Anda di halaman 1dari 44

Literanying

jejak tulisan
diagnosa alam liar
Literanying
Jejak Tulisan
‘Diagnosa Alam Liar’

Cetakan Pertama, 13 Maret 2019


Tata Bahasa : Ravi Wibowo
Tata Letak & Sampul : Ikhsan S. Hadi
Fotografi : Ari Ahmad Riadi

2
Diterbitkan Oleh:
Saung Yafata Creative Space
& Aliansi di Bawah Pohon

Saung Yafata Creative Space,


Jl. Pamekaran No. 668, Paledang Suci Kaler
Karangpawitan, Garut.
Aliansi di Bawah Pohon,
Dimanapun di bawah Tuhan
3
Daftar Isi
Kemah 7
Diskusi 10
Seni 12
Alam Liar 14
Diagnosa Alam Liar 20

4
Memaknai Alam & Cinta 24
Menimbang Ulang Masalah yang Menulang 28
Alam Adalah Ibu 32
Alam Maya 38
Kemah,
Diskusi &
Seni
Oleh
Ikhsan S. Hadi
Saung Yafata Creative Space,
Pinus Wooden Crafting.

Kemah
Sebuah jejak pada Jumat, 22 Februari 2019.
Sore yang biasa diulang dengan langit
yang sedikit meremang, tak membuat
gamang para petualang yang penuh
semangat juang sampai akhir waktunya
pulang. Bukan hujan yang menahan kami
untuk berangkat, karena sudah sejatinya
Tuhan memberi rahmat hujan pada Jumat
sore itu. Akan tetapi keterikatanlah yang
kami kuatkan terlebih dahulu, untuk
mennggu rekan-rekan. Kami bersembilan
berangkat tepat pukul sembilan malam
hingga akhirnya sampai di Hutan Makam
Keramat Godog dengan selamat.

Berkemah adalah sebuah kegiatan yang


biasa digemari oleh kawula muda di era
ini. Hal ini dibuktikan dengan tempat
wisata alam di Kota Garut yang kerap
dikunjungi oleh mereka yang sekadar
ingin menikmati keindahan alam,
berswafoto atau sekadar hanya untuk
menikmati alam dengan berkemah.

Kegiatan yang berlangsung Jum’at lalu


adalah kegiatan yang bukan hanya sekadar
berkemah ceria, melainkan tempat alternatif sebagai perluasan lahan insdustri mereka.
bagi kami untuk berdiskusi dan bertafakur Desa dan lahan pertanian yang kini
lalu bertukar pikir. Membicangkan menyusut sebesar jidat dan selebar bahu,
perkemahan di Garut, adalah diskursus mesti direlakan menjadi lahan perumahan.
sekaligus komoditas yang cukup menjual Sementara jalan raya terbengkalai lebih
dan menjanjikan. Bagaimana tidak, hampir tepat disebut sebagai selokan dengan
seluruh wilayah geografis Garut dikepung bebatuan besar ketika hujan.
oleh pebukitan dan pegunungan. Hal
ini bisa menjadi penyokong APBD jika Birokrasi yang bebelit dan kebijakan yang
pemeliharaanya tepat. melenceng, serta anggaran yang tertutup
rapat, dilipat rapat dalam dompet dan
Wisata alam dan industri kreatif yang angka-angka di rekening pribadi yang
menjajakan kelokalan adalah identitas yang memadat. “Garut Kota Pangereutan” (Garut
terus dikembangan, dipupuk sekaligus Kota Irisan) mungkin istilah itu tepat untuk
didefinisikan. “Garut Kota Pangirutan” keadaan ekploitasi mengiris alam Garut
adalah semacam gelar untuk kota ini di saat ini. Mundur sekitar 20 tahun lalu, Saya
masa yang lalu sebelum berdirinya tembok masih ingat ketika setiap pagi suara lembu
industri negeri Gingseng yang menjamur, yang lewat dan air terjun kecil di tiap-tiap
mengeruk pebukitan serta pegunungan pojok kotak-kotak sawah, diselimuti dengan

7
8
kabut yang lembut, musti lenyap bersama hiruk-pikuk
hari yang terus menumpuk. Peradaban Urban yang amat
cekatan tercerminkan pada hewan-hewan yang terlindas
di jalanan. Ibu-ibu rumah tangga yang biasa berjalan ke
pasar untuk mencari makan kini telah berseragam, para
petugas kebersihan yang bekerja mengorbankan harga
dirinya demi harga yang tidak seberapa, menjadikan tiap-
tiap harinya seperti rodi dan setiap masanya adalah romusa.
Semua atas nama kota Intan. “Berkemahlah dan jelajahi
seluruh alam yang masih ada, sebelum mereka menjadi
pabrik dan perumahan” seorang pekerja lapangan dinas
kebersihan dan seorang rekan mengatakan demikian.
Perkemahan sendiri memiliki problematika yang cukup
pelik, ketika sampah manusia dikembalikan ke alam bukan
dijadikan sebuah pemanfaatan atau semacam obat luka
bagi lingkungan. Pasir Bajing sebagai wilayah yang mesti
rela dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (ditulis dengan
nama ‘Tempat Pengolahan Sampah’ yang sebenarnya tidak
di olah) telah mencapai kapasitas maksimal. bukanya
membuat alat pengolahan melainkan malah memperluas
lahan pembangunan dan pembuangan.

Setelah gapura selamat datang di Kabupaten Garut, Kau


akan disambut dengan poster Caleg dan slogan para
pegiat politik cantik, lalu kau akan diciumi oleh bau amis
dan busuk sampah yang mengalir ke jalan raya. Rasa
keterkaguman kepada mereka yang berhati besar, adalah
orang yang menyapu jalanan kota, terkecuali para mafia
yang santai menerima jatah persenan sebagai upah birokrasi
sembari memeras keringat pekerja lapangan. Gunung yang
adiluhung kini dilapis kembali dengan gunung sampah yang
lebih agung, sekali lagi, ‘tanpa pengolahan lanjutan’. Kami
berhutang kepada mereka para pemulung yang mengolah
limbah sebesar gunung tanpa perhatian pemerintah yang
sedang khusuk dengan proyeknya. Perkemahan tanpa
perhatian akan alam tak ada bedanya dengan mereka
pimpinan sampah yang membuang sampah tanpa diolah.
“Gaji petugas kebersihan memanglah tidak bersih, tetapi
tidak apa, kami dipanggil tukang sampah, toh pemimpinya
juga pimpinan sampah kok, hehe…” seorang sahabat kami
mengatakan itu setelah melalui getirnya kenyataan sistem
kebersihan kota, untuk terjaminnya kebersihan yang baqa
yang amat mustahil, kecuali Tuhan itu sendiri yang mesti
terjun kelapangan membawa sapu.

Kemah semestinya menjadi ibadah, tempat tumbuhnya


pohon kesadaran dan perenungan yang indah, tempat
nasionalisme sebagai pupuknya dan cinta sebagai buahnya.
Diskusi
Diskusi semacam tradisi yang kuat dan
mengakar dalam kebudayaan kami. Diskusi
pada masanya amat sangat murni dan
berkualitas. Ia berbicara tentang perbedaan
yang harmoni dan frekuensi kesadaran
serta keterikatan batin setiap pelakunya.
Permasalahan adalah sumbunya dan solusi
menjadi air yang memadamkannya.

Dahulu pos ronda adalah tempat berkumpul


warga yang hangat. Kini menjadi tempat
adu pendapat tentang kandidat jagoan
mereka, tidak jarang politik menjadi isu
paling cantik dan saling suntik meskipun
selalu berkhir tragik.

Saung dalam tradisi sunda sengaja Memindahkan ruang alternatif diskusi


diciptakan sebagai wadah diskusi ke Kafétaria atau kedai kopi, semacam
permasalahan masyarakat. Ia mesti selalu menyempitkan konsep diskusi itu sendiri.
tepat di perempatan agar bisa memantau Kemudian perkara waktu yang bersinggungan
dan saling menjaga masyarakatnya. Saung dalam sebuah acara, sebenarnya bukan satu
yang tak berdinding itu menjadi tempat hal problema yang signifikan, benturan
bernaung dan berembung, tempat saling kegiatan di kota ini seolah menjadi sebuah
memperhatikan dan mencari solusi perselisihan. Padahal, Bagi kami, Acara yang
bersama. berbeda dalam waktu yang sama bukanlah
perkara besar. Garut adalah milik bersama,
Bagi ibu-ibu diskusi terjadi ketika transaksi. justru ketika memiliki acara yang berbeda
Meski mereka melihat dengan telinganya dalam waktu yang sama ia menjadi tanda
(minimal mereka memperhatikan bahwa kota ini tidak menjadi sepi dan bukan
tetangganya, terlepas dari konteks baik acara itu-itu saja.
buruknya). Bagi Pemuda, Kafetaria adalah
tempat nongrong yang asyik, diskusi di Banyaknya diskusi dan edukasi yang
kedai-kedai kopi menjadi tradisi yang terjadi, memiliki peran yang signifikan agar
mutakhir dan terkini. komunikasi dan perluasan pengetahuan

10
dari sudut pandang lain bertambah atau naik Diskusi seperti do’a. Personal maupun
derajat menjadi sebuah keliaran namun tetap komunal, ia intim dan sakral antara diri dan
berada dalam keterbatasan pengetahuan yang Sang Pencipta.
tidak merobek langit dan menembus bumi.
Diskusi bagi kami bukan sekadar wadah
Akhirnya, Benarlah bagi segelintir anggapan berbicara, ia adalah tempat berlangsungnya
orang, “kemasan lebih penting ketimbang demokrasi sejati, perbedaan yang harmoni,
isi”. Entah diskusi, apapun, sampai yang tidak dan kesadaran sekaligus titik balik keilmuan.
menghasilkan apapun, asal di Kafetaria dan
ngopi, adalah anggapan yang keren. Padahal,
jika ditarik kembali ke sejarah saung dan budaya
demokrasi yang terjadi dalam musyawarah
desa (terlepas dari kepentingan politik praktis/
proyek desa yang menipu warga), diskusi bisa
terjadi dimana saja. Ia bisa di tempat tertinggi
, di puncak dan bahkan ditempat terendah
sekalipun di bawah selokan. Lebih jauh lagi
ia masih berlangsung di dalam pekuburan.

11
Seni
Seni amat licin untuk didefinisikan. Ia mereka sebagai seorang ‘Seniman’. Apakah
terus berkembang sesuai dengan zaman. gelar ‘Musisi/ Musikus’ atau ‘Sastrawan’
Inilah tanaman yang terus dipupuk dan kurang mewakili mereka? sehingga mereka
tumbuh. Ia terus direvisi dan diperbaiki. mengambil jatah gelar para perupa? Atau
Ia bukan lagi kebutuhan kesekian, ia ada karena landasan mereka adalah berkarya?.
dalam keseharian saat ini. Ia tidak selalu Jika demikian berkarya adalah landasan,
berkaitan dengan keindahan. Ia melebar lantas kenapa tidak diberi nama sebagai
dan meluas ke segala arah. Di kota kami, “Karyawan”, atau “Golongan Berkarya”
kesenian bukan hanya suatu mediasi jiwa saja?. Yang menjadi miris adalah bagaimana
pelakunya, ia menjadi semacam senjata seni rupa, yakni sebuah disiplin keilmuan
dan prisai yang saling tikam. Ia bisa dipandang dan disempitkan oleh segelintir
menjadi surga sekaligus neraka meskipun orang yang juga paham akan ihwal kesenian
masih dipertanyakan keberadaanya. sebagai sekadar pajangan. Mereka hanya
berlindung dalam selimut nama yang lebih
Mereka yang mengatasnamakan ‘Seniman’ luas dan tebal, yakni kebudayaan.
di kota ini, mencoba mengangkat
kepentingan atas nama “kesenian”. Seni Pusat kesenian, atau di kota ini disebut
diabaikan tapi dibutuhkan. sebagai “Art Center” hanya sekadar
wujud belaka. Ia terongok sebagai gedung
Jauh ketika kesenian menyatu sebagai yang tak berbentuk dan tak berfungsi
sarana spiritual dan keseharian. Saat ini sebagaimana mestinya. Gedung kesenian
di Kota kami, kesenian menjadi suluh sebelumnya (Bale Paminton) di kota
untuk menyalakan tungku, bukan sebagai
kesadaran untuk membuat dan menanam
makanan. Seni memang tidak menawarkan
solusi yang tuntas, ia adalah penyadaran
sekaligus mempertanyakan ulang tentang
permasalahan. Sebuah penawaran dari
perspektif baru yang kritis, menyentuh
segala kemungkinan dan menyentuh ke
dalam batas rasa manusia yang tipis.

Mengatasnamakan ‘Seniman’ bagi mereka


yang malang melintang dalam seni
rupa, adalah sebuah pencapaian Perupa.
‘Seniman’ (Artist) menjadi gelar yang
sakral dan luhur karena tidak sembarang
orang. Sebab pengakuan tidak datang dari
diri sendiri melainkan dari orang lain.
Seniman harus mampu menempuh banyak
perjalanan dan permenungan, memahami
berbagai ihwal penciptaan dan keilmuan
kesenian. Sementara disisi lain, para
Musisi dan Musikus berani melabeli diri

12
13
ini hanya sebuah gedung tempat ‘Hajat bertepatan dengan hari jadi, meski hanya
Kawinan’, sewa pertunjukan atau bahkan sebagai syarat belaka. Tanpa publikasi,
sarang transaksi kesenian. Bukan tempat tanpa keseriusan, Ia kembali lagi menjadi
sebagai permenungan, diskusi, proses dan sekadar hiasan belaka. “Seni Rupa Garut
presentasi serta penahbisan (Conceccration) itu dimana?”, sebuah pertanyaan klise yang
terhadap kondisi kesenian yang terjadi di sering dilontarkan orang luar, bahkan
kota ini. Instansi pemerintah daerah tentang orang dalam. Seni rupa kota ini semacam
kesenian hanya terbentuk dalam pencatatan hantu yang tak terihat tapi dapat dirasakan
dan daftar nama-nama hantu. auranya. Ia berada pada porosnya. Ia sebuah
kendaraan besar yang belum bisa berjalan.
Dewan Kesenian dan instansi kesenian
Pemda, bagaimana bisa merangkul atau “Seniman di Garut ada?” kami jawab “Ada”
membangun, jika tertarik kepada ranah bahkan banyak. “Seni rupa bukan sebuah
seni khususnya seni rupa pun tidak dilirik pilihan, melainkan sebuah pengabdian”
sebagai kekuatan. Hal ini dibuktikan dengan Rahmat Bosas, seorang Perupa Garut
pameran yang hanya dihelat setahun sekali, menyatakan hal demikian.

14
Katakanlah Ekosistem/ Medan Seni Membangun seni rupa Garut tidak seperti
Rupa Garut ada (meski belum tepat pada Sangkuriang membangun danau dan
penggunaan istilah ini). Ia masih sebuah bahtera dalam semalam. Perlu waktu. Ia
roda yang masih berputar, tidak tahu kadang seperti merangkai sebuah sepeda,
kemana arahnya, tanpa supir, tanpa rantai, kita mesti satu persatu melengkapinya, lalu
tanpa gerigi. Hanya sebuah roda yang terus mengayuhnya, tidak terasa kita akan sampai
bergulir dan berputar di tempatnya. Bagi kepada tujuan. Ini memang melelahkan tapi
sebagian kami yang mencoba melengkapi kita mengayuh dengan kaki dan keringat
mesin besar ini serta yang lain saling kita sendiri.
mengisi. Kontribusi terhadap kesenian kota
ini, entah berbentuk sadel, jok, rantai, rem
dan lain-lain akan memperbaiki kondisinya
kelak.

15
Alam Liar
‘Diagnosa Alam Liar’ adalah sebuah wacana
tentang bagaimana setiap orang memaknai Deden Wahyudin sebagai salah satu
alam liar dari sudut pandang mereka. Kami spiritualis, menenggarai bahwasanya alam
mencoba mendiagnosis (membaca gejala tidak terlepas dari konteks spiritualitas,
dan tanda-tanda) yang terjadi di alam liar, bagaimana penciptaan alam dalam enam
mempertanyakan kembali tentang apa itu hari (meski matahari belum diciptakan)
‘Alam’ dan ‘Ke-liar-an’. bukan dalam makna hari secara harfiah
namun masih dalam ‘Nur’, bahkan
Aliyanto sebagai pimpinan dari Majelis mungkin belum tuntas sampai saat ini.
Malaikat memaknai bahwa ‘Alam Liar’ Manusia sendiri mengalami beberapa alam,
bukan hanya sekadar hutan dan hewan termasuk ‘alam yang empat’; alam Nasut,
buas. Justru keterasingan dalam lingkungan Malakut, Jabarut, Lahut,. Manusia saat ini
kota, bisa amat liar dan buas, menimbang berada di alam dunia yakni alam ke-tiga.
sistem yang terjadi di peradaban urban Hubungan antara ke-empat alam tersebut
saat ini. Politik, kebudayaan dan ekonomi terus bersinggungan. Deden menutup
yang semakin membabibuta adalah bentuk dengan pernyataan bahwa Alam pikir kita
keliaran lain, membuat orang-orang sendiri yang liar sehingga ia mesti dibatasi.
menjadi asing pada tempatnya. Keliaran Karena jika keliaran tak terbatas, “Langit
itu akhirnya berada pada alam pikir dan bisa ditembus, dan bumi bisa diterobos”.
penyikapan manusia itu sendiri.
Dunia Maya, ia menjadi gejala lain
Secara etimologi Bahasa Arab, alam yang dunia atau alam baru. Ia berseberangan
bersumber dari akar “A’lima,- Ya’lamu” dengan realitas. Bagi yang menganut dan
bermakna “Mengetahui”. dari kata ini hidup di dalamnya, dunia maya adalah
terbentuk kata alam yang menjadi tanda kenyataan seutuhnya dan realitas adalah
atau petunjuk. Kemudian terbentuk lagi semu. Begitupun sebaliknya. Akhirnya
kata “A’lamah yang bermakna suatu tanda dinding realitas dan maya sudah tidak lagi
yang melalui dirinya dapat di ketahui ada, yang ada hanyalah perspektif dari
sesuatu yang lain ( Ma bihi ya’lamu a’la kedua alam. Demikian Ari Ahmad Riadi
sayin ) dari kata tersebut, dapat diperoleh sebagai pegiat sosial media menanggapi
bahwa alam adalah suatu petunjuk (baik di hal tersebut. Ia menambahkan dengan
langit ataupun di bumi) menjadi dasar ilmu Sistem pemrograman, mesin dan komputer,
tentang membaca tanda-tanda dan alam lahir dari buah pikir keliaran manusia.
sebagai difraksi dari sifat ketuhanan. tidak bisa terlepas dari keliaran tersebut,

16
17
18
segala keasrianya yang masih tetap murni.
Sementara ‘keliaran’ dimaknai sebagai
wilayah yang mesti dijinakan dan ditata-
ulang demi mencapai puncak ke-alami-an
itu sendiri.

Robi Maulana sebagai sorang yang bergelut


dalam dunia Capster (istilah bagi Barber-
man), berpendapat bahwa alam liar
adalah tempat atau alam yang natural dan
fungsional. Alam menjadi sumber inspirasi
gaya-hidup manusia.

Sinical Realism sebagai cerminan realitas lain. Bagi penulis, ‘alam liar’ mengacu pada
Karena keliaran manusia sendiri, program definisinya sendiri sebagai lingkungan yang
yang diciptakan bahkan bisa sampai melalui belum dijamah manusia dan peradaban.
kecerdasan manusia itu sendiri. Alam liar bagi Namun, ia lebih kepada tempat dimana
Ari tidak lebih sebagai sarana lain. Alam liar ketika aturan baku tidak lagi berlaku dan
menjadi jawaban ketika seorang sudah “Lieur”. Ia kemerdekakan manusia menjadi utuh
menjadi pelarian dan hubungan parabolik yang seluruhnya. Meskipun kebebasan sejati itu
saling mengobati. tidak ada. (sejalan dengan Plato sebagai
seorang filsuf yang merekam bahwa
Ravi Wibowo sebagai seorang petani dan kebebasan jiwa yang sejati adalah ketika
pemerhati, mengamini bahwa keliaran dari alam mati, karena tubuh adalah penjara jiwa).
menawarkan kenyamanan, delusi yang bersifat
sementara. Alam menjadi rumah singgah dari Alam liar adalah alam ‘terasing’ secara
hiruk-pikuk rutinitas sehari-hari. simbolik yang bisa mencakup segala
kemungkinan-kemungkinan. Ia menjadi
Haris Hidayat sebagai seorang pendaki lebih daya dan sumber daya berbagai bentuk
menyoroti kepada alam yang masih asri. kehidupan yang disulingkan menjadi ilham
Ketika tetumbuhan atau aliran sungai dan bagi kreatifitas manusia.

19
Diagnosa
Alam Liar
Aku tak ingat persis pukul berapa kami
Oleh berangkat, mungkin sekitar pukul 8 lebih,
Ravi Wibowo kami tentukan berangkat pun tak lama setelah
NARPATI, Petani Kopi. kedatangan Alaena, kami sudah berkumpul
bersembilan orang. Setelah sampai di tempat
Jumat sore kami bersepakat berkumpul di kami menitipkan motor, kami mulai berjalan.
rumah Ikhsan jam 4 sore, hujan tengah rehat
dari rintiknya. Di rumah Ikhsan sudah ada Ali, Tak banyak hal yang aku khawatirkan malam
sore itu muram tapi tidak dengan kami. Aku itu, bulan pun sudah terang namun masih
dan Ali membeli sayuran untuk bekal kami malu-malu memendar sinarnya, tak pula
nanti. Hujan pun mengiringi kami. banyak yang aku pikirkan setelah datang
pada tempat kami berkemah, gemuruh sungai
Karena hujan dan sisa teman kami yang lain menyambut kami. Pohon-pohon pinus berdiri
belum datang maka kami menunggu reda dengan anggunnya, Saut-sautan monyet
hujan sekalian dengan mengumpulkan logistik kadang kudengar, apa yang mereka sautkan
yang kami perlukan. Satu demi satu teman- aku tidak mengerti. Paling mencari teman
teman kami berdatangan dengan basah kuyup. kawanannya atau mereka melihat yang tidak
Dilanjut mengobrol ngalor-ngidul, tertawa dan biasa mereka lihat. Kami. Aktivitas yang tidak
sekelibat kami mengobrol tiba-tiba ruang tamu masuk ekspektasiku, maka aku simpulkan
itu penuh saja. ekosistem hutan itu sehat.

20
Setelah kami mendirikan tenda, sebagian orang telah tertidur, sebagian dari kami
membuat perapian dan lain hal untuk menghabiskan malam untuk mengenang
menunjang kenyamanan kami. Sebagian masa-masa kami tumbuh, dari mulai musik
dari kami sibuk mencari udang di sungai, yang populer pada waktunya, salam-salam
setelah kiriuhan itu mulai tenang. Aku lewat radio, membahas asal mula tren
mulai memerhatikan sekitar, sejauh mataku sosial media, melantunkan lagu-lagu sambil
memandang. bernostalgia diiringi gitar kecil yang dipetik
Ikhsan. Sepertinya hidup lebih mudah kala
Aku bagi tiga wilayah yang paling aku kami muda. Diujung malam, aktivitas kami
perhatikan, sekitaran hutan. Hutan di sini sudahi dan tidur.
tidak mencekam seperti hutan-hutan di bawah
tapi aku rasa hutan itu ramai dan aku merasa Aku terbangun karena ruih di sekitar tenda,
diawasi. Sepetak lahan bambu, tidak banyak orang-orang sudah beraktivitas, aku membasuh
aku awasi aura “mati” di sekitaran wilayah mukaku di sungai. Pagi itu tenang dan terang,
itu. Dan terakhir, sungai. Hulu sungai dibalut hanya deru aliran sungai yang bisa aku dengar
gelapnya malam dan permukaan sungai yang di bantaran sungai ini. Aku lihat ke arah kami
sinari bulan memberi kesan bahwa bulan yang berkemah orang-orang sudah tertawa-tawa.
menjadi sumber air sungai. Ada hal yang aku Aku lihat Ikhsan berendam. Aku tak berani,
tidak bisa jelaskan tapi sungai dan bulan itu terlalu dingin, sisa membasuh mukaku saja
sangat menarik sekali untuk diperhatikan, tanganku masih baal, sampai saat kakiku mulai
seperti ada sesuatu hal yang terus menarik baal, aku putuskan untuk ke tenda bergabung
perhatianku. dan menyantap gorengan.

Sinar bulan menembus antara pohon-pohon Diskusi alam liar pun dimulai, kepalaku masih
pinus yang menjulang diantara kami, sebagian berat untuk berfikir aku hanya menyimak
obrolan, orang-orang mulai mendefinisikan
apa itu liar dengan kapasitas mereka masing-
masing namun tidak denganku semakin aku
mengikuti mereka semakin aku bertanya,
“apa yang sebenernya mereka bicarakan?” aku
memang sedang mengantuk.

Tapi forum diskusi itu bertanya padaku


tentang apa yang aku pikirkan, sebentar
aku berpikir dan yang aku dapat dari kepala
mengantukku hanya. Setiap orang butuh ruang
untuk menjadi dirinya. Beberapa contoh kasus
dilontarkan dan kami menanggapi. Diujung
diskusi aku simpulkan hanyalah bahwa alam
“liar” menawarkan kenyamanan, delusi yang
bersifat sementara, menjadi rumah singgah
dari hiruk-pikuk rutinitas sehari-hari.

“liar” di sini tidak hanya mencakup alam


harfiah, hutan seperti dalam KBBI yang
menyebutkan tidak tersentuh peradaban.
Liar yang saya maksud bisa dikaji lebih luas,
tergantung interpretasi kapasitas tiap orang.

21
Orang religius dengan pengalaman spiritualnya, pendaki dengan puncak gunungnya, pengguna
sosial media dengan identitas anonimnya bahkan pemikir dengan pemikirannya dan banyak
hal yang bisa mengantarkan orang untuk menikmati alam “liar”nya sendiri atau guilty pleasure.
Hal yang kita tahu itu salah tapi masih menjalaninya dan setiap orang saya yakin memilikinya
setidaknya satu hal. Pada dasarnya orang-orang ingin menemukan tempat dia menjadi dirinya
sendiri, melepas topeng yang terus ia gunakan dan mencari alam yang bisa menerimanya, entah
orang untuk mendengar, atau hanya bengandengan tangan atau apapun yang mereka ingin
lakukan tanpa takut orang lain menghakimi.

Setelah makan dan sebagian dari kami sudah pulang. Aku putuskan untuk berendam di sungai itu.
Dengan beban pikiran yang aku bawa sejak kemarin, aku membenamkan seluruh tubuh dalam
sungai dan air sungai itu seperti amarah yang menenangkan, aliran sungai itu terus menderu di
belakang kepalaku, keriuhan yang membawa ketenangan.

22
Orang-orang sedang asyik dengan aktivitasnya masing-masing. Dan aku merenung untuk
mengingat apa yang dikatakan Ali. Jadilah air, setelah aku merenung caraku menyikapi beberapa
masalah, jika aku menjadi api atau amarah tidak akan menyelesaikan masalah. ini masalah sikap,
bukan harfiah menjadi air yang terus mengalir tak terbendung. Aku mendapatkan beberapa
solusi saat aku berendam di sungai, memang benar masalah sikap ini tentang kedewasaan tapi tak
kusangka akan mendapatkanya dengan berendam di sungai. Di suatu hutan.

Masih ada hal yang ingin aku bahas di tulisan ini namun ada variable yang membuat saya malas
dan saya pikir akan menyinggung lain pihak.

23
Memaknai Manusia mengalami beberapa fase
tumbuh dari mani – bayi – anak-anak –
remaja – dewasa – tua dan sampai mati.

Alam Setiap fase tersebut, manusia mengalami


fase [ alam ] yang berbeda-beda pula baik
di udara, tanah, air, api, hutan kampung

& Cinta pekotaan alun-alun dan kecelah-celah


lapisan kultur hewan. Manusia dan
bahkan yang tak kasat mata.
Oleh
Kaki manusia sudah sampai ke berbagai
Aliyanto tempat yang bisa saja sampai ketempat
Majelis Malaikat
yang paling tidak biasa/ekstrim baik
dari suhu yang terdingin sampai
membekukan apapun yang masuk
kedalamnya dan yang terpanas yang bisa
melelehkan apapun. Bahkan katanya kaki
manusia sudah menginjakan apapun
yang tak ada di bumi, menginjakan
kakinya di bulan seperti si Armstrong.
Lebih jauh lagi manusia sudah bisa
menembus dimensi yang paling lembut
seperti masuk ke alam ruh (goib).

Pada hari Jumat, 22 Februari 2019 lalu,


acara Diagnosa Alam Liar dilksanakan
oleh beberpa orang pemuda dengan
titik keberakatanya dan keresahan yang
berbeda-beda pula. Keresahan menekan
perut, mengijak–injak kepala, mengoyak
mental dan mencakar jiwa.

Diagnosa alam liar adalah pelepasan


kebebasan diri dan jiwa supaya
menemukan batasan-batasan pada
diri masing-masing sesuai resolusi nya
masing-masing pula. Batu Tulis (BS)/
Batu Lempar (BL) adalah tujuan kemah
dan acara Dignosa di Laksanakan, BS/
BL berada dibelakang Makam Godog,
Patilasan Perabu Kian Santang. Aura
mistis sangat kental dirasakan, mungkin
medan mistis yang terbentuk secar alami
atau dibuat dengan sengaja yang entah

24
oleh siapa, hanya Tuhan yang tahu.
Ketukan ritme kaki beberapa pemuda
mengetuk tanah, mengigit akar-akar
pinus yang menghujam tanah, batang
jenjang yang seksi menjulang ke atas dan
daun yang melambai-lambai menambah
nikmatan perjalanan, ditambah angin
yang tenang pada daun yang basah
sehabis hujan mengiringi perjalanan
yang seolah-olah mengucapkan selamat
datang.

Kira-kira pukul 22.00 WIB kami


tiba di lokasi. Ada yang mendirikan
tenda, masak dan sebagainya. Tanpa
komando, kami secara otomatis sudah
tahu kemampuan masing-masing
seperti sekelopok semut siap menjadi,
tanpa di komado. Kita saling mengisi

25
26
satu sama lain ketika ada yang kosong
langsung mengisi, dan secara otomatis
kita adalah satu kesatuan dari sebuah
kelompok dan terbentuk alami mengalir
secara alamiah. Setiap orang mengalami
penglaman sedih dan bahagia yang
berbeda-beda, pengalaman bukan
sekedar mengalami sedih dan bahagia,
dari kata dasar “Alam”, peng-alam-an
adalah proses meng-alam-i ; mengalir
bersama mekanisme alam, menyatu
pada hukum tuhan yang Rahmatan Lil
A’lamin.

Mendiagnosa terhadap sesuatu yang


kita temui di alam adalah sebuah
kuda-kuda untuk menghadapi alam
liar, hutan belantara yang penuh
hewan buas yang amat lapar, labirin- Kita malah semakin liar mendefinisikan
labirin ilusi terbentang di perjalanan cinta dengan berbagai sudut pandang.
dan pencarian kemanusian itu sendiri Semua alam dan alam ditunggani oleh
untuk menemukan tubuh manusia cinta, sementara keliaran merujuk ke
yang seutuhnya. Posisi manusia di alam puncak dari liar itu sendiri, yakni cinta.
itu sendiri adalah mengabdi sebagai
aktor tuhan yang harus memerankan Cinta terhadap sesuatu bisa melahirkan
peran apa, “Petualangan bukan tentang alam-alam baru dan mewujud keliaran
jauh jalan yang dilampaui, melainkan yang amat liar.
bagaimana melaluinya “.
Cinta bisa merasuk alam Nasut, Jabarut,
Diskusi Diagnosa Alam Liar memuncak Malakut, maupun Lahut. Ia bisa
ketika matahari sudah membungbung mengontrol dengan amat mudah.
tinggi. Suhu memanas, bahasan diskusi
ikut terbawa panas. Bahasan memuncak Cinta bahkan bisa membakar surga dan
pada keliaran yang secara alami. neraka dengan panasnya cinta kepada
Mungkin alam dan yang mempuyai Sang Maha Cinta.
itu sendiri mengiring dan masuk pada
bahasan ranah cinta.

27
Menimbang Ulang Ada kabar yang kurang menyenangkan
dari sebuah penelitian yang dipimpin
oleh University of Queensland. Mereka

Masalah yang mengungkapkan bahwasanya wilayah alam


liar di Bumi semakin menyusut.

Menulang Tim internasional baru-baru ini melakukan


pemetaan sisa alam liar di dunia, dan salah
satu peneliti, Profesor James Watson dari
University of Queensland School of Earth
Oleh
and Environmental Sciences, berkata
Ridwansyah bahwa dia khawatir dengan hasilnya.
Artventure Campfire Planner
“Satu abad yang lalu, hanya 15 persen
permukaan bumi yang digunakan oleh
manusia untuk bercocok tanam dan
memelihara ternak,” katanya.

Sementara hari ini, lebih dari 77 persen


daratan, tidak termasuk Antartika, dan
87 persen lautan tidak luput dari aktivitas
manusia.

28
Ini Artinya memang sulit dipercaya, tetapi kegiatan kemping melalui pendakian-
antara tahun 1993 sampai 2009, wilayah alam pendakian gunung di sekitar wilayah
liar yang lebih besar dari India atau sekitar 3,3 Kabupaten Garut.
juta kilometer persegi hilang karena digunakan
untuk pemukiman, pertanian, pertambangan Tak bisa dipungkiri bahwa kegiatan ini
dan lain-lain. sangatlah menyenangkan, apalagi di akhir
perjalanan pasti disuguhi oleh pemandangan-
Lalu, satu-satunya lautan yang bebas dari pemandangan yang sangat menakjubkan,
penangkapan industri serta polusi hanya sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat
terbatas pada wilayah kutub saja. Peneliti menikmati pemandangan tersebut.
lain yang terlibat, James R. Allan, ikut
menambahkan jika alam liar yang tersisa di Disisi lain, dengan semakin banyaknya para
dunia hanya bisa dilindungi melalui kebijakan penggiat yang datang, maka banyak pula
internasional. (sumber data: “Jurnal Asia”) masalah yang datang. Salah satu contoh adalah
masalah sampah yang sampai saat ini belum
Maka berdasarkan hasil penelitian tersebut ada penyelesaian secara ril, meskipun disetiap
dapat disimpulkan bahwa eksistensi “manusia” pos pendakian selalu ada tulisan “Bawa turun
yang ingin memanusiakan manusia tentu kembali sampah”. Tapi itu seolah hanya sebagai
mengancam keberadaan alam liar. slogan penghias pohon yang ‘dipaku’.

Melalui “Diagnosa Alam Liar” saya pribadi Semboyan “Garut Kota Intan” tak berlaku
ingin memaparkan apa yang menjadi sebuah ketika melihat kondisi di trek pendakian
kegelisahan ketika masih sangat aktif dalam gunung-gunung di kabupaten Garut, yang

29
notabene adalah “Alam Liar-nya” mereka. Dikaitkan kembali dengan sampah sebagai
sampai ketika saya bertanya pada Ketua U40 contoh yang sangat populer, jika sampah
(U Forty), sebuah komunitas penggiat alam sampah ini tidak dikelola dengan baik, apalagi
dimana anggotanya adalah para pendaki sampah plastik, maka akan merusak unsur
lawas dengan usia 40 tahun ke atas. Hal yang hara yang ada di dalam tanah, dimana unsur
ditanyakan tidak jauh seputar masalah sampah, hara ini adalah faktor penyubur tanah. Jika
tapi yang saya tanyakan adalah: “Bagaimana ini terjadi, maka apa yang diwariskan kepada
perbedaan para pendaki dahulu dan sekarang anak cucu kita kelak?. Sampah plastik ini akan
dalam hal menangani masalah sampah yang menjadi warisan bagi generasi penerus, bahkan
mereka bawa?” sampai 100 tahun yang akan datang, katanya.

Perbedaannya pun sangat kontras sekali Saya kutip pernyataan sahabat saya Aliyanto
dengan zaman sekarang ini. Dahulu ketika sebagai penutup: “dari alam maka kita
mereka (U Forty) mendaki, misal hanya 4 kembalikan lagi ke alam”. Tapi ingat, jika yang
sampai 8 orang, maka diatas puncak tidak ada kita kembalikan adalah keburukan, maka
siapa-siapa lagi, karena masih jarang sekali alam juga akan memberikan dampak buruk.
atau masih kurang populer dalam hal mendaki Sebaliknya jika yang kita kembalikan adalah
gunung. Pun demikian dengan sampah yang kebaikan terhadap alam tersebut, maka itu
ada sangat jarang sekali ditemukan, karena adalah warisan yang harus dijaga untuk
kebiasaan mereka sampah yang bisa dibakar keberlangsungan dan eksistensi generasi
mereka bakar untuk api unggun (meski manusia yang akan datang.
sebenarnya cara ini salah).

Kemudian ada gerakan-gerakan para


pemuda yang patut dicontoh, yakni gerakan
membersihkan sampah-dampah di gunung.
Tapi sayang, gerakan ini tidak terjadi secara
kontinyu dan berkesinambungan. Adapun
solusi yang ditawarkan dari saudara sekaligus
sahabat saya, sebut saja inisialnya “Aliyanto”
memberikan solusi penangan sampah di
gunung dengan menyimpan tempat sampah di
sepanjang trek pendakian untuk meminimalisir
membuang sampah secara sembarangan.
Dan sekali lagi, ide ini belum terealisasikan
karena harus ada modal yang cukup besar dan
membutuhkan sponsor.

Saya sempat berbincang dengan seorang


Guru geografi yang mengajar di salah satu
sekolah Swasta yang ada di Kab. Garut.
Alisa Khoerunnisa yang biasa disapa dengan
panggilan “Icha” ini mengungkapkan
kekhawatirannya mengenai banyaknya wilayah
wilayah yang dijadikan sebagai tempat wisata
menjadi peluang besar terjadinya kerusakan
kerusakan terhadap alam tersebut.

30
31
Sadar atau tidak manusia sekarang sudah
terlalu menuhankan nafsunya, hasrat manusia
yang tak pernah merasa cukup bahkan selalu

Alam Adalah Ibu merasa kurang. Ini menimbulkan dampak


yang sangat besar bagi keberlangsungan alam
itu sendiri. Kerusakan yang ditimbulkan
Oleh manusia semakin hari semakin signifikan
saja, manusia seakan sudah sangat terlalu
Alaena Sururoh mengambil peranan penting terhadap kondisi
Kopi Beybeh Taster
alam ini, menganggap dirinya sebagai pusat di
alam semesta.

Makin hari manusia makin lupa akan


keberadaan Tuhan yang sebenarnya mengurusi
semua alam semesta, baik alam material
bahkan alam ghaib, manusia makin hari
malah semakin angkuh, sombong dengan
kemampuan-kemampuan yang secuil tahi
lalat itu. Pada akhirnya manusia akan buta,
tuli, bisu, bahkan pincang atas batasan zasad
manusianya.

32
Hewan buas yang lapar sudah terlepas dari yang di luar dan di dalam diri termasuk juga
kurungan, siap mengoyak-moyakan daging, alam”. lalu ‘liar’ menurut KBBI yah- tidak
hewan buas itu bernama keserakahan ada yang memelihara; tidak dipelihara orang
dan ketamakan. Manusia tidak bisa lagi (tentang binatang): dan ini menurut saya juga
berpikir panjang apa yang dilakukannya dan “liar adalah ketiadaan” peace ….!!!
mengambil apapun yang ada di alam. Contoh, Alam hanya menjadi alat pemenuhan hasrat
penggerusan pasir serta batu yang semakin kepentingan-kepentingan manusia yang
brutal yang tak henti-hentinya, pembabatan sedang mabuk dengan ketamakannya.
pohon yang membabibuta, pencemaran di
air, tanah dan udara oleh si bangsat bernama Tuhan menciptakan kita di alam semesta
pabrik di atas nama ketamakan industri. Inilah beserta isinya dengan segala pertimbangannya.
salah satu kondisi dimana manusia sekarang Dan tuhan menjadikan manusia di alam ini
sudah kehilangan interaksi dengan alam, alam sebagai khalifah fil ardhi yang bertugas sebagai
hanya dianggap seonggok benda mati saja penyeimbang, penyelaras tata kehidupan di
dan tidak bisa berbuat apa-apa, lah memang bumi dan alam semesta.
dianggap benda mati ko..?
Manusia semakin hari semakin lupa akan
Alam menurut KBBI adalah segala yang ada kesadaran dan keberadaan Tuhan, semakin
di langit dan di bumi (seperti bumi, bintang, buas kehadirannya di alam semesta ini. Surat
kekuatan): “tambahan dari saya supaya agak Keputusan (SK) sebagai khalifah dari Tuhan
eksis heheh”. Kemudian dalam diri kita apapun untuk di bumi disalahgunakan seenaknya saja,

33
mengendalikan ke kiri dan kekanan apa yang dan semakin bergejolak di kepalaku, tak
ada di langit dan di bumi. Untuk meminimalisir tertahan dan melontarkan beberapa kata yang
semua ini, lantas apa yang harus kita lakukan menjadi kalimat persis apa yang dikatakan
dengan keliaran alam liar yang ada di sekitar alam A Ali di pembukaan diskusi “ada alam
dan di dalam diri kita?. khusus dalam manusia” alam adalah Guru,
alam adalah Kakak, alam adalah Bapak, dan
Alam telah menjadi korban kebengisan alam adalah Ibu. Alam menjadi ilmu ketika
tangan-tangan kekar yang selalu mematri, kita peka terhadap alam, alam akan hidup dan
batu, pohon, tanah, air, api dan udara. Alam menghidupi.
semakin keras merintih dan meringkik sakit
yang mengiris. Apakah alam terlalu sabar Hanya saja manusia tak tahu dirinya sebagai
atau alam sudah terlalu tua, atas pemerkosaan khalifah fil ardhi yang kaffah, yang harus
manusia itu sendiri? bijak terhadap sesuatu, adil dan menjadi
penyeimbang apa yang ada di bumi ini dan
Hari Jumat tanggal 22 - 23 Februari 2019 acara tidak lupa akan keberadan Tuhan.
‘Diagnosa Alam Liar’ dilaksanakan. Tiba waktu
diskusi, diskusi semakin panas, memuncak
Alam adalah Ibu
Alam menyusui
Alam mengasuh
Alam dan manusia adalah Ibu dan Anak.
”Dari alam menjadi alam”

Sekali lagi kita ini sebagai manusia harus berintraksi dengan alam maka kita akan tahu watak-
watak alam, bahkan sistem dan hukum alam. Zaman dulu, masa Ibu saya sekitar umur 20 tahun
dan di sekitar tahun 60an, manusia lebih bijak terhadap alam. Lebih arif dan menjaga alam
dan meletakan posisi alam sebagai “Ibu” merupakan salah satu bentuk penghormatan manusia
terhadap alam. Alam benar-benar hadir dikeseharian orang zaman dulu, sosok yang sangat
berjasa dan terhormat seperti Ibu. Ada ke-terjalinan rasa yang sangat emosional, intim dan dekat
antara alam dan manusia, sebagaimana seorang anak dan Ibunya.

35
Maka untuk menjaga nilai keharmonisan tersebut, terbentuklah tradisi ritual dalam berbagai
bentuk cara yang sesuai dengan cuaca dan iklim kultur di berbagai tempat dan cara yang masing
masing untuk mengekspresikan kehormatannya. Bentuk penghormatan kepada alam seperti
rasa syukur pasca panen dan ritual keagamaan. Keselarasan seperti ini menjadi bukti nyata.
Setiap rangkaian kebutuhan sehari-hari saling membutuhkan dan saling mengisi antara alam
dan manusia. Keselarasan ini akan terlihat di pohon-pohon yang rindang, bersihnya air sungai
dan laut, tanah yang subur, dan segarnya udara adalah sebagai rona dan pelengkap proses hidup
yang membaur menjadi satu dengan alam. Hidup harmoni antara anak dan ibu akan menjadikan
keseimbangan. Hubungan erat budaya, lingkungan dan alam adalah tabungan untuk anak cucu
kita nanti kedepan.

36
Hukum-hukum, praktik, tradisi yang keterikatan atas alam dan tanggung jawab akan
menimbulkan keselarasan dan harmoni tanpa ada konflik antara Ibu dan Anak atau Alam dan
Manusia. Dan kebutuhan untuk memenuhi generasi sekarang maupun yang akan datang itu akan
aman, Ibu kita akan melindungi dan mengasuh kita dengan kasih sayang. Tanah yang subur hasil
panen di kebun, di sawah dan di laut yang melimpah adalah bentuk alam yang meyusui kita. Dan
keberuntungan, disikapi sebagai bentuk pemberian serta kebaikan hati seorang Ibu.

37
Alam Maya Mendengar kata ‘Alam Maya’, pasti kalian akan
terpatok kepada selebriti papan atas kita kan?,
iyakan?, iya yah?, iya dong? please.. Hehehe.
Oleh Bukan itu maksudku. Alam adalah segala yang
Ari Ahmad Riadi ada di langit dan di bumi atau semesta, itu garis
NetiZen x GodPeople besarnya dan masih banyak deskripsi alam-
Owner Barber Ngider alam lain menurut para ahli. Sedangkan ‘Maya’
adalah apa yang nampak, akan tetapi pada
kenyatanya tidak ada; hanya ada di angan-
angan (khayalan). Sepertihalnya Luna Maya
yang aku kagumi tapi tidak bisa aku miliki.
Hehehehe.

Selanjutnya aku menanggapi garis besar cerita


dari “Diagnosa Alam Liar”. Sewaktu itu pada
hari Jumat sore, saya dan rekan-rekan pergi ke
suatu tempat yang sangat sunyi, sepi dan ingin .
Menikmati secangkir kopi seperti ‘Anak Indie’,
yah intinya sih ingin pergi dari gemuruhnya

38
kota akuh yang sedang ramai-ramainya ‘trend’ untuk bisa jadi Gok’s. ia bisa muncul
dengan hal politik, maklum sedang dalam dan hilang dengan cepat. Kembali ke diskusi
atmosfer tahun politik. Dengan agenda kami tentang Diagnosa Alam Liar, Aku melontarkan
yang seperti biasa; nge-camp dan diskusi. Di kata secara spontan uhuyyy! didalam diskusi
hutan belakang Makom Kiansantang (Makom itu “Ah… da aku mah pergi ke Alam Liar itu
Godog), sesampainya di lokasi, waktu sudah ketika Alam pikiranku sudah Lieur” serentak
larut malam. Sebagaimana mestinya, kami teman-temanku tertawa terbahak-bahak
memasang tenda dan memasak menu apa yang mendengar ucapanku demikian, ada yang
akan kami makan untuk malam itu, namun langsung menikmati kopi, ada memberi solusi
setelah makan, si akuh lupa ingatan dan tidak dan memperlebar pembicaraanku saat itu dan
bisa bercerita lagi di dalam tulisan ini. Aku ada juga yang sedang berenang di sungai depan
tertidur lelap, mungkin aku lelah dan resah. tempat kita diskusi.

Malam telah pergi dan pagi bangkit kembali,


aku lansung bergegas untuk membekukan
sejarah dan mengabadikan momen serta
lanskap pemandangan yang sangat indah,
udara sejuk namun matahari terasa hangat
menembus celah antara pohon pinus lalu
menuju kulitku. Tujuan aku untuk mengambil
momen itu adalah untuk memenuhi stok
galeri, buat nanti di Update di Dunia Maya-ku,
“Berjalan, Memandang, Memotret dan Meng-
update” seperti itu keseharian dan tujuanku.
Keberaianku untuk menulis dan memberikan
pendapat dengan munculnya kata “Alam
Maya” pada diskusi kecil yang di suguhkan saat
itu adalah keresahaanku terhadap Alam Maya
atau juga Dunia Maya.

Di Era Informatika saat ini, suka atau tidak,


rela atau engga, (suka rela engga? hehehe)
kita telah berkecimpung di dunia maya yang
biasa disebut sebagai ‘media sosial’ (Medsos)
“siapa sih di era ini yang tak mempunyai
akun Medsos sepertihalnya Facebook,
Twitter, Instagram dan lainya”. “Pasti kalian
punyakan.?” Sedikit bercerita tentang sejarah
bagaimana dulu aku menggunakan Medsos,
lebih tepatnya Facebook, yang pertama aku
miliki misalnya, namaku dulu adalah “Ariie
Putraa Bungsuee” tapi itu sih waktu itu dan
pada zaman dahulu, tapi San’s, sekarang sudah
menggunakan nama asli lagi ko. Hehehe.
Mungkin seperti itulah zaman ketika media
sosial atau alam maya yang tak bisa di lawan,
kita dipaksa untuk terus saja mengikuti
Alam Maya itu. Alam Maya menjadi sebuah
Menyadari bahwa kita yang hidup di Era Informatika atau era digital ini, sebaiknya Alam Maya atau
Dunia Maya itu bisa kita gunakan dan manfaatkan secara baik. Misal media sosial seperti Instagram,
Youtube, menjadi lahan keprofesian yang baru, memanfaatkan Medsos sebagai ladang penghasilan.
Jangan sebaliknya seperti Netizen yang maha benar. Alam Maya atau Medsos itu ibaratkan pohon
yang berakar dan tumbuh besar, bercabang dengan sistem-sistem yang dirancang oleh manusia itu
sendiri, tumbuh dengan dedaunan yang hijau bunga yang indah sehingga bisa menghasilkan buah
yang manis untuk kita nikmati. Seperti itulah analogi Alam Maya menurut saya sendiri. Meskipun
tetumbuhan itu ada diantara belukar dan tanaman liar, tapi kita mesti pandai memilah mana pohon
yang bisa berbuah manis dan beracun. Alam maya bagi aku selalu menyediakan rerimbun dedaunan
informasi, berlapis-lapis urat batang dimensi dan menjalar jangkauan akar-akar pengetahuan. Dia
bisa jadi obat atau racun, tergantung bagaimana kita menggunakanya.

40
Memang keseharianku ini bergelut dengan komputer, sitem-sistem, mesin-mesin, kabel-kabel dan
kurikulum yang otomatis diatur oleh sistem alfabetis buatan manusia itu sendiri, kopi, buku, senja,
sunyi, sepi, sepertihalnya anak Indie lagi(Mileaa eeehh Milenial ketang). Tetapi aku bisa belajar
terhadap ‘Alam’ yang sudah harfiah, yang membuat aku menjadi lebih hidup, sedangkan Maya…
yaaaahh apa atuh dia itu hanya memberi harapan yang entah kapan bisa aku dapatkan tanpa kepastian.
Hehehe “Jadi aku galau uterus sama si Maya”.

Udah dulu aah.. Aku mau Update dulu sama si Maya biar engga jangarrrr!!!. di media sosialku
terhadap keindahan si Alam, supaya kalian bisa melihatnya baik itu senja, langit, hujan, gunung
dan apapun itu yang disuguhkan oleh si Alam, kalian bisa melihatnya live tapi tetap saja, tidak bisa
merasakan sepertihalnya Aku yang merasakan secara super live. Heeee

Salam.. yeeessssss…!!!

41
Terimakasih kepada para Pengembara:

Acep Setiawan Nugraha


Aliyanto
Alaena Sururoh
Ari Ahmad Riyadi
Deden Nurwahyudin
Elwid Febrian
Haris Hidayat
Hilman Ramdani
Ikhsan Sopian Hadi
Mufti Afdal Dzikri
Mufti Al-Rajab
Mustopa Kamil
Ravi Wibowo
RobiMaulana Sugara
Ridwansyah
Ujang Desmoy

Anda mungkin juga menyukai