Anda di halaman 1dari 3

Masjid dan Proses Pendidikan Bagi Anak

Oleh: Fitri Handayani


Menurut KEMENAG, masjid merupakan Lembaga Pendidikan pertama di dunia islam, dan
universitas tertua lahir dari masjid. Masjid juga digunakan sebagai pusat kegiatan umat islam
selama agama masih berakar di hati umat. Selain menjadi rumah sebagai tempat ibadah,
seharusnya masjid pun menjadi rumah untuk kepedulian social, tempat berkumpul (bersatu)
dan menjadi tempat yang menyeimbangkan antara kegiatan kegamaan dan kegiatan sosial.
Sejak zaman Rasulullah fugsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah umat muslim, masjid
juga dapat digunakan sebagai tempat Pendidikan seperti tempat belajar dan mengajar. Selain
itu, masjid juga digunakan sebagai tempat sosial kemasyarakatan, tempat urusan politik
seperti pelaksanaan mengenai kenegaraan (melaksanakan pengesahan atau pembaiatan para
khalifah juga menjadi tempat bermusyawarah menyelesaikan permasalahan)
Pada zaman sekarang ini, fugsi masjid sendiri banyak mengalami perubahan. Kegiatan
kegiatan dimasjid banyak diisi hanya saat-saat tertentu saja. Seperti Sholat berjamaah, sholat
jum’at, dan diisi dengan peringatan hari-hari besar islam, seperti peringatan Maulid Nabi dan
peringatan Tahun Baru Islam.
Dizaman kini, penting sekali untuk tetap menjaga kemakmuran masjid. Menurut saya,
kemakmuran masjid sendiri tidak terlepas dari peran seorang pengurus masjid atau yang biasa
disebut dengan takmir. Tanpa takmir yang solid, dapat mengakibatkan masjid itu sendiri
nyari sepi dari kegiatan ibadah. Padalah masjid sendiri merupakan symbol dari kebesaran
Islam, tapi dizaman kini kerap kali jauh dari kegiatan-kegiatan untuk memakmurkannya,
terlihat masjid-masjid sepi dari aktivitas baik aktivitas Ibadah, Sosial, maupun Pendidikan.
Menurut saya, keberalihan fungsi masjid sendiri sedikitnya dikarenakan oleh generasi muda
yang tidak cinta kepada masjid, bermula dari anak-anak yang kerap kali dimahari atau
disuruh pulang oleh petugas ataupun orang dewasa ketika bermain dimasjid. Ketika shalat
anak-anak terkadang gaduh sendiri. Ada yang menangis, bercanda, guling-guling, dan lari-
lari. Hal tersebut membuat orang dewasa merasa mengganggu kekhusukan ibadah. Walaupun
tidak semua melakukan hal demikian.
Anak-anak sudah pasti menjadi sasaran utama dalam kemakmuran masjid, karena masjid
bukan hanya sebagai media beribadah yang membosankan dan strict. Masa kecil anak-anak
menuju dewasa harus didekatkan dan disibukan degan kegiatan yang tidak bisa terlepas dari
agama, tidak meninggalkan sholat, dan gemar pergi ke masjid. Memakmurkan masjid sendiri
memiliki maksud yang luas tentunya, contohnya mengadakan kegiatan keagamaan dan
bernilai ibadah.
Adapun bentuk memakmurkan Masjid di Desa Sukamukti sendiri

Kuliah Kerja Nyata tentunya tidak lepas daripada ikut serta kegiatan mengaji di Desa.
Alhamdulillah kegiatan ini memberikan saya kesempatan untuk mengajar dan belajar di suatu
lembaga belajar Taman Pendidikan Al-Quran atau yang biasa disebut dengan TPA. TPA ini
yang secara kelembagaan biasanya dikelola oleh takmir masjid dan remaja masjid setempat.
Bagi saya TPA di masjid ini sangat membantu dalam membangun pengalaman dan kedekatan
anak-anak terhadap sekitarnya. Mereka memiliki pengalaman belajar, bermain, dan bersunda
gurau di masjid. Yang saya yakini akan membangun kedekatannya kepada masjid.
Kau pernah melihat anak kecil jalan beramai-ramai ke masjid untuk megaji? Jika kau orang
kota, pasti kau jarang melihatnya sama semperti saya.
Selama berada di Desa kuperhatikan langsung bagaimana anak-anak pergi beramai-ramai ke
masjid sehabis zuhur untuk mengaji. Suara anak-anak itu ramai sekali. Membaca tiap bait-
bait doa yang dilagukan dengan Bahasa daerah sebelum dan setelah mengaji. Banyak sekali
bait-bait yang saya sendiri tidak pernah mendengarnya.
Proses mengaji di masjid ini masih cukup sederhana, kelas dikategorikan berdasarkan kelas
dan usia. Jenjang TPQ untuk anak-anak belum sekolah sampai 1-2 SD, kemudian jenjang 1
MD yaitu kelas 2-3 SD, jenjang 2 MD yaitu kelas 4-5 SD, terakhir jenjang 4 MD yaitu kelas
6 SD.
Kegiatan mengaji untuk jenjang TPQ, dimulai dari pukul satu sampai pukul dua siang hari.
Setelah berdoa beramai ramai, mereka berbaris dengan rapih, menunggu sang guru datang.
Satu-satu mengeja huruf. Dikarenakan jumlah guru yang sangat sedikit dibandingkan jumlah
anak-anak yang mengaji pada jenjang TPQ, sesuai tradisi disini guru akan meminta bantuan
pada anak kelas 4 MD untuk memerika bacaan Iqra anak-anak TPQ. Kegiatan memeriksa
bacaan iqra dilakukan kurang lebih 40 menit dan 20 menit sebelum mengaji selesai anak-
anak dipandu oleh tiga guru untuk Bersama menghafal dan melafadzkan bacaan doa sehari-
hari, seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa sebelum dan sesudah tidur, doa ketika
masuk dan keluar masjid, dan sebagainya. setelah selesai mengaji guru akan masuk ke kelas
kelas jenjang MD.
Mengaji pada jenjang MD sendiri dimulai pada pukul dua sampai pada sholat berjamaah
ashar. Pengajia di mulai sendiri dengan membaca al-quran besama sama sebanyak 1 lembar
sambal menunggu guru datang. Setelah itu, guru akan memeriksa bacaan alquran satu persatu
anak anak sambal memberikan pemebelajaran lain seperti ilmu hadits, kisah nabi, dll.
Sepuluh menit sebelum adzan ashar guru pasti menyudahi kegiatan mengaji dan anak-anak
ada waktu istirahat sambil bersiap-siap untuk sholat berjamaah ashar. Kegiatan ini sama
dilakukan mulai dari jenjang kelas 1 MD sampai dengan jenjanf 4 MD.
Setelah selesai mengaji bersama itu. Mereka akan menutup dengan doa. Jangan bayangkan
doa yang khidmat, karena pembuka dan penutup mengaji ini selalu diisi dengan suara yang
dikencang-kencangkan. Anak anak dengan suara full seperti ingin meruskan gendang telinga
teman disebelahnya.
Sampai di situ. Sungguh, saya tidak pernah merasakan itu. Saya mengaji dirumah dengan
didatangi guru ngaji kerumah. Entah kenapa tidak ada acara khas seperti mengaji di desa
didaerahku.
Kau tau, mengajar mengaji di desa itu bukan perkara mudah. Selain harus menghapal doa
yang dikencang-kencangkan, harus juga mendeskripsikan satu huruf hurufnya. Di
deskripsikan seperti apa? Biar saya jelaskan sedikit berdasarkan pengalamanku selama satu
bulan mengajar.
“Alif sareng bendera diluhur dibaca a, alif sareng bendera di handap dibaca i, alif sareng wa
di luhur dibaca u, aaa iii uuu” dieja begitu dan seterusnya.
Kegiatan mengaji di desa ini juga tidak hanya mengajarkan dalam bentuk pengetahuan saja,
ada pula pembiasaan berprilaku baik dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Proses
pembelajaran lebih difokuskan dengan metode bimbingan dan nasihat. Membimbing dan
menasehati ini mengarahkan anak-anak mengerti nilai-nilai kesopatan dalam kehidupan nyata
bermasyarakat, jadi bukan hanya sekedar menyampaikan yang sifatnya pengetahuan saja.
Karena menurut guru disini adanya perubahan perilaku anak-anak yang lebih baik dalam
kehidupan sehari-hari sebagai implementasi bimbingan dan nasihat yang telah didapat.
Ketika berada di wilayah masjid untuk mengaji, anak-anak desa sukamukti terbiasa tidak
membawa gawai. Menurutku ini hal yang sangat bagus untuk mengurai penggunaan gawai
pada anak. Saat-saat mengaji ini menjadi ruang belajar dan interasksi yang sangat baik dalam
kembang tumbuh anak

Kesulitanku mengajar disini dikarenakan mereka memakai Bahasa sunda, aku makin
gemuruh. Aku dibesarkan dengan Bahasa Indonesua. Sedikit sekali pengalamanku tentang
Bahasa Ibu itu.

Anda mungkin juga menyukai