Pembuktian yang Sempurna Adalah Digital Forensik Pada Kasus Penembakan Brigadir J
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J (Joshua) dengan luka tembak di
tubuhnya yang saat awal kejadian masih menjadi teka – teki karena “hilang” nya alat bukti berupa cctv dan juga hp dari brigadir J. Perlunya alat bukti digital untuk mengetahui kejadian dari awal permulaan sampai akhir kejadian guna mengungkap siapa pelaku dan bagaimana brigadir J tewas di rumah Jenderal bintang 2 Ferdy Sambo. Pembuktian IT / Digital Forensik dalam KUHAP kedepannya menjadi yang pertama karena keterangan saksi bisa jadi lupa / tidak ingat, sedangkan keterangan elektronik dapat berbicara dalam hal apapun. Ilmu pengungkapan perkara kamera cctv di tkp dan hp milik brigadir J ini “hilang”, hilang disini bisa berarti hilang karena tempatnya yang berpindah entah kemana sehingga harus di tracking (lacak) dan diungkap. Locus delicti dalam peristiwa ini yaitu dalam suatu rumah, maka segala bukti yang ada disekitar rumah tersebut harus digali agar Scientific Investigation. Pada era KUHAP, hukum acara yang mengatur alat-alat bukti diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dalam ketentuan tersebut telah dicantumkan hal apa saja yang dapat dijadikan alat bukti, akan tetapi belum mengakomodir alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, selanjutnya berkembang pada 9 (sembilan) undang-undang yang baru yang dalam salah satu ketentuannya menerangkan tentang alat bukti elektronik. Saksi Ahli Digital Forensik, Hery Priyanto dihadirkan di persidangan Ferdy Sambo Cs guna menyetel rekaman CCTV yang pada awalnya dikatakan “hilang” kemudian ditemukan dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Adapun rekaman CCTV tersebut dipastikan berasal dari penyidik Cyber maupun Pidum Bareskrim Polri. Sebagaimana atas permintaan majelis hakim dan penasihat hukum terdakwa untuk melakukan proses objek zooming. Sehingga ahli pun hadir di persidangan untuk menampilkan proses zooming tersebut. Dalam berbagai kasus tindak pidana kali ini diharapkan adanya pendidikan yang berbasis teknologi dan sifatnya ilmiah dalam rangka peningkatan kemampuan, sehingga dapat menunjang proses penyidikan, dan menambah terang jalannya penyidikan oleh penyidik polri. Serta pemahaman kepada penyidik bagaimana penanganan TKP dan pada saat Autopsi dilakukan, sehingga tidak ada kesalahan pada saat penanganan yang menyebabkan kemungkinan hilangnya bukti pada TKP maupun korban. Meningkatkan Sarana dan Prasarana yang kurang dalam hal mendukung penyidikan, berkordinasi dengan segenap Criminal Justice System agar satu persepsi apabila mengahadapi kasus yang berkaitan dengan pembuktian dan penyidikan yang Scientific, sehingga paham bagaimana penerapan pasal yang tepat dalam rangka penegakan hukum. Salah satu bentuk yang dapat dilakukan adalah melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) terkait pengetahuan dan pemanfaatan Scientific investigation dalam suatu perkara.
Dalam Wawancara Prof. Hibnu Nugroho bersama tv-One dengan judul “Prof. Hibnu: Pembuktian yang Sempurna Adalah Digital Forensik | Kabar Petang tvOne”