Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

2.1 Tinjauan Teori


Prasarana Lingkungan
Menurut SNI 03-1733-2004, Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
“Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan
lingkungan dapat berfungsi sebagaimana mestinya”. Lebih jelasnya prasarana lingkungan atau
sarana dasar yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan permukiman adalah jaringan jalan
untuk mobilitas orang dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk
menciptakan ruang dan bangunan yang teratur, jaringan air bersih, jaringan saluran pembuangan
air limbah dan tempat pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan, serta jaringan saluran
air hujan untuk pematusan (drainase) dan pencegahan banjir setempat.
Utilitas
Menurut SNI 03-1733-2004 utilitas adalah pelayanan seperti air bersih, air limbah, gas, dan
listrik. Pada umumnya diperlukan untuk beroperasi suatu bangunan dan lingkungan permukiman.
Utilitas umum merupakan fasilitas umum seperti puskesmas, taman kanak-kanak, tempat
bermain, pos polisi yang dapat diperlukan sebagai sarana penunjang pelayanan lingkungan. Pada
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Pedoman Bantuan PSU Perumahan dan Kawasan Permukiman, utilitas umum adalah
kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian.
Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkunan dengan
ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah (UU Republik Indonesia Nomr 38
Tahun 2004). Dalam konteks ini merupakan jalan yang terdapat di desa yang menghubungkan
Kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yan dirancangsebagai system guna memenuhi
kebutuhan Masyarakat dan memenuhi komponen penting dalam perencanaan infrastruktur
bangunan. Drainase memiliki arti mengalirkan, menguras, membuang, serta mengalihkan air
(Suripin, 2004:7). Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air ke badan air
(sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Sistem
jaringan drainase merupakan bagian dari infrastruktur pada suatu Kawasan, drainase masuk pada
kelompok infrastruktur air pada pengelompokan infrastruktur wilayah.
Persampahan
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,
menyatakan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau dari proses alam yang
berbentuk padat. Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi
atau sesuatu yang dibuang dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra,
2009)
2.2 Tinjauan Kebijakan
2.2. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglangg Tahun 2011-2031
Tinjauan Perda Kabupaten Pandeglang No. 2 Tahun 2020 dalam pembahasan kali ini adalah
untuk melihat kedudukan Kelurahan Pandeglang, Kecamatan Pandeglang secara menyeluruh
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang Tahun 2011-2031. Melalui tinjauan
ini pula dapat diketahui isu-isu Pembangunan strategis yang telah ditentukan pemerintah
Kabupaten Pandeglang terhaadap wilayah Kecamatan Pandeglang khususnya pada wilayah
Kelurahan Pandeglang, sehingga mengurangi indikasi aanya tumpeng tindih dalam penanganan
dan Pembangunan. Secara umum pembahasan kali ini akan dibagi menjadi dua, yaitu rencana
struktur ruang dan rencana pola ruang.
A. Struktur Ruang
1. Terminal penumpang tipe A berupa terminal yang melayani angkutan penumpang antar
kota antar propinsi, Terminal Kadubanen di Kecamatan Pandeglang.
2. Pengembangan dan pembangunan SUTT dengan kapasitas 150 (seratus lima puluh)
kilovolt.
3. Pengembangan dan pembangunan SUTT dengan kapasitas 150 (seratus lima puluh)
kilovolt.
4. Jalur evakuasi bencana letusan gunung api, ruas jalan di Kecamatan Pandeglang.
5. Jalur evakuasi bencana longsor meliputi, ruas jalan di Kecamatan Pandeglang.
6. Ruang evakuasi bencana longsor meliputi lapangan dan gedung kantor pemerintahan di
Kecamatan Pandeglang.
B. Pola Ruang
1. Kawasan Lindung
a. Kawasan resapan air mempunyai luas lebih kurang 5.807 (lima ribu delapan ratus tujuh)
hektar
b. Kawasan rawan tanah longsor
2. Kawasan Budidaya
a. Situs menara Air di Jl. Ciwasiat Kecamatan Pandeglang
b. Kawasan potensi pengembangan peternakan
c. Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi
d. Kawasan pertahanan dan keamanan KODIM 0601 di Kecamatan Pandeglang
2.2. Peraturan Menteri PU Nomor 14 Tahun 2016 ADANYA PERMEN PU NO 14 2008
Tentang Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan
Kriteria dari Direktorat Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan
Umum dimodifikasi atau ada beberapa kriteria yang tidak dicantumkan dalam penilaian oleh
peneliti agar dapat memudahkan proses pengumpulan data. Kriteria-kriteria tersebut digunakan
untuk membantu peneliti dalam melakukan penilaian terhadap wilayah objek penelitian.
Ketentuan RTLH Provinsi Banten berdasarkan pada 7 (tujuh) indikator sebagai berikut:
A. Indikator 1 Kondisi Bangunan Hunian
Penentuan RTLH berdasarkan kondisi bangunan hunian terdiri dari keteraturan bangunan
hunian, kepadatan bangunan hunian, dan kelayakan bangunan hunian.
1. Keteraturan bangunan hunian Jika keteraturan bangunan di bawah 50% maka dinyatakan
rumah tidak layak huni.
2. Kepadatan bangunan hunian Variabel kepadatan bangunan terdiri dari luas permukiman,
jumlah total bangunan hunian, tingkat kepadatan bangunan hunian, dan kondisi kepadatan
bangunan hunian.
3. Kelayakan bangunan hunian Kondisi bangunan hunian dapat dikategorikan layak adalah
jika bangunan hunian memiliki luas lantai 2 7,2m²/jiwa dan Kondisi atap, lantai, dan
dinding (aladin) sesuai persyaratan teknis.
B. Indikator 2 Aksesibilitas Lingkungan. Penentuan RTLH berdasarkan aksesibilitas lingkungan
terdiri dari jangkauan jaringan jalan dan persyaratan teknis/kualitas jalan.
1. Jangkauan jaringan jalan Jangkauan rumah untuk kriteria rumah layak huni adalah semakin
dekat dengan jaringan jalan
2. Persyaratan teknis/kualitas jalan
C. Indikator 3 Jaringan Drainase
Penentuan RTLH berdasarkan drainase terdiri dari ada/tidak ada genangan dan persyaratan
teknis/kualitas drainase
1. Ada/tidak ada genangan Jika tidak terjadi genangan maka dinyatakan rumah layak huni
dan jika terjadi genangan maka rumah tersebut tidak layak huni
2. Persyaratan teknis/kualitas drinase
D. Indikator 4 Air Minum
Penentuan RTLH berdasarkan air minum terdiri dari ketersediaan akses air minum dan
keterpenuhan kebutuhan air minum/baku.
1. Ketersediaan akses air minum Rumah layak huni adalah rumah yang memiliki ketersediaan
akses air minum
2. Keterpenuhan kebutuhan air minum/baku
E. Indikator 5 Air Limbah/Sanitasi
Penentuan RTLH berdasarkan air limbah/sanitasi terdiri dari ketersediaan akses air limbah,
persyaratan teknis air limbah/sanitasi, dan saluran pembuangan air limbah rumah tangga.
1. Ketersediaan akses air limbah Rumah layak huni memiliki saluran air limbah dan septik
tank yang memenuhi syarat.
2. Persyaratan teknis air limbah/sanitasi Rumah layak huni memiliki persyaratan air
limbah/sanitasi sesuai dengan standar teknis air limbah/sanitasi Provinsi Banten sebagai
berikut:
a) Fasilitas tempat buang air besar adalah sendiri atau bersama;
b) Jenis kloset adalah leher angsa; dan
c) Tempat pembuangan akhir tinja adalah menggunakan tangki/SPAL.
3. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga
Saluran pembuangan air limbah rumah tangga harus terpisah dari saluran drainase
lingkungan agar rumah tersebut dapat dikategorikan layak.
F. Indikator 6 Persampahan
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan
pengurangan sampah meliputi
1) Pembatasan timbulan sampah;
2) Pendauran ulang sampah; dan
3) Pemanfaatan kembali sampah
Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:
a) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah;
b) Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara (TPS) atau tempat pengolahan sampah 3R skala kawasan
(TPS 3R) atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c) Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah 3R terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir (TPA) atau tempat pengolahan sampah terpadu (TPST);
d) Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;
dan/atau
e) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
G. Indikator 7 Proteksi Kebakaran
Rumah layak huni harus memiliki sarana/prasarana proteksi kebakaran seperti hidran
kebakaran, dan lainnya.

2.2. Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Peningkatan Kualitas
Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pengaturan tentang peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
merupakan tidak mudah bagi pemerintah Kabupaten Pandeglang. Maka dari itu perlu adanya
penerapan dan penanganan agar Kabupaten Pandeglang melakukan Tindakan sesuai dengan
Permen PUPR Nomor 02/PRT/M/2016, yang berisikan sebagai berikut.
A. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat
(1) meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari:
1. Bangunan Gedung.
Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf a mencakup:
a. ketidakteraturan bangunan;
b. tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata
ruang; dan/atau
c. kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
2. Jalan Lingkungan;
Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf b mencakup:
a. jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau
permukiman; dan/atau
b. kualitas permukaan jalan lingkungan buruk.
3. Penyediaan Air Minum.
Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) huruf c mencakup:
a. ketidaktersediaan akses aman air minum; dan/atau
b. tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sesuai standar yang berlaku.
4. Drainase Lingkungan.
Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (2) huruf d mencakup:
a. drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga
menimbulkan genangan;
b. ketidaktersediaan drainase;
c. tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan;
d. tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya; dan/atau
e. kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk.
5. Pengelolaan Air Limbah
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) huruf e mencakup:
a. sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku; dan/atau
b. prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis.
6. Pengelolaan Persampahan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) huruf f mencakup:
a. prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis;
b. sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis; dan/atau
c. tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi
pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun
jaringan drainase.
7. Proteksi Kebakaran.
Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf g mencakup ketidaktersediaan:
a. prasarana proteksi kebakaran; dan
b. sarana proteksi kebakaran.
B. Pola-Pola Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh dalam Pasal 26 ayat (1)
berbunyi:
1. Dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola
penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis.
2. Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil penilaian
aspek kondisi kekumuhan dan aspek legalitas tanah.
3. Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan dengan
mempertimbangkan tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
4. Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. pemugaran;
b. peremajaan; atau
c. pemukiman kembali.
5. Pelaksanaan pemugaraan, peremajaan, dan/atau pemukiman kembali dilakukan dengan
memperhatikan antara lain:
a. hak keperdataan masyarakat terdampak;
b. kondisi ekologis lokasi; dan
c. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat terdampak.
6. Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran
masyarakat.
Pada kasus penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh menggunakan Pasal 26
ayat 4 huruf a yang berbunyi pemugaran dimana tercantum pada Pasal 29 yang bersikan:
1. Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf a dilakukan untuk
perbaikan dan/atau pembangunan kembali perumahan kumuh dan permukiman kumuh
menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.
2. Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan perbaikan rumah,
prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum untuk mengembalikan fungsi sebagaimana
semula.
3. Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap:
a. pra konstruksi;
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
2.2. SNI-03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Prasarana Jaringan Jalan
Lingkungan perumahan harus disediakan jaringan jalan untuk pergerakan manusia dan
kendaraan, dan berfungsi sebagai akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat. Dalam
merencanakan jaringan jalan, harus mengacu pada ketentuan teknis tentang pembangunan
prasarana jalan perumahan, jaringan jalan dan geometri jalan yang berlaku, terutama mengenai
tata cara perencanaan umum jaringan jalan pergerakan kendaraan dan manusia, dan akses
penyelamatan dalam keadaan darurat drainase pada lingkungan perumahan di perkotaan. Salah
satu pedoman teknis jaringan jalan diatur dalam Pedoman Teknis Prasarana Jalan Perumahan
(Sistem Jaringan dan Geometri Jalan), Dirjen Cipta Karya, 1998.
Prasarana Jaringan Drainase
Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan drainase sesuai ketentuan dan persyaratan
teknis yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata cara
perencanaan umum jaringan drainase lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satu ketentuan
yang berlaku adalah SNI 02-2406-1991 tentang Tata cara perencanaan umum drainase perkotaan.
Tabel 2. Bagian Jaringan Air

Sarana Prasarana
Badan Penerima Air Sumber air di permukaan tanah (laut, sungai, danau)
Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer)
Bangunan Pelengkap Gorong-Gorong
Pertemuan Saluran
Bangunan Terjunan
Jembatan
Street Inlet
Pompa
Pintu Air
Prasarana Jaringan Air Bersih
Secara umum, setiap rumah harus dapat dilayani air bersih yang memenuhi persyaratan untuk
keperluan rumah tangga. Untuk itu, lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan air limbah
sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah
berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan air bersih lingkungan
perumahan di perkotaan.
Beberapa ketentuan yang terkait adalah:
a) SNI 03-2399-1991 tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.
b) SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
a) Penyediaan kebutuhan air bersih
1) lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan air minum
atau sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan air bersih
lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat sambungan rumah atau sambungan halaman
b) Penyediaan jaringan air bersih
1) harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan sambungan rumah;
2) pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau fiber glass; dan
3) pipa yang dipasang di atas tanah tanpa perlindungan menggunakan GIP.
c) Penyediaan kran umum
1) satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa;
2) radius pelayanan maksimum 100 meter;
3) kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari; dan
4) ukuran dan konstruksi kran umum sesuai dengan SNI 03-2399-1991 tentang Tata Cara
Perencanaan Bangunan MCK Umum.
d) Penyediaan hidran kebakaran
1) untuk daerah komersial jarak antara kran kebakaran 100 meter;
2) untuk daerah perumahan jarak antara kran maksimum 200 meter;
3) jarak dengan tepi jalan minimum 3.00 meter;
4) apabila tidak dimungkinkan membuat kran diharuskan membuat sumur-sumur kebakaran;
dan
5) perencanaan hidran kebakaran mengacu pada SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara
Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah
dan Gedung.
Prasarana Jaringan Air Limbah
Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan air limbah sesuai ketentuan dan persyaratan
teknis yang diatur dalam peraturan / perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata
cara perencanaan umum jaringan air limbah lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satunya
adalah SNI-03-2398-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan,
serta pedoman tentang pengelolaan air limbah secara komunal pada lingkungan perumahan yang
berlaku.
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air limbah yang harus disediakan pada lingkungan
perumahan di perkotaan adalah:
a) septik tank;
b) bidang resapan; dan
c) jaringan pemipaan air limbah.
Lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah yang memenuhi
ketentuan perencanaan plambing yang berlaku. Apabila kemungkinan membuat tangki septik
tidak ada, maka lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah
lingkungan atau harus dapat disambung pada sistem pembuangan air limbah kota atau dengan
cara pengolahan lain. Apabila tidak memungkinkan untuk membuat bidang resapan pada setiap
rumah, maka harus dibuat bidang resapan bersama yang dapat melayani beberapa rumah.
Prasarana Jaringan Persampahan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, Prasarana jaringan persampahan mencakup
semua fasilitas dan bangunan pendukung yang berperan dalam pengelolaan sampah, mulai dari
sumber sumber asal sampah hingga tahap pengolahan akhir. Elemen-elemen perencanaan yang
harus dipersiapkan mencakup gerobak sampah, bak sampah, tempat penampungan sementara
(TPS), dan tmpat pemrosesan akhir (TPA),
Lingkungan perumahan harus dilayani sistem persampahan yang mengacu pada:
a) SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengolahan sampah perkotaan;
b) SNI 03-3242-1994 tentang Tata cara pengelolaan sampah di permukiman; dan
c) SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah.
Tabel 2. Kebutuhan Prasarana Persampahan

Prasarana
Lingkup Keterangan
Sarana Pelengkap Status Dimensi
Rumah (5
Tong sampah Pribadi - -
jiwa)
Gerobak Sampah 2m Gerobak
RW
mengangkut
(2500 jiwa) Bak sampah kecil 6m
Jarak bebas 3x seminggu
TPS
Gerobak sampah 2m TPS dengan Gerobak
Kelurahan
lingkungan mengangkut
(30.000 jiwa) Bak sampah besar 12 m
hunian 3x seminggu
Kecamatan Mobil sampah - minimal 30m Mobil
TPS/TPA
(120.000 mengangkut
Bak sampah besar Lokal 25 m
jiwa) 3x seminggu
Kota Bak sampah akhir -
(> 480.000 Tempat daur TPA -
-
jiwa) ulang sampah

Prasarana Jaringan Listrik


Lingkungan perumahan harus dilengkapi perencanaan penyediaan jaringan listrik sesuai
ketentuan dan persyaratan teknis yang mengacu pada:
a) SNI 04-6267.601-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 601: Pembangkitan, Penyaluran dan
Pendistribusian Tenaga Listrik – Umum);
b) SNI 04-8287.602-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 602: Pembangkitan); dan
c) SNI 04-8287.603-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 603: Pembangkitan, Penyaluran dan
Pendistribusian Tenaga Listrik – Perencanaan dan Manajemen Sistem Tenaga Listrik).
Pemasangan seluruh instalasi di dalam lingkungan perumahan ataupun dalam bangunan hunian
juga harus direncanakan secara terintegrasi dengan berdasarkan peraturanperaturan dan
persyaratan tambahan yang berlaku, seperti:
a) Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL);
b) peraturan yang berlaku di PLN wilayah setempat; dan
c) peraturan-peraturan lain yang masih juga dipakai seperti antara lain AVE.
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan listrik yang harus disediakan pada lingkungan
perumahan di perkotaan adalah:
a) kebutuhan daya listrik; dan
b) jaringan listrik.
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
a) Penyediaan kebutuhan daya listrik
1) setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari sumber
lain; dan
2) setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan
untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga.
b) Penyediaan jaringan listrik
1) disediakan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki pelayanan, dimana besar
pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit hunian yang mengisi blok siap
bangun;
2) disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area damija
(daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di
trotoar (lihat Gambar 1 mengenai bagian-bagian pada jalan);
3) disediakan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada lahan
yang bebas dari kegiatan umum;
4) adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux dengan tinggi > 5
meter dari muka tanah;
5) sedangkan untuk daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk
tempat tinggal atau kegiatan lain yang bersifat permanen karena akan membahayakan
keselamatan;
2.3.2 Studi Preseden Luar Negeri

Anda mungkin juga menyukai