Anda di halaman 1dari 3

PANGGILANKU

Oleh: Davit siregar

Aku merasa terpanggil menjadi seorang Imam sejak kelas 4 SD. Saat itu, Aku baru
mengenal apa itu seorang Pastor. Lalu saat akan naik ke kelas 5 SD, Aku memutuskan
masuk Misdinar dengan alasan untuk memperkuat panggilankuu menjadi seorang Pastor.
Walau kadang saat menjadi Misdinar panggilan itu sempat hilang enth mengapa. Dan
2015 Aku dilantik menjadi Misdinar secara resmi dan dapat langsung bertugas. Saat
bertugas aku selalu membanyangkan bahwa yang memimpin Misa itu adalah Aku. Saat-
saat seperti itu selalu membuat aku berkhayal bahw suatu saat Aku akan memimpin Misa
diatas Altar itu kelak walaupun pada saat itu Aku masih kelas 6 SD.

Saat SMP aku juga sering menjadi Misdinar saat Misa sekolah. Dan karna hal itu setiap
kali selesai Misa sekolah Aku sering dipanggil teman-teman atau abang kelas “Pastor”
dengan nada mengejek. Padahal saat itu aku masih kelas 1 SMP, seringkali Aku
mendengar ejekan seperti itu dengan sebutan “Pastor” yang seringkali di panjangkan
dengan kata yang tidak pantas. Lalu, kelas 2 SMP aku mendapatkan mimpi bahwa Aku
sedang berada di ruang makan Seminari. Hal itu Kusadari saat aku melihat pintu yang
ada di dalam ruang makan. Dan beberapa Minggu setelah mimpi itu, Aku kembali
mendapatkan mimpi bahwa Aku sudah menjadi seorang Pastor dan memimpin Misa di
Paroki-Ku. Karna hal itu Aku semakin ingin menjadi seorang Pastor.

Aku mengetahui Seminari dari abangku. Dulu Aku sering ke Seminari bersama
kakakku mengantar uang sekolah dan uang saku-Nya. Lalu suatu hari saat aku datang ke
Seminari bersama kakakku, abangku mengajak akku keliling Seminari. Pada saat itu aku
langsung memiliki keinginan untuk masuk Seminari.

Kelas 3 SMP Aku memutuskan untuk ikut testing di Seminari. Saat itu Aku diantar oleh
bapakku. Ada keraguan yang timbul saat Aku akan mengikuti testing saat itu, Aku
bertanya-tanya dalam hatiku “apakah mungkin Aku akan lulus dan dapat melewati testing
ini dengan lancar?”. 4 hari 3 malam berada di Seminari seperti begitu saja terlewati.
Setelah berbagai test dan wawancara selesai kujalani, keesokannya Aku langsung
kembali ke Kabanjahe. Dan berharap bahwa hasilku selama test dapat membuat Aku
lulus testing.

Bulan April hasil testing keluar, nama-nama yang lulus sudah di keluarkan di web
Seminari. Aku mengetahui kalau dairiku lulus dari abangku yang memberitahukan bahwa
aku lulus masuk Seminari. Aku merasa senang ketika aku mengetahui kalau aku lulus
masuk Seminari. Saat itu juga orang tuaku langsung memelukku dan mengucapkan
selamat padaku. Menjadi satu-satunya yang lulus dari parokiku merupakan kesenangan
tersendiri bagiku. Aku disanjung-sanjung oleh teman-teman OMK dan Misdinar saat itu,
begitu juga di sekolah Aku dipuji-puji oleh para guru dan teman-temanku.
13 Juli 2019, Aku masuk ke Seminari dengan diantar oleh orang tuaku. Berat rasanya
saat itu Aku harus berpisah dengan orangtuaku dan memulai kehidupan baru ditempat
yang belum kukenali. Saat orang tuaku pergi kembali ke Kabanjahe air mataku hampir
jatuh saat melihat kepergian mereka, tapi berhasil kutahan agar mereka tidak khawatir
akan keputusanku sendiri untuk masuk ke Seminari ini.

Saat pertama kali berada di Seminari Aku merasa kualahan karna kegiatan yang begitu
padat. Bangun yang tidak seperti biasanya sampai jam makan yang sudah diatur dengan
baik. Dan ketika opera nostra kalau terlambat pada saat itu akan dihukum oleh abang
kelas. Sungguh suasana yang sangat berbeda dengan rumah. Terkadang ada keinginan
untuk kembali kerumah agar tidak mendapat kegiatan seperti ini yang tidak dapat bebas
melakukan apapun. Walaupun begitu Aku mencoba untuk memaksakan diriku agar Aku
terbiasa mengikuti kegiatan di Seminari ini.

Semester 2 kelas Gramatica pada bulan Maret kami semua dipulangkan ke kampung
masing-masing dikarenakan pada saat itu terjadi pandemi COVID-19. Awalnya Aku
merasa senang karna akan pulang ke kampung dan dapat merasakan kebebesan kembali.
Kupikir hal itu akan terjadi tapi kenyataannya Aku tidak bisa keluar rumah karna pada
saat itu pandemi ini sangat merajalela. Begitu juga kegiatan Gereja semua dihentikan
secara total dan dijalankan secara total. Sangat sepi rasanya sudah pulang ke kampung
tapi tidak bisa kemana-mana karna pandemi.

Ujian semester genap tiba tak ada lagi ketengangan seperti ujian di Seminari di
karenakan ujian saat itu melalui hp. Saat ujian selesai selang satu minggu rapor pun
dibagikan, dan puji Tuhan Aku naik ke kelas Syntaxis. Kupikir saat itu selesai ujian kami
langsung dipanggil untuk kembali ke Seminari, tapi nyatanya tidak.

Selama satu tahun dirumah panggilan itu memudar. Apa jadinya panggilanku ini kalau
aku terus berada di kampungku? Apa jdainya kalau aku terus-terusan seperti ini?. Semua
pertanyaan muncul di benakku, apakah Aku akan tetap sanggup melanjutkan panggilan
ini kalau keadaan terus seperti ini. Semua itu kurenungkan dalam benakku agar panggilan
ini tetep berada dan tetap utuh dalam diri ini. Tidak terasa ujian kenaikan kelas pun tiba
lagi, tidak ada kesulitan karna ujian kali ini online. Semua ujian terlewati dengan baik
dan lancar. Aku pun naik ke kelas Poesis

Akhirnya saat kelas Poesis kami di panggil untuk kembali ke Seminari. Satu tahun
lebih berada di rumah saja, danpada akhirnya kembali ke tempat penyemaian panggilan.
Saat datang ke Seminari ada hal yang berbeda terasa dalam diriku, Aku merasa asing
dengan suasana Seminari yang telah berbeda dengan suasana Seminari saat terakhir kali
Aku berada di Seminari.
Setelah beberapa bulan berada di Seminari, kami para Poesis retret di Paroki Santo
Yosep Jalan Bali. Selama retret, kami disuruh untuk merenungkan langkah apa yang
selanjutnya kami pilih apakah itu melanjutkan panggilan menjadi seorang Pastor atau
melanjutkan panggilan di jalan yang berbeda. Selama retret Aku merenungkan bahwa
kalau aku melanjut aku akan bahagia karna Aku dapat menggapai cita-citaku. Satu hari
sebelum retret selesail kami semua di wawancara oleh para Pastor yang menjadi formator
di Seminari. Aku wawancara dengan Pastor Bernardus Sijabat. Dengan mantap Aku
menjawab bahwa Aku melanjutkan panggilanku menjadi Imam Diosesan Keuskupan
Agung Medan.

Setelah retret, kupikir jalan akan semakin mudah namun nyatanya tidak sama sekali.
Muncul kebimbangan dalam diriku akan panggilan ini. Aku pun selalu berdoa kepada
Tuhan untuk menguatkan panggilan yang telah diberikan-Nya kepadaku. Selama
mengikuti kegiatan di Seminari ini Aku merasakan perkembangan dalam hidup rohani.
Aku selalu berdoa ke Sang Pencipta dan kemandirian semakin kuat dalam diriku. Rasa
persaudaraan semakin terasa diantara kami baik itu para Poesis maupun dengan adek
kelas. Kehidupan dalam kejujuran juga semakin melekat padaku bahwa semua hal yang
akan kulakukan atau ingin memakai orang lain harus terkebih dahulu meminta ijin
kepada orang yang bersangkutan.

Selasa, 22 November 2021 Aku kembali di wawancara oleh Pastor Rektor Seminari.
Wawancara kali ini sangat penting bagiku dan bagi panggilanku. Setelah ditanyai oleh
Pastor Rektor, akhirnya kepastian untuk melanjut kemana harus di sampaikan. Aku
memilih melanjut ke Imam Diosesan Keuskupan Agung Medan, keuskupanku sendiri.
Setelah wawancara Aku bertekad dalam hati untuk lebih tekun dalam menjalani
kehidupan di Seminari untuk memperkuat panggillanku menjadi seorang Pastor. Agar
kelak Aku dapat menjadi seorang Pastor yang teladan bagi umat yang ku gembalakan
dimanapun Aku akan mengabdi kelak saat menjadi seorang Pastor.

Anda mungkin juga menyukai