Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

RELASI MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN SOSIALNYA

Dosen Pengampu:

Mardianto, S.Ag., M.Si

Disusun Oleh:

Kelompok 10

1. Al Zira Sakinah (22011115)


2. Amanda Nofriandini (22011416)

DEPARTEMEN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam kehidupan sosial, kita sering kali berinteraksi dengan berbagai kelompok sosial.
Kelompok sosial membentuk landasan penting dalam psikologi sosial, mempengaruhi
pandangan, sikap, dan perilaku individu. Memahami dinamika, pengaruh, dan efek kelompok
sosial sangat relevan dalam konteks pemahaman manusia sebagai makhluk sosial.

Kelompok sosial memiliki kekuatan yang kuat untuk membentuk identitas sosial individu.
Ketika kita tergabung dalam sebuah kelompok, kita cenderung mengidentifikasi diri kita dengan
kelompok tersebut dan mengadopsi norma-norma, nilai-nilai, dan perilaku yang sesuai dengan
kelompok tersebut. Kelompok sosial juga memberikan dukungan sosial dan koneksi emosional
yang penting bagi kepuasan psikologis individu.

Namun, efek kelompok sosial tidak hanya terbatas pada pengaruh yang positif. Dalam
beberapa kasus, kelompok sosial dapat mempengaruhi individu dengan norma-norma yang
merugikan, konformitas tanpa pemikiran kritis, atau penekanan terhadap perbedaan individu.
Oleh karena itu, penting untuk memahami dinamika kelompok sosial secara holistik untuk
mengenali potensi kekuatan positif dan negatif yang dimilikinya.

Dalam makalah ini, kami akan menjelajahi berbagai aspek kelompok sosial dalam konteks
psikologi sosial. Kami akan membahas teori-teori yang relevan, seperti teori identitas sosial,
teori norma sosial, dan teori pengaruh minoritas, yang memberikan wawasan mendalam tentang
pengaruh dan efek kelompok sosial terhadap individu. Kami juga akan membahas fenomena
deindividuasi dalam kelompok sosial dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku
individu.

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kelompok
Kelompok adalah entitas yang terdiri dari individu-individu yang saling berinteraksi,
memiliki tujuan bersama, dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kelompok juga
merupakan unit dasar dalam kehidupan sosial manusia, Dimana, individu-individu saling
terhubung dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam kelompok, individu-individu saling mempengaruhi melalui berbagai proses
sosial. Marianne Schneider Corey dan Gerald Corey dalam bukunya "Groups: Process
and Practice" menyoroti pentingnya proses interaksi dalam kelompok sosial. Melalui
interaksi ini, individu dapat membentuk hubungan, mengembangkan norma-norma sosial,
dan mempengaruhi perilaku satu sama lain.
Kelompok adalah entitas yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Anggota kelompok sosial ini
memiliki kesamaan tujuan, norma, atau identitas bersama yang mengarah pada interaksi
yang terorganisir dan keterikatan sosial (Cartwright & Zander, 1968; Lewin, 1948;
Turner, 1982). Kelompok yang diikuti mungkin memiliki ukuran yang berbeda-beda,
mulai dari beberapa anggota hingga puluhan anggota. Namun, sebagian besar kelompok
memiliki tiga hingga enam anggota (Desportes & Lemaine, 1988; Levine & Moreland,
1998; McPherson, 1983). Kelompok dapat mencakup kelompok formal, seperti
organisasi atau institusi, serta kelompok informal, seperti keluarga, teman sebaya, atau
komunitas.
B. Karakter Kelompok dan Fungsi Kelompok
Kelompok memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang mempengaruhi dinamika
dan interaksi di dalamnya. Karakteristik-karakteristik dalam kelompok adalah sebagai
berikut:
1. Normal Sosial (Social Norms)
Norma sosial merupakan karakteristik kelompok yang kuat (Hogg, 2010;
Kameda, Takezawa, & Hastie, 2005; Sanfey, Stallen, & Chang, 2014). Kekuatan
norma dalam membentuk perilaku menjadi jelas ketika kita sering kali
melanggarnya. Dimana, kita akan mengalami penolakan oleh anggota kelompok

2
lain dan dalam kasus yang ekstrem, ditekan untuk meninggalkan kelompok
(Jetten & Hornsey, 2014; Marques, Abrams, & Serodio, 2001; Schachter,
1951).dan Semua masyarakat memiliki norma tentang perilaku mana yang dapat
diterima, beberapa di antaranya yang diharapkan untuk dipatuhi oleh semua
anggota, contohnya seperti kita harus diam di perpustakaan dan beberapa yang
berbeda dari satu kelompok ke kelompok lain seperti apa yang pantas dikenakan
ke pesta pernikahan dan pemakaman.
2. Peran Sosial (Social Roles)
Peran dapat sangat membantu karena orang tahu apa yang diharapkan dari
satu sama lain. Ketika anggota kelompok mengikuti serangkaian peran yang jelas,
mereka cenderung puas dan berkinerja baik (Barley & Bechky, 1994; Bettencourt
& Sheldon, 2001). Peran sosial mengacu pada harapan bersama dalam kelompok
tentang bagaimana orang tertentu seharusnya berperilaku. Contohnya, dalam studi
yang dilakukan oleh Zimbardo dan rekan-rekannya, mahasiswa secara acak
ditugaskan untuk memainkan peran penjaga atau narapidana dalam sebuah
penjara tiruan. Peran sosial ini memiliki pengaruh yang kuat, sehingga mahasiswa
dengan cepat mengasumsikan peran yang mereka mainkan dengan baik. Peran
sosial tersebut mempengaruhi perilaku dan identitas personal mahasiswa. Para
penjaga, terpengaruh oleh peran yang mereka mainkan, menjadi kasar dan
semakin kreatif dalam melecehkan dan merendahkan narapidana. Sementara itu,
narapidana menjadi pasif, tak berdaya, dan menarik diri. Meskipun semua orang
tahu bahwa itu hanya sebuah eksperimen, peran sosial yang dimainkan oleh
mereka begitu kuat dan memikat sehingga identitas pribadi dan rasa kemanusiaan
terabaikan.
Eksperimen diatas memberikan contoh nyata tentang bagaimana peran sosial
dapat mempengaruhi perilaku individu dalam sebuah kelompok. Dalam situasi
yang kuat, seperti eksperimen tersebut, peran sosial dapat mengalahkan identitas
pribadi dan membuat individu terlibat dalam tindakan yang melampaui batas
moral.

3. Kelompok Kohesivitas (Group Cohesiveness)

3
Kohesivitas kelompok merujuk pada kualitas-kualitas dalam kelompok yang
mengikat anggota-anggota bersama-sama dan mempromosikan saling menyukai
(Dion, 2000; Hogg, 1993; Holtz, 2004; Rosh, Offermann, & Van Diest, 2012).
Jika suatu kelompok terbentuk terutama untuk alasan sosial, misalnya sekelompok
teman yang suka pergi nonton film bersama di akhir pekan, maka semakin kohesif
kelompok tersebut, semakin baik.

Kohesivitas kelompok dapat mempengaruhi keinginan anggota kelompok untuk


tetap berada dalam kelompok, mengambil bagian aktif dalam kegiatan kelompok,
dan bahkan merekrut anggota baru yang memiliki pemikiran serupa (Levine &
Moreland, 1998; Pickett, Silver, & Brewer, 2002; Spink, Ulvick, Crozier, &
Wilson, 2014).

4. Keberagaman Kelompok (Group Diversity)

Keberagaman kelompok mengacu pada tingkat variasi atau perbedaan dalam


komposisi kelompok. Anggota kelompok cenderung memiliki kesamaan dalam
usia, jenis kelamin, keyakinan, dan pendapat (Apfelbaum, Phillips, & Richeson,
2014; George, 1990; Levine & Moreland, 1998). Hal ini terjadi karena orang
cenderung tertarik pada orang lain yang memiliki sikap yang sama dengan mereka
dan oleh karena itu cenderung merekrut anggota kelompok yang serupa dengan
mereka. Kedua, kelompok cenderung beroperasi dengan cara yang mendorong
kesamaan di antara anggotanya (Moreland, 1987).

Adapun, Kelompok juga memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan individu
dan masyarakat. Kelompok berfungsi sebagai entitas di mana anggota dapat
berinteraksi satu sama lain dan memiliki tujuan yang saling tergantung. Dalam
kelompok dengan ukuran yang lebih kecil, seperti tiga hingga enam anggota,
interaksi langsung antara anggota kelompok dapat terjadi lebih intensif dan
terlibat. Anggota kelompok saling berinteraksi, berkomunikasi, dan berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan bersama. Selain itu, kelompok yang terlalu besar
dapat menghambat interaksi dan ketergantungan yang efektif antara anggota. Oleh

4
karena itu, ukuran kelompok yang lebih kecil, sekitar tiga hingga enam anggota,
umumnya dianggap optimal untuk memfasilitasi interaksi dan koordinasi yang
efektif di antara anggota kelompok.

Fungsi penting lainnya dari kelompok adalah membantu kita mendefinisikan


siapa diri kita. Dimana, orang lain dapat menjadi sumber informasi yang penting,
membantu kita mengatasi ambiguitas tentang sifat dunia sosial (Darley, 2004).
Kelompok menyediakan lensa yang dapat digunakan untuk memahami dunia dan
tempat kita di dalamnya (Hogg, Hohman, & Rivera, 2008). Jadi, kelompok
menjadi bagian penting dari identitas kita seperti organisasi kampus, tim olahraga,
universitas atau perguruan tinggi mereka.

C. Pengaruh Kelompok dalam Kinerja Individu


Kehadiran orang lain dalam kelompok dapat mempengaruhi kinerja individu. Ada
berbagai efek yang mungkin terjadi, seperti perubahan perilaku, tekanan saat ada orang
yang memperhatikan, dan peningkatan performa dalam situasi tertentu. Contohnya, saat
menghadapi ujian di kelas, keberadaan kelompok dapat mempengaruhi bagaimana
seseorang melakukan saat melakukan ujian.
1. Social Facilitation
Social facilitation adalah fenomena di mana kehadiran orang lain dapat
mempengaruhi performa kita dalam melakukan tugas. Sebuah penelitian klasik
menggunakan kecoa sebagai subjek penelitian. Robert Zajonc dan rekan-rekannya
(Zajonc, Heingartner, & Herman, 1969) membuat alat untuk melihat bagaimana
perilaku kecoa ketika dipengaruhi oleh kehadiran teman sejenisnya. Dan hasil
yang didapati adalah kecoa melakukan tugasnya lebih cepat ketika ada kecoa lain
yang menyaksikannya daripada ketika kecoa itu sendirian.
Maka dari itu, studi tentang kecoa ini menunjukkan bahwa keberadaan orang
lain dapat meningkatkan performa pada tugas yang sederhana dan sudah dikuasai
dengan baik, tetapi dapat memperburuk performa pada tugas yang kompleks dan
memerlukan pembelajaran baru. Fenomena ini disebabkan oleh peningkatan
arousal fisiologis yang terjadi ketika ada orang lain di sekitar kita. Keberadaan

5
orang lain dapat membuat kita lebih waspada, membuat kita khawatir akan
evaluasi dari orang lain, atau mengalihkan perhatian kita.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bahwa kehadiran orang
lain dapat memiliki dampak pada kinerja kita. Saat menghadapi tugas yang
sederhana dan sudah dikuasai dengan baik, kehadiran orang lain cenderung
meningkatkan performa kita. Namun, saat menghadapi tugas yang kompleks dan
memerlukan pembelajaran baru, kehadiran orang lain dapat mengganggu
konsentrasi kita dan mempengaruhi performa negatif. Pemahaman ini dapat
membantu kita dalam mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang
melibatkan interaksi sosial, seperti mengikuti ujian atau bekerja dalam kelompok.
2. Social Loafing
Social loafing adalah kecenderungan seseorang untuk menjadi lebih santai
ketika ada kehadiran orang lain dan kinerja individunya tidak dapat dievaluasi.
Social loafing menyebabkan penurunan kinerja pada tugas-tugas sederhana yang
kurang penting, namun dapat meningkatkan kinerja pada tugas-tugas kompleks
yang penting bagi individu.
Pada tugas yang sederhana, penelitian awal oleh Max Ringelmann
menunjukkan bahwa ketika sekelompok orang menarik tali bersama, setiap
individu memberikan usaha yang lebih sedikit dibandingkan ketika mereka
melakukannya sendiri. Sedangkan pada tugas yang kompleks, seperti ketika
kinerja dalam kelompok sulit diidentifikasi, orang cenderung menjadi lebih santai.
Hal ini dapat meningkatkan kinerja pada tugas-tugas kompleks, karena
ketenangan membantu mengatasi gangguan yang disebabkan oleh evaluasi orang
lain.
D. Kohesivitas Kelompok
Kohesivitas kelompok merujuk pada kualitas-kualitas dalam kelompok yang
mengikat anggota-anggota bersama-sama dan mempromosikan saling menyukai (Dion,
2000; Hogg, 1993; Holtz, 2004; Rosh, Offermann, & Van Diest, 2012).
Kohesivitas kelompok juga merujuk pada tingkat kebersamaan dan ikatan antara
anggota kelompok yang mempengaruhi interaksi dan kerjasama mereka. Hal ini dapat
memengaruhi sejauh mana kelompok berfungsi secara efektif dan mempengaruhi hasil
6
yang dicapai. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kohesivitas kelompok,
termasuk kesamaan tujuan, keakraban, komunikasi yang efektif, dan kepercayaan antar
anggota kelompok.
Jika kelompok terbentuk untuk alasan sosial, tingkat kohesivitas yang tinggi
cenderung menghasilkan pengalaman yang positif. Misalnya, sekelompok teman yang
memiliki ikatan erat dan saling komitmen akan lebih cenderung menghabiskan waktu
bersama, berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, dan saling mendukung satu sama lain.
Kohesivitas yang tinggi juga dapat mendorong rekrutmen anggota baru yang memiliki
minat dan nilai-nilai yang sama.
Namun, kohesivitas kelompok dapat memiliki efek yang kompleks tergantung pada
konteksnya. Dalam situasi di mana kelompok bekerja untuk memecahkan masalah atau
mencapai tujuan tertentu, kohesivitas bisa menjadi dua sisi mata uang. Dalam beberapa
kasus, kohesivitas yang tinggi dapat memperkuat kerjasama dan kinerja kelompok,
terutama jika tugas membutuhkan koordinasi dan interaksi yang dekat antara anggota
kelompok. Misalnya, tim sepak bola yang memiliki hubungan yang kuat dan saling
mendukung dapat melaksanakan permainan yang rumit dengan lebih baik.
Di sisi lain, terkadang kohesivitas yang tinggi dapat menghambat kinerja kelompok
jika mempertahankan hubungan yang harmonis menjadi lebih penting daripada
menemukan solusi yang efektif. Terlalu banyak fokus pada kohesivitas dapat
mengakibatkan kelompok mengabaikan perbedaan pendapat atau gagasan baru yang
dapat meningkatkan kualitas hasil kerja. Misalnya, dalam konteks pengambilan
keputusan kelompok, terlalu banyak kohesivitas dapat menghambat kelompok untuk
secara kritis mengevaluasi ide-ide atau mempertimbangkan pandangan yang berbeda.
Dalam rangka memaksimalkan kohesivitas kelompok, penting untuk
memperhatikan keseimbangan antara ikatan antar anggota kelompok dan mencapai
tujuan kelompok dengan efektif. Komunikasi yang terbuka, penghargaan terhadap
perbedaan pendapat, dan pemecahan masalah bersama dapat membantu menciptakan
lingkungan yang mendukung kohesivitas yang sehat. Pemimpin kelompok juga memiliki
peran penting dalam memfasilitasi kohesivitas dan memastikan bahwa hubungan yang
baik di dalam kelompok tidak menghambat kemampuan kelompok untuk mencapai hasil
yang optimal.
7
E. Deindividuasi
Deindividuasi dalam kelompok sosial merujuk pada kondisi di mana individu
kehilangan kesadaran diri (self-awareness) dan merasa kurang bertanggung jawab
terhadap perilaku mereka saat berada dalam sebuah kelompok sosial. Dalam keadaan
deindividuasi, individu cenderung merasakan anonimitas dan merasa "tertimbun" dalam
kelompok, sehingga mereka kehilangan kontrol pribadi dan merespons sesuai dengan
norma dan tindakan kelompok. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
deindividuasi dalam kelompok sosial meliputi:
1. Anonimitas: Individu dalam kelompok merasa bahwa identitas pribadi mereka
tidak terlihat atau diperhatikan secara spesifik oleh orang lain. Misalnya, ketika
individu mengenakan seragam atau topeng, mereka dapat merasa kurang dikenali
secara individu dan merasa lebih "tertimbun" dalam kelompok.
2. Kehadiran Kelompok yang Besar: Ketika individu berada dalam kelompok yang
besar, mereka cenderung merasa seperti "satu dari banyak" dan kehilangan rasa
identitas pribadi. Hal ini dapat mengurangi kesadaran diri dan tanggung jawab
pribadi terhadap perilaku mereka.
3. Emosi dan Kondisi Aroused (Tergerak): Jika individu terlibat dalam situasi
emosional atau tergerak secara fisik, mereka dapat mengalami penurunan
kesadaran diri dan kurangnya kontrol diri. Misalnya, dalam kerumunan atau
massa protes yang memanas, individu dapat terpengaruh oleh energi kolektif dan
merespons tanpa mempertimbangkan konsekuensi individu.
Efek deindividuasi dalam kelompok sosial dapat bervariasi, tergantung pada konteksnya.
Dalam beberapa kasus, deindividuasi dapat memicu perilaku negatif atau devian, seperti
kekerasan, vandalisme, atau tindakan konformitas tanpa pemikiran kritis. Namun, dalam
situasi yang positif, deindividuasi juga dapat menyebabkan pengalaman kebersamaan dan
kohesi kelompok yang kuat.

F. Minority Influence
Pengaruh minoritas dalam kelompok sosial mengacu pada kemampuan kelompok
minoritas untuk mempengaruhi pandangan, sikap, dan perilaku mayoritas dalam suatu

8
konteks sosial. Meskipun jumlah anggota kelompok minoritas relatif lebih kecil daripada
kelompok mayoritas, mereka masih dapat memiliki pengaruh yang signifikan.
Beberapa teori pengaruh minoritas (minority influence) :
1. Pengaruh Konsistensi: Konsistensi dalam pendapat, keyakinan, dan tindakan
kelompok minoritas dapat mempengaruhi mayoritas. Ketika kelompok minoritas
mempertahankan pendapat mereka secara konsisten, hal itu dapat menarik perhatian
mayoritas dan memicu pertimbangan ulang atau perubahan dalam pandangan
mayoritas.
2. Keterlihatan: Pengaruh minoritas dapat ditingkatkan jika kelompok minoritas terlihat
secara jelas dan mencolok dalam kelompok sosial. Keterlihatan yang tinggi dapat
memperkuat kemampuan kelompok minoritas untuk mempengaruhi mayoritas.
3. Kualitas Argumen: Kelompok minoritas yang mampu menyajikan argumen yang
kuat, logis, dan meyakinkan dapat mempengaruhi mayoritas. Argumen yang
disampaikan dengan baik memiliki potensi untuk mengubah pandangan dan sikap
mayoritas.
4. Dukungan Sosial: Adanya dukungan sosial untuk kelompok minoritas dari anggota
mayoritas atau kelompok lain dapat meningkatkan pengaruh mereka. Dukungan
sosial dapat memberikan legitimasi dan kepercayaan pada pandangan dan tindakan
kelompok minoritas.
5. Perubahan Norma Sosial: Pengaruh minoritas dapat mengubah norma sosial dalam
kelompok. Jika kelompok minoritas berhasil mengubah pandangan atau tindakan
mayoritas, norma sosial dalam kelompok dapat berubah sesuai dengan pandangan
minoritas.
pengaruh minoritas tidak hanya tergantung pada jumlah anggota kelompok, tetapi lebih
pada kualitas dan strategi kelompok minoritas dalam mempengaruhi mayoritas. Dengan
konsistensi, keberanian, dan argumen yang cerdas, kelompok minoritas dapat mengubah
pandangan dan perilaku mayoritas.
G. Apakah Kelompok Buruk Bagi Kita?
Tergantung pada konteks dan karakteristik kelompoknya, kelompok dapat memiliki
efek positif atau negatif terhadap individu. Beberapa teori dan penelitian dalam psikologi
sosial :
9
1. Teori Identitas Sosial (Social Identity Theory): Menurut teori ini yang
dikembangkan oleh Henri Tajfel dan John Turner, individu mengidentifikasi diri
mereka dengan kelompok sosial tertentu dan mencari kepuasan identitas dalam
kelompok tersebut. Dalam hal ini, kelompok dapat memberikan dukungan sosial,
rasa identitas, dan kepuasan psikologis kepada individu, yang pada gilirannya
dapat berdampak positif pada kesejahteraan mereka.
2. Teori Norma Sosial (Social Norms Theory): Teori ini menyatakan bahwa norma-
norma sosial dalam kelompok dapat mempengaruhi perilaku individu. Jika
kelompok memiliki norma-norma yang merugikan atau negatif, individu
cenderung terpengaruh oleh norma-norma tersebut dan perilaku mereka dapat
menjadi buruk. Namun, jika kelompok memiliki norma-norma yang positif,
perilaku individu dapat menjadi baik.
3. Teori Kebersamaan Sosial (Social Cohesion Theory): Teori ini berfokus pada
tingkat kebersamaan dan hubungan positif antara anggota kelompok. Jika
kelompok memiliki tingkat kebersamaan sosial yang tinggi dan hubungan yang
positif, hal tersebut dapat memberikan dukungan sosial, rasa saling percaya, dan
manfaat emosional bagi individu. Namun, jika kelompok memiliki kebersamaan
yang rendah atau hubungan yang negatif, hal tersebut dapat berdampak buruk
pada individu.
4. Teori Pembenaran Kelompok (Group Justification Theory): Teori ini
mengemukakan bahwa individu cenderung membenarkan atau mempertahankan
kelompoknya, bahkan ketika kelompok tersebut melakukan tindakan buruk atau
tidak etis. Hal ini dapat menyebabkan individu terlibat dalam perilaku buruk
sebagai upaya untuk mempertahankan identitas kelompok mereka.
Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua kelompok buruk bagi individu.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana kelompok mempengaruhi
individu, termasuk norma, identitas, kebersamaan, dan hubungan antara anggota
kelompok.

10
PENUTUP
Kesimpulan
Kelompok sosial memiliki peran penting dalam kehidupan sosial individu.
Kelompok memberikan dukungan sosial, identitas sosial, dan interaksi sosial yang
membantu individu memahami diri mereka dan membentuk hubungan dengan orang lain.
Kelompok sosial melibatkan berbagai dinamika dan proses sosial yang mempengaruhi
perilaku dan pandangan individu. Faktor-faktor seperti norma sosial, peran sosial,
kelompok kohesivitas, dan keberagaman kelompok memainkan peran penting dalam
membentuk perilaku dan interaksi dalam kelompok.
Deindividuasi dalam kelompok sosial terjadi ketika individu kehilangan kesadaran
diri dan bertanggung jawab terhadap perilaku mereka. Faktor-faktor seperti anonimitas,
kehadiran kelompok yang besar, dan kondisi tergerak dapat menyebabkan deindividuasi.
Hal ini dapat mempengaruhi perilaku individu, baik positif maupun negatif, tergantung
pada konteksnya.
Pengaruh minoritas merupakan fenomena yang menarik dalam kelompok sosial.
Meskipun jumlah anggota minoritas relatif kecil, mereka memiliki potensi untuk
mempengaruhi mayoritas melalui konsistensi, argumen yang kuat, dan perubahan norma
sosial.
Dalam kesimpulannya, makalah ini menyoroti pentingnya kelompok sosial dalam
kehidupan individu, serta peran dinamika, pengaruh, dan efek kelompok terhadap
individu. Memahami mekanisme dan proses dalam kelompok sosial dapat membantu kita
memahami perilaku sosial, interaksi antarindividu, dan pembentukan identitas sosial.

11
DAFTAR PUSTAKA
Aronson, E., Wilson, T. D., Akert, R. M., & Sommers, S. R. (2016). Social Psychology Ninth
Edition. Pearson Education.

Tajfel, H., & Turner, J. C. (1979). An integrative theory of intergroup conflict. Dalam W. G.
Austin & S. Worchel (Eds.), The Social Psychology of Intergroup Relations (pp. 33-
47). Brooks/Cole Publishing Co.

Zimbardo, P. G. (1969). The human choice: Individuation, reason, and order versus
deindividuation, impulse, and chaos. Dalam D. Levine (Ed.), Nebraska Symposium on
Motivation, 17, 237-307.

Moscovici, S. 1969. "The Group as a Polarizer of Attitudes." Journal of Personality and Social
Psychology 12.

12

Anda mungkin juga menyukai