Anda di halaman 1dari 44

15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Hakikat Olahraga Menembak

Keberhasilan seorang atlet menembak dipengaruhi oleh berbagai faktor

penunjang seperti kemampuan fisik meliputi daya tahan, kelentukan dan

kekuatan. Selain kemampuan fisik, kemampuan teknik pun mempengaruhi

keberhasilan seorang atlet menembak. Bila salah satu fakor diabaikan, maka

tujuan akhir yaitu pencapaian prestasi yang optimal tidak akan tercapai.

Keterampilan menembak merupakan gabungan dari beberapa faktor pendukung.

Faktor pendukung antara lain : 1) Kemampuan fisik dan otot-otot untuk sikap atau

posisi yang baik, 2) Kemampuan teknik membidik, pengendalian trigger,

pengaturan nafas dan pegangan grip secara sempurna, 3) Kesiapan mental untuk

menghadapi lawan. Bila faktor-faktor tersebut dapat dikuasai oleh seorang

penembak, maka dalam melakukan penembakan tidak menjadi suatu kendala dan

hasilnya pun akan lebih optimal.

1. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Menembak

1.1 Kemampuan Fisik

Kemampuan fisik bagi setiap manusia merupakan faktor dasar untuk

beraktivitas sehari-hari. Seorang atlet yang memiliki kondisi fisik yang prima,

maka atlet tersebut akan mudah untuk mengerjakan tugasnya sebagai atlet yaitu

untuk berlatih dan bertanding. Untuk memiliki kondisi fisik yang baik atlet
16

tersebut harus berlatih, dan latihan tersebut haruslah disusun secara teliti serta

dilaksanakan secara cermat dan penuh disiplin. Kosasih (1993:105) menjelaskan :

Latihan kondisi fisik memegang peranan penting bahkan sangat penting


dalam program latihan seorang atlet. Program latihan kondisi fisik haruslah
direncanakan secara baik dan sistematik, ditujukan untuk meningkatkan
kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga
dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik.

Selain membahas latihan kondisi fisik, dalam olahraga menembak sikap

atau posisi adalah faktor yang sangat perlu diperhatikan untuk memperoleh hasil

yang baik. Dalam mengambil posisi atau sikap menembak, faktor ini harus benar-

benar dapat menunjang atau mengarahkan keseluruhan dari proses menembak

secara sempurna, dan ini memerlukan suatu penyesuaian dengan keadaan

anatomis dari si penembak itu sendiri. Kita mengenal sikap ini dalam 2 (dua)

jenis:

1. Sikap atau posisi yang terlihat secara fisik (Outer Stand)

Penembak pistol dengan posisi berdiri yang stabil, dalam hal ini posisi

kaki harus stabil untuk dapat menunjang tubuh dengan benar, penembak harus

dapat membagi keseimbangan antara titik berat badan dengan senjata untuk

mendapatkan kestabilan dalam melaksanakan setiap tembakan. Diusahakan agar

pada pengulangan-pengulangan selanjutnya posisi ini tetap sama. Hal ini

dimaksudkan agar stabilitas hasil perkenaan dapat dipertahankan secara terus

menerus.

Demikin juga letak pipi pada popor, diusahakan agar penempatan kepala

tetap tegak, jangan sampai kepala dimiringkan untuk dapat menempatkan mata di
17

belakang lobang diopter. Perlu juga diperhatikan posisi tinggi rendahnya letak

popor harus benar-benar disesuaikan dengan postur si penembak yang

bersangkutan. Bagi seorang penembak pistol, untuk mendapatkan suatu posisi

atau sikap yang benar agar dapat melaksanakan penembakan secara sempurna,

dapat kita bahas mulai dari bawah sebagai berikut :

a) Kaki sedikit terbuka, tetapi tidak melebihi dari lebar bahu.

b) Badan tegak tetapi rileks.

c) Kepala tegak dan mengarah ke arah sasaran sejajar dengan garis pandang

secara wajar (tidak dipaksakan).

Setelah diperoleh suatu sikap dasar yang diinginkan, penembak siap untuk

melakukan tahapan berikutnya untuk mengangkat senjata. Dalam kegiatan ini,

pergelangan tangan atau siku dan otot-otot bahu, dalam keadaan kontraksi. Untuk

memperoleh suatu posisi yang benar, kita dapat melakukan pengecekan sebagai

berikut : arahkan bidikan ke sasaran kemudian cek sikap atau posisi dengan cara

menutup kedua mata dan bernafas secara wajar. Keseluruhan penjelasan di atas

hanyalah merupakan ”sikap dasar”, di mana seorang pemula pun dapat

mempelajarinya secara detail dan menguasainya dengan cepat.

2. Sikap yang timbul atau terdapat dalam diri pribadi (Inner Stand)

Faktor lain yang mendukung kesempurnaan sikap atau posisi menembak

adalah hal-hal yang bersumber dari dalam pribadi yang disebutkan sebagai ”Inner

Stand”. Seberapa besar kita mengerahkan tenaga otot dalam memegang senjata

dan sebagainya, adalah sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap

kesempurnaan hasil tembakan. Jarang penembak yang dapat secara sempurna


18

menguasai sikap ini, namun bila sikap ini secara sempurna dapat dikuasai, tidak

akan terjadi kesalahan pada penembakan dan saling menunjang satu dengan yang

lainnya.

Jika kita mempergunakan otot untuk memegang senjata, senjata akan

cenderung begerak atau bergetar, walaupun suatu posisi sudah tepat dan stabil.

Sebaliknya bila ”Inner Stand” sudah dikuasai secara sempurna, tetapi posisi salah

(tidak mengarah secara benar ke sasaran), senjata memang bisa tetap diam tapi dia

akan bergerak ke kiri/ ke kanan, dan akan percuma membetulkan kesalahan ini,

kalau kita tetap berada pada posisi yang salah tersebut.

Jika kesalahan disebabkan sikap atau posisi tubuh, kita dapat

memperbaikinya segera, dan secara sadar kita dapat mengetahuinya, apakah

karena keletihan, apakah karena terlalu lama menahan senjata, atau posisi tidak

mengarah secara sempurna. Bila ini yang menjadi sebab, segera turunkan senjata

dan dapat mulai dari awal lagi. Namun jika itu merupakan kesalahan yang

bersumber dari dalam diri pribadi, akan lebih sulit kita dapat mengetahuinya.

Jangan lakukan penembakan bila terdapat keraguan walau sekecil apapun, dan hal

seperti ini perlu ditekankan pada penembak.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa olahraga menembak merupakan

olahraga yang kompleks, maka selain kebutuhan fisik yang baik diperlukan juga

kemahiran teknik dan keadaan mental yang baik supaya seorang atlet menembak

dapat membidik secara sempurna.


19

a) Daya tahan

Daya tahan merupakan suatu unsur kondisi fisik yang dibutuhkan hampir

semua cabang olahraga, selain itu daya tahan merupakan modal dasar dari

pembentukan fisik sehingga dapat melakukan barbagai aktivitas atau kegiatan

olahraga. Mengenai batasan daya tahan dijelaskan oleh Juliantine dkk (200:3.13)

yaitu : ”Daya tahan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam

waktu yang lama”. Latihan untuk daya tahan waktu pelaksanaanya harus lama

atau bentuk latihan apapun yang memaksa tubuh untuk bekerja dalam waktu yang

lama, atau melakukan latihan dengan pengulangan yang banyak. latihan daya

tahan termasuk latihan pada tingkat aerob, artinya suplay O2 masih cukup untuk

melayani intensitas latihan yang dilakukan.

Pada olahraga menembak yang diperlukan yaitu daya tahan otot, karena

pada proses pelaksanaan menembak relatif memerlukan waktu yang lama. Latihan

untuk mengembangkan daya tahan otot yaitu dengan latihan tahanan, dan latihan

tahanan ini bisa dengan menggunakan beban badan sendiri misalnya latihan

jogging, sit up (perut dan paha belakang), back up (punggung), skip rope, balance

statis (perut), side jump (seluruh otot kaki terutama bagian luar), push up (bahu

dan dada) serta dengan beban buatan misalnya latihan weight training.

b) Kelentukan

Pada setiap cabang olahraga aspek kelentukan sangat diperlukan untuk

bisa melaksanakan keterampilan gerak yang akan dilakukan. Batasan mengenai

kelentukan disebutkan Harsono (2001:15) adalah ”Kemampuan untuk bergerak

dalam ruang gerak sendi.” Pada setiap cabang olahraga kelentukan memegang
20

peranan sangat penting terutama dalam proses pergerakan sendi-sendi maupun

otot yang memerlukan gerak yang sangat luwes dan harus dimiliki setiap atlet,

sebab dengan kelentukan yang tinggi merupakan modal dasar bagi tubuh. Pada

cabang olahraga menembak kelentukan merupakan komponen kondisi fisik yang

sangat berpengaruh dalam proses latihan serta dapat memberikan beberapa

manfaat seperti menghindari cedera, mempermudah tubuh untuk

mengkoordinasikan gerak tubuhnya dalam menjangkau poin-poin yang sulit

diraih. Adapun beberapa cara untuk melatih kelentukan seperti halnya

dikemukakan oleh Santosa (2007:164) ”Terdapat 4 (empat) cara (metode) latihan

untuk mengembangkan kelentukan yaitu (1). Peregangan dinamis, (2).

Peregangan statis, (3). Peregangan pasif, (4). Peregangan kontraksi-relaksasi

(PNF).” Keempat faktor tersebut merupakan tahapan yang harus dilakukan oleh

atlet dalam melatih kelentukan tubuh.

c) Kekuatan

Olahraga menembak memiliki karakteristik yang cukup dinamis dalam

unsur kekuatan hal ini sangat mempengaruhi pada saat hasil tembakan harus dapat

mencapai sasaran yang tepat. Kekuatan otot dijelaskan Ixdiana (2006:28) adalah

”Kemampuan otot untuk membangkitkan tenaga atau kontraksi otot pada suatu

beban yang diberikan”. Kekuatan otot adalah komponen yang sangat penting guna

meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan, karena kekuatan merupakan daya

penggerak setiap aktifitas fisik, kekuatan juga sebagai pemegang peranan penting

dalam melindungi atlet dari kemungkinan cedera, dengan kekuatan atlet dapat
21

melempar dan menendang lebih jauh, memukul lebih keras, dan membantu

memperkuat stabilitas sendi-sendi.

Kegunaan kekuatan pada cabang olahraga menembak yaitu : ketika tangan

harus memegang senapan dan pistol untuk menopang berat dari senapan dan

pistol tersebut, dan kaki untuk menahan pijakan guna membantu dalam

menempatkan tubuh pada sikap atau posisi yang aman, sehingga bidikan tepat

pada sasaran.

1.2 Kemampuan Teknik

Cabang olahraga menembak mensyaratkan setiap atlet untuk memiliki

kemampuan teknik membidik, pengendalian trigger, pengaturan nafas dan

pegangan grip secara sempurna. Latihan teknik menurut Harsono (1988:100)

adalah ”Latihan yang khusus dimaksudkan guna membentuk dan

memperkembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan

neuromuscular.” Olahraga menembak dalam prakteknya memerlukan penguasaan

teknik yang benar oleh atletnya. Dengan teknik yang benar akan membantu atlet

tersebut dalam upaya pencapaian prestasi yang maksimal. Dalam olahraga

menembak teknik yang harus dikuasai yaitu : (1) Teknik membidik, (2) Teknik

pengendalian trigger, (3) Teknik pengaturan nafas, dan (4) Pegangan grip secara

sempurna. Keempat teknik tersebut harus dilatih sejak awal, supaya dalam

perkembangan selanjutnya atlet tersebut akan mudah untuk menguasai teknik

yang lebih sulit.


22

1. Membidik

Sudah merupakan suatu pengetahuan secara umum bahwa, ”membidik”

adalah suatu tindakan/ cara meluruskan sejata pada suatu sasaran yang

diinginkan melalui alat bidik, dan dan ini merupakan salah satu dari dasar

menembak yang telah ditentukan sebelumnya. Teknik membidik yang cukup

berhasil digunakan (dan ini merupakan yang sangat dianjurkan) adalah dengan

menggunakan apa yang dikenal dengan sistem daerah bidikan (Aiming Area),

dan pada saat membidik tersebut fokus mata si penembak tertuju ke ”fisir

belakang”.

Hal ini dimaksudkan agar fisir depan maupun bundaran hitam sasaran

masih terlihat agak jelas. Khusus bagi penembak senapan, perlu diperhatikan

jarak antara mata dengan diopter belakang, tidak lebih kecil dari 5cm dan tidak

lebih besar dari 15cm. Yang penting jarak ini harus tetap disaat melaksanakan

bidikan. Teknik yang dipakai dalam membidik ini, harus dibina dan dilatih

secara seksama agar mendapatkan suatu tindakan yang otomatis, dan hal ini

akan didapat berkat suatu latihan intensif yang dilakukan secara terus menerus.

Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada saat membuat gambar

bidik adalah karena kurang telitinya sipenembak menempatkan fisir depan,

atau karena penyimpangan senjata dari garis bidik pada saat menarik trigger.

Karena pandangan hanya mungkin terfokus pada suatu titik sebentar saja, dan

tidak mungkin juga lama menahan senjata dengan betul-betul diam, maka pada

saat yang ”sebentar” itulah diharapkan tembakan lepas, sehingga senjata yang
23

saat itu berada pada posisi yang paling stabil akan bergerak hanya diseputar

daerah bidikan (Aiming Area).

2. Teknik Pengendalian Trigger

Pada saat penarikan trigger, gerakan ini tidak akan memberikan

perubahan yang berarti terhadap senjata secara keseluruhan, sementara itu

penembak tetap berusaha mempertahankan gambar bidik yang telah dibuat.

Secara logika, setiap orang akan mampu menarik trigger secara mudah tanpa

harus terpaku pada bidikan. Namun bagaimana cara penguasaan terhadap

penggunaan senjata secara keseluruhan agar memperoleh hasil yang maksimal,

merupakan hal yang sukar.

Waktu untuk membidik dan melepas tembakan adalah sangat penting.

Jika terlalu cepat akan menimbulkan hentakan, tapi bila terlalu lama akan

menimbulkan keletihan otot, kekurangan udara (dalam bernafas), sehingga

keinginan untuk manerik nafas menjadi tidak tertahan, dan membuat sudut

bidikan tidak tetap. Kalau penembak menunda menekan trigger sampai sudut

bidikan benar-benar tepat dipandangan mata, penembak akan menjadi terlalu

lama menahan senjata, akibatnya pada saat penembak benar-benar menarik

triggernya bidikan sudah tidak stabil.

Dengan demikian tembakan harus dilepas pada saat yang optimum,

yakni pada saat bidikan stabil, dan ini berkisar antara detik ke 5 sampai detik

ke 8 setelah melakukan bidikan. Mungkin ada perbedaan dalam melepas

trigger ini, bagi pistol teknik melepaskan trigger sebaiknya adalah pada saat

penembak mulai mengangkat senjata ke daerah badikan, dia harus sudah mulai
24

memberikan tekanan pada trigger (menekan trigger) sampai saat ini penembak

mulai mendapat sudut pandang (sight) yang baik. Begitu penembak sudah

dapat mendapatkan bidikannya tanpa disadari, namun bagi penembak senapan

(match) hal ini mungkin lebih riskan sebelum penembak benar-benar dapat

menempatkan posisi dengan baik, karena hal ini menyangkut spesifikasi

senapan dengan segala perlengkapan tambahannya. Akan lebih baik penembak

melakukan usaha yang berulang-ulang untuk dapat melepaskan tembakan pada

saat yang tepat, dari pada melakukan suatu tindakan pemaksaan.

3. Teknik Pengaturan Nafas

Sudah sama-sama kita ketahui bahwa pada saat membidik dan

melepaskan tembakan, tidak boleh terjadi suatu ketegangan, baik pada otot-otot

maupun seluruh badan. Walaupun perlu untuk tidak bernafas pada waktu

melepas tembakan, akan tetapi tidak perlu untuk mengisi paru-paru sebanyak

½ sampai ⅔ dari kapasitas paru-paru.

Hal ini hanya akan menambah usaha paru-paru untuk mengeluarkan

udara yang telah dipakainya saat tembakan dilepaskan. Teknik yang digunakan

dalam pengaturan nafas pada saat menembak adalah : Tariklah nafas secara

normal sebelum/saat mengangkat senjata lalu keluarkan, dan pada saat kita

mengeluarkan udara dari paru-paru, kita akan merasakan bahwa pengeluaran

udara ini pada suatu waktu akan berhenti dengan sendirinya, pada waktu inilah

nafas ditahan untuk membidik dan melepas tembakan. Jika tembakan tidak

lepas setelah waktu lebih dari 10 detik, turunkan senjata dan ulangi gerak

semula.
25

Pada saat pengeluaran udara ini, secara anatomis ruang/rongga dada

akan mengecil atau normal dan otot-otot dalam keadaan rileks. Pada titik atau

keadaan relaksasi inipun, sebenarnya kita masih bisa mengeluarkan suatu

kuantitas udara yang baik pada saat pengambilan nafas, yang cukup untuk

memberikan kebutuhan bagi tubuh selama melepas tembakan.

4. Teknik Pegangan Grip

Sehubungan dengan prinsip-prinsip dasar menembak yang telah

dijelaskan, faktor penting yang merupakan dasar dari keseluruhan proses

sampai melepaskan suatu tembakan, dan nilai akhir dari suatu tembakan, juga

tergantung dari bagaimana cara memegang senjata. Koordinasi bidikan dan

kontrol trigger yang paling sempurna sekalipun, tidak dapat memperbaiki hasil

perkenaan dari suatu pegangan senjata yang kurang sempurna.

Untuk dapat memegang senjata dengan benar, perlu diperhatikan letak

maupun tekanan telapak tangan terhadap grip, dan ini harus sama setiap saat.

Melalui grip senjata, berat senjata terbagi rata keseluruh tangan. Tekanan jari

lainnya juga harus tetap, karena ini dapat mempengaruhi arah senjata saat

meledak. Jika genggaman grip tidak stabil atau letaknya tidak benar, hasilnya

adalah tembakan yang terpencar-pencar. Seperti telah dijelaskan bahwa variasi-

variasi perorangan banyak mempengaruhi sikap dan posisi keseluruhan, maka

dengan suatu latihan fisik (secara khusus) serta latihan dengan menggunakan

senjata yang cukup lama, diharapkan kemampuan untuk dapat menguasai

senjata ini dapat meningkat secara sempurna.


26

1.3 Aspek Mental Untuk Menghadapi Sasaran

Manusia adalah kesatuan dari jiwa dan raga, dan antara keduanya

merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Pengaruh yang dirasakan oleh

jiwa akan dirasakan pula oleh raga kita. Pada waktu berolahraga atau bertanding

atlet akan dipengaruhi oleh mental emosional yang ditimbulkan oleh pertandingan

tersebut, misalnya stress menghadapi beratnya latihan, sasaran prestasi yang harus

dicapai, menghadapi juri dan penonton, lingkungan yang kurang mendukung, dan

prasarana yang kurang. Semua itu, prestasi atlet akan terhambat bila atlet yang

bersangkutan tidak memiliki mental emosional yang baik. Mengenai pentingnya

mental emosional bagi atlet, Sudibyo (2001:5) menjelaskan :

Mental training adalah latihan untuk meningkatkan keterampilan dan


mengembangkan kekuatan mental secara sistematis dalam jangka panjang
untuk : (1) menguatkan kemauan, (2) mengontrol stabilitas emosional, (3)
mengembangkan pemikiran, motivasi, sikap, keyakinan, dan tingkah laku,
serta (4) meningkatkan proses jasmaniah dan kinerja individu.

Peranan masalah-masalah kejiwaan mempunyai pengaruh yang penting,

malah kadang-kadang menentukan, di dalam usaha orang atau atlet untuk

mencapai prestasi yang setinggi-tingginya”.

Cabang olahraga menembak pada prakteknya sama seperti cabang

olahraga lain. Cabang olahraga ini berisi hal-hal yang sedikitnya menuntut dan

menekankan atlet di dalam latihan maupun pertadingan supaya dapat berprestasi

dan supaya atlet dapat konsisten mempertahankan prestasi yang telah didapatnya,

dengan demikian atlet akan merasa terbebani menghadapi tugas yang


27

dilaksanakannya. Untuk mengurangi sekaligus mempertinggi kualitas mental

seorang atlet, Satiadarma (2000:174) menjelaskan:

Latihan keterampilan psikologis (psychological skils training) merupakan


bentuk umum dari berbagai bentuk latihan seperti latihan mental (mental
tarining/mental rehealsal, latihan konsentrasi, merangsang sasaran (goal
setting), relaksasi, hipnosis diri (self-hypnosis) dan lain-lain.

Untuk mencegah dan mempertinggi kesehatan mental atlet, pada proses

latihannya seorang atlet diberikan latihan mental berupa latihan kondisi fisik yang

mencakup beberapa komponen seperti daya tahan, kekuatan, kelentukan dan lain-

lain. Dengan usaha tersebut, diharapkan seorang atlet dapat berprestasi tinggi dan

dapat memiliki mental kuat guna menghadapi segala stress yang mungkin terjadi.

2. Perlengkapan dan Fasilitas Olahraga Menembak

2.1 Perlengkapan Olahraga Menembak

Menembak merupakan olahraga beresiko tinggi yang membutuhkan

lapangan yang cukup luas dan membutuhkan tempat-tempat tertentu, seperti

tempat untuk atlet, juri dan pelatih dalam melaksanakaan kegiatan ini. Disamping

fasilitas yang cukup spesifik olahraga ini juga membutuhkan dukungan berbagai

perlengkapan yang khusus pula. Perlengkapan tersebut sebagaiman tercantum

dalam buku OFFICIAL STATUTES RULES AND REGULATIONS (ISSF)

(2005:283-295) adalah sebagai berikut : (1) Pelindung Telinga (Ear Protection),

(2) Penutup Mata (Side Blinders), (3) Jaket Menembak (Shooting Jacket), (4)

Celana Menembak (Shooting Trousers), (5) Sarung Tangan Menembak (Shooting

Glove), (6) Sepatu (Shoes), (7) Senjata Laras Panjang (Air Long Rifle), (8)
28

Senjata Laras Pendek (Air pistol), (9) Peluru (Pellet) dan (10) Kertas Target

(Target Papper). Secara rinci berikut merupakan penjelasan dari alat-alat tersebut:

1. Pelindung telinga (Ear protection)

Penutup telinga merupakan sebuah pelindung yang digunakan oleh

penembak pada saat latihan maupun latihan, untuk lebih jelasnya mengenai

pelindung telinga ISSF (2005:283) mengemukakan :

All shooters and other person in the immediate vicinity of the firing line
are urged to wear ear plugs, ear muffs, or similar ear protection. Ear
protection incorporating any type of receiving devices are not permitted for
shooters.

Gambar 2.1. Pelindung Telinga

Maksud dari kutipan di atas adalah semua penembak dan semua orang

yang berada disekitar area menembak diwajibkan menggunakan penyumbat

telinga, dan pelindung telinga. Penembak tidak diizinkan untuk

menggabungkan kedua pelindung telinga tersebut. Pelindung telinga yang

biasa digunakan pada proses menembak disesuaikan dengan ukuran telinga

penembak karena jika ukuran tidak sesuai akan mengganggu konsentrasi


29

2. Penutup mata (Side blinders)

Penutup mata adalah alat yang digunakan oleh penembak ketika

melakukan pembidikan dan berfungsi membantu penembak agar pandangan

mata tetap fokus pada sasaran dan penutup mata ini memiliki aturan, yang

diatur oleh ISSF (2005:284-294) mengemukakan, sebagai berikut:

A blinders may be attached to the rifle or to the rear sight. the blinders
must not be more than 30 mm deep (A) not or extend further than 100 mm
from the center (B) of the rear sight aperture on the side of the non aiming
eye. a blinders must not be used on the side of the aiming eye. Side blinders
attached to the hat, cap, shooting glasses, or to a head band, not exceeding
40mm deep (A) are permitted. these blinders must not extend further forward
than to a line from the center of the forehead.

Gambar 2.2. Pelindung Mata

Maksud dari kutipan di atas adalah sebuah penutup mata dapat

diletakan pada senapan atau di depan penglihatan. Lebar penutup mata tidak

boleh lebih dari 30 mm dan jarak dari mata ke penutup tidak lebih dari 100

mm. Panjang penutup mata tidak melebihi 40mm. Penutup mata ini panjangnya

tidak harus melebihi garis dari tengah dahi. Penutup mata tidak boleh

digunakan pada sisi mata yang bertujuan untuk membidik sasaran. Sisi penutup

mata dapat dipasang pada topi, kacamata menembak, atau pengikat kepala.
30

3. Jaket menembak (shooting jacket)

Jaket menembak adalah jaket yang dibuat khusus untuk cabang

olahraga menembak, karena memiliki fungsi:

• Untuk mengurangi denyut nadi

• Untuk mengurangi rasa sakit pada saat menopang senjata

• Membantu mengikat tubuh

• Menstabilkan dan mengokohkan posisi

Adapun aturan yang harus diperhatikan pada jaket, diatur oleh ISSF

(2005:297-298) mengemukakan , sebagai berikut:

The body and sleeves of the jacket, including the lining, must not exceed
2,5mm in single thickness and 5mm in double thickness at any point where
flat surfaces may be measured.Tthe jacket must not be longer than the bottom
of the balled fist. The maximum size of the pocket is 250mm high from the
lower edge of the jacket and 200mm wide. All inside pockets are prohibited.
Only one exsternal pocket is permitted, located on the right front side (left
front side for left hand shooters) of the jacket.

Gambar 2.3. Jaket Menembak

Penjelasan dari kutipan di atas adalah tubuh dan lengan jaket,

termasuk lapisan itu, jika satu lapis tidak boleh melebihi ketebalan 2,5 mm

dan ketebalan 5mm di ganda pada setiap titik di mana permukaan datar dapat
31

diukur. Jaket itu tidak boleh lebih dari bagian bawah mengepalkan kepalan.

Ketebalan maksimum, termasuk bahan jaket dan semua lapisan tunggal

ketebalannya 10mm atau 20mm, ketika diukur sebagai ketebalan ganda.

Ukuran maksimum saku adalah 250mm dari tinggi tepi bawah jaket dan lebar

200mm. Tidak boleh ada banyak saku, karena hanya satu saku exsternal yang

diizinkan, terletak di sisi kanan depan (kiri bagian depan untuk penembak

tangan kiri) dari jaket.

4. Celana menembak (shooting trousers)

Celana menembak adalah celana yang dibuat secara khusus bagi para

penembak, seperti halnya jaket yang memiliki fungsi sama dengan celana

menembak. Celana menembakpun memiliki aturan yang harus diperhatikan,

karena sudah menjadi standar pakaian dalam cabang olahraga menembak.

Aturan yang harus diperhatikan pada celana menembak, diatur oleh ISSF

(2005:299) mengemukakan , sebagai berikut:

The trousers, including the lining, must not exceed 2,5mm in single
thickness and 5mm in double thickness at any point where flat surfaces may
be measured. The top of the trousers must not fit or be worn higher on the
body than 50mm above the crest of the hip bone.
32

Gambar 2.4. Celana Menembak

Adapun penjelasan dari kutipan di atas adalah ketebalan celana satu

lapis tidak boleh lebih dari 2,5 mm dan ketebalan 5mm di ganda pada setiap

titik di mana permukaan datar dapat diukur. Bagian atas celana tidak harus

sesuai atau lebih tinggi dikenakan pada tubuh dari 50 mm di atas puncak

tulang pinggul.

5. Sarung tangan menembak (Shooting glove)

Sarung tangan menembak merupakan alat penunjang yang digunakan

oleh seorang penembak, sarung tangan ini digunakan hanya pada event Air

Rifle (senapan). Sarung tangan hanya untuk penembak senapan yang

berfungsi untuk membantu menopang senjata agar tangan tidak sakit/ cedera

dan senjata tidak selip dari tangan. Sarung tangan menembak memiliki aturan

yang harus diperhatikan, diatur oleh ISSF (2005:300) mengemukakan :

The total thickness must not exceed 12mm when measuring front and
back materials together at any point other than on seams and joints. The
glove must not extend more than 50 mm beyond the wrist measured from the
centre of the wrist knuckle (shooting gloves) any strap or other closure device
at the wrist is prohibited. However a portion of the wrist may be elasticated
33

to enable the glove to be put on, but it must leave the glove loose around the
wrist .

Gambar 2.5. Sarung Tangan Menembak

Penjelasan dari kutipan di atas adalah sarung tangan menembak

memiliki ketebalan total tidak boleh melebihi 12 mm pada saat mengukur

bahan depan dan belakang bersama di titik lain daripada lapisan dan sendi.

Panjang sarung tangan tidak lebih dari 50 mm di luar pergelangan yang

diukur dari pusat buku jari pergelangan tangan (menembak sarung tangan).

Setiap tali atau perangkat penutupan lainnya di pergelangan tangan adalah

dilarang. Namun sebagian dari pergelangan tangan mungkin elastis untuk

memungkinkan sarung tangan yang akan dipakai, tetapi harus meninggalkan

sarung bergerak bebas di sekitar pergelangan tangan.

6. Sepatu (Shoes)

Sepatu menembak berbeda dengan sepatu yang digunakan oleh atlet

pada cabang olahraga lain karena sepatu menembak memiliki beberapa fungsi

yang berbeda, yaitu :

• Agar tidak licin pada saat meninjak lantai.


34

• Membantu mengikat pergelangan kaki agar lebih stabil pada

posisi berdiri dan berlutut.

Adapun aturan yang harus diperhatikan pada sepatu menembak,

karena memiliki spesifikasi yang khusus, diatur oleh ISSF (2005:292-293),

menjelaskan bahwa :

The material of the upper (above the line of the sole) must be of soft.,
flexible, pliable material, not thicker than 4mm, including all linings, when
measured on any flat surfaces. Maximum thickness of the sole at the toe
10mm, overall length of shoe according to size of wearers foot. maximum
height of shoe not to exceed two-thirds (2-3) length 10mm. upper part of the
shoe maximum thickness 4mm, the extension of the toe of the sole must be not
more than 10mm in front of the shoe and may be cut at an angle on the sole of
either or both shoes. No other extension of the sole in length and width
permitted.

Gambar 2.6. Sepatu Menembak

Maksud dari kutipan di atas bahwa bahan dari bagian atas (di atas

garis tunggal) harus yang lembut, lentur, bahan halus, tebalnya tidak lebih

dari 4 mm, termasuk semua lapisan, bila diukur pada permukaan datar.

Ketebalan maksimum alas sepatu adalah 10 mm, panjang keseluruhan sepatu

sesuai dengan ukuran kaki pemakai. Tinggi maksimum sepatu tidak melebihi

dua-pertiga (2/3) panjang sepatu, bagian atas bahan sepatu maksimum

ketebalan 4 mm. Perpanjangan ujung satunya harus tidak lebih dari 10 mm di

bagian depan sepatu dan dapat dipotong pada sudut di telapak salah satu atau
35

kedua sepatu. Tidak ada ekstensi lain dari tunggal panjang dan lebar

diperbolehkan.

7. Senjata laras panjang (Air long rifle)

Senjata laras panjang sering disebut dengan senapan angin adalah

senapan yang menggunakan prinsip pneumatik yang menembakkan proyektil

dengan menggunakan tenaga udara atau sejenis gas tertentu yang

dimampatkan. Senapan angin biasanya digunakan untuk cabang olahraga

menembak dan dapat digunakan untuk berburu binatang kecil seperti burung

dan tupai. (http://id.wikipedia.org/wiki/Senapan_angin). Senapan hanya boleh

diisi dengan satu peluru setiap pembidikan.

Pertandingan menembak untuk senapan dibagi menjadi beberapa

event, yaitu: 1) 300m Rifle, 2) 300m Standard Rifle, 3) 50m Rifle, dan 4)

10m Air Rifle. Pada pelaksanaan PORDA JABAR XI-2010 event yang

dipertandingkan yaitu 10m Air Rifle Match Men-Women dan 10m Air Rifle

Hunting Men-Women.

Adapun peraturan yang harus diperhatikan pada senapan event ini

adalah, dijelaskan oleh ISSF (2005:287-288) yaitu : 1) berat maksimal

senapan 5,5kg, 2) panjang maksimal sistem udara dari ujung belakang

mekanisme senjata 850 mm, dan 3) jenis peluru kaliber 4,5 mm (177”).
36

Gambar 2.7. Senjata Laras Panjang.

8. Senjata laras pendek (Air pistol)

Event pistol yang dipertandingkan pada PORDA JABAR XI adalah

10 meter Air Pistol Men dan Air Pistol Women. Pada dasarnya pistol hanya

boleh diisi dengan satu peluru setiap akan melakukan tembakan, jika pistol

tanpa sengaja dibuat dan dimuat lebih dari satu peluru, maka si penembak

harus mengangkat tangan non-shooting (tidak melakukan tembakan) untuk

menunjukkan kepada petugas bahwa dia memiliki masalah. Seorang petugas

kemudian harus mengawasi bongkar muat pistol dan denda tidak akan terjadi.

Tidak ada waktu tambahan bagi si penembak, tapi si penembak dapat

melanjutkan dengan cara biasa. Adapun aturan yang harus diperhatikan pada

pistol, yang diatur oleh ISSF (2005:350) :

Neither the grip nor any part of the pistol may be extended or
constructed in any way that would allow it touch beyond the hand. The wrist
must remain visibly free when the pistol is held in the normal firing position.
Bracelets, wristwatches, or similar items are prohibited on the hand, and
arm, which holds the pistol.

Gambar 2.8. Pistol


37

Adapun penjelasan dari kutipan di atas adalah baik pegangan maupun

bagian dari pistol dapat diperpanjang atau dibuat dengan cara apapun yang

memungkinkan menyentuh tangan luar. Pergelangan tangan harus tetap

terlihat bebas saat pistol tersebut dilakukan dalam posisi menembak normal.

Gelang, jam tangan, atau barang serupa tidak diizinkan digunakan di tangan,

dan lengan, yang memegang pistol.

9. Peluru (pellet)

Peluru adalah proyektil yang didorong oleh senjata api, selempang,

atau pistol udara. Peluru biasanya tidak mengandung bahan peledak, tetapi

kerusakan target dimaksud dampak dan penetrasi. Kata "peluru" kadang-

kadang digunakan untuk merujuk kepada amunisi umum atau ke cartridge,

yang merupakan kombinasi peluru, kasus / shell, bubuk, dan primer. Ini

penggunaan "peluru" untuk menggambarkan amunisi atau kartrid karena itu,

tidak secara teknis benar.

Sebuah peluru untuk pistol udara, sebagian besar sebuah proyektil

non-bola yang dirancang untuk ditembakkan dari sebuah pistol udara. Tapi

ini tidak selalu terjadi. Peluru udara berbeda dari peluru yang digunakan

dalam senjata api karena tekanan yang dihadapi. Senjata api beroperasi pada

tekanan dari ribuan atmosfer, sementara airguns (pistol udara) beroperasi

pada tekanan serendah 50 atmosfer. Senjata api memiliki tekanan yang cukup

untuk memaksa peluru berukuran sedikit di atas, agar sesuai dengan

melahirkan untuk membentuk segel ketat, sementara airguns (pistol udara)

umumnya menggunakan proyektil berukuran sedikit yang dirancang untuk


38

menutup atas penembakan sehingga segel melahirkan, dan mengaduk-aduk

yang terlibat. Sejak pelet mungkin ditembak melalui barel smoothbore,

mereka sering dirancang untuk menjadi inheren stabil, banyak seperti Foster

slugs digunakan di senapan smoothbore.

Peluru (pellet) Match digunakan untuk senapan udara 10 meter dan 10

meter pistol disiplin udara. Ini 4,5 mm (0,177 in) kaliber pelet memiliki apa

yang dikenal sebagai kepala wadcutter, yang berarti bagian depan (hampir)

datar, yang meninggalkan lubang bundar bersih di target kertas untuk

mencetak gol mudah. Pencocokan peluru yang ditawarkan di kaleng, dan

packagings lebih rumit yang menghindari deformasi dan kerusakan lainnya

yang dapat merusak keseragaman mereka.

Gambar 2.9. Peluru (pellet)

10. Kertas Terget (target papper)

Kertas target sangat umum digunakan dalam kompetisi menembak

sasaran di tingkat nasional, dan dapat digunakan untuk babak kualifikasi

peristiwa ISSF di Piala Dunia. Target terdiri dari sebuah tanda hitam dan

cincin yang bertujuan mencetak gol. Skor tersebut dievaluasi setelah

tembakan telah mengenai kertas target. Tergantung pada aturan yang berlaku,

target kertas diganti untuk setiap shot (10 M dan 50 M senapan), masing-
39

masing 5 tembakan (50 M pistol) atau mencetak dan patch antara Strings Api.

Untuk kegiatan non-ISSF bentuk lainnya dapat dicetak di atas kertas saham

Bullseye, Silhouette. Kertas target digunakan untuk kebutuhan sejumlah

kualitas:

- Dimensi stabilitas pada berbagai kondisi iklim.

- Ditembak lubang bersih dengan kata lain tanpa robek.

- Non-permukaan reflektif.

- Mampu mengambil cetak garing - yaitu tanpa pendarahan tinta.

Kertas target dibagi menjadi beberapa jenis dan sesuai event yang

dipertandingkan. Adapun spesifikasi target (target paper) yaitu :

a. 10m Air Pistol (pistol)

Minimum ukuran kertas target : lebar: 170mm tinggi: 170mm

Tabel 2.1. UKURAN KERTAS TARGET 10M AIR PISTOL

Dimensi

Lingkaran Diameter Warna

10 11.5 mm (±0.1 mm Hitam

9 27.5 mm (±0.2 mm) Hitam

8 43.5 mm (±0.2 mm) Hitam

7 59.5 mm (±0.5 mm) Hitam

6 75.5 mm (±0.5 mm)) Putih

5 91.5 mm (±0.5 mm) Putih

4 107.5 mm (±0.5 mm) Putih

3 123.5 mm (±0.5 mm) Putih

2 139.5 mm (±0.5 mm Putih

1 155.5 mm (±0.5 mm) Putih


40

Gambar 2.10. Kertas Target 10m Air Pistol

b. 10m Air Rifle (senapan)

Minimum ukuran kertas target : lebar: 80 mm Tinggi: 80 m

Tabel 2.2. UKURAN KERTAS TARGET 10M AIR RIFLE

Dimensi

Lingkaran Diameter Warna

10 0.5 mm (±0.1 mm) Hitam

9 5.5 mm (±0.1 mm) Hitam

8 10.5 mm (±0.1 mm) Hitam

7 15.5 mm (±0.1 mm) Hitam

6 20.5 mm (±0.1 mm) Hitam

5 25.5 mm (±0.1 mm) Hitam

4 30.5 mm (±0.1 mm) Hitam

3 35.5 mm (±0.1 mm) Putih

2 40.5 mm (±0.1 mm) Putih

1 45.5 mm (±0.1 mm) Putih


41

Gambar 2.11. Kertas Target 10m Air Rifle

2.2 Fasilitas Olahraga Menembak

Fasilitas olahraga menembak yaitu lapang menembak, dimana prasarana

ini didesain sedemikian rupa. Luas lapang yang dipertandingkan pada PORDA

JABAR XI-2010 untuk event 10m Air Rifle Hunting dan Air Rifle Matcth

putra/purti dan 10m Air Pistol putra/putri adalah 10 meter terdiri dari minimal 40

mesin/ban, jarak antara satu penembak dengan penembak lainnya adalah 1 meter,

dan jarak dari penembak ke penonton minimal 5 meter. Dalam cabang olahraga

menembak, lapangan harus diperhatikan penerangannya baik penerangan lampu

pada sasaran minimal 1500 lux dan penerangan di atas penembak 300 – 800 lux.

Ketinggian meja pun harus 0,70 – 0,80 meter, meja juri atau operator berukuran

(lebar 1,5 meter dan panjang 3 meter)

3. Teknik Penembakan

Seperti pada cabang-cabang olahraga yang lain, menembak memiliki

beberapa teknik dasar yang harus dikuasai oleh para atletnya. Adapun teknik dasar

dari olahraga menembak yang penulis kutip dari buku PELATNAS PELATIH

PERBAKIN 1992 ANGKATAN KE 1 (1992:34-45) yaitu sebagai berikut :


42

Sebelum mempelajari bagaimana cara menggengam senjata yang benar,


cara bernafas yang benar dan cara menarik trigger, terlebih dahulu harus
dikuasai sikap atau posisi, cara membidik, dan kontrol trigger yang benar.
Bila ketiga langkah tersebut kita kuasai sehubungan dengan proses
penembakan secara keseluruhan, kita akan dapat mengetahui dan merasakan
bagaimana keseluruhan dari proses penembakan itu terjadi. Untuk menjadi
seorang penembak yang baik, diperlukan suatu keahlian khusus. Secara
kejiwaan kita mengetahui bahwa tidak mungkin seseorang akan mampu
memegang dan mengangkat senjata dengan sempurna tanpa bergerak, bahkan
seorang juara dunia sekalipun tidak mungkin dapat melakukan hal itu. Namun
bagaimana caranya agar kita dapat menetralisir gerakan tersebut seminimal
mungkin, itu yang harus diusahakan.

Membidik

Yaitu suatu tindakan atau cara meluruskan senjata pada suatu daerah atau

sasaran yang diinginkan melalui alat bidik dan pada saat membidik tersebut fokus

mata si penembak tertentu ke “fisir belakang”, seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.12. Membidik

Pengendalian trigger

Pada saat penarikan trigger, gerakan ini tidak akan memberikan perubahan

yang berarti terhadap senjata secara keseluruhan, sementara itu penembak tetap

berusaha mempertahankan gambar bidik yang telah dibuat.


43

Gambar 2.13. Pengendalian Trigger

Posisi atau sikap

Yaitu faktor yang sangat perlu diperhatikan utnuk memperoleh hasil yang

baik, dalam mengambil posisi atau sikap menembak faktor ini harus benar-benar

dapat menunjang dan mengarahkan keseluruhan dari proses menembak secara

sempurna, dan ini memerlukan suatu penyesuaian dengan keadaan anatomis dari

si penembak itu sendiri

Gambar 2.14. Posisi Siap Menembak (pistol dan senapan)


44

Pengaturan nafas

Pada saat membidik dan melepaskan tembakan tidak boleh terjadi suatu

ketegangan, baik pada otot-otot maupun seluruh badan, walaupun perlu untuk

tidak bernafas pada waktu melepas tembakan akan tetapi tidak perlu untuk

2
mengisi paru-paru sebanyak ½ sampai /3 dari kapasitas paru-paru.

Gambar 2.15. Pengaturan Nafas

Pegangan grip

Untuk dapat memegang senjata dengan benar, perlu diperhatikan letak

maupun tekanan telapak tangan terhadap grip, dan ini harus sama setiap saat, jika

genggaman grip tidak stabil atau letaknya tidak benar, hasilnya adalah yang

terpencar-pencar.

Gambar 2.16. Pegangan Grip Gambar 2.17. Macam- macam Grip

4. Kriteria Penilaian

Sebagai olahraga kompetitif, atlet olahraga menembak akan senantiasa

barusaha untuk mendapat poin yang tinggi. Untuk menjadi pemenang, atlet perlu
45

mengetahui kriteria penilaian pertandingan menembak, kriteria pertandingan

menembak dilakukan sebagai berikut :

a. Tingkat ketepatan menembak pada kertas sasaran

Pada tingkat ini merupakan tingkat paling umum dilakukan pada cabang

olahraga menembak. Setiap event yang dipertandingkan berbeda :

a) Putra

• 10 m Air Pistol

• 10 m Air Rifle Hunting

• 10 m Air Rifle Matcht

Waktu yang diberikan untuk memulai pertandingan 120 menit, melakukan

sebanyak 60 tembakan diluar tembakan percobaan, kertas sasaran yang disediakan

untuk setiap penembak adalah 65 lembar. Setiap tembakan harus pada satu lembar

kertas sasaran.

b) Putri

• 10 m Air Pistol

• 10 m Air Rifle Hunting

• 10 m Air Rifle Matcht

Waktu yang diberikan untuk memulai pertandingan 90 menit, melakukan

sebanyak 40 tembakan diluar tembakan percobaan, kertas sasaran yang

disediaakan untuk setiap penembak adalah 40 lembar. Setiap tembakan harus pada

satu lembar kertas sasaran.

Penilaian yang diberikan harus melihat hasil tembakan yang mengenai

kertas target, sebagai berikut :


46

• Point 10 bila tepat pada lingkaran no.1


• Point 9 bila tepat pada lingkaran no.2
• Point 8 bila tepat pada lingkaran no.3
• Point 7 bila tepat pada lingkaran no.4
• Point 6 bila tepat pada lingkaran no.5
• Point 5 bila tepat pada lingkaran no.6
• Point 4 bila tepat pada lingkaran no.7
• Point 3 bila tepat pada lingkaran no.8
• Point 2 bila tepat pada lingkaran no.9
• Point 1 bila tepat pada lingkaran no.10

B. Hakikat Pelatihan Olahraga Menembak

1. Definisi Latihan Secara Umum

Setiap pelatih akan senantiasa berusaha untuk meningkatkan prestasi

atlet-atletnya setinggi mungkin. Untuk itu, pelatih dengan sendirinya harus

senantiasa berusaha untuk meningkatkan pengetahuannya di dalam teori dan

metodologi latihannya. Pengetahuan dalam ilmu-ilmu tersebut di dalam bagan di

atas akan banyak membantu pelatih dalam mengembangkan diri dalam teori dan

metodologi latihannya. Tujuan serta sasaran utama dari latihan atau training

adalah untuk membantu atlet meningkatkan keterampilan dan prestasinya

semaksimal mungkin. Untuk mencapai hal itu, ada empat aspek latihan yang perlu

diperhatikan dan dilatih secara seksama oleh itu (a) latihan fisik, (b) latihan

teknik, (c) latihan taktik, dan (d) latihan mental.

Keempat aspek tersebut, haruslah seiring dilatihnya dan harus diajarkan

secara serempak. Kesalahan umum para pelatih kita adalah bahwa aspek

psikologis yang sangat penting artinya itu,sering diabaikan atau kurang

diperhatikan pada waktu melatih, oleh karena mereka selalu hanya menekankan
47

pada latihan guna penguasaaan teknik, taktik, serta pembentukan keterampilan

yang sempurna.

Tidaklah mudah untuk memberikan satu batasan yang paling sempurna

tentang training, nampaknya jumlah batasan yang dibuat oleh para ahli adalah

sama banyaknya dengan jumlah ahli-ahli itu sendiri. Salah satu batasan yang

sederhana yang mungkin dapat diberikan untuk training adalah, “Training adalah

proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-

ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya”

Harsono (1982:101).

Yang dimaksud dengan sistematis adalah, berencana, menurut jadwal,

menurut pola dan sistem tertentu, metodis, dari mudah ke sukar, latihan yang

teratur, dari sederhana ke yang lebih kompleks. Berulang-ulang maksudnya ialah

agar gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah,

otomatis, dan reflektif pelaksanaannya sehingga semakin menghemat energi. Kian

hari maksudnya ialah setiap kali, secara periodik, segera setelah tiba saatnya untuk

ditambah bebannya, jadi bukan berarti harus setiap hari.

Dengan berlatih secara sistematis dan melaui pengulangan – pengulangan

(repetitions) yang konstan, maka organisasi-organisasi mekanisme

neurophysiologis kita akan menjadi bertambah baik, gerakan yang semula sukar

dilakukan lama-kelamaan akan merupakan gerakan yang otomatis dan reflektif

yang semakin kurang membutuhkan konsentrasi pusat-pusat syaraf dari pada

sebelum melakukan latihan-latihan tersebut. Dengan demikian maka hal ini akan

pula mengurangi jumlah tenaga yang dikeluarkan, sebab gerakan-gerakan


48

tambahan yang tidak diperlukan kini dapat diabaikan. Hanya melalui rangsangan

atau stimulasi yang maksimal atau hampir maksimal, dan latihan yang kian hari

kian bertambah berat, maka perubahan-perubahan tersebut akan dapat tercapai.

Uraian diatas menunjukan penjelasan-penjelasan mengenai apa yang

dimaksud dengan latihan, bahwa latihan adalah proses perubahan baik itu lahir

maupun batin. Perubahan itu bisa terjadi secara nampak maupun perubahan yang

tidak dapat diamati, tetapi perubahan itu bersifat perubahan yang positif.

Bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan latihan ialah adanya

perubahan tingkah laku pada orang tesebut, yang sebelumnya tidak ada atau

tingkah laku sebelumnya masih lemah atau kurang. Tingkah laku memiliki unsur

objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur motorik atau unsur

jasmaniah, sedangkan unsur subjektifnya tidak tampak kecuali berdasarkan

tingkah laku yang tampak itu.

Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan

tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek

tersebut adalah : pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,

hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, sikap, dan lain-lain. Kalau seseorang telah

melakukan perbuatan belajar, maka terjadi perubahan pada salah satu atau

beberapa aspek tingkah laku tesebut.

Mengenai prinsip-prinsip perubahan tingkah laku, Hamalik (1995:38)

menjelaskan :

Ada sejumlah unsur yang menjadi ciri-ciri setiap perubahan tingkah laku
:
• Tingkah laku di motivasi. Seorang mau berbuat sesuatu karena adanya
tujuan yang hendak dicapainya. Perubahan tingkah laku dimulai dari
49

dalam organisme yang bermotivasi, dan keadaan ini timbul berkat


kebutuhan pada organisme tersebut.
• Tingkah laku yang bermotivasi adalah tingkah laku yang sedang terarah
pada tujuan. Motivasi mengandung dua aspek, yakni adanya keadaan
tegang (tension) atau ketidakpuasan dalam diri seseorang, dan kesadaran
bahwa tercapainya tujuan akan mengurangi ketegangan itu. Ini berarti,
pencapaian tujuan adalah pengurangan ketegangan dan pemuasan
kebutuhan seseorang.
• Tujuan yang didasari oleh seseorang mempengaruhi tingkah lakunya
dalam upayanya mencapai tujuan tersebut. Konsekuensinya ialah tingkah
laku bersifat selektif dan regulative, seseorang memilih perbuatan atau
tundakan yang hanya mengacu kearah pencapaian tujuan yang dapat
memuaskan kebutuhannnya.
• Lingkungan menyediakan kesempatan untuk bertingkah laku tertentu, dan
atau membatasi tingkah laku seseorang. Ini berarti, lingkungan sebagai
situasi stimulus dalam satu sisi lainnya dapat membatasi pemuasan
kebutuhan dengan cara tertentu.

Berdasarkan prinsip-prinsip perubahan tingkah laku yang sudah dijelaskan

diatas kita bisa mengetahui bahwa belajar itu memiliki peranan yang sangat

penting dalam setiap perkembangan hidup kita kepada perubahan yang positif.

2. Definisi Pelatihan

Secara sederhana latihan dapat dirumuskan yaitu segala daya dan upaya

untuk meningkatkan secara menyeluruh kondisi fisik dengan proses yang

sistematis dan berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban,

waktu atau intensitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, perlu

memperhatikan beberapa aspek penting, antara lain :

1. Spesifik adalah bentuk latihan yang akan digunakan harus meningkatkan

VO2 MAX, kekuatan serta daya tahan tubuh atau otot tertentu.

2. Overload Principle adalah penambahan beban pada latihan ini sangat penting

sekali karena penambahan latihan yang konstan. Tidak akan mencapai tujuan

latihan. Latihan harus dari tingkat dasar, kemudian ditingkatkan sedikit-


50

sedikit hingga mencapai hasil yang maksimum. Jangan sekali-kali berlatih

hingga melebihi kemampuan, karena ini akan mengakibatkan seseorang

mengalami over training.

3. Hari libur latihan adalah penyusunan jadwal latihan harus diselingi dengan

hari libur dari segala kegiatan fisik, yaitu minimal 1 hari di dalam satu

minggu, untuk pulih asal atau pulih kembali.

4. Kembali menurun adalah hasil latihan akan kembali turun ke keadaan semula

apabila tidak berlatih. Oleh karena itu berlatihlah terus agar kondisi fisik yang

sudah terbentuk tidak menurun kembali.

2.1. Tujuan Pelatihan

Tujuan merupakan dasar untuk mengukur hasil latihan dan juga menjadi

landasan utnuk menetukan isi latihan dan metode melatih. Jika kita lihat dari

beberapa definisi tentang latihan atau pelatihan maka penulis menyimpulkan

bahwa tujuan pelatihan secara umum harus berdasarkan pada proses pelatihan

dalam bentuk kemampuan-kemampuan dan keterampilan melakukan kegiatan

secara umum. Tujuan pelatihan secara khusus harus berdasarkan pada tercapainya

kemampuan teknik dan keterampilan melakukan kegiatan khusus seperti halnya

pada proses pelatihan menembak atlet harus mampu mejelaskan sesuatu mengenai

menembak, terampil untuk mempraktekan segala keterampilan menembak.

2.2. Prinsip Latihan

Prinsip ini biasanya disebut prinsip beban lebih atau overload principle,

dan prinsip ini adalah prinsip yang terpenting dalam training. Meskipun latihan

dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang dan meski dilaksanakan


51

secara sistematis sekali pun, akan tetapi apabila tidak dibarengi dengan

penambahan beban, maka prestasi tidak akan meningkat.

Prinsip-prinsip latihan yang akan dikemukakan di sini adalah prinsip-

prinsip yang paling mendasar akan tetapi penting dan yang dapat diterapkan pada

setiap cabang olahraga. Prinsip-prinsip ini haruslah diketahui dan benar-benar

dimengerti oleh pelatih manapun atlet. Dengan pengetahuan tentang prinsip-

prinsip training tersebut atlet akan dapat lebih cepat meningkatkan prestasinya

oleh karena akan lebih memperkuat keyakinannya akan tujuan-tujuan sebenarnya

dari tugas-tugas serta latihan-latihannya. Suatu kekurangan yang umum terdapat

pada atlet-atlet dan pelatih-pelatih kita adalah bahwa mereka kurang mengetahui

dan kurang mengerti akan prinsip-prinsip latihan yang sebenarnya. Tanpa

mengetahui prinsip-prinsip serta tujuan-tujuan latihan tak mungkin atlet berlatih

atau dilatih dengan sukses.

2.3. Intensitas Latihan

Banyak pelatih yang gagal untuk memberikan latihan yang berat kepada

atletnya. Sebaliknya banyak pula atlet yang enggan atau tidak berani melakukan

latihan-latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangnya. Mungkin hal ini

disebabkan oleh (a) ketakutan bahwa latihan yang berat akan mengakibatkan

kondisi-kondisi fisiologis yang abnormal atau akan menimbulkan staleness, (b)

kurangnya motivasi, atau (c) karena memang tidak tahu bagaimana prinsip-prinsip

latihan yang sebenarnya. Ada kemungkinan pula karena kurangnya keberanian

(courage) pelatih untuk bertindak tegas terhadap atlet-atletnya atau ragu dalam

menuntut disiplin yang keras akan tetapi sebenarnya wajar. Akibatnya ialah
52

bahwa hal-hal tersebut cenderung untuk meng-undertrain atau memberikan

latihan-latihan yang terlalu ringan bagi atlet.

Perubahan –perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah

mungkin apabila atlet dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang

intensif yang dilandaskan pada prinsip overload, dimana kita secara progresif

menambhakan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan, serta kadar intensitas

dari repetisi tersebut.

2.4. Kualitas Latihan

Lebih penting dari pada intensitas latihan adalah mutu atau kualitas latihan

yang diberikan oleh pelatih kepada atlet. Setiap latihan haruslah berisi dril-dril

yang bermanfaat yang jelas arah serta tujuan latihannya. Atlet haruslah merasakan

bahwa apa yang diberikan oleh pelatih adalah memang berguna baginya, dan

bahwa hari itu dia telah lagi belajar atau mengalami sesuatu yang baru. Kalau

bukan di bidang fisik, teknik, atau taktik, dalam segi mental dia telah

mendapatkan pengalaman yang baru dirasakannya sebagai sesuatu yang penting

dan berguna baginya.

Akan tetapi latihan yang intensif tersebut belum tentu dengan sendirinya

berarti bahwa latihan tersebut bermutu. Latihan yang bermutu adalah apabila

latihan dan dril-dril yang diberikan memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan

atlet, apabila koreksi-koreksi yang konstruktif sering diberikan, apabila

pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail-detail gerakan, dan apabila

prinsip-prinsip overload diterapkan, baik dalam segi fisik maupun mental atlet.
53

Latihan-latihan yang walaupun kurang intensif, akan tetapi bermutu, sering kali

lebih berguna dari pada latihan-latihan yang intensif akan tetapi tidak bermutu.

2.5. Konsep Keterampilan Motorik

Perkembangan keterampilan motorik yaitu perkemabangan penguasaan

derajat pengendalian gerakan-gerakan tubuh melalui koordinasi kerja/fungsional

antara sistem pensyarafan dan sistem perototan. Perkembangan tersebut ditujukan

sampai dengan tingkat motor skill yaitu tingkat koordinasi yang halus, hanya otot-

otot tertentu saja yang berperan dalam pola gerakan yang dihasilkannya, yaitu

gerakan yang dilakukan secara efisien dan tepat guna.

2.6. Bahan Latihan

Bahan latihan merupakan suatu unsur yang penting mendapat perhatian

pelatih. Dengan bahan tersebut, para atlet dapat mempelajari hal-hal yang

diperlukan dalam upaya mencapai tujuan latihan. Karena itu penentuan bahan

latihan mesti berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Pada proses pelatihan

menembak ini, yang menjadi bahan latihan adalah sebuah program latihan yang

sudah disusun sebelumnya.

2.7. Metode

Metode merupakan suatu jalan atau alat yang digunakan untuk mencapai

tujuan latian. Penggunaan suatu metode pelatihan biasanya mengacu pada tujuan

dan materi latihan yang akan disampaikan. Untuk materi latihan yang bersifat

praktek atau motorik, metode latihan yang dapat digunakan adalah metode bagian

dan metode keseluruhan.

2.8. Alat Bantu


54

Pada proses pelatihan tidak hanya penjelasan dalam bentuk lisan tetapi

penggunaan alat bantu sangat diperlukan untuk mempermudah seorang atlet

dalam menerima dan merespon apa yang sudah diterangkan. Agar lebih efektif

perlu dibantu dengan alat bantu lain yang berupa pandang (visual) dan dengar

(audio). (Supandi, 1991:87). Association for Education and Communication

Technology (AECT) yang dikutif oleh Supandi (1991:88) menjelaskan, “Secara

harifiah, media berarti perantara atau pengantar. “Kemudian National Education

Association yang dikutip Supandi (1991:88) menyatakan, “ Media sebagai segala

hal yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta

pirantinya utnuk kegiatan tersebut.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan

oleh Hamalik (1995:51) menjelaskan, “Alat bantu belajar merupakan semua alat

yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar,

sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif.”

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

kedudukan alat bantu atau media dalam proses latihan adalah penting sama

penting dengan pelatih itu sendiri.

2.9. Evaluasi Pada Akhir Latihan

Dalam upaya mengkaji suatu perubahan dari hasil belajar aatu latihan

maka perlu dilakukan evaluasi terhadap proses pelatihan. Definisi mengenai

evaluasi dikemukakan oleh Suherman (2001:8-9),bahwa “ Evaluasi merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan (integral) dari suatu proses belajar mengajar.

Evaluasi sebagai salah satu cara untuk memantau perkembangan belajar mengajar

dan seberapa jauh tujuan pengajaran itu dapat dicapai oleh siswa.”
55

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses

pengukuran dan perbaikan terhadap hasil dari pelaksanaan tugas atau kerja dalam

suatu aktivitas yang disesuaikan dengan rencana dan tujuan. Hal ini berarti

melalui evaluasi akan diperoleh informasi mengenai tingkat pencapaian tujuan

dan sasaran yang telah direncanakan. Evaluasi biasanya dilakukan dalam rangka

menguji, memperbaiki dan meningkatkan hasil yang dicapai dari suatu kegiatan.

Evaluasi pada akhir latihan, baik latihan maupun latihan keterampilan,

tidak perlu berarti akhir dari latihan mental. Nasihat-nasihat atau informasi-

informasi intelektual dan verbal yang diberikan selama latihan aka lebih mudah

diingat oleh atlet apabila pada akhir latihan informasi-informasi tersebut diulang

kembali. Latihan akan produktif apabila diakhiri dengan suatu evaluasi verbal-

intelektual antara pelatih dan atlet. Sedikitnya sekali dalam seminggu pelatih

harus mengadakan pertemuan evaluatif dan diskusi dengan atlet-atletnya, yang

dimaksudnya ialah untuk mengevaluasi efisiensi latihan yang telah dilakukan

selama seminggu, termasuk menilai kondisi fisik atlet, sikap mentalnya, dan

kemudian untuk menyusun rencana latihan berikutnya.

3. Pelatihan Olahraga Menembak

Olahraga menembak merupakan salah satu olahraga yang beresiko tinggi,

seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa olahraga menembak ini merupakan

olahraga yang memiliki tingkat prosedur keselamatan yang cukup tinggi,

keberhasilan seorang atlet menembak dipengaruhi oleh bebagai faktor

penunjangnya. Bila salah satu faktor kondisi fisiknya diabaikan, maka tujuan

akhir yaitu pencapaian prestasi yang optimal tidak akan tercapai. Untuk itu dalam
56

pelatihannya pun harus mencakup keseluruhan teknik tanpa melupakan latihan

fisik, taktik dan mental pemain.

Komponken-komponen kondisi fisik yang harus dilatih untuk olahraga

menembak meliputi daya tahan, kekuatan, kelentukan, dan power. Masing-masing

komponen fisik tersebut diberikan sesuai tahapan musim latihannya. Berikut

merupakan tahapan-tahapan musim latihan yang penulis kutip dari program

menembak Pengcab PERBAKIN Kota Bandung sebagai berikut :

1. Musim Persiapan Umum

Dalam hal ini adalah penyiapan masalah otot-otot yang sangat berguna

dalam menunjang daya tahan umum khususnya olahraga menembak. Hal

tersebut sangat berguna menciptakan kebugaran agar mampu membangun

kekuatan serta dapat mempertahankannya dalam menyelesaikan program

latihannya. Disini yang diutamakan adalah daya tahan otot jantung dan

kapasitas paru-parunya dalam menghirup O2 sebanyak-banyaknya.

2. Musim Persiapan Khusus

Setelah kondisi umum dimiliki oleh seorang penembak, diperluakan suatu

kondisi khusus dalam menunjang suatu kegiatan menembak. Dimaksudkan

disini adalah suatu kondisi yang menyangkut masalah pembinaan

ketahanan kumpulan otot-otot khusus yang dapat menunjang kegiatan

menembak. Dalam kegiatan ini juga dimaksudkan agar otot-otot tersebut

mampu menahan senjata dengan goyangan yang seminimal mungkin.

3. Musim Pra-Pertandingan/ Persiapan


57

Jangka waktu pelaksanaan latihan pada tahap ini kurang lebih 4 sampai

dengan 6 bulan (16 s/d 24 minggu). Sedangkan tujuan tahap persiapan,

yaitu membangun kembali atau memulihkan kondisi fisik atau

pembaharuan kondisi fisik.

4. Musim Pertandingan

Dalam waktu pelaksanaan latihan pada tahap ini antara 5 sampai 4 bulan

(20 - 16 minggu). Sedangkan tujuan tahap ini adalah untuk stabilisasi dan

realisasi kondisi puncak yang telah didapat pada tahap persiapan. Kondisi

puncak telah terbentuk dan dimantapkan dengan meningkatkan prestasi,

dalam arti mencapai prestasi yang lebih tinggi dari prestasi yang

sebelumnya telah diraih dengan mengikuti pertandingan-pertandingan

yang berjenjang.

5. Musim Transisi

Jangka waktu pelaksanaan latihan pada tahap ini yaitu kurang lebih satu

bulan ( 4 minggu). Sedangkan tujuan dari tahap ini adalah istirahat aktif

(active relaxing), dalam arti tidak istirahat penuh, akan tetapi lebih

didasarkan pada menjaga agar kondisi fisik tetap berada dalam tingkatan

tertentu dan tidak terlalu menurun dengan drastis. Aktivitas dalam tahap

ini adalah olahraga rekreatif, tanpa target tertentu, dalam arti melakukan

kegiatan olahraga lain dari olahraga utamanya. Dalam tahap ini kondisi

puncak akan merurun untuk sementara saja, akan tetapi tidak boleh

menurun terus. Untuk itu atlet harus tetap menjaga kondisi fisiknya sampai

tingkatan tertentu.
58

Berkaitan dengan pelaksanaan program latihan yang meliputi beberapa

musim latihan, perlu diperhatikan pula tentang prinsip-prinsip latihan. Dalam hal

ini sebagai acuan dan pedoman dalam melaksanakan program latihan tersebut.

Penulis mengacu pada program latihan menembak Pengcab PERBAKIN Kota

Bandung, Glenn Clifton Apfel (1992:46-48) adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Sistematis
Dalam hal ini materi latihan dan tugas yang diberikan kepada para atlet
dimulai dari sesuatu yang sederhana sampai ke yang komplek atau dari
yang mudah ke yang sulit.
2. Prinsip Pengulangan
Dalam hal ini materi latihan dan tugas diberikan secara berulang-ulang,
sehingga terbentuk gerak reflek. Pengulangan disesuaikan dengan
kebutuhan.
3. Prinsip Penambahan Beban
Dalam hal ini materi latihan dan tugas yang diberikan dinaikkan secara
bertahap. Dengan kata lain beban latihan yang harus diselesaikan semakin
berat.
4. Prinsip Individual
Dalam hal ini materi latihan dan tugas khusus yang diberikan kepada atlet
disesuaikan dengan kondisi individualnya, karena tidak ada individu yang
sama persis dalam kemampuan dan bakatnya.

Anda mungkin juga menyukai