Anda di halaman 1dari 29

PANDUAN PRAKTIKUM

ILMU DAN TEKNOLOGI DAGING, TELUR, SUSU, KULIT (DTSK)

DISUSUN OLEH:
Mikael Sihite, S.Pt., M.Si.
Farida, S.Gz., M.P.H.
Anggi Widyastuti
Muhamad Fauzi
Dewi Fatmasari
Umi Shofiya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
MAGELANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga buku panduan praktikum Ilmu dan Teknologi Daging,
Telur, Susu, Kulit (DTSK) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Tidar dapat dilaksanakan. Buku panduan ini merupakan arahan untuk
penyelenggaraan praktikum mata kuliah Ilmu dan Teknologi Daging, Telur, Susu,
Kulit (DTSK) sehingga praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan tertib dan
baik. Hal ini dikarenakan praktikum memiliki kedudukan yang sangat penting
untuk mencapai sebuah capaian pembelajaran pada Program Studi Peternakan.
Panduan praktikum mata kuliah Ilmu dan Teknologi Daging, Telur, Susu,
Kulit (DTSK) ini berisi tentang dasar teori, tujuan praktikum, bahan dan alat-alat
praktikum yang dibutuhkan serta prosedur kerja dalam praktikum. Penyusunan
buku panduan praktikum bertujuan untuk mempermudah praktikan dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan praktikum. Penulis menyadari isi dari
buku panduan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik serta saran yang
membangun sangat dibutuhkan dalam penulisan ini. Penulis sangat mengharapkan
bahwa informasi yang diberikan dalam bentuk buku panduan praktikum sangat
bermanfaat untuk praktikan dan pembaca yang lain.

Magelang, 15 Februari 2023

Asisten Praktium

ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Peserta praktikum Ilmu dan Teknologi Daging, Telur, Susu, Kulit (DTSK)
adalah mereka yang telah terdaftar di Program Studi Peternakan, Fakultas
Pertanian, Universitas Tidar.
2. Praktikan harus bersikap baik dalam menjalankan praktikum:
a. Mengikuti kegiatan saat masuk ke ruang laboratorium secara tepat waktu;
b. Apabila praktikan tidak bisa hadir harus memberitahukan kepada asisten dan
mengikuti kegiatan praktikum di kelas selanjutnya;
c. Wajib mengisi form absensi yang diberikan saat praktikum berlangsung;
d. Sebelum pelaksanaan praktikum, hendaknya praktikan telah memahami dan
menguasai acara praktikum yang akan dilaksanakan (akan diadakan test, baik
bersifat pengetahuan umum maupun yang berhubungan dengan acara
praktikum, setelah atau sebelum praktikum).
3. Praktikan hadir tepat waktu, keterlambatan lebih dari 15 menit tidak diijinkan
mengikuti praktikum.
4. Praktikan menyediakan sendiri alat tulis untuk keperluan mencatat dan
menggambar hasil pengamatan.
5. Seluruh acara praktikum yang ada harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.
6. Laporan akhir harus sudah dikumpulkan paling lambat satu minggu sebelum
dilaksanakan response. Bagi yang mengumpulkan laporan terlambat akan
dikenakan sanksi berupa pengurangan nilai.
7. Penilaian oleh asisten praktikum ini meliputi keterampilan, test, tugas, laporan,
presentasi kehadiran dan responsi.
8. Bila tidak dapat mengikuti praktikum, praktikan diwajibkan membuat surat izin
atau menyerahkan surat keterangan dokter bila praktikan tidak dapat mengikuti
praktikum karena sakit.
9. Acara praktikum susulan (inhal) PADA PRINSIPNYA TIDAK ADA, namun
dengan alasan khusus pelaksanaan dapat bertukar jadwal dengan praktikan lain.
Praktikan yang bertukar jadwal harus menyertakan surat tukar jadwal.
10. Praktikan dua kali berturut-turut tidak mengikuti acara praktikum tanpa alasan
yang jelas dinyatakan hilang hak praktikumnya.

iii
11. Proporsi penilaian oleh asisten dalam praktikum meliputi:
a. Asistensi : 5%
b. Kuis : 10%
c. Kehadiran : 5%
d. Praktikum : 30%
e. Laporan : 25%
f. Keaktifan : 5%
g. Responsi : 20%
12. Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan ditentukan dikemudian
hari.

iv
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... v
ACARA 1 .......................................................................................................................... 1
UJI KUALITAS TELUR ................................................................................................ 1
1.1. Landasan Teori ...................................................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................................................... 3
1.3 Alat dan Bahan ....................................................................................................... 3
1.4 Prosedur Praktikum ............................................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 5
ACARA 2 .......................................................................................................................... 6
PENGOLAHAN KULIT SECARA SEDERHANA ................................................... 6
1.1 Landasan Teori ....................................................................................................... 6
1.2 Tujuan...................................................................................................................... 7
1.3 Alat dan Bahan ....................................................................................................... 7
1.4 Prosedur Praktikum ............................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 9
ACARA 3 ........................................................................................................................ 10
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAGING DAN UJI KUALITAS FISIK
DAGING (SAPI, AYAM, DAN KAMBING)........................................................... 10
1.1 Landasan Teori ..................................................................................................... 10
1.2 Tujuan.................................................................................................................... 12
1.3 Alat dan Bahan ..................................................................................................... 12
1.3.3 Uji pH Daging ............................................................................................ 12
1.3.4 Uji Daya Ikat Air Daging .......................................................................... 13
1.3.5 Uji Kadar Air Daging ................................................................................ 13
1.4 Prosedur Praktikum ............................................................................................. 13
1.4.3 Uji pH Daging ............................................................................................ 14
1.4.4 Uji Daya Ikat Air Daging .......................................................................... 14
1.4.5 Uji Kadar Air Daging ................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 16
ACARA 4 ........................................................................................................................ 18
UJI KUALITAS SUSU SAPI PADA WAKTU PENYIMPANAN YANG
BERBEDA ...................................................................................................................... 18

v
1.1 Landasan Teori ..................................................................................................... 18
1.2 Tujuan.................................................................................................................... 19
1.3 Alat dan Bahan ..................................................................................................... 19
1.4 Prosedur Praktikum ............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 23

vi
ACARA 1
UJI KUALITAS TELUR

1.1. Landasan Teori


Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang
lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Telur dapat dimanfaatkan sebagai
lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain
sebagainya. Telur kaya dengan protein yang sangat mudah dicerna. Beberapa
hewan dapat menghasilkan telur, tetapi hanya jenis telur tertentu yang biasa
diperdagangkan dan dikonsumsi manusia yaitu telur ayam, telur bebek, telur
puyuh dan telur ikan (Widarta, 2017).

Gambar 1. Struktur Telur


Struktur fisik telur terdiri dari tiga bagian utama, berturut-turut dari yang
paling luar sampai yang paling dalam, yaitu kerabang telur (egg shell), putih
telur (albumen) dan kuning telur (yolk) dengan komposisi berturut-turut
sebesar 12,3%, 55,8% dan 31,9%. Struktur telur itik hampir sama dengan telur
ayam, kecuali besar bagian-bagiannya yaitu telur itik mengandung kuning telur
7% lebih banyak dan putih telur 5% lebih sedikit dari telur ayam. Telur ayam
yang populer dikalangan konsumen yaitu telur ayam kampung (buras) dan telur
ayam negeri (ras) (Purdiyanto dan Riyadi, 2018).
Struktur anotomi telur ayam memiliki bagian utama yaitu kerabang
telur 8-11 %, kuning telur 27-32 %, dan putih telur 56-61 %. Bobot rata-rata

1
telur ayam adalah 50-70 gram per butir. Telur ayam merupakan produk
hasil ternak yang mudah dijangkau dari segala kalangan masyarakat dan
memiliki nilai gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, lemak, dan
mineral (Wulandari dan Arief, 2022).
Telur itik umumnya berukuran besar dan warna kerabang putih sampai
hijau kebiruan. Rata-rata bobot telur itik adalah 60-75 g. Keunggulan telur itik
dibandingkan dengan telur unggas lainnya antara lain kaya akan mineral
vitamin B6, asam pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E, niasin, dan vitamin
B12. Selain keunggulan, telur itik juga mempunyai kekurangan dibandingkan
dengan telur unggas lainnya yaitu mempunyai kandungan asam lemak jenuh
yang tinggi sehingga merangsang peningkatan kadar kolesterol darah. Kadar
kolesterol telur itik kira-kira 2 kali lipat dibandingkan dengan telur ayam
(Purdiyanto dan Riyadi, 2018).
Kualitas telur segar yang baik hanya bertahan hingga 5-7 hari pada suhu
ruang dan akan mengalami penurunan kesegaran selama penyimpanan
terutama disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroba dari luar, masuk
melalui pori-pori kerabang (Purdiyanto dan Riyadi, 2018).
Tabel 1. Persyaratan Tingkat Mutu Fisik Telur

2
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji
kualitas telur melalui pengujian telur secara eksternal dan internal.

1.3 Alat dan Bahan


Alat : kaca ukuran 30x30 cm, jangka sorong, timbangan analitik, cawan
petri, gelas ukur, kamera, dan alat tulis.
Bahan : telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, dan air.

1.4 Prosedur Praktikum


Keadaan dan kebersihan kerabang, diamati secara langsung.
Ketebalan kerabang, kerabang dibersihkan selaputnya kemudian diukur
menggunakan jangka sorong.
Tinggi rongga udara, tinggi rongga udara diukur menggunakan jangka sorong.
Berat yolk dan albumen, yolk dan albumen dipisahkan lalu masing-masing
ditimbang.
Uji berat jenis telur. telur ditimbang dan diukur volumenya. Pengukuran
volume telur dilakukam dengan memasukan telur ke dalam gelas ukur yang
sudah berisi air sebanyak 900ml, kemudian diukur skalanya. Rumus:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (𝐵𝐽) =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑚𝑙)
Uji indeks telur, telur diukur panjang dan lebarnya menggunakan jangka
sorong.
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑚𝑚)
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 = × 100%
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑚𝑚)
Uji indeks yolk
Setelah dipisahkan dari albumen, tinggi dan diameter yolk diukur dengan
menggunakan jangka sorong. Rumus:
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑦𝑜𝑙𝑘 (𝑚𝑚)
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑦𝑜𝑙𝑘 = × 100%
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑦𝑜𝑙𝑘 (𝑚𝑚)

Uji indeks albumen


Telur dipecah pada plat kaca, tinggi albumen diperoleh dengan mengukur

3
bagian albumen kental pada posisi paling tinggi, rata-rata diameter/lebar
albumen diperoleh dari pengukuran diameter panjang albumen dan diameter
pendek albumen menggunakan jangka sorong.
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑎𝑙𝑏𝑢𝑚𝑒𝑛 (𝑚𝑚)
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑎𝑙𝑏𝑢𝑚𝑒𝑛 = × 100%
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑎𝑙𝑏𝑢𝑚𝑒𝑛 (𝑚𝑚)
Nilai Haugh Unit (HU), HU = 100 Log (H + 7,57 – 1,7W0,37)
Keterangan: H = tinggi albumen kental (mm); W = berat telur (gram).

4
DAFTAR PUSTAKA

Purdiyanto, J. dan S. Riyadi. 2018. Pengaruh Lama Simpan Telur Itik Terhadap
Penurunan Berat, Indeks Kuning Telur (IKT), dan Haugh Unit (HU).
Maduranch, 3(1): 23-28.

Widarta, I. W. R. 2017. Teknologi Telur. Universitas Udayana. Denpasar.

Wulandari, Z dan I. I. Arief. 2022. Tepung Telur Ayam: Nilai Gizi, Sifat Fungsional
dan Manfaat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 10(2):
63.

5
ACARA 2
PENGOLAHAN KULIT SECARA SEDERHANA

1.1 Landasan Teori


Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan suatu kerangka
luar tempat bulu binatang itu tumbuh. Pada saat hidup, kulit memiliki fungsi
antara lain sebagai indra perasa, tempat pengeluaran hasil pembakaran, sebagai
pelindung dari kerusakan bakteri kulit, sebagai buffer terhadap pukulan,sebagai
penyaring sinar matahari, serta sebagai alat pengatur peralatan tubuh hewan
(Astawan, 2011). Pada umumnya kulit dimanfaatkan sebagai bahan pembuat
sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta masih ada produk-produk lain yang
memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti kerupuk kulit dan gelatin
untuk bahan pangan. Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan
kulit samak, kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan dari
tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses pengawetan (Anita,
2010). Kulit segar hasil pemotongan ternak dapat langsung disamak atau
diproses lebih lanjut, tetapi tidak semua kulit layak untuk dijadikan sebagai
bahan baku industri. Kulit yang rusak secara fisik tidak dapat disamak tetapi
dapat langsung diproses dalam bentuk produk pangan seperti dibuat kerupuk
kulit (Widati et al.,2007).
Kulit yang merupakan hasil samping dari pemotongan ternak dapat
diperoleh dari ternak besar dan kecil seperti sapi, kerbau, domba, dan kambing
(Sudarminto, 2000). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-2736-
1992 kulit sapi mentah basah merupakan kulit yang diperoleh dari hasil ternak
sapi, kulit tersebut telah dipisahkan dari seluruh bagian dagingnya. Sedangkan
kulit sapi mentah kering menurut SNI 06-0206-1987 yaitu bagian dari kulit sapi
yang telah diawetkan melalui penjemuran sedemikian rupa sehingga kandungan
air kulit tersebut menjadi kurang dari batas minimum air diperlukan untuk hidup
dan timbulnya bakteri pembusuk.
Menurut Peraturan Kepala Badan POM Nomor 21 tahun 2016 tentang
Kategori Pangan, kerupuk kulit/rambak adalah makanan kering yang dibuat dari

6
kulit hewan melalui tahap pembuangan bulu, pengembangan kulit, perebusan,
pengeringan, dan dikukus untuk kerupuk kulit mentah atau dilanjutkan dengan
penggorengan untuk kerupuk kulit siap konsumsi. Berdasarkan hal tersebut,
praktikum mengenai pembuatan kerupuk kulit skala home industry ini perlu
diketahui atau dilakukan oleh mahasiswa peternakan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari
proses pembuatan kerupuk kulit.

1.3 Alat dan Bahan


Alat : kompor atau tungku, wajan, panci, serok penggorengan, pisau, bak
perendam, bak pengapuran, dan alas untuk penjemuran.
Bahan : kulit sapi, air kapur, air, minyak goreng, dan bumbu.

1.4 Prosedur Praktikum


Proses pembuatan kerupuk kulit sapi menurut Sari (2017) dan Koswara
et al. (2017) terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Pemilihan kulit
Kulit sebagai bahan baku kulit (harus dari kulit yang sehat, bukan dari ternak
yang sakit, kulit bersih dan tidak busuk).
2. Pencucian (washing)
Membersihkan sisa kotoran (lemak) yang masih menempel pada kulit.
3. Perendaman
Dilakukan perendaman selama 24 jam dalam air bersih jika bahan baku yang
digunakan untuk pembuatan kerupuk kulit berasal dari kulit awetan atau
kulit kering. Tujuan perendaman adalah untuk mengembalikan kadar air
yang hilang selama proses pengawetan sehingga kadar air kulit menjadi
sama atau mendekati kadar air kulit hewan segar, disamping juga
membersihkan kotoran-kotoran lain yang melekat seperti bekas darah,
bahan pengawet dan lain-lain.
4. Pengapuran (liming)

7
Perendaman didalam larutan kapur supaya kulit membengkak, lapisan
epidermis dan bulu mudah dihilangkan serta membantu meningkatkan daya
kembang dan kerenyahan kerupuk kulit. Perendaman dalam larutan kapur
biasanya dilakukan dalam waktu 24 jam.
5. Pembuangan kapur (deliming)
Pencucian kulit dengan air mengalir supaya sisa kapur hilang.
6. Pengerokan bulu (terutama dari kulit sapi, kerbau dan kelinci) dilakukan
menggunakan pisau sampai bersih.
7. Perebusan (boiling)
Perebusan dilakukan pada suhu dan waktu tertentu sesuai jenis kulit supaya
kulit matang.
8. Pemotongan kulit sapi disesuaikan dengan selera atau permintaan
konsumen.
9. Perendaman bumbu, bumbu yang biasa digunakan untuk perendaman yaitu
garam dan bawang putih. Proses pemberian bumbu dapat dilakukan dengan
perendaman atau setelah kerupuk melewati tahap penggorengan.
10. Penjemuran, penjemuran dibawah sinar matahari sampai kulit sapi kering.
11. Pengungkepan, kulit sapi setelah tahap penjemuran direndam dalam minyak
goreng yang tidak terlalu panas (suhu 80oC). Pengungkepan dilakukan
selama 20 sampai 22 jam dengan api kecil.
12. Penjemuran ke-2, penjemuran ke-2 setelah proses pengungkepan
merupakan tahapan opsional. Kulit sapi yang sudah dijemur ini disebut
dengan kerupuk kulit/rambak mentah.
13. Penggorengan, kerupuk kulit digoreng pada suhu 160oC sampai kerupuk
kulit dapat mengembang dengan sempurna.

8
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. (2011). Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal.


http://Masnafood.com: http://Masnafood.com

Koswara, S., M. Purba., D. Sulistyorini., A. N. Aini., Y. K. Latifa., N. A. Yunita.,


R. Wulandari., D. Riani., C. Lustriane., S. Aminah., N. Lastri., dan P.
Lestari. 2017. Produksi Pangan untuk Industri Rumah Tangga: Kerupuk
Kulit. BPOM. Jakarta Pusat.

Sari, D. 2017. Pengaruh Lama Perendaman dalam Larutan Cuka dan Kapur
terhadap Daya Kembang, Kerenyahan, dan Kualitas Organoleptik Kerupuk
Rambak Kulit Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.
Malang.

Sudarminto. 2000. Pengaruh Lama Perebusan pada Pembuatan Rambak Sapi.


Jurnal Makanan Tradisional.

Widati, A. S., Mustakim., dan S. Indriana. 2007. Pengaruh lama pengapuran


terhadap kadar air, kadar protein, kadar kalsium, daya kembang, dan mutu
organoleptik kerupuk rambak kulit sapi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak, 2(1): 47-56.

9
ACARA 3
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAGING DAN UJI KUALITAS FISIK
DAGING (SAPI, AYAM, DAN KAMBING)

1.1 Landasan Teori


Daging merupakan salah salah satu produk pangan berasal dari hewani
yang mempunyai gizi tinggi karena mengandung karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral. Daging adalah bagian yang diperoleh dari pemotongan
ternak, baik ternak besar seperti sapi, kerbau, kuda, maupun ternak kecil seperti
kambing, domba maupun ternak unggas, dan lain-lain (Faizun, 2017).
Daging sapi merupakan jenis daging yang banyak dikonsumsi
masyarakat di seluruh belahan dunia termasuk indonesia. Menurut Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, dalam 100 gram sapi memiliki kandungan
energi sebesar 207 kilokalori, protein 18,8 gram, lemak 14 gram, kalsium 11
miligram, fosfor 170 miligram, dan zat besi 3 miligram. Selain itu di dalam
daging sapi mengandung vitamin A 30 UI, vitamin B I 0,08 miligram dan
vitamin C 0 miligram. Banyak kandungan gizi pada daging sapi tentunya
sangat bermanfaat bagi tubuh manusia apabila mengkonsumsi daging sapi.
Berbanding terbalik apabila dengan daging yang sudah busuk, maka akan
menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Faizun, 2017).
Preferensi konsumen dalam memilih daging ayam dapat dilihat dari
kebersihan tekstur daging, warna daging yang segar, tekstur daging kenyal dan
tidak lembek, harga daging terjangkau dan kandungan gizi yang tinggi (Ilham
et al., 2017). Preferensi konsumen dalam memilih daging ayam dibedakan
menjadi 2 konsep persepsi yaitu persepsi kualitas fisik daging dan persepsi
kualitas kimiawi daging dengan mempertimbangkan ukuran standar pada
kualitas fisik daging terdiri dari pH, WHC, warna maupun kadar lemak kadar
protein, dan kadar air.
Tingkat konsumsi daging kambing masyarakat Indonesia mencapai 0,64
kg/kapita tahun 2006; 0,50 kg/kapita tahun 2008; dan 0,55 kg/kapita pada tahun
2009 (Soedjana, 2011). Penjualan daging kambing di pasar tradisional hingga

10
saat ini belum banyak mendapat perhatian sehingga aspek kualitas daging pada
tahap ini cenderung terabaikan (Junaidi, 2012). Daging yang beredar di pasar
setiap harinya tentunya memiliki kualitas yang sangat bervariatif. Beragamnya
kondisi ternak, cara pemeliharaan dan umur potong dari ternak tersebut
menyebabkan kualitas dari daging yang dihasilkan menjadi beragam, dengan
beragam kondisi tersebut, masyarakat harus teliti dalam memillih daging yang
akan dikonsumsi.
Karakteristik daging yang diamati antara lain warna, tekstur dan aroma.
Warna daging adalah kesan total yang terlihat oleh mata dan dipengaruhi oleh
kondisi–kondisi ketika memandang. Warna daging merupakan kombinasi
beberapa faktor yang dideteksi oleh mata (Muchtadi dan Sugiono, 1992).
Tekstur daging merupakan penentu kualitas daging sapi segar. Komponen
utama yang menentukan keempukan adalah jaringan ikat dan lemak yang
berhubungan dengan otot (Aberle et al., 2001). Aroma dan rasa daging banyak
ditentukan oleh precursor yang larut dalam lemak, dan pembebasan substansi
atsiri (volatil) yang terdapat dalam daging (Soeparno, 2009). Adanya nutrient
yang hilang bersama cairan yang keluar tersebut menyebabkan bau, rasa dan
aroma daging menjadi berubah (Jamhari, 2000).
Kualitas daging ditentukan oleh beberapa faktor antara lain warna,
keempukan, tekstur, aroma, citarasaa, juiciness, susut masak, dan pH (Anil et
al., 2002). Menurut Soeparno et al. (1998) kualitas daging juga dipengaruhi
oleh faktor sebelum pemotongan (ante mortem) dan setelah pemotongan (post
mortem). Faktor sebelum pemotongan antara lain yaitu genetik, spesies,
bangsa, tipe ternak, umur, pakan, aditif dan tingkat stress ternak. Faktor setelah
pemotongan antara lain yaitu pemotongan, pelayuan, pembersihan, hingga
pemasakan. Penurunan kualitas daging dapat dilakukan secara kimiawi dan
fisik beberapa diantaranya yaitu uji organoleptik (warna, bau, konsistensi), pH,
susut masak, dan awal pembusukan (eber dan postma) (Soeparno et al., 2000).
Pengawasan kualitas daging menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam
menjadikan produk hasil ternak yang ASUH salah satunya dengan
mengetahui penurunan kualitas daging melalui pengujian secara fisik.

11
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk :
1. Menentukan warna macam-macam daging dengan cara melihat langsung
yang disesuaikan dengan standar yang ada.
2. Mengetahui tekstur macam-macam daging
3. Mengetahui aroma macam-macam daging secara langsung dengan indera
penciuman.
4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan baru kepada praktikan mengenai
uji kualitas fisik beberapa macam daging.

1.3 Alat dan Bahan


1.3.1 Karakteristik Daging
Alat : alat tulis, alat dokumentasi, alas plastik, pisau, sarung tangan
plastik.
Bahan : daging sapi, daging ayam, dan daging kambing.
1.3.2 Uji Susut Masak Daging
Susut masak dikatakan sebagai indikator dalam menentukan nilai
nutrisidaging sehubungan dengan jus daging, yaitu banyaknya air yang
berikatan di dalam dan diantara serabut otot. Susut masak merupakan
persentase berat daging yang hilang akibat pemasakan dan merupakan
fungsi dari waktu dan suhu pemasakan. (Komariah, 2009). Daging
dengan susut masak lebih rendah memiliki kualitas yang relatif lebih baik
dibandingkan dengan susut masak lebih besar (Soeparno, 2009).
Alat : timbangan analitik, pisau, talenan, gelas beker, nampan, saringan,
plastik polietilen, vakum, kompor listrik.
Bahan : akuades, sampel daging
1.3.3 Uji pH Daging
Tingkat keasaman (pH) adalah indikator untuk menentukan derajat
keasaman atau kebasaan dari daging segar ataupun produk yang
dihasilkan (Merthayasa, 2015). Tingkat keasaman (pH) otot (ekstrak
daging) pada hewan sehat sebelum disembelih adalah 7,2 – 7,4 yang akan
menurun terus dalam 24 jam sampai beberapa hari menjadi 5,3 – 5,5.

12
Alat : timbangan analitik, pH meter, gelas beker, mortart dan pestle
Bahan : sampel daging, akuades
1.3.4 Uji Daya Ikat Air Daging
Daya Ikat Air (DIA) atau water holding capacity (WHC) adalah
kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan
selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging,
pemanasan, penggilingan dan tekanan absorbsi air atau kapasitas
(kemampuan daging menyerap air secara spontan dari lingkungan yang
mengandung cairan (Soeparno, 2005).
Alat : timbangan analitik, pisau, talenan, beaker glass, nampan, saringan,
tabung sentrifuge 10 ml, sentrifuge.
Bahan : akuades, sampel daging.
1.3.5 Uji Kadar Air Daging
Air daging mempengaruhi kualitas daging terutama terhadap
kebasahan(juiciness), keempukan, warna dan cita rasa (taste). Air juga
merupakan medium mineral dari reaksi-reaksi kimia, biokimia dan
biologis, termasuk sebagai medium untuk mentranspormasikan substrat-
substrat diantara sistem vaskuler dan serabut otot (dan).
Alat : timbangan analitik, cawan krusibel, oven, desikator.
Bahan : sampel daging.

1.4 Prosedur Praktikum


1.4.1 Karakteristik Daging
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Pada identifikasi warna : Daging diiris setebal 1 cm pada permukaan
segar,lalu diamati warnanya dengan standar warna daging.
c. Pada identifikasi Tekstur : Lakukan perabaan terhadap sampel
daging, nyatakan konsistensi dengan (lihat, lembek kering atau
berair), dan nyatakan tekstur dengan halus atau kasar
d. Pada indentifikasi aroma : Lakukan penciuman terhadap kedua jenis
daging, nyatakan bau daging seperti bau yang pernah dikenal (bau
darah segar, amonia, bau H2S.

13
1.4.2 Uji Susut Masak Daging
Pengukuran susut masak dilakukan dengan metode perebusan menurut
Soeparno (2015) sebagai berikut:
a. Memotong sampel 5 g daging.
b. Dimasukkan dalam plastik polietilen, divakum, dan ditutup rapat
agarair rebusan tidak masuk ke dalam plastik.
c. Sampel kemudian direbus pada suhu 80°C selama 1 jam dan
ditiriskanpada suhu ruang selama satu jam.
d. Dihitung persentasenya susut masak dengan rumus:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘
x
100%
Berat sebelum dimasak
1.4.3 Uji pH Daging
Pengukuran pH dilakukan menurut Suardana dan Swacita (2015)
sebagai berikut:
a. Sebanyak 5 gram daging dilumatkan menggunakan mortar.
b. Tambahkan 5 ml akuades dan homogenkan.
c. Masukkan elektroda pH meter (yang sebelumnya telah dikalibrasi
dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0) kedalam campuran tersebut dan
bacaangka yang ditunjukkan oleh pH meter setelah angkanya tetap.
d. Ulangi pengukuran sebanyak 2 sampai 3 kali.
1.4.4 Uji Daya Ikat Air Daging
Pengukuran Daya Ikat Air (DIA) dilakukan dengan metode
sentrifugal menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) sebagai berikut:
a. Daging diambil dan dicacah terlebih dahulu
b. Menimbang sampel sebanyak 5 g daging yang sudah dicacah
c. Sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifugal 10 ml
d. Tambahkan Aquades sebanyak 5 ml
e. Sentrifugasi selama 20 menit dengan keepatan 3000 rpm
f. Cairan dalam tabung dipisahkan dan diukur volumenya.

14
g. Dihitung persentase DIA dengan rumus:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 (𝑚𝑙)
x 100%
Berat daging (gr)
1.4.5 Uji Kadar Air Daging
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode pengeringan menurut
Suardana dan Swacita (2015) sebagai berikut:
a. Timbang cawan dan tutupnya menggunakan timbangan analitik
b. Masukkan cawan tersebut ke dalam Oven yang bersuhu 105°C
selama beberapa menit sampai beratnya konstan (berat dianggap
konstan bila selisih penimbangan tidak lebih dari 0,0002 g)
c. Masukkan cawan yang telah ditimbang ke dalam desikator untuk
didinginkan selama 15 menit
d. Masukkan ke dalam cawan 3 gr daging cacah dan timbang cawan
bersama isinya dengan timbangan analitik
e. Keringkan daging dalam cawan di dalam oven selama 2 jam
f. Timbang cawan bersama sampel setelah cawan didinginkan
dalamdesikator
g. Masukkan lagi cawan bersama isinya ke dalam oven selama 30
menitlalu didinginkan dan timbang lagi
h. Pemanasan dan penimbangan dilakukan beberapa kali dan diakhiri
bilaberatnya telah tidak berubah lagi (konstan)
i. Dihitung persentasenya susut masak dengan rumus:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ 𝑖𝑟
x 100%
Berat awal

15
DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D, Forest. C. J, Hedrick. H. B, Judge. M. D dan Merkel, R.A. 2001. The
Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co. San Fransisco.

Anil, M.H., S. Love, C.R. Helps, D.A. Habour. 2002. Potential for carcass
contamination with brain tissue following stunning and slaughter in cattle
and sheep. Food Control. 13, 431-436.

Faizun, I. J. 2017. Identifikasi Tingkat Kesegaran Daging Sapi Lokal Menggunakan


Ekstraksi Fitur Warna Berbasis GUI Matlab. Universitas Lampung,
Bandar Lampung.

Guinee, T. P. 2010. Cheese Chemistry, Physics and Microbiology. Third Edition.


Elseiver Ltd.All rights reserved. Vol.I General Aspect. ISBN: 0-1226-
3652-X-Set ISBN: 0-1226-3651-1.

Ilham, M., Fitria, F., Suryani, P. 2017. Preferensi konsumen dalam memilih daging
ayam broiler di pasar tradisional Kecamatan Kampar, Kabupaten
Kampar, Provinsi Riau. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. DOI : 10.14334/Pros.Semnas. TPV-2017-
p.491- 499.

Jamhari, M. 1995. Ilmu Teknologi Pengolahan Daging. UI Press, Jakarta.

Jayasamudera, D. J. dan Cahyono, B. 2005. Pembibitan Itik. Penebar


Swadaya.Jakarta.

Junaidi, A. 2012. Pedoman Umum Fasilitasi Kios Daging. http : // www. deptan.
go.Id/pedum2012/Peternakan/2.7.%20Pedum%20Fasilitasi%20kios%2
0daging.pdf.

Komariah, S. Rahayu, Sarjito. 2009. Sifat Fisik Daging Sapi, Kerbau Dan Domba
Pada Lama Postmortem Yang Berbeda. Buletin Peternakan. 33(3): 183-
189

Muchtadi, T. R.dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soedjana, T. D. 2011. Peningkatan Konsumsi Daging Ruminansia Kecil dalam


Rangka Diversifikasi Pangan Daging Mendukung PSDSK 2014
(Increasing Mutton and Chevon Consumption to Support Beef Self
Sufficiency Initiative in Production and Consumption by 2014). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan kelima. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

16
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University,
Press.Yogyakarta

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University,


Press.Yogyakarta.

Soeparno. 2015. Ilmu dan Teknologi Daging, cetakan ke-6 (edisi revisi). Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Suardana, I.W. dan I.B.N. Swacita. 2015. Penuntun Praktikum Food Hygiene.
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran
Hewan. Universitas Udayana Denpasar.

17
ACARA 4
UJI KUALITAS SUSU SAPI PADA WAKTU PENYIMPANAN YANG
BERBEDA

1.1 Landasan Teori


Susu merupakan salah satu sumber bahan pangan asal hewani yang
banyak mengandung protein. Susu cukup digemari oleh masyarakat, hal ini
disebabkan karena susu memiliki manfaat dapat meningkatkan kekebalan
sistem imun tubuh pada manusia. Susu mengandung zat-zat makanan yang
lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin
yang sangat dibutuhkan oleh manusia (Teme, 2021). Susu merupakan media
cair yang memiliki komposisi nutrisi sangat lengkap sehingga tidak dapat
bertahan lama bila disimpan pada suhu kamar. Susu yang disimpan pada suhu
kamar akan mudah rusak jika tidak mendapat perlakuan seperti pasteurisasi,
pendinginan/pembekuan, dan pemanasan (Hamidah, 2012).
Nilai gizi yang tinggi juga menjadikan susu sebagai medium yang sangat
disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya
sehingga dalam waktu yang sangat singkat, susu menjadi tidak layak
dikonsumsi bila tidak ditangani secara tepat (Mennane et al., 2007). Menurut
Sumaprastowo (2000), daya simpan selalu dinyatakan dengan kondisi
lingkungan yang digunakan untuk menyimpan suatu bahan baik makanan,
minuman, maupun benda lainnya. Suatu penyimpanan yang baik adalah sistem
yang dapat diatur kondisinya seperti suhu dan kelembaban penyimpanannya,
sehingga mampu mempertahankan kandungan nutrisi di dalamnya.
Tempat terbaik untuk menyimpanan jenis makanan baik padat maupun
cair sebaiknya disimpan pada suhu yang rendah atau dibawah suhu ruangan,
sehingga memungkinkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada
makanan maupun minuman. Kontaminasi pada makanan maupun minuman
dapat menyebabkan terjadinya perubahan rasa, bau, tekstur, dan nutrisi di
dalam bahan makanan maupun minuman. Hal yang tersulit dalam penanganan
dan penyimpanan bahan pangan adalah usaha untuk menjaga produk pangan

18
agar terhindar dari pencemaran yang berasal dari bahan pangan yang disimpan
dalam wadah yang sama, terutama bahan makanan yang berlemak tinggi
(Ketaren, 2008: 66)
Susu segar yang tanpa pengolahan terlebih dahulu hanya bertahan selama
satu hari. Secara umum, perubahan suhu mengakibatkan penundaan seluruh
perubahan yang terjadi salama penyimpanan. Akibatnya reaksi biokimia dan
perubahan akibat pertumbuhan mikroba menjadi lambat atau menurun.
Dampaknya adalah daya simpan produk lebih panjang. Produk atau bahan
pangan direkomendasikan disimpan pada suhu di bawah 10˚C, biasanya yaitu
4˚C (Estiasih, 2009). Susu segar mempunyai suhu penyimpanan yaitu 0 sampai
1˚C (Putri, 2016). Oleh karena itu diperlukan pengujian kualitas susu segar dan
susu yang telah disimpan selama beberapa hari untuk mengetahui perbedaan
kualitas susu.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk:
1. Mahasiswa dapat mengetahui kualitas fisik susu sapi segar padaperlakuan
waktu penyimpanan yang berbeda.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan nutrisi susu sapi segar pada
perlakuan waktu penyimpanan yang berbeda.
3. Mahasiswa dapat mengetahui kulitas mikrobiologi susu sapi pada
perlakuan waktu penyimpanan yang berbeda.

1.3 Alat dan Bahan


Alat: gelas ukur 10 ml, gelas ukur 100 ml, pH meter, lactoscan, pipet tetes 10
ml, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, lampu spirtus,
inkubator, gelas beaker, spreader, autoklaf, dan laminar flow.
Bahan: susu sapi, aquadest, cup plastik, botol plastik, alkohol 70%, MRS,
spirtus, air, dan koran.

1.4 Prosedur Praktikum


1. Siapkan susu sapi 150 ml (disarankan setelah pemerahan pagi).
2. Bagi susu menjadi 2 bagian (100 ml dan 50 ml). Susu 100 ml untuk uji

19
kualitas 0 hari dan 50 ml untuk uji kualitas setelah penyimpanan 7 hari.
3. Simpan susu 50 ml pada lemari pendingin selama 7 hari.
4. Susu sebanyak 50 ml dituangkan pada 5 cup kecil (masing-masing 10 ml).
Lakukan pengamatan kualitas fisik susu meliputi warna, aroma, rasa, dan
tekstur.
5. Uji nilai pH susu dengan pH meter.
6. Lakukan analisis kimia susu sapi menggunakan lactoscan.
Prosedur menggunakan lactoscan:
a. Alat dan bahan disiapkan, berupa lactoscan, gelas beker, sampel susu
danair bersih.
b. Sampel susu pagi dan sore di homogenkan dan disiapkan 50 ml untuk
dianalisis.
c. Tombol power ditekan, tunggu sampai keluar kalimat milk analyzer dan
getting ready.
d. Terlebih dahulu lactoscan dibersihkan dengan air bersih melalui saluran
inlet atau ujung jarum bagian dari alat lactoscan.
e. Dilanjutkan dengan menguji sampel susu yang sudah disipakan
f. Tombol enter ditekan hingga sampel susu tersedot dan terbaca oleh
lactoscan.
g. Hasil analisis akan keluar dalam waktu 1 menit yang meliputi kadar
lemak (%), protein (%), laktosa (%), solid non-fat (%), total solid (%),
berat jenis, garam, suhu, dan pH dalam layar lactoscan untuk kemudian
dicetak.
h. Setelah pengujian sampel susu berakhir lactoscan kemballi dibersihkan
dengan air bersih.
i. Catat dan dokumentasikan hasil pengamatan.
7. Lakukan uji alkohol susu. Prosedur uji alkohol pada susu:
a. Tuang susu sebanyak 3 ml pada tabung reaksi. Tambahkan 3 ml
alkohol 70%.
b. Tabung reaksi dikocok perlahan-lahan.
c. Diamkan beberapa saat pada rak tabung reaksi.

20
d. Uji alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat
pada dinding tabung reaksi, sedangkan tabung reaksi yang tidak
terdapat butiran susu menandakan uji alkohol negatif.
8. Lakukan uji mikrobiologi susu untuk mengetahui jumlah mikroba yang
terkandung dalam susu. Prosedur uji mikrobiologi susu:
a. Cuci semua alat yang akan digunakan kemudian dikeringkan.
b. Bungkus alat menggunakan kertas koran atau kertas paying.
c. Lakukan sterilisasi dengan autoklaf dengan menambahkan sedikit air
pada autoklaf. Susun semua alat di autoklar dengan rapi dan seimbang.
Tutup autoklaf dengan baik dan rapat. Pastikan safety clamp terkunci
rapat sebelum sterilisasi. Hidupkan kompor dan tunggu hingga suhu
mencapai 121oC. Pertahankan suhu tersebut kurang lebih 15 menit.
Matikan autoklaf dan diamkan beberapa saat. Katup untuk
mengeluarkan udara dari dalam autoklaf dibuka hingga udara keluar
semua. Setelah dirasa cukup dingin, alat bisa dikeluarkan.
9. Lakukan pengenceran susu. Prosedur pengenceran susu:
a. Susu diambil sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung pengencer
pertama (1/10 atau 10-1). Tambahkan pengencer dengan perbandingan
susu dan pengencer 1:9.
b. Sebanyak 1 ml pengenceran pertama dipindahkan dengan pipet ke
dalam tabung pengencer kedua (1/100 atau 10-2) yang sudah
mengandung 9 ml pengencer.
c. Larutan dicampur menggunakan stirrer mekanik selama 5-10 detik atau
dikocok secara manual dengan membenturkan tabung ke telapak tangan
sampai homogen.
d. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengencer 10-5.
10. Pembuatan media agar dengan MRS. Prosedur pembuatan media agar:
a. Timbang media sesuai kebutuhan.
b. Larutkan serbuk MRS ke dalam 1000 ml akuades.
c. Aduk hingga serbuk larut. Panaskan diatas oenangas ditunggu hingga
mendidih.

21
d. Dinginkan dan tuang pada cawan petri.
11. Lakuan isolasi dan penanaman bakteri dengan metode spread plate.
Prosedur isolasi dan penanaman bakteri metode spread plate:
a. Pindahkan 0,1 ml suspense secara aseptis ke permukaan media.
b. Sterilisasi spreader dengan dicelupkan ke dalam alkohol 70% kemudian
dibakar dengan dilewatkan diatas api, biarkan spreader dingin.
c. Tebarkan kultur bakteri dengan spreader secara merata dan biarkan
sampai permukaan agak mengering.
d. Setelah permukaan agar mengering, selanjutnya inkubasikan secara
terbalik selama 24 jam pada suhu kamar ataupun inkubator dan amati
pertumbuhannya.
12. Hitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media. Perhitungan jumlah
bakteri dengan metode spread plate yaitu:
jumlah koloni per cawan x 1/faktor pengenceran

22
DAFTAR PUSTAKA

Estiasih, T. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. PT. Bumi Aksara, Jakarta.


Hamidah, E. 2012. Tampilan Total Bakteri dan pH pada Susu Kambing..
Fakulta

Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

Mennane, Z., Ouhssine, M.K. and Elyachioui, M. 2007. Hygienic quality of raw
cow's milk feeding from domestic waste in two regions in Morocco. Int. J.
Agric. Biol, 9: 6-47.

Putri, E. 2016. Kualitas Protein Susu Sapi Segar Berdasarkan Waktu Penyimpanan.

Program Studi Farmasi, Universitas Sains Cut Nyak Dhien Langsa

Teme N, 2021. Pengaruh Wadah dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Fisik
dan Jumlah Bakteri Susu Sapi Friesian di Benlutu. Fakultas Pertanian,
Universitas Timor, Kefamenanu, TTU–NTT, Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai