Anda di halaman 1dari 4

Seks Bebas, Dari Hal Tabu Menjadi Tanpa Ragu

Seks di kalangan pelajar begitu marak terjadi. Mereka tidak lagi merasa takut dan malu
melakukannya. Sebuah penurunan kualitas moral bagi anak muda. Seks bebas kerap menjadi
bentuk kenakalan yang sering dilakukan pelajar disamping kekerasan dan minuman beralkohol.
Seks pun dilakukan dengan tidak aman, entah tidak peduli dengan resiko kehamilan dan
kesehatan. Semua dilakukan dengan tidak terkendali dimasa kini.
Yogyakarta, kota pelajar katanya. Anak muda dari berbagai penjuru Indonesia datang
setiap tahunnya. Terdidik itulah yang orang-orang lihat dari mereka. Cerdas, dan moralitas yang
dianggap tinggi dan setara. Masa muda memang masa dimana saling mencari entah jati diri atau
kesenangan semu. Kenakalan banyak dilakukan dari kemalasan, obat-obatan hingga hubungan
badan.
Di masa kini Yogyakarta telah menjelma dari sebuah kota berasaskan adat jawa menjadi
kota besar seperti ibukota Jakarta disana. Pergaulan masa muda pun menjadi salah satu fenomena
di sebuah ramainya kota. Yogyakarta dengan pelajar dan anak mudanya mulai menggeliat seiring
perkembangan jaman. Teknologi menjadi faktor pembeda. Pelajar mana sekarang yang tak
tersentuh teknologi. Kearifan lokal bagi anak muda yang menjadi ciri khas Yogyakarta pun
mulai pudar seiring dipengaruhi budaya luar.

Hal-hal sensitif yang seharusnya menjadi konsumsi orang dewasa ternyata anak muda
telah mengetahuinya dengan mudah. Kita tahu karena apa? Benar karena perkembangan
teknologi yang salah dipergunakan. Dilansir dari media daring konfrontasi.com, data BPS
mencatat, persentase siswa DIY yang mengakses internet dalam tiga bulan terakhir menempati
posisi tertinggi dengan angka 57,74 persen. Komposisi jenjang pelajar DIY yang mengakses
internet secara mayoritas dilakukan oleh mahasiswa sebesar 94,73 persen. Namun siswa SMP
yang berada di posisi kedua sebesar 81,39 persen, harus mendapat perhatian serius dari orang tua
dan guru. Posisi ketiga dan keempat ditempati oleh siswa Sekolah Menengah Umum/Kejuruan
sebesar 58,67 persen dan siswa Sekolah Dasar 29,86 persen. Jelas disini penggunaan internet
juga menjadi salah satu gerbang dimana informasi segala hal ada disitu. Hal-hal berbau
seksualitas pun banyak ditemukan. Kebanyakan dari anak muda mengetahui hal-hal seperti ini
dari konsumsi pornografi yang menimbulkan rasa ingin tahu. Maka beberapa banyak yang
sampai ketahap melakukan apa yang membuat mereka penasaran.

Berdasarkan beberapa data diantaranya Komisi perlindungan anak (KPAI, 2012)


menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14-18 tahun di kota-kota besar di Indonesia
(Jakarta, Surabaya, Bandung dan Yogyakarta) pernah berhubungan seks. Lalu survei yang
dilakukan BKKBN pada akhir tahun 2009 menyatakan 63 persen remaja di Daerah Istimewa
Yogyakarta meyakini bahwa apabila melakukan seks pranikah, berhubungan seksual satu kali
tidak akan menyebabkan kehamilan. Ini menjadian alasan 12 persen dari remaja di yogyakarta
yang berusia 13-15 tahun mengaku telah melakukan hubungan seksual pra nikah dengan metode
coitus interuptus, sebuah metode hubungan seksual yang pada umumnya dilakukan oleh pasutri
yang ingin mengendalikan kelahiran. Hal ini mengindikasikan terjadinya seks bebas dengan
tidak aman. Penggunaan alat kontrasepsi ternyata tidak dijadikan sebuah pilihan bagi beberapa
pasangan muda ini.
Seperti DA (19) seorang mahasiswi di sebuah universitas di kota Yogyakarta. Hal-hal
terkait pornografi dan seksualitas tidak asing baginya. Bahkan secara nyata seks dia lakukan
dengan bebas. Hal ini sudah berlangsung semenjak ia di tingkat sekolah menengah atas (SMA).
Menurut ceritanya ia mengenal pacaran sudah dari semenjak SMP. Pacaran yang kita kira jaman
pacaran cinta monyet ternyata baginya lebih dari itu. “Kalo pacaran dari SMP udah berani
nyerempet yang gitu-gitu mas,” saat memulai kisahnya. Menurutnya semenjak SMP hal tabu dan
khusus untuk orang dewasa seperti kissing (berciuman), meraba-raba bagian tubuh, berpelukan
sudah pernah ia lakukan. Beranjak dia SMA dia pun mulai lebih berani. Aktivitas seksual tabu
yang lebih menjurus ke tindakan seks juga ia lakukan. Ia pun mengiyakan permintaan beberapa
pacar ataupun cowok yang dekat dengannya untuk melakukan seks oral hingga petting yaitu
aktivitas seks tanpa penetrasi. Ia pun berceletuk bahwa ia tidak menyesal melakukan ini karena
terlanjur ketagihan.
Ia pertama kali melakukan hubungan seks malah saat lulus SMA pertama kali dengan
pacarnya saat itu. Tetapi kenakalan lainnya seperti yang disebutkan tadi , belum lagi merokok
dan minum minuman beralkohol sudah ia kenal jauh sebelum ia kehilangan keperawanannya.
Jadi hubungan seks baginya seperti menambah deretan kenakalannya. “Di Jogja saya punya
pacar mas, tapi bukan orang sini. Dia diberi rumah sendiri oleh orangtuanya. Sehingga paling
sering melakukan seks ya dirumahnya.,” jawabnya saat menjawab pertanyaan kami. Kebebasan
di kota Jogja sendiri juga melahirkan hal-hal seperti ini. Acuh tak acuhnnya orang sekarang juga
memberi jalan bagi kelakuan seperti ini. Rumah yang ditinggali pacar DA sendiri juga bukan
rumah yang jauh dari tetangga sekitar, tetapi masih saja aksi DA dan pacarnya tidak terendus
orang-orang sekitarnya.
Dalam melakukan hubungan seks pun DA mengatakan bahwa jarang sekali
menggunakan alat kontrasepsi. Ketidaknyamanan jadi alasan utama. Serta karena hanya pacar
yang menjadi pasangan seksnya, ia merasa lebih aman. Untuk resiko kehamilan, dia mengatakan
bahwa dia dan pacarnya sama-sama tahu, maka dari itu setiap melakukannya selalu
menggunakan metode coitus interruptus (sel sperma tidak keluar didalam alat kelamin wanita).
Hal semacam ini juga dialami oleh FR (17) seorang pelajar wanita SMA tingkat akhir.
Hal-hal seksualitas semacam itu ia juga mengenalnya terlalu dini. Ia tumbuh menjadi pelajar
yang liar. Faktor keluarga bisa saja menjadi pengaruhnya. Ia berasal dari keluarga broken home
yang dirasa ketidakseimbangan kasih sayang juga berpengaruh. Hidup bersama ibu yang cukup
sibuk juga membuat ia tidak ada yang mengawasi. Maka dari itu gaya pacarannya juga sangat
tidak terkendali. Ia kehilangan keperawanannya dengan pacarnya saat ia masuk SMA. “Aku suka
pacaran sama yang lebih tua. Lebih nyaman aja. Tapi ya itu, yang lebih tua lebih gampang
memperdaya. Aku kehilangan keperawananku pas dirayu-rayu buat nginep bareng. Yaudah
ngga bisa nolak”. Tandasnya. Semenjak ia kehilangan keperawanannya itu ia mulai ketagihan
terhadap aktivitas seks. Seks baginya merupakan kebutuhan jasmani. Hingga ia pasti
melakukannya dengan pacar-pacar dia selanjutnya. Mencengangkan lagi, hal itu dilakukan tanpa
alat kontrasepsi dengan alasan kenyamanan.
Dari kejadian-kejadian itu tercium pola bahwa keberanian terhadap seks bebas terjadi
penuh proses. Pengaruh lingkungan pertemanan, kemudian berani melakukan hal-hal tabu sejak
dini juga mengantarkan hal ini menuju seks bebas. Bahkan seks bebas yang mereka anggap biasa
saja tanpa ada penyesalan tapi munculnya kesenangan. Dari kedua wanita sebelumnya bahkan
membuktikan bahwa hal tabu seksualitas ternyata mampu menyerang wanita yang cenderung
pasif dan menghindari hal-hal seperti itu.
Berbeda dengan pria, seorang mahasiswa tingkat akhir di kota Yogyakarta AS (21). Dia
mengakui bahwa dia pelaku seks aktif meski dia tidak memiliki hubungan sah pernikahan
dengan seorang wanita. Seks sudah menjadi bagian hidupnya sejak usia SMP. Sebuah fakta yang
cukup miris. Dimana di usia sedini itu AS sudah biasa dengan hal tabu bernama seks. Menginjak
SMA semua semakin tidak terkendali. Banyak wanita yang silih berganti menjadi “teman
kamar” baginya. Minimnya perhatian keluarga juga mempengaruhi hal ini. AS mengaku bahwa
semenjak SMA ia sering sekali mendapati rumah dalam keadaan sepi hingga malam hari karena
kesibukan kerja orangtunya. Disitu menimbulkan niatnya untuk membawa teman wanitanya
masuk kedalam rumah. Dan hal itupun terjadi dan juga dalam intensitas yang tidak sekali
duakali.
Beralih ke masa kuliah, saat menginjakkan Yogyakarta, seks baginya pun seperti
mendapat tempat yang lebih bebas. Kos bebas pun menjadi pilihannya. Sering sekali ia pun
membawa teman wanitanya untuk menginap di kos. Belum lagi ia juga sering iseng mencari
pekerja seks komersial (PSK) lewat jejaring social untuk melampiaskan hasratnya. “Kalo mau
cari cewe kek gitu mah cari di Twitter, Facebook, BeeTalk atau WeChat,” terangnya saat
menjelaskan. Menurutnya ia sering mendapati wanita yang juga mempunyai hasrat seksual tapi
malu untuk menunjukkan sehingga media sosial menjadi wadah bagi mereka. Disinilah AS
memanfaatkan ini untuk merayu dan mendapatkan teman wanita baru yang bisa dia ajak untuk
melakukan hubungan seks.
Bermodal sedikit sogokan berupa janji untuk makan atau keluar berdua, kemudian saat
dirasa sudah waktunya maka AS akan tidak sungkan untuk mengajak melakukan seks. Karena
pihak wanita pun juga tidak akan menolak. Kadang hubungan ini hanya terjadi lantaran
kebutuhan seks satu sama lain. AS jarang memakai hati pada setiap wanita yang ia kencani.
Karena nalurinya masih besar untuk mendapatkan keuntungan seksual. Dalam melakukan
hubungan seks itu pun juga ia tanpa memakai alat kontrasepsi. Baginya sudah hal biasa, dan ia
tidak takut akan resiko kehamilan karena dia berdalih dia bisa mengantisipasi dengan metode
coitus interuptus tadi. Ia juga yakin bahwa ia sehat-sehat saja karena saat ia melakukan seks
bebas ia benar-benar memilih wanita yang tidak sembarangan.
Dari ketiganya semua akan melakukan seks tanpa pengaman dengan alasan kenyamanan,
dan juga tahu dengan siapa mereka melakukannya. Seks tidak aman sendiri merupakan hal yang
cukup berbahaya. Seks bebas tanpa alat kontrasepsi resiko paling utama ialah kehamilan, dan
disusul dengan bahaya kesehatan seks yang lain. Karena penyakit seksual bisa terjadi karena hal
ini. Seperti HIV/AIDS, Sifilis (Raja singa) dan lain-lain. Tapi keoptimisan ketiganya akan resiko
yang akan terjadi mereka jawab dengan satu jawaban hampir sama, yaitu meski berganti-ganti
tapi mereka tahu dengan siapa mereka melakukannya, serta mereka menganggap dengan
pasangannya masing-masing pun tahu bagaimana menghindari resiko tadi, resiko kehamilan
utamanya. Tapi pada kahirnya semuanya juga tidak dibenarkan. Seks bebas ialah suatu
kenakalan yang wajib ditumpas. Seks ialah aktivitas sah yang hanya boleh dilakukan pasangan
menikah. Usia pelajar bukanlah usia yang patut melakukannya. Seks dilakukan karena akan
diikuti dengan tanggung jawab dibelakangnya. Bagi pasangan menikah seks dilakukan untuk
tujuan memperoleh keturunan dan kebutuhan badan bagi pasangan menikah. Sedangkan usia
pelajar melakukkanya karena hanya melihat kesenangan seksual semata. Kadang resiko
kehamilan dan kesehatan yang tidak diindahkan membuat masa depan mereka tidak berjalan
baik.

Anda mungkin juga menyukai