Peristiwa Cot Plieng
Peristiwa Cot Plieng
Pemberontakan Cot Plieng terjadi di Aceh dengan puncak dari perlawanan yang
telah berulang kali dilakukan terjadi pada 10 November 1942 yang dipimpin
seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng Lok
Seumawe.
Hal itu pula yang kemudian membuat perbedaan ijitihad antara kelompok tua
dan kelompok muda dalam menghadapi Jepang. Teungku Abdul Jalil dan kawan-
kawannya secara diam-diam melakukan dakwah anti Jepang dan seruan jihat fi
sabilillah dari desa ke desa. Menjelang akhir tahun 1942, dakwah diam-diam
tersebut menjadi terang-terangan, setelah kekejaman tentara Jepang menjadi
pengalaman pahit bagi masyarakat.
Para santri di Dayah Cot Plieng sudah siap untuk berperang. Hal itu kemudian
diketahui oleh intelijen dan kampetai Jepang. Jepang berusaha meredam upaya
pemberontakan Teungku Abdul Jalil tersebut dengan menggunakan orang Aceh
yang bekerja untuk Jepang dan para Uleebalang yang telah diangkat menjadi
Gunco (wedana) dan sunco (camat).
Selain itu ulama PUSA/Pemuda Pusa juga diminta Jepang untuk melakukan
dakwak tandingan. Meski tidak menolak permintaan Jepang tersebut, ulama
PUSA/Pemuda PUSA lebih bersikap melihat saja apa yang dilakukan Teungku
Jalil. Sementara kaum Uleebalang yang menjabat sebagai Gunco dan Sunco terus
membujuk Teungku Abdul Jalil agar mengurungkan niatnya memberontak
terhadap Jepang. Namun hal itu tidak berhasil.
Dampak Negatif :