Anda di halaman 1dari 29

BAB 2

KRITERIA DESAIN HIDROLOGI & DRAINASE

2.1 STANDAR PERENCANAAN


1) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina
Marga Surat Edaran Nomor: 23/ SE/ Db/ 2021 Tentang Pedoman Drainase Jalan.
2) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina
Marga Surat Edaran Nomor: 23/ SE/ M/ 2015 Tentang Pedoman Perancangan
Drainase Jembatan.
3) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina
Marga Surat Edaran Nomor: 21/ SE/ Db/ 2021 Tentang Pedoman Pembahasan
penyelenggaraan Keamanan Terowongan.
4) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina
Marga Surat Edaran Nomor: 05/ SE/ Db/ 2017 Tentang Perubahan Surat Edaran
Direktur Jenderal Bina Marga Um.01.03-Db/ 242 Penyampaian Ketentuan Desain dan
Revisi Desain Jalan dan Jembatan, Serta Kerangka Acuan Kerja Pengawasan Teknis
Untuk Dijadikan Acuan Di Lingkungan Ditjen Bina Marga.
5) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Sumber Daya Air,
Surat Edaran Nomor 12A/SE/D/2016 Tentang Prosedur Penyusunan Rekomendasi
Teknis Perizinan Pengusahaan Sumber Daya Air dan Penggunaan Sumber Daya Air
Di Direktorat Sumber Daya Air.
6) Pedoman Konstruksi dan Bangunan PdT-10 – 2005 – B; Penanganan Tanah
Ekspansif Untuk Konstruksi Jalan.
7) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Sumber Daya Air,
Surat Nomor BM 0603-Db/849, Jakarta 03 Agustus 2021, Hal Rekomendasi Teknis
Penerapan Ruang Bebas (Clear Zone), Perkerasan Jalan pada Jalan Tol di
Indonesia.
8) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444).
9) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 08/PRT/M/2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai.
10) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pengalihan Alur Sungai.
11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12, Tentang Penetapan Wilayah
Sungai, 2012.

Hal II-1
12) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 01/PRT/M/2016 Tentang Tata Cara Perizinan Pengusahaan Sumber Daya Air
dan Penggunaan Sumber Daya Air.
13) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 50/PRT/M/2015 Tentang Ijin Penggunaan Sumber Daya Air.
14) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655).
15) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2020 tentang Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
40).
16) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 19/PRT/M/2011
tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 900).
17) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 269/KPTS/M/2006 tentang Pedoman
Perencanaan Sistem Drainase Jalan.
18) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 Tentang
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
19) Pd. T-04-2002-B tentang Tata Cara Penanggulangan Erosi Permukaan Lereng
Permukaan Jalan dan Tanaman.
20) Pd. T-05/BM/2005 tentang Hidrolika Untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan.
21) Pedoman Bidang Jalan dan Jembatan No. 15/ P/ BM/ 2021, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina Marga.
22) Pedoman Teknis No. 05/BM/2013 Tentang Pedoman Perancangan Drainase
Perkotaan.
23) SNI 03-1724-1989 tentang Tata Cara Desain Hidrologi dan Hidrolika untuk Bangunan
Sungai.
24) SNI 02-2406-1991 tentang Tata Cara Desain Umum Drainase Perkotaan.
25) SNI 03-2415-1991 tentang Metode Perhitungan Debit Banjir.
26) SNI 03-2453-2002, tentang Tata Cara Desain Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan
Pekarangan.
27) SNI 3981, 2008 tentang Desain Instalasi Saringan Pasir Lambat.
28) SNI-2415-2016, tentang Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana.
29) SNI 1725 : 2016, Pembebanan Untuk Jembatan.
30) Manual No. 01-1/BM/2005 tentang Hidrolika untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan
31) Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan (KP-01 sampai KP-08) dari Departemen
Pekerjaan Umum.

Hal II-2
32) Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data II, Soewarno, Nova, Bandung,
1995.
33) Hidrologi untuk Pengairan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.
34) Ven Te Chow : “Hidrolika Saluran Terbuka”, Erlangga Jakarta, 1989.
35) CD Soemarto : “Hidrologi Teknik”, Usaha Nasional, Surabaya, 1987.

2.2 KONSEP DASAR ANALISA HIDROLOGI


2.2.1 Hidrologi
Analisis hidrologi dimaksudkan untuk memprediksi karakteristik hujan rancangan dan debit air
rancangan yang akan digunakan sebagai dasar dalam penentuan dimensi saluran di sekitar
kawasan jalan tol yang akan dikembangkan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam suatu
analisis hidrologi, yaitu:
a. Curah Hujan Rata-rata Maksimum Area DAS (Area Rainfall)
• Beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan point rainfall, adalah Annual
Series, Partial Series dan Annual Exeedence. Untuk mendapatkan nilai area rainfall yang
memiliki keakuratan yang baik, perlu dianalisa dahulu point rainfall masing-masing stasiun
yang digunakan.
• Analisa curah hujan maksimum daerah dapat diperoleh dengan penentuan area rainfall
yang dapat dianalisa dengan menggunakan satu diantara metode berikut, yaitu metode
rerata aljabar, poligon Thiessen dan/atau isohyet.
• Nilai rata-rata curah hujan harian maksimum (dalam tingkatan data) harus diuji secara
statistik terhadap nilai maksimum dan minimumnya, yang dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Iwai.
b. Distribusi Frekuensi
• Beberapa distribusi yang dapat digunakan, antara lain distribusi normal, log- normal,
extreme value Type I (Gumbel), dan/atau log Pearson III (LP3).
• Analisis frekuensi untuk pemilihan distribusi hujan yang sesuai untuk daerah yang ditinjau
dapat dilakukan dengan metode yang lazim digunakan di Indonesia, yaitu metode moment.
Dengan menghitung parameter statistik seperti nilai rerata, standar deviasi, koefisien
variasi, koefisien skewness dan koefisien kurtosis dari data yang ada serta diikuti dengan
uji statistik, maka distribusi probabilitas hujan yang sesuai dapat ditentukan.
c. Uji Kesesuaian Distribusi
• Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengujian kesesuaian distribusi, yaitu uji
Sminov-Kolmogorov dan/atau uji Chi Kuadrat.
d. Intensitas Hujan
• Curah hujan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan hasil analisis perlu diubah
menjadi lengkung intensitas curah hujan, yang akan digunakan dalam perencanaan
saluran (hidrolika).
• Lengkung intensitas dapat diperoleh dengan data hujan otomatik dan/atau empirik. Apabila
dengan cara empirik, perhitungan lengkung intensitas dapat dilakukan dengan metode
Haspers dan/atau Mononobe, yang hasilnya diinterpretasikan dalam bentuk grafik dengan
sumbu Y adalah nilai intensitas dan sumbu X adalah nilai durasi.
e. Debit Banjir Rencana
• Penentuan debit banjir rencana dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
Rasional, Regresi dan/atau Hidrograf.
f. Debit banjir rencana wajib dipakai dari perhitungan debit apabila tersedia data ketinggian air
pada suatu pengaliran sungai.

Hal II-3
2.2.2 Sistem Drainase Jalan Tol
Sistem drainase permukaan jalan terdiri dari saluran samping, gorong-gorong dan saluran
penangkap (interceptor ditch). Beberapa ketentuan-ketentuan dalam perencanaan drainase atau
hidrolika yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
a. Sebelum merencanakan keseluruhan saluran tersebut, harus dipenuhi beberapa ketentuan
antara lain sebagai berikut Alinyemen vertikal jalan, tipe saluran yang dipakai, kemiringan
saluran yang diperbolehkan.
b. Periode ulang perencanaan saluran drainase, yaitu 10 tahun (saluran drainase jalan dan
saluran samping), 25 tahun (saluran samping yang masuk ke gorong-gorong), 25 tahun
(gorong-gorong), 50 tahun (sungai dengan debit < 200 m3/detik) dan 100 tahun (sungai
dengan debit ≥ 200 m3/detik).
c. Pada perencanaan saluran samping, dapat dihitung dengan formula aliran seragam dengan
rumus kontinyuitas yang dipengaruhi oleh 2 (dua) variabel, yaitu luas penampang basah
saluran dan kecepatan aliran. Kecepatan aliran harus diperhitungkan dengan
mempertimbangkan variabel koefisien Manning, jari-jari hidrolis saluran dan kemiringan dasar
saluran.
d. Pada perencanaan gorong-gorong, harus memperhatikan beberapa ketentuan berikut:
• Perencanaan gorong-gorong, baik itu dengan bentuk pipa tunggal dan/atau lebih ataupun
box culvert, dipertimbangkan mengenai topografi daerah aliran karena akan menyangkut
kedalam beberapa ketetapan, yaitu bentuk, dimensi, elevasi dasar inlet dan outlet,
panjang serta kemiringan gorong-gorong.
• Perencanaan gorong-gorong diperhitungkan terhadap 3 (tiga) kondisi keadaan aliran,
yaitu aliran bebas (free flow), aliran transisi (transition flow) dan aliran
• tekan (pressure flow).
• Ditempatkan melintang pada jalan yang berfungsi untuk menampung air dari selokan
samping jalan dan membuangnya.
• Harus cukup besar untuk melewatkan debit air maksimum dari daerah pengaliran secara
efisien.
• Harus dibuat dengan tipe permanen, dan bagian gorong-gorong secara umum terdiri dari
4 (empat) bagian konstruksi utama yaitu:
• Pipa kanal air utama, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bagian udik ke
bagian hilir
• Tembok kepala yang menopang ujung lereng jalan, tembok penahan yang
dipasang bersudut dengan tembok kepala, untuk menahan bahu jalan dan
kemiringan jalan
• Apron (lantai dasar) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya erosi
dan dapat berfungsi sebagai dinding penyekat Lumpur, bentuk gorong- gorong
tergantung pada tempat dan tingginya timbunan serta besarnya debit yang
dialirkan
• Bak penampung diperlukan pada kondisi pertemuan antara gorong-gorong dengan
saluran tepi atau pertemuan lebih dari dua aliran
• Kemiringan gorong-gorong dibuat agar aliran air didalam gorong-gorong berfungsi
dengan sempurna dan tidak menimbulkan erosi maupun sedimentasi, untuk keperluan
tersebut kemiringan gorong-gorong dibuat antara 0.5 % - 2 %.
• Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 m, untuk di daerah pegunungan,
atau daerah bergelombang bisa dua atau tiga kali lebih panjang, atau disesuaikan
dengan lokasi alur drainase eksisting yang ada.
• Dimensi gorong-gorong (untuk tipe gorong-gorong bulat) diameter minimum 150 cm
dan untuk tipe gorong-gorong persegi, tinggi (h) minimum 150 cm. Kedalaman gorong-
gorong yang aman terhadap permukaan jalan tergantung pada tipe gorong-gorong,
apakah itu tipe pipa tunggal dan lebih ataupun tipe persegi (box culvert).

Hal II-4
• Daerah Timbunan

- Saluran samping pada daerah timbunan mempunyai fungsi menjaga muka air
tanah pada badan jalan

- Tipe dari saluran samping disesuaikan dengan fungsi diatas, dengan penambahan bangunan
saluran pengaman timbunan tinggi
• Daerah Galian

- Saluran samping pada daerah galian mempunyai fungsi menjaga interupsi muka air tanah dari
daerah galian dan badan jalan

- Tipe dari saluran samping disesuaikan dengan fungsi diatas dengan penambahan bangunan sub
drain apabila perlu.
Seluruh jenis struktur bangunan air yang merupakan sarana untuk mengalirkan banjir aliran
permukaan ditentukan berdasarkan analisis banjir rencana aktual (Actual High Water Level) yang
didapat dari peninjauan lapangan langsung, pada saat Preliminary Hydrology Survai yang
dilakukan bersama Survai Pendahuluan. Sedangkan Bangunan yang dipakai sebagai sarana irigasi
apabila terjadi relokasi atau perubahan bangunan, maka dilakukan analisa sesuai dengan
ketentuan perencanaan irigasi (KP-01 sampai KP-08) dari Dep. PU Pengairan.
Parameter yang dapat dijadikan sebagai input dalam analisa banjir dan perencanaan dimensi
bangunan yang terkait dengan aliran air permukaan diantaranya adalah:
a.Tinggi Muka Air Banjir (h)
b.Lebar rata-rata penampang basah saluran/sungai berdasarkan MAB (Muka Air Banjir).
c. Luas perimeter basah saluran berdasarkan MAB.
d.Menempatkan level finish grade  1,50 m dari kondisi level Muka Air Banjir (MAB) pada daerah
banjir.
e.Pada saluran yang dianggap penting, level finish grade ditetapkan sesuai dengan analisa aliran
kapiler dalam tanah timbunan (sub surface flow), untuk penentuan level dasar saluran.
f. Menempatkan struktur yang lebih besar pada daerah yang diklasifikasikan rawan banjir sesuai
dengan hasil analisa banjir. Penempatan secara graduated : gorong-gorong pipa, gorong-
gorong box, jembatan.
g.Pada lokasi jembatan, clearance disesuaikan terhadap bentuk dan karakteristik sungai. Belum
ada ketentuan baku dalam kasus ini, umumnya disesuaikan dengan parameter debit
(besaran debit) atau secara praktis tinggi jagaan (clearance), ditetapkan berdasar estimasi
berbagai sumber referensi :
 Sungai kecil, bentang normal < 40,0 m : 1,00 m.
 Sungai sedang, bentang normal 40 ~ 60 m : 1,50 m.
 Sungai besar, bentang normal > 60,0 m : 2,00 m.
h.Dalam menentukan level alinemen vertikal, besaran-besaran di atas harus didasarkan kondisi
Muka Air Banjir yang pernah terjadi, yang terdata setelah dilakukan survai lapangan.
Dalam analisis hidrologi curah hujan merupakan input yang paling utama, oleh karena itu akan
dibahas beberapa pengertian yang berhubungan dengan curah hujan yaitu :
a.Durasi Hujan
Durasi Hujan adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) diperoleh terutama
dari hasil pencatatan alat ukur hujan otomatis yang telah disusun oleh Badan Meteorologi
dan Geofisika, Departemen Perhubungan.
b.Intensitas Hujan

Hal II-5
Intensitas adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap
satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan
dan frekuensi kejadiannya.
c. Lengkung Intensitas
Lengkung Intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan
dengan durasi hujan, hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk lengkung intensitas hujan
dengan kala ulang hujan tertentu.
d.Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling
jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran.
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi :
 Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan
tanah menuju saluran drainase.
 Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang
saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan persamaan :
t c = to + td
Lama waktu mengalir di dalam saluran (td) ditentukan dengan Persamaan sesuai dengan
kondisi salurannya. Untuk saluran alami, sifat – sifat hidroliknya sulit ditentukan karena
merupakan aliran turbulen, maka td dapat ditentukan dengan menggunakan perkiraan
kecepatan air seperti pada Tabel 2.1.
Pada saluran buatan nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran
dinding saluran menurut Manning, Chezy atau yang lainnya.
Tabel 2.1. Tabel Kecepatan untuk Saluran Alami
Kemiringan rata-rata dasar saluran (%) Kecepatan rata-rata (meter/dt)
Kurang dari 1 0,40
1-2 0,60
2-4 0,90
4-6 1,20
6 - 10 1,50
10 - 15 2,40
Sumber : SNI 03-3424-1994

Hal II-6
Secara umum analisa hidrologi, disampaikan pada Bagan Alir Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1. Bagan Alir Analisa Hidrologi

Hal II-7
2.3 PENGOLAHAN DATA HUJAN
a. Hujan rata-rata untuk suatu daerah dapat dihitung dengan Persamaan (thiesen) sebagai
berikut :

R =

Dimana :
R = Curah Hujan Daerah
R1, R2, .., Rn = Curah hujan di tiap titik pengamatan
A1, A2, .., An = Bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
b.Melengkapi Data Hujan
Hasil pengukuran hujan yang diterima oleh pusat meteorologi dan geofisika dari tempat-tempat
pengamatan hujan kadang-kadang ada yang tidak lengkap, sehingga di dalam daftar hujan
yang disusun ada data hujan yang hilang. Untuk melengkapi data hujan yang hilang itu dapat
digunakan Persamaan sebagai berikut :

r=

Dimana :
R = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R datanya
harus lengkap.
rA, rB, rC = Curah hujan ditempat pengamatan RA, RB, RC.
RA, RB, RC = Curah hujan rata-rata setahun di A, B, C.
Atau dapat juga dilakukan dengan metode reciprocal method (inversed square distance)
sebagai berikut:

dimana:
= hujan pada stasiun x yang diperkirakan (mm)

= hujan pada stasiun n yang diketahui (mm)

= jarak antara stasiun X dan N (m)


n = jumlah stasiun hujan
c. Uji Abnormal
Nilai rata-rata curah hujan harian maksimum (dalam ranking data) harus diuji secara statistis
terhadap nilai maksimum dan minimumnya. Pengujian dilakukan dengan metoda Iwai :
Log (Xε + b) = log (Xo + b) ± γε . Sx
dimana :
Sx =

Harga perkiraan awal dari Xo :

Hal II-8
Log Xo = log Xi

d.Distribusi Frekwensi
Penggunaan distribusi frekwensi menggunakan tiga metode yaitu :
 Distribusi Gumbel
Harga ekstrim distribusi gumbel adalah :

.S

Dimana :
XT = besarnya curah hujan pada periode ulang tertentu (T tahun)
X = harga rata-rata sample
YT = reduced variate, merupakan fungsi dari probabilitas

= -ln

Yn = reduced variate mean (rata-rata YT), merupakan fungsi dari pengamatan.


Sn = reduced variate standard deviation, merupakan koreksi dari penyimpangan.
S = deviasi standar sample.
Syarat Distribusi Gumbel :
1. Koefisien Skewness : Cs = 1,14
2. Koefisien Kurtosis : Ck = 5,40
 Distribusi Log Pearson
Persamaan Distribusi Log Pearson adalah :
Log R = log + KT . S x

Log R =

Sx =

G =

Dimana :
RT = besarnya curah hujan pada periode ulang tertentu (T tahun).
R = tinggi curah hujan harian maksimum (mm).
Sx = deviasi standar.
G = koefisien assimetri pearson.
kT = koefisien skewness pearson, untuk nilai-nilai tertentu didapat dari interpolasi.
Distribusi Log Pearson III tidak memberikan batasan syarat terhadap koefisien skewness.
 Distribusi Log Normal

Hal II-9
Persamaan kurva frekuensi :
Log x = + Y . Sx
Dimana :
= rata-rata logaritma x
Y = faktor frekwensi, tergantung dari kala ulang
Sx = deviasi standar
Syarat distribusi log normal :
Cs = 3 Cv
Dari tiga macam jenis distribusi seperti tersebut diatas dipilih distribusi frekwensi yang
memenui syarat dari masing-masing distribusi, yaitu curah hujan rancangan dengan nilai
terbesar untuk masing-masing periode ulang setelah dilakukan pengujian terhadap koefisien
skewness dan kurtosis.
e.Uji Kecocokan (Pengujian Distribusi Frekwensi)
 Uji Smirnov - Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik,
karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Pengujiannya
dilakukan dengan membandingkan probabilitas dari distribusi empiris dan teoritisnya.
Probabilitas empiris dirumuskan :

Pe = (%)

Dimana :
Pe = probabilitas empiris
m = nomor urutan ranking data
n = jumlah data
 Uji Chi Kuadrat
Uji Chi kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang
yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Uji
Chi kuadrat ini dapat dihitung dengan Persamaan sebagai berikut :

Xh2 =

Dimana :
Xh = parameter chi kuadrat terhitung.
G = jumlah sub-kelompok.
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub-kelompok ke i.
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i.
f. Analisa Intensitas Hujan
Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam Persamaan rasional dapat dihitung dengan
Persamaan :

I = mm/jam

Dimana :
R24 = Curah hujan rancangan setempat dalam mm.

Hal II-10
tc = Lama waktu konsentrasi.
I = Intensitas hujan dalam mm/jam.

Intensitas Hujan Efektif dapat dituliskan dengan Persamaan :


Ief = Ixα

Dimana :
Ief = Curah hujan efektif
I = Intensitas curah hujan
α = Koefisien pengaliran
Catatan :
Penerapan Persamaan tersebut di atas dilakukan untuk daerah-daerah yang mempunyai
catchment area yang luas (daerah aliran sungai), dimana agak menyulitkan untuk
mendapatkan nilai-nilai koefisien pengaliran yang eksak.

Nilai koefisien pengaliran dapat juga ditetapkan dengan meninjau kondisi fisik, karakteristik
tanah dan tata guna lahan lihat “Tabel 2.2. KOEFISIEN PENGALIRAN”

Tabel 2.2. Koefisien Pengaliran


No. Jenis Permukaan Koefisien 
1. Jalan Aspal 0,70 – 0,95
2. Bahu Jalan 0,70 – 0,85
3. Jalan Beton 0,70 – 0,95
4. Talud Timbunan 0,40 – 0,65
5. Daerah Perkotaan 0,70 – 0,95
6. Daerah Pinggir Kota 0,60 – 0,70
7. Daerah Pemukiman 0,40 – 0,60
8. Taman & Kebun 0,20 – 0,40
9. Daerah Persawahan 0,45 – 0,60
Sumber : SNI 03-3424-1994
Catatan :
Penerapan nilai-nilai koefisien di atas digunakan untuk daerah-daerah yang mempunyai
catchment area yang sempit (kridor jalan utama) sehingga nilai-nilai koefisien pengaliran yang
eksak dapat dengan mudah ditentukan.

2.4 PERHITUNGAN DEBIT LIMPASAN ( Q ).


Untuk menghitung Debit Banjir suatu sungai, cukup banyak metode yang dapat dipergunakan.
Tergantung dari kondisi dan situasi daerah yang akan ditinjau, juga seberapa banyak data
pendukung yang didapatkan. Berdasarkan hal tersebut diatas.
a. Cara Analisis metode Rasional
Menentukan debit aliran rencana dihitung dengan metode Rasional , apabila aliran atau
Cathment area cukup kecil kurang dari 0.80 km2 yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Hal II-11
Q = f x C x I x A
Dimana :
Q = Debit banjir rencana.
f = Faktor konvensi ( =0.278 )
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan pada durasi yang sama dengan waktu konsentrasi dan pada
periode ulang hujan tertentu ( mm / jam )
A = Luas daerah aliran ( km2 )
Persamaan Rasional digunakan untuk Menghitung saluran samping dan gorong gorong yang
berada disepanjang koridor jalan Utama.
 Intensitas curah hujan (I) dihitung berdasarkan data-data sebagai berikut:
 Data Curah Hujan
 Merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun.
 dinyatakan dalam mm/hari; data curah hujan ini diperoleh dari lembaga meteorologi
dan geofisika, untuk stasiun curah hujan yang terdekat dengan lokasi sistim pengaliran
yang ada, jumlah data curah hujan paling sedikit dalam jangka waktu 10 tahun.
 Periode Ulang Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan besar tertentu
mempunyai periode ulang tertentu, periode ulang rencana untuk Saluran dan gorong-
gorong ditentukan 10 tahun, atau seperti pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Periode Ulang dan Tinggi Jagaan


No. Jenis Material Periode Ulang Tinggi Jagaan
(tahun)
1 Sungai besar 100 2.0
2 Sungai kecil/saluran 50 1.0
3 Gorong – gorong 25 0.5
4 Saluran drainase jalan dan side ditch 5 0.3

Sumber : SNI 03-3424-1994

 Waktu konsentrasi (Tc), dihitung dengan Persamaan :


Tc = T1 + T2

T1 = ( )0.167

T2 =

Dimana :
Tc = Waktu konsentrasi (menit)
T1 = Waktu Inlet (menit)
T2 = Waktu Aliran (menit)
Lo = Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
L = Panjang saluran
nd = Koeffisien hambatan (Manning’s Coeficient)

Hal II-12
s = Kemiringan daerah pengaliran
V = Kecepatan air rata-rata di Saluran (m/det)
 Luas daerah pengaliran batas-batasnya tergantung dari daerah pengaliran dan daerah
sekelilingnya dan ditetapkan sesuai dengan hasil peta catchment area.
 Harga koefisien pengaliran (C) untuk berbagai kondisi ditentukan berdasarkan: Tabel. 2.4.

Tabel 2.4. Hubungan Kondisi Permukaan Tanah dan Koefisien Pengaliran

No. Kondisi Permukaan Tanah Koefisien Pengaliran C*


1 Jalan beton dan jalan aspal 0.70 – 0.95
2 Jalan kerikil dan jalan tanah 0.40 – 0.70
3 Bahu jalan :
- tanah berbutir halus 0.40 – 0.65
- tanah berbutir kasar 0.10 – 0.20

- batuan masif keras 0.70 – 0.85


- batuan masif lunak 0.60 – 0.75

4 Daerah perkotaan 0.70 – 0.95

5 Daerah pinggir kota 0.60 – 0.70

6 Daerah industri 0.60 – 0.90

7 Pemukiman padat 0.40 – 0.60

8 Pemukiman tidak padat 0.40 – 0.60

9 Taman dan kebun 0.20 – 0.40

10 Persawahan 0.45 – 0.60

11 Perbukitan 0.70 – 0.80

12 Pegunungan 0.75 – 0.90

Sumber : SNI 03-3424-1994

Bila daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan yang mempunyai nilai
C yang berbeda; harga C rata-rata ditentukan dengan persamaan berikut :

C =

Cn = Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan.


An = Luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai dengan kondisi
permukaan.
b.Analisis metode Regresi.
Metode regresi digunakan untuk memperkirakan debit puncak banjir daerah aliran sungai dan

Hal II-13
Sub daerah aliran dengan keadaan data yang minim.
Parameter yang digunakan antara lain :
 Area ( A ).
Luas daerah aliran sungai ditentukan dari base map skala 1 : 25.000.
 Rata rata curah hujan harian ( R ).
Rata rata curah hujan harian dipengaruhi oleh faktor koefisien Thiesen dan luas
Pengaruhnya.
 Kemiringan sungai ( S )
Beda tinggi antara titik tertinggi pada alur sungai utama dengan elevasi sungai pada
jembatan yang diselidiki. Nilai minimal s = 0.100 %.
 Luas genangan (A l ).
Luas genangan atau danau adalah luas yang berpengaruh terhadap debit puncak banjir
disebelah hilirnya.

Persamaan regresi dari parameter- parameter tersebut untuk menentukan debit banjir
tahunan rata rata adalah :

X =

Dimana :
V = 1.02 – 0.0275 log A
Debit Banjir periode ulang dirumuskan sebagai berikut:
QN = C. X
Dimana:
QN = debit Banjir rencana.
C = Factor Pembesar.

Hal II-14
Tabel 2.5. Nilai Faktor Pembesar (C)

Periode Variasi
Luas DPS (km2)
Ulang Reduksi
T Y
< 180 300 600 900 1200 > 1500
5 1,5 1,28 1,27 1,24 1,22 1,19 1,17
10 2,25 1,56 1,54 1,48 1,44 1,41 1,37
20 2,97 1,88 1,84 1,75 1,70 1,64 1,59
50 3,90 2,35 2,30 2,18 2,10 2,03 1,96
100 4,60 2,78 2,72 2,57 2,47 2,37 2,27
200 5,30 3,27 3,20 3,01 2,89 3,78 2,66
500 6,21 4,01 3,92 3,70 3,56 3,41 3,27
1000 6,91 4,68 4,58 4,32 4,16 4,01 3,85

Sumber : IOH/DPMA, 1983.


c. Metoda hidrograf
Pemanfaatan hidrograf satuan untuk luas daerah aliran sungai > 25 km 2, digunakan sebagai
pembanding terhadap metode rasional dan regresi, dengan rumus :
Qp = ( x A x Ro) / (0,3 Tp + T0,3)
dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3/det)
 = faktor konversi ( = 0,278)
A = luas daerah aliran sungai / catchment area (km2)
Ro = curah hujan satuan (Ro = 1 mm)
tg = waktu konsentrasi (men)
= 0,21 x L0,70 untuk L < 15 km
= 0,4 + 0,058 x L untuk L > 15 km
L = panjang alur sungai terpanjang sampai ke titik yang dituju/jembatan (km)
Tp = waktu pengaliran untuk mencapai ke puncak banjir (jam)
I = intensitas curah hujan efektif (mm/jam)
Kurva hidrograf, dipakai persamaan Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (penggunaan
hidrograf lainnya seperti Gamma, Sneider dapat digunakan sebagai pembanding) :
 Kurva Naik.
t  Tp
t  2,037
 Kurva Turun 1.
Tp  t  (Tp + T0,3)

 Kurva Turun 2.

Hal II-15
(Tp + T0,3)  t  (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
 Kurva Turun 3.
t  (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
Dengan memasukkan harga t = 1, 2, …., 24 jam maka didapat nilai Qt (debit banjir untuk jam
ke t), dan hasil tersebut ditabulasikan dalam Tabel Perhitungan Kurva HSS Nakayasu.
Untuk mendapatkan debit banjir rencana yang disesuaikan periode ulang, nilai-nilai Qt
ditransformasikan terhadap distribusi intensitas curah hujan efektif.
Dari hasil transformasi tersebut didapat nilai maksimum terbesar Q (m 3/det), dan dibuat kurva
hidrograf banjir yang terjadi pada jembatan/gorong-gorong tersebut.
Dengan memasukkan berbagai korelasi antara ketinggian muka air dan luas penampang
sungai/alur (pada jembatan/gorong-gorong), akan didapat suatu kurva debit sungai yang
menunjukkan berbagai variasi kedalaman air dan kapasitas sungai/gorong-gorong
Luas penampang (A) dan perimeter basah sungai (P), didapat secara planimetris dengan
menggunakan program Softdesk, dari surface hasil pengukuran situasi khusus.
Dengan cara coba-coba regresi terhadap kurva debit yang menghubungkan nilai Q dan H,
maka pada kondisi debit banjir rencana Qn (m3/det) didapat ketinggian muka air banjir Hn (m).
Dari perbedaan elevasi antara muka air banjir Hn dan elevasi terendah konstruksi bentang
jembatan, dinamakan tinggi jagaan jembatan (clearance).
Belum ditemukan standar pasti di Indonesia untuk tinggi jagaan ini, pada beberapa referensi
ditetapkan minimal 1,0 ~ 1,20 m.
d. Pemanfaatan Data Debit Sungai
Prosedur yang digunakan adalah sesuai bagan berikut :

Hal II-16
Pada Lokasi Penelitian Ketersediaan Data pada Lokasi Penelitian
tidak ada atau data
kurang dari 1 tahun 1 – 3 th 4 – 10 th 10 – 20 th Lebih dari 20 th

Perkiraan banjir tahunan Hitung banjir Hitung banjir


sesuai karateristik daerah tahunan dengan tahunan dari serial
aliran dengan persamaan metode Jumlah tahunan terbesar
regresi di atas batas
ambang

Apakah tersedia data yang


lebih panjang pada daerah
aliran yang berdekatan ?

Ya Tidak Plot lengkung


frekuensi banjir
Perkiraan banjir tahunan Bandingkan perkiraan
dengan data dari daerah dari banjir tahunan
aliran terdekat

Hitung QT dengan Perpanjang lengkung sesuai


mempergunakan faktor dengan periode ulang yang
pembesaran banjir tahunan diminta dengan
mempergunakan faktor
pembesaran

Apabila mungkin, bandingkan Hitung QT dengan lengkung


hasil perhitungan QT frekuensi banjir

Hal II-17
2.5 KONSEP PERENCANAAN DRAINASE
Perhitungan dimensi drainase didasarkan pada analisa hidraulika dan hasil analisa data curah
hujan. Prinsip yang digunakan adalah kapasitas debit saluran harus lebih besar dari debit limpasan
yang melewati saluran tersebut. Sedangkan tipe saluran dipilih berdasarkan kemudahan
pemeliharaan dan pelaksanaannya dengan tidak mengesampingkan kekuatan teknisnya serta
aspek ekonomisnya. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan digunakan saluran samping trapsium
pasangan batu (open canel), sedangkan saluran melintang (cross canel) menggunakan gorong-
gorong beton bertulang (RCP).
Bagan alir metode analisis saluran disampikan pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2. Metodologi Analisis Saluran

Hal II-18
Beberapa analisa hidraulika untuk bangunan drainase yang digunakan pada proyek ini adalah
sebagai berikut :
2.5.1. Analisa Hidraulika Saluran Drainase
a. Perencanaan Saluran Samping
Saluran samping (side ditch) direncanakan berdasar aliran seragam (uniform flow)
dengan Persamaan kontinuitas:

Dimana:
= kapasitas saluran ( )

F = luas penampang basah saluran ( )


V = kecepatan aliran (m/det)
Besarnya kecepatan aliran dihitung dengan Persamaan Manning:

Dimana:
= koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis saluran (m)

F = luas penampang basah saluran ( )


P = keliling basah saluran (m)
So = kemiringan dasar saluran

Untuk beberapa kasus pada jembatan atau bangunan fasilitas drainase dengan
perubahan penampang sungai/ saluran yang dinilai cukup ekstrim dan potensial
menimbulkan terjadinya back water maka perlu dipertimbangkan dilakukan analisa
hidraulika dengan Step Method menerapkan persamaan kontinuitas sebagai berikut:

Dimana:
h = kedalaman air (m)
z = elevasi dasar dari datum line (m)
V = kecepatan aliran (m/s)
g = percepatan gravitasi (m2/s)
hf = head loss (m)

 Waktu konsentrasi
Waktu pengaliran menuju saluran atau time of inlet dirumuskan:

Hal II-19
Dimana:
= waktu pengaliran menuju saluran (men)
l = panjang alur terpanjang (m)
= koefisien hambatan
So = kemiringan aliran
Waktu pengaliran dalam saluran atau time of flow dihitung berdasarkan sifat-sifat
hidrolis saluran dan dirumuskan:

(det)

(men)

Dimana :
= waktu pengaliran dalam saluran (men)
L = panjang saluran drainase (m)
V = kecepatan aliran (m/det)
Sehingga waktu konsentrasi ( ) dapat dirumuskan:

 Koefisien Manning
Nilai koefisien Manning untuk analisa dasar perencanaan dapat dilihat pada Tabel
2.6. berikut:

Tabel 2.6. Hubungan Kondisi Permukaan dengan Koefisien Hambatan nd

No. Kondisi Lapis Permukaan Nd


1 Lapisan semen dan aspal beton. 0.013
2 Permukaan licin dan kedap air. 0.020
3 Permukaan licin dan kokoh. 0.100
4 Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan 0.200
permukaan sedikit kasar.
5 Pada rumput dan rerumputan. 0.400
6 Hutan gundul. 0.600
7 Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan 0.800
hamparan rumput jarang sampai rapat.
Sumber : SNI 03-3424-1994
 Kemiringan dasar saluran
Untuk menghitung kemiringan saluran samping, dimana kemiringan topografi
terlalu curam atau landai dapat digunakan Persamaan:

Hal II-20
Dimana:
So = kemiringan aliran
V = kecepatan aliran (m/det)
= koefisien hambatan
R = jari-jari hidrolis saluran (m)
 Kemiringan dinding saluran
Bentuk penampang saluran disarankan mempunyai kemiringan yang paling efisien
dari segi ekonomis dan masih memperhitungkan segi keamanannya. Umumnya
digunakan kemiringan 1 : 1 ~ 1,5 (ketentuan ini untuk saluran unlined ditch dengan
material tanah lempung).
 Tinggi jagaan (freeboard)
Freeboard adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air kondisi
rencana, didasarkan Persamaan:

Dimana:
W = tinggi jagaan (m)
D = kedalaman air di saluran (m)

b. Saluran Pengumpul
Saluran Pengumpul (interceptor) ditempatkan pada daerah galian atau timbunan yang
cukup tinggi, diletakan pada bantarannya. Bentuk saluran dapat didisain berbagai
bentuk akan tetapi bentuk paling ideal adalah bentuk segitiga, mengikuti bentuk blade
dari backhoe.
Tinggi maksimal galian atau timbunan didapat dari perhitungan stabilitas terhadap
longsoran dan tergantung dari faktor kohesi serta sudut geser material tanah dimana
perhitungan ditinjau pada saat lereng baru selesai dibangun.
Lebar bantaran (berm) dari galian atau timbunan didasarkan Persamaan:
b = 3,6 H1/3 – 3
dimana :
b = lebar bantaran ( m )
H = tinggi galian atau timbunan ( m )
Lebar bantaran juga harus memperhatikan faktor jalan inspeksi untuk kepentingan
pemeliharaan. Kelemahan yang mungkin terjadi kendala adalah keterbatasan lahan
atau damija yang ada.
Sesaat setelah dikerjakan harus segera dilakukan penanaman rumput yang berfungsi
untuk melindungi terhadap gerusan jika tiba-tiba terjadi hujan. Kwalitas tanah (borrow
material) yang digunakan untuk pondasi saluran juga harus mengikuti standar yang
ditetapkan dalam spesifikasi.
c. Saluran Median
Saluran Median (separator) ditempatkan pada daerah super elevasi. Bentuk saluran
dapat didisain sebagai saluran terbuka atau gorong-gorong. Penyesuaian terhadap
kondisi yang diinginkan akan membentuk berbagai alternatif desain. Konsep hidrolika
yang digunakan sama dengan konsep perencanaan saluran samping.

Hal II-21
Terjunan (chut way) digunakan jika elevasi outlet gorong-gorong mempunyai selisih
elevasi yang besar terhadap dasar saluran (terutama pada daerah timbunan),
konstruksi timbunan bersifat dan dianalisis sama dengan konsep saluran diperkeras
(lined ditch).
d. Metodologi Analisis Dimensi Gorong-gorong
 Landasan Teori
Penentuan tipe gorong-gorong (RCP atau BC) dilakukan setelah diketahui
besarnya debit banjir rencana. Untuk mendapatkan diameter atau ukuran yang
optimal maka disesuaikan terhadap
kemudahan pelaksanaan di lapangan maupun tersedianya barang di pasaran.
Penggunaan metode ini mengacu pada sistim yang dipakai oleh Bureu of Public
Roads (USAID). Dalam merencanakan gorong-gorong perlu dipertimbangkan
mengenai topografi daerah aliran/alur karena hal ini menyangkut beberapa
ketetapan antara lain :
 Bentuk gorong-gorong
 Dimensi gorong-gorong
 Elevasi dasar inlet dan outlet
 Panjang gorong-gorong
 Kemiringan gorong-gorong, ditetapkan antara 0,5 ~ 2,0 %.
Gorong-gorong diperhitungkan terhadap tiga kondisi keadaan aliran : (UNITED
STATES DEPARTMENT OF THE INTERIOR : ”DESIGN OF SMALL DAMS”,
OXFORD & IBH PUBLISHING CO., NEW DELHI, 1974).
 Aliran bebas (free flow), mulut gorong-gorong tidak tenggelam

Dengan syarat < 1,2

h = kedalaman air (m)


D = diameter/tinggi gorong-gorong (m)
Untuk mendapatkan sifat aliran digunakan tabel konversi dari USBR.
Tabel 2.7. Uniform Flow

0.01 0.0013 0.0066 0.00007 15.04 0.51 0.4027 0.2531 0.239 1.442

0.02 0.0037 0.0132 0.00031 10.57 0.52 0.4127 0.2562 0.247 1.415

0.03 0.0069 0.0197 0.00074 8.56 0.53 0.4227 0.2592 0.255 1.388

0.04 0.0105 0.0262 0.00138 7.38 0.54 0.4327 0.2621 0.263 1.362

0.05 0.0147 0.0325 0.00222 6.55 0.55 0.4426 0.264 0.271 1.336

0.06 0.0192 0.0389 0.00328 5.95 0.56 0.4526 0.2676 0.279 1.311

0.07 0.0242 0.0451 0.00455 5.47 0.57 0.4625 0.2703 0.287 1.286

0.08 0.0294 0.0513 0.00604 5.09 0.58 0.4724 0.2728 0.295 1.262

0.09 0.0350 0.0575 0.00775 4.76 0.59 0.4822 0.2753 0.303 1.238

0.10 0.0409 0.0635 0.00967 4.49 0.60 0.492 0.2776 0.311 1.215

Hal II-22
0.11 0.0470 0.0695 0.01181 4.25 0.61 0.5018 0.2799 0.319 1.192

0.12 0.0534 0.0755 0.01417 4.04 0.62 0.5115 0.2821 0.327 1.170

0.13 0.0600 0.0813 0.01674 3.86 0.63 0.5212 0.2842 0.335 1.148

0.14 0.0668 0.0871 0.01952 3.69 0.64 0.5308 0.2862 0.343 1.126

0.15 0.0739 0.0929 0.0225 5.54 0.65 0.5404 0.2882 0.35 1.105

0.16 0.0811 0.0985 0.0257 3.41 0.66 0.5499 0.2900 0.385 1.084

0.17 0.0885 0.1042 0.0291 3.28 0.67 0.5594 0.2917 0.366 1.064

0.18 0.0961 0.1097 0.0327 3.17 0.68 0.5687 0.2933 0.373 1.044

0.19 0.1039 0.1152 0.0365 3.06 0.69 0.5780 0.2948 0.380 1.024

0.20 0.1118 0.1206 0.0406 2.96 0.70 0.5872 0.2962 0.388 1.004

0.21 0.1199 0.1259 0.0448 2.87 0.71 0.5964 0.2975 0.395 0.985

0.22 0.1281 0.1312 0.0492 2.79 0.72 0.6054 0.2987 0.402 0.965

0.23 0.1365 0.1364 0.0537 2.71 0.73 0.6143 0.2998 0.409 0.947

0.24 0.1449 0.1416 0.0585 2.63 0.74 0.6231 0.3008 0.416 0.928

0.25 0.1535 0.1466 0.0634 2.56 0.75 0.6319 0.3017 0.422 0.910

0.26 0.1623 0.1516 0.0686 2.49 0.76 0.6405 0.3024 0.429 0.891

0.27 0.1711 0.1566 0.0739 2.42 0.77 0.6489 0.3031 0.435 0.873

0.28 0.1800 0.1614 0.0793 2.36 0.78 0.6573 0.3036 0.411 0.856

0.29 0.1890 0.1662 0.0849 2.30 0.79 0.6655 0.3039 0.447 0.838

0.30 0.1982 0.1709 0.0907 2.25 0.80 0.6738 0.3042 0.453 0.821

0.31 0.2074 0.1756 0.0966 2.20 0.81 0.6815 0.3043 0.458 0.804

0.32 0.2167 0.1802 0.1027 2.14 0.82 0.6893 0.3043 0.463 0.787

0.33 0.2260 0.1847 0.108 2.09 0.83 0.6969 0.3041 0.468 0.770

0.34 0.2355 0.1891 0.1153 2.05 0.84 0.7043 0.3038 0.473 0.753

0.35 0.2450 0.1935 0.1218 2.00 0.85 0.7115 0.3033 0.477 0.736

0.36 0.2546 0.1978 0.1284 1.958 0.86 0.7186 0.3026 0.481 0.720

0.37 0.2642 0.2020 0.1351 1.915 0.87 0.7254 0.3018 0.485 0.703

0.38 0.2739 0.2062 0.1420 1.875 0.88 0.7320 0.3007 0.488 0.687

0.39 0.2836 0.2102 0.1490 1.835 0.89 0.7384 0.2995 0.491 0.670

0.40 0.2934 0.2142 0.1561 1.797 0.90 0.7445 0.2980 0.494 0.654

0.41 0.3032 0.2182 0.1633 1.76 0.91 0.7504 0.2963 0.496 0.637

Hal II-23
0.42 0.3130 0.2220 0.1705 1.742 0.92 0.7560 0.2944 0.497 0.621

0.43 0.3229 0.2258 0.1779 1.689 0.93 0.7612 0.2921 0.498 0.604

0.44 0.3328 0.2295 0.1854 1.655 0.94 0.7662 0.2895 0.498 0.588

0.45 0.3428 0.2331 0.1929 1.622 0.95 0.7707 0.2865 0.498 0.571

0.46 0.3527 0.2366 0.201 1.590 0.96 0.7749 0.2829 0.496 0.553

0.47 0.3627 0.2401 0.208 1.559 0.97 0.7785 0.2787 0.494 0.535

0.48 0.3727 0.2435 0.216 1.530 0.98 0.7817 0.2735 0.489 0.517

0.49 0.3827 0.2468 0.224 1.500 0.99 0.7841 0.2666 0.483 0.496

0.50 0.3927 0.2500 0.232 1.471 1.00 0.7854 0.2500 0.463 0.463

United States Department of the Interior - Bureau of Reclamation : ”Design of Small Dams”,
Mohan Primlani, Oxford & IBH Publishing Co, New Delhi, 1974.

Untuk mendapatkan karakteristik aliran maka digunakan (Tabel 2.7. Uniform


Flow) :

 Langkah pertama adalah dengan menentukan kedalaman air h (ft) dengan


interval tertentu, sampai ketinggian atas gorong-gorong (3,281 ft, ukuran
gorong-gorong Ø 1,0 m atau BC 1,0 x 1,0 m).

 Tentukan nilai

 Tentukan nilai

 Hitung nilai r 2/3 - dalam ft, setelah diketahui r

 Tentukan nilai

 Hitung nilai A - dalam ft2

 Tentukan nilai

 Hitung nilai Q - dalam ft3/det

 Hitung nilai v - dalam ft/det

 Konversikan h, A, v dan Q ke Sistim Internasional, sehingga dapat


dibuatkan kurva debitnya (korelasi antara debit dan elevasi muka air).
 Mulut gorong-gorong tenggelam dan pengalirannya bersifat transisi

Hal II-24
Perubahan kondisi aliran dalam gorong-gorong dari aliran bebas ke aliran tekan
disebut aliran transisi, dengan persyaratan :
1,2 D ≤ h ≤ 1,5 D
 Aliran tekan (pressure flow)
Mulut gorong-gorong tenggelam, h > 1,5 D, debit yang dialirkan dirumuskan :

Q = Axv=Ax

g = percepatan grafitasi = 9,81 m/det.


H = jumlah tinggi energi termasuk kehilangan energi
= H 1 - H0
H1 = elevasi muka air di inlet
H0 = elevasi outlet + ½ x D (tinggi gorong-gorong)

 Kehilangan energi
Koefisien kehilangan energi ( f), dirumuskan :
 f = f e + fc + fb + fp + fr + fo

 Kehilangan energi di entrance (fe) :

fe = cx

c = koefisien entrance = 0,30


vt = At = ¼ x π x Ø2 (m2) - (Pipe Culvert)
vt = At = B x D (lebar x tinggi gorong-gorong) - (Box Culvert)
ve = Ae = B (lebar entrance) x H (tinggi entrance) - luas penampang
entrance
Dimensi entrance disesuaikan keadaan lapangan atau menggunakan
standar yang sudah biasa dipakai.

 Kehilangan energi akibat kontraksi (fc) :


fc = 0,100 m, akibat perubahan bentuk penampang.

 Kehilangan energi akibat belokan (fb) :

fb = x x

r = jari-jari gorong-gorong (m).


R = jari-jari belokan gorong-gorong (m).
 = sudut belokan (o).

 Kehilangan energi akibat gesekan (ff) :

ff = f1 x + f2 x x

Hal II-25
f1 = (pada gorong-gorong)

f2 = (pada entrance gorong-gorong)

L1 = panjang gorong-gorong
L2 = panjang entrance gorong-gorong

 Kehilangan energi akibat outlet (fo) :


fo = 0,20 ~ 0,250 m.

Bagan alir analisa gorong-gorong dapat dilihat pada gambar 2.3.

Hal II-26
Gambar 2.3 Bagan Alir Analisis Gorong-gorong

e. Perhitungan Scour
Perhitungan scouring menggunakan rumus :

Hal II-27
Ds = Ds1 + Ds2
dimana :
Ds1 = general scour

Yr = beda tinggi antara MAB dan MAN (Muka Air Normal)


V0 = kecepatan aliran pada zone scour (up stream)

Q = debit puncak banjir (m3/det)


Y0 = Muka Air Banjir (mab) pada zone scour (up stream)
C = konstanta aliran (1,0 ~ 1,2)
K = faktor rasio, lebih kecil dari 1.

A = penampang basah sungai


W = panjang pengaruh muka air dari jembatan
Ds2 = local scour

= 0,8

b = lebar efektif jembatan.


f. Masalah Sedimentas
Untuk menghitung jumlah sedimen yang ditransport, digunakan metode Meyer Peter
Müler (MPM) dengan rumus : (DWI PRIYANTORO : ”TEKNIK PENGANGKUTAN
SEDIMEN”, HIMPUNAN MAHASISWA PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK
UNIBRAW, MALANG, 1987).
Intensitas Angkutan Sedimen (ф)

Volume Sedimen selebar penampang sungai/saluran (S)

dimana :
 = intensitas angkutan sedimen
’ = intensitas pengaliran
S = jumlah sedimen yang ditransport (m3/hari)
g = percepatan grafitasi (= 9,81 m/det2)
 = (s -w) /w
s = berat jenis sedimen
w = berat jenis air

Hal II-28
Dm = diameter butiran efektif (D50 – D60)
b = lebar sungai/saluran (m)
g. Perencanaan Deck Drain
Perencanaan didasarkan dari luas permukaan per m2 untuk curah hujan
100 mm/jam, sesuai tabel berikut :

Tabel 2.8. Perbandingan antara Luas Permukaan dan Ukuran Pipa

Luas Permukaan (m2)


Ukuran Pipa
Kemiringan
mm (inchi) ½% 1% 2% 4%
80 3 15 20 30 40
100 4 30 45 65 90
125 5 55 80 115 160
150 6 85 125 175 250
200 8 180 260 365 520
250 10 330 470 665 945
Sumber : Pedoman Plambing Indonesia 1979

Catatan :
Jika curah hujan lebih besar dari 100 mm/jam, maka luas tersebut harus disesuaikan,
dengan cara mengalikan nilai tersebut dengan 10 dan dibagi dengan kelebihan curah
hujan dalam mm per jam.
h. Analisis Sub Drain
Untuk mengantisipasi akan adanya indikasi permukaan air tanah yang tinggi pada
rencana jalan akses tol, maka sangat diperlukan analisis air tanah yang akurat.
Berdasarkan pengamatan awal, maka hasil penyelidikan tanah akan dipakai sebagai
acuan utama disamping pengamatan lapangan untuk memprediksi ketinggian muka air
tanah sehingga jika ada desain sub drain akan dapat lebih dimatangkan.
Pumping yang terjadi pada perkerasan jalan diakibatkan oleh seepage atau rembesan
yang terjadi pada konstruksi jalan melebihi dari debit yang telah dihitung. Jika terjadi
kelebihan tersebut maka akan timbul gejala piping dan boiling yang akhirnya dapat
menghancurkan konstruksi jalan. Digunakan analisis flow net untuk merancang debit
dan dimensi sub drain agar tidak terjadi kondisi pumping pada perkerasan jalan,
dirumuskan :

q = x k x H (m3/det/m’)

dimana :
q = debit rembesan per meter panjang
nf = jumlah flow channel
ne = jumlah equipotential drop
k = koefisien permeabilitas (m/det)
H = tinggi air (m)

Hal II-29

Anda mungkin juga menyukai