Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG

Dalam upaya mengatasi/mengurangi masalah genagan air hujan


diberbagai Kota di Indonesia, maka pemerintah mempunyai strategi
dan program-program dibidang citra karya, dimana salah satu
program tersebut adalah sektor Drainase.
Ditinjau dari kesediaan sarana Drainase Kota yang ada saat ini,
terdapat indikasi bahwa tingkat kebutuhan sudah jauh diatas tingkat
penyediaan,

utamanya

untuk

kota-kota

yang

sedang

pesat

mengalami proses pembangunan.


Penyebab terjadinya banjir/genangan, pada dasarnya dapat dibagi
dua, yaitu akibat kondisi alam setempat misalnya curah hujan yang
relatif tinggi, kondisi topografi yang landai dan adanya pengaruh
pengempangan (back water) dari sungai atau laut. sedangkan yang
termaksud akibat dari tingkah laku manusia misalnya masih adanya
kebiasaan membuang sampah kedalam saluran/sungai akibat adanya
suatu bangunan misalnya gorong-gorong atau jembatan.
Selain dari itu masalah banjir/genangan dapat pula disebapkan
oleh karena belum tertatanya dengan baik sistem Drainase yang
diperlukan, atau kurang dipeliharanya sistem drainase yang telah
ada.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud

: Tugas ini merupakan bagian dari mata kuliah Drainase


Perkotaan dan merupakan persyaratan untuk mengikuti
ujian.

Tujuan

: Tujuan dari tugas Drainase Perkotaan ini adalah sebagai

berikut.

Analisa data curah hujan dari stasiun wilayah yang


direncanakan.
Menghitung itensitas curah hujan
Menghitung debit rencana
Mendimensi saluran drainase
Membuat gambar perencanaan

BAB II
KRITERIA PERENCANAAN
Dalam suatu pekerjaan untuk pelaksanaan perencanaan yang
mendetail

suatu

proyek

maka

diperlukan

suatu

pedoman

perencanaan untuk memudahkan perencanaan pedoman tersebut


biasa disebut dengan kriteria perencanaan.
Kriteria perencanaan harus disesuaikan dengan kondisi lokasi proyek,
agar dapat hasil seperti yang diharapkan. Kriteria perencanaan untuk
proyek dranase terdiri dari 5 (lima) pembahasan teknis yaitu :
1. Kriteria

Penentuan/Pembagian

Daerah

Pelayanan

(Sub.

Catchment Area)
2. Kriteria Pengukuran Topografi
3. Kriteria Hidrologi
4. Kriteria Hidrolika saluran dan bangunan
5. Kriteria Sturuktur
2.1 Kriteria Penentuan Pembagian Daerah Layanan (Sub.
Catchment Area)
Dalam menentukan luasan Catchment dari sebuah saluran yang
melayani suatu areal tertentu, perlu diperhatikan sistem drainase
pada kota tersebut secara keseluruhan. Mengingat

masing-masing

areal pelayanan dari setiap saluran merupakan sebuah sub sistem


dari sistem drainase kota sebagai suatu kesatuan. Penentuan
besarnya catchment area sangat bergantung dari beberapa faktor
antara lain :
a) Kondisi Topografi Daerah Proyek
b) Sarana/Prasarana Drainase yang telah ada
c) Sarana/Prasarana jalan yang sudah ada dan akan dibangun.
d) Sarana/Prasarana Kota lain seperti jalan listrik, air bersih,
telepon dan lain-lain.

e) Kesediaan Lahan Alur Saluran.


Kriteria Pengukuran Topograf
Pengukuran topografi saluran adalah untuk mendapatkan situasi
memanjang dan melintang atau alur atau situasi bangunan yang ada
dan akan direncanakan. Sebagai referensi untuk melaksanakan
pengukuran topografi digunakan titik-titik tetap yang telah ada di kota
yang bersangkutan. Metode pengukuran yang dilakukan meliputi :
1 Pengukuran Polygon/perbaikan peta
2 Pengukuran Water Pass (Levelling)
3 Cross Section
4 Pemasangan Bench Mark (BM)
2.2.1. Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
Pengukuran ini pada base line yang dibuat disebelah saluran
(pada bahu jalan atau tanggul) melalui patok-patok dengan
prosedur sudut polygon diukur seri ganda (biasa/jalur luar biasa)
dengan menggunakan Theodolit (TO)
2.2.2 Pengukuran Water Pass/Leveling
Pengukuran water pass ini menggunakan alat ukur Atomatic
Leveling seperti B2 Sokhisha dan Tiopeon.pengukuran dilakukan
pada titik polygon dan diikat ke titik refrensi yang dipakai.
2.2.3 Cross Section
Cross Section dilakukan setiap interval minimum 100 meter
dengan metode Stadia Survey dimana titik cross jalur sudah
dikontrol elevasinya dengan alat Automatic Levelling.
2.2.4 Pemasangan Bench Mark (BM)
Pemasangan Bench Mark (BM) dilakukan pada tempat-tempat
yang aman dan diikat ke sistem koordinat yang ada. BM ini
dibuat dari kolom beton 20/20 cm dengan tinggi 1.00 m, dan
bagian yang tertanam dalam tanah + 70 cm yang pangkalnya

dibuat kaki (pondasi telapak) bersilang untuk pemberat dan


stabilitas.
2.2.5 Titik Refrensi
Titik refrensi yang digunakan untuk pekerjaan drainase
adalah titik tetap yang ada didalam kota.
2.3 Kriteria Hidrologi
2.3.1 Data Curah Hujan
Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan
pengamat periode yang pendek, yakni dalam satu menit. Data yang
diperlukan diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan otomatis
yang digambarkan dalam bentuk grafik. Stasiun yang dipilih adalah
stasiun yang terletak didaerah perencanaan/observasi (Point Rainfall)
dan pada stasiun yang berdekatan dan masih memberi pengaruh
pada daerah perencanaan dengan sarat benar-benar dapat mewakili
kondisi curah hujan daerah tersebut.
Tahap awal pada pemilihan data curah hujan yang akan dipakai
dalam analisa adalah meneliti kualitas data curah hujan, yakni
mengenai lokasi pengamatan, lama pengamatan yang didapat di
andal adalah lebih besar dari 15 tahun.semakin banyak data dan
lebih

lama

periode

pengamatan

akan

lebih

akurat

kerena

kemungkinan kesalahan/penyimpangan bisa diperkecil.


Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak
didapat pada daerah perencanaan,maka analisa daerah itensitas
curah hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan
pengamatan maksimim selama 24 jam.
2.3.2 Analisa Curah Hujan
Metode yang digunakan dalam menganalisa curah hujan adalah
Metode Gumbel, Metode Hasper, Metode Iwai dan Metode Weduwen
dimana hasil perhitungan yang maksimal dari keempat metode
tersebut pada tiap-tiap stasiun merupakan curah hujan daerah
perencanaan, yang akan digunakan pada perhitungan selanjutnya.

2.3.2.1 Metode Gumbel


Rumus :
Xt = X + K. X
K =
Sx =

Yt Yn
Sn

. X

n 1

Dimana :
Xt = Besaran yang diharapkan terjadi dalam tahun

x
t

= Harga pengamatan rata-rata


= Periode Ulang

Yt = Reduced Variate
Yn = Reduced Mean
Sn = Reduced Standard Deviasi
Sx = Standard deviasi
Untuk nilai Sn, Yn, dan Yt dapat ddilihat pada tabel berikut ini
Tabel 2.1 Reduced Mean (YN)
N
10

0
0.49

1
0.49

2
0.50

3
0.50

4
0.51

5
0.51

6
0.51

7
0.51

8
0.52

9
0.52

20

52

96

35

70

00

28

57

81

02

20

30

0.52

0.52

0.52

0.52

0.52

0.53

0.58

0.58

0.53

0.53

40

36

52

68

83

96

00

20

82

43

53

50

0.53

0.53

0.53

0.53

0.53

0.54

0.54

0.54

0.54

0.54

60

62

71

80

88

96

00

10

18

24

30

70

0.54

0.54

0.54

0.54

0.54

0.54

0.54

0.54

0.54

0.54

80

36

42

48

53

58

68

68

73

77

81

90

0.54

0.54

0.54

0.54

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

10

85

89

93

97

01

04

08

11

15

18

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

21

24

27

30

33

35

38

40

43

45

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

48

50

52

55

57

59

61

63

65

67

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

69

70

72

74

76

78

80

81

83

85

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

0.55

86

89

89

91

92

93

95

96

98

99

0.56

00

TABEL 2.2 Reduced Standartd Diviation (SN)


N
10

0
0.94

1
1.96

2
0.983

3
0.99

4
1.00

5
1.02

6
1.03

7
1.04

8
1.04

9
1.05

20

96

76

71

00

06

16

11

93

65

30

0.06

1.06

1.075

1.08

1.08

1.09

1.09

1.10

1.10

1.10

40

28

96

11

68

15

61

04

47

80

50

1.11

1.11

1.119

1.12

1.12

1.12

1.13

1.13

1.13

1.13

60

24

59

26

55

85

13

39

63

88

70

1.14

1.14

1.145

1.14

1.14

1.15

1.15

1.15

1.15

1.15

80

13

36

80

99

19

38

57

74

90

90

1.16

1.16

1.163

1.16

1.16

1.16

1.16

1.17

1.17

1.17

10

07

23

58

67

81

96

08

21

34

1.17

1.17

1.177

1.17

1.17

1.18

1.18

1.18

1.18

1.18

47

59

82

93

03

14

24

34

44

1.18

1.18

1.187

1.18

1.18

1.18

1.19

1.19

1.19

1.19

54

63

81

93

98

06

15

23

30

1.19

1.19

1.195

1.19

1.19

1.19

1.19

1.19

1.19

1.20

38

45

59

67

73

80

87

94

01

1.20

1.20

1.202

1.20

1.20

1.20

1.20

1.20

1.20

1.20

07

13

26

32

36

44

89

55

60

1.20

65

TABEL 2.3 Reduced Variate (YT)


Rturn period (T) years

Reduced Variate

=T
2

(Yt)
0.3665

0.4999

10

2.2502

20

2.9606

25

3.1985

50

3.9019

100

4.6001

200

5.2140

500

6.2140

1000

6.9190

5000

8.5390

10000

9.2100

2.3.2.2 Metode Hasper


Rumus :
Rt = R + Sn . Ut
Dimana :
Rt = Curah hujan maksimum I
R2 = Curah hujan maksimum II
U1 = Standar variabel untuk periode ulang R1
U2 = Standar variabel untuk periode ulang R2

Sn

1 R1 R R 2 R

U 2
2 U 1

Tabel 2.4 Hubungan antara T dan U


T
1.00

U
-1.86

T
2.80

U
0.11

T
18.00

U
1.80

T
42.00

U
2.59

T
82.00

U
3.23

T
200

1.01

-1.35

3.00

0.17.

19.00

1.85

43.00

2.61

83.00

3.26

220

1.02

-1.28

3.20

0.24

20.00

1.89

44.00

2.63

84.00

3.28

240

1.03

-1.23

3.40

0.29

21.00

1.94

45.00

2.65

85.00

3.30

260

1.04

-1.19

3.60

0.34

22.00

1.98

46.00

2.67

86.00

3.33

280

1.05

-1.15

3.80

0.39

23.00

2.02

47.00

2.69

87.00

3.35

300

1.06

-1.12

4.00

0.44

24.00

2.06

48.00

2.71

88.00

3.37

350

1.08

-1.07

4.50

0.55

25.00

2.10

49.00

2.73

89.00

3.39

400

1.10

-1.02

5.00

0.64

26.00

2.13

50.00

2.75

90.00

3.41

450

1.15

-0.93

5.50

0.73

27.00

2.17

51.00

2.79

91.00

3.43

500

1.20

-0.85

6.00

0.81

28.00

2.19

52.00

2.83

92.00

3.53

600

1.25

-0.79

6.50

0.88

29.00

2.24

53.00

2.86

93.00

3.63

700

1.30

-0.73

7.00

0.95

30.00

2.27

54.00

2.90

94.00

3.70

800

1.35

-0.68

7.50

1.01

31.00

2.30

55.00

2.93

95.00

3.77

900

1.40

-0.63

8.00

1.06

32.00

2.33

56.00

2.96

96.00

3.84

1000

1.50

-0.54

9.00

1.17

33.00

2.36

57.00

2.99

97.00

3.91

5000

1.60

-0.46

10.00

1.26

34.00

2.39

58.00

3.00

98.00

3.97

10000

1.70

-0.40

11.00

1.35

35.00

2.41

59.00

3.05

99.00

4.03

50000

1.80

-0.33

12.00

1.43

36.00

2.22

60.00

3.08

20.00

4.09

80000

1.90

-0.28

13.00

1.50

37.00

2.47

61.00

3.11

21.00

4.14

500000

2.00

-0.22

14.00

1.57

38.00

2.49

62.00

3.13

22.00

4.24

2.20

-0.13

15.00

1.63

39.00

2.51

63.00

3.16

23.00

4.33

2.40

-0.04

16.00

1.69

40.00

2.54

64.00

3.18

24.00

4.42

2.3.2.3 Metode Iwai


Tabel Variabel Normal () yang sesuai pada W (X) utama
W (X) 1/T
0.00200

T
500

2.0352

T
30

W (X) 1/T
0.03333

1.2971

0.00205

400

1.9840

25

0.04000

1.2379

0.00333

300

1.9227

20

0.05000

1.1631

0.00400

250

1.8753

15

0.06667

1.0614

0.00500

200

1.8214

10

0.10000

0.9062

0.00667

150

1.7499

0.12500

0.8134

0.01000

100

1.6450

0.20000

0.5951

0.01250

80

1.5851

0.25000

0.4769

0.01667

60

1.5049

0.33333

0.3045

0.02000

50

1.4522

0.50000

0.02500

40

1.3859

Rumus

:
XT b

= C log

xo b

Log xo =

1
n

log xi
n 1

Perkiraan harga bt
1
m

b=

b ~m =
n 1

n
10

xsxt xo 2
2 xo ( xs xt )

bt =

Perkiraan harga xo :
Xo
=

= log (Xo +b)


1 n
log ( xi b)
n n 1

Perkiraan harga c :
1

2
2 n
X1 b

log Xo b
n 1 n 1

2n
X 2 Xo 2
n 1

1 n
2
X = log ( X 1 b )
n n 1
Dimana
Xs

:
= Harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang

terbesar
Xt

= Harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang

terkecil
n

= Banyak data

= n/10, angka bulat (dibulatkan ke angka yang lebih

X0

= Arc loc Xi

Xi

= Hujan maksimum 24 jam

Xt

= Hujan perencanan untuk periode ulang T tahun.

dekat

10

2.3.2.4. Metode Weduwen


Rumus

Rn = Mn

Rmaks II
Mp

Dimana

Rn

= Curah hujan dengan periode ulang n tahun

Mn

= Koefisien perbandingan curah hujan dengan

periode ulang n
Mp

= Koefisien perbandingan curah hujan dengan

periode ulang
R maks II

= Curah hujan maksimum kedua

Tabel 2.5 Koefsien Mn dan Mp


n/p
1/5

Mn/ Mp
0.238

n/p
4

n/p
0.579

Mn/ Mp
40

n/p
0.915

1/4

0.262

0.602

50

0.948

1/3

0.291

10

0.705

60

0.975

0.336

15

0.766

70

1.000

0.410

20

0.811

80

1.020

0.492

25

0.845

90

1.030

0.541

30

0.875

100

1.050

Intensitas curah hujan adalah curah hujan yang terjadi pada


suatu waktu. intensitas curah hujan diperhitungkan terhadap lamanya
hujan (Durasi) dan frekuensinya atau dikenal dengan lengkung
intensitas durasi frekuensi (IDF Curve ). intensitas curah hujan
diperlukan untuk menentukan besar aliran permukaan (Run Off).
Pada perhitungan intensitas curah hujan diperlukan data curah
hujan jangka pendek (5 60 menit), yang mana data curah hujan
jangka pendek ini hanya didapat data pengamatan curah hujan
otomatic

dari

kertas

diagram,

yang

pencatatan.

11

terdapat

pada

peralatan

Apabila data curah hujan yang tersedia hanya merupakan data


pencatatan curah hujan rata-rata maksimum harian (R 24) maka dapat
digunakan rumus Bell.
0.25

0.50) P60 (T)

Pi

= ( 0.21 Ln T 00.52)(0.54 t

Pi

= Presipitasi / intensitas curah hujat t menit dengan periode

ulang T tahun
perhitungan intensitas curah hujan dengan data pengamatan jangka
pendek sesuai durasi dipakai rumus-rumus sebagai berikut :
a. Formula Talbot
b. Formula Sherman
c. Formul Ishiguro
d. Formula Dr. Mononobe
2.3.3.1 Formula Talbot
I=

a
t b

Dimana :
a=

il i 2 i 2l i
N i 2 i i

i it N i 2t
b =
2
N i i i

2.3.3.2 Formula Sherman


I=

a
t2

Dimana :
log =

log i log t 2 log t log i log t


2
N log t log t log t

log i log t N log t log i


log t 2 log t

2.3.3.3 Formula Ishiguro


I

a
t b

12

Dimana :
=

i t i i

i i

t i
N i i i
2

a
b

t N i 2t
N i 2 i i

= Intensitas curah hujan (mm / menit)

= Lamanya curah hujan atau durasi (menit)

= Presitas/intensitas curah hujan jangka pendek t menit

a,b,n = Kostanta yang tergantung pada lamanya curah hujan


N

= Jumlah pengamatan

Seandainya data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak


didapat pada daerah perencanaan, maka analisa intensitas curah
hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan
pengamatan maxsimum selama 24 jam dan selanjutnya dapat
dihitung dengan memakai formula Dr.Mononobe.
2.3.3.4 Formula Dr. Mononobe
I

Dimana

R24 24

24 t

213

:
I

= Intensitas curah hujan

= Waktu hujan atau durasi (menit)

R24

= Curah hujan maksimum dalam 24 jam(mm)

2.3.4 Hubungan antara Intensitas, Durasi dan Frekuensi


Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungan antara
intensitas, durasi dan frekuensi hujan adalah data rekaman curah
hujan dengan hasil ahir disajikan dalam bentuk tabel dan kurva. Data
tersebut sangat dipengaruhi oleh letak serta kerapatan stasiun curah
hujan, ketepatan mengukur dan lamanya/panjang pengamatan.
Cara Analalisa Seri Waktu
Cara ini dapat dilakukan apabila semua data lengkap, pertama
setiap durasi hujan tertentu dengan intensitas maksimum tahunannya

13

dicatat dan ditabulasikan, satu data mewakili satu tahun. disusun


secara berurutan dan dihitung analisa frekuensinya, susunan durasi
hujan menurun frekuensi. Turunkan intensitas curah hujan (mm/jam)
kemudian diplot dalam salib sumbu durasi sebagai axis dan intensitas
sebagai kordinat.
2.3.5 Periode Ulang
Periode ulang ditentukan berdasarkan kebutuhan drainase pada
suatu daerah sesuai Catchment area seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.6 periode ulang
JENIS KOTA

CATCHMENT AREA (ha)


10 - 100
100 500
25
5-10

Metropolitan

10
12

> 500
10 - 25

Kota besar

12

25

2-5

5 - 15

Kota sedang

1-2

25

2-5

10

Kota kecil

12

25

1-2

2-5

Kota sangat

kecil
Sumber : Urban drainage guidelines and desigh standards
2.3.6 Debit Rencana
2.3.6.1 Debit Puncak
Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan Rasional
Method (RM) dimana data hidrologi memberikan kurva intensitas
durasi frekuensi (IDF) yang seragam dengan debit puncak dari curah
hujan rata-rata sesuai waktu konsentrrasi. Debit puncak dapat
diformulasikan sbb.
Q = 0.00278 Cs. C 1 A
Dimana :
= Debit puncak rencana (m3 / detik)

Q
I

= Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF Curve


berdasarkan waktu konsentrasi

14

= Luas catchment area (ha)

Cs

= Storage Coffcient

2.3.6.2 Koefsien Pengaliran (Run Off Coefcient)


Pada saat terjadi hujan pada umumnya sebagaian air hujan
akan limpasan dan sebagian mengalami infiltrasi dan evaporasi.
bagian hujan yang mengalir diatas permukaan tanah dan saat
sesudah
pengaliran

merupakan
untuk

limpasan/pengaliran.

daerah

perencanaan

Besarnya
disesuaikan

koefisien
dengan

karakteristik daerah pengaliran yang dipengaruhi oleh tata guna


lahan (Land Use) yang terdapat dalam wilayah pengaliran tersebut.
besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.7 Besarnya Koefsien Pengaliran
Kondisi
Pusat Perdagangann

Koefisien
0.70 -

Karakteristik
Permukaan Aspal

Koefisien
0.70-0.95

Lingkungan Sekitar

0.95

Permukaan Beton

0.80-0.95

Rumah-Rumah

0.50 -

Permukaan Batu Buatan

0.70-0.85

Tinggal

0.70

Permukaan Kerikil

0.15-0.35

Kompleks Perumahan

0.30 -

Alur Setapak

0.10-0.85

Daerah Pinggiran

0.50

Atap

0.75-0.95

Apartemen

0.40 -

Lahan Tanah Berpasir

Industri Berkembang

0.60

Kemiringan %

0.05-0.10

Industri Besar

0.25 -

Kemiringan 2 % s/d 7%

0.10-0.15

Taman Perkebunan

0.40

Bertrap 7 %

0.15-.0.2

Taman Bermain

0.50 -

Lahan Tanah Keras

Lapangan dan Rel

0.70

Kemiringan 2%

Kereta

0.50 -

Kemiringan rata-rata 2%

0.13-

Daerah belum

0.80

s/d7%

0.017

berkembang

0.60 -

Bertrap 7%

0.18-0.22

0.90

0.25-0.35

0.10 0.25

15

0.10 0.25
0.25 0.40
0.10 0.30
2.3.6.3 Waktu Konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi adalah adalah waktu yang diperlukan oleh
air untuk mengalir dari titik terjauh dari catchment menuju suatu titik
tujuan. besar waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus :
Tc = to + td (menit)
Dimana
to

= Waktu pengaliran air pada permukaan tanah dapat dianalisa

dengan gambar.
td

= Waktu pengaliran pada saluran, besarnya dapat dianalisa

dengan rumus ;
td = L / V
Dimana :
L

= Jarak aliran dari tempat masuknya air sampai ketempat yang

dituju (m).
V

= Kecepatan aliran (m / detik)

2.3.6.4 Koefsien Penampung


Makin
gelombang

besar
banjir

Catchment
harus

Area,

maka

diperhitungkan,

pengaruh

untuk

itu

adanya
pengaruh

tampungan saluran disaat mengalami puncak pengaliran debit


dihitung dengan menggunakan rasional Method dengan menggali
suatu koefisien daya tampung daerah tangkapan hujan, sehingga
bentuk perhitungan menggunakan Metode Rasional Modifikasi (MRM)
besar koefisien tersebut :
Cs = 2tc
2tc + td

16

Dimana :
Tc

= waktu pengumpulan total (waktu konsentrasi)

Td

= waktu pengaliran pada saluran titik yang ditinjau

Keterangan :
rumus Rasional metode sesuai digunakan untuk daerah pengaliran
yang kecil dengan batas 20 300 Ha, sedangkan untuk Rasional
Modifikasi dapat digunakan untuk daerah pengaliran sampai 1300 ha.
sedangkan untuk daerah pengaliran yang lebih besar dari itu maka
digunakan Snyder Synthetic Unit Hydrograph Method.

17

2.3.7 methode Hydrograph dari SCS (US soil Conservation


survice)
salah satu metode yang digunakan dalam perhitungan debit puncak
dengan Hydrograph aliran adalah Method SCS. rumus ini dipakai
untuk menghitung debit dengan luas Catchment area lebih besar
1300 ha.
rumus ini adalah :
Qp

0.02081 A.Q
Tp

Dimana :
Qp

= debit puncak banjir (m3 / det)

= Luas daerah tangkapan (ha)

Tp

= Waktu puncak hydrograph aliran (jam)

= lamanya terjadi hujan

= Aliran permukaan / limpasan langsung (Direct Run off)

P IA2
=
P LA S

1000
CN

CN

25400
254 S

Dimana :
IA

= Abstraksi awal (IA = mm untuk DAS indonesia) atau IA = 0.2 S

= hujan harian maksimum

CN

= curva number (lihat tabel)

= daya tampung maksimum (cm)

Tp

= D / 2 log time atau 0.70 x Tc

= lamanya terjadi hujan

= aliran permukaan / limpasan langsung (Directyt Run off)

Klafikasi kelompok jenis tanah hidrologi :


Dimana :
IA

= Abtraksi awal ( IA = 2.5 mm untuk DAS indonesia ) atau IA =

0.2 S
p

= Hujan harian maksimum

18

CN

= curva number (lihat tabel)

= daya tampung maksimum

Tp

= D/2 + log Time atau 0.70 x Tc

= lamanya hujanl

Klafikasi kelompok jenis tanah hidrologi :


1 Kelompok A :
Terdiri dari tanah tanah berpotensi rendah, daya resapan
besar walaupun kodisi basah. Pada umunya terdiri dari pantai
samapai kerikil yang cukup dalam dengan tingkat transisi yang
tinggi (cepat mengering dengan baik)
2 Kelopok B :
terdiri

dari

tanah

tanah

dengan

daya

laju

penyusupan

( infiltrasi)sedang keadaan basah. Umumnya semakin dalam semakin


kering dengan tektur halus sampai kasar dan tingkat trasmisi air
rendah.
3 Kelompok C :
terdiri dari tanah tanah dengan daya laju penyusupan yang lambat
pada dalam keadaan basah. Biasanya mempunyai lapisan tanah liat
yang menghambat proses pengeringan vertikal tekstur agak halus
sampai cukup halus dengan transmisi airnya rendah.
4 Kelopok D :
Terdiri dari tanah tanah dengan potensi limpasan tinggi, mempunyai
daya laju penyusupan (infiltrasi) yang sangat lambat saat basah,
umumnya terdiri dari tanah liat dengan penyerapan air yang tinggi
(daya Swelling) dimana permukaan air tanah (water table) sangat
tinggi diats permukaan atau tanah tanah dangkal, tingkat transmisi
airnya sangat lambat.
2.4 Kriteria hidrolika saluran dan bangunan
2.4.1 Hidrolika saluran
2.4.1.1 kapasitas saluran
rumus yang digumakan untuk menghitung jumlah pengaliran dalam
saluran adalah rumus Manning :

19

A.R 2 / 3 .S 1 / 2
n

Dengan asumsi aliran dalam tampang aluran adalah aliran seragam.


2.4.1.2 Koefisien kekasaran Manning
besarnya koefisien kekasaran Manning (n) diambil :
1. Pasangan batu kali / gunung tidak diplester 0.20
2. Pasangan batu kali / gunung diplester 0.018
3. Tanah 0.025
2.4.1.3 kecepatan dalam saluran
kecepatan aliran dalam saluran direncanakan sedemikian rupa,
sehingga tidak menimbulkan erosi pada dasar dan dinding saluran
serta tidak penumpukan sedemikian / kotoran dihulu saluran.
kecepatan aliran yang diizinkan dalam saluran diambil :
1. Kecepatan maksimum

= 0.20 0.30 m / det pakai

lilin
2. Kecepatan minimum

=1.6 m / det tampa lilin

3. Kecepatan minimum

= 0.3 m / det pakai lilin

4. Kecepatan minimum

= 0.6 m / det tampa lilin

Kemiringan dasar saluran direcanakan sedemikian rupa, sehingga


akan memberikan kecepatan aliran yang besarnya terdekat diantara
nilai toleransi kecepatan minimum dan maksimum.
2.4.1.5 Tingi jagaan (Free board)
Fungsi jagaan diguanakan untuk menjaga adanya faktor faktor yang
kemungkinan adanya penambahan debit, untuk jagaan disini diambil :
Saluran Primer

: 0.20 0.30 m

Saluran Sekunder : 0.10 0.20 m


Saluran Tersier

: 0.10 m

atau disesuaikan dengan kondisi muka tanah yang ada. dapat juga
dihitung dengan rumus :
Fb

C f .H

Dimana :
Fb

= Free board (m)

20

= tinggi muka air rencana (m)

Cr

= Koefisien fariasi 1.5 untuk debit 60 m 3 / det dan 2.5 untuk

debit 85 m3 / det
2.4.1.6 Bentuk saluran
Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan saluran dranase
adalah trapisium dan empat persegi.
Q

= AC Riw atau iw =

h
Q2
dan
L
=
ib iw
A2 .C 2 .R

Dimana :
Q

= Debit (m3 / det)

= uas penampang basah

= koefisien Chezy

= jari jari hidrolis (m)

iw

= kemiringan muka air

ib

= kemiringan invert

= perubahan tinggi muka air (m)

= panjang ruas saluran yang tinggi airnya berubah (m)

2.4.1.7 Radius of Curvatura


jari jari lengkung minimum diambil dari As saluran :
jari jari lengkung saluran kecil R minimum

leber

Jari jari lengkung saluran besar R maksimum =

lebar

muka air
muka air
2.4.1.8 Tanggul Inpeksi
Apabila pada suatu daerah tertentu rencana saluran berada terlalu
rendah, maka tanggul, harus dibuat dengan timbunan dan klafikasi
sebagai berikut :
Jenis saluran lebar tanggul
saluran primer > 2.00 m
Saluran Sekunder 1.00 1.50
Saluran tersier < 1.00

21

2.4.2 Hidrolika bangunan


2.4.2.1 Gorong gorong
gorong gorong adalah suatu bangunan yang berfungsi mengalirkan
air dranase dibawa jalan raya atau jalan kereta api. Untuk Dranase
perkotaan dikota madya unjung pandang dipakai tipe segi empat
dengan kontruksi retaining Wall dan lantai dari pasangan batu yang
penutupnya terbuat dari beton campuran 1: 2 : 3 dan diperhitungkan
sebagai jembatan kelas I. Gambar 2, dan lampiran 2 menunjukan
tipikal dari gorong gorong. jarak antara jalan dan puncak gorong
gorong (t) diusakhakan minimum 0.6m.
a. Tipe Submarget
Tipe ini dipakai di tempat datar, dimana elevasi muka air disaluran
Dranase trlalu tinggi, maka gorong gorong dipasang pada elevasi
yang agak rendah untuk mendapatkan t minimum.
b. Tipe Unsubmarged
tipe ini dipakai apabila tinggi elevasi muka iir saluran Dranase
relaif rendah terhadap elevasi jalan yaitu setinggi t minimum
sehingga mudah tercapai.
2.4.2.2

perhitungan kehilangan energi

a. akibat pemasukan
2

he

V2 V1
= 0,3 x
2g

Dimana :
he

= kehilangan tinggi akibat gesekan (m)

= 9.81 m / det2

V2

= kecepatan didalam gorong gorong (m / dat)

V1

= kecepatan air dihulu (m / det)

b. Akibat gesekan
hf

19,6 n 2
R.V2

Dimana :
hf

= kehilangan energi akibat gesekan

= koefisien kekasaran Manning untuk gorong gorong

22

= jari jari hidrolis (m)

V2

= kecepatan didalam gorong gorong (m / det)

c. Akibat pengeluaan
2

ho

= 0,1

V2 V3
2g

Dimana :
ho

= kehilangan tinggi akibat pengeluaran (m0

V2

= kecepatan didalam gorong gorong (m / det)

V3

= kecepatan air di hilir (m / det)

= 9.81 m / det2

d. Akibat Transisi
karena tinggi ini sangat kecil, maka untuk praktisnya diabaikan dalam
perhitungan.
2.4.3 Bangunan Terjun
Bangunan terjun (vertical drops) dibuat khusus untuk saluran
sekunder dan tersier yang mengalami penampang. pada saat terjadi
muka air tinggi (debit puncak)
di saluran, aliran disaluran dranase tidak mengakibatkan terjun muka
air. kemudian pada kondisi dimana aliran saluran Dranase lebih kecil
dari puncak, maka penuruna (drop)muka air akan terjadi. Biasanya
penurunan muka airitu berkisar dari 0 0.60 m maksimum. apabila
penurunan 9terjunan) maksimum terjadi, berarti debit sungai kecil
atau.
untuk

bangunan

peredeman

energi

jenis

ini

(energi

maka

tidak

dissipition).

diperlukan
terjunan

perhitungan

dasar

saluran,

disarankan untuk sekunder maksimum 0.6 m dan untuk tersier


maksimum 0.4 m. untuk pasangan terjun seperti ini, disarankan
dengan dinding pasangan batu tegak dengan lantai dihulu dan
hilirnya

daan

pengamatan

tebing.

berfungsi sebagai transisi.


2.4.4 Pemasukan (inlet)

23

bangunaun

terjun

ini

akan

Apabila ada rencana pemasukan dari saluran ke saluran, dimana yang


masuk itu tidak termaksud dalam desain saat ini, maka pekerjaan
yang akan datang dibuyat sepanjabg 5 m.
2.4.5 Out Fall
2.4.5.1 Out Fall ke sungai
bangunan ini dibuat ditempat pertemuan antara saluran Dranase
sekunder dengan sungai. bangunan ini diperlukan untuk menghindari
kerusakan akibat scouring. Fungsi dari outlet ini adalah untuk
memindahkan air banjir dari elevasi yang lebih tinggi ke elevasi yang
lebih rendah dan meredam energi yang ditimbulkannya. Kontrusi ini
dibuat dari pasangan batudengan campuran 1 semen : 4 pasir. dalam
analisa stabitas harus bdiambil keadaan yang paling tipis.
2.4.5.2

Out fall ke laut

saluran saluran sekunder mengalirkan air menuju laut dengan debit


yang deras sehingga pada bagian hilir sangat dipengaruhi oleh
kondisi pasang surut.untuk mencegah efek dari aliran yang deras
tersebut, maka perlu dadanya bangunan out fall yang mana
memerlukan data data detail sebagai berikut :
1. kondisi pantai yang digunakan dan pemiliharaannya
2. bentuk dan saluran Out fall yang memungklinkan
3. dasar penempatan yang alami
4. pergerakan air pada titik pembuangan
2.4.5.3

Hidrolika Out fall

perhitungan Hidrolika untuk out fall yang diperhatikan adalah loncat


air sebagai fungsi momentum yang perlu teredam. Loncatan hidrolika
terjadi horisontal, sehingga dapat dihitung berdasarkan bilangan
Frode (Fr).
Fr

V
g .h

Dimana :
V

= kecepatan air saat mulai terjadi loncatan (m / det)

24

= kecepatan gaya grafitasi (m / det2)

= kedalaman air pada loncatan pertama (m)

Bilangan Froude juga dapat digunakan untuk menghitung kedalaman


hidrolik yang kedua dengan memakai rumus :
h2

h1
2

1 8 Fr 1
2

dari kedalaman ada h2 dapat diperhitungkan Tail Water (TW) yang


terjadi didalam kolom olokan.
dengan menambahkan 5% pada kedalaman h2 maka dalamnya
bangunana tail Water yang terjadi pada loncatan hidrolik yang kedua
adalah ;
Tw

= 1.05* h2

dari pengujian kedalaman air akibat loncatan hidrolik maka panjang


lantai olokan dapat dihitung dengan rumus :
L

= 5 (h + x ) (Foster and sterinde)

Dimana :
h1

= tinggi air saat loncatan hidlolik pertama (m)

h2

= tinggi air saat loncatan hidlolik kedua (m0

= tinggi Trap unjung lantai olokan

= panjang kolom olokan (meter)

2.4.6 Bak Kontrol (Manhole)


Bak kontrol pada umumnya digunakan pada sistem sambungan pipa
pembuangan sebagai fasilitas pada perubahan dimensi dan tingkatan
tiope bak kontrol yangumum digunakan dapat dilihat pada tabel
dibawa ini :
Tabel 2.8 Ukuran dan jarak Manhole
tinggi air saat loncatan hidlolik pertama (m)
ukuran pipa (mm)
375 atau lebih kecil

jarak maksimum (m)


120

450 900

150

1050 atau lebih besar

180

25

aktor faktor yang diperhitungkan dalam perencanaan manhole


adalah sebagai berikut ;
1. kehilangan energi
2. beban beban vertikal
3. beban permukaan dari dua arah
sedangkan

stabilitas

tidak

tidak

perlu

diperhitungakan

secara

keseluruhan sebap di kelilingi oleh tanah. Tyepe manhoke untuk


saluran pembuang :
a. bentuk lonjong dengan diameter yang tetap
b. bentuk setengah kerucut
c. bentuk berubsh (Dari potongan 4 eet ke feet)
d. menggunakan penutup beton yang bisa digerakan 9ft x
0.304 f = dalam meter x 2.54 = cm)
2.5

Kritaria sturuktur

kritaria desain struktur d8ibutuhkan untuk perencanaan dranase


perkotaan, khususnya pada perhitungan struktural.
2.5.1 rencana beban (desain Load)
2.5.1.1 beban sendiri
beban / berat sendiri adalah beban mati yang berasal dari kontrusi itu
sendiri. biasanya setiap bahan mempunyai unit weight 9berat /
volume0 yang berada, dan ini bisa dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 2.9 unit weight bahan kontruksi

26

Bahan
Air

Unit Weight (kg / m3)


1000

beton

220 2300

beton bertulang

2400

aspal beton

2000

pasangan batu

2200

bangunan besi

7850

besi tuang

7250

kayu

1000

lapisan bata

1700

tanah biasa

1750

tanah urung padat

1900

27

2.5.1.2 beban luar


a. tekanan air
semua stuktur permanen ataupun tidak permanen yang terendam
harus direncanakan untuk tekanan hidrostatis sebesar 1000 km.m 2
per meter kedalaman.
b. Tekanan angkat (uplift Presure)
tekanan angkat dipakai untuk merancang semua sturuktur yang
seluruh

atau

sebagian

terendam

dalam

air.

Tekanan

angkat

diperhitungkan efektif pada bidang dasar 100 % apabila sturuktur


seluruhnya terendam air satu pihak, atau muatan air yang berbeda
pada sisi yang berlawanan, tekanan angkat berubah sebanding
dengan tinggi hidrostatik pada kedua sisi sturuktur.
c. tekanan tanah
tekanan tanah aktif dapat dihitung dengan rumus rankine. diagram
tekanan diasumsikan sebagai segitiga, sama dengan teknana air,
dengana gaya resultate berkerja 1/3 h diatas alas diagram.
2.5.3.matrial kontruksi
2.5.2.1 Beton dan besi bertulang
mutu beton dan besitulangan harus di sesuaikan dengan bahan yang
tersedia dilapangan.Untuk kota madya unjung pandang, dipakai mutu
beton K175 dan U.24,sedangkan analisa perhitungan dipakai PBI
(19710).
2.5.2.2

Pasangan batu

pasangan batu untuk saluran dipakai satu semen ; 4 pasir


pasangan batu untuk gorong gorong yaitu 1 semen 3 pasir.
2. 5. 3

Stabilitas

Daya dukung tanah

28

daya dukung tanah yang diizinkan untuk kota madya unjung pandang
berdasarkan penilitian adalah : t = 1,2 kg/cm.jadi untuk perencanaan,
maka tegangan yang terjadi akan melebihi daya dukung izin
tersebut :
2.5.3.1keamanan terhadap gelincir (Sliding)
Fs

V
> (1,25 1,50)
H

dimana :
Fs

= faktor keamanan terhadap gelincir

= Jumlah gaya gaya vertikal

= jumlah gaya gaya horisontal

2.5.3.2 Keamanan terhadap guling (Overturning)


Fs

MR
MO

Dimana :
Fs

= Faktor keamanan terhadap guling

MR

= Momen yang menahan guling (tm)

MO

= Momen yang menyebapkan guling (tm)

BAB IV
KESIMPULAN

29

Dalam perencanaan Saluran Drainase harus memperhatikan


kondisi lapangan (peta topografi) sehingga saluran yang
direncanakan baik dimensi maupun kemiringan hingga ke
suatu penampungan air tidak berada dibawah muka air
penampungan (sungai).

Untuk debit yang terlalu besar diusahakan agar lebar dan


tinggi saluran yang ukurannya seimbang, sehingga tinggi
saluran yang diperlukan tidak terlalu tinggi

Dimensi

dengan

ukuran

yang

besar

akan

mempunyai

kemiringan yang landai, demikian halnya dengan demensi


yang kecil akan mempunyai kemiringan yang curam untuk
mencapai kecepatan yang diinginkan.

30

Anda mungkin juga menyukai