Anda di halaman 1dari 23

13

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, peneliti menemukan

penelitian yang sejenis yang kemudian dijadikan acuan penelitian. Dengan

penelitian terdahulu akan ditemukan originilitas penelitian yang sedang

dilakukan. Adapun penelitian terdahulu adalah sebabgai berikut:

1. Asti Nurdiah, 2016, Efektivitas Konseling Sebaya untuk Mengurangi

Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja, Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang.

Penelitian ini membahas tentang perilaku seksual pranikah atau

aktivitas seksual seperti berpegangan tangan, berciuman, berpelukan,

petting sampai dengan hubungan seksual yang dilakukan seseorang

terhadap pasangannya di luar ikatan pernikahan yang sah. Penelitian ini

menguji Efektivitas konseling sebaya untuk mengurangi perilaku seksual

pranikah pada remaja, karena mengingat pada masa remaja seseorang akan

banyak menghabiskan waktu dan melakukan modelling dengan teman

sebayanya.

Penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen dengan desain

nonrandomized control group designdengan dua kelompok yaitu

eksperimen dan kontrol. Hasil dari penelitian ini menunjukkan nilai

Efektivitas konseling sebaya untuk mengurangi perilaku seksual pranikah

adalah 7.7% dilihat dari nilai effect-size standarisasi cohen’s . Efektivitas

13
14

tersebut berada dalam kategori rendah. Hal ini disebabkan adanya

pengaruh faktor lain seperti media masa dan komunikasi dengan orang tua,

sehingga perlu adanya metode atau teknik lain untuk mendukung tingkat

Efektivitas pemberian konseling sebaya, alih-alih menggunakan konseling

sebaya sebagai metode tunggal.1

Persamaan penelitian ini sama-sama membahas konseling teman

sebaya dan sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif.

Adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah pada penelitian terdahulu membahas perilaku seksual pra

nikah remaja sedangkan penelitian ini membahas motivasi belajar mengaji.

Subjek penelitian yang diteliti oleh Asti Nurdiah anak-anak remaja

sedangkan subjek penelitian yang diteliti oleh peneliti ini adalah santri di

Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember. Waktu penelitian Asti Nurdiah

dilakukan pada Tahun 2016 sedangkan penelitian ini pada Tahun 2021.

2. Fitri Soviyani, 2019, Pengaruh Teman Sebaya terhadap Hasil Belajar

Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 31/IV Kota Jambi, Jambi:

Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin.2

Penelitian ini membahas tentang hasil belajar, di mana dalam

proses belajar mengajar tidak selamanya selalu berhasil, adakalanya

mengalami hambatan atau kesulitan, kegagalan atau keterlambatan. Hasil

belajar siswa ini dipengaruhi beberapa faktor baik intern maupun ekstern.

1
Asti Nurdiah, “Penerapan Konseling Sebaya untuk Mengurangi Perilaku Seksual Pra Nikah
Remaja”, (Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang, 2016), xii.
2
Fitri Soviyani, “Pengaruh Teman Sebaya terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Negeri 31/IV Kota Jambi”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin, Jambi,
2019), vi.
15

Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah teman sebaya. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh teman sebaya terhadap hasil belajar

siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 31/IV Kota Jambi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan regresi berganda serta

jenis penelitiannya adalah kuantitatif. Responden dalam penelitian ini

berjumlah 45 siswa. Data dikumpulkan melalui angket dan disusun

berdasarkan indikator variabel. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat

signifikansi 0,05 maka signifikansi Variabel X sebesar 0.000 menunjukkan

lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima,

sehingga hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh positif dan

signifikan antara variabel Teman Sebaya (X) terhadap Hasil Belajar (Y)

dapat diterima.

Kesimpulan penelitian terdahulu bahwa terdapat pengaruh

terhadap hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 31/IV Kota

Jambi.

Persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian

Fitri Soviyani sebagai berikut: Persamaan penelitian ini sama-sama

membahas konseling teman sebaya namun Fitri Soviyani menggunakan

variabel hasil belajar di sekolah sedangkan penelitian ini menggunakan

variabel motivasi belajar mengaji, Subjek penelitian yang diteliti oleh Fitri

Soviyani adalah siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 31/IV Kota Jambi

sedangkan subjek penelitian yang diteliti oleh peneliti ini adalah santri di

Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember, Waktu penelitian Fitri Soviyani


16

dilakukan pada tahun 2019 sedangkan penelitian ini pada tahun 2021.

Penelitian terdahulu dengan pendekatan kuantitatif sedangkan penelitian

sekarang dengan pendekatan kualitatif.

3. Evi Anggraini, 2018, Pengaruh Pergaulan dan Konseling Teman Sebaya

dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas XI

Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sukodono

Jambi Tahun Ajaran 2017/2018. Jambi: Universitas Islam Negeri Sulthan

Thaha Saifuddin.3

Hasil penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa hasil analisis

regresi diperoleh persamaan regresi: Y =41,252 + 0,593X1 +0,317X2

yang artinya hasil belajar ekonomi siswa dipengaruhi oleh pergaulan

teman sebaya dan motivasi belajar.

Persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian

Evi Anggraini sebagai berikut: Persamaan penelitian ini sama-sama

membahas konseling teman sebaya namun Evi menggunakan variabel

motivasi belajar di sekolah sedangkan penelitian ini menggunakan variabel

motivasi belajar mengaji, Subjek penelitian yang diteliti oleh Evi

Anggraini adalah siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sukodono

sedangkan subjek penelitian yang diteliti oleh peneliti ini adalah santri di

Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember, Waktu penelitian Evi dilakukan pada

tahun 2018 sedangkan penelitian ini pada tahun 2021. Penelitian terdahulu

3
Evi Anggraini, “Pengaruh Pergaulan dan Konseling Teman Sebaya dan Motivasi Belajar
terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas XI Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Sukodono Jambi Tahun Ajaran 2017/2018”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin, Jambi, 2018), viii.
17

dengan pendekatan kuantitatif sedangkan penelitian sekarang dengan

pendekatan kualitatif.

B. Kajian Teori

1. Konseling Sebaya

a. Pengertian konseling sebaya

Menurut kamus konseling, sebaya yang dalam bahasa Inggris

disebut Peer adalah Kawan. Teman-teman yang sesuai dan sejenis;

perkumpulan atau kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat

tertentu dan terdiri dari satu jenis.4

Teman sebaya atau peers adalah anak-anak atau remaja dengan

tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu

fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk

memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar

keluarga. Melalui kelompok teman sebaya individu menerima umpan

balik dari teman- teman mereka tentang kemampuan mereka. Remaja

menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada

teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang remaja lain

kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena

saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan

sebaya).5

4
Sudarsono, Kamus Konseling (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2017), 174.
5
Santock, J.W, Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup (Alih Bahasa Achmad
Chusairi dan Juda Damanik). (Jakarta. Erlangga, 2002), 287.
18

Konseling sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan

oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi

pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh

konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai konselor

sebaya atau tutor yang membantu siswa lain dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di

samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu

konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi,

perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan

bantuan bimbingan atau konseling.

Konselor sebaya menurut Carr. R adalah seseorang yang

terlatih dan mendapat pengawasan untuk memberikan bantuan dan

dukungan kepada orang yang sama umurnya atau dalam hal yang lain.

Menurut Carr bimbingan konseling teman sebaya (Peer Counseling)

merupakan suatu cara bagi siswa/mahasiswa belajar bagaimana

memperhatikan dan membantu siswa/mahsiswa lain, serta

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, Tindall

dan Gray mendefinisikan konseling teman sebaya sebagai suatu ragam

tingkah laku membantu secara interpersonal yang dilakukan oleh

individu nonprofesional yang berusaha membantu orang lain. Menurut

Tindall & Gray, konseling teman sebaya mencakup hubungan

membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping

relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi,


19

pemberian pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal

manusia untuk membantu atau menolong.6

Definisi lain menekankan konseling teman sebaya sebagai

suatu metode, seperti dikemukakan Kan bahwa “Konseling sebaya

adalah memecahkan masalah menggunakan keterampilan dan

mendengarkan secara aktif, untuk mendukung orang-orang yang

sebaya dengan kita”.7 Meskipun demikian, Kan mengakui bahwa

keberadaan konseling teman sebaya merupakan kombinasi dari dua

aspek yaitu teknik dan pendekatan. Berbeda dengan Tindall dan Gray,

Kan membedakan antara konseling teman sebaya dengan dukungan

teman sebaya (peer support). Menurut Kan, peer support lebih bersifat

umum (bantuan informal; saran umum dan nasehat diberikan oleh dan

untuk teman sebaya); sementara peer counseling merupakan suatu

metode yang terstruktur. Konseling sebaya merupakan suatu bentuk

pendidikan psikologis yang disengaja dan sistematik. Konseling

sebaya memungkinkan siswa untuk memiliki keterampilan-

keterampilan guna mengimplementasikan pengalaman kemandirian

dan kemampuan mengontrol diri yang sangat bermakna bagi remaja.

Secara khusus konseling teman sebaya tidak memfokuskan pada

evaluasi isi, namun lebih memfokuskan pada proses berfikir, proses.

proses perasaan dan proses pengambilan keputusan. Dengan cara yang

6
Suwarjo, “Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi
Remaja, ” Makalah Disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY, 29
Februari 2008.
7
Van Kan. Peer Counseling Tool and Trade A Work Document. 1996, 3. Tersedia di web peer-
counseling.org
20

demikian, konseling sebaya memberikan kontribusi pada dimilikinya

pengalaman yang kuat yang dibutuhkan oleh para remaja yaitu

respect.8

Sesuai istilah yang digunakan, konselor sebaya bukanlah

seorang profesional di bidang konseling, namun mereka diharapkan

dapat menjadi perpanjangan tangan konselor profesional. Menurut

Judy “konseling sebaya didefinisikan sebagai berbagai perilaku

membantu interpersonal (individu lain) yang dilakukan oleh non

profesional yang melakukan peran membantu kepada orang lain.”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa: “konseling sebaya termasuk hubungan

membantu antara satu untuk satu (satu orang untuk satu orang),

kelompok kepemimpinan, diskusi kepemimpinan, nasihat, bimbingan,

dan semua kegiatan dari manusia membantu antar pribadi atau

membantu secara alami”. Dapat disimpulkan bahwa konseling sebaya

adalah layanan bantuan konseling yang diberikan oleh teman

sebayanya yang telah terlebih dahulu diberikan pelatihan-pelatihan

untuk menjadi konselor sebaya sehingga dapat memberikan bantuan

baik secara individual maupun kelompok kepada teman-temannya

yang bermasalah ataupun mengalami berbagai hambatan dalam

perkembangan kepribadiannya.9

8
Suwarjo, “Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi
Remaja, ” Makalah Disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY, 29
Februari 2008.
9
Agus Akhmadi. Konseling Sebaya Dalam Bimbingan Konseling Komprehensif, Materi Diklat
Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Pertama BK) Widyaiswara Balai Diklat
Keagamaan Surabaya, 5. 7
21

Dapat disimpulkan bahwa konseling sebaya adalah layanan

bantuan konseling yang diberikan oleh teman sebayanya yang telah

terlebih dahulu diberikan pelatihan-pelatihan untuk menjadi konselor

sebaya sehingga dapat memberikan bantuan baik secara individual

maupun kelompok kepada teman-temannya yang bermasalah ataupun

mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan ke pribadiannya.

b. Tujuan konseling sebaya

Ada beberapa tujuan dari konseling sebaya menurut beberapa

ahli. Menurut Mary Rebeca, tujuan konseling sebaya yakni:

1) Memanfaatkan proteksi kaum muda

2) Sumber daya manusia yang paling berharga

3) Mempersiapkan kaum muda menjadi pemimpin bangsanya dimasa

depan

4) Membantu kaum muda mengembangkan kepribadian mereka

5) Membantu kaum muda menjernihkan dan membentuk nilai-nilai

hidup mereka, dan

6) Meningkatkan kemampuan kaum muda melakukan perubahan di

tengah masyarakat mereka.10

c. Fungsi dan manfaat konseling sebaya

1) Fungsi dari konseling sebaya menurut beberapa ahli:

(1) Menurut Krumbolth fungsi Konseling Sebaya adalah:

10
Mary Rebecca ‘Rivkha’ Rogacion, Peer Counceling, A way of Life (Manila: The Peer
Counseling Foundation, 2002), 16.
22

(a) Membantu siswa lain memecahkan permasalahannya

(b) Membantu siswa lain yang mengalami penyimpangan

fisik.

(c) Membantu siswa-siswa baru dalam menjalani pekan

orientasi siswa untuk mengenal sistim dan suasana sekolah

secara keseluruhan.

(d) Membantu siswa baru membina dan mengembangkan

hubungan baru dengan teman sebaya dan personil sekolah.

(e) Melakukan tutorial dan penyesuaian sosial bagi siswa-

siswa asing (kalau ada).

(2) Fungsi konselor sebaya menurut Rogation adalah sebagai

(a) Sahabat yang bersedia membantu, mendengarkan, dan

memahami,

(b) Fasilitator yang bersedia membantu remaja untuk tumbuh

dan berkembang bersama kelompoknya, dan

(c) Sebagai pemimpin yang karena kepeduliannya pada orang

lain menjadi penggerak perubahan sosial.11

2) Sedangkan manfaat konseling sebaya yakni:

Manfaat konseling sebaya untuk siswa menurut Hamburd:

(1) Siswa memiliki kemampuan melakukan pendekatan dan

membina percakapan dengan baik serta bermanfaat dengan

orang lain.

11
Kusmilah, Rimayanti, Aini, Hartanto D, & Purwoko, Model Peer Counseling dalam Mengatasi
Problematika Remaja Akhir: Laporan Penelitian (Yogyakarta: FIP UNY, 2004).
23

(2) Siswa memiliki kemampuan mendengar, memahami dan

merespon (3M), termasuk komunikasi nonverbal (cara

memandang, cara tersenyum, dan melakukan dorongan

minimal).

(3) Siswa memiliki kemampuan mengamati dan menilai tingkah

laku orang lain dalam rangka menentukan apakah tingkah laku

itu bermasalah atau normal.

(4) Siswa memiliki kemampuan untuk berbicara dengan orang

lain tentang masalah dan perasan pribadi.

(5) Siswa memiliki kemampuan untuk menggunakan keputusan

yang dibuat dalam konseling mengahadapi permasalahan-

permasalahan pribadi, permasalahan kesehatan, permasalahan

sekolah, dan permasalahan perencanaan hubungan dengan

teman sebay.

(6) Siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan tindakan

alternatif sewaktu menghadapi masalah.

(7) Siswa memiliki kemampuan menerapkan keterampilan

interpersonal yang menarik untuk mengusahakan terjadi

pertemuan pertama dengan siswa yang minta tolong.

(8) Siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan

keterampilan observasi atau pengamatan agar dapat

membedakan tingkah laku abnormal dengan normal; terutama


24

mengidentifikasi masalah dalam menggunakan minuman

keras, masalah terisolasi, dan masalah kecemasan.

(9) Siswa memiliki kemampuan mengalih tangankan konsli untuk

menolongnya memecahkan masalahnya jika dalam konseling

sebaya tidak dapat menyelesaikan.

(10) Siswa memiliki kemampuan mendemontrasikan kemampuan

bertingkah laku yang beretika.

(11) Siswa memiliki kemampuan mendemontrasikan pelaksanaan

strategi konseling.12

d. Langkah-Langkah Pelaksanaan Konseling Sebaya

Pelaksanaan konseling sebaya secara sederhana dalam

prakteknya dapat dilakukan dalam beberapa tahap yaitu sebagai

berikut:

1) Tahap awal konseling sebaya (waktu: 30 menit)

a) “Konselor” sebaya mendengarkan secara aktif permasalahan

yang disampaikan konseli sebaya.

b) “Konselor” sebaya mengenali dan menetapkan jenis masalah

yang dihadapi konseli sebaya.

c) “Konselor” sebaya melakukan penjajakan alternatif bantuan

untuk mengatasi masalah konseli sebaya.

d) “Konselor” sebaya menegosiasikan kontrak dengan konseli

sebaya.

2) Tahap kerja konseling sebaya (waktu: 60-120 menit)


12
http://16http//mgbkmalang.wordpress.com/ diakses pada 5 Februari 2021 jam 20.00 WIB
25

a) “Konselor” sebaya melakukan empati sambil menjelaskan dan

mengeksplorasi masalah empati sambil menjelajahi dan

mengeksploirasi masalah yang sedang dihadapi konseli sebaya.

b) “Konselor” sebaya membangun afeksi positif konseli sebaya

dalam menghadapi permasalahan seksualitas.

c) “Konselor” sebaya melatih konseli sebaya untuk membiasakan

bertindak secara konstruktif dalam menghadapi masalah

seksualitas.

d) “Konselor” sebaya menjaga agar hubungan konseling selalu

terpelihara.

e) “Konselor” sebaya melakukan alih tangan (referal) dan

konferensi kasus (case conference) jika diperlukan kepada

konselor ahli.

3) Tahap akhir konseling sebaya (waktu: 30 menit).

a) “Konselor” sebaya menanyakan keadaan konseli sebaya

tentang pikiran dan perasaannya setelah menjalani konseling

sebaya.

b) “Konselor” sebaya menanyakan manfaat yang didapat dari

konseling sebaya.

c) “Konselor” sebaya bersama konselor ahli mengamati

perubahan sikap positif konseli sebaya dalam menghadapi

masalah perilaku seksual yang dialaminya.


26

Pelaksanaan konseling sebaya diperkirakan membutuhkan

waktu antara 150-180 menit yang berlangsung dalam 4-5 kali

pertemuan. Untuk efektivitas layanan bantuan, jadwal pertemuan

konseling sebaya dilaksanakan 2-3 kali dalam seminggu, dengan

demikian dalam kurun waktu 2-3 minggu, kegiatan layanan konseling

sebaya oleh “konselor” sebaya kepada seorang konseli sebaya selesai.

Selanjutnya “konselor” sebaya bersama konselor ahli dapat melakukan

evaluasi keberhasilan pemberian layanan konseling sebaya.13

2. Motivasi Mengaji Santri

a. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti

“menggerakkan” yaitu suatu kondisi yang menyebabkan atau

menimbulkan perilaku tertentu yang memberi arah dan ketahanan

(persistence) pada tingkah laku tersebut.14

Arthur S. Reber dan Emily mengatakan bahwa motivasi

(motivation) merupakan sebuah pemberi energi perilaku.15 Istilah motivasi

dapat definisikan sebagai keadaan internal individu yang melahirkan

kekuatan, kegairahan, dinamika dan tingkah laku pada tujuan. Atau dalam

pengertian lain, motivasi merupakan istilah yang digunakan untuk

menunjuk sejumlah dorongan, keinginan, kebutuhan dan kekuatan.16

13
Hunainah, Bimbingan Teknis Implementasi Model Konseling Sebaya (Bandung: Rizki Press,
2012), 29.
14
Prasetya Irawan, Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar (Jakarta: PPAI, 2016), 42.
15
Arthur S. Reber & Emily S.Reber, Kamus Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 596.
16
Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2018), 107.
27

Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat mengemukakan

bahwa motivasi adalah daya (kekuatan) yang mendorong seseorang (baik

dari dalam ataupun dari luar) melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan

yang diinginkan.

b. Jenis Motivasi

Dorongan atau motivasi memiliki makna yang sangat besar dalam

belajar. Apabila terdapat motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan

tertentu dan kondisi memungkinkan, orang akan berusaha sekuat tenaga

untuk mempelajari cara-cara yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. 17

Aktivitas mengaji santri pun banyak ditentukan oleh motivasi, makin

tepat motivasi yang diberikan akan semakin berhasil pembelajaran

tersebut, karena motivasi menentukan intensitas usaha seseorang dalam

kegiatan mengaji. Dengan kata lain seseorang yang tidak mempunyai

motivasi dalam mengaji, tidak mungkin melakukan aktivitas mengaji

dengan baik.

17
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), 117.
28

Adapun jenis-jenis motivasi sebagai berikut:

1) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah penghargaan internal yang dirasakan

seseorang jika mengerjakan tugas.18 Atau perbuatan individu yang

benar-benar didasari oleh suatu dorongan (motif) yang tidak

dipengaruhi dari lingkungan.19 Apabila seseorang memiliki motivasi

tersebut dalam dirinya maka ia akan sadar akan melakukan suatu

kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.

Jadi seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit

sekali melakukan aktivitas belajar terus-menerus. Karena seseorang

yang memiliki motivasi tersebut selalu ingin maju dalam belajar.

Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa

materi yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan berguna kini dan

dimasa yang akan datang.20 Begitu pula motivasi pada diri seseorang

dalam aktivitas mengaji, untuk selalu mengikuti kegiatan mengaji di

pondok pesantren.

2) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik pada dasarnya merupakan tingkah laku

yang digerakkan oleh kekuatan eksternal individu. 21 Motivasi

ekstrinsik merupakan daya penggerak yang dapat menambah kekuatan

18
M. Ghufron dan Rini Risnawati S, Teori-Teori Psokologi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),
84.
19
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2018), 33.
20
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 150.
21
M. Ghufron dan Rini Risnawati S, Teori-Teori Psokologi, 84.
29

dalam belajar, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

Motivasi ekstrinsik meliputi :

a) Orang tua

Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama.

Dalam keluarga dimana anak akan diasuh dan dibesarkan

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya.

Tingkat pendidikan orang tua juga besar pengaruhnya terhadap

perkembangan rohaniah anak terutama kepribadian dan kemajuan

pendidikan.22

Anak yang dibesarkan dalam lingkungan orangtua yang

tahu tentang pendidikan agama dapat memberi pengaruh besar

terhadap anaknya dalam bidang tersebut seperti memberikan

arahan untuk mempelajari tentang mengaji ataupun pendidikan

sesuai dengan keinginan orangtua.

b) Guru

Guru memiliki peranan yang sangat unik dan sangat

komplek di dalam proses belajar-mengajar, dalam mengantarkan

siswa kepada taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu setiap

rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan

semata-mata demi kepentingan peserta didik, sesuai dengan

profesi dan tanggungjawabnya.23

22
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2019), 130.
23
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: CV Rajawali, 2018), 123.
30

Guru dalam melaksanakan pembelajaran tidak hanya di

sekolah formal, tetapi dapat juga di masjid, rumah ataupun pondok

pesantren.

Dalam hal ini seorang santri termotivasi untuk mengaji

dapat ditopang oleh arahan dan bimbingan seorang guru sebagai

motivator.

c) Teman atau sahabat

Teman merupakan partner dalam belajar. Keberadaannya

sangat diperlukan menumbuh dan membangkitkan motivasi.

Seperti melalui kompetisi yang sehat dan baik, sebab saingan atau

kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong

belajar siswa. Baik persaingan individual ataupun kelompok dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa.24

Terkadang seorang anak lebih termotivasi untuk

melakukan suatu kegiatan seperti mengaji karena meniru ataupun

menginginkan seperti apa yang dilakukan temannya.

d) Masyarakat

Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak.

Mereka juga termasuk teman-teman di luar sekolah. Di samping

itu kondisi orang-orang desa atau kota tempat ia tinggal juga turut

mempengaruhi perkembangan jiwanya.25

24
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar, 92.
25
Dalyono, Psikologi Pendidikan, 131.
31

Anak-anak yang tumbuh berkembang di daerah

masyarakat yang kental akan agamanya dapat mempengaruhi pola

pikir seorang anak untuk mengaji sesuai dengan lingkungan

masyarakatnya. Semua perbedaan sikap dan pola pikir pada anak

merupakan salah satu akibat pengaruh dari lingkungan masyarakat

dimana mereka tinggal.

3. Penerapan Konseling Sebaya dalam Meningkatkan Motivasi Belajar

Santri

Konseling sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan oleh

siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing

sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Siswa yang

menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu

siswa lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik

maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai

mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi

tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat

layanan bantuan bimbingan atau konseling.26

Salah satu aktivitas rutin santri adalah mengaji. Hampir setiap

waktu bagi santri di pondok pesantren adalah mengaji, baik mengaji Al-

Qur’an atau mengaji kitab-kitab tradisional (kitab kuning). Tentu,

kegiatan rutin ini suatu waktu akan menimbulkan kejenuhan maupun

menurunkan semangat santri, sehingga santri akan malas, atau justru tidak
26
Suwarjo, “Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi
Remaja, ” Makalah disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY, 29
Februari 2008.
32

mengikuti pengajian. Menghadapi situasi seperti ini, tentu membutuhkan

sosok untuk kembali menumbuhkan motivasi santri agar kembali

bersemangat, salah satu faktor yang dapat menumbuhkan semangat santri

adalah teman sebaya atau sahabatnya. Dengan kehadiran sahabat atau

teman sebaya yang mengerti kondisi ini akan berusaha untuk memompa

kembali semangat dan motivasi temannya. Sehingga dengan layanan

bimbingan konseling menggunakan teknik konseling sebaya atau teman

sebaya tersebut diharapkan santri memiliki dapat meningkatkan

motivasinya dalam mengaji di pondok pesantren.

Agar konseling sebaya dapat secara efektif dalam meningkatkan

motivasi mengaji santri maka ada beberapa teknik yang dapat digunakan,

yaitu 27

a. Attending. Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien

yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa

lisan. Contoh: Kepala : melakukan anggukan jika setuju, Ekspresi

wajah : tenang, ceria, senyum.

b. Empathizing keterampilan atau teknik yang digunakan konselor untuk

memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai dan

terbina suasana yang kondusif, sehingga klien bebas mengekspresikan

atau mengungkapkan pikiran, perasaan, ataupun tingkah lakunya.

Kemampuan untuk mengenali dan berhubungan dengan emosi dan

pikiran orang lain. Melihat sesuatu melalui cara pandang dan perasaan

orang lain.
27
Sucipto, Konseling Sebaya (Yogyakarta: Mawas, 2019), 7.
33

c. Summarizing ketrampilan konselor untuk mendapatkan kesimpulan atau

ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan oleh konseli.

d. Questioning teknik mengarahkan pembicaraan dan memberikan

kesempatan pada konseli untuk mengelaborasi, mengeksplorasi atau

memberikan jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan

keinginan konseli dan bersifat mendalam..

e. Mengarahkan (Directing) Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan

klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran

dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.

Menurut Mary Rebeca teknik Konseling Sebaya menggunakan

teknik-teknik yang ringan, seperti: memberi salam, member pujian,

kenang-kenangan di masa lalu yang menyenangkan, teknik melengkapi

kalimat, memberikan dukungan-peneguhan, dan lain sebagainya.28

Sucipto juga berpendapat sama, bahwa keterampilan konselor

sebaya yang diperlukan relatif sangat sederhana apabila dibandingkan

dengan keterampilan konselor profesional. Keterampilan Konselor

Sebaya menurut Sucipto adalah:

1) Membina suasana yang aman, nyaman, dan menimbulkan rasa

percaya klien terhadap konselor.

2) Melakukan komunikasi interpersonal, yaitu hubungan timbal balik

yang bercirikan :

a) Komunikasi dua arah

28
Mary Rebecca ‘Rivkha’ Rogacion, Peer Counceling, A way of Life (Manila: The Peer
Counseling Foundation, 2002), 10.
34

b) Perhatian pada aspek verbal dan non verbal

c) Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan dan

pikiran

d) Kemampuan melakukan 3 M (Mendengar yang aktif, memahami

secara positif, dan merespon secara tepat)

3) Ajukan pertanyaan yang relevan.

4) Tunjukkan empati.

5) Lakukan refleksi dengan cara mengulang kata-kata klien dengan

menggunakan kata-kata sendiri.

6) Mendorong klien untuk terus bicara dengan memberikan dorongan

minimal, seperti ungkapan (oh ya.., ehm..., bagus), dan anggukan

kepala, acungan jempol, dan lain- lain.29

Efektivitas pelaksanaan konseling teman sebaya dilihat dari

frekuensi dan intensistas terjadinya proses konseling diantara teman

sebaya, dan atau proses reveral dari konselor sebaya kepada konselor ahli.

Selain itu, munculnya sahabat yang hangat, penuh perhatian, tulus

membantu, tulus memberikan dukungan saat menghadapi situasi yang

sulit, serta dapat dipercaya juga merupakan indikator keberhasilan

pelaksanaan konseling teman sebaya. Indikator tersebut, meningkatnya

skor resiliensi anak yang diukur melalui resiliensi inventori juga menjadi

indikator keberhasilan. Evaluasi dilakukan melalui refleksi baik

perorangan maupun kelompok, dan pengamatan terhadap proses interaksi

yang terjadi, baik dalam forum- forum yang sengaja didesain demi
29
Sucipto, Konseling Sebaya (Yogyakarta: Mawas, 2019), 2-3.
35

munculnya interaksi interpersonal antar anak, maupun dalam berbagai

kesempatan spontan selama anak beraktivitas. Selain pendekatan di atas,

Hunainah juga menyarankan agar mengevaluasi efektivitas konseling

sebaya dengan menganalisis data yang ada, misalnya jumlah konseli yang

meminta bantuan pada “konselor” sebaya atau konselor ahli, konsistensi

“konselor” sebaya dalam memberikan layanan bantuan kepada teman

sebayanya, atau melalui wawancara informal dengan guru, orang tua, atau

staf administrasi.30

30
Hunainah, Bimbingan Teknis Implementasi Model Konseling Sebaya (Bandung: Rizki Press,
2012), 29-30.

Anda mungkin juga menyukai