Anda di halaman 1dari 3

Perjalanan Menghafal Al-Qur’an

Perkenalkan nama saya Makhfudh Agung Sidiq, pada kesempatan kali ini
saya akan sedikit bercerita tentang perjalanan saya menghafal al-qur’an. Cerita di
mullai pada saat saya berumur 19 tahun, pada waktu itu saya bersekolah di sekolah
menengah kejuruan dengan jurusan pemesinan dan salah telah menyelesaikan
pendidikan itu dengan hasil yang cukup bagus. Dan setelah lulus, saya mulai
bingung mau melanjutkan kemana, kuliah atau kerja ? Beberapa minggu pun
berlalu, saya masih belum menentukan mau melanjutkan ke mana. Lalu ada sebuah
tawaran yang menarik dari seseorang yang dulunya donatur di tempat saya sekolah
madrasah. Dan tawaran itu adalah saya disuruh melanjutkan ke sebuah pesantren
tahfidz al-qur’an dengan konsekuesi semua biaya kehidupan saya di pesantren itu
di tanggung oleh beliau. Maka tanpa berfikir panjang saya mengambil tawaran itu
dengan antusias. Akan tetapi saya menerima tawaran itu bukan karena biaya, tapi
karena seperti ada sesuatu yang berbeda di hati saya dan saya pun ingin mencoba
sesuatu yang baru. Setelah menerima tawaran itu saya mulai berfikir, karena saya
lulusan dari sekolah umum bukan dari pesantren dan saya pun hanya mempunyai
pengalaman menghafal al-qur’an juz 30 saja pada saat di sekolah madrasah dahulu
itu pun saya sudah lupa lagi, bahkan pada saat itu membacanya pun jarang sekali.
Tetapi saya mulai yakin setelah saya sering melihat acara tahfidz al-qur’an anak
kecil di televisi. Saya berfikir anak kecil juga bisa masa saya tidak bisa, itulah yang
ada di benak saya. Dan juga ada beberapa tanda yang membuat saya lebih yakin.

Akhirnya setelah saya sudah mendapatkan ijazah, saya pun berangkat ke


pesantren itu pada bulan syawal. Pesantren itu bernama Ma’had Tahfidz Qur’an
As-Sa’adah yang bertempat di Ciater. Setelah sampai saya pun mulai di test untuk
bisa masuk ke pesantren itu. Dan testnya yaitu membaca Al-qur’an setelah itu baru
di suruh menghafal surah Ar-Rahman selama satu hari penuh. Saya pun
menghafalnya dengan susah payah selama satu hari itu. Dan akhirnya waktu test
pun dimulai dan saya hanya bisa menghafal satu halaman dari surah itu. Tapi
walaupun saya hanya bisa menghafal satu halaman, saya masih di terima di
pesantren itu. Kehidupan saya di pesantren pun di mulai dan ini merupakan
pengalaman pertama saya hidup di pesantren dan harus jauh dari keluarga.
Ternyata saya telat beberapa bulan datang ke pesantren dan program pun sudah
dimulai beberapa bulan. Para santri pun sudah mulai banyak menghafal al-qur’an,
ada yang sudah 5 juz, 10 juz, bahkan baru saya tinggal di pesantren beberapa
minggu sudah ada yang menyelesaikan hafalanya sebanyak 30 juz. Hal itu pun
membuat saya semakin minder karena hafalan saya masih sedikit apalagi
pengetahuan agama saya pun sangat minim sekali. Akan tetapi saya masih terus
berusaha semaksimal mungkin apa yang bisa saya lakukan.

Dari hari ke hari saya pun mulai terbiasa menghafal al-Qur’an dan saya pun
yang tadinya hanya bisa menyetor hafalan satu halaman saja dalam satu hari,
seiring berjalannya waktu saya dapat menyetor satu lembar lalu tiga halaman dan
begitu seterusnya yaitu secara bertahap saya terus menambah setoran hafalan saya.
Saya juga menggunakan seluruh waktu hanya untuk menghafal Al-Qur’an, saya
mentargetkan dalam satu hari saya harus mengaji selama dua belas jam dan
minimalnya sepuluh jam dalam sehari. Dan saya pun menghabiskan kebanyakan
waktu saya di masjid, baik itu menghafal ataupun tidur. Saya juga mempunyai
prinsip pada target hafalan saya yaitu setiap saya menyetor hafalan tidak bolah
kurang dari yang saya setorkan di hari sebelumnya, jadi apabila saya menyetorkan
hafalan di hari kemarin satu lembar, maka besoknya saya harus menyetorkan satu
lembar lagi atau lebih tetapi tidak boleh kurang. Selain selalu berusaha saya pun
tidak lupa selalu berdoa kepada allah agar memudahkan saya dalam menghafal Al-
Quran .Dan pada puncaknya saya bisa menyetorkan hafalan sebanyak lima lembar
setiap harinya. Setelah enam bulan berlalu semenjak saya masuk ke pesantren, dan
tetap istiqamah menyetor hafalan sebanyak lima lembar, akhirnya saya dapat
menyelesaikan hafalan Al-Qur’an sebanyak 30 juz. Saya sangat senang sekali pada
waktu itu dan juga tidak menyangka saya dapat menyelesaikan hafalan Al-Qur’an.
Itu semua juga berkat dukungan para astatidz yang sangat hebat dan teman-teman
saya yang luar biasa yang selalu memberi saya motivasi.

Perjalanan menyelesaikan hafalan itu pun tidak mudah begitu saja, saya
harus berusaha dengan keras, bahkan saya pernah sampai begadang tidak tidur
semalaman demi mencapai target hafalan saya. Pada waktu itu saya menyiapkan
dua buah kopi dan saya pun semalaman menghafal Al-Quran sampai pagi hari.
Pada saat sebelum mengkhatamkan hafalan Al-Quran pun saya kembali begadang
semalaman karena saya sudah mentargetkan besok hari saya harus menyelesaikan
hafalan Al-Quran. Begitu pula teman-teman saya mereka sangat berusaha dengan
keras untuk menghafal Al-Quran sepeti ada yang menghafal sampai jam dua belas
malam bahkan menghfalnya di atas kubah masjid yang mendesir bergitu banyak
angin, dia sengaja melakukan itu supaya tidak mengantuk, ada juga yang push up
atau lompat-lompat hanya untuk menghilangkan rasa kantuk, selain itu juga ada
teman saya yang tidak mau makan sebelum dia mendapatkan hafalan karena
apabila dia makan terlebih dahulu dia akan merasa ngantuk. Selain itu juga dalam
menghafal Al-Quran ada banyak hambatan dan rintangan, seperti malas, futur,
bosan dan terkadang pula saya mendapati sulit dalam menghafal Al-Qur’an. Lalu
juga ada sedikit permasalahan-permasalahan yang membuat saya down, memang
pada waktu itu saya sering mendapatkan hukuman dari astatidz karena saya
melakukan kesalahan dikarenakan masih terbawa kebiasan-kebiasan saya sebelum
masuk pesantren. Akan tetapi saya bersyukur karena dapat melalui semua
rintangan dan hambatan itu, berkat bantuan dari astatidz yang selalu membimbing
saya dan teman-teman yang selalu memberi support kepada saya. Dan setelah
menyelesaikan hafalan Al-Qur’an, kehidupan saya berubah 180 derajat menjadi
lebih tenang, nyaman, dan tentram, karena saya bisa dekat dengan Allah.
Berbanding terbalik dengan kehidupan saya pada waktu dahulu sebelum masuk
pesantren, penuh dengan kegundahan dan kerisauan karena jauh dengan Allah.
Mungkin itu sedikit cerita yang dapat saya sampaikan, semoga cerita ini bisa
bermanfaat bagi yang membacanya.

Anda mungkin juga menyukai