Anda di halaman 1dari 31

Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN

105 81 2344 15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kota merupakan tempat bagi banyak orang untuk melakukan berbagai

aktivitas, maka untuk menjamin kesehatan dan kenyamanan penduduknya

harus ada sanitasi yang memadai, misalnya drainase. Dengan adanya drainase

tersebut genangan air hujan dapat disalurkan sehingga banjir dapat dihindari

dan tidak akan menimbulkan dampak ganguan kesehatan pada masyarakat

serta aktivitas masyarakat tidak akan terganggu.

Drainase merupakan suatu sistem untuk menyalurkan air hujan. Sistem

ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan

yang sehat, apalagi di daerah yang berpenduduk padat seperti di

perkotaan.Drainase juga merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang

sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan

komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur

khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

bangunan airyang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan

air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara

optimal.

Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air

tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan suatu

cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta
Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air

tersebut.

Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari

prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju

kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase

disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air

permukaan dan bawah permkaantanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu

juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan

untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.

1.2. Identifikasi Masalah

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan

suatu kota, akan bertambah maju pula sarana dan pra sarana yang

mendukungnya. Sarana untuk menyediakan air semakin bertambah, misalnya

penyediaan sarana air bersih, air minum, penggunaan air tanah untuk

kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain. Selain sarana penyediaan kebutuhan air,

diperlukan juga sarana pembuangan air yang memadai.

Air berlebih dan tidak terpakai di daerah perkotaan berasal dari :

- Air hujan / bentuk presipitasi yang lainnya yang tidak terinfiltrasi ke

dalam tanah, sehingga mengakibatkan limpasan berlebih di permukaan.

Kecilnya infiltrasi ini disebabkan semakin luasnya permukaan yang dapat

menginfiltrasi, karena banyaknya perubahan tata guna lahan menjadi

daerah industri, perumahan, jalan dan lain-lain. Sebab lainnya adalah


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

intensitas hujan yang tinggi, sehingga kapasitas saluran yang telah ada

tidak mampu mengalirkan air hujan yang berlebih tersebut.

- Kondisi topografi daerah yang datar, atau tidak rata sehingga

menyebabkan sedimentasi pada saluran pembuang yang akan

menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran tersebut.

- Limbah (rumah tangga, industri dan lain-lain)

Kelebihan air di perkotaan tersebut harus segera dibuang sehingga

tidak menyebabkan genangan air yang mengganggu aktivitas manusia dan

juga kurang baik bagi sanitasi. Drainasi merupakan istilah yang dipergunakan

sistem-sistem yang digunakan untuk menangani air yang berlebih.

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan sistem drainasi

bagi daerah perkotaan. Sistem dan kapasitas pembuangan harus memadai

untuk membuang habis kelebihan air yang ada di permukaan sehingga tidak

terjadi genangan air yang mengganggu aktivitas manusia dan juga kurang baik

bagi sanitasi.

Kebanyakan kota-kota besar mempunyai sistem drainasi tertentu

dengan biaya yang besar. Bahkan investasi keseluruhan di bidang drainasi

pemukiman jauh lebih besar dibandingkan dengan investasi di bidang

pengurangan banjir atau irigasi. Menurut perhitungan, hampir seperempat

biaya pembangunan jalan raya dibelanjakan untuk sarana drainasi jalannya.

Karena itu perencanaan sistem drainasi harus mempertimbangkan masalah

ekonomi.
Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Saluran dan sistem drainasi memerlukan pemeliharaan yang baik dan

rutin. Setiap beberapa tahun sekali harus dievaluasi agar dapat dianalisa

apakah perubahan-perubahan yang terjadi telah mengubah kondisi sistem

saluran.

1.3. Batasan Masalah

Masalah yang akan dibicarakan dalam laporan ini adalah sebatas :

 Perhitungan debit air yang akan didrainasi berkaitan dengan curah

hujannya.

 Perhitungan debit air yang akan didrainasi berkaitan dengan luas tiap tata

guna lahan daerah, dan dengan pertimbangan proyeksi perkembangan

penduduk di perkotaan tersebut.

 Perencanaan sistem jaringan drainasi pada daerah perkotaan dan

perhitungan dimensi salurannya.

1.4. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mendapatkan debit dari sisa air yang didrainasikan, dari data

hujan harian yang dianalisa dengan poligon thiessen sehingga didapatkan

curah hujan maksimum daerah tahunan.

2. Bagaimana mendapatkan curah hujan rancangan dengan kala ulang

tertentu, dengan menggunakan disribusi log pearson III.

3. Bagaimana mendapatkan debit limbah rumah tangga dengan

memproyeksikan jumlah penduduk ini dengan prosentase pertumbuhan-

pertumbuhan yang dihubungkan dengan kebutuhan air tiap penduduk.


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

4. Bagaimana merencanakan sistem jaringan drainase dengan

mempertimbangkan topografi daerah.

1.5. Maksud dan Tujuan

Maksud pemberian tugas ini adalah untuk pengenalan salah satu

penerapan dari teori yang telah diterima mahasiswa dari mata kuliah

Perencanaan Drainase Perkotaan, sehingga mahasiswa dapat mengetahui

sebagian kondisi dan jenis pekerjaan suatu proyek drainasi di wilayah

perkotaan.

Sedangkan tujuan pemberian tugas ini adalah :

 Untuk mengetahui jumlah debit yang tersisa di permukaan akibat hujan

dan limbah rumah tangga serta industri pada suatu daerah dengan luas dan

tata guna lahan tertentu berdasarkan data yang tersedia.

 Untuk mengetahui harga tanah timbunan dan galian, sehingga kita dapat

merencanakan sistem dan dimensi saluran drainasi di suatu wilayah

perkotaan dengan memperhitungkan faktor efisiensi dan biaya.


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

MULAI
Flow Chart :

PETA JUMLAH PENDUDUK INDUSTRI

MENGHITUNG A, Q AIR KOTOR AIR LIMBAH


TATA GUNA LAHAN
KOEF.THIESEN

R MAX. DAERAH
TAHUNAN
MENGHITUNG
L, S, A, C

R. RANCANGAN
DENGAN KALA
DEBIT AIR Q AIR KOTOR
ULANG HUJAN TOTAL

UJI KESESUAIAN : Q RANCANGAN


Ya
CHI SQUARE
SMIRNOV KOLMOGOROV

PERHITUNGAN
DIMENSI SALURAN

Tidak

PERHITUNGAN GALIAN
DAN TIMBUNAN

BIAYA

SELESAI
Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

BAB II
KONDISI DAERAH STUDI

2.1. Umum

Untuk perencanaan suatu jaringan drainasi diperlukan peta topografi

yang memenuhi syarat. Penyelidikan topografi ini diperlukan untuk

mendapatkan penentuan bentuk permukaan tanah (surface cinfiguration)

termasuk juga kemiringan permukaan (surface slope), arah dari drainasi

alamiah serta daerah pengeluaran (outlet).

Untuk perencanaan biasanya diperlukan peta topografi yang

mempunyai perbandingan skala antasa 1 : 10000 sampai 1 : 25000 dengan

interval garis kontur 1,00-2,00 meter. Sedangkan untuk detailnya

mempunyai perbandingan skala 1:500 sampai 1:2500 dengan interval garis

kontur 0,20-0,50 meter. Hal ini tergantung dari keadaan lapangan, yaitu

datar atau curamnya keadaan medan.

Dengan hasil penyelidikan keadaan topografi ini, dapat memberikan

gambaran macam dari sistem drainasi yang diperlukan.

2.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Dalam perencanaan sistem drainasi suatu wilayah, juga harus

diketahui dan diteliti kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tersebut.

Jangan sampai lagi terulang kejadian-kejadian yang timbul akibat kurang

komunikasi antara pihak perencana dan penduduk setempat seperti yang

terjadi pada pembuatan waduk kedungombo. Yang harus diperhatikan antara

lain kebiasaan-kebiasan penduduk yang telah membudaya, kondisi tanah


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

penduduk, masalah ganti rugi lahan yang terkena proyek dan lain sebagainya

sehingga perencanaan proyek drainasi tersebut dapat berguna seperti apa

yang diinginkan semua pihak.

2.3. Kondisi Fisik

2.3.1. Kondisi Topografi

Keadaan topografi wilayah perkotaan diperlukan untuk merancang

sistem jaringan saluran drainase daerah tersebut. Keadaan topografi dapat

dilihat di peta topografi atau peta kontur. Selain elevasi tempat berbagai

di daerah tersebut, dari peta topografi dapat pula didapat informasi

mengenai batas-batas alam maupun administratif wilayah, daerah

pengaliran sungai dan tata guna lahan beserta luasnya. Di samping itu

melalui peta topografitersebut kita dapat melihat atau mengetahui hal-hal

yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas, misalnya :

 Batas-batas wilayah

 Ketinggian

 Daerah pengaliran sungai dan sebagainya

Pada daerah studi yang kami lakukan, yaitu kota Malang tergolong

daerah perbukitan dengan kemiringan antara 0% - 30%. Wilayah bagian

barat merupakan daerah perbukitan atau wilayah yang lebih tinggi, sedang

wilayah bagian timur merupakan daerah yang datar. Wilayah tengah

daerah Malang merupakan daerah transisi , perpaduan antara daerah

perbukitan dan daerah datar.


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Tata air dipengaruhi adanya empat sungai, yaitu kali Brantas, kali

Bango, kali Metro, dan kali Amprong. Kali Bango dan kali Amprong

menjadi satu. Data ini bisa didapatkan di kantor Bappeda atau kantor studi

topografi kota.

2.3.2. Kondisi Geologi

Data kondisi geologi dibutuhkan untuk mengetahui jenis tanah dan

sifat-sifatnya. Data sifat tanah (stabilitas, daya dukung, tegangan,

porositas, derajat kejenuhan, konsolidasi, kepadatan, kandungan mineral,

dan lain-lain) diperlukan untuk menentukan dimensi saluran, material

penyusunnya serta stabilitas saluran.

Pada daerah studi yang kami lakukan, sebagian dari tanah-tanah

dataran rendah terdiri dari lapisan tanah alluvial yang terjadi baik oleh

endapan sungai maupun oleh endapan pantai yang secara geologi

merupakan tanah liat atau unit-unit pasir. Daerah perbukitan di sebelah

barat pada umumnya mengandung kadar kapur yang tinggi, sedangkan di

daerah selatan mempunyai potensial yang subur. Pada tanah alluvial ini

terbentuknya terbatas pada lembah-lembah sungai dan dataran-dataran

pantai serta bekas lanau yang kesemuanya itu mempunyai rilief datar atau

sebagai cekungan. Tanah alluvial ini hanya meliputi tanah yang masih

sering terkena banjir sehingga dianggap tanah yang masih muda dan belum

ada differensiasi horizon. Suatu hal yang mencirikan pada pembentukan

alluvial adalah bahwa bagian terbesar bahan kasar akan diendapkan tidak

jauh dari sumbernya.


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Jadi tekstur bahan yang diendapkan pad waktu dan tempat yang

sama akan lebih seragam dan makin jauh dari sumbernya, serta makin

halus butir-butir yang tersangkut. Pada umumnya tanah alluvial ini

berwarna kelabu kecoklatan yang merupakan tanah yang cukup subur.

2.3.3. Kondisi Iklim

Kondisi alam khususnya data keadaan iklim setempat diperlukan

untuk menentukan debit air yang akan didrainase. Data iklim ini meliputi

curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu, data limpasan

permukaan, data infiltrasi dan perkolasi, evaporasi dan evapotranspirasi

dan lain-lain. Data klimatologi dapat diperoleh di dinas klimatologi kota.

Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, kota Malang

mempunyai iklim tropis yang terdiri dari dua musim, yaitu musim

penghujan (bulan Nopember- bulan April) dan musim kemarau (bulan

Mei- bulan Oktober), dengan temperatur bulanan rata-rata 24°C (min) -

27°C (maks). Kelembaban rata-rata bulanannya ± 78%, sedangkan curah

hujan rata-rata tahunan ± 1420 mm dimana 90% jatuh pada musim

penghujan.

2.4. Arah Perkembangan Kota

Arah perkembangan kota perlu dianalisa dalam merancang sistem

drainasi suatu wilayah perkotaan. Misalnya apakah daerah itu cepat atau

lambat mengalami perkembangan, cenderung untuk berkembang kearah kota


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

perindustrian, arah kota pertanian, pemukiman atau yang lainnya. Dengan

proyeksi perkembangan kota ini dapat direncanakan sistem drainasi yang

sesuai. Kecenderungan perkembangan penduduk di suatu kota adalah

menuju ke daerah pusat kota dan sekitarnya, karena kegiatan ekonomi dan

kesibukan lainnya sebagian besar berada di pusat kota. Misalnya untuk kota

yang cenderung cepat berkembang tentu akan cepat mengalami perubahan

tata guna lahan, sehingga kala ulang pemeriksaannya lebih kecil.

Untuk keperluan ini yang diperlukan adalah data jumlah penduduk

dan perkembangan penduduk. Yang utama perencaan ini harus disesuaikan

dengan tata kota yang terdapat di Rencana Tata Ruang Kota (RURTK). Data

ini dapat diperoleh di dinas meteorologi kota.

2.5. Tata Guna Lahan Daerah Perkotaan

Perbedaan tata guna lahan mempengaruhi koefisien tata guna lahan,

yang akan digunakan untuk menghitung debit air yang akan didrainasi

dengan menggunakan rumus rasional. Karena itu diperlukan data tata guna

lahan wilayah perkotaan tersebut (jasa, pemukiman, tegalan, tanah kosong

atau yang lainnya).

Perubahan tata guna lahan tentu akan mengubaha debit air yang akan

didrainasi. Karena itu perlu diperkirakan arah perubahan tata guna lahan di

wilayah tersebut. Yang diperlukan adalah RURTK yang menggambarkan

kebijaksanaan dasar tata ruang kota dan langkah-langkah umum pelaksanaan

yang berkaitan dengan sistem sosial, ekonomi, dan fisik guna tercapainya tata

guna lahan yang direncanakan.


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Kebijaksanaan ini dipertegas dengan rencana detail tata ruang kota di

tiap-tiap kecamatan. Yang perlu diperhatikan adalah perubahan tata guna

lahan yang banyak terjadi di daerah pinggiran yang sedang mengalami

perkembangan.
Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN

3.1. Umum

Metodologi yang digunakan pada studi ini mengacu pada pendekatan

deduksi, yaitu perumusan-perumusan yang digunakan dianggap benar sejak

awal. Studi ini bersifat perencanaan, sehingga data pendukung yang

digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber.

Berdasarkan penjelasan pada bab satu dan dua serta pendekatan studi

sebagaimana tersebut di atas, langkah-langkah untuk merencanakan sistem

jaringan drainasi perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data-data

a. Peta dan data topografi

b. Peta tata guna lahan daerah studi

c. Proyeksi jumlah penduduk pada tahun 1990 = 35.600 jiwa

d. Kebutuhan air penduduk = 275 lt / orang / hari

e. Luas daerah perkotaan

f. Air buangan industri = 3,50 m3/dt

Curah hujan harian, diambil 5 hari selama setahun, selama 11 tahun

(dari tahun 1990 sampau dengan tahun 2000) yang diukur dari lima stasiun

hujan di daerah sekitar daerah studi.

2. Pengolahan data yang meliputi :


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

a.Perhitungan curah hujan maksimum daerah tahunan dengan

menggunakan metode poligon Thiessen.

b.Perhitungan curah hujan rancangan dalam kala ulang tertentu dengan

metode Log Pearson III, lalu diikuti dengan uji kesesuaian distribusi

Smirnov-Kolmogorov dan uji Chi Square yang bertujuan mengetahui

kebenaran hipotesa distribusi frekuensi Log Pearson III.

c.Pengukuran luas tata guna lahan (dengan planimeter) untuk menghitung

koefisien pengaliran.

d.Perencanaan jaringan saluran drainasi, dengan mempertimbangkan

faktor topografi daerah.

e.Mengukur panjang tiap saluran untuk menentukan debit.

f. Perhitungan intensitas hujan.

g.Perhitungan jumlah penduduk untuk tahun 2007 yang akan datang

dengan metode Exponential Rate of Growth

h.Perhitungan debit air kotor (buangan) dengan mempertimbangkan

kebutuhan air tiap penduduk.

i. Perhitungan debit air buangan total.

j. Perhitungan debit rancangan drainasi.

3. Perencanaan saluran drainasi, yang terdiri dari :

a. Penentuan debit rancangan yang akan dibuang dari debit limpasan

permukaan dan debit air buangan rumah tangga dan industri.

b. Perencanaan dimensi saluran agar dapat menampung debit rancangan

untuk beberapa kemiringan berdasarkan kecepatan ijinnya.


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

c. Perhitungan biaya yang diperlukan untuk pembuatan jaringan drainasi.

4. Perhitungan curah hujan rancangan

Yang dimaksud dengan curah hujan rancangan adalah curah hujan

terbesar yang mungkin terjadi dalam suatu daerah dengan kala ulang atau

periode tertentu, yang dipakai sebagai dasar untuk perhitungan perencanaan

ukuran suatu bangunan (Dirjen Pengairan, DPU).

Pemilihan kala ulang ditentukan berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan hidro-ekonomis, yaitu didasrkan terutama pada :

a. Besarnya kerugian yang akan diderita jika terjadi pengrusakan

bangunan-bangunan oleh banjir atau limpasan (akibat hujan) dan

sering tidaknya pengrusakan itu terjadi.

b. Umur ekonomis bangunan.

c. Biaya pembangunan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, pada umumnya

perencanaan jaringan drainasi perkotaan untuk salurannya dipakai hujan

rencana dengan kala ulang 5 tahun, artinya harga dari curah hujan terbesar

akan terjadi rata-rata, baik disamai atau dilampaui sekali setiap 5 tahun.

Dengan kata lain bahwa kemungkinan terjadinya hujan dengan intensitas

tersebut setiap tahun adalah sepersepuluh atau 20% atau peluang

kegagalannya setiap tahun 80%. Bangunan-bangunan drainasi utama

didesain untuk mampu menanggulangi banjir akibat curah hujan dengan

kala ulang 10 sampai 20 tahun.


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

3.2 Analisa Hidrologi

3.2.1 Hujan Rerata Daerah

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan

pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan

rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada

suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan daerah yang

dinyatakan dalam milimeter (Sosrodarsono, 1987:27).

Terdapat tiga cara yang digunakan untuk menghitung curah hujan

daerah (Sri Harto, 1987:13), yaitu :

1. Cara rata-rata hitung

2. Cara poligon Thiessen

3. Cara garis-garis Isohyet

Dengan mempertimbangkan sebaran lima stasiun penakar hujan

yang tidak merata, cara poligon Thiessen akan memberikan hasil yang lebih

baik. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Stasiun-stasiun hujan terdekat dihubungkan sehingga satu sama lain

terbentuk beberapa segitiga.

2. Dari setiap segitiga ditarik sumbu yang tepat di tengah sisinya dan

memotong tegak lurus.

3. Daerah pengaruh hujan masing-masing stasiun hujan dibatasi sumbu

segitiga yang membentuk segi banyak. Segi banyak ini disebut poligon

Thiessen.
Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

4. Tiap-tiap banyak thiessen tersebut dihitung luasnya sehingga terdapat

luas daerah pengaruh tiap-tiap stasiun.

5. Prosentase luas pengaruh tiap stasiun total didapat dari luas daerah

stasiun tersebut dibagi luas total DAS.

6. Curah hujan maksimum daerah tahunan tiap stasiun didapat dari hasil

perkalian prosentase luas daerah dengan curah hujan.

d=P 1 . d 1+ P 2 .d 2+…+ P n . d n

Pn= An× A

Dengan :

An = daerah yang diwakili stasiun-stasiun pengukuran

Pn = koefisien Thiessen

A = Luas daerah keseluruhan

dn = tinggi hujan yang diukur di stasiun-stasiun pengukuran

Untuk mendapatkan curah hujan harian maksimum daerah pada

suatu daerah aliran adalah sebagai berikut :

a. Menjumlahkan curah hujan yang didapat dari metode poligon Thiessen

pada hari yang sama untuk semua stasiun pengamatan.

b. Dari hasil penjumlahan curah hujan maksimum daerah tahunan

tersebut pilih yang tertinggi untuk setiap tahunnya. Curah hujan ini

merupakan curah hujan maksimum tahunan untuk 11 tahun.

3.2.2 Hujan Rancangan Maksimum

Hujan rancangan maksimum adalah curah hujan terbesar tahunan

mungkin terjadi di suatu daerah dengan kala ulang tertentu.


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Berbagai metode yang dapat dipakai dalam menganalisa curah

hujan rancangan antara lain distribusi Gumbel, Log Normal, Log Pearson

Type III dan lain-lain.

Untuk menentukan macam analisa frekuensi, perlu dihitung

parameter-parameter statistik seperti koefisien Cs, Cv, Ck. Syarat untuk

distribusi :

- E.J Gumbel : Ck = 5,4 dan Cs = 1,14

- Log Normal : Ck = 3,0 dan Cs = 0,0

- Log Pearson III : Ck dan Cs tidak ditentukan

Dalam studi ini dipilih cara Log Pearson III dengan pertimbangan

bahwa cara ini lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data

(Pilgrim, 1991:207).

Tahapan untuk menghitung hujan rancangan maksimum dengan

metode Log Pearson III adalah sebagai berikut :

1. Hujan harian maksimum diubah dalam bentuk logaritma.

2. Menghitung harga logaritma rata-rata dengan rumus :

Logx=
∑ Logx i
n

3. Menghitung harga simpangan baku dengan rumus :



2
(Logxi −Logx)
Si=
n−1
4. Menghitung harga koefisien kemiringan dengan rumus :
Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

n∑ ( Logxi−Logx )
Cs= 3
( n−1)( n−2 ) Si
5. Menghitung logaritma hujan rancangan dengan kala ulang tertentu

dengan rumus :

LogR = Logx +G . S i
t

6. Menghitung antilog Rt untuk mendapatkan curah hujan rancangan

dengan kala ulang tertentu atau dengan membaca grafik pengeplotan

Rt lawan peluang di kertas logaritma.

3.2.3 Uji Kesesuaian Frekuensi

Pemeriksaan uji kesesuaian distribusi bertujuan untuk mengetahui

kesesuaian data yang tersedia dengan distribusi yang dipakai. Uji yang

dipakai ada dua macam, yaitu :

1. Uji Smirnov-Kolmogorov (horisontal)

Dari hasil pembacaan grafik pengeplotan data curah hujan pada

kertas probabilitas logaritma, diadapat perbedaan antara distribusi teoritis

dan empirisnya pada sumbu horisontal yang merupakan data probabilitas.

Selisih ini dicari yang maksimum yang disebut Δ maks. Uji Smirnov-

Kolmogorov ini akan membandingkan harga Δ maks dengan suatu harga

kritis yang ditentukan berdasarkan jumlah data dan batas nilai simpangan

data. Bila Δ maks < Δ kritis, hipotesa tersebut dapat diterima.

2. Uji Chi Square


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Dari hasil pembacaan grafik pengeplotan data curah hujan pada kertas

probabilitas logaritma, didapat perbedaan antara distribusi teoritis dan

empirisnya pada sumbu vertikal yang merupakan data curah hujan

rancangan. Langkah-langkahnya adalah :

a. Menghitung selisih data curah hujan hasil perhitungan (Xt) dengan nilai

data curah hujan hasil pengamatan (Xe).

b. Selisih tersebut dikuadratkan lalu dibagi nilai tiap tahunnya kemudian

dijumlahkan untuk beberapa tahun. Nilai ini disebut X2 hit.

c. Harga X2hit dibandingkan dengan harga X2Cr dari tabel Chi Kuadrat

dengan α dan jumlah data (n) tertentu. Apabila X 2hit < X2Cr maka

hipotesa distribusi dapat diterima.

3.2.4 Debit Rancangan

Untuk mendapatkan kapasitas saluran drainasi, terlebih dahulu

harus dihitung jumlah air hujan dan jumlah air kotor atau buangan yang

kan dibuang melalui saluran drainasi tersebut. Debit rancangan adalah

debit air hujan ditambah debit air kotor.

Debit Akibat Curah Hujan

Untuk menghitung debit air hujan dalam mendimensi saluran

drainasi digunakan metode rasional (Subarkah, 1980 :49)

Q=0,278.C . I . A

Dengan :

Q = debit banjir maksimum (m3/det)


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

C = koefisien pengaliran

I = intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir

A = luas daerah pengaliran (km2)

3.2.4.1 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air yang

mengalir di permukaan akibat hujan (limpasan) pada suatu daerah dengan

jumlah curah hujan yang turun di daerah tersebut. Besarnya koefisien

pengaliran dipengaruhi oleh :

a. Kemiringan tanah

Semakin besar kemiringan tanah, semakin cepat aliran limpasan, berarti

semakin sedikit air yang meresap atau terinfiltrasi. Walaupun jenis

tanahnya sama, angka pengaliran dapat berbeda-beda.

b. Jenis tanah bagian permukaan yang dialui air hujan.

Yang membedakan adalah Tanah biasa atau pasir, Rumah-rumah dengan

atap genting atau seng, dan Jalan aspal atau tanah.

c. Iklim

Pada permulaan musim hujan yang panjang angka pengaliran lebih kecil

daripada akhir musim hujan, karena tanah terlalu jenuh.

Tabel 2-1 : Besarnya Koefisien Pengaliran

KONDISI KOEFISIEN KARAKTERISTIK KOEFISIEN


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Pusat Perdagangan 0,70 – 0,95 Permukaan Aspal 0,70 – 0,95

Lingkungan Sekitar 0,50 – 0,70 Permukaan Beton 0,80 – 0,95

Rumah-rumah Tinggal 0,30 – 0,50 Permukaan Batu 0,70 – 0,85


Buatan
Kompleks Perumahan 0,40 – 0,60 0,15 – 0,35
Permukaan Kerikil
Daerah Pinggiran 0,25 – 0,40 0,10 – 0,85
Alur Setapak
Apartemen 0,50 – 0,70 0,75 – 0,95
Atap
Indusrti Berkembang 0,50 – 0,80 0,05 – 0,10
Lahan Tanah Berpasir
Industri Besar 0,60 – 0,90 : 0,10 – 0,15

Taman Pekuburan 0,10 – 0,25 Kemiringan 2% 0,15 – 0,20

Taman Bermain 0,10 – 0,25 Kemiringan 2-7% 0,13 – 0,17

Lapangan dan Rel 0,25 – 0,40 Bertrap 7% 0,18 – 0,22


Kereta
0,10 – 0,30 Lahan Tanah Keras : 0,25 – 0,35
Daerah Belum
Berkembang Kemiringan 2%

Kemiringan 2-7%

Bertrap 7%

Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

3.2.4.2 Intensitas Hujan

Intensitas hujan didefinisikan sebagai tinggi curah hujan persatuan

waktu. Untuk mendapatkan intensitas hujan selama waktu konsentrasi

digunakan rumus Mononobe (Imam Subarkah, 1980:20), sebagai berikut :

I =¿

dengan :
Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

I = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)

R24 = curah hujan maksimum harian alam 24 jam (mm)

Tc = waktu konsentrasi

 Waktu konsentrasi (Tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk

mengalir dari titik terjauh dari catchment menuju suatu titik tujuan.

Besar waktu konsentrasi dihitung dengan rurmus :

Tc=¿+Td

Dengan :

Tc = Waktu Konsentrasi
To = Waktu pengaliran air pada permukaan tanah
Td = Waktu pengaliran pada saluran, dapat dianalisa dengan rumus :
Ls
Td=
v

Dimana :

Ls = Jarak aliran dari tempat masuk air ke tempat yang dituju (m)

V = kecepatan aliran (m/dtk)

3.2.4.3 Daerah Pengaliran

Daerah pengaliran (cacthment area) adalah daerah tempat curah

hujan mengalir menuju saluran. Biasanya ditentukan berdasarkan

perkiraan dengan pedoman garis kontur. Luas daerah dihitung di atas peta

topografi dengan menggunakan planimeter. Jika tersedia foto udara,

penentuan luas daerah aliran akan lebih mudah dan teliti.

3.2.5 Perhitungan Pertumbuhan Jumlah Penduduk


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Jumlah penduduk pada daerah studi pada tahun saat perencanaan

dimulai dan pada tahun-tahun yang akan datang harus diperhitungkan

untuk menghitung kebutuhan air tiap penduduk. Dari kebutuhan air tiap

penduduk dapat diketahui jumlah air kotor (buangan) akibat rumah tangga.

Untuk memproyeksikan jumlah penduduk pada tahun-tahun yang

akan datang digunakan cara perhitungan laju pertumbuhan geometri

(Geometric Rate of Growth) dan pertumbuhan eksponensial (Exponential

Rate of Growth), (Rusli, Said, 1985:13).

a. Pertumbuhan Geometri

Cara ini mengasumsikan besarnya laju pertumbuhan yang

menggunakan dasar bunga berbunga (bunga majemuk) dimana angka

pertumbuhannya adalah sama untuk setiap tahun. Ramalan laju

pertumbuhan Geometris adalah sebagai berikut :

Pn=Po(1+n) n

Dengan :

Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n

Po = jumlah penduduk pada awal tahun

r = angka pertumbuhan penduduk

n = interval waktu (tahun)

b. Pertumbuhan Eksponensial

Pertumbuhan ini mengasumsikan pertumbuhan penduduk secara terus-

menerus setiap hari dengan angka pertumbuhan konstan. Pengukuran


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

penduduk ini lebih tepat, karena dalam kenyataannya pertumbuhan jumlah

penduduk juga berlangsung terus-menerus. Ramalan pertambahan

penduduknya adalah :

Pn=Po . e m

Dengan :

Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n

Po = jumlah penduduk pada awal tahun

m = interval waktu

e = bilangan logaritma

3.2.6 Perhitungan Debit Buangan Penduduk

Debit air kotor berasal dari air buangan hasil aktivitas penduduk

yang berasal dari lingkungan rumah tangga atau bangunan-bangunan atau

tang lainnya. Untuk memperkirakan jumlah air harus diketahui kebutuhan

air rata-rata dan jumlah penduduk kota. Dalam tugas ini debit air kotor

berasal dari perhitungan air kotor per penduduk dan air kotor sisa industri.

Perhitungan air buangan tiap penduduk didapat dari :

Pn× q
Qak =
A

Dimana :

Qak = debit air kotor (l/dt/km2)

Pn = jumlah penduduk

A = luas daerah (km2)

q = jumlah air buangan (l/orang/hari)


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Jumlah air buangan didapat dari prosentase air terbuang dari

kebutuhan air tiap penduduk.

3.2.7 Perhitungan Debit Buangan Industri

Perusahaan-perusahaan industri baik industri besar maupun industri

kecil pasti menghasilkan air kotor ( air sisa industri). Untuk menghitung

debit buangan industri digunakan rumus :

Pn× q
Qak =
A

Dengan :

Qak = debit air kotor (l/dt/km2)

Pn = jumlah penduduk

A = luas daerah (km2)

q = jumlah air buangan (l/orang/hari)

3.3 Perhitungan Dimensi Saluran

Besar kapasitas saluran drainasi dihitung menggunakan rumus

Manning (Ven.Te Chow, 1985)

Q=V . A

1
V = × R ×√S
2 /3
n

Dengan :

Q = debit air (m3/dt)

V = kecepatan aliran (m/dt)

A = luas penampang basah (m2)


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

n = koefisien kekasaran Manning

R = jari-jari hidrolis (m)

S = Kemiringan dasar saluran

Rumus ini merupakan bentuk yang sederhana namun memberikan

hasil yang tepat, sehingga penggunaan rumus ini sangat luas dalam aliran

seragam untuk perhitungan dimensi saluran. Koefisien kekasaran

Manning dapat diperoleh dari tabel dengan memperhatikan faktor bahan

pembentuk saluran.

Hal penting yang harus diperhatikan adalah kecepatan aliran yang

diijinkan. Kecepatan harus diantara batas tertentu (maksimum dan

minimum) dimana dengan kecepatan tersebut tidak akan terjadi

pengendapan dan pertumbuhan tanaman air, serta tidak juga terjadi

pengikisan.

Kecepatan minimum merupakan kecepatan terkecil yang tidak

menimbulkan pengendapan dan tidak merangsang tumbuhnya tanaman air

serta lumut dalam saluran.

Besarnya kecepatan aliran yang diijinkan dalam saluran tergantung

pada bahan saluran, kondisi fisik dan sifat-sifat alirannya. Besarnya

kecepatan minimum yang diijinkan berkisar antara 0,6 – 0,9 m/dt

(Suhardjono, 1984:25).

Tabel Kecepatan Ijin Berdasarkan Material


Jenis Bahan Kec. Ijin Minimum Kec. Ijin Maksimum
(m/dt) (m/dt)
Lempung kokoh 0,75 0,75
Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Lempung padat 1,1 1,1


Kerikil kasar 1,2 1,2
Batu besar 1,5 1,5
Pasangan batu 1,5 1,5
Beton 1,5 1,5
Beton bertulang 1,5 1,5

Dengan menghubungkan rumus Q = V . A dan besaran A dan P

yang mengandung lebar dasar saluran dan tinggi air, dapat diperhitungkan

dimensi saluran yang akan direncanakan berdasarkan data debit, koefisien

Manning dan kemiringan dasar saluran.

Perhitungan selengkapnya adalah sebagai berikut :

 Saluran Trapesium

Untuk merencanakan penampang trapesium yang paling efisien

digunakan rumus-rumus (Rangga Raju, 1986:86) :

 Jari-jari luas saluran

A=(B+ z .h)h

 Keliling basah

P=B+2 h( z 2+1) 1/2

 Jari-jari hidrolis

A
R=
P

 Saluran Setengah Lingkaran


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

 Luas saluran
A=0,5. .r 2
 Keliling saluran
P=. R
 Jari-jari hidrolis
R=0,5 .r
Untuk menentukan kecepatan aliran digunakan persamaan

Manning (Rangga Raju, 1986:45)

1
V = × R ×√S
2 /3
n

Dari menggabungkan persamaan Manning diatas, maka akan

didapatkan kapasitas angkut dari suatu saluran dengan persamaan (Rangga

Raju, 1986:45)

Q=V . A

Dengan :

B = lebar saluran (m)


h = tinggi aliran (m)
z = kemiringan talud
V = kecepatan aliran (m/dt)
A = luas penampang basah (m2)
n = angka kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
r = jari-jari lingkaran (m)
S = kemiringan saluran
Q = debit air yang mengalir (m3/dt)

Sedangkan harga koefisien kekasaran Manning, didapat

berdasarkan lapisan bahan permukaan saluran yang diinginkan dan lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

Tabel Nilai Koefisien Kekasaran Manning


Tipe Saluran n
A. saluran tertutup terisi sebagian
1. Gorong-gorong dari beton lurus dan bebas kikisan 0,010 – 0,013
2. Gorong-gorong dengan belokan dan sambungan 0,011 – 0,014
3. Saluran pembuang lurus dari beton 0,013 – 0,017
4. Pasangan bata dilapisi dengan semen 0,011 – 0,014
5. Pasangan batu kali disemen 0,015 – 0,017

B. Saluran dilapis atau disemen

1. Pasangan bata disemen 0,012 – 0,018


2. Beton dipoles 1,013 – 0,016
3. Pasangan batu kali disemen 0,017 – 0,030
4. Pasangan batu kosong 0,023 – 0,035

Tabel Nilai Kecepatan Rata-Rata Berdasarkan Kemiringan Saluran


Muh Izdihar Basir DRAINASE PERKOTAAN
105 81 2344 15

REFERENSI

 Bambang Triatmodjo, 2006. Hidrologi Terapan. Jakarta: Betta Offset


 https://jidinmsirajuddin.wordpress.com/pelajaran-kuliah-ku/drainase-
perkotaan/drainase-perkotaan/
(Di akses 15 juni 2015)
 http://mamanclasik.blogspot.com/2012/10/makalah-drainase-perkotaan.html
(Di akses 15 juni 2015)

Anda mungkin juga menyukai