04 PENDEKATAN DAN
METODOLOGI
Adapun berikut untuk pendekatan dan metodelogi yang digunakan dalam penyusunan
Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten
Kotabaru.
4.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Kajian Penanggulangan Banjir
Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru ini dengan analisis
pengaruh aliran balik pasang-surut, dan limpasan catchment hulu.
Sistem drainase pada daerah pesisir di Indonesia pada umum nya terpengaruh oleh
pasang-surut laut. Naiknya permukaan air laut menyebabkan terhambatnya aliran dari hulu
sistem drainase, karena pada umumnya tinggi energi (H) muka air hilir saluran lebih tinggi
dibandingkan dengan energi dari hulu. Sehingga kejadian ini menyebabkan terjadi aliran balik
(back water). Selain itu, kecepatan aliran kearah hulu terjadi peningkatan karena tinggi energi
hulu lebih besar dibandingkan dengan hilir. Kecepatan tersebut berangsur turun hingga batas
wilayah yang tidak terpengaruh pasang surut (V=0). Sedangkan pada saat surut air akan
kembali kearah hilir.
Apabila terjadi hujan di Hulu sistem atau Das hulu perkotaan dan pada saat terjadinya
pasang muka air laut maka aliran maka drainase sistem gravitasi tidak dapat sepenuhnya
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 1
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
bekerja. Sehingga diperlukan bantuan pompa dan dilengkapi dengan pintu otomatis pada
outlet-outlet sistem untuk mencegah masuknya air laut pasa saat pasang. Sehingga perlu
mempertimbangkan biaya operasi dan pemeliharaan bangunan tersebut.
4.2 Metodologi
4.2.1 Ketentuan Umum dan Teknis
Secara umum maksud dan tujuan pekerjaan ini adalah untuk melakukan analisis
terhadap permasalahan drainase di Kotabaru guna menyusun Kajian Penanggulangan Banjir
Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru, oleh karena itu perlu
dilakukan inventarisasi terhadap semua aspek yang berkaitan dengan drainase baik pada aspek
teknis maupun non teknis. Dengan demikian kajian terhadap tataguna lahan, perkembangan
sosial serta hal-hal yang berkaitan dengan konservasi lahan akan dilakukan analisis pada
pekerjaan ini.
Untuk mendapatkan hasil Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan dan Masterplan
Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru sebagaimana yang diharapkan, diperlukan
metodologi pelaksanaan pekerjaan. Penyusunan Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan dan
Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru disusun dengan ketentuan umum
berikut:
1. Memperhatikan rencana pengembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota
lainnya;
2. Memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya dengan prasarana dan sarana kota
lainnya, sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional, dan
pemeliharaan;
3. Arahan pembangunan sistem drainase perkotaan selama 5 tahun dan dapat ditinjau
ulang sesuai keperluan.
Penyusunan Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan Kotabaru disusun dengan
ketentuan teknis berikut:
1. Data dan informasi yang dibutuhkan:
Data Klimatologi
Data hujan, angin, dan temperatur dari stasiun klimatologi atau badan meteorologi
dan geofisika terdekat.
Data Hidrologi
Data tinggi muka air, debit sungai, laju sedimentasi, pengaruh pasang-surut, peil
banjir, karakteristik daerah aliran.
Data Sistem Drainase yang ada
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 2
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 3
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
MULAI
Persiapan
Koordinasi Dengan
Instansi Terkait
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 4
Kajian
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Data Hidrologi
1) Data Curah Hujan
Analisa
Hujan Rencana
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 5
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Standar yang digunakan pada pekerjaan ini adalah Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang terdiri dari :
1. SNI 03-2406-1991 tentang tata cara perencanaan umum drainase perkotaan.
2. Revisi SNI 03-2415-1991 tentang tata cara perhitungan debit banjir.
3. SNI 03-2401-1991 tentang tata cara perencananaan umum bendung.
4. SNI 03-1724-1989 tentang tata cara perencanaan hidrologi dan hidraulik untuk
bangunan di sungai.
5. SNI 2851:2015 tentang Desain Bangunan Penahan Sedimen
6. SNI 2415-2016 tentang Metode Perhitungan Debit Banjir
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 6
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 7
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Jika data hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan lingkungan di
sekitar tempat penakar hujan dipasang, misalnya penakar hujan terlindung oleh pohon,
terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan cara penakaran dan pencatatan,
pemindahan letak penakar dan sebagainya, memungkinkan terjadi penyimpangan
terhadap trend semula.
4. Curah Hujan Rerata Daerah (Areal Rainfall)
Ada beberapa cara untuk menentukan curah hujan rerata daerah aliran sungai,
yaitu:
a. Cara rata-rata arimatika
b. Cara Poligon Thiessen
c. Cara Isohyet
5. Analisa Curah Hujan Rancangan
Curah hujan rancangan adalah curah hujan tahunan dengan suatu kemungkinan
terjadi yang tertentu, atau hujan dengan suatu kemungkinan periode ulang tertentu.
Metode analisa hujan tersebut pemilihannya sangat tergantung dari kesesuaian
parameter statistik dari data yang bersangkutan atau dipilih berdasarkan petimbangan-
pertimbangan teknis lainnya.
Dalam studi ini untuk menentukan besar curah hujan rancangan digunakan
metode analisa frekuensi Log Pearson III, karena cara ini sesuai untuk berbagai
macam koefisien kepencengan (skewness) dan koefisien kepuncakan (kurtosis).
6. Uji Kesesuaian Distribusi
Pengujian kesesuaian terhadap data hujan ini dimaksudkan untuk mengetahui
kebenaran akan distribusi yang digunakan. Untuk mengadakan uji ini terlebih dahulu
dilakukan plotting data pengamatan pada kertas probabilitas Log Pearson III.
7. Distribusi Hujan
Analisis hujan rencana menggunakan hujan rata-rata maksimum harian (R24).
Pada umumnya data hujan yang tersedia pada stasiun meteorologi adalah data hujan
harian. Namun demikian jika tersedia data hujan otomatis (automatic rainfall
recorder), maka pola distribusi hujan jam-jaman dapat dibuat dengan menggunakan
metode Mass Curve untuk tiap kejadian hujan lebat dengan mengabaikan waktu
kejadian. Untuk studi ini akan digunakan metode Mononobe.
8. Koefisien Pengaliran
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 8
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah
pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun kondisi dan
karakteristik yang dimaksud adalah :
a. Keadaan hujan
b. Luas dan daerah aliran
c. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
d. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
e. Kelembaban tanah
f. Suhu udara, angin dan evaporasi
g. Tata guna lahan
h. Hujan Netto
Hujan netto adalah bagian total yang menghasilkan limpasan langsung (direct
run-off). Limpasan langsung ini terdiri dari limpasan permukaan (surface run-off) dan
interflow (aliran yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah dengan
permeabilitas rendah, yang keluar lagi ke tempat yang lebih rendah dan berubah
menjadi limpasan permukaan).
9. Debit Banjir Rancangan
Hidrograf merupakan gambaran integral dari karakteristik fisiografis dan
klimatis yang mengendalikan hubungan antara curah hujan dan pengaliran dari suatu
daerah pengaliran tertentu (Subarkah, 1978: 67).
Sedangkan menurut Sri Harto (1993: 144), hidrograf dapat disebut sebagai
penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. Hidrograf menunjukkan
tanggapan menyeluruh DPS terhadap masukan hujan dengan intensitas, lama, dan
distribusi tertentu.
Hidrograf terdiri dari tiga bagian yakni lengkung konsentrasi, bagian puncak dan
lengkung resesi (Subarkah, 1978: 68). Debit puncak merupakan salah satu bagian
terpenting hidrograf. Debit puncak terjadi ketika limpasan dari berbagai bagian dari
DPS bersama-sama menyumbangkan jumlah maksimum aliran di outlet DPS. Untuk
DPS yang besar, debit puncak terjadi setelah terhentinya hujan, jarak waktu dari pusat
massa hujan ke puncak sangat dipengaruhi oleh DPS dan karakteristik hujan
(Subramanya, 1989: 159).
10. Penelusuran Banjir (Flood Routing)
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 9
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Umpamanya aliran masuk pada sebuah bagian sungai I (m3/detik) dan aliran keluar
O (m3/detik), air tertampung selama t (detik) dalam bagian itu adalah S (m 3), maka
berlaku persamaan sebagai berikut (Muskingum):
S
I −O=
t
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 10
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Tipe Saluran n
4. Pasangan bata dilapisi dengan 0,011 – 0,014
semen
5. Pasangan batu kali disemen 0,015 – 0,017
B. Saluran dilapis atau disemen
6. Pasangan bata disemen 0,012 – 0,018
7. Beton dipoles 1,013 – 0,016
8. Pasangan batu kali disemen 0,017 – 0,030
9. Pasangan batu kosong 0,023 – 0,035
dimana:
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 11
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 12
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
d. Tinggi Jagaan
Jagaan dari suatu aliran adalah jarak vertikal dari puncak tanggul sampai
permukaan air pada kondisi perencanaan. Jarak tersebut ditentukan berdasarkan
pertimbangan agar dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi
permukaan air gelombanggelombang yang menonjol serta fluktuasi permukan air
umumnya terjadi dalam saluran dimana kecepatan alirannya tinggi serta kemiringan
dasar cukup besar sehingga aliran menjadi tidak mantap atau tikungan dengan
kecepatan air dan sudut-sudut defleksi yang cukup besar sehingga menyebabkan
terjadinya kenaikan muka air pada bagian cembung (convex) atau pada saluran dimana
kecepatan alirannya mendekati keadan kritis.
Bila keadaan yang terakhir ini terjadi, maka dengan adanya suatu rintangan yang
sedikit saja bisa mengakibatkan terjadinya loncat air (jump) dan kedalam air bisa tiba-
tiba berubah dari kedalaman kecil ke kedalaman yang besar. Jagaan tersebut
direncanakan antara kurang dari 5 % sampai 30 % lebih dari dalamnya aliran. Tinggi
jagaan (w) berdasarkan rumus :
w = 25 % h
dengan h = tinggi selokan yang terendam air.
Pada lokasi jembatan, clearance disesuaikan terhadap bentuk dan karakteristik
sungai. Belum ada ketentuan baku dalam kasus ini, umumnya disesuaikan dengan
parameter debit (besaran debit) atau secara praktis tinggi jagaan (clearance),
ditetapkan berdasar estimasi berbagai sumber referensi :
• Sungai kecil, bentang normal < 40,0 m : 1,00 m.
• Sungai sedang, bentang normal 40 ~ 60 m : 1,50 m.
• Sungai besar, bentang normal > 60,0 m : 2,00 m.
e. Penampang Hidrolis Terbaik
Kemampuan angkut (convergency) dari suatu penampang saluran akan bertambah
besar apabila jari-jari hidrolis bertambah besar atau keliling basah bertambah kecil.
Oleh karena itu untuk luas penampang basah tertentu penampang saluran yang keliling
basahnya terkecil akan mempunyai kemampuan angkut maksimum. Penampang
semacam ini dinamakan penampang hidrolis terbaik. Umumnya saluran harus
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 13
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
2. Pintu Air
Untuk perencanaan hidrolis dalam pintu air ini menggunakan rumus sebagai
berikut:
Q = C b h (2gz)1/2
dimana:
Q = debit (m3/dt)
C = koefisien debit
b = lebar pintu (m)
h = tinggi bukaan pintu (m)
z = selisih tinggi air di hulu dan hilir pintu (m)
Lebar standart untuk pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0.5, 0.75, 1.0,
1.25, 1.5 m. Kedua ukuran yang terakhir memerlukan dua stang pengangkat.
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 14
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Sedangkan untuk pedoman kala ulang banjir rancangan untuk drainase perkotaan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Rekomendasi Kala Ulang Banjir Rancangan
Saluran Rekomendasi Kala Ulang Debit Banjir
Primer 25 tahunan
Sekunder 10 tahunan
Tersier 2 - 5 tahunan
Sumber: Surabaya Drainage Master Plan, 2000
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 15
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Sebaliknya jika muka air di pembuangan akhir lebih tinggi daripada muka air di saluran
drainase (hilir), maka air tidak dapat mengalir secara gravitasi. Pengerukan saluran dengan
maksud menampung aliran lebih besar saat terjadi banjir tidak selalu berhasil menurunkan
muka air, apabila muka air di pembuangan akhir lebih tinggi daripada muka air di saluran.
Terlebih bila dasar saluran di hilir lebih rendah daripada dasar pembuangan akhir (muara).
Untuk mengatasi masalah pembuangan air di daerah hilir dengan kondisi seperti
tersebut di atas, maka diperlukan fasilitas drainase pelengkap sebagai berikut:
a. Pintu air
Pintu air dibuka saat muka air rendah dan ditutup untuk menahan masuknya air
banjir ke saluran drain atau saat muka air laut pasang, yang dapat sekaligus mencegah
masuknya air dari pembuangan akhir ke saluran.
b. Pompa air
Pompa air difungsikan bila pengaliran secara gravitasi tidak memungkinkan dan
tidak perlu menunggu sampai permukaan air di hilir lebih rendah.
c. Busem (Kolam Retensi)
Ada kalanya dipertimbangkan perlu menampung sementara air dalam busem
(detention basin), sampai muka air di pembuangan akhir turun atau surut. Busem
dapat berupa cekungan dengan memanfaatkan daerah yang lebih rendah dari
sekitarnya atau dibuat kolam untuk menampung sementara aliran dari saluran-saluran
drainase.
Prinsip hidrolik kerja busem meliputi hubungan antara inflow (I, aliran masuk ke
busem) dari saluran-saluran drainase, outflow (O, aliran keluar dari busem) dan
storage (V, tampungan dalam busem) dapat digambarkan dalam sket berikut ini
Pengaliran secara gravitasi :Air dari dalam busem dapat dialirkan ke hilir secara
bertahap mengikuti penurunan permukaan air di hilir. Fasilitas yang diperlukan
adalah pintu air (manual, otomatis atau elektrik).
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 16
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Gambar 4.4 Pengaliran Secara Gravitasi dan Pengaliran dengan Bantuan Pompa
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 17
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Busem tidak hanya terdiri dari tampungan yang berfungsi sebagai penampung air
saja, akan tetapi juga harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas penunjang. Pada
umumnya busem mempunyai alternatif fasilitas sebagai berikut :
Busem + pompa
Busem + pintu air / gorong-gorong
Busem + pintu air / gorong-gorong + pompa
Pompa dipilih jenis dan kapasitasnya, sedemikian sehingga dapat mengeringkan
genangan selama waktu yang dikehendaki. Umumnya pompa dijalankan pada debit
konstan untuk waktu tertentu, kemudian diturunkan tergantung pada aliran yang
masuk. Alternatif (1) dipilih apabila pengaliran secara gravitasi sama sekali tak
memungkinkan dimana dasar busem lebih rendah daripada dasar pembuangan akhir
(saluran, sungai, muara). Konsekwensinya, busem perlu dibersihkan apabila
kapasitasnya sudah berkurang karena pengendapan sedimen. Alternatif (2) atau (3)
dipilih apabila pengaliran secara gravitasi dapat dilakukan, yaitu saat muka air di
pembuangan akhir turun/surut. Dasar pintu atau gorong-gorong berada di di dasar
busem yang sama dengan dasar pembuangan akhir, sehingga saat muka air surut dapat
dilakukan penggelontoran.
d. Long Storage
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 18
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Long storage berfungsi seperti busem, namun berupa saluran yang dibuat lebih
lebar dengan kemiringan dasar yang landai. Perlu diperhatikan dalam membuat long
storage saluran selain dilebarkan (volume tampungan V1) juga diperdalam di suatu
tempat (volume tampungan V2). Penampungan air sebanyak V2 berangsur-angsur
berkurang karena pengendapan, sehingga kembali menjadi V1.
Bagian saluran yang lebih dalam tersebut berfungsi sebagai penangkap sedimen.
Dengan memperdalam saluran pengendapan dapat dilokalisir dan pembersihan saluran
(pengerukan) tidak perlu dilakukan di sepanjang saluran. Cara ini dapat dipilih apabila
sedimen dalam saluran berupa pasir yang bersifat lepas. Pada saluran campuran
(mengalirkan air hujan dan limbah rumah tangga), cara ini kurang berhasil, karena
sedimen mengendap di mana saja saat debit kecil dan sulit terangkut karena sifat
lekatnya kecuali pada kecepatan aliran yang besar.
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 19
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru
Saluran Primer 25
Saluran Sekunder 10
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 20