Anda di halaman 1dari 18

BAB 6 PETA TOPOGRAFI

6.1 Peta Topografi

Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis-
garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi-rendahnya permukaan dari pandangan
datar (relief), juga meliputi pola saluran, parit, sungai, lembah, danau, rawa, tepi-laut
dan adakalanya pada beberapa jenis peta, ditunjukkan juga, vegetasi dan obyek hasil
aktifitas manusia. Pada peta topografi standard, umumnya dicantumkan juga tanda-
tanda yang menunjukkan geografi setempat.

Peta topografi mutlak dipakai, terutama didalam perencanaan pengembangan wilayah,


sehubungan dengan pemulihan lokasi atau didalam pekerjaan konstruksi. Didalam
kegiatan geologi, peta topografi terpakai sebagai peta dasar untuk pemetaan, baik yang
bersifat regional ataupun detail, disamping foto udara atau jenis citra yang lain. Peta
topografi juga dipelajari sebagai tahap awal dari kegiatan lapangan untuk membahas
tentang kemungkinan proses geologi muda yang dapat terjadi, misalnya proses erosi,
gerak tanah/bahaya longsor dan sebagainya. Selain itu, keadaan bentang alam
(morfologi) yang dapat dibaca pada peta topografi sedikit banyak merupakan
pencerminan dari keadaan geologinya, terutama distribusi batuan yang membawahi
daerah itu dan struktur geologinya.

6.2 Sistem koordinat

Dikarenakan peta hanya memperlihatkan bagian kecil dari permukaan bumi, diperlukan
posisi dimana peta tersebut terdapat relative terhadap bumi secara keseluruhan. Oleh
karena itu dibentuk garis-garis imaginer yang memotong bumi dan disebut garis lintang
dan garis bujur (Gambar 6.1).

Dikarenakan bentuk bumi yang hampir bulat, sedangkan peta berupa permukaan datar
maka diperlukan system proyeksi untuk memproyeksikan permukaan bola atau sebagian
permukaan bola (permukaan bumi) ke permukaan data (peta). Salah satu proyeksi yang
umum digunakan adalah proyeksi “Mercator”. Namun demikian tetap terdapat distorsi,
yang tidak dapat dihindari, dalam peta yang dihasilkan jika dibandingkan dengan
keadaan sebenarnya. Distorsi tersebut kan kecil di daerah dekat katulistiwa seperti
Indonesia, dan akan besar jika di daerah dekat dengan kutub.

Dalam system koordinat geografi, pengukuran sudut digunakan menggunakan system


derajat. Dalam satu lingkaran penuh terbagi menjadi 360o, dalam satu derajat terbagi
menjadi 60’ (menit), dan dalam satu menit terbagi menjadi 60” (detik). Satu derajat
dalam garis lintang jika diukur di permukaan bumi pada garis lintang 0o akan memiliki
panjang 111km, sedangkan untuk satu derajat garis bujur jika diukur di garis katulistiwa
akan memiliki jarang 111km, sedangkan jika di ukur di kutub (geografi) akan memiliki
jarak 0km.
Gambar 6.1 Garis bujur(longintut) dan lintang(latitut) dalam system koordinat
geografi. Lintan0o terletak ada garis katulistiwa, sedangkan bujur (longitut)
memotong kutub utara dan selatan geografis melalui Greenwich pada 0o.

Sistem koordinat UTM umum digunakan di dunia didasarkan pada 60 zona utara selatan
berdasarkan garis bujur. Setiap zona UTM memiliki lebar 6o garus bujur. Grid yang
digunakan dalam system UTM merupakan system metrik, dimana nilai dari kiri ke
kanan (barat ke timur) akan meningkat, dan dari selatan ke utara akan meningkat. Satu
titik dalam sistem koordinat UTM dinyatakan dengan nilai koordinat barat-timur, utara
selatan koordinat, kemudian zona UTM dan hemisphere.

Misalnya lokasi di Semenanjung Mangkalihat dengan koordinat UTM 50N 711872mE,


109320mN menyatakan bahwa titik tersebut berada di zona 50 hemisphere utara, pada
711872 meter dari titik acuan semu (yang berada pada ujung barat dari setiap zona
UTM), dan berada sejauh 109320 meter dari katulistiwa.

Sedangkan titik di Rote, dengan titik koordinat UTM 50S 528746mE, 8820452mN
menyatakan bahwa titik tersebut berada pada zona UTM 51 di belahan bumi
(hemisphere) selatan, berjarak 528746 meter dari titik acuan semu zona 51 dan berjarak
8820453 meter dari kutub selatan (geografi).
Gambar 6.2 Pembagian zona UTM di wilayah Indonesia dan sekitarnya.

6.3 Arah peta dan deklinasi magnetik

Petunjuk arah peta ini umumnya menunjukkan dimana arah utara peta. Pada umumnya
utara peta akan berada pada arah atas, namun tidak menutup kemungkinan pada arah
yang lain. Petunjuk arah utara peta ini menunjukkan arah utara geografi. Sedangkan jika
kita menggunakan kompas makan arah utara kompas adalah arah utara magnet bumi
yang tidak sama dengan arah utara geografi. Untuk itu dalam peta topografi diperlukan
informasi perbedaan arah utara magnet bumi dan arah utara geografi. Perbedaan ini
disebut sebagai deklinasi magnetic. Dalam peta topografi yang diterbitkan oleh
BAKOSURTANAL (saat ini berubah nama menjadi Badan Informasi Geospasial),
terdapat juga arah utara grid (UG) yang menunjukkan arah utara dari grid UTM. Contoh
informasi arah deklinasi pada peta topografi terdapat pada Gambar 6.4.

6.4 Skala Peta

Skala yang dipakai dalam topografi bisa bermacam-macam misalnya, skala verbal
contoh “one inch to one mile”, atau sering kali dipakai Skala grafis berupa pita garis
yang dicantumkan pada peta. Skala ini seringkali dipakai sebagai pelengkap dari skala
perbandingan angka yang sudah dicantumkan (Gambar 6.4).

Di Indonesia, dikenal berbagai ukuran skala perbandingan skala-skala seperti 1:250.000,


1:500.000, 1:1.000.000 dikenal sebagai skala iktisar. Skala 1:25.000, 1:50.000,
1:100.000 merupakan skala standar. Skala 1:1.000, 1:5.000 atau lebih umumnya disebut
skala detail. Contoh efek skala dalam peta dan tingkat kedetilan terdapat pada Gambar
6.3.
Gambar 6.3 Skala peta untuk daerah yang sama akan memperlihatkan detil yang
berbeda.

6.5 Symbol peta

Pada peta topografi yang standard, disamping titik ketinggian hasil pengukuran
topografi, umumnya dicantumkan tanda-tanda menunjukkan sifat fisik permukaan,
misalnya sifat sungai, garis pantai dan juga obyek hasil aktifitas manusia (Gambar 6.5
dan Gambar 6.6)
Gambar 6.4 Unsur-unsur yang terdapat dalam peta topografi yang diterbitkan oleh
BIG (dahulu BAKOSURTANAL).
Gambar 6.5 Tanda-tanda pada peta topografi
Gambar 6.6 Tanda-tanda pada peta topografi (lanjutan).

6.6 Garis kontur & karakteristiknya

Pada topografi menunjukkan bentuk dan ketinggian permukaan melalui garis-garis


ketinggian (garis kontur). Garis kontur pada prinsipnya adalah garis perpotongan
bentuk muka bumi dengan bidang horizontal pada suatu ketinggian yang tetap (Gambar
6.7).
Garis kontur mempunyai sifat-sifat berikut:
• Setiap titik pada garis kontur mempunyai ketinggian yang sama.
• Garis-garis kontur tidak mungkin berpotongan satu dengan yang lain, atau diluar
peta.
• Setiap garis kontur yang ber-spasi seragam (uniformly spaced contour)
menunjukkan suatu keminringan lereng yang seragam.
• Garis-garis kontur yang rapat menunjukkan lereng curam.
• Garis-garis kontur yang renggang menunjukkan suatu lereng landai.
• Garis kontur yang bergigi menunjukkan suatu depresi (daerah yang rendah),
yang tanda giginya menunjukkan kearah depresi tersebut.
• Garis kontur membelok kearah hulu suatu lembah, tetapi memotong tegak lurus
permukaan sungai.
• Garis-garis kontur umumnya membulat pada punggung bukit atau gunung tetapi
membentuk lengkung yang tajam pada alur-alur lembah sungai.
• Nilai garis kontur terbesar suatu punggung bukit dan nilai terkecil pada suatu
lembah selalu terdapat berpasangan, yang berarti bahwa tidak terdapat nilai
satu kontur yang maksimum atau minimum.

Gambar 6.7 Garis kontur pada prinsipnya adalah garis perpotongan bentuk muka
bumi dengan bidang horizontal pada suatu ketinggian yang tetap.

6.7 Cara membuat peta topografi

Untuk dapat menggambarkan peta topografi yang baik, perlu diketahui unsur-unsur
penting diantaranya; bukit, lembah atau alur sungai dan juga obyek buatan manusia.
Relief atau bentuk tinggi rendahnya bentang alam diukur dengan menggunakan alat
ukur seperti; teodolit, alidade, waterpas, kompas dan lain- lain. Titik yang menunjukkan
ketinggian (umumnya diambil dari datar permukaan laut diterakan pada peta menurut
skala yang tertentu.

Cara membuat kontur ketinggian yaitu dengan menggunakan titik ketinggian sebagai
kerangka. Contoh pada Gambar 6.8, titik-titik ketinggian adalah A sampai E mewakili
ketinggian dari bentang alam diukur.

Misalnya pada garis A-B dengan beda tinggi 100 m akan dibuat kontur ketinggian
100m, maka spasi antar kontur dapat diinterpolasikan jaraknya dari selisih harga kontur
dengan titik tsb. (A) dibandingkan beda tinggi AB, dikalikan dengan jarak A-B pada
peta.

Demikian pula misalnya antara A-E akan dibuat kontur 250, maka konturnya adalah
selisih tinggi A dan harga kontur (250) dibandingkan dengan beda tinggi A-E dikalikan
jarak A-E sebenarnya pada peta

.
Gambar 6.8 proses pembuatan garis kontur ketinggian.
Dalam penggambaran garis kontur ketinggian, kadang-kadang diperlukan gambaran
atau sketsa bentang alamnya misalnya bukit-bukit dan lembah, alur sungainya, sehingga
dapat mengurangi kesalahan dalam interpolasi.

6.8 Penampang Topografi

Penampang topografi adalah profil yang menunjukkan muka bumi sepanjang garis
penampang tertentu. Penampang ini dibuat dengan memproyeksikan titik potong kontur
dan garis penampang pada ketinggian (Gambar 6.9). Kadang-kadang skala tegak dibuat
lebih besar dengan maksud lebih memperlihatkan profilnya.

Cara konstruksi penampang topografi adalah sebagai berikut:


A. Pilih garis dimana penampang akan dibuat (misalnya A-B pada Gambar 6.9A).
B. Catat ketinggian masing-masing kontur yg terpotong oleh garis A-B. (Gambar
6.9B). Dalam proses ini dapat menggunakan kertas grafik dimana akan dibuat
penampang topografi.
C. Buat skala/nilai ketinggian secara vertikal di sisi kanan dan kiri dari kertas
grafik yang ada digunakan dalam mengkonstruksi penampang. Pastikan nilai
ketinggiannya mencakup nilai ketinggian maksimum dan minimum dari nilai
peta yang akan dibuat penampang. Skala vertikal dapat bernilai sama dengan
skala horizontal maupun tidak.
D. Setelah itu dari titik-titik ketinggian yang dicatat pada langkah B, kemudian
tarik garis lurus ke bawah dan sesuaikan dengan nilai ketinggian di sebelah kiri
dan kanan, kemudian beri tanda.
E. Setelah itu hubungkan nilai-nilai ketinggian yang telah ditandai pada langkah
sebelumnya.
Gambar 6.9 Cara membuat penampang topografi
6.9 Analisa Peta Topografi

Analisa peta topografi dilakukan sebagai studi pendahuluan sebelum dilakukan


penyelidikan dilapangan ataupun pembukaan suatu wilayah. Analisa ini umumnya
disertai foto udara, atau dengan bantuan informasi keadaan geologi regional.

Seringkali keadaan topografi sangat dicerminkan oleh keadaan geologinya, sehingga


studi pendahuluan ini sangat membantu penyelidikan selanjutnya Hal-hal yang perlu
dipelajari pada peta topografi antara lain, pola garis kontur, kerapatan, bentuk-bentuk
bukit, kelurusan punggungan, bentuk lembah atau aliran, pola aliran sungai dan
sebagainya. Bebarapa sifat yang menonjol dari topografi misalnya bentuk morfologi
yang landai, umumnya ditempati oleh endapan aluvial sungai/pantai, atau batuan-batuan
yang lunak misalnya lempung, napal dan sebagainya. Bentuk perbukitan yang
bergelombang, umumnya ditempati oleh batuan yang berselang-seling, misalnya
batupasir dan lempung atau breksi.

Bukit-bukit yang menonjol dan tersendiri, seringkali merupakan suatu tubuh batuan
intruksi, misalnya andesit, basalt. Pada batugamping, sangat khas dikenal bentuk
“topografi karst” dan sebagainya.

Kelurusan punggungan atau sungai biasanya menunjukkan struktur geologi, misalnya


perlapisan batuan, jalur patahan atau batas perbedaan jenis batuan.

Pola aliran sungai, apabila dapat dikelompokkan menjadi kelompokkan menjadi


kelompok yang mendirikan batuan atau struktur tertentu.

Beberapa bentuk pola aliran antara lain adalah (Gambar 6.10) :

-Dendritik
Mempunyai pola seperti ranting pohon dimana anak sungai menggabung pada sungai
utama dengan sudut yang tajam, menunjukkan batuan yang homogen terdiri dari batuan
sedimen yang lunak atau vulkanik.

-Rectangular
Arah anak sungai dan hubungan dengan sungai utama dikontrol oleh joint (kekar-
kekar), fracture dan bidang folasi, umumnya terdapat pada batuan metamorf dan atau
batuan dengan perlapisan yang datar.

-Angulate
Mempunyai anak sungai yang pendek-pendek, sejajar, anak sungai dikontrol oleh sifat
seperti batupasir atau gamping yang mempunyai pola kekar paralel.

-Trellis
Mempunyai anak-anak sungai yang pendek-pendek sejajar, pola ini lebih menunjukkan
struktur dari pada jenis batuannya sendiri, umumnya terdapat pada daerah batuan
sedimen yang mempunyai kemiringan, serta adanya perselingan antara batuan yang
lunak dan keras dimana sungai utama umumnya dikontrol oleh adanya sesar atau
rekahan-rekahan.

-Paralel
Terbentuk pada permukaan yang mempunyai kemiringan yang seragam. Sudut anak
sungai dengan sungai utama hampir sama, sungai utama umumnya dikontrol oleh sesar
atau rekahan-rekahan.

-Radial
Aliran sungai-sungai menyebar dari puncak yang lebih tinggi. Umumnya terdapat pada
puncak gunung atau bukit-bukit.

-Sentripetal
Sungai menuju kesatu arah, umumnya menunjukkan adanya depresi atau akhir dari pada
antiklin atau siklin yang tererosi.
Gambar 6.10 Jenis pola aliran Sungai
Pada peta topografi, proses geologi muda, terutama erosi akan tercermin pada bentuk
lembah dan aliran sungainya. Pada prinsipnya gaya pengikis “erosi” cenderung untuk
meratakan muka bumi ini, sampai pada batas dasar erosi yang berupa, laut, danau atau
sungai yang besar. Sehubungan dengan ini dikenal jenjang-jenjang atau stadium erosi
dari tingkat muda (youth), dewasa (mature) dan lanjut (old) untuk suatu wilayah yang
terbatas. Suatu wilayah dikatakan stadium erosinya tingkat muda apabila dicirikan oleh
bentuk lembah yang curam, berbentuk V, lurus erosi vertikal dasar lembah sangat
berperan. Pada stadium dewasa, erosi lateral mulai berperan, dinding lembah mulai
landai dan berbentuk U, dan mulai ada pengendapan. Pada stadium lanjut, dinding
lembah sudah sangat landai, bahkan berupa dataran limpahan banjir, banyak sekali
meander. Seringkali meander tersebut sudah terputus membentuk oxbow lake (Gambar
6.12).

Pada peta topografi juga dipelajari keadaan hidrografi terutama hubungan nya dengan
curah hujan dan daerah aliran sungai (DAS), dimana batas garis pemisah air (water
divide) dapat dipelajari dengan melihat bentuk-bentuk punggungan yang meliputi aliran
sungai utama (Gambar 6.11).

Gambar 6.11 Garis pemisah air yang membatasi DAS.


Gambar 6.12 Perkembangan tingkat erosi sungai
6.10 Foto Udara

Foto udara adalah alat yang fundamental dalam mempelajari geologi karena foto udara
dapat menunjukkan gambaran permukaan bumi secara terinci dari perspektif vertikal.

Gambaran vertikal pada foto udara tidak selalu menunjukkan keadaan alamiah seperti
tampak pada bentang alam. Objek-objek seperti jalan, bangunan, sawah, danau akan
mudah diketahui. Akan tetapi untuk mengidentifikasi jenis bentang alam, tubuh batuan
dan gambaran geologi lainnya, diperlukan pengalaman dan dengan kontrol keadaan
geologi yang diketahui.

Salah satu kelebihan dari foto udara adalah dapat memberikan gambaran stereoskopik
sehingga citra bentang alam akan tampil dalam gambaran tiga dimensi. Foto udara
diambil secara berurutan searah jalur terbang dengan kurang lebih 60% mengulangi
daerah yang tercakup pada foto (overlap). Apabila dua foto pada satu jalur digabungkan
dan dilihat dengan stereoskop dengan konsentrasi pandangan pada kedua foto, akan
terlihat gambaran tiga dimensi.

Beberapa foto udara vertikal telah ditampilkan dalam cetak pasangan berbentuk
stereogram. Untuk melihat gambaran tiga dimensi, letakkan stereoskop diatas
stereogram dan lakukan pandangan tepat pada garis tengah (Gambar 6.13). Atur jarak
lensa stereoskop sesuai dengan jarak mata

Gambar 6.13 Cara melihat gambaran tiga dimensi dengan menggunakan stereoskop
6.11 Praktikum

Tujuan
• Dalam praktikum kali ini praktikan diharapakan dapat memahami dan membaca
peta topografi dan foto udara.
• Praktikan dapat mengkonstruksi kontur ketinggian sederhana.
• Praktikan dapat membuat penampang topografi
• Praktikan dapat menganalisa pola aliran sungai
• Praktikan dapat menentukan garis pemisah air dari foto udara.

Peralatan
• Alat tulis (pensil, penghapus, pensil warna, penggaris, busur derajat, dll.)
• Kertas grafik
• Kertas kalkir atau plastik transparan
• Kertas A4.
• Peta-peta sebagai tugas

Tugas
1. Pada Gambar 6.14, terdapat beberapa titik ketinggian (dalam meter) dan garis
yang menunjukkan aliran sungai. Buat kontur dengan interval 10m dari peta
tersebut.
a. Mulai dengan mengamati data ketinggian yang ada, tandai ketinggian
maksimum dan minimum. Amati kemiringan lereng secara umum.
b. Kontur paling bawah (110m) telah dibuat. Tidak ada nilai yang benar-
benar 110m pada peta, namum perhatikan bahwa kontur 110m terletak
dekat dengan titik ketinggian 111m dan relative lebih jauh dari titik
106m.
c. Perhatikan juga bahwa kontur berbentuk “V” ketika melewati sungai.
d. Lanjutkan untuk kontur 120m dan seterusnya.
2. Lakukan langkah-langkah yang sama dengan tugas 1 untuk peta pada Gambar
6.15. kemudian buat penampang barat timur yang memotong titik ketinggian
65m di bagian tengah peta.
3. Gunakan peta dan ilustrasi morfologi pada Gambar 6.16.
a. Buat peta topografi pada lembar tugas dengan interval kontur 20m.
b. Buat penampang topografi barat-timur melewati BM 275 (dengan skala
vertikal dan horisontal yang sama)
4. Gunakan peta topografi daerah Bantarujeg pada Gambar 6.17
a. Identifikasi sungai sungai yang digambarkan pada peta topografi
tersebut.
b. Perhatikan sungai-sungai kecil yang mengalir ke S.Cilutung.
c. Analisis pola aliran sungai yang ada.

Anda mungkin juga menyukai