Anda di halaman 1dari 5

Working with Probability

Pada bagian ini, kita akan mempelajari beberapa aturan peluang yang sering
digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Berikut adalah beberapa aturan
peluang, yaitu:

1. Untuk setiap kejadian A berlaku, 0 ≤ P ( A ) ≤ 1.


Peluang kejadian A dinyatakan dengan P(A).
n( A)
P ( A )=
n(S)
Keterangan:
n(A) : banyaknya hasil kejadian A
n(S) : banyaknya semua hasil yang mungkin
Oleh karena A ⊂ S, maka n( A)≤ n(S). Akibatnya P( A)≤1.
Keadaan khusus:
a. Diketahui A = ∅ , maka n(A) = 0. Jadi, P(A) = 0. Keadaan ini disebut
kemustahilan.
b. Diketahui A = S, maka n(A) = n(S). Jadi, P(A) = 1. Keadaan ini disebut kepastian.

Dari semua kemungkinan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Besarnya peluang suatu kejadian berkisar antara 0 dan 1.


b. Peluang suatu kejadian 0 jika terjadi kemustahilan.
c. Peluang suatu kejadian 1 jika terjadi kepastian.
d. Untuk setiap kejadian A berlaku:

0 ≤ P( A )≤ 1

Besarnya peluang suatu kejadian dapat ditunjukkan pada garis bilangan seperti pada
gambar berikut:

2. Untuk ruang sampel S berlaku, P ( S )=1.


Ruang sampel merupakan himpunan dari semua hasil yang mungkin muncul pada
suatu percobaan. Ruang sampel dilambangkan dengan S. Setiap hasil yang mungkin
muncul pada ruang sampel (S) memiliki peluang untuk terjadi dan jumlah semua
probabilitas akan selalu sama dengan 1.

Sehingga, dapat dituliskan sebagai berikut:

P ( S )=1

3. Untuk dua kejadian yang saling lepas A dan B berlaku, P ( A ∪ B )=P ( A ) + P ( B ) .


Perhatikan gambar berikut!

Misalkan A dan B adalah dua kejadian yang berada dalam ruang sampel S. Dua
kejadian A dan B dikatakan saling lepas jika kejadian A dan kejadian B tidak terjadi
secara bersama-sama. Artinya, berlaku A ∩ B= ∅. Hal ini menunjukkan bahwa
kejadian A dan kejadian B adalah dua kejadian saling lepas, maka
P ( A ∩B )=P ( ∅ )=0 .
Dengan mengingat kembali pengetahuan mengenai teori himpunan bahwa bila A dan
B dua himpunan dalam himpunan semesta S, gabungan dari A dan B adalah
himpunan baru yang anggotannya terdiri atas anggota A atau anggota B, atau anggota
keduanya ditulis A ∪ B= { x ∈ A atau x ∈ B }.
Banyaknya anggota himpunan A ∪ B adalah:
n ( A ∪ B )=n ( A )+ n ( B ) −n ( A ∩B )
Sehingga, peluang kejadian A ∪ B dirumuskan sebagai berikut:

P ( A ∪ B )=P ( A ) + P ( B )

Keterangan:
P(A) = peluang kejadian A
P(B) = peluang kejadian B
P(A ∪ B) = peluang kejadian A atau B
Penjelasan lahirnya rumus tersebut adalah sebagai berikut:
Pada penjelasan sebelumnya kita telah tahu bahwa:
n ( A ∪ B )=n ( A )+ n ( B ) −n ( A ∩B )
Bila kedua ruas persamaan dibagi dengan n(S), maka diperoleh:
n( A ∪ B) n( A) n( B) n( A ∩ B)
= + −
n(S) n(S) n(S) n(S)
Sehingga,
P ( A ∪ B )=P ( A ) + P ( B ) −P ( A ∩ B )
Kemudian, substitusikan nilai P ( A ∩B )=P ( ∅ )=0 , maka diperoleh:
P ( A ∪ B )=P ( A ) + P ( B ) −0
Sehingga,
P ( A ∪ B )=P ( A ) + P ( B )

4. Untuk dua kejadian yang tidak saling lepas A dan B berlaku,


P ( A ∪ B )=P ( A ) + P ( B ) −P ( A ∩ B ) .
Perhatikan gambar berikut!

Misalkan A dan B adalah dua kejadian yang berada dalam ruang sampel S. Dua
kejadian A dan B dikatakan tidak saling lepas jika kejadian A dan kejadian B dapat
terjadi secara bersama-sama.
Dengan mengingat kembali pengetahuan mengenai teori himpunan bahwa bila A dan
B dua himpunan dalam himpunan semesta S, gabungan dari A dan B adalah
himpunan baru yang anggotannya terdiri atas anggota A atau anggota B, atau anggota
keduanya ditulis A ∪ B= { x ∈ A atau x ∈ B }.
Banyaknya anggota himpunan A ∪ B adalah:
n ( A ∪ B )=n ( A )+ n ( B ) −n ( A ∩B )
Sejalan dengan himpunan gabungan tersebut, karena ada keterkaitan antara teori
himpunan dengan teori probabilitas, kita dapat merumuskan kejadian gabungan A dan
B, yaitu kejadian A ∪ B pada ruang sampel S. Bila A dan B kejadian sembarang pada
ruang sampel S, gabungan kejadian A dan B yang ditulis A ∪ B adalah kumpulan
semua titik sampel yang ada pada A atau B atau pada kedua-duanya. Kejadian A ∪ B
disebut kejadian majemuk. Dengan demikian dapat dikatakan, kejadian A ∪ B yaitu
kumpulan titik sampel yang ada pada A dan B. Probabilitas kejadian A ∪ B
dirumuskan sebagai berikut:

P ( A ∪ B )=P ( A ) + P ( B ) −P ( A ∩ B )

Keterangan:
P(A) = peluang kejadian A
P(B) = peluang kejadian B
P(A ∪ B) = peluang kejadian A atau B
P(A ∩ B) = peluang kejadian A dan B
Penjelasan lahirnya rumus tersebut adalah sebagai berikut:
Pada penjelasan sebelumnya kita telah tahu bahwa:
n ( A ∪ B )=n ( A )+ n ( B ) −n ( A ∩B )
Bila kedua ruas persamaan dibagi dengan n(S), maka diperoleh:
n( A ∪ B) n( A) n( B) n( A ∩ B)
= + −
n(S) n(S) n(S) n(S)
Sehingga,
P ( A ∪ B )=P ( A ) + P ( B ) −P ( A ∩ B )

5. Untuk sebarang kejadian A berlaku, P ( A ) + P ( A ' )=1 . Dengan kata lain,

P ( A ' )=1−P ( A ).
Komplemen suatu kejadian A terjadi sama artinya dengan kejadian A tidak terjadi.
Komplemen kejadian A ditulis A'. Misalkan m adalah banyaknya hasil kejadian A dan
n adalah banyaknya semua hasil yang mungkin, maka dapat dituliskan sebagai
berikut:
Misal:
n ( A ) =m
n ( S )=n
Maka dapat diperoleh, n ( A' ) =n−m
Peluang kejadian A dinyatakan dengan P(A).
Sehingga,
n( A) m
P ( A )= =
n(S) n
n( A ' ) n−m
P ( A ' )= =
n(S) n
Maka,
m n−m m+n−m n
P ( A ) + P ( A )=
'
+ = = =1
n n n n
Jadi, dapat disimpulkan bahwa peluang kejadian bukan A (komplemen A) = 1 –
peluang kejadian A, atau dapat dituliskan sebagai berikut:

P ( A ' )=1−P ( A )

Anda mungkin juga menyukai