Khutbah Bulan Safar
Khutbah Bulan Safar
. َاْل َح ْم ُد ِهلل اَّلِذ ْى َأْر َس َل َر ُسْو َلُه ِباْلُهدْى َو ِد ْي ِن اْل َح ِّق ِلُيْظ ِه َر ُه َع لى الِّد ْي ِن ُك ِّلِه َو َلْو َك ِر َه اْلُم ْش ِر ُك ْو َن
َالّلُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َع لى. َو َأْش َه ُد َأَّن ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه َو َر ُسْو ُلُه،َأْش َه ُد َأْن آل ِإلَه ِإَّال ُهللا َو ْح َدُه اَل َش ِر ْي َك َلُه
َفَي ا ِع َب اَد ِهللا ِاَّت ُقْو ا َهللا َح َّق، َأَّما َب ْع ُد. َخ اَت ِم ْاَالْن ِبَي آِء َو اْلُمْر َس ِلْي َن ُم َح َّمٍد َّو َع لى آِلِه َو َص ْح ِبِه أْج َمِع ْي َن
َّو َي ْر ُزْق ُه ِم ْن. َو َم ْن َّي َّت ِق َهّٰللا َي ْج َع ْل َّلٗه َم ْخ َر ًج ا:ُتَقاِتِه َو َال َت ُمْو ُتَّن ِاَّال َو َاْنُتْم ُمْس ِلُمْو َن َفَقاَل ُهللا َت َع اَلى
َح ْي ُث اَل َي ْح َت ِس ُۗب َو َم ْن َّي َت َو َّك ْل َع َلى ِهّٰللا َفُهَو َح ْس ُبۗٗه ِاَّن َهّٰللا َباِلُغ َاْم ِر ٖۗه َقْد َج َع َل ُهّٰللا ِلُك ِّل َش ْي ٍء َقْد ًر ا
Di awal khutbah, mari kita tingkatkan ketakwaan terhadap Allah dengan sebenar-
benarnya, yaitu dengan berupaya optimal menjalankan segala perintah dan menjauhi
segala larangan-Nya.
Bulan Safar yang memiliki arti kosong. Disebut Safar karena dahulu pada bulan ini
orang-orang Arab mengumpulkan makanan dari berbagai tempat, sehingga tempat itu
kosong dari makanan. Adapula yang mengatakan, disebut Safar karena dahulu pada bulan
ini kota Makkah menjadi kosong ditinggalkan bepergian oleh penduduknya. Ada juga yang
mengatakan, karena dahulu pada bulan ini orang Makkah memerangi suku-suku di
sekitarnya dan mereka membiarkan orang-orang yang mereka temui dalam kondisi
kosong tak punya harta. Demikian dijelaskan oleh Imam Murtadha az-Zabidi dalam kitab
Lalu inspirasi apa yang dapat kita ambil dari bulan Safar yang bermakna kosong ini?
Tentu, bulan Safar yang bermakna kosong ini jangan sampai hanya lewat saja. Jangan
sampai bulan Safar ini kita kosong dari amal kebaikan. Kebaikan yang bersifat ibadah ritual
kepada Allah swt maupun ibadah sosial kepada sesama manusia dan seluruh alam. Nabi
sampai lengah dan kelak di akhirat justru menjadi orang yang kosong tanpa amal, karena
tidak diterima di sisi Allah. Terlebih di era kemajuan teknologi informasi ini, yang
media sosial, di status WhatsApp, Facebook, Instagram, Youtube, TikTok dan selainnya.
Bisa jadi amal kebaikan yang telah dilakukan, karena dipamer-pamerkan, justru
menjadi amal kosong yang tidak diterima Allah swt. Karena itu, sebenarnya tidak elok
menampakkan amal kebaikan kecuali bagi orang-orang khusus yang sudah mampu
mengendalikan hawa nafsu, seperti para ulama, wali, dan orang-orang saleh lainnya.
َأْن َت ِبَح ْم ِد ِهللا ِمَن اْلُم ْخ ِلِص ْي َن َو ِإَّن َم ا َت ْظ َه ُر َهِذِه اْلِعَباَدِة ِلَي ْق َت ِدَي ِبَك الَّن اُس
Artinya, “Kamu Alhamdulillah termasuk orang yang ikhlas. Niscaya kamu menampakkan
Umumnya orang seperti kita ini hendaknya menguji maksud hati sebenarnya,
ketika menampakkan amal kebaikan kepada orang lain. Apakah kita termasuk orang yang
ikhlas dalam melakukan amal kebaikan, atau justru sebenarnya hanya sedang mencari
popularitas semata di hadapan manusia? Lalu bagaimana cara menguji hati kita? Yaitu,
andaikan ada orang lain melakukan amal kebaikan seperti itu dan orang-orang justru
mengikutinya, atau justru lebih banyak yang mengikuti orang lain itu daripada yang
mengikuti kita. Apakah hati kita senang dengan orang tersebut atau justru susah merasa
tersaingi?
Bila hati kita lapang dengan orang tersebut, bahkan sangat senang terhadapnya,
karena merasa ada orang lain yang justru telah mewakilinya melakukan amal kebaikan itu,
maka kita termasuk orang yang telah ikhlas dalam melakukan amal kebaikan. Sementara
bila hati kita justru susah dan merasa tersaingi olehnya, maka hakikatnya kita adalah
orang yang pamer atau riya' karena merasa tersaingi. Dalam kondisi seperti ini, bila hati
kita justru berbisik bahwa kamu merasa tersaingi karena khawatir kehilangan kesempatan
mendapatkan pahala amal kebaikan, maka hendaknya perasaan seperti ini dilawan
dengan ucapan:
َفإنما هو برحمة هللا تعالى ال، َفِإْن َد َخ ْلُت اْل َج َّنَة. ِإِّن ي ُمْع َت ِم ٌد َع َلى َفْض ِل ِهللا اَل َع َلى اَأْلْع َم اِل
بعملي
Artinya, “Sungguh aku mengandalkan anugerah Allah, bukan amal kebaikan yang aku
lakukan. Bila nanti masuk surga, maka itu murni karena rahmat Allah Ta’ala, hanya karena
Demikian sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ali al-Khawash sufi agung asal Mesir
dalam kitab Lawaqihul Anwar halaman 17-18. Karena itu, sudah semestinya kita abaikan
bisikan-bisikan nafsu yang menghasut, yang mengatakan bahwa kita adalah orang yang
ikhlas. Bukankah orang ikhlas tidak akan pernah mengatakan dirinya ikhlas, apalagi
Walhasil, menampakkan amal kebaikan bagi selain orang-orang khusus yang sudah
mampu mengendalikan hawa nafsu, seperti para ulama, wali dan orang-orang saleh
lainnya, benar-benar sebuah amal yang membahayakan. Di akhirat kelak, pamer amal
justru akan membuat kita menjadi orang yang kosong tanpa amal. Semoga datangnya
bulan Safar yang berarti kosong ini, menginspirasi kita agar tidak kosong dari amal
) ِإاَّل اَّلِذيَن آَم ُنوا َو َع ِم ُلوا2( ) ِإَّن اِإْلْن َس اَن َلِفي ُخ ْس ٍر1( َو اْلَع ْص ِر. ِبْس ِم ِهللا الَّر ْح مِن الَّر ِحيِم
َب اَر َك هللا ِلي َو َلُك ْم ِبْالُقْر آِن ْالَع ِظ ْي ِم َو َنَفَع ِني.)3( الَّصاِلَح اِت َو َت َو اَص ْو ا ِباْلَح ِّق َو َت َو اَص ْو ا ِبالَّصْب ِر
ِإَّن ُه ُه َو الَغ ُفْو ُر الَّر ِحْيم، َأُقْو ُل َقْو ِلي َه َذ ا َفَأْس َتْغ ِفُر َهللا الَع ِظ ْي َم. َو ِإَّياُك ْم ِبَم ا ِفْي ِه ِمَن اآْل َيِة َو ِذ ْك ِر اْلَح ِك ْي ِم
Khutbah II
، ِإْر غاًما ِلَم ْن َج َح َد ِب ه وَكَف َر، َأْش هُد َأْن آل ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ْح َدُه اَل َش ِر يَك َلُه. َالحْم ُد ِهلل َح ْم ًد ا كما َأَمَر
الَّلهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم على سِّيِد َن ا محَّم ٍد. وَأْش َه ُد َأَّن َس ّيَدنا محَّم ًد ا َع بُد ُه ورُسوُلُه َس ِّي ُد اِإْلْن ِس واْلَب َش ِر
َق اَل ُهللا.َ اَّتُق وا َهللا َت َع َالى، فَي آ َأُّيهاالّن اُس: وآِله وَص ْح ِبه َم ا اَّت َص َلْت َع يٌن ِبَن َظ ٍر وُأُذ ٌن ِبَخ َب ٍر َأَّما َب ْع ُد
َت َع اَلى ِاَّن َهللا َو َم اَل ِئَكَت ُه ُيَص ُّلْو َن َع َلى الَّن ِبِّي ٰي َأُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰأ َم ُن ْو ا َص ُّلْو ا َع َلْي ِه َو َس ِّلُمْو ا َت ْس ِلْيًما َالَّلهَّم
َص ِّل وَس ِّلْم َع َلى سِّيِدنا محَّمٍد َو َع َلى آِل َس ِّيِد َن ا محَّمٍد الَّلُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُمْس ِلِم ْي َن واْلُمْس ِلَماِت َو اْلُم ْؤ ِم ِنْي َن
َالَّلهَّم اْد َفْع َع َّن ا اْلَب اَل َء والَو باَء. ِبَر ْح َمِتَك َي ا َو اِهَب اْلَع ِط َّياِت، َاَأْلْح ياِء ِم ْن ُهْم واَأْلْمواِت،َو اْلُمْؤ ِمناِت
وَع ْن، َو الِّر َب ا َو الِّز َن ا والَّز اَل ِز َل َو اْلِمَح َن َو ُسْو َء اْلِفَت ِن َم ا َظ َهَر ِم ْن ها َو َم ا َب َط َن َع ْن َب َلِد َن ا َه َذ ا َخ اَّص ًة
َر َّبنا آِتنا في الّد نيا َح َس َن ًة َو في اآْل ِخ َر ِة َح َس َن ًة َو ِقَن ا. ساِئِر ِباَل ِد اْلُمْس ِلِم ْي َن َع اَّم ًة يا َر َّب اْلَع اَلِميَن