TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
BAB - 3
METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN
BAB 3. METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN
LAPORAN PENDAHULUAN 1
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 2
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
A. Umum
Benchmark (BM) dipasang di tempat yang aman dari gangguan manusia atau binatang, BM
dipasang setiap 0.50 km dan perpotongan jalur poligon diikat pada atau dekat bangunan
yang permanen. Setiap BM dibuat diskripsinya dan diberi nomor urut yang teratur. Ukuran
BM sesuai TOR dan di cat warna merah.
Titik poligon lainnya selain benchmark adalah patok kayu berukuran 5 cm x 5cm x 60 cm
dipasang disepanjang jalur saluran dengan setiap 50 m. Patok kayu, dicat dan diberi nomor
untuk memudahkan identifikasi.
B. Deskripsi Bench Mark
Seluruh benchmark (BM) dibuat diskripsi Kordinatnya (X, Y) dan elevasinya (Z). Seluruh
Benchmark (BM) yang sudah di pasang, dibuat deskripsinya, kemudian ditabelkan dan foto
BM dihimpun pada formulir deskripsi, form terlampir.
Semua benchmark dan patok poligon ditunjukkan pada peta situasi hasil pengukuran
topografi yang berskala 1 : 2.000. Dan juga ditunjukkan pada gambar situasi yang berada
pada long section. Nama Benchmark (BM) dan elevasi akan dicantumkan dengan jelas,
elevasi tanah ditunjukkan sebagai pusat ketinggian dan untuk patok poligon akan ditulis
nama/nomor dan elevasi tanah saja.
3.2.3. Pengukuran Situasi
Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal yang telah dipasang,
dengan melakukan pengukuran keliling serta pengukuran di dalam daerah areal yang akan
dipetakan.
Jalur poligon dapat ditarik lagi dari kerangka utama dan cabang untuk mengisi detail
planimetris berikut spot height yang cukup, sehingga diperoleh penggambaran kontur yang
memadai.
Titik-titik spot height terlihat tidak lebih dari interval 5 cm pada peta skala 1 : 5.000. atau
dengan kerapatan spot height 2 - 5 titik untuk tiap 1 hektar diatas tanah. Dan untuk peta
skala 1 : 2.000 titik-titik spot height terlihat tidak lebih dari interval 10 cm pada peta, atau
dengan kerapatan spot height 8 – 10 titik untuk setiap hektarnya di atas tanah.
Beberapa titik spot height bervariasi tergantung kepada kecuraman dan ketidakteraturan
terrain. Kerapatan titik-titik spot height yang dibutuhkan dalam daerah pengukuran tidak
hanya daerah sungai, tetapi juga kampung, kebun, jalan setapak, tanaman sepanjang jalan
pada lokasi rencana.
Pengukuran situasi dilakukan dengan metode Tacheometry menggunakan theodolith T.0
atau yang sejenis. Jarak dari alat ke rambu tidak boleh lebih dari 100 meter.
Kontur digambar apa adanya tetapi teliti, dan bagian luar daerah sungai kontur diplot hanya
berdasarkan titik-titik spot height, efek artistik tidak diperlukan. Interval garis kontur sebagai
berikut :
Kemiringan Tanah Interval Kontur
kurang dari 2% 0,25 m
2% sampai 5% 0,50 m
Pemberian angka kontur jelas terlihat, dimana setiap interval kontur 1.00 m dan setiap kontur
5.00 m digambarkan lebih tebal.
1. Seluruh saluran, drainasi, sungai (dasar terendah dan lebar harus jelas terlihat).
2. Jalan-jalan desa dan jalan setapak.
3. Bangunan irigasi dan drainase, batas kampung, rumah-rumah, jembatan dan saluran.
LAPORAN PENDAHULUAN 3
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Diameter atau dimensi berikut ketinggian lantai semua gorong-gorong dan jembatan,
sekolah, mesjid dan kantor pemerintah (camat, dll) harus terlihat.
4. Pohon-pohon besar (berdiameter lebih besar dari 20 cm dengan ketinggian sekitar 12 m
diatas tanah) bila pepohonan ini berada disite dan tiang telepon,tiang listrik dll.
5. Daerah rawa.
6. Batas tata guna tanah (misalnya belukar berupa rerumputan dan alang-alang, sawah,
rawa, ladang, kampung, kebun, dan lain-lain).
7. Tiap detail topografi setempat (seperti misalnya tanggul curam, bukit kecil dan lain-lain).
8. Batas pemerintahan (kecamatan, desa dan lain-lain). Nama kampung, kecamatan, nama
jalan dan lain-lain diperlukan.
9. Jaringan kerangka dasar.
3.2.4. Pengukuran Trase Saluran (Strip Survey)
Pengukuran untuk trase sungai meliputi penampang memanjang dan melintang.
Penampang memanjang dilengkapi dengan elevasi pada tiap jarak 50 m pada daerah lurus
dan 25 m pada belokan atau ditambah apabila ada perubahan kemiringan yang cukup
signifikan pada kemiringan tanah. Penampang memanjang dilengkapi dengan:
Elevasi tanah asli
Elevasi dasar saluran
Elevasi tanggul saluran yang ada (kondisi eksisting) dan kemungkinan berhimpit dengan
elevasi rencana tanggul
Lokasi dari semua bangunan-banguanan prasarana dan sarana yang ada sepanjang
saluran dan bangunan-bangunan lainnya
Elevasi tanah yang paling tinggi (kemungkinan lokasi dimana bangunan sadap akan
diletakkan )
3.2.5. Pengolahan Data
A. Hitungan Koordinat (X,Y)
Yang perlu diperhatikan dalam perhitungan koordinat adalah data-data hitungan sudut,
hitungan azimuth, hitungan jarak dan akhirnya hitungan X,Y.
Untuk menghasilkan hitungan koordinat yang baik, maka dilakukan perhitungan dengan
prosedur sebagai berikut :
Perhitungan Sudut Mendatar
Perhitungan sudut mendatar hasil pengukuran poligon dibagi menjadi dua bagian:
Perhitungan poligon kerangka utama
Perhitungan poligon cabang
Perhitungan poligon meliputi tiga perhitungan, yaitu perhitungan kontrol pengukuran sudut,
perhitungan kontrol pengukuran jarak dan perhitungan koordinat.
Poligon Kerangka
a. Kontrol Pengukuran Sudut
Metoda yang digunakan untuk menghitung sudut mendatar adalah perhitungan azimuth
awal dan azimuth akhir, kedua azimuth itu didapat dari data BM yang telah ada , yang
menggunakan rumus sebagai berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN 4
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
S fx 2 fy 2
D = jumlah jarak poligon
C. Perhitungan Elevasi
Perhitungan elevasi terdapat beberapa bagian penting, yaitu sebagai berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN 5
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 6
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
akan memudahkan dalam proses perhitungan sistem hitungan perataan untuk koreksi
ukuran dalam satu seksi akan digunakan sistem perataan biasa. Tiap seksi akan selalu dicek
hitungannya apakah memenuhi toleransi 10D atau tidak.
Jika tidak memenuhi toleransi maka harus dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Cek semua data perhitungan
2. Deteksi kesalahan, yaitu mencari perkiraan dimana kira-kira kesalahan itu terjadi dan
setelah didapat (dengan bahan pertimbangan/alasan yang kuat) maka langsung dicek
ulang ke lapangan dengan alat ukur.
Setelah perhitungan tiap seksi selesai dan semua masuk dalam toleransi, dilakukan
perhitungan dengan rumus :
H = ½ I . Sin2Z
Dimana :
H = beda tinggi
L = jarak miring/optis
Z = sudut miring/vertikal
Untuk tinggi bidikan yang tidak sama dengan tinggi alat, maka rumus yang dipakai adalah:
H = ½ L Sin2 Z + TA – Bt
Dimana :
H = beda tinggi
L = jarak miring/optis (Ba – Bb) x 100
Z = sudut miring/vertikal
TA = tinggi alat (dari atas patok)
Bt = bacaan benang tengah
LAPORAN PENDAHULUAN 7
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 8
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
analisis hidrologi lanjutan, misalkan analisa peluang, dan simulasi. Pengujian ini
dimaksudkan untuk memeriksa dan memilahkan atau mengelompokkan data yang bertujuan
untuk memperoleh data hidrologi yang cukup handal untuk analisis sehingga kesimpulan
yang diperoleh cukup baik.
Dalam melaksanakan pengujian diperlukan informasi tambahan seperti perubahan DPS atau
alur sungai seperti bencana alam, atau pengaruh manusia. Kembali pada pengertian
bahwa :
1. Data tidak homogen adalah penyimpangan data dari sifat statistiknya yang disebabkan
oleh faktor alam dan pengaruh manusia
2. data tidak konsisten adalah penyimpangan data karena kesalahan acak dan kesalahan
sistematisnya.
Maka tahap penyaringan ini perlu pengetahuan lapangan dan informasi yang terkait dengan
data dalam deret berkala. Tahap penyaringan ini baru merupakan penyaringan untuk data
dari suatu pos hidrologi dan belum membandingkan dengan data sejenis dari pos lain.
3.3.3.1 Uji Stasioner/Kestabilan Data
Setelah dilakukan pengujian ketidakadaan trend apabila deret berkala tersebut tidak
menunjukkan adanya trend sebelum data deret berkala digunakan untuk analisis hidrologi
lanjutan harus dilakukan uji stasioner. Apabila menujukkan adanya trend maka data deret
berkala tersebut dilakukan analisis meurut trend yang dihasilkan. Analisis garis trend dapat
menggunakan analisis regresi. Apabila menunjukkan tidak ada garis trend maka uji stasioner
dimaksudkan untuk menguji kestabilan nilai varian dan rata-rata berkala dari deret berkala.
Pengujian deret berkala nilai varian dapat dilakukan dengan uji- F, bila nilai variannya tidak
homogen berarti deret berkala tersebut tidak stasiuner dan tidak perlu melakukan pengujian
lanjutan. Apabila varian tersebut menujukkan stasiuner, maka pengujian selanjutnya adalah
menguji kesetabilan nilai rata-rata yaitu dengan menggunakan uji student-t (student-t - test).
Uji kestabilan Varian
Persamaan umum yang dipakai untuk menghitung kestabilan varian dengan uji F adalah
sebagai berikut :
n1 S1 n 2 1
2
F
n 2 S 2 n1 1
2
keterangan :
n1 = jumlah kelompok data 1
n2 = jumlah kelompok data 2
S1 = standart deviasi 1
S2 = standart deviasi 2
LAPORAN PENDAHULUAN 9
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
keterangan :
X1 = rata-rata kelompok data 1
X2 = rata-rata kelompok data 2
n1 = jumlah kelompok data 1
n2 = jumlah kelompok data 2
S1 = standart deviasi 1
S2 = standart deviasi 2
3.3.3.2 Uji Persistensi
Anggapan bahwa data berasal dari sampel acak harus diuji, yang umumnya merupakan
persyaratan dalam analisis distribusi peluang. Persistensi (persistence) adalah
ketidaktergantungan dari setiap nilai dalam deret berkala. Untuk melaksanakan pengujian
persistensi harus dihitung besarnya koefisien kerelasi serial. Salah satu metode untuk
menentukan koefisien korelasi serial adalah dengan metode spearman, yang dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
m
6 ( di ) 2
1
dan n 2 2
t KS
1 KS
i 1
KS 1 2
m m3
keterangan :
KS = koefisien korelasi spearman
m = N–1
N = jumlah data
di = perbedaan nilai antara peringkat kesatu dengan peringkat berikutnya
t = nilai distribusi t, pada derajat kebebasan (m – 2) untuk derajat
kepercayaan tertentu
3.3.4. Debit Andalan
Perhitungan debit andalan (Dependable Discharge) di maksudkan untuk mencari nilai
kuantitatif debit yang tersedia sepanjang tahun, baik pada musim kemarau maupun pada
musim hujan. Jika pada titik yang akan dianalisis tersedia seri data debit maka analisisnya
dapat secara langsung dilakukan dengan menggunakan Analisis Distribusi Frekwensi, tetapi
bila tidak tersedia maka analisisnya dapat dilakukan dengan cara transformasi dari data
hujan menjadi data debit. Analisis debit andalan dengan tranformasi data hujan dihitung
menggunakan Metode NRECA dan Metode F.J. Mock. Cara ini perlu diterapkan jika pada
lokasi studi bila tidak tersedia data pengamatan debit.
3.3.4.1 Metode F.J. Mock
Langkah-langkah perhitungan debit andalan adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan Curah Hujan Areal
2. Perhitungan curah hujan rencana (P=80%)
3. Perhitungan Debit Andalan
Metode ini didasarkan pada data curah hujan, data klimatologi dan kondisi dari DAS yang
bersangkutan. Adapun data-data yang diperlukan dalam perhitungan metode neraca air F.J.
Mock, antara lain :
Hujan bulanan rata-rata, mm
LAPORAN PENDAHULUAN 10
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 11
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 12
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
lahan dan secara langsung berpengaruh pada besarnya curah hujan efektif. Curah Hujan
Efektif dihitung dengan Metode USDA Soil Conservation Service dengan rumus sebagai
berikut:
Peff P
125 0.2 P P 250 mm
125
Peff 125 0.1 P P 250 mm
LAPORAN PENDAHULUAN 13
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 14
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Kebijaksanaan permerintah
Jumlah dan kualitas tenaga kerja
Maksud diadakan tata tanam adalah untuk mengatur waktu, tempat, jenis dan luas tanaman
pada daerah irigasi seefektif dan seefisien mungkin, sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan baik.
3.3.6. Neraca Air (Water Balance)
Perhitungan neraca air dilakukan untuk mengecek apakah air yang tersedia cukup memadai
untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di proyek yang bersangkutan. Dalam perhitungan
neraca air (water balance) ada beberapa unsur pokok sebagai dasar perhitungan, beberapa
unsur pokok tersebut dibedakan dalam 3 unsur pokok yaitu :
Tersediannya air
Kebutuhan air dan
Neraca air (water balance)
Perhitungan pendahuluan neraca air dibuat pada tahap penetapan pola operasi dari daerah
irigasi yang bersangkutan. Pada taraf ini akan dilakukan peninjauan dasar-dasar perhitungan
yang diperoleh dari pengumpulan data-data sekunder (tambahan), inspeksi lapangan
maupun uji dilapangan, yang mana data-data tersebut harus benar-benar bisa dipakai
sebagai pedoman operasional.
Perhitungan neraca air (water balance) ini akan sampai pada kesimpulan mengenai hal-hal
sebagai berikut :
Pola tata tanam akhir yang akan dipakai untuk jaringan irigasi yang akan dipakai sebagai
pedoman pelaksanaan operasional dari daerah irigasi yang ada
Penggambaran akhir berdasarkan akan ketersediaan air dan pola operasi dari daerah
irigasi yang ada baik perlu adanya pola operasi dengan rotasi maupun pemberian terus-
menerus (continues flow)
Tabel METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN.1 Perhitungan Neraca Air (Water
Balance)
LAPORAN PENDAHULUAN 15
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Dimana :
XT = curah hujan rancangan untuk periode ulang pada T tahun (mm)
X = rerata dari curah hujan (mm)
Sx = standar deviasi
K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return
periode) dan tipe distribusi frekuensi.
3.3.7.1 Agihan Extreme E.J. Gumbel Tipe I
Standart deviasi dihitung dengan rumus
n n
X i2 X X i
SX 1 i
n1
faktor frekuensi dihitung dengan rumus
YT Yn
K
Sn
dengan :
YT = Reduced variete sebagai fungsi periode ulang T
= - Ln [ - Ln (T - 1)/T ]
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n
Sn = Reduced standart deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data n
3.3.7.2 Agihan Log Pearson Tipe III
Bentuk distribusi Log Pearson Tipe III merupakan hasil trasformasi dari distribusi Pearson
Tipe III dengan menggantikan variat menjadi nilai logaritmik. Persamaan fungsi kerapatan
peluang sama dengan distribusi Pearson Tipe III.
standart deviasi dihitung dengan rumus:
1/ 2
( Log X Log X ) 2
Log X
n1
koefisien kepencengan (skewness coefisien)
LAPORAN PENDAHULUAN 16
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
CS
n log X log X 3
n 1 n 2 S log X
3.3.7.3 Uji Kesesuaian Distribusi
Untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa distribusi frekuensi, maka dilakukan
pemeriksaan uji kesesuaian distribusi, dalam hal ini kami memakai dua metode uji yaitu uji
Smirnov Kolmogorov dan uji Chi-Square.
Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui beberapa hal, seperti :
A. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau yang
diperoleh secara teoritis,
B. Kebenaran hipotesa (diterima/ditolak).
Dimana :
P = Probabilitas (%)
m = nomor urut data dari seri yang telah disusun
n = besarnya data
Nilai delta kritis untuk uji Smirnov-Kolmogorov diperoleh dari tabel.
2. Uji Kai Kuadrat (Chi Square)
Dari distribusi (sebaran) Kai-kuadrat, dirumuskan :
( E F O F ) 2
2
EF
Dimana :
2 = Harga kai-kuadrat
Ef = Frekuansi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan
pembagian kelas nya
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama.
Nilai hitungan harus lebih kecil dari harga cr (Kai-kuadrat kritis) dari tabel, untuk
2 2
suatu derajat nyata tertentu (level of significance), yang sering diambil sebesar 5%.
Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan :
DK = K - (P + 1)
Dimana :
DK = Derajat kebebasan
K = Banyaknya kelas
P = Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyak-nya parameter, yang
LAPORAN PENDAHULUAN 17
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 18
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
dimana :
= Runoff coefficient
= Reduction Coefficient
hujan rata rata
= hujan maksimum
pada daerah dan waktu yang sama
Perhitungan dilakukan dengan Trial and Error dengan menggunakan grafik hubungan luas
daerah tangkapan dengan intensitas hujan.
3.3.8.2 Metode Haspers
Dasar metode ini sama dengan metode Melchior dan Weduwen yaitu metode rasional
dengan persamaan sebagai berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN 19
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Qmax q f
dimana :
= Runoff coefficient
1 0.012 f 0 .7
=
1 0.075 f 0 .7
= Reduction Coefficient
hujan rata rata
= hujan maksimum
pada daerah dan waktu yang sama
1
= t 3.7 10 0.4t f 0.75
1
t 2 15 12
q = Intensitas Hujan (m3/km2/det)
t R24
= t 1 0.0008 260 R 2 t 2 untuk t < 2 jam
3.6 t
f = Luas daerah pengaliran (km2)
t = 0.1 L0.8 I 0.3
LAPORAN PENDAHULUAN 20
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
2
v
1
2g E
2
v
y1 2
2g
h
y2
Besarnya debit yang dapat dikeluarkan melalui pintu air bawah dapat dihitung dengan
persamaan energi, dengan persamaan sebagai berikut :
v
2
Q CLh 2 g y1 1
2g
dimana :
C = koefisien pelepasan
LAPORAN PENDAHULUAN 21
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
0.80
= 150
= 300
0.70
= 450 y1
0
= 60
= 75 0 h
0.60
= 900
0.50
1 3 5 7 9 11 13
y1/h
1.00
0.80
0.60
K 6 8 10 15 y1/h = 20
0.40
0.20
2 3 4 5
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
y2/h
Debit keluaran dari pintu mungkin terendam atau bebas tergantung pada kedalaman air
bawah, untuk aliran terendam y1 pada persamaan diatas harus diganti dengan tinggi energi
efektif, atau perbedaan antara kedalaman aliran hulu dan aliran hilir.
Tekanan yang bekerja pada permukaan pintu dapat ditentukan secara teliti dengan
menggunaan analisa aliran netto atau pengukuran langsung pada model atau prototipe.
Contoh tekanan pada pintu radial dapat digambarkan sebagai berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN 22
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
F1 FH
dimana :
Q = debit yang lewat mercu pelimpah (m3/dt)
C = koefisien debit pelimpahan tergantung dari tipe pelimpah
B = lebar pelimpah (m)
H = tinggi air diatas pelimpah (m)
LAPORAN PENDAHULUAN 23
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 24
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
No Uraian Kp
LAPORAN PENDAHULUAN 25
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Ka
1. Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 0.20
90° kearah aliran
2. Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 0.10
90° kearah aliran dengan 0.5 H1 >r> 0.15 H1
3. Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0.5 H1 dan tembok 0.00
hulu tidak lebih dari 450 kearah aliran
LAPORAN PENDAHULUAN 26
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 27
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 28
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
dengan merencanakan pembilas utama di depan pintu pengambilan utama, namum masih
ada partikel- partikel sedimen layang (Suspended Load) yang akan masuk ke dalam jaringan
saluran irigasi tersebut. Untuk mencegah agar sedimen layang ini tidak mengendap di
seluruh saluran irigasi, setelah bangunan pengambilan utama direncanakan dibuat kantong
lumpur.
LAPORAN PENDAHULUAN 29
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 30
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 31
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 32
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 33
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
dengan :
Wc = gaya vertikal (ton)
c = berat jenis bahan konstruksi (ton/m3)
V = volume konstruksi (m3)
Gaya horisontal akibat gempa
He = kh . V
dengan:
He= gaya horisontal
V = gaya vertikal
kh = koefisien gempa
Tekanan tanah aktif
Pa = ½ . ka. s .H2 .L
dengan:
Pa= tekanan tanah aktif (ton)
s = berat jenis tanah (ton/m3)
H = kedalaman tanah (m)
L = lebar konstruksi yang ditinjau (m)
ka = (1 - sin)/(1 + sin ) atau ka = tan2(45 -/2)
= sudut geser dalam sedimen/tanah
Tekanan tanah pasif
Ps = ½ . kp . e . H2 .L
dengan:
Pe= tekanan tanah (ton)
H = kedalaman tanah (m)
e = berat jenis tanah (ton/m3)
L = panjang konstruksi yang ditinjau
Kp= koefisien tekanan tanah pasif = 1/ka
Tekanan Lumpur
Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung dihitung sebagai
berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN 34
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
( 1 - sin ø )
Ps = 1/2 x s x h2 x
( 1 + sin ø )
dengan :
Ps = Gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja
secara horizontal (ton).
s = Berat isi lumpur (t/m3)
h = Kedalaman lumpur (m)
ø = sudut geser dalam (derajat)
Gaya Gempa
Faktor-faktor beban akibat gempa yang akan digunakan dalam perhitungan
stabilitas diambil dari peta yang diterbitkan oleh Litbang Pengairan Bandung pada
tahun 2000. Bila koefisien gempa sudah diperoleh dari perhitungan, maka faktor itu
harus dikalikan dengan berat sendiri bangunan dan dipakai sebagai gaya horizontal.
3.5.10. Tanggul
Perhitungan stabilitas tanggul biasanya dilakukan dengan metode irisan bidang luncur
bundar (slice methode on circular slip surface), metode Bishop atau metode Fellenius.
1. Metode irisan bidang luncur bundar
Andaikan bidang luncur bundar dibagi dalam beberapa irisan vertikal, maka faktor
keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan
menggunakan keseimbangan sbb:
C.l N U Ne tan
Fs
T Te
C.l . A cos e. sin V tan
. A sin e. cos
dengan :
Fs = faktor keamanan
N = Beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur (=
.A.cos )
T = Beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur (.A.sin )
U = Tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne = Komponen vertikal beban seismis yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur (= e..A.sin )
Te = Komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur (=
e..A.sin )
= Sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Z = lebar setiap irisan bidang luncur
e = Intensitas seismis horizontal
LAPORAN PENDAHULUAN 35
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
R
O
sin
r
C
Gambaran secara grafis dari teori Simplied Bishop dapat dijabarkan dalam gambar
disamping, dengan asumsi bahwa resultante gaya pada sisi irisan adalah horisontal.
Sehingga persamaan
A
Keseimbangan Bgaya teori Simplied Bishop adalah sebagai
berikut :
Sec
Fs
1
C ' b W 1 ru tan
W sin tan tan
1
Fs
Dalam analisa stabilitas lereng tanggul banjir, perhitungan stabiltas ditinjau tiga kondisi
yang tidak menguntungkan, yaitu:
Kondisi kosong
Kondisi muka air normal
LAPORAN PENDAHULUAN 36
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 37
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Mn
Rn = Mpa.
b.d 2
fy
In =
0,85. fc '
1 2.Rn .m
1 1
m fy
Kontrol
1,4
min
fy
0,85. fc'. 600
max 0,75. b. ; b = .
fy 600 fy
bila perlu > max Penampang diperbesar. Bila sebaliknya penampang memenuhi
Asperlu = . b.d.
LAPORAN PENDAHULUAN 38
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
2 .E.I
Pc =
k .Lu 2
M1
Cm = 0,6 + 0,4.
M2
Cm
b
Pu
1
.Pc
1
s
Pu
1
Pc
Mu = b x M2
Mu
e = m.
Pu
Pu
. Agr.o,85. fc'
didapat: r
Pu e
x
. Agr.0,85. fc ' h
berdasarkan fc’
=rx
As = . b. d
LAPORAN PENDAHULUAN 39
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Vu
Vn = KN
Vn < Vc dipakai tulangan geser minimum.
Jarak antar tulangan geser (D10); s = 1/2 x d
Perencanaan Penulangan Plat
MU
k= Mpa.
.b.d 2
Dari nilai k
1,4
Kontrol terhadap min
fy
sx = x2 - x1 = selisih absis, m
sy = y2 - y1 = selisih ordinat, m
PL= panjang lengkung
PT= panjang tangen
D = jarak antar titik potong
a = selisih azimuth
R = jari-jari lengkung
Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah bergantung pada:
LAPORAN PENDAHULUAN 40
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 41
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan berguna untuk :
Menaikkan muka air di atas tinggi muka air maksimum
Mencegah kerusakan tanggul saluran
Besarnya tinggi jagaan untuk saluran tanah dan pasangan disajikan secara lengkap pada
tabel berikut.
LAPORAN PENDAHULUAN 42
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 43
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Pipa sederhana berupa sebuah pipa yang terbuat dari buis beton dengan diameter standar
0.15, 0.20, 0.30, 0.40, 0,50 atau 0,60 yang bisa ditutup dengan pintu sorong. Aliran melalui
bangunan ini tidak dapat diukur tapi dibatasi sampai debit maksimum, yang bergantung
kepada diameter pipa dan beda tinggi energi. Untuk bangunan-bangunan yang mengalirkan
air ke saluran tanpa pasangan, kecepatan maksimum di dalam pipa dibatasi 1,0 m/dt. Jika
bangunan itu mengalirkan air ke saluran pasangan, kecepatan maksimumnya mungkin
sampai 1,50 m/dt.
Karakteristik hidrolis aliran air yang melewati pipa sederhana dapat dilihat secara lengkap
pada Tabel A-2.5 Lampiran 2, Buku Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan (KP-04)
Halaman 212.
Plat Gorong-gorong atau Pelayanan
Sebagai penutup bangunan atau jembatan pengoperasian pintu, diperlukan plat
gorong-gorong atau plat pelayanan.
Plat ini terbuat dari konstruksi beton bertulang dengan mutu beton K-175 dan mutu baja
U-22. Dimensi plat beton dan pembesiannya, didasarkan pada standar plat atau jembatan
yang terdapat di Buku Standar Gambar Bangunan Irigasi BI-01 halaman 719.
3.5.15. Talang
Talang adalah saluran buatan yang dibuat dari pasangan beton, pasangan batu kali atau
kayu. Di dalamnya air mengalir dengan permukaan bebas, dibuat melintasi lembah, saluran
pembuang, saluran irigasi, sungai, jalan raya atau rel kereta api.
Potongan melintang bangunan tersebut ditentukan oleh nilai banding b/h di mana b adalah
lebar bangunan dan h adalah kedalaman air. Nilai banding dari b dan h adalah berkisar
antara 1 sampai 3 yang menghasilkan potongan melintang hidraulis paling ekonomis.
Kecepatan air di talang harus lebih tinggi dari kecepatan di potongan saluran biasa. Hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi proses pengendapan sedimen pada bangunan tersebut.
Tetapi kemiringan dan kecepatan dipilih sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi
kecepatan superkritis atau mendekati kritis, kerena aliran ini cenderung sangat tidak stabil
(Fr > 0.7) . Untuk nilai banding potongan melintang yang ekonomis memberikan kemiringan
maksimum = 0.002.
3.5.16. Gorong-Gorong Pembuang
Gorong-gorong pembuang diperlukan apabila jalur trase saluran yang direncanakan
melintasi saluran pembuang (alur). Aturan dasar dalam menentukan lokasi gorong-gorong
adalah memanfaatkan saluran alamiah yang pola limpasan air (run off) aslinya sedikit
terganggu.
Gorong-gorong sebaiknya melewati bawah saluran dengan ruang bebas (clearance) 0.60 m
untuk saluran tanah atau 0.30 m untuk saluran pasangan. Ada beberapa tipe gorong-gorong
pembuang yaitu :
Pipa beton bertulang
Pipa beton tumbuk diberi alas beton
Pasangan batu dengan dek beton bertulang
Bentuk boks segi empat dari beton bertulang yang dicor di tempat.
Bila dipakai tipe pipa beton, maka harus dipasang sambungan paking (gasket) karet untuk
mencegah kebocoran, kalau tidak pipa itu sebaiknya diberi koperan pada setiap bagian
sambungan. Dalam perencanaan untuk gorong-gorong pembuang di Daerah Irigasi Balum
akan direncanakan menggunakan tipe pasangan batu dengan dek beton bertulang. Hal ini
LAPORAN PENDAHULUAN 44
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
disebabkan karena tipe ini banyak digunakan dan lebih mudah pengerjaannya.
Debit rencana yang melalui gorong-gorong didasarkan pada luas tangkapan (cathment area)
dari saluran pembuang/alur yang ada dan besarnya curah hujan harian dengan prosentase
terpenuhi sebesar 20 % (R1(5)).
Qd = 0.116 x ß x R1(5) x A0.92
dengan :
Qd = debit rencana, m3/dt
ß = koefisien limpasan air (=0.75)
R1(5) = curah hujan harian dgn kemungkinan terpenuhi 20%
A = luas tangkapan air, ha
3.5.17. Gorong-Gorong Pembawa
Gorong-gorong pembawa adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran
irigasi) melewati bawah saluran, jalan, dan lain-lain. Gorong-gorong mempunyai potongan
melintang yang lebih kecil dari pada luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari
potongan melintang mungkin berada di atas muka air. Dalam hal ini gorong-gorong
berfungsi sebagai saluran terbuka dengan aliran bebas. Pada gorong-gorong aliran bebas,
benda-benda yang hanyut dapat lewat dengan mudah, tetapi biayanya umumnya lebih
mahal dibandingkan gorong-gorong tenggelam.
Untuk Daerah Irigasi Balum dipilih tipe gorong-gorong segi empat yang terbuat dari
pasangan batu kali dengan plat beton bertulang sebagai penutup di atasnya. Hal yang
menjadi pertimbangan dipilihnya tipe ini adalah karena gorong-gorong tipe ini sangat kuat
dan pembuatannya lebih mudah..
LAPORAN PENDAHULUAN 45
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat adalah
sebagai berikut :
2 2 1.50
Q C d Cv g bc h1
3 3
dimana :
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi (9.81 m/dt2)
bc = lebar mercu (m)
h1 = kedalaman air dihulu ambang bangunan ukur
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trapesium adalah sebagai berikut :
Q Cd bc yc mc 2 g H1 yc
2 0.50
dimana :
bc = lebar mercu (m)
yc = kedalaman air pada bagian pengontrol (m)
mc = kemiringan samping pada bagian pengontrol ( 1 : m)
Pemasangan papan duga untuk mengukur tinggi muka air di hulu ambang lebar (h 1) harus
diletakkan seperti pada gambar sebagai berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN 46
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 47
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
kebutuhan untuk eksploitasi dan pemeliharaan akan dibuat minimum. Pembagian air harus
adil, seimbang dan efisien.
Pembagian Petak Yang Ideal
Di dalam pembagian petak tersier, akan diusahakan agar setiap pemilikan sawah
mempunyai pengambilan sendiri dan pembuangan kelebihan air langsung ke jaringan
pembuang. Tetapi tidak semua petak tersier yang direncanakan mempunyai kondisi
demikian. Terkadang sering dijumpai kondisi dimana pengaturan air sangat sulit yang
menyebabkan efisiensi penggunaan air tinggi. Untuk menghadapi hal tersebut perlu adanya
perencanaan untuk mencapai karakteristik petak yang ideal, yaitu :
Pembagian air yang proposional dengan boks bagi yang dilengkapi pintu guna
memungkinkan pembagian air secara berselang seling ke petak-petak kwarter.
Pemberian air ke petak melalui saluran tersier dan dibuang melalui saluran pembuang
kwarter.
Jalan petani dibuat sepanjang jalan saluran kwarter.
6 - 8 dari pemilikan sawah yang ada diorganisasi menjadi jalur-jalur/strip
Ukuran dan Bentuk Petak Tersier dan Kwarter
Ukuran petak tersier tergantung kepada ukuran luas, biaya pelaksanaan pembuatan jaringan
irigasi, jaringan pembuang dan bangunan-bangunannya juga, termasuk biaya eksploitasi dan
pemeliharaan. Luas yang ideal menurut pengalaman ialah petak dengan luas 50 ha sampai
75 ha tetapi apabila keadaan topografi yang tidak memungkinkan bisa mencapai 100 ha.
Bentuk yang optimal dari petak tersier adalah berbentuk bujur sangkar, hal ini disebabkan
apabila petak tersier berbentuk memanjang pembagian air akan menjadi sulit.
Untuk memudahkan pelaksanaan pembagian air, suatu petak tersier harus dibagi menjadi
unit yang lebih kecil yaitu petak kwarter, dimana ukuran luas optimal dari petak kwarter
adalah 8 - 15 ha. Selain memudahkan, juga efisiensi irigasi akan lebih tinggi mengingat
saluran-saluran yang direncanakan akan lebih pendek, sehingga kehilangan air di saluran
akan lebih sedikit dan pengaturan air akan lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman. Suatu
petak sub tersier harus terdiri dari sekurang-kurangnya dua petak kwarter.
Tabel METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN.7 Kriteria Pengembangan Petak
Tersier
No. Uraian Ukuran/Panjang
1. Ukuran Petak Tersier 50 – 75 ha
2. Ukuran Petak Kwarter 8 – 15 ha
3. Panjang Saluran Tersier < 1.500 m
4. Panjang Saluran Kwarter < 500 m
5. Jarak Petak antara sal. kwarter/pembuang < 300 m
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, KP - 05, 1986
Dimensi Saluran
Kapasitas rencana saluran tergantung pada luas petak yang diairi pada kebutuhan air
maksimum (air yang diperlukan masa pengolahan tanah). Pada saluran pembawa,
kebutuhan air maksimum ini terdiri dari kebutuhan air normal ditambah kehilangan air di
dalam jaringan tersier. Pada saluran pembuang kapasitas rencana ditentukan oleh hujan 5
tahun yang harus dibuang dalam dua hari (batas daya tahan padi).
Rumus :
Qmax = luas petak x kebutuhan air maksimum Qmin = ditentukan (l/det)
LAPORAN PENDAHULUAN 48
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
dengan :
Q = Debit rencana (m3/det)
V = Kecepatan aliran (m/det)
A = Luas penampang basah (m2)
k = Koefisien kekasaran (m1/3/det)
R = Jari-jari hidraulis (m)
I = Kemiringan dasar saluran
m = Kemiringan lereng (1:m)
= b/h
A = b.h + mh2
P = b + 2h(1 +m2)
R = A/P
Saluran Pembawa
Dibawah ini adalah beberapa kriteria untuk merencanakan saluran pembawa
(tersier/kuarter) :
Lebar dasar minimum (bmin) = 0,30 m
Tinggi jagaan minimum (wmin) = 0,20 m
Kedalaman air disaluran diusahakan sama dengan lebar dasar saluran (h = b)
Kemiringan lereng (m) = 1
Koefisien kekasaran (k) = 70 untuk saluran tersier (k) = 30 untuk saluran kwarter
Kecepatan aliran minimum (Vmin) = 0,10 (m/dt)
Kecepatan maksimum (Vmaks) = 0,60 (m/dt), (tanpa pasangan)
Kemiringan dasar saluran diusahakan sama dengan kemiringan medan (Isaluran = Imedan)
Muka air dalam saluran tersier / sub tersier diusahakan supaya lebih rendah dari muka
tanah sawah di kanan kirinya
Muka air dalam saluran kwarter minimum 0,15 m di atas muka tanah sawah yang diairi
Lebar tanggul tersier = 0.50 m, kwarter = 0.40 m.
Saluran Pembuang
Beberapa kriteria untuk merencanakan saluran pembuang disajikan dalam tabel dibawah ini.
LAPORAN PENDAHULUAN 49
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 50
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
kemiringan saluran. Pada tempat-tempat tertentu perlu direncanakan bangunan terjun agar
letak saluran tidak menjadi terlalu tinggi. Dimensi bangunan terjun ditentukan oleh :
Z = Hhulu - Hhilir - I x L
Sedangkan untuk menghitung panjang kolam olak yang dibutuhkan digunakan formula :
L = C1(2.hc) + 0,25
C1 = 2,5 + 1,1 hc/z + 0.7(hc/z)3
hc = (q2/g)1/3
q = Q/(0,8.b1)
dengan :
L = Panjang kolam olakan yang dibutuhkan (m)
hc = Tinggi kritis diatas ambang terjun (m)
Q = Debit design (m3/dt)
B = Lebar ambang terjun (0,8 lebar dasar saluran)
z = Tinggi terjun (m)
q = Debit persatuan luas (m2/dt)
b1 = Lebar dasar saluran (m)
dalam perencanaan dimensi bangunan terjun rencana, diambil dari standar bangunan terjun
yang terdapat di Buku Standart Gambar Bangunan Irigasi BI - 01, hal 327, 1986.
3.7.4. Elevasi Muka Air
Elevasi muka air di saluran dan bangunan ditentukan dari elevasi sawah tertinggi dan terjauh
dengan ditambah kehilangan-kehilangan di saluran dan bangunan akibat kecepatan aliran
(gesekan).
Beberapa hal yang mempengaruhi besarnya elevasi muka air di bangunan bagi/sadap,
antara lain :
Elevasi sawah tertinggi dan terjauh
Kehilangan energi di boks tersier dan kuarter (10 cm)
Kehilangan energi akibat gesekan di saluran kuarter dan tersier (tergantung pada
panjang dan kemiringan saluran)
Kehilangan energi di bangunan pelengkap seperti gorong-gorong, bangunan terjun dan
bangunan lainnya
Kehilangan energi di pintu sadap
Akibat kemiringan medan yang relatif terjal, elevasi muka air dipintu sadap tidak terlalu
menjadi kendala. Hal ini akibat perbedaan tinggi yang relatif besar antara bangunan sadap
dan elevasi sawah yang tertinggi/terjauh.
LAPORAN PENDAHULUAN 51
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
menanggulangi hal tersebut, diperlukan suatu sistem jaringan pembuang yang berfungsi
untuk membuang air kelebihan pada lahan tersebut.
Dalam perencanaan sistem pembuang, sedapat mungkin menggunakan saluran alam yang
ada. Tetapi bila perlu dapat ditambah dengan saluran pembuang yang baru. Pada saluran
alam perlu ditinjau kemampuan kapasitas pengalirannya. Apabila kapasitasnya tidak
mencukupi, maka kapasitas dari saluran alam tersebut harus ditingkatkan dengan cara
mendimensi lagi sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan.
3.8.2. Debit Rencana Saluran Pembuang
Pada jaringan irigasi teknis, saluran pembuang direncanakan untuk dapat mengalirkan debit-
debit berikut:
1. Debit Intern yang merupakan debit kelebihan dan atau sisa air irigasi dari petak-petak
sawah yang ada.
2. Debit Ekstern yang merupakan debit yang berasal dari luar daerah irigasi tersebut yang
harus dibuang.
Debit Intern
Kelebihan air dari petak-petak sawah disebabkan oleh :
Hujan lebat
Melimpahnya air irigasi atau buangan yang berlebihan dari jaringan primer atau sekunder
ke daerah tersebut
Rembesan atau limpasan kelebihan air irigasi di dalam petak tersierJumlah kelebihan air
yang harus dikeringkan per petak disebut Modulus Pembuang atau koefisien pembuang.
Besarnya koefisien bergantung pada :
o Curah hujan selama periode tertentu
o Pemberian air irigasi pada waktu itu
o Kebutuhan air tanaman
o Perkolasi tanah
o Tampungan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan
o Luasnya daerah
o Sumber-sumber kelebihan air yang lain
Limpasan pembuang permukaan selama n hari dinyatakan sebagai:
D(n) = R(n)T + n ( I - ET - P ) - S
dengan :
n = jumlah hari berturut-turut
D(n) = limpasan pembuang permukaan selama n hari, mm
R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun,
mm
I = pemberian air irigasi, mm/hari
ET = evapotranspirasi, mm/hari
P = perkolasi, mm/hari
S = tampungan tambahan, mm
LAPORAN PENDAHULUAN 52
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 53
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
67.65 4.1
q 1
t 1.45 q7
t 1
120 A 0.476 A0.375
t 9 t
120 A (q) 0.125 I 0.25
dengan,
Q = debit banjir rencana kala ulang t tahun (m3/det)
= koefisien limpasan
= koefisien reduksi
q = intensitas hujan yang diperhitungkan (m3/km2/det)
A = luas daerah aliran sungai (km2)
t = waktu konsentrasi (jam)
I = rerata kemiringan
L = panjang sungai (km)
Debit Rencana
Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam waktu sehari dari
suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh curah hujan sehari di
daerah tersebut. Air hujan yang tidak tertahan atau merembes dalam waktu sehari,
diandaikan mengalir dalam waktu satu hari itu juga, ini menghasilkan debit rencana yang
konstant.
Debit rencana dihitung dengan rumus (USBR, 1973):
Qe 0,116 R(1) 5 A0, 92
dengan:
Qe = debit rencana, liter/dt
= koefisien limpasan air hujan
R(1)5 = curah hujan sehari, dengan kemungkinan terpenuhi 20%
A = luas daerah yang dibuang airnya, ha
Koefisien limpasan air hujan () sangat tergantung pada jenis vegetasi penutup tanah
dari daerah yang bersangkutan. Besarnya koefisien ini disajikan pada Tabel sebagai
berikut :
Tabel METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN.9 Koefisien Limpasan Air Hujan
Kelompok Hidrologi Tanah
Penutup Tanah
C D
Hutan lebat 0,60 0,70
Hutan tidak lebat 0,65 0,75
Tanaman ladang (terjal) 0,75 0,80
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-03, 70, 1986
LAPORAN PENDAHULUAN 54
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
Perencanaan dimensi saluran pembuang didasarkan pada debit rencana yang dihitung
dengan persamaan berikut ini:
Qd = Qi + Qe
dengan :
Qd = debit rencana, m3/dt
LAPORAN PENDAHULUAN 55
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN 56
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN 57
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
3.5.1. UMUM..............................................................................3-23
3.5.2. PEMILIHAN LOKASI BENDUNG............................................3-24
3.5.3. PENENTUAN ELEVASI MERCU BENDUNG............................3-24
3.5.4. PERENCANAAN DETAIL BANGUNAN UTAMA.......................3-25
3.5.5. PERENCANAAN KANTONG LUMPUR....................................3-28
3.5.6. BANGUNAN PENGURAS DAN SALURAN PENGURAS............3-31
3.5.7. BANGUNAN PENGAMBILAN SALURAN PRIMER....................3-31
3.5.8. BANGUNAN UKUR.............................................................3-31
3.5.9. TINJAUAN STABILITAS BENDUNG.......................................3-32
3.5.10. TANGGUL.........................................................................3-35
3.5.11. ANALISA STRUKTUR..........................................................3-37
3.5.12. ALINEMEN SALURAN PEMBAWA DAN PEMBUANG...............3-40
3.5.13. DIMENSI SALURAN............................................................3-41
3.5.14. BANGUNAN BAGI DAN SADAP...........................................3-43
3.5.15. TALANG............................................................................3-44
3.5.16. GORONG-GORONG PEMBUANG.........................................3-44
3.5.17. GORONG-GORONG PEMBAWA...........................................3-45
3.6. ALAT UKUR DEBIT.....................................................................3-45
3.7. SISTEM JARINGAN TERSIER...................................................3-47
3.7.1. UMUM..............................................................................3-47
3.7.2. KRITERIA DESAIN.............................................................3-47
3.7.3. BANGUNAN TERSIER.........................................................3-50
3.7.4. ELEVASI MUKA AIR...........................................................3-51
3.8. SISTEM JARINGAN PEMBUANG..............................................3-51
3.8.1. UMUM..............................................................................3-51
3.8.2. DEBIT RENCANA SALURAN PEMBUANG..............................3-51
3.8.3. Kriteria Perencanaan Saluran Pembuang.....................3-55
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Perhitungan Neraca Air (Water Balance).................................................3-15
Tabel 3.1 Angka Koefisien Pengaliran.....................................................................3-18
Tabel 3.3 Angka Koefisien Pengaliran Yang Dipakai Secara Umum................3-18
Tabel 3.4 Harga-harga Ka dan Kp...........................................................................3-25
LAPORAN PENDAHULUAN 58
Detail Desain Rehabilitasi D.I Air Seluma PT. TRANSKA DHARMA
Kabupaten Seluma KONSULTAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Lebar Efektif Mercu Bendung..............................................................3-26
Gambar 3.2 Tekanan pada mercu bendung sebagai fungsi perbandingan H1/r.....3-26
Gambar 3.3 Peredam energi tipe tenggelam...........................................................3-27
Gambar 3.4 Tipe Bangunan Pengambilan dan Pembilas........................................3-29
Gambar 3.5 Tipe Bangunan Pembilas Pembilas Samping......................................3-29
Gambar 3.6 Tipe pembilas Bawah (Under Sluice)...................................................3-30
Gambar 3.7 Tipe Tata Letak Kantong Lumpur.........................................................3-30
Gambar 3.8 Tata letak kantong lumpur dengan saluran primer berada pada trase
yang sama dengan kantong lumpur.................................................................3-31
LAPORAN PENDAHULUAN 59