Anda di halaman 1dari 23

FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN

1
Arti Dan Tugas Filsafat Ilmu Pengetahuan
• Obyek kajian filsafat ilmu pengetahuan adalah ilmu-ilmu empiris-
deskriptif, yang perkembangannya dewasa ini amat ditandai oleh
prinsip diferensiasi dan spesialisasi.
• Dua prinsip ini tetap membuka kemungkinan kerja sama lintas
bidang. Untuk dapat hidup dalam suatu masyarakat secara normal,
seorang dokter misalnya mesti mengerti apa yang dikembangkan
dalam bidang ilmu sosial. Demikian sebaliknya.
• Ilmu Pengetahuan merupakan pengetahuan yang pasti – mungkin
yang paling pasti dari semua jenis pengetahuan. Kepastian itu
didukung oleh penelitian dan refleksi terus menerus terhadap
pengetahuan yang sudah ada.
• Selain itu perkembangan IP memiliki korelasi dengan
pemanfaatannya dalam hidup manusia.

2
• Pertama, IP menjadi sarana yg memudahkan kita melakukan
banyak pekerjaan, sehingga kita tak perlu bekerja lebih keras
seperti di zaman sebelumnya. Penemuan telegram misalnya
memperlancar komunikasi, sehingga jarak fisik tak menjadi
hambatan. Atau temuan listrik yang amat bermanfaat
• Kedua, ilmu pengetahuan dapat mengambil alih banyak peran yg
sebelumnya dimainkan oleh agama dan mytologi sebagai pemberi
makna dan pemberi rekomendasi tentang layak tidaknya suatu
perbuatan dan kebijakan.
• Dalam konteks baru ini agama tetap berperan, namun pada saat
yang sama harus menahan diri untuk tidak menentukan hidup
manusia. Proses sekularisasi sebetulnya merupakan proses
pemisahan tegas antara hal duniawi dan hal surgawi. Ilmu
pengetahuan memiliki domain tersendiri yang tidak lagi bisa mudah
diintervensi oleh agama. Jika agama tetap mau eksist dalam hidup,
agama harus mengubah diri menjadi semakin masuk akal.
3
• Ketiga, ilmu pengetahuan secara fundamental mengubah
Weltbild atau gambaran kita tentang dunia. Contoh: teori
heliosentrisme mengubah cara pandang kosmologis bahwa pusat
alam semesta bukan berada di bumi, melainkan di luar sana,
matahari.
• Atau teori evolusi mengubah cara pandang kita tentang cerita
penciptaan bahwa dunia hanya diciptakan dalam seminggu dan
bahwa manusia diciptakan secara khusus dengan martabatnya yg
istimewa yang melebihi semua makhluk.
• Teori evolusi mengubah cara pandang kita tentang dunia dan
manusia ke arah yang lebih otonom terhadap intervensi agama.
Sekurang-kurangnya kita dituntut untuk menafsirkan kembali
cerita penciptaan semata-mata sebagai konsep teologis dan
bukan sebagai konsep ilmiah.

4
• Akan tetapi, dalam semua perkembangan ini, kita tak boleh
menutup mata terhadap sisi ketidakberdasaran ilmu pengetahuan
itu sendiri, terhadap konvensionalitas dan ketidakhati-hatian ilmu
dalam membangun teorinya.
• Ilmu pengetahuan dapat bersifat naif, terutama ketika ia tak lagi
mempersoalkan kembali metodologi yang dipakai dan dalam
batas mana pengetahuan ilmiah menjadi logis dan benar.
• Filsafat Ilmu Pengetahuan Menjadi Penting:
• Dalam konteks inilah tugas filsafat ilmu pengetahuan menjadi
penting dan relevan: Filsafat bisa memberikan pencerahan
terutama mengenai beberapa pertanyaan ini: apa itu ilmu
pengetahuan, dan bagaimana ia mengembangkan metodenya
dalam rangka mendapat pengetahuan ilmiah yang logis dan
benar.

5
• Ilmu pengetahuan umumnya membantu manusia untuk
mengorientasikan diri dalam dunia. Tetapi ilmu-ilmu secara hakiki
berbatas sifatnya.
• Untuk menghasilkan pengetahuan setepat mungkin, semua ilmu
membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Untuk meneliti bidang
itu secara optimal, ilmu-ilmu semakin mengkhususkan metode-metode
mereka, dan justru karena ilmu-ilmu tidak memiliki sarana teoretis untuk
menjawab pertanyaan yang di luar perspektif pendekatan khusus masing-
masing.
• Ilmu-ilmu khusus tidak menggarap pertanyaan yang menyangkut manusia
sebagai keseluruhan. Padahal pertanyaan-pertanyaan itu terus
dikemukakan dan sangat penting bagi praksis kehidupannya, seperti:
– apa arti dan tujuan hidup saya?
– Apa yang menjadi kewajiban saya yang mutlak, tanggungjawab saya
sebagai manisia?
– Apa arti dan implikasi martabat saya dan martabat sesamaku?
– Apa arti transendensi yang saya rasakan dalam diri saya?

6
• Begitu pula pertanyaan tentang dasar pengetahuan kita, tentang
nilai-nilai yang kita junjung tinggi, tentang keadilan, tetapi juga
tentang ilmu-ilmu khusus, tentang metode ilmu2 itu dsb.
Pertanyaan-pertanyaan itu semua terkait dengan suatu area yang
tidak dianggap “ilmiah”, namun dipihak lain jawaban-jawaban
yang diberikan mempengaruhi penentuan orientasi dasar
kehidupan.
• Justru karena pertanyaan-pertanyaan itu penting, maka manusia
berkepentingan agar pertanyaan-pertanyaan itu ditangani secara
rasional da bertanggungjawa, sebagaimana menjadi fungsi ilmu
pengetahuan umumnya untuk menangani masalah-masalah
teoretis yg dihadapi manusia. Justru itulah fungsi filsafat dalam
usaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Filsafat dapat
dipandang sebagai usaha manusia untuk menangani pertanyaan2
fundamental tersebut secara bertanggungjawab.

7
• Tanpa usaha ilmiah itu pertanyaan-pertanyaan itu hanya dijawab
spontan, dan ada bahaya bahwa jawaban-jawaban didistorsikan oleh
selera subyektif, segala macam rasionalisasi dan kepentingan ideologis.
• Yang membedakan jawaban filsafat dari jawaban spontan ialah bahwa
mereka harus dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Pertanggungjawaban rasional pada dasarnya berarti bahwa setiap
langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan
harus dipertahankan secara argumentatif, dengan argumen-argumen
yang obyektif, dapat dimengerti secara intersubyektif.

8
• Tugas utama filsafat pengetahuan adalah mencoba mengerti apa
yg sebenarnya terjadi dalam ilmu. Filsafat membantu ilmuwan
menjawab pertanyaan:
• apa itu ilmu pengetahuan?
• Bagaimana seharusnya ilmu pengetahuan itu dipraktekkan,
• Apa makna sejarah IP dalam konteks perkembangan
pengetahuan manusia.
• Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan-
pertanyaan yg amat terbuka bagi banyak ilmu Pengetahuan.
• Semua ilmu ini bersifat deskriptif-empiris: mengumpulkan data
dan menjelaskan data berdasarkan metode masing-masing.
Namun, ilmu-ilmu itu tidak bisa menjawab pertanyaan, bagaimana
seharusnya ilmu dipraktekkan. Pertanyaan terakhir ini merupakan
pertanyaan etika. Etika tak lagi bersifat deskriptif melainkan
normatif, yakni menemukan norma-norma terdalam yang
mengarahkan praktek Ilmu Pengetahuan.
9
• Aspek lain dari pendekatan filsafat adalah masalah metodologi
atau cara kerja ilmu pengetahuan (epistemologi).
• Epistemologi bergumul dengan pertanyaan:
– apa yg menjadi dasar Ilmu Pengetahuan sebagai pengetahuan
manusia?
– Bagaimana IP dibangun: apakah dengan data atau teori?
– Bagaimana dinamika IP harus dijelaskan: apakah seluruh
perkembangan tersebut dapat dijelaskan dengan kerangka logika
ataukah dengan sejarah IP itu sendiri?

10
• Terkait dengan masalah epistemologis ini, filsafat ilmu
pengetahuan mengandaikan dua hal.
• Pertama, pengetahuan manusia adalah sesuatu yang dapat
dibangun, dan kemungkinan tersebut dapat dijelaskan dengan
menyentuh struktur pengetahuan pada umumnya:
– Apakah pengetahuan manusia dapat dijelaskan dengan prinsip-
prinsip logis apriori? Atau: apakah pengetahuan tersebut
bersentuhan dengan pengalaman (apossteriori)?
• Dua pertanyaan ini mendorong Aristoteles memuji kemampuan rasio
dan pengalaman indrawi dalam pemikirannya tentang abstraksi, dan
Immanuel Kant mengembangkan sebuah sintesis bahwa
pengetahuan kita tentang data-data tertentu selalu berada dalam
kategori-kategori a priori, seperti waktu dan ruang serta sebab akibat.

11
• Kedua, epistemologi mengandaikan bahwa pengetahuan manusia
dapat dirumuskan dalam proposisi tertentu, sehingga dapat dinilai
benar atau salah.
• Dalam hal ini epistemologi tak lagi berurusan dengan hal-hal yang
masih diketahui secara implisit dalam pikiran peneliti, melainkan
pada kebenaran dan keabsahan proposisi-proposisi ilmiah.
• Dengan demikian filsafat Ilmu Pengetahuan tidak lagi bersifat
deskriptif sebagaimana dalam ilmu-ilmu empiris, melainkan
bersifat normatif-kritis. Dalam dua arti:
• Pertama, filsafat ilmu pengetahuan mesti menjelaskan norma-
norma dasar dari bangunan ilmu pengetahuan dan merefleksikan
secara kritis ilmu pengetahuan berdasarkan norma-norma
terdalam ilmu pengetahuan itu. Jika etika ilmu fokus pada
masalah kriteria kebaikan ilmu pengetahuan bagi hidup manusia,
maka epistemologi fokus pada masalah kriteria kebenaran dan
kebebasan ilmu pengetahuan.
12
• Kedua, sikap kritis terhadap dirinya sendiri termasuk hakekat
filsafat. Masalah-masalah filsafat tak pernah purna selesai, justru
karena masalah-masalah filsafat adalah masalah manusia sebagai
manusia dan karena manusia di satu pihak tetap sama, tetapi di
pihak lain berkembang dan berubah, masalah-masalah baru filsafat
adalah masalah-masalah lama manusia.
• Dalam hal ini secara prinsipiil pemilihan metode tidak penting – asal
metode yang dipilih dipertanggungjawabkan dan terbuka bagi
kritik. Pemutlakan satu metode akan merupakan kematian bagi
filsafat sebagai ilmu kritis karena akan mentabukan pertanyaan2
yang tidak lewat sensor metode itu.
• Dengan demikian filsafat menjadi ilmu kritis, dalam arti bahwa
filsafat tak pernah puas diri, tak pernah membiarkan suatu sebagai
selesai, tak pernah memotong diskurs, selalu terbuka pada diskurs
lanjutan. Filsafat secara hakiki menyenangi debat.

13
• Ketiga, sifat kritis itulah yang membuat filsafat menjadi sarana kritik
ideologi. Secara sederhana ideologi di sini dipahami sebagai suatu
teori menyeluruh tentang makna hidup dan atau nilai-nilai
daripadanya ditarik kesimpulan-kesimpulan mutlak tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.
• Ciri khas sebuah ideologi ialah bahwa selalu dimuat tuntutan-
tuntutan mutlak yang tak boleh dipertanyakan dan dipersoalkan.
Biasanya suatu ideologi sekaligus menunjukkan pihak yang berhak
untuk menjaga kemurniannya. Yang menjadi benang merah ideologi
yang menantang filsafat adalah kemutlakan yang melekat pada
tuntutannya. Ideologi menuntut suatu yg mutlak.
• Padahal filsafat secara hakiki menuntut pertanggungjawaban. Maka
terhadap segala bentuk ideologi, filsafat terdorong untuk menyobek
selubung ideologi pelbagai kepentingan duniawi, termasuk dalam
perkembangan ilmu pengetahuan.

14
• Obyekt pertama kritik ideologi filsafat adalah filsafat itu sendiri.
Karena ia sendiri selalu dalam bahaya untuk digunakan secara
ideologis. Terutama perlu ditelanjangi semua strategi imunisasi
yang mau meluputkan filsafat dari pemeriksaan kritis. Di sini
termasuk misalnya pendapat Positivisme Logis bahwa masalah
makna, tidak bisa dianggap sebagai masalah rasional.

15
• Relevansi Peran Filsafat dalam kaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Beberapa alasan.
• Alasan pertama terkait dengan persoalan NORMA ilmu
pengetahuan. Ini merupakan persoalan klasik yang melibatkan
filsuf-filsuf Yunani seperti Plato, Aristoteles dan filsuf besar lainnya
Thomas Aquinas dan Karl Popper.
• Inti soal adalah apakah pengetahuan manusia dan ilmu
pengetahuan harus tunduk pada prinsip kebenaran?
• Menurut para filsuf klasik ini, IP merupakan suatu sistem yang
terdiri dari proposisi-proposisi; Kebenaran merupakan kriteria
penting untuk menilai mutu ilmiah dari proposisi itu. Posisi ini
menegaskan bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat dikatakan
sebagai pengetahuan jika ia benar. Tak ada pengetahuan yg salah.
Kebenaran merupakan norma dan fokus utama dari ilmu
pengetahuan.

16
• Dengan menempatkan kebenaran sebagai norma ilmu
pengetahuan, pemikiran klasik tersebut menyadari dimensi
dinamis dari ilmu-ilmu karena kebenaran tak membuat Ilmu
pengetahuan berhenti pada satu titik. Selalu ada perubahan radikal
antara pandangan ilmiah, baik tentang dunia maupun tentang
manusia.
• Pertanyaan “apakah kita masih temukan kebenaran ilmiah dalam
setiap proposisi ilmiah?”, menuntut suatu refleksi filosofis tentang
ilmu pengetahuan. Tampaknya kebenaran merupakan prinsip
regulatif yg mengarahkan setiap proposisi dan penelitian.

17
• Alasan kedua, kebutuhan akan refleksi filosofis tentang ilmu
pengetahhuan secara mendasar amat berkaitan dengan sebuah ideal
yang menyertai konsep kita tentang ilmu pengetahuan. Apakah ilmu
pengetahuan mencakup serentak aspek Konsep dan pengalaman?
• Tentang hal ini Gerald Holton ingatkan bahwa tugas IP adalah
menerobos jauh melampaui apa yg dapat dilihat secara langsung
dengan mata telanjang. Pernyataan Holton ini menekankan ideal
tentang IP.
• Masalahnya, pengetahuan ilmiah selalu berasal dari Persepsi yg pada
dasarnya juga selalu terbatas pada ruang dan waktu tertentu. Lalu
mengapa menerobos jauh melampaui apa yang dilihat secara
langsung kepada apa yg tidak dapat dilihat dengan mata telanjang?
• Persepsi tak pernah meraih keluar dari batas ruang dan waktu
tertentu, serta tak memiliki lingkup soal yg jelas, dan soliditas yg
pantas dipersoalkan. Sementara manusia butuh lebih dari sekedar
apa yg ditangkap oleh persepsi.
18
• Pengetahuan yg melampaui batas persepsi inilah yg dicari manusia
sebagai a knowing being. Ini adalah pengetahuan ideal menurut
pandangan ilmuwan Yunani (Pythagoras, Plato, Aristoteles).
• Tujuan dari kegiatan ilmiah menurut mereka adalah episteme,
pengetahuan rasional tentang yg abadi, yg kekal, yg abstrak, dan
universal. Contoh;Geometri dan matematika.
• Pemikiran Yunani klasik ini mewakili sebuah usaha untuk melihat IP
sebagai sistem konseptual yang universal dan pasti.
• Namun,, apa yg dipikirkan ilmuwan Yunani ini gagal menempatkan
secara proporsional pengetahuan indrawi dan pengalaman. Di sini
filsafat Yunani hanya fokus pada ide (yang ditangkap secara intuitif
dan rasional), bukan pada kekuatan prediktif dari IP.
• Pertanyaan tetap relevan, ilmu pengetahuan semata konsep atau
pengalaman?

19
• Filsafat ilmu pengetahuan berusaha mencari jawaban atas
pertanyaan itu
• Dan keinginan untuk menjelaskan hubungan antara konsep dan
pengalaman merupakan persoalan klasik abad 17. Bahkan Francis
Bacon (filsuf empiris) mengidealkan kombinasi antara konsep dan
pengalaman.

20
• Fazit:
• Filsafat IP adalah refleksi tentang IP empiris. Jadi obyek filsafat IP adalah
ilmu pengetahuan empiris umumnya, bagaimana ia dibangun, apa
persis struktur logisnya, dan bagaimana proses penerimaannya dalam
masyarakat .
• Mata Kuliah ini akan fokus pada teori2 epistemologis tentang IP. Oleh
karena setiap teori diperkenalkan oleh seorang tokoh, maka perkenalan
dengan sebuah Teori akan berarti selalu berkenalan dengan seorang
filsuf.
• Kita membuka pembahasan ini dengan positivisme sebagai representasi
dari suatu model penjelasan bahwa ilmu pengetahuan empiris berawal
dan berhenti pada data. Positivisme mencita-citakan suatu Unified
Science, artinya kesatuan metodologi antara ilmu alam dan ilmu sosial
• Positivisme amat mengabsolutkan data, demikian kritik Popper. Apakah
data lebih penting dari teori? Bagaimana kita bisa jelaskan kebenaran
ilmiah jika hanya bertolak begitu saja pada data? Apa fungsi data
sebetulnya dalam bangunan IP?
21
• Kuliah ini dimaksudkan untuk melihat beberapa aspek IP yang
diabaikan oleh Positivisme dan karena itu dapat dilihat sebagai
kritik atas positivisme. Merujuk pada Popper, ditegaskan bahwa
data tetap berguna, tetapi data itu sendiri tak cukup membuat kita
menarik kesimpulan yg umum, tetapi menjadi bukti bahwa teori-
teori kita bisa salah.

22
Struktur Perkuliahan
1. Pendahuluan
2. Positivisme: Memaknai Pernyataan ilmiah Berdasarkan data
3. Karl R. Popper: IP yang terbuka pada Kritik
4. Habermas: Pertautan Antara Pengetahuan dan Kepentingan
5. Carl Gustav Hempel: Struktur Penjelasan IP
6. Thomas Kuhn: Paradigma IP
7. Imre Lakatos: Program Riset IP
8. Paul Feyerabend: Metode Anarki IP
9. Hans Georg-Gadamer: Pemahaman Siklus Hermeneutik
10. Dialektika: Fakta dan Metode

23

Anda mungkin juga menyukai