Anda di halaman 1dari 34

0

MAKALAH

PEMBINAAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN PESERTA


DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN PJOK
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Psikologi Olahraga
Dosen Pengampu : Bonita Amalia, S.Pd., M.Pd.

Oleh Kelompok :
Muhammad Helmi (2202040096)
Muhammad Saman (2202040115)
Ridho Saputra (2202040103)
Rizkon Mardhotilah (2302040095)
Akhmad Ridho Nur (2202040112)
Muhammad Rifanda (2202040116)
Fierda Ayu Pradina (2202040106)
Muhammad Farhan Fikri (2202040110)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN (S1) OLAHRAGA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
BANJARMASIN
2023
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kepribadian (personality) merupakan karakter, sifat, atau ciri khusus yang
unik yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari pembentukan yang diperoleh
dari lingkungan sekitar maupun berasal dari bawaan sejak lahir. Menurut Yadi
Purwanto (2018) kepribadian adalah metode berfikir manusia terhadap realita,
atau merupakan kecenderungan manusia terhadap realita. Kepribadian bersifat
dinamis yang disebut dinamika kepribadian. Berdasarkan sifat kedinamisannya,
karakter kepribadian orang itu bisa berubah serta berkembang seiring dengan
jalannya waktu sesuai dengan pola pikir seseorang dimana lingkungan orang
tersebut berpengaruh pada hasil belajar dan pengalaman sesorang.
Perkembangan kepribadian tidak hanya bersifat individual, tetapi
perkembangan seseorang bisa berpengaruh pada kepribadian orang lain. Misalnya
anak terlahir dari keluarga kaya tidak menutup kemungkinan jika anak tersebut
memiliki kepribadian malas bekerja keras. Lingkungan sekitar mempengaruhi
perkembangan anak. Oleh sebab itu, peran orang tua dan juga guru sangat
diperlukan untuk mengetahui tentang metode pembentukan kepribadian, sehingga
anak mampu memiliki kepribadian yang mulia seperti apa yang diharapkan oleh
guru dan orang tua mereka. Untuk membentuk kepribadian anak yang mulia perlu
adanya dorongan dan usaha yang direncanakan agar bisa mencapai tujuan yang
diharapkan. Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Pendidikan
Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Demikian dorongan dan usaha yang dilakukan dengan maksimal tentunya
akan membuahkan hasil yaitu berupa kepribadian anak yang baik dan mulia.
Negara Indonesia memiliki permasalahan pada anak/remaja diantaranya,
2

penyimpangan perilaku sosial, kenakalan remaja, bahkan juga penyalahgunaan


obat terlarang. Mayoritas orang yang terjerat dalam permasalahan tersebut
memuliki gangguan kepribadian, salah satunya yaitu bentuk psikopatik. Anak
yang berkepribadian psikopatik nantinya saat sudah besar akan menunjukkan
perilaku anti sosialnya, diantaranya kriminalitas (Suharto, 2010). Fakta lain dapat
dilihat pada penyalahgunaan obat-obatan terlarang di khalayak kaum muda yang
sekarang ini kian melonjak. Data resmi Badan Narkotika Nasional (BNN)
mencatat prevalensi penyalahgunaan narkoba 1,99% dari jumlah penduduk
Indonesia tahun 2018, ini artinya mencapai 3,6 juta orang. Jumlah tersebut
sebagian besar termasuk dalam 3 kategori usia produktif (berkisar 15-60 tahun).
Hal ini berarti remaja dan dewasa juga termasuk dalam kategori tersebut. Hal ini
disebabkan karena seusia mereka itu mudah sekali di pengaruhi.
Dengan maraknya perilaku penyimpangan di kalangan pelajar (pemuda),
maka hal tersebut dapat membahayakan orang lain yang ada di sekitarnya. Oleh
karena itu, pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini sebagai bekal hidup
nantinya di kemudian hari. Bangsa Indonesia saat ini sibuk mencari formulasi
yang tepat untuk pendidikan karakter, karakter bangsa yang membutuhkan
pembinaan kepribadian secara komprehensif dan terus menerus. Pembinaan
kepribadian anak biasanya terbentuk melalui proses pendidikan baik di rumah
maupun di sekolah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sisdiknas;
2003).
Demikian Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) memiliki
peran penting dan andil besar dalam mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan
nasional yang menunjang pendidikan karakter bangsa. Pendidikan jasmani
disajikan di sekolah yang memiliki tujuan; kognitif, psikomotor, dan afektif.
Dalam pendidikan jasmani, aktivitas fisik merupakan salah satu ciri khusus yang
3

harus ada sebagai penanda pendidikan jasmani. Dalam pendidikan jasmani, kalau
anak tidak bergerak berarti belum melakukan pendidikan jasmani.
Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaran yang disajikan di
sekolah, menggunakan aktivitas fisik dengan persentase yang lebih banyak
digunakan sebagai media pembelajaran, maka proporsi psikomotor lebih banyak
proporsinya dalam pembelajaran pendidikan jasmani dibanding dengan kawasan
kognitif dan afektif. Aktivitas fisik (jasmani) akan berhasil apabila dilakukan
berdasarkan prinsip yang benar, memiliki isi, strategi yang digunakan tepat, dan
dilakukan evaluasi secara tepat. Pembentukan karakter berada pada tahap
asosiasi; peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan fisik
sebanyak mungkin melalui permainan dan olahraga, sehingga karakternya akan
terbentuk.
Karakter anak tidak datang dengan sendirinya, tetapi diajarkan dalam
program pendidikan jasmani dan olahraga. Pengajaran alasan-moral dan nilai-
nilai olahraga itu melibatkan penggunaan strategi tertentu yang sistematis. Dalam
aktivitas olahraga syarat dengan nilai-nilai karakter seperti kejujuran, sportivitas,
disiplin, dan kepemimpinan. Karakter merupakan sebuah konsep dari moral, yang
tersusun dari sejumlah karakteristik yang dapat dibentuk melalui aktivitas
olahraga, antara lain: rasa terharu (compassion), keadilan (fairness), sikap sportif
(sport-personship), integritas (integrity) (Weinberg & Gould, 2003:527).
Semua nilai- nilai tersebut ditanamkan melalui ketaatan atau kepatuhan
seseorang dalam berkompetisi sesuai dengan peraturan permainan yang berlaku
pada cabang olahraga yang digelutinya. Di dalam peraturan permainan melekat
semangat keadilan dan tuntutan kejujuran para pelaku olahraga saat menjalankan
pertandingan. Bahkan ada ungkapan yang sudah menjadi keyakinan sejarah dari
waktu ke waktu: Sport build character (Maksum, 2005; 2002). United Nation
(2003) melalui Kofi Anan (mantan Sekjen PBB) mengatakan: Sport teaches life
skill-sport remains the best school of life (Olahraga mengajarkan keterampilan
hidup dan olahraga tetap menjadi sekolah kehidupan yang terbaik). Artinya
olahraga merupakan instrumen yang efektif untuk mendidik kaum muda,
4

terutama dalam hal nilai-nilai bersaing, sportifitas, kemenangan dan


persahabatan.
Sedangkan dalam ajaran Islam, Imam Al-Ghazali yang terkenal sebagai
seorang ahlinya praktisi pendidikan, agama, hukum Islam, serta mempunyai
pengetahuan yang luas terkait dengan filsafat, tasawuf, kejiwaan, akhlak, serta
spiritual Islam. Imam Al-Ghazali dalam Ayyuhal Walad telah memberikan
konsep yang cukup menarik salah satu nya adalalah bahwa pendidikan akhlak
anak menekankan pada pola pembinaan serta penerapan metode dalam proses
pembentukan pribadi muslim salah satunya yakni membiasakan anak untuk
senantiasa beramal shaleh dan mengamalkan ilmu yang bermanfaat serta agara
selalu beribadah mendekatkan diri pada Allah SWT. Pernyataan tersebut terlihat
bahwa Al-Ghazali memberikan konsep yang mendasari dalam proses pembinaan
akhlak anak dan bertujuan untuk perkembangan kepribadiannya (Abi Imam
Tohadi, 2017). Dalam kitab Ayyuhal Walad, Al-Ghazali memberikan dorongan
supaya dengan adanya ilmu pengetahuan dapat bermanfaat dalam menumbuhkan
realita etika dan moral, baik melalui hablumminannas maupun hablunminallah.
Hal ini juga dapat terwujud melalui pengamalan ilmu sebagaimana yang telah
diserukan oleh Imam Al-Ghazali mengenai wajibnya mengamalkan ilmu
Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa mengkaji konsep pendidikan
akhlak menjadi sangat penting. Dalam pendidikan itu dibutuhkan metode
pendidikan akhlak anak untuk memberikan penanaman nilai-nilai akhlak kepada
anak. Metode nasihat dan tauladan misalnya, memiliki bobot psikologis
kedekatan antara orangtua dan anak serta pembelajaran bagi anak untuk
berakhlak mulia, melalui tauladan dari orang tua bagaimana anak semestinya
bergaul dengan sesama, kepada lingkungan dan beribadah kepada Sang Khalik.
Sedangkan dalam lembaga pendidikan, peran guru sangat besar dalam
membentuk kepribadian anak. Mengingat guru adalah unsur utama pada
keseluruhan proses pendidikan, terutama ditingkat institusional dan intruksional,
posisi guru dalam melaksanakan pendidikan berada pada garis terdepan,
keberadaan guru dan kesiapannnya menjalankan tugas sebagi guru sangat
menentukan bagi terselenggaranya suatu proses pendidikan, tanpa guru,
5

pendidikaun hanya sebagai slogan muluk karena keberadaan guru dianggap


sebagai titik sentral dan awal dari semua peningkatan pendidikan. Disamping itu,
guru sebagai unsur utama dalam pendidikan, kelihatannya memiliki segi-segi
tertentu yang menarik untuk dikaji, sebab kemungkinan dapat diperoleh
seperangkat pengetahuan yang bersifat teoretis tentang guru, khususnya mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu,
tertarik membahas dalam makalah dengan judul “PEMBINAAN PSIKOLOGI
KEPRIBADIAN PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN PJOK”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep pembinaan karakter peserta didik melalui pembelajaran
PJOK ?
2. Bagaimana terjadinya gangguan-gangguan psikologi dalam belajar dan cara
mengatasinya ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas ditetapkan tujuan penulisan makalah
ini sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis konsepsi pembinaan karakter peserta didik melalui
pembelajaran PJOK.
2. Untuk mendiskripsikan terjadinya gangguan-gangguan psikologi dalam belajar
dan cara mengatasinya.

D. Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara


teoritis dan praktis terhadap perkembangan pendidikan khususnya administrasi
pendidikan yaitu :

1. Secara Teoritis

Penulisan ini ini diharapkan memberikan kontribusi pengetahuan secara


teoritis di bidang Psikologi Olahraga dan dapat menjadi salah satu khasanah
6

keilmuan yang akan memberikan berbagai ragam informasi ilmiah khususnya


mengenai konsepsi pembinaan karakter peserta didik melalui pembelajaran
PJOK dan mendiskripsikan terjadinya gangguan-gangguan psikologi dalam
belajar dan cara mengatasinya.

2. Secara Praktis
Secara praktis dengan penulisan ini akan memberikan berbagai informasi
mengenai konsep dasar psikologi olahraga untuk meningkatkan kualitas
proses Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Olahraga (PJOK) di sekolah
terutama bagi mahasiswa sebagai calon guru olahraga di lembaga pendidikan
untuk mempersipakan diri membentuk pribadi profesional dalam
melaksanakan tugas di lembaga pendidikan khusus mengenai konsepsi
pembinaan karakter peserta didik melalui pembelajaran PJOK dan
mendiskripsikan terjadinya gangguan-gangguan psikologi dalam belajar dan
cara mengatasinya.

E. Metode Penulisan
Desain penelitian dalam tulisan ini mengacu kepada metode deskriptif
analisis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mencoba mengambarkan
atau mendeskripsikan kejadian-kejadian yang terjadi di tengah masyarakat yang
menjadi obyek yang diteliti dalam hal ini konsepsi pembinaan karakter peserta
didik melalui pembelajaran PJOK dan mendiskripsikan terjadinya gangguan-
gangguan psikologi dalam belajar dan cara mengatasinya.
Sedangkan metode pengumpulan data atau informasi mengacu kepada data
sekunder yang didapat dari dokumen-dokumen hasil penelitian terdahulu dan
didukung oleh hasil kajian pustaka (literacy study) serta data tersier lainnya yang
didapat dari internet atau website yang masih relevan dengan masalah penelitian
ini.
Penjelasan (deskripsi) mengenai kejadian dilakukan secara sistematis dengan
mengedepankan data-data faktual daripada hasil penelitian terdahulu, kemudian
dibahas sedemikian rupa secara deduktif dan didiskripsikan secara sistematis
mengikuti ketentuan metode ilmiah (metodologi) sehingga dapat ditarik kesimpulan
dari penelitian ini
7

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Kepribadian dan Aspek Kepribadian


Menurut Ngalim Purwanto (2010:15), kepribadian atau personality berasal dari
bahasa Latin, yaitu personare yang berarti mengeluarkan suara (to sound trough).
Istilah ini, digunakan untuk menunjukkan suara dari percakapan seorang pemain
sandiwara melalui topeng (masker) yang dipakainya. Sedangkan Ahmad Fauzi
(2017) mendefinisikan kepribadian adalah keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku,
sifat-sifat, kebiasaan, kecakapan, bentuk tubuh, serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya
yang selalu menampakkan diri dalam kehidupan seseorang. Hal itu, dilakukan
karena terdapat ciri-ciri yang khas hanya dimiliki oleh seseorang tersebut, baik
dalam arti kepribadian yang baik ataupun yang kurang baik, misalnya untuk
membawakan kepribadian yang angkara murka, serakah, dan sebagainya, sering
ditopengkan dengan gambar raksasa. Sedangkan untuk perilaku yang baik, budi
luhur, suka menolong, berkorban ditopengkan dengan seorang kesatria dan
sebagainya.
Menurut Gordan W. Allport (dalam Ahmad Fauzi, 2017) kepribadian adalah
“Personality is the dynamic organication within the individual of those
psychophksical system that determine his unikue adjustement to his environment”,
yang artinya yaitu kepribadian ialah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam
diri individu yang menyatukan penyesuaian dirinya yang baik terhadap lingkungan.
Meskipun kita lihat adanya perbedaan dalam cara merumuskan personality
seperti tersebut di atas, namun di dalamnya kita dapat melihat adanya persamaan
atau persesuaian pendapat satu sama lain. Diantaranya, ialah bahwa kepribadian
(personality) itu dinamis, tidak statis atau tetap tanpa perubahan. Ia menunjukkan
tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara kesanggupan-
kesanggupan bahwa yang ada pada individu dengan lingkungannya. Ia bersifat
psiko-pisik, yang berarti baik faktor jasmaniah maupun rohaniah individu itu
bersama-sama memegang peranan dalam kepribadian. Ia juga bersifat unik, artinya
kepribadian seseorang sifatnya khas, memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan
dari individu yang lain.
8

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


kepribadian anak atau kepribadian siswa merupakan sebagai kesan menyeluruh
tentang dirinya yang terlihat dalam sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari. Kesan
menyeluruh di sini, adalah sebagai keseluruhan sikap mental dan moral seorang
anak yang terakumulasi di dalam hasil interaksinya dengan sesama dan merupakan
hasil reaksi terhadap pengalaman di lingkungan masing-masing.
Demikian jetika mengembangkan kepribadian, orang harus berusaha
mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian. Mengingat
kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu
yang turut menentukan cara-caranya yang unik atau khas dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
Menurut Alwisol (2016) ada lima persamaan yang menjadi ciri bahwa definisi
itu mengandung suatu definisi kepribadian, yaitu:
1. Kepribadian bersifat umum: kepribadian menunjuk kepada sifat umum seseorang-
pikiran kegiatan dan perasaan yang berpengaruh secara sistemik terhadap
keseluruhan tingkah lakunya.
2. Kepribadian bersifat khas: kepribadian dipakai untuk menjelaskan sifat individu
yang yang membedakan dia dengan orang lain, semacam tandatangan atau sidik
jari psikologik, bagaimana individu berbeda dengan orang lain.
3. Kepribadian berjangka lama: kepribadian digunakan untuk menggambarkan sifat
individu yang tahan lama, tidak mudah berubah sepanjang hidupnya. Walaupun
terjadi perubahan biasanya bersifat bertahap atau perubahan tersebut akibat
merespon sesuatu kejadian yang luar biasa.
4. Kepribadian bersifat kesatuan: kepribadian dipakai untuk memandang diri
sebagai unit tunggal, struktur atau organisasi internal hipotetik yang membentuk
kesatuan dan konsisten.
Kepribadian bisa berfungsi baik atau berfungsi buruk. Kepribadian adalah cara
bagaimana orang berada di dunia. Apakah individu tersebut dalam tampilan yang
baik, kepribadiannya sehat dan kuat, atau tampil dalam keadan yang baik yang
berarti kepribadiannnya menyimpang. Yusuf dan Nurihsan (2007) juga menjelaskan
bahwa kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan : Identitas diri, jati diri
9

seseorang Contoh : “Saya seorang yang pendiam”, “ Saya seorang yang terbuka”
Kesan umum seseorang tentang diri anda atau orang lain Contoh : “dia agresif” atau
“dia jujur” Fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah Contoh : “ saya
seorang yang baik “ atau “ Dia pendendam”
M. Ngalim Purwanto (1990:156-159) menguraikan beberapa aspek kepribadian
yang penting dan berhubungan dengan pendidikan dalam rangka pembentukan
pribadi anak, yaitu
1. Sifat-sifat kepribadian (personality traits), yaitu sifat-sifat yang ada pada individu,
seperti penakut, pemarah, suka bergaul, peramah, serta menyendiri.
2. Intelegensi kecerdasan temasuk di dalamnya kewaspadaan, kemampuan belajar,
kecakapan berfikir.
3. Pernyataan diri dan cara menerima pesan-pesan (appearance and inpressien).
4. Kesehatan jasmani.
5. Bentuk tubuh.
6. Sikapnya terhadap orang lain.
7. Pengetahuan, kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki seseorang.
8. Keterampilan (skill).
9. Nilai-nilai yang ada pada seseorang dipengaruhi oleh adat istiadat, etika,
kepercayaan yang dianutnya.
10. Penguasaan dan kuat lemahnya perasaan k. Peranan (roles) adalah kedudukan
atau posisi seseorang di dalam masyarakat di mana ia hidup.
Pada garis besarnya aspek-aspek kepribadian itu dapat digolongkan dalam tiga
hal, yaitu:
1. Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah tampak dan
ketahuan dari luar, misalnya cara-cara berbuat, berbicara, dan sebagainya.
2. Aspek-aspek kejiwaan, meliputi aspek-aspek yang tidak segera dapat dan
diketahui dari luar, misalnya cara berfikir, sikap, dan minat.
3. Aspek- aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek-aspek kejiwaan yang lebih
abstrak, yaitu filsafat hidup dan kepercayaan.
Singgih D. Gunarsa, (2000) memberikan saran agar dalam mengembangkan
kepribadian anak, perlu memperhatikan perkembangan aspek-aspek sebagai berikut:
10

1. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan fisik anak. Perlakuan dan pengasuhan


yang baik disertai dengan lingkungan yang memungkinkan anak hidup sehat, jauh
dari keadaan yang akan menimbulkan penyakit.
2. Dalam kaitannya dengan perkembangan sosial anak. Pergaulan adalah juga
sesuatu kebutuhan untuk memperkembangkan aspek sosial.
3. Dalam kaitannya dengan perkembangan mental anak. Komunikasi verbal orang
tua dan anak, khususnya pada tahun-tahun pertama kehidupan anak, besar
pengaruhnya untuk perkembangan mentalnya.

B. Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian merupakan unsur-unsur atau komponen yang membentuk
diri seseorang secara psikologis. Jung sebenarnya tidak membahas struktur
kepribadian secara khusus melainkan tentang jiwa. Menurut Jung dalam Syamsu dkk
menjelaskan bahwa “psyche embraces all thought, feeling and behavior, conscious
and unconscious” atau kepribadian itu adalah seluruh pemikiran, perasaan dan
perilaku nyata yang disadari mapun yang tidak disadari.
Struktur kepribadian manusia terdiri dari:
1. Dimensi kesadaran
Dimensi kesadaran adalah penyesuaian terhadap dunia luar individu. Dimensi
kesadaran manusia mempunyai dua komponen pokok yaitu:
a. Fungsi jiwa Fungsi jiwa ialah bentuk suatu aktivitas kejiwaan yang secara teori
tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat
fungsi jiwa yang pokok. Pikiran dan perasaan adalah fungsi jiwa yang rasional.
Pikiran dan perasaan bekerja dengan penilaian. Penilaian menilai atas dasar
benar dan salah. Adapun perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tidak
menyenangkan. Kedua fungsi jiwa yang irrasional yaitu pendirian dan intuisi
tidak memberikan penilaian, melainkan hanya semata-mata pengamatan.
Pendirian mendapatkan pengamatan dengan sadar melalui indra. Adapun
intuisi mendapat pengamatan secara tidak sadar melalui naluri. Pada dasarnya
setiap manusia memiliki keempat fungsi jiwa itu, akan tetapi biasanya hanya
salah satu fungsi saja yang paling berkembang (dominan). Fungsi yang paling
11

berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan tipe kepribadian


orangnya. Jadi ada tipe pemikir, tipe perasa, tipe pendirian dan tipe intuitif.
b. Sikap jiwa Sikap jiwa ialah arah dari energi psikis atau libido yang menjelma
dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi psikis
itu dapat keluar ataupun ke dalam diri individu. Begitu juga arah orientasi
manusia terhadap dunianya, dapat keluar atau pun ke dalam dirinya. Tiap
orang mengadakan orientasi terhadap sekelilingnya berbeda satu sama lain.
Berdasarkan atas sikap jiwanya, manusia dapat digolongkan menjadi dua tipe:
1) Manusia yang bertipe ekstroversi
2) Manusia yang bertipe introversi.
2. Dimensi ketidaksadaran
Dimensi ketidaksadaran adalah suatu dimensi yang melakukan penyesuaian
terhadap dunia dalam individu. Dimensi ketidaksadaran kepribadian seseorang
mempunyai dua lingkaran yaitu:
a. Ketidaksadaran pribadi Ketidaksaran pribadi berisi hal yang diperoleh individu
selama hidupnya namun tertekan dan terlupakan. Ketidaksaran pribadi terdiri
dari pengalaman yang disadari tetapi kemudian di tekan, dilupakan, diabaikan
serta pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada
pribadi seseorang. Ketidaksadaran pribadi berisi hal yang teramati, terpikirkan
dan terasakan dibawah ambang kesadaran. Ketidaksadaran pribadi berisi
kompleks (konstelasi) perasaan, pikiran, persepsi, ingatan yang terdapat dalam
ketidaksadaran pribadi. Kompleks memiliki inti yang bertindak sebagai
magnet menarik berbagai pengalaman ke arahnya.
b. Ketidaksadaran kolektif Ketidaksadaran kolektif atau transpersonal adalah
gudang bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa lampau leluhur
seseorang. Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikis perkembangan evolusi
manusia yang menumpuk akibat dari pengalaman yang berulang selama
banyak generasi.
Menurut Eysenck menjelaskan bahwa struktur kepribadian terdiri dari:
1. Specific Response, yaitu tindakan atau respon yang terjadi pada suatu keadaan
atau kejadian tertentu, jadi khusus sekali.
12

2. Habitual response mempunyai corak yang lebih umum daripda specific response,
yaitu respon-respon yang berulang-ulang terjadi kalau individu menghadapai
kondisi atau situasi yang sejenis.
3. Trait, yaitu sementara habitual response yang paling berhubungan satu sama lain
yang cenderung ada pada individu tertentu.
4. Type, yaitu organisasi di dalam individu yang lebih umum, lebih mencakup lagi.
Jadi, jika ditarik kesimpulan bahwa Jung tidak membahas struktur kepribadian
secara khusus akan tetapi yang dibahas adalah pengertian tentang jiwa. Selain itu
menurut Eysenck bahwa struktur kepribadian terdiri dari empat bagian, yaitu
specific response, habitual response, trait, type.
Menurut Sobur kepribadian merupakan suatu kesatuan aspek jiwa dan badan,
yang menyebabkan adanya kesatuan dalam tingkah laku dan tindakan seseorang, hal
ini disebut integrasi. Integrasi dari pola-pola kepribadian yang dibentuk oleh
seseorang dan pembentukan pola kepribadian ini terjadi melalui proses interaksi
dalam dirinya sendiri, dengan pengaruh-pengaruh dari lingkungan luar. Menurut
Murray bahwa faktor-faktor genetika dan pematangan mempunyai peranan penting
dalam perkembangan keperibadian. Setiap masa perkembangan manusia atau
seseorang terjadi proses-proses genetik pematangan. Selama masa pertama, yaitu
masa kanak-kanak, adolesen dan masa dewasa awal, komposisi struktural baru
muncul dan menjadi bertambah banyak. Masa usia setengah baya ditandai oleh
rekomposisi konservasif atas struktur dan fungsi yang telah muncul. Selama masa
terakhir, masa usia lanjut, kapasitas untuk membentuk komposisi baru menjadi
berkurang. Sebaliknya, atrofi dari bentuk dan fungsi yang ada menjadi meningkat.
Dalam setiap periode, terdapat banyak program peristiwa tingkah laku dan
pengalaman yang lebih kecil yang berlangsung di bawah bimbingan proses
pematangan yang dikontrol secara genetis.
Lingkungan menurut Sobur juga berpengaruh dalam proses pembentuk
kepribadian anak. Dalam hubungan pengaruh mempengaruhi, terlihat bahwa anak
dalam perkembangan dirinya memperlihatkan sifat-sifat yang tertuju pada
lingkungan. Lingkungan menerima sifat tersebut dan memperlihatkan reaksi yang
dibentuk atas dasar sifat-sifat, penampilan anak, dan pengolahan lingkungan itu.
13

Jadi, lingkungan juga berubah dan memperlihatkan proses perubahan. Lingkungan


yang berubah itu memberikan juga perangsang pada anak, yang berpengaruh
terhadap perkembangan anak khususnya perkembangan pembentukan kepribadian.
Dengan demikian, anak yang berkembang memberikan penampilan pada lingkungan
pada satu pihak dan di pihak lain menerima penampilan lingkungan yang
mengubahnya. Yusuf dan Nurihsan menjelaskan secara garis besar ada dua faktor
utama yang mempengaruhi proses pembentukan dan perkembangan kepribadian,
yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment), yaitu:
1. Faktor genetika (pembawaan)
Faktor genetika menjelaskan bahwa kepribadian juga dapat dipengaruhi oleh
salah satu fakor tersebut. Bermula adanya hereditas individu yang akan lahir
dibentuk oleh 23 kromosom (pasangan x x) dari ibu, dan 23 kromosom (pasangan
x y) dari ayah. Berbagai studi tentang perkembangan prenatal (sebelum kelahiran
atau masa dalam kandungan menunjukkan bahwa kemampuan menyesuaikan diri
terhadap kehidupan setelah kelahiran (post natal) berdasar atau bersumber pada
masa konsepsi. Kepribadian sebenarnya tidak mendapat pengaruh langsung dari
gen dalam pembentukannya, karena yang dipengaruhi gen secara langsung
adalah: kualitas system syaraf, keseimbangan biokimia tubuh.
2. Lingkungan
Walapun begitu, bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan
kepribadian adalah sebagai:
a. Sumber bahan mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, intelegensi,
dan temperamen.
b. Membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungannya
sangat baik atau kondusif, perkembangan kepribadian itu tidak dapat melebihi
kapasitas atau potensi hereditas) dan mempengaruhi keunikan kepribadian.
Menurut C.S Hall, dimensi temperamen seperti emosional, aktivitas,
agresifitas dan reaktivitas bersumber dari plasma benih (gen) demikian juga
halnya dengan intelegensi. Sehingga jika ditarik suatu kesimpulan bahwa faktor-
faktor yang mendorong proses pembentukan dan perkembangan kepribadian
adalah faktor hereditas (gen) dan juga ditambah faktor lingkungan.
14

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian


Faktor yang mempengaruhi perubahan dan dinamika kepribadian seseorang
di pengaruhi oleh banyak faktor. Kepribadian merupakan karakteristik yang relatif
stabil. Perubahan dalam kepribadian tidak bisa terjadi secara spontan, tetapi
merupakan hasil pengamatan, pengalaman, tekanan dari lingkungan sosial budaya,
rentang usia dan faktor-faktor dari individu:
1. Pengalaman Awal: Sigmund Freud menekankan tentang pentingnya pengalaman
awal (masa kanak kanak) dalam perkembangan kepribadian. Trauma kelahiran,
pemisahan dari ibu adalah pengalaman yang sulit dihapus dari ingatan.
2. Pengaruh Budaya: dalam menerima budaya anak mengalami tekanan untuk
mengembangkan pola kepribadian yang sesuai dengan standar yang ditentukan
budayanya.
3. Kondisi Fisik: kondisi fisik berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
kepribadian seseorang. Kondisi tubuh meentukan apa yang dapat dilakukan dan
apa yang tidak dapat dilakukan seseorang. Secara tidak langsung seseorang akan
merasakan tentang tubuhnya yang juga dipengaruhi oleh perasaan orang lain
terhadap tubuhnya. Kondisi fisik yang mempengaruhi kepribadian antara lain
adalah kelelahan, malnutrisi, gangguan fisik, penyakit menahun, dan gangguan
kelenjar endokrin ke kelenjar tiroid (membuat gelisah, pemarah, hiperaktif,
depresi, tidak puas, curiga, dan sebagainya).
4. Daya Tarik: orang yang dinilai oleh lingkungannya menarik biasanya memiliki
lebih banyak karakteristik kepribadian yang diinginkan dari pada orang yang
dinilai kurang menarik, dan bagi mereka yang memiliki karakteristik menarik
akan memperkuat sikap sosial yang menguntungkan.
5. Inteligensi: Perhatian lebih terhadap anak yang pandai dapat menjadikan ia
sombong, dan anak yang kurang pandai merasa bodoh. Apabila berdekatan
dengan orang yang pandai tersebut, dan tidak jarang memberikan perlakuan yang
kurang baik.
6. Emosi: ledakan emosional tanpa sebab yang tinggi dinali sebagai orang yang
tidak matang. Penekanan ekspresi emosional membuat seseorang murung dan
cenderung kasar, tidak mau bekerja sama dan sibuk sendiri.
15

7. Nama: walaupun hanya sekedar nama, tetapi memiliki sedikit pengaruh terhadap
konsep diri, namun pengaruh itu hanya terasa apabila anak menyadari bagaimana
nama itu mempengaruhi orang yang berarti dalam hidupnya. Nama yang dipakai
memanggil ,mereka (karena nama itu mempunyai asosiasi yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan dalam pikiran orang lain) akan mewarnai penilainya
orang terhadap dirinya.
8. Keberhasilan dan Kegagalan: Keberhasilan dan kegagalan akan mempengaruhi
konsep diri, kegagalan dapat merusak konsep diri, sedangkan keberhasilan akan
menunjang konsep diri itu.
9. Penerimaan Sosial: anak yang diterima dalam kelompok sosialnya dapat
mengembangkan rasa percaya diri dan kepandaiannya. Sebaliknya anak yang
tidak diterima dalam lingkungan sosialnya akan membenci orang lain, cemberut,
dan mudah tersinggung.
10. Pengaruh Keluarga: pengaruh keluarga sangat mempengaruhi kepribadian anak,
sebab waktu terbanyak anak adalah keluarga dan di dalam keluarga itulah
diletakkan sendi sendi dasar kepribadian.
11. Perubahan Fisik: perubahan kepribadian dapat disebabkan oleh adanya
perubahan kematangan fisik yang mengarah kepada perbaikan kepribadian. Akan
tetapi, perubahan fisik yang mengarah pada klimakterium dengan meningkatnya
usia dianggap sebagai suatu kemunduran menuju ke arah yang lebih buruk.
Menurut Sujanto bahwa pribadi tumbuh atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari
dalam, yang dibawah sejak lahir, berujud benih, bibit atau juga disebut
kemampuan-kemampuan dasar.
16

BAB III
PEMBAHASAN
A. Konsep Pembinaan Karakter Peserta Didik Melalui Pembelajaran PJOK
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas dinyatakan sebagai “bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bertabiat, dan
berwatak. Menurut Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian
sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills). Rutland M. (2003) mengemukakan Karakter merupakan gabungan dari
kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat dalam kehidupan manusia.
Sembilan karakter yang dapat mengantarkan kesuksesan seseorang menurut
Rutland M. (2003) adalah sebai berikut: 1) keberanian, 2) kesetiaan, 3) kerajinan,
4) kerendahan hati, 5) kehematan, 6) kejujuran, 7) kelemah-lembutan, 8)
penghormatan, dan 9) berterima kasih.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa
yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati (Kemdiknas, 2010). Nilai-nilai karakter yang tercantun dalam
kurikulum antara lain meliputi nilai: kerjasama, sportivitas, kejujuran, semangat,
percaya diri, disiplin, kerja keras, keberanian, estetika, pantang menyerah, tanggung
jawab, mengikuti aturan kebersihan dan keselamatan. Karakter dikembangkan
melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit).
Karakter tidak terbatas pada pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan
kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak
terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri.
Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components
of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling
atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan
bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang
17

terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan,


menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).
Pendidikan karakter merupakan usaha untuk mendidik anakanak agar dapat
mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga mereka dapat berkontribusi positif terhadap lingkungannya.
Menurut Gafar (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter
merupakan sebuah proses tranformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh
kembangkan dalam kepribadian seseorang, sehingga menjadi satu dalam perilaku
sehari-hari orang tersebut. Berdasarkan pendapat di depan, dapat disimpulkan ciri
khusus pendidikan karakter ditandai oleh:
1) adanya transfer nilia-nilai yang dianut masyarakat,
2) ditumbuhkembangan dalam kepribadian setiap orang, dan
3) dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tiga hal tersebut di atas merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak hanya
kemampuan kognitif saja, tetapi harus juga dipraktikkan dalam kehidupan
seharihari. Karakter sesseorang akan tampak dalam bentuk perilaku seharihari. Hal
tersebut selaras dengan pendapat Ki Hajar Dewantoro yang menyatakan “…….
pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagian-bagian itu
tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak
kita..” (Ki Hajar Dewantoro). Namun kondisi riil perencanaan pendidikan
(kurikulum) belum memberikan proporsi yang berimbang pada empat pilar tersebut.
Olah piker memiliki proporsi paling banyak dalam kurikulum. Hampir 36 jam,
kurikulum kita dipenuhi dengan materi olah pikir, sedangkan olah hati, olahraga dan
olah rasa/karsa sisanya (4 jam).
Bertolak dari kondisi tersebut di atas, terasa wajar apabila lomba science
tingkat dunia dimenangkan oleh putra-putra Indonesia, namun dibidang karya
ilmiah, publikasi penelitian, karya inovatif, wakil- wakil kita seringkali kalah
bersaing. Pembentukan karakter dalam diri individu menurut Kemendiknas (2010),
merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan
psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan
18

masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks


tersebut adalah: 1) Olah Hati (Spiritual and emotional development), 2) Olah Pikir
(intellectual development), 3) Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic
development), dan 4) Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).
Demikian pendidikan karakter melalui pembelajaran PJOK adalah proses
pengembangan nilai-nilai untuk mewujudkan manusia berkarakter baik sebagaimana
termaktub daqlam tujuan pembalajaran mata pelajaran PJOK. Berkarakter artinya
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Manusia berkarakter baik dinyatakan dengan hidup
berperilaku benar dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, alam
lingkungan, dan dengan diri sendiri. Lickona (1991) menyatakan bahwa karakter
adalah nilai-nilai yang bersifat operasional atau nilai yang terwujud dalam
perbuatan. Oleh karena itu, pendidikan karakter identik dengan pendidikan nilai.
Penyelenggaraan pendidikan karakter harus berpijak kepada nilai-nilai yang
bersumber dari agama, filsafat, ideologi, sosio-kultural dan psikologi, yang
selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak (yang bersifat
relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan pendidikan.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas
individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani
memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya
menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada
kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas.
Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas
berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya:
hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya
pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan
perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik.
Pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan
manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan
emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam.
19

Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-
benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik
langsung maupun secara tidak langsung. Istilah pendidikan jasmani pada bidang
yang lebih luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran
dan juga tubuh.
Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam „pikiran dan tubuh‟ yang
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik
tubuhjiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan:
psikomotor, kognitif, dan afektif. Pendidikan jasmani berarti program pendidikan
lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa
gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk
mendidik. Mendidik apa? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini
dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan
keterampilan memecahkan masalah, dan keterampilan emosional dan sosial.
Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai
cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang
olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini
adalah „hasil„ dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana
anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai.
Selanjutnya pembelajaran karakter salam Pendidikan PJOK adalah
laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani
harus mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak. Karakter anak
didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta
kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga,
juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah.
Menurut Johansyah Lubis (2007) pendidikan nilai di sekolah yang bisa
diangkat yaitu:
1. Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendiri sebagai lingkungan sosial terdekat
yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas.
20

2. Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan
mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara
instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik.
3. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli
melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra
kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup
bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam
masyarakat.
4. Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan perilaku positif juga
bisa diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri,
5. Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka, olahraga, organisasi,
pelayanan sosial, karya wisata, lomba, kelompok studi, dan teater. Dalam
kegiatan-kegiatan tersebut para pembina melihat peluang dan kemampuannya
menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik
Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang
benar. Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran besar dalam upaya
pengembangan karakter, karena kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani
melibatkan; kognitif, afektif dan psikomotor. Kegiatan olahraga setiap komponen
yang terlibat memiliki fungsi dan peran masing-masing. Ada pemain atau atlet,
pelatih, masit, dan penonton. Masing-masing memiliki peran yang berbeda, dan
tidak ada yang tumpang tindih, misalnya menjadi pemain sekaligus wasit, atau wasit
sekaligus penonton. Karena kejelasan peran tersebut, maka secara ethics, olahraga
dapat digunakan sebaga alat dalam membangun karakter bangsa. Pemain, pelatih,
masit, dan penonton ketika berada di lapangan mematuhi peraturan yang berlaku,
kesadaran mematuhi aturan tersebut menumbuhkan sikap disiplin, sportif dan
bertanggung jawab. Seseorang yang melakukan aktivitas tersebut secara berulang-
ulang, maka akan menumbuhkan kesadaran taat pada aturan yang berlaku, dan
akhirnya memunculkan kebiasaan untuk hidup disiplin, sportif dan bertanggung
jawab terhadap apa yang dia lakukan.
Karakter akan kelihatan dari dimensi afektif dan tidak dapat diwakili oleh
dimensi afektif. Karakter seseorang akan kelihatan dari kehidupan sehari-hari. Sikap
21

jujur, disiplin, sportif, kerja sama dan bertanggung jawab dibangun melalui perilaku,
“bukan teoritik”, sehingga intervensi yang dapat dilakukan adalah merancang
kegiatan berupa aktivitas tertentu yang berbentuk pelaksanaan kegiatan, misalnya
berbentuk festival, loma atau pertandingan. Karakter bukan berbentuk teoritik,
melainkan penerapan dari pengetahuan “baik” yang sudah dimiliki dalam bentuk
kegiatan praktis di lapangan (terlebih untuk pembelajaran PJOK). Pengambangan
karakter dapat dilakukan melalui aktivitas tertentu, misalnya: simulasi permainan
(games), bermain (unsur gerak dan kerjasama), dan aktivitas lain yang dilakukan
secara praktis (kompetisi dan meraih tujuan).
Denikian dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
karakter konsepnya bersifat abstrak, sehingga pemberiannya harus lebih banyak
pada perilaku dan contoh-contoh yang konstruktif. Pendidikan jasmani sebagai alat
pendidikan mempercepat anak dalam mengembangkan karakter. Mengamati realitas
karakter secara kritis, akan lebih dekat pada bentuk permainan, dimana mengamati
realitas moral merupakan pendidikan karakter. Dukungan lingkungan sekolah dan
masyarakat harus dijaga untuk menjaga iklim lingkungan sosial yang baik, agar
mendukung pendidikan karakter. Guru pendidikan jasmani dapat mengajarkan
pendidikan karakter diluar jam pelajaran, terutama saat ektra kurikuler, kegiatan
pramuka, organisasi klub olahraga sekolah dengan melihat peluang yang tepat dalam
pendekatan individu. Sehinga diharapkan Pendidikan jasmani dan olahraga
merupakan laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan
jasmani harus mencoba mengajarkan pendidikan karakter dalam proses belajar
mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.

B. Terjadinya Gangguan-Gangguan Psikologi dalam Belajar dan Mengatasinya


Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi siswa dalam menerima pelajaran
ang akan menimbulkan suatu hambatan dalam suatu proses belajar seseorang.
Dimana dengan adanya hambatan ini dapat menyebabkan seseorang mengalami
kegagalan atau kurang berhasil dalam mencapai tujuannya dalam belajar (Hakim,
2005). Kesulitan belajar ini akan membuat suatu keadaan yang menyebabkan siswa
tidak dapat belajar sebagaimana mestinya). Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai
gangguan otak kecil, gangguan kurang erhatian, gangguan dileksia dan
22

hiperaktivitas (Basable, 2002). Secara garis besar, kesulitan belajar disebabkan


karena dua hal yaitu karena gangguan fisik seprti gangguan pendengaran,
pengeihatan dan bicara, sedangkan gangguan psikologi seringkali tidak nampak
seperti gangguan fungsi minimal otak atau DMP (disfungsi minimal otak).
Gene Zimmer pernah menyatakan bahwa psikologi harus mampu menjelaskan hal-
hal seperti imajinasi, perhatian, intelek, kewaspadaan, niat, akal, kemauan, tanggung
jawab, memori dan lain-lain yang sehari-hari melekat pada diri kita. Tanpa itu, psikologi
tidak akan banyak bermanfaat. Maka dapat dipahami bahwa psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang perilaku, mental, jiwa, dan tingkah laku manusia. Psikologi
membantu kita dalam mempelajari mengenai tingkah laku manusia, karenanya ilmu
psikologi kerap dimanfaatkan untuk mencari solusi atau menyelesaikan masalah.
Kepribadian menggambarkan semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang
terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri
terhadap segala rangsangan, baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan
kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan
kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah
pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan,
kepribadiannya akan semakin matang dan mantap. Sehingga dapat dikatakan
kepribadian seseorang dapat berubah seiring berjalannya waktu dan semakin banyaknya
pengalaman yang dimiliki.
Psikologi Kepribadian adalah ilmu yang mencakup upaya sistematis untuk
mengungkapkan dan menjelaskan pola teratur dalam pikiran, perasaan, dan perilaku
nyata seorang yang mempengaruhi kehidupannya sehari-hari. Psikologi kepribadian
adalah psikologi yang khusus menguraikan tentang struktur pribadi manusia, mengenai
tipe-tipe kepribadian manusia.6 Psikologi kepribadian merupakan salah satu bagian atau
ciri khas yang istimewa dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu
psikologi kepribadian adalah hal yang sangat penting untuk dipelajari. Psikologi
kepribadian, sama halnya dengan cabang-cabang lainnya dari psikologi, memberikan
sumbangan yang berharga bagi pemahaman tentang manusia melalui kerangka kerja
psikologi secara ilmiah. Yang membedakan psikologi kepribadian dengan cabang-
cabang lainnya adalah usahanya untuk mensintesiskan dan mengintegrasikan prinsip-
prinsip yang terdapat dalam bidang-bidang psikologi lain tersebut.
23

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengertian masalah belajar menurut ahli. Ada
yang melihat masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada
yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang
mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985)
mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya,
menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu
dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan
suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian
belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. “Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku
sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara
individu dengan orang lain.
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan
menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Kondisi tertentu itu dapat
berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahankelemahan dan dapat
juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya.
Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja
dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki
kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas.
Jenis-jenis Masalah Belajar dapat dirincikan jenis-jenis siswa yang mengalami
permasalahan dalam belajar, yaitu sebagai berikut:
1) Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai dengan
pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang sama.
2) Siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yakni siswa yang diperkirakan
memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak menggunakan kemampuannya
secara optimal.
24

3) Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri (tingkat IQ
yang diatas rata-rata). Maksudnya, yaitu siswa yang memiliki intelegensi diatas
ratarata normal tetapi tidak mencapai tujuan belajar yang optimal.
4) Siswa yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki bakat
akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan
pendidikan atau pengajaran khusus.
5) Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni keadaan atau kondisi siswa
yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera dan bermalas-malasan. Siswa
yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi atau lingkungan apatis, yang
tidak peduli terhadap perkembangan belajar siswa.
6) Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi
siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan
seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci
guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui dan sebagainya.
7) Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas, yaitu siswa-
siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang
cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan belajarnya.
8) Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama) dalam
hubungan intersosial.
Faktor-faktor penyebab Masalah Belajar dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Faktor intern belajar
Dalam belajar siswa mengalami beragam masalah, jika mereka dapat
menyelesaikannya maka mereka tidak akan mengalami masalah atau kesulitan
dalam belajar. Terdapat berbagi faktor intern dalam diri siswa, yaitu:
 Sikap Terhadap Belajar
 Motivasi belajar
 Konsentrasi belajar
 Kemampuan mengolah bahan ajar
 Kemampuan menyimpan perolehan hasil ajar
 Menggali hasil belajar yang tersimpan
 Kemampuan berprestasi
25

 Rasa percaya diri siswa


 Intelegensi dan keberhasilan belajar
 Kebiasaan belajar
 Cita-cita siswa
2) Faktor ekstern belajar
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses
belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh
lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila
program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai
rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor eksternal belajar. Ditinjau
dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor eksternal yang berpengaruh
pada aktivitas belajar. Faktor-faktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut:
 Guru sebagai pembina siswa dalam belajar
 Sarana dan prasarana pembelajarn
 Kebijakan penilaian
 Lingkungan sosial siswa di sekolah
 Kurikulum sekolah
Dalam ilmu psikologi sendiri mengatasi kenakalan anak ada berbagai cara,
tergantung dari pribadi anaknya dan latar belakang masalahnya. Mengingat setiap
anak memiliki cerita yang berbeda setiap kali mengatakan bahwa mereka menjadi
nakal ataupun sering melanggar aturan. Cara yang tepat mengatasi kenakalan anak:
1. Tingkatkan Agama
Psikologi Agama menjelaskan bahwa kehidupan beragama keluarga menjadikan
seorang anak sebagai seseorang yang tahu akan kewajiban dan batasan atau tidak.
Terkadang saja anak-anak yang sudah mengerti agama dan hal yang dilakukannya
terlarang masih saja ada yang melanggar apalagi mereka yang tidak mempelajari
mengenai agama. Apapun agamanya, semua pasti mengajarkan kebaikan.
Sehingga perlu meningkatkan lagi iman anakanak.
2. Isi Waktu Bersama
Remaja memang bukan anak-anak lagi yang mau pergi dengan orang tua
kemanapun bersama. mengisi waktu luang diserahkan kepada kebijaksanaan
26

remaja tersebut, namun anda sebagai orang tua jangan juga gengsi atau merasa
tidak peduli. Karena seringkali anak remaja yang kurang kasih sayang
mendapatkan kesulitan untuk bercerita dan akhirnya lari pada kenakalan remaja.
Remaja sama seperti anak-anak bahwa mereka membutuhkan materi, juga
membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya..
3. Campur Tangan Orang Tua
Sebagai orang tua, anda hendaknya membantu memberikan pengarahan agar anak
memilih jurusan sesuai dengan bakat, minat dan hobi si anak. Seringkali anak
yang nakal karena mereka tidak terarah untuk melakukan hal positif. Atau bisa
juga wujud dari penolakan mereka akan permintaan anda yang memaksa
menginginkan anaknya mengikuti permintaan anda. Tetapi apabila anak tersebut
tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya anda harus bisa memberikan
pengertian. Namun mereka harus memilih apapun yang telah mereka tentukan,
jangan sampai mereka menyesal dan tidak mau bertanggung jawab.
4. Sugesti Positif
Terkadang beberapa anak berubah menjadi anak nakal akibat pengaruh dan
paksaan atau dari orang atau faktor luar. Bukan karena anak tersebut memang
nakal, Sehingga tugas anda untuk mengatasinya bisa menumbuhkan lebih banyak
pikiran-pikiran positif (kognisi). Bahwa melakukan hal tersebut buruk dan
melakukan hal yang lebih baik akan jauh lebih menyenangkan. Memberikan
sugesti-sugesti positif apa yang seharusnya dilakukan. Sehingga para komunitas
geng motor tersebut dapa bepikir bahwa tindakan mereka itu tidak benar sebagai
contoh juga bisa menjadi hal yang paling ampuh untuk itu.
5. Bergaul dengan Teman Sebaya
Seringkali, banyak orang tua yang membiarkan anaknya bermain dengan siapa
saja. Padahal berbagai orang yang seringkali bergaul dengan bukan teman sebaya
bisa saja mempengaruhinya. Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya,
yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun mungkin masih dalam toleranis. Namun
jika anda membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya
dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa
gaya hidup yang buruk yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.
27

6. Identitas Diri
Identitas diri memang cukup mengganggu banyak anak remaja dimana remaja
mengalami kegagalan menghadapi identitas peran dan lemahnya control diri. Hal
ini menyebabkan kenakalan remaja tersebut bisa dicegah atau bisa diatasi dengan
prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur
orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik, juga
mereka berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
Masalah Ganjaran dan Hukum merupakan alat pendidikan yang bersifat positif
dan negatif, preventif dan korektif, menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Adanya alat pendidikan dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada siswa
untuk belajar lebih giat lagi disamping memberikan peringatan kepada siswa agar
tidak mengulang perbuatan yang salah yang telah dilakukannya saat belajar.
Ganjaran adalah “Alat untuk medidik anak – anak supaya anak dapat merasa
senang, karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan.” Berdasarkan
definisi ini dapat ditegaskan bahwa ganjaran diberikan kepada anak didik sebagai
imbalan terhadap hasil usaha atau prestasi yang telah dicapainya. Dengan adanya
ganjaran dimungkinkan anak didik akan terangsang dan terbiasa melakukan
perbuatan yang baik. Dalam definisi lain disebutkan bahwa ganjaran merupakan “
Sesuatu yang diberikan kepada orang lain karena sudah bertingkah laku sesuai
dengan yang dikehendaki, yakni mengikuti peraturan dan tata tertib yang telah
ditentukan sekolah. Pengertian ini memberikan gambaran bahwa ganjaran diberikan
karena seorang siswa sudah mengikuti peraturan dan tata tertib yang berlaku di
sekolah. Misalnya, siswa masuk tepat pada waktunya, belajar didalam kelas dengan
baik, mengerjakan tugas yang diberikan guru dan lain – lain. Dalam kaitan ini imam
Al – Ghazali memberikan komentar seperti dikutip oleh Zainudin dkk yakni
ganjaran yang diberikan kepada anak karena “Kemudian pada sewaktu – waktu pada
si anak itu telah nyata budi pekerti yang baik dan perbuatan yang terpuji maka
seyogyanya ia dihargai, dibalas dengan sesuatu yang menggembirakan dan dipuji di
hadapan orang banyak (diberi hadiah)”. Pendapat imam Al – Ghazali ini
memberikan penegasan bahwa ganjaran dapat diberikan bilamana anak didik
melakukan sesuatu yang baik, yakni belajar dengan tekun dan serius dan melakukan
28

pekerjaan yang ditugaskan oleh guru. Dalam kaitan ini imam Al – Ghazali membagi
ganjaran menjadi 3 bagian seperti dijelaskan pada kutipan berikut:
1) Penghormatan (penghargaan), baik berupa kata – kata maupun dengan isyarat.
Penghormatan dengan kata – kata misalnya, baik, bagus, baik sekali, pintar dan
lain – lain. Penghormatan dengan isyarat seperti anggukan dengan kepala dengan
wajah berseri – seri, menunjukkan jempol, tepuk tangan, menepuk bahu, dll.
2) Hadiah, yaitu ganjaran yang berupa pemberian sesuatu\materi yang bertujuan
untuk menggembirakan anak. Hadiah tidak perlu berupa barang yang mahal
harganya asal pantas saja. Dan lebih baik jangan sering dilakukan tapi hendaknya
diberikan pada saat yang tepat dan bila memeng dianggap perlu diberikan,
misalnya pada anak yang kurang mampu tapi berprestasi.
3) Pujian dihadapan orang banyak. Ganjaran yang berupa pujian ini dapat diberikan
dihadapan teman-teman sekelas satu sekolahan orang tua wali murid, seperti pada
waktu penerimaan raport atau kenaikan kelas.
Hukuman adalah “Penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan
sengaja oleh seseorang (orang tua, guru) sesudah terjadi suatu pelanggaran,
kejahatan, atau kesalahan”. Pengertian ini memberikan penegasan bahwa hukuman
dijatuhkan kepada seseorang sebagai akibat pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan
yang dilakukan. Dalam pengertian ini makna hukuman, yakni: “Suatu perbuatan
dimana seseorang sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa dengan orang lain dengan
tujuan untuk memperbaiki atau melindungidirinya sendiri dari kelemahan jasmani
dan rohani, sehingga terhindar dari segala macam pelanggaran”. Pengertian ini
menegaskan bahwa hukuman diberikan dengan tujuan untuk memperbaiki kesalahan
yang dilakukan anak didik dan melindungi dirinya dariperbuatan yang kurang baik
sehingga anak didik tidak melakukan kesalahan. Dalam dunia pendidikan, hukuman
adalah Reinforcement yang negatif, tetapi diperlukan dalam pendidikan. Hukuman
dimaksud bersifat mendidik . Hukuman yang mendidik inilah yang diperlukan dalam
pendidikan. Kesalahan anak didik karena melanggar disiplin dapat diberikan
hukuman berupa sanksi menyapu lantai, mencatat bahan pelajaran yang ketinggalan,
atau apasaja yang sifatnya mendidik. Hukuman diberikan oleh guru kepada siswa
sebagai upaya menyadarkan siswa dari kesalahan,pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukannya. Adanya hukuman yang dibrikan oleh guru dimaksudkan untuk
29

memberi peringatan dan rasa jera kepada siswa unutuk tidak mengulangi kesalahan
yang telah dilakukannya ketika belajar yang menyebabkan terganggunya proses
pengajaran di dalam kelas. Dengan adanya hukuman menumbuhkan kesadaran bagi
siswa bahwa apa yang dilakukannya salah dan tidak patut untuk diulangi. Sebagai
alat pendidikan, maka hukuman adalah : “Tindakan yang dijatuhkan kepada anak
secara sadar dan sengaja menimbulkan nestapa itu anak akan menjadi sadar akan
perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya
Demikian dapat disimpulkan bahwa kepribadian anak atau siswa merupakan
sebagai kesan menyeluruh tentang dirinya yang terlihat dalam sikap dan perilaku
kehidupan sehari-hari. Kesan menyeluruh di sini, adalah sebagai keseluruhan sikap
mental dan moral seorang anak yang terakumulasi di dalam hasil interaksinya
dengan sesama dan merupakan hasil reaksi terhadap pengalaman di lingkungan
masing-masing. Untuk itu aspek-aspek kepribadian sangat penting dan berhubungan
dengan pendidikan dalam rangka pembentukan pribadi anak. Untuk membentuk
pribadi anak dalam pembelajaran pasti ada yang namanya masalah belajar. Masalah
belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat
kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Contoh masalah belajar yaitu siswa yang
malas belajar, kekurangan motivasi, dan mempunyai kebiasaan buruk dalam belajar
untuk itu diperlukannya terapi psikologis. Terapi psikologis terhadap kenakalan
anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari pribadi anaknya dan
latar belakang masalahnya. Mengingat setiap anak memiliki cerita yang berbeda
setiap kali mengatakan bahwa mereka menjadi nakal ataupun sering melanggar
aturan. Cara yang tepat mengatasi kenakalan anak diantaranya : meningkatkan nilai
agama, isi waktu bersama, campur tangan orang tua, sugesti positif dan bergaul
dengan teman sebayanya. Atau dengan memberikan ganjaran dan hukuman yang
merupakan alat pendidikan yang bersifat positif dan negatif, preventif dan korektif,
menyenangkan dan tidak menyenangkan. Adanya alat pendidikan dimaksudkan
untuk memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar lebih giat lagi disamping
memberikan peringatan kepada siswa agar tidak mengulang perbuatan yang salah
yang telah dilakukannya saat belajar.
30

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pendidikan karakter konsepnya bersifat abstrak, sehingga pemberiannya harus
lebih banyak pada perilaku dan contoh konstruktif. Pendidikan jasmani sebagai
alat pendidikan mempercepat anak dalam mengembangkan karakter.
Mengamati realitas karakter secara kritis, akan lebih dekat pada bentuk
permainan, dimana mengamati realitas moral merupakan pendidikan karakter.
Dukungan lingkungan sekolah dan masyarakat harus dijaga untuk menjaga
iklim lingkungan sosial yang baik, agar mendukung pendidikan karakter. Guru
pendidikan jasmani dapat mengajarkan pendidikan karakter diluar jam
pelajaran, terutama saat ektra kurikuler, kegiatan pramuka, organisasi klub
olahraga sekolah dengan melihat peluang yang tepat dalam pendekatan
individu. Sehinga diharapkan Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan
laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan
jasmani harus mencoba mengajarkan pendidikan karakter dalam proses belajar
mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.
2. Kepribadian anak atau siswa merupakan sebagai kesan menyeluruh tentang
dirinya yang terlihat dalam sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari. Kesan
menyeluruh di sini, adalah sebagai keseluruhan sikap mental dan moral
seorang anak yang terakumulasi di dalam hasil interaksinya dengan sesama
dan merupakan hasil reaksi terhadap pengalaman di lingkungan masing-
masing. Untuk itu aspek-aspek kepribadian sangat penting dan berhubungan
dengan pendidikan dalam rangka pembentukan pribadi anak. Untuk
membentuk pribadi anak dalam pembelajaran pasti ada yang namanya masalah
belajar. Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa
dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.
Terapi psikologis terhadap anak bermasalah dapat dilakukan dengan berbagai
cara, tergantung dari pribadi anaknya dan latar belakang masalahnya. Cara
31

yang tepat mengatasi kenakalan anak diantaranya : meningkatkan nilai agama,


isi waktu bersama, campur tangan orang tua, sugesti positif dan bergaul
dengan teman sebayanya. Atau dengan memberikan ganjaran dan hukuman
yang merupakan alat pendidikan yang bersifat positif dan negatif, preventif
dan korektif, menyenangkan dan tidak menyenangkan. Adanya alat pendidikan
dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar lebih
giat lagi disamping memberikan peringatan agar tidak mengulang kesalahan.

B. Saran
Dari kesimpulan di atas dapat diberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk mengatasi anak yang bermasalah di sekolah dapat menjadi tugas yang
menantang bagi orang tua atau wali murid. Berikut adalah beberapa langkah
yang dapat membantu mengatasi anak yang bermasalah di sekolah:
a. Identifikasi masalah, perlu mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh
anak di sekolah untuk dapat mencari solusi yang tepat.
b. Berkomunikasi dengan guru, untuk mendapatkan informasi yang lebih
lengkap tentang masalah yang dihadapi oleh anak di sekolah. Guru dapat
memberikan saran atau rekomendasi yang berguna untuk membantu anak.
c. Berbicara dengan anak, untuk memahami perasaannya tentang masalah
yang dihadapi di sekolah. Ajak anak berbicara terbuka dan dengarkan
dengan baik apa yang dia katakan. Dorong anak untuk berbicara tentang
solusi dan alternatif yang dapat dilakukan.
d. Berikan dukungan, anak bermasalah di sekolah membutuhkan dukungan
yang kuat dari orang tua atau wali murid. Berikan motivasi positif dan
dorongan untuk membantu anak Anda merasa lebih percaya diri dan optimis
tentang masa depannya. Ajak anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan
ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan keterampilan sosial,
kepercayaan diri, dan keterampilan akademik.
e. Konsultasi dengan ahli, jika masalah yang dihadapi oleh anak terlalu rumit,
Anda dapat mencari bantuan dari ahli seperti psikolog atau konselor. Ahli
dapat memberikan saran dan bimbingan yang tepat untuk mengatasi
masalah yang dihadapi oleh anak Anda.
32

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sujanto (2016). Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru.


Ahmad Fauzi (2007). Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia.
Gichara, Jenny (2006), Mengatasi Perilaku Buruk Anak, Jakarta: Kawan Pustaka.
Jaya, Yahya. (2014) Spiritualisasi Islam Dalam Menumbuhkembangkan
Kepribadian dan Kesehatan Menta. Jakarta : Ruhama.
Meliala, A. Badan Narkotika Nasional dan Jebakan Kelembagaan. Jurnal Peradilan
Indonesia, 5, no.01 (2016).
Ngalim Purwanto. (2000) Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Purwanto, Yadi (2017) Psikologi Kepribadian: Integritas Nafsiyah Dan ‘Aqliyah,
Perspektif Psikologi Islam. Bandung : Refika Aditama.
Skarjawi (2011). Pembentukan Kepribadian Anak: “Peran Moral, Intelektual,
Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri”, Jakarta:
Bumi Aksara.
Soeharto, Analisis Interpretasi Elit Pendidikan Indonesia tentang Ideologi
Pendidikan Nasional. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JPP), 17 no.01
(2010).
Singgih D. Gunarsa, (2000) Psikologi Praktik Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta:
Gunung Mulia.
Tohidi, Abi Iman. Konsep Pendidikan Karakter Menurut AlGhazali Dalam Kitab
Ayyuhal Walad”, OASIS: Jurnal Ilmiah Kajian Islam, 2, no.01 (2017)
https://dosenpsikologi.com/cara-mengatasi-kenakalan-remaja-menurut-psikologi.
https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/10/pengertian-ganjaran-dan-
hukuman.html?m=1
http://syawalarabic.blogspot.com/2015/11/makalah-psikologi-gangguan-
belajarpada.html?m=1
33

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 6
D. Manfaat Penulisan ...................................................................................... 6
E. Metode penulisan ....................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 7
A. Pengertian Kepribadian dan Aspek Kepribadian ....................................... 7
B. Struktur Kepribadian .................................................................................. 10
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian ....................................... 14
BAB III PEMBAHASAN .....................................................................................,..... 16

A. Konsep Pembinaan Karakter Peserta Didik Melalui Pembelajaran PJOK 16


B. Terjadinya Gangguan-Gangguan Psikologi dalam Belajar dan
Mengatasinya ............................................................................................. 21

BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 30


A. Kesimpulan .................................................................................................. 30
B. Saran ........................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai