Anda di halaman 1dari 17

Prinsip Kerja Regulator Mekanik - Alternator

Sistem Pengisian atau Charging System pada mobil sangat berperan penting, selain berfungsi
untuk mengisi kembali baterai setelah digunakan oleh beberapa komponen kelistrikan juga
berfungsi untuk mengambil alih fungsi baterai pada saat mesin mencapai kecepatan
tertentu. Namun, alternator tidak konstan dalam menghasilkan tegangan, karena besarnya
tegangan yang dihasilkan alternator terpengaruhi oleh kecepatan putaran mesin. Semakin
cepat putaran mesin, semakin besar tegangan yang dihasilkan dan demikian sebaliknya.
Selain itu, besar kecilnya tegangan/arus yang dihasilkan oleh alternator berpengaruh
terhadap proses pengisian baterai. Jangan sampai baterai kehabisan muatan karena
alternator tidak mampu mengisi dengan sempurna.

Regulator Alternator¶
Banyak faktor yang mempengaruhi kestabilan alternator dalam menghasilkan energi listrik,
salah satunya adalah regulator. Regulator berperan mengatur besar kecilnya energi listrik
yang dihasilkan oleh alternator melalui pengaturan besar kecilnya tegangan dari baterai yang
masuk kedalam rotor. Ada dua jenis Regulator yang terdapat pada mobil yaitu Regulator
Mekanik (Mechanical Regulator) dan Regulator Elektronik (Electronic Regulator atau IC
Regulator), namun pada artikel ini hanya akan dibahas tentang Regulator Mekanik.

Secara umum regulator memang digunakan untuk mengatur kestabilan tegangan yang
dihasilkan oleh alternator, namun secara spesifik, regulator mengatur kekuatan medan
magnet yang dihasilkan oleh rotor. Ketika putaran mesin tinggi maka regulator menurunkan
tegangan yang masuk kedalam rotor, sehingga kekuatan kemagnetan rotor menurun. Ketika
putaran mesin rendah, regulator memberikan tegangan penuh kedalam rotor, sehingga
kekuatan kemagnetan rotor besar. Bagaimana regulator mengatur besar kecilnya tegangan
dari baterai yang masuk kedalam rotor?
1. Mesin Mati
Perhatikan Gambar 1. Pada saat mesin mati dan kunci kontak OFF, titik kontak (contact
point) A berhubungan dengan titik kontak B pada Voltage Relay. Sedangkah pada Voltage
Regulator, titik kontak 1 berhubungan dengan titik kontak 2. Tegangan belum mengalir ke
Regulator, namun pada terminal B Alternator terdapat tegangan yang berasal dari Baterai.
Tegangan dari baterai hanya sampai pada terminal B karena tertahan oleh Diode. Saat
keadaan seperti ini Diode Rectifier berfungsi untuk melindungi lilitan stator (Stator Coil)
terhadap arus balik yang berasal dari Baterai. Hal ini karena Diode adalah pintu satu arah
yang hanya bisa mengalirkan salah satu jenis tegangan. Makanya, apabila terjadi kerusakan
pada Diode (terutama short circuit) baterai akan cepat habis karena tegangan masuk
kedalam lilitan stator, bahkan dalam kondisi tertentu bisa saja lilitan stator terbakar, namun
kejadian terbakarnya lilitan stator jarang sekali terjadi.

2. Mesin Mati Kunci Kontak ON¶


Perhatikan Gambar 2. Pada saat mesin belum dihidupkan dan kunci kontak di putar ke posisi
ON, maka tegangan mengalir dari baterai menuju kunci kontak dan mengalir melewati 2 fuse
(sekring). 1 fuse digunakan sebagai pengaman terminal IG dan 1 fuse lagi digunakan sebagai
pengaman terminal
Arus mengalir melalui dua saluran yaitu:
A. Arus ke Lampu CHG (Charger Warning Lamp)
Terminal (+) Baterai → Fusible Link → Kunci Kontak (Ignition Switch) → Fuse → Lampu CHG
→ Terminal L → Titik Kontak B → Titik Kontak A → Terminal E Regulator → Massa Bodi
Maka Lampu CHG (Charger Warning Lamp) menyala yang menandakan bahwa alternator
belum menghasilkan tegangan. Jika saat kita berkendara dan tiba-tiba lampu CHG menyala,
segera perbaiki karena lampu CHG yang menyala menandakan alterator tidak menghasilkan
tegangan. Jika terus digunakan maka muatan baterai akan habis dan mesin pun berhenti
bekerja.
B. Arus ke Rotor Coil¶
Terminal (+) Baterai → Fusible Link → Kunci Kontak (Ignition Switch) → Fuse → Terminal IG
→ Titik Kontak 1 → Titik Kontak 2 → Terminal F Regulator → Terminal F Alternator → Brush
→ Slip Ring → Rotor Coil → Slip Ring → Brush → Terminal E Alternator → Massa Bodi
Maka pada Rotor Coil akan terbentuk medan magnet. Kemagnetan yang terbentuk pada
lilitan rotor masih besar karena titik kontak 1 masih berhubungan langsung dengan titik
kontak 2. Sampai disini alternator belum menghasilkan tegangan karena kemagnetan yang
terbentuk pada lilitan rotor belum diputar oleh mesin sehingga belum terjadi induksi pada
lilitan stator.
3. Mesin Hidup Putaran Idle
Perhatikan Gambar 3. Pada saat mesin hidup, maka lilitan rotor sebagai medan magnet
berputar diantara lilitan stator. Pada lilitan stator terjadi induksi sehingga dari setiap ujung-
ujung lilitan stator menghasilkan GGL (Gaya Gerak Listrik atau Electromotive Force). Arus
yang dihasilkan dari 3 ujung lilitan stator kemudian di searahkan (arus diubah dari AC
menjadi DC) oleh diode rectifier dan keluar melalui terminal B. Arus dari terminal B inilah
yang kemudian digunakan untuk mengisi baterai atau digunakan secara langsung oleh Load
(beban kelistrikan kendaraan).
Perhatikan aliran tegangan dari Alternator berikut ini:

A. Tegangan Netral
Tegangan netral adalah tegangan yang bernilai setengah jika diambil dari dari setiap 3 ujung
lilitan stator. Tegangan ini hanya digunakan untuk mengisi lilitan voltage relay pada regulator.
Perhatikan aliran tegangan dibawah ini:

Terminal N Alternator → Terminal N Regulator → Voltage Relay → Massa Bodi

Maka pada lilitan voltage relay akan terbentuk kemagnetan. Kemagnetan yang terbentuk
pada lilitan voltage relay digunakan untuk menarik titik kontak B. Sehingga titik kontak B
terlepas dari titik kontak A dan kemudian berhubungan dengan titik kontak C. Ketika titik
kontak B terlepas dari titik kontak A maka Lampu CHG (dari terminal L) akan kehilangan
massa bodi, hal ini menyebabkan lampu CHG padam. Sedangkan titik kontak B berhubungan
dengan titik kontak C yang berasal dari terminal B alternator. Tegangan yang berasal terminal
B regulator kemudian masuk ke dalam lilitan voltage regulator maka pada lilitan voltage
regulator terbentuk kemagnetan. Tegangan dari B alternator yang mengisi kedalam lilitan
voltage regulator mengalami perubahan sesuai dengan putaran mesin, sehingga sifat
kemagnetan yang terbentuk pada lilitan voltage relay pun akan berubah. Sampai disinilah
voltage relay bekerja. Voltage relay akan tetap dalam kondisi seperti ini selama mesin
berjalan, baik dalam putaran idle, putaran menengah, hingga putaran tinggi. Sehingga dalam
penjelasan berikutnya, voltage relay tidak akan dibahas lagi. Sederhananya, voltage relay
digunakan untuk mengatur menyala dan padamnya lampu CHG, serta mengaktifkan
kemagnetan didalam lilitan voltage regulator dengan cara menghubungan ujung lilitan
voltage regulator dengan terminal B yang berasal dari alternator.

B. Tegangan Yang Keluar (Output Voltage)¶


Ketika terjadi induksi pada lilitan stator maka pada setiap ujung lilitan stator menghasilkan
arus begitupun pada terminal N (Netral). 3 ujung lilitan stator menghasilkan arus dengan
jenis arus AC, dan kemudian disearahkan oleh diode rectifier. Dari setiap 3 buah diode
rectifier disatukan dalam satu ujung, ujung keluaran yang menuju ke terminal B dan ujung
keluaran yang menuju ke terminal E. Terminal E kemudian disatukan dengan massa bodi
kendaraan, sedangkan terminal B kemudian dialirkan menuju ke dua saluran, yaitu:
Ke Baterai
Lilitan Stator → Diode Rectifier → Terminal B Alternator → Terminal (+) Baterai

Maka terjadi proses pengisian (charge) pada baterai. (Mengenai proses elektrolisa pengisian
pada baterai akan dibahas pada artikel terpisah)

Ke Regulator
Lilitan Stator → Diode Rectifier → Terminal B Alternator → Terminal B Regulator → Voltage
Regulator (melalui pertemuan titik kontak B dengan titik kontak C) → Terminal E Regulator →
Massa Bodi

Lilitan Voltage Regulator mendapat tegangan dari terminal B alternator maka terbentuk
kemagnetan pada lilitan. Namun sifat kemagnetan lilitan voltage regulator belum mampu
menarik titik kontak 2 untuk terlepas dari titik kontak 1, hal ini karena mesin masih berputar
lambat (idle).

4. Putaran Idle ke Putaran Menengah


Perhatikan Gambar 4. Dari mulai putaran idle, putaran menengah hingga ke putaran tinggi,
bahasan terkonsentrasi pada voltage regulator. Tegangan yang dikeluarkan alternator melalui
terminal B kemudian masuk kedalam regulator melalui terimal B regulator dan mengisi lilitan
voltage regulator. Arus medan (field current) yang ke rotor dikontrol dan disesuaikan dengan
tegangan yang dikeluarkan terminal B yang beraksi pada voltage regulator. Pengaturan besar
arus medan (untuk pembentukan magnet) yang masuk ke dalam rotor diatur dengan arus
yang melewati resistor (R) atau langsung tanpa melewati resistor. Arus akan melewati
resistor atau tidak melewati resistor tergantung posisi titik kontak 2.
5. Putaran Menengah ke Putaran Tinggi¶
Perhatikan Gambar 5. Jika putaran mesin bertambah maka arus yang dihasilkan oleh stator
coil pun akan bertambah, dan sifat kemagnetan pada voltage regulator menjadi lebih kuat.
Dengan sifat kemagnetan yang lebih kuat pada voltage regulator membuat arus medan yang
ke rotor coil akan mengalir terputus-putus (intermittenly). Hal ini terjadi karena titik kontak 2
dari voltage regulator kadang-kadang berhubungan dengan titik kontak 3 (yang menuju ke
massa bodi). Walaupun titik kontak 2 kadang berhubungan dengan titik kontak 3 pada
voltage regulator, namun titik kontak B pada voltage relay tidak akan terlepas dari titik
kontak C, karena tegangan N (Netral) terpelihara dalam sisa flux dari rotor.

Pembatasan dan Kehilangan Arus Medan


Pada saat mesin mencapai putaran tinggi, maka arus yang akan masuk kedalam rotor coil
sebagian akan dibuang untuk membatasi arus medan. Dalam hal ini arus yang akan masuk
kedalam rotor coil bisa saja dialirkan dan atau dibuang. Proses pengaliran dan pembuangan
arus medan terjadi secara bergantian, dengan rincian aliran sebagai berikut:

1. Pembatasan Arus Medan


Pembatasan arus medan dilakukan oleh Resistor, hal ini terjadi karena titik kontak 2 tertarik
oleh kemagnetan yang cukup besar dari voltage regulator seiring dengan pertambahan
putaran mesin, hingga terlepas dari titik kontak 1. Namun titik kontak 2 belum berhubungan
dengan titik kontak 3 (titik kontak 2 mengambang diantara titik kontak 1 dan titik kontak 3).
Arus yang berasal dari terminal IG regulator menuju rotor coil akan tertahan oleh Resistor.
Perhatikan aliran arus medan dibawah ini:

Terminal B Alternator → Ignition Switch → Fuse → Terminal IG Regulator → Resistor (R) →


Terminal F Regulator → Terminal F Alternator → Rotor Coil → Terminal E Alternator → Massa
Bodi

2. Pembuangan Arus Medan


Pada saat arus yang dihasilkan terminal B alternator bertambah lebih besar lagi seiring
dengan pertambahan putaran mesin, maka sifat kemagnetan pada voltage regulator
semakin kuat, hingga mampu menarik titik kontak 2 berhubungan titik kontak 3. Saat titik
kontak 2 berhubungan dengan titik kontak 3 maka arus yang melewati Resistor akan dibuang
ke massa bodi tanpa dialirkan kedalam rotor coil.

Perhatikan aliran arus medan dibawah ini:

Terminal B Alternator → Ignition Switch → Fuse → Terminal IG Regulator → Resistor (R) →


Titik Kontak 2 → Titik Kontak 3 → Terminal E Regulator → Massa Bodi

Ketika arus medan rotor ini dibuang ke massa, maka hilang kemagnetan pada rotor coil.
Ketika kemagnetan menghilang maka tegangan yang dihasilkan stator coil akan turun drastis,
ketika terjadi penurunan tegangan maka sifat kemagnetan pada voltage regulator akan
menghilang. Kehilangan sifat kemagnetan membuat kontak 2 akan kembali ke posisi semula
(ke kontak 1), namun baru saja lepas dari kontak 3, tegangan sudah dihasilkan lagi oleh
stator coil. Ketika putaran mesin tinggi, kejadian putus sambung antara kontak 2 dengan
kontak 3 terus berlangsung. Hal ini tentu akan menjaga kenaikan/lonjakan tegangan listrik
dari stator coil yang melebihi kemampuan sistem kelistrikan.
Pengertian sistem pengisian
Sebenarnya, pada mobil terdapat baterai yang dimanfaatkan sebagai sumber listrik. Akan
tetapi, daya baterai ini terbatas. Diperlukan adanya sistem pengisian untuk menyalurkan
listrik ke daya baterai yang sudah habis.
Fungsi utama sistem pengisian adalah menghasilkan energi listrik yang dibutuhkan untuk
menghidupkan sejumlah perangkat dalam mobil. Misalnya seperti lampu, audio, dan klakson
mobil. Semua komponen ini tidak bisa berfungsi kalau tidak ada asupan listrik yang
memadai. Sistem pengisian listrik baru akan berjalan ketika mesin mobil sudah dihidupkan.
Bisa dibilang, sistem pengisian adalah salah satu sistem terpenting pada mobil. Adanya
gangguan pada sistem pengisian akan menghambat arus listrik dan membuat mobil tidak
bisa dipakai.

Komponen sistem pengisian IC regulator


Ada beberapa komponen yang menjadi bagian dari sistem pengisian. Akan tetapi, salah satu
komponen yang termasuk komponen utama sistem pengisian adalah alternator dan
regulator. Berikut ini penjelasannya.

1. Alternator
Seperti yang telah dijelaskan di awal, alternator memiliki fungsi utama untuk menyediakan
arus listrik. Arus listrik dari alternator didapatkan dari energi kinetik yang diubah menjadi
listrik.

Di dalam alternator terdapat beberapa komponen lain yang saling bekerja sama dalam
menyediakan arus listrik. Beberapa komponen alternator meliputi:

Rotor untuk menciptakan gelombang elektromagnetik


Dioda untuk mengarahkan arus listrik
Stator untuk menciptakan arus bolak balik
Puli untuk menerima putaran dari tali kipas
Fan untuk pendingin alternator
Bearing untuk memastikan rotor berputar dengan halus
Arus listrik yang dihasilkan dari bearing akan disalurkan ke komponen lain dalam sistem
pengisian. Tapi, sebelum mencapai ke komponen lain, listrik dari alternator akan terlebih
dahulu dikelola pada komponen regulator.

2. Regulator
Regulator merupakan komponen sistem pengisian yang bekerja dalam mengatur atau
mengontrol besaran arus listrik yang dihasilkan. Tujuannya supaya sistem pengisian mobil
tidak berlebihan.

Besaran arus listrik yang sudah dikendalikan oleh regulator nantinya akan disalurkan ke
komponen rotor coil. IC regulator adalah salah satu jenis regulator yang sering dipakai pada
sistem pengisian mobil.
Dibandingkan dengan regulator konvensional yang umum digunakan pada mobil lama, IC
regulator dipercaya mampu menghasilkan output yang lebih baik dan mampu
mengendalikan temperatur agar sistem pengisian tidak overheat.

3. Komponen lainnya pada sistem pengisian


Komponen yang termasuk komponen utama sistem pengisian adalah alternator dan
regulator. Akan tetapi, selain kedua komponen tersebut, masih ada lagi beberapa komponen
lain dalam sistem pengisian

Salah satunya adalah baterai atau accu, yaitu sumber energi listrik yang utama pada mesin
mobil. Baterai atau accu tidak bisa bertahan lama tanpa didukung dengan adanya sistem
pengisian.

Selain itu, ada juga ampere untuk mengukur besaran arus listrik, sekering atau fuse untuk
mencegah korsleting pada sistem pengisian, dan lampu indikator untuk menunjukkan
adanya masalah pada sistem pengisian.

Cara kerja sistem pengisian IC regulator


Sebenarnya, cara kerja sistem pengisian pada setiap mobil berbeda. Tapi, sebagai gambaran
umum, berikut ini skema IC regulator alternator mobil yang biasanya diterapkan.

1. Sistem pengisian menyala bersamaan dengan mesin mobil


Begitu kunci mobil dimasukkan dan mesin mobil berada pada posisi ‘ON’, maka sistem
pengisian juga akan menyala secara otomatis. Ini adalah tahap awal dari rangkaian proses
pengisian.

Saat sistem pengisian baru dinyalakan, arus listrik pertama akan dijalankan melalui baterai
atau accu. Listrik tersebut disalurkan ke bagian lampu pengisian.

2. Pengisian baterai saat mobil melaju di kecepatan rendah


Setelah pengisian pertama melalui baterai, mobil sudah bisa digunakan untuk berkendara.
Ketika mobil dibawa melaju di kecepatan rendah atau menengah, proses pengisian baterai
akan dimulai.

Di tahap ini, stator pada alternator akan menghasilkan tegangan yang disalurkan ke regulator
dan baterai. Sebelum sampai ke baterai, tegangan listrik dari alternator sudah dikendalikan
terlebih dahulu dengan skema IC regulator.

3. Arus listrik semakin kuat seiring dengan kecepatan tinggi


Begitu mobil dibawa untuk berkendara di kecepatan tinggi, arus listrik yang dihasilkan juga
akan semakin kuat. Ini bisa terjadi karena putaran mesin juga semakin cepat, menyebabkan
jumlah tegangan yang dihasilkan juga semakin besar.

Secara garis besar, skema atau cara kerja alternator ke IC regulator dimulai begitu mesin
mobil dinyalakan. Setelah itu, sistem pengisian ini akan berhenti secara otomatis begitu
mesin mobil dimatikan.
Cara Memeriksa Relay Yang Baik Dan Benar ( Mengetahui Kerusakan )
Layaknya seperti saklar-saklar pada sistem kelistrikan pada mobil yang berfungsi memutus
dan menghubungkan yang sering mengalami kerusakan karena terbakar atau sejenisnya,
maka relay juga mengalami hal yang demikian karena fungsinya yang hampir mirip dengan
saklar. Relay yang bekerja berdasarkan kemagnetan sering mengalami putus atau terbakar
pada kontak point nya. Akibatnya relay rusak dan tidak dapat mengalirkan tegangan ke
beban.

Secara umum, relay yang digunakan pada bidang otomotif atau yang terpasang pada mobil
terbagi menjadi 3 (tiga ) jenis yaitu :
1. Relay Normali Open ( NO )
Pada kondisi normal, jenis relay ini saklarnya terbuka ( terputus ). Sedangkan jika sudah
dialiri oleh arus maka saklar menjadi tertutup akibat adanya kemagnetan didalamnya
yang menarik saklar menjadi terhubung.

2. Normali Closed ( NC )

Jenis relay ini keterbalikan dari Normali Open. Yang mana pada kondisi normal, saklar
terututup ( terhubung). Sednagkan jika dialiri oleh arus listrik, saklarnya menjadi terbuka
akibat dari gaya magnet yang menarik saklar menjadi terbuka.
3. Relay Double Throw

Jenis relay ini adalah gabungan antara relay Normali Open dan Normali Closed. Yang
mana didalam rangkaian relay tersebut terdapat satu saklar yang dapat terhubung pada
dua contak poin tergantung dari kemagnetan yang terjadi.

Oleh sebab itu, sebelum kita memeriksa kondisi relay apakah baik atau tidak maka kita
harus mengetahui jenis relay yang digunakan pada mobil tersebut. Dengan demikian,
kita akan mudah untuk memeriksa kondisi relay tersebut.

Dan perlu anda ketahui bahwa antara relay, fuse dan fusible link adalah komponen yang
berbeda dan memiliki fungsi berbeda pula.

Untuk memeriksa relay, anda harus mempersiapkan beberapa hal yaitu :

Baterai dengan tegangan 12 Volt


AVO Meter ( Skala Ohm / Hambatan )
Kabel secukupnya.
A. Memeriksa Jenis Relay Normali Open
Periksalah kumparan lilitan relay dengan menggunakan skala Ohm meter yang
dihubungkan pada terminal 85 dan 86. Jika tahanannya ada ( misal 0,03 Ohm ) maka
lilitan kumparan dalam keadaan baik.
Setelah dipastikan kumparan dalam kondisi OK, selanjutnya hubungkan kontak point 85
pada negatif baterai, sedangkan 86 ke positif baterai.
Setelah kedua terminal dihubungkan pada baterai, selanjutnya adalah ukur tahanan
antara kontak point 30 dan 87. Kontak point 30 dan 87 harus terbuhung, ini bisa kita lihat
dengan mengukur tahanannya ( misal 0,05 Ohm ) maka kesimpulannya relay pada
kondisi baik.

B. Memeriksa Jenis Relay Normali Closed


Periksalah kumparan lilitan relay dengan menggunakan skala Ohm meter yang
dihubungkan pada terminal 85 dan 86. Jika tahanannya ada ( misal 0,03 Ohm ) maka
lilitan kumparan dalam keadaan baik.
Setelah dipastikan kumparan dalam kondisi OK, selanjutnya hubungkan kontak point 85
pada negatif baterai, sedangkan 86 ke positif baterai.
Setelah kedua terminal dihubungkan pada baterai, selanjutnya adalah ukur tahanan
antara kontak point 30 dan 87. Kontak point 30 dan 87 harus terputus, ini bisa kita lihat
dengan cara mengukur tahannya. Yang mana nilai tahannya harus tidak ada ( tidak
terhingga ).
C. Memeriksa Jenis Relay Normali Closed

Periksalah kumparan lilitan relay dengan menggunakan skala Ohm meter yang
dihubungkan pada terminal 85 dan 86. Jika tahanannya ada ( misal 0,03 Ohm ) maka
lilitan kumparan dalam keadaan baik.
Setelah dipastikan kumparan dalam kondisi OK, selanjutnya hubungkan kontak point 85
pada negatif baterai, sedangkan 86 ke positif baterai.
Kontak point 30 dan 87 a harus ada hubungan pada saat relay tidak dihubungkan dengan
baterai
Sedangkan pada saat relay dihubungkan dengan baterai, maka kontak point 30 dan 87 a
menjadi terputus, yang mana kontak poin 30 menjadi terhubung ke kontak point 87 b.

Demikianlah cara mudah memeriksa relay dengan baik dan benar yang dapat anda
lakukan sendirian. Karena pemeriksaan relay yang salah tidak mengakibatkan kerusakan
ataupun ledakan. Jadi anda bisa mencoba untuk memeriksa relay kendaraan anda tanpa
harus membawanya ke bengkel. Dengan catatan anda harus memiliki alat – alat yang
diperlukan pada saat pemeriksaan.
Pemeriksaan motor starter
Pada kendaraan mobil kebanyakan saat ini hanya memakai starter tipe elektrik. Di
komponen motor starter elektrik terdapat beberapa komponen yang terdiri dari yoke
and pole, kumparan medan (field coil), armature, pinion gear, magnetic switch, brush,
tuas pendorong, armature brake, kopling geser dan lain sebagainya. Komponen tersebut
apabila salah satu rusak atau tidak berfungsi dengan normal akan mengakibatkan
terganggu atau bahkan tidak berfungsinya sistem motor starter pada mobil atau motor.
Sehingga perlunya pemeriksaan dan perawatan pada motor starter agar kerja dari sistem
secara optimal. Berikut ini merupakan langkah pemeriksaan dan perawatan pada motor
starter:
PENGETESAN DAN PENGUJIAN
Setelah menyiapkan alat dan bahan, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan
pengujian dan pengetasan kondisi awal dari motor starter bekerja. Sebelum
dilakukannya pembongkaran pada motor starter dilakukannya pengetesan awal pada
motor starter untuk dapat mendiagnosis kerusakan pada starter.

Berikut ini beberapa pengetesan dan pengujian starter adalah:


1.Pull in Coil Test
Pull in Coil Test ini berfungsi untuk mengetahui apakah kumparan untuk Pull in Coil di
dalam magnetic switch ini masih bisa menarik plunger ke dalam magnetic switch atau
tidak. Ketika plunger tertarik kedalam, maka Pinion Gear akan bergerak kearah luar
mendekati ring gear.
Langkah dalam pengetasan pull in coil adalah melepas mur pada terminal C motor
starter kemudian lepas kabel yang menempel pada terminal C tersebut. Kemudian
hubungkan negatif baterai dengan body motor starter dan baut terminal C. Bagian
positif baterai dihubungkan ke terminal 50 motor starter. Perhatikan gambar dibawah ini
mengenai pull in coil test:
Hasil setelah pemeriksaan:

Apabila pinion gear bergerak ke arah luar maka kondisi dari kumparan pull in coil
(kumparan penarik) masih dalam keadaan bagus/baik.

Catatan: Saat pengetesan ini lebih baik dilakukan kurang dari sepuluh (10) detik agar
menghindari kerusakan komponen elektrik pada motor starter.

Saata melakukan pull in coil test, juga dapat sekaligus melakukan pemeriksaan pinion
gap stater motor. Pinion gap berfungsi mencegah kerusakan pinion gear saat terjadi
kontak dengan ring gear. Ukuran dari pinion gap stater motor berbeda-beda tergantung
dari tipe motor starter dan jenis mobilnya. Standar ukuran pinion gap starter motor ini
berkisar diantara 0,05 mm - 0,2 mm. Apabila kurang dari 0,05 mm pinion gear dapat
mengakibatkan macet, sedangkan jika lebih dari 0,2 mm maka pinion gear dapat cepat
aus dan rusak.

2. Hold In Coil Test

Setelah pengetesan pull in coil dilanjutkan dengan pengetesan hold in coil. Setelah
pinion gear bergerak kearah luar/maju kemudian segera lepaskan kabel negatif baterai
yang menuju ke terminal C. Dengan cara melepas salah satu kabel dari negatif baterai
yaitu kabel yang menuju ke terminal C motor starter maka akan mengakibatkan pinion
gear harus tetap pada posisi keluar/maju. Perhatikan gambar dibawah ini mengenai hold
in coil test:
Pemeriksaan hold in coil test berguna untuk memeriksa kondisi kumparan hold in coil.
Apabila pinion gear tetap berada diluar dan tidak kembali masuk, maka kondisi dari hold
in coil dalam keadaan baik.
Hasil setelah pemeriksaan:

Saat kondisi hold in coil aktif dan bekerja, kondisi pinion gear harus tetap pada posisi
keluar dan tertahan (hold). Jika pinion gear kembali masuk setelah kabel pada terminal C
dilepas maka dapat kemungkinan hold in coil rusak

3. Plunger Return Test


Pemeriksaan plunger return test masih melanjutkan dari langkah sebelumnya. Setelah
melepas kabel negatif baterai dari terminal C untuk hold in coil test, langkah selanjutnya
adalah melepaskan kabel negatif baterai yang menempel pada massa motor starter.
Perhatikan pada gambar dibawah ini mengenai plunger return test:

Hasil setelah pemeriksaan:


Sesaat setelah negatif kabel baterai dilepas dari bodi motor starter, maka pinion gear
harus langsung bergerak masuk kedalam starter motor menuju ke posisi awal.
PENGETESAN MOTOR STARTER
Langkah pertama untuk pengetesan motor starter tanpa beban yaitu, hubungkan kabel
negatif baterai ke bodi motor starter. Berikutnya, hubungkan kabel positif baterai ke
ampere meter dan kaki ampere meter lainnya ke terminal 30. Kemudian hubungkan juga
kabel dari terminal 30 ke terminal 50. Perhatikan pada gambar dibawah ini untuk
pengetesan motor starter tanpa beban:
Saat diuji sesuai dengan rangkaian gambar diatas, maka pinion gear akan bergerak maju
dan motor starter akan berputar kencang.
Hasil setelah pemeriksaan:
Motor starter harus dapat berputar dengan lembut dan gigi pinion bergerak keluar.
Lihatlah buku petunjuk perbaikan untuk mengetahui seberapa arus yang mengalir.

Anda mungkin juga menyukai