Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM PERNAPASAN PPOK ( PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS)

Disusun oleh :
Irmawati
NIM : PO7120423095

Preceptor Ruangan Preceptor Institusi

POLTEKES KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI NURSE
TAHUN AJARAN 2023-2024
A. PENGERTIAN
1. Istirahat
Kata istirahat mempunyai arti yang sangat luas meliputi
bersantai menyegarkan diri, diam menganggur setelah melakukan
aktivitas, serta melepaskan diri dari apa pun yang membosankan,
menyulitkan, atau menjengkelkan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa istirahat merupakan keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan
emosional dan bebas dari kecemasan (ansietas) .Tidur merupakan
fungsi protektif yang dimiliki semua organisme memungkinkan
terjadinya perbaikan dan pemulihan jaringan setelah aktivitas.
Seseorang dapat benar-benar istirahat bila:
a. Merasa segala sesuatu dapat diatasi dan di bawah kontrolnya;
b. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau
di manapun juga termasuk ide-idenya diterima oleh orang lain;
c. Mengetahui apa yang terjadi;
d. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan;
e. memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilakukannya;
f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu-tvaktu bila memerlukannya.
2. Tidur
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan
status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika seseorang
memperoleh periode tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah
pulih, hal ini diyakini bahwa tidur memberikan waktu untuk perbaikan
dan penyembuhan system tubuh untuk periode keterjagaan yang
berikutnya. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana
persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang,
dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang
cukup. tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental
emosional, fisiologis, dan kesehatan. Seseorang dapat dikategorikan
sedang tidur apabila terdapat tanda tanda sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik minimal
b. Tingkat kesadaran yang bervariasi
c. Terjadi perubaban-perubaban proses fisiologis tubuh
d. Penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.
Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubaban proses
fisiologis. Perubahan tersebut, antara lain:
a. Penurunan tekanan darah, denyut nadi;
b. Dilatasi pembuluh darab perifer;
c. kadang-kadang teriadi peningkatan aktivitas traktus
gastrointestinal;
d. Relaksasi otot-otot rangka;
e. Basal metabolisme rate (BMR) menurun 10-30%.
B. FISIOLOGIS
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan
oleh integrasi tinggi aktivitas system saraf pusat yang berhubungan dengan
perubahan dalam system saraf peripheral, endokrin, kardiovaskuler,
pernapasan dan muscular. Tiap rangkaian diidentifikasi dengan respon
fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram
(EEG), yang mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral,
elektromiogram (EMG), yang mengukur tonus otot dan elektrookulogram
(EOG) yang mengukur gerakan mata, memberikan informasi struktur
aspek fisiologis tidur. Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada
hubungan antara dua mekanisme serebral yang mengaktivasi secara
intermitten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan
terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga dan yang lain
menyebabkan tertidur.
System aktivasi reticular ( SAR ) berlokasi pada batang otak teratas.
SAR dipercaya terdiri atas sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan
dan terjaga. SAR menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri dan
taktil. Aktivasi korteks serebral (mis. Proses emosi atau pikiran) juga
menstimulasi SAR. Saat terbangun merupakan hasil neuron dalam SAR
yang mengeluarkan katekolamin seperti norepinefrin. Tidur dapat
dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam system
tidur raphe pada pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak juga
disebut daerah sinkronisasi bulbar (bulbar synchronizing region, BSR ).
Ketika seseorang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada
dalam posisi relaks. Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan gelap dan
tenang, maka aktivasi SAR selanjutnya menurun. Pada beberapa bagian,
BSR mengambil alih, yang menyebabkan tidur.
Pathway
Faktor Lingkungan Faktor Fisiologis Nyeri akut
Faktor psikologis
Cemas

Merangsang sistem Merangsang kortek Gangguan


Merangsang sensori
limbik (pengatur sistem serebral untuk eliminasi urin
perifer untuk
emosi) untuk meningkatkan meningkatkan
meningkatkan pengeluaran serotonin pengeluaran seroton Hipertermi
pengeluaran katekolamin

Merangsang Sistem Aktivasi


Retikuler (SAR) untuk
menurunkan pengeluaran
serotonin

Bangun 3 kali atau lebih dimalam


Gangguan hari, insomnia, ketidakpuasan
Pola Tidur tidur, total waktu tidur kurang,
kebiasaan buruk saat tidur dan
keluhan verbal lainnya.
C. SIKLUS TIDUR
Secara normal pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan
periode sebelum tidur, selama orang terjaga hanya pada rasa kantuk yang
bertahap berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir
10-30 menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tidur,
akan berlangsung satu jam atau lebih, tahapan tidur dibagi dalam beberapa
tahap antara lain :
1. Tidur Non Rapid Eye Movement ( NREM)
a. Tahap 1 tidur NREM
1) Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur
2) Tahap berakhir beberapa menit
3) Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan
secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme
4) Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori
seperti suara
5) Ketika terbangun, seseorang merasa seperti telah melamun

b. Tahap II NREM
1) Tahap II merupakan periode tidur bersuara
2) Tahap berakhir beberapa menit
3) Untuk terbangun masih relative mudah
4) Tahap berakhir 10 hingga 20 menit
5) Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban
c. Tahap III NREM
1) Tahap III merupakan tahap awal dari tidur yang dalam
2) Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak
3) Otot-otot dalam keadaan santai penuh
4) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
5) Tahap berakhir 15 hingga 30 menit
d. Tahap IV NREM
1) Tahap IV merupakan tahap tidur terdalam
2) Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur
3) Jika terjadi kurang tidur, maka orang tidur akan menghabiskan
porsi malam yang seimbang pada tahap ini
4) Tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibanding selama
jam terjaga
5) Tahap berakhir kurang lebih 15 sampai 30 menit
6) Tidur sambil berjalan dan enuresis dapat terjadi
2. Rapid Eye Movement (REM)
a. Mimpi yang penuh warna dan tampak hidup dapat terjadi pada
REM. Mimpi yang kurang hidup dapat terjadi pada tahap yang
lain.T
b. ahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur
c. Hal ini dicirikan oleh respon otonom dari pergerakan mata yang
cepat, fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan
atau fluktuasi tekanan darah
d. Terjadi tonus otot skelet penurunan
e. Peningkatan sekresi lambung
f. Sangat sulit sekali membangunkan orang yang tidur
g. Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus rata-rata 20
menit
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ISTIRAHAT TIDUR
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda.
Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami
gangguan. Seseorang bisa tidur maupun tidak dipengaruln oleh beberapa
faktor, di antaranya sebagai berikut :
a. Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan dia
dapat ndur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa
nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi
dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya,
pada klien yang menderita gangguan pada sistem pernapasan. Dalam
kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak mungkin dapat
istirabat dan tidur.
b. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk
tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat
tidur dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan
gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur.
c. Stres psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi
tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan
meningkatkan nonepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini
akan mengurangi tahap IV NREM dan REM. Berdasarkan penelitian
Desita Febriana tahun 2011 tentang “Kajian Stres Hospitalisasi
Terhadap Pemenuhan Pola Tidur Anak Usia Prasekolah Di Ruang
Anak Rs Baptis Kediri”, Keadaan hospitalisasi dapat menjadi stresor
bagi anak saat dirawat di rumah sakit, sehingga anak akan mengalami
stres hospitalisasi yang ditunjukkan dengan adanya perubahan
beberapa perilaku pada anak. Apabila masalah tidak teratasi, maka hal
ini akan menghambat proses perawatan anak dan kesembuhan anak itu
sendiri. Dalam penelitin tersebut terbukti 85% anak mengalami stres
hospitalisasi sedang pada anak di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis
Kediri dan 62% anak mengalami gangguan pola tidur pada anak usia
prasekolah.
d. Diet
Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju,
susu, daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah
tidur. Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alkohol
akan mengganggu tidur.
e. Gaya hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan
tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada
kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih
pendek.

f. Obat-obatan
Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek
menyebabkan ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya,
obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM
E. POLA TIDUR BERDASARKAN TINGKAT USIA.
Tingkat Perkembangan/
Pola Tidur Normal
Usia
Tidur 14-18 jam sehari, pernafasan teratur, gerak tubuh
sedikit, 50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan
Bayi baru lahir
pada tahap III dan IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-
60 menit.
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama
Bayi
pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar
Tidur sekitar 10-12 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur
Toddler pada malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus
bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2-3 tahun
Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode
Pra sekolah terbangun kedua hilang pada umur 3 tahun. Pada umur 5
tahun, tidur siang tidak ada kecuali kebiasaan tidur sore hari.
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu
Usia sekolah
tidur relatif konstan.
Remaja Tidur sekitar 8,5 jam sehari, dan 20% tidur tahap III-IV.
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur
Dewasa muda
tahap I, 59% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III-IV.
Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin
Dewasa pertengahan
mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
Dewasa tua Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV
nyata berkurang kadang-kadang tidak ada. Mungkin
mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur
malam hari.

F. GANGGUAN TIDUR
1. Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi
kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Seseorang
yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur dapat
disebut mengalami insomnia Ada tiga jenis insomnia diantaranya:
a. Insomnia inisial: ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai
tidur
b. Insomnia intermitten: ketidakmampuan untuk memepertahankan
tidur atau keadaan sering terjaga tidur.
c. Insomnia terminal: bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
insomnia diantaranya adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan,
tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Perawat
dapat membantu klien mengatasi insomnia melalui pendidikan
kesehatan, menciptakan lingkungan yang nyaman, melatih klien
relaksasi, dan tindakan lainnya. Ada beberapa tindakan atau upaya-
upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia yaitu:
a. Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju
atau susu
b. Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama
c. Hindari tidur di waktu siang atau sore hari
d. Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk
dan tidak pada waktu kesadaran penuh
e. Hindari kegiatan-kegiatan yang membangkitkan minat sebelum
tidur
f. Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak
menjelang tidur
g. Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum
berusaha untuk tidur

2. Somnambulisme
Somnambulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat
kompleks mencakup adanya otomatis dan semipurposeful aksi
motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk di tempat
tidur, emnabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara. Somnambulisme
ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Seseorang yang mengalami somnabulisme mempunyai risiko
terjadinya cedera.Upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
somnabulisme yaitu dengan membimbing anak. Upaya lain yang
dapat dilakukan untuk mengatasi somnabulisme adalah dengan
membuat lingkungan yang nyaman dan aman, serta dapat pula
dengan menggunakan obat seperti Diazepam dan Valium.
3. Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol).
Terjadi pada anak-anak dan remaja, paling banyak terjadi pada laki-
laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi ada beberapa faktor
yang dapat menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder,
stres, dan toilet training yang kaku. Upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah enuresis anatara lain: hindari stres, hindari minum
yang banyak sebelum tidur, dan kosongkan kandung kemih
(berkemih dulu) sebelum tidur.
4. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh
keinginan yang tak terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula
narkolepsi adalah serangan mengantuk yang mendadak sehingga ia
dapat tertidur pada setiap saat di mana serangan tidur (kantuk)
tersebut datang. Penyebab narkolepsi secara pasti belum jelas, tetapi
diduga terjadi akibat kerusakan genetika sistem saraf pusat dimana
periode REM tidak dapat dikendalikan. Serangan narkolepsi ini
dapat menimbulkan bahaya apabila terjadi pada waktu mengendarai
kendaraan, pekerja yang bekerja pada alat-alat yang berputar-putar,
atau berada di tepi jurang. Obat-obat agripnotik dapat digunakan
untuk mengendalikan narkolepsi yaitu sejenis obat yang membuat
orang tidak dapat tidur. Obat tersebut diantarnya jenis ampetamin.
5. Night terrors
Night terrors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak
usia 6 tahun atau lebih. Setelah tidur beberapa jam, anak tersebut
langsung terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
6. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran
udara di hidung dan mulut. Amandel yang membengkak dan adenoid
dapat menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur. Pangkal
lidah yang menyumbat saluran napas pada lansia. Otot-otot di bagian
belakang mulut mengendur lalu bergetar jika dilewati udara
pernapasan.
G. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR
1. Pengkajian
Aspek yang perlu dikaji pada klien untuk mengidentifikasi
mengenai gangguan kebutuhan istirahat dan tidur meliputi pengkaiian
mengenal:
a. Riwayat tidur
1) Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur,
jam berapa biasa bangun tidur, dan keteraturan pota tidur klien;
2) Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti
membaca buku, buang air kecil, dan lain-lain;
3) Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara
mengatasinya;
4) Kebiasaan tidur siang;
5) lingkungan tidur klien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur
apakah kondisinva bising, gelap, atau suhunya dingin
6) Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup. Perawat
mempelajari apakah peristiwa, yang dialami klien, yang
menyebabkan klien mengalami gangguan tidur
7) Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental
memengaruhi terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan
tidur. Perawat perlu mengkaji mengenai status emosional dan
mental klien, misalnya apakah klien mengalami stres emosional
atau ansietas?, juga dikaji sumber stres yang dialami klien.
8) Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku
yang timbul sebagai akibat gangguan istirahat tidur, seperti:
a) Penampilan wajah, misalnya adakah area gelap di sekitar
mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan,
atau mata yang terlihat cekung;
b) Perilaku yang terkait dengan gangguan istirabat tidur,
misalnya apakah klien mudah tersinggung, selalu menguap,
kurang konsentrasi, atau terlihat bingung;
c) Kelelahan, misalnya apakah klien tampak lelah, letih, atau
lesu.
b. Gejala Klinis
Gejala klinis yang mungkin muncul: perasaan lelah, gelisah,
emosi, apetis, adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak,
konjungtiva merah dan mata perih, perhatian tidak fokus, sakit
kepala.
c. Penyimpangan Tidur
Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme,
enuresis, narkolepsi, night terrors, mendengkur, dll
d. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat energy, seperti terlihat kelelahan, kelemahan fisik,
terlihat lesu
2) Ciri-ciri diwajah, seperti mata sipit, kelopak mata sembab,
mata merah, semangat
3) Ciri-ciri tingkah laku, seperti oleng/ sempoyongan,
menggosokgosok mata, bicara lambat, sikap loyo
e. Data penunjang yang menyebabkan adanya masalah potensial,
seperti obesitas, deviasi septum, TD rendah, RR dangkal dan dalam
2. Diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan istirahat tidur
a. Insomia berhubungan dengan faktor lingkungan, pola aktivitas,
ansietas, konsumsi obat-obatan dan stimulan
b. Deprivasi tidur berhubungan dengan aktivitas yang tidak adekuat,
mimpi buruk, dimensia, nyeri saat tidur
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan
d. Kesiapan meningkatkan tidur
3. Intervensi dan rasional
a. Insomia berhubungan dengan faktor lingkungan, pola aktivitas,
ansietas, konsumsi obat-obatan dan stimulan
1) Tujuan
Setelah dilakukan ti dakan keperawatan selama 1 x 24 jam
insomnia teratasi
2) Kriteria hasil
Pasien tertidur dalam waktu cukup (6 jam) tekanan daran
normal nadi 60-100 x/ menit irama reguler, wajah tidak pucat

3) Intervensi dan rasional


a) Kaji penyebab insomnia
R : insomnia dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti
lingkungan, cemas atau obat-obatan
b) Kondisikan lingkungan sesuai dengan kenyamanan pasien
R : lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan kualitas
tidur pasien
c) Anjurkan pasien untuk berdoa sebelum memulai tidur
R : kebutuhan spiritual pasien saat memulai tidur
merupakan bagian yang penting untuk memperoleh
ketenangan
b. Deprivasi tidur berhubungan dengan aktivitas yang tidak adekuat,
mimpi buruk, dimensia, nyeri saat tidur
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
deprivasi tidur dapat teratasi
2) Kriteria hasil
Pasien tertidur dimalam hari dalam waktu yang cukup (6-8
jam)
3) Intervensi dan rasional
a) Kaji penyebab terjadinya deprivasi tidur
R : deprivasi tidur dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya karena kondisi lingkungan, kecemasan,
pengalaman mimpi buruk
b) Berikan lingkungan yang nyaman untuk tidur
R : lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan kualitas
tidur pasien
c) Anjurkan pasien rileks saat memulai tidur
R : rileks dapat mengendurkan otot-otot yang tegang
sehingga dapat menenangkan pikiran
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
gangguan pola tidur teratasi
2) Kriteria hasil
Pasien tidur cukup dimalam dan siang hari (6-8 jam )/hari
3) Intervensi dan Rasional
a) Kaji penyebab terganggunya pola tidur
R : gangguan pola tidur dapat disebabkan oleh banyak
faktor seperti lingkungan, cemas atau obat-obatan
b) Kondisikan lingkungan yang nyaman untuk tidur
R : lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan kualitas
tidur pasien
c) Anjurkan pasien untuk rileks saat akan memulai tidur dan
berikan pendidikan kesehatan mengenai manfaat tidur
R : rileks dapat mengendurkan otot-otot yang tegang
sehingga dapat menenangkan pikiran

d. Kesiapan meningkatkan tidur


1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan waktu tidur dapat
dipertahankan secara adekuat
2) Kriteria hasil
Pasien tidur cukup dalam waktu 6-8 jam / hari
3) Intervensi dan rasional
a) Kaji pola tidur pasien
R : dengan mengkaji pola tidur maka perawat dapat
mengetahui kualitas tidur pasien
b) Motivasi pasien untuk tetap mempertahankan waktu tidur
yang adekuat
R : motivasi dibutuhkan untuk mempertahankan kualitas
tidur
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.


Aziz, H. A. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Doengoes, M. E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
NANDA. (2013). Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Perry, P., & Potter, A. G. (20016). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai