Anda di halaman 1dari 10

APAKAH MASIH PERLU DIBERLAKUKANNYA RAZIA DI SEKOLAH ?

Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Shalom, Om Swastiastu, Namo Budaya, Salam Kebajikan.
Selamat Sejahtera bagi kita semua.
Kepada bapak dan Ibu dewan juri yang terhormat, dan kepada teman-teman
sekalian.
Izinkan kami Revi Alawiyah Muis, Mario kombes hasibuan, Anisa Cinde lestari
sebagai tim debat dari kelas XI MIPA 1, untuk menyampaikan pendapat
mengenai mosi perdebatan kali ini. Yaitu, apakah masih perlu diberlakukan razia
di sekolah?
Seperti yang Bapak Ibu dan Rekan Rekan ketahui bahwa Razia di sekolah
adalah tindakan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk
memastikan bahwa siswa tidak membawa barang-barang terlarang atau
melakukan tindakan yang melanggar aturan sekolah. Di Indonesia, razia sering
dilakukan untuk mencegah siswa membawa ponsel ke sekolah, Razia rambut
bagi Laki-Laki bahkan perempuan sekalipun,lalu pula razia untuk siswi yang
menggunakan makeup ke sekolah.
razia hadir dalam dunia pendidikan dengan tujuan memberikan efek
disiplin dan efek jera terhadap peserta didik yang melakukan pelanggaran. Razia
biasanya dilakukan oleh OSIS atau pihak sekolah seperti guru BK dan jajarannya.

PRO
Maka dari itu,dapat disimpulkan bahwa kami tim pro setuju terhadap mosi yang
diberikan dikarenakan :
1. Mencegah pelanggaran
Razia dapat mencegah pelanggaran seperti penggunaan narkoba, miras, rokok,
dan gadget secara berlebihan
2. Meningkatkan disiplin
Razia dapat meningkatkan disiplin siswa dan memberikan efek jera terhadap
pelanggaran
3. Meningkatkan kesadaran
Razia dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya aturan dan tata
tertib di sekolah
4. Meningkatkan kualitas pembelajaran
Razia dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan mencegah gangguan
dari siswa yang tidak disiplin
5. Meningkatkan keseragaman.
Razia dapat meningkatkan keseragaman siswa dalam hal penampilan seperti
seragam dan rambut
Namun, penting untuk diingat bahwa razia harus dilakukan dengan cara yang
tepat dan tidak merugikan siswa. Razia harus dilakukan dengan persiapan yang
matang dan harus ada penjelasan yang jelas mengenai alasan dan tujuan
dilakukannya razia. Selain itu, sekolah juga harus memberikan pembinaan dan
pengarahan kepada siswa mengenai penggunaan gadget yang sehat dan bijak

KONTRA
Ada beberapa alasan mengapa razia tidak perlu dilakukan di sekolah. Berikut
beberapa di antaranya:
1. Privasi
Penggerebekan dapat dianggap sebagai pelanggaran privasi, terutama jika
menyangkut barang-barang pribadi seperti ponsel dan produk perawatan kulit.
Siswa mempunyai hak atas privasi, dan sekolah harus menghormatinya.
2. Disiplin
Ada cara lain untuk menanamkan kedisiplinan pada siswa tanpa harus melakukan
penggerebekan. Guru dan staf sekolah dapat menerapkan aturan dan peraturan
yang mendorong perilaku baik dan menghormati otoritas.
3. Efektivitas
Penggerebekan mungkin bukan cara yang efektif untuk mengatasi masalah
disipliner. Siswa mungkin merasa kesal dan memberontak, dan akar penyebab
perilaku mereka mungkin tidak diatasi.
Dampak Negatif : Penggerebekan dapat berdampak negatif terhadap kesehatan
mental dan kesejahteraan siswa. Hal ini dapat menciptakan budaya ketakutan dan
ketidakpercayaan, dan siswa mungkin merasa cemas dan stres
Kesimpulannya, meskipun penggerebekan mungkin merupakan praktik umum di
masa lalu, kini terdapat banyak alasan mengapa penggerebekan tidak diperlukan
di sekolah. Sekolah dapat meningkatkan disiplin dan menghormati otoritas dengan
cara lain yang lebih efektif dan tidak terlalu invasif.
Tidak menutup kemungkinan bahwa siswa merasa risih dan tidak senang atas
aturan razia tersebut. Bahkan, beberapa siswa mengaku pernah menyembunyikan
barang-barang yang akan disita seperti parfum, ponsel dan bekerja sama dengan
pihak kantin untuk menyembunyikan barang tersebut. Bahkan, beberapa siswa
pernah menyembunyikan barang-barang tersebut di tempat yang dinilai aman
seperti tong sampah, lemari, kamar mandi bahkan dalam sepatunya.

Terlepas dari razia yang diharapkan dapat memberikan efek disiplin dan jera
terhadap peserta didik, pada realitas yang terjadi di lapangan banyak sekali siswa
yang bisa ‘lolos’ dari razia dan bahkan tidak terdeteksi. Jadi, bukan menjadi suatu
kepentingan yang sangat krusial razia bagi sebuah sistem pendidikan dalam
rangka pembentukan karakter siswa.

Razia justru membuka peluang senioritas antara pemegang jabatan di sekolah


seperti staff OSIS dengan anggota sekolah lainnya. Tak jarang bahwa anggota
OSIS yang melakukan razia terhadap rekan-rekannya, merasa senior dan merasa
berhak merampas apa yang seharusnya bukan miliknya.

Bukan hal yang mengejutkan ketika seorang siswa bekerja sama dengan anggota
OSIS untuk memberi informasi kapan dan bagaimana razia dilakukan sebelum
terselenggarakan, semacam memiliki saluran untuk mengetahui seluk beluk razia.
Hal itu tidak dapat dibenarkan karena siswa belajar kolusi sejak dini, bagaimana
siswa berusaha membujuk dan memberikan sesuatu terhadap anggota OSIS agar
memberikan informasi kapan razia dilakukan.

Bahkan, tak jarang siswa bekerja sama untuk menyembunyikan barang-barang


yang seharusnya diambil oleh pihak sekolah seperti handphone kepada anggota
OSIS agar tidak terkena imbas dari razia. Sistem razia yang terjadi pada
pendidikan di Indonesia sangat menyimpang dari nilai privasi dan bahkan mulai
tidak menormalisasi hal-hal yang seharusnya merupakan hal yang wajar.

Mengingat perkembangan zaman yang mulai tidak relevan jika dibandingkan


dengan pendidikan zaman dahulu. Sistem pendidikan dan kurikulum yang tiap
tahun mengalami perubahan, tentu tidak sebanding jika disejajarkan dengan
sistem pendidikan kini. Dahulu, sistem pendidikan terbilang cukup sederhana
sehingga pola pikir siswa masih terbatas.
terdapat beberapa cara lain yang dapat dilakukan agar lebih efektif, antara lain:
1. Membentuk tim ketertiban sekolah yang terdiri dari guru dan siswa yang
bertugas untuk menjaga ketertiban dan disiplin di sekolah[1].
2. Melakukan pengawasan dan pengendalian oleh orang tua, sekolah, dan
masyarakat sekitarnya agar mampu membina siswa dengan melakukan kegiatan
keagamaan di sekolah dan di masyarakat[1].
3. Memberikan edukasi dan bahan-bahan pendidikan yang dapat membantu siswa
memahami pentingnya berpenampilan rapi dan menjaga ketertiban di sekolah[5].

Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar razia di sekolah
dapat dilakukan dengan efektif, antara lain:
1. Memahami tujuan dari razia tersebut, apakah untuk menjaga tata tertib atau
untuk memupuk disiplin dan konsistensi[2].
2. Menjaga proporsi antara hukuman dan pendidikan, sehingga siswa dapat
memahami konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan[3].
3. Menggunakan cara-cara yang edukatif dan tidak merugikan siswa, seperti
memberikan teguran atau sanksi yang tidak merugikan siswa secara fisik atau
psikologis[3].
Dengan melakukan cara-cara tersebut, diharapkan dapat membantu menjaga
ketertiban dan disiplin di sekolah secara efektif tanpa merugikan siswa.

RAZIA HANDPHONE
PRO
Kalau razia keberadaan ponsel saya setuju. Mengapa? Karena itu bisa digunakan untuk
menyontek dan main game selama pelajaran. Mungkin bisa diterapkan cara sekolah
saya dulu dalam menangani ini. Jadi, setiap pagi, HP siswa dimasukkan ke dalam sebuah
box dan box itu kemudian ditaruh di ruang guru. Apabila dibutuhkan untuk sebuah
pelajaran, ya tinggal diambil. Tapi ya ini semua kembali ke peraturan sekolah. Apakah
semua siswa menyetujui peraturan tersebut? Kalau menyetujui ya sudah. Apabila ada
HP yang dimainkan tanpa izin, maka dapat disita dan dikembalikan kepada orang tua
nanti. Tapi ingat, hanya disita, bukan diliat isinya.
Sudah menjadi tanggung jawab guru untuk mengajar, mengevaluasi, menilai sisi kognitif,
afektif, dan psikomotor siswa dan tiap semester guru melaporkan perkembangan
prestasi dan sikap kepada orang tua.

Orang tua "meminta bantuan" guru untuk mendidik anaknya di sekolah. Dengan diberi
hak mendidik, guru berhak mengetahui seluk beluk aktivitas siswa saat di sekolah
sebagaimana orang tua berhak mengetahui apa yang dilakukan anak di rumah.

Di sekolah memiliki tata tertib yang harus ditaati warga sekolah. Jika terdapat aturan
tidak boleh membawa hp di kelas, ya wajib diikuti. Jika boleh membawa hp namun tidak
boleh dioperasikan saat pembelajaran, ya wajib diikuti.

Orang tua yang sopan tidak akan menghubungi anaknya yang sedang belajar di sekolah
melalui telepon kecuali seizin guru.

Dapatkah dibayangkan? Saat di sekolah, anak melakukan transaksi jualan online, jual
beli narkoba, prostitusi online, main game online, judi online, mengupload foto
temannya yang sedang terkantuk-kantuk, melakukan perundungan antargenk sekolah,
dan mengandalkan browsing untuk menjawab soal.

Kita tidak perlu mengkritik berlebihan kepada guru yang melakukan razia. Guru punya
kode etik, punya pembina, punya pengawas, yang juga selalu mengingatkan agar guru
dapat jadi teladan yang baik dan siap mempertanggungjawabkan tugasnya pada
masyarakat.

Kita mungkin hanya punya jempol dan mulut untuk nyiyirin guru. Namun guru punya
budi untuk menjaga anak kita di sekolah. Murid wajib mematuhi perkataan guru di
sekolah, sebagaimana mematuhi perkataan orangtua di rumah.

KONTRA

hape memang sangat berguna bagi siswa, hanya jika digunakan dengan tepat dan benar.
Masalahnya, untuk standar remaja Indonesia yang sangat labil, yang belum terlalu
paham mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah,
apakah anda yakin mereka bisa menggunakan hape mereka dengan benar? Ingat, hape
itu isinya macam-macam, yang positif dan bersifat edukatif memang banyak, tapi yang
negatif dan merusak moral dan perilaku siswa juga banyak. Jika siswanya labil dan tidak
dewasa, penggunaan hape akan lebih banyak mudaratnya (kerugiannya) daripada
maslahatnya (manfaatnya). Lagipula, kalau menurut saya, untuk pelajar level SD-SMP-
SMA belum butuh-butuh banget kok yang namanya hape, kecuali untuk menelpon
orangtua. Searching materi pelajaran di Google? Saya rasa itu tidak begitu penting. Saya
rasa buku paket yang direkomendasikan dan/atau disediakan pihak sekolah itu sudah
sangat lengkap. Cukup pelajari semua yang ada di buku. Tugas rumah dan soal ujian
tidak mungkin keluar dari apa yang diajarkan guru dan buku paket/pelajaran. Jadi
kenapa harus repot-repot cari di Google? Lain ceritanya dengan mahasiswa, mereka
dituntut untuk mandiri, satu atau dua buku tidak cukup, harus cari buku lain di
perpustakaan atau di internet, harus cari materi atau artikel tambahan di Google, dsb.
Pokoknya apa-apa cari sendiri. Nah enak banget jadi siswa bukan? Semuanya sudah
diurus sama pihak sekolah. Siswa tinggal pergi ke sekolah, perhatikan gurunya
menjelaskan saat jam pelajaran berlangsung, belajar yang rajin, dan tentu saja, patuhi
aturan yang berlaku. Jadi, kenapa harus mempermasalahkan dan meributkan aturan
razia ponsel ini? Ingatlah bahwa guru itu adalah pengganti orangtua murid di sekolah,
yang akan melindungi murid-muridnya dari hal-hal yang buruk.

jika tujuan razia HP bukan menertibkan supaya lingkungan sekolah bebas dari adanya
gangguan melainkan tujuannya malah untuk mengecek isi HP murid - murid sekolah, hal
ini jelas bentuk pelanggaran hak privasi dan ada baiknya disosialisasikan secara serius
kepada pihak orang tua langsung dibandingkan melakukan razia seenaknya.

Sebenarnya yang pantas melihat isi HP para murid tentu saja siapa lagi kalau bukan
orang tua mereka masing - masing, guru jelas tidak berhak melihat isi HP para murid
karena memang tidak pantas dan menunjukkan betapa terbiasanya budaya terlalu
pingin tau di Indonesia ini. Saya pikir memang razia HP tidak ada efesiensinya sama
sekali, hanya sekedar sensasi saja.

Kalau memang mau melarang, harus pasang peraturan tegas yang jika ketahuan murid
membawa HP atau setidaknya mengganggu aktivitas pembelajaran, HP mereka bisa
disita untuk jangka waktu tertentu dibandingkan repot - repot melakukan razia yang
menurut saya kurang efektif.

Kalau razia isi/data HP, saya tidak setuju. Mengapa? Karena ini adalah pelanggaran
privasi murid. Di dalam HP tersebut kan terdapat percakapan dengan orang lain yang
bersifat pribadi seperti curhat. Belum lagi informasi keuangan (cth. informasi kartu
kredit, OVO, GoPay, dll) yang sangat sensitif. Apabila informasi itu tersebar dan
disalahgunakan (edited), apakah yang merazia berani mempertanggungjawabkannya di
pengadilan? Kalau begitu, murid juga seharusnya mempunyai hak untuk memeriksa HP
guru karena murid juga berhak tahu apa yang dilakukan gurunya karena guru kan
seharusnya dijadikan teladan (cth. menyebarkan hoaxs, dll). Sudahlah janganlah kita
mencampuri privasi orang lain. Lagi pula, perlindungan privasi dilindungi hukum di
Indonesia:

Pasal 28G ayat 1 UUD 1945

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 tentang Perkara Pengujian


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya,
atau hubungan surat-menyuratnya, dengan sewenang-wenang, juga tidak
diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap
orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan-gangguan atau
pelanggaran seperti ini.
UU No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.

Sementara itu, “tanpa hak” maksudnya tidak memiliki hak baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun alas hukum lain yang sah, seperti perjanjian perusahaan,
atau perjanjian jual beli

RAZIA RAMBUT

PRO

pada intinya pelajar diminta untuk tetap disiplin dan fokus pada proses pembelajaran.
Oleh karenanya, kecenderungan bersolek dan kecenderungan untuk mengatur rambut
di kelas perlu dikesampingkan. Sebaliknya, murid diharapkan dapat fokus ke materi
pelajaran.

Oleh karena itu bila masih tidak dijalankan oleh murid, maka pihak sekolah berhak untuk
melakukan penindakan dengan catatan, orangtua atau wali murid telah menanda
tangani aturan yang tertulis dari sekolah sebagai bentuk dukungan. Itu baru di sekolah,
bagaimana dengan pihak berwenang di luar sekolah? Semestinya polisi atau babinsa
tidak berhak untuk melakukan penggundulan rambut murid di sekolah yang dianggap
nakal atau tidak disiplin dengan dalih apapun. Pasalnya kenakalan yang terjadi pada
anak didik mesti dicermati oleh semua pihak apakah sebagai kenakalan anak pada
usianya, atau memang sudah menjurus pada tindak kriminalitas.

KONTRA

Karna pada dasarnya sekolah adalah tempat berpendidikan yg membentuk karakter


siswa dan point inilah yang harus di improve bukan rambutnya karna di era sekarang
yang dipacu adalah dengan melihat karakter dan cara berfikir.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.ayobandung.com/netizen/pr-791645932/razia-dalam-pendidikan-apakah-
penting

https://aceh.tribunnews.com/2018/10/04/razia-narkoba-di-sekolah-mestinya-rutin-
dilakukan

https://sman27batam.com/2023/02/01/razia-smanduju-berlangsung-tertib/

https://id.quora.com/Mengapa-beberapa-sekolah-di-Indonesia-masih-mengadakan-
razia-rambut-Bukankah-gaya-rambut-tidak-berpengaruh-terhadap-kualitas-
pembelajaran

https://www.kompasiana.com/yudiyuda8644/6405670d4addee699e237102/razia-hp-
di-sekolah

https://katanetizen.kompas.com/read/2023/09/18/200816785/antara-murid-nakal-
dan-razia-rambut-di-sekolah?page=all
Razia dapat meningkatkan keseragaman siswa dalam hal penampilan seperti
seragam dan rambut
Namun, penting untuk diingat bahwa razia harus dilakukan dengan cara yang
tepat dan tidak merugikan siswa. Razia harus dilakukan dengan persiapan yang
matang dan harus ada penjelasan yang jelas mengenai alasan dan tujuan
dilakukannya razia. Selain itu, sekolah juga harus memberikan pembinaan dan
pengarahan kepada siswa mengenai penggunaan gadget yang sehat dan bijak

Anda mungkin juga menyukai