dengan teman sebayanya (sahabat). Kalaupun terdapat remaja

yang akhirnya menceritakan masalah serius yang dialami kepada orang tua,

pembimbing atau gurunya, biasanya karena sudah terpaksa (pembicaraan dan

upaya pemecahan masalah bersama teman sebaya mengalami jalan buntu). Hal

tersebut dapat terjadi karena remaja memiliki ketertarikan dan komitmen serta

ikatan terhadap teman sebaya yang sangat kuat.11

11
Hardi Prasetiawan, “Konseling Teman Sebaya (peer counseling) untuk Mereduksi Kecanduan
Game Online” Consellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling (2019), 4-5
8

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik mengadakan

penelitian dengan judul “Penerapan Konseling Sebaya dalam Meningkatkan

Motivasi Mengaji Santri di Pondok Pesantren Al-Qodiri”. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui sebesara besar Penerapan Konseling sebaya dalam

meningkatkan motivasi mengaji santri.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penerapan konseling sebaya dalam meningkatkan motivasi

mengaji santri di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember?

2. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat konseling sebaya di

Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan cara penerapan konseling sebaya dalam meningkatkan

motivasi mengaji santri di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember

2. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat konseling sebaya di

Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember?


9

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan

manfaat, diantaranya:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini sebagai sumbangan ilmiah yang dapat digunakan sebagai

referensi untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan terutama dalam

bidang pendidikan mengenai konseling sebaya (peer counseling) dalam

meningkatkan motivasi mengaji santri

2. Secara Praktis

a. Bagi santri

Penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan motivasi belajar santri

dan dapat memberikan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya

belajar kepada santri.

b. Bagi pihak Pesantren

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat dan model penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif

dalam membantu layanan bimbingan konseling di pesantren.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan

pengetahuan peneliti mengenai konseling teman sebaya sebagai media

dalam meningkatkan motivasi belajar santri.


10

E. Definisi Istilah

Untuk mempermudah pemahaman dan menghindari kerancuan

pengertian, maka perlu adanya definisi istilah judul dalam penulisan skripsi ini

sesuai dengan fokus yang terkandung dalam tema pembahasan, antara lain

sebagai berikut yaitu:

1. Penerapan

Penerapan merupakan suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori,

metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu

kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang

telah terencana dan tersusun sebelumnya.

Makna dari penerapan adalah bahwa tujuan yang telah

direncanakan sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata lain sasaran

tercapai karena adanya proses kegiatan, dalam hal ini adalah mengenai

konseling teman sebaya.

2. Konseling Sebaya

Konseling sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan oleh

santri terhadap santri yang lainnya. Santri yang menjadi pembimbing

sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh ustadz atau pengasuh.

Santri yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang

membantu santri lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik

mengenai pengajian maupun persoalan lain di pondok pesantren. Di

samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu pihak

pesantren dengan cara memberikan informasi tentang kondisi,


11

perkembangan, atau masalah yang perlu mendapat layanan bantuan

bimbingan.

Adapun yang dimaksudkan dengan konseling sebaya dalam

penelitian ini adalah bantuan atau bimbingan yang diberikan santri kepada

santri lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya di pondok

pesantren, dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pemilihan calon “konselor”

teman sebaya, (2) Pelatihan calon “konselor” teman sebaya dan (3)

Pelaksanaan dan pengorganisasian konseling teman sebaya.

3. Meningkatkan

Arti kata meningkatkan adalah membuat perubahan dari kecil

menuju besar, atau dari bodoh menjadi pintar, meningkatkan juga berarti

membuat perubahan ke arah yang lebih baik.

4. Motivasi Mengaji Santri

Motivasi Mengaji Santri adalah daya (kekuatan) yang mendorong

seseorang atau santri (baik dari dalam ataupun dari luar) melakukan sesuatu

untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu agar santri dapat dengan giat

mengikuti pembelajaran mengaji yang diselenggarkan di pondok pesantren.

Adapun yang dimaksudkan dengan motivasi mengaji santri dalam

penelitian ini adalah keinginan kuat untuk mengaji santri baik karena

dorongan dari dalam diri sendiri maupun karena adanya dorongan dari luar

dirinya.
12

F. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan yang terdapat dalam penulisan

proposal ini adalah sebagai berikut:

Bab satu: Pendahuluan. Pada bab ini berisi tentang latar belakang

masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah,

metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab dua: Kajian kepustakaan. Pada bab ini berisi tentang kajian

terdahulu dan kajian teori. Kajian terdahulu adalah kajian yang berisi penelitian

terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Kajian teori yang

kedua adalah Konseling Sebaya dan Motivasi Mengaji Santri.

Bab tiga: Metode penelitian. Pada bab ini berisi pendekatan dan jenis

penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, analisis data serta pembahasan dan temuan yang diperoleh

dilapangan.

Selanjutnya skripsi ini diakhiri dengan daftar pustaka dan beberapa

lampiran-lampiran sebagai pendukung pemenuhan kelengkapan data skripsi.

Anda mungkin juga menyukai