Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

ANALISIS PENGUNGKAPAN TRIPLE BOTTOM LINE


DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Novita Ainur Rosyidah
Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
Novitaainur24@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini menunjukkan apakah perusahaan tidak hanya berfokus pada


kepentingan untuk mendapatkan keuntungan saja, tetapi juga berfokus pada
kepentingan stakeholder. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran
bagaimana perusahaan mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pengungkapan tanggung jawab sosial menggunakan pengungkapan triple bottom
line yang meliputi ekonomi, sosial dan lingkungan. Sampel dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur berjumlah 15 yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dan mengikuti PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) periode tahun 2010-2014.
Pengambilan sampel ditentukan menggunakan teknik purpose sampling. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas dan environmental performance
berpengaruh positif terhadap pengungkapan triple bottom line.

Kata Kunci: Triple Bottom Line, Profitabilitas, Environmental Performance.

ABSTRACT

This study shows whether the company is not only focused on the interests
for profit, but also focuses on stakeholder interests. This research could also
provide an overview of how companies disclose corporate social responsibility.
Disclosure of social responsibility using the triple bottom line disclosure that
includes economic, social and environmental. The sample in this study is a
manufacturing company amounted to 15 listed in the Indonesia Stock Exchange
(BEI) and follow PROPER (Program Performance Rating in Environmental
Management) in the period 2010-2014. Sampling was determined using purposive
sampling technique. The results showed that profitability and environmental
performance positive effect on the disclosure of the triple bottom line.

Keywords: Triple Bottom Line, Profitability, Environmental Performance

PENDAHULUAN
Permasalahan yang terjadi dalam lingkup sosial dan lingkungan
merupakan tantangan yang menciptakan peluang baru bagi perusahaan untuk
bertanggung jawab terhadap masalah disekitarnya termasuk masalah
pengangguran, kemiskinan, kerusakan lingkungan, bencana alam dan lain
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

sebagainya. Dengan tantangan tersebut, maka adanya pergeseran paradigma usaha


melalui konsep pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development).
Paradigma baru membuat pelaku usaha tidak lagi berpijak pada konsepnilai
perusahaan diukur pada profit (single bottom line) melainkan berpijak pada
konsep “Formula 3P” (triple bottom line). Konsep triple bottom line dikemukakan
oleh John Elkington (1997). Konsep ini terdiri dari dimensi ekonomi (profit),
dimensi sosial (people), dan dimensi lingkungan (planet).
Konsep triple bottom line muncul karena adanya tuntutan masyarakat
terhadap peran perusahaan di lingkungan sekitar. Salah satu tuntutan masyarakat
dikarenakan terjadi rangkaian peristiwa sosial dan lingkungan yang terjadi baik
fenomena nasional maupun internasional. Tahun 2010, Grup Sinar Mas yang
mengolah minyak kelapa sawit diduga melakukan perusakan hutan tropis yang
dapat menjadi penyebab utama dalam perubahan iklim karena mengurangi
kemampuan dalam penyerapan karbondioksida dan dapat membahayakan
kehidupan satwa. Sebagai bentuk aksi kepedulian lingkungan, perusahaan
Unilever, Burger King, Nestlec dan Kraft Food memutuskan untuk
mengehentikan pembelian minyak kelapa sawitnya (Neviana, 2010).
Di Indonesia, pemerintah juga peduli terhadap lingkungan. Misalkan
dengan adanya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dimana pemerintah mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan
kegiatan usaha yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Bukti lain dari kepedulian pemerintah terhadap lingkungan adalah terciptanya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah
membentuk program penataan lingkungan hidup perusahaan (PROPER). Program
PROPER diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan sekitar perusahaan
dan lingkungan yang bermanfaat. Ini terbukti dari respon perusahaan yang
mengikuti penilaian peringkat PROPER selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

Gambar 1
Peserta PROPER Sektor Industri Tahun 2010 – 2014
Sumber : Peneliti (2017)

Berdasarkan Grafik 1 menunjukkan bahwa perusahaan di sektor industri


manufaktur mempunyai jumlah peserta PROPER terbanyak dibandingkan dengan
sektor industri lainnya. Peningkatan jumlah peserta PROPER sektor industri
manufaktur dari tahun ke tahun, membuktikan bahwa perusahaan mulai
menyadari nilai kesuksesan perusahaan tidak lagi diukur dengan melihat kondisi
keuangannya, namun juga dilihat dari tanggung jawab perusahaan sosial dan
lingkungan.
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi pengungkapan tanggung jawab
sosial, salah satunya adalah profitabilitas. Laba merupakan tujuan tertinggi dalam
suatu perusahaan tanpa memandang aspek lainnya. Investor seringkali melakukan
penilaian terhadap perusahaan dengan melihat kinerja keuangannya. Penilaian
kinerja keuangan dapat dilihat dari seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan profit perusahaan dilaporan keuangan.
Penelitian mengenai profitabilitas dengan pengungkapan tanggung jawab
sosial telah dilakukan. Tsoutsoura (2004), kinerja keuangan perusahaan yang kuat
mampu untuk berinvestasi dalam jangka panjang. Karena perusahaan dengan
profitabilitas tinggi akan lebih leluasa untuk memiliki bentuk pengungkapan
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Sama halnya dengan penelitian
Putri (2014) yang menyatakan bahwa profitabilitas yang di proksikan
menggunakan return on assets dapat dijelaskan menggunakan stakeholder theory,
dimana perusahaan harus bertanggung jawab kepada para stakeholder tentang
segala aktivitas perusahaan, baik aktivitas wajib maupun sukarela. Perusahaan
dengan nilai ROA yang bagus dapat menunjukkan perusahaan berada dalam
kondisi kinerja yang baik, sehingga dapat memicu reaksi para stakeholder untuk
mendorong perusahaan dalam melakukan pencapaian usaha perbaikan dan
kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan. Salah satu bentuk
implementasinya dengan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Beberapa perusahaan menerapkan program konsep triple bottom line
karena terpaksa. Perusahaan hanya mengantisipasi penolakan dari masyarakat dan
lingkungan sekitar perusahaan dan bukan atas kesadaran perusahaan. Perusahaan
berfikir bahwa konsep triple bottom line sebagai suatu program yang tidak
memiliki nilai tambah dan menghabiskan banyak biaya sehingga perusahaan akan
berfikir bahwa dapat merugikan perusahaan. Namun, sudah seharusnya
perusahaan yang melaksanakan pengungkapan tanggung jawab sosial dan
lingkungan atas dasar voluntary atau kesukarelaan. Sehingga beberapa tahun
terakhir, konsep ini mendapat perhatian lebih dari berbagai kalangan.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, menunjukkan bahwa
perusahaan belum sadar perlunya konsep triple bottom line dan terdapat
perbedaan data dengan perusahaan yang mengikuti program PROPER. Oleh
karena itu, peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar
perusahaan dapat mengelola profitabilitas dan environmental performance
sebagai tanggung jawab perusahaan kepada stakeholder. Penelitian ini mengambil
kasus pada perusahaan manufaktur yang go public atau terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Penelitian ini berjudul
“Pengaruh Profitabilitas dan Environmental Performance terhadap Pengungkapan
Triple Bottom Line”.
Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diketahui rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line?
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

2. Apakah environmental performance berpengaruh terhadap pengungkapan


triple bottom line?

KAJIAN PUSTAKA
Teori Stakeholder
Teori stakeholder merupakan sebuah teori yang menjelaskan bahwa
tanggung jawab perusahaan dapat melebihi urusan berbagai kelompok yang tidak
hanya berpikir tentang urusan finansial, namun tanggung jawab itu berkaitan
dengan masyarakat seluruhnya yang dapat menentukan hidup matinya perusahaan
(Untung, 2008:38).
Teori Legitimasi
O’Donovan (2002) dalam Nor Hadi (2011:87) menyatakan legitimasi
dalam sebuah organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan perusahaan
kepada masyarakat dan sesuatu yang dicari oleh perusahaan dari masyarakat
dengan begitu bisa disebutkan bahwa legitimasi adalah suatu manfaat yang
potensial bagi perusahaan untuk dapat bertahan hidup (Hadi, 2011:87).
Profitabilitas
Profitabilitas merupakan salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan
kepada para pemegang saham karena menjadi salah satu faktor yang dapat
memperluas pengungkapan aktivitas perusahaan. Profitabilitas didefinisikan
sebagai kemampuan manajemen untuk memperoleh laba. Menurut Utari, dkk
(2014:63) untuk memperoleh laba, manajemen perusahaan harus meningkatkan
pendapatan dan mengurangi biaya. Dengan begitu, perusahaan harus memperluas
pangsa pasar dan dapat menghapus aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah.
Penelitian ini menggunakan profitabilitas dengan proksi return on assets (ROA).
Karena ROA merupakan earning power sebuah perusahaan. Rumus return on
assets, yaitu:

Environmental Performance
Suratno, Darsono, & Mutmainah (2006), kinerja lingkungan adalah kinerja
perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green). Dalam
penelitiannya, kineja lingkungan perusahaan diukur dari prestasi perusahaan
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan


Lingkungan Hidup (PROPER) yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan
oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan
perusahaan dalam pengelolan lingkungan hidup melalui instrumen pengelolaan
lingkungan yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan dan instrumen
ekonomi. Penerapan PROPER dapat menjawab kebutuhan akses informasi
transparansi serta partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan. Peringkat
PROPER mencakup pemeringkatan perusahaan 1 hingga 5.
Triple Bottom Line
Triple bottom line merupakan salah satu perumusan dari keberhasilan
perusahaan atas tanggung jawab sosial. Elkington mempopulerkan istilah Triple
Bottom Line pada tahun 1997 melalui buku yang berjudul Cannibals With Forks:
The Triple Bottom Line in 21st Century Business. Triple bottom line dapat
dikembangkan oleh Elkington menjadi 3 istilah yaitu economy prosperity (nilai
harta kekayaan ekonomi), environmental quality (kualitas lingkungan hidup), dan
social justice (keadaan sosial). Triple bottom line dikenal dengan istilah “Formula
3P”, yaitu terdiri dari unsur people (perusahaan yang mempedulikan sosial dan
lingkungan disekitarnya), profit (perusahaan berupaya meningkatkan keuntungan
bagi perusahaan), dan planet (kemampuan perusahaan dalam menjaga kelestarian
alam/bumi). Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang akan memperoleh tiga
unsur tersebut yaitu keuntungan, kelestarian lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat sekitar.
Penilaian pengungkapan triple bottom line diberi skor pada skala 0 sampai
4, dimana nilai 0 jika informasi tidak diungkapkan. Nilai 1 jika informasi
diungkapkan, namun tidak lengkap. Nilai 2 jika informasi rinci dan jujur termasuk
komitmen dan kekurangan perusahaan. Nilai 3 jika informasi yang diungkapkan,
perusahaan dapat berkomitmen untuk kemajuan menuju pembangunan
berkelanjutan. Nilai 4 jika informasi yang diungkapkan, perusahaan dapat
berkomitmen untuk kemajuan pembangunan berkelanjutan dan dapat bersaing
dengan sektor lain (Suttipun, 2012).
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

PENELITIAN TERDAHULU
Tsoutsoura (2004) melakukan penelitian yang berjudul Corporate Social
Responsibility (CSR) and Financial Performance. Penelitian ini menggunakan
500 perusahaan dalam indeks Standard and Poor dan mencakup tahun 1996
sampai 2000. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan variabel akuntansi,
yaitu menggunakan proksi return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan
return on sale (ROS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan
positif antara CSR dan kinerja keuangan. Biaya yang dikeluarkan melalui CSR
dapat ditutupi oleh keuntungan perusahaan. Keuangan perusahaan yang kuat
mampu untuk beinvestasi untuk jangka panjang yang lebih strategis dengan cara
memberikan pelayanan bagi masyarakat dan karyawan mereka. Namun
perusahaan dengan kondisi keuangan yang buruk akan menginvetasikan ke dalam
cara-cara yang menghasilkan jangka pendek saja.
Ho & Taylor (2007) penelitiannya yang berjudul An Empirical Analysis of
Triple Bottom Line Reporting and its Determinants: Evidence from the United
States and Japan. Sampel penelitian ini menggunakan 50 perusahaan terbesar di
Amerika Serikat dan Jepang, dengan menggunakan 6 variabel independen, yaitu
firm size, corporate profitability, leverage, liquidity, industry membership dan
regulatory arrangement. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perusahaan
yang mengungkapkan laporan triple bottom line lebih tinggi untuk perusahaan
yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih besar, profitabilitas rendah,
likuiditas rendah dan untuk perusahaan dengan indutri manufaktur. Total
pengungkapan triple bottom line lebih besar didorong oleh pengungkapan non-
ekonomi. Dalam pengungkapan triple bottom line, Jepang lebih tinggi dalam
melaporkan pengungkapan lingkungan. Ini dapat dikaitkan dengan perbedaan
budaya nasional, peraturan lingkungan dan faktor institusional lainnya antara
Amerika Serikat dan Jepang.
Penelitian oleh Suttipun (2012) yang berjudul Triple Bottom Line Repoting
in Annual Reports: A Case Study of Companies Listed on the Stock Exchange of
Thailand (SET). Penelitian ini menggunakan variabel independen ukuran
perusahaan, jenis industri, status kepemilikan, negara asal perusahaan, jenis audit,
jenis usaha, usia, risiko, likuiditas, dan profitabilitas. Hasil penelitian
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

menunjukkan bahwa persahaan yang terdaftar di Stock Exchange of Thailand


(SET) lebih banyak melaporkan informasi ekonomi dalam laporan tahunan
dibandingkan informasi sosial dan lingkungan. Ada perbedaan signifikan dalam
melaporkan triple bottom line antara perusahaan dengan profil tinggi dan profil
rendah. Meski hasilnya tidak menunjukkan adanya hubungan antara
pengungkapan triple bottom line dengan berbagai faktor, namun ada hubungan
antara umur, jenis usaha dan likuiditas dengan nilai pengungkapan informasi
ekonomi dan juga ukuran perusahaan, risiko dan profitabilitas dengan nilai
pengungkapan informasi lingkungan.
Suratno et al. (2006) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh
Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic
Performance. Hasil penelitian menyatakan bahwa Environmental Perfomance
berpengaruh positif signifikan terhadap Environmental Disclosure. Environmental
Perfomance juga berpengaruh positif signifikan terhadap Economic Performance.
Pelaku lingkungan yang baik percaya bahwa mengungkapkan performance
mereka menggambarkan good news bagi para pelaku pasar. Dengan begitu juga
akan berpengaruh terhadap laba atau profitabilitas perusahaan. Namun perusahaan
publik di Indonesia belum sepenuhnya menyadari pentingnya mengungkapkan
informasi yang bersifat voluntary. Hal ini sesuai dengan tingkat disclosure score
yang rendah.
HIPOTESIS PENELITIAN
Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan Triple Bottom Line
Hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan informasi perusahaan
dalam Bowman dan Haire (1976) mencerminkan pandangan bahwa respon sosial
memerlukan gaya manajerial yang sama untuk membuat perusahaan dapat
dikatakan profitable. Heinze (1976) berpendapat bahwa profitabilitas adalah
faktor yang memungkinkan kebebasan dan fleksibilitas manajemen untuk
mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Hackston
dan Milne, 1996 dalam Anggraini, 2006).
Kamil dan Antonius (2012), perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi
akan mengatasi timbulnya biaya yang diakibatkan oleh pengungkapan tanggung
jawab sosial tersebut. Apabila perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

semakin tinggi, maka dapat mencerminkan kemampuan perusahaan untuk


menghasilkan laba yang semakin tinggi juga. Dengan begitu, perusahaan mampu
dalam meningkatkan tanggung jawab sosial dan melakukan pengungkapan
tanggung jawab tersebut kedalam laporan keuangan dengan lebih banyak
(Ekowati. dkk, 2012). Dengan perbedaan tersebut, maka hubungan antara
profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
H1: Profitabilitas berpengaruh terhadap Pengungkapan Triple Bottom
Line.
Pengaruh Environmental Performance terhadap Pengungkapan Triple
Bottom Line
Suratno, dkk (2006) kinerja lingkungan atau environmental performance
adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green).
Environmental performance dapat tercapai apabila perusahaan dapat melakukan
tindakan manajemen lingkungan. Melalui PROPER, diharapkan manajemen
perusahaan secara proaktif mengelola lingkungan dengan kinerja yang maksimal,
sehingga manajemen perusahaan dapat terdorong untuk mengungkapkan tindakan
manajemen lingkungan tersebut dalam laporan tahunan. Dengan demikian
hubungan antara kinerja lingkungan dan pengungkapan perusahaan dapat
dihipotesiskan sebagai berikut:
H2: Environmental Performance berpengaruh terhadap Pengungkapan
Triple Bottom Line.

METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
menerbitkan annual report dan mengikuti program peringkat PROPER pada
tahun 2010-2014. Perusahaan tersebut berperan penting dalam pengelolaan
lingkungan yang digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik nonprobability sampling
dengan metode sampling.
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

Tabel 1.
Pemilihan Sampel
Keterangan Sampel
Perusahaan manufaktur yang going concern di 117
BEI periode tahun 2010-2014
Perusahaan yang tidak menerbitkan annual (3)
report melalui BEI periode tahun 2010-2014
Perusahaan yang tidak mengikuti PROPER (90)
periode tahun 2010-2014
Perusahaan yang mengalami kerugian periode (9)
tahun 2010-2014
Total Sampel 15
Sumber: Data BEI 2010-2014 (diolah, 2017)

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam menguji hipotesis penelitian ini
adalah teknik analisis regresi linier berganda. Sebelum melakukan pengujian
hipotesis, dilakukan analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik. Adapun
persamaan yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
TBL = α + β1 PROFIT + β2 ENPER + e
Keterangan :
TBL = Pengungkapan Triple Bottom Line
β1 = Koefisien Regresi Variabel PROFIT
β2 = Koefisien Regresi Variabel ENPER
PROFIT = Profitabilitasi
ENPER = Environmental Performance
e = Error
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Analisis Statistik Deskriptif
Tabel 2. Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Mini Maxi M Std.
mum mum ean Deviation
PR 7 .000 .672 .1 .11763787
OFIT 5 11 41 303708
EN 7 2.00 5.00 3. .74180
PER 5 4800
TB 7 34.0 104. 6 17.41724
L 5 0 00 5.2667
Val 7
id N 5
(listwise)
Sumber: Peneliti (2017)

2. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas
Hasil analisis menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov (Sample K-S),
diperoleh nilai signifikan sebesar 0,625. Hal ini membuktikan bahwa data
dalam penelitian ini berdistribusi secara normal dan dapat melanjutkan ke
analisis selanjutnya.
b. Uji Multikolinearitas
Hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa nilai tolerance kedua
variabel, yaitu profitabilitas dan environmental performance sebesar 0,952
dan VIF sebesar 1,050. Oleh karena VIF kurang dari 10 atau nilai tolerance
lebih dari 0,1, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak
terjadi multikolinearitas antar variabel independen.
c. Uji Autokorelasi
Hasil pengujian autokorelasi dilihat dari nilai DW sebesar 1,929 dan
jika dibandingkan nilai tabel dengan menggunakan signifikansi 5%, jumlah
sampel 75 (n) dan jumlah variabel independen 2 (k=2) maka di tabel
Durbin-Watson diperoleh nilai dL=1,571 dan dU=1,680. Oleh karena
DW=1,934 lebih besar daripada dU=1,680 dan kurang dari 2,320 (4-1,680),
maka keputusan yang dapat diambil adalah tidak ditolak atau tidak terjadi
autokorelasi.
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

d. Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Peneliti (2017)


Gambar 2. Hasil Uji Heterokedastisitas dengan Grafik Scatterplot
Dari Gambar 2 dapat dilihat menunjukkan tidak terjadi
heterokedastisitas karena titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, tidak terkumpul di suatu tempat dan tidak
membentuk pola tertentu.
3. Pengujian Hipotesis
Tabel 3. Hasil Analisis Uji Hipotesis
Mode Pengungkapan Triple Bottom
l Line
Unstandardi t Sig
zed Coefficients
(B)
(Cons 24,386 2,9 0,0
tant) 64 04
PRO 35,681 2,3 0,0
FIT 87 20
ENP 10,411 4,3 0,0
ER 92 00
R 0,549a
R 0,301
Square
Adjus 0,282
ted R
Square
F 15,538
Sig. F 0,000b
Sumber: Peneliti (2017)
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

a. Analisis Regresi Linear Berganda


Berdasarkan Tabel 3 diperoleh persamaan regresi linier berganda:
TBL = 24,386 + 35,681 PROFIT + 10,411 ENPER + e
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa persamaan regresi
linier berganda tersebut menunjukkan nilai konstanta sebesar +24,386 yang
berarti bahwa apabila profitabilitas dan environmental performance
memiliki nilai 0 (nol) atau konstan, maka luas pengungkapan triple bottom
line atau Beta sebesar 24,386.
Koefisien regresi profitabilitas memiliki nilai positif sebesar +35,681
yang berarti apabila variabel profitabilitas meningkat 1 (satu) satuan, maka
pengungkapan triple bottom line meningkat sebesar 35,681 satuan, namun
dengan asumsi variabel yang lain harus memiliki nilai konstan.
Koefisien regresi environmental performance sebesar +10,411. Nilai
koefisien yang positif memiliki arti apabila variabel environmental
performance meningkat 1 (satu) satuan maka adanya peningkatan pada
pengungkapan triple bottom line sebesar 10,411 satuan dengan asumsi
bahwa variabel yang lain, dalam penelitian ini harus bernilai konstan.
b. Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan hasil uji koefisien determinasi.
Dalam pengungkapan triple bottom line, hasil besarnya adjusted R2 adalah
0,282. Hal ini mempunyai arti bahwa 28,2% variasi pengungkapan triple
bottom line dapat dijelaskan oleh variasi dari dua variabel independen, yaitu
profitabilitas dan environmental performance. Sisanya 71,8% dijelaskan
oleh sebab-sebab yang lain di luar variasi variabel independen dalam
penelitian ini.
c. Uji Signifikan Simultan (Uji Simultan F)
Hasil uji hipotesis yang terdapat pada Tabel 3, diketahui bahwa nilai
Fhitung pada kolom pengungkapan triple bottom line sebesar 15,538 dan
tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena hasil penelitian didapatkan tingkat
signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi tersebut dapat
digunakan untuk memprediksi pengungkapan triple bottom line. Hal ini
dapat diartikan bahwa profitabilitas dan environmental performance
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line pada perusahaan


manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai 2014.
d. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen dalam
menerangkan variabel dependen, maka dilakukan uji statistik t.
Pengambilan keputusan dilakukan atas dasar tingkat signifikansi kurang dari
0,05. Adapun dalam penelitian ini mempunyai T tabel sebesar 1,9930 yang
diperoleh dari (df) n-k = 75 – 2 = 73. Hasil tabel 4.6 diketahui uji t adalah
sebagai berikut:
1) Pengujian terhadap variabel independen profitabilitas
Pengujian hipotesis yang pertama ini dilakukan untuk mengetahui
apakah variabel independen yaitu profitabilitas berpengaruh terhadap
variabel dependen yaitu pengungkapan triple bottom line. Hasil uji t
untuk profitabilitas dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa diketahui nilai thitung
profitabilitas sebesar 2,387 dengan signifikansi 0,020. Hipotesis yang
dapat diterima apabila t hitung > ttabel dimana 2,387>1,9930. Nilai
signifikansi yang lebih kecil dibandingkan nilai batas nilai signifikansi
dan nilai thitung yang lebih besar dibandingkan ttabel, maka keputusan yang
dapat diambil adalah menerima profitabilitas berpengaruh positif
terhadap pengungkapan triple bottom line.
2) Pengujian terhadap variabel independen environmental performance
Pengujian hipotesis yang kedua dilakukan untuk mengetahui
adanya pengaruh antara variabel independen environmental performance
terhadap pengungkapan triple bottom line. Untuk environmental
performance nilai thitung dilihat dari Tabel 3 sebesar 4,392, maka
thitung>ttabel yaitu 4,392>1,9930 sedangkan nilai signifikansi 0,000. Nilai
ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai batas signifikansi
0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa environmental performance
berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line.
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis terhadap pengujian dan pembahasan yang ada di
Bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line.
Perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan mengungkapkan
aktivitas sosial dan lingkungannya karena stakeholder menginginkan informasi
yang transparan. Stakeholder menuntut manajemen perusahaan untuk tidak
hanya berorientasi pada laba, namun juga tanggung jawab perusahaan yang
dari segi sosial dan lingkungannya.
2. Environemntal performance berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom
line. Environemntal performance dalam penelitian ini diukur menggunakan
peringkat PROPER. Perusahaan yang mengikuti peringkat PROPER akan lebih
peduli terhadap lingkungan sekitar. Perusahaan yang mempunyai peringkat
PROPER yang baik akan mengungkapkan aktivitas sosial dan lingkungan,
sehingga akan berdampak pada citra perusahaan yang baik pula. Stakeholder
akan lebih percaya kepada perusahaan yang mengungkapkan aktivitas sosial
dan lingkungan. Dengan begitu akan mempermudah stakeholder dalam menilai
kinerja perusahaan. Namun dalam penelitian ini, masih rendahnya penilaian
dalam pengungkapan aktivitas sosial dan lingkungankarena rendahnya
kesadaran perusahaan dalam pengungkapan pengelolaan lingkungan.

SARAN
Dengan mengkaji hasil penelitian dan pembahasan dari Bab IV, peneliti
akan memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Investor
Investor diharapkan tidak menilai kinerja keuangan hanya berdasarkan laporan
tahunan yang ada di BEI, namun alangkah lebih baik untuk melihat hasil dari
peringkat PROPER yang dikeluarkan oleh KLH. Karena kemungkinan adanya
laporan tentang pengelolaan lingkungan hidup yang tidak diungkapkan dalam
laporan tahunan tetapi memiliki peringkat yang baik dalam peringkat
PROPER.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

Peneliti selanjutnya diharapkan menambahkan variabel karena mengingat


bahwa variabel profitabilitas dan environmental performance hanya
berpengaruh sekitar 28,2% dan 71,8% dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, F. R. R. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor


yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan
Keuangan Tahunan". Simposium Nasional Akuntansi IX Padang, Vol. 9
(24): hal. 1–21.

Bursa Efek Indonesia, Laporan Tahunan www.idx.co.id, diakses 26 Oktober 2015

Elkington, J. 1997. "The Triple Bottom Line of 21 st Century Business Cannibals


With Forks". Cannibals with Forks. Vol 1(April): pp 1–16.

Elkington, J. (1998). Enter the Triple Bottom Line. The Triple Bottom Line: Does
It All Add Up?, Vol 1(1), pp 1–16. (online)
(https://doi.org/10.1021/nl034968f, diakses 9 Februari 2016)

Hadi, Nor. 2011. Corporate Social Responsibility . Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jennifer Ho, L., C., dan Taylor, M. E. 2007. An Empirical Analysis of Triple
Bottom Line Reporting and its Determinants: Evidence from the United
States and Japan. Journal of International Financial Management and
Accounting Vol. 18 No. 2, pp 123 – 150.

Neviana. 2010. Triple Bottom Line: Lebih dari Sekadar Profit. (online),
(http://swa.co.id/my-article/triple-bottom-line-lebih-dari-sekadar-profit,
diakses 6 Maret 2015).

Presiden Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. (online).
(http://www.bapepam.go.id/reksadana/files/
regulasi/UU%2040%202007%20Perseroan%20Terbatas.pdf, diakses 2
November 2014).

Presiden Republik Indonesia .2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009


Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (online).
(http://175.184.234.138/p3es/uploads/
unduhan/UU_32_Tahun_2009_(PPLH).pdf, diakses 13 Oktober 2015)

Putri, Rani Widyasari Eko. 2014. Pengaruh Profitabilitas terhadap Corporate


Social Responsibility (CSR) Disclosure dan Kinerja Finansial. (online),
Vol 1 Nomor 1, (http://blog.umy.ac.id/ervin/files/2012/ 06/akmk29.pdf.,
diakses 21 November 2015).
Jurnal Equity, Volume 3 Issue 4 (2017)

Suttipun, M. (2012). Triple Bottom Line Reporting in Annual Reports : A case


study of Companies Listed on the Stock Exchange of Thailand (SET).
Asian Journal of Finance & Accounting, Vol 4 (1), pp 69–92. (online).
(https://doi.org/10.5296/ajfa.v4i1.1289, diakses 19 November 2015)

Suratno, I. B., Darsono, & Mutmainah, S. 2006. Pengaruh Environmental


Performance Terhadap Environmental Disclosure dan Economic
Performance. Simposium Nasional IX Padang. Vol 9 (29): hal 1-20.

Tsoutsoura. (2004). Corporate Social Responsibility and Financial Performance.


Haas School of Business. University of California, Vol 1(1), pp 1–21.
(online). (http://www.haas.berkeley.edu /faculty/pdf/berdahl.pdf, diakse 12
Februari 2016).

Untung, Hendrik Budi. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Sinar


Grafika.

Utari, Dewi. dkk. 2014. Manajemen Keuangan: Kajian Praktik dan Teori dalam
Mengelola Keuangan Organisasi Perusahaan. Jakarta: Mitra Wacana
Media.

Anda mungkin juga menyukai