Anda di halaman 1dari 75

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

KAJIAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH KENTINGAN BARU


JEBRES MELALUI MEDIASI OLEH KANTOR PERTANAHAN
SURAKARTA

Penulisan Hukum
(Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk


Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh
FEBRI ATIKAWATI WISENO PUTRI
NIM : E.0007128

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kecuali
jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”
(QS. Ar Ra’du : 11)

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan


baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-
sangka”
(QS. Ath-Tholaaq)

Sesuatu yang telah kamu pilih, jalankan dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran niscaya akan manis yang kau petik
*****
Doa, ihtiyar, keyakinan, dan semangat adalah obat mujarat untuk mengapai
cita-cita
*****
Tidak beriman seseorang diantara kalian sebelum ia mencintai saudaranya
seperti kecintaannya terhadap dirinya sendiri
(HR Bukhari)

Untuk memahami hati dan pikiran seseorang,


Jangan melihat apa yang telah dia raih,
Lihatlah apa yang telah dia lakukan untuk menggapai cita-citanya
(Kahlil Gibran)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Hasil penulisan ini, penulis persembahkan kepada :

Dzat yang Maha Besar, Allah SWT, tempat kumempercayakan segalanya


Subhaanallaah Wal Hamdulillaah Wa Laa Ilaa Ha Illallaah Wallahu Akbar

Pemimpin dunia akhiratku, Rasulullah SAW,


yang telah menunjukkan jalan terang yang sebenarnya
Asyhadu An Laa Ilaaha Illaallaah Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasuulullaah

Papa dan Mamaku yang tercinta, yang selalu menyayangiku dengan tulus,
menjagaku, memotivasiku, dan memberikan yang terbaik untukku.
Semoga kasih Allah SWT senantiasa tercurah atas mereka berdua. Amin.

Kakakku tersayang, Mbak Diyah yang selalu memotivasi diriku dan yang
meramaikan hari-hariku
Kalian adalah anugerah terindah yang kumiliki.

Semua sahabatku, kalian merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai harganya,
yang selalu ihklas berbagi suka dan duka, thanks for all

Segenap Civitas Akademika FH UNS Tercinta


Viva Justisia

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas anugerah-Nya dan kesempatan
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan hukum ini, dengan judul ” Kajian
Penyelesaian Sengketa Tanah Kentingan Baru Jebres Melalui Mediasi Oleh Kantor
Pertanahan Kota Surakarta “.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan hukum ini, alhamdulilah
dapat terrselesaikan berkat dukungan dan kerjasama dari banyak pihak. Oleh karena itu
perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih penulis lewat rangkaian kata-kata
ini kepada:
1. Ibu Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Siti Warsini,S.H., M.H., selaku pembimbing akademik penulis selama menuntut ilmu
di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing penulis yang penuh
kesabaran membimbing penulis sehingga terwujudnya penulisan hukum ini.
4. Bapak Drs.Djuprianto Agus Susilo, M.Si selaku Kepala Kantor di Kantor Pertanahan
Kota Surakarta, yang memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Kantor Pertanahan Kota Surakarta.
5. Bapak Radiyanto, S.H., selaku Sub Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan di Kantor
Pertanahan Kota Surakarta, yang dengan penuh kesabaran mengarahkan dan membantu
penulis selama melakukan penelitian di Kantor Pertanahan Kota Surakarta.
6. Papa,Mama,kakak,tercinta serta keluarga besarku, terima kasih atas dukungan ,perhatian
dan do’anya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini
dengan lancar.
7. Pihak-pihak di Kantor Pertanahan Surakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah membantu dan memperlancar proses penelitian.
8. Seluruh dosen dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta,
yang selalu mempermudahkan penulis dalam menimba ilmu baik di kelas maupun di luar
kelas di Fakultas Hukum.
9. Teman-temanku tersayang, commit to user
Adhi,Laras,Vera,Farida,Edi,Dedi,Buyung yang setia
mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu
menyelesaikan penulisan hukum ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan hukum ini, isi substansi masih jauh dari
sempurna. Hal ini karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
masukan dan saran yang menunjang kesempurnaan penulisan hukum ini. Doa penulis
panjatkan kepada Allah, agar penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan bagi pihak yang membutuhkan, dengan rendah hati penulis ucapkan terima
kasih.

Surakarta, Oktober 2011

Penulis

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
ABSTRAK ........................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
E. Metode Penelitian .......................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan Hukum ....................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 15
A. Kerangka Teori .............................................................................. 15
1. Tinjauan Umum Tentang Sengketa Tanah .................................. 15
a. Pengertian Sengketa Pertanahan ........................................... 15
b. Penyebab Sengketa Tanah............................................... 17
c. Penyelesaian Sengketa Pertanahan ..................................... 18
2. Tinjauan Umum Tentang Mediasi ............................................... 20
a. Pengertian Mediasi ................................................................ 20
b. Tujuan dan Prinsip Mediasi .................................................. 23
c. Tahap-Tahap Mediasi ............................................................ 25
d.Mekanisme Mediasi ............................................................... 27

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Tinjauan Umum Tentang Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Dan


Penggunaan Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak ........................... 31

a. Pengertian Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah ............... 31


b. Penggunaan Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak ...................... 32
4. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah ........................... 33
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 39
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 41
A. Riwayat Sengketa Pertanahan Kentingan Baru.................................. 41
B. Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Kentingan Baru Oleh Kantor
Pertanahan Kota Surakarta ............................................................. 44
C. Hasil Penyelesaian Sengketa Pertanahan Oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta Sebagai Dasar Pemberian Hak Milik Kepada Okupusan
Tanah di Kentingan Baru ................................................................ 68
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 72
A. Kesimpulan ..................................................................................... 72
B. Saran ............................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Ragaan 1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 39


Ragaan 2. Permasalahan Kentingan Baru ........................................................... 43
Ragaan 3. Proses Penyelesaian Sengketa ........................................................... 45
Ragaan 4. Kaukus Mediasi Kentingan Baru Tahap I Maret 2010 ...................... 51
Ragaan 5. Kaukus Mediasi Kentingan Baru Tahap I April dan Juni 2010......... 55
Ragaan 6. Kaukus Mediasi Kentingan Baru Tahap II ........................................ 56

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota


Lampiran II Surat Penyerahan Tanah Kavling Kepada Pemegang Saham PT Bengawan
Permai
Lampiran III Daftar Nama Pemegang Hak Atas Tanah Kentingan Baru Jebres
Lampiran IV Berita Acara Mediasi (contoh)
Lampiran V Surat Pernyataan Kesepakatan Bersama Tahap I
Lampiran VI Surat Pernyataan Kesepakatan Bersama Tahap II
Lampiran VII Denah Relokasi Tahap I Desa Ngringo, Jaten, Karanganyar
Lampiran VIII Surat Pembuatan Denah Site Plan Relokasi Lahan II
Lampiran IX Perhitungan Dana Relokasi Tahap I
Lampiran X Perhitungan Dana Relokasi Tahap II

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

FEBRI ATIKAWATI WISENO PUTRI, 2011.KAJIAN PENYELESAIANAN SENGKETA


TANAH KENTINGAN BARU JEBRES MELALUI MEDIASI OLEH KANTOR
PERTANAHAN KOTA SURAKARTA, Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret.
Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai apakah penyelesaian
sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta sesuai
dengan peraturan perundang-undangan mengenai fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta
dan asas fungsi sosial atas tanah serta apakah hasil penyelesaian sengketa pertanahan di
Kentingan Baru oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta dapat dijadikan dasar pemberian hak
milik kepada okupusan tanah di Kentingan Baru.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Data
penelitian ini menggunakan bahan hukum. Bahan hukum dikumpulkan dengan dengan teknik
studi kepustakaan. Teknik analisis yang digunakan adalah silogisme deduksi dengan metode
interpretasi bahasa (gramatikal) dan Interpretasi sistematis, dengan aturan-aturan hukum
mengenai pertanahan dipandang sebagai premis mayor, dan premis minornya berupa fakta
yuridis, yaitu penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan Baru oleh Kantor Pertanahan
Kota Surakarta dan hasil penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta sebagai dasar pemberian hak milik kepada okupusan tanah di Kentingan Baru
sebagai dasar dalam menarik kesimpulan.
Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa peraturan
perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta dalam menyelesaikan sengketa pertanahan di Kentingan Baru yakni Pasal 2 dan
Pasal 3 huruf n Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional Jo. Pasal 54 huruf c Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan
Kantor Pertanahan Jo. Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa
Pertanahan dan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta Nomor 570/724/2005
tentang Pembentukan Sekretariat Penanganan Sengketa Pertanahan Kantor Pertanahan Kota
Surakarta. Hasil daripada penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta ini sesuai dengan asas fungsi sosial atas tanah dan Undang Undang Nomor 51 Prp
Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya
dapat dijadikan dasar pemberian hak milik kepada okupusan tanah di Kentingan Baru.
Implikasi penelitian yaitu berupa rekomendasi bahwa perlunya peningkatan
penyelenggaraan penyuluhan-penyuluhan hukum di bidang pertanahan kepada masyarakat
dalam hal menggunakan atau memelihara sebaik-baiknya tanah sesuai yang telah didaftarkan
pada Kantor Pertanahan. Agar tidak menimbulkan konflik atau sengketa pertanahan di
kemudian hari.
Kata kunci : penyelesaian, sengketa tanah,mediasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

FEBRI ATIKAWATI WISENO PUTRI, 2011. A STUDY ON THE RESOLUTION OF LAND


DISPUTE IN KENTINGAN BARU JEBRES MEDIATED BY THE SURAKARTA CITY
LAND AFFAIRS OFFICE. Faculty of Law of Sebelas Maret University.
This research studies and answer the problem concerning whether or not the resolution of
Land Dispute in Kentingan Baru Jebres, by the Surakarta City Land Affairs Office, has been
consistent with the legislation concerning the function of the Surakarta City Land Affairs Office
and social functional principle over the land, and whether or not the result of land dispute
resolution in Kentingan Baru by the Surakarta City Land Affairs Office can become the
foundation of proprietary right granting to the land occupant in Kentingan Baru.
This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature. The data of
research was law material. The law material was collected using library study technique.
Technique of analyzing data used was deductive syllogism with grammatical and systematical
interpretation methods, with legal rules concerning land affairs considered as major premise, and
the minor premise was juridical fact, namely the resolution of land dispute in Kentingan Baru by
the Surakarta City Land Affairs Office and the result of land dispute resolution by the Surakarta
City Land Affairs Office as foundation of proprietary right granting to the land occupant in
Kentingan Baru as the foundation of drawing on a conclusion.
From the result of research and discussion, it can be concluded that the legislations that
can be made the legal foundation, by the Surakarta City Land Affairs Office, in resolving the land
dispute in Kentingan Baru are Articles 2 and 3 letter n of Presidential Regulation Number 10 of
2006 about the National Land Affairs Agency Jo. Article 54 letter c of the Chairman of National
Land Affairs Agency’s Regulation Number 4 of 2006 about Organization and Work Procedure of
National Land Affairs Agency’s Regional Office and Land Affairs Office Jo Article 6 clause (2)
of Agrarian State Minister’/Chairman of National Land Affairs Agency’s Regulation Number 1
of 1999 about the Procedure of Land Dispute Management and the Chairman of Surakarta City
Land Affairs Office’s Decree Number 570/724/2005 about the Establishment of Land Affairs
Dispute Management Secretariat of Surakarta City Land Affairs Office. This result of land affairs
dispute resolution by Surakarta City Land Affairs Office has been consistent with the social
function principle over the land and Act Number 51 Prp of 1960 about the Prohibition of Using
Land Without the Owner’s or Beneficiary’s permission can be made as the foundation of granting
proprietary rights to the land occupant in Kentingan Baru.
The implication of research constitutes the recommendation about the importance of law
illumination implementation in land affairs area to the society regarding the use or the
maintenance of land as well as possible consistent with what registered in Land Affairs Office. In
order to prevent the land conflict or dispute from occurring in the future, the National Land
Affairs Agency should publish the regulation about the authority of Land Affairs Office in
resolving the land dispute.
Keywords: resolution, land dispute, mediation

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia dalam
rangka penyelenggaraan hidup dan kehidupan manusia. Di lain pihak, bagi negara dan
pembangunan, tanah juga menjadi modal dasar bagi penyelenggaraan kehidupan
bernegara dalam rangka integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) dan
untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tanah merupakan faktor utama bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini G.
Kartasapoetra mengatakan :
Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia
itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas tanah
serta memperoleh bahan pangan untuk manunjang kehidupannya dengan cara
mendayagunakan tanah. Sejarah perkembangan dan kehancurannya ditentukan
pula oleh tanah, masalah tanah dapat menimbulkan persengketaan dan
peperangan dahsyat karena manusia-manusia atau suatu bangsa ingin menguasai
tanah orang atau bangsa lain karena sumber-sumber alam yang terkandung di
dalamnya (G. Kartasapoetra dkk, 1990 : 1).

Selain itu tanah juga mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan
capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di
kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan, sedangkan sebagai capital
asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan. Sebagai capital asset tanah
telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan
perniagaan dan objek spekulasi. Di satu sisi tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, secara lahir, batin, adil, dan merata,
sedangkan di sisi lain juga harus dijaga kelestariaannya (H. Achmad Rubaie, 2007: 1).
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya sehingga
bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemilik sekaligus bagi masyarakat dan
negara. Ketentuan tersebut tidak berarti kepentingan perseroangan akan terdesak sama
sekali oleh kepentingan umum (masyarakat).Di samping kepentingan umum, UUPA juga
memperhatikan kepentingan perseorangan. Kepentingan masyarakat dan kepentingan
perseorangan harus saling mengimbangi hingga tercapainya tujuan dari negara kita, yaitu
commit
kemakmuran, keadilan, dan kebahagiaan to userseluruhnya
bagi rakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Karena itu, alangkah tepatnya UUD 1945 dengan Pasal 33 ayat (3) yang
menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, yang
merupakan ketentuan atau hukum dasar bagi pendayagunaan tanah oleh seluruh rakyat
Indonesia bagi kepentingan hidupnya.
Arti menguasai dalam hal ini bukan berarti menghilangkan hak hak pemilikan
atas tanah bagi warga Negara Indonesia, melainkan menguasai dalam arti
mengatur dan mengawasi sedemikian rupa dalam tiap-tiap pendayagunaan tanah-
tanah tersebut agar para pemilik tanah atau pemegang hak-hak lainnya (hak
pakai,hak guna usaha,penyewa dan lain sebagainya) :
a. tidak melakukan kerusakan-kerusakan atas tanah,
b. tidak menelantarkan tanah,
c. tidak melakukan pemerasan-pemerasan atas tanah atau pendayagunaan
(exploitation) yang melebihi batas,
d. tidak menjadikan tanah sebagai alat pemerasan terhadap orang lain
(exploitation des I’Homme par L.Homme (G. Kartasapoetra dkk, 1990 : 8-9).

Dalam rangka mewujudkan tanah untuk keadilan dan kesejahteraan, arah dan
kebijakan pertanahan difokuskan pada empat prinsip:
1. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat,
2. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan tatanan kehidupan
bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan,
penguasaan, dan pemilikan tanah,
3. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata dalam menjamin keberlanjutan sistem
kemasyarakatan, ke-bangsaan, dan kenegaraan Indonesia, dan
4. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata dalam menciptakan tatanan kehidupan
bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik.
Tanah merupakan sumber daya alam yang langka yang bersifat tetap serta
digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia akan perumahan,
pertanian, perkebunan maupun kegiatan industri yang mengharuskan tersedianya tanah.
Berdasarkan kenyataan tersebut, Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki
jumlah penduduk yang banyak, juga mengalami masalah pertanahan yang biasanya
menimbulkan konflik antara pemegang hak dengan orang lain..
Sengketa hukum atas tanah tidak dapat dilepaskan dalam kaitannya dengan
commit to user
konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia kita yaitu Negara Hukum yang berorientasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kepada kesejahteraan umum sebagaimana tersurat dan tersirat di dalam Undang-Undang


Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam bentuk Negara yang demikian, maka
setiap usaha pemerintah mau tidak mau akan memasuki hampir seluruh aspek kehidupan
dan penghidupan rakyat, baik sebagai perorangan maupun sebagai masyarakat.Warga
masyarakat selalu ingin mempertahankan hak-haknya, sedangkan pemerintah juga harus
menjalankan kepentingan terselenggaranya kesejahteraan umum bagi seluruh warga
masyarakat. Sengketa-sengketa demikian tidak dapat diabaikan tanpa ditangani secara
sungguh-sungguh, oleh karena apabila hal tersebut dibiarkan, maka akan membahayakan
kehidupan masyarakat, terganggunya tujuan negara serta program pemerintah itu sendiri
(Rusmadi Murad, 1991: 1).
Cita-cita tersebut sesuai dengan Sebelas Agenda BPN RI khususnya Agenda ke-5
“Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di
seluruh Indonesia secara sistematis”serta TAP MPR RI No: IX / MPR / 2001 tentang
Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Pasal 4 :“d. Mensejahterakan
rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia” dan Pasal
5 :“d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang
timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna
menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip
sebagaimana dalam Pasal 4 Ketetapan ini”(http://bpn-solo.com/files/buku_PPAN_ISI.pdf)
Hukum administrasi negara pada hakekatnya dibutuhkan dalam penyelenggaraan
kebijaksanaan pertanahan oleh Badan pertanahan di Indonesia, terutama dalam hal:
1. Memungkinkan Badan Pertanahan Nasional beserta seluruh jajarannya menjalankan
tugas dan kewenangannya di bidang pertanahan;
2. Memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat atas sikap tindak
aparatur Badan Pertanahan Nasional

Sekalipun berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan non Kementrian yang


bertanggungjawab langsung kepada Presiden, akan tetapi Badan Pertanahan Nasional
terkualifikasi sebagai administrasi negara. Badan Pertanahan Nasional bertugas
membantu Presiden dalam pengelolaan dan pengembangan keadministrasian di bidang
pertanahan di Indonesia, yang meliputi: pengaturan penggunaan tanah, penguasaan tanah,
pemilikan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah, serta
lain-lain urusan pemerintahan yang commit to user
berkaitan erat dengan masalah pertanahan (SF.
Marbun, 2004: 385).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam melakukan tindakan penyelesaian


sengketa / konflik pertanahan yang ada juga dituntut untuk tetap mengedepankan
keadilan, sehingga diharapkan dalam mengambil suatu keputusan, tidak merugikan para
pihak, bahkan mampu mewujudkan suatu penyelesaian secara damai di antara para pihak
yang bersengketa.Hal tersebut mengingat selama ini sengketa pertanahan cenderung
diselesaikan melalui lembaga peradilan yang lebih bersifat win-lose solution.
Dengan berjalannya waktu, penyelesaian sengketa melalui ADR (Alternative
Dispute Resolution) secara implisit dimuat dalam Perpres No. 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam struktur organisasi BPN
dibentuk suatu kedeputian, yakni Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan
Sengketa dan Konflik Pertanahan. BPN telah pula menerbitkan Petunjuk Teknis
Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan melalui Keputusan Kepala
BPN RI No. 34 Tahun 2007. Dalam menjalankan tugasnya menangani sengketa
pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui mediasi. Pembentukan
kedeputian tersebut menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa penyelesaian berbagai
konflik dan sengketa pertanahan itu sudah merupakan hal yang sangat mendesak
sehingga diupayakan membentuk kedeputian untuk penenganannya. Kedua,
terdapat keyakinan bahwa tidak semua sengketa harus diselesaikan melalui
Pengadilan (Maria S.W., 2008: 7).

Di Kota Surakarta, dari berbagai konflik pertanahan yang telah teridentifikasi oleh
Kantor Pertanahan Kota Surakarta, salah satunya terletak di Kampung Kentingan Baru, di
mana dahulu telah terjadi ruislah (tukar menukar) antara Pemerintah Kota Surakarta
dengan PT. Bengawan Permai, yaitu tanah Jurug yang menjadi milik Pemerintah Kota
Surakarta, sedangkan tanah Kentingan Baru menjadi milik PT. Bengawan Permai.
Kemudian PT. Bengawan Permai tersebut mengalami pailit, sehingga terjadi pelepasan
saham termasuk areal Kentingan Baru dengan luas 20.000 m2 dan diterbitkan sertifikat
Hak Milik dan Hak Guna Bangunan sebanyak 48 atas nama para pemilik saham PT
tersebut. Pada era reformasi tahun 1998, terjadi okupasi di areal Kentingan Baru, yang
dilakukan oleh 250 kepala keluarga. Okupasi yang dilakukan warga tersebut
menimbulkan permasalahan yang hingga saat ini belum sepenuhnya terselesaikan.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan Kota
Surakarta sebagaimana Tugas Pokok dan Fungsinya dalam menyelesaikan sengketa dan
konflik pertanahan, salah satunya ditempuh melalui jalur mediasi penyelesaian konflik
guna melaksanakan Sebelas Agenda BPN RI, khususnya Agenda ke-5 serta amanat dari
TAP MPR RI No : IX / MPR / 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan
commit
Sumber Daya Alam serta Empat Prinsip Arah to user
dan Kebijakan pertanahan tersebut dengan
tetap mengedepankan keadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk


mengadakan penelitian dengan judul : KAJIAN PENYELESAIAN SENGKETA
TANAH KENTINGAN BARU JEBRES MELALUI MEDIASI OLEH KANTOR
PERTANAHAN KOTA SURAKARTA

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Apakah penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres, oleh Kantor
Pertanahan Kota Surakarta sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai
fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta ?
2. Apakah hasil penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta dapat dijadikan dasar pemberian hak milik kepada okupusan tanah di
Kentingan Baru, Jebres ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Obyektif
a. Untuk memberikan persepsi penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan Baru,
Jebres, oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
b. Untuk memberikan persepsi hasil penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor
Pertanahan Kota Surakarta dapat dijadikan dasar pemberian hak milik kepada
okupusan tanah di Kentingan Baru, Jebres.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum, khususnya
hukum agraria, terutama mengenai penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor
Pertanahan Kota Surakarta.
b. Sebagai strategi pemberdayaan mahasiswa melalui pengayaan wawasan dan
peningkatan kompetensi dalam rangka peningkatan kualitas lulusan yang memiliki
commit
daya saing dan berkemampuan untuk to usermenjadi wirausaha mandiri.
tumbuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam


ilmu hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada
umumnya dan hukum agraria pada khususnya, terutama mengenai penyelesaian
sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk
mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Untuk dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang membutuhkan pokok bahasan
yang dikaji, dengan disertai pertanggungjawaban secara ilmiah.

E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,prinsip-
prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi
(Peter Mahmud Marzuki,2005: 35). Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis
penelitian normatif. Penelitian normatif adalah penelitian yang mengkaji hukum
sebagai norma. Dengan kata lain penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka dan data sekunder lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu mempelajari mengenai tujuan hukum,
nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma
hukum (Peter Mahmud, 2005 : 22).
Di sini penulis menguraikan bagaimana seharusnya proses penyelesaian
sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres, oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta, beserta tindak lanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach), yaitu pendekatan dengan menggunakan
legislasi dan regulasi (Peter Mahmud, 2005 : 97). Karena yang diteliti adalah berbagai
peraturan yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian, dalam hal ini
adalah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek
penelitian.
4. Jenis Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang digunakan oleh seseorang secara tidak
langsung dan diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, laporan, makalah,
dokumen, doktrin, bahan-bahan kepustakaan, dan sumber-sumber tertulis lainnya
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu tentang proses penyelesaian
sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres, oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta, beserta tindak lanjut dari hasil penyelesaian sengketa pertanahan di
Kentingan Baru, Jebres, oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta.
5. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum adalah tempat diketemukannya bahan hukum. Sumber
bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah sumber
bahan hukum, yaitu menggunakan bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa
peraturan perundangan, dokumen, buku-buku, laporan, arsip, makalah, dan literatur
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber bahan hukum yang digunakan
dalam penelitian hukum ini meliputi :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer dalam penulisan hukum ini adalah norma atau kaidah dasar
dalam hukum di Indonesia dan beberapa peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia sebagai berikut : Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi,
dan Nepotisme (KKN) , Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang
Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999commit to Arbitrasi
tentang user dan APS, Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Keputusan Presiden Republik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang


Pertanahan, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan
Kantor Pertanahan, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi, dan Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan
Penyelesaian Masalah Pertanahan serta Petunjuk Teknis Badan Pertanahan
Nasional Nomor 5 Tahun 2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer sehingga dapat membantu memahami dan menganalisis
bahan hukum primer, yaitu buku-buku, literatur-literatur, berkas-berkas atau
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tertier, adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus hukum,
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan bahan-bahan dari internet yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan, yaitu merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, data-data dan
commit
literatur lainnya yang ada hubungannya to user
dengan penelitian yang dilakukan. Dalam hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ini, data diklarifikasikan kepada pejabat yang terkait, yaitu Kepala Sub Seksi
Sengketa dan Konflik Pertanahan, Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

7. Teknik Analisis Data


Untuk memperoleh jawaban terhadap penelitian hukum ini digunakan
silogisme deduksi dengan metode :
a. Interpretasi bahasa (gramatikal), yaitu memberikan arti kepada suatu istilah atau
perkataan sesuai dengan bahasa sehari-hari. Jadi, untuk mengetahui makna
ketentuan undang-undang, maka ketentuan undang-undang itu ditafsirkan atau
dijelaskan dengan menguraikannya menurut bahasa umum sehari-hari (Sudikno
Mertokusumo, 2004 : 57).
b. Interpretasi sistematis, yaitu menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan
menghubungkannya dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau
dengan keseluruhan sistem hukum (Sudikno Mertokusumo, 2004 : 59). Jadi
undang-undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satupun ketentuan di dalam
undang-undang merupakan aturan yang berdiri sendiri (Peter Mahmud, 2005 :
112).
Dalam hal ini, Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme
(KKN), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrasi dan APS, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003
tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, Peraturan
Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999
tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan

commit
Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional to user Indonesia, Peraturan Kepala Badan
Republik
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan Kantor Pertanahan,
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang
Prosedur Mediasi, dan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34
Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah
Pertanahan, serta Petunjuk Teknis Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2007
tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi sebagai premis mayor. Adapun yang
menjadi premis minor adalah :
a. Penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres, oleh Kantor
Pertanahan Kota Surakarta.
b. Hasil penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta
sebagai dasar pemberian kompensasi kepada Okupusan tanah di Kentingan Baru,
Jebres.
Melalui proses silogisme akan diperoleh simpulan (conclusio) berupa hukum positif
in conreto yang dicari mengenai penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan
Baru, Jebres, oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dalam penulisan karya ilmiah,


maka penulis menyiapkan suatu sistematika dalam penyusunan penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu pendahuluan, tinjauan
pustaka, hasil penelitian dan pembahasan, serta simpulan dan saran ditambah dengan
daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang disusun dengan sistematika sebagai berikut.
Bab pertama mengenai Pendahuluan, diuraikan mengenai gambaran awal
penelitian ini, yang meliputi latar belakang penyelesaian sengketa pertanahan di
Kentingan Baru, Jebres, oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta, kemudian mengenai
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
metode penelitian yang dipergunakan dalam melakukan penelitian.
Bab kedua mengenai Tinjauan Pustaka, penulis menguraikan mengenai landasan
teori berdasarkan literatur-literatur yang penulis gunakan, tentang hal-hal yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti. Hal tersebut meliputi : tinjauan umum tentang
commit to
sengketa pertanahan, tinjauan umum tentang user tinjauan umum tentang peraturan
mediasi,
perundang-undangan mengenai pemberian hak milik dan pendaftarannya, serta tinjauan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

umum tentang Kantor Pertanahan. Hal tersebut ditujukan agar pembaca dapat memahami
tentang permasalahan yang penulis teliti.
Bab ketiga mengenai Hasil Penelitian dan Pembahasan.Dalam pembahasan dapat
dianalisa bahwa penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres, oleh Kantor
Pertanahan Kota Surakarta sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai
fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Dalam hal ini, berlandaskan Pasal 2 dan Pasal
3 huruf n Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Jo. Pasal 54 huruf c Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006, dan juga berlandaskan Pasal 6 ayat (2)
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
1999 serta Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta Nomor 570/724/2005.
Dari hasil penyelesaian sengketa pertanahan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta, dapat dijadikan dasar pemberian kompensasi kepada okupusan tanah di
Kentingan Baru, Jebres, selanjutnya dilakukan pendaftaran tanah sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
Bab keempat mengenai Penutup, diuraikan mengenai simpulan dan saran. Adapun
kesimpulannya, yaitu bahwa penyelesaian sengketa sengketa pertanahan di Kentingan
Baru, Jebres, oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta sesuai dengan peraturan perundang-
undangan mengenai fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta, dan hasil penyelesaian
sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta dapat dijadikan dasar
pemberian kompensasi kepada okupusan tanah di Kentingan Baru, Jebres.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Sengketa Pertanahan
a. Pengertian Sengketa Pertanahan
Sengketa dalam pengertiannya yang luas (termasuk perbedaan pendapat,
perselisihan, ataupun konflik) adalah hal yang lumrah dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dapat terjadi saat dua orang atau lebih berinteraksi pada
suatu peristiwa/situasi dan mereka memiliki persepsi, kepentingan, dan keinginan
yang berbeda terhadap peristiwa/situasi tersebut. Sengketa perbedaan pendapat
yang telah mencapai eskalasi tertentu atau mengemukan (Indonesian Institute for
Conflict Transformation,2006: 27).
Pengertian sengketa pertanahan termuat secara jelas dalam Pasal 1 ayat (1)
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, yang berbunyi,
“sengketa pertanahan adalah perbedaan pendapat mengenai:
1. Keabsahan suatu hak;
2. Pemberian hak atas tanah;
3. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda
bukti haknya,antara pihak-pihak yang yang berkepentingan maupun
antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi di lingkungan
Badan Pertanahan Nasional ”.
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang
merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas yang
bersifat subjektif dan tertutup yang dapat dialami oleh perorangan maupun
kelompok. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi conflict
of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya
kepada pihak kedua. Apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan
pihak pertama, selesailah konflik tersebut. Tetapi apabila reaksi dari pihak kedua
menunjukan perbedaan pendapat atau memiliki nila-nilai yang berbeda, terjadilah
apa yang dinamakan sengketa. Proses sengketa terjadi karena tidak adanya titik
temu antara pihak-pihak yang bersengketa dan secara potensial, dua pihak yang
mempunyai pendirian/pendapat yang berbeda dapat beranjak ke situasi sengketa
commit to user
(Suyud Margono, 2004:34).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk menangani sengketa pertanahan, maka dibentuk suatu unit kerja


prosedural baik dari unit kerja struktural di lingkungan Kantor Menteri Negara
Agraria sampai dengan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang sesuai dengan
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan.Kemudian untuk
melaksanakan penanganan sengketa tanah, Menteri Negara Agraria mengeluarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Negara Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
Dengan demikian secara garis besar dapat ditarik kesimpulan, bahwa
sengketa atau konflik merupakan pertentangan atau ketidaksesuaian antara para
pihak yang akan atau sedang melakukan hubungan atau kerjasama yang
disebabkan karena tidak adanya titik temu antara para pihak tentang sesuatu hal.
Sengketa merupakan konflik antara dua pihak atau lebih yang mempunyai
kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek Hak Atas Tanah.
Timbulnya sengketa hukum adalah bermula dari pengaduan sesuatu pihak
(orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik
terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku (Rusmadi Murad, 1991:22).
b. Penyebab Terjadinya Sengketa Tanah
Adapun pemicu terjadinya sengketa bermacam-macam, misalnya:
1) kesalahpahaman
2) perbedaan penafsiran
3) ketidakjelasan pengaturan
4) ketidakpuasan
5) kertersinggungan
6) kecurigaan
7) tindakan yang tidak patut, curang atau tidak jujur
8) kesewenang-wenangan atau ketidakadilan
9) terjadinya keadaan-keadaan yang tidak terduga (Indonesian Institute for
Conflict Transformation,2006: 28).

commit urban
“In many developed countries, to userland is a major componentof overall
land use. Understanding patterns of urban land and property ownership is
important not only because the size and configuration of land holdings
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

affect urban morphology through newdevelopment, regeneration and


refurbishment of existing land and property, but also because historically,
the timing of land sales affects the nature and shape of urban development
by reflecting contemporaneous architectural and planning styles .”Di
banyak negara maju, tanah perkotaan adalah penggunaan lahan utama
componentof keseluruhan. Memahami pola lahan perkotaan dan
kepemilikan properti penting bukan hanya karena ukuran dan konfigurasi
kepemilikan tanah mempengaruhi morfologi perkotaan melalui
newdevelopment, regenerasi dan perbaikan tanah dan properti yang ada,
tetapi juga karena secara historis, waktu penjualan tanah mempengaruhi
sifat dan bentuk pembangunan perkotaan dengan merefleksikan gaya
arsitektur dan perencanaan kontemporer (Tim Dixon, 2009:44).

Hal tersebut yang menyebabkan tanah di perkotaan menjadi tanah idaman


banyak orang, yang rawan akan terjadinya sengketa tanah.
Penyebab sengketa tanah seperti yang diuraikan pada halaman Badan
Pertanahan Nasional ialah sebagai berikut :
1) Persediaan tanah relatif terbatas sementara pertumbuhan penduduk meningkat
2) Ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, pembangunan dan pemanfaatan
tanah
3) Tanah terlantar dan Resesi Ekonomi
4) Pluralisme hukum tanah dimasa kolonial
5) Persepsi dan kesadaran Hukum masyarakat terhadap penguasaan dan
pemilikan tanah
6) Inkonsistensi Kebijakan Pemerintah dalam penyelesaian masalah
7) Reformasi
8) Kelalaian petugas dalam proses pemberian dan pendaftaran hak atas tanah
9) Sistem Peradilan
10) Lemahnya sistem administrasi pertanahan
11) Tidak terurusnya tanah-tanah aset Instansi Pemerintah
(http://bpnjateng.net/index.php?action=news.detail&id_news=22)

c. Penyelesaian Sengketa Pertanahan


Penyelesaian sengketa pertanahan dapat ditempuh dengan dua jalur, yaitu
penyelesaian sengketa pertanahan di luar Pengadilan atau penyelesaian sengketa
pertanahan melalui Pengadilan :
commit to user
1) Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Luar Pengadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Langkah-langkah pendekatan terhadap para pihak yang bersengketa


sering berhasil di dalam usaha penyelesaian sengketa (dengan jalan
musyawarah/mediasi). Tindakan ini tidak jarang menempatkan pihak instansi
pemerintah ,BPN untuk menempatkan dirinya sebagai mediator di dalam
menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan (Indonesian Institute for Conflict
Transformation,2006: 28).
Untuk itu diperlukan sikap tidak memihak serta tidak melakukan
tekanan-tekanan, akan tetapi tidak berarti bahwa mediator tersebut harus
bersikap pasif. Pihak BPN harus mengemukakan beberapa cara penyelesaian,
menunjukkan kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan mungkin yang
timbul, yang dikemukakan kepada para pihak. Mediasi ini apabila dilakukan,
harus pula memperhatikan tata cara formal seperti surat pemanggilan, berita
acara atau notulen rapat, akta atau pernyataan perdamaian yang berguna
sebagai bukti bagi para pihak maupun pihak ketiga. Hal semacam ini biasanya
kita temukan dalam akta perdamaian, baik yang dilakukan di muka hakim
maupun di luar Pengadilan atau notaries (Rusmadi Murad, 1991:26-27).
Pelaksanaan mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar
Pengadilan juga telah diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Badan Pertanahan
Nasional menerbitkan Keputusan Kepala BadanPertanahan Nasioanal Nomor
34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian
Masalah Pertanahan. Dalam Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, alternatif penyelesaian sengketa diartikan sebagai
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar Pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi ataupun penilaian ahli (Pasal 1 angka
10). Termasuk dalam kategori ini adalah penyelesaian dengan arbitrase. Dalam
teori yang ada, penyelesaian yang dimaksud di atas sering diistilahkan sebagai
suatu alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution).
Wujudnya biasanya berupa negosiasi, mediasi, konsiliasi ataupun arbitrase.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Pengadilan


Apabila usaha-usaha musyawarah/mediasi tersebut mengalami jalan
buntu, atau ternyata ada masalah-masalah prinsipil yang harus diselesaikan
oleh instansi lain yang berwenang, misalnya Pengadilan, maka kepada yang
bersangkutan disarankan untuk mengajukan masalahnya ke Pengadilan.
Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang
menyatakan bahwa, “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai
sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu
hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan
adanya hak atau peristiwa tersebut”.
Karakteristik Litigasi atau penyelesaian sengketa melalui Pengadilan:
a) Prosesnya sangat formal (terikat pada hukum acara).
b) Para pihak berhadap-hadapan, adu argumentasi, mengajukan alat bukti.
c) Pihak ketiga netralnya (hakim) tidak ditentukan oleh para pihak, dan
keahliannya bersifat umum.
d) Prosesnya bersifat terbuka/ transparan.
e) Hasil akhir berupa putusan yang didukung pertimbangan/ pandangan
hakim(Indonesian Institute for Conflict Transformation,2006: 36).

2. Tinjauan Umum Tentang Mediasi


a. Pengertian Mediasi
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, mediasi diartikan sebagai
proses pengikutsertaan pihak ketiga (mediator) dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasehat (Depdikbud, 1997:640).Pengertian mediasi
mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses
penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau
lebih.Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak
yang berasal dari luar pihak yang bersengketa.Ketiga, pihak yang terlibat dalam
penyelesaian tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki
kewenangan apa apa dalam pengambilan keputusan (Syahrizal Abbas, 2009:1).
Definisi mediasi adalah negosiasi antara kedua belah pihak yang dibantu
oleh pihak ketiga yang bersifat netral (Said Faisal, 2004:49). Mediasi adalah
negosiasi lanjutan, yaitu perundingan yang dibantu oleh pihak ketiga netral yang
keberadaannya dipilih oleh para pihak. Mediator tidak mempunyai wewenang
untuk mengambil keputusan.commit to user
Di dalam melakukan perundingan dikenal dua
teknik yaitu perundingan yang bertumpu pada posisi dan perundingan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bertumpu pada kepentingan. Keberhasilan mediasi ditentukan oleh kecakapan


mediator, oleh karena itu mediator harus menguasai berbagai keterampilan dan
teknik. Agar dapat membantu para pihak menyelesaikan sengketa dan dapat
menawarkan alternatif penyelesaian, mediator harus dapat memetakan apa yang
menjadi penyebab konflik. Hal ini dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap
sikap, persepsi, pola interaksi, dan komunikasi yang ditunjukkan para pihak
dalam perundingan. Menurut Moore, ada tiga tipe mediator, yaitu:
1) Mediator jaringan sosial (social network mediator)
Sebuah jalinan atau hubungan sosial yang ada atau tengah
berlangsung sebagai upaya untuk mempertahankan keserasian atau
hubungan baik dalam sebuah komunitas, karena si mediator maupun
para pihak sama-sama menjadi bagian di dalamnya.
2) Mediator otoriatif (authoritative mediator)
Mediator autoritatif adalah mereka yang berusaha membantu
pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perbedaan-
perbedaan di antara mereka, tetapi si mediator sesungguhnya
memiliki posisi yang kuat dan berpengaruh, sehingga mereka
memiliki potensi atau kapasitas untuk mempengaruhi hasil akhir dari
sebuah proses mediasi. Namun, seorang mediator autoritatif selama ia
menjalankan peran sebagai mediator tidak menggunakan kewenangan
atau pengaruhnya itu karena didasarkan pada keyakinan atau
pandangannya, bahwa pemecahan yang terbaik terhadap sebuah kasus
bukanlah ditentukan oleh dirinya sebagai pihak yang berpengaruh
atau berwenang, tetapi harus dihasilkan oleh upaya-upaya pihak-pihak
yang bersengketa sendiri.

3) Mediator mandiri (independent mediator)


Mediator yang menjaga jarak antara para pihak maupun dengan
persoalan yang tengah dihadapi oleh para pihak. Mediator tipe ini
lebih banyak ditemukan dalam masyarakat atau budaya yang telah
mengembangkan tradisi kemandirian dan menghasilkan mediator-
mediator profesional (Indonesian Institute for Conflict
Transformation,2006:65-66)

Di Indonesia, untuk mediasi di pengadilan, Mahkamah Agung telah


mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi Pengadilan.
Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak
dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 Ayat (6) PerMA Nomor 2 Tahun
2003).Sedangkan untuk pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, Menteri
commit
Negara Agraria/Kepala Badan to user Nasional mengeluarkan Petunjuk
Pertanahan
Teknis Nomor 5 Tahun 2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar


yang tidak memihak (impartial) bekerjasama dengan pihak yang bersengketa
untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. Berbeda
dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk
memutuskan sengketa. Mediator hanya membantu para pihak untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya. Dalam sengketa
di mana salah satu pihak lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya,
pihak ketiga memegang peranan penting untuk menyertakannya. Kesepakatan
dapat tercapai dengan mediasi karena pihak yang bersengketa berhasil mencapai
saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa tanpa
arahan konkrit dari pihak ketiga (Indonesian Institute for Conflict
Transformation,2006:28-29).
Dari beberapa pengertian mediasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
mediasi merupakan suatu proses penyelesaian masalah melalui negosiasi dengan
bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral. Netralitas di sini dimaksudkan
bahwa mediator tidak mempengaruhi para pihak dalam menentukan, menerima
atau menolak alternatif penyelesaian sengketa yang ditawarkan oleh masing-
masing pihak. Untuk memperoleh gambaran lebih mengenai altenatif
penyelesaian sengketa dapat dilihat dalam Pasal 6 Undang Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan dan Petunjuk Teknis
Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2007 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Mediasi.

b. Tujuan dan Prinsip Mediasi


1) Tujuan Mediasi
Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan. Mediasi merupakan bentuk penyelesaian yang
bersifat informal, sukarela, memandang ke depan, bekerjasama atas dasar
kepentingan guna menyelesaikan sengketa yang dapat menguntungkan kedua
belah pihak (win-win solution).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tujuan penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah untuk


menghasilkan suatu rencana atau kesepakatan kedepan yang dapat diterima
dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa (Syahrizal Abbas,2009:24).
Pemyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan
manfaatnya, karena para pihak yang telah mencapai kesepakatan akan
mengakhiri persengketaan mereka secara adil dan menguntungkan.

2) Prinsip Mediasi
Prinsip dasar (basic principles) adalah landasan filosofis dari
diselenggarakannya kegiatan mediasi.Bahwa mediasi merupakan suatu
alternatif penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh dalam mengatasi
persoalan-persoalan di dalam masyarakat(Syahrizal Abbas, 2009:28).
Mengingat tujuan utama mediasi adalah menyelesaikan masalah,
bukan sekedar menerapkan norma maupun menciptakan ketertiban saja maka
pelaksanaannya harus didasarkan prinsip-prinsip umum sebagai berikut :
a) Kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasiaan yang dimaksudkan di sini adalah bahwa segala sesuatu
yang terjadi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan
pihak pihak yang bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers
oleh masing masing pihak.Hal ini penting untuk menemukan kebutuhan dan
kepentingan mereka secara nyata.
b) Sukarela (volunteer)
Prinsip ini sangat penting karena para pihak mempunyai kehendak
yang bebas untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek sengketa hal
ini dimaksudkan agar dikemudian hari tidak terdapat keberatan-keberatan
atas kesepakatan yang telah diambil dalam rangka penyelesaian sengketa
tersebut.
c) Pemberdayaan (empovment)
Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang
ke mediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan
masalah meraka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan.Kemampuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mereka dalam hal ini harus diakui dan dihargai, dan oleh karena itu setiap
solusi atau jalan penyelesaian sebaiknya tidak dipaksakan dari luar.
d) Netral (neutrality)
Penyelesaian sengketa melalui mediasi harus bebas dari pengaruh
dari pihak manapun, baik dari masing-masing pihak, mediator maupun
pihak ke-tiga untuk itu mediator harus Independen dan netral.
e) Hubungan Personal antara Pihak
Penyelesaian sengketa selalu akan difokuskan pada substansi
persoalan, untuk mencari penyelesaian yang lebih baik daripada sekedar
rumusan kesepakatan yang baik. Hubungan antar para pihak diupayakan
tetap terjaga meskipun persengketaannya telah selesai. Inilah yang menjadi
alasan mengapa penyelesaian sengketa melalui mediasi bukan saja
berupaya mencapai solusi terbaik tetapi juga solusi tersebut tidak
mempengaruhi hubungan personal (Syahrizal Abbas, 2009:28-30).

c. Tahap-Tahap Mediasi
Tahap-tahap proses mediasi menurut pendapat Moore ialah sebagai
berikut: (Indonesian Institute for Conflict Transformation,2006:69)
1) Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa
2) Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi
3) Mengumpulkan dan menganalisa informasi latar belakang sengketa
4) Menyusun rencana mediasi
5) Membangun kepercayaan dan kerjasama diantara para pihak
6) Memulai sidang mediasi
7) Merumuskan masalah dan menyusun agenda
8) Mengungkapkan kepentingan tersembunyi para pihak
9) Mengembangkan pilihan-pilihan penyelesaian sengketa
10) Proses tawar menawar akhir
11) Mencapai kesepakatan formal

Pendapat lain tentang tahap-tahap mediasi menurut Gary Goodpaster


terdiri dari empat tahap, yaitu : (Munir Fuady, 2003 : 48)
1) Tahap pembentukan forum
Dalam tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
a) Rapat bersama dan moderator membuka sidang mediasi
b) Mediator menjelaskan tentang peran dan wewenang
c) Mediator berusaha membangun kepercayaan para pihak dalam proses
negosiasi
d) Mediator menjelaskan commitaturan todasar
user dari mediasi, aturan kerahasiaan
(confidentially) dan ketentuan rapat-rapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

e) Mediator menjawab pertanyaan-pertanyaan para pihak


f) Bila para pihak sepakat melanjutkan perundingan, mediator meminta
komitmen para pihak untuk mengikuti aturan yang disepakati

2) Tahap informasi
a) Rapat Bersama
(1) Mediator memberi kesempatan kepada masing-masing pihak untuk
berbicara
(2) Masing-masing pihak menyampaikan fakta dan posisi menurut versi
masing-masing
(3) Mediator bertindak sebagai pendengar yang aktif, dan dapat
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan
(4) Mediator menerapkan aturan kepantasan dan mengontrol interaksi para
pihak
b) Kaukus
(1) Mediator mengadakan pertemuan dengan para pihak secara terpisah
(caucus) untuk mengembangkan informasi lebih lanjut dan mengetahui
keinginan, kepentingan dan kemungkinan penyelesaian masing-masing
pihak.
(2) Mediator membuat rumusan ulang berdasarkan informasi yang
dikembangkan pada pertemuan (rapat bersama) dan kaukus, mediator
mengutarakan inti persengketaan (kasus posisi)
c) Tahap pemecahan masalah
Mediator secara bersama-sama maupun secara terpisah berupaya :
(1) Mengidentifikasi isu-isu
(2) Memberi pengarahan kepada para pihak tentang tawar-menawar untuk
pemecahan masalah
(3) Mengubah pendirian para pihak dari posisi (positional based) menjadi
kepentingan (interest based)
(4) Membantu para pihak menaksir, menilai, dan memprioritaskan
kepentingan-kepentingan
(5) Memperluas atau mempersempit sengketa jika perlu
(6) Membuat agenda negosiasi
(7) Memberikan penyelesaian alternatif

d) Tahap pengambilan keputusan


(1) Mediator bekerja dengan para pihak untuk:
(2) Membantu mereka mengevaluasi pilihan
(3) Menetapkan trade off dan menawarkan paket penyelesaian
(4) Memperkecil perbedaan-perbedaan
(5) Menemukan basis yang adil bagi alokasi bersama

Mediator jika perlu dapat melakukan :


(1) Menekan para pihak
(2) Menemukan rumusan untuk menghindarkan rasa malu (face saving)
(3) Membantu para pihak menghadapi para pemberi kuasa

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Mekanisme Mediasi
Menurut ketentuan Junkis Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun
2007, adapun mekanisme mediasi, antara lain sebagai berikut :
1) Persiapan untuk mempertemukan kedua belah pihak :
a) Mengetahui pokok masalah dan duduk masalah.
b) Apakah masalah tersebut dapat diselesaikan melalui mediasi atau tidak.
c) Pembentukan tim penanganan sengketa tentatif, tidak keharusan, ada
kalanya pejabat struktural yang berwenang dapat langsung
menyelenggarakan mediasi.
d) Penyiapan bahan, selain persiapan prosedur disiapkan bahan-bahan yang
diperlukan untuk melakukan mediasi terhadap pokok sengketa, resume
telaahan. Agar mediator sudah menguasai substansi masalah, meluruskan
persoalan, saran bahkan peringatan jika kesepakatan yang diupayakan
akan cenderung melanggar peraturan dibidang pertanahan, missal
melanggar kepentingan pemegang hak tanggungan, kepentingan ahli waris
lain, melanggar hakekat pemberian haknya (berkaitan dengan tanah
Redistribusi).
e) Menentukan waktu dan tempat mediasi.
2) Undangan :
a) Disampaikan kepada Para pihak yang berkepentingan, instansi terkait
(apabila dipandang perlu) untuk mengadakan musyawarah penyelesaian
sengketa dimaksud, dan diminta, untuk membawa serta data/informasi
yang diperlukan.
b) Penataan struktur pertemuan dengan posisi tempat duduk huruf "USeat"
atau lingkaran.
3) Kegiatan mediasi :
a) Mengatasi hambatan hubungan antar pihak (hubungan personal antar
pihak).
b) Mencairkan suasana di antara kedua belah pihak yang bersengketa,
suasana akrab, tidak kaku.
c) Penjelasan peran mediator:
(1) Sebagai pihak ketiga yang tidak memihak (berkedudukan netral).
(2) Kehendak para pihak tidak dibatasi.
(3) Kedudukan para pihak dan kedudukan mediator sendiri harus netral.
(4) Kunci dari sesi ini adalah penegasan mengenai kesediaan para pihak
untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi dan oleh mediator
Badan Pertanahan Nasionai Republik Indonesia.
(5) Dalam hal-hal tertentu berdasarkan kewenangannya (authoritas
mediator autoritatif) mediator dapat melakukan intervensi/campur
tangan dalam proses mencari kesepakatan dari persoalan yang
disengketakan (bukan memihak), untuk menempatkan kesepakatan
yang hendak dicapai sesuai dengan hukum pertanahan. Hal ini perlu
dipahami oleh para pihak agar tidak menimbulkan dugaan apriori.
d) Klarifikasi para pihak
(1)Para pihak mengetahui kedudukannya.
(2)Dikondisikan tidak ada rasa apriori pada salah satu pihak/kedua belah
commitpenyelesaian
pihak dengan objektivitas to user sengketa, kedudukan, hak, dan
kewajiban sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(3)Masing-masing berhak memberikan dan memperoleh informasi/data


yang disampaikan lawan.
(4)Para pihak dapat membantah atau meminta klarifikasi dari lawan dan
wajib menghormati pihak lainnya.
(5)Pengaturan pelaksanaan mediasi
(6)Dari permulaan mediasi telah disampaikan aturan-aturan mediasi yang
harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam mediasi.
(7)Aturan tersebut inisiatif dari mediator atau disusun baru kesepakatan
para pihak, penyimpangan tersebut dapat dilakukan dengan persetujuan
para pihak.
(8)Aturan-aturan tersebut antara lain untuk menentukan :
(a) yang boleh dan tidak boleh dilakukan mediator
(b) aturan tata tertib diskusi dan negosiasi
(c) pemanfaatan dari kaukus
(d) pemberian waktu untuk berpikir, dsb.
(e) Perumusan aturan tersebut mungkin akan mengundang perdebatan
yang panjang, namun bagi mediator yang sudah terbiasa
melakukan tugasnya tidak sulit mengatasinya.
4) Menyamakan pemahaman dan menetapkan agenda Musyawarah :
a) Para pihak diminta untuk menyampaikan permasalahannya serta opsi-opsi
alternatif penyelesaian yang ditawarkan, sehingga ditarik benang merah
permasalahannya agar proses negosiasi selalu terfokus pada persoalan
(isu) tersebut. Disini dapat terjadi kesalahpahaman baik mengenai
permasalahannya, pengertian yang terkait dengan sengketanya atau hal
yang terkait dengan pengertian status tanah Negara dan individualisasi.
Perlu upaya/ kesepakatan untuk menyamakan pemahaman mengenai
berbagai hal. Mediator/Badan Pertanahan Nasionai Republik Indonesia
harus memberi koreksi jika pengertian-pengertian persoalan yang
disepakati tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar tidak
terjadi kesesatan.
b) Menetapkan agenda musyawarah (setting agenda)
(1) Setelah persoalan yang dapat menimbulkan mis interpretasi diatasi,
kemudian ditentukan agenda yang perlu dibahas (setelah diketahui
persoalan yang melingkupi sengketa).
(2) Agenda musyawarah bermaksud agar proses musyawarah, diskusi,
negosiasi dapat terarah dan tidak melebar/keluar dari fokus persoalan
mediator harus menjaga momen pembicaraan sehingga tidak
terpancing atau terbawa/larut oleh pembicaraan para pihak.
(3) Mediator menyusun acara/agenda diskusi yang mencakup substansi
permasalahan, alokasi waktu, jadwal pertemuan berikutnya yang
perlu memperoleh persetujuan para pihak.
5) Identifikasi kepentingan :
a) Dilakukan identifikasi untuk menentukan pokok masalah sebenarnya, serta
relevansi sebagai bahan untuk negosiasi. Pokok masalah harus selalu
menjadi fokus proses kembali pada fokus permasalahan.
b) Kepentingan yang menjadi fokus mediasi dapat menentukan kesepakatan
penyelesaiannya. Kepentingan disini tidak harus dilihat dari aspek hukum
saja, dapat dilihat dari aspek lain sepanjang memungkinkan dilakukan
commit
negosiasi dan hasilnya tidak to user hukum.
melanggar
6) Generalisasi opsi-opsi Para Pihak :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a) Pengumpulan opsi-opsi sebagai alternatif yang diminta kemudian dilakukan


generalisasi alternatif tersebut sehingga terdapat hubungan antar alternatif
dengan permasalahannya.
b) Dengan generalisasi terdapat kelompok opsi yang tidak dibedakan dari
siapa, tetapi bagaimana cara menyelesaikan opsi tersebut melalui negosiasi,
maka proses negosiasi lebih mudah.
c) Opsi adalah sejumlah tuntutan dan alternatif penyelesaian terhadap
sengketa dalam suatu proses mediasi.
d) Kedua belah pihak dapat mengajukan opsi-opsi penyelesaian yang
diinginkan :
(1) Dalam mediasi autoritatif mediator juga dapat menyampaikan opsi atau
alternatif yang lain.
Contoh : Generalisasi opsi yang dipilih misalnya: batas tanah tetap
dibiarkan, tanah tetap dikuasai secara nyata, pihak yang seharusnya
berhak meminta ganti rugi.
(2) Tawar-menawar opsi dapat berlangsung alot dan tertutup kemungkinan
dapat terjadi dead-lock. Disini mediator harus menggunakan sesi
pribadi (periode session atau cancus).
(3) Negosiasi tahap terpenting dalam mediasi.
(a) Cara tawar-menawar terhadap opsi-opsi yang telah ditetapkan,
disini dapat timbul kondisi yang tidak diinginkan. Mediator harus
mengingatkan maksud dan tujuan serta fokus permasalahan yang
dihadapi.
(b) Sesi pribadi (sesi berbicara secara pribadi) dengan salah satu pihak
harus sepengetahuan dan persetujuan pihak lawan. Pihak lawan
harus diberikan kesempatan menggunakan sesi pribadi yang sama.
(c) Proses negosiasi sering kali harus dilakukan secara berulang-ulang
dalam waktu yang berbeda.
(d) Hasil dari tahap ini adalah serangkaian daftar opsi yang dapat
dijadikan alternatif penyelesaian sengketa yang bersangkutan.
7) Penentuan opsi yang dipilih :
a) Ada daftar opsi yang dipilih.
b) Pengkajian opsi-opsi tersebut oleh masing-masing pihak.
c) Menentukan menerima atau menolak opsi tersebut.
d) Menentukan keputusan menghitung untung-rugi bagi masing-masing
pihak.
e) Para pihak dapat konsultasi pada pihak ketiga misalnya: pengacara, para
ahli mengenai opsi-opsi tersebut.
f) Mediator harus mampu mempengaruhi para pihak untuk tidak
menggunakan kesempatan guna menekan pihak lawan. Disini diperlukan
perhitungan dengan pertimbangan logis, rasional dan objektif untuk
merealisasikan kesepakatan terhadap opsi yang dipilih tersebut.
g) Kemampuan mediator akan diuji dalam sesi ini
h) Hasil dari kegiatan ini berupa putusan mengenai opsi yang diterima kedua
belah pihak, namun belum final, harus dibicarakan lebih lanjut.
8) Negosiasi akhir:
a) Para pihak melakukan negosiasi final yaitu klarifikasi ketegasan mengenai
opsi-opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa dimaksud.
b) Hasil dari tahap ini adalahcommit to user
putusan penyelesaian sengketa yang merupakan
kesepakatan para pihak yang bersengketa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c) Kesepakatan tersebut pada pokoknya berisi: opsi yang diterima, hak dan
kewajiban para pihak.
d) Klarifikasi kesepakatan kepada para pihak.
e) Penegasan/klarifikasi ini diperlukan agar para, pihak tidak ragu-ragu lagi
akan pilihannya untuk menyelesaikan sengketa tersebut dan sukarela
melaksanakannya.
9) Formalisasi kesepakatan penyelesaian sengketa :
a) Dirumuskan dalam bentuk kesepakatan atau agreement/perjanjian (D.I.
512 C).
b) Dengan kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah selesai,
sementara tindak lanjut pelaksanaannya menjadi kewenangan pejabat Tata
Usaha Negara.
c) Setiap kegiatan mediasi hendaknya dituangkan dalam Berita Acara
Mediasi (D.I. 512.A).
d) Hasil mediasi dilaporkan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindak
lanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e) Formalisasi kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan format
perjanjian
f) Dalam setiap mediasi perlu dibuat laporan hasil mediasi yang berlangsung
(D.I. 512 B).
g) Agar mempunyai kekuatan mengikat berita acara tersebut ditandatangani
oleh para pihak dan mediator.

3. Tinjauan Umum Tentang Fungsi Sosial Hak Atas Tanah dan Penggunaan
Tanah Tanpa Izin Yang Berhak
a. Asas Fungsi Sosial Atas Tanah
Undang Undang Dasar Tahun 1945 memberikan pokok pikirannya
dalam pasal 33 mengenai hak menguasai tanah oleh negara.Tanah merupakan
alat produksi bagi masyarakat,maka tanah tersebut harusdigunakan sebesar
besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.Jadi bila ada tanah yang
tidak digunakan secara efektif atau ditelantarkan oleh pemiliknya, maka akan
dikuasai oleh negara (Bachsan Mustafa,1991:20).
Pasal 6 Undang Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
menyebutkan bahwa, “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”
mempunyaipengertian bahwa tanah tersebutharus digunakan sesuai dengan
keadaan tanahnya dan sifat dari haknyadan tidak boleh dibenarkan pemakaian
tanah secara merugikan dan bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
Asas fungsi sosial atas tanah erat kaitannya dengan pencabutan hak
atas tanah yang dilakukan terhadap tanah yang dipergunakan tidak sesuai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan keadaan tanah dan sifat dari haknya serta tanah dari masyarakat yang
digunakan untuk kepentingan umum olh negara.
Pasal 18 Undang Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa, “untuk
kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut carayang diatur oleh
Undang-Undang.”Dalam hal ini negara berkewajiban untuk memberikan ganti
rugi terhadap tanah tanah dari masyarakat yang dilakukan pencabutan haknya
oleh negara berkenaan dengan fungsi sosial atas tanah.

b. Penggunaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak


Penyerobotan Tanah (Occupatie Illegal) adalah setiap perbuatan
dengan nama apapun yang tujuannya dengan tanpa hak mengambil sebidang
tanah yang telah dibebani hak atas tanah orang lain,atau dengan kata lain
menggunakan tanah tanpa alas hak yang sah (Bachsan Mustafa,1991:34).Yang
dimaksud dengan alas hak yaitu setiap hak atas tanah yang diatur oleh undang-
undang (Pasal 16 UUPA).
“The term ‘land use’ has traditionally been used to denote a
classification of human activities that occupy an area of land. In the
field of LCA the term ‘land use’ or ‘land use impact’ is used to
denote environmental impacts relating to the occupation and
transformation of physical areasof terrain.”Lahan' istilah secara
tradisional telah digunakan untuk menunjukkan klasifikasi kegiatan
manusia yang menempati luas lahan. Di bidang LCA 'lahan' atau
istilah 'tanah dampak penggunaan' digunakan untuk menunjukkan
dampak lingkungan yang berkaitan dengan pendudukan dan
transformasi medan areasof fisik (Garrain, D.2008: 198)
Pasal 2 Undang Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak meyebutkan dengan tegas bahwa,
“dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah.”
Pemakaian tanah–tanah dengan tanpa ijin yang berhak tersebut
(okupasi tanah) tidak dapat dibenarkan, dan karena itu harus dilarang (Boedi
Harsono,2008:216).
Penyelesaian sengketa tanah terhadap tanah-tanah yang digunakan
tanpa ijin yang berhak (okupasi tanah) dapat dilakukan dengan tuntutan pidana
commit to user
sesuai Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (3) UUPA.Namun demikian, tindak-tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

untuk mengatasi dan menyelesaikan soal pemakaian tanah-tanah secara tidak


sah itu disesuaikan dengan keadaan dan keperluan,dan kepentingan pihak-
pihak yang bersangkutan (Boedi Harsono,2008:218).

4. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono memiliki pengertian sebagai


berikut:
Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegitan yang dilakukan oleh
Negara/Pemerintah secara terus-menerus dan teratur, berupa pengumpulan
keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di
wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi
kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di
bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan
pemeliharaannya (Boedi Harsono, 2008:72).

Dari definisi tersebut, maka dapat diketahui unsur-unsur pendaftaran tanah


adalah sebagai berikut :
1) Kata-kata “suatu rangkaian kegiatan” menunjukkan kepada kegiatan dalam
penyelenggaraan pendaftaran tanah yang saling berhubungan dan akhirnya
menyediakan data yang diperlukan untuk jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan.
2) Kata-kata “terus menerus” menunjukkan kepada pelaksana kegiatan yang
sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan
tersedia harus selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi kemudian hingga selalu sesuai dengan keadaan yang
terakhir.
3) Kata-kata “teratur” menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan
peraturan perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan
data bukti menurut hukum, biarpun daya kekuatan pembuktiannya tidak selalu
sama dalam hukum negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah.
4) Kata-kata “data tanah” menjelaskan bahwa, dalam hal data tanah terdapat dua
jenis yaitu :
(a) Data fisik, yaitu data-data mengenai letak tanah, luas tanah, serta batas-
batas tanahnya, bangunancommit
dan tanaman
to useryang ada di atasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(b)Data yuridis, yaitu mengenai nama hak atas tanah, siapa pemegang hak
tersebut serta peralihan dan pembebannya jika ada.
5) Kata-kata “wilayah” adalah wilayah kesatuan administrasi pendaftaran
meliputi seluruh negara.
6) Kata-kata “tanah-tanah tertentu” menunjukkan kepada objek pendaftaran
tanah. Ada kemungkinan, bahwa yang didaftar hanya sebagian tanah yang
dipunyai dengan hak yang ditunjuk.
Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah tersebut mereka yang
mempunyai tanah dengan mudah akan dapat membuktikan haknya atas tanah
yang dikuasai dan dipunyai dan mereka yang memerlukan keterangan akan
dengan mudah memperolehnya, karena keterangan-keterangan yang tersimpan di
kantor penyelenggaraan pendaftaran tanah, terbuka bagi umum(Boedi Harsono,
2008:72).
Dasar hukum diadakannya suatu pendaftaran hak atas tanah di Indonesia
adalah:
1) Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria
2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
3) Peraturan Menteri Negara Agraria/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi:
1) Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali (initial registration)
Adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek
pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah
ini. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
a) Pengumpulan dan pengelolaan data fisik.
b) Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan haknya.
c) Penerbitan sertipikat.
d) Penyajian data fisik dancommit
data yuridis.
to user
e) Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan dengan dua cara


yaitu sebagai berikut :
a) Pendaftaran tanah secara sistematik adalah pendaftaran tanah untuk
pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek
pendaftaran tanah yang belum didaftarkan dalam wilayah suatu desa atas
keseluruhan dan biasanya yang aktif melakukan kegiatan pendaftaran
adalah pemerintah.
b) Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual
atau massal dan biasanya yang aktif melakukan kegiatan pendaftaran tanah
adalah individu-individu atau masyarakat. (Boedi Harsono, 2008:74-76).
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi tiga bidang
kegiatan yaitu :
a) Bidang fisik atau “teknik kadastral”
Kegiatan di bidang fisik mengenai tanahnya, untuk memperoleh
data mengenai letaknya, batas-batasnya, luasnya, bangunan-bangunan dan
atau tanaman-tanaman penting yang ada di atasnya. Setelah dipastikan
letak tanah yang akan dikumpulkan data fisik kegiatannya dimulai dengan
penetapan batas-batasnya serta pemberian tanda-tanda batas di tiap
sudutnya. Selanjutnya diikuti dengan pengukuran dan pembuatan peta data
fisiknya. Penetapan batas-batas tanah dilakukan atas penunjukan
pemegang hak yang bersangkutan, yang disetujui oleh pemegang hak atas
tanah yang berbatasan. Peta pendaftaran melukiskan semua tanah yang ada
di wilayah pendaftaran yang sudah diukur. Untuk tiap bidang tanah yang
haknya didaftarkannya dibuat apa yang dinamakan surat ukur.
b) Bidang Yuridis
Kegiatan bidang yuridis bertujuan untuk memperoleh data
mengenai haknya, siapa pemegang haknya, dan ada atau tidak adanya hak
pihak lain yang membebaninya. Pengumpulan data tersebut menggunakan
alat pembuktian berupa dokumen dan lain-lainnya.
c) Penerbitan tanda bukti hak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bentuk kegiatan pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang


merupakan surat tanda bukti hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang
digunakan. Dokumen tanda bukti hak ini di Indonesia bisa diterjemahkan
sebagai sertipikat hak milik.

2) Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah (Maintenance)


Adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan
data yuridis dalam peta pendafatran tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah,
dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi :
a) Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.
b) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
Pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan
kepastian hak atas tanah. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, maka
pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status atau
kedudukan hukum daripada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan
batas-batasnya, siapa yang empunya dan beban-beban apa yang ada di
atasnya. Untuk memenuhi itulah UUPA dalam Pasal 19 memerintahkan
kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia. Dengan tegas Pasal 19 itu menyatakan bahwa, pendaftran
tanh tersebut perlu diadakan “untuk menjamin kepastian hukum”, hingga
teranglah bahwa, yang akan diselenggarakan itu adalah suatu rechtskadaster.
Fungsi pokok pendaftaran tanah ialah untuk memperoleh alat
pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum mengenai tanah.
Tetapi untuk perbuatan hukum tertentu, pendaftaran mempunyai fungsi lain,
yaitu untuk memenuhi sahnya perbuatan hukum itu. Artinya, tanpa dilakukan
pendaftaran, perbuatan hukum itu tidak terjadi dengan sah menurut hukum.
Obyek pendaftaran tanah dilakukan terhadap bidang-bidang tanah
yang terdapat dalam Pasal 9 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah ialah sebagai berikut :
(a) Bidang-bidang tanah yang dikuasai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, dan hak pakai
(b) Tanah hak pengelolaan commit to user
(c) Tanah wakaf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(d) Hak milik atas satuan rumah susun


(e) Hak tanggungan
(f) Tanah negara

B. Kerangkan Pemikiran

INTERPRETASI
Peraturan PerUU-an :
1. UU No. 28 Tahun 1999
2. UU No.50 Tahun 1960
3. UU No. 51 Tahun 1960
4. UU No. 30 Tahun 1999
5. PP No. 24 Tahun 1997
6. PMNA No. 3 Tahun 1997
7. PMA No. 2 Tahun 2003
8. KKBPN No.34 Tahun
2007
PENERAP
AN
PERISTIWA KONKRIT PERISTIWA HUKUM

1. Penyelesaian sengketa 1. Pemberian ganti rugi


pertanahan oleh Kantor 2. Pemberian hak milik
Pertanahan Kota
Surakarta
2. Tindak lanjut hasil
penyelesaian sengketa
pertanahan oleh Kantor
Pertanahan Kota
Surakarta KESIMPULAN

Ragaan 1. Kerangka Pemikiran

Dari kerangka pemikiran ini, penulis ingin memberikan gambaran guna menjawab
perumusan masalah yang telah disebutkan pada awal penulisan hukum ini. Penyelesaian
sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres, yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan
Kota Surakarta beserta tindak lanjutnya diinterpretasikan terhadap Asas Asas umum
Pemerintahan Yang Baik dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme
commit1960
(KKN), Undang-Undang Nomor 5 Tahun to user
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/KBPN
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi, Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan
Penyelesaian Masalah Pertanahan). Dari Peraturan Perundang-undangan itu diterapkan
ke dalam hasil penyelesaian sengketa pertanahan beserta tindak lanjutnya (pemberian
ganti rugi berupa tanahpengganti beserta pemberian hak milik), kemudian dibuat
kesimpulan mengenai penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres, oleh
Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Riwayat Sengketa Pertanahan di Kentingan Baru


Menurut inventarisasi Badan Pertanahan Nasional (BPN), salah satu pemyebab
terjadinya sengketa pertanahan adalah karena terjadinya reformasi. Era reformasi tahun
1998 selain menimbulkan dampak positif, juga mengakibatkan dampak negatif, seperti
banyak terjadinya peristiwa penjarahan dan pendudukan liar tanah (okupasi) oleh
sejumlah warga di Surakarta. Salah satu sengketa pertanahan yang teridentifikasi oleh
Kantor Pertanahan Kota Surakarta ialah tanah yang berada di Kelurahan Kentingan Baru,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Sengketa pertanahan di Kentingan Baru termasuk ke
dalam tipologi masalah mengenai pemilikan dan penguasaan tanah, yang terjadi antara
para pemegang hak milik atas tanah di Kentingan Baru dengan warga yang menduduki
dan mendiami lahan di Kentingan Baru secara paksa dan tanpa ijin dari pemegang hak
milik. Kondisi seperti ini berpotensi untuk terjadinya konflik pertanahan.
Sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres
berawal dari dikeluarkannya Surat No. 556.1/I.887 tanggal 2 Februari 1987 oleh Walikota
Surakarta yang berisi tentang persetujuan dan penunjukan lokasi tanah sebagai pengganti
tanah-tanah milik PT. Bengawan Permai yang dipergunakan oleh Pemerintah guna
Proyek Taman Satwataru Jurug. Lokasi tersebut terletak disebelah Barat Taman Jurug
Lama dan disebelah Timur Kampus UNS dengan luas yang kurang lebih sama.
Kemudian disepakati telah diadakan tukar menukar (ruislah) antara Pemerintah
Kota Surakarta dengan tanahnya kurang lebih seluas 20.000 m2 dengan PT. Bengawan
Permai dengan luas tanah kurang lebih 20.000 m2 , dan oleh Direksi telah direncanakan
membuat pembagian tanah tersebut kepada para pemilik saham atas dasar besar dan
kecilnya nilai saham yang dimiliki oleh masing-masing pihak.
Berdasarkan tukar menukar (ruislah) tersebut tanah Jurug menjadi milik
Pemerintah Kota Surakarta, sedangkan tanah Kentingan Baru menjadi milik PT.
Bengawan Permai.Kemudian PT. Bengawan Permai tersebut mengalami pailit, sehingga
terjadi pelepasan saham termasuk areal Kentingan Baru yang berasal dari Tanah Negara
dengan luas 20.000 m2 kemudian di kapling-kapling dan diberikan kepada para pemilik
saham dan diterbitkan Sertifikat Hak Milik dan Hak Guna Bangunan sebanyak 53 buah,di
commit to user
mana daftar pemegang hak atas tanah Kentingan Baru tersebut sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Soeratman Partohardono
2. Soegito
3. Saptono Adi Soetantyo
4. Lustiana Salim
5. Singgih Yudoko
6. Widjaja Kusumaningsih
7. SoebijarnoWirjosutirto
8. Sri Suryani
9. Wahyu suami Njoto Sukesi
10. Elvi Yanuarita
11. Saidjo suami Sri Widati
12. Suwondo Widyoputranto
13. Sumarsih istri Suhendro
14. Ismawati Eram Soeramto istri Eram Soeramto
15. Diana Rosita Dewi
16. Sulasih istri Suyoto
17. Sumiyati istri Marno Dwijo Martono
18. Marno Dwijo Martono istri Sumiyati
19. Joko Priyono suami Sri Suharmi
20. Hardjono suami Sugiyastuti
21. Agus Salim suami Siti Juhariah

Akan tetapi pada tahun 1998, terjadi reformasi yang menimbulkan penjarahan
(okupasi) oleh warga masyarakat terhadap tanah tersebut . Para okupusan tersebut
berjumlah + 250 Kepala Keluarga. Okupasi yang dilakukan warga tersebut
menimbulkan permasalahan yang hingga saat ini belum sepenuhnya terselesaikan.
Selanjutnya , pada tahun 2007 salah satu pemilik saham PT. Bengawan Permai
(pemilik sertifikat/pemegang hak), Soegito melaporkan kepada Walikota Surakarta,
Kepolisian, Kejaksaan Negeri, Ketua DPRD Surakarta, dan Kantor Pertanahan Surakarta
yang intinya menegaskan mohon untuk tidak diterbitkan atas tanah seluas 19.353 m2
yang diminta penghuni (okupusan).
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan Kentingan
commit to user
Baru, penulis sajikan alur pemikiran sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PEMERINTAH
KOTA SURAKARTA
Penggantian tanah yang digunakan untuk taman Satwa Taru
Jurug milik PT BENGAWAN PERMAI dengan sebelah barat
tanah negara (Kentingan Baru) oleh Pemkot Surakarta
PT BENGAWAN PERMAI
Surat keberatan dari Drs. Soegito
pelepasan
M.Si tanggal 31 Mei 2007 untuk atas
Reformasi nama para pemilik yang ditujukan
kepada:
1. Bp. Walikota Ska
Areal Di areal Kentingan Baru 2. Bp. Kapoltabes Ska
Kentingan terjadi Penjarahan yang
3. Bp. Kajari Ska
dilakukan oleh 250 KK
Baru berasal 4. Bp. Ketua DPRD Ska
5. Bp. Kepala BPN Ska

Tahun 2010
Mediasi antara para pihak Blok:
I jml 23 KK relokasi lahan
Tgl. 14-07-2010 Tgl. 22-07-2010 II jml 27 KK relokasi lahan
Tgl. 23-02-2010 Pertemuan Pemegang Pertemuan Warga Kentingan III jml 15 KK relokasi lahan
Pertemuan Pemegang Hak dgn Bp. Wakil Baru dengan Pemegang Hak VI jml 15 KK relokasi lahan
Hak di BPN Surakarta Walikota di Tawang difasilitasi oleh Camat Jebres V jml 15 KK relokasi lahan
Arum Pemkot Surakarta di Aula Kecamatan Jebres VIII jml 14 Kv tali asih 5 jt/KK

Ragaan 2. Permasalahan Kentingan Baru

Oleh karena itu, untuk melaksanakan salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional
dalam menyelesaikan permasalahan pertanahan, Kantor Pertanahan surakarta melakukan
pengkajian dan penanganan masalah terhadap sengketa pertanahan di Kelurahan
Kentingan Baru, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.

B. Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Kentingan Baru Oleh Kantor Pertanahan


Surakarta
Kantor Pertanahan Kota Surakarta yang merupakan kepanjangan tangan dari
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di Kota Surakarta. Sesuai tugas pokok
dan fungsinya bertekad melaksanakan tugas-tugas dengan berbagai upaya dan
berkontribusi secara nyata untuk mewujudkan tanah sebagai sumber kemakmuran rakyat
yang berkeadilan.
Organisasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dibentuk berdasarkan
Perpres Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,
yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
commitUraian
Indonesia Nomor 5 Tahun 2008 tentang to user Tugas Sub bagian dan Seksi Pada
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Uraian Tugas Urusan dan Subseksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada Kantor Pertanahan. Dalam pelaksanaan tugasnya secara teknis operasional


dikoordinasi Bupati atau Walikota selaku kepala wilayah, sedangkan secara teknis
administratif dibawah Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional setempat.
Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal dari Badan Pertanahan Nasional yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi .
Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional menyebutkan bahwa Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan
Konflik mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengkajian dan
penanganan sengketa dan konflik pertanahan.
Dalam kasus pendudukan rakyat atas tanah, maka dalam Undang-Undang No. 51
Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau
Kuasanya, juga diisyaratkan cara penyelesaian melalui musyawarah terlebih dahulu
antara para pihak, yakni pemegang Hak Guna Usaha dan masyarakat yang menduduki
dan menggarap tanah tersebut (Pasal 5 Ayat (4)).
Kantor Pertanahan Kota Surakarta mengupayakan penyelesaian sengketa tanah
Kentingan Baru antara para pemegang hak dan para okupusan melalui alternatif
penyelesaian sengketa, dalam hal ini alternatif penyelesaian sengketa yang digunakan
adalah melalui jalur mediasi.Alternatif penyelesaian sengketa merupakan penyelesaian
sengketa yang mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri yang
didasarkan pada iktikad baik para pihak yang bersengketa. (Pasal 6 ayat (1) Undang
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Di Indonesia, untuk mediasi di pengadilan, Mahkamah Agung telah
mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi Pengadilan.
Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan
dibantu oleh mediator (Pasal 1 Ayat (6) PerMA Nomor 2 Tahun 2003).Sedangkan untuk
pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional mengeluarkan Petunjuk Teknis Nomor 5 Tahun 2007 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Mediasi
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penanganan Penyelesaian Masalah Pertanahan merupakan peraturan
pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
commit to user Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam penyelesaian sengketa tanah, Keputusan Kepala Badan Pertanahan


Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Penyelesaian
Masalah Pertanahan memuat 10 (sepuluh) petunjuk teknis penyelesaian sengketa
pertanahan oleh Badan Pertanahan Nasional, di mana Petunjuk Teknis Nomor 5 Tahun
2007 dijabarkan mengenai mekanisme pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian
sengketa pertanahan.
Proses penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan Baru antara para pemegang
Hak Atas Tanah dengan + 250 Kepala Keluarga Okupusan yang mendiami lahan
Kentingan Baru dilakukan melalui mediasi oleh Kantor Pertanahan Surakarta.Untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai proses penyelesaian sengketa di Kantor
Pertanahan sebagai berikut.

SENGKETA

PROSES
MEDIASI SELESAI PEMBERIAN
HAK MILIK

- Pelepas Hak Atas Tanah


(dibuatkan akta / surat SERTIFIKAT
pelepasan Hak Atas
Tanah
- permohonan Hak Atas
Tanah

Ragaan 3. Proses Penyelesaian Sengketa


Proses pertama yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Surakarta dalam
penyelesaian sengketa pertanahan yang terjadi di Kentingan Baru ini adalah inventarisasi
atau pengumpulan data. Adapun hasil dari pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Tanah yang menjadi sengketa seluas + 20.000 m2, terletak di Kampung Kentingan
Baru, Kecamatan Jebres, Surakarta;
2. Bahwa di atas tanah tersebut telah didirikan bangunan tempat tinggal oleh + 250
Kepala Keluarga (KK) sejak tahuncommit
1998; to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Bahwa Pada tanggal 31-05-2007 adanya surat laporan dari Soegito sebagai
Pemegang Hak Atas Tanah yang ditujukan kepada Kepolisian,Walikota, dan Kantor
Pertanahan Surakarta, sedangkan + 250 Kepala Keluarga (Okupusan) sebagai Yang
menempati tanah dan Kantor Pertanahan Surakarta sebagai mediator.
Kemudian dilakukan pengolahan data oleh Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara
Kantor Pertanahan Kota Surakarta, sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Bahwa konflik yang terjadi di Kampung Kentingan Baru sudah terjadi sejak tahun
2007 antara Pemegang Hak Atas Tanah dengan + 250 Kepala Keluarga (Okupusan)
terhadap tanah seluas + 20.000 m2;
2. Kondisi fisik lingkungan okupusan adalah daerah kumuh dengan bangunan semi
permanen 50% dan bangunan permanen 50%;
3. Pekerjaan tidak tetap, kategori ekonomi lemah seperti buruh, pedagang kecil,
pemulung;
Hasil pengolahan data tersebut, selanjutnya dilakukan analisa dengan tujuan untuk
dapat memetakan dan mengklasifikasi bentuk konflik yang sedang dihadapi sehingga
dapat merancang metode pendekatan yang efektif dalam menyelesaikan sengketa
tersebut. Hasil analisa yang telah dilakukan, ialah sebagai berikut.
1. Bahwa sengketa yang terjadi di Kampung Kentingan Baru, Kecamatan Jebres antara
Pemegang Hak Atas Tanah dengan 250 orang Okupusan atau yang menempati tanah
tersebut dalam Tipologi Sengketa Penguasaan dan Kepemilikan, artinya sengketa
tersebut terjadi karena merupakan ekspresi perasaan dan pengartikulasian dari
persepsi ke dalam suatu tindakan, untuk mendapatkan suatu kebutuhan (kebutuhan
dasar, kepentingan dan kebutuhan akan identitas) yang memasuki wilayah kebutuhan
orang lain. Dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk mendirikan bangunan-bangunan
untuk dijadikan tempat tinggal di atas tanah yang sudah diterbitkan sertipikat hak atas
tanah.
2. Bahwa untuk meminimalkan akibat yang ditimbulkan oleh sengketa pertanahan yang
terjadi antara pemegang sertipikat hak atas tanah dengan 250 orang Okupusan atau
yang menduduki tanah, maka harus segera dilakukan penyelesaian terhadap sengketa
yang terjadi.
Mediasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Surakarta dalam penyelesaian
sengketa di Kelurahan Kentingan Baru, Kecamatan Jebres antara pemegang sertifikat hak
commit
atas tanah dengan pihak Okupusan atau yangtomenempati
user tanah dilaksanakan dalam dua
tahap. Dalam kasus ini, Kantor Pertanahan Kota Surakarta bertindak sebagai mediator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dengan susunan keanggotaan yang terdiri dari pejabat di Kantor Pertanahan Kota
Surakarta sebagai berikut :
1. Ketua merangkap anggota : Kepala Seksi Hak-Hak Atas Tanah
2. Sekretaris merangkap anggota : Kepala Sub Seksi Penyelesaian Masalah
Pertanahan
3. Anggota : a. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
b. Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran
Tanah
c. Kepala Seksi Penatagunaan Tanah
d. Kepala Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah
e. Kepala Sub Seksi Rencana dan Bimbingan
Penatagunaan Tanah
f. Kepala Sub Seksi Penataan, Penguasaan dan
Pemilikan Tanah
g. Kepala Sub Seksi Pengukuran, Pemetaan
dan Konversi

1. Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Kentingan Baru Tahap I


a. Pertemuan Pertama
Pada tahun 2010 Kantor Pertanahan Surakarta melalui Seksi Sengketa,
Konflik, dan Perkara (SKP) mengambil langkah-langkah penyelesaian sengketa di
Kentingan Baru melalui mediasi.Pada tanggal 23 Februari 2010 Seksi Penanganan
Sengketa,Perkara, dan Konflik mengundang para pemegang hak di Kantor
Pertanahan Surakarta yang hasil dari pertemuan tersebut adalah:
1) Para pemegang hak tetap menginginkan tanah tersebut;
2) Para pemegang hak tersebut minta agar difasilitasi oleh Kantor Pertanahan
Surakarta;
3) Para pemegang hak menginginkan penyelesaian sengketa tanah;
4) Para pemegang hak akan menunjuk koordinator untuk mediasi;
b. Pertemuan Kedua
Pada tanggal 9 Maret 2010 diadakan pertemuan kedua antara pihak Kantor
Pertanahan Surakarta dengan para pemegang Hak Atas Tanah di Rumah Makan
commit to user
Boga Bogi,yang hasil dari pertemuan tersebut adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Para pemegang hak atas tanah berkeinginan mengambil kembali tanah di


Kentingan Baru dari para penyerobot (okupusan );
2) Menunjuk koordinator pemegang hak ,yaitu Bapak Priyono dan Bapak Agus;

c. Pertemuan Ketiga
Pertemuan ketiga dilakukan secara terpisah antara pihak Kantor Pertanahan
Surakarta dengan para penyerobot (okupusan) tanah Kentingan Baru pada tanggal
14 maret 2010 di rumah Makan Embun Pagi yang dihadiri oleh 20 Kepala
Keluarga penyerobot tanah (okupusan) Kentingan Baru.
Pertemuan tersebut berisi penjelasan kepada para okupusan tanah mengenai
status tanah Kentingan Baru yang saat ini diokupasi oleh warga yang menamai diri
sebagi warga Kentingan baru, Jebres, Surakarta oleh pihak Kantor pertanahan
Surakarta yang diwakili oleh Bp.Radyanto.
Pertemuan tersebut berlanjut dengan pertemuan berikutnya pada tanggal 21
Maret 2010 di Rumah Makan Embun Pagi yang dihadiri oleh pihak Kantor
Pertanahan Surakarta dan 35 Kepala Keluarga penyerobot tanah (okupusan)
Kentingan Baru dengan agenda yang sama yaitu penjelasan oleh pihak Kantor
Pertanahan Surakarta.

d. Pertemuan Keempat
Pertemuan selanjutnya berlangsung pada tanggal 31 Maret 2010 di Rumah
Makan Lesehan Jurug antara pihak Kantor Pertanahan Surakarta dengan okupusan
tanah Kentingan Baru berjumlah 33 Kepala Keluarga dengan agenda masih sama
berupa penjelasan dari pihak Kantor Pertanahan Surakarta, yang intinya adalah :
1) Total luas tanah yang diokupasi kurang lebih 20.000 m2, yang terbagi atas 48
sertifikat.
2) Jumlah okupusan mencapai kurang lebih 250 KK, yang terbagi atas 8 Blok.
3) Seluruh sertifikat sah dan resmi dikeluarkan oleh Negara melalui Kantor
Pertanahan Kota Surakarta dan jika ada yang meragukanya, pihak Kantor
Pertanahan Kota Surakarta siap untuk digugat oleh pihak manapun.
4) Memberitahukan kepada warga Kentingan Baru bahwa para pemegang
sertifikat sudah memberikan kuasa.kepada Sdr. Agus Daryono dan Sdr.
commit
Priyono sebagai koordinator to user dari para pemegang hak dalam
mediator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penvelesaian masalah tanah di Kentingan Baru Jebres Surakarta yang saat ini
sedang dioordinasikan dengan pihak Kantor Pertanahan Kota Surakarta.
5) Menyarankan kepada warga Kentingan Baru yang hadir untuk menyelesaikan
permasalahan ini denqan jalur mediasi kekeluargaan.
Lalu diadakan tanya jawab antara koordinator pemegang hak atas tanah
dengan warga Kentingan Baru yang hasilnya tersebut adalah sebagai berikut:
1) Seluruh warga yang hadir menyadari dengan sepenuhnya bahwa tanah yang
saat ini ditempati bukan haknya;
2) Seluruh warga yang hadir menyetujui penyelesaian sengketa tanah di
Kentingan Baru Jebres Surakarta dengan jalur mediasi kekeluargaan;
Ada dua opsi yaitu:
a) Menerima tali asih dengan besar yang sudah ditentukan pemegang sertifikat
dan segera meninggalkan lokasi.
b) Meminta relokasi lahan secara bersama dengan dana relokasi sebesar dana
taliasih yang sudah ditentukan oleh pemegang sertifikat.
Dan menyelesaian teknik penyelesaian kepada Koordinator Mediasi yang
didukung oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Surakarta Surakarta.
3) Seluruh warga yang hadir tidak menghalangi Kantor Pertanahan Surakarta
untuk melakukan pengukuran awal;
4) Seluruh warga yang hadir bersedia memberi pengertian kepada warga lain
mengenai permasalahan Kentingan Baru yang sebenarnya;
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kaukus proses
penyelesaian sengketa Kentingan Baru Tahap I bulan Maret 2010 oleh Kantor
Pertanahan Surakarta adalah sebagai berikut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ragaan 4. Kaukus Mediasi Kentingan Baru Tahap I Bulan Maret


2010

e. Pertemuan Kelima
Pertemuan selanjutnya dilangsungkan pada tanggal 8 April 2010 antara
koordinator dengan para pemegang hak atas tanah di Rumah Makan Banyu Mili
dengan hasil pertemuan sebagai berikut:
1) Penyampaian hasil pertemuan koordinator pemegang hak dengan para okupusan
tanah kepada para pemegang hak atas tanah Kentingan Baru;
2) Penawaran pemberian tali asih sebesar Rp 5.000.000,00/Kepala Keluarga;
f. Pertemuan Keenam
Pada tanggal 18 April 2010 diadakan pertemuan antara koordinator
pemegang hak dengan 33 Kepala Keluarga penghuni kentingan Baru di Rumah
Makan Lesehan Jurug. Hasil dari pertemuan tersebut adalah 33 Kepala Keluarga
tersebut bersedia meninggalkan lahan Kentingan Baru dan meminta tali asih
sebesar Rp 5.000.000,00/Kepala Keluarga segera dibayarkan oleh para pemegang
hak atas tanah Kentingan baru.
g. Pertemuan Ketujuh
Menanggapi hasil dari hasil pertemuan sebelumnya, pihak Kantor
commit to user
Pertanahan Surakarta menawarkan tali asih yang akan diberikan kepada 33 Kepala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keluarga penghuni kentingan Baru tersebut berupa relokasi lahan yang nilainya
sama besar dengan tali asih yang ditawarkan sebesar Rp 5.000.000.
Kemudian dilakukan pertemuan kembali pada tanggal 25 Juni 2010 di
rumah Makan Embun Pagi dan dihasilkan kesepakatan sementara antara para
pemegang hak atas tanah dengan 33 Kepala Keluarga Kentingan Baru sebagai
berikut:
1) Para pihak menyetujui relokasi berupa tanah pengganti seluas 50 m2/Kepala
Keluarga;
2) Adanya fasilitas aliran listrik sebesar 900 Watt untuk 6 kapling;
3) Warga meminta bantuan dalam pemindahan dari lokasi di Kentingan Baru ke
lahan baru;
4) Adanya fasilitas sumber air PDAM;
5) Bahwa warga sendiri yang akan mencari lahan pengganti;
6) Bahwa penandatanganan kesepakatan penyelesaian sengketa tanah Kentingan
Baru dilakukan di Kantor kecamatan Jebres;

h. Pertemuan Kedelapan
Pada tanggal 20 Juli 2010 di Kantor Kecamatan Jebres dilaksanakan
penandatanganan kesepakatan penyelesaian sengketa Kentingan Baru melalui
mediasi Tahap I terhadap 33 Kepala Keluarga okupusan yang isinya sebagai
berikut :
Kedua belah pihak sepakat bersama untuk:
1) Pihak penghuni tanah sungguh sungguh menerima tawaran dari Pihak pemilik
tanah untuk menyelesaikan masalah sengketa tanah di Kentingan Baru, Jebres,
Surakarta yang saat ini didirikan bangunan rumah dan ditempati oleh pihak
penghuni tanah dengan jalur mediasi kekeluargaan.
2) Pihak penghuni tanah akan menyerahkan kembali tanah yang saat ini ditempati
tersebut kepada pemegang hak atas tanah dalam keadaan bersih.
Dengan syarat pihak pemilik tanah memberikan kompensasi berupa relokasi
lahan yang:
a) Sah, resmi, dan bersertifikat dengan luas antara 42 m2 sampai dengan 50 m2.
b) Mempunyai akses jalan yang memadai.
commit
c) Ada fasilitas listrik, di mana 1 unittobegenser
user akan digunakan maksimal untuk
6 kavling.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d) Ada fasilitas sumur dan MCK yang digunakan secara bersama sama.
3) Pihak penghuni tanah akan segera meninggalkan lokasi yang saat ini ditempati
dalam kedaan bersih dari bangunan rumah secara bertahap, mulai sekarang
sampai batas akhir dua bulan setelah penandatanganan kesepakatan. Dengan
catatan lahan untuk relokasi sudah dipersiapkan oleh pihak pemilik tanah.Dan
jika dalam batas waktu tersebut belum terbongkar maka pihak pemilik tanah
akan membantu transportasi perpindahan warga ke lahan relokasi yang baru.
4) Setelah lokasi bersih dari bangunan Pihak penghuni tanah akan menyerahkan
kembali tanah tersebut kepada pihak pemilik tanah, dan tidak akan kembali lagi.
5) Kepengurusan administrasi perpindahan pihak penghuni tanah akan diurus
secara bersama sama antara pihak penghuni tanah dan pemilik tanh melalui
paguyuban Peduli Relokasi yang akan berkoordinasi dengan pihak pihak terkait.
Ke-33 (tiga puluh tiga) Kepala Keluarga okupusan Kentingan Baru yang
telah direlokasi dalam hasil kesepakatan mediasi oleh Kantor Pertanahan Surakarta
Tahap I dan disetujui lahan pengganti terletak di Desa Banaran ,Kelurahan
Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:
1) Slamet/Sudarsini
2) Mulani
3) Karno Suwitno
4) Sugino Padmo Prawiro
5) Surahman
6) Abdul Imron/Muningsih
7) Hartono
8) Agus Sukmo Hartono (Jois)
9) Budi Hari Sutanto
10) Toni Prasetyo
11) Mariadi
12) Hartini
13) Topo Santoso
14) Joko Binanto
15) Agus Suprapto
16) Haryanto/Sangginem
17) Anwar commit to user

18) Setu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19) Supartan
20) Kasiyem
21) Sri Hartatik
22) Yohanes Yulianto
23) Tantini
24) Fathur Rozi
25) Alirahman
26) Slamet Suharko
27) Suranto
28) Sugeng Darsono
29) Tuminem
30) Sri Purbiyanto
31) Sutomo
32) Sugiman
33) Ngadino/Sandy
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kaukus proses
penyelesaian sengketa Kentingan Baru Tahap I bulan April dan Juni 2010 oleh
Kantor Pertanahan Surakarta adalah sebagai berikut :

Ragaan 5. Kaukuscommit to Kentingan


Mediasi user Baru Tahap I Bulan April
dan Juni 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Kentingan Baru Tahap II


Sedangkan proses penyelesaian sengketa tanah Kentingan Baru melalui
mediasi oleh Kantor Pertanahan Surakarta antara pemegang hak atas tanah Kentingan
Baru dengan para penghuni Kentingan Baru Tahap II yang berlangsung antar bulan
Juli 2010 sampai dengan bulan Januari 2011.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, di bawah ini penulis sajikan
alur kaukus mediasi sengketa tanah Kentingan Baru Tahap II bulan Juli 2010 sampai
dengan bulan Januari 2011 oleh Kantor Pertanahan Surakarta sebagai berikut:

Ragaan 6. Kaukus Mediasi Kentingan baru Tahap II Bulan Juli


2010 s/d Bulan januari 2011

a. Pertemuan Pertama
Pada tanggal 5 Juli 2010 diadakan Rapat Koordinasi antara Pemerintah
Kota Surakarta yang diwakili oleh Wakil
commit Walikota, Bapak Fx Rudyanto dengan
to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kantor Pertanahan Surakarta yang diwakili Kepala Seksi Sengketa Konflik dan
Perkara, Radyanto.
Kemudian pada tanggal 14 Juli 2010 diadakan pertemuan antara para
Pemegang Hak Atas Tanah dengan Wakil Walikota Surakarta, Bapak Fx Rudyanto
di Tawang Arum Pemerintahan Kota (Pemkot) Surakarta.
Dari pertemuan tersebut dicapai sebuah kesepakatan sebagai berikut:
1) Bahwa Kantor Pertanahan Kota Surakarta bersama Kecamatan Jebres bertindak
selaku pihak mediator akan membantu para pihak dalam menganalisa
pendekatan-pendekatan sebagai sarana dalam mengatasi permasalahan yang
terjadi, yaitu dengan menjalin hubungan dengan masing-masing pihak yang
bersengketa;
2) Pihak mediator akan mengadakan pertemuan bersama untuk mencari
penyelesaian bersama guna mengakhiri sengketa;
b. Pertemuan Kedua
Pertemuan selanjutnya diselenggarakan pada tanggal 22 Juli 2010 di kantor
Pertanahan Surakarta antara para pemegang hak atas tanah beserta koordinatornya
dengan penghuni (okupusan) Kentingan Baru yang jumlahnya membengkak
menjadi 350 Kepala Keluarga.
Menurut keterangan dari Kepala Seksi Sengketa Konflik dan Perkara,
Radyanto jumlah kepala keluarga tersebut membengkak dikarenakan penggandaan
jumlah kepala keluarga yang dilakukan oleh para okupusan Kentingan baru.
Dari pertemuan tersebut, mengalami deadlock atau tidak tercapai
kesepakatan di antara kedua belah pihak. Kemudian penyelesaian sengketa
pertanahan Kentingan Baru melalui mediasi Tahap II oleh Kantor Pertanahan
Surakarta mengambang dan tidak dicapai sebuah kesepakatan dalam kurun waktu
yang cukup lama.

c. Pertemuan Ketiga
Setelah proses penyelesaian sengketa Kentingan Baru melalui mediasi Tahap
II oleh Kantor Pertanahan surakarta yang mengalami deadlock dalam kurun waktu
yang cukup lama, kemudian Wakil Walikota Surakarta, FX Rudyanto
commitmengakhiri
mengeluarkan himbauan agar segera to user sengketa Kentingan Baru secara
kekeluargaan dengan menciptakan ketertiban dan keamanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kemudian pada tanggal 4 Januari 2011 kembali diadakan pertemuan antara


koordinator pemegang hak atas tanah dengan warga okupusan tanah di Kentingan
Baru.
Dari pertemuan tersebut, warga menyatakan menginginkan tali asih berupa
relokasi lahan yang berlokasi di Kota Surakarta, bukan berada di luar Kota
Surakarta seperti hasil dari mediasi tahap I sebelumnya yang berlokasi di Desa
Banaran, Kecamatan Ngringo, Kabupaten Karanganyar.Serta disepakati bahwa
jumlah kepala keluarga yang diikutsertakan dalam mediasi tahap II adalah jumlah
kepala keluarga yang telah didata oleh Kantor Pertanahan Surakarta pada awal dari
penyelesaian sengketa pertanahan Kentingan Baru sejumlah 250 Kepala Keluarga
dikurangi jumlah kepala keluarga yang telah menandatangani kesepakatan
penyelesain sengketa pertanahan Kentingan Baru Tahap I sejumlah 33 Kepala
Keluarga
Dalam pertemuan tersebut warga menginginkan tali asih berupa relokasi
lahan di Kota Surakarta dengan rincian sebagai berikut:
1) Lahan pengganti seluas 40 m2/Kepala Keluarga;
2) Terdapat fasilitas berupa listrik 1 begenser 900 Watt tiap 6 kavling;
3) Terdapat fasilitas berupa sumber air PDAM berupa hidrant umum, setiap 1
(satu) hidrant umum dilengkapi dengan 3 (tiga) kamar mandi WC, dan tempat
mencuci 1 (satu) unit/blok;
d. Pertemuan Keempat
Pada tanggal 5 Januari 2011 diadakan pertemuan di Kelurahan Jebres antara
pihak Kantor Pertanahan Surakarta dengan para pemegang hak atas tanah
Kentingan Baru yang mengagendakan penyampaian dan penawaran hasil
pertemuan dengan warga okupusan Kentingan Baru.
Dari pertemuan ini, para pemegang hak atas tanah Kentingan Baru
menyetujui keinginan warga Kentingan Baru mengenai tali asih berupa relokasi
lahan di Kota Surakarta dengan ketentuan lahan pengganti yang telah disampaikan
oleh warga Kentingan Baru pada pertemuan sebelumnya.
e. Pertemuan Kelima
Pada tanggal 11 Januari 2011 di Kantor Pertanahan Surakarta diadakan
penandatanganan surat pernyataan kesepakatan bersama antara pemilik tanah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kentingan Baru dengan penghuni tanah Kentingan Baru yang isinya adalah
sebagai berikut:
Pihak pemilik tanah dan penghuni tanah telah bersepakat untuk
menyelesaikan permasalahan penghunian tanah di kentingan Baru, Kelurahan
Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta dengan cara:
Pihak pemilik tanah bersedia menyediakan dan pihak penghuni tanah
bersedia menerima:
1) Lahan tanah pengganti di Desa Randusari, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan
Jebres, Kota Surakarta dengan luas 40 m2, dengan status hak milik atas nama
warga yang bersngkutan.
2) Fasilitas berupa :
2.1. Aliran listrik dengan kuat arus 900 watt, bagi tiap enam petak rumah.
2.2 Sumber air PDAM nerupa hidrant air umum, setiap blok 1 (satu) hidrant
umum dilengkapi dengan 3 (tiga) kamarWC, dan tempat mencuci yang
berdiri di atas lahan dengan luas sekitar 40 m2.
Pihak penghuni tanah bersedia memberi kesempatan dan pihak pemilik tanah
menerima :
1) Untuk melaksanakan pemasangan ring batas tanah di area kentiangan Baru;
2) Rekonstruksi/ pemasangan IK batas kepemilikan tanah dilakukan bilamana
lahan dan fasilitas yang disediakan pihak pemilik tanah telah terpenuhi di lahan
yang disediakan dan sertifikat telah jadi.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyelesaian sengketa pertanahan di
Kelurahan Kentingan Baru, Kecamatan Jebres oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta di
atas, dapat penulis analisa bahwa penyelesaian yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan
Kota Surakarta tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai
fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta sebagai salah satu wujud kepedulian dalam
menangani konflik dan sengketa pertanahan yang mempunyai implikasi langsung
terhadap “korban” di bidang pertanahan, dalam mengemban amanah untuk mengelola
bidang pertanahan sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 huruf n Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, di tingkat Kabupaten / Kota,
Kantor Pertanahan Kota Surakarta, melalui Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara
sebagaimana Tugas Pokok dan Fungsinya dalam menyelesaikan sengketa pertanahan,
commit to user
langkah yang ditempuh salah satunya adalah pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi (Pasal 54 huruf c Peraturan Kepala BPN
Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Dan Kantor Pertanahan).
Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan
sektoral. Oleh karena itu, maka BPN-RI dengan mandat baru tersebut, mampu
memegang kendali perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, kebijakan
teknis, perencanaan dan program, penyelenggaraan pelayanan administrasi pertanahan
dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah, penatagunaan tanah, reformasi
agraria, penguasaan dan pemilikan hak atas tanah, termasuk pemberdayaan masyarakat.
Salah satu misi institusi/lembaga ini adalah melakukan pengkajian dan penanganan
masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan. Sebagai wujud keinginan
dan kepedulian Pemerintah untuk menangani konflik dan sengketa pertanahan yang
mempunyai implikasi langsung terhadap “korban” di bidang pertanahan, maka dalam
pembentukan BPN dangan visi dan misi yang baru, di BPN Pusat telah dibentuk Deputi
IV Bidang Pengkajian Dan Penanganan Sengketa Dan Konflik Pertanahan (Pasal 343
Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2006). Yang selanjutnya di tingkat Provinsi yaitu
pada Kantor Wilayah BPN dibentuk Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan
Konflik Pertanahan, sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota, yaitu pada setiap Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota dibentuk Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (Pasal 4 dan
27, 32,dan 53 Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 2006).
Sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006, Badan
Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi, antara lain seperti:
1. perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;
2. perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;
3. koordinasi kebijakan, perencanaan, dan program di bidang pertanahan;
4. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;
5. penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang
pertanahan;
6. pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum;
7. pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8. pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria, dan penataan wilayah-wilayah


khusus;
9. penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja
sama dengan Departemen Keuangan;
10. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
11. kerjasama dengan lembaga-lembaga lain;
12. penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan danprogram di bidang
pertanahan;
13. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
14. pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang
pertanahan;
15. pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;
16. penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;
17. pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya menusia di bidang
pertanahan;
18. pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;
19. pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;
20. pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum
dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku;
21. fungsi lain di bidang pertanahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dari fungsi-fungsi Badan Pertanahan Nasional yang telah penulis uraikan diatas,
jelas bahwa salah satu fungsi BPN ialah melakukan pengkajian dan penanganan masalah,
sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan (Pasal 3 huruf n Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2006).
Sesuai Peraturan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2008 tentang Uraian Tugas Subbagian dan Seksi Pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional dan Uraian Tugas Urusan dan Subseksi Pada Kantor Pertanahan, Kantor
Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan
Nasional di Kabupaten atau Kota yang bersangkutan. Dalam menyelenggarakan tugas
sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Subbagian dan Seksi Pada Kantor
commit to user
Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Uraian Tugas Urusan dan Subseksi Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kantor Pertanahan tersebut, Kantor Pertanahan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut


:
1. Penyusunan rencana, program dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan tugas
pertanahan;
2. Pelayanan , perizinan dan rekomendasi di bidang pertanahan;
3. Pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan dasar , pengukuran dan pemetaan
bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik dan survei potensi tanah;
4. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah dan penataan
pertanahan wilayah pesisir , pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu;
5. Pengusulan dan pelaksanaan hak tanah , pendaftaran hak tanah , pemeliharaan data
pertanahan dan administrasi tanah asset pemerintah;
6. Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah Negara , tanah terlantar
dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;
7. Penanganan konflik, sengketa dan perkara pertanahan;
8. Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah;
9. Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS);
10. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat, pemerintah
dan swasta;
11. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;
12. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;
13. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, sarana dan prasarana , perundang-
undangan serta pelayanan pertanahan.
Fungsinya dalam menyelesaikan sengketa pertanahan di Kentingan Baru, langkah
yang ditempuh salah satunya adalah pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa dan
konflik pertanahan melalui bentuk mediasi (Pasal 54 huruf c Peraturan Kepala BPN No 4
Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Dan Kantor Pertanahan). Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara pada Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. pelaksanaan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan;
2. pengkajian masalah, sengketa dan konflik pertanahan;
3. penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan secara hukum dan
non hukum, penanganan dan penyelesaian perkara, pelaksanaan alternatif
commit to user
penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lainnya, usulan dan rekomendasi pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan


serta usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang,
dan/atau badan hukum dengan tanah;
4. pengkoordinasian penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan;
5. pelaporan penanganan dan penyelesaian konflik, sengketa dan perkara pertanahan.
Dari fungsi Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara yang telah disebutkan di atas
dapat diketahui dengan jelas bahwa, Kantor Pertanahan Kota Surakarta mempunyai
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pertanahan dalam hal ini yaitu sengketa yang
terjadi di Kentingan Baru.
Kemudian dasar penyelesaian sengketa pertanahan yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Kota Surakarta ini juga diperkuat dengan Petunjuk Teknis Penanganan dan
Penyelesaian Masalah Pertanahan melalui Keputusan Kepala BPN RI No. 34 Tahun
2007,dalam menjalankan tugasnya menangani sengketa pertanahan dengan melakukan
upaya penyelesaian antara lain melalui mediasi.
Petunjuk Teknis Nomor 5 Tahun 2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi
yang dimuat dalam Keputusan Kepala BPN RI No. 34 Tahun 2007 merupakan aturan
pelaksanaaan mediasi dalam penanganan sengketa pertanahan, dalam hal ini
penyelesaian sengketa tanah Kentingan Baru melalui mediasi oleh Kantor Pertanahan
Surakarta.
Proses mediasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Surakarta terhadap sengketa
tanah Kentingan Baru antara pihak pemegang hak atas tanah dengan pihak penghuni
tanah (okupusan) dilaksanakan dengan didasarkan pada Petunjuk Teknis Nomor 5
tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi. Mekanisme mediasi tersebut terdiri dari:
1. Persiapan untuk mempertemukan kedua belah pihak;
2. Undangan;
3. Kegiatan mediasi;
4. Menyamakan pemahaman dan menetapkan agenda musyawarah;
5. Identifikasi kepentingan;
6. Generalisasi opsi opsi para pihak;
7. Penentuan opsi yang dipilih;
8. Negosiasi akhir;
9. Formalisasi keswepakatan penyelesaian sengketa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kantor Pertanahan Kota Surakarta di sini bertindak sebagai mediator otoritatif


(authorative mediator), yaitu mereka yang berusaha membantu pihak-pihak yang
bersengketa untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan diantara mereka, tetapi si
mediator sesungguhnya memiliki posisi yang kuat dan berpengaruh, sehingga mereka
memiliki potensi atau kapasitas untuk mempengaruhi hasil akhir dari sebuah proses
mediasi. Namun, seorang mediator otoritatif selama ia menjalankan peran sebagai
mediator tidak menggunakan kewenangan atau pengaruhnya itu karena didasarkan pada
keyakinan atau pandangannya, bahwa pemecahan yang terbaik terhadap sebuah kasus
bukanlah ditentukan oleh dirinya sebagai pihak yang berpengaruh atau berwenang, tetapi
harus dihasilkan oleh upaya-upaya pihak-pihak yang bersengketa sendiri. Di mana Kantor
Pertanahan Kota Surakarta berusaha menekan kedua belah pihak untuk mencapai
keadilan. Dalam hal ini, Penghuni (Okupusan) tanah di Kentingan Baru diupayakan oleh
Kantor Pertanahan Kota Surakarta yang bertindak sebagai mediator untuk meninggalkan
lahan Kentingan Baru yang telah dihuni secara liar dan tanpa ijin dari pemiliknya.
Sebaliknya, Kantor Pertanahan Kota Surakarta yang bertindak sebagai mediator
mengupayakan para pemegang hak atas tanah di Kentingan Baru untuk untuk
memberikan kompensasi berupa relokasi lahan pengganti kepada para Okupusan tanah di
Kentingan Baru. Jadi, dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Surakarta yang bertindak
sebagai mediator berusaha untuk memfasilitasi perundingan antara kedua belah pihak dan
melakukan problem-solving atau pemecahan masalah untuk mencapai kesepakatan.
Hasil dari mediasi oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta, yang menghasilkan
kesepakatan antara para pihak yaitu pihak pemilik sertipikat melepaskan haknya dan para
magersari memberikan ganti rugi sebagaimana diuraikan dalam Berita Acara Mediasi dan
Tahapan Mediasi (terlampir).
Hasil kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan penghuni lahan
Kentingan Baru melalui mediasi menyatakan bahwa penghuni Kentingan Baru bersedia
meninggalkan lahan di Kentingan Baru dengan mendapatkan ganti rugi tali asih berupa
relokasi lahan, pada tahap I berada di Desa Banaran, Kelurahan Ngringo, Kecamatan
Jaten, Kabupaten Karanganyar, sedangkan tahap II berada di Desa Randusari, Kelurahan
Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.
Pasal 5 ayat (3) Undang Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya menjadi dasar penyelesaian
commit to user
sengketa tanah Kentingan Baru oleh Kantor Pertanahan Surakarta ditempuh dengan jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mediasi kedua belah pihak dengan tujuan menciptakan rasa keadilan bagi masing masing
pihak yang bersengketa.
Pasal 5 ayat (3) Undang Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya tersebut berbunyi:
“di dalam menggunakan wewenangnya sebagai yang dimaksud dalam pasal ini,
maka mengenai penyelesaian pemakaian tanah-tanah perkebunan Menteri Negara
harus memperhatikan kepentingan rakyat pemakai tanah yang bersangkutan,
kepentingan penduduk lainnya di daerah tempat letaknya perusahaan kebun dan
luas tanah yang diperlukan perusahaan itu untuk menyelenggarakan usahanya,
dengan ketentuan, bahwa terlebih dahulu harus diusahakan tercapainya
penyelesaian dengan jalan musyawarah dengan pihak-pihak yang bersangkutan.”

Penyelesain sengketa tanah Kentingan Baru oleh Kantor pertanahan Surakarta


berkenaan mengenai telah dilakukannya perbuatan menempati tanah tanpa ijin yang
berhakatau kuasanya (okupasi tanah) tidaklah selalu harus dilakukan tuntutan pidana
sesuai dengan Pasal 6 Undang Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960.Akan tetapi, Menteri
Agraria dan penguasa daerah menurut Pasal 3 dan Pasal 5 Undang Undang Nomor 51
Prp Tahun 1960 dapat mengadakan penyelesaian dengan cara lain,mengingat
kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan, serta rencana peruntukan dan penggunaan
tanah (Boedi Harsono,2008:218). Dalam hal ini pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak
yang telah dilakukan oleh sejumlah penghuni lahan Kentingan Baru tidak diperbolehkan,
akan tetapi juga tidak dibenarkan bila yang berhak atas tanah tersebut membiarkan
tanahnya dalam keadaan terlantar.
Hasil kesepakatan penyelesaian sengketa Kentingan Baru antara pemegang hak
atas tanah dengan penghuni lahan Kentingan Baru oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta diperkuat dengan asas fungsi sosial atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 6
UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang berbunyi,”semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial”.Hal tersebut mempunyai arti bahwa tidak dibenarkan pemakaian tanah secara
merugikan dan bertentangan dengan kepentingan masyarakat (Bachsan
Mustafa,1991:20).Negara mempunyai kekuasaan untuk mencabut hak atas tanah
tersebut.
Pasal 18 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang berbunyi,” umtuk kepentingan umum,
termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak
atas tanah dapat dicabut, dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut
commit to user
cara yang diatur dengan Undang-Undang”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dengan demikian, hasil kesepakatan penyelesain sengketa tanah Kentingan Baru


melalui mediasi oleh Kantor Pertanahan Surakarta dengan memberikan ganti rugi berupa
relokasi lahan kepada penghuni Kentingan Baru telah sesuai dengan asas fungsi sosial
atas tanah dan Undang Undang Nomor 51 Prp 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya.

C. Hasil Penyelesaian Sengketa Pertanahan Oleh Kantor Pertanahan Surakarta


Sebagai Dasar Pemberian Hak Milik Kepada Okupusan atau Penyerobot Tanah di
Kentingan Baru

Setelah proses mediasi tahap I dan tahap II yang diadakan oleh Kantor Pertanahan
Kota Surakarta terhadap sengketa pertanahan di Kentingan Baru telah mencapai
kesepakatan antara kedua belah pihak yang bersengketa, di mana pihak Okupusan tanah
Kentingan Baru bersedia mengakui status atas tanah yang berdiri di atas lahan yang
mereka huni bukanlah hak mereka dan bersedia meninggalkan lokasi tanah di Kentingan
Baru, dan pihak pemegang hak atas tanah bersedia memberikan kompensai kepada pihak
Okupusan tanah di Kentingan Baru dengan memberikan relokasi lahan berupa tanah
pengganti tahap I yang berada di Desa Banaran , Kelurahan Ngringo, Kecamatan Jaten,
Kabupaten Karanganyar dengan Luas 2338 m2 yang dibagi menjadi 33 kavling dengan
fasilitas pemukiman yang telah disepakati bersama kepada 33 Kepala Keluarga Okupusan
Kentingan Baru.Sedangkan kesepakatan penyelesaian sengketa tanah Kentingan Baru
melalui mediasi Tahap II oleh Kantor Pertanahan Surakarta menghasilkan kesepakatan
bersama bahwa Okupusan Kentingan Baru bersedia meninggalkan lahan di Kentingan
Baru dengan diberikan kompensasi oleh Pemegang Hak Atas Tanah Kentingan Baru
berupa relokasi lahan yang berlokasi di Desa Randusari, Kelurahan Mojosongo,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta dengan Hak Milik Nomor : 566, Luas 3065 m2 yang
dibagi menjadi 104 kavling kepada 104 Okupusan tanah Kentingan Baru dan tanah
dengan lokasi yang sama dengan Hak Milik Nomor : 2047, Luas 1730 yang dibagi
menjadi 70 kavling kepada 70 Okupusan tanah Kentingan Baru.
Hasil dari mediasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Surakarta telah
mencapai keadilan antara kedua belah pihak. Dan suatu bentuk perjanjian kesepakatan
dapat mewajibkan masing-masing pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau
commit to user
tidak berbuat sesuatu. Dalam hal mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Surakarta salah satu pihak yaitu Okupusan dan tanah Kentingan Baru bersedia berbuat
sesuatu yaitu meninggalkan lahan di Kentingan Baru yang ditempat dan didirikan
bangunan secara liar dan tanpa ijin dari pemiliknya, dan sebaliknya diwajibkan untuk
memberikan sesuatu kepada pihak okupusan berupa kompensasi yaitu relokasi lahan
pengganti bagi para Okupusan tanah di Kentingan Baru. Sesuai dengan Pasal 1320
KUHPer yang menyebutkan bahwa syarat syahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat, yaitu :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian kesepakatan bersama


sebagai bentuk hasil dari mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta
telah memenuhi syarat syahnya suatu perjanjian. Inti dari dilaksanakannya mediasi adalah
kesetaraan antara kedua belah pihak yang bersengketa. Asas kesetaraan antara kedua
belah pihak yang bersengketa tersebut telah terpenuhi dengan adanya kesepakatan yang
dituangkan pada Surat Kesepakatan Bersama Antara Pemilik Tanah Dengan Penghuni
Tanah Kentingan Baru. Di sini, Kantor Pertanahan Kota Surakarta sebagai pihak mediator
berusaha untuk mengupayakan keadilan antara kedua belah pihak yang bersengketa, yang
kemudian keduanya mencapai kata sepakat atas pelepasan hak atas tanah dan jumlah
kompensasi tersebut.
Merujuk kepada kesepakatan bersama antara pemilik tanah dengan penghuni tanah
di kentingan Baru, yang menyebutkan bahwa pemilik tanah bersedia memberikan relokasi
lahan lengkap dengan fasilitas penunjang kehidupan dan sertifikat Hak Milik kepada
masing masing kavling kepada para okupusan tanah kentingan Baru dapat dijadikan dasar
pemberian hak milik kepada para Okupusan tanah Kentingan Baru di lahan pengganti baru
yang telah dituangkan dalam kesepakatan bersama tersebut.Hal ini sesuai dengan Pasal 1
angka (7) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah yang berbunyi, “Pemberian hak secara kolektif adalah
pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada seorang atau sebuah
badan hukum atau kepada beberapa commit to user
orang atau badan hukum sebagai penerima hak
bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
maka disebutkan bahwa “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur
dengan peraturan pemerintah”.
Ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pemerintah untuk
menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Para pemegang hak-
hak atas tanah yang bersangkutan harus mendaftarkan tanahnya masing-masing dalam
rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat pemegangan hak atas tanah.
Pendaftaran yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pendaftaran tanah yang
bersifat recht cadaster yang mana kegiatannya meliputi :
1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah.
2. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak.
3. Pemberian surat tanda bukti hak.

Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau,


mutakhir, dan terbuka. Diharapkan dengan penerapan asas ini dapat mempermudah akses
bagi masyarakat yang akan mendaftarkan kepemilikan hak atas tanahnya. Pendaftaran
tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya
sebagai pemegang hak yang bersangkutan (adanya pemberian sertifikat kepada pemegang
hak atas tanah), untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan, untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan (Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pendaftaran tanah pada prinsipnya
bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yaitu untuk memungkinkan orang-orang
yang memegang hak atas tanah itu dapat dengan mudah membuktikan dirinya bahwa
dialah yang berhak atas tanah tersebut, selain itu untuk memungkinkan kepada siapa pun,
guna dapat mengetahui dengan mudah hal- hal apa saja yang ingin diketahui berkenaan
dengan sebidang tanah.Hal tersebut juga telah sesuai dengan salah satu Asas Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik yang dituangkan dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara Yangcommit
Bersih to
Danuser
Bebas Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) yaitu, Asas Kepastian Hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk terciptanya


suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga yang berkepentingan
termasuk pemerintah dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang- bidang tanah mengenai satuan rumah
susun yang sudah didaftar. Sehingga terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik
merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi pertanahan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang permasalahan yang penulis bahas
pada bab sebelumnya, bahwa Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Kentingan Baru,
Jebres, Surakarta oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta melalui mediasi, penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa Kantor Pertanahan Kota Surakarta dalam penyelesaian sengketa pertanahan di
Kentingan Baru, Jebres, Surakarta telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta, Pasal 2 dan Pasal 3 huruf n
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional, di tingkat Kabupaten / Kota, Kantor Pertanahan Kota Surakarta, melalui
Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara sebagaimana Tugas Pokok dan Fungsinya dalam
menyelesaikan sengketa pertanahan, di mana salah satu langkah yang ditempuh ialah
melalui jalur mediasi oleh Kantor Pertanahan Kota yang sesuai dengan Pasal 54 huruf
c Peraturan Kepala BPN No 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan Kantor Pertanahan. Dalam hal unit kerja
penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan ditingkat Kabupaten/Kota
juga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2)
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan. Dan lebih dijelaskan
lagi bahwa Kantor Pertanahan Kota Surakarta mempunyai kewenangan dalam
menyelesaikan sengketa pertanahan dengan diterbitkannya Keputusan Kepala Kantor
Pertanahan Kota Surakarta Nomor 570/724/2005 tentang pembentukan Sekretariat
Penanganan Sengketa Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Dasar
penyelesaian sengketa pertanahan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota
Surakarta ini kemudian diperkuat lagi dengan pernyataan Kepala BPN-RI, yang
menyatakan bahwa jajaran BPN-RI harus mampu melakukan koordinasi secara baik
dan bermakna dengan seluruh jajaran Pemerintah Daerah dalam hal pengawasan dan
pengendalian atas 9 urusan pertanahan yang sekarang dikelola daerah sesuai dengan
commit
ketentuan Pasal 2 ayat (2) Keputusan to user
Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2003 dan saling mengisi dalam rangka mendukung dan mempercepat proses
pembangunan.
2. Bahwa dari hasil penyelesaian sengketa pertanahan di Kentingan Baru, Jebres,
Surakarta oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, di mana dalam hal ini para okupusan dikenai Undang Undang
Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang
Berhak Atau Kuasanya karena telah menempati lahan Kentingan Baru secara liar,
sedangkan para pemegang hak dikenai asa fungsi sosial atas tanah karena
menelantarkan lahan Kentingan Baru.Hasil kesepakatan bersama para pihak dapat
dijadikan dasar pemberian relokasi lahan beserta hak milik kepada penghuni lahan
Kentingan Baru,Jebres, Surakarta sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1
angka (7) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan
Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah. Kemudian dapat dilakukan proses pemberian
hak atas tanah oleh pemegang sertifikat hak atas tanah Kentingan Baru Surakarta
melalui Surat Pernyataan Kesepakatan Bersama Antara Pemilik Tanah Dengan
Penghuni Tanah Kentingan Baru berupa relokasi lahan sejumlah 33 Kepala Keluarga
pada mediasi tahap I di Desa Banaran, Kelurahan Ngingo, Kecamatan Jaten,
Kabupaten Karanganyar serta 104 dan 70 Kepala Keluarga di Desa Randusari,
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada beberapa saran-saran yang ingin
penulis sampaikan terkait dengan permasalahan yang penulis kaji. Adapun saran-saran
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perlunya peningkatan penyelenggaraan penyuluhan-penyuluhan hukum di bidang
pertanahan kepada masyarakat dalam hal menggunakan atau memelihara sebaik-
baiknya tanah sesuai yang telah didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Agar tidak
menimbulkan konflik atau sengketa pertanahan di kemudian hari.
2. Hendaknya Kantor Pertanahan Kota Surakarta meningkatkan pengawasan dan
commit
pengendalian penguasaan pemilikan tanahtosesuai
user dengan Tugas Pokok dan Fungsi
Badan Pertanahan Nasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Hendaknya ada peraturan yang lebih tegas mengenai penyelesaian sengketa di bidang
pertanahan melalui jalur mediasi dan juga tindak lanjutnya dalam rangka pemberian
hak atas tanah, sehingga ada aturan yang lebih jelas mengenai prosedur mediasi yang
dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai