Anda di halaman 1dari 20

Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

04 PENDEKATAN DAN
METODOLOGI

Adapun berikut untuk pendekatan dan metodelogi yang digunakan dalam penyusunan
Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten
Kotabaru.

4.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Kajian Penanggulangan Banjir
Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru ini dengan analisis
pengaruh aliran balik pasang-surut, dan limpasan catchment hulu.
Sistem drainase pada daerah pesisir di Indonesia pada umum nya terpengaruh oleh
pasang-surut laut. Naiknya permukaan air laut menyebabkan terhambatnya aliran dari hulu
sistem drainase, karena pada umumnya tinggi energi (H) muka air hilir saluran lebih tinggi
dibandingkan dengan energi dari hulu. Sehingga kejadian ini menyebabkan terjadi aliran balik
(back water). Selain itu, kecepatan aliran kearah hulu terjadi peningkatan karena tinggi energi
hulu lebih besar dibandingkan dengan hilir. Kecepatan tersebut berangsur turun hingga batas
wilayah yang tidak terpengaruh pasang surut (V=0). Sedangkan pada saat surut air akan
kembali kearah hilir.
Apabila terjadi hujan di Hulu sistem atau Das hulu perkotaan dan pada saat terjadinya
pasang muka air laut maka aliran maka drainase sistem gravitasi tidak dapat sepenuhnya

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 1
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

bekerja. Sehingga diperlukan bantuan pompa dan dilengkapi dengan pintu otomatis pada
outlet-outlet sistem untuk mencegah masuknya air laut pasa saat pasang. Sehingga perlu
mempertimbangkan biaya operasi dan pemeliharaan bangunan tersebut.
4.2 Metodologi
4.2.1 Ketentuan Umum dan Teknis
Secara umum maksud dan tujuan pekerjaan ini adalah untuk melakukan analisis
terhadap permasalahan drainase di Kotabaru guna menyusun Kajian Penanggulangan Banjir
Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru, oleh karena itu perlu
dilakukan inventarisasi terhadap semua aspek yang berkaitan dengan drainase baik pada aspek
teknis maupun non teknis. Dengan demikian kajian terhadap tataguna lahan, perkembangan
sosial serta hal-hal yang berkaitan dengan konservasi lahan akan dilakukan analisis pada
pekerjaan ini.
Untuk mendapatkan hasil Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan dan Masterplan
Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru sebagaimana yang diharapkan, diperlukan
metodologi pelaksanaan pekerjaan. Penyusunan Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan dan
Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru disusun dengan ketentuan umum
berikut:
1. Memperhatikan rencana pengembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota
lainnya;
2. Memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya dengan prasarana dan sarana kota
lainnya, sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional, dan
pemeliharaan;
3. Arahan pembangunan sistem drainase perkotaan selama 5 tahun dan dapat ditinjau
ulang sesuai keperluan.
Penyusunan Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan Kotabaru disusun dengan
ketentuan teknis berikut:
1. Data dan informasi yang dibutuhkan:
 Data Klimatologi
Data hujan, angin, dan temperatur dari stasiun klimatologi atau badan meteorologi
dan geofisika terdekat.
 Data Hidrologi
Data tinggi muka air, debit sungai, laju sedimentasi, pengaruh pasang-surut, peil
banjir, karakteristik daerah aliran.
 Data Sistem Drainase yang ada

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 2
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Data kuantitatif banjir/genangan berikut permasalahannya, dan hasil master plan


pengendalian banjir di daerah tersebut.
 Data peta (skala 1:5.000 sampai dengan 1:25.000)
Peta dasar, Peta sistem jaringan drainase dan sistem jaringan jalan yang ada, Peta
tata guna lahan, peta topografi.
 Rencana Tata Ruang/Wilayah
Rencana pengembangan wilayah Kotabaru berdasarkan proyeksi/periode waktu
tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat.
 Data Tata Guna Lahan
Peta atau data yang memuat persebaran penggunaan lahan pada kondisi eksisting
sebagai dasar penentuan koefisien limpasan permukaan lahan.
 Data kependudukan
Jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan, penyebaran penduduk, dan Kepadatan
bangunan.
2. Kala ulang
 Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran saluran, dan jenis kota
yang akan direncanakan.
 Untuk bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama dengan sistem saluran
dimana bangunan pelengkap itu ada.
 Perhitungan curah hujan berdasarkan data hidrologi minimal 10 tahun terakhir
(mengacu pada tata cara analisis curah hujan drainase perkotaan).
3. Kriteria perencanaan hidrologi
 Hujan Rencana
 Perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data curah hujan
harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 15
tahun;
 Analisis frekuensi menggunakan metode log Person type III, atau Gumbel,
sesuai dengan kala ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 (mengacu pada tata cara
perhitungan debit desain saluran);
 Untuk pengecekan data hujan, dapat digunakan metode kurva masa ganda,
metode outlier, atau yang sesuai;
 Perhitungan intensitas hujan ditinjau dngan menggunakan metode Mononobe
atau Hasper Der Weduwen atau yang sesuai.
 Debit banjir

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 3
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

 Debit rencana dihitung dengan metode rasional yang telah dimodifikasi;


 Debit rencana sungai menggunakan pendekatan Hidrograf Satuan Sintesis
(HSS);
 Kooefisien limpasan (run-off) ditentukan berdasarkan tata guna lahan daerah
tangkapan;
 Waktu konsentrasi adalah jumlah waktu pengaliran di permukaan dan waktu
drainase;
 Koefisien penyimpangan dihitung dari waktu rumus konsentrasi dan waktu
drainase.
4. Kriteria perencanaan hidrolika
 Kapasitas saluran dihitung dengan rumus Manning atau yang sesuai;
 Saluran drainase yang terpengaruh oleh aliran balik (back water effect)
menggunakan pendekatan model numerik, atau analitis berupa persamaan
perhitungan tahapan standar (standard step method) atau tahapan langsung (direct
step method);
 Kecepatan maksimum ditentukan oleh kekasaran dinding dan dasar. Untuk saluran
tanah v = 0,7 m/det, pasangan batu kali v = 2 m/det, dan pasangan beton v = 3
m/det.
5. Penentuan prioritas penanganan
 Parameter genangan; meliputi tinggi genangan, luas genangan, lamanya genangan
terjadi,
 Parameter frekuensi terjadinya genangan setiap tahunnya;
 Parameter ekonomi; dihitung perkiraan kerugian atas fasilitas ekonomi yang ada
seperti: kawasan industri, fasum, fasos, perkantoran, perumahan, daerah pertanian
dan pertamanan,
 Parameter gangguan sosial; seperti: kesehatan masyarakat, keresahan sosial, dan
kerusakan lingkungan.

4.2.2 Kerangka Pikir


Untuk mendapatkan hasil susunan Kajian Penanggulangan Banjir Perkotaan dan
Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru sebagaimana yang diharapkan,
diperlukan metodologi pelaksanaan pekerjaan. Tahapan pelaksanaan pekerjaan dan metode
pelaksanaan akan dijelaskan pada Gambar 4.1 berikut.

MULAI

Persiapan
Koordinasi Dengan
Instansi Terkait
LAPORAN PENDAHULUAN IV - 4
Kajian
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Data Hidrologi
1) Data Curah Hujan

Analisa
Hujan Rencana

 Perhitungan Debit Aliran


 Potensi Genangan Banjir
 Sistem Pendukung Drainase

Gambar 4.1 Bagan Alir Pekerjaan Penyusunan Kajian Penanggulangan Banjir


Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 5
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Secara garis besar fungsi dari saluran drainase adalah:


• Mengurangi (memperkecil) genangan air atau banjir pada suatu wilayah (terutama
yang padat permukiman)
• Memperkecil resiko kesehatan lingkungan yang buruk, lingkungan bebas dari nyamuk
dan penyakit lainnya, karena air mengalir dengan lancar sehingga tidak ada genangan.
• Saluran drainase seringkali juga digunakan sebagai pembuangan air rumah tangga.
Semua sistem aliran pembuangan rumah tangga dialirkan menuju sistem drainase.

Standar yang digunakan pada pekerjaan ini adalah Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang terdiri dari :
1. SNI 03-2406-1991 tentang tata cara perencanaan umum drainase perkotaan.
2. Revisi SNI 03-2415-1991 tentang tata cara perhitungan debit banjir.
3. SNI 03-2401-1991 tentang tata cara perencananaan umum bendung.
4. SNI 03-1724-1989 tentang tata cara perencanaan hidrologi dan hidraulik untuk
bangunan di sungai.
5. SNI 2851:2015 tentang Desain Bangunan Penahan Sedimen
6. SNI 2415-2016 tentang Metode Perhitungan Debit Banjir

4.2.3 Standar Perencanaan


Limpasan air hujan yang jatuh pada suatu lahan akan mengalir dengan kecepatan dan
waktu pengaliran tertentu tergantung dari kemiringan lahan tersebut. Limpasan tersebut akan
mengalir menuju tempat yang lebih rendah berupa cekungan – cekungan maupun saluran
drainase terdekat. Kota Kotabaru memiliki lahan yang relatif datar, sehingga jika limpasan
tersebut tidak dapat mengalir dengan baik maka akan mengakibatkan terjadinya genangan
atau banjir. Untuk meminimalisir dampak genangan yang terjadi maka sebisa mungkin
limpasan air hujan dialirkan menuju saluran terdekat untuk menerima air hujan sementara
yang kemudian dialirkan menuju sistem yang lebih besar hingga berakhir pada pembuangan
akhir yang biasa disebut sebagai badan air. Satu kesatuan jaringan drainase yang dimulai dari
saluran drainase terkecil hingga badan air disebut sebagai sistem drainase.
Sistem Drainase pada prinsipnya terbagi atas dua macam yaitu drainase untuk
perkotaan dan drainase daerah pertanian (irigasi). Pada perencanaan dan pengembangan
sistem drainase perkotaan perlu kombinasi antara perkembangan perkotaan (urban), daerah
pedesaan (rural), dan daerah aliran sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 6
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

4.2.4 Kriteria Perencanaan


4.2.4.1 Kriteria Hidrologi
Kegiatan identifikasi dan inventarisasi data awal menjadi penunjang dalam
menentukan langkah penanganan permasalahan drainase selanjutnya. Beberapa kegiatan
yang akan dilakukan adalah :
1. Pengumpulan data klimatologi
Data klimatologi yang berupa curah hujan dari tahun ke tahun, merupakan data
pokok yang harus tersedia untuk melakukan kajian drainase. Data curah hujan menjadi
dasar penentuan analisa hidrologi yang pada akhirnya akan memberikan hasil debit
rencana periode ulang.
2. Pengukuran topografi dan penampang saluran eksisting
Data topografi merupakan salah satu data penunjang yang penting untuk
melakukan analisa drainase. Dengan menggunakan peta topografi akan ditentukan
pola dan arah aliran drainase sehingga dapat mengoptimalkan fungsi jaringan drainase.
Sedangkan untuk data penampang saluran eksisting dalam kegiatan evaluasi berguna
sebagai dasar untuk menentukan apakah saluran tersebut masih mampu menampung
debit aliran pada saat ini atau tidak.
Pada dasarnya besarnya hujan rencana dipilih berdasar pada pertimbangan nilai
urgensi dan nilai sosial ekonomi daerah yang diamankan, serta tergantung pada hirarki
saluran (tersier, sekunder, primer) dan luas area yang dilayani Untuk daerah
permukiman umumnya dipilih hujan rencana dengan periode ulang 1,25 – 15 tahun.
Sedang untuk daerah pusat pemerintahan yang penting, daerah komersial dan daerah
padat dengan nilai ekonomi tinggi dapat dipertimbangkan periode ulang antara 10 – 50
tahun. Perencanaan goronggorong jalan raya, lapangan terbang antara 5 – 25 tahun.
Perencanaan pengendalian banjir yang berkaitan dengan sungai antara 50 – 100 tahun.
Dalam suatu perencanaan bangunan pengairan, sangat diperlukan analisa
hidrologi. Analisa hidrologi disini dimaksudkan untuk mendapatkan curah hujan
rancangan untuk selanjutnya digunakan dalam analisa debit banjir rancangan.
3. Uji konsistensi data hujan

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 7
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Jika data hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan lingkungan di
sekitar tempat penakar hujan dipasang, misalnya penakar hujan terlindung oleh pohon,
terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan cara penakaran dan pencatatan,
pemindahan letak penakar dan sebagainya, memungkinkan terjadi penyimpangan
terhadap trend semula.
4. Curah Hujan Rerata Daerah (Areal Rainfall)
Ada beberapa cara untuk menentukan curah hujan rerata daerah aliran sungai,
yaitu:
a. Cara rata-rata arimatika
b. Cara Poligon Thiessen
c. Cara Isohyet
5. Analisa Curah Hujan Rancangan
Curah hujan rancangan adalah curah hujan tahunan dengan suatu kemungkinan
terjadi yang tertentu, atau hujan dengan suatu kemungkinan periode ulang tertentu.
Metode analisa hujan tersebut pemilihannya sangat tergantung dari kesesuaian
parameter statistik dari data yang bersangkutan atau dipilih berdasarkan petimbangan-
pertimbangan teknis lainnya.
Dalam studi ini untuk menentukan besar curah hujan rancangan digunakan
metode analisa frekuensi Log Pearson III, karena cara ini sesuai untuk berbagai
macam koefisien kepencengan (skewness) dan koefisien kepuncakan (kurtosis).
6. Uji Kesesuaian Distribusi
Pengujian kesesuaian terhadap data hujan ini dimaksudkan untuk mengetahui
kebenaran akan distribusi yang digunakan. Untuk mengadakan uji ini terlebih dahulu
dilakukan plotting data pengamatan pada kertas probabilitas Log Pearson III.
7. Distribusi Hujan
Analisis hujan rencana menggunakan hujan rata-rata maksimum harian (R24).
Pada umumnya data hujan yang tersedia pada stasiun meteorologi adalah data hujan
harian. Namun demikian jika tersedia data hujan otomatis (automatic rainfall
recorder), maka pola distribusi hujan jam-jaman dapat dibuat dengan menggunakan
metode Mass Curve untuk tiap kejadian hujan lebat dengan mengabaikan waktu
kejadian. Untuk studi ini akan digunakan metode Mononobe.
8. Koefisien Pengaliran

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 8
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah
pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun kondisi dan
karakteristik yang dimaksud adalah :
a. Keadaan hujan
b. Luas dan daerah aliran
c. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
d. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
e. Kelembaban tanah
f. Suhu udara, angin dan evaporasi
g. Tata guna lahan
h. Hujan Netto
Hujan netto adalah bagian total yang menghasilkan limpasan langsung (direct
run-off). Limpasan langsung ini terdiri dari limpasan permukaan (surface run-off) dan
interflow (aliran yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah dengan
permeabilitas rendah, yang keluar lagi ke tempat yang lebih rendah dan berubah
menjadi limpasan permukaan).
9. Debit Banjir Rancangan
Hidrograf merupakan gambaran integral dari karakteristik fisiografis dan
klimatis yang mengendalikan hubungan antara curah hujan dan pengaliran dari suatu
daerah pengaliran tertentu (Subarkah, 1978: 67).
Sedangkan menurut Sri Harto (1993: 144), hidrograf dapat disebut sebagai
penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. Hidrograf menunjukkan
tanggapan menyeluruh DPS terhadap masukan hujan dengan intensitas, lama, dan
distribusi tertentu.
Hidrograf terdiri dari tiga bagian yakni lengkung konsentrasi, bagian puncak dan
lengkung resesi (Subarkah, 1978: 68). Debit puncak merupakan salah satu bagian
terpenting hidrograf. Debit puncak terjadi ketika limpasan dari berbagai bagian dari
DPS bersama-sama menyumbangkan jumlah maksimum aliran di outlet DPS. Untuk
DPS yang besar, debit puncak terjadi setelah terhentinya hujan, jarak waktu dari pusat
massa hujan ke puncak sangat dipengaruhi oleh DPS dan karakteristik hujan
(Subramanya, 1989: 159).
10. Penelusuran Banjir (Flood Routing)

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 9
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Umpamanya aliran masuk pada sebuah bagian sungai I (m3/detik) dan aliran keluar
O (m3/detik), air tertampung selama t (detik) dalam bagian itu adalah S (m 3), maka
berlaku persamaan sebagai berikut (Muskingum):
S
I −O=
t

4.2.4.2 Kriteria Hidrolika


1. Analisa Hidrolika Saluran Terbuka
Analisa hidrolika saluran terbuka pada perencanaan drainase ini, meliputi:
a. Kapasitas Saluran
Besar kapasitas saluran drainase dihitung berdasarkan kondisi steady flow
menggunakan rumus Manning :
Q=V . A
2 1
1
V= .R3.S2
n
dengan:
Q = debit air (m3/dt)
V = kecepatan aliran (m/dt)
A = luas penampang basah (m2)
n = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran
Rumus ini merupakan bentuk yang sederhana namun memberikan hasil yang tepat,
sehingga penggunaan rumus ini sangat luas dalam aliran seragam untuk perhitungan
dimensi saluran. Koefisien kekasaran ‘n’ Manning dapat diperoleh dari tabel 4.1
dengan memperhatikan faktor bahan pembentuk saluran.
Tabel 4.1 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (n)
Tipe Saluran n
A. Saluran Tertutup Terisi Sebagian
1. Gorong-gorong dari beton lurus dan 0,010 – 0,013
bebas kikisan
2. Gorong-gorong dengan belokan dan 0,011 – 0,014
sambungan
3. Saluran pembuang lurus dari beton 0,013 – 0,017

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 10
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Tipe Saluran n
4. Pasangan bata dilapisi dengan 0,011 – 0,014
semen
5. Pasangan batu kali disemen 0,015 – 0,017
B. Saluran dilapis atau disemen
6. Pasangan bata disemen 0,012 – 0,018
7. Beton dipoles 1,013 – 0,016
8. Pasangan batu kali disemen 0,017 – 0,030
9. Pasangan batu kosong 0,023 – 0,035

Gambar 4.2 Penampang Saluran

dimana:
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah saluran (m)

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 11
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

R = Jari-jari hidrolis (m)


b = Lebar dasar saluran (m)
h = Kedalaman air di saluran (m)
d = Diameter saluran (m)
m = Kemiringan saluran
b. Kecepatan Aliran
Besarnya kecepatan aliran yang diperbolehkan dealam saluran tergantung pada
bahan saluran yang digunakan, kondisi fisik dan sifat-sifat hidrolisnya. Berdasarkan
hal tersebut, maka kecepatan yang diperbolehkan terbagi atas dua bagian, yaitu saluran
yang tahan erosi yang kecepatan alirannya didasarkan pada kecepatan minimum yang
diijinkan dan untuk saluran yang tidak tahan erosi yang kecepatan alirannya
didasarkan pada kecepatan maksimum yang diijinkan.
Kecepatan minimum yang diijinkan adalah kecepatan terendah dimana tidak boleh
terjadi pengendapan partikel dan dapat mencegah tumbuhnya tanaman air dalam
saluran yang biasanya berkisar antara 0,60 sampai 0,90 m/dt. Kecepatan maksimum
yang diijinkan adalah kecepatan rata-rata terbesar yang tidak boleh mengakibatkan
penggerusan terhadap badan saluran.
c. Kemiringan Saluran
Yang dimaksud kemiringan saluran disini adalah kemiringan dasar saluran dan
kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran yang dimaksud adalah
kemiringan dasar saluran arah memanjang yang pada umumnya dipengaruhi oleh
kondisi topografi serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai
dengan kecepatan yang diinginkan.Kemiringan dinding saluran tergantung pada
macam bahan yang membentuk tebing saluran seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Kemiringan dinding saluran yang dianjurkan
Bahan Saluran Kemiringan Dinding
Batuan/cadas Mendekati vertikal
Tanah lumpur 0,25 : 1
Lempung keras atau tanah dengan (0,5 – 1,0) : 1
lapisan beton
Tanah dengan pasangan batu atau tanah 1:1
untuk saluran besar
Lempung atau tanah untuk saluran- 1,5 : 1
saluran kecil

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 12
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Bahan Saluran Kemiringan Dinding


Tanah berpasir lepas 2:1
Lumpur berpasir atau lempung porous 3:1

d. Tinggi Jagaan
Jagaan dari suatu aliran adalah jarak vertikal dari puncak tanggul sampai
permukaan air pada kondisi perencanaan. Jarak tersebut ditentukan berdasarkan
pertimbangan agar dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi
permukaan air gelombanggelombang yang menonjol serta fluktuasi permukan air
umumnya terjadi dalam saluran dimana kecepatan alirannya tinggi serta kemiringan
dasar cukup besar sehingga aliran menjadi tidak mantap atau tikungan dengan
kecepatan air dan sudut-sudut defleksi yang cukup besar sehingga menyebabkan
terjadinya kenaikan muka air pada bagian cembung (convex) atau pada saluran dimana
kecepatan alirannya mendekati keadan kritis.
Bila keadaan yang terakhir ini terjadi, maka dengan adanya suatu rintangan yang
sedikit saja bisa mengakibatkan terjadinya loncat air (jump) dan kedalam air bisa tiba-
tiba berubah dari kedalaman kecil ke kedalaman yang besar. Jagaan tersebut
direncanakan antara kurang dari 5 % sampai 30 % lebih dari dalamnya aliran. Tinggi
jagaan (w) berdasarkan rumus :
w = 25 % h
dengan h = tinggi selokan yang terendam air.
Pada lokasi jembatan, clearance disesuaikan terhadap bentuk dan karakteristik
sungai. Belum ada ketentuan baku dalam kasus ini, umumnya disesuaikan dengan
parameter debit (besaran debit) atau secara praktis tinggi jagaan (clearance),
ditetapkan berdasar estimasi berbagai sumber referensi :
• Sungai kecil, bentang normal < 40,0 m : 1,00 m.
• Sungai sedang, bentang normal 40 ~ 60 m : 1,50 m.
• Sungai besar, bentang normal > 60,0 m : 2,00 m.
e. Penampang Hidrolis Terbaik
Kemampuan angkut (convergency) dari suatu penampang saluran akan bertambah
besar apabila jari-jari hidrolis bertambah besar atau keliling basah bertambah kecil.
Oleh karena itu untuk luas penampang basah tertentu penampang saluran yang keliling
basahnya terkecil akan mempunyai kemampuan angkut maksimum. Penampang
semacam ini dinamakan penampang hidrolis terbaik. Umumnya saluran harus

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 13
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

direncanakan untuk penampang hidrolis terbaik dengan sekedar modifikasi. Meskipun


penampang hidrolis terbaik merupakan penampang yang memberikan luas minimum
untuk suatu debit tertentu tetapi belum tentu menghasilkan penggalian tanah yang
minimum.
Unsur–unsur geometris dari enam penampang hidrolika terbaik dimuat dalam tabel
3.7, namun penampang-penampang ini tidak selalu dapat dipakai dalam praktek,
akibat kesulitan pembangunannya dan pemakaian bahannya. Dari segi pandang
praktis, penampang hidrolik terbaik adalah penampang dengan luas terkecil dari suatu
debit tertentu, tetapi tidak menghasilkan galian sekecil-kecilnya. Prinsip-prinsip
penampang hidrolik terbaik hanya berlaku pada perancang saluran tahan erosi. Untuk
saluran peka erosi, prinsip gaya tarik harus dipakai dalam menentukan penampang
efisien.

2. Pintu Air
Untuk perencanaan hidrolis dalam pintu air ini menggunakan rumus sebagai
berikut:
Q = C b h (2gz)1/2
dimana:
Q = debit (m3/dt)
C = koefisien debit
b = lebar pintu (m)
h = tinggi bukaan pintu (m)
z = selisih tinggi air di hulu dan hilir pintu (m)
Lebar standart untuk pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0.5, 0.75, 1.0,
1.25, 1.5 m. Kedua ukuran yang terakhir memerlukan dua stang pengangkat.

Gambar 4.3 Aliran di Bawah Pintu dengan Dasar Horisontal

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 14
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Kelebihan – kelebihan yang dimiliki pintu sorong :


 Tingi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat
 Pintu bilas kuat dan sederhana
 Sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat dilewati pintu bilas.
Kelemahan pintu sorong :
 Kebanyakan benda-benda terhanyut bisa terangkut di pintu
 Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran
moduler.

4.2.5 Kreiteria Desain Infrastruktur Drainase


4.2.5.1 Kriteria Penetapan Banjir Rancangan
Agar perencanaan pengendalian banjir yang akan dilakukan dapat efektif dan efisien
dari segi pembiayaannya, maka K. Sugiura (1979) menetapkan kriteria kala ulang debit banjir
untuk beberapa tingkat kepentingan sungai seperti ditunjukkan oleh tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Kriteria Penetapan Debit Banji Rancangan
Derajat Kepentingan Kala Ulang Debit Banjir
Sistem sungai yang sangat penting 200 tahunan
Sistem sungai yang penting 100 tahunan
Sungai secara umum 50 tahunan
Sumber: Sugiura, K., 1979:52

Sedangkan untuk pedoman kala ulang banjir rancangan untuk drainase perkotaan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Rekomendasi Kala Ulang Banjir Rancangan
Saluran Rekomendasi Kala Ulang Debit Banjir
Primer 25 tahunan
Sekunder 10 tahunan
Tersier 2 - 5 tahunan
Sumber: Surabaya Drainage Master Plan, 2000

4.2.5.2 Kriteria Desain Fasilitas Pelengkap Drainase


Apabila sungai merupakan akhir sistem drainase, maka muka air sebagai kondisi hilir
berfluktuasi sesuai pola debitnya. Saat muka air di saluran primer lebih rendah atau sama
dengan muka air di pembuangan akhir, maka aliran dapat berjalan secara gravitasi.

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 15
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Sebaliknya jika muka air di pembuangan akhir lebih tinggi daripada muka air di saluran
drainase (hilir), maka air tidak dapat mengalir secara gravitasi. Pengerukan saluran dengan
maksud menampung aliran lebih besar saat terjadi banjir tidak selalu berhasil menurunkan
muka air, apabila muka air di pembuangan akhir lebih tinggi daripada muka air di saluran.
Terlebih bila dasar saluran di hilir lebih rendah daripada dasar pembuangan akhir (muara).
Untuk mengatasi masalah pembuangan air di daerah hilir dengan kondisi seperti
tersebut di atas, maka diperlukan fasilitas drainase pelengkap sebagai berikut:
a. Pintu air
Pintu air dibuka saat muka air rendah dan ditutup untuk menahan masuknya air
banjir ke saluran drain atau saat muka air laut pasang, yang dapat sekaligus mencegah
masuknya air dari pembuangan akhir ke saluran.
b. Pompa air
Pompa air difungsikan bila pengaliran secara gravitasi tidak memungkinkan dan
tidak perlu menunggu sampai permukaan air di hilir lebih rendah.
c. Busem (Kolam Retensi)
Ada kalanya dipertimbangkan perlu menampung sementara air dalam busem
(detention basin), sampai muka air di pembuangan akhir turun atau surut. Busem
dapat berupa cekungan dengan memanfaatkan daerah yang lebih rendah dari
sekitarnya atau dibuat kolam untuk menampung sementara aliran dari saluran-saluran
drainase.
 Prinsip hidrolik kerja busem meliputi hubungan antara inflow (I, aliran masuk ke
busem) dari saluran-saluran drainase, outflow (O, aliran keluar dari busem) dan
storage (V, tampungan dalam busem) dapat digambarkan dalam sket berikut ini
Pengaliran secara gravitasi :Air dari dalam busem dapat dialirkan ke hilir secara
bertahap mengikuti penurunan permukaan air di hilir. Fasilitas yang diperlukan
adalah pintu air (manual, otomatis atau elektrik).

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 16
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Gambar 4.4 Pengaliran Secara Gravitasi dan Pengaliran dengan Bantuan Pompa

Penentuan lokasi busem harus memperhatikan beberapa kondisi. Berikut adalah


beberapa alternatif penempatan busem :
 Busem dapat dibuat di suatu tempat memanfaatkan daerah yang mempunyai
topografi ebih rendah dari daerah sekitarnya sejauh masih dapat dihubungkan
dengan suatu pembuangan akhir. Apabila tidak memungkinkan membuang air
secara gravitasi, maka perlu dibantu dengan pompa.

Gambar 4.5 Busem di Tempat Rendah

 Di ruas saluran drainase yang diperlebar atau long strorage.

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 17
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Gambar 4.6 Busem di Ruas Saluran Drainase

 Di muara saluran yang berbatasan dengan laut/badan air.

Gambar 4.7 Busem di Muara Saluran Drainase

Busem tidak hanya terdiri dari tampungan yang berfungsi sebagai penampung air
saja, akan tetapi juga harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas penunjang. Pada
umumnya busem mempunyai alternatif fasilitas sebagai berikut :
 Busem + pompa
 Busem + pintu air / gorong-gorong
 Busem + pintu air / gorong-gorong + pompa
Pompa dipilih jenis dan kapasitasnya, sedemikian sehingga dapat mengeringkan
genangan selama waktu yang dikehendaki. Umumnya pompa dijalankan pada debit
konstan untuk waktu tertentu, kemudian diturunkan tergantung pada aliran yang
masuk. Alternatif (1) dipilih apabila pengaliran secara gravitasi sama sekali tak
memungkinkan dimana dasar busem lebih rendah daripada dasar pembuangan akhir
(saluran, sungai, muara). Konsekwensinya, busem perlu dibersihkan apabila
kapasitasnya sudah berkurang karena pengendapan sedimen. Alternatif (2) atau (3)
dipilih apabila pengaliran secara gravitasi dapat dilakukan, yaitu saat muka air di
pembuangan akhir turun/surut. Dasar pintu atau gorong-gorong berada di di dasar
busem yang sama dengan dasar pembuangan akhir, sehingga saat muka air surut dapat
dilakukan penggelontoran.
d. Long Storage

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 18
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Long storage berfungsi seperti busem, namun berupa saluran yang dibuat lebih
lebar dengan kemiringan dasar yang landai. Perlu diperhatikan dalam membuat long
storage saluran selain dilebarkan (volume tampungan V1) juga diperdalam di suatu
tempat (volume tampungan V2). Penampungan air sebanyak V2 berangsur-angsur
berkurang karena pengendapan, sehingga kembali menjadi V1.
Bagian saluran yang lebih dalam tersebut berfungsi sebagai penangkap sedimen.
Dengan memperdalam saluran pengendapan dapat dilokalisir dan pembersihan saluran
(pengerukan) tidak perlu dilakukan di sepanjang saluran. Cara ini dapat dipilih apabila
sedimen dalam saluran berupa pasir yang bersifat lepas. Pada saluran campuran
(mengalirkan air hujan dan limbah rumah tangga), cara ini kurang berhasil, karena
sedimen mengendap di mana saja saat debit kecil dan sulit terangkut karena sifat
lekatnya kecuali pada kecepatan aliran yang besar.

Gambar 4.8 Saluran Penangkap Sedimen

4.2.5.3 Kriteria Teknis Desain


Hal mendasar yang terpenting adalah memilih ukuran yang sesuai untuk blok tersier,
karena ini mempengaruhi klasifikasi saluran-saluran tersier/sekunder/primer dan kepadatan
dari jaringan saluran dalam lingkup kawasan-kawasan terbangun-nya. Ukuran blok tersier
yang ideal adalah yang memerlukan saluran tersier dengan ukuran yang wajar, sehingga
pemeliharaan dapat dijalankan secara manual. Hal ini relevan apabila pemeliharaan saluran
tersier akan dilaksanakan oleh masyarakat setempat, dengan menggunakan peralatan tangan
yang mudah tersedia.
Debit maksimum yang harus dialirkan oleh saluran tersier tergantung pada empat
faktor utama :
 Besarnya curah hujan
 Ukuran blok tersier
 Persentase kedap air dari tanah yang ada di blok tersier
 Rerata kemiringan tanah.

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 19
Kajian Penanganan Banjir Perkotaan dan Masterplan Drainase Perkotaan Kabupaten Kotabaru

Tabel 4.5 Periode Ulang untuk Perencanaan


Periode Ulang
Jenis Saluran Pematusan
(tahun)

Basin Drainage 50-100

Saluran Primer 25

Saluran Sekunder 10

Saluran Tersier 2-5

LAPORAN PENDAHULUAN IV - 20

Anda mungkin juga menyukai