Anda di halaman 1dari 139

STRATEGI PERBAIKAN SERVICE LEVEL CALL CENTER

TELKOMSEL DI PT. INFOMEDIA NUSANTARA MEDAN

TESIS

OLEH:

JOHANA SIHOL MARITO PURBA


167025006/TI

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

i
Telah Diuji pada
Tanggal : 4 September 2020

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Humala. L. Napitupulu, DEA

Anggota : Dr. Ir. Juliza Hidayati, MT

Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE

Ir. Nazaruddin, MT, Ph.D

Dr. Ir. Meylita Tryana Sembiring, MT

iv
Abstrak
Strategi Perbaikan Service Level Call Center Telkomsel
di PT. Infomedia Nusantara Medan
Telkomsel sebagai perusahan telekomunikasi terbesar dengan jumlah
kepemilikan saham dan jumlah pelanggan terbanyak di Indonesia memenangkan
persaingan bisnisnya salah satu cara nya dengan menyediakan layanan call center
bagi penggunanya. Call center bertujuan untuk mengembangkan kinerja
perusahaan dan mereduksi biaya dengan menyediakan standarisasi, kelancaran, dan
menyeragamkan layanan bagi pelanggan. Guna meningkatkan kinerja perusahaan
agar pelanggan tetap menggunakan produk-produknya, PT Telkomsel merumuskan
target KPI (Key Performance Indicators) salah satunya dengan menetapkan target
Service Level minimal 96%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
strategi yang dilakukan PT. Infomedia Nusantara untuk meningkatkan Service
Level diatas 96% dan menyusun langkah-langkah perbaikan kinerja dengan
menggunakan metode DMAIC. Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan
bahwa usulan perbaikan kinerja untuk meningkatkan service level adalah dengan
penambahan jumlah operator pada jam-jam sibuk, usulan perubahan pola
penugasan, jam istirahat, dan mengurangi waktu rata-rata melayani pelanggan dari
maksimal 5 menit menjadi maksimal 4 menit.
Kata Kunci: Perbaikan Kinerja, Service Level, Six Sigma

v
Abstract
Strategy to Improve Telkomsel Call Center Service Levels at PT. Infomedia
Nusantara Medan
Telkomsel as the largest telecommunications company with the largest
share ownership and the largest number of subscribers in Indonesia wins its
business competition by providing call center services for its users. Call centers
aim to develop company performance and reduce costs by providing standardized,
smooth, and uniform services for customers. In order to improve the company's
performance so that customers continue to use its products, PT Telkomsel has
formulated KPI (Key Performance Indicators) targets, one of which is to set a
minimum Service Level target of 96%. The purpose of this research is to identify
the strategies implemented by PT. Infomedia Nusantara to increase Service Level
above 96% and arrange performance improvement steps by using DMAIC method.
Based on the results of the study, it is concluded that the proposed improvement in
performance to improve service levels is to increase the number of operators during
peak hours, suggestion of changes in assignment patterns, rest hours, and reduce
the average time to serve customers from a maximum of 5 minutes to a maximum
of 4 minutes.

Keywords: Performance Improvement, Service Level, Six Sigma, SWOT Analysis

vi
RIWAYAT HIDUP

Johana Sihol Marito Purba lahir di Tanah Gambus, pada tanggal 27

Desember 1991, merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan

bapak H. Purba dan ibu M. Siringo-ringo. Penulis menyelesaikan pendidikan

Sekolah Dasar pada tahun 2003 di SD Negeri 013840 Sei Alim Hasak,

menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2006 di SMP

Negeri 6 Kisaran dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada

tahun 2009 di SMA Swasta Panti Budaya Kisaran.

Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan Diploma 3 ke Pendidikan

Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan, pada progam studi Teknologi Kimia

Industri dan menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2013. Pada tahun 2014

penulis melanjutkan pendidikan S1 di Institut Sains dan Teknologi TD. Pardede

(ISTP) Medan dengan jurusan Teknik Industri dan menyelesaikan pendidikan

tersebut pada tahun 2016. Kemudian Pada tahun 2016 penulis melanjutkan

pendidikan S2 di Universitas Sumatra Utara dengan jurusan Teknik Industri.

KATA PENGANTAR

vii
Puji syukur hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Strategi Perbaikan

Service Level Call Center Telkomsel di PT. Infomedia Nusantara Medan”.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan untuk perusahaan yang

bergerak di bidang call center agar dapat meningkatkan target service level

perusahaannya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis, baik dalam

penelitian, proses penyusunan tesis, maupun selama menjalankan S2 ini. Terima

kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Humala L. Napitulu, DEA, selaku guru besar

Program Studi Magister Teknik Industri Universitas Sumatera Utara dan sekaligus

menjadi pembimbing utama penulis yang telah banyak memberikan dukungan,

arahan, dan petunjuk dalam penyelesaian tesis ini. dan juga sebagai anggota komisi

pembimbing kedua yaitu Ibu Dr. Ir. Juliza Hidayati, MT, saya ucapkan terima kasih

atas bantuan, dukungan, arahan, dan petunjuk dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. A.

Rahim Matondang, MSIE, Bapak Ir. Nazaruddin Matondang, MT, Phd, dan Ibu Dr.

Ir. Meilita Tryana Sembiring, MT, sebagai tim penguji yang telah banyak

memberikan masukan serta saran yang membangun dan menyempurnakan tesis ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Staf di Magister Teknik Industri

yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi dan dukungan selama

peneliti mengikuti pendidikan.

viii
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis

Bapak H. Purba dan Mama M. Br Siringo-ringo, yang tidak henti-hentinya

memberikan semangat, doa dan dukungan secara moril dan materil selama penulis

menyelesaikan studi S2 dan dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih juga kepada

kakak-kakak dan adik-adik penulis, kak Pita, kak Evi, kak Lia, Putri dan Putra atas

semangat yang selalu diberikan kepada penulis

Terima kasih juga penulis sampaikan untuk teman-teman khususnya

angkatan 24, 25 dan 26 atas kerja samanya dalam menjalani perkuliahan dan

penyelesaian tesis ini, dan kepada sahabat-sahabat penulis, penulis ucapkan

terimakasih atas bantuannya selama ini, dalam proses pembuatan tesis ini. Serta

ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu atas dukungan dan doanya dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan pada

penelitian ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, penulis berharap semoga

penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2020


Penulis

Johana Sihol Marito Purba


167025006
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii

ix
ABSTRAK ............................................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................6
A. Manfaat Teoritis ...................................................................................7
B. Manfaat Praktis ....................................................................................7
1.5 Batasan dan Ruang Lingkup .....................................................................7
1.6 Asumsi ......................................................................................................8

BAB 2 LITERATUR RIVIEW .............................................................................9


2.1 Strategi Perusahaan..................................................................................9
2.1.1 Pengertian Strategi ..........................................................................9
2.1.2 Proses Manajemen Strategi ..........................................................10
2.2 Pelayanan (Service) ................................................................................13
2.2.1 Pengertian Pelayanan (Service) ....................................................13
2.2.2 Karakteristik Pelayanan ................................................................15
2.3 Service Level ...........................................................................................17
2.4 Call Center..............................................................................................20
2.4.1 Tujuan Call Center .......................................................................21
2.4.2 Teknologi Call Center ..................................................................22
2.4.3 Aspek-aspek Pengelolaan Call Center .........................................24
2.5 Lean ........................................................................................................33
2.5.1 Pendekatan Lean ...........................................................................33

x
2.5.2 Lean Management ........................................................................37
2.6 Six Sigma (DMAIC) ...............................................................................38
2.6.1 Pendekatan Six Sigma ...................................................................38
2.6.2 Konsep Six Sigma .........................................................................41
2.7 Lean Six Sigma (DMAIC) ......................................................................43
2.7.1 Tahap Define (D) ..........................................................................44
2.7.2 Tahap Measure (M) ......................................................................45
2.7.3 Tahap Analyze (A) ........................................................................46
2.7.4 Tahap Improve (I) .........................................................................47
2.7.5 Tahap Control (C) ........................................................................48
2.8 Analisis SWOT .......................................................................................50
2.9 Teori Antrian ..........................................................................................52
2.9.1 Tingkat Kedatangan dan Proses Poisson ......................................53
2.9.2 Konfigurasi Model Antrian ..........................................................55
2.10 Kerangka Konseptual............................................................................59

BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................61


3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................61
3.2 Lokasi Penelitian ....................................................................................61
3.3 Metode Pengumpulan Data.....................................................................61
3.4 Sumber Data ...........................................................................................62
3.5 Metode Analisis Data .............................................................................63
3.5.1 Metode Lean Six Sigma (DMAIC) ...............................................63
3.5.2 Metode SWOT..............................................................................65

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................74


4.1 Pengumpulan Data ..................................................................................74
4.1.1 Data Target KPI Call Center Telkomsel ......................................74
4.1.2 Penjadwalan dan Jumlah Operator Call Center Telkomsel..........75
4.1.3 Penentuan Jam Sibuk Layanan Call Center Telkomsel ...............76
4.2 Pengolahan Data .....................................................................................77
4.2.1 Tahap Define.................................................................................77

xi
4.2.2 Tahap Measure .............................................................................78
4.2.3 Tahap Analyze...............................................................................90
4.2.4 Tahap Improve ............................................................................101
4.2.5 Tahap Control .............................................................................108
4.2 Pembahasan ..........................................................................................109

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................116


5.1 Kesimpulan ....................................................................................................116
5.2 Saran ...............................................................................................................118

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................119

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Target KPI (Key Performance Indicator) Call Center ............................2
Tabel 1.2 Pencapaian Service Level Call Center Periode Juni - November 2019 ...3
Tabel 2.1 Hubungan Sigma dan DPMO ................................................................46

xii
Tabel 3.1 Penentuan Bobot EFAS .........................................................................67
Tabel 3.2 Matrik EFAS ..........................................................................................67
Tabel 3.3 Penentuan Bobot IFAS ..........................................................................68
Tabel 3.4 Matrik IFAS ...........................................................................................69
Tabel 3.5 Matrik SWOT ........................................................................................70
Tabel 3.6 Matrik IE ................................................................................................71
Tabel 3.7 QSPM .....................................................................................................73
Tabel 4.1 Target KPI Call Center Telkomsel ........................................................74
Tabel 4.2 Penjadwalan dan Jumlah Operator Call Center .....................................75
Tabel 4.3 Pencapaian Service Level Call Center Periode Juni-November 2019 ...78
Tabel 4.4 Rekapitulasi Nilai DPMO dan Level Sigma ..........................................80
Tabel 4.5 Komponen Penilaian Kinerja Call Center Telkomsel ...........................82
Tabel 4.6 Rata-rata Kapasitas dan Permintaan Call Center ...................................83
Tabel 4.7 Average Permintaan pada Jam-jam Sibuk .............................................79
Tabel 4.8 Internal Factors Analysis Summary (IFAS) ..........................................92
Tabel 4.9 Eksternal Factors Analysis Summary (EFAS) .......................................93
Tabel 4.10 Matrik SWOT ......................................................................................95
Tabel 4.11 Matrik IE ..............................................................................................96
Tabel 4.12 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ................................98
Tabel 4.13 Average Permintaan pada Jam-jam Sibuk .........................................102
Tabel 4.14 Analisis Kebutuhan Operator pada Jam-jam Sibuk ...........................104
Tabel 4.15 Kapasitas Call Center Sebelum dan Sesudah Penurunan AHT .........107

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Data Pencapaian Service Level Call Center .........................................4


Gambar 2.1 Konsep Lean dalam Sistem Manajemen ............................................38
Gambar 2.2 Lean Six Sigma (DMAIC) Tools ........................................................43

xiii
Gambar 2.3 DMAIC Methodology ........................................................................44
Gambar 2.4 Sistem Dasar Antrian .........................................................................53
Gambar 2.5 Keseimbangan Sistem Antrian ...........................................................54
Gambar 2.6 Model Kanal Tunggal Fase Tunggal ..................................................56
Gambar 2.7 Model Multi Kanal Fase Tunggal ......................................................56
Gambar 2.8 Model Kanal Tunggal Multi Fase ......................................................58
Gambar 2.9 Model Multi Kanal Multi Fase ...........................................................59
Gambar 2.10 Kerangka Konseptual .......................................................................60
Gambar 4.1 Rata-rata Jam Sibuk Call Center Telkomsel ......................................76
Gambar 4.2 Grafik Nilai DPMO Periode Bulan Juni s.d November 2019 ............80
Gambar 4.3 Grafik Level Sigma (𝜎) Periode Bulan Juni s.d November 2019 ......81
Gambar 4.4 Rata-rata Kapasitas dan Permintaan pukul 06.00-18.00 ....................86
Gambar 4.5 Rata-rata Kapasitas dan Permintaan pukul 18.00-06.00 ....................87
Gambar 4.6 Rata-rata Penugasan Operator pukul 06.00-18.00 .............................88
Gambar 4.7 Rata-rata Penugasan Operator pukul 18.00-06.00 .............................89
Gambar 4.8 Kapasitas Call Center Sebelum dan Sesudah Penambahan
Operator................................................................................................................105
Gambar 4.9 Kapasitas Call Center Sebelum dan Sesudah Penurunan AHT .......107

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner .........................................................................................122


Lampiran 2 DPMO - Sigma Level Table .............................................................125

xiv
xv
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi menjadi hal yang sangat penting

dilakukan agar dapat berinteraksi dan bertukar informasi satu dengan yang

lainnya. Penyampaian informasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Komunikasi secara tidak langsung bisa dilakukan dengan menggunakan

lisan, tulisan maupun dengan alat komunikasi sebagai media penyampaiannya.

Seiring dengan kemajuan Teknologi yang semakin pesat maka munculah alat

komunikasi yang disebut dengan telepon selular atau gadget.

Banyaknya jumlah pengguna telepon selular atau gadget di Indonesia

dijadikan sebagai ladang bisnis bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di

bidang telekomunikasi khususnya operator selular. Telkomsel sebagai perusahan

telekomunikasi terbesar dengan jumlah kepemilikan saham dan jumlah pelanggan

terbanyak di Indonesia memenangkan persaingan bisnisnya salah satu cara nya

dengan menyediakan layanan call center bagi penggunanya.

Call center merupakan suatu kantor informasi terpusat yang digunakan

untuk tujuan menerima dan mengirim sejumlah permintaan melalui telepon. Call

center bertujuan untuk mengembangkan kinerja perusahaan dan mereduksi biaya

dengan menyediakan standarisasi, kelancaran, dan menyeragamkan layanan bagi

pelanggan. Call center Telkomsel yang sering disebut “Caroline Officer

Telkomsel” dioperasikan oleh PT Infomedia Nusantara sebagai pengadministrasi

layanan yang mendukung produk incoming dan menyelidiki informasi tentang


2

konsumen. Seluruh kegiatan operasional call center menjadi tanggung jawab PT.

Infomedia Nusantara yang mengacu pada visi Telkomsel “The best mobile

lifestyle provider in theregion” dan misi Telkomsel “Deliver mobile lifestyle

services and solution in excellent way that exceed customer expectation, create

value for all stakeholder and the economic development of the nation”. Dengan

harapan PT. Infomedia Nusantara dapat mempertahankan citra Telkomsel sebagai

perusahaan telekomunikasi terbesar dan terpercaya serta mampu mewujudkan

kebijakan mutu yang telah ditetapkan Telkomsel yaitu “Caroline berkomitmen

untukmemberikan solusi yang tepat untuk mencapai kepuasan pelangganyang

tinggi sesuai dengan implementasi budaya perusahaan, visi serta misi melalui

peningkatan sumber daya yang berkesinambungan” (Tresnati, 2005).

Guna meningkatkan kinerja perusahaan agar pelanggan tetap menggunakan

produk-produknya, PT Telkomsel merumuskan target KPI (Key Performance

Indicators) atau yang dikenal sebagai Sasaran Mutu Layanan adalah seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1 Target KPI (Key Performance Indicators) Call Center


No Parameter Indikator Target
1 Service Service Level 96%
Performance Average Handle Time 300 detik
2 Resource Score Test Propper 95%
Quality QA Score 95%
3 Service Mystery Calling Index (MCI) 95%
Quality Customer Satisfaction Index (CSI) Above Industry
SMS Survey 80%
Sumber: Data sekunder Call Center PT Infomedia Nusantara Medan, 2019
3

Tabel 1.1 menunjukkan target KPI (Key Performance Indicators) yang

diberikan Telkomsel kepada PT Infomedia Nusantara sebagai kontrak dari

penyedia layanan kepada pelaku pelayanan yang memberikan jaminan tingkat

pelayanan yang diharapkan. Service level merupakan indikator yang sangat

penting karena service level erat kaitannya dengan kepuasan pelanggan. Service

level merupakan suatu angka dalam persen yang menunjukkan perbandingan

antara panggilan yang masuk ke sistem Telkomsel dengan panggilan yang

berhasil dilayani. Berikut Tabel 1.2 merupakan pencapaian service level call

center periode Juni-November 2019.

Tabel 1.2 Pencapaian Service Level Call Center Periode Juni-November 2019
No Bulan Service Performance
Call of Automatic Aboundon Average Service
Frequence Call (call) Handle Level
(COF) Distribution
Time
(call) (ACD)
(AHT)
(call)
(second)
1 Juni 207690 188760 1110 332 91,37%
2 Juli 238250 212784 1209 399 89,76%
3 Agustus 251200 234949 1147 381 93,95%
4 September 241630 231660 600 280 96,11%
5 Oktober 223100 217217 498 290 97,58%
6 November 252660 240240 1054 322 95,48%
Sumber: Data Sekunder Call Center PT Infomedia Nusantara Medan, 2019

Data pencapaian service level dari bulan Juni sampai dengan November

2019 ditunjukkan pada Gambar 1.1 berikut:


4

Data Pencapaian Service Level Call Center


100
98
96
94
92
90
88
86
84
Juni Juli Agustus September Oktober November

Gambar 1.1 Data Pencapaian Service Level Call Center

Dapat dilihat dari Tabel 1.2 dan Gambar 1.1 bahwa di bulan Juni, Juli,

Agustus dan November 2019 service level tidak tercapai dengan nilai ≤ 96%.

Sedangkan bulan September dan Oktober 2019 service level sudah tercapai diatas

96% atau sudah tercapai seperti yang diharapkan. Data tersebut menjelaskan

bahwa semakin banyak panggilan yang dilayani maka semakin baik kinerja

operatoryang mengakibatkan service level yang didapatkan akan semakin

tinggi.Demikian sebaliknya jika semakin banyak panggilan yang gagal (aboundon

call) maka service level yang dicapai akan semakin rendah. Karena service level

menunjukkan kecepatan operator dalam menjawab telepon, dimana ini merupakan

titik awal kepuasan pelanggan. Apabila pelanggan yang mencoba menghubungi

call center tidak terlayani maka dikhawatirkan pelanggan akan merasa kecewa

dan dapat mengakibatkan beralih keoperator lain, sehingga mengakibatkan

perusahaan akan kehilangan pelanggan setianya.


5

Menurut Baraka (2014) mengatakan bahwa service level dipengaruhi oleh

kinerja (performance) operator, yang artinya semakin baik kinerja operator maka

pencapaian service level juga akan semakin meningkat. Tresnati (2005) juga

menegaskan bahwa service level call center dipengaruhi salah satunya dengan

kinerja operator. Banyaknya panggilan yang gagal menggambarkan ketidaksiapan

operator dalam meng-handle permintaan pelanggan.

Oleh karena itu perusahaan harus mampu mempertahankan pelanggan

setianya dan tentunya harus berusaha semaksimal mungkin agar memperoleh laba.

Agar hal tersebut dapat tercapai, perusahaan harus mengelola kinerja.

Mengefektifkan dan mengoptimalkan semua potensi sumber daya yang dimiliki

oleh perusahaan dengan baik sehingga memberikan kepuasan bagi pelanggannya.

Pada penelitian ini perlu dilakukan tindakan perbaikan service level dengan

menggunakan metode Lean Six Sigma dengan langkah-langkah DMAIC (Define,

Measure, Analyze, Improve, Control) agar service level dapat terpenuhi minimal

96%. Menurut Douglas (2009), metode Lean Six Sigma ini efektif diterapkan di

perusahaan call center karena dapat meningkatkan operasi kinerja call center

dengan cara mengurangi kegagalan pelayanan sehingga target service level bisa

tercapai.

Untuk itu perlu ditentukan strategi perbaikan kinerja untuk pencapaian

service level minimal 96%. Menurut Rangkuti (2006), alat yang dipakai untuk

menyusun faktor-faktor strategis perbaikan kinerja perusahaan adalah dengan

Matriks SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang

dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan


6

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Dalam analisis faktor-faktor internal

dan eksternal akan ditentukan aspek-aspek yang menjadi kekuatan (Strenghts),

kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi PT. Infomedia Nusantara untuk meningkatkan service

level diatas 96%?

2. Bagaimana langkah yang dilakukan perusahaan dalam menerapkan

strategi perbaikan service level di PT. Infomedia Nusantara Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengidentifikasi strategi yang dilakukan PT. Infomedia Nusantara untuk

meningkatkan service level diatas 96%.

2. Menyusun langkah-langkah perbaikan service level dengan dengan metode

DMAIC.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis

yang dapat digunakan untuk meningkatkan Service Level Call Center

Telkomsel di PT Infomedia Nusantara.


7

A. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi dan rujukan penelitan

lebih lanjut mengenai perbaikan service level.

2. Memberikan kontribusi untuk memperluas kajian ilmu Teknik

Industri berkaitan dengan service level.

B. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan evaluasi bagi PT Infomedia Nusantara Medan supaya

kedepannya target service level dapat tercapai.

b. Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dengan

membandingkan antara teori selama masa perkulihan dengan praktik

yang dilaksanakan perusahaan.

c. Bagi penulis sebagai kesempatan untuk mengembangkan

keterampilan dibidang ilmu Teknik Industri dan syarat kelengkapan

tugas akhir (tesis).

1.5 Batasan dan Ruang Lingkup

Agar dalam pembahasan masalah ini tidak melebar jauh dari fokus permasalahan,

maka perlu batasan masalah, antara lain:

1. Data yang diperoleh dari data summary Performansi call center yang ada

di Kota Medan.

2. Data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data periode Juni-

November 2019.

3. Strategi perbaikan Service level menggunakan Metode SWOT dan

penerapannya dengan langkah-langkah DMAIC.


8

1.6 Asumsi

Adapun asumsi selama penelitian yang dilakukan di PT. Infomedia Nusantara

Medan adalah:

1. Selama pengambilan data jumlah agen, prosedur kerja, peralatan kerja

yang digunakan tidak mengalami perubahan

2. Kondisi pangilan yang masuk ke sistem call center Telkomsel stabil atau

tidak ada gangguan teknis.


9

BAB 2

LITERATUR RIVIEW

2.1 Strategi Perusahaan

2.1.1 Pengertian Strategi

Pengertian strategi perusahaan banyak dikemukakan oleh banyak ahli yang

masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda, akan tetapi pada intinya

adalah sama. Secara umum strategi adalah pola pokok keputusan dalam

perusahaan yang menentukan dan mengungkapkan sasaran, maksud atau tujuan

yang menghasilkan kebijaksanaan utama dan merencanakan untuk pencapaian

tujuan-tujuan, serta memperinci jangkauan bisnis yang akan dikejar oleh

perusahaan.

Pengertian Strategi menurut Hisrich (2016) adalah sekumpulan rencana

yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang dirancang untuk memastikan

bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat

oleh perusahaan.

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan (Rangkuti, 2009). Oleh

karena itu setiap perusahaan biasanya mempunyai strategi yang digunakan

sebagai pola keputusan perusahaan dalam menentukan dan mengungkapkan

tujuan, sasaran yang menghasilkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan rencana-

rencana untuk pencapaian tujuan serta perincian jangkauan bisnis yang ingin

dicapai.
10

2.1.2 Proses Manajemen Strategis

Proses manajemen strategis terdiri dari 3 tahapan, yaitu merumuskan strategi,

mengimplementasikan strategi dan mengevaluasi strategi.

1. Perumusan Strategi (Strategy formulation)

Tahap merumuskan strategi antara lain menentukan visi dan misi

organisasi, mengidentifikasi peluang dan tantangan yang dihadapi

organisasi dari sudut pandang eksternal, menetapkan kelemahan dan

keunggulan yang dimiliki organisasi dari sudut pandang internal,

kemudian menyusun rencana jangka panjang, membuat alternative strategi

dan memilih strategi tertentu yang akan dicapai. Langkah-langkah

perumusan strategi adalah sebagai berikut:

a. Pembentukan visi, misi dan tujuan (establishment of vision,

mission and goals).

Langkah ini mencakup pernyataan umum yang berkaitan dengan

misi, maksud dan tujuan organisasi. Perumusan visi, misi dan

tujuan merupakan tanggung jawab kunci bagi manajerial pusat.

Visi, misi dan tujuan suatu organisasi harus jelas dan ringkas serta

menunjukkan dasar tujuan suatu organisasi serta apa yang ingin

dicapai organisasi tersebut.

b. Mengidentifikasi strategi sebelumnya dan saat ini (identifying pas

and present strategies).

Sebelum memutuskan apakah suatu strategi diperlukan atau tidak,

maka seorang manajer harus mengidentifikasi berdasarkan strategi


11

sebelumnya dan pada saat ini. Apakah strategi dimasa lalu telah

disusun dengan sebenarnya? Jika belum, maka hal ini dapat

dianalisa dan diidentifikasi apakah strategi sebelumnya masih bisa

diterapkan atau perlu diperbaiki. Dengan melihat strategi

sebelumnya, dapat menunjukkan bagaimana kegiatan suatu

organisasi sebelumnya berlangsung beserta implementasinya.

c. Mendiagnosa kinerja sebelumnya dan saat ini (diagnosing past and

present performance)

Langkah ini diperlukan untuk mengevaluasi bagaimana strategi

terdahulu bekerja dan menentukan perubahan apa yang diperlukan

sehingga laporan sebuah organisasi perlu dikaji lebih dalam. Ada

beberapa factor yang dapat dilakukan dalam mendiagnosa antara

lain: efektivitas organisasi, proses organisasi, dan kinerja

organisasi

d. Menetapkan tujuan (setting objectives)

Sasaran adalah pertanyaan tentang apa yang dituju organisasi.

Sasaran tersebut memberikan petunjuk dan tujuan kepada

organisasi dan anggota di dalamnya, baik sasaran jangka panjang

maupun jangka pendek.

e. Analisis SWOT dan perumusan strategi (SWOT analysis and

strategy formulation)

Mencakup analisis peluang (opportunity) dan ancaman (threat)

lingkungan eksternal serta analisa kekuatan (strengh) dan


12

kelemahan (weakness) lingkungan internal. Analisis lingkungan

eksternal dapat dilakukan dengan berbagai metode peramalan dan

manajemen ilmiah. Sedangkan pada analisis internal, bertujuan

untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan strategis yang

penting bagi perumusan strategi suatu organisasi. Melalui

pemahaman kekuatan dan kelemahan persaingan, perumusan

strategi organisasi diharapkan akan lebih tepat.

f. Mengembangkan dan mengevaluasi alternative strategi dan

memilih strategi (develop and evaluate alternative strategies and

select strategies)

Membuat keputusan strategis adalah elemen kunci pengambilan

keputusan pada pembuatan strategi. Berdasarkan analisis ini,

keinginan manajemen untuk menemukan strategi akan memberikan

keunggulan kompetitif bagi organisasi.

2. Implementasi Strategi (Strategy Implementation)

Tahap dimana implementasi strategi memerlukan keputusan dari pihak

yang berwenang dalam mengambil keputusan untuk menetapkan tujuan

secara periodic, membuat kebijakan, motivasi pegawai dan

mengalokasikan sumber daya yang dimiliki sehingga strategi yang telah

diformulasikan dapat dilaksanakan. Mengimplementasikan strategi sering

disebut sebagai “action stage” dari manajemen strategis.

Pengimplementasian strategi memiliki maksud untuk memobilisasi para


13

pegawai, manajer dan jajaran pimpinannya untuk menterjemahkan strategi

yang telah diformulasikan menjadi suatu tindakan atau aksi.

3. Evaluasi strategi (strategy evaluation)

Tahap mengevaluasi strategi ini adalah tahap terakhir dalam manajemen

strategis. Para manajer sangat perlu untuk mengetahui pada saat dimana

ada strategi yang sudah dirumuskan tidak berjalan dengan baik atau tidak

sesuai dengan yang direncanakan dan kapan strategi tidak berfungsi

dengan baik. Kerangka evaluasi strategi memiliki 3 aktivitas fundamental

yaitu:

a. Mereview faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi dasar

untuk strategi saat ini

b. Mengukur kinerja

c. Mengambil langkah korektif

2.2 Pelayanan (Service)

2.2.1 Definisi Pelayanan (Service)

Pelayanan (service) adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat

ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud

dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya dapat dikaitkan atau

tidak dikaitkan pada satu produk fisik (Kotler dan Keller, 2009:42). Pelayanan

adalah tindakan yang dilakukan guna memenuhi keinginan pelanggan akan

sesuatu produk atau jasa yang mereka butuhkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa

hampir semua jenis produk yang ditawarkan memerlukan pelayanan dari petugas

pelayanan. Hanya saja pelayanan yang diberikan terkadang berbentuk komunikasi


14

langsung maupun kornunikasi tidak langsung. Dalam pelayanan tersebut ada yang

memerlukan penjelasan, baik yang sekedarnya atau secara rinci. Dalarn

praktiknya, kebutuhan pelanggan akan pelayanan dibagi menjadi tiga macam

yaitu sebagai berikut (Wibawanto, 2017:3):

1. Pelanggan sangat memerlukan bantuan seseorang (customer service) untuk

menuntun atau memperoleh informasi tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan produk. Mulai dati mencari produk yang diinginkan,

memilih produk, meminta penjelasan tentang produk sampai pembayaran di

kasir. Rangkaian pelayanan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisah-pisahkan satu sama yang lainnya.

2. Pelanggan juga memerlukan bantuan tetapi melalui telepon. Dalam hal ini

pelanggan tidak berhadapan langsung secara fisik dengan petugas, akan

tetapi hanya melalui suara. Bantuan lewat telepon yang dapat diberikan

misalnya informasi seputar produk, keluhan atau permintaan tertentu.

Petugas akan melayani pelanggan melalui komunikasi telepon. Petugas

harus bersuara lembut dan ramah karena jika suara di telepon kurang jelas

dapat menirnbulkan salah paham.

3. Pelanggan tidak perlu meminta bantuan petugas, kecuali dalam keadaan

darurat. Ini terjadi ketika pelanggan mengunjungi gerai-gerai pelayanan.

Pelayanan ini dilakukan melalui petunjuk yang ada di mesin untuk

keperluan melakukan transaksi yang diinginkan. Pelayanan oleh petugas

akan diberikan jika pelanggan mengalami masalah. Walaupun demikian,

untuk pelayanan jenis ini harus dijaga agar kasus yang menyulitkan
15

pelanggan tidak terjadi. Permasalahan pelanggan harus dapat segera teratasi

termasuk mengendalikan kualitas proses yang dikerjakan oleh mesin

pelayanan. Seorang petugas dituntut untuk memberikan pelayanan yang

prima kepada pelanggannya. Agar pelayanan yang diberikan dapat

memuaskan pelangganya. Agar pelayanan yang diberikan dapat memuaskan

pelanggannya, maka seorang petugas harus memiliki dasar-dasar pelayanan

yang kokoh seperti etika pelayanan, pengenalan produk, dan dasar-dasar

pelayanan lainnya.

2.2.2 Karakteristik Pelayanan

Pelayanan (service) memiliki empat karakteristik utama yaitu (Peter, 2006:3):

1. Tidak Berwujud (Intangibility).

Layanan berbeda secara signifikan dengan barang fisik. Bila barang

merupakan suatu objek, alat, material atau benda yang bisa dilihat, disentuh

dan dirasa dengan panca indera; maka jasa/ layanan justru merupakan

perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha

yang sifatnya abstrak. Bila barang dapat dimiliki , maka jasa/ layanan

cenderung hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki (non-

ownership).

Jasa bersifat intangible, artinya layanan tidak dapat dilihat, dirasa,

dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang

konsumen layanan tidak dapat menilai hasil dari sebuah layanan sebelum ia

mengalami atau mengkonsumsinya sendiri.


16

2. Bervariasi (Heterogeneity)

Layanan bersifat varibel atau heterogen karena merupakan non-

standardized output, artinya bentuk, kualitas dan jenisnya sangat beraneka

ragam, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana layanan tersebut

dihasilkan. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas

layanan, yaitu: (1) kerja sama atau partisipasi pelanggan selama

penyampaian layanan; (2) moral/ motivasi karyawan dalam melayani

pelanggan; serta (3) beban kerja perusahaan.

3. Tidak Terpisahkan (Inseparability)

Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, baru

dikonsumsi. Sedangkan layanan umumnya dijual terlebih dahulu, baru

kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.

Interaksi antara penyedia layanan dan pelanggan merupakan ciri khusus

dalam pemasaran layanan bersangkutan. Keduanya mempengaruhi hasil

(outcome) dari layanan bersangkutan.

Dalam hubungan antara penyedia layanan dan pelanggan ini,

efektivitas staff layanan merupakan unsur kritis. Implikasinya, sukses

tidaknya layanan bersangkutan ditunjang oleh kemampuan organisasi dalam

melakukan proses rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, sistem

kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya secara efektif.

4. Tidak tahan lama (Perishability)

Perishability berarti bahwa layanan adalah komoditas yang tidak

tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu yang
17

akan datang, dijual kembali, atau dikembalikan. Permintaan layanan juga

bersifat fluktuasi dan berubah, dampaknya perusahaan jasa/layanan

seringkali mengalami masalah sulit. Oleh karena itu perusahaan

jasa/layanan merancang strategi agar lebih baik dalam menjalankan

usahanya dengan menyesuaikan permintaan dan penawaran.

2.3 Service Level

Service Level adalah ukuran keberhasilan suatu pelayanan yang telah

disepakati oleh dua entitas yang tertuang dalam perjanjian Service Level

Agreement (SLA). SLA adalah bagian dari perjanjian layanan secara keseluruhan

untuk peningkatan kinerja yang harus di perbaiki selama masa kontrak. Dua

entitas tersebut biasanya dikenal sebagai penyedia layanan dan klien, dan dapat

melibatkan perjanjian secara hukum karena melibatkan uang, atau kontrak lebih

informal antara unit-unit bisnis internal (Hussain, 2012). SLA ini biasanya terdiri

dari beberapa bagian yang mendefinisikan tanggung jawab berbagai pihak,

dimana layanan tersebut bekerja dan memberikan garansi, dimana jaminan

tersebut bagian dari SLA memilikitingkat harapan yang disepakati, tetapi dalam

SLA mungkin terdapat tingkat ketersediaan, kemudahan layanan, kinerja, operasi

atau tingkat spesifikasi untuk layanan itu sendiri. Selain itu, Perjanjian Tingkat

Layanan akan menentukan target yang ideal, serta minimum yang dapat diterima.

SLA dibutuhkan jika dilihat dari sisi Penyedia layanan adalah sebagai

jaminan atas service yang diberikan kepada klien, sehingga klien tersebut bisa

puas atas layanan yang diberikan, dampak lain yang akan muncul dari sisi

penyedia layanana adalah konsep pemasaran tradisional yaitu pemasaran dari


18

mulut ke mulut, maksudnya adalah klien akan memberikan rekomendasi kepada

temannya/ rekan lainnya bahwa layanan yang diberikan oleh penyedia tersebut

bagus, sehingga berharap teman/ rekan lainnya mau berlangganan kepada

provider/ penyedia layanan tersebut.

Dari sisi klien adalah menjamin aspek ketersedian (availability), informasi

(kalau kita mengacu kepada konsep informasi yang berkualias, adalah mengacu

kepada availability, accurate, update). Sehingga pihak klien merasa terbantu

dengan ketersediaan layanan yang diberikan oleh pihak provider, sehingga proses

pengelolaan data/ informasi dengan pihak-pihak terkait (customer/ vendor)

berjalan lancar dan tidak terganggu karena layanan itu mati, bisa dibayangkan jika

klien tersebut adalah sebuah institusi perbankan (dimana layanan yang dibutuhkan

adalah 24 jam, dengan kata lain layanan internet nya tidak boleh down (mati), dan

bisa dibayangkan juga jika layanan dari perbankan itu down (mati), akibatnya dari

aspek pemasaran nasabahnya dari bank tersebut tidak akan percaya, sehingga

dampak yang paling tragis adalah nasabah tersebut akan berpindah kepada

layanan dari bank lain, begitupula layanan-layanan lainnya seperti Perguruan

tinggi, yang nantinya akan berdampak kepada image yang kurang baik dari

perguruan tinggi tersebut.

Dengan mengetahui hal itu, diharapkan tingkat pelayanan dan juga tingkat

minimum, pelanggan dapat menggunakan layanan dengan maksimal. Hal ini juga

sangat membantu jika klien adalah perantara, yang menjual kembali atau

bundlingdengan pelayanan yang lebih besar yang sedang dijual. SLA telah

digunakan sejak awal 1980-an oleh perusahaan telepon dengan pelanggan dan
19

reseller yang lebih besar perusahaannya dengan pelayanan mereka. Konsep

“tertangkap” dari bisnis unit dan usaha lainnya dalam perusahaan besar mulai

menggunakan istilah dan pengaturan yang ideal dalam awal kontrak layanan

telekomunikasi.

Ide menciptakan sebuah layanan yang lebih besar dari layanan yang lebih

kecil hampir membutuhkan SLA dari penyedia jasa. Misalnya, untuk memiliki

cakupan ponsel nasional, anda tidak perlu untuk membangun menara dan antena

di seluruh kota. Sebaliknya, Anda bisa menemukan perusahaan lokal dan daerah

yang menawarkan layanan yang sama, menulis tentang SLA dan mengukur

hasilnya. Untuk pelanggan anda, anda akan menawarkan SLA yang sama. Dalam

SLA asli tidak memerlukan perusahaan dari mana anda membeli, dan anda dapat

mengontrol biaya anda, ketika pelanggan mematuhi SLA yang anda buat dengan

mereka. Hal ini memberikan kemampuan bagi perusahaan untuk menggunakan

banyak sub kontraktor untuk menyediakan pelayanan yang lebih besar, namun

mengendalikan biaya dan sumber daya untuk menawarkan produk yang lebih

besar.

Penggunaan SLA tidak terbatas pada dunia IT atau telekomunikasi, SLA

juga digunakan untuk real estate, medis dan bidang apapun yang menyediakan

produk atau layanan kepada pelanggan.Layanan berorientasi manusia dan bisnis

memiliki kebutuhan untuk mengukur dan memikul tanggung jawab, dan SLA

menyediakan pengukuran dan ide bagi entitas untuk menyepakati.


20

2.4 Call Center

Perusahaan yang peduli akan kepuasan pelanggan akan terus menerus

memfasilitasi kemudahan akses pelanggan ke perusahaan. Dengan adanya saluran

akses, pelanggan akan semakin yakin bahwa berhubungan dengan perusahaan

ternyata hanya sebatas jangkauan tangan, sebatas meraih telepon tetap, telepon

genggam atau sebatas membuka website, internet dan email (Tresnati, 2005:187).

Sejalan dengan perkembangan communication channel, maka

perkembangan saluran akses untuk pelanggan semakin menggembirakan.

Demikian pula dengan keinginan pelanggan untuk semakin menggunakan saluran

akses ini pun terlihat semakin meningkat. Awalnya, perusahaan membuka saluran

komunikasi lewat alat komunikasi konvensional, seperti, telepon. Oleh sebab itu,

saluran ini sering disebut sebagai call center yang tadinya digunakan untuk

menerima telepon masuk saja (in bound) menjadi berkembang. Dengan

berkembangnya software databased pelanggan, sekarang call center dapat

digunakan secara aktif oleh perusahaan untuk menghubungi pelanggan

(outbound). Dalam kemampuannya untuk menghubungkan dan dihubungi inilah

tercipta suatu konsep etalase bagi call center. Konsep ini menekankan bahwa

saluran ini sebagai delivery channel bagi perusahaan, sama halnya dengan

delivery channel lainnya yang konvensional. Jika semula call center digunakan

oleh perusahaan jasa, maka saat ini call center digunakan juga oleh perusahaan

produk fisik, seperti mobil, barangbarang elektronik.

Call Center pada intinya merupakan pusat layanan pelanggan. Pada awalnya

kontak pelanggan 100% menggunakan telepon, kemudian dengan berkembangnya


21

teknologi, munculah intelegent network yang salah satu aplikasinya menggunakan

nomor bebas pulsa. Melihat perkembangan teknologi komunikasi dan minat

masyarakat untuk terus mengikuti dan menggunakan perangkat IT untuk

memudahkan dan mempercepat jalur komunikasi, maka minat masyarakat

terhadap call center juga meningkat.

Kesadaran perusahaan akan pentingnya call center sudah sangat meningkat

seiring dengan tingkat persaingan yang semakin sengit. Call Center sudah

dianggap sebagai keharusan yang tersedia sebagai jembatan yang menghubungkan

antara perusahaan/produk dengan pelanggannya tanpa batas. Paradigma

perusahaan pun mulai bergeser, di mana sebelumnya call center hanya dianggap

sebagai cost center, kini sebagian sudah menganggapnya sebagai profit center.

Jika sebelumnya call center hanya dimanfaatkan untuk menampung informasi dan

keluhan, sekarang call center dimanfaatkan juga untuk kegiatan selling.

Dewasa ini hadir pula teknologi voice network dengan memanfaatkan

internet sebagai jalur suara. Perkembangan penyediaan multiple channel of

communication dari perusahaan kepada pelanggan dengan menyediakan perangkat

website, internet, e-mail, SMS, dan lain-lainnya, akhirnya melahirkan suatu

konsep contact center. Jadi, contact center merupakan pusat layanan pelanggan

yang memiliki multi channel seperti telepon, e-mail, chatting, atau facsimiles

yang terintegrasi. Call center kini hanya menjadi bagian dalam contact center.

2.4.1 Tujuan Call Center

Tujuan call center pertama-tama adalah untuk memberikan suatu media

buat para konsumen atau pasar sasaran berbicara dengan perusahaan. Dengan
22

adanya media tersebut, perusahaan akan mampu menampung apa keinginan dan

harapan konsumen terhadap produk-produk perusahaan. Dengan mengetahui

harapan dan keinginan para konsumen, maka perusahaan merupakan peluang

untuk melakukan inovasi, peningkatan mutu produk. Sebaik-baiknya call center,

tentunya tidak akan berarti jika para konsumen tidak menyadari kehadiran nomor

call center nya. Untuk itu beberapa pemilik call center berusaha mencari unique

number bagi call center nya. Bahkan jika dimungkinkan, nomor tersebut memiliki

link (kaitan) dengan mereknya. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku beberapa

perusahaan yang berburu “nomor cantik” yang diinginkannya dengan cara

mentender ke perusahaan-perusahaan penyedia.

2.4.2 Teknologi Call Center

Call center bukan cuma sekadar cost center. Call Center sendiri pada

dasarnya merupakan cara alternatif yang murah untuk melakukan customer

contact daripada harus bertatap muka dengan pelanggan. Merupakan tantangan ke

depan bagi perusahaan-perusahaan untuk menjadikan call center sebagai profit

center. Oleh sebab itu, berbagai usaha pun dilakukan untuk menekan biaya pada

call center, sekaligus menjadikannya sebagai profit center. Salah satunya melalui

teknologi.

Teknologi adalah komitmen perusahaan terhadap call center. Teknologi dan

besarnya jumlah investasi tergantung pada strategic intent, yang memposisikan

call center, apakah hanya sebagai pendukung atau sebagai delivery channel dan

image center. Kini mulai banyak perusahaan yang mempergunakan teknologi

VoIP (Voice 0ver Internet Protocol) untuk menekan biaya pulsa. Ada lagi
23

teknologi voice recognizer, yakni mesin yang bisa menuntun Anda dan dan

menjawab pertanyaan dari suara yang Anda keluarkan. Namun, ada

kelemahannya, di mana teknologi tinggi semacam itu juga berisiko hilangnya

kepuasan pelanggan karena tidak adanya personal touch. Teknologi memang bisa

dijadikan alternatif untuk menggantikan biaya SDM yang tinggi.

Di Indonesia, fenomena outsource call center sudah banyak dilakukan

(sekalipun kepada agen dalam negeri) sudah banyak dilakukan, khususnya

perusahaan besar. Contoh: PT Telkomsel memilih untuk melakukan outsource

dengan menggandeng Infomedia Nusantara sebagai partner. Ada banyak jenis

teknologi yang digunakan pada call center, yaitu

1. CTI (Computer Telephone Integration).

CTI adalah teknologi yang mengintegrasikan berbagai sambungan

telepon dan komputer sehingga memungkinkan antara suara dan jaringan

data bekerja sama dan saling memberikan informasi. (Aksin, 2007:675).

Dengan adanya CTI, setiap telepon, facsimile, email, atau SMS yang

masuk, akan diidentifikasikan dan kemudian dioper ke departemen atau

bagian yang berwenang secara cepat. CTI juga memungkinkan

pengidentifikasian nomor pelanggan untuk kemudian ditransfer ke daerah

terdekat dengan pelanggan;

2. IVR (Interactive Voice Response)

3. Voice Recognizer yakni mesin yang bisa menuntun Anda dan dan

menjawab pertanyaan dari suara yang Anda keluarkan. Namun, ada


24

kelemahannya, di mana teknologi tinggi semacam itu juga berisiko

hilangnya kepuasan pelanggan karena tidak adanya personal touch.

4. Software in-bound & outbound

5. Sistem B24

6. Telepon Digital

7. Software dari Avaya

8. PABX

9. Headset

10. Online System, Global Cyber SVC Center

11. FAQ System

12. SMS Notification

13. GPS (Global Positioning System)

14. Internet Protocol Contact Center (IPCC), agar call yang masuk bisa

langsung didistribusikan pada agen mana yang siap, tidak perlu menunggu

15. VoIP (Voice 0ver Internet Protocol) yang fungsinya untuk menekan biaya

pulsa.

2.4.3 Aspek-aspek Pengelolaan Call Center

Menurut Tresnati (2005:189), dalam pengelolaan call center agar efektif,

ada tiga aspek utama yang harus diperhatikan, yaitu:

1. System

Keefektifan sistem yang diaplikasikan harus dibuat sederhana dan

mencakup kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sistem dan prosedur yang


25

berbelit-belit akan melemahkan konsep call center yang menawarkan

“kepraktisan dan kecepatan.”

2. People

People adalah agen-agen yang melayani dan berkomunikasi langsung

dengan pelanggan. Kemampuan interpersonal dan intrapersonal skill agen

sangat menentukan. Berkomunikasi tanpa bertatap muka memerlukan

ketrampilan lebih tinggi dibandingkan dengan bertatap muka. Oleh karena

itu, perusahaan dituntut menempatkan agen-agen yang terampil untuk

melayani pelanggan. People, terutama in-bound agent menjadi isu paling

besar dalam pengelolaan call center. Selain menciptakan biaya yang tinggi,

kinerja mereka juga menjadi penentu baik buruknya penilaian pelanggan

terhadap service provider. Contoh: sebuah call center bank yang harus

melayani 15.000 incoming call center per hari, mereka akan membutuhkan

150 agen. Jika para agen call center digaji pada upah minimum (satu juta

rupiah per bulan), maka dalam setahun biaya untuk menggaji para agen

sebesar 1,9-2 milyar rupiah. Biaya karyawan tersebut, belum termasuk biaya

gedung, biaya percakapan, biaya perawatan, dan infrastruktur yang tidak

terhitung murah. Itulah sebabnya, ratusan juta rupiah sampai milyaran

rupiah bisa ke luar untuk melakukan investasi call center. Pendapat yang

sama juga dikemukakan oleh Jahari (2006:24) yang mengatakan bahwa

“pada akhirnya, kemampuan soft skill (menyangkut kemampuan

berkomunikasi, keramahan dan ketanggapan petugas) dan hard skill

(menyangkut pengetahuan produk yang baik) agen akan menjadi penentu


26

terakhir saat berhubungan dengan call center.” Untuk meningkatkan

kemampuan kedua aspek ini, mau tidak mau, perusahaan harus

mengeluarkan biaya pelatihan yang terus menerus. Apalagi jika tingkat turn

over dari para agen juga tinggi. Selain itu juga, quality monitoring perlu

dilakukan untuk mengevaluasi kinerja agen pada kedua aspek tersebut.

Setiap percakapan agen bisa didengar, bahkan direkam. Hasil rekaman ini

yang djadikan alat untuk memicu kinerja agen. Pada sebuah call center,

SDM merupakan suatu hal yang penting sekali. Jika agen tidak bagus, maka

keseluruhan perusahaan juga tampak tidak bagus.

3. Technology

Teknologi adalah komitmen perusahaan terhadap call center.

Teknologi dan besarnya jumlah investasi tergantung pada strategic intent,

yang memposisikan call center apakah hanya sebagai pendukung atau

sebagai delivery channel dan image center. Berbagai perusahaan (terutama

perbankan dan perusahaan penerbangan) telah merasakan manfaat saluran

komunikasi ini. Di samping membantu pelanggan untuk mendapatkan

layanan lebih cepat, juga dapat membantu perusahaan meningkatkan

kepuasan pelanggan.

Call center dapat membantu perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan,

dengan alasan:

1. Biaya kontak per pelanggan ke perusahaan lebih murah dibandingkan

dengan menyediakan waktu khusus bagi pelanggan untuk datang ke tempat

layanan. Demikian juga bagi perusahaan, makin banyak tempat layana


27

disediakan biaya investasi dan biaya operasional menjadi semakin mahal.

Dengan call center, biaya pelayanan per pelanggan dapat ditekan dalam

jangka menengah dan jangka panjang.

2. Karena akses pelanggan ke perusahaan lebih cepat dan lebih murah, maka

pelanggan yang dilayani dengan tuntas akan jauh lebih puas, karena telah

mendapatkan value yang diinginkan. Artinya, manfaat yang diperoleh lebih

besar daripada biaya yang dikeluarkan.

3. Pelanggan makin yakin akan profesionalisme perusahaan yang memiliki

contact center atau minimal call center. Jadi, call center yang dikelola

dengan baik, bukan saja berfungsi sebagai contact center, tetapi juga dapat

meningkatkan image perusahaan.

Ada beberapa kendala dalam menjalankan call center, yaitu:

1. Infrastruktur. Pengadaan infrastruktur bagi sebuah call center yang meliputi

high tech yang harganya mahal, telah menjadi kendala bagi banyak

perusahaan yang ingin mempunyai call center.

2. Paradigma shift (mengubah pola pikir, baik dari produsen maupun dari

pelanggan). Paradigma yang ada di mana pelanggan merasa memiliki hak

penuh atas barang/jasa yang dibelinya. Dia tidak akan membeli barang yang

tidak jelas perusahaannya atau bagaimana menghubunginya. Sebaliknya, di

pihak perusahaan, persaingan sudah sedemikian ketat. Perusahaan harus

jemput bola, person to person. Salah satu caranya, lewat call center.

Paradigma yang baik adalah perusahaan akan semakin baik bisnisnya bila

dia bermitra dengan pelanggannya. Bila perlu, pelanggan membantu


28

membuat produk. Mereka adalah “staf ahli yang bagus”. Jadi, pelanggan

dilibatkan dalam pembuatan produk perusahaan melalui, komplain, harapan,

dan ide-ide mereka.

3. Keamanan bagi call center yang melakukan transaksi. Para pengusaha call

center, dihadapkan pada semakin canggihnya kejahatan dalam bisnis call

center.

PT Telkomsel merupakan perusahaan yang call center-nya bernama

“Caroline Telkomsel”, yang melayani tiga operasi, yaitu kartu Halo, Simpati

Kartu AS. Dari ketiga operasi tersebut, produk Simpati yang paling banyak

mendapatkan tanggapan dari para pelanggannya. Telkomsel ini merupakan salah

satu perusahaan yang paling banyak menggunakan officer (karyawan). Jumlahnya

mencapai sekitar 1.000 orang agen yang tersebar di 5 kota besar di Indonesia yaitu

Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar dan Medan dengan jumlah pelanggan lebih

dari 24 juta pelanggan. Seluruh kegiatan call center di-outsource-kan ke pihak

lain yaitu PT Infomedia Nusantara (baik officer, manajemen, maupun

infrastrukturnya). Call center di mata PT. Telkomsel sangat penting artinya,

karena menyangkut pelayanan kepada pelanggan. Yang membedakan call center

Caroline Telkomsel dengan pesaing-pesaingnya yaitu pada pelaksanaannya call

center yang day to day. Guna menanggulangi turn over para officer (karyawan),

PT.Telkomsel memberikan encourage dan melakukan refreshing dan memberikan

penghargaan kepada operator terbaik.

Indikator dalam melakukan evaluasi kinerja karyawan meliputi (Butler,

2004:89):
29

1. Skills/ communication, kemampuan petugas untuk mendengarkan dan

menanggapi pertanyaan pelanggan dengan benar dan efektif.

2. Etika bertelepon, menerapkan standar perusahaan sesuai dengan script dan

pedoman yang telah ditetapkan

3. Knowladge, mampu memberikan pemahaman kepada pelanggan,

mengikuti pelatihan dan pengembangan secara berkelanjutan.

4. Interpersonal Skills, berkontribusi untuk mengembangkan diri dan mampu

bekerja dengan tim

5. Kualitas – Kuantitas, memenuhi sasaran kualitas atau mencapai target

yang ditetapkan perusahaan

6. Judgment, memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan

membuat keputusan.

7. Inisiatif, memberdayakan diri untuk menyelesaikan masalah-masalah,

memiliki kemampuan berpartisipasi secara aktif, sukarela dan bersedia

menerima tantangan baru.

8. Teknologi, kemampuan untuk mengintegrasikan teknologi kedalam

rutinitas kerja, memanfaatkan teknologi untuk memberikan pemahaman

tentang perusahaan kepada pelanggan

9. Pengembangan Tim, Berpartisipasi dalam membangun moral tim,

persatuan dan fleksibilitas

10. Kehadiran, Kondisi dimana selalu hadir tepat waktu dan dapat diandalkan

11. Penampilan dan Kebiasaan, Kebiasaan pribadi dalam berpakaian dan

berpenampilan.
30

12. Kemampuan beradaptasi, kemampuan dengan cepat memahami informasi

baru, situasi dan lingkungan baru.

Menurut (Baraka: 2014), terdapat dimensi untuk mengukur Indeks Gap Call

Center, adalah sebagai berikut:

1. Staffing and Skills, meliputi jumlah agen di call center. Keahlian agen

adalah kemampuan agen dalam melayani pelanggan termasuk pemberian

informasi, permintaan dan penanganan keluhan

2. Technology, diukur dari karakteristik esensial panggilan call center

termasuk ketersediaan, kehandalan, keakuratan, serta saluran komunikasi

3. Information, agent harus melakukan konfirmasi ke pelanggan dengan benar,

agen harus menangani pelanggan secara personal, lengkap, relevan, mudah

dimengerti dan memastikan kerahasiaan data-data pelanggan.

4. Processes, dimensi ini menerminkan kualitas layanan yang diberikan agen

kepada pelanggan.

5. Management system and structure, dimensi ini mencerminkan struktur

organisasi yang ada dilingkungan call center, pola penjadwalan agen, dan

analisis kelebihan dan kekurangan karyawan.

Pada dasarnya pelayanan terhadap pelanggan tergantung dari latar belakang

petugas yang bersangkutan, baik suku bangsa, pendidikan, pengalaman, budaya,

maupun adat istiadat. Namun agar pelayanan menjadi berkualitas dan memiliki

keseragaman setiap karyawan perlu dibekali dengan pengetahuan yang mendalam

tentang dasar-dasar pelayanan. Kualitas yang diberikan tentunya harus sesuai

dengan standar tertentu yang diinginkan Telkomsel tanpa standar tertentu, maka
31

akan sulit memberikan pelayanan yang lebih berkualitas. Berikut ini adalah dasar-

dasar pelayanan bagi petugas Call Center.

1. Percaya diri, bersikap akrab, dan senyum.

Dalam melayani pelanggan, petugas tidak boleh merasa ragu-ragu

tetapi harus memiliki keyakinan dari percaya diri yang tinggi. Petugas harus

dapat bersikap akrab dengan pelanggan, seolah-olah sudah lama kenal.

Dalam melayani pelanggan juga harus murah senyum agar suara petugas

terdengar menyenangkan bagi pelanggan.

2. Menyapa dengan lembut dan menyebut nama pelanggan.

Ketika terhubung dengan pelanggan, petugas harus segera menyapa

paling dahulu. Jika mengetahui namanya maka sebutkanlah namanya.

Sebaliknya, jika belum mengenal maka sebutlah pelanggan dengan Bapak

atau Ibu, dilanjutkan menanyakan apa yang dapat dibantu atau keinginan

petugas untuk menawarkan produk tertentu.

3. Tenang, sopan, hormat, serta tekun mendengarkan setiap pembicaraan.

Usahakan pada saat melayani pelanggan, petugas dalam keadaan

tenang, tidak terburu-buru, dan mengutamakan sopan santun dalam

bersikap. Kemudian tunjukan sikap menghormati pelanggan, tekun

mendengarkan sekaligus berusaha memahami keinginan pelanggannya.

Usahakan jangan meminta pelanggan mengulang kembali pertanyaan atau

keinginannya, karena terkesan petugas tidak serius mendengarkan

pembicaraannya.

4. Berbicara dengan bahasa yang baik dan benar.


32

Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar selama berinteraksi

dengan pelanggan. Suara yang digunakan harus jelas dalam arti mudah

dipahami dan jangan menggunakan aneka istilah yang sulit dipahami oleh

pelanggan.

5. Bersemangat dalam melayani pelanggan dan tunjukanlah kemampuan.

Selama melayani pelanggan jangan terdengar kurang bersemangat,

lesu, atau loyo. Tujukanlah pelayanan yang prima seolah-olah petugas

tertarik dengan keinginan dan kemauan pelanggan. Pengetahuan petugas

mengenai produk sangat penting dalam memberikan informasi yang

meyakinkan kepada pelanggan.

6. Jangan menyela atau memotong pembicara.

Saat pelanggan sedang berbicara usahakanlah jangan memotong atau

memotong pembicaraanya. Hindarilah kalimat yang bersifat teguran

maupun sindiran yang dapat menyinggung perasaan pelanggan. Jika terjadi

sesuatu dengan pelanggan, usahakan jangan berdebat.

7. Mampu meyakinkan pelanggan serta memberikan kepuasan.

Setiap informasi harus diberikan secara meyakinkan dengan argumen

yang masuk akal kepada pelanggan. Petugas juga harus mempu memberikan

kepuasan terhadap pelanggan atas pelayanan yang sudah diberikan

8. Jika tidak sanggup menangani permasalahan yang ada, mintalah bantuan.

Terkadang ada hal yang tidak marnpu atau tidak sanggup kita lakukan

sendiri. Ketika petugas yang langsung berhadapan dengan pelanggan sudah

mengupayakan beraneka solusi narnun belum menyelesaikan masalah


33

pelanggan, segera minta bantuan kepada petugas yang lebih kompeten untuk

menanganinya.

9. Bila belum dapat menyelesaikan, beritahukan kapan akan diselesaikan.

Dalam menghadapi kasus teknis atau administrasi proses yang relatif

rumit karena membutuhkan koordinasi dengan unit kerja di Telkomsel,

terkadang membutuhkan waktu dalarn menyelesaikan masalah pelanggan.

Jika ini terjadi, beritahukan pelanggan perkiraan waktu penyelesaian

masalahnya. Petugas harus mengingat SLA yang ditetapkan di dalarn SOP

untuk kasus yang tengah dihadapi pelanggan. Terakhir, beritahukan

informasi ini secara simpati. Semua dasar pelayanan ini harus dikuasai dan

dipraktikan oleh petugas yang berhubungan langsung dengan pelanggan.

Dengan memaharni dasar-dasar pelayanan ini diharapkan pelayanan yang

diberikan benar-benar prima dan optimal.

2.5 Lean

2.5.1 Pendekatan Lean

Lean diartikan sebagai kurus (ramping). Lean adalah suatu upaya terus

menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai

tambah (value added) produk atau jasa agar memberikan nilai kepada pelanggan

(costumers value). Menurut Gasperz (2010) definisi lean adalah suatu pendekatan

sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan

(waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value adding

activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radikal continuous

activities) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output)


34

dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan

eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan.

APICS Dictionary mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis yang

berlandaskan pada minimisasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu)

dalam berbagai aktifitas perusahaan. Fokus lean ialah pada identifikasi dan

eliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non value adding activities)

dalam desain, produksi untuk bidang manufaktur atau operasi untuk bidang jasa,

dan supplay chain management, yang berkaitan secara langsung dengan

pelanggan. Dimana aktivitas yang tidak memberi nilai tambah tersebut dalam

istilah lain disebut non-value-adding-activities.

Dalam seluruh perusahaan atau lean enterprise memiliki 3 tujuan

diantaranya (Gasperz. 2010):

1. Pada level customer, bertujuan untuk mencapai highest satisfication of

needs.

2. Pada level process, bertuan untuk mencapai total elimination of muda or

waste.

3. Pada level employee, bertujuan untuk mencapai respect for human dignity.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka fokus lean adalah pada

peningkatan terus-menerus customer value melalui identifikasi dan eliminasi

aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah yang merupakan

pemborosan (waste).

Konsep lean awalnya dikembangkan oleh Taichi Onho pada tahun 1950-an

dari Toyota. Selanjutnya, pendekatan ini disebut dengan Toyota Production


35

System yang menjadi awal pemikiran lean dan pada saat ini dikembangkan

berdasar prinsip “Just-In-Time”. Just In Time merupakan serangkaian prinsip, alat

dan teknik yang memungkinkan suatu perusahaan dapat memproduksi dan

mengirim produk mereka dalam jumlah kecil, dengan lead time yang singkat

untuk memenuhi keinginan pelanggan spesifik.

Just In Time menyediakan barang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan

dalam jumlah yang tepat. Salah satu dari pedoman ini ialah tidak adanya

pemborosan-pemborosan dalam lini produksi, misalnya tidak boleh adanya cacat

atau harus zero defect, tidak boleh ada barang di gudang atau zero inventory dan

berbagai bentuk waste lainnya.

Toyota, perusahaan manufaktur terhebat di dunia, menggunakan pendekatan

yang mereka sebut dengan Toyota Production System (TPS) atau Toyota Way

yang di dalamnya merupakan bentuk peningkatan berkesinambungan atau

continuous improvement yang bertujuan untuk mengeliminasi pemborosan-

pemborosan yang mendatangkan kerugian atau tidak mendatangkan value sama

sekali, sehingga tercipta organisasi yang lean. Keberhasilan Toyota juga

didasarkan pada kemampuan strateginya dalam menumbuhkembangkan

kepemimpinan, tim dan budaya yang dipergunakan untuk mencetuskan strategi,

untuk membangun hubungan dengan pemasok dan untuk mempertahankan bentuk

organisasi yang selalu belajar atau learning organization. Terdapat 14 prinsip

yang dikelompokkan dalam empat bagian yang membangun Toyota Way, yaitu

(Kesuma, 2008):

1. Filosofi jangka panjang (Long-Term Thinking).


36

Prinsip 1. Keputusan manajemen didasarkan pada filosofi jangka panjang

walaupun mengorbankan sesuatu untuk jangka pendek.

2. Lean Process (Eliminate Waste)

Prinsip 2. Ciptakan proses yang mengalir untuk mengungkapkan masalah.

Prinsip 3. Gunakan sistem tarik untuk menghindari produksi yang berlebih.

Prinsip 4. Heijunka, meratakan beban kerja.

Prinsip 5. Jidoka, hentikan jika terjadi masalah kualitas.

Prinsip 6.Lakukan standardisasi pekerjaan untuk peningkatan berkelanjutan.

Prinsip 7. Gunakan alat kendali visual sehingga tidak ada masalah yang

tersembunyi.

Prinsip 8. Gunakan hanya teknologi yang handal dan benar-benar teruji.

3. Kembangkan dan tantang orang-orang serta mitra anda melalui hubungan

jangka panjang. (People and Partners: Respect, Challenge and Grow

Them).

Prinsip 9. Kembangkan pemimpin yang menjiwai dan menjalankan filosofi.

Prinsip 10. Hormati, kembangkan, dan tantang orang-orang dan tim anda

Prinsip 11. Hormati jaringan mitra dan para pemasok dengan memberi

tantangan dan membantu mereka melakukan peningkatan.

4. Pemecahan masalah dan perbaikan terus-menerus menggerakkan organisasi

pembelajaran

Prinsip 12. Pembelajaran organisasi secara terus-menerus melalui Kaizen

Prinsip 13. Lihat dengan mata kepala sendiri agar lebih memahami situasi

dengan benar (Genchi Genbutsu).


37

Prinsip 14. Buatlah keputusan secara perlahan melalui konsensus, dengan

hati-hati mempertimbangkan semua kemungkinan dan implementasikan

dengan cepat.

Prisnip-prinsip di atas telah diaplikasikan di berbagai industri manufaktur

yang telah berhasil mencapai contiunuous improvement (peningkatan kualitas

secara terus-menerus) dalam jangka panjang.

2.5.2 Lean Management

Lean Management adalah metode sistematis dan integratif yang

diimplementasikan secara berkesinambungan untuk meminimalisir dan mencegah

adanya pemborosan ataupun proses-proses yang tidak bernilai tambah (non value

added) dengan cara perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) melalui

pemetaan value stream (peta yang memperlihatkan proses nyata secara lebih rinci,

mengandung informasi yang lengkap seperti tahapan proses, lead time, antrian,

dan lain-lain), yang melibatkan seluruh karyawan baik dari tingkatan top

management sampai tingkatan yang terendah.

Sejalan dengan perkembangan, sekarang ini konsep Lean Management tidak

hanya dapat diterapkan di industri manufaktur tetapi dapat diterapkan di

perusahaan jasa, instansi pemerintah dan pelayanan kesehatan (rumah sakit, dan

sebagainya), maupun lembaga pendidikan, dapat menerapkan Lean Management

untuk menghasilkan proses yang lebih efektif dan efisien, pelayanan yang lebih

cepat, biaya yang lebih rendah, serta kualitas mutu dan pelayanan yang lebih baik.

Berikut Gambar 2.1 konsep Lean yang diterapkan dalam sistem manajemen:
38

Lean

Six Sigma

Lean Lean

Maintanance Organization

Lean

Management
Lean Lean

Office Inspection
Lean

Manufacture

Gambar 2.1 Konsep Lean dalam Sistem Manajemen

2.6 Six Sigma

2.6.1 Pendekatan Six Sigma

Six sigma berasal dari kata Six yang berarti enam (6) dan Sigma yang

merupakan satuan dari Standard Deviasi yang juga dilambangkan dengan

simbol σ, Six Sigma juga sering di simbolkan menjadi 6σ. Makin tinggi Sigma-

nya, semakin baik pula kualitasnya. Dengan kata lain, semakin tinggi Sigma-nya

semakin rendah pula tingkat kecacatan atau kegagalannya.

Menurut Kiran (2017), Six Sigma dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Ukuran statistik dari sebuah performansi proses atau produk yang dihasilkan

yang diukur sebagai cacat per satu juta peluang (DPMO).

2. Sebuah tujuan untuk mencapai kesempurnaan dengan cara peningkatan

kinerja dan mengurangi variasi untuk mencapai deviasi yang kecil sehingga

semua produk dan layanan mampu memenuhi harapan pelanggan.


39

3. Sebuah sistem manajemen dalam mencapai kepemimpinan bisnis yang

handal dan berkelas dengan filosopi manejemen berfokus pada eliminasi

kesalahan, pengerjaan ulang dan kecacatan lainnya.

4. Six Sigma adalah strategi manajemen bisnis yang berupaya meningkatkan

kualitas dengan mengidentifikasi dan menghilangkan penyebab waste

(kesalahan) dan meminimalkan variasi dalam manufaktur dan bisnis.

5. Six Sigma adalah metodologi dan disiplin ilmu statistik untuk mengukur dan

meningkatkan kinerja dengan cara identifikasi dan menghilangkan defect

dalam manufaktur dan proses layanan terkait.

6. Six Sigma adalah sebuah metode pengolahan data untuk mencapai kualitas

mendekati sempurna. Six sigma berfokus pada produksi atau service dan

ditekankan pada analisis statistika dalam hal desain, manufaktur dan

kegiatan yang berorientasi pada pelanggan.

Metodologi Six Sigma pertama kali diperkenalkan oleh Motorola pada tahun

1987 oleh seorang Engineer yang bernama Bill Smith dan mendapat dukungan

sepenuhnya oleh Bob Galvin sebagai CEO Motorola pada saat itu sebagai Strategi

untuk memperbaiki dan meningkatkan proses serta pengendalian kualitas (Proses

Improvement and Quality Control) di perusahaannya. Six Sigma mulai terkenal

dan menjadi Populer di seluruh dunia setelah Jack Welch mempergunakannya

sebagai Bisnis Strategi di General Electric (GE) pada tahun 1995. Secara umum,

Six Sigma adalah metodologi yang dipergunakan untuk melakukan upaya

perbaikan dan peningkatan proses yang berkesinambungan atau terus menerus

(Continuous Improvement). Banyak ahli manajemen kualitas menyatakan bahwa


40

metode Six Sigma Motorola dikembangkan dan diterima secara luas oleh dunia

industri, karena manajemen industri frustasi terhadap sistem-sistem manajemen

kualitas yang ada, yang tidak mampu melakukan peningkatan kualitas secara

dramatik menuju tingkat kegagalan nol (zero defect).

Prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas six sigma Motorola

mampu menjawab tantangan ini, dan terbukti perusahaan Motorola selama kurang

lebih 10 tahun setelah implementasi konsep six sigma telah mampu mencapai

tingka 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunies/ kegagalan per sejuta

kesempatan). Setelah Motorola memenangi penghargaan MBNQA (the Malcolm

Baldrige National Quality Award) pada tahun 1988, rahasia kesuksesan mereka

menjadi pengetahuan publik, dan sejak saat itu program six sigma yang diterapkan

Motorola menjadi sangat terkenal di Amerika Serikat. Banyak perusahaan-

perusahaan kelas dunia, seperti : General Electric, Allied Signal, Dupont

Chemical, Kodak, Texas Instruments, dan lain-lain, mulai melakukan revolusi

dalam sistem manajemen kualitas mereka mengikuti prinsip-prinsip Six Sigma.

Pengalaman di Amerika Serikat menunjukan bahwa apabila perusahaan mulai

menerapkan dan memfokuskan seluruh sumber daya pada konsep Six Sigma,

perusahaan tersebut akan memperoleh hasil-hasil berikut:

1. Terjadi peningkatakn 1-sigma dari 3-sigma menjadi 4-sigma pada tahun

pertama.

2. Pada tahun kedua, peningkatan akan terjadi dari 4-sigma menjadi 4,7 sigma.

3. Pada tahun ketiga, peningkatan akan terjadi dari 4,7 sigma menjadi 5-sigma.
41

4. Pada tahun keempat, peningkatan akan terjadi dari 5-sigma menjadi 5,1-

sigma.

5. Pada tahun selanjutnya, peningkatan rata-rata adalah 0,1-sigma sampai

maksimum 0,15-sigma setiap tahun.

Perusahaan kelas dunia yang sangat peduli terhadap kualitas membutuhkan

waktu rata-rata 10 tahun untuk beralih dari tingkat operasional 3-sigma (66.810

DPMO – kegagalan per sejuta kesempatan) menjadi tingkat operasional 6-sigma

(3,4 DPMO) – kegagalan per sejuta kesempatan), yang berarti harus menjadi

peningkatan sekitar 66.810/3.4 = 19.650 kali selama 10 tahun atau secara rata-rata

sekitar 1965 “peningkatan” setiap tahun. Suatu peningkatan dramatik.

Peningkatan dari 3-sigma sampai 4,7-sigma memberikan hasil mengikuti kuva

eksponensial (mengikuti deret ukur), sedangkan peningkatan 4,7- sigma sampai 6-

sigma mengikuti kurva linier (mengikuti deret hitung).

2.6.2 Konsep Six Sigma

Secara umum ada 2 buah konsep dasar dari six sigma, yaitu :

1. Six sigma sebagai suatu aktivitas.

Pada penjelasan sebelumnya telah disebutkan bahwa six sigma dapat diartikan

sebagai suatu proses yang mempunyai defect opportunity atau kemungkinan

cacat sebanyak 3,4 buah dalam satu juta produk atau jasa (DPPM). Untuk

mencapai “target” angka tersebut maka ada beberapa rangkaian aktivitas six

sigma yang perlu dilakukan, misalnya:

a. Memahami dan mendefenisikan suatu proses design, manufacturing, dan

service secara jelas.


42

b. Aplikasi untuk six sigma statistic tools dan proses.

c. Mengidentifikasikan faktor penyebab defect.

d. Analisa dan improvement (perbaikan).

e. Melalui penurunan defect ratio akan meningkatkan yield dan total kepuasan

pelanggan.

f. Management innovation tool memberikan kontribusi terhadap management

out put.

2. Six sigma sebagai suatu strategi bisnis.

Secara umum ada ada enam komponen utama konsep six sigma sebagai

strategi bisnis yaitu :

a. Customer service oriented (mengutamakan pelayanan kepada pelanggan).

Definisi customer (pelanggan) bukan hanya terbatas pada pembeli saja

tetapi juga berarti rekan kerja kita, orang/ pihak yang akan menerima hasil

kerja kita, masyarakat umum sebagai pengguna jasa, pemerintah, dll. Six

sigma mampu memberikan informasi kepada kita mengenai seberapa bagus

produk, service kita dan proses didalamnya serta membantu kita untuk

menentukan langkah-langkah demi kepuasan customer secara total.

b. Manajemen yang bedasarkan data dan fakta.

c. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan.

Perlu diketahui bahwa six sigma sangat dipengaruhi dan bergantung pada

seberapa jauh kita memahai suatu proses. Dan hal ini belum cukup apabila

tidak didukung dengan appresiasi manajemen yang bagus dalam melakukan

perbaikan.
43

d. Manajemen yang proaktif.

e. Kerjasama tim yang bagus.

f. Selalu mengejar kesempurnaan.

2.7 Lean Six Sigma (DMAIC)

Ada banyak strategi yang diterapkan pada proses selama bertahun-tahun

sejak gerakan kualitas dimulai. Salah satu yang paling banyak dipakai adalah

model D-M-A-I-C (Define-Measure-Analyze-Improve-Control). Berikut adalah

Gambar 2.2 yang menjelaskan tahapan-tahapan perbaikan dan alat bantu metode

DMAIC secara umum.

Gambar 2.2 Lean Six Sigma (DMAIC) Tools


Sumber: George (2003), Lean Six Sigma for Service, hal 274
44

DMAIC adalah proses untuk peningkatan terus menerus menuju target Six

Sigma. Proses closed-loop ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak

produktif, sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru, dan menerapkan

teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. Gambar 2.3

berikut merupakan konsep metode DMAIC.

What is the current problem?


Scope? Time-line?
Identify and articulate problem

Is improve method
sustainable? Define What goals to achive?
Plan control charts and Set up test standart and
monitor metrics for measuring

Control Six Measure


Sigma

Improve Analyse

How to solve problems and How to overcome the problem?


improve? Identify and priotize problems
Apply creative techiques.
Brainstrom

Gambar 2.3 DMAIC Methodology

Sumber: Kiran (2017). Total Quality Management. Hal 355

2.7.1 Tahap Define (D)

Tahap Define (D) merupakan langkah operasional pertama dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu mendefinisikan beberapa

hal yang terkait dengan:

1. Kriteria pemilihan proyek Six Sigma.


45

2. Peran dan tanggung jawab dari orang-orang yang akan terlibat dalam proyek

Six Sigma.

3. Kebutuhan pelatihan untuk orang-orang yang terlibat dalam proyek Six

Sigma.

4. Proses- proses kunci dalam proyek Six Sigma beserta pelanggannya.

5. Kebutuhan spesifik dari pelanggan.

6. Pernyataan tujuan proyek Six Sigma.

Mendefinisikan proses kunci beserta pelanggan dari proyek six sigma

terhadap setiap proses sigma yang telah dipilih, harus didefinisikan proses-proses

kunci, sekuens proses beserta interaksinya, serta pelanggan yang terlibat dalam

setiap proses itu.

2.7.2 Tahap Measure (M)

Measure merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan

kualitas six sigma. Six sigma sesuai dengan arti sigma, yaitu distribusi atau

penyebaran (variasi) dari rata-rata (mean) suatu proses atau prosedur. Six

sigma diterapkan untuk memperkecil variasi (sigma). Six sigma sebagai sistem

pengukuran menggunakan Defect per Million Oppurtunities (DPMO) sebagai

satuan pengukuran. DPMO merupakan ukuran yang baik bagi kualitas produk

ataupun proses, sebab berkorelasi langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang

terbuang. Dengan menggunakan tabel konversi ppm dan sigma pada lampiran,

akan dapat diketahui tingkat sigma. Cara menentukan DPMO adalah sebagai

berikut:
46

Hitung Defect per Unit (DPU)

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛
DPU = ......................(2.1)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

Hitung DPMO terlebih dahulu menentukan probabilitas jumlah kerusakan.

𝐷𝑃𝑈 𝑥 1 𝑗𝑢𝑡𝑎
DPMO = 𝑃𝑟𝑜𝑏 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 ......................(2.2)

Tabel 2.1 Hubungan Sigma dan DPMO

Sigma Parts per Million

6 Sigma 3,4 defects per million


5 Sigma 233 defects per million
4 Sigma 6.210 defects per million
3 Sigma 66.807 defects per million
2 Sigma 308.537 defects per million
1 Sigma 690.000 defects per million

Sumber : Pande, Peter. 2000.

2.7.3 Tahap Analyze (A)

Tahap Analyze (A) merupakan langkah operasional ketiga dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu melakukan beberapa hal

berikut:

a. Menentukan stabilitas (stability) dan kapabilitas/ kemampuan (capability)

dari proses.

b. Menetapkan target-target kinerja dari karakteristik kunci (CTQ) yang akan

ditingkatkan dalam proyek Six Sigma.


47

c. Mengidentifikasi sumber - sumber dan akar penyebab kegagalan atau

kecacatan.

d. Mengkonversikan banyak kegagalan ke dalam biaya kegagalan kualitas

(cost of poor quality)

2.7.4 Tahap Improve (I)

Tahap Improve (I) merupakan langkah operasional keempat dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita menetapkan suatu rencana

tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma.

Setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi,

maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk

melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat suatu ungkapan dalam

perncanaan, yaitu: ”jika anda gagal dalam perencanaan. Maka sesungguhnya

anda sedang merencanakan kegagalan”. Pada dasarnya rencana- rencana

tindakan (action plan) akan mendisikripsikan tentang alokasi sumber sumber daya

serta prioritas dan alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana itu.

Bentuk-bentuk pengawasan dan usaha-usaha untuk mempelajari melalui

pengumpulan data dan analisis ketika implementasi dari suatu rencana, juga harus

direncanakan pada tahap ini. Pengembangan rencana tindakan merupakan salah

satu aktivitas yang penting dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang

berarti bahwa dalam tahap ini tim peningkatan kualitas Six Sigma harus

memutuskan apa yang harus dicapai (berkaitan dengan target yang diterapkan),

alasan kegunaan (mengapa) rencana tindakan itu harus dilakukan, dimana rencana

tindakan itu akan diterapkan atau dilakukan, bilamana rencana tindakan itu akan
48

dilakukan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari renacana tindakan itu,

bagaimana melaksanakan rencana tindakan itu, dan berapa besar biaya untuk

melaksanakan rencana tindakan itu serta manfaat positif yang diterima dari

implementasi rencana tindakan itu.

2.7.5 Tahap Control (C)

Merupakan tahap operasional terakhir dalam program peningkatan kualitas

Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan

disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses

distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur prosedur didokumentasikan dan

dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab

ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses, yang

berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahapini. Tujuan dari institusionalisasi

adalah mentransformasi bagaimana praktek organisasi terbaik itu dilakukan

mengikuti prinsip-prinsip Six Sigma. Dengan kata lain tujuan dari

institusionalisasi adalah mengintegrasikan Six Sigma kedalam cara-cara praktek

organisasi itu dikelola sehari-hari. Six Sigma tidak hanya berfokus pada

penyelesaian proyek, tetapi juga menawarkan bagaimana kumpulan dari hasil-

hasil proyek itu mempengaruhi tingkat kinerja yang lebih besar terutama agar

mencapai kapabilitas 6-Sigma (zero defect/ error), proses tingkat tinggi yang

berlangsung dari hari ke hari. Tujuan dari standardisasi adalah

menstandardisasikan sistem manajemen Six Sigma yang telah terbukti menjadi

terbaik dalam organisasi kelas dunia. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek

peningkatan kinerja Six Sigma harus distandardisasikan, dan selanjutnya kita


49

melakukan peningkatan terus-menerus pada jenis masalah kinerja yang lain

melalui proyek-proyek Six Sigma yang lain mengikutikonsep DMAIC. Dengan

demikian setelah sasaran proyek Six Sigma tercapai, maka harus dipromosikan ke

seluruh organisasi melalui manajemen dan sponsor yang kemudian akan

menstandardisasikan metode-metode Six Sigma yang telah memberikan hasil-hasil

optimum itu. Standardisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama

atau praktek-praktek lama terulang kembali.

Beberapa manfaat yang bisa diberikan oleh six sigma di call center adalah

sebagai berikut (Jacowski & Gettys, dalam Douglas 2009):

1. Memperlancar operasi call center, strategi lean membantu dalam

menghilangkan kegiatan-kegiatan tidak bernilai tambah lainnya dari

proses.

2. Mengurangi jumlah panggilan yang hilang: analisis akar permasalahan dan

teknik pengujian hipotesis six sigma dapat membantu menentukan berapa

banyak waktu yang dihabiskan untuk berbagai jenis panggilan, sehingga

memberikan panduan kepada operator.

3. Pemanfaatan sumber daya yang lebih baik (sumber daya manusia dan

teknologi), yang mengarah pada pengurangan biaya menjalankan pusat-

pusat panggilan.

4. Mengungkap “faktor tersembunyi”: menetapkan akar penyebab mengapa

pelanggan menelepon di tempat pertama, dapat membantu mengungkap

masalah lebih jauh dalam aliran proses sehingga memberikan manfaat


50

yang lebih jauh dari pusat panggilan itu sendiri dan meningkatkan layanan

dan dukungan pelanggan.

5. Mengurangi pergantian karyawan: pusat panggilan biasanya ditandai

dengan pergantian karyawan yang tinggi, karena lingkungan kerja yang

sangat penuh tekanan. Operasi yang lebih ramping akan membantu

mengurangi tekanan operator, khususnya di pusat panggilan yang

terhubung.

2.8 Analisis SWOT

Teknik analisis SWOT pertama kali diperkenalkan oleh Albert S Humphrey

pada tahun 1960 an, seorang akademisi yang memimpin proyek riset di Stanford

Research Institute yang menggunakan data dari perusahaan-perusahaan

terkemuka. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi mengapa perencanaan

perusahaan bisa gagal. Humphrey dan tim penelitian awal menggunakan kaidah

“apa yang baik dimasa sekarang ini disebut Satisfactory (memuaskan), yang baik

di masa depan disebut sebagai Opportunity (peluang), kemudian buruk di masa

sekarang adalah Fault (kesalahan) dan buruk di masa depan adalah Threat

(ancaman)”. Inilah yang dikenal dengan analisa SOFT (Satisfatory, Opportunity,

Fault, Threat). Selanjutnya pada sebuah konferensi di tahun 1964 Urick dan Orr

mengubah yang kenal sekarang sebagai SWOT.

Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang mengidentifikasi

berbagai factor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis

tersebut didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths)

dan peluan (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan


51

kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Oleh karena itu, perencanaan

strategis harus menganalisa factor-faktor strategis perusahaan dalam kondisi yang

ada saat ini. Model yang paling popular untuk menganalisa situasi ini adalah

analisis SWOT.

Kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan

eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.

SWOT itu sendiri adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan

Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi

oleh dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal dan

internal tersebut. Berikut ini adalah definisi singkat mengenai SWOT:

Strengths (kekuatan) adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari

suatu organisasi atau program saat ini. Strengths adalah atribut positif yang ada

dalam internal organisasi dan berada dalam kendali organisasi.

Weaknesses (kelemahan) adalah faktor-faktor yang berada dalam kendali

organisasi yang mengurangi kemampuannya untuk mencapai tujuan yang

diinginkan, yang merupakan wilayah yang memungkinkan diperbaiki oleh

organisasi.

Opportunities (kesempatan) adalah faktor positif yang muncul dari lingkungan

dan memberikan kesempatan bagi organisasi untuk memanfaatkannya.

Opportunities tidak hanya berupa kebijakan atau peluang dalam hal mendapatkan

modal berupa uang, tetapi bisa juga berupa respon masyarakat atau isu yang

sedang trend saat ini


52

Threats (ancaman) adalah faktor eksternal yang berada diluar kendali organisasi

yang dapat menempatkan misi organisasi atau operasi menjadi beresiko.

2.9 Teori Antrian

Teori antrian (Queueing Theory) diawali oleh Agner Kraup Erlang (1

Januari 1878 – 3 Februari 1929) seorang insinyur asal Denmark yang pertama kali

mempublikasi makalah mengenai Queueing Theory. Kemunculan teori ini dipicu

masalah keterbatasan kapasitas pelayanan telepon untuk melayani permintaan

pelanggan pada jam-jam tertentu. Lalu lintas pada pagi hari, ketika semua orang

berangkat untuk melaksanakan aktivitasnya, atau sore hari ketika semua orang

harus kembali kerumah masing-masing (Siswanto, 2007:217).

Tujuan dasar dari model-model antrian adalah peminimuman sekaligus

dua jenis biaya, yaitu biaya langsung untuk menyediakan pelayanan dan biaya

individu yang menunggu untuk memperoleh pelayanan. Perbedaan antara jumlah

permintaan terhadap fasilitas pelayanan dan kemampuan fasilitas untuk melayani

menimbulkan dua konsekuensi logis, yaitu timbulnya antrian dan timbulnya

pengangguran kapasitas. Antrian yang panjang karena kemampuan fasilitas

pelayanan lebih rendah dari jumlah pemakainya, jelas akan memunculkan garis

tunggu sehingga mereka yang antri atau berada digaris tunggu itu akan

menanggung opportunity cost. Sejauh opportunity cost tersebut negatif, maka

mereka mungkin bersedia untuk tetap digaris tunggu, namun sebaliknya, mereka

pasti akan keluar dari garis tunggu dan itu berarti kerugian. Disisi yang lain,

penyedia kapasitas pelayanan yang terlalu berlebihan sehingga tingkat

penggunaan fasilitas tersebut rendah, jelas akan menaikkan biaya tetap rata-rata.
53

Dalam pendekatan sistem antrian ada empat faktor yang dominan, yaitu

Batasan Sistem, Input, Proses, dan Output. Sistem dasar antrian dapat dilihat pada

Gambar 2.4 dibawah ini:

Queueing system

Served
Input Customers Service
Queue
Source Mechanism Customers

Gambar 2.4 Sistem Dasar Antrian

Sumber: Hillier (2015), Introduction to Operation Reasearch Tenth Edition

2.9.1 Tingkat Kedatangan dan Proses Poisson

Membayangkan pengamatan A.K.Erlang di antrian telepon, pola

permintaan pelanggan telepon yang meminta sambungan dalam kurun waktu yang

tidak terputus (continuous of time) dapat dibagi dalam interval waktu yang sama

(fixed interval). Dua variabel yang mempengaruhi pembentukan garis tunggu.

Pertama Tingkat Kedatangan Pelanggan dengan notasi umum 𝝀, kedua, Tingkat

Pelayanan Pelanggan dengan notasi umum 𝜇. Jelas sekali bahwa semakin besar 𝜆,

maka kemungkinan pembentukan garis tunggu akan semakin besar. Demikian

pula sebaliknya, jika 𝜇 semakin kecil. Oleh karena itu, secara rasional asumsi 𝜆 >

𝜇 perlu dibuat agar ada jaminan bahwa proses tidak berhenti karena kelebihan

permintaan.

Model antrian menggunakan konsep ekuilibrium atau keseimbangan

jumlah pelanggan didalam sistem sebagai dasar pengembangan model. Jika ada N
54

pelanggan didalam sistem dan kemudian satu pelanggan keluar dari sistem setelah

selesai dilayani sehingga jumlah pelanggan didalam sistem menjadi N-1, maka

akan datang satu pelanggan lagi kedalam sistem sehingga jumlah pelanggan di

dalam sistem kembali menjadi N. Konsep keseimbangan sistem antrian dapat

dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini:

Satu pelanggan keluar

N N-1
Pelanggan di dalam Pelanggan di dalam
sistem sistem

Satu pelanggan masuk

Gambar 2.5 Keseimbangan Sistem Antrian


Sumber: Siswanto (2007). Operation Research Jilid 2, hal 222
Jika,

𝜆: Tingkat Kedatangan

m : Tingkat Pelayanan

Pn: Probabilitas n pelanggan di dalam sistem

Pn-1 : Probabilitas n-1 pelanggan didalam sistem

Dan karena setiap pelanggan didalam sistem berkurang 1 akan datang 1

pelanggan lagi sementara setiap pelanggan yang telah selesai dilayani akan segera

keluar dari sistem, maka konsep keseimbangan dapat ditulis dalam bentuk

matematik sebagai berikut:


55

𝜆Pn-1 = 𝜇Pn ......................(2.3)

atau

𝜆
Pn = 𝜇 Pn-1 ......................(2.4)

Ketika 𝜆 menandai tingkat kedatangan dan 𝜇 menandai tingkat pelayanan

dimana 𝜆 > 𝜇 menyertai sebagai asumsi, maka 𝜆/ 𝜇 menandai tingkat kesibukan

sistem dengan notasi 𝜌, atau

𝜆
𝜌=𝜇 ......................(2.5)

2.9.2 Konfigurasi Model Antrian

Sebuah fasilitas pelayanan dalam sebuah sistem mungkin hanya terdiri

satu kali proses, artinya setelah selesai proses pelayanan segera keluar dari sistem,

namun mungkin juga memerlukan beberapa kali tahap proses dimana

penyelesaian proses pelayanan dalam sebuah tahap dilanjutkan dengan pelayanan

tahap berikutnya. Antrian mempunyai empat macam konfigurasi model, yaitu:

1. Kanal Tunggal Fase Tunggal (Single Channel Single Phase)

Model Kanal Fase Tunggal adalah model dasar dan paling sederhana

untuk memberikan gambaran mengenai kasus antrian. Pembelian tiket satu

loket, ATM tunggal (tidak berjajar dalam satu lokasi), potong rambut

dalam satu kapster adalah sebagian contoh model ini. Model Kanal

Tunggal Fase Tunggal dapat dilihat pada Gambar 2.6 dibawah ini:
56

Sistem Antrian

PA dan WA

PS dan WS

Gambar 2.6 Model Kanal Tunggal Fase Tunggal

Sumber: Siswanto (2007). Operation Research Jilid 2, hal 226

2. Multi Kanal Fase Tunggal (Multi Channel Single Phase)

Model Multi Kanal Fase Tunggal bisa dilihat pada stasiun pengisian BBM

yang memiliki beberapa mesin pompa dimana setiap pelanggan yang

datang bebas memilih pompa mana yang akan mengisi bahan bakarnya

dan setelah itu langsung keluar. Mesin ATM yang berderet disatu lokasi,

antrian salon, dan juga antrian call center menjelaskan model ini.

Sistem Antrian

PA dan WA

PS dan WS

Gambar 2.7 Model Multi Kanal Fase Tunggal

Sumber: Siswanto (2007). Operation Research Jilid 2, hal 230


57

Tujuan dari penawaran fasilitas pelayanan yang sama lebih dari

satu sehingga muncul konfigurasi Multi Kanal Fase Tunggal adalah untuk

memperpendek waktu pelayanan sistem agar waktu didalam sistem WS

menjadi lebih kecil. Misalnya rata-rata tingkat pelayanan 𝜇 perjam untuk

sebuah fasilitas, maka rata-rata tingkat pelayanan didalam sistem itu akan

menjadi k x 𝜇 perjam untuk k fasilitas.

Ketika setiap penambahan fasilitas mempengaruhi tingkat

pelayanan, maka secara resional tingkat kedatangan atau 𝜆 juga akan

terpengaruh, artinya jumlah pelanggan didalam sistem atau PS yang sedikit

akan menjadi daya tarik bagi pelanggan untuk memasukinya. Karena k

fasilitas akan menyebabkan kemampuan sistem naik menjadi k x 𝜇 untuk k

fasilitas maka tingkat kesibukan sistem itu akan menjadi:

𝜆
𝜌= ......................(2.6)
𝑘𝜇

Pada dasarnya konsep hubungan antara PA, WA, PS dan WS diberbagai

konfigurasi model tidak berbeda jauh. Hubungan antara PA dengan WA

adalah:

PA = 𝜆 . WA .....................(2.7)

Setelah PA ditemukan, WA adalah:

1
WA = WS - ..................... (2.8)
𝜇

1
WS = WA + ......................(2.9)
𝜇

Setelah disubstitusikan, maka PS adalah:


58

PS = 𝜆 . WS ......................(2.10)

𝜆
PS = PA + ......................(2.11)
𝜇

3. Kanal Tunggal Multi Fase (Single Channel Multi Phase)

Model konfigurasi Kanal Tunggal Multi Fase dimana kedatangan

pelanggan ke fasilitas pelayanan B1 sangat tergantung kepada pola dan

waktu pelayanan A1. Demikian pula dengan kedatangan pelanggan ke C1

yang tergantung secara langsung pada pola dan waktu pelayanan B1 dan

secara tidak langsung tergantung kepada pola dan waktu pelayanan A1.

Namun demikian, sifat ketergantungan tersebut juga bisa sebaliknya.

Kalau tingkat pelayanan C1 lebih rendah dari B1 misalnya, maka kapasitas

garis tunggu akan terlampaui dan sebagai akibat selanjutnya B1 harus

menyesuaikan atau bahkan menghentikan outputnya. Selanjutnya bisa

dipahami bahwa A1 juga akan terpengaruh meskipun secara tidak

langsung. Model Kanal Tunggal Multi Fase seperti pada Gambar 2.8 berik

A B C

Fase 1 Fase 2 Fase 3

Gambar 2.8 Model Kanal Tunggal Multi Fase

Sumber: Siswanto (2007). Operation Research Jilid 2, hal 238

4. Multi Kanal Multi Fase (Multi Channel Multi Phase)

Pada konfigurasi model Multi Kanal Multi Fase, kerumitan model menjadi

bertambah ketika ada kemungkinan konfigurasi garis tunggu dan


59

kemungkinan kerja sama antar kanal sehingga misalnya, output A1 bisa ke

B2 atau B3. Konfigurasi tersebut sangat memungkinkan memunculkan

persoalan keterbatasan garis tunggu karena ruang yang terbatas dan

populasi pelanggan dari fasilitas berikutnya akan selalu berasal dari

fasilitas pelayanan sebelumnya yang bersifat terbatas.

A1 B1 C1

Kanal 1

A2 B2 C2

Kanal 2

A3 B3 C3

Kanal 3

Fase 1 Fase 2 Fase 3

Gambar 2.9 Model Multi Kanal Multi Fase

Sumber: Siswanto (2007). Operation Research Jilid 2, hal 238

2.10 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menunjukkan hubungan

logis antara faktor/ variabel yang telah diidentifikasi penting untuk menganalisis

masalah penelitian (Sinulingga, 2017:93). Dengan kata lain kerangka konseptual

menjelaskan pola hubungan antar semua faktor/ variabel yang terkait atau
60

dijelaskan dalam landasan teori. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Evaluasi Kinerja

a. Merumuskan
kinerja call center
b. Mengidentifikasi Define
penyebab
kegagalan Service
Level
a. Mengukur nilai DPMO
Measure b. Mengukur level sigma
c. Analisa kebutuhan
operator

a. Analisis SWOT
berdasarkan Analyze
komponen SO,
WO, ST, WT
b.
a. Mengurangi waktu
rata-rata melayani
Improve b. Rekomdenasi Pola
Penjadwalan (Shift)
c. Rekomendasi Pola Jam
Istirahat (Aux)
d. Analisis Antrian
a. Mengajukan
usulan standarisasi Control
kinerja

Gambar 2.10 Kerangka Konseptual

Sumber: data diolah penulis (2020)


61

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah deskriptif eksploratif. Yang mana pemecahan

masalah digali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi

terjadinya sesuatu berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Infomedia Nusantara Medan yang berlokasi

di jalan S. Parman No 215 Gedung Cambridge Lantai 3 Medan. Penelitian ini

dimulai dari bulan September 2019 sampai Juni 2020.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Teknik observasi

Observasi yang telah dilakukan penulis adalah melihat pencatatan

pencapaian service level dan buku-buku atau dokumentasi dari perusahaan

yang berhubungan dengan kinerja agen call center.

2. Penyebaran kuesioner

Penyebaran daftar pertanyaan kepada stakeholder menyangkut pemberian

bobot kuesioner dan mengkaji faktor internal (kekuatan dan kelemahan)

dan eksternal (peluang dan ancaman). Namun sebelum pemberian bobot

dirangking, terlebih dahulu kepada para ekspert stakeholder diberikan

penjelasan contoh pengisian dengan metode perbandingan berpasangan.


62

Adapun kuesioner yang diberikan kepada responden berupa kuesioner

terbuka.

3. Teknik kepustakaan, yaitu mencatat dan mempelajari teori-teori yang

berhubungan dengan pemecahan masalah dari berbagai buku yang sesuai

dengan permasalahan yang diamati yaitu faktor-faktor penyebab

ketidaktercapaian service level.

3.4 Sumber Data

Berdasarkan cara memperolehnya maka sumber data yang diperoleh dari

penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan

yang ditujukan keperusahaan terkait tentang permasalahan yang terjadi

diperusahaan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi,

sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak manajemen. Biasanya berbentuk

dokumen, file, arsip ataupun catatan-catatan perusahaan. Adapun data

sekunder yang diperoleh dari perusahaan berupa dataTarget Key

Performance Indicator (KPI), data pencapaian Service Performance yang

meliputi data Call Of Frequency (COF), data Automatic Call Distribution

(ACD), data Abandone Call, data Average Handling Time (AHT), data

Service Level, data jumlah operator, mesin, penjadwalan, dll


63

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Metode Lean Six Sigma (DMAIC)

Metode Lean Six Sigma dengan langkah-langkah DMAIC (Define, Measure,

Analyze, Improve, Control) digunakan untuk penerapan perbaikan kinerja agar

terjadi peningkatan terus menerus (contionous improvement).

1. Define

Tahap define merupakan tahapan awal dalam six sigma. Pada tahap

ini akan dilakukan identifikasi penyebab masalah yaitu ketidaktercapaian

service level call center Telkomsel dibawah 96%.

2. Measure

Tahap Measure (pengukuran)adalah langkah operasional kedua

dalam program peningkatan kualitas six sigma.Six sigma sesuai dengan

arti sigma, yaitu distribusi atau penyebaran (variasi) dari rata-rata (mean)

suatu proses atau prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil

variasi (sigma). Six sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan

Defect Per Million Opportunities (DPMO) sebagai satuan

pengukuran.Perhitungan besarnya nilai DPMO dari service level call

center Telkomsel dilakukan dengan menghitung terlebih dahulu nilai DPU

(Defect Per Unit) dan juga perlu diketahui nilai Probabilitas Defect yang

merupakan kesempatan yang memungkinkan terjadi defect.

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑔𝑎𝑔𝑎𝑙𝑎𝑛
DPU = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑔𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 ......................(3.1)

𝐷𝑃𝑈 𝑥 106
DPMO = ......................(3.2)
𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡
64

3. Analyze

Kemudian pada tahap analyze akan disajikan data penentuan jam

sibuk, kebutuhan jumlah operator dan analisis permintaan dan kebutuhan

pelanggan. Pada langkah ini data yang dianalisis berdasarkan call yang

masuk dan disiplin antrian yang digunakan adalah FIFO (First In First

Out). Berdasarkan Teori Antrian, diketahui:

k = jumlah operator bertugas

n = jumlah pelanggan dalam sistem

𝜆= laju kedatangan pelanggan

𝜇 = laju pelayanan operator

Waktu menunggu rata-rata pelanggan dalam antrian (Wq)

Jumlah rata-rata pelanggan dalam antrian (Lq)


𝐿𝑞
Wq = ......................(3.3)
𝜆

Lq = Wq x 𝜆 ......................(3.4)

Jumlah rata-rata pelanggan dalam sistem (Ls)

𝜆
Ls = Lq + 𝜇 ......................(3.5)

Waktu rata-rata pelanggan dalam sistem (Ws)


𝐿𝑠
Ws = ......................(3.6)
𝜆

4. Improve

Tahap Improve merupakan operasional keempat dalam program

pengingkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini diusulkan pada layanan

call center agar peningkatan kualitas sigma dapat terpenuhi adalah dengan
65

membuat pola penugasan dan jam istirahat serta mengurangi waktu rata-

rata melayani (Average Handle Time).

5. Control

Control merupakan operasional terakhir dalam program peningkatan

kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil pengingkatan kualitas

didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang

sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan,

prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja

standar. Six sigma tidak hanya berfokus pada penyelesaian masalah, tetapi

juga menawarkan bagaimana kumpulan dari hasil-hasil penyelesaian

masalah itu mempengaruhi tingkat kinerja yang lebih besar terutama agar

mencapai kapabilitas 6-sigma (zero defect/error). Hasil-hasil yang

memuaskan dari peningkatan kinerja Six Sigma harus distandarisasi, dan

selanjutnya kita melakukan peningkatan terus menerus pada jenis masalah

kinerja yang lain mengikuti konsep DMAIC.

3.5.2 Metode SWOT

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa SWOT sebagai

teknik analisa data yang tepat untuk memperjelas pola dalam menganalisa data.

Teknik analisa SWOT ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor internal

perusahaan yang menjadi kekuatan dan kelemahannya dan faktor-faktor eksternal

yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan. Tahapan ini adalah proses

dimana seluruh potensi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki

oleh perusahaan akan dijabarkan dan kemudian dianalisa melalui SWOT analysis.
66

1. Perumusan dari matrik Eksternal Factors Analysis Strategies (EFAS) dan

matrik Internal Factors Analysis Strategies (IFAS)

a. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Sebelum membuat matrik faktor eksternal, kita perlu mengetahui

terlebih dahulu factor eksternal (Peluang dan Ancaman). Berikut

ini adalah cara penentuan EFAS:

1. Susunlah dalam kolom 1 peluang dan ancaman

2. Beri bobot masing-masing factor dalam kolom 2, mulai dari 1,0

(sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). Semua bobot itu

tidak boleh melebihi skor total 1,00

3. Beri peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses sukses kritis

untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan ini

dengan memberikan catatan 4= jawaban superior, 3=jawaban

diatas rata-rata, 2=jawaban rata-rata, 1=jawaban jelek,

pemberian ini berdasarkan pada kondisi yang ada dalam

perusahaan.

4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk

memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya

berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang

nilainya mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor)

5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan

mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor

pembobotan dihitung
67

6. Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, untuk memperoleh

total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan.

Bobot ditentukan seperti pada Tabel 3.1 dan 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Penentuan Bobot EFAS

Bobot Keterangan Rating Keterangan


>0,20 Sangat Kuat 4 The respon is superior
0,11-0,20 Kekuatan diatas 3 The respon is above
rata-rata average
0,06-0,10 Kekuatan rata-rata 2 The respon is average
0,01-0,05 Kekuatan dibawah 1 The respon is poor
rata-rata

Tabel 3.2 Matrik EFAS

Faktor-faktor Strategi Bobot Rating Bobot X


Eksternal Rating
Peluang:
1.
2.
Ancaman:
1.
2.
Total 1,00

b. Matrik Faktor Strategi Internal

Setelah faktor-faktor strategi internal suatu perusahaan

diidentifikasi, tabel IFAS (kekuatan dan kelemahan) disusun

dengan tahapan sebagai berikut:

1. Tentukan faktor-faktor yang kekuatan serta kelemahan

perusahaan dalam kolom 1.

2. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0

(sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). Semua bobot itu

tidak boleh melebihi skor 1,00


68

3. Berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis

untuk menunjukan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini

dengan memberikan catatan 4 = kekuatan utama, 3 = kekuatan

kecil, 2 = kelemahan kecil, 1 = kelemahan utama, pemberian ini

berdasarkan pada kondisi yanga ada dalam perusahaan.

4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk

memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya

berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang

nilainya mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan

mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor

pembobotan dihitung.

6. Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, untuk memperoleh

total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan.

Bobot ditentukan seperti Tabel 3.3 dan 3.4 sebagai berikut:

Tabel 3.3 Penentuan Bobot IFAS

Bobot Keterangan Rating Keterangan


>0,20 Sangat Kuat 4 Major Strenght
0,11-0,20 Kekuatan diatas rata-rata 3 Minor Strenght
0,06-0,10 Kekuatan rata-rata 2 Minor Weakness
0,01-0,05 Kekuatan dibawah rata-rata 1 Major Weakness
69

Tabel 3.4 Matrik IFAS

Faktor-faktor Bobot Rating Bobot X


Strategi Internal Rating
Kekuatan:
1.
2.
Kelemahan:
1.
2.
Total 1,00

2. Pencocokan yang berfokus pada strategi alternative menggunakan matrik

SWOT dan matrik internal dan eksternal (IE)

a. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara

sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini

didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan

(Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman

(Threats). Langkah-langkah dalam melakukan analisis SWOT

adalah sebagai berikut:

 Buat daftar peluang eksternal dari perusahaan

 Buat daftar ancaman dari lingkungan eksternal perusahaan

 Setelah membuat daftar faktor eksternal perusahaan kemudian

buat daftar kekuatan internal yang dimiliki perusahaan

 Buat daftar kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan

 Buat sekumpulan strategi yang mungkin bagi perusahaan,

berdasarkan kombinasi tertentu dari empat kumpulan faktor


70

strategi tersebut. Kemudian akan menghasilkan strategi SO

dengan memikirkan cara-cara tertentu yang perusahaan dapat

gunakan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada.

Sebagai perbandingan, perlu mempertimbangkan kekuatan-

kekuatan untuk menghindari ancaman-ancaman dengan

menggunakan strategi ST. kita mengembangkan strategi WO

untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada dengan

cara mengatasi berbagai kelemahan yang dimiliki oleh

perusahaan. Kemudian menyusun strategi WT sebagai strategi

difensif untuk meminimalkan kelemahan-kelemahan dan

menghindari ancaman yang ada.

Tabel 3.5 Matrik SWOT

Faktor Internal Kekuatan (S) Kelemahan


1. (W)
2. 1.
3. 2.
Faktor Eksternal 3.
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
1. Strategi Strategi
2. menggunakan memanfaatkan
3. kekuatan untuk peluang untuk
memanfaatkan mengatasi
peluang kelemahan
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
1. Strategi Strategi
2. menggunakan meminimalisasi
3. kekuatan untuk kelemahan dan
menghindari menghindari
ancaman ancaman
71

b. Pencocokan Matrik Internal dan Eksternal (IE)

Untuk merumuskan strategi yang akan digunakan selanjutnya

dicocokkan dengan matrik IE. Matrik ini didasarkan pada dua

dimensi kunci. IFAS pada sumbu X dan EFAS pada sumbu Y.

Sumbu X ada 3 skor, yaitu:

Skor 4,0-3,0 = posisi internal kuat

Skor 2,99-2,0 = posisi internal rata-rata

Skor 1,99-1,0 = posisi internal lemah

Sumbu Y ada 3 skor, yaitu:

Skor 4,0-3,0 = posisi eksternal kuat

Skor 2,99-2,0 = posisi eksternal rata-rata

Skor 1,99-1,0 = posisi eksternal lemah

Tabel 3.6 Matrik IE

Total nilai IFAS yang diberi bobot

Kuat Rata-rata Lemah

4,0-3,0 2,99-2,0 1,99-1,0

Tinggi
Tabel nilai EFAS diberi bobot

4,0-3,0
I II III
Sedang

2,99-2,0
IV V VI
Rendah

1,99-1,0
VII VIII IX
72

3. Selanjutnya analisis dengan perumusan Quantitative Strategi Planning

Matrix (QSPM) yang merupakan tahap 3 dengan menggunakan input dari

analisis matriks EFAS dan IFAS dan pencocokan dari analisis SWOT dan

IE. QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk

mengevaluasi strategi alternative secara objektif. Langkah-langkah

perumusan QSPM adalah sebagai berikut:

a. Mendaftar ancaman/peluang kunci eksternal dan kelemahan/kekuatan

internal dari perusahaan dalam kolom kiri QSPM. Informasi ini

diambil langsung dari matriks IFAS dan EFAS. Minimal 10 faktor

sukses kritis eksternal dan 10 faktor sukses internal harus dimasukkan

dalam QSPM.

b. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan

internal. Bobot ini sama dengan yang dipakai dalam matriks EFAS

dan IFAS. Bobot dituliskan dalam kolom sebelah kanan faktor sukses

kritis eksternal dan internal.

c. Pencocokkan matrik dan identifikasi strategi alternative yang harus

dipertimbangkan perusahaan yang mempengaruhi keputusan strategis.

Besarnya perbedaan antara jumlah total nilai daya Tarik dalam

alternative strategi tertentu menunjukkan seberapa besar sebuah

strategi lebih diinginkan relative terhadap yang lainnya.

d. Menetapkan Nilai Daya Tarik (AS), tentukan nilai numerik yang

menunjukkan daya tarik relative dari setiap strategi dalam alternative.


73

e. Menghitung Total Nilai Daya Tarik. Ditetapkan sebagai hasil

perkalian bobot (langkah 2) dengan nilai daya Tarik (langkah 4) dalam

setiap baris.

f. Menghitung Jumlah Total Daya Tarik dalam setiap kolom QSPM.

Tabel 3.7 QSPM

Faktor- Alternatif Strategi


faktor Strategi I Strategi II Strategi III
Sukses Bobot AS TAS Bobot AS TAS Bobot AS TAS
Kritis
Peluang
1.
2.
3.
Ancaman
1.
2.
3.
Kekuatan
1.
2.
3
Kelemahan
1.
2.
3
Jumlah
Total
Nilai Daya
Tarik
Keterangan:

AS = Nilai Daya Tarik TAS = Total Nilai Daya Tarik

Nilai Daya Tarik:

1. Tidak menarik

2. Agak menarik

3. Menarik

4. Sangat menarik
74

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer berupa data yang diperoleh dari kuesioner yang berisi pertanyaan-

pertanyaan yang ditujukan keperusahaan terkait tentang permasalahan yang terjadi

diperusahaan. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari bagian dokumentasi

perusahaan berupa data Target Key Performance Indicator (KPI), pencapaian

Service Performance yang meliputi data Call Of Frequency (COF), data

Automatic Call Distribution (ACD), data Abandone Call, data Average Handling

Time (AHT), data Service Level, data jumlah operator, mesin, penjadwalan, dll

4.1.1 Data Target Key Performance Indicator (KPI) Call Center Telkomsel

Key Performance Indicator (KPI) adalah salah satu jenis pengukuran kinerja

yang digunakan untuk mengukur seberapa baik suatu perusahaan mencapai

sasaran dan tujuan strategis yang ditetapkan perusahaan tersebut. Adapun target

KPI yang ditetapkan PT Telkomsel seperti pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Target KPI (Key Performance Indicator) Call Center Telkomsel

No Parameter Indikator Target


1 Service Service Level 96%
Performance Average Handle Time 300 detik
2 Resource Score Test Propper 95%
Quality QA Score 95%
3 Service Mystery Calling Index (MCI) 95%
Quality Customer Satisfaction Index (CSI) Above Industry
SMS Survey 80%
Sumber: Data Sekunder PT. Infomedia Nusantara Medan (2019)
75

4.1.2 Penjadwalan dan Jumlah Operator Call Center Telkomsel

Jadwal operasional call center Telkomsel disusun oleh Desk Control (DC)

satu bulan sekali. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi adanya perubahan pola

jumlah panggilan masuk. Pada dasarnya penjadwalan operator call center

dilakukan dengan cara manual. Masing-masing operator diberi beban kerja selama

8 jam dalam sehari kemudian diberi libur selama 1 kali setiap minggu dan jatah

cuti 1 hari setiap bulan. Penjadwalan operator call center Telkomsel dipisah

menjadi 13 jam kerja. Adapun pembagian jam kerja perhari dijelaskan pada Tabel

4.2 berikut:

Tabel 4.2 Penjadwalan dan Jumlah Operator Call Center

Shift Jam Kerja Jumlah Jam Istirahat


Operator
I II III IV
A 06.00-13.45 10 08.45-09.00 - 11.15-11.45 -
B 06.15-14.30 10 07.00-07.15 08.15-08.30 10.00-10.30 13.00-13.15
C 06.45-15.00 10 07.15-07.30 09.00-09.15 11.45-12.15 13.45-14.00
D 07.15-15.30 10 07.45-08.00 09.45-10.00 12.15-12.45 14.15-14.30
E 08.45-17.00 10 09.15-09.30 10.45-11.00 13.45-14.15 15.15-15.30
F 13.45-22.00 11 14.30-14.45 16.00-16.15 17.45-18.15 20.15-21.30
G 15.00-23.15 8 15.45-16.00 17.15-17.30 18.45-19.15 21.15-21.30
H 15.15-23.30 8 16.15-16.30 18.00-18.15 19.15-19.45 21.45-22.00
I 15.30-23.45 8 16.45-17.00 18.15-18.30 20.30-21.00 22.30-22.45
J 15.45-00.00 8 17.00-17.15 18.15-18.30 19.45-20.15 21.45-22.00
K 17.00-01.15 8 17.45-18.00 19.15-19.30 21.15-21.45 22.45-23.00
L 17.45-02.00 8 18.30-18.45 19.45-20.00 21.15-21.45 23.15-23.30
M 22.00-06.15 8 22.45-23.00 00.45-01.15 03.15-03.30 04.45-05.00
Lama Istirahat 15 menit 15 menit 30 menit 15 menit
Jumlah Operator 117
Hadir
Sumber: Data Sekunder PT. Infomedia Nusantara Medan (2019)

Tabel 4.2 diatas merupakan jadwal operator eksisting yang berlokasi di

Medan. Setiap operator dijadwalkan selama satu bulan. Dalam melaksanakan

tugas, operator akan diawasi oleh Team Leader (TL) masing-masing sehingga

dapat memacu performansi operator dalam melayani pelanggan.


76

4.1.3 Penentuan Jam Sibuk Layanan Call Center Telkomsel

Jam sibuk call center dapat dilihat dari hasil rata-rata jumlah panggilan

masuk (call offered). Dari hasil rata-rata call offered, dimana nilai rata-rata

tertinggi merupakan jam sibuk pada periode tertentu. Adapun jam sibuk call

center pada bulan Juni sampai November 2019 dapat dilihat pada Gambar 4.1

berikut ini:

Jam Sibuk
00.00-01.00
01.00-02.00
1% 1% 02.00-03.00
1%
1% 1% 03.00-04.00
1%
04.00-05.00
4% 2%
3% 05.00-06.00
6%
06.00-07.00
8% 07.00-08.00
08.00-09.00
10%
09.00-10.00
7% 10.00-11.00
11.00-12.00
6% 12.00-13.00
13.00-14.00
8%
14.00-15.00
4%
15.00-16.00
4% 16.00-17.00
6%
17.00-18.00
6% 18.00-19.00
6%
19.00-20.00
6% 4%
3% 20.00-21.00
1% 21.00-22.00
22.00-23.00
23.00-24.00

Gambar 4.1 Rata-rata Jam Sibuk Call Center Telkomsel


Sumber: Data sekunder diolah penulis (2019)
77

Dari gambar 4.1 diatas diketahui rata-rata jam sibuk call center Telkomsel

yaitu pada pukul 20.00-21.00 sebesar 10% merupakan jam paling sibuk,

kemudian pukul 07.00-08.00 sebesar 8%, pukul 09.00-10.00 sebesar 8%, dan pada

08.00-09.00 sebesar 7%.

4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan

metode Lean Six Sigma dengan langkah-langkah DMAIC (Define, Measure,

Analyze, Improve dan Control) yang merupakan sebuah tahapan proses yang

sistematis dan mengacu pada fakta yang terjadi untuk melakukan perbaikan

service level.

4.2.1 Tahap Define

Tahap define merupakan tahapan awal dalam six sigma. Pada tahap ini akan

dilakukan identifikasi penyebab masalah yaitu ketidaktercapaian service level call

center Telkomsel dibawah 96%. Service level merupakan bagian dari target KPI

(Key Performance Indicators) yang ditetapkan PT. Telkomsel sebagai indikator

pengukuran kinerja perusahaan. Adapun pencapaian service level call center yang

telah dicapai perusahaan periode Juni sampai November 2019 ditunjukkan dalam

Tabel 4.3 berikut ini:


78

Tabel 4.3 Pencapaian Service Level Call Center Bulan Juni - November 2019

No Bulan Service Performance


Call of AutomaticAboundon Average Service
Frequence Call (call) Handle Level
(COF) Distribution
Time
(call) (ACD)
(AHT)
(call)
(second)
1 Juni 207690 188760 1110 332 91,37%
2 Juli 238250 212784 1209 399 89,76%
3 Agustus 251200 234949 1147 381 93,95%
4 September 241630 231660 600 280 96,11%
5 Oktober 223100 217217 498 290 97,58%
6 November 252660 240240 1054 322 95,48%
Sumber: Data Sekunder Call Center PT. Infomedia Nusantara Medan (2019)
Dari Tabel 4.3 diatas menunjukkan pencapaian service level call center

Telkomsel pada periode Juni sampai November 2019 dimana terdapat pencapaian

service level call center diatas target KPI sebesar 96% yaitu pencapaian bulan

September dan Oktober, namun pada bulan Juni, Juli, Agustus dan November

masih belum mencapai target service level yang artinya pencapaian < 96%.

Apabila terjadi ketidaktercapaian service level <96% artinya banyak

panggilan yang gagal dilayani. Gagal dilayani artinya apabila seorang pelanggan

Telkomsel menghubungi call center dan masuk kedalam sistem call center

kemudian menunggu antrian dalam hal ini maksimal 15 detik namun

panggilannya belum juga dilayani atau tersambung ke operator maka sistem akan

secara otomatis memutuskan panggilan dari pelanggan tersebut.

4.2.2 Tahap Measure

Tahap Measure (pengukuran) adalah langkah operasional kedua dalam

program peningkatan kualitas six sigma. Six sigma sesuai dengan arti sigma, yaitu

distribusi atau penyebaran (variasi) dari rata-rata (mean) suatu proses atau
79

prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil variasi (sigma). Six sigma

sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect Per Million Opportunities

(DPMO) sebagai satuan pengukuran.

4.2.2.1 Perhitungan Nilai DPMO dan Nilai 𝝈 (Sigma)

DPMO (Defect Per Million Opportunity) adalah ukuran kegagalan dalam

six sigma yang menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan. Perhitungan

besarnya nilai DPMO dari service level call center Telkomsel dilakukan dengan

menghitung terlebih dahulu nilai DPU (Defect Per Unit) dan juga perlu diketahui

nilai Probabilitas Defect yang merupakan kesempatan yang memungkinkan

terjadi defect. Untuk terhubung ke operator call center Telkomsel terdapat 4

pilihan Menu yang tersedia pada mesin IVR yang merupakan nilai Probabilitas

Defect. Nilai DPU untuk bulan Juni 2019 adalah:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑔𝑎𝑔𝑎𝑙𝑎𝑛
DPU =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑔𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚

𝟏𝟏𝟏𝟎
= 207690

= 0.0053

𝐷𝑃𝑈 𝑥 106
DPMO = 𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡

0.0053 x 106
= 4

= 1325

1325 DPMO, artinya terdapat 1325 kegagalan dalam sejuta kesempatan. Untuk

1325 DPMO, dari tabel Sigma diperoleh level sigma = 4.5 sigma. Perhitungan

yang sama juga dilakukan pada pencapaian bulan Juli, Agustus, September,
80

Oktober dan November 2019. Rekapitulasi perhitungan untuk nilai DPMO dan

level sigma dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 4.4 Rekapitulasi Nilai DPMO dan Level Sigma (𝝈)

Periode Target Pencapaian COF ACD Abandon DPMO Level


Service Level
Service Level Call Sigma
Juni 95% 91.37% 207690 188760 1110 1325 4,5
Juli 95% 89.73% 238250 212784 1130 1185 4,5
Agustus 95% 93.95% 251200 234989 1093 1087 4,6
September 95% 96.11% 241630 231660 615 636 4,7
Oktober 95% 97.58% 223100 217217 518 580 4,7
November 95% 95.48% 252660 240240 1059 1047 4,6
Sumber: Data Primer diolah Penulis (2019)

Untuk nilai DPMO dan level sigma (𝜎) selama periode bulan Juni sampai

November 2019 dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 sebagai berikut:

DPMO
1400
1200
1000
800
600 DPMO
400
200
0
Juni Juli Agustus September Oktober November

Gambar 4.2 Grafik Nilai DPMO Periode Bulan Juni s.d November 2019
sumber: Data sekunder diolah penulis (2019)
81

Level Sigma (σ)


4.75
4.7
4.65
4.6
4.55
4.5 Level Sigma (σ)
4.45
4.4

Gambar 4.3 Grafik Level Sigma (𝝈) Periode Bulan Juni s.d November 2019

sumber: Data sekunder diolah penulis (2019)

Dari Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 menunjukkan service level call center

periode Juni sampai November 2019 yang diukur kegagalannya sebagai cacat per

satu juta peluang (DPMO) dan level sigma nya. Dimana semakin tinggi level

sigma yang dicapai, maka kinerja call center dinilai semakin baik. Dengan

pengukuran kapabilitas sigma maka dapat diketahui posisi kinerja call center

sekarang. Oleh karena itu perusahaan harus berusaha meningkatkan kinerja secara

terus menerus agar mencapai kapabilitas 6-sigma dengan target utama kesalahan

Nol (zero defect).

4.2.2.2 Perhitungan Kapasitas Optimum Call Center Telkomsel

Perhitungan kapasitas optimum dilakukan untuk mengetahui berapa

jumlah ideal panggilan yang bisa diterima sistem call center. Komponen

perhitungan kapasitas call center didasarkan pada jumlah operator yang tersedia,

jumlah perangkat komputer yang tersedia, effective time, handle time dan average

handle time.
82

Tabel 4.5 Komponen Penilaian Kinerja Call Center Telkomsel

No Parameter Jumlah
1 Total Operator 143 orang
2 Jumlah Operator Hadir 117 orang
3 Jumlah Perangkat Komputer 70 unit
4 Effective Time 08.15
5 Aux Time 01.15
6 Aux Tolerance 00.15
7 Not Ready Time 01.30
8 Handle Time 06.45
9 Average Handle Time 00.05
Sumber: Data Sekunder PT. Infomedia Nusantara Medan (2019)
𝐻𝑎𝑛𝑑𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒
Jumlah panggilan optimum = 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐻𝑎𝑛𝑑𝑙𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑒

24300 𝑠𝑒𝑐/𝑑𝑎𝑦
= 300 𝑠𝑒𝑐

= 81 call/day

Kapasitas Optimum Call Center = Jumlah Operator Hadir x Jumlah Panggilan Optimum

= 117 x 81 call/day

= 9477 call/day

= 284310 call/month

4.2.2.3 Pengelolaan Kapasitas dan Permintaan

Masalah antrian yang menjadi fokus utama dari penelitian ini tidak bisa

dilepaskan dari topik matching kapasitas pelayanan (service capacity) dengan

permintaan atau panggilan yang masuk ke call center. Jika permintaan lebih kecil

dari kapasitas, maka terjadi petugas pelayanan yang menggangur (idle). Lebih

sulit lagi, jika permintaan tinggi sementara kapasitas pelayanan penuh maka akan

terjadi antrian dan bahkan terjadi kegagalan pelanggan dalam menghubungi

operator. Variasi yang sangat tinggi dari permintaan atau kebutuhan (demand)
83

pelanggan menciptakan tantangan bagi manajer operasi untuk mengoptimalkan

kapasitas pelayanannya.

Dalam kasus call center digunakan strategi chase demand, fokusnya adalah

pada peluang untuk menyesuaikan kapasitas dengan tingkat permintaan. Call

center mengatur jadwal operator teleponnya sesuai dengan perkiraan variasi atau

pola jumlah telepon yang masuk. Rata-rata Kapasitas dan Permintaan Call Center

dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 Rata-rata Kapasitas dan Permintaan Call Center

No Kelas Jumlah Jumlah Kapasitas Permintaan Panggilan


Interval Operator Operator Call Pelanggan gagal
(jam) Hadir Online Center (call) (call)
(orang) (orang) (call)
1 06.00-06.15 18 18 54 45 -
2 06.15-06.30 20 20 60 56 -
3 06.30-06.45 20 20 60 69 9
4 06.45-07.00 30 30 90 99 9
5 07.00-07.15 30 20 60 60 -
6 07.15-07.30 40 30 90 85 -
7 07.30-07.45 40 40 120 117 -
8 07.45-08.00 40 30 90 90 -
9 08.00-08.15 40 40 120 127 7
10 08.15-08.30 40 30 90 97 7
11 08.30-08.45 40 40 120 125 5
12 08.45-09.00 50 40 120 115 -
13 09.00-09.15 50 40 120 112 -
14 09.15-09.30 50 40 120 121 1
15 09.30-09.45 50 50 150 120 -
16 09.45-10.00 50 40 120 127 7
17 10.00-10.15 50 40 120 108 -
18 10.15-10.30 50 40 120 119 -
19 10.30-10.45 50 50 150 125 -
20 10.45-11.00 50 40 120 110 -
21 11.00-11.15 50 50 150 128 -
22 11.15-11.30 50 40 120 120 -
23 11.30-11.45 50 40 120 112 -
24 11.45-12.00 50 40 120 105 -
25 12.00-12.15 50 40 120 85 -
26 12.15-12.30 50 40 120 115 -
27 12.30-12.45 50 40 120 110 -
28 12.45-13.00 50 50 150 110 -
29 13.00-13.15 50 40 120 105 -
30 13.15-13.30 50 50 150 102 -
31 13.30-13.45 50 50 150 111 -
32 13.45-14.00 41 31 93 86 -
84

Tabel 4.6 Lanjutan

No Kelas Jumlah Jumlah Kapasitas Permintaan Panggilan


Interval Operator Operator Call Pelanggan gagal
(jam) Hadir Online Center (call) (call)
(orang) (orang) (call)
33 14.00-14.15 41 41 123 94 -
34 14.15-14.30 41 41 123 88 -
35 14.30-14.45 41 30 90 66 -
36 14.45-15.00 41 41 123 90 -
37 15.00-15.15 39 39 117 95 -
38 15.15-15.30 47 37 111 79 -
39 15.30-15.45 45 45 135 99 -
40 15.45-16.00 53 45 135 104 -
41 16.00-16.15 53 45 135 130 -
42 16.15-16.30 53 45 135 132 -
43 16.30-16.45 53 53 159 119 -
44 16.45-17.00 53 45 135 111 -
45 17.00-17.15 51 43 129 105 -
46 17.15-17.30 51 43 129 93 -
47 17.30-17.45 51 51 153 87 -
48 17.45-18.00 59 40 120 100 -
49 18.00-18.15 59 40 120 101 -
50 18.15-18.30 59 43 129 104 -
51 18.30-18.45 59 51 153 101 -
52 18.45-19.00 59 51 153 92 -
53 19.00-19.15 59 51 153 89 -
54 19.15-19.30 59 43 129 82 -
55 19.30-19.45 59 51 153 103 -
56 19.45-20.00 59 43 129 120 -
57 20.00-20.15 59 51 153 135 -
58 20.15-20.30 59 48 144 147 3
59 20.30-20.45 59 51 153 159 6
60 20.45-21.00 59 51 153 149 -
61 21.00-21.15 59 59 177 109 -
62 21.15-21.30 59 35 105 103 -
63 21.30-21.45 59 43 129 98 -
64 21.45-22.00 59 43 129 87 -
65 22.00-22.15 56 56 168 80 -
66 22.15-22.30 56 56 168 65 -
67 22.30-22.45 56 48 144 56 -
68 22.45-23.00 56 40 120 36 -
69 23.00-23.15 56 56 168 31 -
70 23.15-23.30 48 40 120 28 -
71 23.30-23.45 40 40 120 18 -
72 23.45-00.00 32 32 96 21 -
73 00.00-00.15 24 24 72 15 -
74 00.15-00.30 24 24 72 35 -
75 00.30-00.45 24 24 72 10 -
76 00.45-01.00 24 16 48 9 -
77 01.00-01.15 24 16 48 15 -
78 01.15-01.30 16 16 48 11 -
79 01.30-01.45 16 16 48 16 -
80 01.45-02.00 16 16 48 5 -
81 02.00-02.15 8 8 24 8 -
85

Tabel 4.6 Lanjutan

No Kelas Jumlah Jumlah Kapasitas Permintaan Panggilan


Interval Operator Operator Call Pelanggan gagal
(jam) Hadir Online Center (call) (call)
(orang) (orang) (call)
82 02.15-02.30 8 8 24 10 -
83 02.30-02.45 8 8 24 20 -
84 02.45-03.00 8 8 24 13 -
85 03.00-03.15 8 8 24 10 -
86 03.15-03.30 8 4 12 8 -
87 03.30-03.45 8 4 12 12 -
88 03.45-04.00 8 8 24 17 -
89 04.00-04.15 8 8 24 20 -
90 04.15-04.30 8 8 24 18 -
91 04.30-04.45 8 8 24 22 -
92 04.45-05.00 8 4 12 10 -
93 05.00-05.15 8 4 12 10 -
94 05.15-05.30 8 8 24 24 -
95 05.30-05.45 8 8 24 21 -
96 05.45-06.00 8 8 24 23 -
Sumber: Data Sekunder PT. Infomedia Nusantara Medan (2019)
Jumlah Panggilan

10
20
30
40
50
60
70
80
90

0
100
110
120
130
140
150
160

Keterangan:
06.00-06.15
06.15-06.30
06.30-06.45
06.45-07.00
07.00-07.15
07.15-07.30
07.30-07.45

Kapasitas Call Center


Permintaan Pelanggan
07.45-08.00
08.00-08.15
08.15-08.30
08.30-08.45
08.45-09.00
09.00-09.15
09.15-09.30
09.30-09.45
09.45-10.00
10.00-10.15
10.15-10.30
10.30-10.45
10.45-11.00
11.00-11.15
11.15-11.30
11.30-11.45
11.45-12.00
12.00-12.15
12.15-12.30
Interval Waktu

12.30-12.45
12.45-13.00
13.00-13.15
13.15-13.30
13.30-13.45
Sumber: Data Sekunder Diolah Penulis (2019)

13.45-14.00
14.00-14.15
14.15-14.30
14.30-14.45
14.45-15.00
15.00-15.15
Rata-rata Kapasitas dan Permintaan Per Interval Waktu 15 menit dari pukul 06.00-18.00

15.15-15.30
15.30-15.45
15.45-16.00
16.00-16.15
16.15-16.30
16.30-16.45
Gambar 4.4 Rata-rata Kapasitas dan Permintaan Per Interval Waktu 15 menit dari pukul 06.00-18.00

16.45-17.00
17.00-17.15
17.15-17.30
17.30-17.45
17.45-18.00
86
Jumlah Panggilan

10
20
30
40
50
70
80
90

60

0
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190

Keterangan:
18.00-18.15
18.15-18.30
18.30-18.45
18.45-19.00
19.00-19.15
19.15-19.30
19.30-19.45

Kapasitas Call Center


Permintaan Pelanggan
19.45-20.00
20.00-20.15
20.15-20.30
20.30-20.45
20.45-21.00
21.00-21.15
21.15-21.30
21.30-21.45
21.45-22.00
22.00-22.15
22.15-22.30
22.30-22.45
22.45-23.00
23.00-23.15
23.15-23.30
23.30-23.45
23.45-00.00
00.00-00.15
00.15-00.30
Interval Waktu

00.30-00.45
00.45-01.00
01.00-01.15
01.15-01.30
Sumber: Data Sekunder Diolah Penulis (2019)

01.30-01.45
01.45-02.00
02.00-02.15
02.15-02.30
02.30-02.45
02.45-03.00
03.00-03.15
03.15-03.30
03.30-03.45
Rata-rata Kapasitas dan Permintaan Per Interval Waktu 15 menit dari pukul 18.00-06.00

03.45-04.00
04.00-04.15
04.15-04.30
Gambar 4.5 Rata-rata Kapasitas dan Permintaan Per Interval Waktu 15 menit dari pukul 18.00-06.00

04.30-04.45
04.45-05.00
05.00-05.15
05.15-05.30
05.30-05.45
87

05.45-06.00
Jumlah Operator

10
15
20
25
30
35
40
45
50
55

0
5
60
06.00-06.15

Keterangan:
06.15-06.30
06.30-06.45
06.45-07.00
07.00-07.15
07.15-07.30
07.30-07.45
07.45-08.00

Jumlah Operator Tersedia


08.00-08.15

Jumlah Operator Dibutuhkan


08.15-08.30
08.30-08.45
08.45-09.00
09.00-09.15
09.15-09.30
09.30-09.45
09.45-10.00
10.00-10.15
10.15-10.30
10.30-10.45
10.45-11.00
11.00-11.15
11.15-11.30
11.30-11.45
11.45-12.00
12.00-12.15
12.15-12.30
Interval Waktu

12.30-12.45
12.45-13.00
Sumber: Data Sekunder Diolah Penulis (2019)

13.00-13.15
13.15-13.30
13.30-13.45
13.45-14.00
Gambar 4.6 Rata-rata Penugasan Operator pukul 06.00-18.00
Rata-rata Penugasan Operator pukul 06.00-18.00

14.00-14.15
14.15-14.30
14.30-14.45
14.45-15.00
15.00-15.15
15.15-15.30
15.30-15.45
15.45-16.00
16.00-16.15
16.15-16.30
16.30-16.45
16.45-17.00
88

17.00-17.15
17.15-17.30
17.30-17.45
17.45-18.00
Jumlah Operator

10
15
20
25
30
35
40
45

0
5
50
55
60
65
18.00-18.15

Keterangan:
18.15-18.30
18.30-18.45
18.45-19.00
19.00-19.15
19.15-19.30
19.30-19.45
19.45-20.00
20.00-20.15

Jumlah Operator Tersedia


20.15-20.30

Jumlah Operator Dibutuhkan


20.30-20.45
20.45-21.00
21.00-21.15
21.15-21.30
21.30-21.45
21.45-22.00
22.00-22.15
22.15-22.30
22.30-22.45
22.45-23.00
23.00-23.15
23.15-23.30
23.30-23.45
23.45-00.00
00.00-00.15
00.15-00.30
Interval Waktu

00.30-00.45
00.45-01.00
01.00-01.15
01.15-01.30
01.30-01.45
Sumber: Data Sekunder Diolah Penulis (2019)
Rata-rata Penugasan Operator pukul 18.00-06.00

01.45-02.00
02.00-02.15
02.15-02.30
Gambar 4.7 Rata-rata Penugasan Operator pukul 18.00-06.00

02.30-02.45
02.45-03.00
03.00-03.15
03.15-03.30
03.30-03.45
03.45-04.00
04.00-04.15
04.15-04.30
04.30-04.45
04.45-05.00
05.00-05.15
05.15-05.30
05.30-05.45
89

05.45-06.00
90

4.2.3 Tahap Analyze

Pada tahap ini akan dilakukan analisis SWOT yang akan dijadikan sebagai

alat untuk menganalisis lebih lanjut hasil yang telah didapatkan pada tahap

Measure. Selama penelitian, data-data yang diperoleh dari perusahaan PT.

Infomedia Nusantara Medan dipelajari dan diolah untuk dianalisis. Dengan

menganalisis data tersebut maka persoalan atau masalah yang dikemukan dapat

diuraikan dan ditemukan pemecahannya. Adapun data-data yang diperoleh selama

penelitian adalah:

1. Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness)

Pada kekuatan berikut merupakan hasil dari faktor intern perusahaan, yang

meliputi:

a. Kecanggihan Teknologi

b. Profesionalisme

c. Kualitas provider terbaik

d. Brand Image yang baik

e. Skill and Knowladge operator handal

f. Kekuatan finansial yang besar

Pada kelemahan perusahaan berikut merupakan hasil faktor intern

perusahaan, yang meliputi:

a. Jumlah operator terbatas

b. Sistem penjadwalan (shifting) tidak merata

c. Penentuan jam istirahat

d. Tingginya waktu rata-rata melayani


91

2. Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threat)

Pada peluang berikut, merupakan hasil faktor ekstern perusahaan, yang

meliputi:

a. Pertumbuhan jumlah pelanggan

b. Perluasan daerah jangkauan

c. Penambahan jenis produk

d. Penambahan feature

e. Adanya pelanggan tetap

Pada ancaman berikut, merupakan hasil faktor ekstern perusahaan, yang

meliputi:

a. Perubahan permintaan oleh pelanggan

b. Persaingan harga yang kompetitif

c. Persepsi pelanggan mengenai layanan call center belum baik

d. Bertambahnya kompetitor/ pesaing

e. Tidak adanya hubungan kerjasama dengan perusahaan lain

Adapun tahapan-tahapan dalam menentukan Strategi yang cocok dalam perbaikan

service level call center menggunakan analisis SWOT adalah sebagai berikut:

1. Perumusan dari matrik IFAS dan matrik EFAS

Perumusan matrik IFAS dan matrik EFAS ditunjukkan pada Tabel 4.8 dan

Tabel 4.9 berikut:


92

Tabel 4.8 Internal Factors Analysis Summary (IFAS)

PT. Infomedia Nusantara Medan

Bobot Rating Nilai


Internal Factors MO SPV1 SPV2 TL Rata- MO SPV1 SPV2 TL Rata-
rata rata
Strengths 1 Kecanggihan Teknologi 0,10 0,05 0,05 0,05 0,0625 3 4 3 3 3 0,1875
(kekuatan) 2 Profesionalisme 0,05 0,10 0,05 0,15 0,0875 4 3 3 2 3 0,2625
3 Kualitas provider terbaik 0,15 0,10 0,15 0,15 0,1375 4 4 4 4 4 0,55
4 Brand Image baik 0,10 0,20 0,15 0,05 0,125 3 3 3 4 3 0,375
5 Skill and Knowladge 0,10 0,05 0,10 0,15 0,10 3 3 4 4 4 0,40
6 Kekuatan finansial yang besar 0,10 0,05 0,05 0,05 0,0625 3 3 3 3 3 0,1875
Weaknesses 1 Jumlah operator terbatas 0,15 0,10 0,10 0,10 0,1125 2 2 1 1 2 0,225
(kelemahan) 2 Sistem penjadwalan (shifting) 0,05 0,10 0,15 0,10 0,10 1 2 2 1 2 0,20
karyawan
3 Penentuan jam istirahat 0,10 0.10 0,10 0,10 0,10 1 2 1 1 1 0,10
4 Waktu rata-rata melayani 0,10 0,15 0,10 0,10 0,1125 1 2 1 1 1 0,10
Total 1,00 1,00 1,00 1,00 2,5875
Sumber: Data diolah penulis (2020)

Keterangan: Bobot Keterangan Rating Keterangan


MO : Manager Operasional >0,20 Sangat Kuat 4 Major Strenght
SPV1 : Supervisor 1 0,11-0,20 Kekuatan diatas rata-rata 3 Minor Strenght
SPV2 : Supervisor 2 0,06-0,10 Kekuatan rata-rata 2 Minor Weakness
TL : Team Leader 0,01-0,05 Kekuatan dibawah rata-rata 1 Major Weakness
93

Tabel 4.9 Eksternal Factors Analysis Summary (EFAS)

PT. Infomedia Nusantara Medan

Bobot Rating Nilai


Eksternal Factors MO SPV1 SPV2 TL Rata- MO SPV1 SPV2 TL Rata-
rata rata
Opportunities 1 Pertumbuhan jumlah pelanggan 0,15 0,20 0,10 0,10 0,1375 4 4 4 4 4 0,55
(peluang) 2 Perluasan daerah jangkauan 0,10 0,10 0,15 0,15 0,125 4 3 3 2 3 0,375
3 Penambahan jenis produk 0,10 0,05 0,10 0,15 0,10 3 3 3 3 3 0,30
4 Penambahan feature 0,05 0,05 0,05 0,10 0,0625 2 3 3 2 3 0,1875
5 Adanya pelanggan tetap 0,10 0,15 0,05 0,05 0,0875 1 3 2 3 2 0,175
Threats 1 Perubahan permintaan pelanggan 0,15 0,10 0,05 0,5 0,20 3 3 2 3 3 0,60
(ancaman) 2 Persaingan harga yang kompetitif 0,10 0,05 0,10 0,05 0,075 4 2 3 2 3 0,225
3 Persepsi pelanggan yang buruk 0,15 0,10 0,20 0,20 0,1625 4 3 3 4 4 0,65
4 Bertambahnya kompetitor/pesaing 0,05 0,10 0,10 0,10 0,0875 4 3 4 3 4 0,35
5 Tidak adanya hubungan 0,05 0,10 0,10 0,05 0,075 2 2 3 2 2 0,15
kerjasama dengan perusahaan lain
Total 1,00 1,00 1,00 1,00 3,5625
Sumber: Data diolah penulis (2020)

Keterangan: Bobot Keterangan Rating Keterangan


MO : Manager Operasional >0,20 Sangat Kuat 4 The respon is superior
SPV1 : Supervisor 1 0,11-0,20 Kekuatan diatas rata-rata 3 The respon is above average
SPV2 : Supervisor 2 0,06-0,10 Kekuatan rata-rata 2 The respon is average
TL : Team Leader 0,01-0,05 Kekuatan dibawah rata-rata 1 The respon is poor
94

Keterangan Bobot

Pemberian bobot dilakukan oleh perusahaan (bobot rata-rata dari para

pimpinan layanan call center Medan) untuk masing-masing faktor yang ada.

a. Kekuatan (Strenght)

b. Kelemahan (Weakness)

c. Peluang (Opportunities)

d. Ancaman (Threats)

2. Matrik SWOT

Matrik SWOT merupakan alat untuk membantu para pimpinan layanan call

center untuk menyesuaikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan

peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. Strategi-strategi yang digunakan

dalam matrik SWOT, yaitu:

a. Strategi SO (Strengths-Opportunities), yaitu strategi menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), yaitu strategi memanfaatkan

peluang untuk mengatasi kelemahan.

c. Strategi ST (Strenght-Threats), yaitu strategi meminimalisasi kelemahan

dan menghindari ancaman.

d. Strategi WT (Weaknesses-Threats), yaitu strategi meminimalisasi

kelemahan dan menghindari ancaman.

Strategi-strategi dalam bentuk Matrik SWOT yang digunakan dalam penelitian ini

ditunjukkan pada Tabel 4.10 berikut:


95

Tabel 4.10 Matrik SWOT


Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Faktor Internal 1. Kecanggihan Teknologi 1. Jumlah operator terbatas
2. Profesionalisme 2. Sistem penjadwalan (shifting) karyawan
3. Kualitas provider terbaik 3. Penentuan jam istirahat
4. Brand Image yang baik 4. Waktu rata-rata melayani
5. Skill and Knowladge
Faktor Eksternal 6. Kekuatan finansial yang besar
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
1. Pertumbuhan jumlah pelanggan 1. Mengupdate teknologi yang dimiliki sehingga dapat 1. Jumlah operator yang terbatas mengharuskan perusahaan
2. Perluasan daerah jangkauan menaikkan pertumbuhan jumlah pelanggan, memperluas menugaskan jumlah operator agar dapat melayani semua
3. Penambahan jenis produk daerah jangkauan, penambahan jenis produk, dan permintaan pelanggan sesuai dengan fluktuasi
4. Penambahan feature mempermudah dalam penambahan feature. permintaan.
5. Adanya pelanggan tetap 2. Meningkatkan Profesionalisme serta skill and knowladge 2. Melakukan perubahan penjadwalan (shifting) dan jam
yang dimiliki operator mampu menarik pelanggan dan istirahat agar dapat melayani semua permintaan
menjadikan pelanggan tetap pelanggan.
3. Dengan kekuatan finansial yang besar memudahkan 3. Melakukan pembatasan waktu melayani pelanggan
Telkomsel melakukan investasi peralatan komunikasi yang dengan menetapkan prosedur-prosedur yang harus
mahal sehingga bisa mencakup seluruh wilayah tanah air disesuaikan agar waktu melayani lebih optimal.
dan mancanegara sehingga memudahkan untuk melakkan
ekspansi dan penetrasi pasar.
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
1. Perubahan permintaan pelanggan 1. Dengan kecanggihan teknologi perubahan permintaan oleh 1. Melakukan penyesuaian jumlah operator dapat
2. Persaingan harga kompetitif pelanggan dapat segera dipenuhi memenuhi perubahan permintaan oleh pelanggan
3. Persepsi pelanggan mengenai 2. Sikap profesionalisme serta skill and knowledge yang 2. Melakukan perubahan penjadwalan (shifting) dan jam
layanan call center belum baik dimiliki operator menjadikan citra pelayanan yang baik istirahat agar dapat menangani permintaan pelanggan di
4. Bertambah pesaing sehingga perusahaan mampu bersaing dalam pangsa pasar jam-jam sibuk sehingga menciptakan persepsi yang baik
5. Tidak adanya hubungan telekomunikasi. mengenai layanan call center
kerjasama dengan perusahaan 3. Kualitas provider yang baik menciptakan persepsi akan 3. Mengoptimalkan waktu melayani pelanggan
lain pelayanan call center yang baik. menunjukkan kesiapan operator dalam melayani
4. Kekuatan finansial yang besar mampu menarik hubungan sehingga dapat mempertahankan atau menarik kerjasama
kerjasama dengan perusahaan lain. dengan perusahaan lain.
Sumber: Data diolah penulis (2020)
96

3. Pencocokan Matriks Internal dan Eksternal

Matrik IE digunakan untuk merumuskan strategi yang telah digunakan yaitu

matrik internal dan eksternal. Matrik ini didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu

IFAS pada sumbu X dan EFAS pada sumbu Y. PT Infomedia Nusantara Medan

memiliki nilai total 2,5875 pada faktor internal dan nilai total 3,5625 pada faktor

eksternal. PT. Infomedia Nusantara Medan berada pada posisi sel IV, yang dapat

menggunakan strategi pengembangan teknologi, pengembangan operator, dan

pengembangan produk.

Tabel 4.11 Matrik IE

Total nilai IFAS yang diberi bobot

Kuat Rata-rata Lemah

4,0-3,0 2,99-2,0 1,99-1,0

Tinggi
Sel Sel Sel
Tabel nilai EFAS diberi bobot

4,0-3,0
I II III

Sedang Sel Sel Sel

2,99-2,0 IV V VI

Sel Sel Sel


Rendah
VII VIII IX
1,99-1,0

Sumber: Data diolah penulis (2020)

4. Perumusan Keputusan QSPM

Sebagai tahap keputusan yang menguntungkan, tahap ini menggunakan QSPM.

Tahap ini menggunakan input yang didapatkan dari analisis matrik IFAS dan
97

EFAS dan pencocokan dari analisis SWOT dan IE, sehingga dapat mengevaluasi

strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk

sukses eksternal dan internal yang dikenali sebelumnya. Perumusan Keputusan

QSPM ditunjukkan pada Tabel 4.12 berikut:


98

Tabel 4.12 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Faktor-faktor Sukses Kritis ALTERNATIF STRATEGI


Bobot Strategi Pengembangan Teknologi Strategi Pengembangan Produk Strategi Pengembangan Operator
AS 1 AS 2 AS 3 AS 4 TAS AS 1 AS 2 AS 3 AS 4 TAS AS 1 AS 2 AS 3 AS 4 TAS
Opportunities 1 Pertumbuhan 0,1375 3 4 4 4 0,515 4 4 4 4 0,550 3 4 4 4 0,515
(kesempatan) jumlah pelanggan
2 Perluasan daerah 0,125 2 3 4 3 0,375 4 3 3 4 0,437 4 4 3 2 0,406
jangkauan
3 Penambahan jenis 0,10 2 2 2 1 0,175 2 4 1 2 0,225 2 3 2 1 0,200
produk
4 Penambahan 0,0625 1 2 1 1 0,078 1 1 2 2 0,093 2 1 1 1 0,078
feature
5 Adanya pelanggan 0,0875 3 4 3 2 0,262 2 1 2 3 0,175 4 3 3 3 0,787
tetap
Threats 1 Keamanan transaksi 0,20 4 2 3 3 0,600 4 3 3 4 0,700 4 4 4 3 0,750
(ancaman) melalui call center
2 Infrastuktur 0,075 2 1 1 2 0,112 2 3 2 1 0,150 2 3 4 1 0,187

3 Paradigma 0,1625 4 2 2 4 0,487 3 2 2 4 0,446 4 3 3 3 0,528


pelanggan
4 Adanya pesaing 0,0875 3 3 4 4 0,306 1 1 2 1 0,109 3 3 3 2 0,240
99

Tabel 4.12 Lanjutan

Faktor-faktor Sukses Kritis ALTERNATIF STRATEGI


Bobot Strategi Pengembangan Teknologi Strategi Pengembangan Produk Strategi Pengembangan Operator
AS 1 AS 2 AS 3 AS 4 TAS AS 1 AS 2 AS 3 AS 4 TAS AS 1 AS 2 AS 3 AS 4 TAS
Strengths 1 Teknologi canggih 0,0625 3 4 4 3 0,218 4 3 4 3 0,218 3 4 4 2 0,203
(kekuatan)
2 Profesionalisme 0,0875 3 3 3 2 0,240 4 4 4 3 0,328 3 3 2 4 0,262

3 Kualitas provider 0,1375 4 4 3 4 0,515 4 4 4 3 0,515 4 4 3 4 0,515


terbaik
4 Brand Image baik 0,125 4 4 3 4 0,468 2 1 3 3 0,281 3 2 4 4 0,406

5 Skill and 0,10 4 3 3 3 0,325 3 3 3 3 0,300 3 3 3 4 0,325


Knowladge
6 Kerahasiaan data 0,0625 3 2 1 3 0,140 2 3 3 2 0,156 2 3 1 3 0,140

Weaknesses 1 Jumlah operator 0,1125 3 4 3 3 0,365 2 2 1 1 0,168 3 3 4 3 0,365


(kelemahan) terbatas
2 Sistem penjadwalan 0,10 3 4 4 4 0,375 3 3 2 3 0,275 3 3 4 4 0,350
(shifting) karyawan
3 Penentuan jam 0,10 3 4 4 4 0,375 3 3 2 2 0,250 3 3 2 2 0,250
istirahat
4 Waktu rata-rata 0,1125 3 4 3 3 0,365 4 2 1 4 0,309 2 4 3 2 0,309
melayani
Total 6,502 5,835 7,003
100

Keterangan:
Pilihan AS: 1 = Tidak menarik
2 = Agak menarik
3 = Menarik
4 = Sangat menarik
Responden : AS1 = Manager Operasional
AS2 = Supervisor 1
AS3 = Supervisor 2
AS4 = Team Leader

Pada Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) menghasilkan

strategi-strategi yang didapatkan dari input analisis matrik EFAS dan IFAS serta

pencocokan dari analisis SWOT dan IE. Diketahui sebagai berikut:

1. Strategi Pengembangan Teknologi memiliki TAS sebesar 6,502

2. Strategi Pengembangan Produk memiliki TAS sebesar 5,835

3. Pengembangan Operator memiliki TAS sebesar 7,003 yang berarti

perusahaan perlu melakukan pelatihan kepada operator untuk menambah

skill and knowledge, mengevaluasi jumlah operator tersedia, pola

penjadwalan (shifting), aturan jam istirahat operator (aux) dan system kerja

operator agar service level dapat dipenuhi sesuai target.

Dari hasil QSPM diketahui bahwa strategi pengembangan operator memiliki Total

Nilai Daya Tarik dalam meningkatkan service level paling besar yaitu: 7,003

dibandingkan dengan pengembangan Teknologi dan Produk. Oleh karena itu

sebaiknya perusahaan menggunakan strategi pengembangan operator.


101

4.2.4 Improve

Tahap Improve merupakan operasional keempat dalam program

pengingkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini ditetapkan suatu rencana tindakan

(action plan) untuk melaksanakan pengingkatan kualitas Six Sigma. Setelah

sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi, dan

strategi perbaikan kinerja telah dianalisis maka perlu dilakukan penetapan rencana

tindakan. Pada dasarnya rencana-rencana tindakan (action plan) akan

mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan alternatif

yang dilakukan dalam implementasi dari rencana itu. Rencana tindakan yang

diusulkan pada layanan call center agar peningkatan kualitas sigma dapat

terpenuhi adalah dengan mengevaluasi jumlah operator tersedia, pola penjadwalan

(shifting), aturan jam istirahat operator (aux) dan system kerja operator dengan

mengurangi waktu rata-rata melayani (Average Handle Time).

4.2.4.1 Penentuan Kebutuhan Operator Pada Jam Sibuk

Mengetahui kebutuhan operator perlu dilakukan untuk proses penjadwalan

operator pada periode mendatang. Kebutuhan operator dapat dilihat dengan

melihat data kinerja dimasa lalu (pengalaman sebelumnya) yaitu rata-rata

panggilan yang dilayani dan panggilan yang tidak dilayani (gagal). Oleh karena

itu untuk mengantisipasi kegagalan dimasa mendatang maka diperlukan

penambahan jumlah operator ditunjukkan dalam tabel berikut ini:

Pada penelitian ini data diambil berdasarkan Call yang masuk dan disiplin

antrian yang digunakan adalah FIFO. Berdasarkan kontribusi call perwaktu yang

tertinggi, maka waktu yang dicermati adalah layanan pada pukul 06.30-06.45,
102

06.45-07.00, 08.00-08.15, 08.15-08.30, 08.30-08.45, 09.15-09.30, 09.45-10.00,

20.15-20.30 dan 20.30-20.45 WIB. Average permintaan pada jam-jam sibuk dapat

dilihat pada Tabel 4.13 berikut:

Tabel 4.13 Average Permintaan Pada Jam-jam Sibuk

No Kelas Jumlah Kapasitas Call


Permintaan
Interval Operator Center
Panggilan
(jam) Online (AHT 5 menit)
1 06.30-06.45 20 60 69
2 06.45-07.00 30 90 99
3 08.00-08.15 40 120 127
4 08.15-08.30 30 90 97
5 08.30-08.45 40 120 125
6 09.15-09.30 40 120 121
7 09.45-10.00 40 120 127
8 20.15-20.30 48 144 147
9 20.30-20.45 51 153 159
Sumber: Data sekunder diolah penulis (2020)

Pukul 06.30-06.45 dapat dihitung sebagai berikut:

k = 20

untuk n = 69 maka dapat ditentukan


69
𝜆 = 20 𝑥 15 = 0,23 call/menit

60
𝜇 = 5 = 12 call/menit

Sesuai dengan karakteristik uji distribusi maka diketahui laju kedatangan

memiliki Pola distribusi Poisson. Maka nilai P(x; 𝜆) memiliki Probalilitas yaitu:

𝑒 −𝜆 𝜆2 69
P (x ; 𝜆) = , dimana x = 15 = 4,6 call/menit
𝑥!

𝑒 −0,23 0,232
P (x ; 𝜆) = , dimana x ≈ 0
4,6!

Selanjutnya 𝜆 dan 𝜇 untuk s digunakan pada penentuan Lq dan Wq


103

Dengan asumsi bahwa semua operator sebagai satu kesatuan dengan nilai rata-rata

laju pelayanan pada semua operator sama.

a. Waktu menunggu rata-rata

Wq = 15 detik = 0,25 menit

b. Jumlah rata-rata dalam antrian


𝐿𝑞
Karena Wq = , maka dapat ditentukan
𝜆

Lq = Wq x 𝜆

Lq = 0,25 x 0,23 = 0,05 call

c. Jumlah rata-rata dalam sistem

𝜆
Ls = Lq + 𝜇

0,23
Ls= 0,05 + = 0,076 call
12

d. Waktu rata-rata dalam sistem


𝐿𝑠
Ws = 𝜆

0,076
Ws = = 0,33 menit
0,23

Untuk memaksimalkan Service Level dengan target 96% atau

sebanyak 69 call, maka dapat ditentukan:

n = 69, sehingga
69
𝜆 = 𝑘 𝑥 15

Lq = Wq x 𝜆
69
0,05 = 0,25 x 𝑘 𝑥 15

K = 23
104

Untuk mencapai target service level >96% pada pukul 06.30-06.45

diperlukan penambahan operator yang semula 20 operator menjadi 23

operator. Dengan cara yang sama, dilakukan analisis kebutuhan operator

pada jam-jam sibuk lainnya. Hasil analisis kebutuhan operator pada jam-

jam sibuk dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.8 berikut:

Tabel 4.14 Analisis Kebutuhan Operator pada Jam-jam Sibuk

No Kelas 𝒌 N 𝝀 𝝁 𝑾𝒒 𝑳𝒒 𝑳𝒔 𝑾𝒔 K
Interval (jam)
1 06.30-06.45 20 69 0,23 12 0,25 0,05 0,076 0,33 23
2 06.45-07.00 30 99 0,22 12,42 0,20 0,04 0,061 0,28 33
3 08.00-08.15 40 127 0,21 8,46 0,16 0,03 0,049 0,23 45
4 08.15-08.30 30 97 0,21 12,04 0,25 0,05 0,071 0,33 32
5 08.30-08.45 40 125 0,20 12 0,23 0,04 0,065 0,31 47
6 09.15-09.30 40 121 0,20 12,34 0,25 0,05 0,066 0,33 41
7 09.45-10.00 40 127 0,21 12,04 0,21 0,04 0,063 0,29 44
8 20.15-20.30 48 147 0,20 12,09 0,24 0,04 0,066 0,32 49
9 20.30-20.45 51 159 0,20 12 0,24 0,04 0,067 0,32 53
Sumber: Data Sekunder diolah Penulis (2020)
105

175
170
165
160
155
150
145
140
135
130
125
120
115
110
105
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Gambar 4.8 Kapasitas Call Center Sebelum dan Sesudah Penambahan


Operator pada Jam-jam Sibuk
Sumber: Data sekunder diolah penulis (2020)
Keterangan:
Kapasitas Call Center
Permintaan Pelanggan
Kapasitas Call Center Setelah Penambahan Operator

Berdasarkan teori antrian diatas, maka target Service level call center

dapat tercapai diatas 96% dengan cara penambahan operator pada jam-jam sibuk

berikut:

1. Layanan pukul 06.30-06.45, yang semula 20 operator menjadi 23 operator

2. Layanan pukul 06.45-07.00, yang semula 30 operator menjadi 33 operator

3. Layanan pukul 08.00-08.15, yang semula 40 operator menjadi 45 operator


106

4. Layanan pukul 08.15-08.30, yang semula 30 operator menjadi 32 operator

5. Layanan pukul 08.30-08.45, yang semula 40 operator menjadi 47 operator

6. Layanan pukul 09.15-09.30, yang semula 40 operator menjadi 41 operator

7. Layanan pukul 09.45-10.00, yang semula 40 operator menjadi 44 operator

8. Layanan pukul 20.15-20.30, yang semula 48 operator menjadi 49 operator

9. Layanan pukul 20.30-20.45, yang semula 51 operator menjadi 53 operator

4.2.4.2 Penentuan Pola Penjadwalan (Shifting) dan Jam Istirahat Operator

Adapun usulan perubahan pola penugasan dan aturan istirahat adalah sebagai

berikut:

1. Shift C seharusnya login pukul 06.45 diubah menjadi pukul 06.30

2. Shift D seharusnya login pukul 07.15 diubah menjadi pukul 06.45

3. Jadwal break I shift E seharusnya pukul 09.15-09.30 di ubah menjadi

09.30-09.45

4. Jadwal break II shift D seharusnya pukul 09.45-10.00 diubah menjadi

pukul 10.00-10.15

5. Jadwal break IV Shift F seharusnya pukul 20.15-20.30 diubah menjadi

20.00-20.15

6. Jadwal break III shift I seharusnya pkl: 20.30-21.00 dimundurkan menjadi

20.45-21.15

4.2.4.3 Penentuan Waktu Rata-rata Melayani (Average Handle Time)

Mengurangi waktu rata-rata melayani pelanggan (Average Handling Time)

merupakan salah satu tindakan dalam tahap Improve. Adapun hasilnya dijelaskan

dalam tabel 4.15 dan Gambar 4.9 berikut ini:


107

Tabel 4.15 Kapasitas Call Center Sebelum dan Sesudah Penurunan AHT
(Average Handling Time)
No Kelas Jumlah Permintaan Kapasitas AHT Kapasitas AHT
Interval Operator Panggilan 5 menit 4 menit
(jam) Online (call) (call) (call)
1 06.30-06.45 20 69 60 75
2 06.45-07.00 30 99 90 112
3 08.00-08.15 40 127 120 150
4 08.15-08.30 30 97 90 112
5 08.30-08.45 40 125 120 150
6 09.15-09.30 40 121 120 150
7 09.45-10.00 40 127 120 150
8 20.15-20.30 48 147 144 180
9 20.30-20.45 51 159 153 191
Sumber: Data sekunder diolah penulis (2020)

200
190
180
170
160
150
140
130
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Gambar 4.9 Kapasitas Call Center Sebelum dan Sesudah Penurunan AHT
Sumber: Data Sekunder Diolah Penulis (2020)
Keterangan:
Kapasitas Call Center AHT 5 menit
Permintaan Pelanggan
Kapasitas Call Center AHT 4 menit
108

4.2.5 Control

Control merupakan operasional terakhir dalam program peningkatan

kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil pengingkatan kualitas

didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam

meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur

didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar. Six sigma tidak hanya

berfokus pada penyelesaian masalah, tetapi juga menawarkan bagaimana

kumpulan dari hasil-hasil penyelesaian masalah itu mempengaruhi tingkat kinerja

yang lebih besar terutama agar mencapai kapabilitas 6-sigma (zero defect/error).

Hasil-hasil yang memuaskan dari peningkatan kinerja Six Sigma harus

distandarisasi, dan selanjutnya kita melakukan peningkatan terus menerus pada

jenis masalah kinerja yang lain mengikuti konsep DMAIC. Dengan demikian

setelah sasaran Six Sigma tercapai, maka harus dipromosikan ke seluruh

organisasi melalui manajemen yang kemudian akan menstandarisasikan metode-

metode Six Sigma yang telah memberikan hasil-hasil optimum itu. Standarisasi

dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek terulang

kembali. Terdapat dua alasan melakukan standarisasi, yaitu:

a. Apabla tindakan peningkatan kinerja atau solusi masalah itu tidak

distandarisasi, maka terdapat kemungkinan setelah periode waktu tertentu

manajemen dan karyawan akan kembali menggunakan cara-cara kerja

lama sehingga memunculkan kembali masalah yang telah pernah

diselesaikan itu.
109

b. Apabila tindakan peningkatan kinerja atau solusi masalah itu tidak

distandarisasi dan didokumentasikan, maka terdapat kemungkinan setelah

periode waktu tertentu apabila terjadi pergantuan manajemen dan

karyawan, maka orang-orang baru akan menggunakan cara-cara yang

memunculkan kembali masalah yang telah pernah diselesaikan oleh

manajemen dan karyawan terdahulu itu.

Berdasarkan uraian di atas, standarisasi sangat diperlukan sebagai tindakan

pencegahan untuk memunculkan kembali masalah-masalah yang pernah ada dan

telah diselesaikan itu. Hasil ini sesuai dengan konsep pengendalian kualitas

berdasarkan sistem manajemen kualitas ISO 9001:2000 yang berorientasi pada

strategi pendeteksian saja. Pendokumentasian praktek-praktek kerja standar juga

bermanfaat sebagai bahan dalam proses belajar terus menerus, baik bagi karyawan

baru maupun karyawan lama. Demikian pula dokumentasi tentang praktek-

praktek standar dan solusi masalah yang pernah dilakukan akan merupakan

sumber informasi yang berguna untuk mempelajari masalah-masalah kualitas

mendatang sehingga tindakan peningkatan yang efektif dapat dilakukan.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil uraian analisis data dengan penerapan Metode Lean Six

Sigma dengan langkah-langkah DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve,

Control) maka diperoleh hasil:

1. Tahap Define

Tahap define merupakan tahap awal dalam six sigma, dimana pada

tahap ini dilakukan identifikasi penyebab permasalahan yaitu


110

ketidaktercapaian service level call center Telkomsel dibawah 96%.

Apabila terjadi ketidaktercapaian service level <96% artinya banyak

panggilan yang gagal dilayani. Gagal dilayani artinya apabila seorang

pelanggan Telkomsel menghubungi layanan call center dan masuk

kedalam sistem call center kemudian menunggu antrian dalam hal ini

maksimal 15 detik, namun panggilannya belum juga dilayani atau

tersambung ke operator maka sistem akan secara otomatis memutuskan

panggilan dari pelanggan tersebut.

Pada penelitian ini diketahui pencapaian kinerja call center

Telkomsel pada periode Juni sampai November 2019 dimana terdapat

pencapaian service level call center diatas target KPI sebesar 96% yaitu

pencapaian bulan September dan Oktober, namun pada bulan Juni, Juli,

Agustus dan November masih belum mencapai target service level yang

artinya pencapaian <96%.

2. Tahap Measure

Tahap measure (pengukuran) merupakan langkah operasional

kedua dalam peningkatan kualitas six sigma. Six sigma sesuai dengan arti

sigma yaitu distribusi atau penyebaran (variasi) dari rata-rata (mean) suatu

proses atau prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil variasi

(sigma). Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran nilai Defect per

Million Opportunity (DPMO) dan dengan terlebih dahulu dihitung nilai

Defect per Unit (DPU), kemudian dilakukan pengukuran kapasitas

optimum call center dan perhitungan kapasitas dan permintaan call


111

center. Dengan pengukuran kapabilitas sigma maka dapat diketahui posisi

kinerja call center sekarang.

Dimana hasil pengukuran DPMO diperoleh level sigma pada bulan

Juni sebesar 4,5 sigma, Juli sebesar 4,5 sigma, Agustus sebesar 4,6 sigma,

September sebesar 4,7 sigma, Oktober sebesar 4,7 sigma, dan November

sebesar 4,6 sigma. Oleh karena itu perusahaan harus berusaha

meningkatkan kinerja secara terus menerus agar mencapai kapabilitas 6-

sigma dengan target utama kesalahan Nol (zero defect).

3. Tahap Analyze

Salah satu metode atau alat analisis yang digunakan untuk

menyusun tentang faktor-faktor strategi perusahaan adalah SWOT matriks.

Matriks ini dinilai mampu menggambarkan secara jelas bagaimana

peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan harus

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiligjki perusahaan.

Hal ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategik.

Pada Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

menghasilkan strategi-strategi yang didapatkan dari input analisis matrik

EFAS dan IFAS serta pencocokan dari analisis SWOT dan IE. Diketahui

sebagai berikut:

1. Strategi Pengembangan Teknologi memiliki TAS sebesar 6,502

2. Strategi Pengembangan Produk memiliki TAS sebesar 5,835

3. Pengembangan Operator memiliki TAS sebesar 7,003 yang berarti

perusahaan perlu melakukan pelatihan kepada operator untuk


112

menambah skill and knowledge, mengevaluasi jumlah operator

tersedia, pola penjadwalan (shifting), aturan jam istirahat operator

(aux) dan system kerja operator agar service level dapat dipenuhi

sesuai target.

Dari hasil QSPM diketahui bahwa strategi pengembangan

operator memiliki Total Nilai Daya Tarik dalam meningkatkan service

level paling besar yaitu: 7,003 dibandingkan dengan pengembangan

Teknologi dan Produk. Oleh karena itu sebaiknya perusahaan

menggunakan strategi pengembangan operator.

4. Tahap Improve

Pada tahap ini ditetapkan suatu rencana tindakan (action plan)

untuk melaksanakan pengingkatan kualitas Six Sigma. Setelah sumber-

sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi, dan

strategi perbaikan kinerja telah dianalisis maka perlu dilakukan penetapan

rencana tindakan. Berdasarkan teori antrian, maka target Service level call

center dapat tercapai diatas 96% dengan cara penambahan jumlah operator

pada jam-jam sibuk berikut:

1. Layanan pukul 06.30-06.45, yang semula 20 operator menjadi 23

operator

2. Layanan pukul 06.45-07.00, yang semula 30 operator menjadi 33

operator

3. Layanan pukul 08.00-08.15, yang semula 40 operator menjadi 45

operator
113

4. Layanan pukul 08.15-08.30, yang semula 30 operator menjadi 32

operator

5. Layanan pukul 08.30-08.45, yang semula 40 operator menjadi 47

operator

6. Layanan pukul 09.15-09.30, yang semula 40 operator menjadi 41

operator

7. Layanan pukul 09.45-10.00, yang semula 40 operator menjadi 44

operator

8. Layanan pukul 20.15-20.30, yang semula 48 operator menjadi 49

operator

9. Layanan pukul 20.30-20.45, yang semula 51 operator menjadi 53

operator

Pada tahap improve diberikan usulan perubahan pola penugasan dan

aturan istirahat adalah sebagai berikut:

a. Shift C seharusnya login pukul 06.45 diubah menjadi pukul 06.30

b. Shift D seharusnya login pukul 07.15 diubah menjadi pukul 06.45

c. Jadwal break I shift E seharusnya pukul 09.15-09.30 di ubah menjadi

09.30-09.45

d. Jadwal break II shift D seharusnya pukul 09.45-10.00 diubah menjadi

pukul 10.00-10.15

e. Jadwal break IV Shift F seharusnya pukul 20.15-20.30 diubah menjadi

20.00-20.15
114

f. Jadwal break III shift I seharusnya pkl: 20.30-21.00 dimundurkan

menjadi 20.45-21.15

Pada tahap improve juga dilakukan perbaikan secara terus menerus

dengan mengurangi waktu rata-rata melayani pelanggan (Average

Handling Time) dari sebelumnya maksimal waktu rata-rata melayani 5

menit menjadi 4 menit.

5. Tahap Control

Pada tahap ini hasil-hasil pengingkatan kualitas didokumentasikan

dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam

meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-

prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar. Hasil-

hasil yang memuaskan dari peningkatan kinerja Six Sigma harus

distandarisasi, dan selanjutnya kita melakukan peningkatan terus menerus

pada jenis masalah kinerja yang lain mengikuti konsep DMAIC. Dengan

demikian setelah sasaran Six Sigma tercapai, maka harus dipromosikan ke

seluruh organisasi melalui manajemen yang kemudian akan

menstandarisasikan metode-metode Six Sigma yang telah memberikan

hasil-hasil optimum itu. Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah

masalah yang sama atau praktek-praktek terulang kembali. Terdapat dua

alasan melakukan standarisasi, yaitu:

a. Apabla tindakan peningkatan kinerja atau solusi masalah itu tidak

distandarisasi, maka terdapat kemungkinan setelah periode waktu

tertentu manajemen dan karyawan akan kembali menggunakan cara-


115

cara kerja lama sehingga memunculkan kembali masalah yang telah

pernah diselesaikan itu.

b. Apabila tindakan peningkatan kinerja atau solusi masalah itu tidak

distandarisasi dan didokumentasikan, maka terdapat kemungkinan

setelah periode waktu tertentu apabila terjadi pergantuan manajemen

dan karyawan, maka orang-orang baru akan menggunakan cara-cara

yang memunculkan kembali masalah yang telah pernah diselesaikan

oleh manajemen dan karyawan terdahulu itu.


116

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan ini berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan pada Bab

pendahuluan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Usulan perbaikan kinerja untuk meningkatkan service level dengan langkah-

langkah DMAIC adalah:

a. Penambahan jumlah operator pada jam-jam sibuk, yaitu:

a. Layanan pukul 06.30-06.45, yang semula 20 operator menjadi 23

operator

b. Layanan pukul 06.45-07.00, yang semula 30 operator menjadi 33

operator

c. Layanan pukul 08.00-08.15, yang semula 40 operator menjadi 45

operator

d. Layanan pukul 08.15-08.30, yang semula 30 operator menjadi 32

operator

e. Layanan pukul 08.30-08.45, yang semula 40 operator menjadi 47

operator

f. Layanan pukul 09.15-09.30, yang semula 40 operator menjadi 41

operator

g. Layanan pukul 09.45-10.00, yang semula 40 operator menjadi 44

operator
117

h. Layanan pukul 20.15-20.30, yang semula 48 operator menjadi 49

operator

i. Layanan pukul 20.30-20.45, yang semula 51 operator menjadi 53

operator

b. Usulan perubahan pola penugasan (shifting) dan jam istirahat, yaitu:

a. Shift C seharusnya login pukul 06.45 diubah menjadi pukul 06.30

b. Shift D seharusnya login pukul 07.15 diubah menjadi pukul 06.45

c. Jadwal break I shift E seharusnya pukul 09.15-09.30 di ubah

menjadi 09.30-09.45

d. Jadwal break II shift D seharusnya pukul 09.45-10.00 diubah

menjadi pukul 10.00-10.15

e. Jadwal break IV Shift F seharusnya pukul 20.15-20.30 diubah

menjadi 20.00-20.15

f. Jadwal break III shift I seharusnya pkl: 20.30-21.00 dimundurkan

menjadi 20.45-21.15

g. Mengurangi waktu rata-rata melayani pelanggan (average handling time)

dari maksimal 5 menit menjadi maksimal 4 menit.

2. SWOT analysis menunjukkan kerangka kerja untuk membantu para

pengambil keputusan untuk mengidentifikasi pencapaian tujuan dari suatu

strategi. Dari hasil QSPM diketahui bahwa strategi pengembangan operator

memiliki Total Nilai Daya Tarik dalam meningkatkan service level paling

besar yaitu: 7,003 dibandingkan dengan pengembangan Teknologi sebesar

6,502 dan Pengembangan Produk sebesar 5,835. Oleh karena itu sebaiknya
118

perusahaan menggunakan strategi pengembangan operator dengan cara

melakukan pelatihan kepada operator untuk menambah skill and knowledge,

mengevaluasi jumlah operator tersedia, pola penjadwalan (shifting), aturan

jam istirahat operator (aux) dan system kerja operator agar service level

dapat dipenuhi sesuai target.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan saran sebagai

berikut:

1. PT. Infomedia Nusantara Medan diharapkan melakukan pengecekan

secara rutin terhadap pola penugasan dan jam istirahat apakah sudah

efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan operator supaya tercapai

Service Level sesuai yang diharapkan.

2. PT Infomedia Nusantara Medan perlu mengevaluasi apa yang menjadi

kendala operator sehingga waktu melayani pelanggan dapat menjadi lebih

singkat.

3. Disarankan menambah operator di jam-jam sibuk seperti menambah jam

kerja atau lembur supaya panggilan yang masuk semuanya dapat dilayani.
119

DAFTAR PUSTAKA

A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Rosda Karya: Bandung
Aksin, Zeynep. (2007).The Modern Call Center: A Multi-Disciplinary Perspective
on Operations Management Research, Leonard N. Stern School of
Business, New York University: USA
Baraka A. Hesham. (2014). Infor Tmation systems performance evaluation,
introducing a two-level technique: Case study call centers. Egyptian
Informatics Journal. Cairo University.
Butler, David L, (2004).Bottom-Line Call Center Management Creating a Culture
of Accountability and Excellent Customer Service, Elsevier Butterworth:
Heinemann
Creswell, John W (2012). Reasearch Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif
dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Edison, Emron. Yohny Anwar, Imas Komariah. (2016). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Alfabeta: Bandung
Edy, Sutrisno, (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana Prenada
Media Group: Jakarta
El-Haik Basem & David M. Roy. (2005). Service Design For Six Sigma A Road
Map For Excellence. Wiley Interscience Publication. New Jersey
Gasperz, Vincent. (2002) Pedoman Implementasi Program Six Sigma. PT
Gramedia Pustaka Komputindo: Indonesia.
Gaspersz, Vincent. (2010). The Executive Guide To Implementing Lean Six
Sigma: Strategi Dramatis Reduksi Cacat/ Kesalahan, Biaya Inventory,
dan Lead Time Dalam Waktu Kurang Dari 6 Bulan. PT. Gramedia:
Jakarta
George, Micahel L. (2003). Lean Six Sigma for Service: How to Use Lean Speed
& Six Sigma Quality to Improve Services and Transactions. Mc.Graw-
Hill Companies.
Hillier, Frederick (2015). Introduction to Operations Reasearch. Tenth Edition.
Mc. Graw Hill Education: USA
Hisrich, R. D., Peters, M. P., & Shepherd, D. A (2016) Enterpreneurship Tenth
Edition.
120

Kesuma, Jusep (2008). Analisis Terhadap Penerapan Lean System dalam Toyota
Way pada Departemen General Affair PT. Toyota Astra Motor. Fakultas
Ekonomi Program Studi Magister Manajemen. Jakarta.
Kiran D.R (2017). Total Quality Management, Key Consepts and Case Studies.
Butterworth: Heinemann.
Kotler Philip. (2009) Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi kedua belas jilid 1,
Erlangga: Jakarta.
Lovelock, Wirtz. (2011). Services Marketing (People, Technology, Strategy).
Pearson Education Limited. England.
Marvin, Rausand (2009) Risk Assessment: Theory, Methods, and Applications.
Wiley: Norwegia.
Mudie, Peter. (2006).Service Marketing Management,3rd Edition, USA.
Pande, Peter S., Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R. (2000). The Six Sigma
Way: How GE, Motorola, and Other Top Companies Are Honing Their
Performance. McGraw- Hill: USA.
Rangkuti, Freddy. (2009). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT.
Gramedia Pustaka Umum: Jakarta

Rivai, & Basri (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.
Rajagrafindo Persada: Jakarta
Robbins, T. R. & Harrison, T. P (2007). New Project Staffing for Outsourced Call
Centers with Global Service Level Agreements. Department of Supply
Chain and Information Systems, Smeal College of Business,Pennsylvania
State University, University Park, PA
Saaty, Thomas L. (2009).How to Make a Decision : The Analytic Hierarchy
Process, Institute for Operations Research and the Management Science,
no. 6, vol. 24, hal 19-43.
Saravanan (2015). An Exploratory Study of Cloud Service Level Agreements -
State of the Art Review. KSII Transactions On Internet And Information
Systems: India
Sinulingga, Sukaria. (2017). Metode Penelitian Edisi 3. USU Press: Medan.
Siswanto (2007). Operation Reasearch. Jilid 2. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Sugiono (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung.
Tjiptono, Fandy. (2000).Manajemen Jasa, Edisi Kedua, Penerbit Andi:
Yogyakarta.
121

Tresnati Ratih.(2005).Call Center sebagai Alat Komunikasi Pemasaran di Abad


ke-21, Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005.
Wibawanto, Andri, (2017).Modul Kompetensi Petugas Call Center, Propper Edisi
Pertama: Jakarta.
Suseno. (2017). Penjadwalan Tenaga Kerja Untuk Tiga Shift Kerja dengan
Pengembangan Metode Algoritma Tibrewala, Philippe dan Browne.
Seminar NasionalTeknikIndustri [SNTI2017]. Lhokseumawe-Aceh, 13-
14 Agustus 2017ISSN 2338-7122.
Widodo, Sarwo (2008). Penentuan Lama Waktu Istirahat Berdasarkan Beban
Kerja dengan Menggunakan Pendekatan Fisiologis. Fakultas Teknik
Industri. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
122

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

STRATEGI PERBAIKAN KINERJA UNTUK PENCAPAIAN SERVICE


LEVEL CALL CENTER TELKOMSEL DI PT. INFOMEDIA
NUSANTARA MEDAN

Saya, Johana Sihol Marito Purba (167025006), mahasiswa tingkat akhir

pada Fakultas Magister Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya

sedang menyusun Tugas Akhir dengan judul “Strategi Perbaikan Kinerja Untuk

Pencapaian Service Level Call Center Telkomsel di PT Infomedia Nusantara

Medan” . Saya berharap Bapak/ Ibu berkenan untuk mengisi kuesioner ini dalam

rangka pencarian informasi dan pengumpulan data. Terima kasih atas partisipasi

dan kesediaan waktu Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner ini.

Identitas Responden

Nama :

Jabatan :

Tanda Tangan :
123

2. Petunjuk Pengisian:

Isilah daftar pertanyaan dibawah ini dengan jawaban yang singkat, padat dan
jelas.

Pertanyaan 1 : Menurut pendapat anda, hal-hal apakah yang perlu diperhatikan


untuk meningkatkan pencapaian service level call center
Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 2 : Menurut pendapat anda, faktor apa saja yang menjadi penghambat
pencapaian kinerja di lingkungan call center Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 3 : Menurut pendapat anda, apa sajakah kelengkapan peralatan kerja


yang dibutuhkan operator dalam menunjang kinerja operator?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 4 : Bagaimana pendapat anda terkait dengan kuantitas (jumlah)


operator call center Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 5 : Bagaimana pendapat anda terkait dengan kualitas (skill and


knowladge) operator call center Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 6 : Bagaimana pendapat anda mengenai sarana dan prasarana yang


tersedia di lingkungan call center Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 7 : Bagaimana pendapat anda mengenai jam istirahat yang


diberlakukan kepada operator call center Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 8 : Bagaimana pendapat anda mengenai pola penjadwalan (shifthing)


yang diberlakukan kepada operator call center Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 9 : Menurut pendapat anda, berapa lama waktu yang efektif seorang
operator dapat melayani pelanggan?
Jawaban : ..........................................................................................................
124

Pertanyaan 10 : Menurut pendapat anda, apakah yang menjadi penyebab seorang


operator memakan waktu yang lama dalam melayani pelanggan?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 11 : Bagaimana pendapat anda mengenai kecepatan akses databased


dan informasi di lingkungan call center Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Pertanyaan 12 : Bagaimana pendapat anda mengenai prosedur kerja yang


diterapkan di layanan call center Telkomsel?
Jawaban : ..........................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai